TELAH FINANCIAL LITERASI MAHASISWA FEB UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN: SUATU IMPLIKASI PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI Oleh: Meutia Karunia Dewi1), Sofiatul Khotimah1), Novita Puspasari1) E-mail:
[email protected] 1)
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRACT Considering the urgency of financial literacy program by Indonesian Government, Faculty of Economics and Business in Universitas Jenderal Soedirman has a great potential role in helping the program succeed, particularly by empowering the students of the faculty to spread their financial knowledge over the society. That is why more researches about students’ financial literacy are still demanded to better understand the effects of financial education not only on students’ financial literacy, but also their financial behavior as well. In reference to the complex previous research results, this paper proposing a research model of the effect of financial literacy education on university students. Some recommendations for future researches are included at the end of this paper.
Keywords: financial education, financial literacy, financial behavior, students, competitive advantage, ASEAN Economic Community
PENDAHULUAN “Besar pasak daripada tiang”, yang berarti pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan, merupakan peribahasa yang cukup populer di negara kita, Indonesia. Memang tidak mengherankan jika kita pernah menemui individu-individu yang mempunyai penghasilan relatif besar namun terbebani oleh begitu banyak hutang dan merasa penghasilannya kurang. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendapatan tidak terlalu besar namun dapat mengalokasikannya dengan baik, ia mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara efisien. Oleh karena itu, pengetahuan dan keputusan keuangan terangkum dalam literasi keuangan merupakan aspek penting untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dari segi ekonomi. Literasi keuangan di Amerika Serikat merupakan konsep yang makin dikenal luas setelah terjadinya resesi keuangan di Negara tersebut. Majunya sektor keuangan di negara adidaya tersebut mendorong munculnya berbagai macam instrument derivatif keuangan. Di sisi lain, saat ini perencanaan pensiun para pekerja lebih bergantung terutama pada Defined 819
Contribution yang kompensasinya bergantung pada uang yang diinvestasikan pada akun peserta program dan performa investasinya (Lusardi & Mithcell, 2014). Belum lagi variasi produk lain seperti pinjaman pelajar, hipotek, kartu kredit, dan lain sebagainya. Maka, mengingat begitu banyaknya instrumen-instrumen keuangan yang tersedia saat ini, pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan tidak hanya dibutuhkan di level organisasi namun juga indvidu, sehingga dapat melakukan keputusan-keputusan keuangan yang kompleks dengan tepat, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Resesi keuangan Amerika Serikat merupakan pembelajaran yang sangat berarti. Deregulasi keuangan oleh pemerintah AS, kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh para konsultan dan pelaku bisnis keuangan dengan tujuan meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan mendorong investor untuk menanamkan uangnya pada investasi yang sebenarnya tidak menguntungkan, menggoncang pasar modal AS pada tahun 2008 (Ferguson, 2010). Dengan adanya globalisasi, krisis tersebut pun mendunia. Tidak hanya masyarakat AS yang merasakan dampaknya, namun juga negara-negara lain yang perekonomiannya bergantung pada AS. Besarnya dampak resesi tersebut, membuat ide tentang pentingnya pengetahuan dan keputusan keuangan yang tepat yang telah lama ada muncul ke permukaan dan menjadi perhatian penting para peneliti. Berawal dari kesadaran mengenai pentingnya literasi finansial untuk ditumbuhkan sejak dini, berbagai organisasi non-pemerintah di Amerika Serikat mengadakan pendidikan praktis keuangan mulai dari tingkat sekolah dasar. The Junior Achievement program yang didirikan sejak tahun 1919 selain mengedukasi peserta mengenai entrepreneurship dan kesiapan kerja, organisasi non-profit tersebut juga mengadakan program-program literasi keuangan seperti more than money untuk siswa sekolah dasar dan finance park untuk siswa middle school dan dan high school (JA). Bahkan National Financial Educator Council (NFEC), organisasi profit yang mengkhususkan diri pada edukasi literasi keuangan, memiliki kurikulum yang diperuntukkan bagi siswa Pre-Kindergarten hingga mahasiswa dan dewasa (NFEC). Pada dasarnya, semua program-program financial literasi tersebut bertujuan untuk menghasilkan individu-individu yang well-informed yang dapat membuat keputusankeputusan finansial yang cerdas dalam kehidupan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka terutama di bidang keuangan.
820
Financial literacy juga berkembang pesat di berbagai belahan dunia lainnya, seperti di, Jerman, Italia, Swedia, Belanda, Jepang dan New Zealand (Lusardi dan Mitchell, 2011). Dipahami bersama bahwa perkembangan literasi keuangan memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi secara mikro maupun makro, maka Amerika Serikat dibentuk organisasi tersendiri untuk bidang ini, misalnya International Network Financial Education dan National Council on Economic Education. Financial literacy yang baik akan menjadikan konsumen yang cerdas, dapat memilah barang, dapat mengatur Tabel 1 Indeks Literasi Keuangan di Indonesia Tingkat Literasi
Sektor Keuangan Perbankan
Asuransi
Perusahaan Pembiayaan
Dana Pensiun
Pasar Modal
Pegadaian
Well Literate
21,80%
17,84%
9,80%
7,13%
3,79%
14,85%
Sufficient Literate
75,44%
41,69%
17,89%
11,74%
2,40%
38,89%
Less Literate
2,04%
0,68%
0,21%
0,11%
0,03%
0,83%
Not Literate
0,73%
39,80%
72,10%
81,03%
93,79%
45,44%
keuangan baik dan depan. Dengan demikian maka pemerintah Sumber: hasildengan survei Otoritas Jasamerencanakan Keuangan 2013 masa (OJK, 2013) pun akan mudah melakukan kebijakan ekonomi, berkaitan dengan pasar modal, inflasi dan sebagainya. Ketika pemerintah menaikkan tingkat suku bunga maka masyarakat yang paham financial literacy akan memilih menabung daripada berinvestasi. Konsumen yang paham financial literacy akan lebih cerdas memilih dan memberikan komplain. Perkembangan literasi keuangan di Indonesia nampaknya belum sepesat perkembangannya di Amerika serikat. Namun, inisiatif program peningkatan tingkat literasi keuangan telah dimulai sejak tahun 2013 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyadari rendahnya tingkat melek keuangan berdasarkan suvei yang dilakukan OJK. Meskipun hasil survei yang dilakukan tahun 2013 di 20 provinsi pada 8.000 orang menggunakan stratified random sampling tersebut menunjukkan bahwa 21,84% responden tergolong well literate dan 75,69 % tergolong sufficient literate, dan hanya 2,06% responden yang less literate dan 0,41 % yang not literate; nyatanya, hasil tersebut tidak merata di setiap sektor keuangan. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbankan merupakan sektor yang mendominasi dalam literasi keuangan masyarakat, terlihat bahwa 75,44% responden tergolong sufficient literate. Akan 821
tetapi, hasil survei pada sektor perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan pasar modal menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih tergolong not literate, hal tersebut mengindikasikan buruknya tingkat literasi pada ketiga sektor tersebut. Edukasi mengenai literasi keuangan saat ini masih didominasi oleh fakultas ekonomi di universitas-universitas di Indonesia. Inilah mengapa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman merupakan potensi besar yang bisa membantu kesuksesan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Otoritas Jasa Keuangan, 2013) salah satunya melalui edukasi dan riset. Di bidang edukasi, pemberdayaan mahasiswa merupakan praktik yang banyak dilakukan di negara-negara maju dalam menyebarluaskan financial knowledge melalui program-program student volunteer, seperti Syracuse University dengan program student to student, George Washington School of Business megadakan kesempatan bagi sukarelawan yang terdiri dari mahasiswa, staff dan alumni untuk berbagi pengetahuan keuangan baik di dalam maupun di luar kampus, dan Student Money Management Center University of Nebraska-Lincoln juga membuka volunteer program bagi mahasiswa untuk mempromosikan, menulis artikel, mengajar, desainer buletin atau menjadi social media ambassador tentang pengelolaan keuangan. Di Indonesia sendiri beberapa universitas telah mengadakan kerjasama dengan OJK mengenai literasi keuangan seperti Universitas Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Muhammadiyah Malang yang berencana untuk mengadakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik keuangan (Mohamad, 2014). Mengingat besarnya potensi mahasiswa dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat, penelitian literasi keuangan pada level mahasiswa masih dibutuhkan karena belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, artikel konsep ini mengajukan model bagaimana pendidikan keuangan dapat mempengaruhi literasi keuangan mahasiswa, untuk melihat sejauh mana efektifitas edukasi keuangan yang telah mereka terima selama ini tidak hanya dari sisi pengetahuan saja namun juga dari segi perilaku keuangan mereka. Pentingnya Literasi Keuangan dalam Liberasi dan Integrasi ASEAN Lusardi & Mithcell (2014) berargumen bahwa literasi keuangan penting untuk menghasilkan keputusan keuangan yang tepat, dimana individu-individu yang mempunyai pengetahuan yang kurang lebih banyak mengalami berbagai macam kesalahan dalam keputusan keuangan mereka. Dalam artikel mereka juga menyatakan bahwa, setelah krisis 2008-2009, pemerintah Amerika Serikat menaruh semakin banyak perhatian terhadap kenyataan bahwa banyak sekali warga negara mereka yang kebanyakan kaum usia tua (generasi baby boomer) telah terperangkap penipuan keuangan, mengingat bahwa mereka merupakan kelompok masyarakat yang less literate dan memiliki aset yang telah dikumpulkan dari masa-masa produktif mereka. Selain itu, mereka juga menjelaskan berbagai penelitian yang membuktikan bahwa semakin baik literasi keuangan seseorang, maka makin tinggi pula
822
Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat
Penggunaan produk-produk keuangan
Daya Saing Lembaga Keuangan di AEC 2015
kecenderungannya untuk berpartisipasi dalam pasar keuangan dan pasar saham, serta lebih cerdik dalam mengatur rencana pensiun dan memilih pinjaman dengan biaya rendah. Selain maanfaat untuk individu dan masyarakat, keuangan juga diperlukan Gambar 1. Peran Literasi Keuangan dalam literasi AEC 2015 untuk memajukan industri jasa keuangan (Otoritas Jasa Keuangan, 2013). Hal tersebut karena masyarakat merupakan pengguna utama jasa keuangan. Oleh karena itu, literasi keuangan akan menciptakan efek berantai pada tingkat penggunaan produk dan jasa keuangan, yang kemudian dapat meningkatkan keutungan dan mendorong lembaga keuangan untuk berinovasi dalam mengembangkan produk dan jasa keuangan yang lebih bervariasi, terjangkau dan menguntungkan bagi setiap golongan masyarakat. Sektor jasa keuangan yang kokoh sangat dibutuhkan dalam liberalisasi 1 sektor jasa keuangan yang tercakup dalam cetak biru AEC (ASEAN Economic Community) 2015 yang dilakukan melalui ASEAN Framework Agreement of Service (Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, 2012). Sektor jasa keuangan yang masuk dalam rencana liberalisasi tersebut mencakup lembaga perbankan dan lembaga non-bank yang terdiri dari industri pasar modal, industri pembiayaan dan penjaminan, industri asuransi, industri dana pensiun dan industri reksa dana (Setiawan, 2012; Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, 2012). Terkait dengan pentingnya literasi keuangan dalam mendorong kemajuan industri jasa keuangan, gambar 1 menjelaskan peran literasi keuangan masyarakat Indonesia dalam memperoleh daya saing yang kuat dalam AEC 2015. KAJIAN TEORI Pembelajaran di Perguruan Tinggi Pembelajaran di perguruan tinggi yang sebenarnya adalah lebih dari sekedar urusan akademik. Banyak mahasiswa bergelut untuk hidup lebih mandiri dari hidup mereka di masa sekolah, disamping mereka juga harus berjuang untuk melewati ujian-ujian kuliah untuk mendapatkan gelar yang mereka idamkan. Dalam mengelola uang yang mereka terima dari orang tua atau pemberi beasiswa, mereka dihadapkan dengan berbagai pilihan keuangan yang cukup rumit, termasuk membayar biaya kuliah, membayar sewa rumah atau kost, mengangsur pinjaman, membuat anggaran, menabung, mengikuti asuransi dan bahkan ada yang bekerja sehingga mereka harus menyeimbangkan kehidupan mereka baik di tempat kerja, kuliah, dan kehidupan sosial mereka.
1
Liberalisasi sektor jasa keuangan merupakan penghapusan hambatan bagi para produsen jasa keuangan untuk memasok jasa ataupun menciptakan varian jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN, namun dengan tetap mematuhi regulasi di masing-masing negara (Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, 2012).
823
Mahasiswa sebagai generasi muda tidak hanya akan menghadapi kompleksitas yang semakin tinggi dalam produk-produk keuangan dan jasa, tetapi mereka lebih cenderung harus menanggung resiko di masa depan yang lebih dari orang tua mereka (Lusardi et al., 2010). Oleh karena itu, pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses pembentukan literasi finansial mahasiswa. Melalui kombinasi berbagai metode pengajaran, media dan sumber belajar yang direncanakan dengan baik dan sesuai dengan kompetensi, diharapkan mampu memberikan bekal kepada mahasiswa untuk memiliki kecakapan di bidang keuangan, sehingga mahasiswa menjadi siap dan mampu menghadapi kehidupan mereka saat ini maupun masa depan yang semakin kompleks (Lutfi & Iramani, 2008). Menurut Jhonson (2007) pendidikan keuangan memiliki peran yang sangat penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan memahami, menilai, dan bertindak dalam kepentingan keuangan mereka. Diperkuat oleh penelitian Lutfi dan Iramani (2008) yang menyatakan bahwa pendidikan manajemen keuangan secara signifikan berpengaruh terhadap literasi finansial. Lebih dari itu, pendidikan keuangan juga penting karena keputusan keuangan mahasiswa sangat berperan penting untuk kondisi keuangan mereka selama masa kuliah dan bahkan berpengaruh pada kehidupan mereka setelah lulus kuliah (Cude & Kabaci, Financial Education for College Students, 2012). Kesulitan keuangan, misalnya karena hutang, dapat membuat mahasiswa mengubah rencana karier mereka, karena ketika terdesak oleh kebutuhan keuangan, mereka akan mengesampingkan idealisme untuk mendapatkan pekerjaan dengan cepat dan untuk bayaran yang lebih tinggi. Selain itu, para pekerja yang tidak memiliki literasi keuangan yang memadai cenderung menghabiskan lebih banyak jam kerja produktif mereka untuk mengurusi masalah finansial pribadi mereka (Vitt et al., 2000). Namun, dengan berbekal literasi keuangan yang memadahi, mereka dapat menata kehidupan mereka di masa depan dengan lebih baik; serta dapat mensejahterakan diri, keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Pembelajaran literasi keuangan perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilkau khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Benny A. Priadi (2010) pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Menurut Sharon E. Smaldino, et al. (2005) learning is the development of new knowledge, skills, or attitudes as an individual interacts with information and the environment. (Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, atau sikap sebagai seorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan). Secara umum manajemen keuangan didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola uang. Lebih lanjut manajemen keuangan merupakan proses perencanaan, analisa dan pengendalian kegiatan keuangan. Salah satu bentuk aplikasi dari manajemen keuangan adalah yang disebut manajemen keuangan pribadi (personal finance management) yaitu proses perencanaan dan pengendalian keuangan dari unit individu atau keluarga. Personal Finance 824
meliputi : (1) Money Management, (2) Spending & Credit dan (3) Saving & Investing. Mata kuliah manajemen keuangan merupakan mata kuliah yang membahas cara dan metode dalam manajemen keuangan seperti sumber keuangan, keperluan modal, manajemen persediaan, investasi, konsep nilai waktu uang, dan kebijakan deviden. Mata Kuliah manajemen keuangan mempelajari tentang membahas, menginventarisasi dan menggunakan sejumlah tehnik, cara dan metode pada tingkat dasar sejumlah fungsi dalam manajemen keuangan seperti pembiayaan, investasi, dan pembelajaran lain, sera kebijakan pembagian keuntungan dalam upaya optimalisasi nilai dari suatu badan usaha. Tujuan dari pembelajaran mata kuliah manajemen keuangan secara umum adalah: 1) mahasiswa memiliki pemahaman tentang konsep dan teori keuangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan keuangan, sehingga diharapkan mampu menerapkannya baik dalam mengelola keuangan pribadi maupun perusahaan, 2) mahasiswa mampu menggunakan berbagai tehnik analisis dalam memahami kondisi keuangan perusahaan serta membuat perencanaan keuangan, 3) mahasiswa memiliki pengetahuan tentang pendanaan/permodalan sehingga mampu merencanakan struktural modal perusahaan. Edukasi Literasi Keuangan Penelitian mengenai bagaimana dampak edukasi literasi keuangan terhadap pengetahuan dan perilaku keuangan peserta didik memang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti (Carlin & Robinson, 2012; Bruhn, Leao, Legovini, Marchetti, & Zia, 2013; Xiao, Serido, & Shim, 2012; Mandell & Klein, 2009; Cude, et al., 2006; Jorgensen & Savla, 2010; Borden, Lee, Serido, & Collins, 2008). Penelitian quasi eksperimental Carlin & Robinson (2012) pada siswa sekolah menengah yang mengikuti Junior Achievement Finance Park (JAFP) memperoleh hasil bahwa peserta yang telah melewati training mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam membuat keputusan keuangan untuk menunda pengeluaran saat ini untuk menabung lebih banyak uang dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti training keuangan. Suatu penelitian pada 20.000 siswa Sekolah Menengah Atas di Brazil menunjukkan bahwa program pendidikan keuangan terbukti dapat meningkatkan pengetahuan keuangan, orientasi menabung, dan rencana keuangan yang lebih baik; bahkan peserta mampu berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keuangan keluarga di rumah dan dapat menularkan pengetahuan keuangan, perilaku menabung dan belanja kepada orang tua mereka (Bruhn et al., 2013). Lebih dari itu, penelitian Borden, et al. (2008) menemukan bahwa seminar literasi keuangan selain dapat meningkatkan pengetahuan keuangan mahasiwa, namun juga dapat meningkatkan sikap tanggung jawab dan menurunkan sikap menghindar terhadap pinjaman. Namun, hasil penelitian mengenai edukasi literasi keuangan ternyata lebih kompleks dari yang dibayangkan sebelumnya. Carlin & Robinson (2012) menemukan sisi gelap training keuangan JAFP yang mengindikasikan bahwa kecenderungan peserta training untuk menabung lebih banyak hari ini membuat mereka mengambil keputusan yang buruk, di mana membelanjakan lebih banyak saat ini sebenarnya lebih murah dibandingkan 825
membelanjakannya di masa depan, menurut prinsip Present Value of Money. Sedangkan, Xiao, et. al. (2012), dalam penelitiannya, menemukan bahwa kursus keuangan di sekolah dan kampus yang telah dilalui mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan keuangan subjektif2 mereka namun tidak berpengaruh signifikan pada pengetahuan keuangan objektif3 mereka. Hasil yang lebih kontradiktif muncul dari penelitian Mandell & Klein (2009), yang meneliti siswa sekolah menengah atas yang telah melalui kursus manajemen keuangan dan menemukan bahwa siswa yang telah melalu kursus manajemen keuangan tidak lebih terliterasi dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti kursus tersebut. Terlebih lagi, mereka juga menemukan bahwa siswa yang telah mengambil kursus manajemen keuangan juga tidak merasa mempunyai orientasi menabung dan tidak memiliki perilaku keuangan yang lebih baik dibanding siswa yang tidak mengambil kursus tersebut. Pertentangan hasil penelitian tersebut membuat penelitian mengenai efektivitas edukasi literasi keuangan menjadi semakin menarik (Mandell & Klein, 2009). Selain itu, perlu diingat bahwa tidak hanya pendidikan formal di sekolah maupun di bangku kuliah, edukasi orang tua juga berperan penting dalam perilaku pengelolaan keuangan individu (Cude, et al., 2006; Jorgensen & Savla, 2010; Chowa & Despard, 2013). Hasil penelitian Jorgensen & Savla (2010) pada 420 mahasiswa mengindikasikan bahwa perceived parental influence memiliki pengaruh langsung yang cukup signifikan pada sikap keuangan dan juga berpengaruh secara tidak langsung pada perilaku keuangan, namun tidak menunjukkan pengaruh secara signifikan pada pengetahuan keuangan para mahasiswa yang diteliti. Selain itu, penelitian oleh Chowa & Despard (2013), pada 3.623 anak muda Ghana yang berusia 12-19, menemukan bahwa sosialisasi (edukasi) keuangan orang tua, baik menurut anak maupun orang tua mereka, merupakan prediktor yang signifikan bagi perilaku keuangan mereka. Penelitian tersebut juga mengungkap perlunya keterlibatan orang tua dan anggota keluarga lain dalam program pendidikan keuangan. Literasi Keuangan Literasi keuangan dapat diartikan sebagai pengetahuan keuangan, dengan tujuan mencapai kesejahteraan (Lusardi & Mitchell, 2007). Literasi keuangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang agar terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan keuangan bukan hanya fungsi dari pendapatan semata (rendahnya pendapatan), kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan (miss-management) seperti kesalahan penggunaan kredit, dan tidak adanya perencanaan keuangan. Keterbatasan finansial dapat menyebabkan stress, dan rendahnya kepercayaan diri, bahkan untuk sebagian keluarga
2
Pengetahuan keuangan subjektif bersumber dari penilaian diri mahasiswa tentang pengetahuan keuangan mereka, dengan contoh pertanyaan: “Bagaimana anda menilai pemahaman anda secara keseluruhan mengenai keuangan pribadi?” 3 Pengetahuan keuangan objektif merupakan pengetahuan yang akurat dan factual mengenai kredit/pinjaman., di mana pengukurannya dilakukan dengan cara memberikan kuis seputar kredit/pinjaman.
826
kondisi tersebut dapat berujung pada perceraian. Memiliki literasi keuangan, merupakan hal vital untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera, dan berkualitas. Definisi financial literacy adalah mencakup kemampuan untuk membedakan pilihan keuangan, membahas uang dan masalah keuangan tanpa (atau meskipun) ketidaknyamanan, merencanakan masa depan, dan menanggapi kompeten untuk peristiwa kehidupan yang mempengaruhi keputusan keuangan sehari-hari, termasuk peristiwa di ekonomi secara umum (Sari, 2013). Kecerdasan finansial adalah kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya baik di dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya untuk memaksimalkan potensi dalam mengelola kekayaannya. Literasi finansial terjadi manakala seorang individu memiliki sekumpulan keahlian dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Huston (2010) menyatakan bahwa pengetahuan finansial merupakan dimensi yang tidak terpisahkan dari literasi finansial, namun belum tentu dapat menggambarkan literasi financial seseorang. Literasi finansial memiliki dimensi aplikasi tambahan yang menyiratkan bahwa seseorang harus memiliki kemampuan dan kepercayaan diri unruk menggunakan pengetahuan finansialnya untuk membuat keputusan. Proses belajar dapat diartikan sebagai pengetahuan individu untuk memahami sesuatu Pengetahuan yang berhubungan dengan keuangan dinamakan financial literacy. (Lusardi & Mitchell, 2007) mendefinisikan melek keuangan sebagai pengetahuan keuangan dan kemampuan untuk mengaplikasikannya (knowledge and ability) (jurnal monetery economic). Finansial Literacy terjadi manakala seorang individu yang cakap (literate) adalah seseorang yang memiliki sekumpulan keahlian dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Kecakapan (literacy) merupakan hal penting yang harus dimiliki untuk mencapai tujuan-tujuannya. Dengan demikian riset ini akan mengunakan definisi menurut (Chen & Volpe, 1998) karena lebih menekankan pada kemampuan untuk memahami konsep dasar dari ilmu ekonomi dan keuangan, hingga bagaimana menerapkannya secara tepat. Selain itu juga, definisi menurut Chen dan Volpe (1998) memiliki 4 aspek yaitu pengetahuan umum, tabungan, asuransi dan investasi yang sesuai dengan pengelolaan keuangan pribadi. Dalam hal keuangan, kecerdasan finansial ini meliputi 4 aspek yaitu bagaimana mendapatkan uang, bagaimana mengelola uang, bagaimana menyimpan uang dan bagaimana menggunakan uang. Dari definisi sederhana ini, kita menjadi tahu bahwa sebagian besar masyarakat masih berkutat pada bagaimana mendapatkan uang, belum memikirkan tiga aspek lainnya. Apalagi, merekapun masih bersusah payah untuk mendapatkan uang yang hanya satu aspek tersebut. Maka kitapun menjadi tahu bahwa mengapa ada artis, olahragawan ataupun profesi lainnya yang pada masa kejayaannya kaya raya bisa jatuh miskin di hari tuanya karena ia baru mengerti tentang cara mendapatkan uang dan belum tahu dengan benar bagaimana cara mengelola, menyimpan dan menggunakannya.
827
Perilaku Keuangan Perilaku keuangan merupakan segala macam perilaku manusia yang berkaitan dengan pengelolaan uang (Xiao J. J., 2008). Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku keuangan mahasiswa mempunyai berbagai dampak dalam kehidupan mereka, dan berbagai penelitian telah membuktikannya (Gutter & Copur, 2011; Xiao, Tang, & Shim, 2009). Perilaku budgeting, menabung, penggunaan kartu kredit secara beresiko dan compulsive buying terbukti dapat mempengaruhi well-being (kesejahteraan) mahasiswa (Gutter & Copur, 2011). Disamping itu, penelitian pada mahasiswa di Amerika Serikat oleh Xiao, Tang, & Shim (2009) yang telah membuktikan bahwa perilaku keuangan yang baik dapat berkontribusi pada financial satisfaction (kepuasan keuangan) yang kemudian dapat berpengaruh pada life satisfaction (kepuasan kehidupan) mereka. Perilaku keuangan aspek yang penting dalam edukasi literasi keuangan, karena suatu pendidikan tentunya akan lebih bernilai jika dapat membentuk perilaku peserta didik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa edukasi dan pengetahuan keuangan baik dari sekolah maupun universitas berperan dalam perilaku keuangan peserta didik (Xiao, Serido, & Shim, 2012; Borden, Lee, Serido, & Collins, 2008; Shih & Ke, 2013). Hasil penelitian Xiao, et al. (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa yang telah melalui kursus-kursus keuangan cenderung memiliki pengetahuan finansial subjektif yang tinggi yang kemudian menyebabkan mereka memiliki perilaku membayar secara beresiko yang rendah. Borden et al. (2008) menemukan bahwa mahasiswa berniat untuk berperilaku keuangan secara efektif dan mengurangi perilaku keuangan yang beresiko setelah mengikuti seminar literasi keuangan. Selain itu, hasil analisis oleh Shih & Ke (2013) mengindikasikan bahwa literasi keuangan berpengaruh signifikan pada perilaku keuangan 535 mahasiswa di Taiwan. Teori Pembelajaran Learning memilik berbagai definisi, menurut kamus Meriam-Webster, salah satu definisi learning (pembelajaran) adalah modifikasi kecenderungan keperilakuan oleh pengalaman (sebagai akibat dari pengkondisian/conditioning). Sejalan dengan definisi tersebut, businessdictionary.com mengartikan pembelajaran sebagai perubahan perilaku yang terukur dan cenderung permanen yang didapatkan melalui pengalaman, instruksi, atau pembelajaran. Mudahanya, Learning (pembelajaran) dapat diartikan sebagai sekumpulan teknik, prosedur dan hasil dari usaha mengubah perilaku makhluk hidup (Schacter, Gilbert, & Weigner, 2009). Definisi-definisi tersebut mengindikasikan eratnya kaitan pembelajaran dengan perilaku manusia. Pentingnya pembelajaran untuk menghasilkan perubahan perilaku tercakup dalam sejarah perkembangan teori perilaku (Schacter, Gilbert, & Weigner, 2009). Experimen Ivan
828
Pavlov4, seorang ilmuwan rusia yang hidup pada tahun 1849-1939, menghasilkan temuan berupa classical conditioning yang mincul ketika stimulus netral dibarengi dengan stimulus biasanya menimbulkan respon. Dengan kata lain, percobaan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran untuk perubahan perilaku dapat dilakukan dengan memberikan stimulus, perubahan perilaku akan terus berlangsung bahkan ketika stimulus itu tidak diberlakukan lagi. Namun, kritik mengenai teori Pavlov ini muncul dan mempertanyakan seberapa lama perubahan perilaku tanpa akan bertahan. Edward L. Thorndike5 (1874-1949) nampaknya mencoba menjawab kritik tersebut dengan melakukan percobaan pada kucing dan menemukan operant conditioning, dimana konsekuensi (baik maupun buruk) dari perilaku organisme telah ditentukan akan menghasilkan pembelajaran berupa perubahan perilaku yang cenderung diulang di masa yang akan datang. Eksperimen Thorndike memberi pencerahan bahwa selain stimulus, konsekuensi juga berperan penting dalam proses pembelajaran (The Law of Effect). Berpuluh-puluh tahun setelah percobaan Thorndike, B. F. Skinner6 (1940-1990) menemukan istilah operant behavior yang berkaitan perilaku organism yang berdampak pada lingkungan, dimana lingkungan akan memberikan respon untuk memperkuat perilaku (reinforcing) atau melemahkan perilaku (punishing).
4
Penelitiannya menggunakan anjing-anjing yang diberikan stimulus netral (yang biasanya tidak menimbulkan respon) seperti suara bel, metronome, garpu tala, dan kedipan lampu yang dibarengi dengan stimulus yang biasanya menimbulkan respon, yaitu makanan, secara berulang-ulang. Setelah perlakuan tersebut, jika anjinganjing tersebut mendengar suara bel dan stimulus netral lainnya, mereka akan berliur dan menggerakan ekornya. 5 Thorndike bereskperimen pada kucing yang dikurung dalam kotak (Thorndike’s Puzzle Box) dengan pengungkit untuk membuka kurungan tersebut. Kucing berusaha membuka kurungan dengan mencakar, mengeong dan akhirnya menemukan cara menggunakan pengungkit dengan benar. Setelah kucing berhasil keluar, dia merasakan konsekuensi baik berupa kebebasan dan makanan enak. Selain itu, si kucing juga belajar mengenai konsekuensi buruk jika terkurung lama-lama, yaitu kekangan dan kelaparan. Kemudian, setiap kali kucing tersebut dikurung dia akan makin mahir untuk membuka kurungan menggunakan pengungkit. 6 Skinner menggunakan tikus dan merpati yang ditempatkan di sebuah kotak (Skinner box) yang mempunyai dua pengungkit, pengungkit pertama dapat mengeluarkan makanan dan pengungkit kedua dapat menyebabkan sengatan listrik. Dengan kedua pengungkit tersebut, hewa percobaan dapat belajar melalui positive reinforcement (ketika sesuatu yang diinginkan disediakan), negative reinforcement (ketika sesuatu yang tidak diinginkan dihilangkan), positive punishment (ketika sesuatu yang tidak diinginkan diberlakukan), negative punishment (ketika sesuatu yang diinginkan dihilangkan).
829
Edukasi Manajemen Keuangan
Financial Literacy Mahasiswa
Perilaku Keuangan Mahasiswa
Teori-teori pembelajaran juga berperan penting pada perkembangan teori keperilakuan. Teori instruksional dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom melalui artikelnya Gambar 2. Model Pengaruh Edukasi Keuangan terhadap Perilaku Keuangan mengenai the Taxonomi of Educational Learning Objectives (TELO) pada tahun 1959. TELO merupakan framework untuk mengklasifikasikan pernyataan mengenai apa yang diharapkan atau diniatkan untuk diperoleh para siswa sebagai hasil suatu pembelajaran/instruksi (Krathwohl, 2002). Taksonomi (sistem klasifikasi) tersebut memiliki tiga domain yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif mempunyai enam kategori yaitu (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis dan (6) evaluasi. Aspek perilaku dalam tujuan pembelajaran terlihat dalam kategori yang ke-5 yaitu aplikasi. Walaupun ada revisi penting dalam Taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Krathwohl (2002), namun revisi tersebut tidak menyebabkan perubahan yang besar.
KESIMPULAN Makalah konsep ini membahas urgensi pendidikan literasi keuangan pada masyarakat untuk meningkatkan daya saing nasional dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN. Makalah ini juga menyinggung peran penting Universitas dalam mencetak mahasiswa yang berdaya saing dan potensi peran mahasiswa untuk mencerdaskan masyarakat terutama dalam hal keuangan. Selain itu, artikel ini juga membahas masih dibutuhkannya penelitian mengenai edukasi literasi keuangan dan pengaruhnya pada perilaku keuangan mahasiswa. Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, kami membangun model yang dapat diuji oleh penelitian di masa yang akan datang (Gambar 2). Mengingat tidak konsistennya hasil penelitian mengenai pengaruh edukasi manajemen keuangan terhadap perilaku keuangan (Carlin & Robinson, 2012; Bruhn, Leao, Legovini, Marchetti, & Zia, 2013; Xiao, Serido, & Shim, 2012; Mandell & Klein, 2009; Cude, et al., 2006; Jorgensen & Savla, 2010; Borden, Lee, Serido, & Collins, 2008; Mandell & Klein, 2009; Xiao, Serido, & Shim, 2012), studi mengenai variabel-variabel yang turut berperan dalam pengaruh tersebut masih perlu untuk dilakukan.
830
DAFTAR PUSTAKA Borden, L. M., Lee, S.-A., Serido, J., & Collins, D. (2008). Changing College Students' Financial Knowledge, Attitudes, and Behavior through Seminar Participation. Journal of Family and Economic Issues , 29, 23-40. Bruhn, M., Leao, L. d., Legovini, A., Marchetti, R., & Zia, B. (2013). the Impact of High School Financial Education: Experimental Evidence from Brazil. Policy Research Working Paper . Carlin, B. I., & Robinson, D. T. (2012). What Does Financial Literacy Training Teach Us? The Journal of Economic Education , 43 (3), 235-247. Chen, H., & Volpe, R. P. (1998). An Analysis of Personal Financial Literacy Among College Students. Financial Service Review , 7 (2), 107-128. Chowa, G. A., & Despard, M. R. (2013). The Influence of Parental financial Socialization on Youth's Financial Behavior: Evidence from Ghana. Journal of Family and Economic Issues , 35, 376-389. Cude, B. J., & Kabaci, M. J. (2012). Financial Education for College Students. In D. J. Lamdin, Consumer Knowledge and Financial Decision: Lifespan Perspective (pp. 49-66). New York: Springer Science+Business Media. Cude, B. J., Lawrence, F. C., Lyons, A. C., Metzger, K., LeJeune, E., Marks, L., et al. (2006). College students and Financial Literacy: What They Know and What We Need to Learn. Conference Program and Proceeding (pp. 102-109). Knoxville: Eastern Family Economics and Resource Management Association. Gutter, M., & Copur, Z. (2011). financial Behavior and Financial Well-Being of College Students: Evidence from a National Survey. Journal of Family and Economic Issues , 32, 699-714. Jorgensen, B. L., & Savla, J. (2010). Financial Literacy of Young Adults: Teh Importance of Parental Socialization. Family Relations , 59 (4), 465-478. Junior Achievement. (n.d.). Junior Achievement Programs. Retrieved October 27, 2014, from Junior Achievement Web site: https://www.juniorachievement.org/web/ja-usa/japrograms Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom's Taxonomi: An Overview. Theory Into Practice , 41 (4), 213-128. Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2007). Baby Boomer Retirement Security: The Roles of Planning, Financial Literacy, and Housing Wealth. Journal of Monetary Economics , 54, 205-224. Lusardi, A., & Mithcell, O. S. (2014). The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence. Journal of Economic Literature , 52 (1), 5-44. Mandell, L., & Klein, L. S. (2009). The Impact of Financial Literacy Education on Subsequent Financial Behavior. Journal of Financial Counseling and Planning , 20 (1), 15-24.
831
Mohamad, A. (2014, Juli 14). Uang. Retrieved October 29, 2014, from Merdeka.com: http://www.merdeka.com/uang/setelah-guru-ojk-ingin-sebar-ilmu-keuangan-lewatkkn-kampus.html Nababan, D., & Sadalia, I. (2011). Analisis Personal Financial Literacy dan Financial Behavior . National Financial Educator Council. (n.d.). Financial Literacy Curriculum. Retrieved October 27, 2014, from National Financial Educator Council Web site: http://www.financialeducatorscouncil.org/financial-literacy-curriculum/ Otoritas Jasa Keuangan. (2013). Beranda. Retrieved October 27, 2014, from Informasi dan Edukasi Konsumen Keuangan OJK: http://sikapiuangmu.ojk.go.id/public/content/files/SNLKI.pdf Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral. (2012). Laporan Hasil Kajian Liberalisasi Jasa Keuangan Indonesia dalam Menghadapi Paket Ke-6 Perundingan Liberalisasi Jasa Keuangan ASEAN. Jakarta: Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementrian Keuangan. Schacter, D. L., Gilbert, D. T., & Weigner, D. M. (2009). Psychology (1st Edition ed.). New York: Worth Publisher. Setiawan, S. (2012). Analisis Sektor Pasar Modal Indonesia Menghadapi Liberalisasi dan Integrasi ASEAN. Policy Paper Kebijakan Fiskal (2). Shih, T.-Y., & Ke, S.-C. (2013). Determinates of Financial behavior: Insights into Consumer Money Attitudes and Financial Literacy. Service Business , 8, 217-238. Vitt, L. A., Anderson, C., Kent, J., Lyter, D. M., Siegenthaler, J. K., & Ward, J. (2000). Personal Finance and the Rush to Competence: Fianancial Literacy Education in the US. Middleburg: Fannie Mae Foundation. Xiao, J. J. (2008). Applying Behavior Thories to Financial Behavior. In J. J. Xiao, Handbook of Consumer Finance Research (pp. 69-81). New York: Springer Science+Business Media. Xiao, J. J., Serido, J., & Shim, S. (2012). Financial Education, Financial Knowledge and Risky Credit Behavior of College Students. In D. J. Lamdin, Consumer Knowledge and Financial Decisions: Life Span Perspectives (pp. 113-128). New York: Springer Science+Business Media. Xiao, J. J., Tang, C., & Shim, S. (2009). Acting for Happiness : Financial Behavior and Live Satisfaction of College Students. Social Indicators Research , 92, 53-68.
832