Dari Redaksi Salam hangat para pembaca Geospasial, Edisi Desember tahun 2013 telah terbit. Kontribusi alumni dan mahasiswa terus memberikan informasi terkini tentang kemajuan ilmu geografi dan aktifitas alumni geografi. Topik yang dibahas antara lain tentang Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh) yang Semakin Vital dan Berperan Penting dalam Kehidupan Manusia. th
Liputan pada acara THE 34 ASIAN CONFERENCE ON REMOTE SENSING menambah wawasan. Beberapa kontribusi alumni disajikan sebagai pelegkap kegiatan alumni geografi UI seperti DIENG, 2013/20/11 12:30. Akhir kata selamat membaca, sukses selalu, atas kebersamaan civitas geografi UI.
Salam Redaksi
Daftar Isi
Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh) yang Semakin Vital dan Berperan Penting dalam Kehidupan Manusia 4 th THE 34 ASIAN CONFERENCE ON REMOTE SENSING 10 Sekilas Background Study Kawasan Khusus dan Perbatasan, dalam rangka merumuskan arah dan kebijakan pembangunan 2015-2019 14 DIENG, 2013/20/11 12:30 17 Sebotol Air Mineral di Arab Saudi 19
Penyusunan Kajian Mitigasi dan Adaptasi Bencana Banjir dan Kekeringan di Provinsi Banten dan Lampung kerjasama Kemenkokesra RI, Friedrich Ebert Stiftung (FES) Jerman dan PPGT UI 21
GERAKAN NASIONAL SADAR PERUBAHAN IKLIM (GERNASARI) 23 HIBAH PUSAT RISET UNGGULAN UNIVERSITAS INDONESIA “PENGUATAN KELEMBAGAAN MELALUI LOKAKARYA & PENELITIAN” 27
KULINER KHAS WONOSOBO 31 DAILY REPORT HASIL SURVEI LAPANG KEGIATAN KULIAH LAPANG – 2
33
DOKUMENTASI PESERTA KURSUS PENINGKATAN KAPASITAS PENGOPERASIAN JARINGAN HARDWARE MANAJEMEN DAN DASAR-DASAR DATABASE Dirjen Perhubungan Darat (LLASDP)-Kementerian Perhubungan RI Pusat Penelitian Geografi Terapan (PPGT)Universitas Indonesia Depok, 17-19 dan 21 September 2012
39
TEAM REDAKSI PENASEHAT: Dr. Rokhmatuloh, M. Eng REDAKSI: Adi Wibowo, Iqbal Putut, Laju Gandharum, Ratri Candra, Weling Suseno, Rendy Pratama, Ardiansyah STAF AHLI: Astrid Damayati, Sugeng Wicahyadi, Supriatna, Triatko Nurlambang ADMINISTRASI: Ashadi Nobo
3
ALAMAT REDAKSI: Gd. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia KAMPUS UI DEPOK Telp. (021) 7721 0658 , 702 4405 Fax. (021) 7721 0659 Redaksi menerima artikel / opini/ pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkaitan dengan masalah keruangan. Kirimkankan tulisan ke alamat redaksi atau email dengan disertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon serta Biografi Diterbitkan oleh: Forum Komunikasi Geografi Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Teknologi Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh) yang Semakin Vital dan Berperan Penting dalam Kehidupan Manusia (Oleh:Fatwa Ramdani, Tohoku University, Japan) Sejak diluncurkannya satelit Landsat 41 tahun yang lalu, hingga kini para ilmuwan dari berbagai bidang keilmuan telah berhasil memainkan perannya dalam membantu kehidupan manusia menjadi lebih baik, terutama dalam menganalisa perubahan tutupan lahan dan dampaknya terhadap kehidupan sosio-ekonomi. Perkembangan teknologi komputerisasi yang semakin maju juga telah banyak mendukung analisa perubahan lahan, tidak hanya kondisi masa lalu dan masa kini, tetapi juga mampu memprediksi keadaan di masa yang akan datang. Kini satelit observasi permukaan bumi yang telah mengorbit semakin bertambah banyak, baik dari segi kuantitas maupun kapabilitas analisa (sensor yang dibawa). Pada artikel kali ini, saya akan menjabarkan sedikit mengenai perkembangan terkini dari aplikasi teknologi
Remote Sensing (RS) yang menjadi semakin vital dan berperan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Mulai dari monitoring kondisi terkini hutan di dunia hingga aplikasi teknologi RS di bidang kebencanaan
Monitoring Kondisi Terkini Hutan di Dunia Perubahan tutupan lahan pada hutan akan mempengaruhi banyak ekosistem yang penting, termasuk kekayaan keanekaragaman hayati, kondisi iklim global, penyimpanan karbon, dan suplai air bersih. Peneliti dari University of Maryland, Matthew Hansen et al [1] menggunakan 654.000 scenes citra Landsat dengan resolusi spasial 30 meter untuk memonitor kondisi terkini hutan di dunia untuk periode 2000 sampai 2012 . Hasilnya adalah 2,3 juta km2 hutan kini telah hilang dibandingkan dengan 800.000 km 2 hutan yang baru tumbuh. Mereka juga menemukan bahwa dalam kurun waktu 2000 hingga 2012, Brasil telah berhasil memotong laju deforestasi dari sekitar 40.000 km 2/tahun menjadi 20.000 km 2/tahun. Brasil berhasil melakukan hal ini karena dukungan kebijakan pemerintah yang diikuti dengan implementasi yang tegas di lapangan. Sebaliknya, mereka menemukan bahwa tingkat deforestasi di negara lain justru meningkat. Laju deforestasi di Indonesia meningkat menjadi dua kali lipat dari sekitar 10.000 km 2/tahun pada 2000-2003 menjadi lebih dari 20.000 km2/tahun pada tahun 2011-2012. Konsisten dengan Matthew Hansen, Ramdani dan Hino [2] juga berhasil memetakan trend perubahan lahan di Provinsi Riau, Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2012. Hasil riset mereka menunjukkan bahwa tutupan hutan hujan tropis di Riau menurun dari ~63% pada tahun 1990 menjadi ~37% pada tahun 2000-an. Pada 2012, tutupan lahan hutan hujan tropis yang tersisa hanya ~22%. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ekpansi pekebunan kelapa sawit dan industri yang berbasis kehutanan.
Pemetaan Sumber Air Bawah Tanah Cadangan air bawah tanah dalam jumlah besar telah ditemukan di Turkana, salah satu wilayah paling kering dan miskin di Kenya [3]. Dalam upaya untuk mengidentifikasi pasokan air untuk memerangi kekeringan dan kelangkaan air untuk 2 juta orang yang tinggal di wilayah itu, Radar Technologies International (RTI) melakukan survei air bawah tanah untuk Pemerintah Kenya atas nama PBB. Aquifer terdeteksi dengan Sistem WATEX , RTI–state-of-the–art sebuah teknologi eksplorasi sumber daya alam berbasis spatial.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
4
(Peta Perubahan Tutupan Hutan di Kalimantan, Indonesia. Warna merah menunjukkan hutan yang hilang, warna hijau menunjukkan hutan yang tidak berubah atau tetap, warna magenta menunjukkan hutan yang hilang dan bertambah, dan warna biru menunjukkan hutan yang bertambah. Peta online dapat diakses di url: http://goo.gl/jU5vOj) Studi RTI menemukan bahwa Turkana menyimpan cadangan air bawah tanah setidaknya 250 miliar m 3, yang bersumber terutama dari curah hujan pada dataran tinggi Kenya dan Uganda yang tingkat precipitationnya sebesar 3,4 miliar m3/tahun. Temuan ini bisa meningkatkan kapasitas air Kenya yang tersedia sebesar 17 % atau hampir dua kali lipat jumlah air yang dikonsumsi oleh masyarakat Kenya saat ini. Penemuan ini tentunya akan meningkatkan mata pencaharian masyarakat Turkana di bidang pertanian, yang kini sebagian besar masyarakatnya hidup dalam kemiskinan dan memiliki akses terbatas ke air bersih.
5
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
(Peta hidrogeologi wilayah Turkana, Kenya. Sumber: Radar Technologies International (RTI)) Pada analisa pemetaan sumber air bawah tanah ini, citra satelit Landsat digunakan untuk menganalisa kondisi vegetasi, kondisi air permukaan, serta untuk memetakan kondisi geologi dasar. Radar band C kemudian digunakan untuk memetakan kondisi topografi permukaan, termasuk struktur-struktur geologi seperti patahan, tanggul, dan dasar sungai yang kering yang sering menunjukkan water potential. Radar band C ini sanggup memetakan kondisi hingga kedalaman sekitar 50 cm di bawah permukaan tanah. Lalu band L pada citra radar yang memiliki kemampuan untuk menembus gurun pasir (bahkan lebih dalam dari band C dikarenakan panjang gelombang sinyal microwave-nya) digunakan untuk memetakan struktur air bawah-permukaan. Radar band L ini mampu memetakan kondisi hingga kedalaman maksimum 20 meter di bawah permukaan tanah. Pada studi ini, dapat kita lihat bahwa dengan menggunakan analisa RS berbasis multi-sensor ini, kita akan mendapatkan model landscape yang utuh. Teknik yang sama juga digunakan untuk membuat peta waterpotential pada kegiatan eksplorasi minyak, gas dan mineral. Sebaliknya sebuah studi yang dilakukan di wilayah Timur Tengah menemukan penurunan jumlah air tanah di beberapa area. Voss et al [4] menggunakan pengamatan dari satelit Gravity Recovery and Climate Experiment (GRACE) untuk mengevaluasi trend penyimpanan air tanah di bagian utara-tengah Timur Tengah, termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Tigris, Eufrat, dan Iran barat, sejak Januari 2003 hingga Desember 2009. Data GRACE menunjukkan tingkat penurunan jumlah penyimpanan air yang mengkhawatirkan, yakni sekitar 27.2±0.6 mm/ tahun atau setara volume 143,6 km3. Melihat data di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa langkah penanganan yang serius amat diperlukan di wilayah tersebut agar masyarakat sekitar tidak mengalami kekeringan parah yang mengancam kehidupannya.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
6
Optimalisasi Pengelolaan Air di Wilayah Pertanian Ketersediaan air yang terbatas dan pengelolaan air secara efisien adalah tantangan utama yang dihadapi para petani di seluruh dunia. Di Afrika Selatan, air merupakan sumber daya penting yang menyebabkan terjadinya persaingan ketat antar kota, serta antara sektor industri dan pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang penting karena dapat memberikan kontribusi signifikan pada ketahanan pangan, pendapatan negara (dari ekspor produk pertanian), pekerjaan, dan penghidupan. Sebagai contoh, salah satu sektor utama di Provinsi West Cape, Afrika Selatan adalah industri anggur yang menghasilkan anggur, anggur meja (anggur siap makan), dan anggur yang dikeringkan atau kismis. Dengan bantuan teknologi RS, Klaasse dan Jarmain [5] memantau tingkat stress tanaman dan pertumbuhan tanaman secara efisien untuk mendukung pengelolaan lahan pertanian menjadi lebih baik di Provinsi West Cape, Afrika Selatan. Hasil analisa ini akan membantu mengurangi biaya tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani meningkatkan kualitas produk pertanian, serta meningkatkan efisiensi penggunaan air di wilayah tersebut.
(Actual evapotranspiration untuk tanggal 16-22 Februari 2011. Peta online dapat diakses di url: http:// www.fruitlook.co.za/portal/my-fields/) Informasi kondisi stress dan status pertumbuhan tanaman dihitung dengan metode Surface Energy Balance Algorithm (SEBAL). SEBAL adalah sebuah algoritma yang berdasarkan pada keseimbangan energi. Analisa ini membutuhkan masukan variabel-variabel lain seperti indeks vegetasi (NDVI), albedo dan suhu permukaan yang didapatkan dari analisa citra satelit observasi bumi, serta data meteorologi seperti suhu udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin. SEBAL dapat menentukan actual and potential evapotranspiration berbasis pixel. Selain evapotranspiration tanaman, produksi biomassa, defisit evapotranspiration, serta efisiensi penggunaan air juga dapat diperkirakan. Dengan kombinasi analisa ini, hasilnya dapat digunakan untuk menentukan nilai produktivitas air di sebuah wilayah.
Pada analisa ini, data yang digunakan berasal dari data citra satelit observasi bumi Huan Jing 1B (HJ-1B), Terra ASTER, Landsat 7ETM, Disaster Monitoring Constellation (DMC) dan Fengyun.
7
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Respon Cepat terhadap Bencana Topan Haiyan yang melanda Filipina pada 9 November 2013 yang lalu telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal. Kerusakan infrastruktur membuat sulit lembaga bantuan kemanusiaan dan otoritas lokal untuk mengirimkan bantuan, karena rute normal untuk menuju daerah bencana telah rusak akibat topan. Astrium menyediakan citra satelit untuk membantu upaya penyelamatan korban setelah Topan Haiyan melanda [6], citra satelit difoto pada tanggal 11 November 2013 oleh satelit Pléiades. Astrium membangun dan mengoperasikan satelit resolusi tinggi Pléiades yang kemudian menyediakan citra satelit tersebut dalam kerangka International Charter on Space and Disasters. Citra satelit resolusi tinggi ini tersedia untuk membantu tim penyelamat dan otoritas lokal dalam upaya menyelamatkan korban, dikarenakan kondisi aksesabilitas yang berubah total dari keadaan normal.
(Kota Tacloban, Filipina – Citra Satelit Pléiades . Waktu perekaman 7 Maret 2013 (kiri, sebelum typhoon) /11 November 2013 (kanan, setelah typhoon). Sumber: CNES 2013) Sementara itu Centre for Remote Imaging, Sensing and Processing (CRISP), dengan sensor WorldView 2 yang memiliki resolusi spatial 0.6 m juga menyediakan data citra satelit atas tiga area terdampak dari Topan Haiyan di Filipina, yaitu Kota Tacloban, Guiuan and Palo [7]. Respon cepat dan kemampuan mencakup area yang sangat luas merupakan salah satu keunggulan teknologi RS yang sangat bermanfaat untuk kegiatan evakuasi korban bencana alam dan pengiriman bantuan kemanusiaan pada daerah terdampak.
Teknologi yang Semakin Vital Dibutuhkan Salah satu tugas sulit yang dihadapi di masa depan dengan jumlah penduduk dunia sebanyak 7 miliar adalah bagaimana memantau area yang luas dengan sumber daya yang terbatas. Tugas ini kemudian dapat dilakukan semakin mudah berkat bantuan teknologi satelit. Penggunaan teknologi satelit adalah terobosan mutakhir karena kemampuannya untuk melacak dan merekam informasi pada luasan ratusan ribu kilometer, dengan cara yang sangat handal dan biaya yang relatif terjangkau. Perubahan iklim global menghadapkan manusia pada sebuah pilihan untuk mengelola bumi dengan tidak sendiri-sendiri melainkan dengan berkolaborasi. Kolaborasi yang dimaksud tidak hanya mencakup bidang politik tetapi juga riset dan alih teknologi. Universitas-universitas di Indonesia harus lebih tegas menunjukkan perannya dalam berkontribusi aktif dalam riset-riset internasional, yang tentunya juga berarti harus berkolaborasi dengan universitas di luar negeri. Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
8
Telah jelas bahwa akses ke data pemantauan satelit menjadi sangat penting dan vital dalam memonitor kondisi permukaan bumi. Diharapkan dengan kolaborasi yang semakin erat, maka akses data ke berbagai macam satelit observasi permukaan bumi semakin terbuka luas, terutama untuk sensor satelit dengan resolusi spatial yang tinggi. Selain contoh yang telah disebutkan di atas, aplikasi-aplikasi RS lainnya yang juga vital bagi kehidupan manusia diantaranya:
1) Pemetaan sumber daya hutan dan degradasi lahan 2) Pemantauan daerah pesisir dan pulau kecil serta kerentanannya terhadap perubahan iklim 3) Pemetaan daerah aliran sungai dan sumber daya air tanah dan permukaan 4) Analisis penurunan permukaan tanah di daerah perkotaan 5) Pemetaan daerah urban dan vegetasi urban 6) Pemetaan daerah rawan bencana 7) Pemetaan ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit 8) Pemantauan kualitas air pada aquifer 9) Analisa topografi untuk pembangunan kota tahan banjir dan tsunami
Referensi [1] http://www.sciencemag.org/content/342/6160/850.full.pdf [2] http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0070323 [3] http://www.rtiexploration.com/news/2013/9/10/rti-finds-vast-water-reserves-in-drought-pronenorthern-kenya-cradle-of-mankind [4] http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wrcr.20078/pdf [5] http://www.earthzine.org/2011/12/23/grapelook-improving-agricultural-water-management-using -satellite-earth-observation/ [6] http://www.astrium.eads.net/en/news2/astrium-provides-satellite-images-to-help-rescue-effortsfollowing-typhoon.html [7] http://www.crisp.nus.edu.sg/
Fatwa Ramdani Mahasiswa Phd Tohoku University, Sendai, Jepang
9
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Liputan Khusus
th
THE 34 ASIAN CONFERENCE ON REMOTE SENSING “BRIDGING SUSTAINABLE ASIA”
(Oleh: Iqbal Putut )
Sebuah konferensi
kegiatan ini juga dihadiri beberapa pakar yang berasal dari beberapa negara luar Asia, seperti Amerika Serikat, Belanda, Italia, dan Jerman. Sebanyak 1087 abstrak dan 811 makalah telah diikutsertakan dalam kegiatan ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 366 dipaparkan melalui sesi presentasi lisan, sedangkan sebanyak 445 dipaparkan melalui sesi poster.
internasional di bidang penginderaan jauh bertajuk ACRS 2013 telah dilaksanakan pada tanggal 20 – 24 Oktober 2013 yang lalu. Kegiatan yang sudah berlangsung untuk kali ke -34 ini diadakan di Denpasar, Bali. Kegiatan yang bertema “Bridging Sustainable Asia” ini diselenggarakan sebagai hasil kerjasama antara Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dengan Asian
Association on Remote Sensing
Topik pembahasan dalam ACRS 2013
ACRS 2013 dibuka dengan kata sambutan yang diberikan oleh Dr. Dewayani Sutrisno selaku Ketua Panitia kegiatan dan Ketua Umum MAPIN, Prof. Kohei Cho (Sekretaris AARS), Prof. Shunji Murai (AARS), dan Prof. Gusti Muhammad Hatta selaku Menteri Riset dan Teknologi. Selain itu, pada sesi pembukaan juga diisi dengan berbagai paparan yang disampaikan oleh Dr. Asep Karsidi (Kepala BIG), Drs. Bambang Tejasukmana (Kepala LAPAN), Dr. Marzan A. Iskandar (Kepala BPPT), dan Ir. Agoes Widjanarko (PU).
Seperti kegiatan konferensi pada umumnya, terdapat beberapa topik yang dibahas dalam kegiatan ini. Setiap topik dihadirkan dalam sesi/panel yang lebih kecil, dipimpin oleh dua orang ketua panel (chairman) dan dihadiri oleh beberapa peserta yang mempresentasikan hasil penelitian yang telah mereka lakukan berkaitan dengan topik tersebut.
(AARS).
Kegiatan yang menjadi salah satu konferensi penginderaan jauh terbesar di Asia ini diikuti oleh 1379 peserta yang berasal dari beberapa negara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Taiwan, Jepang, India, dan Iran. Selain itu,
ikuti adalah sebuah sesi khusus yang diprakarsai oleh Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Terdapat lima orang pembicara yang hadir dalam sesi khusus ini, antara lain: Ir. Yuyu Rahayu, M.Sc (Kemenhut) yang memaparkan materi berjudul “Indonesian
National Forest Monitoring System (NFMS).
Ahmad Basyiruddin Usman (Kemenhut) dengan paparan yang berjudul “Stratified Monitoring and Assessment “ Dr. Projo Danoedoro (PUSPICS UGM) dengan materi yang berjudul “The Effect of
Image Compression Level on the Land-cover Classification Accuracy of ALOS-AVNIR2 Data using Pixel-based and Objectbased Approaches” Arief Wijaya (CIFOR) yang memaparkan materi berjudul “Characterizing Forest
Degradation and Assessment of Above Ground Biomass using Multiple SAR approaches: CaseStudy of Tropical Peatland Forests in Sumatera, Indonesia”
Sesi khusus Kementrian Kehutanan Sesi diskusi panel yang saya
Beberapa topik dalam kegiatan ACRS 2013 Health science
Sensor and platform
Method development processing
Environmental science
Natural resource
Hazard
Social economic science and policy
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
and
image
Education
Geographic Information System (GIS)
GPS and global navigation satellite systems
Mapping and geospatial information
10
Presenter dalam sesi panel topik Hazard 1. Damage and Loss Assessment Modeling of Agricultural Area from Lahar in Gendol Watershed, Yogyakarta, Indonesia – Iqbal Putut Ash Shidiq (UI), Putu Perdana Kusuma (UGM), Danang Sri Hadmoko (UGM) 2. Drought and Fine Fuel Moisture Code Evaluation: An Early Warning System for Forest/Land Fire by Remote Sensing Approach – Yenni Vetrita (LAPAN)
Seperti halnya kita ketahui bahwa hutan dapat menjadi elemen penting yang mengatur siklus karbon di Bumi serta berpotensi besar dalam menghasilkan sumber energi baru yang ramah
3. Web Map Application for Flood Map Management in Thailand – Suwichai Yammesri
lingkungan dalam bentuk biomasa.
4. Flood Risk Mapping Using Geospatial Technique and Hydraulic Model – Tze Huey Tam
Sesi panel topik Hazard
5. Analysis of People’s Route and Destination Choice in Evacuation using GPS Log Data – Ryo Wako 6. Public Access Flood Hazard Mapping: The Case of Brgy. Pansol, Calamba City, Philippines – Joseph C. Paquit
Salah satu sesi diskusi panel lainnya yang saya ikuti adalah sesi topik Hazard, dimana di dalamnya saya berkesempatan untuk menampilkan hasil penelitian saya terkait dengan bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 yang lalu. Dalam jadwal kegiatan, sesi diskusi panel ini seharusnya diisi oleh 10 orang presenter, akan tetapi hanya enam orang hanya yang hadir dan mempresentasikan hasil penelitiannya. Beberapa topik kebencanaan yang dipaparkan diantaranya terkait dengan bencana gunungapi, kebakaran hutan, serta banjir. Sesi khusus topik High Frequency Radar (HF Radar)
Prof. Dr. Florian Siegert (Ludwig Maximilian University of Munich) dengan paparan yang berjudul “Advanced Remote Sensing Technique for Forest
Monitoring on Local, Regional and National Level: Multi-sensor Assessment of Forest Degradation, Forest Biomass and Carbon Emission for MRV”
Sesi ini sedikit banyak membicarakan isu-isu terkait dengan perkembangan kegiatan pengawasan area hutan dan sumberdaya hutan di Indonesia saat ini, yang lebih jauh dikaitkan dengan perkembangan terkini mengenai perubahan iklim dan energi terbarukan.
11
Sesi khusus ini dipandu oleh tiga orang narasumber, yaitu Laura Pederson dari CODAR Ocean Sensor serta Dr. Hugh Roarty, dan Prof. Josh Kohut dari Coastal Ocean Observatory Lab, Rutgers University, Amerika Serikat. Pemaparan yang diberikan oleh narasumber tersebut terkait dengan penggunaan teknologi radar berfrekuensi tinggi (High Frequency Radar) untuk menjawab berbagai permasalahan khususnya di bidang oseanografi. Di Amerika Serikat, teknologi HF Radar saat ini digunakan untuk berbagai aplikasi seperti SAR, mitigasi kebocoran minyak kapal, perikanan, pemantauan arah dan kecepatan angin serta arus air laut, dan sistem peringatan dini terhadap ancaman badai di daerah pesisir pantai.
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Sebuah makalah yang berjudul “A Method to Drive Optimal
Decision Boundary in SVM for forest and non-forest Classification in Indonesia” oleh
Dr. Rokhmatuloh ikut serta dalam sesi poster. Penelitian dalam makalah ini juga dikerjakan oleh Dr. Hendri Murfi dari Departemen Matematika UI, serta Ardiansyah, asisten dosen di Departemen Geografi UI.
Departemen Geografi FMIPA UI Sebagai sebuah konferensi besar berskala internasional, kegiatan ini diikuti oleh berbagai kalangan seperti, praktisi, ilmuwan, akademisi, institusi pemerintahan, serta LSM baik lokal maupun internasional. Tak terkecuali Departemen Geografi FMIPA UI sebagai salah satu institusi pendidikan yang mempunyai kompetensi dalam bidang penginderaan jauh, turun ikut serta dan berkontribusi dalam kegiatan ACRS kali ini. Bentuk keikutsertaan Departemen Geografi UI antara lain dalam bentuk makalah yang dipresentasikan dalam sesi poster serta sebuah paparan singkat tentang kegiatan penelitian yang dipresentasikan dalam sesi diskusi panel.
Dalam kesempatan yang berlainan, Departemen Geografi UI juga turut serta dalam sesi diskusi panel bertajuk “Use
Aerial Imageries and Remote Sensing Data in Collaborative Mapping for Developing Detailed Spatial Planning in Disaster Prone Area”. Dalam kegiatan
tersebut Departemen Geografi UI yang diwakili oleh saudara Jarot Mulyo memaparkan tentang hasil kegiatan pemetaan banjir yang dilakukan menggunakan gabungan metode pengamatan melalui citra satelit dan pemetaan partisipatif/kolaboratif yang melibatkan masyarakat lokal di wilayah Jakarta. Selain melibatkan civitas akademik yang aktif di departemen saat ini, beberapa alumni Departemen Geografi UI juga terlihat turut serta ambil bagian dalam perhelatan ini. Beberapa alumni tersebut,
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
antara lain: Dr. Asep Karsidi, yang mendapat kehormatan sebagai salah satu keynote speaker pada sesi pembukaan. Laju Gandharum, sebagai bagian dari panitia pelaksana dan makalahnya yang berjudul
“Application of Hyperspectral Data for Discriminating Tree Species in Peatland, Central Kalimantan, Indonesia” pada sesi poster.
Anindita Diah Kusumawardhani, dengan makalahnya yang berjudul “Implementation of
Standard Operation Procedures for Participatory Mapping in Disaster” dalam sesi presentasi lisan.
Iqbal Putut Ash Shidiq, dengan makalahnya yang berjudul “Initial Results of the Spatial
Distribution of Rubber Trees in Peninsular Malaysia Using Remotely Sensed Data for Biomass Estimate” pada sesi poster, dan “Damage Assessment Modeling of Agricultural Land from Lahar in Gendol Watershed, Yogyakarta, Indonesia” dalam sesi presentasi lisan.
Indra Stevanus, dengan makalahnya yang berjudul “Rice
Crop Mapping using MultiTemporal MODIS Imagery in Northern Part of West Java Province, Indonesia” dalam sesi poster.
12
Penutupan Kegiatan ini ditutup dengan paparan dari ketua panitia kegiatan yang menginformasikan data dan statistik terkait dengan kegiatan tersebut. Pada acara penutupan dilakukan juga peresmian tuan rumah penyelenggaraan ACRS berikutnya. Nay Pyi Taw di Myanmar telah diresmikan untuk menjadi tempat penyelenggaraan ACRS ke-35 pada 27 hingga 31 Oktober tahun 2014 yang akan datang. IPA
13
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Opini
Sekilas Background Study Kawasan Khusus dan Perbatasan, dalam rangka merumuskan arah dan kebijakan pembangunan 2015-2019. (Oleh:Osmar Shalih) Permasalahan Kawasan Perbatasan Negara, identik dengan kondisi keterbatasan pelayanan infrastruktur, tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah, serta adanya ancaman pertahanan, keamanan dan kedaulatan NKRI, menyadarkan kita akan konsekuensi dari pada pembangunan kawasan perbatasan masih bersifat sektoral (fragmented) maupun secara parsial selama ini.
Negara.
Pada tahun 2013 ini, Bappenas dan BNPP melakukan Background Study bidang kawasan perbatasan, sebagai langkah awal dalam rangka penyusunan rancangan RPJMN 2015-2019, serta pengembangan suatu konsepsi pembangunan kawasan perbatasan negara yang berbasis kewilayahan dan keterpaduan lintas sektor. Hal ini sebagai upaya mengarusutaPemerintah tentunya telah melakukan berbagai upaya makan pembangunan kawasan perbatasan ke dalam untuk mengurus kawasan ini, mulai dari mengatur kebijakan pemerintah. ruang dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dengan labelnya sebagai “Kawasan Strategis Nasional”, UU 43/2008 tentang Wilayah Negara mengatur Undang-undang 43/2008 tentang wilayah Negara, dan menegaskan kedaulatan Negara, serta diben- mengamanatkan bahwa “Bagian dari Wilayah Negara tuklah suatu Badan Pengelola Perbatasan secara khu- yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilasus untuk dimaksudkan agar pengelolaan dan pem- yah Indonesia dengan negara lain. bangunan perbatasan dapat lebih fokus, sinkron, dan Dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan terkoordinasi, melalui Perpres 12 tahun 2010, tentang Perbatasan berada di Kecamatan” (UU 43/2008 ttg pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Wilayah Negara) , yang selanjutnya digunakan oleh (BNPP). BNPP sebagai unit penganganan perbatasan (Lokasi Prioritas-Lokpri). Prof.Hasan Djalal pun mengkritik dalam Forum Tenaga Ahli BNPP mengatakan, “ Secara
substansial, UU 43/2008, terkait unit lokasi prioritas penanganan tersebut sangat bernuansa darat”.
Namun, ada yang berpendapat, “apa sulitnya membangun 111 kecamatan saja?”. “Dari logika anggaran, tentunya anggaran belanja Negara pasti cukup .” Setidaknya argumen itu yang muncul dari berbagai pengamat.
(Sekolah Perbatasan dan Tapal Batas RI-Malaysia “Potret Beranda Depan Negara” (Kab.Sintang, Kalbar 2013))
Bappenas (2013) sendiri telah menyadari bahwa selama pembangunan jangka menengah 2010-2014, bahwa tidak mudah men”drive” sektor untuk masuk kawasan perbatasan. Setidaknya ada 3 (tiga) hal utama yang membuat sektor-sektor sulit digerakan masuk ke kawasan, yaitu:
Namun, sampai dengan saat ini, kawasan ini masih a. Kendala cukup signifikan yakni, belum selesainya RTR Kawasan Perbatasan. Saat ini, telah disusun menyimpan berbagai permasalahan, seperti isu lintas draft RTR Kawasan Perbatasan (saat ini, 5 (lima) batas Negara yang berpotensi mengancam dan merudraft raperpres, dari 9 (sembilan) kawasan pergikan Negara, ketertinggalan dari segi ekonomi, batasan yang ada. keterisolasian wilayah karena minim infrastruktur, dan masalah lain yang menjadi ancaman bagi kedaulatan
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
14
b. Koordinasi menjadi masalah klasik yang tidak muyang spesifik wilayahà ekonomi, sosial, budaya, keadah untuk diimplementasikan, sementara ego manan. sektoral merupakan penyebab utama pemBappenas sendiri sampai dengan saat ini, mencoba bangunan kawasan sulit tercapai. Upaya yang dilakukan yaitu memerlukan upaya secara sistematik untuk mengubah pola pikir dan pola kerja yang lebih bersifat kawasan (regional approach). c. Kendala utama juga dikarenakan BNPP lahir ditengah-tengah pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L, sehingga kesulitan mengubah sasaran untuk diarahkan secara spesifik ke Lokpri (Lokasi prioritas) perbatasan. Bahkan lebih jauh, Asdep Tata Ruang BNPP (2013), menyebutkan bahwa “Membangun kawasan perbatasan, tidak menarik, karena sistem politik kita Sistem
politik yang mengakomodir One Mas-One Vote (1 orang - 1 suara) maka Pembangunan politik juga cenderung mengarah ke Jawa-Sumatera-Bali. Cost yang mahal dan minimnya penduduk”. Direktorat Kawasan khusus dan daerah tertinggal bersama BNPP, pada tanggal 3 September 2013, mencoba melakukan proses teknokratik dengan menyusun diskusi sekuensial terhadap bidang kawasan perbatasan Negara. Dalam diskusi yang diadakan mengundang beberapa Kementerian/Lembaga dan akademisi, setidaknya merumuskan 5 (lima) poin utama yang dihasilkan sebagaimana berikut:
1)Perlu Identifikasi Toning kebijakan: Seperti misalnya, Potitioning hubungan Indonesia-Malaysia sebagai ruh/spirit à menandingi (mengungguli), mengimbangi (komplementer), atau melayani (buruh, konsumen). (Prof.Bambang Laksmono)
(Diskusi FGD Backgroudstudy Kawasan Perbatasan, 3 September, Hotel Acacia) menyusun rancangan awal bagaimana membangun konektivitas, karena didiagnosa, bahwa permasalahan utama dari kawasan tersebut adalah keterisolasian wilayah. Infrastruktur jalan, energi, telekomunikasi, tranportasi yang sangat minim ini, didorong untuk membuka keterisolasian. Negara tetangga, dan Pusat-pusat pertumbuhan di-
2)Memperkuat basis kawasan (kecamatan terluar/ Lokpri) sesuai spesifikasi tiap perabatasan, dan bukan ego sektoral, saatnya menggerakkan sektor secara terpadu à Dengan Instrumen Reninduk Nasional dan Rencana Induk Lokpri 3)Memperkuat kapasitas kelembagaan BNPP dan Badan Perbatasan Daerah sebagai “derijen” untuk menggerakkan K/L dan SKPD dalam membangun kawasan perbatasan. 4)Merevitalisasi peran Negara, swasta, masyarakat, dan akademisi/universitas dalam kerangka kerjasama yang produktif.
(Identifikasi Arah Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara (Bappenas, 2013)) jadikan “orientasi”, mengikuti market driven kemana kawasan perbatasan tersebut dibangun. Sebagaimana contoh, berikut identifikasi gambaran orientasi masingmasing kawasan perbatasan:
Tentunya tetap memperhatikan Potensi dan “kultur” 5)Agar segera didisain kerjasama dan perencanaan interaksi yang telah ada selama ini. pembangunan lintas Negara (crossborder planning)
15
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Selain, itu Bappenas juga mencoba mendisain, bagaimana menghubungkan perbatasan dengan konsep pusat-pusat pertumbuhan, seperti Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dalam koridor MP3EI, sebagaimana berikut.
(Membangun Konektivitas Daerah tertinggal-Perbatasan-Kapetdan KE (Bappenas, 2013)) Akhir kata, penulis ingin mencoba berdiskusi terhadap rancangan arah dan kebijakan pembangunan perbatasan yang telah coba disusun sebagaimana berikut:
6.Penegasan batas wilayah negara pada wilayah OBP (Outstanding Border Problem), unresolved/ unsurvey di darat, dan batas maritim (teritorial, ZEE, dan kontinen);
Kebijakan:
7.Meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan darat dan perbatasan laut untuk mendukung daya saing perbatasan.
“Menciptakan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara dan pintu gerbang internasional ke negara tetangga dengan memadukan pendekatan pembangunan terpadu antara pendekatan pertahanBesar harapan penulis, untuk rekan-rekan pemerhati an keamanan, kesejahteraan, lingkungan”
Kawasan Perbatasan, maupun rekan-rekan Geografi menuangkan pemikiran terhadap pembangunan kawasan perbatasan Negara, demi terwujudnya kese1.Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan per- jahteraan masyarakat, serta kedaulatan Negara.
Strategi:
batasan (PKSN) dengan basis sumber daya Masukan dapat di email ke: unggulan dan kearifan lokal.
2.Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan IPTEK (spesifik perbatasan dan pulaupulau kecil terluar)
[email protected]
3.Memantapkan konektivitas lokpri terhadap transportasi, energi, telekomunikasi, air bersih, dan penetapan detail tata ruang;
Salam Geospasial, OS
4.Menyiapkan regulasi dan kerjasama perdagangan antar negara guna mendorong pertumbuhan ekonomi lokal (keunggulan komparatif), serta menetapkan bersama pintu-pintu utama lintas batas dan menyediakan sarana dan prasarana CIQS (Costum, Imigration, Quarantine, Security) terpadu/satu pintu; 5.Memperkuat peran koordinasi kelembagaan pusat dan daerah dalam menterpadukan program pengelolaan batas wilayah dan pengembangan kawasan perbatasan; Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
16
Topik Khusus DIENG, 2013/20/11 12:30 Dieng, sebuah tempat di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Bajarnegara. Dahulu kala, dataran tinggi Dieng menjadi tempat pertapaan di masa lampau di tanah jawa. Suasana hening dan tenang menyelimuti diantara halimun yang terus bergerak menambah suasana sakral di kompleks candi yang ada di kawasan wisata Dieng. Jam menunjukkan pukul 12 Siang, namun hawa dingin terasa sampai harus mengenakan jaket agar tubuh terasa hangat dan nyaman berada di dataran tinggi Dieng. Saat ini dataran tinggi Dieng sudah berubah dengan beralih fungsinya kawasan lindung menjadi kawasan budidaya tanaman, terutama tanaman kentang yang terkenal dari Dieng. Sejauh mata memandang hampatan tanaman dan permukiman tempat penduduk tinggal menjadi suatu pemandangan yang sangat kontras dengan kondisi awal sebagai tempat pertapaan yang sangat sunyi dan religious agama Hindu yang tergantikan dengan agama Islam. Kumandang Adzan silih berganti sejak waktu dzuhur hingga magrib di kawasan sekiar Dieng
Intensifikasi yang sangat tinggi bisa digambarkan sebagaimana usaha para petani dalam upaya mencukupi ketersediaan air, menyebabkan petani harus mendatangkan air dengan mobil truk atau disalurkan melalui pipa-pipa panjang dari danau/situ/ talaga didekat candi. Hal ini diupayakan oleh petani agar senantiasa tanaman kentang bisa disiram untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman kentang.
17
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Catatan pertama, kondisi Dieng saat ini adalah adanya kerusakan lahan karena kondisi lereng yang tidak sesuai bagi tanah pertanian. Kondisi lereng yang terjal seharusnya ditanami oleh tanaman keras (berhutan) namun diubah menjadi lahan pertanian kentang, Hal ini menyebabkan tanah-tanah penutup atas mudah sekali terkena hujan dan luruh bersama air menuju sungai. Artinya sejalan dengan waktu, maka tanah akan tergerus dan lama kelamaan akan hilang dari permukaan. Hal ini diperkuat dengan adanya tumpukan sedimen di sungai-sungai akibat erosi tanah yang terjadi di dataran tinggi Dieng. Catatan kedua, yang menarik adalah kondisi hiasan/relief candi yang entah disengaja atau tidak, faktanya adalah relief yang ada pada candi tidak sempurna, seperti terlihat dibeberapa candi yang reliefnya sudah sangat tidak utuh atau saat pemasangan tidak dengan relief yang ada.
Catatan ketiga, Dataran Tinggi Dieng menjadi tempat favorit bagi Dept Geografi untuk menjadi tempat lokasi kuliah lapang. Sayang tidak ada data yang pasti, namun kurun waktu 1990-an, 2009 dan 2013 telah kembali menjadi pilihan mahasiswa untuk tempat kuliah lapang mereka. Semoga, Dataran tinggi Dieng, sebagai tempat wisata bisa terus terjaga keberlangsungannya, agar kelak fakta sejarah kondisi tanah jawa dan Indonesia bisa terus dinikmati dan dipelajari, dan semoga dataran tinggi Dieng kembali menjadi hijau oleh tanaman hutan, sebagai sumber resapan air bagi keberlangsungan makhluk hidup disekitarnya. (awe)
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
18
Topik Khusus Sebotol Air Mineral di Arab Saudi (Oleh: Kuswantoro bin Marko*)
A rab Saudi merupakan salah satu negara termiskin akan ketersediaan sumber daya airnya. Sebagian besar bentang alamnya berupa padang pasir yang tandus dan sebagian permukaan lainnya berupa batuan keras yang sulit ditembus oleh air maupun vegetasi. Iklimnya sangat kering (arid). Curah hujan rata-rata tahunannya hanya 90 mm dan jumlah hari hujannya kurang dari 20 hari dalam setahun [1].
Pihak kerajaan hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan haji tahunan. Namun pada saat terjadinya kemunduran ekonomi global (Great Depression), jumlah jamaah haji mengalami penurunan secara drastis. Hal itu berimplikasi pada pendapatan kerajaan. Berbagai upaya dilakukan guna menemukan minyak bumi di tanah Arab Saudi. Hingga akhirnya pada tahun 1938 minyak bumi berhasil ditemukan pertama kalinya di Kota Dammam [6]. Kesejahteraan masyarakat Arab Saudi berangsurangsur meningkat. Sarana dan prasarana mulai dibangun. Pendidikan generasi mudanya mulai diperhatikan bahkan kini sudah bertaraf internasional. Suplai listrik tak ada matinya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah kebutuhan air bersihnya mampu dipenuhi.
Gambar 1. (Citra satelit Ikonos Arab Saudi. Gurun pasir membentang luas di bagian tengah hingga ke timur, dan bagian barat berupa perbukitan.) Untuk memenuhi kebutuhan airnya, masyarakat Arab Saudi mengandalkan air tanah (groundwater). Tercatat bahwa sekitar 80-90% air tanah diambil, baik melalui sumur konvensional maupun pemompaan [2]. Selain itu pula tercatat bahwa cadangan air tanahnya sekitar 2259 miliar meter kubik [3], sedangkan volume air tanah yang dapat diperbaharukan (renewable) atau aquifer dangkal hanya berkisar antara 5000-8000 juta meter kubik [4]. Namun apabila masyarakat secara terus-menerus mengambil air dari dalam tanah, maka diprediksi akan habis dalam jangka waktu 25 tahun ke depan. Terlebih dengan semakin meningkatnya aktivitas pertanian yang telah berdampak pada semakin besarnya konsumsi air sekitar 84 % dari keseluruhan [5].
(Gambar 2. Stasiun Desalinasi terbesar di dunia Ras Al-Khair di Arab Saudi.) (Sumber: http://www.aeconline.ae)
Tak ada rotan akar pun jadi. Begitulah kata pepatah. Ternyata Arab Saudi mampu menyulap air laut yang asin menjadi air yang bisa diminum. Tepat pada tahun 1969, stasiun penyulingan air laut (desalinasi) berhasil didirikan *7+. Kini jumlah stasiun desalinasi sudah sebanyak 36 stasiun, dimana stasiun Ras Al-Khair saat ini akan menjadi stasiun desalinasi terbesar di dunia. Stasiun tersebut akan mampu menghasilkan setengah dari air desalinasi Arab Saudi. Total produksi air desalinasi yang dihasilkan tiap harinya rataSebelum ditemukan minyak bumi, kehidupan masyara- rata sebesar 3.3 juta meter kubik, sehingga per tahun bisa kat Arab Saudi tak senikmat seperti sekarang ini. mencapai 1.2 miliar meter kubik. Berdasarkan informasi
19
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
terkini, target di tahun 2015 total produksi air desalinasi akan bisa mencapai 1.83 miliar meter kubik. Tentunya anggaran biaya yang mesti disiapkan semakin besar, diperkirakan bisa mencapai 865 milyar riyal atau setara dengan 324.3 milyar dolar AS atau sekitar 3,892.5 triliun rupiah [5]. Wow, angka yang fantastis!! Dalam setiap produksi 20,000 meter kubik air, biaya per meter kubik-nya sebesar 12 riyal atau 3.2 dolar AS. Namun tarif yang dikenakan kepada masyarakat hanya sebesar 0.12 riyal atau 0.03 dolar AS tiap meter kubik air, atau sekitar 360 rupiah. Luar biasa murahnya, bukan! Suatu ketika saya berbelanja di warung kecil pinggir jalan, lalu bertanya,
”a’tini moyah wahid ya habibi. Kam fulus?” Penjualnya seraya menjawab,
(Gambar 3.Contoh sebotol air mineral 600 ml yang dijual di pasaran Arab Saud) (Sumber: www.panda.com.sa)
“Biriyal ya sodik” Maka tak heran, kalau harga sebotol air mineral 600 mL hanya satu riyal saja atau setara dengan 3000 rupiah.
Hemm..Kok harganya hampir sama dengan Indonesia ya?? .
Penulis adalah Master lulusan Universitas King Abdulaziz (KAU) Jeddah, bidang Hydrologi dan Pengelolaan Sumber Daya Air, sekaligus peneliti di Water Research Center KAU
Referensi: *1+ http://www.riyadh.climatemps.com/precipitation.php diakses pada 9 Desember 2013 *2+ Al-Salamah IS, Ghazaw YM, Ghumman AR. 2011. Groundwater modeling of Saq Aquifer in Buraydah, Al Qassim for better water management strategies. Environ. Monit. Assess., 173: 851–860 *3+ Abderrahman WA, Al-Harazin IM. 2008. Assessment of climate changes on water resources in the Kingdom of Saudi Arabia. GCC Environment and Sustainable Development Symposium, 28–30 January 2008, Dhahran, Saudi Arabia, D-1 -1 – D-1-13 *4+ JCC-Jeddah Regional Climate Center. 2012. Assessment of climate change on water resources in Kingdom of Saudi Arabia. First National Communication Water Resources. http://jrcc.sa/ First_National_Communication_Water_Resources.php. Accessed on 1 Oct. 2012 Kingdom of Saudi Arabia Standard (KSA). 2003. General presidency of meteorology and environment *5+ http://www.aawsat.net/2013/07/article55308131 diakses pada 9 Desember 2013 *6+ http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_the_oil_industry_in_Saudi_Arabia diakses pada 9 Desember 2013. *7+ http://www.sawea.org/pdf/waterarabia2013/Session_A/ Desalination_In_Saudi_Arabia_An_Overview1_Dr_Nada.pdf diakses pada 9 Desember 2013 Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
20
Liputan Khusus Penyusunan Kajian Mitigasi dan Adaptasi Bencana Banjir dan Kekeringan di Provinsi Banten dan Lampung kerjasama Kemenkokesra RI, Friedrich Ebert Stiftung (FES) Jerman dan PPGT UI (Oleh Ahmad Munir) Fullday Meeting pembahasan hasil kerja kajian untuk krasi, pendidikan dan politik. Kajian mengenai isu pemitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah dilangsungkan di Ruang Rapat Lantai 7 Gedung Perpustakaan Pusat UI pada Jumat, 20 Desember 2013. Hadir perwakilan dari Kemenkokesra Ibu Mustikorini Idrijatiningrum (Kepala Bagian Adaptasi Perubahan Iklim, Kemenkokesra RI), perwakilan dari Friedrich Ebert Stiftung (FES) Ibu Artanti Wardhani, juga hadir selaku kepala pelaksana kegiatan Dr, rer. nat. Eko Kusratmoko, MS (Ketua Departemen Geografi FMIPA UI).
rubahan iklim baru ahir-ahir ini dikembangkan oleh kantor pusat FES di Jerman. Megingat perubahan iklim telah banyak menimbulkan kerugian bagi warga dunia, maka dampak perubahan iklim harus diminimalkan. Itu misi yang diemban FES saat ini.
Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko, MS selaku kepala pelaksana kegiatan menjelaskan bahwa telah dilakukan tahap pekerjaan berupa 1). Diskusi tenaga ahli dan pendukung (diskusi sistimatika kajian & diskripsi Perwakilan dari Kemenkokesra RI, Ibu Mustikorini Inkerja, diskusi materi dan pengumpulan data iklim dan
Gambar 1: Sambutan Kepala Pelaksana Kegiatan Dr. rer. nat Eko Kusratmoko, MS (Ketua Departemen Geografi FMIPA UI)
drajatingrum mengungkapkan :
Gambar 2: Sambutan Kemenkokesra RI oleh Mustikorini Indrajatiningrum bersama Ibu Arthati Wardhani (FES)
Gambar 3: Suasana rapat dan diskusi
literature) 2). Pengolahan data dan kajian literature
3). Penyusunan tulisan 4). Diskusi penyelarasan akhir. 1) Kajian dampak perubahan iklim dimaksudkan bagi Selanjutnya akan dilakukan finalisasi laporan kajian. kesejahteraan rakyat dan inventarisasi kearifan Semua tahap pekerjaan telah dilakukan secara optimal lokal. dengan menggunakan data, kegiatan kajian dan studi penulisan. Menurutnya, masih terdapat kendala dalam 2) Memfasilitasi training untuk melatih kemampuan tahap pengumpulan data yang bersumber dari instanantisipasi dan adapasi perubahan iklim dalam si, mengingat data iklim di Indonesia yang bisa dianrangka mempertahankan/peningkatkan tingkat dalkan hanya sekitar 10 tahun terahir. kesejahteraan rakyat. 3) Kajian diharapkan sebagai masukan bagi pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan Kelangsungan Rapat dan Diskusi dampak perubahan iklim termasuk banjir dan Drs. Djamang Loediro, M. Si selaku dosen Mata Kuliah kekeringan bagi kesejahteraan rakyat dan pemGeografi Regional Indonesia memberikan masukan bangunan berkelanjutan. bahwa gagasan kajian mengenai dampak perubahan Perwakilan dari FES, Ibu Arthanti Wardhani menjelas- iklim harus ditanggapi serius, seiring dengan peranan kan selama ini FES lebih konsen pada kajian demo- Indonesia di dunia internasional yang makin strategis.
21
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Jika tidak ditanggapi serius justru akan melemahkan Indonesia dalam peranannya di dunia internasional. Kajian mitigasi dan adaptasi banjir dan kekeringan di 10 provinsi yang digagas FES sebagai role model pengembangan kajian iklim di Indonesia, menurutnya sudah merupakan pilihan tepat. Menurutnya pemilihan Provinsi Banten dan Jawa Timur menjadi tepat karena memiliki karakteristik iklim yang berbeda dan mendasar. Sedangkan Dr. Djoko Harmantyo, MS menjelaskan bahwa selama ini kajian mengenai perubahan iklim tidak menyentuh langsung masyarakat kelas bawah. Seharusnya kajian-kajian iklim harus bisa langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sekaligus inputnya bisa langsung digunakan masyarakat sekaligus dipahami masyarakat sebagai sesuatu yang penting.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
Turut hadir dalam rapat dan diskusi antara lain: Dr. Triarko Nurlambang (kepala PPGT UI), Dr. Tito Latief Indra, Hafid Setiadi, MT, Drs. Sobirin, M. Si, Nurul Sri Rahaningtyas, M. Si, Dwi Nur Cahyadi, Ratri Candra Rastuti, Satria Indratmoko, Ahmad Munir, Yuli Nuraini, Pranda Mulya, Shiva Amira dan Randi Atiqi. Riset bertemakan cuaca dan iklim di Indonesia memang penting, mengingat Indonesia menjadi salah satu negara yang paling berkepentingan terhadap pemanfaatan hasil riset tersebut. Beberapa tahun terahir, berbagai wilayah di Indonesia dilanda bencanabencana yang disebabkan oleh kondisi iklim. Ke depan dampak perubahan iklim harus diminimalkan dengan memberikan pemahaman mengenai perubahan iklim yang mendasar, hingga ke lapis masyarakat bawah.
22
Liputan Khusus GERAKAN NASIONAL SADAR PERUBAHAN IKLIM (GERNASARI) (Oleh Pusat Penelitian Geografi Terapan) Latar Belakang Berdasarkan pertimbangan kondisi geografis, topografi, dan iklim, Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap dampak dari fenomena perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah mulai dirasakan di Indonesia dalam satu abad terakhir. Pada umumnya berbagai negara di kawasan Asia mengalami kenaikan rata-rata suhu permukaan 1-3°C dalam satu abad terakhir. Di Indonesia, efek pemanasan global dapat ditengarai dari kecenderungan kenaikan temperatur dan kelembaban relatif di seluruh kawasan Indonesia. Selain itu, perubahan iklim dapat terdeteksi dari perubahan curah hujan yang terkait dengan frekuensi kejadian cuaca dan iklim ekstrim selama periode 1981 sampai dengan 2007 (DNPI, 2010).
untuk lebih siap, tahan, dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Saat ini sudah banyak program dan kegiatan yang dilakukan baik di tingkat Pusat maupun di Daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan baik untuk mengurangi tingkat emisi maupun untuk mengantisipasi serta beradaptasi dengan perubahan iklim. Semua program tesebut diharapkan akan terus bergulir dan saling bersinergi satu sama lain sehingga menciptakan masyarakat yang tangguh sekaligus sejahtera.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada tahun 2013 menyusun program terpadu Gerakan Nasional Sadar Perubahan Iklim (GERNASARI) yang dimaksudkan dalam rangka mendorong Pemerintah Kajian Tim Indonesia Climate Change Sectoral Daerah (khususnya kabupaten/kota) untuk berpacu Roadmap(ICCSR) yang dikeluarkan oleh Badan melaksanakan program dan kegiatan mitigasi dan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adaptasi perubahan iklim. GERNASARI akan mengemukakan bahwa temperatur permukaan di difokuskan pada upaya penilaian dan penganugerahan Indonesia selama abad 20 mengalami kenaikan penghargaan serta apresiasi dari Pemerintah Pusat sebesar 0,5°C (ICCSR, 2009). Adapun untuk curah atas aksi nyata Pemerintah Daerah untuk hujan, kajian tim ICCSR menunjukkanhasil yang mensejahterakan rakyat dalam kondisi iklim yang bervariasi untuk setiap kawasan dan kepulauan berubah. Program GERNASARI rencananya akan diIndonesia pada periode 2010-2050 dan 2070-2100, diluncurkan pada tahun 2014. Penghargaan dan dengan kecenderungan kenaikan curah hujan pada apresiasi diberikan berdasarkan penilaian capaian bulan-bulan basah, dan penurunan pada bulan-bulan kinerja Pemerintah Daerah pada periode tahun transisi. sebelumnya. Melalui kerjasama antara Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Salah satu dampak peningkatan laju pemanasan global Kementerian Keuangan dan kementerian teknis terkait, adalah kenaikan permukaan air laut, sebagai akibat diharapkan program ini dapat menggulirkan insentif meluruhnya lapisan es di kutub. Dari hasil kajian dan daerah sebagai wujud apresiasi untuk Pemerintah pengamatan, Indonesia akan mengalami kenaikan Daerah yang berprestasi dalam penanganan permukaan air laut 0,6-0,8 cm per tahun(ICCSR, perubahan iklim. 2009). Dengan ribuan pulau kecil, serta ribuan kilometer kawasan pesisir, diperkirakan Indonesia Tujuan akan kehilangan wilayah daratan yang cukup signifikan Adapun tujuan penyusunan laporan antara Program sebagai dampak kenaikan muka air laut. Kenaikan ini, Gerakan Nasional Sadar Perubahan Iklim ditambah dengan faktor penurunan tanah, akan (GERNASARI) Tahun Anggaran 2013 ini adalah untuk: berdampak pada intrusi air laut dan genangan air pada kota-kota besar Indonesia, khususnya yang terletak di 1) Menghasilkan kebijakan bagi penyelenggaraan program dan kegiatan Gerakan Nasional Sadar pesisir Jawa bagian utara, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Untuk menghadapi perubahan iklim Perubahan Iklim (GERNASARI); beserta dampaknya, Pemerintah Indonesia perlu 2) Menyusun modul yang akan digunakan dalam uji segera mengintegrasikan aspek mitigasi dan adaptasi coba untuk menilai kapasitas Pemerintah Daerah perubahan iklim ke dalam program-program (Kabupaten/Kota) dalam menjalankan tugas pembangunan nasional. Masyarakat harus dikondisikan pokok dan fungsinya yang memberikan dampak positif terhadap berbagai gejala perubahan iklim ICCSR (2010): Basis Saintifik: Analisa Proyeksi Suhu dan Curah Hujan,Bappenas, Jakarta.
23
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
serta dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan.
DOKUMENTASI KEGIATAN
1.INDEPTH INTERVIEW DENGAN KEMENTERIAN Ruang Lingkup Kegiatan
DAN LEMBAGA TERKAIT
Kegiatan penyusunan kebijakan dan modul Program GERNASARI terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, yakni: 1. Wawancara mendalam (indepth interview). Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada beberapa narasumber dari kementerian dan lembaga yang terkait dengan kegiatan GERNASARI yakni Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Keuangan (Pusat Kajian Pembiayaan Perubahan Iklim dan MutilateralBadan Kebijakan Fiskal/BKF), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan; 2.
Focus Group Discussion (FGD), yang melibatkan wakil dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal/BKF), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), dan wakil lembaga independen World Food Program (WFP);
3. Pertemuan Koordinasi, yang merupakan media koordinasi antara Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan Kementerian Keuangan untuk membahas mekanisme dan 2.FOCUS GROUP DISCUSSION DENGAN indikator penilaian GERNASARI terkait dengan KEMENTERIAN DAN LEMBAGA TERKAIT rencana pemberian insentif kepada kabupaten dan kota yang menjadi pemenang penghargaan GERNASARI; 4. Workshop penyusunan modul yang melibatkan narasumber dan pemangku kepentingan antara lain dari internal Kemenko Kesra serta BKFKementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali; 5. Rapat persiapan simulasi/uji coba; 6. Seminar hasil sebagai sosialisasi awal GERNASARI. Hasil wawancara mendalam, FGD, pertemuan koordinasi, workshop, dan rapat persiapan simulasi tersebut akan menjadi bahan untuk menyusun kebijakan dan mekanisme pemberian penghargaan GERNASARI serta menyusun Modul Penilaian GERNASARI.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
24
3.UJI COBA MODUL PERANGKAT PENILAIAN GERAKAN NASIONAL SADAR PERUBAHAN IKLIM (GERNASARI) A. UJI COBA MODUL PERANGKAT PENILAIAN GERNASARI DI BAPPEDA PROVINSI JAWA TIMUR
PADA 11 NOVEMBER 2013
25
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
B. UJI COBA MODUL PERANGKAT PENILAIAN GERNASARI DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SURABAYA PADA 12 NOVEMBER 2013
C. UJI COBA MODUL PERANGKAT PENILAIAN GERNASARI DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA PADA 13 NOVEMBER 2013
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
26
Liputan Khusus HIBAH PUSAT RISET UNGGULAN UNIVERSITAS INDONESIA “PENGUATAN KELEMBAGAAN MELALUI LOKAKARYA & PENELITIAN” (Oleh Pusat Peneltian Geografi Terapan) Latar Belakang Sesuai dengan peta jalan (road map) yang dimiliki, keunggulan utama PPGT adalah sebagai pusat penelitian multidisiplin dengan keunggulan metode analisis spasial berbasis pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografi. Beberapa penelitian yang dilakukan pada tiga tahun terakhir mengunggulkan issue perubahan iklim, baik pada skala regional, nasional maupun lokal. Issue tersebut diteliti dan dikembangkan sebagai bagian dari pengabdian masyarakat dalam lingkup kerentanan, adaptasi, maupun keteranjalannya. Ruang terbuka sebagai bagian dari penelitian di PPGT sudah beberapa tahun terakhir ini dilakukan. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa ruang terbuka merupakan salah satu substansi penelitian yang tidak dapat dilakukan secara monodisiplin. Dibutuhkan berbagai pendekatan dan pengetahuan dari berbagai ilmu lain agar ruang terbuka memberikan manfaat optimal baik kepada manusia, maupun bagi keberlanjutan alam. Jalur pejalan kaki sebagai salah satu bentuk ruang terbuka memiliki fungsi sebagai prasarana transportasi sekaligus sebagai media komunikasi dan interaksi sosial bagi penggunanya, terutama di Indonesia. Tim penelitian dari Pusat Studi Jepang (Jachrizal Soemabrata, Susy Aisyah Nataliwati, Citra Wardhani, dan Rohmiati) pada tahun 2013 ini mendapatkan Hibah Penelitian Riset Madya dengan judul “Kebutuhan akan Standar Pengukuran bagi Kota Tropis: Tingkah Laku dan Persepsi Pejalan Kaki terhadap Fasilitas pada Pengukuran Walkability”. Penelitian yang sedang berjalan tersebut diharapkan bisa menghasilkan publikasi pada jurnal internasional. Widyawati dari Departemen Geografi/Pusat Peneleitian Geografi Terapan FMIPA UI pada tahun 2012 memaparkan hasil penelitiannya tentang jalur pejalan kaki pada konferensi internasional di Singapura, dengan judul “Sidewalks Function as Urban Life Symbols, A case in Jalan Margonda Raya, Depok City, Indonesia”. Ke dua kegiatan tersebut menjadi dasar dan latar belakang disusunnya kegiatan penelitian yang diusulkan pada proposal ini. Pada ke dua kegiatan tersebut di atas terasa bahwa pengolahan dan analisis data membutuhkan pendekatan multidisiplin yang sangat kuat. Selain pendekatan geografi sosial yang dapat meningkatkan pemaknaan pada hasil penelitian, dibutuhkan juga pemanfaatan teknologi sistem informasi geografi sebagai alat pengolahan dan analisis data. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan menguatkan kapasitas peneliti maupun lembaga penelitiannya sehingga kegiatan dapat berlangsung efisien dan berstandar internasional. Untuk itu, kami peneliti PPGT bermaksud untuk mengadakan kegiatan penelitian bersama dengan para peneliti dari Fakultas Teknik Departemen Ilmu Sipil (FT), Fakultas Psikologi (FPsi) dan Pusat Studi Jepang (PSJ). Kegiatan bersama ini mengambil tema: Ruang Publik Pejalan Kaki di Perkotaan. Selain penelitian bersama, agar penelitian ini berdampak positif pada lembaga (PPGT), disusunlah rancangan kegiatan yang merupakan faktor kunci dalam mengembangkan pusat riset, yaitu : melakukan benchmarking mengenai kelembagaan, pengelolaan dan kolaborasi riset dengan pusat riset yang memiliki fokus keilmuan yang sama,melakukan peningkatan kapasitas penliti, melakukan riset kolaborasi multidisiplin dan menyusun publikasi hasil riset. Tujuan dan Manfaat Secara umum proposal ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran pusat riset, meningkatkan peluang kolaborasi riset dengan mitra nasional dan internasional, dan meningkatkan produktifitas publikasi hasil riset. Manfaat dari kegiatan Hibah Pusat Riset Unggulan Universitas Indonesia “Penguatan Kelembagaan Melalui Lokakarya dan Penelitian” adalah meningkatkan kapasitas lembaga dan peneliti dalam manajemen penelitian.
27
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Jenis Kegiatan dan keluaran Jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan ini meliputi ; 1. Diskusi dan Evaluasi Kinerja Pengelolaan Pusat Riset Luaran dari diskusi dan evaluasi Kegiatan ini berupa benchmarking ke lembaga penelitian dengan keunggulan yang lebih dikenal di tingkat international dan memiliki jaringan kerjasama yang lebih luas dibandingkan dengan PPGT. Kinerja pengolaan pusat riset adalah pengembangan sistem dan Prosedur Operasional Baku penyusunan kegiatan riset, pengabdian masyarakat dan pelatihan di Pusat Penelitian Geografi Terapan, terutama untuk kegiatan penelitian kolaborasi dan publikasi internasional. 2
Pelatihan dan Lokakarya A. Pelatihan Metodologi Penelitian kegiatan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman peneliti terhadap metode riset untuk analisis spasial berbasis teknologi komputer. Pelatihan Metodologi Penelitian Geografi Sosial dilakukan dengan memanfaatkan Geography Information System (GIS) sebagai Metode Pengolahan dan Analisis Data Spasial. Lokakarya ini akan menggabungkan pendekatan ilmu sosial dengan informasi berbasis teknologi. Pendekatan dan metode ini akan memperkuat ilmu sosial terutama dalam penelitian yang berkaitan dengan jalur pejalan kaki dan pejalan kakinya sendiri. Luaran Pelatihan Metodologi Penelitian: a. Publikasi artikel internasional yang menggunakan GIS sebagai salah satu alat analisis dalam ilmu sosial; b. Proposal penelitian berkolaborasi internasional, dengan menggunakan GIS sebagai salah satu alat dalam analisis spasial berbasis teknologi komputer ; B. Lokakarya Manajemen Penelitian Pusat Penelitian Geografi Terapan (PPGT), dan para peneliti, belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang pengelolaan kegiatan penelitian maupun pengabdian dan pelayanan masyarakat yang efisien. Untuk meningkatkan kapasitas organisasi, salah satu kegiatan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kemampuan pengelolaan riset melalui kegiatan lokakarya manajemen penelitian. PPGT melakukan lokakarya penguatan kelembagaan riset dengan mengundang SMERU Research Institute sebagai narasumber. Sehingga, diharapkan PPGT dapat melakukan penguatan kelembagaan pusat riset dengan pengelolaan lembaga yang lebih transparan, efisien, dan efektif, serta mampu memenuhi kebutuhan untuk kolaborasi riset nasional dan internasional.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
28
C. Penelitian Bersama Penelitian bersama dilakukan oleh para peneliti PPGT dengan para peneliti dari Fakultas lain di lingkungan Universitas Indonesia, dengan judul penelitian “Pengembangan Ruang Pejalan Kaki yang Pro Pengguna: Suatu Kajian Teoretis Berbasis Multidisiplin”. Kegiatan bersama PPGT dengan peneliti dari latar belakang disiplin yang berbeda-beda (multidisiplin) ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan riset multidisiplin tentang pejalan kaki secara lebih komprehensif. Luaran kegiatan penelitian bersama ini yaitu terselenggaranya penelitian bersama sebagai bentuk penelitian multidisiplin yang dapat memanfaatkan secara optimal hasil lokakarya yang telah dilakukan dan tersusunnya artikel ilmiah untuk jurnal internasional. DOKUMENTASI RANGKAIAN KEGIATAN LAINNYA : 1. KEGIATAN BENCH MARK HIBAH INSENTIF PUSAT RISET UNGGULAN A. Pelaksanaan benchmark di Pusat Studi Bencana - UGM, dilaksanakan pada tanggal 15 November 2013 ;
(Suasana Diskusi di PSBA UGM)
(Peserta Diskusi)
B. Pelaksanaan Benchmark di National Institute of Education, NTU, dilaksanakan pada tanggal 21 November 2013
29
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
(Melihat Fasilitas Pengajaran & Penelitian di NIE)
(Diskusi dengan Narasumber di NIE) 2. PELATIHAN METODOLOGI PENELITIAN DALAM RANGKA PENGUATAN KELEMBAGAAN PUSAT RISET MELALUI LOKAKARYA DAN PENELITIAN
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
30
Topik Khusus KULINER KHAS WONOSOBO (Oleh Adi Wibowo) Wisata ke Wonosobo belum sah jika belum pernah menikmati Mie Ongklok langsung di dapurnya. Mie ini seperti layaknya Mie kuah lainnya mirip saja, hanya yang khas dari mie ini adalah saus yang terbuat dari sagu dan syarat menikmatinya harus sesaat setelah disajikan, jika telat maka sagu ini akan mengeras dan membuat tidak nyaman dalam menikmati masakan ini. Menu yang pas padu-padannya adalah Sate khas Wonosobo dengan bumbu kacang dan tak lupa terasa ada tambahan aci didalam bumbu kacang tersebut. Semoga saya tidak salah merasakan, karena saya menikmati semuanya karena lezato (Gambar 1).
jadi carica, tetapi sebaliknya kalau pohon carica dibawa ke Wonosobo, akan tidak bertahan hidup layaknya tanaman dataran tinggi tidak bisa hidup di dataran rendah. Selain menjadi minuman buah atau cocktail, menjadi selai, manisan kering, selai jam, sari buah dan juga dodol.
(Gambar 2. Tempe Kemul dan Cireng) Selain kuliner atau makanan, Wonosobo juga menjadi penghasil teh yang cukup baik untuk kualitas ekspor dari perkebunan Teh Tambi. Khusus untuk pengemar (Gambar 1. Mie Ongkok, Sate dan Air Jeruk) atau yang ingin membawa oleh-oleh dari perkebunan, silakan pilih mau pilih kualitas A, B dan C. Harga Ada juga yang menarik dari kuliner di Wonosobo, yak- perkilogramnya tentunya sesuai dengan kualitas. ni gorengan Khas yakni Tempe Kemul dan Cireng Wonosobo. Tempe kemul ini tempe yang diselumuti dengan tepung berbumbu dangan tambahan daun seledri dan bawang, rasanya sedap disantap dengan suhu dingin diwaktu hujan sambil menikmati mie ongklok disajikan. Satu lagi adalah penganan dari bahan tepung tapioca (singkong/ubi kayu) (aci= Bahasa sunda dan jawa), semacam cireng atau aci digoreng. Secara umum sama dengan cireng yang lain, hanya di Wonosobo ada nama khusus untuk makanan ini. (Gambar 2) Dieng tanpa cerita pasti bukan dieng dengan berbagai cerita sejarah dan mitos. Konon kabarnya, ada buah pepaya khas di dataran tinggi dieng, berasal dari pohon atau buah pepaya, namanya Carica. Awalnya tumbuh biasa tetapi setelah besar tumbuhan ini kecil saja, dan buahnya juga demikian tetap kecil. Kalau pohon pepaya ditanam di Wonosobo dan kemudian dibawa dan di tanam di Dieng dengan berubah men-
31
(Gambar 3. Teh dengan berbagai kualitas) Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Silakan jika ada waktu berkunjung ke Wonosobo, menikmati keindahan alam Indonesia. Hal ini bisa dimulai dari Jawa Tengah. Selamat mencoba dan menikmati. (Gambar 4)
(Gambar 4. Kabupaten Wonosobo di Propinsi Jawa Tengah)
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
32
Liputan Khusus
DAILY REPORT HASIL SURVEI LAPANG KEGIATAN KULIAH LAPANG – 2
(Oleh : Ika Prhasti Nuriana, Noer Sulisistyarini, Poppy Marlina Monica, Rahmat Zaki Iqbal) HARI PERTAMA
pihak dari Beppeda Wonosobo. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari pihak Geografi UI yang saat Kuliah kerja lapang hari pertama dilaksanakan pada itu diwakili oleh Bapak Sobirin. Dalam pemaparannya, hari Selasa, 19 November 2013. Pada hari pertama ini beliau menjelaskan mengenai alasan-alasan pemilihan semua rombongan peserta KKL 2 melakukan kunjunKabupaten Wonosobo sebagai lokasi KKL 2. Selanjutgan ke BAPPEDA Kabupaten Wonosobo. Kami nya dari pihak Beppeda yang saat itu diwakili oleh berangkat dari besecamp yaitu Balai Pelatihan Kerja Sekretaris Bappeda memaparkan mengenai kondisi Kabupaten Wonosobo yang berlokasi di daerah Kretek wilayah Kabupaten Wonosobo. Kemudian dipaparkan pukul 08.00 WIB. Kami menuju Bappeda dengan pula kejadian-kejadia longsor dan erosi yang pernah menaiki transportasi umum bus yang menuju kearah terjadi di Kabupaten Wonosobo. Beliau juga alun-alun Wonosobo. Sekitar pukul 08.45 telah sampai melengkapi pemaparannya dengan menjelaskan usaha di pemberhentian bus dekat alun-alun. Dari pembertani yang ada di Kabupaten Wonosobo yang menjadi hentian bus kemudian harus jalan sekitar 300 meter sektor unggulan dan andalan masyarakat di Kabupatdengan melewati alun-alun Wonosobo. Kantor en Wonosobo. Setelah pemaparan beliau, kemudian Bappeda Wonosobo berada disisi Utara alun-alun dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Sekitar pukul Wonosobo. Sesampainya di kantor Bappeda, kami 12.00, acara diskusi panel selesai. Kemudian sebelum disambut dengan baik oleh pihak Bappeda Wonosobo kami melakukan survey lapang hari 1, kami makan di aula Bappeda Wonosobo. Di aula kami melakukan siang di kantor Bappeda terlebih dahulu. Sekitar pukul diskusi panel dengan beberapa instansi seperti dari 12.30 WIB, kami bersiap-siap untuk menuju grid surpihak pertanian dan perhutani Kabupaten Wonosobo. vey kelompok kami. Tujuan dari diskusi panel ini untuk memaparkan kegiatan kuliah lapang 2 ini kepada pemerintah Wono- Grid survey yang kami tuju pertama kali sebenarnya sobo, selain itu dari pihak Wonosobo juga memapardimulai dari grid 1 yaitu di Desa Tawangsari Kecamakan kondisi yang ada di Kabupaten Wonosobo. Dalam tan Wonosobo, namun mengingat waktu yang sediskusi panel tersebut selain berasal dari instansimakin sempit, kelompok kami memutuskan untuk instansi terkait, turut hadir juga para Kepala Kecama-
(Gambar 1. Rencana dan Jalur Survey Hari Pertama) pergi ke Grid 3. Pertimbangan untuk memilih grid 3 tan yang ada di Kabupaten Wonosobo. Diskusi ini sanini adalah karena pada grid 3 ini terdapat kantor gat membantu kami untuk mencari informasi Kecamatan Selomerto. Tujuan kami langsung mengenai kondisi lapangan yang akan kami survei. mengunjungi kantor kecamatan adalah untuk Sesi diskusi panel dibuka pada pukul 09.30 WIB oleh mendapatkan informasi gambaran umum mengenai
33
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
kondisi beberapa desa di Kecamatan Selomerto yang termasuk dalam wilayah survey kelompok kami. Sekitar pukul 13.00 WIB, dari Bappeda kami berangkat menuju kantor kecamatan Selomerto dengan menaiki angkutan umum trayek Wonosobo-Selomerto. Sekitar 30 menit kami sampai di Kecamatan Selomerto. Kondisi cuaca saat kami tiba di Kantor camat Selomerto adalah hujan deras. Setibanya disana, kami disambut oleh Bapak Sekretaris Camat. Kemudian beliau bercerita mengenai kondisi wilayah Selomerto. Wilayah Selomerto mengalami musim hujan sejak bulan Oktober, hampir setiap hari wilayah ini diguyur hujan. Di Kecamatan Selomerto terdapat 24 Desa, dimana sampai saat ini terdapat 5 Desa yang masih tergolong desa miskin. Potensi usaha tani unggulan di Kecamatan Selomerto adalah Padi. Sebagian besar sistem sawah adalah berupa sawah irigasi. Menurut sejarahnya, nama Selomerto adalah nama pemberian pemerintah Belanda yang saat itu menjajah Indonesia yang memiliki arti ledokan yang dalam arti bahasa jawa artinya wilayah cekungan. Istilah tersebut memang sesuai dengan kondisi wilayah Selomerto yang berupa cekungan, sehingga memang sesuai untuk bercocok tanam padi. Selain padi, potensi andalan wilayah ini adalah beberapa jenis buah seperti durian, manggis dan salak. Sentra buah durian berada di Desa Wilayu, Sinduagung, Krasak dan Sidoarjo. Di kecamatan ini dijumpai buah durian dengan aroma dan rasa sangat tajam dan khas, masyarakat sering menyebutnya dengan sebutan durian bodrek. Tidak kalah dengan durian, buah manggis dari kecamatan Selomerto memiliki keunggulan. Sentra buah manggis ditanam di daerah Wilayu. Buah Manggis Wilayu memiliki keunggulan yaitu memiliki kulit yang tebal. Bahkan pihak PT. Sidomuncul telah datang untuk berencana menggunakan buah manggis sebagai bahan utama pembuatan jamu.
2008, kantor kecamatan Seloemrto memang pindah. Saat kita melakukan survey penggunaan tanah, kami menjumpai petani penggarap sawah yang ada di belakang kantor kecamatan. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan wawancara usaha tani dengan beliau. Selanjutnya kami melakukan survey penggunaan tanah, dimana hasil pengamatan yang kami lakukan terdapat perubahan penggunaan tanah yaitu tutupan lahan yang ada di peta kerja awalnya adalah kebun ternyata berupa sawah. Kemudian tanah kosong yang ada di sekitar perumahan warga ternyata merupakan pekarangan. Pada pekarangan rumah tersebut, kami juga menjumpai ternyata beberapa warga yang memiliki pekarangan rumah yang luas mereka manfaatkan untuk tanaman sayuran seperti cabai dan padi. Sekitar pukul 16.00 WIB, kami telah selesai melakukan verifikasi. Berdasarkan rencana perjalanan kelompok kami, seharusnya kami mampu menyelesaikan 4 grid, namun mengingat waktu saat itu sudah menjelang sore, kami memutuskan untuk menyudahi survey lapang hari pertama. Dengan mengendarai angkutan umum kami menuju alun-alun wonosobo. Kemudian sekitar pukul 16.30 WIB kami tiba di alun-alun, setibanya kami disana kami meneruskan perjalanan kearah basecamp dengan menaiki angkutan umum Wonosobo-Kretek. HARI KEDUA
Hari kedua kegiatan KL dimulai dari pagi hari. Perjalanan dimulai pukul 07.00. Tiba di kantor Kecamatan Selomerto pada pukul 08.30. Kunjungan ke kantor kecamatan ini merupakan kunjungan yang kedua kalinya. Hari ini kami bertemu dengan Bapak Wanto selaku ketua petani dan pengurus bagian pertanian di Kecamatan Selomerto. Kami melakukan tanya jawab dengan beliau seputar kegiatan usaha Selanjutnya bapak sekcam menunjukkan peta kejadian tani secara keseluruhan yang berada di Kecamatan longsor di Kecamatan Selomerto. Menurut hasil waSelomerto. Secara umum ada dua jenis pertanian di daerah ini, yaitu pertanian lahan basah atau sawah wancara, di Kecamatan Selomerto kejadian longor terdekat belum ada. Kejadian longsor yang ada di dan pertanian lahan kering. Padi merupakan komoditas andalan daerah ini. Pergiliran tanaman juga Kecamatan Selomerto tergolong longsoran ringan. Desa-desa yang masuk dalam kategori rawan longsor dilakukan dengan tanaman cabai, tomat, bawang terdapat di Desa Kaliputih, Kecis dan Candi. Kondisi daun, dan bunga. Sistem penanaman rata-rata wilayah di ketiga desa ini memang tergolong berbukit, setahun dua kali. Pada daerah ini hanya ada sawah kemudian tutupan lahannya sebagian besar berupa irigasi. Selain itu, ada juga pertanian lahan kering atau yang dikenal dengan kebun/tegalan di daerah ini. tegalan. Tegalan di wilayah ini ditanami tanaman saLahan kering ditanami dengan berbagai tanaman lak. Tanaman salak memiliki kemampuan untuk mencegah longsor. Sekitar pukul 15.00 WIB, kami te- keras seperti salak, albasia, durian, manggis. Potensi pertanian desa yang berada di Kecamatan Selomerto lah selesai melakukan wawancara dengan bapak Sekcam. Kemudian kami melanjutkan perjalanan sur- berbeda-beda, ada desa yang memiliki keunggulan di vey di Grid 3 ini. Kami melakukan survey penggunaan pertanian lahan basah, sebaliknya ada desa yang tanah di grid 3. Dari pengeplotan menggunakan GPS, unggul di pertanian lahan kering, bahkan ada desa yang memiliki keunggulan yang seimbang antara ternyata lokasi kantor kecamatan berbeda dengan keduanya. lokasi pada peta kerja yang telah kami buat. Dari informasi warga kami mengetahui bahwa pada tahun Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
34
(Gambar 2. Rencana dan Jalur Survei Hari 2) Program Desa Agropolitan telah dilaksanakan di Kecamatan Selomerto. Program ini merupakan program pemerintah dalam rangka mencegah para pemuda yang berada dalam usia produktif untuk migrasi ke kota. Program ini bertujuan untuk mengkotakan- desa dengan basis ekonominya pertanian. Fasilitas-fasilitas dilengkapi seperti pembangunan jalan, infrastruktur, komunikasi dan lainnya agar mendukung program agropolitan ini. Selain berbicara mengenai usaha tani di daerah ini, kami juga mendapatkan informasi dari beliau mengenai kejadian longsor. Beliau melihat peta potensi longsor yang kami bawa saat itu, kemudian beliau mengatakan bahwa di desa ini tidak pernah ada longsor yang besar. Beliau mengatakan bahwa Kecamatan Selomerto bukan daerah yang rawan longsor. Kejadian longsor yang terjadi hanya longsor kecil dalam artian tanah yang hanya menutupi jalan. Biasanya longsor terjadi di daerah dekat sungai dan irigasi serta tegalan. Sedangkan untuk kejadian erosi, di daerah Kecamatan Selomerto tidak memiliki kejadian erosi yang signifikan. Hal ini dikarenakan tanah telah ditumbuhi oleh berbagai macam vegetasi. Setelah melakukan kunjungan dan berdiskusi dengan beliau di kantor kecamatan, kami melanjutkan survei dengan kunjungan ke Kantor Desa Selokromo di Kecamatan Leksono. Di sana kami bertemu dengan seorang ibu yang sedang berada di kantor desa. Ketika ditanyai tentang Desa Selokromo, beliau tidak begitu banyak tahu. Sehingga kami hanya memperoleh sedikit informasi. Kejadian longsor yang terjadi di Desa Selokromo pernah terjadi namun hanya longsor kecil yang menutupi jalan dan terjadi juga di irigasi. Kami melanjutkan survei hari kedua ini dengan verifikasi penggunaan lahan dan kegiatan usaha tani. Kami berpisah menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 2 orang. Kami melakukan kedua hal tersebut di Desa Selokromo (Kec. Leksono) dan Desa Krasak (Kec. Selomerto). Di desa Selokromo,
35
saya dan teman saya bertemu dengan seorang ketua RW sekaligus ketua usaha tani di desa tersebut. Menurut beliau, potensi usaha tani di Desa Selokromo ialah lebih besar usaha pertanian sawah dan sisanya tegalan. Komoditas sawah ialah padi sedangkan komoditas tegalan ialah salak. Beliau sendiri memiliki lahan sawah yang kini telah diubah menjadi kebun campuran yang terdiri dari tanaman salak, duku, jamur, dan kelapa. Menurut beliau, biaya produksi dan perawatan untuk sawah cukup besar sehingga tidak menghasilkan keuntungan yang besar. Oleh karena itu, dia beralih ke pertanian lahan kering dimana biaya produksi sangat kecil bahkan tidak perlu biaya perawatan yang besar. Hasil penjualan cukup besar hingga mencapai jutaan rupiah. Lalu kami berlanjut ke Desa Krasak. Kami bertemu dengan sekretaris desa ini. Selain menjabat sebagai sekertaris desa, beliau juga memiliki kebun/tegalan. Menurut beliau, Desa Krasak lebih berpotensi di pertanian lahan kering dibandingkan lahan basah. Perbandingan luas keduanya pun berbeda dimana luas lahan kering lebih besar daripada lahan basah. Banyak sekali tanaman yang ada di kebun beliau seperti albasia, pisang, salak, kelapa, dan durian. Beliau mengatakan dalam sekali panen, hasil penjualan cukup besar. Selain pertanian, di desa ini sangat jarang terjadi longsor. Hal ini dikarenakan banyaknya kebun dengan tanaman keras sehingga dapat menahan pergerakan tanah. Bencana yang pernah terjadi di desa ini ialah angin kencang. Dampak dari angin kencang ini menerbangkan beberapa atap rumah warga dan meruntuhkan buah-buah durianyang telah siap panen sehingga jumlah kerugian dapat dikatakan cukup besar. Selanjutnya kami ke Desa Sumberwulan. Di desa ini telah terjadi longsor khususnya di dekat sungai dan irigasi. Longsor yang terjadi telah mengurangi lahan sepanjang 5 meter dari belakang rumah warga Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
(Gambar 3. Catatan Perjalalan Survey Hari ke 2) sehingga sangat rawan dan membahayakan warga di sekitar sungai. Namun warga yang berada di daerah tersebut tidak mau pindah karena alasan ekonomi. Kami juga mengunjungi pejabat desa yang mengurusi pertanian desa. Menurut beliau, di Desa Sumberwulan ini potensi lahan basah (sawah) lebih besar dibandingkan lahan kering (tegalan). Sistem penanaman padi di desa ini ada yang 2 kali setahun dan ada yang 3 kali setahun. Sumber air di desa ini juga tidak pernah mengalami kekeringan sehingga para petani bebas mau menanam padi mereka kapan saja. Sepanjang perjalanan kami melihat hamparan padi yang hijau dan luas. Hal tersebut sangat menyenangkan untuk dilihat. Perjalanan terakhir, kami berkunjung ke Desa Wilayu. Di desa ini kami bertemu dengan sekertaris desa. Beliau juga memiliki lahan pertanian berupa kebun. Menurut beliau, Desa Wilayu lebih berpotensi pada pertanian lahan kering. Komoditas unggulan Desa Wilayu ialah tanaman manggis dan durian. Menurut beliau hasil dari komoditas unggulan ini telah dikenal banyak orang hingga banyak orang yang datang ke Desa Wilayu untuk mencari durian dan manggis. Manggis itu sendiri telah dipakai oleh sebuah perusahaan swasta. Di desa ini juga terjadi longsor namun hanya di daerah irigasi dan sawah saja. Kegiatan survei hari kedua ini selesai pada sore hari sekitar pukul 17.30 WIB. Kami kembali ke basecamp dan makan malam kemudian persiapan laporan hasil survei hari ini. Selanjutnya pemaparan hasil survei dilakukan hingga pukul 22.00 WIB. Kegiatan selanjutnya akan dilakukan keesokan harinya.
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
Hari Ketiga Kamis, 21 November 2013 merupakan hari ketiga survey lapang. Target survey hari ini adalah survey 4 grid yaitu grid 1,2,3,4 hari 3 yang berada di Kecamatan Leksono tepatnya Desa Sejokerto dan Desa Timbang. Perjalanan dari basecamp ke lokasi survey pertama dimulai pukul 08.00 – 09.00 dengan menempuh perjalanan selama 1 jam dengan menggunakan angkutan umum. Sebelum menuju grid survey, kami mendatangi kantor desa Sejokerto guna mencari informasi. Kantor Desa Sejokerto terletak sekitar 2 km di sebelah barat daya grid survey 1. Setelah mendapatkan cukup informasi, kami menuju lokasi grid survey 1 dan 2 yang berada di administrasi desa Sejokerto. Kemudian survey kami lanjutkan menuju grid 3 dan 4 di Desa Timbang, kami juga mengunjungi kantor Desa Timbang untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Berdasarkan wawancara dengan perangkat desa dan petani serta hasil survey, kami mendapatkan informasi. Erosi dan Longsor Terdapat 3 kejadian longsor terbaru yang terjadi di Desa Sejokerto, di antaranya; 1. Longsor di Dusun Wonokasian Lokasi longsor yaitu pada dusun Wonokasian pada koordinat 7 24’ 07,65” LS dan 109 52’ 40,57” BT. Waktu kejadian longsor yaitu Januari 2013. Longsor menyebabkan jalan tertutup tanah, tidak memakan korban jiwa. Frekuensi longsor rata-rata setahun sekali. Tindakan warga yaitu bergotong royong membersihkan tanah longsoran yang menutupi jalan
36
(Gambar 4. Rencana dan Jalur Survey Hari Ke 3) 2.
Longsor di Bantaran Sungai Serayu 1 Lokasi kejadian yaitu di desa Sejokerto pada koordinat 7 25’ 22,20” LS dan 109 51’ 46,85”. Waktu kejadian longsor pada tahun 2008. Longsor terjadi pada bantaran sungai serayu, terjadi pada pekarangan rumah warga dan tidak memakan korban jiwa. Longsor berdampak mengurangi pekarangan warga, pendangkalan sungai dan membawa sedimentasi pada aliran sungai serayu.
3.
Longsor di Bantaran Sungai Serayu 2 Lokasi kejadian yaitu di desa Sejokerto pada koordinat 7 25’ 17,93” LS dan 109 51’ 54,84”. Waktu kejadian longsor pada 2008. Longsor terjadi pada bantaran sungai serayu, terjadi pada halaman belakang MI dan tidak memakan korban jiwa. Longsor berdampak mengurangi , pendangkalan sungai dan membawa sedimentasi pada aliran sungai serayu. Hasil survey di desa Timbang yaitu tidak terdapat kejadian longsor.
penggunaan tanah di wilayah ini didominasi oleh pemukiman padat di bagian tengah grid yang juga merupakan pemukiman dusun timbang dan juga merupakan lokasi Kantor Desa Timbang. Pemukiman tersebut dikelilingi oleh kebun campuran warga. Terdapat perubahan penggunaan tanah dari kebun campuran menjadi persawahan di bagian timur grid ini. Hasil survey penggunaan tanah di Grid 4 menunjukkan bahwa pengggunaan tanah di wilayah ini didominasi oleh kebun campuran. Terdapat perubahan penggunaan tanah dari kebun campuran menjadi pemukiman. Perubahan tersebut terdapat di kanan-kiri jalan.
Penggunaan Tanah Hasil survey penggunaan tanah di Grid 1 menunjukkan bahwa penggunaan tanah di wilayah ini didominasi oleh kebun campuran dengan lereng yang cukup terjal di sebelah barat jalan yang kami susuri. Terdapat pula sawah irigasi warga dan pemukiman padat di sebelah timur jalan yang kami susuri. Terdapat perubahan penggunaan tanah dari kebun campuran menjadi pemukiman di bagian timur laut grid ini. Hasil survey penggunaan tanah di Grid 2 menunjukkan bahwa penggunaan tanah di wilayah ini didominasi oleh kebun campuran dan pemukiman dengan lereng yang landai. Terdapat perubahan penggunaan tanah dari kebun campuran menjadi persawahan dan pemukiman di bagian barat grid ini. Hasil survey penggunaan tanah di Grid 3 menunjukkan bahwa
37
(Gambar 5. Peta Penggunaan Tanah Survey Hari Ke 3)
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Usaha Tani Berdasarkan survey dan wawancara di Grid 1 dan 2 yang merupakan administrasi Desa Sejokerto dengan responden Pak Agus yang merupakan salah satu petani di Dusun Wonokasian, pertanian di desa Sejokerto didominasi oleh pertanian lahan basah dengan perbandingan sekitar 70 persen lahan basah berupa persawahan dan 30 persen lahan kering berupa kebun campuran dengan komoditas utama Albasia, salak dan durian. Berdasarkan survey dan wawancara di Grid 3 dan 4 yang merupakan administrasi Desa Timbang, usaha tani di wilayah ini
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
didominasi oleh pertanian lahan kering seluas 173 Ha dengan komoditas utama Bambu dan Albasia, sementara pertanian lahan basah hanya seluas 90 ha yang terdiri dari padi dan sayuran seperti cabai dan kol. Wawancara dilakukan dengan Pak Dedi yang merupakan salah satu petani di Desa Timbang Survey lapang hari ketiga di grid 1,2,3 dan 4 selesai pada pukul 13.00. Kemudian kegiatan kami lanjutkan dengan perjalanan pulang ke basecamp dan kembali menyusun laporan.
38
Liputan Khusus
39
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013
Volume 13/ No. 3 / Desember 2013
40
41
Volume 13 / No. 3 / Desember 2013