DISKURSUS AHLU AS-SUNNAH WA AL-JAMAAH DALAM ISLAM (Analisis Perspektif Kalam/Tauhid) Salamuddin Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, 20371
، ﺇﻥ ﻣﺼﻄﻠﺢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ ﻟﻴﺴﺖ ﳎﺮﺩ ﺑﺎﺳﻢ ﺑﻞ ﻫﻮ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ:ﲡﺮﻳﺪﻱ ﻭﳓﻦ ﰲ ﻛﺜﲑ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﻴﺎﻥ ﺗﺘﻌﺜﺮ ﰲ. ﻫﻮ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﻭﻣﻨﻬﺞ ﺍﳊﻴﺎﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﺣﺠﻤﻬﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﺳﻮﻯ ﺍﺳﻢ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺩ ﺃﻭ ﻋﺪﻡ،ﺍﻻﻋﺘﺮﺍﻑ ﻭﻟﺬﻟﻚ ﻟﻴﺲ ﰱ ﺍﳊﻘﻴﻘﺔ ﻛﻞ. ﻭﻓﻘﺘﻪ ﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﻢ ﰱ ﻣﻨﻈﻤﺔ ﺃﻭ ﲨﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻬﺎ ﲢﺘﺎﺝﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﺃ ﺎ ﻭﻓﻘﺎ ﻭﺍﳌﻨﺎﻗﺸﺔ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﳌﻌﺎﻳﲑ ﺍﻟﱵ ﻳﺴﺘﺨﺪﻣﻮ، ﻭﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺓ،ﺇﱃ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ .ﻟﺘﻮﺟﻴﻬﺎﺕ ﻭﺳﻨﺔ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ Abstrak: Term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah bukan sekedar nama. Namun lebih dari itu, ia merupakan manhaj dan jalan hidup para sahabat. Kita sering terjebak dalam pengakuan, karena ukurannya hanya nama, bukan pada sesuai atau tidaknya dengan petunjuk Rasulullah dan para sahabat. Jadi, tidak setiap yang mengklaim dirinya, kelompoknya, organisasinya atau jamaahnya sebagai Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah itu benar-benar Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Tetapi perlu dikaji, diuji, dan didialogkan apakah standar-standar yang mereka gunakan sesuai petunjuk Rasulullah dan para sahabat.
Kata Kunci: Ahlussunnah Waljama’ah, Islam, Kalam/ Tauhid A. Pendahuluan erbincangan mengenai term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah selalu hangat dibicarakan di kalangan pemikir kalam/tauhid dalam Islam. Ini dapat dimaklumi mengingat Rasulullah Saw pernah menjelaskan dalam hadisnya, bahwa di antara golongan dan aliran tersebut yang selamat hanya pengikut
P
138
Salamuddin : Diskursus Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam Islam...
Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Karenanya pertarungan memperebutkan term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah berlangsung cukup hangat di antara golongan dan aliran dalam Islam. Oleh karena itu, mengingat urgennya persoalan ini, penulis akan coba menguraikan kembali topik Ahl as-Sunnah wa alJama’ah. Pembahasan yang akan dikemukakan diawali dengan penjelasan seputar term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, dilanjutkan dengan fase perkembangan term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, dan Klaim berbagai aliran tentang term Ahl as-Sunnah wa alJama’ah. B. Term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah Istilah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah terdiri atas tiga perkataan, yaitu Ahl, as-Sunnah dan al-Jama’ah. Ahl menurut pengertian kebahasan berarti “keluarga”, “kerabat”, “pengikut”, atau “golongan”. (Sa’di Abu Jaib: 1998, 29). Kata as Sunah yang mempunyai bentuk jamak / plural sunan secara bahasa berarti sejarah [perjalanan hidup] dan jalan [metode] yang dtempuh baik yang terpuji maupun yang tercela. Sementara menurut Saidi Abu Jaib as-Sunah berarti “hadis atau segala perkataan, perbuatan dan diamnya Nabi Muhammad SAW atas suatu perbuatan sahabat. Ibnu Mandhur berkata,” Sunah makna awalnya adalah sunah thoriq yaitu jalan yang ditempuh oleh para pedahulu yang akhirnya ditempuh orang lain sesudahnya. (Sa’di Abu Jaib: 1998, 29) Sementara al-Jama’ah mengandung makna “kelompok” “orang banyak” atau “mayoritas”. Jadi, secara singkat, Ahl asSunnah wa al-Jama’ah berarti “keluarga yang terdiri atas kelompok besar masyarakat yang menjadikan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai pegangan hidup mereka”. (Muhammad Amin Suma: 2008, 367). Pengertian ini sejalan dengan defenisi yang diungkapkan oleh Abdus Syukur Bangilani sebagaimana dikutip oleh Busyairi Harits yang menyatakan, bahwa Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah ialah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunah nabi Muhammad Saw dan amal perbuatan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlak hati. (Busyairi Harits: 2010, 17).
139
ء ا
إ: Vol. III No. 1 Jan. – Juni 2013
Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah juga memiliki beberapa nama julukan, antara lain ahl al-hadis wa as-sunnah (kelompok yang berpegang pada hadis dan sunnah), dan Ahl al-haq wa assunnah (kelompok yang berpegang pada kebenaran dan sunnah). Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah juga umum dikenal dengan sebutan golongan Suni, terutama ketika aliran ini digunakan dalam terminologi politik yang dihadapkan dengan kelompok Syiah dan Khawarij. (Busyairi Harits: 2010, 17). Sulit dipastikan kapan istilah Ahl as-Sunnah wa alJama’ah itu lahir. Jauh sebelum al-Asy’ari, yang namanya amat melekat dengan aliran ini, kata Ahl as-Sunnah atau ungkapan yang mirip dengan itu telah ada, seperti ungkapan wa nasabu anfusahum ila as-sunnah (mereka menisbahkan diri sebagai pengikut sunah). Selain beberapa ungkapan yang mencerminkan keterikatan suatu kelompok kaum Muslim pada sunah, terdapat pula beberapa istilah yang mengacu kepada objek yang sama, seperti istilah Ahl al-haq wa ad-din wa al-Jama’ah (pemangku kebenaran, agama, dan jamaah). Oleh sebab itu, sebelum aliran alAsy,ari muncul, telah ada kelompok yang menmakan dirinya Ahl as-Sunnah; tokohna ialah Ahmad bin Hambal.Akan tetapi, istilah Ahl as-Sunnah tersebut kemudian lebih banyak diidentikkan dengan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, sementara Ahmad bin Hambal lebih sering disebut kelompok Salafiah. ( Depag RI: 1993, h. 76). Terlepas dari uraian di atas, ternyata istilah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah itu telah diungkapkan oleh Jalaluddin as-Suyuti yang diklaim berasal dari Ibnu Abbas (3 SH-68H/ 619-688M) dalam kitabnya al-Dur al-Mansur sebagai berikut:
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺍﺑﻦ ﺃﰊ ﺣﺎﰎ ﻭﺃﺑﻮ ﻧﺼﺮ ﰲ ﺍﻹﺑﺎﻧﺔ ﻭﺍﳋﻄﻴﺐ ﰲ ﺗﺎﺭﳜﻪ ﻭﺍﻟﻼﻟﻜﺎﺋﻲ " ﰲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﰲ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻗﺎﻝ ﺗﺒﻴﺾ ﻭﺟﻮﻩ ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﻗﺎﻝ .ﺗﺒﻴﺾ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﺍﻟﻀﻼﻟﺔ Qrtinya: “Ibnu Abi Hatim dan Abu Mansur dalam kitab al-Ibanah, Khatib dalam kitab tarikhnya, dan al-Alka`i dalam kitab al-Sunnah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, tentang tafsir ayat surat Ali Imran ayat 106, “Adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Sedangkan orang-
140
Salamuddin : Diskursus Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam Islam...
orang yang wajahnya hitam adalah pengikut bid’ah dan kesesatan”. (Jalaluddin as-Suyuti: 1993, 291). Jalaludin al-Suyuti juga mengungkapkan jalur lain terkait dengan penyebutan term ini, yaitu dari Malik dan Dailami, demikian juga dari Abu Nasir al-Sajzi dalam kitab al-Ibanah yang berasal dari Sa’id al-Khudri. Ia menyatakan sebagai berikut:
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺍﳋﻄﻴﺐ ﰲ ﺭﻭﺍﺓ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺍﻟﺪﻳﻠﻤﻲ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ " ﺗﺒﻴﺾ: ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﰲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﻳﻮﻡ ﺗﺒﻴﺾ ﻭﺟﻮﻩ ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﻗﺎﻝ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ " ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﻧﺼﺮ ﺍﻟﺴﺠﺰﻱ ﰲ ﺍﻹﺑﺎﻧﺔ ﻋﻦ ﺃﰊ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﳋﺪﺭﻱ " ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺮﺃ ﺗﺒﻴﺾ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﳉﻤﺎﻋﺎﺕ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ: ﻳﻮﻡ ﺗﺒﻴﺾ ﻭﺟﻮﻩ ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﻗﺎﻝ " ﻭﺗﺴﻮﺩ ﻭﺟﻮﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﺍﻷﻫﻮﺍﺀ Artinya: “Al-Khatib dalam riwayat Malik dan al-dailami yang berasal dari Ibnu Umar dari Nabi Muhammad Saw tentang tafsir surat Ali Imran ayat 106, “Adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam adalah pengikut bid’ah”. Kemudian Abu Nasir al-Sajzi dalam al-Ibanah yang berasal dari Sa’id al-Khudri juga menyatakan bahwa Rasulullah Saw sewaktu membaca surat Ali Imran ayat 106 menyatakan, “Adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam adalah pengikut bid’ah dan kesesatan”. (Jalaluddin as-Suyuti: 1993, 291). Dengan demikian, berdasarkan pada argumen ini, maka term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah ternyata telah ada semenjak Nabi Muhammad Saw dan sahabat dan telah disebutkan oleh para ulama dalam berbagai buku mereka. Namun, perbincangan mengenai term ini semakin intens pada era tabi’in dan ulama salaf sesudahnya, seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz (61-101H/681720M), Imam Hasan in Yasar al-Basri (21-110H/642-729M), Imam Muhammad bin Sirin (33-110H/654-729M), dan Imam Sufyan bin Sa’id al-Sauri (97-161H/715-778M). (Asep Saifuddin Halim: 2012, 23)
141
ء ا
إ: Vol. III No. 1 Jan. – Juni 2013
C. Fase Perkembangan Term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah Ditinjau dari sudut historis, istilah Ahl as-Sunnah wa alJama’ah ternyata tidak memiliki arti monolitik yang menunjuk pada satu arti, akan tetapi mengalami perubahan konotasi sesuai dengan konteks sejarah masing-masing. Setidaknya ada tiga fase perkembangan pengertian Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah yang diidentikkan pada kelompok orang dan aliran tertentu. Pertama, Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah identik dengan sebutan nama kelompok ulama ahli hadis yang lebih banyak merujuk hadis dalam menjawab masalah-masaah agama ketimbang penggunaan rasio. Kelompok ini lebih banyak tinggal di daerah Madinah dan mulai dipandang sebagai kekuatan elit intelektual yang cukup berpengaruh di masyarakat pada saat gelombang pemahaman hukum bercorak ra`y di Basrah merebak. Secara politis mereka tidak berafiliasi dengan kelompok mana pun dan sering mengambil jarak dengan urusan politik. Mereka lebih memilih integritas umat dan stabilitas sosial. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 180). Pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz (103 H.), kelompok ini dirangkul sebagai kelompok pendukung khalifah untuk memperkuat posisi politiknya dengan target dapat mendinginkan atmosfir politik yang terus bergolak. Akan tetapi kelompok ini mulai ditinggalkan oleh penguasa Abbasiyah, terutama pada masa pemeritahan Khalifah al-Makmun, alMu’tasim, dan al-Wasiq (813-847 M.) yang lebih tertarik dengan pengembangan tradisi keilmuan impor dan teologi yang bersifat rasional Muktazilah. Bahkan Muhammad ibn Hambal menjadi korban kebijakan khalifah dalam penerapan inkuisisi saat itu yang populer dengan al-mihnah. Ibn Hambal bahkan meninggal di dalam penjara dan menjadi simbol perlawanan ahl as-Sunnah terhadap pemerintah yang memberlakukan Muktazilah sebagai aliran resmi Negara. Pada fase ini istilah Ahl as-Sunnah wa alJama’ah dipahami sebagai golongan yang memegang teguh tradisi Nabi. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 180) Fase kedua, istilah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah mengalami perubahan menjadi sebuah nama bagi kelompok yang mengikuti aliran teologi yang dibawa oleh Abu Hasan al-Asy’ari
142
Salamuddin : Diskursus Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam Islam...
(260-324 H./873-935 M.) di daerah Basrah dan Abu Mansur alMaturidi (w. 944 M.) di Samarkand. Dua tokoh Muktazilah ini membelot dan mendirikan aliran baru dan mendukung ahli hadis. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 180-181). Setelah khalifah al-Mutawakkil (290 H.), salah seorang khalifah Abbasiyah, mencabut kebijakan pendahulunya yang menjadikan aliran Muktazilah sebagai aliran resmi Negara di abad ke-3 Hijriyah, pandangan al-Asy’ari yang banyak membantah argumen-argumen aliran Muktazilah mendapat simpati dari kalangan ahlu as-Sunnah. Kelompok ahl as-Sunnah saat itu sudah mulai mendapat dukungan masyarakat luas. Gerakan perlawanan yang dimainkan oleh kedua tokoh ini bukan saja berhasil membendung aliran Muktazilah, akan tetapi justru bergulir menjadi arus utama pemikiran Islam yang dominan hingga dewasa ini. Pada fase ini pengertian Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah menjadi lebih sempit sebagai sebutan bagi kelompok umat yang menganut teologi Sunni yang direpresentasikan oleh aliran Asy’ariyah dan pengikutnya. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 180181). Namun dalam penggal sejarahnya, aliran Asy’ariyah pernah tidak diakui sebagai bagian dari ahl as-sunnah. Penolakan itu datang dari pengikut Hanabilah setelah al-Asy’ari menulis kitab Istihsan yang berani mengkritik metode berpikir kalangan ahli hadis yang cenderung literalis dan antromorfis. Pada saat itu, al-Asy’ari mulai memperkenalkan pola berpikir ahli hadis yang lebih sistematis dan rasional dalam membicarakan teologi. Perseteruan ini terus berlanjut dengan satu tuduhan bahwa alAsy’ari dinilai lebih mirip Muktazilah karena masih menerapkan takwil dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat. Dampak dari perseteruan ini melahirkan dua kelompok Ahl as-Sunnah wa alJama’ah, yaitu khalaf yang didukung oleh aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dan salaf yang didukung oleh kelompok ahli hadis pengikut Ahmad ibn Hambal. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 180181). Fase ketiga, istilah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah berkembang menjadi pengelompokan entitas politik yang membedakan dirinya dari kekuatan politik Syi’ah. Untuk pengertian ini Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah berarti kelompok muslim ahl as-Sunnah yang lebih dikenal dengan sebutan sunni
143
ء ا
إ: Vol. III No. 1 Jan. – Juni 2013
yang sering bertentangan dengan Syi’ah. (Mamat S. Burhanuddin: 2008, 182). Saat ini, di intern Sunni sendiri, istilah Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah menjadi rebutan antara kelompok atau mazhab yang ada di dunia Islam. Mazhab-mazhab tersebut mengklaim hanya kelompoknya yang dapat disebut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, sementara yang lain pemahamannya harus diluruskan dan dijernihkan. Sering terjadi antara berbagai kelompok ini terlibat perdebatan sengit dalam menyikapi berbagai persoalan teologi dan berujung dengan konflik sektarian. Dengan demikian, kelihatannya di intern sunni, Ahl asSunnah wa al-Jama’ah telah terbelah kepada dua kelompok besar, yaitu Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah Khalaf yang didukung oleh kelompok Islam di luar Saudi Arabia, dan Ahl as-Sunnah wa alJama’ah Salaf yang disokong oleh kekuatan aliran Wahabi dan salafi di Saudi Arabia. D. Klaim Term Ahl As-Sunnah wa al-Jam’ah Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa beberapa kelompok dan mazhab mengklaim sebagai Ahl as-Sunnah wa alJama’ah, maka di bawah ini akan diuraikan beberapa bentuk klaim tersebut. Mazhab Asy’ariyah yang merupakan mazhab mayoritas yang dianut oleh Muslim Nusantara mengklaim diri sebagai refresentasi Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Lewat pemikiran tokoh-tokohnya dipahami, bahwa term Ahl as-Sunnah wa alJama’ah adalah milik mereka. Beberapa buku yang mereka susun mencerminkan hal itu, dan biasanya mereka menggunakan istilah ahlu as-sunnah. Di antaranya seperti buku Hasyiyah ad-Dusuki ‘ala Ummi al-Barahin karya Syeikh Muhammad ad-Dusuki. Dalam buku itu terdapat bunyi redaksi ذا ا ”و ا ن ر ا ر نا "ره أ أھ ا# ى% )( ا '& ا.” (Syekh Muhammad ad-Dusuki: tt., 14-15 Buku lain adalah Kifayah al-Awwam fi Ma Yajibu ‘Alaihim min ‘Ilmi al-Kalam karya Syeikh Muhammad alFadali asy-Syafi’i. dalam buku itu terdapat ungkapan “ *"ه ط%وھ... .... أھ ا, و- “ا. (Syekh Muhammad al-Bajuri: tt., 9) Menurut Sirajuddin Abbas, pengarang buku Ihtihaf asSadatu al-Muttaqin, syarah dari Ihya` Ulumu ad-Din, Imam Muhammad bin Muhammad al-Husni az-Zabidi menyatakan,
144
Salamuddin : Diskursus Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam Islam...
bahwa apabila disebutkan term ahlu as-sunnah, maka maksudnya adalah Asy-‘ariyah dan Maturidiyah. Sirajuddin Abbas: 2008,3) Selain itu, ada tokoh Asy-‘ariyah yang membuat judul karyanya dengan menggunakan term Ahl as-Sunnah wa alJama’ah, yaitu kitab I’tiqad Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah karya Imam Abdul Qasim Abdul Karim dan Hazin al-Qusyairi, dan kitab I’tiqad Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah karya Imam Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf al-Juwaini. Sama halnya dengan mazhab Asy’ariyah, klaim sebagai Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah juga dapat disaksikan lewat tokohtokoh Wahabi dan Salaf. Ibnu Taimiyah yang merupakan rujukan utama dari aliran ini, dalam kitab Iqamat ad-Dalil ‘ala Ibtal atTahlil menyatakan sebagai berikut:
ﺔ ﻨﻞﹶ ﺍﻟﺴﺍﻓﹶﻘﹸﻮﺍ ﺃﹶﻫ ﻭﻳﻦﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬﺜﹾﺒﹺﺘﻟﹶﺎ ِﺀ ﺍﻟﹾﻤﺆﻫ ﻭﲔﻜﹶﻠﱢﻤﺘﺮﹺ ﺍﻟﹾﻤﺎﺋ ﺳ ﻛﹶﻠﹶﺎﻡﺟﹺﻢﺮﻳﺘ ﺎﻛﹶﻤ ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻥﱠﺰﹺﻟﹶﺔﹶ ﻋﺘﻌﺍﻓﹶﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﻤﻭﻠﹸﻮﻕﹴ ﻭﺨ ﻣﺮ ﻏﹶﻴ ﺍﻟﻠﱠﻪﺁﻥﹶ ﻛﹶﻠﹶﺎﻡﻠﹶﻰ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ ﻋﺔﺎﻋﺠﻤ ﺍﻟﹾﻭ ﺑﹺﻪﻢ ﺍﻟﹾﻘﹶﺎﺋ ﺍﻟﻠﱠﻪﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﺇﻥﱠ ﻛﹶﻠﹶﺎﻡ ﺍﺕﻮﺍﻟﹾﺄﹶﺻ ﻭﻭﻑﺮ ﺍﻟﹾﺤﺩﺮﺠ ﺇﻟﱠﺎ ﻣﻮ ﻫﺲﻡ ﻟﹶﻴ ﺍﻟﹾﻜﹶﻠﹶﺎ ﻲﺎ ﻓﻳﻀﺘﻪ ﺃﹶﻨﻴﻱ ﺑ ﺍﻟﱠﺬﻮﺬﹶﺍ ﻫﻫ ﻭﺍﺕﻮﺍﻟﹾﺄﹶﺻ ﻭﻭﻑﺮ ﺍﻟﹾﺤﺩﺮﺠ ﺇﻟﱠﺎ ﻣﻮ ﻫﺲﻟﹶﻴ ﻪﺎ ﺇﻧﻳﻀﻟﹶﺎ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶ ﻭﻠﹶﻒ ﺍﻟﺴﻦ ﻣﺪﻪ ﺃﹶﺣ ﻳﻘﹸﻠﹾ ﺬﹶﺍ ﻟﹶﻢﺖ ﺃﹶﻥﱠ ﻫﻨﻴﺑ ﻭﺔﻨﺤﺍﺏﹺ ﺍﻟﹾﻤﻮﺟ ﺔﹲﻋﺎ ﺑﹺﺪﻤﻠﹶﺎﻫﻞﹾ ﻛ ﺑﻪ ﺑﹺﺬﹶﺍﺗﻢﻰ ﻗﹶﺎﺋﻨﻌﻣ Artinya: “…..Semua ahli kalam dan para pewaris keilmuan yang sepakat dengan Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah dipahami bahwa Alquran adalah kalamullah yang bukan makhluk…..” Pernyataannya ini menggambarkan bahwa Ibnu Taimiyah mengklaim sebagai pengikut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Redaksi di atas juga menyiratkan makna, bahwa Ibnu Taimiyah terlibat begitu intens dalam dialog seputar wacana kalamullah, dan berupaya menyerang Muktazilah dengan bid’ah karena pendapat mereka bahwa Alquran adalah makhluk. Pada buku yang lain Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimiyah: 1415, 31) kembali mempertegas bahwa ia adalah pengikut Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Ia juga menjelaskan persfektifnya tentang berbagai persoalan dalam tauhid sekaligus membuat pembeda dengan
145
: Vol. III No. 1 Jan. – Juni 2013إ
ء ا
mazhab lain yang disebutnya sebagai kuffar dan bid’ah. Ia menyatakan sebagai berikut:
ﻭﻣﻦ ﺷﺄﻥ ﺍﳌﺼﻨﻔﲔ ﰲ ﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﺍﳌﺨﺘﺼﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﻳﺬﻛﺮﻭﺍ ﻣﺎ ﺗﺘﻤﻴﺰ ﺑﻪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻭﺍﳌﺒﺘﺪﻋﲔ ﻓﻴﺬﻛﺮﻭﺍ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟﺼﻔﺎﺕ ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﻼﻡ ﺍﷲ ﻏﲑ ﳐﻠﻮﻕ ﻭﺃﻧﻪ ﺗﻌﺎﱃ ﻳﺮﻯ ﰲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺠﻬﻤﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﳌﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﻏﲑﻫﻢ ﻭﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺃﻥ ﺍﷲ ﺧﺎﻟﻖ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺃﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪ ﳉﻤﻴﻊ ﺍﻟﻜﺎﺋﻨﺎﺕ ﻭﺃﻧﻪ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﷲ ﻛﺎﻥ ﻭﻣﺎ ﱂ ﻳﺸﺄ ﱂ ﻳﻜﻦ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﻘﺪﺭﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﳌﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﻏﲑﻫﻢ ﻭﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻷﲰﺎﺀ ﻭﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﻭﺍﻟﻮﻋﺪ ﻭﺍﻟﻮﻋﻴﺪ ﻭﺃﻥ ﺍﳌﺆﻣﻦ ﻻ ﻳﻜﻔﺮ ﲟﺠﺮﺩ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻭﻻ ﳜﻠﺪ ﰲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺨﻮﺍﺭﺝ ﻭﺍﳌﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﳛﻘﻘﻮﻥ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﰲ ﺍﻹﳝﺎﻥ ﻭﻳﺜﺒﺘﻮﻥ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﳎﻤﻼ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﻤﺮﺟﺌﺔ ﻭﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺇﻣﺎﻣﺔ ﺍﳋﻠﻔﺎﺀ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻭﻓﻀﺎﺋﻠﻬﻢ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﺸﻴﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﺔ ﻭﻏﲑﻫﻢ Pernyataan Ibnu Taimiyah tentang mazhab Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah ini juga diungkapkannya dalam buku Majmu’ alfatawa (Ibnu Taimiyah: 2005, 215). Ia menyatakan sebagai berikut:
ﻣﻨﻬﺎ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﺮﺏ ﺗﻌﺎﻟﹶﻰ ﻏﹶﻨﹺﻲ ﺑﹺﻨﻔﹾﺴِﻪ ﻋﻤﺎ ﺳﻮﺍﻩ ﻭﻳﻤﺘﻨﹺﻊ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻜﹸﻮﻥﹶ ﻣﻔﹾﺘﻘﺮﺍ ﺇﻟﹶﻰ ﻏﹶﻴﺮﹺﻩ ﺑﹺﻮﺟﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﹾﻮﺟﻮﻩ . ﻭﺍﻟﹾﻤﻠﹸﻮﻙ ﻭﺳﺎﺩﺓﹸ ﺍﻟﹾﻌﺒﹺﻴﺪ ﻣﺤﺘﺎﺟﻮﻥﹶ ﺇﻟﹶﻰ ﻏﹶﻴﺮﹺﻫﻢ ﺣﺎﺟﺔﹰ ﺿﺮﻭﺭﹺﻳﺔﹰ .ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﺮﺏ ﺗﻌﺎﻟﹶﻰ ﻭﺇﹺﻥﹾ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﹾﺄﹶﻋﻤﺎﻝﹶ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔﹶ ﻭﻳﺮﺿﻰ ﻭﻳﻔﹾﺮﺡ ﺑﹺﺘﻮﺑﺔ ﺍﻟﺘﺎﺋﺒﹺﲔ ﻓﹶﻬﻮ ﺍﻟﱠﺬﻱ ﻳﺨﻠﹸﻖ ﺫﹶﻟﻚ ﻭﻳﻴﺴﺮﻩ ﻓﹶﻠﹶﻢ ﻳﺤﺼﻞﹾ ﻣﺎ ﻳﺤﺒﻪ ﻭﻳﺮﺿﺎﻩ ﺇﻟﱠﺎ ﺑﹺﻘﹸﺪﺭﺗﻪ ﻭﻣﺸﻴﺌﹶﺘﻪ . ﻭﻫﺬﹶﺍ ﻇﹶﺎﻫﺮ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﺬﹾﻫﺐﹺ ﺃﹶﻫﻞﹺ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﹾﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﱠﺬﻳﻦ ﻳﻘﺮﻭﻥﹶ ﺑﹺﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﻤﻨﻌﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﺑﹺﺎﻟﹾﺈﹺﳝﺎﻥ ﺑﹺﺨﻠﹶﺎﻑ ﺍﻟﹾﻘﹶﺪﺭﹺﻳﺔ . ﻭﺍﻟﹾﻤﺨﻠﹸﻮﻕ ﻗﹶﺪ ﻳﺤﺼﻞﹸ ﻟﹶﻪ ﻣﺎ ﻳﺤﺒﻪ ﺑﹺﻔﻌﻞﹺ ﻏﹶﻴﺮﹺﻩ. 146
Salamuddin : Diskursus Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah Dalam Islam...
ﺎ ﻛﹶﻤﻢﻫﻳﻔﹾﺴِﺪ ﺎﻤ ﻋﻢﺎﻫﻬﻧ ﻭﻢﻬﺤﻠﻳﺼ ﺎ ﺑﹺﻤﺎﺩﺒ ﺍﻟﹾﻌﺮﺎﻟﹶﻰ ﺃﹶﻣﻌ ﺗﺏﺎ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﺮﻬﻨﻣﻭ ﻢﺎﻫﻬﻳﻨ ﻟﹶﺎ ﻭﻬﹺﻢ ﺇﻟﹶﻴﻪﺘﺎﺟﺤ ﻟ ﺑﹺﻪﻢﺮﻫ ﺎ ﺃﹶﻣ ﺑﹺﻤﺎﺩﺒ ﺍﻟﹾﻌﺮﻳﺄﹾﻣ ﻟﹶﻢ ﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ: ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﺘﺎﺩﺓ . ﻢﻫﺮﻳﻀ ﺎﻤ ﻋﻢﺎﻫﻬﻧ ﻭﻢﻬﻔﹶﻌﻳﻨ ﺎ ﺑﹺﻤﻢﻫﺮﻞﹾ ﺃﹶﻣ ﺑﻬﹺﻢﻠﹶﻴﻠﹰﺎ ﻋﺨ ﺑﻪﻨ ﻋﻢﺎﻫﻬﺎ ﻧﻤﻋ ﻠﹰﺎﺨ ﺑﺎﻩﻬﻳﻨ ﺎﻤ ﻋﺎﻩﻬﻳﻨ ﻭﻪ ﺇﻟﹶﻴﺎﺝﺘﻳﺤ ﺎ ﺑﹺﻤﻩﺮ ﻏﹶﻴﺮﻳﺄﹾﻣ ﻱﻠﹸﻮﻕﹺ ﺍﻟﱠﺬﺨ ﺍﻟﹾﻤﻠﹶﺎﻑﺑﹺﺨ ﻮﻥﹶﻳﺜﹾﺒﹺﺘ ﻳﻦ ﺍﻟﱠﺬﺔﻨﻞﹺ ﺍﻟﺴﺃﹶﻫ ﻭﻠﹶﻒﺐﹺ ﺍﻟﺴﺬﹾﻫﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﺮﺎ ﻇﹶﺎﻫﻳﻀﺬﹶﺍ ﺃﹶﻫ ﻭ. ﻪﻠﹶﻴﻋ ﻢﻬﻬﻳﻨ ﻟﹶﻢ ﻭﻢﻬﻔﹶﻌﻳﻨ ﺮﹺﻴ ﺇﻟﱠﺎ ﺑﹺﺨﺎﺩﺒﺮ ﺍﻟﹾﻌ ﻳﺄﹾﻣ ﻟﹶﻢﻪ ﺇﻧ: ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﻭﻪﺘﻤﺣﺭ ﻭﻪﺘﻜﹾﻤﺣ ﻢﻫﺮﻳﻀ ﺮ ﺷﻦﺇﻟﱠﺎ ﻋ E. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa term Ahl asSunnah wa al-Jama’ah adalah setiap Muslim yang mengikuti jejak para sahabat. term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah bukan monopoli golongan tertentu. Tidak benar bila sebagian kelompok umat Islam menganggap dirinya lah satu-satunya term Ahl as-Sunnah wa alJama’ah dan lainnya sesat. Term Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah juga bukan sekedar nama, namun lebih dari itu, ia merupakan manhaj dan jalan hidup para sahabat. Jangan lah kita terjebak dalam pengakuan/dakwaan, karena ukurannya bukan nama, namun terletak pada sesuai atau tidaknya dengan petunjuk Rasulullah dan para sahabat. Jadi tidak setiap yang mengklaim dirinya atau kelompoknya atau organisasinya atau jamaahnya sebagai Ahl asSunnah wa al-Jama’ah itu benar-benar Ahl as-Sunnah wa alJama’ah. Tetapi perlu dikaji, diuji, dan didialogkan apakah standar-standar yang mereka gunakan sesuai petunjuk Rasulullah dan para sahabat. Kita berdoa semoga kita semua selalu ditunjukkan Allah untuk berjalan di atas dunia ini sesuai jalan Rasulullah dan para sahabat.
147
ء ا
إ: Vol. III No. 1 Jan. – Juni 2013
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah Waljamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2008. Ad-Dusûki, Muhammad, Syeikh. Hăsyiyah ad-Dusûki ‘ala Ummi al-Barăhĭn, Semarang: Karya Toha Putera, t.t. Al-Bajŭri, Muhammad, Syeikh. Kifăyah al-Awwăm fǐ Mă Yajibu ‘Alaihim min ‘Ilmi al-Kalăm, al-Haramain: ttp., t.t. Al-Suyuti, Jalaluddin. Al-Dur al-Mansur, Beirut: Dar al-Fikri, 1993. Burhanudin, S, Mamat. Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah dan Dakwah Islam di Indonesia, “dalam Jurnal Bimas Islam” Jakarta, 2008. Chalim, Saifuddin, Asep. Membumikan Aswaja, Surabaya: Khalista, 2012. Harits, Busyairi. Islam NU; Mengawal Tradisi Sunni Indonesia Surabaya: Khalista, 2010. Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, http://www.al-islam.com, 2005. Ibnu Taimiyah, Syarh al-‘Aqidah al-Asfahaniyah, Juz I, Riyad: Maktabah ar-Rusdi, 1415. RI, Depag. Ensiklopedi. Islam di Indonesia, Jakarta: 1993. Taimiyah, Ibnu. Iqamat ad-Dalil ‘ala ibtal at-Tahlil, http://www.alislam.com, 2005.
148