TEMA DALAM CERITA HARJUNA KALAJAYA: SEBUAH TINJAUAN STRUKTURAL Lita Putri Novianti dan Darmoko Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Email:
[email protected]
Abstrak Cerita Harjuna Kalajaya adalah cerita baru atau sanggit cerita yang dibuat oleh Ki Manteb Sudarsono. Cerita Harjuna Kalajaya berisi tiga cerita yang sudah sering dipertunjukan. Tiga cerita itu adalah Mbangun Taman Maerakaca, Palguna Palgunadi, dan Begawan Ciptaning Mintaraga. Penggabungan tiga cerita ke dalam satu judul cerita baru menandakan adanya kesamaan tema pada tiga cerita. Penelitian tema cerita Harjuna Kalajaya merupakan penelitian yang didasarkan pada analisis struktural. Jadi, tema cerita Harjuna Kalajaya diperoleh melalui analisis alur, tokoh, dan penokohan. Pada akhirnya diperoleh hasil bahwa tema cerita Harjuna Kalajaya adalah kejayaan Arjuna. Tema cerita sama dengan penamaan cerita yaitu cerita Harjuna Kalajaya.
Theme in the story of Harjuna Kalajaya: A Structural Overview Abstract Harjuna Kalajaya is a new story or sanggit made by Ki Manteb Sudarsono. Harjuna Kalajaya contains three stories that often performed. The three stories are Mbangun Taman Maerakaca, Palguna Palgunadi, and Begawan Ciptaning Mintaraga. Merging three stories into one new story title indicates similarities in three stories. Research themes Harjuna Kalajaya story is based on the research of structural analysis. So, theme of the story Harjuna Kalajaya obtained through analysis of the plot and figure characterizations. In the end, the result of the theme Harjuna Kalajaya is Arjuna’s victory. Theme of the story is same with the title Harjuna Kalajaya.
Keywords: theme, Harjuna Kalajaya, structural
Pendahuluan Ilmu sastra merupakan sebuah cabang dalam ilmu teks. Teks merupakan suatu ungkapan bahasa yang menurut pragmatik, sintaksis, dan semantiknya memiliki satu kesatuan. Ada beberapa jenis teks menurut fungsinya yaitu teks acuan, teks ekspresif, teks persuasif, teks-teks mengenai teks, teks-teks yang berfungsi sosial, dan teks-teks sastra. Sebuah karya sastra dapat saja berfungsi sebagai acuan atau ekspresif, namun sebuah teks dapat disebut karya sastra apabila pembaca ataupun peneliti melihat teks tersebut sebagai sebuah karya sastra (Luxemburg, Bal, & Weststeijn, 1984: 86, 95-99). Sastra berasal dari Bahasa Sansekerta dari kata sāstra yang berarti sarana atau alat untuk mengarahkan, mengajarkan, dan memberi petunjuk atau intruksi (Macdonell, 1924: 313). Karya sastra dapat dibedakan menurut berbagai hal, misalnya dapat dibedakan berdasarkan ragamnya. Karya sastra menurut ragamnya dibagi menjadi tiga, yaitu puisi, 1
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
prosa, dan drama (Sudjiman, 1991: 11). Sastra dapat juga dibedakan berdasarkan jenisnya. Sementara itu, menurut Aristoteles hanya terdapat dua jenis sastra, yaitu sastra yang bersifat cerita (teks naratif) dan sastra yang bersifat drama (Luxemburg, Bal, & Weststeijn, 1984: 108). Teks sastra naratif adalah teks-teks sastra yang menampilkan satu juru bicara saja dan juru bicara tersebut dapat mengajak tokoh-tokoh lain untuk membuka mulut, namun pada intinya hanya ada satu juru bicara sebagai dalang tunggal yang menceritakan sebuah cerita, sedangkan teks-teks sastra yang menampilkan berbagai tokoh dengan ungkapan bahasa mereka sendiri-sendiri merupakan jenis dramatik. Sebuah teks drama terdiri dari teks-teks yang diucapkan oleh seorang aktor dan tak ada juru ceritanya (Luxemburg, Bal, & Weststeijn, 1984: 108, 160). Teks sastra naratif (cerita) memiliki dua juru bicara yaitu juru bicara primer atau utama (si pencerita) dan juru bicara sekunder (para pelaku atau para tokoh di dalam cerita). Juru bicara primer adalah orang yang menyuruh atau mempersilahkan juru bicara sekunder untuk berbicara. Juru bicara primer dibagi menjadi dua, yaitu juru bicara primer ekstern dan juru bicara primer intern. Juru bicara primer ekstern maksudnya juru bicara tidak berlakuan sebagai tokoh di dalam cerita, sedangkan juru bicara primer intern maksudnya juru bicara primer ikut serta sebagai seorang tokoh di dalam sebuah cerita (Luxemburg, Bal, & Weststeijn, 1984: 124). Dunia seni pertunjukan di Jawa terdapat dua jenis pertunjukan yang sebenarnya hampir sama, namun masuk ke dalam dua jenis teks yang berbeda yaitu teks sastra naratif (cerita) dan teks sastra dramatik. Teks sastra naratif (cerita) terdapat pada pertunjukan wayang kulit, sedangkan teks sastra dramatik terdapat pada pertunjukan wayang wong. Wayang kulit merupakan salah satu jenis teks sastra naratif karena ada dalang sebagai juru cerita. Dalang merupakan juru cerita yang membawakan dan mempersilahkan tokoh-tokoh dalam cerita wayang untuk berbicara atau berdialog. Walaupun di dalam pertunjukan wayang kulit terdapat dialog antara tokoh satu dengan yang lainnya, wayang kulit termasuk jenis teks sastra naratif karena ada seorang dalang atau juru cerita dalam pertujukan tersebut, sedangkan wayang wong termasuk jenis teks dramatik karena mempergelarkan sebuah pertunjukan yaitu satu tokoh diwakili oleh satu orang. Dalam pertunjukan wayang wong tidak ada seorang juru bicara yang mempersilahkan tokoh-tokoh tersebut berdialog. Intinya teks naratif memiliki seorang juru bicara yang menceritakan mengenai suatu kejadian, sedangkan teks drama tidak memiliki juru bicara yang langsung menyapa para penonton (tidak ada juru bicara yang
2
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
berfungsi sebagai pencerita) dan kejadian yang dipertunjukan merupakan kejadian itu sendiri yang terjadi di atas panggung (Luxemburg, Bal, & Weststeijn, 1984: 160, 163). Berdasarkan perbedaan penggolongan jenis teks sastra antara wayang kulit dan wayang wong pada paragraf di atas wayang kulit dan wayang wong memiliki perbedaan. Pertunjukan wayang wong menampilkan tokoh-tokoh yang setiap tokohnya diperankan oleh satu pemain, sehingga terlihat watak yang diperankan oleh setiap pemain berbeda, namun bukan berarti dalam pertunjukan wayang kulit tidak terlihat perbedaan watak setiap tokoh. Dalang yang menggerakan wayang kulit dan berlaku sebagai juru bicara dalam pertunjukan wayang kulit memiliki perbedaan suara yang berbeda dalam membawakan setiap karakter tokoh yang berbeda (Oemaryati, 1971: 17). Perbedaan suara yang ditunjukan oleh dalang merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbedaan watak dan karakter setiap tokoh wayang kulit. Perbedaan lainnya yaitu pada pertunjukan wayang kulit, seorang dalang sebagai juru bicara juga menyampaikan narasi dalang dalam cariyos1 atau janturan2. Adanya narasi dari seorang dalang yang menandakan bahwa dalam pertunjukan wayang kulit terdapat seorang juru bicara yang menceritakan sebuah cerita dalam pertunjukan wayang kulit, sedangkan dalam pertunjukan wayang wong tidak terdapat narasi seorang juru bicara yang ada hanya dialog antar pemain drama. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang sebuah cerita dalam pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit merupakan pertunjukan yang sangat dikenal luas di masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Komponen yang penting pada sebuah cerita wayang kulit yaitu kehadiran seorang dalang sebagai juru bicara. Sebagai juru bicara dalang mempunyai tugas pokok yaitu menyampaikan nilai-nilai yang wigati atau isi dari pertunjukan wayangnya (Soetarno, Sunardi, & Sudarsono. 2007: 31-32). “The dalang is the key figure in all of the above-mentioned shadow theatre genres. He is the narrator of the stories, the singer of the songs (suluk), introduced to interpret the mood of the particular moment, the conductor of the accompanying gamelan orchestra, and, above all, the animator of the puppets or human actors (Gronendael, 1985: 2). “Dalang adalah tokoh kunci dalam semua jenis pertunjukan wayang. Dia adalah narator cerita, pelantun lagu (suluk), menafsirkan suasana tertentu, konduktor dari orkestra gamelan yang menyertainya, dan, di atas semua, animator dari boneka atau aktor manusia.” 1
Cariyos atau kanda adalah cerita dalang. Lain dari janturan, cariyos tidak usah diiringi bunyi gamelan lirih, dan biasanya memang tidak diiringi bunyi gamelan lirih. Fungsi cariyos adalah untuk menceritakan apa yang baru terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang segera akan terjadi (Guritno, 1988: 68). 2 Janturan adalah cerita dalang yang dideklamasikannya, disertai suara gamelan yang ditabuh lirih pelan-pelan. Janturan pembuka cerita wayang selalu mengenai sesuatu kerajaan, entah kerajaan manusia atau kerajaan dewa, dan raja yang memerintahnya, dan adegan pertama selalu megambil tempat di suatu balairung istana di mana raja manusia atau raja dewa dihadap oleh para menteri dan nayaka lainnya, dan seringkali pula ada tamu agung yang datang untuk sesuatu keperluan, diundang atau tidak. (Guritno, 1988: 67-68)
3
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Melalui pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa dalang memiliki andil besar dalam sebuah pertunjukan wayang kulit. Banyak sekali dalang yang ada di Indonesia. Beberapa contoh dalang yang dikenal masyarakat yaitu Ki Nartosabdo, Ki Anom Suroto, Ki Purbo Asmoro dan Ki Manteb Sudarsono. Di antara semua nama-nama dalang di atas terdapat nama Ki Manteb Sudarsono. Ki Manteb Sudarsono merupakan salah satu dalang yang sering memukau penikmat wayang dengan sabetannya. Ki Manteb Sudarsono mendapat julukan “dalang setan” karena kehebatannya dalam memainkan sabetan3 pada pertunjukan wayang kulit. Sama seperti dalang-dalang lainnya, Ki Manteb sering mempertunjukan cerita-cerita terkenal yang juga sering dipertunjukan oleh dalang lainnya. Selain mempertunjukan cerita-cerita terkenal ternyata di suatu kesempatan yaitu pada hari ulang tahun PDAM Kota Madiun yang ke-31, Ki Manteb mempertunjukan cerita wayang yang belum pernah dipertunjukan oleh dalang lainnya. Cerita tersebut adalah cerita Harjuna Kalajaya (selanjutnya disebut dengan HK). Apabila mendengar tentang judul cerita HK yang dipergelarkan oleh Ki Manteb para penikmat wayang pasti bingung cerita wayang manakah yang akan dipergelarkan oleh Ki Manteb Sudarsono, namun apabila mengikuti pertunjukan wayang kulit ini penonton akan mengerti dan memahami cerita yang dipergelarkan. Cerita HK adalah cerita yang dipergelarkan oleh Ki Manteb dalam pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Cerita itu terdiri dari tiga cerita, yaitu Mbangun Taman Maerakaca (selanjutnya disebut dengan MTM), Palguna Palgunadi (selanjutnya disebut dengan PP), dan Begawan Ciptaning Mintaraga (selanjutnya disebut dengan BCM). Dapat dikatakan bahwa cerita HK adalah gabungan beberapa cerita. Pemilihan tiga cerita dan pemberian nama baru yaitu HK dijelaskan pada salah satu cerita carangan4 antara Limbuk dan Cangik. Dalam adegan tersebut terdapat percakapan antara Limbuk dan Cangik yang membahas penyatuan tiga cerita ke dalam satu jenis cerita baru. Cerita HK merupakan cerita biografi mengenai Arjuna yang diberi judul HK. Harjuna Kalajaya berarti saat atau waktu kejayaan Arjuna. Orang yang memilih tiga cerita dalam HK adalah Bapak Sutopo, Direktur Utama PDAM Madiun. Di sana terdapat kerja sama antara 3
Sabet dalam tradisi pedalangan dapat diartikan sebagai segala macam gerak wayang di kelir (layar) yang dilakukan oleh dalang, sedangkan sabetan hanya terbatas pada pengertian gerak wayang dalam peperangan tokoh, gerak-gerak lain belum terwakili dalam istilah sabetan (Soetarno, Sunardi, & Sudarsono. 2007: 57) 4 Cerita carangan biasanya merupakan cerita yang sudah digubah dan biasanya tidak berhubungan dengan cerita utama yang dipergelarkan. Dalam carangan biasanya muncul tokoh wayang baru yang tidak ada di kitab Mahabarata atau Ramayana. (Senawangi, 2000: 829), crita karangan (cerita karangan) (Poerwadarminta, 1939: 626)
4
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
dalang dan orang yang mengundang dalang. Pak Manteb sebagai dalang mempunyai suatu ide, gagasan yang diharapkan dapat dituangkan dalam penggarapan cerita HK, karena cerita HK merupakan cerita yang menggabungkan tiga cerita. Pemunculan judul cerita baru yaitu cerita HK yang di dalam cerita tersebut terdapat tiga cerita yang sudah sering dipertunjukan dapat disebut sebagai sanggit cerita. Sanggit berarti kreativitas dalang yang berhubungan dengan penafsiran dan penggarapan unsur-unsur pakeliran untuk mencapai kemantapan estetik pertunjukan wayang (Feinstein dkk, 1986: xxxiv). Sanggit cerita telah dimunculkan Ki Manteb dalam cerita HK karena Ki Manteb mempergelarkan cerita yang berbeda dari dalang-dalang lainnya. Ki Manteb menggubah cerita dengan menggabungkannya menjadi satu kesatuan sehingga memunculkan judul cerita baru. Cerita HK berbeda dengan cerita banjaran. Cerita banjaran mengisahkan kisah hidup seorang tokoh dari lahir sampai mati, sedangkan cerita HK memang menceritakan satu tokoh yaitu Arjuna tetapi cerita HK tidak menceritakan kisah hidup Arjuna dari lahir sampai mati. Cerita HK hanya menceritakan kisah hidup Arjuna yang ada pada cerita MTM, PP, dan BCM. Apabila dilihat dari urutan babak kehidupan Arjuna, ketiga cerita tersebut tidak terjadi secara berurutan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai cerita bersambung. Alur cerita tidak memiliki hubungan antara satu cerita dengan cerita lainnya. Cerita dari masing-masing cerita bermula dan memiliki penyelesaiannya sendiri-sendiri. Walaupun ketiga cerita tidak memiliki kaitan alur antara satu sama lain, namun dalam penyatuannya terdapat kaitan dalam tiga cerita. Kaitan tersebut tampak terdapat pada tema yang dapat menggabungkan tiga cerita menjadi satu. Dalang sebagai juru bicara atau pencerita memiliki ide atau gagasan mengapa ketiga cerita tersebut dapat disatukan dalam judul cerita baru. Ide, gagasan, dan pikiran utama sebuah karya sastra adalah tema (Sudjiman, 1991:50). Melalui ide gagasan inilah dalang dapat menggabungkan tiga cerita tersebut dalam satu judul cerita baru. Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada pembahasan tentang pertunjukan wayang kulit HK sebagai sebuah teks sastra naratif (cerita). Pertunjukan wayang kulit yang penulis teliti pada penelitian ini ditranskripsikan terlebih dahulu oleh penulis sehingga pertunjukan tersebut menjadi sebuah teks sastra naratif. (dan mudah diakses sebagai data penulisan skripsi). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas rumusan masalah skripsi ini adalah: Apa tema cerita HK sehingga cerita HK dapat menyatukan tiga cerita yaitu MTM, PP dan BCM. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tema cerita HK sehingga cerita HK dapat menyatukan tiga cerita yaitu MTM, PP dan BCM. 5
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Tinjauan Teoritis Menganalisis tema lebih tepat apabila menggunakan pendekatan intrinsik. Pendekatan instrinsik adalah pendekatan yang membahas unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra (Teeuw, 1983: 60). Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara teliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 2003: 112). Dalam analisis stuktural dijelaskan bahwa terdapat keterkaitan dan keterjalinan antara semua anasir dan aspek karya sastra. Oleh karena itu, antarunsur intrinsik dalam sebuah karya sastra memang memiliki keterkaitan dan keterjalinan. Meneliti tema cerita HK penulis menggunakan teori analisis struktural yaitu dengan cara meneliti keterkaitan dan keterjalinan alur, tokoh dan penokohan yang pada akhirnya ditemukanlah tema HK.
Metode Penelitian Sumber data utama penelitian ini adalah video wayang kulit, jadi hal pertama yang dilakukan adalah pengubahan bahasa verbal yang ada dalam video wayang kulit tersebut ke dalam bahasa tulisan. Hal ini dapat dikatakan sebagai proses transkripsi. Setelah video wayang kulit tersebut ditranskripsikan hal yang dilakukan selanjutnya adalah menganalisis alur. Alur diteliti secara mendetail sehingga diketahui jalannya cerita secara keseluruhan dan dapat menemukan tema yang sesuai. Analisis selanjutnya adalah analisis tokoh. Tokoh dibagi-bagi berdasarkan fungsinya di dalam karya sastra sehingga diketahui tokoh utama, tokoh bawahan, dan tokoh bawahan lainnya yang ada pada ketiga cerita. Setelah analisis tokoh tahap selanjutnya adalah analisis penokohan. Penokohan hanya menganalisis satu tokoh yaitu tokoh utama karena tokoh utama memegang peranan penting dalam membangun jalannya sebuah cerita. Jadi, penemuan sebuah tema menjadi semakin mudah apabila diteliti penokohan yang ada pada tokoh utama. Setelah analisis alur, analisis tokoh, dan analisis penokohan tahap berikutnya adalah analisis tema ketiga cerita. Analisis tema ini dilakukan dengan melihat keterkaitan analisis alur, analisis tokoh, dan analisis penokohan ketiga cerita sehinnga diperoleh tema cerita HK. Pada analisis tema inilah diketahui tema ketiga cerita tersebut dan melalui tema tersebut dalang (pengarang) dapat menyatukan tiga cerita ini ke dalam judul cerita baru yaitu cerita
6
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
HK. Dalam menganalisis alur, tokoh penokohan dan tema cerita HK penulis menggunakan acuan buku Memahami Cerita Rekaan oleh Panuti Sudjiman.
Hasil Penelitian Pada analisis alur menunjukan bahwa alur tiga cerita yang ada pada cerita HK merupakan alur yang menceritakan tentang kemenangan seorang tokoh yaitu Arjuna. Analisis tokoh juga menghasilkan bahwa tokoh yang menjadi pusat sorotan dan yang menjadi tokoh utama serta memegang peranan penting dalam alur cerita adalah Arjuna. Analisis penokohan Arjuna pada cerita HK menunjukan bahwa Arjuna mempunyai watak yang dapat mengantarkannya pada kemenangan pada setiap cerita. Analisis tema pada masing-masing cerita menunjukan bahwa tema cerita MTM, PP, dan BCM adalah kemenangan Arjuna. Arjuna memperoleh kemenangan pada setiap cerita. Oleh karena itu Arjuna merupakan seorang tokoh yang memperoleh kejayaan pada cerita HK karena dia adalah tokoh yang tidak pernah kalah dan selalu berjaya pada cerita HK. Tema cerita HK adalah kejayaan Arjuna.
Pembahasan Pembahasan alur Cerita HK terdiri dari tiga cerita. Alur pada HK terdiri dari situasi awal, situasi tengah, dan situasi akhir. Situasi awal terdiri dari paparan, rangsangan, dan gawatan. Situasi tengah terdiri dari tikaian, rumitan, dan klimaks. Situasi akhir terdiri dari leraian dan selesaian. Setiap cerita terdiri dari beberapa adegan dan pergantian adegan ditandai dengan berubahnya pemain (bertambahnya atau berkurangnya pemain) atau bergantinya tempat. Cerita MTM terdiri dari 12 adegan, cerita PP terdiri dari 19 adegan, dan cerita BCM terdiri dari 11 adegan. Setiap cerita memiliki perkembangan cerita mulai dari awal konflik kemudian perkembangan konflik hingga mencapai klimaks dan berakhir dengan sebuah selesaian. Cerita HK merupakan cerita yang membahas konflik dan masalah yang ada di kehidupan Arjuna. Selain tokoh Arjuna ada pula tokoh-tokoh lain yang juga ikut serta dalam membangun cerita, namun tetap saja bahwa Arjuna merupakan tokoh yang menjadi pusat sorotan dalam cerita HK. Pada analisis alur terlihat keterkaitan dan keterjalinan alur dan tokoh yang ada dalam cerita HK. Cerita MTM diawali dari niat Srikandi untuk mengadakan sayembara demi mengembalikan Taman Maerakaca yang dirusak oleh Prabu Jungkungmardeya. Drupada, ayah Srikandi, mengundang Kresna dan Baladewa untuk mendengarkan dan menjadi 7
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
penasehat atas keresahan yang sedang dialaminya. Drupada sebagai ayah Srikandi merasa resah dan bingung karena Durna, musuh bebuyutannya, ingin mengikuti sayembara Srikandi. Perkembangan konflik selanjutnya dimulai ketika Arjuna ternyata juga ingin mengikuti sayembara Srikandi. Keinginan Arjuna disampaikan oleh Sembadra, istri Arjuna, yang ingin melamarkan Srikandi untuk Arjuna. Klimaks cerita terjadi ketika Durna mengikuti sayembara Srikandi dan Maerakaca malah terbakar dan menjadi lebih rusak. Berikut kutipan kemarahan Drupada ketika Durna gagal mengembalikan Taman Maerakaca: “Dusmalaning rat gelah-gelahing bawana panuksmaning jajal laknat. Arepa dikaya apa Kumbayana pancen wijining atimu wis wiji memungsuhan karo Sucitra. Heh Kumbayana aja minggat Durna aja mlayu.” (HK, 2013: 24) Terjemahan : “Kesengsaraan dunia keburukan dunia benih dajal yang laknat. Mau diapakan saja Kumbayana memang benih di dalam hatimu, sudah merupakan benih permusuhan dengan Sucitra. Hai Kumbayana, jangan kabur, Durna, jangan lari!” Drupada sangat marah kepada Durna dan Drupada sudah menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi. Akhirnya Durna meminta Arjuna untuk memadamkan api yang mengobar Maerakaca. Arjuna berhasil menang di sayembara tersebut dan menikah dengan Srikandi. Berikut merupakan kutipan ketika perkataan Drupada kepada Arjuna ketika Arjuna berhasil memenangkan sayembara Srikandi: “We..lhadalah ahahaha.. adhem ayem makcles rasane atiku kaya sumiram tirta wayu sewindu Premadi, bareng jeneng sira bisa maluyakake wujuding Taman Maerakaca paribasan mung sakedheping netra ana cahya tumurun ana cahya tumurun saka ing antariksa, ki lare cahya tumiba ana madyaning taman, geni bisa sirep taman bisa mulih. Nanging premadi..” (HK, 2013: 25) Terjemahan : “Ya Tuhan ahahaha..lega rasa hatiku bagaikan tersiram air endapan sewindu Permadi, setelah kau dapat memulihkan keadaan Taman Maerakaca peribahasanya hanya dengan mengedipkan mata ada cahaya turun, ada cahaya turun dari langit, ekor cahaya jatuh di tengah taman, api dapat padam taman dapat pulih seperti semula. Namun Permadi…” Arjuna merupakan tokoh utama yang terlibat dalam berbagai peristiwa cerita MTM. Selain Arjuna, tokoh-tokoh lain seperti Durna, Drupada, Srikandi, Sembadra, Kresna, dan Baladewa juga merupakan tokoh yang ikut serta dalam membangun alur cerita MTM. Cerita PP berawal dari konflik yang dibuat oleh Aswatama. Aswatama memfitnah Arjuna bahwa Arjuna ingin menikahi Anggraini padahal Anggraini merupakan istri Palgunadi. Palgunadi yang mendengar hal tersebut marah sekali kepada Arjuna. Niat Arjuna hanya ingin mengantarkan Anggraini ke tempat Palgunadi karena Anggraini telah diganggu oleh Aswatama. Namun, Palgunadi lebih percaya kepada Aswatama. Perkembangan konflik 8
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
selanjutnya yaitu ketika Arjuna kalah melawan Palgunadi. Arjuna meminta petunjuk kepada Semar dan Semar menyuruh Arjuna untuk bertanya kepada Durna, guru Arjuna dan Palgunadi. Arjuna telah mengetahui apa yang menjadi kelemahan Palgunadi. Klimaks cerita terjadi ketika Arjuna berhasil mengalahkan Palgunadi dan Palgunadi mati. Arjuna menang melawan Palgunadi. Berikut kutipan narasi dalang ketika Arjuna berhasil memenangkan pertarungannya melawan Palgunadi: Kocap kacarita kayata mengkana, sigra menthang langkap nenggih sang Arjuna ponang jemparing ingkang wus munggweng gendhewa nenggih Kyai Sarotama, kinembat-embat gumerik suwarane kaya putung-putunga gendhewane. Lumepas kebat kaya kilat, kesit kaya thathit, ngengingi jatining lesan. Nenggih sang Prabu Palgunadi wus menthang gendhewa ketingal driji ingkang mawa cahya. Puniku ingkang kedunungan Mustika Manik ing Ampal sigra linepas pesat jemparing tatas tumpas dununge pati tugel thel pejah kapisanan Palgunadi. (HK, 2013: 37) Terjemahan : Terceritalah seperti demikian ini, Sang Arjuna segera membentangkan busur panah, panah itu telah ada pada busur panahnya, Kyai Sarwatama, diayun dan diarahkan berderik suaranya seperti patah busur panahnya. Terlepas cepat bagaikan kilat, sangat cepat bagaikan kilat yang menyambar mengenai mulut. Dialah Sang Prabu Palgunadi membentangkan panah terlihat jari yang bercahaya. Disitulah tempat Mustika Manik Ampal segera terlepas panah itu tepat mengenainya, letak kematiannya, tewaslah Palgunadi. Akhir cerita Durna menjelaskan kepada Arjuna bahwa Palgunadi adalah suruhan Kurawa dan Palgunadi merupakan kaki tangan Kurawa untuk mengalahkan Pandawa dalam perang Baratayuda kelak. Berikut kutipan penjelasan Durna kepada Arjuna: “Kowe rak ora ngerti ta. Kowe ora ngerti apa sing tak karepake. Palgunadi meguru polah kridhane jemparing kuwi prentahe Prabu Duryudana, mangka Palgunadi prigele jemparing kembar karo kowe padha karo kowe. Mengko nek wis prigel ibarate wong nandur arep diundhuh diboyong nyang Ngestina. Lha kok ngebot-boti perkara bapa, mula tak gawekne lecerita kaya mengkene iki, pamrihku apa? Aja nganti Palgunadi kuwi lestari, aja nganti kecerita nggone duweni keprigelan jemparing. Iki karepku Ngger Arjuna lan kowe aja kaget sakpatine Palgunadi delengen, delengen drijimu kuwi pira saiki?” (HK, 2013: 39) Terjemahan : “Kau tidak tahu kan. Kau tidak tahu apa yang aku inginkan. Palgunadi berguru keterampilan itu perintah Prabu Duryudana, padahal Palgunadi keterampilan memanahnya sama denganmu sama sepertimu. Nanti kalau sudah dapat terampil ibaratnya orang menanam akan dipetik dibawa ke Ngestina. Lah kok membuat bebanku maka aku buatkan cerita seperti ini, harapanku apa? Jangan sampai Palgunadi itu lestari, jangan sampai tercapai keinginannya untuk memiliki
9
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
keterampilan memanah. Ini maksudku Nak Arjuna dan kau jangan kaget sejak meninggalnya Palgunadi lihatlah, lihatlah jarimu itu berapa sekarang?” Arjuna yang berhasil mengalahkan Palgunadi ternyata mendapat senjata baru yaitu Ali-Ali Ampal milik Palgunadi yang sekarang sudah menyatu dalam jari Arjuna. Arjuna merupakan tokoh yang menjadi pusat sorotan cerita mulai dari awal sampai akhir cerita. Ada pula tokohtokoh lain seperti Aswatama, Palgunadi, Durna, Semar, dan Anggraini yang turut pula membangun dan membentuk alur cerita serta mendukung Arjuna dalam berlakuan. Cerita BCM berawal dari konflik dan keinginan Niwatakawaca untuk menyerang kahyangan dan mengalahkan para dewa, namun, Niwatakawaca merasa khawatir karena terdengar kabar bahwa ada pendeta yang bernama Ciptaning yang sangat kuat. Ciptaning adalah nama lain Arjuna yang sedang melakukan tapa untuk memperoleh petunjuk dari Dewata tentang perang Baratayuda kelak. Banyak sekali ujian yang diberikan kepada Arjuna ketika Arjuna bertapa. Salah satunya ujian dari Batara Indra yang sedang menyamar, namun Arjuna berhasil menjawab ujian dari Batara Indra. Setelah melakukan tapa akhirnya Arjuna dianugerahi senjata kedewataan berupa panah yaitu Panah Pasopati. Batara Guru meminta tolong kepada Arjuna agar melawan Niwatakawaca yang ingin menyerang kahyangan. Klimaks cerita terjadi ketika Arjuna dapat mengalahkan dan membunuh Niwatakawaca berikut kutipan narasi dalang ketika Arjuna berhasil mengalahkan Niwatakawaca: Kocap kacarita kayata mangkana yektine Sang Begawan Ciptaning ya ri Sang Arjuna kinarya lamis samudana ngayemi penggalih nira Sang Prabu Niwatakawaca, api-api Arjuna dumugi ing sirna. Sejatine Sang Arjuna angrapalaken kasekten mantak aji pameling anenggih pusaka ingkang wus rinegem, Kyai Pasopati. Riwegnya Sang Prabu Niwatakawaca mulat sang Arjuna dumugi ing sirna, gumuyu latah-latah ngguyu ngakak, sami sakleng menga tutuke Prabu Niwatakawaca mencorong aji gineng Sokaweda. Samisakala lumepas kebat kaya kilat kesit kaya thathit, Kyai Pasopati medal saking hangganira ri Sang Arjuna mung kanthi kedheping netra tumanceping telak pejah kapisanan Niwatakawaca. (HK, 2013: 50) Terjemahan : “Terceritalah demikian itu sesungguhnya Sang Begawan Ciptaning atau Sang Arjuna sebagai kedok untuk menentramkan hati Prabu Niwatakawaca, berpura-puralah Arjuna tewas. Sesungguhnya Sang Arjuna melafalkan kesaktian menerapkan ajian yaitu pusaka yang sudah ditangan, Kyai Pasopati. Sang Prabu Niwatakawaca memperhatikan Sang Arjuna yang akhirnya mati, dia tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan itu terbukalah mulut Prabu Niwatakawaca bersinarlah Aji Gineng Sokaweda. Pada waktu itu juga terlepas cepat seperti kilat cepat sekali bagai cahaya bersambar-sambaran, Kyai Pasopati keluar dari tubuh Sang Arjuna hanya dengan sekejap mata tertancap ke anak tekaknya tewaslah Niwatakawaca.” dengan bantuan dari Supraba.
10
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Akhir cerita Arjuna diangkat menjadi raja di kahyangan Tinjumaya dengan gelar Prabu Kiriti atau Kiritin. Berikut kutipan perkataan Batara Guru ketika mengangkat Arjuna: “Kajawi Nghulun paring pusaka Kyai Pasopati kaping kalihipun nghulun paring pakurmatan Arjuna kula tetepaken jumeneng dados Ratuning Dewa wonten kahyangan Tinjumaya nghulun wiwaha jejuluk sang Prabu Kiriti nggih Prabu Kiritin.” (HK, 2013: 51) Terjemahan : “Selain saya memberi pusaka Kyai Pasopati yang kedua saya beri kehormatan Arjuna saya tetapkan bertahta menjadi Raja Dewa di kahyangan Tinjumaya saya tetapkan berjuluk sang Prabu Kiriti atau Prabu Kiritin.” Arjuna merupakan tokoh yang menjadi pusat sorotan cerita BCM. Tokoh-tokoh lain seperti Niwatakawaca, Batara Indra, Batara Guru dan Supraba merupakan tokoh yang turut pula membangun alur cerita BCM bersama-sama dengan Arjuna. Pembahasan mengenai tokoh dalam HK dibagi menjadi tiga yaitu tokoh utama, tokoh bawahan dan tokoh bawahan lainnya. Tokoh utama dalam cerita MTM, PP, dan BCM adalah Arjuna. Sedangkan, tokoh bawahan pada masing-masing cerita tentu berbeda-beda. Tokoh utama yang ada dalam cerita HK dapat langsung dilihat dari judul cerita yaitu Harjuna Kalajaya, namun belum tentu nama pada judul cerita merupakan tokoh utama cerita tersebut. Tetapi setelah diteliti lebih lanjut ceritanya ternyata benar tokoh utama yang ada pada masing-masing cerita adalah Arjuna karena tokoh Arjuna merupakan tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh Arjuna pada masing-masing cerita mempunyai intensitas keterlibatan pada setiap peristiwa yang dapat membangun jalannya sebuah cerita. Tokoh Arjuna selalu dibicarakan atau berbicara dengan tokoh lain dalam setiap peristiwa pada masing-masing cerita. Dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam cerita HK adalah Arjuna dan tokoh bawahannya adalah masing-masing tokoh yang hadir dalam cerita HK dan kehadiran tokoh bawahan menunjang atau mendukung tokoh utama. selain tokoh bawahan terdapat pula tokoh bawahan lainnya. Tokoh bawahan lainnya merupaka tokoh yang turut membangun jalannya cerita, namun tidak terlalu penting. Tokoh bawahan lainnya pada cerita HK merupakan tokoh yang sangat sedikit mendukung pelukisan diri tokoh utama. berikut merupakan table analisis tokoh cerita HK.
11
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Tabel Analisis Tokoh Cerita Harjuna Kalajaya No.
Judul Cerita
Jenis Tokoh Tokoh Utama Tokoh Bawahan
1.
MTM
Nama Tokoh Arjuna. Drupada,
Sembadra,
Kresna, Durna, Srikandi. Trusthajumena,
Tokoh Bawahan Lainnya
Baladewa,
Supala,
Trusthakethu,
Karna,
Dursasana,
Supali,
Sengkuni, Pasukan
Baladewa dan Pasukan Supala. Tokoh Utama 2.
PP
Tokoh Bawahan Tokoh Bawahan Lainnya Tokoh Utama
Arjuna. Semar,
Aswatama,
Anggraini,
Palgunadi, dan Durna. Kridhamanggala, Gareng, Petruk, dan Bagong. Arjuna. Niwatakawaca, Resi Padya atau
3.
MTM
Tokoh Bawahan
Batara Indra, Keratarupa atau Batara Guru, dan Supraba.
Tokoh Bawahan Lainnya
Togog dan Bilung.
Arjuna sebagai tokoh utama pada setiap cerita menunjukan bahwa Arjuna tokoh yang metalarbelakangi terciptanya cerita HK. Arjuna merupakan tokoh yang membangun alur utama cerita HK.Tokoh utama merupakan tokoh yang selalu hadir dalam tiga cerita dan tokoh utama merupakan tokoh yang membangun jalannya sebuah cerita. Analisis penokohan pada tokoh utama didasarkan pada tiga hal yaitu keterlibatan tokoh utama di dalam cerita ketika tokoh utama dibicarakan oleh tokoh lain, melalui lakuan tokoh, dan melalui pocapan dalang yang menjelaskan tentang tokoh utama. Ketiga hal tersebut terdapat pada beberapa peristiwa fungsional yang membentuk struktur umum alur lakon HK dan melalui ketiga hal tersebut diperoleh sifat-sifat yang dimiliki oleh tokoh utama pada masing-masing cerita. Tokoh utama yaitu Arjuna pada cerita MTM memiliki sifat pandai, cerdas, penolong, jujur, terbuka, sakti, dan penentram hati orang lain. Pada cerita PP Arjuna memiliki sifat terbuka, selalu ingin mempererat persaudaraan, penolong, sakti, peduli, pandai, cerdas, selalu ingin tahu tentang sesuatu, gigih, dan suka membela kebenaran. Terakhir, pada cerita BCM Arjuna memiliki sifat sakti, teguh pendiriannya, terbuka, pandai, cerdas, konsisten, gigih, pantang menolak tugas suci dan penolong.
12
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Watak tokoh utama tampak pada konsistensi sifat yang muncul pada masing-masing cerita. Ada beberapa sifat Arjuna yang sama pada tiga cerita dan sifat-sifat yang selalu muncul dalam setiap cerita itulah yang menjadi watak tokoh Arjuna. Jadi, watak Arjuna adalah penolong, sakti, cerdas, pandai, gigih, dan terbuka. Melalui watak tersebut Arjuna berhasil memperoleh kemenangannya pada setiap cerita. Analisis tema menemukan bahwa cerita HK mengambil tiga cerita yaitu MTM, PP, dan BCM. Cerita tiga judul yang berbeda itu disatukan dalam cerita baru. Cerita tiga judul tersebut memiliki kaitan tema. Tema ditemukan melalui analisis alur, tokoh, dan penokohan yang ada pada tiap cerita. Melalui analisis alur, tokoh, dan penokohan dalam setiap cerita ditemukan bahwa tema cerita MTM adalah kemenangan Arjuna, tema cerita PP adalah kemenangan Arjuna, dan tema cerita BCM adalah kemenangan Arjuna. Melalui analisis tema pada ketiga cerita dapat disimpulkan bahwa tema cerita HK adalah kejayaan Arjuna karena Arjuna selalu menang dan melalui kemenangan tersebut Arjuna berhasil memperoleh kejayaannya. Analisis alur, tokoh, penokohan dan tema yang ada pada pembahasan di atas menunjukkan bahwa untuk meneliti alur, tokoh dan penokohan serta tema memerlukan unsur intrinsik lain untuk mendukung analisis salah satu unsur intrinsik. Hal inilah yang dinamakan dengan analisis struktural bahwa setiap unsur intrinsik memiliki keterkaitan dan keterjalinan antara satu sama lain.
Kesimpulan Cerita HK terdiri dari tiga cerita yang digabungkan menjadi satu. Unsur yang mengikat ketiga cerita tersebut menjadi satu cerita adalah tema. Unsur-unsur intrinsik dalam HK saling kait mengait satu sama lain. Untuk menemukan sebuah unsur intrinsik dalam HK dilakukan analisis unsur-unsur intrinsik di dalam cerita HK. Penemuan tema (HK) diperoleh dari penelitian alur, tokoh dan penokohan (pada teks HK). Berikut kesimpulan penelitian lakon HK: 1. Cerita MTM, PP, dan BCM merupakan cerita yang disatukan dan diberi judul cerita baru yaitu cerita HK. Cerita MTM terdiri dari 12 adegan, cerita PP terdiri dari 19 adegan, dan cerita BCM terdiri dari 11 adegan. Cerita MTM mengisahkan keberhasilan Arjuna untuk mengembalikan Taman Maerakaca. Cerita PP menceritakan tentang kemenangan Arjuna dalam melawan Palgunadi dan Arjuna mendapatkan ajian baru yaitu Ali-ali Ampal. Cerita BCM menceritakan keberhasilan Arjuna pada saat bertapa di Gua Mintaraga sampai akhirnya 13
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Arjuna mendapatkan panah Pasopati. Cerita BCM juga menceritakan kemenangan Arjuna pada saat Arjuna menghadapi Niwatakawaca yang ingin merusak kahyangan. 2. Tokoh utama pada masing-masing cerita MTM, PP, dan BCM adalah Arjuna dan tokoh utama pada keseluruhan cerita HK adalah Arjuna. Arjuna selalu menjadi pusat sorotan dalam ketiga cerita. Arjuna merupakan tokoh utama yang diceritakan pada setiap peristiwa fungsional. Penokohan Arjuna menggambarkan bahwa Arjuna memiliki watak penolong, sakti, cerdas, pandai, gigih, dan terbuka. Watak yang dimiliki oleh Arjuna merupakan watak yang mengantarkan Arjuna kepada kemenangan yang diperolehnya dalam ketiga cerita. 3. Ketiga cerita memiliki tema yaitu kemenangan Arjuna. Ketiga cerita memiliki akhir cerita bahagia karena ada kemenangan seorang tokoh utama. Arjuna merupakan tokoh utama dalam setiap cerita dan Arjuna memiliki sifat-sifat yang dapat membawanya untuk memperoleh sebuah kemenangan. Arjuna menjadi tokoh yang berjaya dalam cerita HK karena Arjuna memperoleh kemenangan dalam setiap cerita. Jadi, tema cerita HK adalah kejayaan Arjuna.
Daftar Referensi Sumber Buku: Feinstein, Alan. (1986). Lakon carangan. ASKI SURAKARTA. Groenendael, Victoria M. Clara Van. (1985). The dalang behid the wayang : The role of the Surakarta and the Yogyakarta dalang in Indonesia-Javanese society. Dordrecht-Holland / Cinnamison-U.S.A: Foris Publications. Guritno, Pandam. (1988). Wayang, kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Luxemburg, J.V., Bal, M., & Weststeijn, W.G. (1984). Pengantar ilmu sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Oemaryati, Boen S.. (1971). Bentuk lakon dalam sastra Indonesia. Jakarta: P.T.
Gunung
Agung. Soetarno, Sunardi, Sudarsono. (2007). Estetika pedalangan. Surakarta: ISI Surakarta dan CV. Adji. Sudjiman, Panuti. (1991). Memahami cerita rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. (1983). Membaca dan menilai sastra. Jakarta: Gramedia. ________. (2003). Sastera dan ilmu sastera. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
14
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013
Sumber Ensiklopedi: Senawangi. (2000). Ensiklopedi wayang Indonesia jilid 3. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Sumber Kamus: Macdonell, Arthur Anthony. (1924). A practical sanskrit dictionary. Oxford University Press. Poerwadarminta, W.J.S. (1939). Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij N.V. Sudjiman, Panuti. (1990). Kamus istilah sastra. Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press) Sumber data: Ki Manteb Sudarsono. (2013). Transkripsi cerita harjuna kalajaya (Lita Putri Novianti, Transkriptor
15
Tema dalam ..., Lita Putri Novianti, FIB UI, 2013