TEKNOLOGI PEMETAAN DENGAN SENSOR RADAR DI TENGAH TAWARAN SISTEM PEMETAAN BERBIAYA RENDAH *)
Catur Aries Rokhmana *) Teknik Geodesi dan Geomatika - Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
Abstrak Di Indonesia dengan karakter wilayah daratan-laut dan kondisi atmosfir, persoalan untuk dapat menyediakan data geoinformasi terkini masih menjadi tantangan bagi peneliti. Dari sisi teknologi masih perlu dikembangkan penelitian tentang teknologi pemetaan yang murah, cepat, mudah dioperasikan, dan akurasi yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi. Dari sisi kebutuhan produk pemetaan, masih perlu dikembangkan produk multi-tema, terjangkau sampai pasar personal, dan penekanan pada pembaharuan data. Tulisan ini akan mengilustrasikan beberapa hasil beberapa percobaan terkait teknologi radar dan biaya rendah. Berdasarkan beberapa percobaan, maka perlu disosialisasikan bahwa sistem pemetaan yang dapat bekerja mulai dari luasan sempit (puluhan-ratusan Ha) sampai luasan regional, dan produknya dapat berupa bentuk/ukuran 3D obyek.
Pendahuluan Saat ini teknologi pemetaan dan permintaan akan jasa geoinformasi berkembang pesat seiring dengan kemajuan pada industri jasa penyedia informasi. Di Indonesia dengan karakter wilayah daratan-laut dan kondisi atmosfir, persoalan untuk dapat menyediakan data geoinformasi terkini masih menjadi tantangan bagi para peneliti. Permasalahan terkait kondisi atmosfir telah memperoleh jawaban dengan keberadaan teknologi sensor radar. Tantangan utama lainnya terkait beberapa kondisi, yaitu keterbatasan biaya dan penguasaan teknologi di daerah. Khusus untuk keberadaan data citra satelit, selama ini industri jasa penyedia geoinformasi di Indonesia lebih banyak bekerja sebagai reseller agent dari teknologi pencitraan yang ada. Terkait dengan keterbatasan biaya, saat ini ada sejumlah pilihan sistem pencitraan dan pemodelan obyek di permukaan bumi yang berbiaya rendah diantaranya teknologi mikro-satelit TUBSAT-LAPAN, penggunaan instrumen yang banyak terdapat di pasaran elektronik seperti videografi atau fotografi format kecil. Jadi dari sisi teknologi masih perlu dikembangkan suatu penelitian tentang teknologi pemetaan yang murah, cepat, mudah dioperasikan, dan akurasi yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi. Pilihan teknologi pencitraan permukaan bumi perlu memperhatikan kebutuhan pasar dan isu strategis di Indonesia. Beberapa isu yang saat ini berkembang yaitu otonomi daerah, ketahanan pangan dan kesehatan, kebutuhan energi, teknologi pertahanan, dan teknologi informasi. Permintaan pasar saat telah juga memunculkan kebutuhan pemetaan untuk tingkat personal yang hanya membutuhkan luasan kecil. Keberadaan sistem informasi Google-Earth (imagery) dan Tele-Atlas (Navigation Map) telah mendorong perkembangan pasar personal ini. Disamping itu, produk dari jasa geoinformasi yang terpenting adalah aspek kekinian. Dalam hal aspek kekinian ini, masih diperlukan penelitian untuk mengembangkan teknologi pembaharuan data geoinformasi. Jadi dari sisi kebutuhan produk pemetaan, masih perlu dikembangkan produk multi-tema, terjangkau sampai pasar personal, dan penekanan pada pembaharuan data (tidak harus membuat peta baru). Selanjutnya, tulisan ini akan mengilustrasikan beberapa isu yang telah disebutkan diatas yaitu difinisi pemetaan
1 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
berbiaya rendah, kebutuhan pasar, pro/kontra sensor radar, dan hasil beberapa percobaan terkait fusi data radar dan optik.
Definisi Sistem Pemetaan Berbiaya Rendah Tidak ada suatu definisi baku dari sistem pemetaan berbiaya rendah (low-cost). Disamping itu, tidak ada suatu ukuran obyektif yang dapat menyatakan suatu sistem berbiaya rendah, karena terdapat aspek instrumentasi, kecepatan dan kemudahan operasional, kondisi lapangan, dan volume pekerjaan. Jadi dalam tulisan ini, pemberian difinisi berbiaya rendah hanya untuk keperluan membatasi pengertian. Sistem pemetaan berbiaya rendah definisikan sebagai penggunaan instrumen (hardware/software) yang banyak tersedia di pasaran elektronik (Mass-Products) sebagai sensor utama dalam sistem pemetaan/pencitraan permukaan bumi (lihat Rokhmana, 2005, Dare, 2006). Beberapa contoh instrumen seperti kamera fotografi, kamera video, receiver GPS –Navigasi, dan aeromodeling. Disamping sistem pemetaan berbiaya rendah terdapat juga pilihan proses produksi geoinformasi dengan biaya rendah. Dalam hal ini, biaya rendah diperoleh dengan mengakses keberadaan data global yang dapat diakses dengan gratis atau teknologi yang dimiliki Indonesia. Tulisan ini akan membatasi pada keberadaan Google-Earth, SRTM, dan satelit TUBSAT-LAPAN. Sistem pemetaan berbiaya rendah yang dimaksudkan dalam tulisan ini lebih ditujukan untuk keperluan pembaharuan informasi tematik.
Kebutuhan Pasar Salah satu ilustrasi terhadap kebutuhan pasar dapat dilihat pada pada dokumen hasil studi yang dilakukan Global Marketing (2007). Gambar 1 menunjukkan kebutuhan aspek teknologi dari produk sistem penginderaan jauh. Sejumlah responden (users) memilih “Remote Sensing Data Becoming a Commodity” sebagai isu utama, dan data yang paling banyak digunakan selama ini adalah kategori midresolution (Landsat).
Gambar 1. Grafik kebutuhan aspek teknologi (Global Marketing, 2007)
2 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
Sejumlah produk yang semakin diminati adalah citra satelit resolusi tinggi, data DTM, dan hyper-spectral. Pasar personal yang memiliki luasan sempit juga telah mendorong permintaan akan teknologi R/C model sebagai wahana pembawa sensor (lihat Petire, 2006). Jadi tampaknya perlu ada perbedaan pilihan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yang memiliki luasan lebar dan kebutuhan personal/privat dengan luasan yang lebih kecil dari 500 Ha. Disamping permintaan pada produk geoinformasi, beberapa bidang pekerjaan lebih menekankan pada produk model 3D dari suatu obyek. Beberapa bidang dengan permintaan model 3D diantaranya seperti arsitektur-arkeologi, geoteknik, deformasi obyek, pariwisata, model kota 3D (telekomunikasi), surveillance, dan grafik-animasi.
Pro/Kontra Sensor Radar vs Optik Sampai saat ini tidak ada suatu jenis sensor inderaja yang dapat memuaskan kebutuhan semua pihak. Atas dasar pemikiran tersebut, maka diskusi tentang pro/kontra teknologi sensor radar dan optic tidak penting lagi. Hal yang lebih penting adalah bagaimana dapat menggabungkan (supplementary) antara produk tersebut. Sejumlah penelitian yang mengupayakan proses fusi citra optik ditujukan untuk menambah akurasi proses proses interpretasi, dan menghilangkan liputan awan pada citra optic (lihat Tzeng et.al. (2005), Mercer et.al. (2007), Hellwich et.al. (2007)) Bellman et. Al. (2005) pernah menyampaikan perbandingan visual antara citra optic dan radar (C-Band dan L-Band). Penelitiannya menyimpulkan bahwa untuk area yang luas-terbuka dan obyek linier, hasil interpretasi visual memiliki performa yang hampir sama. Tetapi untuk obyek yang kecil seperti bangunan yang memiliki pepohonan rapat citra optic lebih mudah diinterpretasi oleh operator yang tidak berpengalaman sekalipun.
Percobaan Terhadap Pemetaan Berbiaya Rendah dan Sensor Radar Sejumlah hal berikut ini adalah beberapa hasil percobaan yang pernah dilakukan: 1. Overlay citra optik dan radar untuk menghilangkan liputan awan (lihat Gambar 2). Kasus ini berlokasi di daerah Bali (Bedugul), citra satelit IKONOS di overlaykan dengan citra Radar Orthorecficied produk dari InterMap (teknologi IfSAR).
Gambar 2. Overlay citra IKONOS dan ORI (produk InterMap) daerah Bedugul-Bali. Kasus liputan awan ini juga dapat diselesaikan dengan teknologi Low-Cost mengunakan videografi udara. Gambar 3 menunjukkan kasus liputan awan yang sama pada daerah Bontang-Samarinda. Citra IKONOS tahun 2002 di-overlay
3 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
dengan citra Mosaik Multi-Perspektif arah Nadir dari rekaman video udara tahun 2003.
Gambar 3. Overlay citra IKONOS dengan Citra Multi-perspektif dari Video Udara. 2. Kasus pembentukan data DTM untuk keperluan evaluasi volumetric terhadap suatu obyek. Gambar 4 memberikan ilustrasi hasil yang diperoleh dari teknologi IfSAR pada lokasi yang sama di Bedugul-Bali.
Gambar 4. Visualisasi 3D data DSM produk Intermap- IfSAR Dalam kasus pemodelan 3D kaldera Gunung Bawakaraeng-Sulawesi Selatan, gambar 5 memberikan ilustrasi contoh produk DTM hasil pemetaan mengunakan foto udara format kecil dengan pandangan oblique.
Gambar 5. Visualisasi model 3D dengan teknologi Fotografi Oblique 4 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
3. Kegiatan pembaharuan informasi tematik dari suatu peta yang sudah ada. Kasus ini dapat berlaku pada upaya pembaharuan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal, Peta Penggunaan Tanah dari BPN, atau Peta tematik lainnya. Teknologi yang dapat dipilih adalah pemanfaatan data citra rupa bumi yang terdapat dalam sistem Google-Earth. Pada sejumlah daerah, terutama Wilayah Timur Indonesia, keberadaan citra dari sistem Google-Earth sangat membantu untuk mendapatkan data terkini. Gambar 6 memberikan ilustrasi hasil pembaharuan terhadap beberapa tema pada Peta Rupa Bumi.
Gambar 6. Ilustrasi pembaharuan tema pada Peta Rupa Bumi. 4. Percobaan terhadap data SRTM. Saat ini keberadaan data topografi global seperti SRTM yang dihasilkan dengan teknologi Interferometry-Radar dapat diperoleh dengan gratis (lihat http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTION/ inputCoord.asp). Pada sejumlah aplikasi tertentu untuk produksi skala menengah, data SRTM ini dapat membatu. Seperti halnya data dari Google-Earth, data hasil download SRTM ini perlu diolah agar memiliki sistem koordinat dan datum yang sesuai dengan sistem yang berlaku di Indonesia. Secara nasional keberadaan data SRTM perlu diuji tingkat akurasinya. Secara umum akurasi nilai beda tinggi (tinggi relatif) data SRTM dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji akurasi terhadap nilai beda tinggi SRTM (TA. sdr. Zamzami) RMS Error (meter)
Daerah uji thd DEM
Datar
Topografi
4,188
Peralihan Berbukit Bergunung Menyeluruh 5,287
5,192
3,680
4,943
5. Percobaan memanfaatkan citra video TUBSAT-LAPAN. Keberadaan mikro-satelit milik Indonesia TUBSAT-LAPAN untuk keperluan surveillance sudah sepatutnya mendapat dukungan dan dapat menjadi pilihan teknologi yang berbiaya rendah. Saat ini masih ada sejumlah persoalan terhadap kualitas geometri dari citra yang dipublikasikan. Keberadaan citra TUBSAT-LAPAN akan lebih efisien apabila digunakan untuk keperluan pembaharuan Tema dari suatu Peta. Keberadaan Peta yang sudah tersedia akan dapat mengurangi kebutuhan data GCP untuk keperluan koreksi geometri. Gambar 7 memberikan ilustrasi hasil koreksi geometri terhadap citra TUBSAT-LAPAN untuk daerah bergunung (Kawasan Bromo) 5 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
Gambar 7. Ilustrasi hasil koreksi geometri terhadap citra TUBSAT-LAPAN.
Kesimpulan Tulisan ini telah memberikan sejumlah ilustrasi tentang keberadaan sistem pemetaan berbiaya rendah terhadap kebutuhan pasar akan jasa penyedia data geoinformasi. Setiap sistem pemetaan yang ada sifatnya akan saling melengkapi. Berdasarkan pengalaman dari beberapa percobaan yang pernah dilakukan, maka perlu disosialisasikan kepada para pengguna bahwa saat ini telah tersedia berbagai sistem pemetaan yang dapat bekerja mulai dari luasan sempit (puluhan-ratusan Ha) sampai luasan regional. Disamping itu, aplikasi dari sistem yang telah dikembangkan tidak hanya untuk keperluan produksi peta saja, tetapi dapat juga menghasilkan model 3D, dan pengukuran bentuk dan dimensi suatu obyek.
DAFTAR PUSTAKA Bellmann, Anke, and Olaf Hellwich, 2005, SENSOR AND DATA FUSION CONTEST: Comparison of Visual Analysis between SAR- and Optical Sensors Berlin University of Technologie, Computer Vision & Remote Sensing, Franklinstraße 28/29, 13353 Berlin, Dare, P. Maxwell, 2007, An Innovative System for Low Cost Airborne Video Imaging, diakses Januari 2007, tersedia di: http://www.gisdevelopment.net/ technology/ip /paulpf.htm Global Marketing Insights, Inc., 2007, Survey and Analysis of the Asian Remote Sensing Market Aerial and Spaceborne, NOAA Asia 2006 Remote Sensing Study Hellwich Olaf, Andreas REIGBER, Hartmut LEHMANN, 2007, SENSOR AND DATA FUSION CONTEST: TEST IMAGERY TO COMPARE AND COMBINE AIRBORNE SAR AND OPTICAL SENSORS FOR MAPPING, ISPRS- Working Group III/6, diakses Desember 2007, dari http://isprs.org/ Mercer, J. Bryan, Dan Edwards, Joel Maduck, Gang Hong, Yun Zhang, 2007, Fusion of High Resolution Radar and Low Resolution Multi-Spectral Optical Imagery, diakses Desember 2007, dari http://www.intermap.com/ Petrie, G., 2006, Ground-Based Aerial Photography, Spectacular Growth in Recent Years, GeoInformatics Magazine - June 2006
6 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008
Rokhmana, C. A., 2005. “Aerial Mapping by Consumer Camcorders.” GIM International, 19(2): 40-43 Tzeng, Yu-Chang and Kun-Shan Chen, 2005, Image fusion of synthetic aperture radar and optical data for terrain classification with a variance reduction technique, Optical Engineering-October 2005/Vol. 44
7 Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Radar Antariksa, Bakosurtanal, 2008