TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PEMBINAAN TAHFIDZ AL-QUR’AN TERHADAP ANAK ASUH YAYASAN YATIM PIATU DAN FAKIR MISKIN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Siti Nurafifah 109051000094
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H
TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PEMBINAAN TAHFIDZ AL.QUR'AN TERHADAP ANAK ASUH YAYASAN YATIM PIATU DAN FAKIR MISKIN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Siti Nurafifah NIM: 109051000094
19601202199503
1
001
JURUSA]\ KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2013 M I
t434II
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi )'ang berjudul TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PEMBINAAN TAHFIDZ AL-QUR'AN TERHADAP ANAK ASUH YAYASAN YATIM PIATU DAN FAKIR MISKIN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN telah diuiikan dalam siclang mttnaqasvah FakLrltas Ilmu Dakwah dan Ilmu Koniunil
Sidang Munaqasyah Ketua
llIP.
Anggota, Penguji
I
Dr. Fdtm:iwati. MA NIP. 197609t7 200L122 002
NrP. 19s50309 199403 1 001
3
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2013
Siti Nurafifah
ABSTRAK Siti Nurafifah NIM : 109051000094 Teknik Komunikasi dalam Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an terhadap Anak Asuh Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah Pondok Labu Yayasan amanah adalah sebagai lembaga sosial kemasyaratan dan pendidikan yang syarat akan Ilmu pengetahuan umum dan agama. Dalam hal ini adalah pembinaan tahfidz A-Qur’an yang dilakukan oleh pembina terhadap anak asuhnya. Pembinaan tahfidz ini pembina menerapkan empat teknik, yakni informatif, persuasif, instruktif/koersif dan hubungan manusiawi. Adapaun teknik yang paling banyak digunakan adalah komunikasi persuasif dan hubungan mnusiawi. Teknik ini paling tepat diterapkan, mengingat pembinaan berhadapan dengan anak yang notabennya serba kekurangan. Pembina bisa menyampaikan pesanya dengan baik melalui teknik komunikasi ini. Jadi, penghapal merasa nyaman dalam menghafal tanpa merasa terpaksa. Untuk mengetahui teknik komunikasi yang diterapkan oleh pembina dalam pembinaan tahfidz, maka penulis memaparkan dengan pertanyaan yang meliputi 1 hal : Bagai mana teknik komunikasi yang dilakukan oleh pembina tahfidz terahadap anak asuh yayasan amanah dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an. Adapun teori yang digunakan oleh penulis adalah teori dari Steward L. Tubbs dan Silvia Mess, menguraikan ciri-ciri komunikasi yang efektif ada lima: Pengertian, Kesenangan, Mempengaruhi Sikap, Hubungan sosial yang baik, Tindakan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode wahdah, metode kitabah, metode sima’i, metode jama. Dalam hal ini, anak asuh (komunikan) diberikan materi tahfidz oleh Pembina (komunikator) yang berlangsung secara tatap muka. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan sesuatu dengan fenomena yang ada, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan tehnik pengumpulan data, pengamatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi di Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah Pondok Labu. Yang kemudian di deskripsikan, diinterpretasikan, dan di tafsirkan. Maka hasil yang diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini adalah dua teknik komunikasi yaitu teknik komunikasi persuasif dan hubungan manusiawi yang paling banyak digunakan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an di yayasan amanah. Sehingga pembinaan dapat berjalan dengan efektif, efisien dan intensif. Hal ini terlihat dari intensitas komunikasi yang di lakukan setiap bertemu dan di terapkan dalam pembinaan tahfidz yang menghasilkan feedback langsung dari komunikan (penghafal) baik berbentuk tindakan secara langsung ataupun penghafal memberikan tanggapan langsung mengenai materi tahfidz yang disampaikan oleh pembina.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya hambatan yang berarti. Shalawat serta salam penulis haturkan keharibaan sang pendidik sejati Rasulullah Nabi Muhammad SAW, serta para sahabat, tabi’in dan para umat yang senantiasa berjalan dalam risalah-Nya. Dengan selesainya karya ilmiah ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun spiritual. Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Arief Subhan, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pudek I, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pudek II dan Drs. Study Rizal LK, MA selaku Pudek III. 2. Drs. Jumroni, M. Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Umi Musyarofah, M. Ag, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah memberikan masukan-masukan. 3. Bapak Drs. Masran, M. Ag, selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dan pikirannya selama penulis penyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang dengan penuh keikhlasan memberikan ilmunya kepada para mahasiswa, sehingga kami dapat menambah wawasan dan pemikiran kami selama dibangku kuliah. 5. Segenap staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak membantu dalam penyediaan buku-buku tentang kajian yang penulis teliti. 6. Bapak Drs. H. Syarifuddin, pimpinan Yayasan Amanah Pondok Labu Jakarta Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
ii
7. Ibu Hj. Nurhayati S.Pd, selaku sektetaris sekaligus pembina tahfidz AlQur’an dan seluruh pembina lainnya yang membantu penulis untuk mengadakan penelitian. 8. Keempat Orang tua tercinta, Bpk Drs. H. Hfidz M.A, Ibu Hj. Zainah, Bpk Adhari dan ibu Rosiyah. Tercinta, Kakakku tersayang Yayah, Badru, Rusmah, adikku tersayang, Hani, Izal, Albi dan Mubarok, Atas do’a dan dukungan yang diberikan untuk mewujudkan cita-cita. 9. Kakanda Rahmat Okky Maulana yang telah membantu pengetikan, mencari buku serta memberikan support yang sangat besar saya hanya memberikan sebuahkata terimakasih atas segalanya. 10. Teman-teman KPI angkatan 2009 yang tidak penulis sebutkan satu persatu, dengan penuh keakraban membawa suasana kelas menjadi hangat penuh dengan canda tawa. 11. Serta seluruh pihak-pihak yang tidak disebutkan, yang telah membantu penulis, dalam penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis lakukan. Jika terdapat kekurangan mohon dari pembaca memberikan saran dan kritikan demi penyempurnaan, penulis terima dengan lapang dada. Wassalam
Jakarta, September 2013
Siti Nurafifah
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................
iv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
4
D. Metodologi Penelitian .............................................................
5
E. Tinjauan Pustaka .....................................................................
7
F. Sistematika Penulisan ..............................................................
7
TINJAUAN TEORITIS A. Teknik Komunikasi .................................................................
10
1. Definisi Teknik Komunikasi .............................................
10
2. Proses Komunikasi ............................................................
13
3. Klasifikasi Teknik Komunikasi .........................................
18
B. Korelasi Antara Komunikasi dan Pembinaan Tahfidz AlQur’an ......................................................................................
20
1. Pengertian Pembinaan .....................................................
20
2. Pengertian Tahfidz Al-Qur’an ...........................................
22
3. Metode Tahfidz Al-Qur’an ................................................
23
C. Konseps Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin ...................
26
1. Pengertian Yayasan ...........................................................
26
2. Pengertian Yatim Paitu .....................................................
27
3. Pengertian Fakir Miskin ....................................................
27
iv
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN A. Latar Belakang Pendirian Yayasan .........................................
29
B. Visi dan Misi Yayasan .............................................................
31
C. Letak Geografis Yayasan.........................................................
33
D. Struktur Organisasi ..................................................................
33
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Penerapan Teknik Komunikasi................................................
35
1. Komunikasi Informatif ....................................................
38
2. Komunikasi Persuasif .......................................................
41
3. Komunikasi Instruktif/koersif ..........................................
45
4. Hubungan Manusiawi .......................................................
48
B. Faktor Penunjang dan Penghambat Teknik Komunikasi dalam Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an ....................................
49
1.
Faktor Penghambat ..........................................................
49
2.
Faktor pendukung ............................................................
50
3.
Solusi Mengurangi Tingkat Hambatan dalam Melakukan Kegiatan Tahfidz .............................................................
BAB V
51
PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................
52
B. Saran-saran ..............................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang berupa wahyu disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan. Fungsinya bagi manusia di dunia ini yaitu untuk menuntun mereka kejalan yang benar demi memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat1. Al-Qur’an merupakan dasar ideal dari pendidikan Islam, isinya sangat luas dan dalam, yang semuanya itu mengarah pada peningkatan kehidupan manusia ketingkat yang lebih baik dan sempurna. Dengan kata lain semua ajaran islam yang terkandung dalam Al-Qur’an pada akhirnya mengarah supaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan cara berbagai aktivitas yang berguna bagi kehidupan umat manusia pada umumnya. Menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas ingatan di dalamnya. Menurut pakar Psikologi Anak, ingatan anak usia 6-20 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (sama dengan sengaja memasukan dan meletakan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak2. Dalam hal ini yayasan, membuat kegiatan tahfidz mulai dari sejak dini, dengan tujuan anak asuh yang mereka bina menjadi anak yang berprilaku
1
M. Quraish Shihab, Membumikan AL-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), Cet-Ke 17, h. 9 Kartini Kartono, Psikologi Anak (PsikologiPerkembangan), (Bandung: CV. Mandar Maju, 1990), Cet-Ke 4, h. 138 2
1
2
sesuai dengan Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai manusia yang Qur’ani. Kegiatan menghafal ini sudah jelas diperintahkan dalam Al-Qur’an surat AlQamar ayat 22, bahwasanya Tuhan telah memudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka dari itu manusialah yang harus mengambil pelajaran tersebut yang Allah mudahkan tersebut. Pembinaan tahfiz Al-Qur’an sangatlah diperlukan, mengingat zaman sekarang ini, merosotnya tingkat atau nilai-nilai agama yang dimiliki oleh anak, zaman sekarang ini sudah sangat maju, dimana anak-anak sangat disibukan oleh arus teknologi, media dan hiburan-hiburan yang sifatnya terjerumus kearah yang tidak baik, terlebih lagi kepada anak yatim yang tidak mempunyai seorang ayah untuk mendidik serta membimbing mereka agar mereka berprilaku yang lebih baik dan benar sesuai dengan ajaran agama. Pembina harus menggunakan keterampilan dalam berkomunikasi, bagaimana cara mengajak anak asuhnya agar mau mengikuti kegiatan tahfidz dengan menggunakan teknik-teknik yang ada. Dalam pembinaan tahfidz pembina menerapkan teknik komunikasi yaitu teknik komunikasi informatif, persuasif, instruktif/koersif dan hubungan manusiawi yang diterapkan dalam pembinaan tahfidz ini. Pada awalnya Pembina mencotohkan dengan membacakan ayat-ayat AlQur’an, kemudian anak asuh tersebut diminta untuk membaca ulang sesuai dengan yang dicontohkan oleh pembina. Dengan berkali-kali. Sehingga secara tidak sadar anak-anak tersebut hafal dengan sendirinya. Metode-metode yang diterapkan dalam pembinaan tahfidz juga sangat menarik, mulai dari meminta
3
mengulang bacaan yang telah dicontohkan, menulis ayat-ayat lalu setelah menulis mereka diminta untuk membaca dan menghafalnya, serta metode mendengarkan, dan diminta menghafal secara kolektif atau sendiri-sendiri3. Hal yang menarik dari yayasan yatim piatu amanah ini yang telah lama berdiri, banyak membuat perubahan pada masyarakat sekitar, diantaranya dalam bidang keagamaan, sehingga kehidupan sehari-hari diwarnai oleh nilai-nilai keagamaan. Dan memiliki ciri khas dari yayasanyayasan lainnya yaitu kegiatan tahfidz Al-Qur’an sejak dini. Untuk itu penulis tertarik untuk membahas masalah yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Teknik Komunikasi dalam Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an Terhadap Anak AsuhYayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah Pondok Labu Jakarta Selatan”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh yayasan yatim piatu dan fakir miskin terhadap anak asuhnya, yakni kegiatan belajar mengajar di sekolah, kegiatan belajar mengajar di TK (Taman Kanak-kanak, kegiatan belajar mengajar di TPA (Taman Pendidikan Agama),belajar mengaji, belajar ilmu agama, dan juga belajar ilmu-ilmu umum lainnya, serta belajar marawis dan tahfidz al-Qur’an. Melihat banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh anak asuh di yayasan yatim piatu dan fakir miskin amanah non-asrama, maka penulis
3
A. Muhaimin Zen, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikri, 1996), Cet-Ke 1, h. 37.
4
hanya membatasi penelitiaan pada teknik komunikasi dalam pembinaan tahfidz al-Qur’an anak asuh yayasan yatim piatu dan fakir miskin pada hari minggu ini. Adapun perumusan masalah sebagai berikut: 2. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas maka untuk memperjelas permasalahan dan mempermudah mencari data, penulis merumuskan permasalah utamanya sebagai berikut, Bagaimana teknik komunikasi dalam pembinaan tahfiz al-Qur’an terhadap anak asuh yayasan Amanah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: ingin mengetahui teknik komunikasi yang diterapkan oleh pemina dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an anak asuh di yayasan amanah. 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan teknik komunikasi yayasan yatim piatu dan fakir miskin amanah Pondok Labu Jakarta Selatan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuh. b. Untuk mengetahui penerapan teknik komunikasi yayasan yatim piatu dan fakir miskin amanah Pondok Labu Jakarta Selatan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuh. c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dimiliki yayasan yatim piatu dan fakir miskin amanah Pondok Labu Jakarta Selatan dalam pembinaan tahfiz Al-Qur’an terhadap anak asuh.
5
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penulis berharap penelitian ini dapat memperkaya kajian mengenai teknik komunikasi dalam hal mengetahui pembinaan tahfidz Al-Qur’an anak yatim dan fakir miskin yang diasuh untuk kepentingan saat ini dan selanjutnya. b. Manfaat Praktis Dapat menjadi bahan masukan bagi pengurus yayasan atau lembaga mengenai teknik berkomunikasi dalam hal pembinaan tahfiz Al-Qur’an pada lembaga yang mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yakni metode yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung)4. Metode deskriptif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat5. Metode deskriptif juga dapat diartikan sebagai prosedur pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat lainnya), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta tampak atau sebagaimana mestinya6. 4 Conseuelo G, Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, UI Press, 2006), Cet-Ke 1, h. 71 5 Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2007), h. 22 6 Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), Cet-Ke 2, h. 139
6
Di sini penulis menggunakan Pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini adalah metode yang dihasilkan dari data-data yang dikumpulkan dan berupa kata-kata serta merupakan suatu penelitian ilmiah. Bogdan dan Taylor mendefinisikan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang pelaku pembinaan dan yang diamati7. 2. Subjek dan Obyek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Pembina tahfidz yaitu H. Muhammad Yusuf, Drs. H. Syafruddin, Hj. Nurhayati S. Pd, Nuryanih, S.Ag, Amanah. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah teknik komukasi yang dilakukan oleh pembina dalam pembinaan tahfidz anak asuh di Yayasan Amanah Pondok Labu. 3. Tempat dan Waktu Penelitian Adapun tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah Yayasan Amanah Pondok Labu yang bertempat di Jl. H. Kamang Rt. 008/10 No. 19 Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Sedangkan waktu penelitian di lakukan mulai tanggal 22 Februari - 8 Juni 2013. 4. Tehnik Pengumpulan Data Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah : a. Metode Observasi Metode observasi adalah metode ilmiah, observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-
7
Lexy 3, Maleong, Metodologi Pendidikan Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet-Ke13, h. 111
7
fenomena yang diselidiki8. Metode ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung ke objeknya. Dalam kegiatan observasi penulis akan meneliti tentang teknik komunikasi dalam pembinaan tahfidz al-qur’an anak asuh yang dilakukan di Yayasan Amanah. b. Wawancara Adapun
yang
diwawancara
dalam
skripsi
ini
adalah
koordinator pendidikan dan keagamaan dan 5 perempuan dan 5 lakilaki anak asuh tersebut Yayasan Amanah. Wawancara ini dilakukan dengan rangka untuk memperoleh data dari sumber masalah yang akan diteliti dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dan dicatat dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin. c. Dokumentasi Pengambilan data berupa berupa catatan-catatan, dokumentasi foto, arsip-arsip dan literature lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Pengolahan Data Setelah penulis memperoleh data dari hasil observasi dan wawancara yang ditujukan kepada ketua yayasan, Pembina tahfidz dan anak asuh tersebut dikumpulkan, kemudian disusun melalui proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan di fahami. 6. Teknik Analisis Data Setelah data diproleh, maka langkah selanjutnya adalah penulis mengolah dan menganalisa data-data dengan cara menghimpun,
8
139
Sutrisna Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), Cet-Ke 19, h.
8
mempelajari, mengedit data-data dan memberikan ulasan dan uraian dan menuangkannya kedalam kata-kata. E. Tinjauan Pustaka Sebelum penulis melakukan skripsi ini, penulis telah melakukan tinjauan pustaka terlebih dahulu yakni kelapangan dalam memperoleh study penelitian terhadap karya ilmiah terdahulu atau sebelumnya yang mempunyai kaitan judul atau objek penelitian yang sejenis ataupun yang sama dengan yang diteliti oleh penulis. Tinjauan pustaka ini bermaksud agar terlihat dan dapat diketahui perbedaannya bahwa penulis melakukan penelitian sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi-skripsi terdahulu. Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka baik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan judul yang sama: Dikarenakan belum ada yang menganalisa tentang teknik komunikasi dan usaha-usaha yang dilakukan oleh yayasan yatim piatu dan fakir miskin amanah tersebut diatas untuk memberikan pembinaan tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuhnya tersebut, khususnya terhadap anak yatim. Maka penulis tertarik untuk meneliti judul tersebut, karena di Indonesia banyak sekali yayasan atau pesantren yang menjadi wadah bagi anak-anak yatim dalam menyampaikan pendidikan agama. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab, secara rinci sistematika penulisannya sebagai berikut:
9
BAB I
PENDAHULUAN Bab pertama ini akan membahas yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS Dalam bab dua ini membahas yang meliputi: pengertian teknik komunikasi, pengertian komunikasi, proses komunikasi, klasifikasi teknik komunikasi, korelasi antara komunikasi dan pembinaan, pengertian tahfidz Al-Qur’an, pengertian pembinaan, pengertian yayasan, pengertian yatim piatu dan fakir miskin.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN Dalam bab tiga memaparkan secara singkat tentang sejarah berdirinya
yayasan
amanah,
yang
meliputi
latar
belakang
didirikannya yayasan tersebut, kemudian tujuan, visi dan misi, struktur organisasi serta letak geografis Yayasan Amanah. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Bab empat ini membahas yang meliputi: Penerapan Teknik komunikasi, penerapan tenik komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi instruksi/koersif dan komunikasi hubungan manusiawi dalam Pembina tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuh yayasana amanah Pondok Labu. BAB V PENUTUP Bab kelima ini akan membahas meliputi: kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Teknik Komunikasi 1. Definisi Teknik Komunikasi Sebelum membahas tentang teknik komunikasi penulis akan mendefinisikan apa teknik komunikasi itu? Menurut Kamus Bahasa Indonesia teknik adalah cara membuat sesuatu, cara melaksanakan atau mengerjakan sesuatu yang berhunbungan dengan seni 1 . Secara istilah teknik berasal dari bahasa Yunani “tecnikos” yang berarti keterampilan atau keperigelan2. Istilah teknik didefinisikan dengan cara-cara dan alat yang digunakan oleh pembina dalam rangka mencapai suatu tujuan, langsung dalam pelaksanaan pembinaan pada waktu itu. Berdasarkan pengertian teknik diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa teknik adalah cara, metode seorang pembina dalam menyampaikan suatu pesan, untuk mencapai suatu tujuan yang tepat. Secara etimologi komunikasi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
3
.
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communicate yang berarti berbicara, menyampaikan pesan, informasi, pikiran, gagasan dan pendapat yang dilakukan oleh sesorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban,
1
Dept. Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003) h. 540 2 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: Rosda Karya, 2007) h. 55. 3 Dept. Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.454
10
11
tanggapan atau arus balik (feed back) 4 . Menurut Onong komunikasi mempunyai arti pemberitahuan atau pertukaran pikiran 5 . Sedangkan menurut
Astrid
Susanto
perkataan
komunikasi
mempunyai
arti
berpartisipasi atau memberitahukan6. Sedangkan secara terminologi pengertian komunikasi terdapat banyak pendapat dari para ahli komunikasi, diantaranya : a. Menurut Steward L. Tubbs dan Sivia Mess, sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” ia menguraikan ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak dapat menimbulkan lima7 : 1) Pengertian : Komunikator dapat memahami, mengenai pesan-pesan yang di sampaikan pada komunikan. 2) Kesenangan : Menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan. 3) Mempengaruhi sikap : Dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa. 4) Hubungan sosial yang baik : Menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi. 5) Tindakan : Membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan pesan yang diinginkan.
4
A. Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2001), h.35 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Toeri dan Praktek, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet-Ke 1, h. 4 6 Phil Astrid Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta, 1998), Cet-Ke 1, h. 1 7 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), Cet-Ke 15, h. 13-16 5
12
Dari ciri-ciri komunikasi yang efektif di atas, dapat di pahami bahwa komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan hidup manusia melalui komunikasi akan ditemukan jati diri, konsep diri dan menetapkan hubungan dengan dunia sekitarnya. b. James : “Perbuatan menyampaikan suatu gagasan atau informasi dari dari seseorang kepada orang lain”8. c. Wilbur Schramm : “Definisi komunikasi yang berasal dari bahasa Latin communis yang berarti bila kita mencoba untuk berbagi informasi, idea, atau sikap sehingga menjadikan sipengirim dapat berhubungan bersama dengan sipenerima guna menyampaikan isi pesan”9. d. Onong Uchjana mengatakan, “komunikasi berarti proses penyampaian sesuatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain”10. Dari definisi diatas dapat kita ambil sebuah kesimpulan pengertian teknik komunikasi adalah sebuah cara berkomunikasi yang terjadi dalam sebuah komunitas baik yang terjadi secara individu maupun secara kelompok. Dengan mengetahui cara pada sebuah proses komunikasi maka kita dapat mengetahui teknik komunikasi apa yang digunakan sehingga apabila terjadi sebuah kekurang atau kelemahan kita dapat meminimalisasikannya sehingga tidak menjadi sebuah kesalahan dalam penyampaian sebuah informasi dan dalam sebuah proses komunikasi. 8
James G. Robins, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet-Ke
9
T. A. Latif Rosyidi, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985), h.
4, h. 1 48
10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 9
13
2. Proses Komunikasi Sebelum kita mengetahui klasifikasi teknik komunikasi apa yang diterapkan dalam sebuah komunitas baik secara individu maupun organisasi maka kita perlu melihat proses komunikasinya, karena teknik komunikasi tersebut terlahir dari berbagai proses komunikasi sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena menjadi sebuah satu kesatuan. Tanpa kita melihat proses komunikasi yang terjadi dalam sebuah aktivitas komunikasi maka kita tidak dapat mengetahui teknik komunikasi apa yang digunakannya. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu : a. Proses komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan kepada komunikator. Pertamatama komunikator menyandi (encode) pesan yang disampaikan kepada komunikan, ini berarti ia mempormulasikan pikiran atau perasaannya kedalam bahasa yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran komunikan yang mengawa-sandi (decode) pesan komunikator itu. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan komunkator tadi dalam konteks pengertiannya. Yang penting dalam proses penyandian (coding) itu bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat mengawa-sandi (decoding) hanya kedalam kata bermakna yang pernah diketahui dalam
14
pengalamannya masing-masing, karena komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan, dengan kata lain komunikan adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Dalam situasi itu sudah terbiasa pula kita memperoleh umpan balik baik dari persaan kita sendiri maupun dari seorang komunikan yang menjadi penerima pesan kita. Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya dikala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif. b. Proses Komunikasi secara sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seperti yang telah diterangkan diatas pada umumnya bahasa yang banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang yang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat dan sebagainnya, baik mengenai hal yang abstrak maupun yang konkrit. Namun pada akhirnya sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaan, komunikasi mengalami kemajuan dengan
memadukan
berlambang
bahasa
dengan
komunikasi
berlambang gambar dan warna. Akan tetapi oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Menurut mereka yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif
15
adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan komunikasi dapat
diketahui
oleh
komunikator,
sedangkan
dalam
proses
komunikasinya umpan balik berlambang seketika dalam arti kata komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu. Proses Komunikasi
Encoding
Sender
Massagge
Dekoding
Reciver
Noise
Feed Back
Response
Dari penjelasan tentang proses komunikasi diatas peneliti merasa juga harus memperhatikan unsur-unsur yang ada didalamnya, karena unsur-unsur tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam bahasa komunikasi unsur-unsur tersebut adalah : a. Sumber (source) sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku atau sejenisnya. Dalam hal ini yang perlu kita perhatikan adalah kredibilitas terhadap sumber itu sendiri. Apabila kita salah mengambil sumber kemungkinan komunikasi yang kita lancarkan akan berakibat lain dari apa yang kita harapkan11.
11
H. A.W. Widjaya, Komunikasi dan hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet-Ke 3, h.12
16
b. Komunikator (penyebar pesan) komunikator yaitu unsur yang menyampaikan pesan atau menghubungkan pesan kepada pihak lain. Komunikator berfungsi sebagai sumber yang dilimpahi wewenang untuk menyebarluaskan pesan atau berita yang diistilahkan delegated source. Komunikator dapat berupa individu yang sedang
berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi
seperti: surat kabar, radio, televise, film dan sebagainnya. Dalam penyampaian pesan komunikator dapat berperan sebagai komunikan (penerima pesan) atau sebaliknya komunikan bisa menjadi seorang komunikator. c. Pesan Pesan adalah keseluruhan dari pendapat yang disampaikan oleh komunikator, pesan seharusnya mempunyai inti pesan (tema) sebagai pengarah didalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Selain itu pesan yang disampaikan agar tepat mengenai sasaran harus memenuhi syarat: 1) Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik, sesuai dengan kebutuhan kita 2) Pesan itu dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak 3) Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan12.
12
H. A.W. Widjaya, Komunikasi dan hubungan Masyarakat, h. 14
17
d. Saluran (channel) Saluran (channel) adalah saluran penyampaian pesan yuang diterima melalui panca indra atau menggunakan media. Pada dasarnya komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung menurut daya salurannya, baik yang bersifat formal atau resmi dan saluran informal atau yang bersifat tidak resmi. e. Penerima (komunikan) Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan kedalam konteks pengertiannya sendiri 13 . komunikan yang mempunyai peranan sebagai penerima pesan atau sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi haruslah mengikuti dan menyesuaikan diri dengan proses komunikasi agar tidak terjadi hambatan-hambatan sehingga sampai pada tujuan komunikasi. f. Efek Efek adalah hasil akhir suatu komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku orang, sesaui atau tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Jika sikap dan tingkah laku orang lain itu tidak sesuai, berarti komunikasi yang kita lakukan dapat dikatakan berhasil 14. Demikian pula sebaliknya jika tidak sesuai maka komunikasi yang dilakukan tidak berjalan dengan baik atau dengan kata lain adanya hambatan-hambatan dalam prosesnya. g. Umpan Balik (feed back) Dengan adanya umpan balik, situasi ketidak menetuan dapat ditekan sekecil mungkin. Pemberi pesan atau penerima pesan selalu berusaha 13
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi (Yogyakarta: PT Al-Amin Press . 1996), Cet-ke 3, h.28 14 H. A. W. Widjaya, Komunikasi d an Hubungan Masyarakat, h. 48
18
untuk memastikan bahwa pesan itu diterjemahkan oleh si penerima 15 . Biasanya kita lebih merasa puas dengan jawaban “ya atau mengerti” atas pertanyaan ikhwal sudah dipahami atau tidak, padahal kita belum yakin benar tentang bagaimana bentuk pemahaman itu. Dengan adanya umpan balik tercipta komunikasi dua arah (timbal balik). Tanpa adanya umpan balik, kerancuan dapat timbul sebagai akibat penafsiran yang ditujukan yang salah atau keliru. 3. Klasifikasi Teknik Komunikasi Setelah kita melihat proses komunikasi beserta unsur-unsurnya diatas maka kita dapat melihat seiring berjalannya sebuah proses komunikasi berkembang pula teknik-teknik komunikasi, menurut Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A. Dalam bukunya “Ilmu komunikasi teori dan praktek” bahwa dalam sebuah proses komunikasi terdapat pembagian atau klasifikasi teknik komunikasi yakni16. : a. Teknik Komunikasi Informatif, yaitu memberikan keteranganketerangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil dari persuasi17. b. Komunikasi Persuasif, yaitu berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan rupa pendapat sikap sehingga ada perubahan. Tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan paksaan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri18.
15
H. A. W. Widjaya, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 48 Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M. A, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 8 17 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 14 18 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 14 16
19
c. Komunikasi Instruksif/koersif, yaitu penyampaian pesan yang bersifat memaksa
dengan
menggunkan
sanksi-sanksi
apabila
tidak
dilaksanakan. Bentuk yang terkenal dalam penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintah-perintah, instruksi, dan sebagainya19. d. Hubungan Manusiawi (human relation), Hubungan manusia adalah terjemahan dari human relation, ada juga orang yang menterjemahkan menjadi “hubungan manusia” dan “hubungan antar manusia”, yang sebenarnya tidak terlalu salah karena yang berhubungan tidak seperti orang berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain, tetapi hubungan antara orang-orang yang berkomunikasi itu mengandung unsur-unsur kejiwaan yang sangat mendalam. Hubungan manusiawi dikatakan komunikasi karena sifatnya action oriented, yang mengandung sebuah kegiatan untuk merubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang20. Hubungan manusiawi dalam arti luas adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi dapat dilakukan di mana saja berada seperti, di rumah, di jalan, dalam bis, dan sebainya, sedangkan hubungan manusiawi dalam arti sempit adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain. Akan tetapi, interaksi disini hanyalah dalam
situasi
kerja
dan
dalam
organisasi
kekaryaan
(work
organization). 19 20
141
H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 15 Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M. A, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 138-
20
Adapun teknik dalam hubungan manusiawi ini dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian, dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.
B. Korelasi Antara Komunikasi dan Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an Dari penjelasan diatas maka kita mendapatkan sebuah ilustrasi yang menunjukan tentang teknik komunikasi yang biasanya dalam sebuah proses komunikasi. Namun bagaimana berlangsungnya penerapan teknik komunikasi dalam sebuah proses pembinaan tahfidz Al-Qur’an? Teknik pembinaan tahfidz Al-Qur’an juga bisa dikatakan dengan berdakwah sebagai arti untuk mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak mengadopsi dan memberikan pengertian lain sesuai dengan bidang ilmu atau kegiatan yang menyertainya. Ilmu dakwah juga mengadopsi kata teknik komunikasi untuk menjelaskan rangkaian kegiatan dakwah dan untuk dapat membantu pencapaian tujuan dakwah itu sendiri. Jadi pembinaan tahfidz merupakan bagian dari Islam karena merupakan sebuah manifestasi dari pembinaan manusia untuk hidup mencapai kebahagiaan lahir batin, individu dan masyarakat secara Qur’ani. Jadi teknik pembinaan tahfidz tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Pengertian teknik itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari kedua rangkaian tersebut. 1. Pengertian Pembinaan Pembinaan berasal dari bahasa arab yaitu “bina” yang artinya bangun, setelah dilakukan pemindahan kedalam bahasa indonesia, jika
21
diberi awalan “pe” dan akhiran “an” maka menjadi pembinaan, yang memiliki arti pembaharuan, penyempurnaan usaha. Tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik21. Dari segi terminology arti kata pembinaan adalah “segala usaha pengelolaan berupa merintis, meletakan dasar. Melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, menyerahkan serta mengembangkan
kemampuan
seseorang
untuk
mencapai
tujuan,
mewujudkan manusia dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki22. Pembinaan adalah suatu upaya kegiatan yang terus menerus untuk memperbaiki.
Meningkatkan,
menyempurnakan,
mengarahkan
dan
mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sarana pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat23. Sedangkan pembinaan menurut Prof. Zakiyah Daradjat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Jiwa Raga” mengatakan bahwa “pembinaan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan,
mengembangkan
suatu
dasar
kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras. Pengetahuan dan 21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997) Cet-Ke 9, h. 117 22 BP4, Pusat Pembinaan Keluarga Bahagia Sejahtera, (Jakarta: 1989), h 3 23 Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah / Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada Dharma Wanita. (Jakarta: depag, 1994) h.8
22
keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri24. Dari beberapa definisi di atas, jelaslah bahwa pembinaan itu merupakan suatu usaha terus menerus untuk melatih, mendidik dan mengembangkan suatu dasar kepribadian yang dimiliki seseorang dalam mencapai suatu kesempurnaan dengan bakat yang dimiliki dari masingmasing karakter dan kepribadian. 2. Pengertian Tahfidz Al-Qur’an Tahfidz Al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu tahfidz dan Al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghoir mim dari kata - ُحَ َّفظَ – يُحَ ِّفظ تَحّْفِ ْيظًاyang mempunyai arti menghafalkan. Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi tahfidz atau menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal. Sedangkan pengertian Al-Qur’an secara etimologi bentuknya isim masdar, diambil dari kata قِرَا َءةً وَقُرْأَنًأ-ُيَقْرَأ-َ قَرَأyang merupakan sinonim dengan kata قِرَاءَة, sesuai dengan wajan ٌ فُعْلَانsebagaimana kata غُّفْرَانdan kata شُكْرَانmengandung arti yaitu bacaan atau kumpulan. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam surat Al-Qiyamah ayat 17 dan 18:
﴾٧١﴿ ﴾ فَِإذَا َقرَأْنَا ُه فَاتَ ِب ْع ُقرْآنَ ُو٧١﴿ ج ْمعَ ُو وَ ُقرْآنَ ُو َ إِنّ عَلَيْنَا Artinya:”Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.(17) Sedangkan secara terminologi Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai mukjizat yang tertulis 24
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Raga, (Jakart: Bulan Bintang, 1976) Cet-Ke 15, h.36
23
dalam lembaran-lembaran, yang diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya merupakan ibadah. Setelah melihat pengertian tahfidz/menghafal dan Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Diluar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan ataupun sebagainnya25. 3. Metode Tahfidz Al-Qur’an Untuk lebih menunjang tercapainya tujuan atau pembinaan, maka tentunya diperlukan beraneka macam metode yang tepat dalam memudahkan para penghafal untuk melakukan hafalannya, sesungguhnya Allah telah memudahkan Al-Qur’an untuk kita jadikan pelajaran. Ini sangat jelas dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 22
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran
Dari ayat diatas Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur’an untuk kita ambil pelajaranya, maka dengan cara menghafal bisa kita ambil pelajarannya. Sesungguhnya Allah telah memudahkan bagi kita untuk mempelajarinya.
Dalam
pembinaan
tahfidz
ini
pembina
juga
menggunakan metode-metode yang ada seperti :
25
http://www.google.com/search?q=pengertian%20tahfidz&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np. Diakses pada tanggal 15 april 2013.
24
a. Metode (Thariqah) Wahdah Metode ini adalah menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sebanyak tujuh kali, atau 13 kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks pada lisanny. Untuk menghafal cara seperti ini, maka langkah selanjutnya ialah membaca dan mengulang-ngulang tiap ayat sehingga semakin banyak di ulang maka kualitas hafalan akan semakin efektif. b. Metode (Thariqah) Kitabah Artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada buku yang memang sudah diberikan oleh pembina, kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacanya, lalu dihafalnya. Menghafal bisa dengan metode Wahdah, atau berkali-kali menuliskannya sehingga penghafal bisa dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalnya dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik, karena disamping membaca dengan lisan, aspek visual dengan menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya. c. Metode (Thariqah) Sima’i Artinya mendengar. Yang diamksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, bagi anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal tulisan
25
bacaan Al-Qur’an. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu mendengar dari yang membina, terutama bagi penghafal anak-anak, dan yang kedua merekam terlebih dahulu ayatayat yang akan dihafalnya kedalam vita kaset atau handpone sesuai dengan kebutuhan dan kemampunnya. d. Metode (Thariqah) Jama Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang melakukan
secara
kolektif
atau
secara
bersama-sama
dalam
membacakan ayat yang akan dihafalnya, yang di pimpin oleh seorang pembina. Pertama, pembina satu ayat atau beberapa ayat dan penghafal menirukannya
secara
bersama-sama.
kemudian
pembina
membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan penghafal mengikutinya sampai bacaannya baik dan benar. Selanjunya penghafal mengikuti bacaan pembina sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannnya26. Model metode ini, merupakan upaya dalam membina menurut ajaran islam yang selaras dengan bentuk keadaan psikologis menurut masing-masing individu. Dengan menyeimbangkan teknik komunikasi dengan pembinaan tahfidz Al-Qur’an maka seyogyanya apa yang menjadi tujuan akan dapat dengan mudah terealisasikan dalam benak mereka shingga menjadikan modal yang berharga dalam proses perubahan prilaku mereka. 26
h. 13
Abu Bakar Ahmad, Kepada Para Pendidik Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991),
26
Lembaga pemasyarakatan adalah sebagai salah satu tempat di mana
dilakukannya
kegiatan
untuk
pembinaan
warga
binaan
pemasyarakatan berdasarkan sistem atau juga dengan tempat reintegrasi sosial.
C. Pengertian Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin 1. Pengertian Yayasan Ada beberapa pengertian Yayasan, diantaranya adalah: 1) Dalam rencana undang-undang no.16 tahun 2000, yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota, didirikan dengan pemisahan kekayaan pendiriinya untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan27. 2) Menurut todung Mulia Lubis, yayasan yaitu sebagia organisasi nirlaba untuk tujuan-tujuan sosial atau keagamaan28. 3) Dalam ensiklopedia indonesia edisi khusus Yayasan adalah badan hukum, diadakan dengan akte atau surat wasiat untuk tujuan tertentu dan diurus oleh pengurus atau pimpinan yayasan. Yayasan berbeda dengan badan-badan hukum lainnya, yaitu tidak oleh karena adanya ikatan anatar manusia, melainkan oleh karna adanya pemisahan sebagai kekayaan seseorang untuk tujuan tertentu. Karena itu pula, yayasan tidak boleh didirikan untuk mencari laba atau untung29.
27
Rencana undang-undang No.16 tahun 2000, tentang yayasan pada ketentuan umum pasal 1 ayat 1 tentang Definisi Yayasan yang disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 Juli 2001. Namun berlakunya pada bulan agustus tahun 2002. Penulis peroleh dar www.hukum-online.com 28 Todung Mulia Lubis, RUU Yayasan : Kembalinya Paradigma Kekuasaaan”, Majalah tempo, (Jakarta), Kolom, edisi 18-24 September 2000 29 Haasn Shadely, (ed.), “yayasan”, ensiklopedia indonesia khusus, (jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve), jilid 7, h.3978.
27
2. Pengertian Yatim Piatu Kata yatim berasal dari bahasa arab : yatim, menunjukan pelaku; jamanya adalah yataama atau aitaam. Artinya anak yang bapak ibunya telah meninggal dunia dan belum dewasa (baligh), baik ia kaya taua miskin, laki-laki atau perempuan. Istila piatu hanya dikenal di indonesia, sedangkan dalam literatur fiqih klasik hanya dikenal istilah yatim saja30. Menurut pendapat lain, yatim adalah orang yang tinggal mati ayahnya selagi ia belum mencapai umur baligh31. Yatim adalah anak yang belum dewasa dan tidak berbapak lagi32. Piatu adalah orang yang tidak beribu bapak atau tidak bersanak saudara (sendirian)33. 3. Pengertian Fakir Miskin Definisi tentang fakir miskin adalah: a. Orang yang sangat berkekurangan; orang yang terlalu miskin. b. Orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin34. c. Orang yang susah hidupnya, tidak mempunyai harta dan usaha untuk memenuhi keperluan hidupnya35. Dikalangan para ahli fiqih, masih ada perbedaaan mengenai batasan fakir dan miskin. Menurut sebagian pakar hukum Islam, diantaranya : 30
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, “Yatim”, ensiklopedia Islam 5, (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet-Ke 4, h. 206 31 Ahmad Sunarto, Khutbah Pedoman Muslim; Menyantuni anak yatim (Jakarta: Pustaka Amani, 1991), h. 113 32 Hasan Shadely, (ed), “fakir”, jilid h. 985 33 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Piatu”, kamus bahasa indonesia edisi revisi, (Jakarta: Balai pustaka, 1995), Cet-Ke 4, h. 776. 34 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Piatu”, kamus bahasa indonesia edisi revisi, h. 273 35 Hasan Shadely, (ed), “Fakir”, Jilid 2, h. 985
28
a. Imam Hanafi berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Fakir miskin merupakan orang yang tidak memiliki satu nisab zakat. Hal ini kebalikan dari orang kaya, yaitu orang yang memiliki satu nisab zakat. b. Imam Syaf’i berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak dapat mencukupi kehidupan dasar (hajat al-asliyah) c. Abu Hanifah berpendapat bahwa fakir adalah seseorang yang tidak berpenghasilan tetap dan tidak ada yang memenuhi kebutuhannya sehari-hari36. Sedangkan definisi tentang miskin adalah : a. Orang yang tidak berpenghasilan harta benda; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah)37. b. Orang miskin adalah orang yang memperoleh pendapatan penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya38. c. Orang yang memiliki pekerjaan tetap, tetapi tidak dapat memenuhi dan mencukupi kebutuhannya sehari-hari39.
36
Ensiklopedia Islam 1, “Fakir”, h. 329 Kamus besar bahasa indonesia, h.660 38 H. Anshori, “kemiskinan dan penanggulangannya menurut ajaran islam,” Majalah Akrab, XII, 153, (Februari: 1996), h. 37. 39 Ensiklopedia Islam 1, “Miskin”, h.330 37
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
A. Latar Belakang Pendirian Yayasan Ada dua hal yang melatarbelakangi pendirian yayasana amanah ini, yaitu: pertama, adalah tuntutan dari masyarakat sekitar Pondok Labu yang meminta dan melihat bahwa di wilayah sekitar yayasan mmanah ini, belum ada sebuah lembaga yayasan atau institusi yang secara khusus menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan yatim piatu dan fakir miskin secara berkelanjutan. Boleh jadi ada, tetapi kegiatannya tidak sering yang diharapkan masyarakat. Kedua, adanya dorongan dari hati masing-masing pengurus yayasan waktu itu sebelum yayasan dibentuk yang mengarah pada sesuatu yang sama, yaitu melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial keagamaan terhadap masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak akan merasa kesulitan dalam hal sosial dan keagamaan. Apa yang mereka rasakan dapat pula dirasakan oleh pengurus. Jika masyarakat mengalami kesulitan dalam hal sosial dan pengetahuan tentang keagamaan, maka dapat membuat mereka terjebak pada siatuasi yang sulit, apalagi menyangkut keimanan dan keyakinan mereka. Sering dikatakan hampir saja kefakiran itu menyebabkan seorang menjadi kafir, itu yang menjadikan pengurus membangun dan mendirikan yayasan amanah ini.
29
30
Adapun tujuan dari pendirian yayasan ini adalah agar masyarakat secara umum dan fakir miskin dan yatim piatu secara khusus bisa terbantu dari sisi materi, keagamaan maupun moril1. Dalam pendirian yayasan ini pengurus sepakat memberi nama Amanah. Pemberian nama “Amanah” pada yayasan tersebut memiliki dua filososfi, yaitu: Pertama, yang paling menonjol adalah bahwa ini adalah amanah, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‟an: Artinya : “sesungguhnya Kami telah mengemukakanamanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat iru oleh manusia, sesungguhnya manusia itu zalim dan mat bodoh”. Pengurus hendak memberikan peringatan (warning) kepada pengurus yayasan masing-masing bahwa apa yang dilakukan oleh mereka itu adalah amanah dari Allah SWT yang harus diemban dengan baik. Ini dalah amanah, misalnya ada orang yang memberikan bantuan dana, itu sama sekali bukan milik pengurus, tapi ini adalah amanah Allah SWT yang harus disampaikan kepada yang berhak menerima amanah itu, yaitu yatim piatu dan fakir miskin. Jadi ini untuk mengingatkan kepada para pengurus akan filososfi dari nama Amanah tersebut. Kedua, yiatu awalnya pengurus berkeinginan, bahwa kata-kata amanah itu uraian sebenarnya adalah amar ma‟ruf dan nahi munkar. Jadi amar
1
Drs. H. Syafruddin, Ketua Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 21 Februari 2013.
31
ma‟rufnya adalah Yayasan ini hendak memerintahkan dan memotivasi orang untuk melakukan suatu perbuatan baik, di antaranya adalah peduli terhadap sesama. Adapun nahi munkarnya adalah melakukan keagamaan dan kegiatankegiatan kepemudaaan lainnya2. Dilatar belakangi oleh faktor-faktor tersebut diatas, maka pada tanggal 24 Desember 1997, beberapa orang yang memiliki pemikiran yang sama, di antaranya Bapak H. Muhammad Talih, Drs. Syafruddin, H. Marullah, Lc, M.Ag, H. Muhammad Yusuf, dan H. Arsyad, kemudian mendirikan sebuah Yayasan yang bergerak dibidang sosial dan keagamaan yang diberi nama : YAYASAN “YATIM PIATU DAN FAKIR MISKIN AMANAH”, disingkat Yayasan Amanah3.
B. Visi dan Misi Sebelum organisasi menentukan tujuan-tujuan, terlebih dahulu harus menetapkan visi dan misi organisasi. Visi dan misi organisasi menyajikan kerangka kerja yang menuntun suatu nilai dan kepercayaan organisasi. Pernyataan visi dan misi dari organisasi memainkan peranan penting dalam strategi pengembangan sistem kualitas. Visi dan misi memberikan identitas organisasi dan pemahaman terhadap arah yang ingin dituju. Visi (vision) adalah suatu gambaran ideal yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi di masa yang akan datang. Sedangkan misi (mision) adalah suatu pernyataan sikap tentang aktivitas dari perusahaan atau organisasi4.
2
Drs.H. Syafrudin, Ketua Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 21 Februari 2013. 3 Akta Yayasan Amanah, No. 06/A-YAY/HKM/1998 4 Vibcent Gasdpersz, Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, Cet-Ke 1, h. 3.
32
Adapun visi dari Yayasan Amanah adalah : 1. Mengharapkan yatim piatu dan fakir miskin yang dikembangkan dan yang disantuni tidak statis menjadi orang yang terus disantuni. Mungkin yatim piatu adalah ungkapan yang tidak bisa hilang ada diri setiap orang. Tetapi kalau fakir miskin itu label yang bisa datang dan pergi, hari ini seseorang disantuni atas nama fakir miskin, besok boleh jadi dia menyantuni orang karena dia bukan lagi fakir dan miskin. 2. Mengharapakan bahwa yatim piatu dan fakir miskin itu dapat dibantu dalam hal penyantunan moril maupun materil sesuai dengan kepentingan mereka dan sesuai dengan kemampuan pengurus, yang dilakukan secara rutin dan secara proporsional. Banyak seklai lembaga-lembaga yang hanya menyantuni yatim dan fakir miskin hnaya dalam waktu-waktu tertentu semata. Kebutuhan yatim piatu dan fakir miskin bukan hanya satu tahun sekali, kebutuhan mereka bukan hanya pada masa sbulan Muharram saja, kebutuhan mereka tiap bulan untuk pendidikan, tiap minggu bahkan tiap hari. Adapun misi dari Yayasan Amanah adalah ; 1. Memerintahkan siapa saja untuk melakukan mar ma‟ruf nahi munkar, yaitu melakukan perbuatan-perbuatan yang ma‟ruf dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang munkar. 2. Memerintahkan dan memotivasi mayarakat yang mampu untuk berderma dan merasa bangga ketika dia mengeluarkan sedekah dari kantongnya dia sendiri dengan nilai berapapun juga sesuai dengan kapasitas mereka
33
masing-masing5.
C. Letak Geografis Secara geografis, Yayasan Amanah terletak di Jl. H. Kamang Rt. 008/10 No. 19 Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Telp. 7664237/75902519. Pada bagian utara dari Yayasan ini terdapat Madrasah Ibtidaiyah dan Diniyah Darul „Ulum, bagian barat dan timur bersebelahan dengan perumahan penduduk dan bagian timur laut terdapat yayasan pendidikan Islam Miftahul Umam.
D. Struktur Organisasi Struktur organisasi pada Yayasan Amanah terdiri dari Badan pendiri dan Badan pengurus. Badan Pendiri : Pembina
: H. Muhammad Talih
Pengawas
: K.H. Abdul Hakim : H. Muhmmad Yusuf
Badan Pengurus : Ketua
: Drs. H. Syafruddin
Sekretaris
: Nuryanih, S.Ag
Bendahara
: Hj. Nurhayati S. Pd
5
Drs. H. Syafruddin, Ketua Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 21 Februari 2013.
34
Seksi-seksi : Pendidikan dan Keagamaan : H. M. Yusuf Humas
: H. Syamsuddin
Olahraga dan Seni
: Maruddin
Kepemudaan
: Fahmi Syarif
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Penerapan Teknik Komunikasi Yayasan Amanah merupakan yayasan yang mengasuh anak yatim piatu dan fakir miskin, membina, dan mendidik dengan tujuan mereka mempunyai pendidikan yang sama dengan anak-anak yang lainnya (anak yang mampu). Ada dua bentuk pendidikan diyayasan ini, yaitu pendidikan formal dan non formal. Berbagai upaya dan usaha yang dilakukan oleh pembina yayasan untuk mengangkat derajat mereka dimata masyarakat, diantaranya; selain disantuni mereka juga dibekali berbagai disiplin ilmu, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum, namun dalam materi pendidikan selain pelajaran-pelajaran agama, mereka lebih ditekankan pada materi menghafal A-Qur’an (Tahfidzul Qur’an) yang diharapkan mereka bisa menjadi generasi Qur’ani, yaitu generasi yang berpedoman dengan Al-Qur’an. Allah SWT telah menjelaskan bahwa manusia harus mepelajari Al-Qur’an yang sudah Allah mudahkan unutuk mebaca, memahami dan menghafalkannya, maka dari itu yayasan amanah memiliki cara untuk mengamabil pelajaran dari AlQur’an salah satunya dengan melakukan kegiatan tahfidz bagi anak asuhnya. Adapun waktu yang ditentukan dalam kegiatan tahfidz ini yaitu pada hari minggu jam 08.00 sampai dengan selesai dan setelah selesai anak asuh disantuni berupa sembako, pakaian layak pakai, alat mandi, perlengkapan sekolah dan lainlain sebagainya. Adapun untuk pembayaran sekolah/SPP itu dibagikan pada awal bulan.
35
36
Dari hasil pengamatan penulis melihat, sebelum dimulainya pembinaan tahfidz, para pembina melakukan pendeketan terlebih dahulu, dengan mengajak para penghafal berkomunikasi dan mengajak berolahraga sambil menunggu teman lainya datang, para pembina ikut serta dalam melakukan olahraga tersebut, agar
bisa
lebih
dekat
dengan
para
penghafal.
Keragaman
dalam
berkomunikasipun berbeda-beda, sesuai dengan siapa yang mereka hadapi. Pembinaan ini benar-benar dilakukan dengan sebaik mungkin. Pembina juga sebelum memberikan materi hafalan kepada para penghafal terlebih dahulu pembina meminta dan mengajarkan anak asuh tersebut agar sebelum mereka memperdengarkan kepada pembina dan membacanya dalam bacaan shalat mereka, seperti: 1. Terlebih dahulu penghafal membaca dengan melihat mushaf, materi-materi yang akan diperdengarkan kehadapan pembina minimal dibaca tiga kali. 2. Setelah dibaca dengan melihat mushaf dan terasa ada bayangan lalu dibaca dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal tiga kali dalam satu kalimat dan maksimalnya tidak terbatas. 3. Setelah satu kali ada dampaknya dan menjadi hafal dengan lancar, kemudian ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya sehingga sempurna menjadi satu ayat.1 4. Setelah materi satu ayat ini dikuasai dengan hafalan yang betul-betul lancar, maka diteruskan dengan menambah materi baru dengan membaca (melihat mushaf) terlebih dahulu dan mengulang-ngulang seperti pada materi pertama. 1
Shalah Al-Khalidi, Membedah Al-Qur’an trj. Muhil DA (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet-Ke 1, hal. 103
37
5. Setelah mendapat hafalan dua ayat dengan baik dan lancar, maka hafalan tersebut diulang-ulang mulai dari materi ayat pertama dirangkaikan dengan materi ayat kedua minimal tiga kali. 6. Setelah materi yang tentukan menjadi hafal dengan baik dan lancar, kemudian hafalan ini diperdengarkan kehadapan pembina untuk ditashih hafalnnya serta mendapat petunjuk-petunjuk dan bimbingan seperlunya. 7. Waktu menghadap kepada pembina penghafal memperdengarkan materi baru yang sudah ditentukan dan mengulang materi hari pertama untuk lebih memantapkan lagi hafalnnya2. Dari kegiatan diatas maka pelaksanaan pembinaan tahfidz diyayasan amanah pondok labu cenderung menerapkan empat teknik komunikasi: yaitu, teknik komunikasi informatif, persuasif, instruksif/koersif dan hubungan manusiawi. Pembinaan tahfidz dengan menggunakan teknik komunikasi ini tidak ada yang dominan melainkan saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pembinaan tahfidz al-qur’an ini berjalan dengan efektif, efesien, intensif dan tercipta suasana yang nyaman dan menimbulkan kesenangan dan ketaatan, pngertian yang menimbulkan tindakan yang sesuai yang diinginkan pembina dalam menjalankan kegiatan tahfidz tersebut, sehingga anak asuh tersebut menghapal dengan baik dan lancar. Komunikasi Informatif, dilaksanakan dalam bentuk tatap muka dimana pembina duduk bersama dihadapan pentahfidz, untuk diberikan informasi dan
2
Hj. Nurhayati S.Pd, Pembina Tahfidz Al-Qur’an amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 maret 2013
38
sedikit pengarahan setelah selesai pembinaan tahfidz berlangsung. Sedangkan teknik komunikasi persuasif dilaksanakan sebelum kegiatan pembinaan tahfidz dimulai, dan sedang melakukan kegiatan tahfidz dimana Pembina meminta seluruh anak asuh untuk mengulangi hapalannya secara bersama, setiap pertemunnya dan mengajak melakukan olahraga serta merayu para penghafal agar menyetorkan hafalannya dengan rasa tidak takut. Adapun teknik komunikasi instruktif/koersif dilakukan
ketika
Pembina
mendapati
pentahfidz
yang
mengganggu jalannya kegiatan tahfidz, Pembina memberi teguran dan sangsi yang sesuai dengan sangsi yang sudah disepakati oleh seluruh pimpinan yayasan, sehingga merasa takut untuk mengulangi kesalahannya. Hubungan manusia dilaksanakan ketika para penghafal dan pembina bertemu dilain waktu atau dilain tempat, seperti dijalan, komunikasi mereka tetap terjalin dengan baik, dimanapun mereka berada. 1. Komunikasi Informatif Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan bahwa teknik komunikasi informatif di terapkan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuh yayasan amanah, sebelum dimulai kegiatan tahfidz semua pembina berkumpul untuk membicarakan bagaimana cara mengajak anak asuh untuk melakukan kegiatan menghafal dari sejak dini. Setelah sekian lama dibicarakan salah satu pembina mengusulkan bagaimana mengajak anak asuh untuk menghafalkan Al-Qur’an tanpa adanya pro kontra dari masing-masing anak asuh.
39
Salah satu pembina ini bernama Hj. Nurhayati S.Pd, beliau membaca salah satu buku mengatakan, “bagaimana mengajak anak asuh untuk melakukan tahfidz itu dengan cara tidak memberikan kesadaraan kepada anak asuh kalau akan dilaksanakannya kegiatan tahfidz ini. Setiap minggu anak asuh memang berkumpul untuk dibagikan bantuan dari donatur yang diberikan donatur melalui yayasan3. Disitulah pembina mulai melaksanakan pembinaan kepada para anak asuh, sebelumnya setelah berkumpul anak asuh diajak untuk mendo’akan para donator dengan membaca surat Yasiin, Tabarok, Waqi’ah dan Ar-Rahman. Tetapi disini pembina mewajibkan untuk menghafal surat yang akan dibacakan setiap minggunya untuk para donatur. Inilah salah satu teknik komunikasi yang diterapkan oleh pembina tahfidz. Setelah mereka menghafal surat yang ditentukan oleh pembina dalam 8 bulan. Mereka diberikan gambaran-gambaran mengenai orang-orang yang menghafal Al-Qur’an dan menyebutkan dari beberapa manfaat dalam menghafal oleh pembina, diantaranya : a. Kebahagiaan atau kemenangan di dunia dan akhirat, jika disertai dengan amal saleh dan menghafalnya. b. Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya. karena itu para penghafal Al-Qur’an lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih apik karena banyak latihan untuk mencocokan ayat serta membandingkan keporosnya.
3
Drs. H. Syafruddin, Ketua Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta 10 Maret 2013
40
c. Menghafal bisa mendorong seseorang untuk berprestasi lebih tinggi dari teman-teman mereka yang tidak hafal dari banyak segi, sekalipun umur, dan kecerdasan mereka. d. Memiliki identitas yang baik dan berprilaku jujur. Seseorang yang hafal Al-Qur’an sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban untuk berprilaku jujur dan berjiwa Qur’ani. Identitas demikian akan terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan teguran dari ayat-ayat AlQur’an yang selalu dibaca. e. Fasih dalam berbicara, ucapannya benar dan dapat mengeluarkan fonetik arab dari landasannya secar tabi’i (alami). f. Memiliki do’a yang mustajab, orang yang hafal Al-Qur’an yang selalu konsekuen dengan predikatnya Hamalatul Qur’an, yakni yang hafal AlQur’an, memahami dan mengamalkan isi kandungannya merupakan orang yang dikasihi Allah SWT4. Setelah diberikan gambaran-gambaran seperti itu pembina melihat perkembangan minggu berikutnya. Apakah anak asuh tersentuh hatinya untuk melanjutkan hafalannya kesurat berikunya, atau malah meninggalkan surat yang sudah mereka hafalkan. Satu minggu berikutnya pembina melihat antusias anak asuh untuk menghafal sehingga pembina senang sekali akan hal ini. Anak-anak asuhpun tersentuh hatinya untuk melakukan hal yang sama dan ingin menjadi seseorang yang Qur’ani seperti orang yang sudah hafal Al4
Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al-Qur’an Kaifa Tahfadzul Qur’an, (Bandung : PT. Sinar Baru Al-Gensindo, 1991), Cet-Ke 1, hal 21
41
Qur’an dengan dijuluki Pentahfidz yang handal, apabila saya giat menghafal dan rajin belajar serta memperdalam ilmu agama. Saya akan seperti pentahfidz yang ada sekarang ini. Jadi dengan memberikan gambarangambaran seperti itu, pembina secara tidak langsung menyadarkan para pentahfidz sekarang agar lebih giat lagi dalam menghafal. Dan tidak perlu lagi dengan pemaksaan. Kami melihat perkembangannya. Setiap minggunya para pentahfidz terlihat lebih giat dan lebih percaya diri menyerahkan hasil hafalannya ayat demi ayat. Mereka sadar akan kebutuhan menghafal dalam dirinya masing-masing. 2. Komunikasi Persuasif Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan bahwa teknik komunikasi persuasif diterapkan ketika pembina memberikan semangat kepada anak asuh agar lebih giat lagi menghafal dengan menerapkan metodemetode yang mungkin bisa membantu para penghafal untuk mengurangi kepayahan mereka dalam menghafal metode ini juga diperkuat oleh AlQur’an surat Al-Qalam ayat 22 yang berbunyi “Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran”. Para penghafal bisa mengambil pelajaran dari Al-Qur’an sesuai dengan perinta Allah diantaranya agar mudah menghafal Allah memberikan kemudahan untuk orang-orang
yang akan mengambil pelajaran dari Al-
Qua’an dengan metode-metode yang diterapkan oleh pembina, diantaranya :
42
a. Metode (Thariqah) Wahdah Metode ini adalah para penghafal diwajibkan untuk menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak tujuh kali, atau 13 kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks pada lisanny. Setelah membaca satu persatu ayat yang hendak dihafal, penghafal harus mengulang-ulang. Untuk menghafal cara seperti ini, maka langkah selanjutnya ialah membaca dan mengulang-ngulang tiap ayat sehingga semakin banyak di ulang maka kualitas hafalan akan semakin efektif. b. Metode (Thariqah) Kitabah Artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu diminta untuk menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada buku yang memang sudah diberikan oleh pembina, kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalnya. Menghafal bisa dengan metode Wahdah, atau berkali-kali menuliskannya sehingga penghafal bisa dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalnya dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik, karena disamping membaca dengan lisan, aspek visual dengan menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
43
c. Metode (Thariqah) Sima’i Artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, bagi anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal tulisan bacaan Al-Qur’an. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu mendengar dari yang membina, terutama bagi penghafal anak-anak, dan yang kedua merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya kedalam vita kaset atau handpone sesuai dengan kebutuhan dan kemampunnya. d. Metode (Thariqah) Jama Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang melakukan secara kolektif atau secara bersama-sama dalam membacakan ayat yang akan dihafalnya, yang di pimpin oleh seorang pembina. Pertama, pembina membaca satu ayat atau beberapa ayat dan para penghafal menirukannya secara bersama-sama. Kemudian pembina membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan penghafal mengikutinya sampai bacaannya baik dan benar. Selanjunya penghafal mengikuti bacaan pembina sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannnya. Metode ini sangat efektif digunakan untuk penghafal juz 30, karena mereka belum bisa membaca Al-Qur’an sendiri, tanpa pembina.
44
Dalam menerapkan teknik komunikasi persuasif ini juga pembina diabantu dengan startegi-strategi seperti meminta pengulangan ganda kepada penghafal yang masih sulit untuk membacakan hafalan, tanpa beralih keayat berikutnya. Apabila ada salah satu atau dua diantara mereka yang memiliki kekurangan dan sulit dalam menghafal, pembina membimbingnya secara intensif, melalui tahap-tahap sedikit demi sedikit sampai mereka bisa membacanya dengan lancar. Pembina juga menyiapkan dan menyediakan alat olaharaga dan keterampilan untuk para penghafal. Sebelum dimulai kegiatan menghafal para penghafal diminta untuk berolahraga sambil menunggu temannya yang belum datang selama 15 menit, setalah itu penghafal diminta untuk melaksanakan shalat duha, guna agar hafalan yang mereka lakukan dirumah tetap terjaga, dan siap untuk disetorkan kepada pembina. Dan setelah mereka melakukan kegiatan menghafal mereka dipersilahkan mengikuti kegiatan keterampilan, bagi laki-laki bermain marawis dan bagi perempuan belajar memasak di pimpin oleh pembina masing-masing. Sedangkan menurut Ahmad Von Denffer ada beberapa strategi dalam menghafal Al-Qur’an yaitu: jadikanlah kegiatan menghafal sebagai kegiatan sehari-hari. Lakukan sedikit demi sedikit, walaupun walaupun sebentar, tetapi teratur, kemudian baca dan hafalkan ayat-ayat tersebut dengan keras beberapa kali, dan ulang kembali hafalan yang tadi dalam berbagai kesempatan seperti dalam shalat5.
5
Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an dan Pengenalan Dasar, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), Cet-Ke 1, h.204-205
45
Kegiatan ini dilakukan oleh penghafal yayasan amanah. Dalam mencapai metode ini pembina merayu dan membujuk agar mereka melakukan kegiatan ini dengan rasa ikhlas dalam hatinya. Sehingga menimbulkan perubahan dalam dirinya dari adanya manfaat menghafal. Sehingga dengan sendirinya penghafal dan mengikuti dan melaksanakan apa yang telah dinformasikan oleh pembinanya. Teknik ini sangat efektif diterapkan dalam pembinaan tahfidz ini menurut pembina6. Dengan diterapkannya teknik juga pembina berusaha mendekatkan diri lebih dekat lagi dengan para penghafal, agar mereka tidak takut dan grogi ketika menyetorkan hafalannya, disini juga pembina membangunkan rasa percaya diri dari masing-masing penghafal agar tidak takut dan pede ketika berhadapan dengan pembina. 3. Komunikasi Instruktif / Koersif Berdasarkan hasil observasi dilapangan penulis menemukan teknik komunikasi instruktif /koersif ini diterapkan pada saat dimulainya pembinaan sampai akhir pembinaan berlangsung. Teknik ini diterapkan dalam pembinaan tahfidz dikarenakan pada awalnya anak asuh ketika mengetahui akan diadakannya program tahfidz mereka tidak menyetujui kegiatan ini. Dari mereka masing-masing berpendapat dan menolak diadakannnya kegiatan ini. Alasan merekapun beragam, mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan sebagainya.
6
Hj. Nurhayati S.Pd, Pembina Tahfidz Al-Qur’an amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 maret 2013
46
Dalam
hal
ini
pembina
menggunkan
teknik
komunikasi
instruktif/Koersif, dimana pembina memaksa anak asuhnya untuk menghafal surat-surat tertentu pada awalnya, tujuannya untuk medo’akan para doantur yang sudah mengeluarkan hartanya untuk disantuni kepada mereka dan untuk mendo’akan orang tua saudara mereka yang sudah tiada 7 . Setelah mereka menghafal surat-surat yang diberikan oleh pembina, mereka mulai diajak untuk menghafal Al-Qur’an dari awal, dimulai dari juz 30 dan dilanjutkan ke juz 1. Informasi ini diberikan kepada anak asuh setelah mereka menghafal 4 surat yang sudah ditentukan, disini pembina tidak terlalu merasa kesulitan dalam mengajak anak asuh untuk memulai menghafal juz pertama, karena sebelumnya pembina sudah memaksa mereka untuk menghafal surat yang 4 tersebut, yang sudah ditentukan oleh pihak yayasan. Teknik ini juga diterapkan kepada para penghafal ketika pembina mendapati penghafal yang mengganggu jalannya kegiatan tahfidz dan tidak taat dalam mentaati peraturan tahfidz. Contohnya ketika seorang anak yang sedang menunggu temannya menyetorkan hasil hafalannya pembina melihat dia sedang memainkan handpone genggamnya. Karena pembina dan para penghafal sebelumnya sudah menentukan sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan apabila seorang penghafal mengganggu kegitan tersebut.
7
Hj. Nurhayati S.Pd, Pembina Tahfidz Al-Qur’an amanah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 maret 2013
47
Pembina langsung meminta Handpone anak tersebut dan memberikan peringatan untuk anak tersebut, agar mereka tidak lagi mengulang kesalahannya. Dan sanksi berikutnya yang dijatuhkan kepada anak tersebut dia dibebani untuk menghafal dua kali lipat dari biasanya pembina berikan. Contoh berikutnya untuk anak penghafal surat 30 juz atau anak-anak yang berumur 5-9 tahun, penulis mendapati ketika observasi pembina sedang memberikan sanksi kepada anak tersebut untuk menulis dua kali lipat dari sebelumnya penulis berikan. Dan memberikan peringatan kepada anak tersebut agar tidak mengulangi kesalahannya. Sangsi yang diberikan kepada para penghafal ketika mereka becanda atau mengganggu temannya yang sedangg menghafal, membuat mereka merasa terbebani, sehingga pada setiap pertemuan mereka sangat berhati-hati ketika meraka akan melakukan sesuatu. Ini sangat terlihat jelas ketika ada salah satu penghafal yang sedang berbisik-bisik dengan temannya, mereka sangat berhati-hati takut salah satu pembinanya melihat dia sedang berbicara dengan temannya, dan mereka takut akan sangsi yang diterimanya. Sanksi yang diberikan kepada para penghafal ini merupakan perintah dan peringatan yang diberikan kepada para pengahfal itu merupakan intruksi dalam komunikasi. Sanksi yang diberikan kepada para penghafal ini tidak menimbulkan ketakutan yang menjadikan para penghafal stress, tetapi hanya menimbulkan ketakutan ketika para penghafal tidak menyetorkan hafalannya minggu ini.
48
4. Hubungan Manusiawi Dari pengamatan penulis melihat hubungan manusiawi ini sangat sering dilakukan, karena komunikasi ini dilakukan oleh pembina dan anak asuhnya dimanapun mereka beretemu. Jadi tidak hanya diyayasan komunikasi mereka berlangsung, diluar yayasan pun mereka berkomunikasi dengan baik, sebagaimana mereka lakukan di yayasan. Sehingga anak asuh tersebut merasa selalu diperhatikan, sehingga menimbulkan kesenangan dan hubungan sosial yang baik antara pembina dan anak asuh. Pembina selalu bertanya sudah sampai mana hafalannya. Penulis menyimpulkan teknik komunikasi persausif dan hubungan manusiwilah yang paling efektif dan paling banyak dilakukan. Dari penjelasan pada bab-bab diatas, dalam menjalankan tugasnya yayasan Amanah memberikan sebuah wacana yang dapat menunjang kegiatan pembinaan terhadap para pembina dan guru. Dalam kegiatan pembinaan yayasan ini memberikan arahan-arahan yang sudah memberikan pelayanan yang sangat baik, namun dalam keberhasilan ini target yang ditempuh mempunyai hambatan-hambatan tersendiri. Baik hambatan yang bersifat individual maupun hambtan yang bersifat organisasional. Peneliti ingin menunjukan bahwa setiap keberhasilan yang diraih adalah mempunyai hambatan tersendiri, dalam hambatan yang bersifat individual tentunya berbeda dengan hambatan yang bersifat organisasional, tapi peneliti ingin menjelaskan bahwa hambatan disini hanya sebatas adanya ketidak percayaan diri yang menghambat pada upaya keberhasilan yang mutlak.
49
Berbagai upaya kegiatan yang diberikan kepada para penghafal yang sesuai dengan metode tahfidz sudah cukup memberikan bantuan kepada para pengahfal dengan baik. Namun hambatan tetap timbul dalam pelaksanaan pembinaan tahfidz ini.
B. Faktor Penunjang dan Penghambat Teknik Komunikasi dalam Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an 1. Faktor Penghambat a. Banyak ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi, malas untuk mengulangulang lagi hafalannnya. b. Apabila penghafal tidak hafal dengan hafalnnya minggu ini maka anak tersebut tidak hadir. Karena takut dimarahi sama pembina. c. Tidak diasramakanknya anak asuh tersebut, sehingga pembinaan belum begitu efektif. d. Masih kurangnya tenaga pembina. e. Kurangnya semangat dari para penghafal ketika tidak ada jadwal santunan setiap minggunya. f. Kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua, membuat membina kewalahan untuk dibina. Hasil di atas, peneliti melihat bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh mereka didasari dengan paham imbalan, dengan kata lain apapun yang mereka lakukan mempunyai imbalan yang nyata, sehingga untuk melakukan
50
perbuatan yang tidak terlihat bentuk hasilnya maka mereka kurang bersemangat datang untuk menyetorkan hafalannya. Disinilah harus kita cermati sebagai kalangan intelektual, bahwa upaya untuk menembus hal itu dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang akurat. Dan peran yayasan sosial berpacu dalam menembus organisasional. 2. Faktor Pendukung a. Adanya dorongan yang cukup kuat antara teman dan pembina agar para penghafal tetap datang da mau mengafal setiap minggunya. b. Adanya daya tarik yang dianjurkan oleh yayasan guna memperbaiki kehidupannya serta berkomunikasi dengan baik terhadap individu masingmasing. c. Adanya partisipasi atau peran saudara, orang tua, dan orang-orang terdekat dari seseorang penghafal sehingga mereka merasa mendapatkan dukungan yang sangat besar terutama dari pihak-pihak yang selama ini sangat dekat dengan mereka. Walaupun begitu kegiatan tahfidz tetap berlangsung sampai saat ini, dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh pembina dengan selalu memberikan motivasi, arahan dan meyakini benar-benar tujuan dan fadhilah menghafal . Agar hatinya tetap bersih dan suci (saliim), sangat perlu bagi anak asuh untuk memperbanyak amal-amal shalih dan istigfar serta banayk-banyak berdoa kepada Allah SWT. Hal ini sangatlah diperlukan oleh anak asuh atau menghafal Al-Qur’an lainnya, karena ini untuk membekali diri anak asuh agar
51
mampu bersabar, bersemangat, dan tidak kenal putus asa dalam menghadapi problematika menghafal Al-Qur’an. 3. Solusi Mengurangi Tingkat Hambatan dalam Melakukan Kegiatan Tahfidz a. Mengasramakan anak asuh dalam jangka waktu dekat, agar kegiatan tahfidz berjalan lebih efektif lagi. b. Ciptakan suasana baru, yang bisa menarik perhatian lebih dari para penghafal, agar mereka lebih bersemangat lagi mengafalnya. c. Berikan perhatian khusus kepada para penghafal, agar mereka merasakan nyaman, hangat jika mereka sedang berhadapan dengan para pembina.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah meneliti, menelaah dan mengkaji berbagai data dari bab-bab terdahulu, maka untuk mengakhiri pembahasan skripsi ini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa teknik komunikasi yang diterapkan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur’an terhadap anak asuh dan fakir miskin diyayasan amanah ini adalah teknik komunikasi infortmatif, komunikasi persuasif, komunikasi instruksif/koersif dan komunikasi hubungan manusiawi. Dari keempat macam teknik tersebut yang paling banyak digunakan adalah komunikasi persuasif dan komunikasi hubungan manusiawi. Pembina bukan hanya sekedar apa yang diharapkannya bisa tercapai, tetapi disini juga pembina berusaha menciptakan komunikasi yang baik dan hangat kepada anak asuhnya, agar anak asuh tersebut merasa nyaman dalam penghafal dan tidak lagi dipaksa dalam melakukan kegiatan tahfidz ini. Menurut penulis komunikasi persuasif dan hubungan manusiawi seperti ini sangat sesuai dengan apa yang diharapkan pula oleh para penghafal, karena pada dasarnya mereka ingin melakukan kegiatan tanpa dipaksa. Dan hal ini mereka ingin mendapatkan perlakukan yang baik dan perhatian yang penuh dalam melakukan kegiatan tahfidz ini, agar mereka merasa nyaman dan tenang dalam menghafal.
52
53
B. Saran Dari hasil studi dan menelaah observasi yang tertuang dalam skripsi ini, kiranya tidaklah berlebihan jika penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1) Untuk pembinaan tahfidz pembina harus berupaya lebih jauh lagi mengajak agar para penghafal lebih giat lagi menghafal Al-Qur’annya. 2) Dalam kegiatan ini juga yayasan harus dipersipakan pembina-pembina yang professional guna mencetak calon-calon tahfidz yang muda. 3) Untuk
mendapatkan
hafalan
yang
baik,
para
penghafal
harus
memperhatikan hal-hal seperti; Niat yang ikhlas dari calon penghafal, harus ada pembina, harus menggunakan satu mushaf saja, harus ada kontinuitas dari calon penghafal dan mengulang-ngulang ayat-ayat yang sudah dihafal sehingga tidak lupa.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Abu Bakar, Kepada Para Pendidik Muslim, Jakarta: Gema Insani Press, 1991. Khalidi, Shalah AL, Membedah Al-Qur’an trj. Muhil DA, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1993. BP4, Pusat Pembinaan Keluarga Bahagia Sejahtera, Jakarta : 1989. Denffer, Von Ahmad, Ilmu Al-Qur’an dan Pengenalan Dasar, Jakarta: Rajawali Press, 1988. Dept. Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, “Yatim”, ensiklopedia Islam 5, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985. Widjaja, H.A.W., Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986. Effendy, Onong Uchjana, Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: PT AlAmin Press, 1991. _____________, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. _____________, Ilmu, Toeri dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003. Gasdpersz, Vibcent, Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Anshori, “kemiskinan dan penanggulangannya menurut ajaran islam,” Majalah Akrab, XII, 153, Februari, 1996. Hadi, Sutrisna, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Robins, James G., Komunikasi yang Efektif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995. Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung: CV. Mandar Maju, 1990.
54
56
Maleong, Lexy 3, Metodologi Pendidikan Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. Muis, A, Komunikasi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2001. Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Rosda Karya, 2007. Nawabuddin, Abdurrab, Teknik Menghafal Al-Qur’an Kaifa Tahfadzul Qur’an, Bandung: PT. Sinar Baru Al-Gensindo, 1991. Pembinaan Rohani pada Dharma Wanita, Jakarta: Depag, 1994. Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah/Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada Dharma Wanita, Jakarta: Depag, 1994. Rachmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2007. Rencana undang-undang No.16 tahun 2000, tentang yayasan pada ketentuan umum pasal 1 ayat 1 tentang Definisi Yayasan yang disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 Juli 2001. Namun berlakunya pada bulan agustus tahun 2002. Penulis peroleh dar www.hukum-online.com. 2013Todung Mulia Lubis, RUU Yayasan : Kembalinya Paradigma Kekuasaaan”, Majalah tempo, (Jakarta), Kolom, edisi 18-24 September 2000. Rosyidi, T. A. Latief, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, Medan: 1985. Sendjaj, Djuarsa, Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, 2005. Sevilla, Conseuelo G, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, UI Press, 2006. Shadely, Hasan, (ed.), “yayasan”, ensiklopedia indonesia khusus, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, jilid 7. Shihab, H. M. Quraish, Membumikan AL-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997. Sunarto, Ahmad, Khutbah Pedoman Muslim; Menyantuni anak yatim, Jakarta: Pustaka Amani, 1991 Suprapto, Tommy Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta: Media Pressindo, 2006. Susanto, Phil Astrid, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Bina Cipta, 1998.
56
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Piatu”, kamus bahasa indonesia edisi revisi, Jakarta: Balai pustaka, 1995. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), Ciputat, CeQDA (Center For Quality Development and Assurance), 2007. Widjaja, H.A.W., Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Zen, Muhaimin A, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: PT. AlHusna Zikri, 1996. http://www.google.com/search?q=pengertian%20tahfidz&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefoxa&source=hp&channel=np.
KEMENTERIAN ACAMA E XEEMW"
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1
wwww
FAI(ULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI Telepon/Fax : (027) 7432728
Jl.
/
747$58A
Website : www.fdkuiniakarta.ac.id, E-mail : ciakw'[email protected] id
Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat15412Indonesia
: Un.O1/F5/I(M.01 .ltzloV notl Lamp : Hal : PenelitianAYawancara Nomor
Jakarta,
tr6 Maret 2013
Kepada Yth.
Sekretariat Yayasan Amanah di Tempat
Assalamu' alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat bersama ini kami sampaikan bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bawah ini, Nama Nomor Pokok Jurusan/Semester
: Siti Nur Afifah : 109051000094 : Komunikasi dan Penyiaran Islarn (KPI) /
VIII
yang bermaksud melaksanakan penelitian/wawancara untuk bahan penulisan skripsi berjudul Teknik Komunikasi dalam Pembinaan TahJidz At-Qur'an terhadap Anak Asuh Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin Amqnah Pondok Labu Jakarta Selatan. Sehubungan dengan itu, kami memohon kepada Bapak/Ibu/Sdr. kirany.a berkenan menerima mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan penelitian/wawancara dimaksud.
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu' alaikum Wr. Wb.
f Subhan, MA 0l l0 199303 I 0041 Tembusan: l. Pembantu Dekan Bidang Akademik 2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu I(omunikasi
'YAYASAN YATIM PIATU DAN FAKIR MISKIN
OOAMAI\AI{'O
Akte Notaris : Sardi, SH., MKn. Nomor: 1 Tahun 2008
gnhrfterint iJl. Fl, Kameng f,t,008/,t01.16, 1F pondpk tabu, Jakeds {ecs0 phonq/rar, {021)7F64ES?
SURAT KETERANGAN No.O 1 6/BPs-YA/DWI /2013
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama Jabatan
: Drs.
H. SYafrudin
: Ketua YaYasan
Menerangkan bahwa, Nama
Siti Nurafifah
NIM
1090s1000094
Fakultas Jurusan
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Komunikasi PenYiaran Islam
Yayasan Amanah Pondok Labu dalam Telah mengadakan penelitian disekretariat judul : rangka menyelesaikan tugas skripsi dengan
..TEKNIKKOMLINIKASIDALAMPEMBINAANTAHFIDZAL-QUR,AN
TERHADAPANAKASUHYAYASANYATIMPIATUDANFAKIRMISKIN AMANAH PONDOK LABU JAKARTA SELATAN" dipergunakan sebagaimana mestinya' Demikian surat ini kami sampaikan, untuk J
akafia, 1 6 SePtemb er 2013
Miskin Amanah Pengunrs Yayasan Yatim Piatu dan Fakir
lArnnt
7
gm;
:?
la ;.'i:
:at ...:
@ @
T
m v m
! =
@ o o o
a !
@
o o o o
@
N
N
@
{
N
N
@
N o
u v g ! F p-.i' o f, Il. al o T E Js s, E o
N -{ q o 4l c c cg c @ l 5 6' J o o a =, !)5' o or 3' o G J d c 6 5 3Cc tD f 3 f. o s 6 a T € -! o c s o
@
.P z. F I
@
N
N N
N
f
E =
@
!0
J c o g v
o.
a
o,
0l
o
z oz
o 5 o o 1 o
-
f
5
r! f
ts
N
o 7
3 3 3 r-
)
v
6
=b f
o a Io 'n
a
3 o
=
5 I
o 5
N !
A 4. o c
{
3 o 3
z = (jo :* F
N o
=
o
@
f
f,
o
@
o o
o
x Jx oo T o o. -n e, B s o o o 3 D.
J !. f,. o o CO 5 & t, I o
D f
o
N
@
{
@
o, (t
'Tl o ilt )q 3I oo 0o ool tfs s lc f f. E o a- o e 3Q:s sf f z d T o o cx ;o o
f.
o s l 3 o $
o 6'
a @
o
b
o
> o sa ac a 3 l
f, 0)
a o o D (D J s
g
s
D 5 s@ {6' sa s =i D f, ).
*
t
l l 6',
5
f -
0,
f o
f
I o
f,_
iu
z
g
4
I
t) !\)
e
-It
L
{o
o o 5 € o @
s Ls
o o o
x B o I o o o o D .f ;l f a o 6 @ 6 o o o = N P @ N o o o O q
tx o
.
N
O e
o N o o O E g q
@
€5 N
o o o
{
to
N
@
@
0
ot
@ q oJ I L o a s g 0 o f u c (D s sl b o o d F F T o o 3 ;1 o N qo@ b;l b 6 o o N o
o
;
N
e
o N o o N q
o F
b
N o a o 0
@
C
o o 7
sJx D:t o
t rf
@ !
T
q
c o
o
o o @ @
a
c f.
o @
o
c =.
@ @
t
N o o N
o
{
@
6
3
If
g)
o
@
g
o
@
D o No q € of oc fD o @ o P
o
Iz
-
t
N
n
o
g)
d)
z o
0 ro :r o f
!0
(t L N o o o q o L o !0 o c c c1 f c? o :1 o o o P G o o @ @ N a o -l @ E h N
0 o 3 E
o O o
N q c N
1'
-
r
.I
!
{
r
.It
r
o
N
o A
(h
(t o a a o
1t T -!
o = z o o
a
'o
C
o
I
F q
x
0, = o aD I
:
f
f o
{
D J
o
.It .It !
o U>
g)
p
o 0, 3 3 o g
E
r xo .oIt
5
Or
5 i a
z ti oz
x
6-
:
a z
..{ 6 6
rg
I I
ts
I
o-
; o o o {
o (t
o o 3 5 o o f of, o v o (D E o o =o v € o D o .I lJ o o o 9 t z = a o a o o x o
{
{
t
FF :f
; :v
o o q o
{
- {. {
(o=q, co c@b<3 ,e'E
o o o \t
z 9 CJ
m
ro ro o (t ct c c p o @
J c
l= I I o g 3 3 It o J J
o 3.
*f 5
o
n 6 9. E 3
o
I
;
E 9. f
v
3
7J
t! o {
o o t; !r r6 b
J
{ f
g0,
@
-t
o
@
z
=
o t(
> c (D a (t o F3 ou I,I g o o o ? c 7 c @ U' ci D o N N N N) a
o
o o ('r
o o (o
I
T!
oo
I\.) N)
{
v3 3 .J
--. t\)
o q
t9
I c o o :. o N) 3 c q o o {
c-
(D
E
\) N]
t o \)
a
N)
o C)
co
o o 5
IE U)
o c
a b o (f -t x o o
(n A)
g)
U)
g c,
3 z. T N o o o v
7 oz
J
c
c
o
a
6t
- -
z z o o c 9. 0) o l J o = a g l
l
C
sJ
1l
o)
f
N
3
vo o
3 0)
-t
;
'Tt
01
0 3 3 o f 0) a
D €
@
{c{
u
!
o
o N z h p o o
J ro { 6 o
o
s
=
lf c f I
:1 -ox
)
v
:
3
c a o o x v o
-
r f 0gt o ! D o o o c .*t c 1 t! N f
o o o o
D
D
z
D
9 {{
{ t
{) n{ o{o { z{ c I o 5 t
)
-t p o @
f,
9 (r
N
3
=
a =
F tr o r o 0)
;, D
3 r
00 g c
{
7 v o o ! o o f o (, o 9(h
!
po
{
x .It i F (b r 0
I6z
N
f o o c D 5
-l
q !
ofr z o c{
f o q v c o a
]: 5
{
5 o o o
o ol
3 o o s s
o
9
I
-
o n
N
t
g
u
{
zo
!3 t
3
= = 'lt r3 -! = = o o c cr o l
e u {lt x o
o)
g.
= I
xr
v,
a g
zc € zo Io o a n!f c
5 o
o 5
x
)
s a = s 3
L
x z *l o
t! c c o
(A
f.
J
o t! o c = € o @ 3 n J t
2
(t
x3
-t x
3 ! o, o) 3 o o g o, uf. 60t o n 3 .T Ol or o o 5 o 3 c r t- J $g s D x g go c f
a a C -1
*a
D
o c o o
9
(' v o
3
u 9 o o o z J o o N N p 7 3 r!
o
o
-
It = a a T
7
)c 6
{
I
G
f
-x= ot
6
x x
o
OJ
I
sx
S
{
@
o
3 c 3 o l. 5:
o v c 3 o o of o ! v 5 o
f
o o
g a
c
@
\
N
@
r
r
r ! r It r r- r- 'c r T hJ
-
-g
-I]
3
=
(tt
et
gL
-11
o o
E J
L
= -x s6r 'oI s r
= -
o)
a) g) @ (o
o 5 -l (t
a. o
I
a
(o
vo a o s fo = @
tn (',
oc)
a a -! = = .I,
o 3
5
0)J (,)N fr (/)
@
3
Q>
-g .It n (o F = I = xE xo D'Tt 3xo ro I5(t u 3 3 o
o €
c
3
I
E 1l
= o
6 !t F (t c F @
g
r !
3
ro
(D
6
ts
o,
C' (f,
? o
x 6c c z o @ o. 3 3 c = C c = o D o F f
o
1J
3 x x= 3x zoo g o 3 6 Io .A
c
t!
.IJ
c.
{o {
(D
@
: rfa (_
(D
N
O o ot
N
0)
o
3 ott ? c D 6 o, 3 :t N o o ,L
tD
\)
n
!
)
f -t F
U)
o
3)
o c@
c N @ l\)
a o
E
g
o u o o ot
N) N) o o o @ a Ol
l, b g ;t
3 (t
0t
\J O
g
o
- o,
o co
r
i;:
STRUKTUR ORGANISASI PEMBINA :
PENGAWAS :
H.M. TALIH
1. K.H. ABDUL HAKIM 2. H. M. YUSUF
KETUA : Drs. H. SYAFRUDDIN
SEKRETARIS :
BENDAHARA :
NURYANIH, S.Ag
HJ. NURHAYATI, S.pd.
PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN :
HUMAS :
OLAHRAGA DAN SENI :
H. SYAMSUDIN
FAHMI SYARIF MARUDDIN
H. M. YUSUF
Garis Instruksi Garis Koordinasi
KEPEMUDAAN :
ANGGOTA YAYASAN AMANAH
Penghafal mebaca ayat sendiri-sendiri
Penghafal akan menulis ayat yang hendak dihafal
Pengahafal hendak melakukan shalat duha
Kegiatan olahraga sebelum menghafal
Kegiatan olahraga sebelum menghafal
Kegiatan olahraga sebelum menghafal
Kegiatan shalat dhuha sebelum menghafal
Kegiatan olahraga tanding dengan pembina