PENGARUH PERUBAHAN KEWAJIBAN IMBALAN KERJA, STRUKTUR MODAL DAN RETURN ON EQUITY TERHADAP EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT SEBAGAI DAMPAK DARI PENGADOPSIAN PSAK 24 REVISI 2013 (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2013-2015) Teddy Orlando email:
[email protected] Universitas Tanjungpura ABSTRACT This research aimed to find out empirical evidence about the influence of employee benefits liabilities, capital structure and return on equity to earnings response coefficient in its relation to adoption of PSAK 24 revision 2013 to the company which is listed as manufacturing company for 2013-2015. Earnings Response Coefficient which measured by regression from change in earnings per share with cummulative abnormal return as the dependent variable, while chajnge employee benefits liabilities, capital structure and return on equity as the independent variables. Purposive sampling method is used in this research to determine the samples, with total 44 samples.Multiple linear regression analysis shows that change in employee benefits liabilities, capital structure and return on equity do not have significant influence to earnings response coefficient. Keywords: Employee benefits liabilities, Capital Structure, Return On Equity, Earnings Response Coefficient. 1.
PENDAHULUAN Tujuan dari para pemegang saham adalah mendapatkan kemakmuran dari capital gain.
Laba adalah satuan ukur yang biasa digunakan investor dalam memprediksi harga saham. Apabila ekspektasi pemegang saham berbeda dengan informasi laba yang diumumkan, maka harga sahamnya akan berubah dengan signifikan dan menimbulkan abnormal return. Hubungan antara laba akuntansi dengan harga saham dijelaskan melalui nilai Earnings Response Coefficient(ERC). Septyana dan Ardiyanto (2011) menyatakan ukuran sensitivitas perubahan harga saham terhadap laba akuntansi dapat dijelaskan dengan menggunakan nilai Earnings Response Coefficient (koefisien respon laba). Teori hipotesa pasar efisien bentuk setengah kuat dari hipotesis pasar efisien mendasari hubungan perubahan laba akuntansi terhadap perubahan harga saham.Menurut Fama (1970) teori ini membuktikan bahwa harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada di laporan keuangan perusahaan emiten.. Teori ini memungkinkan penggunaan informasi laba masa lalu dijadikan acuan untuk memprediksi harga saham perusahaan dan juga memungkinkan untuk terjadinya abnormal return.
1
Dalam pasar modal, sering kali terjadi laba bersih perusahaan mengalami peningkatan secara signifikan tetapi harga saham perusahaan tidak berubah atau bahkan cenderung turun. Atau ketika laba bersih mengalami penurunan tetapi harga saham perusahaan naik secara signifikan. Laba yang diumumkan tidak lagi mengundang reaksi investor yang diproksikan oleh ERC (Naimah dan Utama, 2006). Dengan kata lain, terdapat faktor lain yang diperhatikan oleh pemegang saham. Faktor-faktor lain ini bisa dibuat oleh manajemen perusahaan untuk memberikan sinyal kepada pemegang saham. Menurut Harahap (2007) manajemen perusahaan akan mencoba memberikan sinyal-sinyal kepada para investor bahwa perusahaan memiliki kondisi yang baik sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi. Sehubungan dengan pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 pada Tahun 2015, akan memberikan sinyal kepada investor.Perubahan standar bisa mempengaruhi reaksi investor. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Septyana dan Ardiyanto (2011) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan ERC sebelum dan sesudah perubahan standar diadopsi.Perubahan nilai kewajiban imbalan kerja akan direspon oleh investor yang dicerminkan melalui nilai ERC. Pernyataan ini didukung oleh bukti empiris dari Refyal dan Martani (2012) dan Mairyani (2014) yang menghasilkan kesimpulan bahwa kewajiban imbalan kerja berpengaruh signifikan terhadap nilai ERC. Hasil penelitian Witjaksomo, dkk. (2014) menyatakan bahwa pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 mempengaruhi profitabilitas dan solvabilitas perusahaan. Oleh karena itu profitabilitas dan solvabilitas juga akan diuji pengaruhnya terhadap nilai ERC. Hubungan antara solvabilitas dengan reaksi investor dijelaskan melalui dua teori yang meliputi trade off theory dan pecking order theory. Ada trade off antara risk dan return, sehingga menurut Sawir (2004) menyatakan bahwa leverageini seperti “pisau bermata dua”.Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan lebih suka pendanaan internal dibandingkan pendanaan eksternal, utang yang aman dibandingkan utang yang berisiko serta yang terakhir adalah saham biasa (Myers dan Majluf, 1984 dalam Sugiarto, 2009). Berdasarkan ke dua teori di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa struktur modal berpengaruh terhadap nilai ERC. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Hapsari dan Simorangkir (2013) yang menyatakan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap ERC. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Romasari (2013) menyatakan bahwa struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai ERC. Sehingga penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan bukti yang mendukung tentang pengaruh struktur modal terhadap nilai ERC. 2
Witjaksono et al. (2014) meneliti bahwa perubahan nilai imbalan kerja yang bila nilainya material akan berpengaruh terhadap kinerja entitas. Kinerja entitas tersebut dapat berupa kinerja keuangan yang dicerminkan dari tingkat profitabilitas perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan bisa kita lihat dari imbal hasil perusahaan yang diproksikan dengan nilai Return On Equity (ROE). Berdasarkan tinjauan empiris hasil penelitian dari Galantika dan Siswantaya (2016), Melati (2013), Setiawati, dkk. (2014),
juga Apriliana (2014)
menyatakan bahwa profitabilitas akan berpengaruh signifikan terhadap ERC. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh perubahan kewajiban imbalan kerja, struktur modal dan ROE terhadap nilai ERC sehubungan dengan pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 Tahun 2015. Perlu dilakukan kajian apakah perubahan akun kewajiban imbalan kerja memberikan pengaruh kepada investor karena dampak perubahan ini signifikan dalam laporan keuangan. Mengingat materialitas nilai imbalan kerja pada laporan keuangan perusahaan manufaktur karena memiliki karakteristik perusahaan padat karya, maka dampak penerapan PSAK 24 revisi 2013 terhadap nilai ERC pada perusahaan manufaktur ini menjadi menarik untuk diteliti.
2.
KAJIAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Pasar Efisien Efisiensi pasar (market efficiency) didefinisikan oleh Beaver (1989) dalamJogiyanto (2003) sebagai hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi. Fama (1970) menyajikan tiga macam bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk utama dari informasi yaituinformasi masa lalu, informasi sekarang yang sedang dipublikasikan dan informasi privat.Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika hargaharga dari suatu sekuritas tercermin secara penuh mencerminkan (fully reflect) informasi masa lalu.Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten.Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga dari suatu sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk informasi yang privat. Teori hipotesa pasar efisien setengah kuat yang mendasari informasi yang dipublikasikan seperti perubahan standar akuntansi keuangan. Teori ini membuktikan bahwa perubahan standar akuntansi keuangan memiliki relevance value informasi yang diketahui dari reaksi investor terhadap harga saham.Untuk mengukur relevance value dari informasi 3
yang dipublikasikan atau untuk mengetahui pengaruh antara perubahan standar akuntansi keuangan terhadap reaksi investor dapat diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC).
2.2 Teori Sinyal dan Asimetri Informasi Menurut Harahap (2007) signaling theorymenyatakan manajer memberikan sinyalsinyal kepada para investor bahwa perusahaan memiliki kondisi yang baik yang salah satunya dengan menunjukkan kinerja keuangan yang baik dalam upaya untuk menarik perhatian investor.Asumsi teori sinyal ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung informasi yang bisa mempengaruhi reaksi pasar. Teori ini didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai informasi perusahaan yang sama. Teori ini digunakan untuk menguji apakah pengumuman perubahan standar akuntansi memiliki sinyal terhadap investor. Perubahan PSAK ini akan mengundang reaksi investor pada saat dilakukan pengadopsian di tahun 2015 karena investor masih belum memahami sejauh mana perubahan peraturan standar akuntansi keuangan ini bagi kinerja keuangan perusahaan, atau tidak mendapatkan reaksi pasar karena telah diumumkan pada akhir tahun 2013 sehingga pada saat publikasi laporan keuangan, hal ini tidak lagi memiliki kandungan informasi yang baru bagi investor.
2.3 Trade off theory Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa berapa banyak hutang dan berapa banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan. Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan selalu berusaha menyesuaikan tingkat hutang aktualnya ke arah titik yang optimal. Titik yang optimal adalah kondisi dimana tingkat hutang perusahaan tersebut tidak terlalu tinggi (overlevered) dan tidak terlalu rendah (underlevered). Menurut Sawir (2004) suatu keputusan keuangan yang lebih berisiko tentu diharapkan untuk memberikan imbal hasil yang lebih besar, yang dalam keuangan dikenal dengan istilah “High Risk, High Return”. Perusahaan yang menggunakan leverage akan meningkatkan risiko keuangan karena perusahaan harus menanggung beban tetap secara periodik berupa beban bunga. Perusahaan harus membayar beban bunga terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk pembagian laba bagi pemegang saham sehingga akan mengurangi kepastian besarnya imbalan bagi para pemegang saham. Dengan demikian, risiko keuangan menyebabkan 4
variabilitas laba bersih lebih besar (Sawir, 2004).Di sisi lain trade off theory menganggap bahwa perusahaan yang pembiayaan investasinya seluruhnya berasal dari pinjaman atau perusahaan yang sama sekali tidak menggunakan pinjaman adalah buruk. Menurut Paramita (2012) dalam trade off theory keputusan yang terbaik adalah keputusan yang moderat, yang menggunakan pertimbangan kedua instrumen pembiayaan. Mempertimbangkan risiko keuangan yang menyebabkan variabilitas laba dan keputusan investasi yang baik adalah moderat, maka investor akan bereaksi terhadap struktur modal yang diterapkan perusahaan.
2.4 Pecking Order Theory Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan lebih suka pendanaan internal dibandingkan pendanaan eksternal, utang yang aman dibandingkan utang yang berisiko serta yang terakhir adalah saham biasa (Myers dan Majluf, 1984 dalam Sugiarto, 2009). The pecking order theory menekankan permasalahan informasi asimetri yang mana apabila perusahaan memiliki kinerja yang cukup baik tidak perlu menerbitkan utang atau saham baru untuk mendanai proyek-proyeknya yang baru. Teori ini menjelaskan investor akan cenderung menyukai perusahaan yang struktur modalnya lebih kecil. Pengadopsian PSAK No. 24 bagi perusahaan yang memiliki saldo keuntungan aktuaria disajikan sebagai komponen keuntungan komprehensif dan disajikan bukan sebagai pengurang libilitas melainkan penambah ekuitas. Hal ini akan mengakibatkan struktur modal semakin kecil. Struktur modal yang semakin kecil ini menurut teori pecking order akan disambut baik oleh investor.
2.5 Earnings Response Coefficient Naimah dan Utama (2006) mendefinisi earnings response coefficient adalah reaksi atas laba yang diumumkan perusahaan. Scott (2009) menyatakan ERC digunakan untuk mengukur seberapa besar reaksi pasar terhadap informasi abnormal yang ada pada laporan keuangan mengenai perusahaan yang tercermin dari informasi laba. Septyana dan Ardiyanto (2011) menyatakan ERC sebagai koefisien sensitivitas laba akuntansi, yaitu ukuran sensitivitas perubahan harga saham terhadap perubahan laba akuntansi. Dasar dari konsep ERC adalah bahwa investor memiliki perhitungan atau ekspektasi sendiri mengenai laba jauh hari sebelum informasi laba ini dikeluarkan (Ambarwati, 2008). Sebelum informasi laba ini dikeluarkan, investor akan mencari informasi dan membuat analisis terhadap laba periodik.Menurut Scott (2000) ada beberapa penyebab dari respon pasar yang berbeda-beda terhadap laba, yaitu adalah persistensi laba, beta, struktur 5
permodalan perusahaan, kualitas laba, growth opportunities dan informativeness of price.Menurut Scott (2000) juga peningkatan laba (sebelum bunga) bagi perusahaan yang high levered berarti bahwa perusahaan semakin baik bagi pemberi pinjaman dibandingkan bagi pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan yang high levered memiliki ERC yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang low levered.
2.6 Perubahan Standar Salah satu cara meningkatkan kualitas informasi dari laporan keuangan adalah dengan melakukan perubahan standar. Dengan menggunakan informasi ini, ketidakpastian tentang kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang dapat dikurangi dan kualitas pengambilan keputusan bagi investorpun akan semakin meningkat. Dengan adanya perubahan standar ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan membantu investor dalam membangun ekspektasi atas return yang akan diperoleh di masa yang akan datang. Galantika dan Siswantaya (2016) menyatakan bahwa seiring dengan adanya peningkatan informasi akuntansi akan mengakibatkan nilai ERC mengalami perbedaan. Kohlbeck dan Warfield (2008) menyatakan bahwa secara rata-rata, apabila ada suatu perubahan pada akun yang terjadi secara signifikan adalah akibat adanya perubahan standar akuntansi. Refyal dan Martani (2012) dan Maiyarni (2014) dalam penelitiannya membuktikan bahwa pengadopsian PSAK 24 berpengaruh terhadp ERC yaitu ERC yang setelah pengadopsian revisi PSAK 24 lebih besar dari periode sebelum pengadopsian revisi PSAK 24. Menurut Lang dkk. (1993) dalam penelitian Refyal dan Martani (2012) adopsi standar akuntansi yang baru dianggap memutakhirkan nilai informasi dalam laporan keuangan. Dengan adanya perubahan standar akuntansi diharapkan laporan keuangan akan semakin berkualitas dan semakin memberikan informasi yang lebih akurat sehingga memudahkan investor dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi.
2.7 Kewajiban Imbalan Kerja Pada permulaan peraturan pemerintah mengenai ketenagakerjaan di awali oleh UndangUndang Nomor 11 tahun 1992 tentang pensiun. Undang-Undang pensiun ini memberikan landasan hukum bagi dana pensiun dalam mengelola dan menjalankan program yang memberikan manfaat pensiun. Pada tahun 2003, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 13 mengenai peraturan ketenagakerjaan. Dengan keluarnya Undang-Undang ini menjadi landasan hukum 6
untuk menjamin hak-hak dan perlindungan dasar karyawan selama bekerja dan juga dapat meningkatkan hubungan yang harmonis baik antara karyawan, pemberi kerja, pemerintah dan masyarakat. Salah satu yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah mengenai pemberian pesangon yang didasarkan pada masa kerja dan besaran gaji.Ketentuan dari pemerintah juga diikuti oleh ketentuan dari IAI yang menetapkan PSAK 24 untuk mengatur akuntansi dan pengungkapan imbalan kerja. Selain PSAK 24 ini merupakan bentuk nyata dukungan kepada pemerintah yang juga sebagai pedoman imbalan kerja karyawan, yang termasuk di dalamnya adalah pensiun dan pesangon yaitu dalam PSAK No. 24 (revisi 2004). Imbalan kerja (employee benefit) adalah seluruh bentuk pemberian dari entitas atas jasa yang diberikan oleh pekerja. (IAI, 2010). PSAK No. 24 revisi 2004 mengatur tentang imbalan kerja yang mencangkup imbalan kerja jangka pendek, imbalan paska kerja dan imbalan kerja jangka panjang lainnya, pesangon pemutusan hubungan kerja dan imbalan berbasis ekuitas. Menurut Priyadi, dkk. (2003) asumsi aktuaria sulit untuk di-review oleh auditor yaitu tingkat kenaikan gaji, karena tergantung manajemen masing-masing perusahaan. Pada tahun 2013 tepatnya hari kamis tanggal 19 Desember, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) mengesahkan PSAK 24 revisi 2013 dan berlaku efektif mulai 1 Januari 2015. PSAK 24 dilakukan karena terjadi perubahan dan revisi atas IAS 19 Employee Benefit. Sebagai konsekuensi dari Indonesia yang mendopsi IFRS, sehingga setiap perubahan IFRS/IAS akan dilakukan perubahan terhadap PSAK terkait. Revisi PSAK 24 (2013) akan berdampak pada reklasifikasi dan penyajian sehingga perusahaan harus menggunakan pendekatan secara retrospektif dengan menggunakan metode baru. Dalam masa transisi tersebut, PSAK berlaku secara retrospektif kecuali untuk nilai aset dan analisis sensitivitas. Perubahan ini akan membuat perusahaan harus menyajikan posisi keuangan tiga tahun komparatif yaitu 2015, 2014 dan awal periode 2014.
2.8 Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan diukur dengan menggunakan Debt Ratio. Menurut Sudana (2011: 20): Debt Ratio mengukur proporsi dana yang bersumber dari utang untuk membiayai aktiva perusahaan. Menurut Sawir (2001: 13): Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya. Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2008: 75): Utang meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham dalam masamasa baik dan menguranginya pada masa-masa buruk.
7
Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda tergantung pada jenis industrinya. Perusahaan teknologi atau perangkat lunak pada khususnya memiliki leverage yang berbeda dengan perusahaan manufaktur. Hal ini dikarenakan karakteristik aset kedua perusahaan ini berbeda. Perusahaan perangkat lunak memiliki proporsi aset tak berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaa manufaktur berupa lisensi atau paten sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Kreditur sulit menentukan jumlah utang yang boleh diberikan kepada perusahaan karena aset yang sulit terukur tersebut. Sedangkan perusahaan manufaktur yang komponen terbesar asetnya adalah aktiva tetap yang memiliki nilai wajar sehingga lebih terukur, memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan perangkat lunak. Kreditur lebih mudah menentukan jumlah utang yang akan diberikan kepada perusahaan manufaktur karena ada jaminan aset tetapnya.
2.9 Return On Equity Return On Equity (ROE)merupakan bagian dari profitabilitas. Rasio ini bertujuan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi manajemen yang tercermin dari imbalan atas hasil operasional atau investasi. Dengan kata lain, rasio ini mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya perusahaan dari penggunaan hutang dan modalnya sendiri. Menurut Sawir (2004) pengukuran manfaat penggunaan utang atau leverage keuangan dapat dilakukan dengan memperbandingkan tingkat pengembalian aktiva atau rentabilitas ekonomi dengan tingkat bunga utang. Apabila rentabilitas ekonomis lebih besar dibandingkan biaya utang, maka leverage itu menguntungkan dan tingkat pengembalian atas modal sendiri (rentabilitas modal sendiri atau ROE) juga akan meningkat. Menurut Sugiono (2009) Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada. ROE merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Rasio ini dapat disebut juga sebagai Rentabilitas Modal Sendiri. ROE dihasilkan dari hasil bagi antara laba bersih dengan total ekuitas perusahaan.
2.10 Pengembangan Hipotesis 2.10.1 Pengaruh Perubahan Kewajiban Imbalan Kerja terhadap Earnings Response Coefficient Pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 mempengaruhi perhitungan nilai kewajiban imbalan kerja. Perubahan kewajiban imbalan kerja ini akan memberikan sinyal kepada 8
investor. Berdasarkan teori sinyal menurut Harahap (2007), manajamen akan memberikan sinyal positif kepada investor karena efek dari pengadopsian tersebut dapat mengurangi solvabilitas atau meningkatkan efisiensi perusahaan. Teori hipotesis pasar efisien setengah kuat yang didefinisikan oleh Beaver (1989) menyatakan bahwa perubahan standar yang memiliki relevance value maka akan secara penuh tercermin dari harga sekuritas. Dengan dilatarbelakangi penelitian Septyana dan Ardianto (2011) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan ERC sebelum dan sesudah perubahan standar, hasil penelitian dari Refyal dan Martani (2012) yang menyatakan bahwa perubahan kewajiban imbalan paska kerja berdasarkan pengadopsian PSAK 24 revisi 2004 dan Maiyarni (2014) yang menyatakan bahwa perubahan kewajiban imbalan kerja setelah pengadopsian PSAK 24 revisi 2010 memiliki hubungan positif terhadap Earnings Response Coefficient (ERC), maka penulis juga mengajukan hipotesis perubahan kewajiban imbalan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ERC. H1 : Perubahan Kewajiban Imbalan Kerja berpengaruh signifikan terhadap ERC
2.10.2 Pengaruh Struktur Modal terhadap Earnings Response Coefficient Keuntungan dan kerugian aktuaria pada mulanya disajikan sebagai komponen penentu dari nilai liabilitas imbalan pasti sekarang dan setelah pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 disajikan sebagai komponen ekuitas. Apabila perusahaan memiliki saldo keuntungan aktuaria, pengadopsian PSAK 24 akan meningkatkan ekuitas perusahaan dan mengurangi liabilitas. Dampak ini akan membuat ekuitas semakin besar dan liabilitas semakin kecil sehingga akan meningkatkan solvabilitas perusahaan. Begitu juga sebaliknya, apabila perusahaan mendapati saldo kerugian aktuaria maka solvabilitas perusahaan akan semakin berkurang karena ekuitas yang semakin berkurang dan liabilitas yang semakin bertambah. Pada umumnya perusahaan mengalami keuntungan aktuaria, maka dampak dari perubahan standar ini adalah penurunan solvabilitias perusahaan. Dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi, investor bukan hanya memperhatikan laba dari laporan keuangannya saja, tetapi juga memperhatikan penggunaan hutang perusahaan dan efisiensi dari penggunaan sumber-sumber pendanaan perusahaan. Teori yang mendasari pernyataan ini adalah trade off theory oleh Modigliani dan Miller (1963) yang mana mempertimbangkan antara risk dan return sehingga keputusan yang terbaik adalah kombinasi antara hutang dengan modal sendiri. Lain halnya dengan pecking order theory oleh Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa perusahaan yang baik adalah perusahaan yang mampu membiayai kegiatan operasionalnya melalui pembiayaan internal perusahaan 9
pada khususnya laba bersih. Kedua teori tersebut menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara struktur modal dengan reaksi investor yang diproksikan dengan menggunakan ERC. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Hapsari dan Simorangkir (2013) yang menyatakan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap ERC. Penulis mengajukan hipotesis berikutnya yaitu struktur modal berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ERC.
H2 : Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap ERC
2.10.3 Pengaruh ROE terhadap Earnings Response Coefficient Pengadopsian PSAK 24 revisi 2013 mengubah penyajian keuntungan dan kerugian aktuaria. Perusahaan yang mengalami keuntungan aktuaria akan meningkatkan ekuitas perusahaan dan mengurangi liabilitas. Peningkatan ekuitas akan mengurangi nilai ROE. Sebaliknya, jika perusahaan mengalami kerugian aktuaria, penurunan ekuitas akan meningkatkan nilai ROE. Pada umumnya perusahaan mengalami keuntungan aktuaria, maka dampak dari perubahan standar ini adalah penurunan ROE perusahaan. ROE mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya perusahaan dari penggunaan hutang dan modalnya sendiri. Rasio ini juga akan menggambarkan tentang efektifan pengelolaan perusahaan. Dengan kata lain ROE yang semakin meningkat akan memberikan dampak yang positif terhadap investor. Berdasarkan teori hipotesa pasar efisien bentuk setengah kuat oleh Beaver (1989), kinerja perusahaan yang baik akan secara penuh dicerminkan dengan harga sekuritas. Dalam tinjauan empiris hasil penelitian dari Setiawati, dkk. (2014), Galantika dan Siswantaya (2016) juga Melati (2013) menyatakan bahwa profitabilitas akan berpengaruh signifikan terhadap ERC. Maka penulis mengajukan hipotesis tentang ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai ERC. H3 : ROE berpengaruh signifikan terhadap ERC
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Pemilihan Sampel Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kausalitas. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang diperoleh dari sumber dataIndonesian Capital Market Directory (ICDM) dan database yang terdapat pada situs resmi Bursa Efek Indonesia. Selain itu juga peneliti mendapatkan data harga saham perusahaan perhari melalui situs www.finance.yahoo.com.Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 143 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun buku 2013–2015. 10
Adapun metode pengambilan sampel adalah dengan kriteria khusus (purposive sampling) dimana sampel di ambil bersasarkan kriteria sebagai berikut (1) Perusahaan yang sudah dan terus terdaftar di BEI selama periode penelitian(2) Perusahaan yang memiliki tahun buku yang berakhir pada 31 Desember(3)Perusahaan yang melaporkan laporan keuangannya secara lengkap selama periode penelitian. (4)Perusahaan yang tidak melakukan merger, akuisisi, divestasi, reverse stock ataupun stock split selama periode penelitian.(5) Perusahaan yang menggunakan nilai mata uang rupiah. (6) Perusahaan yang melaporkan laba bersih yang positif selama periode penelitian.(7) Perusahaan yang memiliki data yang lengkap untuk pengukuran keseluruhan variabel.Jumlah sampel yang memenuhi kriteria pengambilan sampel adalah 44 perusahaan selama tiga tahun dengan jumlah data observasi sebanyak 132 data. Setelah dilakukan pemeriksaan uji outlier, maka jumlah data observasi yang digunakan dalam penelitian sebanyak 132 data.
3.2 Operasional Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Earnings Response Coefficient (ERC).Scott (2009) menyebutkan earnings response coefficient yang merupakan kemampuan perusahaan mengukur sejauh mana pengembalian abnormal suatu sekuritas dalam merespon komponen laba yang tidak diprediksikan. Dalam penelitian Hapsari dan Simorangkir (2013) ERC diperoleh dari hasil mengukur laba yang dilaporkan perusahaan (unexpected earning) terhadap return tak normal kumulatif (cummulative abnormal return/ CAR). 3.2.2 Variabel Independen a. Perubahan Kewajiban Imbalan Kerja Perubahan kewajiban imbalan kerja dihitung seperti dalam penelitian Refyal dan Martani (2012) dan Maiyarni (2014) dengan menselisihkan nilai akun kewajiban imbalan kerja pada periode t dengan nilai akun kewajiban imbalan kerja periode t-1 dan dibagi nilai akun kewajiban imbalan kerja periode t-1. b. Struktur Modal Struktur modaldiproksikan dengan menggunakan Debt to Equity Ratio(DER). Semakin tinggi Debt to Equity Ratio maka semakin sedikit ekuitas yang bisa menjamin hutang. Menurut Sawir (2001) DER dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas. c. Return on Equity RasioReturn on Equity (ROE) menggambarkan tingkat kemampuan perusahaan untuk memberikan imbal hasil terhadap investor. Semakin besar tingkat ROE, maka semakin 11
besar juga tingkat kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Semakin besar tingkat ROE juga berarti semakin kecilnya ekuitas perusahaan akibat dari kebijakan manajemen perusahaan maupun dari perubahan standar akuntansi keuangan. Menurut Sawir (2001) ROE dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas.
3.3 MODEL PENELITIAN Model analisis regresi yang digunakan adalah model regresi data panel yaitu gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software eviews 06 dan SPSS 16.Adapun model penelitian adalah sebagai berikut: CARi,t = β0 + β1UEi,t + β2 PKIPi,t +β3 DERi,t+ β4 ROEi,t +β5 UE*PKIPi,t + β6 UEi,t*DERi,t+ β7 UEi,t*ROEi,t + εi,t. Keterangan : CAR i,t
: Cummulative Abnormal Return harian perusahaan i selama 12 bulan dari awal tahun t (1 januari tahun t) hingga akhir bulan ke 12 tahun t (31 Desember tahun t). Dengan menggunakan tahun observasi sebanyak 3 tahun (2013 hingga tahun 2015).
β0
: Konstanta
β1 - β7
: Koefisien Regresi
UE i,t
: Unexpected Earnings.
PKIP i,t
: Perubahan
DER i,t
: Debt to Equity Ratio perusahaan i pada periode t.
ROE i,t
: Return on Equity perusahaan i pada periode t.
Kewajiban Imbalan Kerja perusahaan i pada periode t.
UEi,t*PKIPi,t : Variabel interaksi antara Unexpected Earnings dengan variabel PKIP, yang koefisien dari variabel ini merupakan tolak ukur dari perubahan ERC yang dideterminasikan oleh PKIP. UEi,t*DERi,t : Variabel interaksi antara Unexpected Earnings dengan variabel DER, yang koefisien dari variabel ini merupakan tolak ukur dari perubahan ERC yang dideterminasikan oleh DER. UEi,t*ROEi,t : Variabel interaksi antara Unexpected Earnings dengan variabel ROE, yang koefisien dari variabel ini merupakan tolak ukur dari perubahan ERC yang dideterminasikan oleh ROE. 12
εi,t
: Error Term perusahaan i pada periode t.
3.4 PENGUJIAN MODEL PENELITIAN 3.4.1 Estimasi Model Regresi Panel Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel dan memerlukan pemilihan model yang dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu (1) Common Effect Model menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel. (2) Fixed Effect Modelmengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV). (3) Random Effect Modelyang akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu.Pengujian yang dilakukan untuk menentukan model yang tepat dapat menggunakan alat uji (1) Chow test atau Likelyhood test untuk pemilihan antara model fixed effect dan common effect. (2) Uji Hausman untuk memilih apakah model fixed effect atau random effect yang paling tepat digunakan.
3.4.2 Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang digunakan untuk menentukan normalitas data dalam penelitian ini adalah Uji Jarque-Bera dan metode uji one sample kolmogorov-smirnov. Pengujian multikoliniearitas menggunakan metode nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Uji heterokedastisitas menggunakan ujikorelasi Spearman’s Rho.Sedangkan pengujian otokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson.
3.4.3 Pengujian Hipotesis Pengujian ini menggunakan panel lease square. Pengujian kelayakan model regresi penelitian menggunakan Uji F, kemudian untuk mengetahuipengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dilakukan Uji t. Koefisien korelasi menjelaskan bagaimana arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahuipersentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen.
4.
HASIL PENELITIAN
4.1 Statistik Deskriptif
13
Tabel 4.1 dibawah ini menunjukan statistik deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CAR
132
-1.11
1.36
.0321
.31904
UE
132
-.91
9.00
.3578
1.37736
PKIP
132
-.29
2.86
.2853
.40003
DER
132
.08
7.40
.9818
1.04966
ROE
132
.00
1.26
.1671
.18581
UEPKIP
132
-1.09
4.67
.0686
.54916
UEDER
132
-3.95
21.89
.4826
2.61955
UEROE
132
-.16
2.59
.0754
.28213
Valid N (listwise)
132
Sumber: Data Olahan SPSS 16,2017
4.2 Pengujian Estimasi Model Regresi Data Panel Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat tiga macam estimasi model yang dapat digunakan yaitu model common effects, fixed effects, dan random effects. Teknik yang digunakan peneliti adalah Chow test dan Hausman test dengan hasil analisis sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Chow-Test Redundant Fixed Effects Tests Equation: NOSIZE Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 1.231710 67.500593
d.f.
Prob.
(40,49) 40
0.2421 0.0042
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0, 2017
Dari hasil pertimbangan statistik Chi Square, nilai probabilitas hasil Chow-test 0.0042 lebih kecil dari nilai signifikansi 0.05, maka model Fixed Effect lebih baik digunakan dibandingkan Common Effect model.Kemudian untuk memilih antara fixed effect model dan random effect model, maka digunakan uji hausman dengan hasil pengujian sebagai berikut :
14
Tabel 4.3 Hasil Hausman Test Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: NOSIZE Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
5.705167
7
0.5746
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0, 2017
Dari hasil statistik tersebut, didapat nilai statistik Hausman 0.5746 lebih besar dari nilai signifikan model 0.05, maka model yang sebaiknya digunakan adalah random effect model.
4.3 Uji Asumsi Klasik Analisis regresi linier berganda perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya diperoleh model regresi dengan estimasi yang tidak bias dan pengujian dapat dipercaya.Apabila ada satu syarat saja yang tidak terpenuhi, hasil analisis regresi tidak dapat dikatakan bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).Untuk menyimpulkan data berdistribusi normal atau tidak dalam penelitian ini adalah dengan melihat Jarque-Bera (J-B) dan probabilitasnya. Pengujian dibantu dengan alat uji Eviews 6.0, menunjukan nilai JB 5.328lebih besar dari 2 artinya data belum berdistribusi normal dan nilai probability 0.07 lebih besar dari 0.05 artinya data telah berdistribusi normal.Untuk mempertajam kesimpulan bahwa data telah berdistribusi normal, maka peneliti menggunakan metode uji one sample kolmogorov-smirnov dengan alat uji SPSS 16. Berdasarkan hasil output spss, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (asymp.Sig 2-tailed) yang diperoleh pada uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.551 lebih besar dari 0.05 yang menandakan bahwa data telah berdistribusi normal.Uji multikoloniearitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat nilai tolerancedan Variance Inflation Factor (VIF). Dari output pengujian diketahui bahwa nilaitolerancesemua variabel lebih dari 0.1 dan nilai VIF kurang dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi.Uji asumsi klasik heterokedastisitas dalam penelitian ini menggunakan ujiKorelasi Spearman’s Rho. Dari hasil pengujian nilai korelasi semua variabel independen dengan unstandrized residuallebih dari nilai signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model 15
regresi.Uji otokorelasi adalah menggunakan uji Durbin-Watson (DW).Karena nilai DW yang diperoleh sebesar 1.816 lebih besar dari -2 dan lebih kecil dari +2 atau dengan kata lain berada di antara -2 dan +2 (-2 ≤ DW ≤ 2), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi otokorelasi.
4.4 Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil pengujian data,nilai R2 menunjukan angka 0.1471 atau sebesar 14.71 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 14.71 persen dan sisanya sebesar 85.29 persen dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai F statistik menunjukan nilai 2.19 dengan probability(F-statistic) 0.04< 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahankewajiban imbalan kerja, struktur modal, dan ROE berpengauh secara simultan terhadap ERC.Persamaan regresi yang dibentuk dengan model matematis melalui program eviews 6.0 adalah sebagai berikut :
CAR = -0.011 + 0.359*UE - 0.055*PKIP + 0.037*DER + 0.235*ROE + 0.274*UEPKIP 0.316*UEDER - 0.045*UEROE Hasil regresi menunjukkan konstanta -0.011, koefisien regresi unexpected earnings sebesar 0.359, perubahan kewajiban imbalan kerja -0.055, Debt to Equity Ratio0.037, Return on Equity 0.235, variabel interaksi UE dengan PKIP sebesar 0.274, variabel interaksi UE dengan DER -0.316, dan variabel interaksi UE dengan ROE -0.045. Dengan membandingkan p-value terhadap alpha 5 persen, variabel UEPKIP, UEDER, dan UEROE berpengaruh tidak signifikan terhadap CAR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan kewajiban imbalan kerja, struktur modal, dan ROE tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4 Hasil Regresi Random Effect Model Dependent Variable: CAR Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/23/17 Time: 23:01 Sample: 2013 2015 Periods included: 3 Cross-sections included: 41 Total panel (unbalanced) observations: 97 Swamy and Arora estimator of component variances
16
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C UE PKIP DER ROE UEPKIP UEDER UEROE
-0.011061 0.359537 -0.055038 0.036779 0.234811 0.274302 -0.316423 -0.045347
0.089318 0.167616 0.102697 0.066979 0.424326 0.283572 0.164346 0.779212
-0.123838 2.145009 -0.535921 0.549114 0.553374 0.967310 -1.925349 -0.058196
0.9017 0.0347 0.5933 0.5843 0.5814 0.3360 0.0574 0.9537
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.080441 0.223853
Rho 0.1144 0.8856
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.147097 0.080014 0.222111 2.192779 0.042221
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.027623 0.231624 4.390657 2.066339
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.145601 4.928694
Mean dependent var Durbin-Watson stat
0.031375 1.840769
Sumber : Data Olahan Eviews 6.0, 2017
Pada Tabel 4.4 diperoleh nilai thitung koefisien variabel UEPKIP sebesar 0.967 dengan nilai signifikansi sebesar 0.336. Dengan demikian, Karena thitung (0.967) lebih kecil dari ttabel (1.987), maka pada tingkat kekeliruan 5persen diputuskan untuk menerima H0 sehingga Ha ditolak. Jadi berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa perubahan kewajiban imbalan kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ERC pada perusahaan sektor manufaktur. Dapat disimpulkan bahwa pemegang saham hanya memperhatikan kemunculan akun imbalan paska kerja pada saat pengadopsian PSAK 24 revisi tahun 2004. Setelah itu, pemegang saham tidak lagi memperhatikan besaran perubahan pada akun kewajiban imbalan kerja. Selain karena perubahan isi dari revisi PSAK 24, hal ini juga dikarenakan pengadopsian PSAK revisi tahun 2013 diadopsinya pada tahun 2015. Adanya jeda waktu antara pengesahan revisi dengan waktu pengadopsian. Dengan kata lain, pemegang saham sudah mengetahui informasi perubahan tersebut sebelum waktu pengadopsian. Maka sesuai dengan teori sinyal, perubahan kewajiban imbalan kerja tidak memiliki kandungan informasi baru atau sudah diantisipasi para pemegang saham, maka pasar tidak akan bereaksi pada saat 17
publikasi tersebut diterima. Atau sesuai dengan teori pasar efisien yang menjelaskan hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi, maka perubahan kewajiban imbalan kerja sebagai akibat dari pegadopsian PSAK 24 revisi 2013 kurang memiliki relevance valueyang signifikan sehingga tidak mengundang reaksi dari investor yang tercermin dari harga saham perusahaan. Kesimpulan ini berbeda dengan penelitian Refyal dan Martani (2012) yang menyimpulkan bahwa perubahan kewajiban imbalan kerja berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. Kesimpulan ini mendukung hasil penelitian Mairyani (2014) yang menyimpulkan bahwa perubahan kewajiban imbalan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. Pada Tabel 4.4 diperoleh nilai thitung koefisien variabel UEDER sebesar -1.925 dengan nilai signifikansi sebesar -0.057.Karena thitung (-1.925) lebih besar dari ttabel (-1.987), maka pada tingkat kekeliruan 5 persen diputuskan untuk menerima H0 sehingga Ha ditolak. Jadi berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ERC pada perusahaan sektor manufaktur. Hasil penelitian ini tidak mendukung teori pecking order theory yang menyatakan bahwa apabila perusahaan memiliki kinerja yang cukup baik tidak perlu menerbitkan utang. Kebutuhan modal kerja pada perusahaan yang berkinerja baik harusnya dapat dipenuhi dari pendanaan internal berupa laba ditahan. Teori ini menjelaskan bahwa investor akan lebih mudah menilai harga saham perusahaan yang asetnya tidak dibiayai oleh utang. Kesimpulan ini juga tidak mendukung trade off theory yang menyatakan bahwa utang yang terlalu tinggi tidak baik bagi perusahaan karena dapat meningkatkan risiko kebangkrutan. Teori ini menjelaskan bahwa struktur modal yang terlalu tinggi seharusnya akan menyebabkan variabilitas laba akuntansi dan investor akan berspekulasi terhadap harga saham, kemudian menimbulkan abnormal return. Tetapi, kesimpulan ini mendukung penelitian Romasari (2013) yang menyimpulkan bahwa struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient atau Mairyani (2014) yang menyimpulkan bahwa struktur modal berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient ditingkat signifikansi 10 persen. Hasil dari uji pada Tabel 4.4 diperoleh nilai thitung koefisien variabel UEROE sebesar 0.9537 dengan nilai signifikansi sebesar -0.058.Karena thitung (0.9537) lebih kecil dari ttabel(1.982), maka pada tingkat kekeliruan 5 persen diputuskan untuk menerima H0 sehingga Ha ditolak. Jadi berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa perubahan Return on Equity (ROE) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ERC pada perusahaan sektor manufaktur. 18
Dalam dunia pasar modal, dikenal adanya buy on rumour dan sell on news dalam membeli saham perusahaan. Reaksi pemegang saham lebih ditentukan oleh adanya rumor. Maka dalam teori pasar efisien, rumor lebih memiliki relevance value atau kandungan informasi yang baru dibandingkan laporan keuangan yang dipublikasi. Selain itu juga faktor eksternal lain yang lebih mengundang reaksi dari investor seperti fundamental perusahaan dan kondisi makro ekonomi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Melati (2013), Setiawati, dkk. (2014) dan Apriliana (2014) yang menyimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap earnings response coefficient.
5.
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Perubahan kewajiban imbalan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. (2) Struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. (3) Return on Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah: (1) Sampel dalam penelitian ini hanya 117 sampel karena dibatasi periode penelitian selama tiga tahun dan terbatasnya sampel yang memenuhi kriteria pemilihan secara lengkap. (2) Variabel independen hanya meliputi faktor mikro perusahaan. Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Diharapkan peneliti selanjutnya menambah sampel dengan menggunakan periode yang lebih panjang sehingga hasil dari model penelitian dapat lebih baik lagi.(2) Penelitian selanjutnya diharapkan juga dapat meneliti variabel yang lebih banyak lagi dan diharapkan dapat memasukan variabel yang berasal dari faktor makro ekonomi.
REFERENSI Ambarwati, Sri, 2008. Earnings Response Coefficient. Akuntabilitas. Vol. 7. Apriliana, Fitria, 2014. Analisis Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Koefisien Respon Laba, Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
19
Brealey, Richard A., Stewart C. Myers, dan Alan J. Marcus, 2008.Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan (judul asli: Fundamentals of Corporate Finance), jilid 1. Penerjemah Yelvi Andri Zaimur. Jakarta: Erlangga. Departemen Keuangan, 1992. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Fama, Eugene, 1970. Efficient Capital Markets – A review of theory and empirical work. Journal of Finance Vol. 25, No. 2 Galantika, Fransisca Intan dan I Gede Siswantaya, 2016. Analisis Perbedaan Earnings Response Coefficient (ERC) Sebelum dan Setelah Adopsi IFRS pada perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia. MODUS, Vol. 28 No.1, ISSN 0852-1875. Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics (4th ed). New York: The McGraw-Hill Companies. Gujarati, N.Damodar dan Dawn C. Porter, 2008. Basic Econometrics the fifth edition. United States : McGraw- Hill Irwin Companies. Hapsari, Hanung Desy dan Panuhut Simorangkir, 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (ERC) pada Perusahaan Kompas 100 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2010. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 1 No.1 Harahap, Syafri,Sofyan Ak, BSc, Prof, Dr, 2007. Teori Akuntansi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Kohlbeck, Mark J. dan Terry D. Warfield, 2008. The Effects of Accounting Standard Setting on Accounting Quality. http://ssrn.com/abstract=1090934 IAI, 2004. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 24 (Revisi 2004). Jakarta: Salemba Empat. ___, 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.24 revisi Tahun 2010, Tentang Imbalan Kerja. Jogiyanto, Hartono, 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Maiyarni, Reka, 2014. Pengaruh Adopsi PSAK No. 24 Imbalan Kerja terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan yang Terdaftar di LQ-45 Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2013, Skripsi. Universitas Jambi. 20
Melati, Rosa Aprilia, 2013; Pengaruh Pengungkapan Informasi CSR dan Profitabilitas terhadap Earnings Response Coefficient (ERC). Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 Misbahuddin dan Iqbal Hasan, 2013. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, edisi kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara. Naimah, Zahroh dan Siddharta Utama, 2006. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan, dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba dan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas: Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Paramita, Ratna Wijayanti Daniar, 2012. Pengaruh Leverage, Firm Size, dan Voluntary Disclosure terhadap Earnings Response Coefficient (ERC). Jurnal WIGA, Vol.2 No. 2 Priyadi, Maswar W., dan Sugeng Praptoyo., 2003. “Keragaman Aplikasi PSAK 24 (Revisi 2004) Tentang Imbalan Kerja Dalam Kaitannya Dengan Undang – Undang No 13 Tentang Ketenagakerjaan”. Jurnal Ekuitas, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya, Akreditasi No.49/DIKTI/Kep/2003, ISSN 1411-0393. Priyatno, Duwi, 2012. Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20, edisi pertama. Yogyakarta: Andi. Refyal, Ilha. dan Dwi Martani, 2012.”Pengaruh Adopsi PSAK No. 24 terhadap Earnings Response Coefficient”. Jurnal Akuntansi & Auditing. Vol. 8. Hal:97-189. Riduwan, Akhmad., 2008. Peryataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 dan Koefisien Respon Laba Akuntansi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya. Romasari, Sonya, 2013. Pengaruh Persistensi Laba, Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan Alokasi Pajak Antar Periode terhadap Kualitas Laba, Skripsi. Universitas Negeri Padang. Sanusi, Anwar, 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Santoso, Singgih, 2015. Menguasai Statistik Non Parametrik : Konsep dasar dan aplikasi dengan SPSS. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Sarwono, Jonathan. 2016. Prosedur-Prosedur Analisis Populer Aplikasi Riset Skripsi dan Tesis dengan Eviews. Yogyakarta: Gava Media.
21
Sawir, Agnes, 2001.Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sawir, Agnes, 2004. Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Scott, W.R., 2000. Financial Accounting Theory. 2nd edition, Prentice-Hall Canada Inc., Scarborough, Ontario. _________, 2009. Financial Accounting Theory. Prentice-Hall Inc. Upper Saddle River. New Jersey. Setiawati, dkk, 2014. Analisis Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Koefisien Respon Laba. Seminar Nasional dan Call for Paper. ISBN: 978602-70429-1-9 Hlm. 175-188. Septyana, Festy Vita; Ardyanto, M. Didik., 2011. “Pengaruh Alokasi Pajak Antar Periode Berdasarkan PSAK No. 46 Terhadap Koefisien Respon Laba Akuntansi”. PhD Thesis. Universitas Diponegoro. Sudana, I Made, 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik. Jakarta: Erlangga. Sugiarto, 2009. Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan Keagenan dan Informasi Asimetri. Edisi Permata .Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiono, Arief, 2009. Manajemen Keuangan Untuk Praktisi Keuangan, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit: Grasindo, Jakarta. Suharyadi dan Purwanto, 2011. Statistika: Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat. Sunyoto, Danang. Uji Khi Kuadrat & Regresi untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Ketiga. EKONISIA. Yogyakarta. Winarno, Wing Wahyu, 2011. Analisi Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews edisi 3. Yogyakarta: Percetakan UPP STIM YKPB. Witjaksomo, Armanto, dkk., 2014.”Analisis Dampak Penerapan PSAK 24 tahun 2013”. Jurnal GICI. Vol.4. Hal:1-8. www.google.co.id 22
www.idx.co.id www.finance.yahoo.com
23