TEKANAN INTRAOKULAR PADA PENDERITA MYOPIA RINGAN DAN SEDANG ORIZA SATIVA Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Penelitian Pengukuran tekanan intraokular merupakan pemeriksaan yang terpenting dalam pemeriksaan rutin pada kelainan mata dan merupakan salah satu tanda vital untuk mengetahui kondisi mata seseorang yang dapat di pakai untuk menilai dinamika aquos humor. Tekanan intarokular terutama diatur oleh dinamika cairan aquos humor termasuk diantaranya : produksi cairan aquos, aliran cairan, sudut bilik mata dan tekanan vena episklera.4,6,12,15 Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata terhadap dinding bola mata. Tekanan ini dipengaruhi oleh lapisan dinding bola mata dan volume bola mata yang terdiri dari : aquos humor, korpus vitreus, pembuluh darah intraokular dan isinya. Tekanan intraokular diharapkan berada dalam angka yang normal di dalam dinamika cairan aquos humor, karena aquos humor sendiri mempunyai fungsi sebagai media refraksi, pemberi nutrisi dan mempengaruhi tekanan hidrostatik untuk stabilitas bola mata. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular, antara lain : umur, jenis kelamin, ras, genetik, waktu dan gangguan refraksi. 4,6 Tekanan intraokular sangat bervariasi pada orang normal demikian juga pada penderita myopia. Myopia merupakan suatu kelainan refraksi yang relatif banyak menyebabkan gangguan penglihatan, myopia merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan. Dikatakan bahwa pada penderita myopia, tekanan intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan myopia.8 Ada banyak penelitian yang menghubungkan tekanan intraokular dan derajat myopia : Suzuki dan kawan- kawan bahwa glaucoma sudut sempit dan sudut terbuka ditemukan pada koreksi refraksi rata- rata –2, 12 Dioptri. Penelitian Davenport’s yang dilakukan pada 1500 penderita glaucoma mendapatkan 316 penderita memiliki kelainan refraksi ± 3 Dioptri. Zolog dan kawan-kawan mendapatkan bahwa glaucoma terjadi pada myopia < 6 Dioptri. Abdullah dan Hamdi mendapatkan bahwa pada mata myopia menunjukkan tekanan intraokular yang lebih tinggi dari normal. Kamali dan Hamdi mendapatkan secara statistik ada hubungan antara mata myopia dengan peningkatan tekanan intraokular. Goldwyn dan teman- teman mengamati bahwa pada mata myopia terjadi gangguan pada bilik mata depan, seperti adanya pigmen meshwork dan iris processus yang prominen. Gorin meneliti bahwa pada mata myopia terjadi insersi iris yang tinggi dan anterior, pelebaran trabekular band, garis Scwalbe’s yang lebih prominem.Tomlinson dan Philips, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tekanan intraokular dengan mata myopia dan hipermetropia, juga didapatkan korelasi yang positif antara diameter axial dengan tekanan intraokular. 8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rizafatmi bahwa terdapat hubungan yang erat antara glaucoma sudut terbuka dengan myopia tinggi sedangkan myopia rendah dan sedang belum diteliti, oleh karena itu peneliti ingin menelitinya lebih lanjut.
©2003 Digitized by USU digital library
1
1.2.
Identifikasi Masalah Seberapa besar perbedaan tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan myopia sedang.
1.3.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui besar perbedaan tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan myopia sedang dan menghubungkan dengan glaucoma.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Dapat menjadi data dasar hubungan antara tekanan intraokular dan penderita myopia ringan dan myopia sedang. 2. Dan selanjutnya dasar untuk melakukan pemeriksaan yang lebih luas seperti lapangan pandang bagi penderita yang tekanan intraokular mulai meninggi.
1.5. Hipotesis Ada perbedaan tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan myopia sedang.
BAB II TINJAUN PUSTAKA A.KERANGKA TEORI 2.1 Tekanan Intraokular Tekanan intraokular di tentukan oleh kecepatan pembentukan aquos humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular diatur oleh dinamika cairan aquos humor termasuk diantaranya : produksi cairan aquos, aliran cairan dan tekanan vena episklera. Fungsi dari aquos humor adalah sebagai media refraksi, pemberi nutrisi dan juga mempengaruhi tekanan hiodrostatik untuk stabilitas bola mata.4,11,14 Tekanan bola mata pada manusia normal yang diukur dengan pemeriksaan Tonometer Aplanasi rata-rata berkisar 15,4 ± 2,5 mmHg pada posisi duduk dan pemeriksaan Tonometer Schiotz rata- rata berkisar 16,1 ± 2,8 mmHg pada posisi berbaring.2,12,17 Distribusi tekanan intraokular rata-rata dari populasi umum berkisar antara 10- 20 mmHg.4,12,13,20 Faktor- faktor yang mempengaruhi tekanan intaokular : • Umur Masih banyak pertentangan mengenai pengaruh umur terhadap perubahan tekanan intraokular. Umumnya usia muda mempunyai tekanan yang lebih rendah dibanding populasi umum, sedangkan pada orang tua peninggian tekanan ini mempunyai hubungan dengan tekanan darah yang meninggi, frekuensi nadi dan obesitas. Dengan peningkatan umum pengeluaran aliran aquos humor menurun. Studi Histologi menghubungkannya dengan perubahan pada jaringan trabekula, termasuk penebalan dan penggabungan lapisan trabekula, degenerasi kolagen dan fibril elastik, akumulasi kolagen, hilangnya sel- sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel endothelium, akumulasi organel intra selular, akumulasi dan perubahan matrik ekstra selular dan berkurangnya jumlah fakuola raksasa. 6,7,15
©2003 Digitized by USU digital library
2
•
Jenis kelamin Tidak banyak ditemui perbedaan tekanan intraokular antara pria dan wanita. Umumnya wanita usia menopause mempunyai tekanan intraokular yang relatif lebih tinggi di bandingkan pria umur yang sama.6,7,15
•
Ras Adanya keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan int raokular telah diperkuat dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam mempunyai tekanan intraokular lebih tinggi di bandingkan kulit putih. Perbedaan ini tampaknya rasial atau genetik. 6,7
•
Genetik Tekanan intraokular pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan, keadaan ini di buktikan dengan terdapatnya kecenderungan tekanan intraokular yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaucoma.6,15
•
Variasi diurnal Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokular setiap hari. Pada orang normal tidak melebihi 4 mmHg antara terendah dan tertinggi, sedang pada penderita glaucoma dapat lebih tinggi lagi. Umumnya tekanan intraokular meninggi pada siang hari terutama pagi hari dan lebih rendah pada malam hari. Ini dihubungka n dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma, dimana puncak tekanan intraokular sekitar tiga sampai empat jam setelah kortisol plasma.4,6,7,15
•
Gangguan refraksi Terdapat hubungan antara myopia aksial dengan peninggian tekanan intraokular. Dimana dengan bertambahnya panjang sumbu bola mata akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraokular. 6,8,20
•
Penyakit mata Beberapa penyakit mata uveitis dan ablasi retina dapat menyebabkan penurunan tekanan- tekanan intraokular. 20
•
Sistemik Kondisi sistemik seperti hipertensi sistolik, kelainan dan lain-lain dapat menimbulkan peningkatan tekanan intraokular secara berarti. 6
•
Mengedip dan mengejan Mengedip dan mengejan intraokular. 8,20
dapat
menyebabkan
peningkatan
tekanan
2.1.1. Produksi Aquos Humor Produksi aquos humo r melalui dua mekanisme yaitu aktif dan pasif. Aktif ( ± 80%) dari produksi aquos, dimana aquos humor disekresi oleh epiel prosesus siliaris yang tidak berpigmen melalui metabolisme yang aktif dan tergantung pada jumlah sistim enzim; serta mekanisme pasif ( ± 20%) melalui proses ultrafiltrasi plasma kapiler, kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma yang disebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokular. 4,6,11,14,15,25
©2003 Digitized by USU digital library
3
Tingkat produksi aquos homor rata- rata adalah 2,0 – 3,0 ml/menit atau 1% dari volume aquos humor per menit dan angkanya menjadi 2,4 ± 0,6 ml/menit jika dilakukan pengukuran dengan alat fluorofotometri.4,20 Keadaan produksi aquos humor ini bervariasi sesuai dengan variai diurnal dan berkurang selama tidur. Seperti pada aliran aquos humor, produksi aquos humor juga berkurang dengan bertambahnya usia. Pada proses trauma atau peradangan serta pemberian obat- obatan yang digunakan dalam anestesi umum, obat penurun tekanan darah ; dapat menurunkan produksi aquos humor. Penyakit oklusi karotis juga dapat menurunkan produksi aquos humor. 4
2.1.2. Aliran Aquos Humor Aliran aquos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata depan kemudian mengalir melalui dua jalur trabekula dan kanal Schlemm, kanalis intra - sklera, vena episklera untuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi, aliran ini meliputi ±90 % dari seluruh aliran aquos humor. Sedangkan ± 10 % aliran aquos humor ini melalui jalur uveo-sklera yang melewati badan siliar menuju rua ngan suprakoroidal dan dialirkan oleh sirkulasi vena pada badan siliar, koroid dan sklera dan sebagian kecil aliran- aliran aquos humor ini juga melalui iris. 4,6,7,11,12,14,15,25,26 Dilaporkan bahwa rata- rata kecepatan aliran aquos humor berkisar dari 0,22 – 0,28 ml/menit/mmHg. Kecepatan aliran ini berkurang sesuai dengan usia dan dipengaruhi oleh bedah, trauma, obat - obatan serta faktor endokrin.4 2.1.3. Tekanan Vena Episklera Hubungan antara tekanan vena episklera dan dinamika aquos humor amat rumit karena baru sebagian yang bisa dimengerti. Tekanan vena episklera yang normal diperkirakan berkisar 8 – 12 mmHg. Peningkatan tekanan vena episklera sebesar 1 mmHg biasanya akan diikuti peningkatan tekanan intraokular dalam besar yang sama.4,20 2.1.4. Hubungan tekanan intraokular dan aliran aquos humor Tekanan intraokular di tentukan oleh kecepatan pembentukan aquos humor. Hubungan faktor-faktor ini di rumuskan oleh Goldmann : Po = (F/C) + Pv Po = Tekanan intraokular (mmHg) F = Kecepatan pembentukan aquos humor (ul/mnt) C = Kemudian aliran aquos humor (ul / mnt / mmHg) Pv = Tekanan vena episklera (mmHg) Dari rumus diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan tekanan intraokular sangat ditentukan oleh perubahan aliran aquos humor. 4,6,20 2.2. Myopia = Near Sightedness = Short Sightedness 2.2.1. Definisi Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar- sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina.3,5,8 ,9,10,15,18.26 Walaupun telah terdapat bukti- bukti dari penelitian- penelitian terdahulu bahwa myopia disebabkan oleh pemanjatan sumbu bola mata, tetapi penyebab yang mendasarinya belum jelas sepenuhnya.1 9 Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan retina
©2003 Digitized by USU digital library
4
(overgrowth) sedangkan teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.8,18 Berikut ini akan diuraikan pendapat pendapat para ahli tentang mekanisme dari kedua teori tersebut dan kemudian akan dibahas pula tentang kemungkinan adanya hubungan diantara keduanya. Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori me kanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan oblik superior. Seperti diketahui, penderita myopia selalu menggunakan konvergensi yang berlebihan. Menurut Von graefe, otot ekstraokular, terutama rektus medial bersifat miopigenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson, menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting dalam perkembangan myopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja dekat.8.10 Hal yang dikemukakan diatas baru menjelaskan mekanisme, belum sampai pada etiologinya. Terjadinya konvergensi yang berlebihan menurut Mannhardt disebabkan oleh karena penderita myopia memiliki jarak orbita dan jarak pupil yang lebar. Stilling menambahkan, disamping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi muskulus oblik superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi disini ada pengaruh dari anatomi kepala, dan kebenaran akan hal ini dikonfirmasikan oleh beberapa ahli lain. Possey dan Vandergrift mengemukakan bahwa anatomi merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya myopia. Fox mengidentifikasikan orbita yang dalam akan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata.8 2.2.2. Patogenesa Terjadinya elongasi sumb u yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.8 Menurut tahanan sklera - Mesadermal Abnormalitas mesodermal sklera secara kwalitas maupun kwantitas dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidangbidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit
©2003 Digitized by USU digital library
5
pasien dengan Ehlers- Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan myopia.8 -
Ektodermal - Mesodermal Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa myopia adalah hasil ketidak harmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik ko roid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan myopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal – mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada myopia patologik (tipe stafiloma posterior).8
Meningkatnya suatu kekuatan yang luas - Tekanan intraokular basal Contoh klasik myopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.8 - Susunan peningkatan tekanan Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg - 110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata myopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular. 8 2.2.3. Tipe / Bentuk • Myopia Axial Dala m hal ini, terjadinya myopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero - posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari normal. 3,8,9,10,16,18,19,21,23,24 • Myopia Kurvatura Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata norma.16,18,23 • Perubahan Index Refraksi Perubahan indeks refraksi atau myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih kuat.3,9,16,21,23 • Perubahan Posisi Lensa Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucoma berhubungan dengan terjadinya myopia.16,23
©2003 Digitized by USU digital library
6
2.2.4. Klasifikasi Klinis Berdasarkan besarnya dioptri lensa koreksi secara klasik.19,21 - Myopia ringan 0,25 – 3,00 D - Myopia sedang > 3,00 – 6,00 D - Myopia berat > 6,00 D B. Kerangka Konsepsional Myopia : Ringan Sedang • • •
Tonometri Tonometri
? Analisa ? Analisa
Penderita myopia cenderung mempunyai intraokular yang lebih tinggi dari normal Penderita myopia dengan glaucoma cenderung mempunyai tekanan lebih tinggi dari penderita myopia tanpa glaucoma. Tekanan intraokular pada penderita myopia yang akan penulis teliti dapat menjadi pedoman antara tekanan intraokular pada orang normal dan penderita galukoma.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian Penelitian ini adalah suatu penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan metode observasi klinik non randomize untuk mencari perbedaan hasil pemeriksaan tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan myopia sedang. 3.2. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan pada setiap hari Senin sampai Jum’at, mulai pukul 09.00 – 12.00 WIB. Penelitian dimulai bulan Mei – Juli 2002 Bulan Mei Juni Juli Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Usulan Penelitian Penelitian Penyusunan Laporan Presentasi 3.3. Populasi dan Sampel Populasi : Semua penderita yang sudah di diagnosa myopia dan myopia sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Sampel : Yang memenuhi kriteria penelitian 3.4. Bahan dan alat Yang Digunakan23 - Snellen chart - Pantokain tetes mata 0,5% - Trial lens – set - Tonometer Schiotz - Oftalmoskop - Chloramfenicol tetes mata - Lapangan pandang pemeriksaan dengan perimeter Goldmann manual
©2003 Digitized by USU digital library
7
3.5. Besar Sampel Jumlah sample yang diambil ditemukan berdasarkan rumus :
n>
Z2 cPq d2
Zc = Nilai baku normal yang besarnya tergantung pada nilai a ditentukan untuk a= 0,05, maka Zc = Z (0,5, - 1 / 2) = Z 0,4750 = 1,96 p
= Penderita myopia ringan dan sedang diasumsi = 0,5
q
= 1 – 0,5 = 0,5
d
= Presisi = 15 %
n1 = n 2 = (1,96)2
yang
(0,5) (0,5) = 42,68 (0,15)2
3.6. Cara Pengumpulan Data Terhadap semua subjek penelitian yang memenuhi serangkaian pemeriksaan sebagai berikut : 1. Mengisi Formulir 2. Pemeriksaan tajam penglihatan dan koreksi 3. Lapangan pandang kalau bagi yang mencurigakan 4. Tonometri Schiotz
kriteria
dilakukan
3.7. Manajemen Data • Setelah data didapat lalu dikumpulkan dan kemudian di tabulasi. Data yang terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan program SpSS Versi 10,5. • Untuk melihat sebaran kelompok umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan dengan Uji Chi Square • Untuk melihat perbedaan tekanan intraokular antara myopia ringan dan myopia sedang dilakukan dengan Uji t- test. 3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi 1. Diagnosa klinis : myopia ringan dan myopia sedang 2. Visus dengan koreksi terbaik : 6/6 3. Tidak menderita infeksi atau tumor pada mata 4. Tidak menderita penyakit mata lainnya. Kriteria eksklusi : 1. Penderita myopia ringan dan sedang disertai kelainan refraksi lainnya (astigmatisma dan presbiopia) 2. Visus dengan koreksi terbaik : > 6/6 3. Menderita kelainan dan penyakit mata lainnya 4. Tidak kooperatif 3.9. Definisi Operasional 1. Tekanan intraokular merupakan hasil dari produksi aquos humor, aliran aquos humor, dan tekanan vena episklera
©2003 Digitized by USU digital library
8
2. Myopia ringan adalah kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan spheris negatif dari 0,25 – 3,00 Dioptri 3. Myopia sedang adalah kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan spheris negative > 3.00 – 6,00 Dioptri 4. Khusus pemeriksaan lapangan pandang bagi penderita yang mencurigakan dengan perimetri manual Goldmann 3.10. Personal Penelitian Peneliti : Dr. Oriza Sativa Pembantu Peneliti : PPDS Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU Paramedis SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirnagdi Medan Biaya Penelitian
: Ditanggung peneliti
BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 1 Mei 2002 sampai dengan 10 Juli 2002 di SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Didapatkan 86 penderita, yang terdiri dari 43 penderita myopia ringan dan 43 penderita myopia sedang. Penderita merupakan pasien baru yang datang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Semua penderita yag sudah dikoreksi penglihatannya kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular dengan memakai Tonometer Schiotz. 4.1. Umur Tabel 1 : Gambaran umur pada penderita myopia ringan dan sedang. Myopia Ringan Sedang
n 43 43
X 29,19 29,56
SD 5,95 6,84
Signitif 0,789
Pada table 1 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan umur. Rata- rata umur penderita myopia ringan 29,19 dan myopia sedang 29,56. hasil uji statistik dengan menggunakan Uji – test, menunjukan distribusi umur pada kedua kelompok penelitian tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05)
©2003 Digitized by USU digital library
9
4.2. Jenis Kelamin Tabel 2. Distribusi penderita myopia ringan dan sedang berdasarkan Jenis Myopia Ringan Myopia Sedang Kelamin f % F % Laki-laki 18 41,86 15 43,88 Perempuan 25 58,14 28 65,12 Jumlah 43 100,00 43 100,00 X2 = 0,443
df = 1
jenis kelamin. Jumlah f % 33 38,37 53 61,63 86 100,00
p=0,506
Pada table 2 diatas meperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan jenis kelamin. Rata- rata jenis kelamin penderita myopia ringan dan sedang adalah perempuan. Pada myopia ringan dan sedang terlihat perbedaan jumah penderita laki-laki dan perempuan, dimana jumlah penderita perempuan lebih banyak dari pada laki- laki 53 penderita (61,63 %). Hasil Uji Statistik dengan menggunakan Chi Square menunjukkan distribusi je nis kelamin pada penderita myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05). 4.3. Suku Tabel 3. Distribusi penderita myopia ringan dan sedang berdasarkan suku. Suku Myopia Ringan Myopia Sedang Jumlah f % f % f % Batak 21 48,84 22 51,16 43 50,00 Jawa 8 18,60 9 20,93 17 19,77 Minang 8 18,60 9 20,93 17 19,77 Melayu 6 13,96 3 6,98 9 10,46 Jumlah 43 100,00 43 100,00 86 100,00 X > = 1,141
df = 3
p = 0,767
Pada table 3 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rimah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan suku. Rata- rata suku penderita myopia ringan dan sedang adalah suku Batak. Suku Batak lebih dua kali dibanding suku yang lainnya 43 penderita (50 %). Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi Square menunjukkan distribusi suku bangsa pada kedua kelompok penelitian tidak ada perbedaan yang bermakna ( p> 0,05). 4.4. Pendidikan Tabel 4. Distribusi penderita pendidikan. Pendidikan Myopia Ringan f % SD 3 6,98 SLTP 11 25,58 SLTA 19 44,19 Akademi/S1 10 23,25 43 100,00 X
2
= 2,974
©2003 Digitized by USU digital library
df = 3
myopia
ringan
dan
Myopia Sedang f % 4 9,30 5 11,63 24 55,81 10 23,26 43 100,00
sedang
berdasarkan
Jumlah f 7 16 43 20 86
% 8,14 18,60 50,00 23,26 100,00
p = 0,396
10
Pada table 4 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan pendidikan. Rata- rata pendidikan penderita myopia ringan dan sedang adalah SLTA 43 penderita (50 %). Hasil uji Statistik dengan menggunakan Uji Chi Square menunjukkan distribusi pendidikan pada penderita myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan yang bermakna (p >0,05). 4.5. Pekerjaan Tabel 5. pekerjaan. Pekerjaan Swasta Mahasiswa Rumah Tangga Pegawai Negeri Jumlah
Distribusi
penderita
Myopia Ringan f % 17 39,53 4 9,30 8 18,61 14 32,56 43 100,00
X2 = 8,899
df = 3
myopia
ringan
dan
sedang
Myopia Sedang f % 8 18,61 11 25,58 4 9,30 20 46,51 43 100,00
berdasarkan
Jumlah f % 25 29,07 15 17,44 12 13,95 34 39,54 86 100,00
p = 0,031
Pada table 5 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan pekerjaan. Rata- rata pekerjaan penderita myopia ringan dan sedang adalah Pegawai Negeri. Pada penderita myopia ringan banyak ditemui pekerjaan swasta 17 penderita (39,53 %) dan penderita myopia sedang banyak ditemui pekerjaan Pegawai Negeri 20 penderita (46,51%). Hasil Uji Statistik dengan menggunakan Uj i Chi Square menunjukkan distribusi pekerjaan pada penderita myopia ringan dan sedang ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) 4.6. Tekanan intraokular Tabel 6. Gambaran tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan sedang pada mata kanan dan kiri Myopia OD OS n X SD P n X SD P Ringan 43 15,240 1,6849 43 15,4965 1,574 0 0,001 *) 0 Sedang
43
2,3622
43
16,9060
16,759 8 Keterangan : *) Signifikan Pada table 6 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan yang diamati berdasarkan tekanan intraokular. Rata- rata tekanan intraokular penderita myopia ringan pada mata kanan 15,2400 mmHg dan mata kiri 15,4965 mmHG. Pada penderita myopia sedang mata kanan 16,7598 mmHg dan mata kiri 16,9069. Hasil Uji Statistik dengan menggunakan Uji Chi – Square menunjukkan distribusi rata- rata tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan sedang baik pada mata kanan maupun mata kiri ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05)
©2003 Digitized by USU digital library
11
4.7.Glaukoma Tabel 7. Distribusi sangkaan glaucoma pada sedang. OD Glaukoma Myopia Ringan Sedang Jmlh f % f % f % 42 97,67 32 74,42 74 86,05 + 1 2,33 11 25,58 12 13,95 Jmlh 43 100,00 43 100,00 86 100,00 Keterangan : a) Uji Chi-Square b) Uji Chi-Square With Coorecting
penderita myopia ringan dan OS Myopia Ringan Sedang % f % % 42 97,67 35 81,40 1 2,33 8 18,60 43 100,00 43 100,00
Jmlh f 77 9 86
Pada table 7 diatas memperlihatkan jumlah penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan yang diamati adanya 1 penderita dengan sangkaan glaucoma pada myopia ringan dan 11 penderita pada myopia ringan. Dan dari hasil Uji Chi – Square tersebut secara klinis ada perbedaan pada myopia ringan dan sedang walaupun secara statistik tidak bermakna. Namun demikian adanya pemeriksaan yang lebih teliti di sub bagian glaucoma maka penegakan diagnosa adanya glaucoma terutama pada myopia sedang akan lebih sempurna artinya setiap pasien myopia baik ringan ataupun sedang apabila dijumpai keluhan ataupun pemeriksaan yang menjurus kepada glaucoma maka sangat dianjurkan untuk dilanjutkan pemeriksaan ke sub bagian glaucoma.
BAB V DISKUSI DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tekanan intraokular pada penderita mypia ringan dan sedang. Penelitan ini bersifat observasional analitik. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 1 Mei sampai dengan 10 Juli 2002 di SMF Mata Rumah Sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Subjek yang diamati sebanyak 86 penderita yang terdiri dari 43 penderita myopia ringan dan 43 penderita myopia sedang. Abdullah dan Hamid meneliti tekanan intraokular aplanasi pada mata emetropia dan myopia rendah dan tinggi. Mereka menemukan bahwa peningkatan yang dihubungkan dengan umur pada tekanan intraokular, bahwa tekanan rata- rata pada kedua tingkat myopia tersebut lebih tinggi dari pada emetropia. Kamali dan Hamdi menemukan secara statistik bermakna pada peningkatan tekanan intraokular diantara mata myopia dibandingkan dengan mata emetropia. Pada myopia tinggi waktu onset perbedaan tekanan intraokular setelah umur 30 tahun dan lebih.8 Pada penelitian ini (table 1) didapatkan penderita myopia yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan. Umur rata- rata pada myopia ringan adalah 29,19 tahun, sedangkan umur rata- rata pada myopia sedang adalah 29,56 tahun. Dengan analisa statistik menggunakan Uji Chi- Square menunjukkan distribusi umur pada penderita myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) Deodati dan asistennya menyimpulkan bahwa tekanan intraokular lebih tinggi pada myopia wanita.8 Pada penelitan ini (table 2) didapatkan penderita myopia berdasarkan jenis kelamin, 33 penderita laki- laki, 53 penderita perempuan. Dimana pada myopia rin gan 18 penderita adalah laki- laki dan 25 penderita adalah
©2003 Digitized by USU digital library
12
% 89,53 10,47 100,00
perempuan. Sedangkan pada myopia sedang didapatkan 15 penderita adalah lakilaki dan 28 penderita perempuan. Dengan analisa statistik menggunakan Uji ChiSquare menunjukkan distribusi kelamin pada penderita myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan bermakna (p >0,05). Distribusi suku bangsa dari pemeriksaan ini, suku Batak 43 penderita (50%). Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi - Square menunjukkan distribusi suku bangsa pada myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05). Penulis berasumsi kemungkinan penduduk yang banyak berobat adalah suku Batak yang merupakan mayoritas penduduk daerah ini. Dengan banyaknya membaca dapat terjadi akomodasi, konvergensi dan miosis. Untuk melaksanakan peristiwa tersebut dilakukan kontraksi otot, yang kemudian akan menekan bola mata sehingga axis antero posterior mata menjadi panjang. 1 Pada penelitian ini (table 4) didapatkan penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan. Rata-rata pendidikan penderita myopia ringan dan sedang adalah SLTA. Distribusi pendidikan pada myopia ringan dan sedang dimana pendidikan SLTA sederajat terdapat 43 penderita (50 %). Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi- Square menunjukkan distribusi pendidikan pada myopia ringan dan sedang tidak ada perbedaan bermakana (p>0,05). Beberapa penyelidik mengemukakan bahwa myopia dapat terjadi pada orang yang banyak bekerja dengan menundukkan kepala karena kongesti vena.24 Pada penelitian ini (table 5) didapatkan penderita myopia yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirnagadi Medan. Rata-rata pekerjaan penderita myopia ringan dan sedang Pegawai Negeri. Penulis berasumsi hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar penderita myopia ringan dan sedang yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan adalah peserta ASKES. Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi Square menunjukkan distribusi pekerjaan pada myopia ringan dan sedang ada perbedaan bermakna (p >0,05). Deodati dan asistennya menemukan tekanan intraokular rata- rata pada myopia 10 Dioptri 17,67 mmHg.8 Pada penelitian ini (table 6) didapatkan penderita myopia yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan. Tekanan intraokular mmHg sedangkan pada penderita myopia sedang mata kanan 16,76 dan mata kiri 16,90 mmHg. Dengan analisa statistik menggunakan Uji t – test menunjukkan tekanan intraokular ratarata pada penderita myopia ringan dan sedang baik mata kanan maupun mata kiri terd apat ada perbedaan bermakna (p> 0,05). Hal ini sesuai dengan hipotesa pada penelitian ini bahwa didapatkan perbedaan tekanan intraokular antara myopia ringan dan myopia sedang. Data Perkins mengindikasikan bahwa mata myopia secara bermakana lebih beresiko berkembang glaucoma, kurang kemungkinan mendapat hipertensi ocular. Golwyb dan asistennya mengobservasi hubungan myopia dengan glaucoma bahwa 54% pasien- pasien ini myopia dan 60% dari semua dengan glaucoma sudut terbuka. 8 Pada penelitian ini (table 7) didapatkan penderita myopia yang berobat ke SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan. Sangkaan glaucoma pada 1 penderita myopia ringan dan 11 pada penderita myopia sedang, maka dari itu diharuskan kepada penderita myopia yang dicurigai agar dilakukan pemeriksaan ke sub bagian glaucoma.
©2003 Digitized by USU digital library
13
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan sedang di SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Ada perbedaan bermakna rata- rata tekanan intraokular pada penderita myopia ringan dan myopia sedang, walaupun tekanan intraokular pada keduanya masih dalam batas normal. 2. Dijumpai peninggian tekanan intraokular pada beberapa kasus myopia ringan dan sedang, dianjurkan pemeriksaan yang lebih sempurna ke sub bagian glaucoma. B.SARAN Semua penderita myopia yang diragukan dengan melihat keluhan dan pemeriksaan yang menjurus ke glaucoma dianjurkan untuk meneruskan pemeriksaan ke sub bagian glaucoma.
KEPUSTAKAAN 1. Agni N, Budihardjo, Kelainan Refraksi di RSUP Dr.Surdjito Yogyakarta. Dalam : Gunawan, Malebri BK, Ghozi M, Hartono ed. Kongres Nasional V Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Yogyakarta : Perhimpunan Dokter Ahi Mata Indonesia, 1984 : 189 – 94 2. Aileo LM : The Eye and Diabetes, Twelfth edition, lea & Febinger, Philadelphia, 1985, 600 – 64 3. Akmam S.M. Refraksi Subyektif.Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1981 : 17 – 19 4. America Academy of Ophthalmology, Basc and Clinical Science Course, 1997 – 1998. Section 10 Glaukoma, San Fransisco California 1997 : 14 – 21 5. American Academy of Opthalmology Basic and Clinical Course 1992 – 1993. Section 3 Optic Refraction and Contact Lenses. San Francisco, California 1992 : 108 – 109. 6. Becker- Shaffer. Diagnosis and Therapy of The Glaucomas. In Aquoeous Humor Formation, Aqueous Humoe Outflow Outflow, Intraocular Pressure. Seventh Edition. Mosby, St Louis Baltimore, Boston, Carlsbad, Chicago, Minneapolis, New York Philadelphia, Portland, Milan, Sydney, Tokyo, Toronto. 1999 : 20 – 38; 43 – 61; 65 – 79.
7. Brown F.G, Fletcher R. Glaucoma in Optometric Practice. Blackwell Scientific Publication. London, Edinburgh, Boston, Melbourne, Paris, Berlin, Vienna, 1990; 2 – 4; 36 – 39; 200 – 210. 8. Curtin Brian J, Basic Science and Clinical Management. The Myopias. Harper & Row, Publishers, Philadelphia, Cambridge, London, New York, Mexico City, Hagerstown, Sao Paolo, San Francisco, Sydney. 1985; 1; 179 – 182.
©2003 Digitized by USU digital library
14
9. Curtin Brian J, Whitemore, Wayne G. The Optics of Myopia, In Duanes Clinical Ophtthalmology, Chapter 42, volume 1. Lippincot – Raven, Publisher, Philadelphia, New York, Revised Edition 1997; 1 – 10. 10. Duke – Elder SS System of Ophthalmology vol. V. Ophthalmic Optics and Refraction, St. Lois, The C.V Mosby Company. 1970. 11. Fincham, W.H.A, Freeman M.H.Optics. Ninth Edition. Butterworths. London, Boston, Sydney, Durban, Wellington, Toronto, 1980 ; 157 – 160. 12. Kansky Jack J, Clinical Ophalmology, A Sistemic Approach. Third Edition. Butterworth- Heinemann Ltd. Oxford, London, Boston. Munich, New Delhi, Singapore, Sydney, Tokyo, Toronto, Wellington, 1994 ; 234 – 284. 13. Kasnky JJ. Mc.Allister JA, Salmon JF Glaucoma A.Colour Manual of Diagnosis and Treatment. Second edition. 1996.3.118- 119.125 – 126. 14. Kardon Randy H.Weingeist. Thomas A. Anatomy of the ciliary Body and Outflow Pathways, In Duanes Clinical Ophthalmology, Chapter 43, Volume 3, Lippocott – Raven, Publisher, Philadelphia, New York, Revised Edition 1997 : 1 – 24. 15. Kaufman Paul L.Aqueous Humor Dynamic . In Duanes Clinical Ophtalmology. Chapter 45, volume 3, Lippcot – Raven, Publisher, Philadelphia, New York, Revised Edition 1997 : 1 – 14. 16. Khurana A K, Myopia, In Ophthalmology, New Age International, (P) Limited, Publisher, New Delhi. 1996 : 57 – 62, 225 – 223. 17. Kolker AE, Hetherington J Becker – Shaffer’s Diagnosis and Therapy of The Glaucoma, Fifth edition, CV. Mosby Company, St Louis, Toronto. 1983. 18. Langston, Deborah Pavan Myopia. In Manual of Diagnosis and Therapy. Third Edition Little, Brown and Company, Boston, New York, Toronto, London 1991: 371 – 372. 19. Miller Stephen J.H. parson Diseases of The Eye. Eighteenth Edition. Churchill Livingstone, Edinburgh, London, Melbourne and New York 1990 : 63 – 66. 20. Shields BM. Text Book of Glaucoma. Baltimore Second edtion. 1987.5 – 70. 21. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2000 ; 76 – 78. 22. Sidarta Ilyas, Kelainan Refraksi dan Kacamata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 1997 : 5 : 16 – 21. 23. Sidarta Ilyas, Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penerbit FKUI Jakarta 1983 : 4 : 117. 24. Sloane. Albert E, Garcia, George E.Manual of Refraction, Third Edition, Little, Brown and Company, Boston, 1979: 39 – 47. 25. Sorby A, Biology of The Eye as an Optical System. In Duanes Clinical Ophthalmology, Chapter 34 volume 1, Lippincott- Raven, Publisher, Philadelphia, New York, Revised Edition 1997 : 1 – 16, 26. Spencer, William H. An Atlas and Texbook, Volume 1, Third Edition, W>B Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Mexico City, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo, 1985 : 397 – 400 : 480 – 490. 27. Vaughan D.G Oftalmologi Umum Edisi 14 Widya Medika, Jakarta, 2000 : 220 – 224 : 401 – 402.
©2003 Digitized by USU digital library
15