TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM PENILAIAN SUMBERDAYA HUTAN: PERKEMBANGAN, KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN YANG MASIH DIHADAPI INDONESIA1 Prof Dr Nengah Surati Jaya, Fakultas Kehutanan IPB. e-mail:
[email protected] /
[email protected]
1) Penilaian Sumberdaya Hutan Penilaian adalah suatu proses dalam menentukan nilai manfaat suatu barang dan atau jasa bagi manusia dan atau masyarakat. Sedangkan penilaian sumberdaya hutan dapat diartikan sebagai proses menentukan nilai manfaat, kondisi atau status dari sumberdaya hutan. Dengan tersedianya nilai sumberdaya atau eksistem hutan, maka pengelola hutan dapat memanfaatkan untuk menyusun rencana pengelolaan hutannya. Dalam konteks penilaian sumberdaya hutan, pada umumnya mencakup elemen-elemen tematik yang dipergunakan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari. a. b. c. d. e. f. g. h.
Luas Sumberdaya hutan Keragaman biodiversitas hutan Vitalitas dan kesehatan hutan Fungsi produksi sumberdaya hutan Fungsi Perlindungan sumberdaya hutan Fungsi Sosial EKonomi sumberdaya Kerangka kelembagaan, kebijakan dan legal Kemajuan dalam SFM
Keberhasilan dan keakuratan sebuah rencana pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah kehandalan data yang digunakan, metode perencanan serta kemampuan perencana dalam mempertimbangkan berbagai faktorfaktor yang diperlukan dalam sebuah perencanaan. Dalam perencanaan hutan, inventarisasi sumberdaya hutan merupakan kegiatan mengumpulkan data dan informasi baik aspek biofisik maupun sosial budaya masyarakat di sekitar hutan. Dengan kata lain, kegiatan penilaian sumberdaya hutan merupakan bagian kegiatan perencanaan hutan dalam upaya mewujudkan perencanaan hutan yang baik dan rasional. Dalam inventarisasi sumberdaya hutan, jenis data dan yang dikumpulkan sangat bergantung kepada tujuan dari inventarisasi hutan yang dilakukan serta jenis rencana dan perumusan kebijakan yang akan disusun. Data yang dikumpulkan akan diolah menjadi sebuah informasi
1
Disampaikan pada NATIONAL WORKSOP: Penguatan Kapasitas, Kemampuan dan Penguasaan Iptek dalam Penilaian Sumberdaya Hutan (Forest Resource Assessment) di Indonesia
sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijakan strategies jangka panjang, jangka menengah atau jangka pendek. Berdasarkan hirarkinya, ada inventarisasi sumberdaya hutan tingkat nasional, tingkat wilayah, Inventarisasi hutan tingkat DAS dan Tingkat Unit pengelolaan. Sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan kehutanan dari orientasi yang semata-mata ekonomi ke orientasi yang berdimensi sosial budaya dan lingkungan, kebutuhan akan data dan informasi tentang tegakan serta kondisi ekologisnya menjadi sangat krusial. Klimaks perubahan paradigma pengelolaan hutan adalah sejak diundangkannya UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang menggeser orientasi sektor kehutanan dari pengelolaan yang berorientasi kayu (timber oriented) menjadi orientasi yang ekologis dan social (ecological and social oriented), sehingga pengelolaan hutan mempunyai multi-tujuan (multi objectives). Pengelolaan hutan secara lestari menjadi sebuah keharusan sehingga (a) terjaminnya keberlanjutan keberadaan lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan (b) terjaminnya keberlanjutan hasil hutan sesuai dengan fungsi pokoknya dan; dan (c) terjaminnya fungsi hutan lainnya sebagai suatu ekosistem yang kompleks yang mampu memberikan manfaat ekologis, ekonomis dan sosial budaya sekaligus. Pada tingkat global, sejak tahun 1946, FAO telah melakukan pemantauan hutan dunia secara teratur dengan interval antara 5 dan 10 tahun yang dikenal dengan Penilaian Sumberdaya Hutan Global atau Global Forest Resources Assessments (FRA). Pendugaan umumnya menggunakan dua sumber data utama yaitu: (1) berdasarkan laporan setiap (country report) yang dipersiapkan oleh Negara responden dan penginderaan jauh yang dipersiapkan sendiri oleh FAO bersama-sama dengan titik fokus nasional dan mitra regional. Cakupan dari FRA ini berubah secara teratur sejak dipublikasikan pertama kali pada tahun 1948. Kajian ini menjadikan sebuah data histori yang sangat menarik bagi perubahan hutan secara global, baik dalam hal substansi maupun perubahan lawas dari kajian. Laporan penilaian ini dilakukan dalam upaya pendekatan yang konsisten untuk menggambarkan hutan dunia dan bagaimana hal itu berubah Saat ini, hutan tidak semata-mata kayu dan karbon, tetapi hutan yang lebih dari sekedar karbon dan kayu. Pada tahun 2010 kami merayakan Tahun Internasional Keanekaragaman Hayati dan kita diingatkan bahwa hutan merupakan beberapa yang paling beragam ekosistem di Bumi . Dalam waktu krisis ekonomi , kita juga mengingatkan bahwa hutan menyediakan lapangan kerja dan mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk - terutama di negara berkembang - dan sering bertindak sebagai jaring pengaman ekonomi pada saat dibutuhkan . Setiap penilaian berturut-turut lebih komprehensif daripada yang terakhir . diatur sesuai ke tujuh elemen tematik pengelolaan hutan lestari , FRA 2010 berisi informasi untuk memantau kemajuan menuju tujuan internasional dan target - antara lain Tujuan Pembangunan Milenium , Target Keanekaragaman Hayati 2010 Konvensi Keanekaragaman Hayati dan empat Tujuan Global Hutan Non - Legally Binding Instrument pada semua jenis hutan diadopsi oleh United Nations General Majelis pada bulan Januari 2008 . Selain itu, statistik mengenai tren cadangan karbon hutan akan prediksi mendukung perubahan iklim dan pengembangan mitigasi yang tepat dan langkah-langkah adaptasi . Penilaian sumberdaya hutan yang dilakukan oleh FAO (2010) juga mencakup informasi mengenai variabel seperti kesehatan hutan , kontribusi hutan bagi perekonomian nasional dan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 2
kerangka hukum dan kelembagaan yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan hutan dunia. Di balik data dalam laporan ini terletak proses mapan pengumpulan data, pengolahan, validasi, kompilasi dan analisis.Partisipasi para ahli nasional dari hampir semua negara dan semua organisasi internasional utama yang berkaitan dengan hutan. Hasil dari penilaian ini mendorong dalam beberapa hal . mereka menunjukkan bahwa laju deforestasi, sementara masih mengkhawatirkan di banyak negara , melambat di tingkat global ,dan bahwa aforestasi dan ekspansi alam di beberapa negara dan daerah telah lebih lanjut mengurangi rugi bersih hutan . Namun, sebagian besar kerugian hutan terjadi di negara-negara di kawasan tropis , sementara sebagian besar keuntungan berlangsung di beriklim dan zona boreal . Selain itu, banyak negara-negara berkembang telah pindah dari rugi bersih untuk keuntungan bersih dari kawasan hutan . Hasil ini menyoroti peran kunci dari pembangunan ekonomi di membalikkan deforestasi global. FAO berharap bahwa informasi dalam laporan ini akan membantu memperluas diskusi tentang hutan dan mendorong tindakan pada semua tingkatan dalam Tahun Hutan Internasional ( 2011) dan seterusnya . 2) Interface antara Inventarisasi Hutan dan Penginderaan Jauh Saat ini teknologi penginderaan jauh telah menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan. Pada umumnya, inventarisasi hutan dilakukan dengan intensitas pengambilan contoh yang sangat rendah. Untuk membantu pengambil kebijakan pada tingkat Nasional, penyusunan skenario dan kebijakan seringkali menggunakan model-model pendugaan skala-makro yang disederhanakan. Untuk kondisi dimana tidak tersedia kelembagaan yang memadai, maka seringkali implementasi kebijakan dan perencanaan tidak dapat berjalan dengan sempurna mengingat data dan informasi yang digunakan kurang memadai. Pada Gambar 1 disajikan kedudukan inventarisasi hutan dalam melakukan asesmen terhadap sumberdaya, penyusunan skenario, penyusunan kebijakan dan perencanaan, pelaksanaan serta masukan (feedback) yang diperoleh terhadap implementasi.
FEEDBACK
INVENTARISASI HUTAN
IMPLEMENTATION
ASESMEN
POLICY DEVELOPMENT/ PLANNING
SKENARIO
Teknlogi informasi telah mengalami perubahan paradigma di hampir semua bidang, termasuk inventarisasi hutan. Saat ini telah tersedianya peranti keras (komputer) dan piranti lunak denan dukungan sumberdata dijital yang murah. Sejak awal dekade 90-an, perkembangan teknologi komputer telah disertai dengan ketersediaan data dijital yang handal dan murah. Mungkin sebagian dari kita sudah pernah memanfaatkan teknologi Google Earth yang dapat memberikan informasi permukaan bumi dalam sekejap, lengkap dan detail? Pernahkan kita menyadari bahwa
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang MasihInventarisasi Dihadapi Indonesia Gambar 1 Kedudukan Hutan Page 3
telah tersedia data yang demikian lengkap dan detail untuk pengelolaan hutan. Pernahkah kita bertanya bagaimana memanfaatkan ketersediaan data tersebut untuk melakukan inventarisasi hutan secara cepat dan tepat? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menengok sejenak terhadap ketersediaan satelit sumberdaya alam yang sangat relevan dengan kegiatan inventarisasi hutan. Saat ini, dengan semakin murahnya teknologi satelit, baik satelit sumberdaya, GPS maupun satelit telekomunikasi, pekerjaan-pekerjaan inventarisasi hutan di lapangan dapat dilakukan dengan mudah karena sebagian pengukuran dapat dilakukan dengan peralatan dijital. Hasil pengukuran selanjutnya dapat disampaikan kepada mesin pengolah data dengan bantuan jaringan internet via satelit. Ketersediaan dan kemanpuan alat-alat ukur dan pengolah data bukanlah merupakan suatu hambatan. Saat ini, teknologi penginderaan jauh telah mengalami kemajuan sangat pesat, yang dicirikan oleh semakin banyaknya satelit sumberdaya alam yang yang merekam permukaan bumi ini. Di sektor Kehutanan Indonesia, citra satelit yang telah dibuktikan mampu memberikan informasi sumberdaya hutan baik untuk tingkat global maupun tingkat lokal. Beberapa satelit tersebut disajikan pada Tabel 1. Pada pelaksanaan inventarisasi hutan di akhir-akhir dekade ini, banyak perhatian tertuju pada implementasi penginderaan jauh. Meskipun penggunaan potret udara telah dimulai sekitar setengah abad yang lalu, kedatangan penginderaan jauh satelit telah meningkatkan minat untuk melakukan penelitian dan pengembangan aktifitas-aktifitas inventarisasi hutan di berbagai belahan dunia. Meskipun ada tujuan-tujuan promosi, penggunaan citra penginderaan jauh (remote sensing) telah memperbaiki tehnik-tehnik inventarisasi hutan ataupun perencanaan hutan (Holmgren & Thuresson, 1998 dalam FAO, 2001). Saat ini penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (GIS) telah memberikan prospek yang luar biasa dalam inventarisasi hutan terestris, utamanya melalui pengujian terhadap sampel lapangan yang secara statistika lebih efisien. Tabel 1. Citra satelit sumberdaya alam No
Nama satelit dan sensor
1
NOAA AVHRR
2
SPOT VEGETATION
3
MOS MESSR
4 5
Resolusi Revisit Skala peta spasial (Resolusi thematic Temporal) yang dapat dihasilkan 1000 12 jam 3.300.000 ~ 5.000,000 1000 3.300.000 ~ 5.000,000 100
expired
LANDSAT MSS
80
Expired
IRS
75
300.000 ~ 500.000 266.000 ~ 300.000 250.000
Keterangan/ kegunaan Pemantauan bomasa vegetasi hijau pada tingkal nasional atau regional (pulau) Pemantauan tutupan hutan atau kelas hutan pada level propinsi atau
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 4
No
Nama satelit dan sensor
Resolusi Revisit Skala peta spasial (Resolusi thematic Temporal) yang dapat dihasilkan ~ 3.750.000 30 16 hari (slc off) - ex100.000 ~ pired 150.000
6
LANDSAT TM / ETM MS
7
LANDSAT ETM + PAN
15
8
SPOT 2-4 HRV XS
20
9
10 26 hari
10
SPOT 2-4 HRV PAN SPOT 5 HRV XS
11
SPOT 5 PAN
12
14 15
SPOT 5 SUPERMODE SPOT 6 PAN / MERGE SPOT 6 MS IKONOS MS
16
IKONOS PAN
17
QUICKBIRD MS
13
16 hari (SLI OFF) expired 26 hari
10 26 hari 5 26 hari 2.5 26 hari 1.5 1 hr 8 1 hr 4 2-3 hari 1 2-3 hari
50.000 ~ 75.000 66.600 ~ 100.000 33.300 ~ 50.000 33.300 ~ 50.000 16.600 ~ 25.000 8,300 ~ 12.500 5000 ~ 7500
Keterangan/ kegunaan kabupaten. Saat ini sebagian besar data yang dihasilkan mengandung stripping (banding) Pemantauan vegetasi hutan atau kelaskelas hutan pada skala unit pengelolaan
Identifikasi kelas-kelas tutupa hutan skala detail dan estimasi potensi hutan
2700 ~ 4000 13.300 ~ 20.000 3.300 ~ 5.000
2.4 2-3 hari 8.000 ~ 12.000
18
QUICKBIRD PAN
0.6 2-3 hari
19
WorldView
0.5 2-3 hari
20
Potret udara
6
2,000 ~ 3000 1.500 ~ 2.500
Tidak tentu 20.000 ~ 30.000
21
ALOS AVNIR
10~12.5
46
41,667 ~ 6500
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 5
No
Nama satelit dan sensor
29
ALOS PRISM
30
Rapideye
30 31
LIDAR (light detection and ranging) – sinar laser RADAR
32
ALOS PALSAR
33 34
JERS -1 RADARSAT-1/ - 2
35
ERS-1/ERS-2
Resolusi Revisit Skala peta spasial (Resolusi thematic Temporal) yang dapat dihasilkan 2.5 46 16,600 ~ 2500 5 1 ~ 5.5 hr 0.1 ~ 1 m 1 cm ~ 50 m 12.5 m ~ 50 m 18.5 27 m 12.5 m
Airborne
30 ~ 3300
Keterangan/ kegunaan
RGB, edge R & NIR Bisa mengukur tinggi tegakan
46 44 8 x 8 m2 /1 x3 35/8
Catatan:
SPOT 1 diluncurkan February 22, 1986 dengan 10 panchromatic and 20 meter multispectral picture resolution. DitarikDecember 31, 1990. SPOT 2 diluncurkan January 22, 1990 and deorbited July 2009. SPOT 3 diluncurkan September 26, 1993. Stop berfungsi November 14, 1997 SPOT 4 diluncurkan March 24, 1998. Stop berfungsi July, 2013. SPOT 5 diluncurkan May 4, 2002 with 2.5 m, 5 m and 10 m capability SPOT 6 diluncurkan September 9, 2012 SPOT 7 rencana tahun 2014
Penggunaan GPS (the Global Positioning System) saat ini telah memungkinkan dilakukannya pengukuran lokasi geografis dengan ketelitian yang cukup tinggi, umumnya dengan ketelitian dalam kisaran lebih kecil dari 20 m menggunakan tipe genggam (hand held). GPS dapat dengan mudah dikoneksikan dengan PC dan software pencatat rute yang disurvei di lapangan serta dapat dioverlaykan dengan data penginderaan jauh. Saat ini Internet telah menyediakan site berbasis web (www: world wide web) untuk inventarisasi hutan skala besar. Pada tahap survey, internet dapat digunakan untuk melakukan transfer data di seluruh dunia. 3) Kebutuhan Informasi Kehutanan Saat ini dilaporkan banyak terjadinya gap informasi tentang hutan dan kehutanan. Sebagaimana yang telah ikemukakan sebelumnya, ditemukannya banyak kesenjangan antara ketersediaan data yang dibutuhkan dalam rangka memperbaiki dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tingkat internasional. Oleh karena itu, ada suatu kebutuhan yang mendesak dalam mengembangkan tehnik inventarisasi hutan pada tingkat nasional. Sebagaimana dilaporkan oleh FAO tahun 2000, informasi tentang kehutanan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 6
tingkat nasional hanya sedikit sekali tersedia data dengan keragaman yang lengkap di negara-negara berkembang. Sekitar 75 persen data hasil inventarisasi memiliki informasi yang sangat terbatas dan kebanyakan merupakan hasil latihan pemetaan yang dilakukan tanpa menggunakan data hasil pengecekan di lapangan. Sisanya sekitar 25 persen mempunyai data yang sudah sangat “out-of-date” atau dengan informasi yang sangat subjektif. Seringkali data yang ada tidak bisa dibandingkan (low comparability between all of the inventories) karena menggunakan standar klasfikasi yang berbeda-beda. Informasi kunci dalam penilaian hutan dunia. a) Luas dan laju deforestasi (perubahan hutan menjadi bukan hutan). Remote sensing bisa mengetahui luas total dunia dg cepat, misalnya sekitar 4 M ha hutan dunia, atau sekitar 0.4 ha per capita (FAO, 2010). Sekitar 50% hutan ada di 5 negara (Russia, Brazil, Canada, USA, China), 10 negara tidak punya hutan dan 54 negara dg hutan lebih kecil dari 10%). b) Laju defor mengalami penurunan tetapi masih lampu merah, 16 juta dalam tahun 1990an dan sekitar 13 jt th 2010an. Brazil dan Indonesia masih mempunyai net loss yang tinggi. DI Australia kehilangan hutan banyak di antaranya karena kebakaran hutan. c) Afforestation (menanam kembali areal-areal hutan yang sebelumnya buka hutan) memberikan kontribusi net loss hutan secara global. Pd tahun 2000-2010 sekitar 5.2 jt per tahun turun dari 8.3 juta per tahun pada periode 1990-2000. d) Reforestation (penanaman kembali areal hutan yang sebelumnya berhutan e) Deteksi perubahan luas hutan bersih (Net change in forest area) dengan memperhatika luas hutan yang hilang karena konversi atau penebangan. f) Penyimpanan karbon. Pd tahun 2010 diperkirakan hutan menyimpan 289 gogatons (Gt) carbon dalam biomasanya. Kegiatan reforestasi, aforestasi, penanaman, pengkayaan meningkatkan simpanan, sebaliknya deforestasi dan degradasi hutan menurunkan simpanannya. g) Hutan primer diperkirakan sekitar 36% dari luas areal – tapi berkurang sekitar 40jt ha sejak tahun 2000. Laju kehilangan hutan primer sekitar 0.4% per tahun h) Hutan tanaman saat ini sekitar 7% dari luas areal atau sekitar 264jt ha. Luas hutan tanaman diperkirakan meningkat sekitar 5jt per tahun antara tahun 2000 dan 2010 i) Menujuk hutan konservasi sekitar 13% dari hutan dunia (TN, CA, SMS) j) Kebakaran hutan telah menyeabkas sekitar 1 persen hutan mengalami kerusakan per tahun Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 7
k) Hama dan penyakit hutan merusak hutan sekitar 35jt Ha khususnya di hutan boreal dan temperateu l) Sekitar 35 persen (1.2 M ha) dari hutan dunia dipergunakan untuk produksi kayu dan bukan kayu/ sekitar 949 juta dipergunakan untuk tujuan ganda (multiple use: kayu dan bukan kayu) 4) Aplikasi Remote Sensing dalam bidang Kehutanan a) Dalam beberapa dekade terakhir ada kemajuan yang sangat signifikan dalam mendemonstrasikan potensi sekaligus keterbatasan data inderaja di bidang kehutanan. b) Analisis Data remote sensing mampu mendeteksi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, menilai dan mengukur berbagai karakteristik hutan melalui 2 pendekatan, yaitu pendektan kuantitatif dan kualitatif. c) Pada pendekatan kualitatif, remote sensing dapat mengklasifikasi tipe tutupan hutan manjadi kelas daun jarum dan kelas daun lebar, hutan mangrove, hutan rawa, hutan tanaman d) Sedangkan pada pendekatan kuantitatif dapat melakukan estimasi beberapa parameter seperti dbh, tinggi, lbds, jumlah pohn per ha. 5) Keunggulan Penggunaan Remote Sensing dibandingkan dengan metode terestris Kita semua mungkin menyadari bahwa sekitar 80 persen permasalahan selalu terkait dengan hal-hal yang bersifat spasial seperti peta, lokasi, luas dan perubahan kondisi dan sebagainya. Di lain hal, pada umumnya data-data spasial sebagian besar saat ini bersumber pada teknologi penginderaan jauh. Informasi yang dapat diturunkan dari penginderaan jauh di antaranya adalah tutupan lahan (dan penggunaan lahan), sediaan tegakan hutan, bencana alam (kebakaran hutan, bencana gunung berapi, tanah longsor, banjir) dan kondisi fisiografi (kontur, elevasi, kemiringan lereng dsb). Citra satelit banyak digunaka karena mempunyai beberapa keunggulan: a. Merekam obyek yang luas & lengkap, multiguna (multiple use) dan multidisiplin b. Inventarisasi skala regional dapat dilakukan secara cepat dengan tehnik yang semiotomatis c. Gambar yang direkam dapat mengandung informasi yang up-to-date & informasi yang repetitive sangat bermanfaat untuk pemantauan/ memonitor perkembangan/perubahan spasial dan temporal. Metode ini cenderung hemat waktu, tenaga & biaya d. Dapat dianalisis dengan hardware yang canggih, tidak mahal dan dengan tehnik (software) yang relatif mudah Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 8
e. Gambar yang terekam termasuk yang tidak dapat dilihat oleh mata (selain gel visible (Blue, Green & Red) juga mengg. Inframerah & gelombang mikro) f. Tehnik kombinasi film, filter & tehnik pengolahan citra tertentu dapat menonjolkan obyek yang dikehendaki g. Saat ini hampir semua citra dalam bentuk citra dijital sehingga mudah melalukan pengolahan data yang dilakukan secara otomatis. h. Waktu revisit yang sangat tinggi akan meningkatkan peluang mendapatkan citra yang bebas awan. i.
Di Indonesia adaKeppres no 6/2012 yang membeli citra resolusi tinggi SPOT 5 dan 6 dengan government licence.
6) Keterbatasan Penggunaan Remote Sensing a. Hasil dari remote sensing tidak akan pernah lebih baik dari pengetahuan pengguna tentang sifat-sifat spektral dan histori penggunaan lahan b. Klasifikasi spektral sangat mudah tetapi memberikan label atau nama kelas memerlukan pengetahuan dan waktu c. Pada daerah bertopografi, relief dapat mengurangi akurasi d. Awan dan haze dapat mengurangi kualitas citra. Di Indonesia ada masalah tutupan awan dan haze pada musim hujan dan asap pada musim kemarau. e. Selalu ada trade-off antara luas cakupan dan resolusi spasial f. Potret/citra mempunyai kesalahan: kesalahan geometri (dan adanya relief displacement pd potret udara sehingga perlu koreksi. g. Untuk potret udara, pengadaan paling cepat 5 tahun sekali. Untuk citra satelit resolusi satelit dengan posisi off nadir memerlukan koreksi geometric / orthorektifikasi yang tinggi h. Indonesia belum mempunyai satelit sumberdaya alam sendiri (catatan diharapkan tahun 2015) 7) Kemampuan Data Penginderaan Jauh a. Skala riset & operasional: Saat ini ada beberapa jenis data inderaja seperti potret udara, MSS optis, Radar, Lidar dan Videografi banyak digunakan pada skala riset kehutanan maupun skala operasional dalam rangka mendeteksi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan mengukur beberapa tipe tutupan hutan serta perubahannya. b. Guna memantau areal hutan yang luas secara konsisten dan berulang, maka disaranan untuk menggunakan teknik analisis citra yang otomatis (semi-otomatis) Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 9
8) Penggunaan Teknologi Penginderaan jauh pada bidang kehutanan a) Pemetaan dengan citra resolusi tinggi: Potret Udara, IKONOS, Quickbird, WordView. Akurasi 75% atau lebih. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
Tutupan hutan dan lahan (Forest cover types) Identifikasi kelompok jenis hutan tanaman (Identify individual species of grest plantation) Deteksi kebakaran huta n(Forest fire detection) Kerusakan tegakan akibat kebakaran (Forest fire hazard) Kesehatan pohon/tegakan (Detecting forest trees health (vigor and stress)) Penyebaran penyakit pohon dan serangan hama (forest trees diseases and insects infestation) Kondisi pohon yang tercemar udara, tanah dan air (forest trees under air, soil and water pollution) Estimasi kerusakan tegakan/hutan karena iklim/angin (Assessment of wind damage and other sever climatic condition) Pemantauan hutan (Forest monitoring) Kegiatan pemanenan hutan (logging activities) Reforestasi dan aforestasi (reforestation and afforestation) Perencanaan pemanenan hutan (Timber harvesting planning) Perencanaan jalan hutan (Forest roads planning) Inventarsisasi hutan (Forest inventory) Pengelolaan hutan (Forest management) Pendugaan landslide dam erosi (Assessing slope failure and soil erosion) Penilaian dan pengelolaan hutan rekreasi (Assessing and managing forest recreation resources) Penilaian dan pengelolaan habitat kehidupan liar/kawasan konservasi (Assessing and managing wildlife habitat)
b) Pengukuran dan estimasi (kuantitatif) dengan citra resolusi tinggi: Potret Udara, IKONOS, Quickbird, WordView. Akurasi 75% atau lebih. (1) Forest cover area measurement (2) Number of trees (3) Tree height measurement (4) Crown cover measurement c) Pemetaan (kuantitatif) dengan citra resolusi sedang: dengan akurasi 75% atau lebih. (1) (2) (3) (4) (5) (6)
MSS, TM, SPOT
Tipe Hutan /Forest cover types Identifikaksi individu jenis/Identify individual species Deteksi kebakaran hutan /Forest fire detection Bahaya kebakaran/Forest fire hazard Kesehatan pohon hutan/Detecting forest trees health (vigor and stress) Serangan serangga dan penyakit/ forest trees diseases and insects infestation
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 10
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
Stress hutan akibat polusi/ forest trees under air, soil and water pollution Kerusakan karena angin atau faktor iklim yang lain/Assessment of wind damage and other sever climatic condition Deteksi defor & degradasi hutan/Detecting deforestation and forest degradation Pemantauan hutan/Forest monitoring dari yg di atas : Pembalakan htn/logging activities Reboisasi dan penghijauan/ reforestation and afforestation Perencanaan pemanenan/Timber harvesting planning Perencanaan jalan hutan/Forest roads planning Deteksi erosi dan Longsor/Assessing slope failure and soil erosion Pendugaan dan pengelolaan hutan rekreasi/Assessing and managing forest recreation resources Pendugaan dan pengelolaan habitat kehidupan liar/ Assessing and managing wildlife habitat
d) Pengukuran dan estimasi dengan citra resolusi sedang: TM, MSS, SPOT 4-5 dengan akurasi min 75%. (1) Luas tutupan hutan / Forest cover area measurement (2) Tinggi Pohon/Tree height estimation (3) Estimasi Penutupan tajuk /Crown cover estimation (4) Estimasi dbh/ DBH estimation (5) Estimasi umur / Age estimation (6) Estimasi volume kayu/ Timber volume estimation (7) Estimasi luas bidang dasar/ Basal area estimation (8) Estimasi biomasa / Biomass estimation e) Pemetaan dengan citra radar, akurasi minimal 75% (1) Luas tutupan hutan/Forest cover types (2) Pemetaan jenis2 hutan /Forest species level mapping (3) Pemetaan banjir dlm hutan/Mapping flooded forest (4) Deteksi defor dan degrad hutan/ Detecting deforestation and forest degradation (5) Pemantauan aktifitas pembalakan /Monitoring logging activities (6) Deteksi jalan hutan / Detecting forest roads (7) Deteksi areal terbakar / Mapping burned forest f) Pengukuran dan estimasi dengan radar, akurasi minimal 75% (1) measurement (2) Tinggi Pohon/Tree height estimation (3) Penutupan tajuk /Crown cover estimation (4) Estimasi dbh/ DBH estimation (5) Estimasi umur / Age estimation (6) Estimasi volume kayu/ Timber volume estimation (7) Estimasi luas bidang dasar/ Basal area estimation Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 11
(8) Estimasi biomasa / Biomass estimation g) Penggunaan LIDAR, akurasi minimal 75% (1) Estimasi Tinggi Pohon/Tree height estimation. (2) Penentuan Tipe tup hutan/ Forest cover types determination. (3) Mengkelaskan jenis pohon hutan/ Forest trees species differentiation. (4) Penutupan tajuk atau kerapatan tegakan/Crown cover or canopy density estimation. (5) Estimasi vol tegakan/ Forest stands volume estimation. (6) Est biomasa kayu /Forest stands woody biomass estimation. (7) Deteksi stress air / Forest trees water stress detection. (8) Defisiensi nutrisi/ Forest trees nutrient deficiency h) Penggunaan videografi digrantara dan satelit, akurasi minimal 75% (1) Luas tutupan hutan /Forest cover types determination. (2) Pengelompokkan jenis pohon hutan /Forest trees species differentiation. (3) Kerapatan tajuk atau pohon/ Crown cover or canopy density estimation. (4) Kesehatan pohon hutan Detecting forest trees health (vigor and stress) (5) Deteksi Penyakit dan serangga hutan forest trees diseases and insects infestation (6) Distribusi spasial pohon hutan / Mapping forest trees spatial distribution 9) Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Global Forest Resources Assessment: a) Identifikasi kelas-kelas tutupan hutan dan lahan pada tingkat global, regional dan lokal. Kemenhut menggunakan 23 kelas tupan hutan dan lahan yang diturunkan dari citra satelit Kemenhut bekerjasama dengan JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (20092011) juga sudah membangun manual interpretasi kelas-kelas hutan menggunakan citra ALOS PALSAR untuk interpret b) Perubahan luas hutan tahunan. Citra satelit resolusi tinggi dan sedang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mendelineasi hasil reforestasi maupun aforestasi. Untuk citra resolusi sedang dapat digunakan untuk mendeteksi reforestasi / aforestasi dengan luasa terkecil 1 ha, sedangkan untuk citra resolusi tinggi bisa dengan luasan kurang dari 0.25 Ha. c) Deteksi dan identifikasi sejumlah bersar cadangan Carbon. Deteksi cadangan carbon dapat diestimasi dengan pendekatan dijital maupun pendekatan tematik. d) Deteksi hutan primer dan hutan sekunder. Terkait dengan REDD+ deteksi hutan primer dan hutan sekunder menjadi isu yang penting.
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 12
e) Deteksi kesehatan hutan (degradasi hutan). Kesehatan hutan dapat dideteksi menggunakan citra resolusi tinggi dan atau resolusi sedang. Kelaskelas kerusakan hutan (forest damage) yang disebabkan oleh alam seperti kebakaran hutan dapat dideteksi dan didelineasi menggunakan citra optic resolusi sedang seperti SPOT 4-5, TM maupun citra resolusi tinggi (IKONOS, QB, WView maupun SPOT 6 Pan) f) Deteksi fungsi produksi SDH Potensi / sediaan tegakan hutan Kelas potensi dan kelas umur hutan (tanaman) g) Deteksi fungsi lindung (fungsi ekologi) sumberdaya hutan Kawasan lindung (hutan gambut) Kawasan mangrove Kawasan hulu dan hutan alam h) Deteksi Fungsi social ekonomi hutan Deteksi Hutan kemasyarakatan menggunakan hybrid pendakat citra (tutupan lahan) dengan kondisi fisik dan social ekonomi masyarakat. Pendekatan budaya (kepemilikan) dan social ekonomi. Lokasi hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat dapat dilakukan dengan pendekatan proximity, umumnya menggunakan radius sekitar 1 sd 3 km. 10)
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DI INDONESIA
a) Aplikasi data penginderaan jauh di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan teknologinya, pemanfaatan data penginderaan jauh (potret udara) di Indonesia dimulai tidak terlepas dari pemanfatan penginderaan jauh dunia. Histori pemanfaatan penginderaan jauh dapat dikatakan dimulai sejak awal abad ke 19, yaitu sejak pembuatan potret udara bentang alam pada tahun 1838. Selanjutnya pembuatan potret udara tentang hutan dimulai tahun 1887 menggunakan balon yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pesawat udara pada tahun 1919. Era penginderaan jauh satelit dimulai di akhir abad ke-19 yaitu diawali dengan peluncuran satelit sumberdaya bumi pada tahun 1972 dan awal peluncuran pesawat ulang-alik (space shuttles) pada tahun 1980-an. Pemanfaatan penginderaan jauh di kehutanan dimulai sekitar tahun 1887, yang diperkenalkan penafsiran potret di bidang Kehutanan oleh Rimbawan berkebangsaan Jerman. Sejalan dengan perkembangan pesawat terbang, dimulailah perkembangan penggunaan potret udara secara luas. Pembuatan potret udara percobaan di Indonesia juga dilakukan sekitar tahun 1924, segera setelah pembuatan potret di Burma (1922~1923). Era citra satelit dimulai tahun 1972 yaitu sejak diluncurkannya satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) milik AS yang kemudian berganti nama menjadi Landsat-1.
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 13
Saat ini, pengguna utama dari citra satelit di Indonesia adalah bidang kehutanan. Untuk tingkat operasional kehutanan, citra penginderaan jauh banyak digunakan pada bidang-bidang sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Penggunaan citra satelit untuk kegiatan operasional kehutanan No Bidang Kegiatan penyelenggaraan hutan Citra yang digunakan 1 IHMB Penutupan areal berhutan dan tidak Landsat atau citra berhutan dengan Resolusi < 30m 2 NFI & Neraca Penutupan hutan dan lahan Landsat TM SDH 3 Pendugaan po- Pendugaan potensi tegakan hutan SPOT 5 super mode tensi hutan (2.5 m) Pendugaan potensi dan kerapatan tegakan Quickbird (2.4 m) (e.g. di beberapa lokasi di Kalimantan dan perhutani) 4 Penatagunaan Kondisi kerapatan tegakan dan kelas-kelas Resolusi tinggi hutan hutan (IKONOS, QB, wv) Word view (0.5 m) 5 Penyusunan Pemetaan kelas-kelas hutan sebagai dasar Resolusi sedang wilayah penyusunan peta tata ruang wilayah (TM dan SPOT) pengelolaan 6 Penyusunan Pemetaan kelas-kelas hutan sebagai dasar Resolusi sedang rencana karya penyusunan peta tata ruang wilayah (TM, SPOT) dan resolusi tinggi. 7 Penataan hu- Pemetaan pemanfaatan kawasan (tata ru- Resolusi sedang tan ang) (TM, SPOT) dan resolusi tinggi. 8 Rehabilitasi Pemetaan areal rehabilitasi dan reklamasi Citra resolusi tinggi dan reklamasi 9 Perlindungan Deteksi titik panas Citra resolusi renhutan dah 10 Kebakaran hu- Pemetaan kerusakan hutan akibat keba- Citra resolusi setan karan hutan dang dan tinggi 11 Pemantauan / Penyusunan peta deforestasi dan Citra resolusi semonitoring degradasi hutan dang b) Institusi Terkait Teknologi Penginderaan Jauh di Indonesia. Lembaga penerbangan dan antariksa nasional (LAPAN) adalah satu-satunya institusi pemerintah RI yang mempuyai kewajiban mengembangkan teknologi satelit penginderaan jauh. LAPAN mulai terlibat dalam kegiatan inderaja sejak awal tahun 1970-an dan menjalani beberapa tahapan perkembangan, antara lain tahap investigasi (1972-1978, pengkajian (1983-1991) dan operasional ( 1993- sampai sekarang) Pada tahap ini LAPAN mempunyai beberapa stasiun bumi. Dari pengalaman operasi penerimaan dan pemanfaatan data satelit-satelit khusus pengamatan lingkungan dan sumber alam tersebut, dapat sikenali kecenderungan kebutuhan pengguna terhadap Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 14
data resolusi tinggi. Untuk itu LAPAN meningkatkan kemampuan stasiun buminya agar dapat menerima data resolusi tinggi dari kedua satelit tersebut. Stasiun bumi in diresmikan oleh presiden Soeharto pada September 1993 sebagai tanda tahap operasional dalam akuisisi, pengolahan, dan distribusi data untuk melayani kebutuhan pengguna. Tahap operasional ini membawa implikasi LAPAN harus senantiasa menjaga kesinambungan operasi pelayanan kebutuhan pengguna. Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh yang dioperasikan oleh LAPAN saat ini ada di Pare pare (Sulawesi Selatan), Pekayon Pasar Rebo (Jakarta Timur), di Pulau Biak (Irian Jaya) dan Fasilitas pengolahan dan distribusi data, serta informasi penginderaan jauh satelit di Pekayon, Pasar Rebo. c) Keunggulan pemanfaatan Penginderaan Jauh di Indonesia. Dari bahasan sebelumnya, dapat diringkas beberapa hal penting yang terkait dengan keunggulan pemanfaatan data penginderaan jauh di Indonesia (1)
Masyarakat Indonesia (peneliti, praktisi) mempunyai pengalaman yang cukup banyak dalam menggunakan data penginderaan jauh khususnya untuk sector kehutanan.
(2)
Sektor kehutanan adalah pengguna data penginderaan jauh terbanyak di Indonesia, khususnya data citra optis baik resolusi rendah, sedang maupun tinggi.
(3)
Indonesia sangat aktif dalam mengikuti perkembangan teknologi satelit
(4)
Indonesia mempunyai jumlah sumberdaya manusia yang siap dididik dan dilatih dalam pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk kehutanan
(5)
Institusi pendidikan bidang kehutanan dan pertanian menjadikan penginderaan jauh sebagai ilmu wajib yang harus dimiliki oleh setiap lululusan sarjana ataupun sekolah menengah kejuruan kehutanan.
(6)
Indonesia adalah Negara yang sangat luas, memerlukan informasi yang akurat , repetitive, handal dan tepat waktu, yaitu citra satelit. Pemanfaatan citra satelit yang dikombinasikan dengan data lapangan dapat meningkatkan efisiensi.
(7)
Untuk Negara besar seperti Indoensia, penggunaan citra satelt menjadi sebuah keharusan (Kemenhut, KLH, Badan REDD memerlukan data satelit).
(8)
Ada kebijakan pemerintah untuk membeli citra satelit resolusi tinggi dengan lisensi pemerintah yang dapat menghemat biaya (Keppres No 6/2012).
d) Keterbatasan pemanfaatan Penginderaan Jauh di Indonesia. (1) Indonesia (LAPAN) belum memiliki citra satelit sumberdaya alam sendiri, sehingga masih tergantung pada Negara maju pemilik satelit SPOT, TM, ALOS, IRS, Quickbird, Worldview, IKONOS dll). Satelit LISAT Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 15
(LAPAN-IPB satellite) yang rencananya diluncurkan tahun 2014 ditunda lagi menjadi tahun 2015. (2) Jumlah tenaga terampil yang ada di bidang penginderaan jauh kehutanan masih relatif sedikit dibandingkan dengan kebutuhan tenaga tersebut (3) Satelit Tubsat yang dimiliki saat ini oleh LAPAN maih berupa video yang tidak bisa dianalisis secara detail dan komprehensif untuk aplikasi di bidang kehutanan (keterbatasan liputan).
REFERENSI FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS. 2010 Global Forest Resources Assessment 2010. Main Report. FAO Forestry Paper 163. Rome Jaya, INS. 2004. Dasar-dasar Penginderaan jauh. Fakultas Kehutanan IPB. Jaya, INS 2010. Tehnik Analisis Citra Dijital untuk Kehutanan. Fakultas Kehutanan Press. Jusuf, R, 2013. Data dan Informasi Penginderaan Jauh untuk mendukung sistem perhitungan karbon nasional. Pusat teknologi dan Data Penginderan Jauh. LAPAN
Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penilaian Sumberdaya Hutan: Perkembangan, Keunggulan dan Kelemahan yang Masih Dihadapi Indonesia Page 16