TEKS TAKWIM DALAM NASKAH-NASKAH KOLEKSI SURAU CALAU: TEKS DAN KONTEKS
Kadrianto
Abstrak
Objek penelitian ini adalah teks takwim yang terdapat dalam naskah kuno koleksi Surau Calau Nagari Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Naskah kuno koleksi surau ini sudah didigitalkan dan dideskripsikan oleh Kelompok Kajian Putika Universitas Andalas Padang bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan Tokyo University For Foreign Studies (TUFS) pada 2011. Dari 99 deskripsi naskah tersebut terdapat tiga naskah yang mengandung teks takwim tetapi tidak secarah utuh membahas teks takwin, didalamnya juga mengandung teks lain seperti Matan al-Bina, Kitab al- Tashri, Masruh al-Awzan, Kitab al-Suluk, Tambih al-Masih, Martabad Tujuh, Bararah, Nazum Mu’ani, Surat Tuangku Lubuk Jambu, Cerita Iskandar Zulkarnain, Asal Mula Penciptaan Alam, Khatam Tarekat. Secara tekstual diketahui bahwa teks takwim menjelaskan mengenai panduan Penentuan awal bulan Hijriah, perbedaan pemahaman dalam penentuan awal Ramadhan dan berhari raya serta landasannya pada zaman Nabi. Secara kontekstual diketahui bahwa Surau Calau merupakan pusat penentuan awal Ramadhan dan berhari Raya bagi penganut tarekat Syatariah untuk daerah Sijunjung dan Dharmasraya dari dahulu hingga sekarang. Pengamalan hisab takwim di Surau Calau sudah berlangsung secara turun temurun dari Syekh Abdul Wahab sampai hari ini dengan mengamalkan mashab Imam Safi’i. Dalam perhitungan tahun Hijriah Surau Calau mengikuti Iman Safi’dan Ali dengan memulai berhitung dari hari Kamis
Kata Kunci: naskah, teks, konteks, takwim, surau, Calau
Pendahuluan
Surau Calau merupakan salah satu di antara puluhan surau Tarekat Syatariah yang terdapat di Sumatra Barat. Surau ini terletak di Jorong Subarang Sukam, Kenagarian Muaro Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Pendiri surau ini adalah Syekh Abdul Wahab, pada kira-kira abad ke -18 (Trijuniati, 2007 : 26 ). Surau ini pada masanya pernah menjadi pusat pengajaran keislaman yang maju, salah satu buktinya dengan banyaknya peninggalan manuskrip di surau tersebut. Surau Calau sampai saat ini masih melaksanakan ajaran Tarekat Syatariah. Beberapa praktik Tarekat Syatariah yang masih diamalkan sampai saat ini, seperti shalat empat puluh, tradisi “basafa” yang dilaksanakan pada bulan Syafar sesudah tanggal 10
Syafar setiap tahunnya, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
peringatan Israk Mi’raj dan penentuan awal tahun bulan Arab dengan menggunakan hisab takwim. Penting dikemukan disini bahwa selain menyelenggaran praktik-praktik Syatariah, surau ini juga merupakan pusat penentuan awal Ramadhan untuk daerah Sijunjung dan
menjadi
rujukan untuk daerah-daerah di sekitarnya. Di surau ini
dilakukan “ mancaliak bulan” pada waktu tertentu dan dapat untuk memutuskan masuknya ramadhan dan syawal. Syekh Abdul Wahab dalam konteks ini merupakan sosok tokoh yang sangat penting, sangat dihormati di daerah Sijunjung dan juga oleh daerah lain di luar daerah Kabupaten Sijunjung. Hal ini bisa dibuktikan dalam proses ritual basafa. Menurut Angku Umar SL Tuangku Mudo, para jamaah yang mengikuti proses ritual basafa yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang. Ribuan orang itu datang dari berbagai daerah baik dari daerah Sumatra Barat, seperti Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, Payakumbuh dan dari luar Sumatra Barat seperti dari daerah Siak, Riau dan daerah Teluk Kayu Putih, Jambi. Bukti selanjutnya yang memperkuat bahwa Syekh Abdul Wahab merupakan tokoh atau Syekh yang penting, disegani dan dihormati adalah ditemukannya ratusan naskah kuno di lokasi Surau Calau. Naskah-naskah ini merupakan warisan turun-temurun dimulai dari Syekh Abdul Wahab sampai saat ini yang semestinya dirawat dan dimanfaatkan kandungan isinya. Menurut Pramono (2009:266) keberadaan naskah-naskah di Minangkabau sebagai hasil dari tradisi pernaskahan, merupakan khasanah budaya yang penting dan menarik untuk dikaji, setidaknya bila dipandang dari dua hal. Pertama, tradisi pernaskahan di
Minangkabau merupakan sebuah kegiatan intelektual dalam masyarakat tradisional (local genius). Kedua, sebagai sebuah produk budaya, naskah-naskah Minangkabau merupakan gambaran berbagai bentuk ungkapan masyarakat. Dengan adanya pembahasan ini akan menambah informasi tentang fenomena penentuan awal Ramadhan dan berhari raya Idul Fitri
di Minangkabau dengan
menggunakan hisab takwim. Naskah kuno yang terdapat di Surau Calau menunggu para peneliti filologi untuk manfaatkan kandungan isi teksnya.
Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kerangka teori filologi dan pendekatan sejarah sosial intelektual, Teori filologi digunakan bertujuan untuk menyajikan suntingan teks yang terbaca (Robson :12). Untuk mencapai tujuan tersebut maka penulis mendeskripsikan dan menganalisis kodikologi naskah yang menjadi objek penelitian, yaitunya naskah-naskah koleksi Surau Calau yang mengandung teks takwim. Untuk melakukan kontekstualisasi atas naskah teks takwim, teori sejarah sosial intelektual menjadi penting. Sejarah sosial intelektual dalam pengertian ini dimaksudkan sebagai kajian atau analisis terhadap faktor-faktor sosial intelektual yang mempengaruhi terjadinya peristiwa sejarah itu sendiri (Azra 2002: 4).
Filologi adalah ilmu yang berusaha mempelajari dan memahami seluk beluk tentang naskah (manuskrip). Filologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang diperlukan untuk suatu upaya yang dilakukan terhadap peninggalan tulisan masa lampau dalam rangka menggali nilai-nilai budaya masa lampau yang terkandung di dalam naskah (Baroroh, 1994:2) Sebuah penelitian filologis idealnya sampai pada upaya mengetahui makna dari teks-teks yang dikajinya. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa seorang filolog belum bisa dianggap telah menyelesaikan tugasnya jika ia belum berhasil mengeluarkan makna dari teks-teks yang dikajinya tersebut (Robson 1994: 13). Karena alasan inilah maka penulis, dalam penelitian atas naskah-naskah hisab takwim koleksi Surau Calau, berupaya untuk menempatkan pembahasan atas naskah-naskah tersebut dalam konteksnya.
Pendekatan sejarah sosial intelektual ini, diharapkan dapat menjadi semacam alat bantu untuk mengetahui makna terdalam dari teks-teks Naskah takwim koleksi Surau Calau, sehingga teks-teks tersebut dapat dipahami dengan konteksnya, sejarah sosial intelektual yang dimaksud
adalah telaah atas dinamika sejarahnya,
kebertahanannya, perkembanganya di Surau Calau, Kabupaten Sijunjung.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan kerangka teori filologi dan pendekatan Sejarah Sosial intelektual. Filologi pada dasarnya digunakan untuk meneliti objek naskah, dan untuk melihat data tekstual dari nasakah, pendekatan sejarah sosial intelektual berusaha untuk menelaah data-data terhadap faktor-faktor sosial intelektual yang mempengaruhi terjadinya peristiwa sebagai gambaran dinamika hisab takwim di Surau Calau Kabupaten Sijunjung. Guna mencapai tujuan penelitian ini dilakukan serangkaian penelitian yang terdiri dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, penelitian kepustakaan ditujukan untuk memperoleh informasi, data-data pendapat para sarjana, penulis dan peneliti-peneliti terkemuka yang mereka tuangkan yang berkaitan erat dengan masalahmasalah dalam penelitian ini. Untuk melakukan kontekstualisasi atas naskah-naskah takwim itulah pendekatan kedua, yakni sejarah sosial intelektual menjadi penting, yaitu menghadirkan faktorfaktor sosial intelektual tentang hisab takwim, baik faktor sejarahnya, kebertahanannya, perkembanganya di Surau Calau, agar tercipta pemahaman secara utuh tentang hisab takwin dan Tarekat Syattariyah di Surau Calau Kabupaten Sijunjung. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan serangkaian teknik
penelitian yakni inventarisasi naskah, kritik teks, teknik wawancara mendalam dan teknik analisis dokumen.
Deskripsi Naskah Deskripsi naskah yang dibuat merupakan pengembangan dari deskripsi naskah yang dibuat oleh Kelompok Kajian Putika Universitas Andalas Padang bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), dan Tokyo University for Foreign Studies (TUFS). Dari 99 naskah yang terdapat di Surau Calau terdapat 3 (tiga)
naskah yang mengandung teks takwim. Akan tetapi, dari tiga naskah tersebut tidak secara utuh membahas teks takwim. Berikut ini deskripsi naskah-naskah tersebut. 1. Naskah A Naskah ini terdiri dari delapan teks, yaitunya teks Kumpulan Risalah ( CL-SJJ2011-10-a), Al A'wamil (CL-SJJ-2011-10-b), Al HaqiqahAl Muafiqah li Al Syariah, (CL-SJJ-2011-10-c), Khatam Tarekat (CL-SJJ-2011-10-d), Akhir Al Thufah Al Mursalah (CL-SJJ-2011-10-e) Kitab Tajwid (CL-SJJ-2011-10-p), Kitab Takwim (CLSJJ-2011-10-g), Ratib Saman, (CL-SJJ-2011-10-h), dengan tebal 240 halaman. Bahasa dan aksara yang digunakan bahasa Arab, dan Arab Melayu. Adapun jenis kertas yang digunakan adalah kertas Eropa dengan ukuran 24 x 18 cm, ukuran teks 14 x 8 cm. Naskah ini bersampul kulit dengan kondisi sampul baik. Tinta yang digunakan tinta berwarna hitam dan merah. Pada bagian teks khatam tarekat kondisi teks rusak yang di sebabkan tinta mengembang. Naskah teks takwim dimulai dari halaman 100 sampai 120 dan halaman dengan nomor katalog CL-SJJ-2011-10-g. Untuk
mempermudah
pendeskripsian
halaman
naskah
akan
diganti
penomorannya menjadi halaman ke-1 samapai ke- 20. Namun tidak semua halaman mengandung teks takwim, seperti halaman 15 membahas masalah tarekat, halaman 17 masalah azimat, halaman 18, 19 dilanjutkan kembali masalah tarekat. Pada halaman ke-1 pada naskah Teks Takwim terdapat do’a shalat,dimulai dengan doa Shalat Subuh, Zuhur, Ashar ditulis dari sisi kanan naskah ke-arah sisi kiri atas naskah. dilanjutkan doa Shalat Magrib dan Isa yang ditulis dari sisi pojok sebelah kiri mengarah ke sisi bagian bawah naskah. Di bagian tengah naskah terdapat hitungan huruf tahun, huruf bulan, huruf minggu dengan tinta berwarna merah(rubrikasi). Halaman ke-2, ke-3, ke-4 terdapat hitungan kalender Hijriah yang ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Halaman ke-2 kalender Hijriah, terdiri dari sembilan kolom, kolom 3, 5, 7, ditulis secara terbalik dengan tinta berwarna merah, dibagian atas kolom terdapat tulisan yang menjelaskan tahun Hijrah. Di sisi sebelah kiri di pinggir naskah terdapat catatan wafatnya Tuangku Sijunjung, dengan kutipan sebagai berikut: Inilah wafatnya Tuangku di Sijunjung pada bulan Robiul-awal pada tiga hari bulan pada tahun bersampai sepuluh tahun wafatnya tuangku
di Pingin pada bulan Robi’ul akhir lima belas hari bulan pada tahun Wa, Alif, Ba.
Gambar 1 Kalender dalam naskah A halaman ke-2
Pada halam ke-3, Pada sisi kanan dari naskah terdapat tulisan menjelaskan tahun Hijrah yang ditulis di bagian sisi kanan naskah dari pojok atas ke bagian sisi bawah naskah. Kalender terdiri dari 9 kolom, kolom 3, 5, 7, 9 ditulis terbalik dengan tinta warna merah, Pada halaman ke-4 kalender Hijriah juga terdiri dari sembilan kolom, kolom 2, 4, 6, 8, ditulis secara terbalik, dengan tinta warna hitam, kolom 1, 3 ,5, 7, 9, ditulis dengan tinta warna merah. halam 5 sampai halaman 14 membahasan masalah dalil dan perdebatan dalam penentuan awal Ramadhan, halaman 15,16 masih masalah perdebatan namun ditulis dengan menggunakan aksara Jawi.
2. Naskah B Naskah B terdiri dari tujuh teks yaitunya Syair Dagang (CL-SJJ-2011-45-a), Syarat Takwim (CL-SJJ-2011-45-b), Hikayat Sijunjung (CL-SJJ-2011-45-c) , Rajah Sya’ban (CL-SJJ-2011-45-d), Zikir Ba'da Shalat (CL-SJJ-2011-45-e), Sebelas Masalah (CL-SJJ-2011-45-p), Hikham (CL-SJJ-2011-45-g). Naskah B ditulis
dalam bahasa
Arab dan Melayu, halaman naskah berjumlah 230 halaman dengan ukuran naskah 17 x
10 cm, ukuran teks 12 x 7 cm. Jenis kertas yang digunakan kertas Eropa. Terdapat cap kertas profatria, naskah ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Halaman 50, 146, 147, 112,113, halaman naskah kosong. Pada bagian teks Syair Dagang (CL-SJJ-2011-45-a) pada halaman pertama terdapat keterangan yang menyebut nama Hamzah Fansuri. Di bagian pinggir bawa naskah terdapat keterangan tambahan yang bertulisan kitab Surau Tinggi di Calau. Tulisan yang menjelaskan kitab Surau Tinggi di calau ditulis dengan tinta berwarna biru. Kemungkinan tulisan ini ditulis dikemudian hari tidak bersamaan dengan penulisan Teks Syair Dagang, dilihat dari perbedaan warna tinta yang digunakan dan ukuran dalam penulisan teks. Teks syarat takwim dimulai dari halaman 35 sampai 52. Naskah ini dalam kondisi rusak hampir di semua halaman. halaman naskah tidak lengkap,teks syarat takwim ada yang masih bisa dibaca dan ada yang tidak bisa dibaca. Kondisi naskah yang rusak disebabkan oleh tinta mengembang dan kertas naskah yang berlobang. Berikut ini salah satu contoh teks syarat takwim dalam kondisi rusak.
Gambar 2 Halaman ke- 5 naskah B yang mengandung syarat takwim
3. Naskah C
Naskah C terdiri dari sebelas teks, yaitu; Hikayat Sya’ban Bercukur (CL-SJJ2011-76-a), Asal Khilap Bilangan Takwim (CL-SJJ-2011-76b), Tambo Rajo Tigo Selo (CL-SJJ-2011-76c), Risalah Baik dan Jahat (CL-SJJ-2011-76-d), Doa dan Mujarabat (CL-SJJ-2011-76-e), Perkataan Shahadat (CL-SJJ-2011-76-p), Kumpulan Doa (CL-SJJ2011-76-g), Tapsir Al-Quran (CL-SJJ-2011-76-h),Sharapa al-anam dan Panduan Mendirikan Rumah (CL-SJJ-2011-76-i), kutipan ayat Al-Quran (CL-SJJ-2011-76-j), Rukun Sembahyang (CL-SJJ-2011-76-k). Naskah ini bersampulkan kulit, lembaran naskah sudah banyak yang terlepas dari jilitan, secara umum naskah ini ditulis dengan menggunakan aksara Jawi dan aksara Arab, tinta yang digunakan berwarna hitam dan merah. Naskah asal khilaf bilangan takwim di mulai dari halaman 16 sampai halaman 34, kondisi teks asal khilaf bilangan takwim dalam kondisi rusak dengan kerusakan hampir disemua halaman disebabkan oleh tinta mengembang.
Gambar 3 Salah satu contoh naskah asal khilaf bilangan takwim dalam kondisi rusak.
Takwim di Kalangan Penganut Tarekat Syatariah di Surau Calau Pengamalan hisab takwim dikalangan terekat Syatariah Surau Calau seperti dijelaskan di atas sudah berlangsung secara turun- temurun. Hisab takwim digunakan untuk mencari sahari bulan selain dari bulan Ramadhan dan bulan Syawal. Untuk mencari satu Ramadhan dan satu Syawal dilakukan metode ru’yah al-hilal atau yang
lebih dikenal dengan mancaliak bulan (melihat bulan) ini didasari oleh sebuah hadist yang berbunyi : Shumu liruk yatihi wa aftiru liruk yatihi fa inhuma ‘alaikum fa akmilu ‘id data sya’bana tsala tsina. Artinya: Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berhari rayalah kamu karna melihat hilal, maka jika ditutup awan maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari. Dalam proses melihat hilal dilaksanakan pada tanggal 29 malam ke-30 Sya’ban, untuk mencari tanggal 1 Sya’ban maka digunakan hisab takwim, seandainya pada tanggal 29 malam ke-30 Sya’ban bulan tidak tampak. Maka disempurkan bulan Sya’ban tiga puluh hari barulah dimulai puasa di kalangan tarekat Syatariah di Surau Calau. Pada masa dahulu di Surau Calau dilakukan muzakarah empat bulan sekali, tiga kali dalam setahun. Muzakarah dihadiri oleh ulama tarekat Syatariyah se Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Teluk Kayu Putih Jambi, dari Siak Riau. Salah satu pembahasannya dalam muzakarah ini adalah masalah hisab takwim. Ulama-ulama ini merupakan perwakilan dari surau-surau dan mesjid yang seamalan dengan Surau Calau ( wawancara dengan Agus Salim 14 juni 2013).
Proses Penentuan Awal Bulan Hijriah di Surau Calau Penganut tarekat Syatariah di Surau Calau mengamalkan hisab takwim untuk menentukan tanggal satu bulan Hijriah, dengan mempedomani hisab takwim untuk memulai praktik ajaran tarekat Syatariah seperti: Sholat ampek puluh , puasa bulan Rajab, Penentuan awal Ramadhan, penentuan satu Syawal dan lain sebagainya. Menurut para sahabat dan imam huruf tahun dibagi menjadi tujuah yaitu : 1. Abubakar huruf tahunnya adalah Ha, Ba, Za, Da, Alif, Wa, Ja, Alif, dimulai dihitung dari hari Ahad. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Ha, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Ba, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Wa. 2. Umar huruf tahunnya adalah Da, Alif, Waw, Ja, Za, Ha, Ba, Za, dimulai hitungnya dari hari Isnaian. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah
Da, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Alif, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Ha. 3. Usman huruf tahunnya adalah Ja, Za, Wa, Ha, Ba, Wa, Da, Alif, Waw, dimulai menghitungnya dari hari Isnaian. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Ja, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Za, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Da 4. Maliki huruf tahunnya adalah Ba, Waw, Da, Alif, Ha, Ja, Za, Ha dimulai menghitungnya dari hari Arba’. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Ba, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Wa, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Ja. 5. Ali dan Safi’ huruf tahunnya adalah Alif, Ha, Ja, Za, Da, Ba, Wa, Da, dimulai menghitungnya dari hari Kamis. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Alif, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Ha, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW Adalah Ba. 6. Hanafi huruf tahunnya adalah Za, Da, Ba, Wa, Da, Ja, Alif, Ha Da, dimulai menghitungnya dari hari Jum’at. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Za, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Da, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Alif 7. Hambali huruf tahunnya adalah Wa, Ja, Alif, Ha, Ba, Za, Da, Ba, dimulai menghitungnya dari hari Sabtu. Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW adalah Wa, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Ja, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Za Dari tujuh penjelasan huruf tahun di atas Surau Calau mengikuti huruf tahun Ali dan Safi’ dengan huruf tahun Alif, Ha, Ja, Za, Da, Ba, Wa, Da, dimulai menghitungnya dari hari Kamis. Maka Huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW Alif, huruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW adalah Ha, huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW adalah Ba. Selanjutnya akan dijelaskan cara dalam mencari huruf tahun yang di amalkan di Surau Calau. Dalam mencari huruf tahun dilakukan dengan tiga tahap, pertama dimulai dari huruf lahir Nabi SAW, kedua dari huruf hijrah Nabi SAW, ketiga dari huruf wafat Nabi SAW.
1. Mencari huruf tahun dari huruf lahir Muhammad SAW adalah tahun Hijriah dibagi dengan huruf tahun yang delapan(
)ﺍ ﻫ ﺝ ﺯ ﺪ ﺐ ﻮ ﺪ
contoh: 1434 dibagi 8 dan kembali di bagi 8 sampai habis dan berapa tinggalnya, di hitung dari hurruf tahun lahir Nabi Muhammad SAW yaitu:
ﻫ
8 1434 =178 8
ﺍ ﻫ ﺝﺯ ﺪ ﺐ ﻮ ﺪ
63 56 74 72 2
2. Mencari huruf tahun dari huruf Hijrah Muhammad SAW adalah tahun Hijriah dikurangi dengan hidup Nabi selama di Mekah yaitu 53 tahun setelah dapat dibagi dengan delapan ( )ﺍ ﻫ ﺝ ﺯ ﺪ ﺐ ﻮ ﺪcontoh: 1434 -53 = 1381 selanjunya di bagi 8 sampai habis dan berapa tinggalnya, di hitung dari hurruf tahun hijrah Nabi Muhammad SAW yaitu: ﻮ
8 1381 =172 8 58 56 21 16 5
ﺍ ﻫ ﺝﺯ ﺪ ﺐ ﻮ ﺪ
3. Mencari huruf tahun dari huruf wafat Nabi Muhammad SAW adalah tahun hijriah dikurangi dengan umur Nabi contoh:1434-63=1371 selanjutnya di bagi 8 sampai habis dan berapa sisanya, di hitung dari huruf tahun wafat Nabi Muhammad SAW yaitu:
8 1311 =171 8
ﺍ
ﺍ ﻫ ﺝﺯ ﺪ ﺐ ﻮ ﺪ
63
57 56 11 8 3
Dari tiga cara dalam menghitung huruf tahun hasilnya harus sama seperti yang dijelaskan di atas huruf tahunnya adalah ﺝ. Setelah huruf tahun sudah dapat, Untuk mencari tanggal satu bulan Sya’ban dijumlahkan titik huruf tahun dengan titik huruf bulan, contoh huruf tahun ( )ﺝtiga titiknya ditambahkan dengan jumlah titik huruf Sya’ban( )ﺪempat titinya, 3+ 4= 7. Dimulai menghitung dari hari Kamis, berarti satu Sya’ban jatuh pada hari rabu. proses Mancalik bulan dilakukan pada tanggal 29 malam yang ke tiga puluh Sya’ban bertepatan pada hari Rabu malam Kamis ( wawancara dengan Katik Taher 15 Juni 2013). Dalam proses mancaliak bulan bisa dilakukan disemua tempat di daerah Sijunjung yang memiliki ketinggian seperti di Surau Calau, Bukik Gadang, Bukik Bola, dan daerah lainnya. Apabila hilal tanpak di Surau Calau, jelas nampaknya maka tidak dilakukan sidang, namun langsung membuat surat keputusan hilal. Tetapi jika hilal nampak di daerah lain maka akan dilakukan sidang untuk pengambilan sumpah akan kebenaran hilal yang dilihatnya. Dalam sidang pengambilan sumpah yang dilakukan di Surau Tinggi dihadiri oleh ulama-ulama Syatariah. Mereka merupakam utusan dari mesjid dan surau yang seamalia dengan surau Calau dan juga ninik mamak yang berada di Nagari Muaro. Contoh tahun 2012 dalam penentuan hilal berhari raya. Hilal nampak oleh salah seorang dari jorong Parik Antang dari daerah sekitar Kiliran Jao. Mereka datang dengan
rental mobil untuk memberi kesaksian melihat hilal ( wawancara dengan Tuangku Umar 15 Juni 2013). Selanjutnya orang yang melihat hilal akan disidang di Surau Tinggi. Angku Umar SL Tuangku Mudo akan memberikan pertanyaan kepada orang yang melihat hilal. Sebelum menjawab pertanyaan orang tersebut disuruh bertanya kepada dirinya sendiri akan apa yang dia lihat. Barulah orang yang melihat bulan menjawab pertanyaan seperti dimana tempat melihat bulan, jam berapa melihat bulan, berapa Lama melihat bulan, Besar bulan, Jarak bulan dari gunung, arah teleng bulan. Seandainya orang yang melihat hilal bisa menjawab dan memenuhi ketentuan hilal, dan disetujui oleh semua yang mengikuti sidang barulah di ambil sumpah melihat hilal. Sebelum melakukan sumpah, orang tersebut di suruh mengambil wudhuk terlebih dahulu, dalam pengambilan sumpah dibimbing langsung oleh Angku Umar SL Tuangku Mudo degan bunyi: Wallohi ballohi thollohi inila itu hillali min awali sya’a syawali raka’taini Artinya : Basumpah bahwa bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah kemudian demi Allah dia melihat hilal awal Syawal. Setelah proses pengambilan sumpah selesai, maka akan dilakukan pemukulan gong yang berada di dalam Surau Tinggi, dan diikuti oleh tabuah yang ada di tampat secara otamatis bagi mesjid dan surau yang mendengarkan akan ikut membunyikan tabuah, tanda masuknya bulan puasa maka pada malamnya akan dilaksakan Sholat Tarawih, begitupun dengan hari raya Idul Fitri maka pada malamnya akan dilakukan taqbiran. Sumpah ini bertujuan memastikan akan kebenaran informasi yang diberikan, karena mulai berpuasa dan berhari raya menyakut kepentingan orang banyak. Sedangkan untuk daerah lain di khabarkan melalui surat, keputusan yang dibuat di tanda tangani oleh Angku Calau dan pengurus yang diwakili oleh ninik mamak. Surat ini disebarkan ke daerah-daerah yang seamalan dengan Surau Calau. Dahulu dalam penyebaran surat atau informasi mengenai hasil hilal dilakukan dengan berjalan kaki, selanjutnya mengikuti perkembangan zaman. Pengamal hisab takwin dan proses Mancaliak bulan sudah berlangsung secara turun temurun di Surau Calau mulai dari Syekh Abdul Wahab sampai sekarang, dalam cara penghitungan dan
prosesnya sama
dengan apa yang diterimah
guru-guru
sebelumya di Surau Calau, proses ini masih bertahan disebakan karena guru calau tidak merasa hebat dari pada guru-guru yang sebelumnya.
Penutup Dari 99 naskah koleksi Surau Calau, teksnya sangat bervariasi. Naskah yang berisi teks takwim koleksi Surau Calau ini tidak sepenuhnya berisi teks takwim tetapi mengandung teks fiqih, pengobatan, Matan al-Bina, Teks al- Tashri, Masruh al-Awzan, Kitab al-Suluk, Tambih al-Masih, Martabad Tujuh, Bararah, Nazum Mu’ani, Surat Tuangku Lubuk Jambu, Cerita Iskandar Zulkarnaian, Asal Mula Penciptaan Alam, Khatam Tarekat, Mujarobat, Hikayat Sijunjung, Kaji tubuh, Sifat Wajib Para Rasul, Syair sifat dua puluh, kitab dosa-dosa besar, Kitab Jenazah, Kumpulan Khudbah, Kumpulan Mantra, Ramalan Mencari Jodoh, Kumpulan obat dan azimat. Pengamalan hisab takwim sudah berlangsung secara turun-temurun di Surau Calau dari dahulu hingga hari ini.
DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi. 2002.Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan AktorSejarah, Jakarta: PT GramediaPustakaUtama. Baried, Baroroh.dkk. 1985. PengantarTeoriFilologi. Jakarta: BalaiPustaka. Faturrahman. 2008. Tarekat Syattariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks, Jakarta. Pramono 2009. “Surau dan Tradisi Pernaskahan di Minangkabau:Studi Atas Dinamika Tradisi Pernaskahan di Surau-Surau di Padang dan Padang Pariaman” Artikel dalam Jurnal Studi Islamika HUNAFA Vol.3.2. Robson,S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL danPusatPengembanganBahasa, DepartemanPendidikandanKebudayaan Trijuniati. 2007.“Sejarah Surau Calau Di Jorong Subarang Sukam Kenagarian Muaro, Kecamatan
Sijunjung,
Kabupaten
Sawalunto
Sijunjung
2005”.Skripsi.Padang: Fakultasilmusosial Universitas Negeripadang.
1975-
DATA INFORMAN
Nama
: Agus Salim
Umur
: 52 tahun
Alamat
: Surau Calau, Kenagarian Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung
Nama
: Katik Taher
Umur
: 82 tahu
Jabatan
: Guru di Surau Calau
Alamat
:Pasar Jum’at Kenagarian Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung
Nama
: Angku Umar SL TuangkuMudo
Umur
: 42 tahun
Jabatan
: Tuangku di Surau Calau
Alamat
: Surau CalauKenagarian Muaro, Kecamatan sijunjung, Kabupaten Sijunjung
Nama
: Angku Syafri Malin Sidi
Umur
: 46 tahun
Jabatan
: Mantan Tuangku di Surau Calau dan sekarang menjadi tuangku di Surau Simaung Sijunjung
Alamat
: Surau Simaung , Padang Layang-layang, Sijunjung