Keimanan & Implikasi Tauhid dalam Islam
Pentingnya Da'wah tauhid "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS Al Jumu'ah: 2). Selama 13 tahun di Mekkah, Rasulullah selalu berkata kepada manusia: "Ucapkanlah La ilaa ha illallah, pasti kalian beruntung." Da'wah dan tarbiyah haruslah dimulai dengan pemantapan tauhid dihati masyarakat. Maka barang siapa menginginkan kekuasaan sebelum da'wah dan tarbiyah, pasti ia akan gagal. Sebelum berbuah, pohon aqidah yang ditanam memerlukan perawatan, penyiraman, dan pemupukan yang cukup lama dan intensif. Kemudian setelah itu kita tunggu dan kita harapkan buahnya. (Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr) Kitab Tauhid 2 oleh: Team Ahli Tauhid Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4) "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orangorang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 74) Dalam ayat-ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah ketika namaNya dise-but, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selainNya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepadaNya, tidak pula meminta hajat kecuali ke-padaNya. Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaanNya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisiNya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunanNya. Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut. Telah kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun munurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal Jama‟ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa bertambah, juga bisa berkurang.
Bertambah karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar dalil-dalilnya. Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna Islam dan iman. Islam Dan Iman Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membedakan makna Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits Jibril, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa ia berkata, "Ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada suatu hari keluar berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba datanglah Jibril dan bertanya, "Apakah iman itu?" Beliau menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan engkau beriman dengan hari Kebangkitan." Dia bertanya lagi, "Apakah Islam itu?" Beliau menjawab, "Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepadaNya, engkau mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah." Dia bertanya lagi, "Apakah ihsan itu?" Beliau menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguhnya Ia melihatmu." Dia bertanya lagi, "Lalu kapankah Kiamat tiba?" Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih mengetahui daripada si penanya. Tetapi saya beritahukan kepadamu beberapa tandanya, yaitu jika wanita budak melahirkan tuannya, jika para penggembala unta hitam telah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Ilmu tentang) hari Kiamat termasuk dalam lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah." Kemudian dia pergi, lalu nabi bersabda, "Kembalikan dia!" Tetapi orang-orang tidak melihat sesuatu. Beliau kemudian bersabda, "Dia ada-lah Jibril, datang kemari untuk mengajari manusia tentang agama-nya." (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su‟alu Jibril An-Nabi wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50). Islam Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), Salama-tunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah. Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah peng-hambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridha dan taat, dan tidak menggang-gu orang lain, baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta men-cintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata ten-tang Islam.
Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam. Iman Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul Shalallaahu alaihi wasalam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin. Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai Islam. Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits syu'abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Yang paling tinggi adalah ucapan, 'La ilaha illallah' dan yang paling rendah meyingkirkan gangguan dari jalan." Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar'i tentang pentingnya iman dalam hati. Jadi syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam (penyerahan diri) kepada Allah. Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain. Artinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya. Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan. Wallahu a'lam!
MEMAHAMI KONSEP AL-QURAN TENTANG TAQWA DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN
Kata takwa yang sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Takwa adalah melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya. Takwa juga merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh setiap manusia bahwa segala sesuatu urusan yang dilalui selalu lancar tanpa hambatan. Tetapi sudah merupakan suatu sunatullah bahwa mustahil untuk mendapat sesuatu tanpa perjuangan. Perjuangan, hambatan, gangguan dan apapun bentuknya merupakan bagian dari ujian untuk mendapatkan sesuatu. Seorang ingin lulus sekolah harus melalui ujian, seorang ingin masuk sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan harus melalui tahapan tes yang melelahkan. Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan dan kompetisi. Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan takwa, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini. 1. Ayat Al Qur‟an yang berkaitan dengan Takwa beserta artinya. 2. Tafsir yang berkaitan dengan ayat di atas. 3. Implikasi Takwa berdasarkan Analisis Ayat-Ayat di Atas dalam Kehidupan.
PEMBAHASAN 2.1 Ayat dan Artinya v Surat Ali Imron ayat 102 102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. v Surat Al Hujurat ayat 13 13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. v Surat Ar‟ad ayat 35
35. Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. 2.2 Tafsir dari Ayat-ayat di atas v Surat Ali Imron ayat 102 Tafsir dalam ayat ini adalah “Wahai segala mereka yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sempurna-sempurna takwa (laksanakan seluruh kewajiban dan jauhilah segala yang dilarang). Yakni, wajib atasmu bertaqwa akan Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, yaitu mengerjakan segala perintah Nya dan wajib menjauhi segala larangannya.” Diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Abil Halim dari Mas‟ud, ujarnya “Takwa kepada Allah, ialah mentaati-Nya, tidak mendurhakai-Nya, Mensyukuri-Nya, tidak mengingkarinya, menyebut-Nya (mengingat-Nya), tidak melupai-Nya. Dan Ibnu Abbas berkata “ takwa itu ialah bermudjahadah pada jalan Allah dengan benar-benar Jihad, dan tidak dipengaruhi pada jalan Allah oleh celaan para pencela, dan menegakkan keadilan karena Allah, walaupun terhadap diri sendiri, ibu dan bapak. Tafsir dalam ayat ini adalah “dan janganlah kamu mati melainkan dalam kamu menyerahkan diri kepada Allah (beragama Islam). Yakni: Hai para mu‟min, jangan kamu mati melainkandalam keadaan dirimu ikhlas kepada Allah, tidak menserikatkan Allah dengan sesuatu. Jelasnya, tetaplah kamu di dalam Islam dengan memelihara segala kewajiban, menjauhi segala larangan, sehingga kamu menarik nafas penghabisan. Ada yang mengatakan bahwa firman Allah : ” ittaqullaha haqqa tuqatihi”, dinasahkan oleh fattaqullaha mastatha’tum. Mereka berkata: tidak ada jalan dapat kita bertakwa dengan sepenuh-penuh takwa. Sebenarnya yang dimaksud dengan ayat ini ialah tetap dalam keadaan kembali dan takut akan Allah lahir dan batin. v Surat Al Hujurat ayat 13 Tafsirnya yaitu : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan yakni dari Adam dan Hawa - (dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa) lafadz Syu‟uban adalah bentuk jamak dari lafadz Sya‟bun yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi- (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama atau Imarah, Qushay adalah nama suatu Bathn. Hasyim adalah nama suatu Fakhdz dan Al Abbas adalah suatu Fashilah - (supaya kalian saling kenal mengenal) lafadz Ta„arafu asalnya adalah Tata‟arafu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta„arafu. Maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai daru segi ketakwaan. (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang kalian (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.
v Surat Ar Ra‟ad ayat 35 perumpamaan) gambaran- ( surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa) kalimat ayat ini menjadi Mubtada, sedangkan kabarnya tidak disebutkan, lengkapnya mengatakan: yaitu seperti apa yang akan Kami ceritakan kepada kalian – (mengalir sungai-sungai di bawahnya; buah-buahnya) artinya apa-apa yang dimakan di dalam surga - (tiada hentihentinya) tidak pernah lenyap - (sedang naungannya) tiada henti-hentinya pula, tidak pernah terhapus oleh matahari, karena di dalam surga tidak ada matahari, (itulah) yakni surga itu(tempat kesudahan) akhir daripada kesudahan - ((orang-orang yang bertakwa) takut kepada perbuatan syirik - (sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka) 2.3 Implikasi Takwa berdasarkan Analisis Ayat-Ayat di Atas dalam Kehidupan Beserta Kesimpulan dari Tiap-Tiap Ayat Secara etimologis kata taqwa merupakan bentuk masdar dari ittaqâ–yattaqiy ittaqâ–yattaqiy (اتَّقَى- )يَتَّقِ ْى,yang bearti “menjaga diri dari segala yang membahayakan”. Kata ini berasal dari kata waqa-yagi-wiqayah yang berarti “menjaga diri menghindari dan menjahui” yaitu menjaga sesuatu dari segala yang dapat menyakiti dan mencelakan. Jadi yang dimaksud taqwa adalah kata yang sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Taqwa mengandung pengertian yang berbeda-beda di kalangan ulama, namun semuanya bermuara pada satu pengertian yaitu Seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah azza wa jalla dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya. Afif Abdulullah Al Fahah Thabbarah mengatakan Taqwa adalah seorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Allah dan dari segala sesuatu yangmendatangkan mudharat baik dirinya maupun orang lain. Ibnu Rajab rahimahullah berkata bahwa asal taqwa adalah seorang hamba membuat pelindung yang melindungi dirinya dari hal-hal yang ditakuti. Jadi ketaqwaan seseorang hamba kepada Rabnya adalah ia melindungi dirinya dari hal-hal yang dia takuti, yang dating dari Allah berupa kemurkaan dan azabNya yaitu melakukan ketaatan kepadaNya dan menjauhi kemaksiyatan kepadaNya. Orang-orang bertakwa diberi berbagai kelebihan oleh Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti tetapi juga ketika mereka berada di dunia ini. Beberapa kelebihan mereka disebutkan di dalam al-Quran, antara lain: (1) Dibukakan jalan keluar pada setiap kesulitan yang dihadapinya (2) Dimudahkan segala urusannya (3) Dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi (4) Dianugerahi furqân ()فُرْ قَان, yakni petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan bathil dan (5) Diampuni segala kesalahan dan dihapus segala dosanya. Dalam Qs. Ali Imron ayat 102 Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Jika seorang ingin mencapai derajat taqwa mustahil ia dapatkan dalam waktu yang sekejap melainkan melalui proses yang sangat panjang dengan izin Allah. Allah pun tidak melihat hasil melainkan proses melalui ujian-ujian yang diberikan pada hambaNya baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan, kelonggaran maupun kesempitan dan sebagainya. Allah pun memberikan keluasaan untuk memilih bagi hambanya dua jalan yang terbentang dihadapannya berupa jalan fujur dan taqwa sebagaimana disebutkan dalam Al Qur‟an. Ketika seorang memilih jalan fujur maka jalan menuju taqwa akan terhambat bahkan tertutup. Dan jika memilih jalan taqwa berarti segala proses, jalan-jalan menuju ketaqwaan
akan ia tempuh, bagaimanapun beratnya perjalanan. Sebagaimana perjalanan Salman Al Farisyi dan Abu Dzar Al Ghifari mencari hidayah Allah. Setelah mereka mendapatkan hidayah Allah kemudian mereka mempertahankan hidayah itu dengan usaha ikut berjuang mengembangkan dan menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Atau kisah seorang pembunuh 100 orang yang bertaubat kepada Allah. Ia mendapatkan suatu nikmat ketaqwaan dengan diampuninya dosa dan kesalahannya oleh Allah SWT melalui proses yang sangat panjang. Sebagai pengingat pula bahwa bila seseorang memilih jalan proses ketaqwaan maka ia akan berusaha sekuat mungkin untuk tetap konsisten dalam jalan ketaqwaan sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi : Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada. Semoga kita termasuk orang yang melakukan proses ketaqwaan sehingga benar-benar mendapatkan kedudukan taqwa di sisi. Di sisi lain ayat-ayat Alqur‟an yang bertemakan taqwa tersebut pada umumnya sangat berhubungan erat dengan “martabat” dan “peran” yang harus dimainkan manusia di dunia, sebagai bukti keimanan dan pengabdian kepada Allah. Misalnya, ayat Alqur‟an yang berkaitan dengan masalah ini terungkap dalam Surat Alhujarat/49: 13 sebagai berikut : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dalam ayat tersebut, taqwa dipahami sebagai “yang terbaik menunaikan kewajibannya”. Maka, manusia “yang paling mulia dalam pandangan Allah” adalah “yang terbaik dalam menjalankan perintah dan meninggalkan laranganNya”. Inilah yang menjadi salah satu dasar kenapa Allah menciptakan langit dan bumi yang menjadi tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah. Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan dan kompetisi. Bukan kompetisi untuk memunculkan yang munkar, tapi kompetisi untuk memunculkan yang baik. Keragaman baik itu budaya, suku, ras, dan agama, maupun juga ragam profesi dalam konteks takwa bukanlah hambatan untuk bekerja maksimal merealisir amal saleh dan membawa amal jariyah. “Hai manusia, sesungguhnyaa Kami mencip-takan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Allah juga menegaskan bahwa yang paling mulia di atas semuanya bukanlah yang menjadikan keragaman sebagai fait a compli, atau faktor yang memunculkan disharmoni, Orang paling mulia adalah orang yang dapat memanfaatkan keragaman itu untuk memaksimalkan peran dirinya, peran sosialnya, peran profesinya, dan peran beragamanya melalui amalan. Bukan hanya amal dalam pengertian shadaqah, akan tetapi amal dalam pengertian karya nyata dan amal shalih. Rasulullah bersabda, bahwa manusia yang paling baik adalah mereka yang menciptakan manfaat, karya, serta amal shalih yang lebih banyak dan lebih baik bagi sesama umat manusia. Itulah implementasi takwa yang terbaik. Bila kemudian kelompok masyarakat, individu, atau anggota masyarakat dapat mewujudkan
takwa dalam konteks semacam ini, dia akan menjadi orang yang utama, mulia, dan terhormat, tidak terhina, tidak tersisihkan, serta tidak disia-siakan. Dia akan mulia di sisi Allah SWT dan karenanya dia akan mulia di sisi umat manusia, sebab adalah suatu kemustahilan, mulia di sisi Allah SWT sambil dihinakan di sisi umat manusia. Kondisi dunia ini sesungguhnya adalah tanaman yang akan kita panen ketika kita hidup di akhirat. Ketika dalam diri manusia bercokol bibit sifat kesombongan dan ketakaburan serta sifat ujub maka sulit baginya untuk dapat mencapai derajat taqwa. Terkadang dalam realita bahwa kedudukan seseorang itu ditentukan oleh banyak kriteria seperti pangkat, jabatan, kekayaan, banyaknya pengikut, kepandaian, banyaknya gelar kehormatan, kecantikan dan kerupawanan wajah atau bahkan keelokan tubuh yang dapat diumbar dengan seenaknya. Itu sebuah kekeliruan yang sangat fatal. Argumen itu dipatahkan Allah dengan ayatNya dalam al-Qur‟an Surat Al Hujurat (49) ayat 13 yang artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa di antara kamu. Kita ingat bahwa sungguh Islam telah meninggikan derajat Salman Al Farisyi dan Bilal bin Rabah sebagai sosok budak dan telah menurunkan kemuliaan berupa kehinaan Abu Lahab karena kekufurannya. Hai ini diperjelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dinyatakan bahwa : Sesungguhnya seutama-utama manusia denganku adalah orang-orang yang taqwa, siapapun dan bagaimanapun keadaan mereka. Dalam Surat ar Ra’ad ayat 35 menyatakan bahwa: “Di dalam apa yang telah Kami kisahkan kepadamu terdapat sifat surga yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, yaitu di bawahnya mengalir sungai-sungai dari segenap penjuru.” Adapun makna dalam surat ini adalah: 1. Di dalam apa yang telah Kami bacakan kepadamu atau kami mengisahkannya terdapat sifat surga yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bertaqwa sebagai pembalasan bagi ketundukannya dan keikhlasannya. 2. Surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai dari segenap penjuru dan dimana saja penghuninya menghendaki timbullah mata air. 3. Di dalamnya terdapat buah-buahan, makanan, dan minuman yang tidak putus-putus sepanjang masa. 4. Bayang-bayangnya pun demikian pula, terus-menerus hadir tak henti, sehingga di sana tidak ada panas dan tidak ada dingin. Tidak ada matahari dan tidak ada bulan, serta tidak ada gelap. 5. Surga yang sudah diterangkan itu merupakan buah yang diperoleh oleh semua orang yang bertaqwa kepada Allah, yang menjauhkan diri dari segala maksiat dan dosa. Itulah pembalasan bagi mereka. 6. Hasil yang diperoleh semua orang yang mengingkari Allah adalah neraka sebagai pembalasan atas dosa-dosa yang mereka kerjakan. Sikap manusia terhadap al-qur‟an yang diturunkan Allah terbagi dua. Ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan, seperti diterangkan oleh Allah sendiri. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan Memahami Konsep Al-Qur‟an Tentang Takwa dan Implikasi dalam Kehidupan, maka kesimpulan dapat diuraikan berikut ini. 1) Ayat-ayat suci al-Qur‟an yang berkaitan dengan ketakwaan di antaranya adalah Surat Ali Imron ayat 102, Surat al-Hujurat ayat 13 dan Surat Ar Ra‟ad ayat 35. 2) Ali Imron ayat 102 Tafsir dalam ayat ini adalah “Wahai segala mereka yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sempurna-sempurna takwa (laksanakan seluruh kewajiban dan jauhilah segala yang dilarang). Yakni, wajib atasmu bertaqwa akan Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, yaitu mengerjakan segala perintah Nya dan wajib menjauhi segala larangannya.”. dan janganlah kamu mati melainkan dalam kamu menyerahkan diri kepada Allah (beragama Islam). Surat al-Hujurat ayat 13 yaitu Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan yakni dari Adam dan Hawa dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai daru segi ketakwaan dan sesungguhnya orang mulia diantara kamu adalah yang bertakwa, sesungguhnya Allah maha mengetahui dan Maha Mengenal apa yang ada dalam batin kalian. Surat Ar Ra’ad ayat 35 yaitu surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa yang sungai-sungai di bawahnya; buah-buahnya) artinya apa-apa yang dimakan di dalam surga dan tidak pernah lenyap (sedang naungannya), tiada henti-hentinya pula, tidak pernah terhapus oleh matahari, karena di dalam surga tidak ada matahari, karena Surga tempat kesudahan daripda orang-orang yang bertakwa. Orang yang berakwa takut kepada perbuatan syirik sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka) 3) Orang-orang bertakwa diberi berbagai kelebihan oleh Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti tetapi juga ketika mereka berada di dunia ini. Beberapa kelebihan mereka disebutkan di dalam al-Quran, antara lain: (1) Dibukakan jalan keluar pada setiap kesulitan yang dihadapinya (2) Dimudahkan segala urusannya (3) Dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi (4) Dianugerahi furqân ()فُرْ قَان, yakni petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan bathil dan (5) Diampuni segala kesalahan dan dihapus segala dosanya