Teknologi dan Sistem Informasi (5) ANALISIS EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PEMBERIAN KREDIT PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TANAOBA LAIS MANEKAT Aryananda Marthin Roy Ghunu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Bangsa Sehat E. Ginting Akademi Akuntansi Bandung Bobby W. Saputra Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Bangsa
ABSTRACT This research aims to analyze the activities and effectiveness of the internal control in lending at PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tanaoba Lais Manekat. This bank was operated at February 2008 in Kupang. Descriptive analysis was used in this research in order to describe the object of research and give a portray the internal controls activities in lending at this bank. Due to these purposes, necessary data in this research must be involved by conducted survey with questionnaires and observation in field of research objects, PT. BPR Tanaoba Lais Manekat. The results showed that the score of the internal control of lending at PT. BPR Tanaoba Lais Manekat was 82.6%. Compared to the table the intervals score by Ridwan and Kuncoro (2011), the score indicate that the internal controls of lending at this bank was very high, it stand in the interval of 81%-100% which mean high level of internal controls. Internal control in lending measured by 5 components, which is an environmental controls has the highest weight, while a risk assessment has the lowest weight. In other hand, the effectiveness of internal controls in lending could be measured by general bank performance indicators such as LDR, LAR, NPLs, ROA, RBO, NPM ratios during the first three years. These ratios show the bank has a better performance from year to year which is can be concluded that the bank's internal controls over the provision of credit has been going on effectively. Keywords: Internal Control, Credit, Rural Bank (BPR), Effectiveness.
LATAR BELAKANG Sebagai lembaga keuangan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) memiliki fungsi pokok sama seperti jenis bank lainnya yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian pinjaman. Pemberian pinjaman ini menghasilkan laba bagi bank melalui selisih dari bunga simpanan yang harus dibayarkan oleh bank dengan bunga pinjaman yang diterima oleh bank.
Namun BPR tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas pembayaran seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu: “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” BPR sebagai perusahaan pemberian kredit mempunyai sumber pendapatan antara lain provisi dari berbagai jasa bank dan bunga sebagai imbalan jasa kredit. Jika dilihat dari komposisi laporan rugi laba BPR, maka dominasi pendapatan dari bunga kredit merupakan bagian yang paling besar. Pemberian kredit merupakan sumber pendapatan utama bagi bank, namun pemberian kredit juga menjadi sumber masalah utama bagi bank jika kredit tersebut macet. Oleh karena itu pihak bank perlu melakukan analisis yang baik sebelum melakukan pemberian kredit. Untuk membantu pihak bank sebelum memberikan kredit diperlukan analisis. Menurut Mulyono (2001), “the five C of credit analysis” atau analisis 5C. Prinsip 5C ini terdiri dari character (penilaian watak), capacity (penilaian kemampuan), capital (penilaian terhadap modal), collateral (penilaian terhadap agunan), dan condition of economic (penilaian terhadap prospek usaha debitur). Pada dasarnya jika semua konsep analisis diatas diterapkan dengan baik, maka kredit macet sangat kecil kemungkinan akan terjadi, namun kenyataannya bank masih tetap berhadapan dengan permasalahan kredit macet. Untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet, bank memerlukan kontrol yang baik terhadap prosedur pemberian kredit tersebut. Kontrol yang dimaksud adalah pengendalian internal. Menurut Bodnar (2006), pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi perusahaan, manajemen, dan personel lain yang dirancang untuk memberikan jaminan yang masuk akal terkait dengan tercapainya reliabilitas pelaporan keuangan, efektivitas dan efisensi operasi, dan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu dengan adanya pengendalian internal pada prosedur pemberian kredit sangat membantu pihak bank dalam menghindari risiko terjadinya kredit bermasalah (non performing loan) sejak dini pada prosedur pemberian kredit. Berdasarkan penelitian Hayati (2005) mengenai pengaruh efektivitas pengendalian internal kredit dan likuiditas terhadap rentabilitas pada Perusahaan Daerah BPR Badan Kredit Kecamatan di Kabupaten Tegal, menunjukkan bahwa efektivitas pengendalian internal kredit berpengaruh terhadap likuiditas (quick ratio, banking ratio dan cash ratio) pada Perusahaan
Daerah
BPR Badan Kredit Kecamatan di Kabupaten Tegal. Dengan meningkatnya
efektivitas pengendalian internal kredit, maka quick ratio, banking ratio dan cash ratio dapat meningkat. Pinem (2009) dalam penelitiannya mengenai peranan pengendalian internal terhadap pemberian kredit pada PT. Bank BNI (Persero) Tbk. menunjukkan bahwa pengendalian internal mempunyai hubungan yang sangat erat terhadap pemberian kredit. Semakin baik pengendalian internal terhadap pemberian kredit, maka semakin baik pula pemberian kredit. Dengan perlunya suatu pengendalian internal atas prosedur pemberian kredit agar semakin memberikan keyakinan bagi pihak bank atas kredit yang akan disalurkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengendalian internal dalam prosedur pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat untuk melihat bagaimana tingkat pengendalian internal dalam prosedur pemberian kredit serta efektivitas dari pengendalian internal dalam pemberian kredit pada bank tersebut.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat?
2.
Bagaimana tingkat efektivitas pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat?
TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat. 2. Mengetahui tingkat efektivitas pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat.
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dirancang dan dilaksanakan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi pihak manajemen dalam mencapai tujuannya yaitu laporan keuangan yang handal, terciptanya efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Mulyadi, 2002; Niswonger, et al, 2000; Arens, et al, 2008; Nugroho, 2001). Untuk mencapai tujuan dari suatu pengendalian internal, terdapat lima komponen pengendalian internal yang dapat dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Suatu pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan (Romney & Steinbart, 2004; Mulyadi, 2001; Bodnar, 2006), yaitu: 1.
Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik serta manajer perusahaan mengenai pentingnya pengendalian internal perusahaan. Lingkungan pengendalian menentukan iklim organisasi dan mempengaruhi kesadaran karyawan terhadap pengendalian. Lingkungan pengendalian terdiri dari beberapa faktor berikut: a.
Nilai etika dan kejujuran Etika dan kejujuran merupakan dasar dari pengendalian yang dilakukan oleh manajemen dalam mengurangi dan meredam tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh individu-individu dalam perusahaan karena pelanggaran etika dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan.
b.
Keinginan untuk maju Keinginan untuk mengembangkan lingkungan pengendalian, untuk mendapatkan suatu perbaikan serta pertimbangan manajemen terhadap kecakapan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan bagaimana tingkat kecakapannya diterjemahkan ke dalam keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan.
c.
Dewan direksi dan komite audit Suatu kesatuan pengendalian dipengaruhi oleh dewan direksi atau komite audit. Komite audit diberikan tanggung jawab untuk mengawasi proses pelaporan keuangan yang mencakup pengendalian internal, ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan agar menjadi efektif dan memelihara komunikasi yang berkesinambungan secara baik dengan auditor eksternal maupun auditor internal.
d.
Falsafah manajemen dan gaya operasi
Melalui kebijakan dan aktivitasnya, manajemen memberikan tanda yang jelas terhadap falsafah manajemen dan gaya operasi tentang pentingnya pengendalian internal. Jika manajemen percaya bahwa pengendalian itu penting, manajemen akan memastikan bahwa kebijakan prosedur pengendalian diterapkan secara efektif. e.
Struktur organisasi Struktur organisasi merupakan pola otoritas dan tanggung jawab yang ada dalam organisasi serta garis pelaporan yang jelas. Kesatuan struktur organisasi menyediakan kerangka kerja operasi untuk mencapai keseluruhan tujuan perusahaan yang telah direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, dan diawasi.
f.
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab Penetapan wewenang dan tanggung jawab dimaksudkan agar mempermudah proses operasi, proses pelaporan, dan memperjelas tingkat kepemimpinan dalam perusahaan. Didalamnya termasuk kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha, pengetahuan, dan pengalaman tokoh-tokoh kunci dalam perusahaan dan sumber daya yang tersedia untuk menjalankan operasi perusahaan serta terdapat dokumen tertulis yang mengindikasikan pemberian wewenang dan tanggung jawab tersebut.
g.
Kebijakan dan pelatihan sumber daya manusia Kebijakan dan pelatihan sumber daya manusia berhubungan dengan proses penerimaan, penempatan, pelatihan, evaluasi, konseling, promosi dan penggantian karena sumber daya manusia merupakan komponen kunci dalam suatu pengendalian
2.
Aktivitas pengendalian Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang dibangun untuk membantu memastikan arahan manajemen dilaksanakan dengan baik serta meredam risiko dalam pencapaian keseluruhan tujuan secara umum. Kegiatan pengendalian dapat dikategorikan ke dalam kebijakan dan prosedur sebagai berikut: a. Tinjauan ulang atas penampilan kerja Kegiatan pengendalian dilakukan dengan mengadakan perbandingan antara penampilan kerja sebelumnya serta analisis-analisis yang telah dilakukan dan tindakan koreksi yang telah dilaksanakan. b. Pengelolaan informasi Berbagai tindakan pengendalian dilakukan dengan memeriksa keakuratan, kelengkapan, otorisasi transaksi, pengembangan sistem dan pengoperasian pengolahan data.
c. Pengendalian umum Unsur pengendalian umum meliputi transaksi yang telah diotorisasi diproses sekali saja secara lengkap, teliti, serta menjamin bahwa pengolahan data benar dan sesuai dengan keadaan. d. Pengendalian aplikasi terbagi menjadi: 1) Pengendalian preventif Bertindak sebagai petunjuk untuk membantu segala sesuatu terjadi seperti yang seharusnya terjadi, meliputi unsur-unsur diantaranya; otorisasi data sumber, konversi data, penyimpanan data sumber, turn around document, formulir bernomor urut cetak, validasi masukan, pemutakhiran arsip dengan komputer, dan pengendalian terhadap pengolahan data. 2) Pengendalian detektif Memberikan petunjuk dimana letak terjadinya masalah yang terdiri dari; data transimission, control register, control totals, documentation and testin, using label, dan output check. 3) Pengendalian fisik Pengendalian ini dilakukan terhadap pengendalian fisik atas asset, untuk menjaga asset dari perbedaan perhitungan antara catatan pengendalian dengan hasil dari perhitungan fisik. 4) Pemisahan tugas Tujuan utama pemisahan tugas adalah menghindari timbulnya kesalahankesalahan yang disengaja atau tidak disengaja dalam pengotorisasian transaksi, pencatatan transaksi dan sebagainya. 3.
Perkiraan risiko Perkiraan risiko merupakan proses mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang mempengaruhi tujuan organisasi. Organisasi harus dapat mengetahui dan menghadapi risiko yang ada, risiko dapat timbul dalam keadaan berikut: a. Perubahan dalam lingkungan organisasi Perubahan dalam lingkungan organisasi yang disebabkan oleh faktor ekternal dapat mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko yang berbeda secara signifikan. b. Karyawan baru
Karyawan baru mungkin memiliki pandangan atau pengertian yang lain atas pengendalian internal yang sedang diterapkan dalam perusahaan. c. Perubahan sistem informasi Perubahaan yang pesat dalam sistem informasi dapat merubah risiko yang berhubungan dengan pengendalian internal. d. Perubahan operasi perusahaan Perubahan pesat operasi perusahaan dapat meningkatkan risiko akibat dari pengendalian yang sudah tidak berfungsi secara memadai. e. Teknologi baru Teknologi baru yang diterapkan pada proses transaksi dalam hal ini permberian kredit. 4.
Informasi dan komunikasi Informasi mengacu pada sistem akuntansi organisasi yang terdiri dari metode dan catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasikan, merangkai, menganalisis, mengelompokkan, mencatat, dan melaporkan transaksi organisasi dan untuk memelihara akuntabilitas aktiva dan utang yang terkait. Sedangkan komunikasi merupakan proses pemahaman peran individu dan pertanggungjawaban yang berhubungan dengan pengendalian internal terhadap laporan keuangan. Komunikasi biasanya secara lisan dan melalui tindakan yang dilakukan oleh manajemen.
5.
Pengawasan Salah satu tanggung jawab manajemen adalah menetapkan dan memelihara fungsi pengendalian internal, manajemen menindaklanjuti pengawasan berkesinambungan terhadap kegiatan operasi perusahaan, evaluasi terpisah atau kombinasi keduanya, seperti dengan cara mempelajari pengendalian internal yang ada, laporan audit internal dan laporan dari pihak luar perusahaan seperti pemerintah dan Bank Indonesia, umpan balik dari karyawan dan masukan dari nasabah. Untuk mencapai tujuan pengendalian internal pemberian kredit diatas, terdapat dua
rekomendasi tahapan pengendalian internal pemberian kredit khususnya bagi BPR yang diutarakan oleh Narotama dan Radianto (2004) yaitu pembuatan dan pengembangan pedoman yang diperlukan, serta kegiatan pengendalian internal. 1. Pembuatan dan pengembangan pedoman yang diperlukan Pembuatan dan pengembangan pedoman yang diperlukan mutlak harus dilakukan oleh beberapa bagian yang bertujuan agar bagian tersebut dapat melakukan tugas dengan
cepat, benar, dan akurat. Pedoman tersebut harus dibuat dan didokumentasikan sebagai pedoman sistem bagian tersebut.
2. Kegiatan pengendalian internal Kegiatan pengendalian internal merupakan kegiatan yang dilakukan oleh satuan pengawas internal dengan dimensi waktu yang berbeda-beda. Beberapa kegiatan pengendalian internal harus dilakukan setiap suatu transaksi tertentu, setiap hari, setiap bulan, atau setiap beberapa periode. Setelah selesai melakukan pengendalian, satuan pengawasan internal membuat laporan pengendalian internal. Selain melakukan perbandingan tersebut, dapat juga dilihat dengan perkembangan kinerja bank yang berhubungan dengan kredit yang diukur menggunakan rasio-rasio kinerja bank berikut (Dendawijaya, 2009): 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas dalam menilai kinerja suatu bank antara lain: a. Cash Ratio Cash ratio adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang harus segera dibayar. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank. Cash ratio dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
b. Reserve Requirement Reserve requirement atau lebih dikenal dengan likuiditas wajib minimum merupakan suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank. Rasio ini dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
c. Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. LDR menggambarkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi LDR
memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Dalam tata cara penilaian kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan bahwa bank dengan LDR sebesar 110% atau lebih tergolong tidak sehat dan bank dengan LDR dibawah 110% dinilai sehat. LDR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
d. Loan to Asset Ratio (LAR) LAR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuditas bank yang menunjukkan kemapuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuditasnya semakin kecil karena aset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
e. Rasio Kewajiban Bersih Call Money Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar. Semakin kecil nilai rasio maka semakin besar likuiditas bank tersebut karena bank dapat segera menutupi kewajiban dalam kegiatan pasar uang antar bank dengan alat likuid yang dimilikinya. Menghitung rasio ini dapat menggunakan rumus berikut:
f. Non-Performing Loan (NPL) NPL menunjukkan tingkat kredit macet bank. NPL membandingkan jumlah kredit yang macet dengan total kredit yang diberikan oleh bank. Semakin besar nilai NPL maka semakin rendah kinerja bank tersebut. Batas maksimum NPL yang wajar sebesar 5%. NPL dihitung menggunakan rumus berikut:
2. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas bank merupakan alat untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank.
a. Return on Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
b. Return on Equity (ROE) ROE merupakan perbandingan antara laba bersih dengan modal sendiri. Rasio ini merupakan indikator bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Rasio ini dihitung menggunakan rumus berikut:
c. Rasio Beban Operasional (RBO) Rasio biaya operasional merupakan perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemapuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dihitung menggunakan rumus berikut:
d. Net Profit Margin (NPM) NPM merupakan rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Dengan dilarangnya BPR melakukan aktivitas pembayaran berdasarkan undangundang, maka pemberian kredit menjadi sumber pendapatan utama bagi BPR, oleh karena itu dalam pemberian kreditnya diperlukan suatu pengendalian internal yang efektif agar prosedur pemberian kredit yang telah diatur oleh bank dilaksanakan dengan baik guna mengurangi resiko terjadinya kredit macet dan penyelewengan dalam proses pemberian kredit serta tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. METODE PENELITIAN Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat, penulis melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Observasi, yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 2009). 2. Kuesioner, yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terperinci dan lengkap tentang fakta-fakta yang dianggap dikuasai oleh responde (Nazir, 2009). Pada teknik pengumpulan data ini, penulis memberikan 25 (duapuluh lima) daftar pernyataan dengan 5 (lima) pilihan jawaban (sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju, dan sangat setuju) yang menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2010), prinsip kategorisasi jumlah skor tanggapan responden didasarkan pada persentase skor jawaban responden dengan rumus sebagai berikut:
Selanjutnya persentase skor jawaban responden yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan rentang persentase skor maksimum (5/5 = 100%) dan skor minimum (1/5 = 20%). Analisis deskriptif dilakukan mengacu kepada setiap indikator yang ada pada setiap variabel yang diteliti dengan berpedoman pada tabel berikut: Tabel Kriteria Pengklasifikasian Presentase Skor Tanggapan Responden Interval skor Kategori 0% - 20% Sangat rendah 21% - 40% Rendah 41% - 60% Sedang 61% - 80% Tinggi 81% - 100% Sangat Tinggi Sumber: Riduwan dan Kuncoro (2011)
PEMBAHASAN Dalam prosedur pemberian kreditnya, bank memiliki staf yang kompeten dan dapat dipercaya dengan penetepan wewenang serta tanggung jawab yang jelas. Dalam meningkatkan kompetensi para stafnya perusahaan memberikan pelatihan pada para stafnya. Bahkan sebelum memulai kegiatan operasionalnya seluruh staf mengikuti pelatihan selama satu bulan di sebuah bank perkreditan rakyat di Bali. Dalam prosedur pemberian kredit pada bank juga telah terdapat pemisahan fungsi yang memadai antara fungsi analisa kredit pada bagian marketing, fungsi pengambilan keputusan pada komite kredit, dan pencatatan pada bagian administrasi kredit. Pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat dalam penelitian ini diukur dengan 5 (lima) indikator variabel pengendalian internal yaitu lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian, perkiraan risiko, informasi dan komunikasi, serta pengawasan. Kelima indikator variabel pengendalian internal tersebut terbagi dalam 25 (dua puluh lima) butir pernyataan. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1, total skor yang diperoleh sebesar 1.445 kemudian di hitung menggunakan rumus persen skor (Sugiyono, 2010) untuk mengetahui berada pada kategori mana pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat. Tabel Rekapitulasi Skor Jawaban Pengendalian Internal Pemberian Kredit PT. BPR Tanaoba Lais Manekat SKALA INDIKATOR Lingkungan Pengendalian Aktivitas Pengendalian Perkiraan Risiko Informasi dan Komunikasi Pengawasan AKUMULASI JUMLAH SKOR
f 0 0 3 1 0 4
REKAPITULASI SKOR JAWABAN RESPONDEN TOTAL 1 2 3 4 5 % f % f % f % f % f % 0% 1 1% 0 0% 46 47% 51 52% 98 100% 0% 0 0% 6 6% 53 54% 39 40% 98 100% 4% 10 14% 14 20% 32 46% 11 16% 70 100% 2% 6 11% 9 16% 29 52% 11 20% 56 100% 0% 0 0% 0 0% 20 71% 8 29% 28 100% 1% 17 5% 29 8% 180 51% 120 34% 350 100% 4 34 87 720 600 1445
Sumber: Data diolah Ket: f : frekuensi atau jumlah responden yang memilih jawaban tertentu. %: persentase responden yang memilih suatu jawaban dari total keseluruhan.
Berdasarkan perhitungan diatas, persen skor pengendalian internal pemberian kredit bank sebesar 82,6% dan jika dimasukkan kedalam tabel interval skor menurut Ridwan dan Kuncoro (2011), maka posisi pengendalian internal pemberian kredit PT. BPR Tanaoba Lais Manekat berada dalam interval 81% - 100% yang berarti pengendalian internal pemberian kredit pada bank sangat tinggi. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan telah melakukan pengendalian internal yang baik dalam prosedur pemberian kreditnya sehingga semakin mengurangi resiko terjadinya kredit macet dan penyelewengan yang dapat merugikan pihak bank. Hal ini juga terlihat dari 51% responden memilih jawaban setuju dan 34% memilih sangat setuju. Dalam prakteknya, bank selalu mempertimbangkan kejujuran dan nilai etika dalam pengambilan keputusan kreditnya. Pihak bank lebih melihat character (karakter) calon debiturnya dari analisis 5C yang digunakan, terlihat dari komposisi penilaian 5C bank yang terdapat dalam penilaian skor kredit yaitu character 40%, capacity 30%, capital 15%, collateral 10%, dan condition 5%. Debitur yang memiliki karakter yang baik menurut bank kemungkinan akan memperoleh fasilitas kredit walaupun barang yang dijaminkan kurang sebanding dengan permohonan kreditnya. Selain itu sering juga diselenggarakan diskusi antara pimpinan dan staf dalam rangka memberi arahan mengenai pemberian kredit beserta pengawasannya. Dalam hal perkiraan risikonya, pihak bank turut mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam penyusunan program dan aggaran. Sedangkan untuk mengurangi resiko terhadap kesalahan dalam proses pemberian kredit, direktur sebagai pimpinan memberikan pelatihan kepada staf-staf baru agar memahami prosedur pemberian kredit yang dilakukan bank. Dalam rangka penilaian terhadap calon debitur, sistem informasi yang dimiliki bank dinilai belum memadai dalam membantu staf yang ada melakukan analisis karena pada bank saat ini sedang dilakukan pergantian sistem yang lama ke yang baru dan dapat beresiko mengakibatkan kesalahan dalam melakukan analisis yang berhubungan dengan pemberian kredit. Namun prosedur pemberian kredit yang berlangsung saat ini dinilai telah cukup membantu dalam memberikan keyakinan bagi bank atas kredit yang akan diberikan kepada calon debitur bahwa kredit tersebut dapat terlunasi. Ini juga terlihat dalam tabel dimana 43% responden menjawab ragu-ragu dan 29% menjawab tidak setuju atas peryataan bahwa sistem informasi yang dimiliki bank telah memadai untuk menghasilkan informasi yang lengkap, akurat, dan tepak waktu (pernyataan
nomor 22). Sedangkan dalam hal komunikasi antar bagian pada bank sangat baik dibuktikan dengan diadakannya rapat bulanan yang berguna membahas semua masalah yang dialami bank serta mencari solusinya bersama-sama. Dalam menilai efektif atau tidaknya pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat, digunakan dua indikator yaitu perhitungan kinerja bank menggunakan rasio likuiditas, dan rasio rentabilitas. Kedua indikator tersebut dibandingkan mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2010. Hasil perhitungannya setiap indikator sebagai berikut: 1.
Rasio Likuditas Tabel Perhitungan Rasio Likuiditas PT. BPR Tanaoba Lais Manekat Tahun 2008-2010
Kredit yang Diberikan Kredit Tidak Lancar Tabungan Deposito Modal Inti Total Aset LDR LAR NPL
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2008 16,519,570,985 229,622,037 6,710,985,358 10,510,750,000 6,000,000,000 22,630,701,172 71.14% 73.00% 1.39%
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2009 33,407,730,435 1,413,146,997 13,542,089,185 18,598,000,000 6,000,000,000 41,059,737,620 87.59% 81.36% 4.23%
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2010 41,132,194,090 1,312,116,991 16,644,615,662 25,602,000,000 20,000,000,000 52,369,035,241 66.08% 78.54% 3.19%
Rata-Rata Rp 30,353,165,170 Rp 984,962,009 Rp 12,299,230,068 Rp 18,236,916,667 Rp 10,666,666,667 Rp 38,686,491,344 74.94% 77.63% 2.94%
Sumber: Laporan Keuangan PT. BPR Tanaoba Lais Manekat tahun 2008-2010 (dengan pengolahan)
a. Loan to Deposit Ratio Bank Indonesia menetapkan bahwa standar maksimal LDR perbankan sebesar 110% (Dendawijaya, 2009), jika LDR suatu bank lebih dari 110% maka bank tersebut dikategorikan tidak sehat, sedangkan jika di bahwa 110% berarti bank tersebut sehat. LDR PT. BPR Tanaoba Lais Manekat selama tiga tahun berturut-turut berada di bawah batas maksimum tersebut sehingga bank ini dapat dikategorikan sehat. Selain itu, semakin tinggi LDR berarti semakin rendahnya kemampuan likuditas bank karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Berdasarkan tabel diatas dilihat bahwa LDR dari PT. BPR Tanaoba Lais Manekat mengalami penurunan sampai pada 66,08% pada tahun 2010 ini berarti bank memiliki tingkat likuditas yang semakin baik karena bank masih memiliki 33,92% (100% - 66,08%) dana yang dapat digunakan dalam memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali depositonya.
b. Loan to Asset Ratio Sama halnya dengan LDR, tingginya LAR suatu bank menunjukkan bahwa tingkat likuditasnya semakin kecil karena jumlah aset yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Dari tabel terlihat bahwa likuditas bank dapat dikatakan cukup baik karena rasio LAR bank tidak terlalu tinggi dengan rata-rata sebesar 77,63% selama tiga tahun yang berarti bank mampu memenuhi permintaan kredit dengan hanya menggunakan 77,63% aset yang dimilikinya. c. Non-Performing Loan (NPL) Dari tabel terlihat bahwa NPL bank selama tiga tahun terakhir paling tinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 4,23% dan turun menjadi 3,19% pada tahun 2010. Jika dirata-ratakan maka NPL bank selama tiga tahun sebesar 2,93% yang artinya dari dana kredit yang diberikan kepada masyarakat, sebesar 2,93% yang masuk dalam kredit tidak lancar.
2.
Rasio rentabilitas Tabel Perhitungan Rasio Rentabilitas PT. BPR Tanaoba Lais Manekat Tahun 2008-2010
Laba Bersih Total Aktiva Beban Operasional Pendapatan Operasional ROA RBO NPM
Rp Rp Rp Rp
2008 126,546,473 22,630,701,172 2,047,708,590 2,200,234,735 0.56% 93.07% 5.75%
Rp Rp Rp Rp
2009 1,415,833,767 41,059,737,620 4,535,828,807 6,499,590,800 3.45% 69.79% 21.78%
Rp Rp Rp Rp
2010 1,897,657,554 52,369,035,241 6,640,880,594 9,011,757,803 3.62% 73.69% 21.06%
Rata-Rata Rp 1,146,679,265 Rp 38,686,491,344 Rp 4,408,139,330 Rp 5,903,861,113 2.54% 78.85% 16.20%
Sumber: Laporan Keuangan PT. BPR Tanaoba Lais Manekat tahun 2008-2010 (dengan pengolahan)
a. Return on Asset ROA bank dilihat dari tabel diatas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan paling tinggi pada tahun 2010 sebesar 3,62%, ini berarti bank dapat mengelola asetnya untuk menghasilkan pendapatan sebesar 3,62% sehingga setiap Rp 362 dana yang dimiliki bank menghasilkan Rp 100 pendapatan bank. ROA yang semakin meningkat ini menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan bank dalam mengelola aset yang dimilikinya untuk menghasilkan pendapatan.
b. Rasio Biaya Operasional Dari tabel dilihat bahwa terjadi penurunan RBO dari tahun 2008 ke 2010 walaupun pada tahun 2009 rasio bank berada pada posisi paling rendah dari tiga tahun tersebut yaitu sebesar 69,79%. Semakin kecil rasio ini semakin baik kinerja bank karena bank masih mendapat laba dari pendapatan bunga kredit setelah dikurangi dengan kewajibannya membayar bunga tabungan dan deposito. Semakin kecil nilai rasio juga menggambarkan semakin efisien kegiatan operasional bank dan kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan cukup baik. c. Net Profit Margin NPM bank cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir walaupun pada tahun 2010 turun 0,72% (21,78% - 21,06%) dari tahun 2009. Terlihat dilihat bahwa bank mampu menghasilkan setidaknya 21% laba bersih dari pendapatan yang diperoleh dari pemberian kredit kepada masyarakat.
Tabel Rekapitulasi Rasio Kinerja PT. BPR Tanaoba Lais Manekat Tahun 2008-2010
Rasio Kinerja Bank 2008 2009 2010 LDR 71.14% 87.59% 66.08% LAR 73.00% 81.36% 78.54% NPL 1.39% 4.23% 3.19% ROA 0.56% 3.45% 3.62% RBO 93.07% 69.79% 73.69% NPM 5.75% 21.78% 21.06% Sumber: Data diolah Tabel Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia Tahun 2008-2010
Rasio Kinerja Bank 2008 LDR 82.54% NPL 9.88% ROA 2.39%
2009 80% 6.90% 3.08%
2010 79% 6.12% 3.16%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia Vol. 9 No. 1- Desember 2010
Dari tabel diatas terlihat bahwa semua rasio bank menuju ke tingkat yang lebih baik dari tahun ketahun. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Loan to Asset Ratio (LAR) yang semakin menurun menunjukkan semakin tingginya kemampuan likuiditas bank karena dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin kecil. Kedua rasio ini menyatakan seberapa jauh pemberian kredit bank dapat mengimbangi kewajiban bank dalam memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya. Dengan pengendalian internal atas prosedur pemberian kredit yang baik dapat mempengaruhi besarnya LDR dan LAR karena bank hanya akan memberikan kredit kepada debitur yang benar-benar dinilai dapat melunasi pinjamannya. Hal ini juga dapat mempengaruhi NPL bank agar tetap rendah. Oleh karena itu kredit yang diberikan lebih rendah dari jumlah dana yang terkumpul dari masyarakat sehingga bank tidak mengalami kesulitan likuditas ketika deposan menarik dananya kembali karena tidak semua dana yang diperoleh dari masyarakat disalurkan dalam bentuk kredit. Jika dibandingkan dengan tabel terlihat bahwa LDR bank masih berada di bawah rata-rata LDR industri perbankan khususnya BPR di Indonesia ini berarti tingkat likuditas bank masih lebih baik dari rata-rata likuiditas industri BPR di Indonesia. LDR bank yang semakin baik tersebut juga didukung dengan tingkat NPL yang semakin baik pula dan masih berada dibawah batas maksimum NPL yaitu 5% dan dibawah NPL rata-rata BPR di Indonesia (tabel 4.11). Berbeda dengan LDR dan LAR, semakin tinggi nilai Return on Assets (ROA), Rasio Biaya Operasional (RBO), serta Net Profit Margin (NPM) bank menunjukkan bahwa bank tersebut semakin dapat menghasilkan keuntungan dari kegiatan operasionalnya. ROA bank mengalami kenaikan dari tahun ke tahun ini berarti bank semakin baik dalam menghasilkan keuntungan dari aset yang dimiliki. Tingginya ROA pun berada di atas ROA industri BPR di Indonesia kecuali pada tahun 2008 karena pada tahun tersebut bank baru memulai kegiatan operasionalnya. Tingginya ROA ini juga berarti pengendalian internal atas prosedur pemberian kreditnya dinilai efektif karena membantu bank dalam memastikan kredit yang diberikan menghasilkan pendapatan bagi bank. RBO merupakan perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan operasional dimana keduanya didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Oleh karena itu semakin kecil RBO menunjukkan semakin baik kemampuan bank dalam mengasilkan laba yang besar dari pengeluaran operasionalnya. RBO bank pada tahun pertama (2008) sangat tinggi sebesar 93,07%, ini berarti bank hanya memperoleh laba sebesar 6,93% dari selisih antara pendapatan bunga kredit dengan bunga tabungan atau deposito yang harus dibayarkan bank. Namun RBO bank semakin membaik pada dua tahun berikutnya. Selain ROA dan RBO, NPM bank pun semakin membaik dari tahun ke tahun ini berarti bank semakin menunjukkan kinerja yang baik dalam hal memperoleh pendapatan yang berasal dari pemberian kreditnya.
Dari keenam rasio kinerja bank pada tabel menunjukkan bahwa kinerja bank dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang terlihat dari semakin baiknya rasio-rasio tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja bank semakin baik. Dengan tingginya pengendalian internal pada prosedur pemberian kredit di PT. BPR Tanaoba Lais Manekat serta tingkat likuiditas dan kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan dari aktivitas pemberian kreditnya yang semakin baik, mengambarkan bahwa pengendalian internal pada prosedur pemberian kredit yang dilakukan bank yang baru mulai beroperasi sejak Februari 2008 ini telah menciptakan efektivitas kegiatan operasionalnya, khususnya pemberian kredit. Pengendalian internal pemberian kredit yang efektif tersebut membantu memastikan bahwa kredit yang diberikan tetap lancar, produktif, dan
tidak macet yang dibuktikan dengan
tingkat NPL bank masih tergolong rendah (dibawah 5%) dan berada di bawah rata-rata NPL BPR di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari kelima komponen pengendalian internal yang ada, lingkungan pengendalianlah yang memiliki persentase yang lebih tinggi sebesar 90% dari komponen pengendalian internal yang lainnya. Sedangkan komponen pengendalian internal yang terendah adalah penilaian risiko sebesar 71%. Pengantian sistem informasi yang dilakukan oleh bank menjadi salah satu penyebab rendahnya dua komponen pengendalian internal pemberian kredit yaitu penilaian risiko (71%) serta informasi dan komunikasi (75%). Implementasi sistem baru yang belum selesai ini mengakibatkan para staf terkendala dalam memperoleh informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu, yang berguna dalam prosedur kredit bank. 2. Pengendalian internal pemberian kredit pada PT. BPR Tanaoba Lais Manekat telah efektif, hal ini terlihat dari semakin baiknya kinerja bank selama tiga tahun pertamanya yang diukur menggunakan rasio likuiditas dan rentabilitas. LDR dan LAR yang merupakan rasio likuiditas bank menunjukan bahwa dana yang dimiliki bank tidak seluruhnya digunakan untuk pemberian kredit sehingga masih terdapat dana yang dapat dipergunakan untuk melayani penarikan dana oleh deposan. NPL bank pun selama tiga tahun berada di bawah rata-rata BPR se-Indonesia. Selain itu ROA, RBO, dan NPM yang
merupakan rasio rentabilitas menunjukkan perkembangan kinerja bank dalam menghasilkan pendapat yang semakin baik dalam tiga tahun pertamanya. Adapun saran-saran yang diusulkan sehubungan dengan penelitian ini: 1. Pengendalian internal pemberian kredit PT. BPR Tanaoba Lais Manekat yang tergolong sangat tinggi sebaiknya tetap dijaga agar semakin meningkatkan kinerja perkreditan bank dengan tetap melaksanakan prosedur pemberian kredit yang telah ditetapkan dan melakukan penambahan prosedur jika dianggap perlu agar semakin memberi keyakinan kepada bank atas kredit yang akan diberikan. Selain itu, implementasi sistem informasi bank yang baru sebaiknya segera diselesaikan agar dapat membantu para staf dalam memperoleh informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu yang berguna dalam prosedur pemberian kredit bank. Perlu juga dilakukan sosialisasi sistem yang baru tersebut secara berkelanjutan agar para staf dapat memanfaatkan dengan baik sistem tersebut. 2. Sejalan dengan penelitian Hayati (2005), bank (dalam penelitian ini adalah PT. BPR Tanaoba Lais Manekat) sebaiknya mempertahankan pengendalian internal pemberian kreditnya
yang
telah
efektif
agar
mampu
meningkatkan
likuiditasnya
tanpa
mengakibatkan terjadinya penurunan rentabilitas dengan melakukan manajemen likuditas yang baik. Selain itu dengan kondisi perbankan di Indonesia saat ini dimana bank umum juga sudah mulai memasuki pasar usaha kecil menengah yang merupakan pasar BPR, pihak bank harus tetap menjaga kinerjanya agar tetap baik dan juga mempertahankan agar rasio NPLnya tetap berada di bawah 5% yang merupakan batas maksimum NPL bank dengan tetap melaksanakan prosedur pemberian kredit yang benar dan tidak terdorong untuk mencari nasabah kredit dalam jumlah besar hanya untuk meningkatkan keuntungan bank. 3. Saran bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan lebih terfokus pada beberapa komponen pengendalian internal saja agar pembahasannya semakin terfokus serta memperbanyak jenis pernyataan jika menggunakan alat bantu kuesioner untuk dapat memperoleh hasil yang lebih detail lagi.
DAFTAR PUSTAKA Arens, A. A., & Loebbecke, J. K. (2000). Auditing An Intergrated Approach, Jilid 1. New York: Prentice-Hall International, Inc. Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2008). Auditing dan Jasa Assurance, Edisi Keduabelas. Jakarta: Erlangga. Bank Indonesia. (2006). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/18/PBI/2006 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta. Bank Indonesia. (2006). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/26/PBI/2006 Tentang Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta. Bodnar, G. H. (2006). Sistem Informasi Akuntansi Edisi 9. Yogyakarta: ANDI. Dendawijaya, L. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. Hayati, L. N. (2005). Pengaruh Efektivitas Pengendalian Intern Kredit dan Likuiditas Terhadap Rentabilitas Pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (PD BPR BKK) di Kabupaten Tegal. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Mulyadi. (2002). Auditing, Buku 1, Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat. Mulyono, T. P. (2001). Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPEE. Narotama, C. H. (2004). Sistem Pengendalian Internal dalam Organisasi BPR, Edisi Pertama. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Niswonger, W. R. (2000). Prinsip-Prinsip Akuntansi, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Nugroho, W. (2001). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Erlangga. Pinem, E. E. (2009). Peranan Pengendalian Intern Terhadap Pemberian Kredit Pada PT Bank BNI (Persero) Tbk. Skripsi. Bandung: Universitas Komputer Indonesia. Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jakarta. Riduwan, & Kuncoro, E. A. (2011). Cara Menggunakan dan Memaknai Analsis Jalur. Bandung: Alfabeta. Romney, M. B., & Steinbart, P. J. (2004). Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Sembilan. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).