Karya Ilmiah
TEKNOLOGI PENGAWETAN PAKAN TERNAK
Oleh: Nevy Diana Hanafi NIP 132 143 320
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
1 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Teknologi Pakan Ternak Teknologi pakan banyak didominasi oleh aspek nutrisi, tetapi yang berhubungan dengan aspek manufakturing menghasilkan produk. Beberapa sisi penting dari teknologi manufakturing yaitu grinding, mixing dan pelleting. Tujuan pengolahan pakan yaitu untuk meningkatkan keuntungan, merubah ukuran partikel, merubah kadar air, merubah densitas pakan, meningkatkan palatabilitas/akseptabilitas, merubah kandungan nutrien, meningkatkan ketersediaan nutrien, dektosifikasi, mempertahankan kualitas selama penyimpanan dan mengurangi kontaminasi. Faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan. Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna. Masalah lainnya adalah
ketersediaan pakan yang tidak kontiniu. Ini dikarenakan
langkanya bahan pakan terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah dengan membuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase). Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan musim/panas matahari, sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea) acapkali terjadi kasus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase), tetapi juga kadar nutrien sesuai dengan kebutuhan gizi ternak (Sofyan dan Febrisiantosa, 2007).
Pengolahan Bahan Lignoselulosik untuk Pakan Ternak Pada umumnya limbah pertanian mampunyai sifat sebagai berikut: 1) nilai nutrisi rendah terutama protein dan kecernaannya, 2) bersifat bulky sehingga biaya angkutan 2 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
menjadi mahal karena membutuhkan tempat yang lebih banyak untuk satuan berat tertentu, 3) kelembabannya tinggi dan menyulitkan penyimpanan, 4) sering terdapat komponen yang kurang disukai ternak dan mengandung racun, 5) selain itu merupakan polusi yang potensial dan penampilannya kurang menyenangkan (Devendra, 1980). Adapun keterbatasan-keterbatasan lain adalah: 1) dinding selnya terselimuti oleh kompleks/kristal-kristal silika, dan 2) proses lignifikasi yang telah lanjut dan struktur selulosanya sudah terbentuk kristal, tidak lagi amorf (Van Soest, 1982). Untuk mengatasi hal itu perlu kristal dilakukan suatu pengolahan yang sesuai sehingga bahan pakan lignoselulosik memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ternak ruminansia. Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate, 1966). Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan, pelleting, penghancuran, dan lain-lain. Perlakuan biologis dengan menggunakan jamur (fungi). Proses kimia pencernaan limbah-limbah pertanian dapat ditingkatkan dengan penambahan alkali dan asam (Pigden dan Bender, 1978). Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa perlakuan-perlakuan kimia yang telah dicoba diteliti antara lain dari perlakuan NaOH, KOH, Ca (OH)2, dan urea.
Hijauan Pakan Ternak Hijauan pakan ternak dikategorikan atas beberapa jenis, yaitu: 1.
Hijauan segar
2.
Jerami dan Hijauan Kering
3.
Silase
4.
Konsentrat
Hijauan Segar Hijauan segar: adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (manual) maupun yang langsung direnggut oleh ternak. Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunnya yang berasal dari rumputrumputan, tanaman biji-bijian maupun jenis kacang-kacangan. Rumput-rumputan 3 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama daerah tropis meskipun sering dipotong maupun direnggut ternak langsung sehingga menguntungkan para peternak dan pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi. 1. Rumput-rumputan 2. Kacang-kacangan 3. Daun-daunan Hijaun rumput yang diberikan secara utuh diperkirakan hanya dikonsunsumsi setengahnya, tetapi bila dicacah sekitar 5 cm hijaun yang dikonsumsi akan semakin banyak. Hijauan yang dicincang akan mempertinggi konsumsi pakan karena beberapa bagian batang yang agak keras dapat dikonsumsi oleh ternak. Kemungkinannya tercemari oleh kotoran serta air kencing juga semakin sedikit
Pengawetan Hijauan Pengawetan hijuan merupakan bagian dari sistem produksi ternak. Pengawetan hijauan dengan pembuatan silase bertujuan agar pemberian hijauan sebagai pakan ternak dapat berlangsung secara merata sepanjang tahun, untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau harus dilaksanakan pengawetan. Tanaman mempunyai kecepatan tumbuh tumbuh yang besar di musim penghujan, jadi ketersediaan hijaun ataupun limbah hasil pertanian pada musim tersebut akan berlimpah (jerami padi, sisa tanaman jagung, kacang-kacangan, dll). Fungsi pengawetan akan tercapai apabila pasca hijauan ataupun limbah pertanian dipanen segera dilakukan pencacahan baik dengan golok atau chopper rumput. Hal ini merupakan upaya agar proses respirasi yang terjadi pada sel tanaman segera terputus dan berhenti. Tujuannya adalah agar kandungan air hujan dapat mencapai titik dimana aktivitas air dalam sel tanaman dapat mencegah perkembangan mikroba. Pengawetan tersebut akan berdampak pada keadaan fisik serta komposisi kimia hijauan tersebut antara lain dengan kehilangan sebagian dari zat makanan (gizi tanaman/nutrien) yang nantinya akan berdampak pada nilai nutrisi hijaun tersebut.
4 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Hay Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak berupa rumput-rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering, dengan kadar air 20-30%. Tujuan adalah: untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada priode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan hay adalah: agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarauyang diterap. Dua metode pembuatan hay yang diterapkan yaitu: 1. Metode Hamparan Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di bolak balik hingga kering. Hijauan yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air 20-30%, dengan warna kecoklatan. 2. Metode Pod Dilakukan dengan menggunakan semaian rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang tidak dijemur selama 1-3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal) sehingga hay diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna gosong) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas Cara Pengeringan •
Panas matahari 1.
Hijauan diserakkan diatas pelataran/rak-rak pengering
2.
Hijauan harus dibolak balik setiap 1-2 jam waktu pengeringan dilakukan beberapa hari sehingga tercapai kadar air 15-20%.
5 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
•
Panas buatan
Dikeringkan pada alat pengering yang mempunyai temperatur tinggi •
Panas fermentasi
1. Hijauan yang telah dipotong dari lapangan ditumpuk dalam gudang sehingga akan timbul fermentasi dalam tumpukan tersebut. 2. Panas yang timbul akibat fermentasi akan menyiapkan air dari hijauan. Kualitas Hay 1. Warna: hijauan kekuningan dan cerah 2. Bau: tidak tengik 3. Tekstur/keadaan fisik: tidak terlalu kering, sehingga kalau dipatahkan tidak patah 4. Kebersihan: tidak berjamur, berpasir atau batuan lainnya
Silase Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijuan (rumpu-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase (Prihatman, 2000). Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika pengembalaan ternak tidak mungkin dilakukan. Menurut Kartasudjana (2001) bahwasanya silase merupakan hijauan yang difermentasi sehingga hijauan tersebut tetap awet karena terbentuk asam laktat. Silase berasal dari hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan dalam keadaan segar (dengan kandungan air 60-70%) melalui proses fermentasi dalam silo (tempat pembuatan silase), sedangkan ensilage adalah proses pembuatan silase. Silo dapat dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari tanah, beton, baja, anyaman bambu, tong plastik, drum bekas, dan lain sebagainya. Prinsip utama pambuatan silase yaitu: 1.
Menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman
2.
Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara
3.
Menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk
4.
Mencapai dan mempercepat atau keadaan hampa udara (anaerob)
6 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Dalam pembuatan silase ada 3 faktor yang berpengaruh, yaitu: 1.
Hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum dan jagung, pucuk tebu, batang nenas dan jerami padi.
2.
Penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, dan molasses. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan, dan biasanya digunakan untuk kualitas pakan yang rendah.
3.
Kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Sementara itu kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi, dan pada silo menyebabkan resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991) Proses terbentuknya suasana asam dalam penyimpanan (terbentuk asam laktat)
adalah sebagai berikut: untuk mendapatkan suasana anaerob dikerjakan dengan cara pemadatan bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan, baik dengan menggunakan alat diinjak-injak sehingga udara sekecil mungkin (minimal). Tempat penyimpanan (silo) diharapkan tidak ada kebocoran dan harus tertutup rapat, jika perlu dapat diberikan alat pemberat. Sel-sel tanaman untuk sementara waktu akan terus hidup dan mempergunakan O2 yang ada dalam silo. Bila O2 telah habis terpakai, terjadi keadaan anaerob didalam tempat penyimpanan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhnya jamur/cendawan. Bakteri pembusuk asam akan berkembang dengan pesat dan akan merubah gula dalam hijauan menjadi asam-asam organik seperti asam asetat, asam susu dan juga alkohol. Derajat keasaman akan meningkat, kegiatan bakteri-bakteri lainnya seperti bakteri pembusuk akan terhambat. Pada derajat keasaman tertentu (pH = 3.5) bakteri asam laktat tidak pula dapat bereaksi lagi dan proses pembuatan silase telah selesai. Pembentukan suasana asam dengan cara penambahan bahan pengawet atau bahan tambahan (aditif) secara langsung mapupun tidak lansung. Pemberian bahan pengawet secara langsung dengan menggunakan: Natrium bisulfat, Sulfur oxida, Asam sulfat, Asam propionat, urea, dll.
7 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Pemberian bahan pengawet atau tambahan (aditif) secara langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengadung hidrat arang (karbohidrat) yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain: molasses (2,5 kg/100 kg hijauan), onggok (2,5 kg/100 kg hijauan), tepung jagung (3,5 kg/100 kg hijauan), dedak halus (5 kg/100 kg hijauan), dan ampas sagu (7 kg/100 kg hijauan). Pembuatan silase pada temperatur 27 – 350C, menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni: 1. Mempunyai tekstur segar 2. Berwarna kehijau-hijauan 3.
Tidak berbau dan berjamur
4. Disukai oleh ternak 5. Tidak menggumpal Beberapa metode dalam pembuatan silase, yaitu: 1. Metode Pemotongan: Hijauan dipotong-potong dahulu dengan ukuran 3 - 5 cm. Rumput yang dipotongnya terlalu panjang, akan menyulitkan saat pengepakan ke dalam silo, dan kemungkinan masih banyak oksigen yang tersisa. Hal ini akan menyulitkan tercapainya suasana anaerob. 2. Metode Pencampuran: Hijaun dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (untuk mempercepat fermentasi, mencegahnya tumbuhnya jamur dan bakteri pembusuk, dan meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan). Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijaun yang akan diproses. 3. Metode Pelayuan: Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40 - 50%). Langkah kerja pembuatan silase sebagai berikut: 1. Hijaun makanan ternak (rumput maupun limbah pertanian, dilayukan dengan cara diangin-anginkan kurang lebih semalaman, kemudian dilakukan pencacahan. 2. Bila tidak dicampur dengan bahan pengawet/aditif, hijauan yang telah dicacah dapat langsung dimasukkan kedalam silo. Jika diberi pengawet/aditif, penambahannya dilakukan dengan cara menaburkan secara merata selapis demi selapis untuk hijauan dengan ketebalan 10 cm, dan kemudian diaduk merata. 8 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
3. Hiajaun yang dicampur dengan bahan pengawet/aditif kemudian ditekan kuat-kuat dalam silo, sehingga tidak ada lagi udara yang tersisa (hampa udara). 4. Silo dapat dibongkar sesudah proses fermentasi selesai (30 hari). Tabel 1. Kriteria Silase yang Baik Kriteria
Baik sekali
Baik
Sedang
Buruk
Jamur
Tidak ada
Sedikit
Lebih banyak
Banyak
Bau
Asam
Asam
Kurang asam
Busuk
pH
3.2 – 4.5
4.2 – 4.5
4.2 – 4.8
> 4.8
Kadar N-NH3
< 10%
10 – 15%
< 20%
> 20%
Sumber: Deptan (1980)
Amoniasi Ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu: NH3 dalam bentukgas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatuf mahal. Selain harganya mahal, juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum(10 bar). Demikian pula halnya dengan larutan amoniak NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian NH4OH hanya terbatas di laboratorium Dibanding cara pengolahan kimia yang lain (NaOH), amoniasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: 1. Sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya 2. Lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH 3. Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin khususnya pada jerami 4. Meningkatkan kandungan protein kasar 5. Tidak menimbulkan polusi dalam tanah Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea. Urea yang banyak beredar adalah urea yang umumnya digunakan untuk pupuk (Siregar, 1995). Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit keracunan yang diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih
9 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%, atau setara dengan protein kasar antara 262 - 281% (Belasco, 1945). Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 mempunyai pKa = 9.26, berarti bahwa dalam suasa netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus ikatan hidrogan antara oksigen karbon nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa, dan lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dengan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan selanjutnya akan melarutkan deposit lignin yang terdapat pada dinding dan ruang antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak yang berakibatmeningkatkan kecernaan pakan lebih jauh. Dari hasil percobaan Chuzaemi (1987) dengan level urea yang lebih tinggi yaitu 6 dan 8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik juga energinya. Energi tercerna (DE) meningkat dari 6.7 MJ menjadi 8.32 dan 9.54MJ. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sejono et al., (1986), perlakuan alkali pada bagas dengan menggunakan Urea (CO [NH2]2 sebanyak 6% BK, dapat secara nyata meningkatkan kecernaaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) bagas, yaitu 22.29% menjadi 29.58%, atau terjadi peningkatan kecernaan sebesar 32.7%.
Jerami Fermentasi Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Jerami (padi) selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi padi di sawah. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat penanaman palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan 10 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain pihak jerami sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering dibakar untuk mengatasi masalah tersebut. Produksi jerami padi dapat mencapi 12 – 15 ton per hektar per panen, bervariasi tergantung pada lokasi dan janis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2 – 3 ekor sepanjang tahun dan pada lokasi yang mampu panen 2 kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4 – 6 ekor. Komposisi kimia jerami padi meliputi bahan kering 71.2%, protein kasar 3.9%, lemak kasar 1.8%, serat kasar 28.8%, BETN 37.1%, dan TDN 40.2%. Hanya saja yang menjadi faktor pembatas adalah nilai gizinya yang rendah yaitu mengandung serat kasar dan silikat dalam jumlah tinggi, sedang daya cerna sangat rendah yang dipengaruhi adanya ikatan lignin, silikat dan kutin. Namun demikian manfaat jerami padi masih dapat ditingkatkan melalui proses kimia atau dengan teknologi pengolahan sehingga dapat meningkatkan efektifitas daya cerna oleh enzim mikrokutin. Salah satu cara yang dianggap paling efektif adalah melalui jalan fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).
Proses Fermentasi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak Proses fermentasi jerami berbeda dengan amoniasi yang merupakan proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur yang lebih lunak. Dengan demikian yang berubah dalam proses amoniasi hanyalah struktur fisiknya saj dan penambahan unsur N. Sedangkan fermentasi jerami merupakan proses perombakan struktur keras secara fisik, kimia dan biologi, sehingga bahan dengan struktur yang kompleks akan berubah menjadi lebih sederhana, dan hal tersebut menyebabkan daya cerna ternak menjadi lebih efisien. Bahan-bahan Fermentasi Jerami 1. Jerami padi dengan kadar air sekitar 60% (jerami padi kering panen), dengan berat sekitar 1 tom 2. Starbio 6 kg 3. Urea 6 kg 4. Air secukupnya (pada jerami padi kadar airnya 60%) 11 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Prosedur Kerja 1. Campur secara merata Starbio dan urea dengan perbandingan 1:1 (6 kg starbio dan 6 kg urea. 2. Jerami padi ditumpuk dengan ketinggian kurang lebih 30 cm kemudian diinjak-injak. 3. Taburi campuran starbio dan urea, kamudian siram dengan air (apabila kadar air jerami yang digunakan kurang dari 60%), sehingga kelembaban jerami menjadi sekitar 60% yang ditandai jika jerami diremas-remas dengan tangan tidak meneteskan air, namun tangan basah. 4. Tunpuk kembali jerami padi diatas tumpukan sebelumnya, lalu ditaburi kembali dengan campuran starbio dan urea (jika diperlukan siram dengan air). 5. Lakukan kembali prosedur ke-4, dan demikian seterusnya sampai jerami habis diperlakukan, atau tumpukan jerami sekitar 1.5 meter. 6. Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu diapa-apakan). 7. Setelah 21 hari jerami padi dibongkar dan diangin-anginkan atau dikeringkan di bawah sinar matahari. 8. Jerami padi siap diberikan kepada ternak atau disimpan dalam gudang (tahan disimpan selama ± 1 tahun) (Purnama dan Taufikurrahman, 2000) . Dampak Pemanfaatan Jerami padi Fermentasi Pemanfaatan jerami padi fermentasi akan memberikan dampak sebagai berikut: 1. Mengurangi biaya pakan, khususnya dalam penyediaan hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia sapi 2. Meningkatnya daya dukung lahan pertanian, karena beternak sapi tidak harus menyediakan lahan sebagai tempat menanam hijauan pakan ternak. 3. Dapat memberikan nilai tambah bagi petani padi, apabila suatu saat nanti, petani telah melihat peluang tersebut, artinya jerami padi bukan lagi sebagai
limbah yang
mengganggu proses produksi, melainkan sebagai produk yang dapat menghasilkan uang. 4. Memberikan peluang baru bagi simpul-simpul agribisnis jika dikelola secara profesional, artinya suatu saat nanti akan muncul bisnis atau usaha baru dalam 12 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
pelayanan jasa, seperti prosesing dan pengangkutan jerami padi sebagai
pakan
ternak, sehingga sektor pertanian memberi peluang untuk menyerap tenaga kerja yang banyak.
Perbedaan Amoniasi dan Fermentasi Amoniasi: yaitu suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja. Fermentasi: yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien. Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan, bisa juga dikatakan sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).
Pakan Pemacu Pakan pemacu merupakan jenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan populasi mkroba di dalam rumen. Pakan pemacu ini dapat merangsang ternak ruminansia untuk menambah konsumsi serat kasar sehingga akan meningkatkan produksi. Pakan pemacu tersebut sifat khusus dan kompak yang dapat dibuat secara sederhana dari bahan-bahan pakan yang sesuai dan mudah diperoleh. Misalnya urea, molasses, garam, tapioka, mineral, dedak padi, tepung tulang, kapur, dan bungkil kedelai yang kemudian membentuk sejenis ”blok” yang mudah ditangani. Mengingat bahan dasar utamanya adalah urea dan molasses, pakan pemacu ini dikenal pula dengan nama Urea Molasses Blok (UMB) (Wahyuni, 2008). Faktor pembatas produksi herbivora terutama untuk daerah tropis adalah defisiensi energi, protein, dan lain sebagainya. Hal ini terkadang terlihat dari produksi yang tidak normal walau makanannya cukup banyak. Dalam keadaan akhir ini mungkin dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan atau defisensi mineral dalam hijauan.
13 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Problem mineral tersebut dapat dibuktikan antara lain dengan meningkatnya calving percentage (20 > 100%), meningkatnya tingkat pertambahan berat badan 10 – 25%, dan menurunnya mortalitas akibat penambahan mineral. Pada umumnya ternak yang dipelihara oleh para peternak, khususnya peternak non komersial maupun komersial adalah kurangnya memperhatikan bagaimana cara pemberian mineral yang cukup. Para peternak biasanya hanya dengan memberikan air garam yang dicampur dengan makanan ternak. Hal ini hanya sebatas pelengkap seandainya ternak tersebut kurang nafsu makan, atau ternak tersebut tidak suka dengan dengan rumput yang diberikan. Banyak masalah yang dihadapi oleh peternak terhadap ternaknya yang kekurangan mineral. Ini dapat dilihat dari banyaknya ternak yang menjilat tanahnya untuk memakan atap kandangnya sendiri. Agar dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia untuk produksi secara optimal diperlukan pemberian pakan lengkap atau suplemen. Jenis suplemen pakan yang mudah dibuat untuk dan praktis pemberiannya adalah suplemen pakan bentuk blok atau biasanya disebut Urea Molasses Blok (UMB) Molasses sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting meskipun kandungan posfornya sangat rendah. Disamping itu molasses dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak, mengandung energi yang cukup tinggi, dan dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa. Dengan demikian, aktivitas mikroba rumen akan meningkat. Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2.88 kg protein kasar (6.25 x 46%). Disamping itu, urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna. Pakan yang diberi nama Molasses Blok atau Urea Molasses Blok
(UMB)
mempunyai keistimewaan, yaitu dapat membangkitkan gairah pada hewan ternak yang memakannya, hingga sangat cepat berkembang biak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan UMB merupakan campuran yang sangat mudah didapatkan di mana-mana, dan bisa dibuat oleh masyarakat peternak dengan mudah. Bagi para peternak adanya sumbangan berharga ini sungguh-sungguh dapat membantu cara-cara tradisional.
14 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Pemberian makanan tambahan molasses ini dapat meningkatkan bobot badan ternak dalam waktu yang relatif singkat, sehingga dapat meningkatkan produksi daging. Penggunaan UMB ini sangat sesuai di wilayah tropis, dimana ternak ruminansia umumnya diberi pakan dari sisa pakan, sisa-sisa tanaman, atau limbah pertanian. Pada umumnya pakan yang diberikan tersebut berkualitas rendah dengan kandungan nutrisi terbatas. Mengatasi hal tersebut dapat digunakan suplemen sebagai tambahan bagi hijauan, juga sumber pakan serat lainnya, sperti jerami padi dan limbah tanaman pertanian lainnya. Prosedur Kerja Pembuatan Urea Molasses Blok (UMB) •
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan komposisi yang akan dibuat.
•
Pencampuran bahan dimulai, dimulai dari bahan yang memiliki jumlah yang sedikit, diaduk merata kemudian dicampurkan lagi dengan bahan yang jumlahnya banyak, diaduk lagi hingga merata atau homogen.
•
Masukkan adonan kedalam cetakan kemudia dipres padat berbentuk blok.
•
Setelah dipres UMMB di taruh diatas rak (diangin-anginkan) dan rak diletakkan pada tempat yang kering (tidak lembab) serta tidak terkena sinar matahari dan hujan secara langsung.
•
Setelah kering, kemudian langsung dikemas dan langsung diberikan kepada ternak.
Pemberian kepada Ternak •
Masukkan UMB ke dalam kotak kayu sesuai ukuran petak UMB.
•
Letakkan kotak UMB dibagian depan tengah pada jatak yang mudah terjangkau oleh ternak. Upayakan penempatan kotak tidak mudah terlepas
•
Kotak diisi lagi bila UMB sudah habis.
•
Diupayakan pada waktu pemberian UMB, pakan hijauan selalu tersedia.
15 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 2 Komposisi Urea Molasses Blok Komposisi
Bagian/100 kg campuran (%)
Molasses
36.0
Dedak padi
38.0
Urea
10.0
Semen
8.0
Garam
1.9
DCP*
2.0
Mineral**
0.1
Air
4.0
Total Jumlah dan Metode Pemberian Pemberian pakan pemacu akan meningkatkan konsentrasi ammonia yang terdapat didalam rumen dari 60 – 100 mg/liter menjadi 150 – 250 mg/liter. Hal ini akan meningkatkan populasi mikroorganisme rumen. Dengan meningkatnya populasi mikroorganisme rumen, kebutuhan serat kasar sebagai media hidupnya juga akan meningkat. Hal ini akan merangsang ternak untuk mengkonsumsi bahan kasar sebanyak lebih dari 30% dari keadaan normalnya. Dengan meningkatnya konsumsi pakan, maka produksi ternak (daging, bulu, susu atau tenaga) akan meningkat pula. Jumlah pemberian pakan pemacu kepada ternak ruminansia dapat disesuaikan dengan jenis dan berat badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba dan kambing), jumlah pemberian pakan pemacu setiap hari tidak lebih dari 4 gram untuk setiap berat badan, sedangkan untuk ternak ruminansia besar, pemberian pakan pemacu adalah sebanyak 2 gram untuk setiap berat badan ternak sapi dan 3.8 gram untuk setiap berat badan ternak kerbau. Jumlah pemberian pakan pemacu tersebut merupakan patokan bagi ternak-ternak yang sudah terbiasa mengkonsumsi pakan pemacu. Apabila ternak belum terbiasa mengkonsumsinya, jumlah pemberian harus dilakukan secara bertahap seperti pada Tabel 3 berikut
16 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 3. Pemberian Pakan Pemacu Waktu Pemberian
Jumlah Pemberian (gr/ekor/hari) Domba dan Kambing
Sapi dan Kerbau
Minggu I
30
200
Minggu II
60
400
Minggu III
100
600
Minggu IV
Sesuai dengan patokan
Sumber: Wahyuni (2008) Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan yang kandungan proteinnya sangat rendah (Wahyuni, 2008).
17 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Daftar Pustaka Belasco, J.C.1954. New nitrogen coumpound for ruminant A laboratory Evaluation. J.Anim. Sci. 13 : 601 – 610. Chuzaemi, S. dan M.Soejono. 1987Pengaruh Urea Amoniasi Terhadap Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jerami Padi untuk Ternak Sapi Peranakan Onggole. Dalam : Proceedings Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya, Grati. Departemen Pertanian, 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor. Devendra, C. 1978. Utilization of Feedingstuffs from the Oil Palm. Interaksi : Feedingstuffs for Livestock in South Easht Asia. Malaysia Society of Animal Production. Serdang Selangor, Malaysia. Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press.New York. Kartasudjana R, 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak. Direktorat Menengah Kejuruan. Jakarta. Pioner Development Foundation. 1991. Silage Technology. A.Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pacific Inc. :15 – 24. Pigden, W.J. and F. Bender. 1978. Utilization of Lignocellulosic by ruminant. World. Anim. Rev. 12 : 30-33. Preston, T.r. and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. International Colour Production. Stanthorpe, Queensland, Australia. Prihatman K, 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Bappenas, Jakarta. Purnama P dan PN Taufikurrahman, 2000. Lembar Informasi Pertanian (Liptan) IP2TP Mataram No. 02/Liptan/2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Siregar, S.B. Pengawetan Pakan Ternak, 1995. Penebar Swadaya, Jakarta. Soejono, M. 1986. The Effect of Duration (weeks) Urea Ammonia Treatment on In Vivo Digestibility. Unpublished. Sofyan A dan A Febrisiantosa, 2007. Pakan Ternak dengan Silase. Majalah Inovasi. Edisi 5 Desember 2007. 18 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008
Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant, Comstock Publishing Assoc. Cornell University Press, USA. Wahyuni TH, 2008. Bahan Pakan Ternak. Pengembangan Departemen Fakultas Pertanian USU. Universitas Sumatera Utara 2008. Walker. H.G. and G.O.Kohler, 1978. Treated and Untreated Cellulosic Wastes and Animal Feeds. Recents Work interaksi the United States of America.
19 Nevy Diana Hanafi : Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, 2008 USU Repository © 2008