Tatap muka ke 2 & 3 POKOK BAHASAN II II. FAKTOR-FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN PROSES PRODUKSI TERNAK POTONG
Tujuan Instruksional Umum
:
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi ternak potong dan cara memanipulasi faktor-faktor tersebut untuk peningkatan produktivitas ternak potong. Tujuan Instruksional Khusus
:
1. Mengetahui produktivitas ternak potong ditinjau dari beberapa aspek. 2. Mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap produksi ternak potong. 3. Mengetahui indikator keberhasilan usaha penggemukan pada ternak potong (sapi). Uraian Materi Produktivitas
: ternak
adalah
kemampuan
dari
seekor
ternak
dalam
menghasilkan suatu produk, dalam hal ini ternak potong menghasilkan produk berupa daging, anak, maupun produk yang lain. Peningkatan produksi peternakan baik secara kualitas maupun kuantitas dimaksudkan untuk : Memenuhi kebutuhan pangan hewani masyarakat yang semakin meningkat dalam upaya meningkatkan kualitas pangan dan perbaikan gisi masyarakat. Memenuhi kebutuhan bahan baku peternakan bagi industri yang terus berkembang. Meningkatkan pendapatan devisa dari ekspor dan menekan penggunaan devisa impor bahan peternakan. Peningkatan produktivitas peternakan ini meliputi : o Populasi ternak o Produksi hasil ternak (daging, telur, susu, kulit, bulu dll) o Konsumsi hasil ternak (daging, telur, susu)
14
o Income o Perkembangan pelaksanaan IB o Perkembangan penanaman HMT dan pemanfaatan limbah pertanian o Kesehatan / pengamanan ternak. Dalam suatu usaha penggemukan ternak potong (sapi), banyak faktor yang harus diperhatikan agar usaha yang dijalankan dapat berhasil dengan baik. Faktorfaktor tersebut antara lain : Faktor internal : berasal dari ternak sapinya sendiri yaitu bangsa, jenis kelamin, umur dan lain-lain. Bangsa
: Sapi bangsa Shorthorn, Santa gertrudis
mempunyai
produksi daging dan laju pertumbuhan yang tinggi, tetapi daya adaptasi di daerah tropis kurang baik. Sapi Brahman mempunyai daya adaptasi yang baik di daerah tropis, tahan ekto parasit dan caplak, tetapi laju pertumbuhannya tidak setinggi kedua sapi di atas. Sapi ini juga sering digunakan sebagai sapi kerja. Persilangan sapi Brahman, Shorthorn, Santa gertrudis dari Australia yang dikenal dengan Brahman cross (Bx) mampu beradaptasi di daerah tropis dengan baik dan mempunyai laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi PO dan sapi Bali. Sapi PFH jantan mempunyai pertumbuhan yang tinggi. Jenis kelamin : pada pola pemeliharaan yang sama, sapi jantan lebih cepat tumbuh dari pada sapi betina pada bangsa yang sama. Sapi jantan lebih efisien dalam menggunakan pakan dibandingkan dengan sapi betina. Umur : sapi pada umur muda (1,5 – 3,5 tahun) mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang tua, sehingga
untuk
mendapatkan
keuntungan
yang
besar,
pada
penggemukan sapi dipilih sapi yang masih muda. Faktor eksternal : faktor dari luar yang mempengaruhi produktivitas ternak sapi adalah : pakan (faktor utama), temperatur, kelembaban, gerakan
15
mekanik, pengendalian penyakit, perawatan, perkandangan dan seleksi bakalan. Secara fisik indikator keberhasilan usaha penggemukan (sapi potong) adalah :
Tingginya laju pertumbuhan selama proses penggemukan, yang dapat dilihat dari gain ataupun ADG (Average Daily Gain).
Terbentuknya jaringan badan yang dapat dikonsumsi sesuai selera konsumen (edible meat, organ dalam dll.).
Angka konversi pakan efisien. Nilai feed cost per gain yang rendah (ekonomis). Produksi karkas, edible portion tinggi dan kualitas produk baik. Mortalitas dan kasus penyakit rendah / jarang. Secara ekonomis :
Efisiensi biaya pakan tanpa mengurangi kualitas pakan yang diberikan. Pemilihan bakalan yang potensial. Komponen yang mempengaruhi biaya produksi selain pemilihan bakalan perlu diperhatikan (kandang dan bangunan lain) agar diperoleh keuntungan yang layak.
Faktor perencanaan dan studi kelayakan Pemanfaatan tenaga kerja yang efisien. Produk utama ternak potong adalah daging (edible portion), dan ini ditentukan oleh kualitas maupun kuantitasnya. Secara kualitas (mutu), daging yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh umur potong, perlakuan, pakan, breed dan jenis kelamin. Kualitas daging ditentukan oleh banyak sedikitnya lemak marbling dan otot miofibril, ini akan mempengaruhi tenderness (keempukan), flavour (bau), juiceness (rasa) dan warna. Secara kuantitas, jumlah produk daging dapat dilihat dari aspek : Perkembangbiakan sampai dengan dipotong (jumlah daging yang dihasilkan per unit per waktu tertentu). Hal ini dipengaruhi oleh fertilitas induk, conception rate, mortalitas induk, interval kelahiran, S/C, breeding load.
16
Produksi edible portion (daging) per ekor per unit, yang ditentukan dari bobot potong, bobot karkas, bobot daging, bobot organ dalam dan meat bone ratio. Faktor-faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh gain yang dihasilkan, FCR, feed cost per gain dll. Volume produksi daging di Indonesia rendah karena : Populasi ternak rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain ternak sapi masih diusahakan dalam skala kecil, kepemilikan lahan terbatas, modal terbatas dan ternak sapi masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian. Produksi rendah, hal ini disebabkan karena tujuan pemeliharaan ternak tidak terfokus untuk produksi daging, tetapi untuk beberapa tujuan sehingga produksi per unitnya rendah (ternak sapi sebagai ternak potong dan ternak kerja), faktor bibit juga berpengaruh terhadap rendahnya produksi daging serta pemberian pakan yang terbatas baik dalam kuantitas maupun kualitas. Usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki / meningkatkan produksi adalah : Melalui perbaikan bibit Melalui perbaikan pengelolaan : pakan, kesehatan dll. Produktivitas ditinjau dari aspek pertumbuhan dan perkembangan jaringan Sasaran : produksi daging atau edible portion per unit atau per ekor maksimal. Produksi daging untuk setiap ekor ternak dipengaruhi oleh : berat saat dipotong berat badan kosong (empty body weight) % berat karkas % berat non karkas jumlah daging rasio daging tulang. Dari kepentingan konsumen, kualitas fisik dan kimia daging juga berpengaruh terhadap keuntungan produsen (peternak).
17
Besarnya produksi daging sangat dipengaruhi oleh bobot potong. Untuk mendapatkan bobot potong yang tinggi, maka laju pertumbuhan harus tinggi. Tujuan : - laju pertumbuhan maksimal -
berat karkas, edible portion / daging maksimal
-
efisiensi produksi
-
interaksi pertumbuhan dengan lingkungan
Untuk mendapatkan produksi daging per ekor yang maksimal, maka manipulasi terhadap semua faktor tersebut di atas perlu dilaksanakan, antara lain pemilihan ternak yang secara genetik mempunyai potensi pertumbuhan baik, pencapaian bobot potong yang singkat, efisiensi pemberian pakan dan komposisi daging yang tinggi. FASE PERTUMBUHAN PADA TERNAK Pertumbuhaan ternak dibagi menjadi 3 fase, yaitu
pertumbuhan pre-natal (sebelum lahir),
pertumbuhan pre-weaning (masa menyusui)
pertumbuhan setelah disapih.
Pertumbuhan Pre-natal, Pada ternak prolific / multiparous / peridi pertumbuhan prenatal dipengaruhi jumlah foetus dalam uterus. Jumlah foetus banyak menyebabkan bahan pakan induk tidak mencukupi dan mengakibatkan anak yang dilahirkan kecil. Pada ternak yang menghasilkan satu anak (monoparous), bobot badan dan umur induk mempengaruhi pertumbuhan pre-natal. Induk yang bobot badannya kecil akan melahirkan pedet yang lebih kecil dibandingkan induk yang lebih tua dan lebih besar. Perbedaan ini disebabkan lingkungan dalam uterus, diantaranya besarnya uterus. Bobot lahir pedet juga bervariasi tergantung bapaknya, artinya faktor kebakaan memegang peranan pada pertumbuhan pre-natal. Pertumbuhan Pre-Weaning
18
Pertumbuhan pre-weaning, dipengaruhi kualitas dan kuantitas susu induk. Bila jumlah anak terlalu banyak seperti pada babi, produksi susu tidak akan mencukupi kebutuhan tumbuh optimal semua anaknya. Beberapa pedet tumbuh dengan kecepatan tinggi dan yang lainnya tumbuh dengan kecepatan lebih rendah pada waktu yang bervariasi selama masa menyusu. Pertumbuhan selama menyusu dapat dihitung dengan rumus : Kecepatan Pertumbuhan = Berat saat disapih – Berat lahir / Lama menyusu Peternak sapi pedaging umumnya membutuhkan data bobot saat disapih, untuk memudahkan penentuan bobot badan saat disapih dikembangkan metode lain untuk menghitung bobot sapih 205 hari yaitu standar rata-rata umur disapih (saat susu induk diganti dengan pakan lain), yang rumusnya adalah sbb : BS – BL BSs =
X 205 + Berat lahir Lama menyusu
Keterangan : BS = Berat sapih. BL = Berat lahir BSs = Berat sapih standar (205 hari) Bila bobot lahir tidak tercatat, rata-rata bobot lahir ditentukan 70 lbs sebagai bahan perhitungan (hanya berlaku untuk sapi daging). Betina muda, betina awal dewasa dan betina kecil pada bangsa yang sama akan memproduksi susu lebih sedikit dibandingkan betina besar dan betina sudah dewasa. Produksi susu induk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pedet saat menyusu. Bila pakan induk kualitasnya baik, namun kuantitasnya kurang mencukupi maka induk akan memproduksi susu lebih sedikit dan akan menurunkan pertumbuhan pedet. Bila pakan induk cukup dan baik, pertumbuhan pedet jantan lebih cepat dibanding pedet jantan kebiri, pedet kebiri pertumbuhannya lebih cepat dari pedet
19
betina selama periode menyusu. Bila pakan induk kurang baik, pertumbuhan pedet jantan pada saat menyusu perbedaannya sangat kecil dibandingkan pedet betina. Pengaruh umur induk dan jenis kelamin pedet terhadap pertumbuhan sangat nyata terlihat pada sapi dan domba. Pedet yang berasal dari induk yang berumur 2 tahun, sekitar 75 lbs lebih rendah berat sapihnya (pd umur 7 bulan) dibandingkan pedet yang berasal dari induk yang lebih dewasa. Demikian juga pedet jantan dari induk yang mendapat pakan baik akan lebih berat 40 lbs dibandingkan pedet betina pada umur sapih. Post Weaning Growth, Post-weaning growth adalah pertumbuhan yang terjadi antara waktu disapih sampai saat disembelih, pada berat 1000-1100 lbs. Rumus menghitung kecepatan pasca-sapih, sbb : Pertumbuhan Pasca-Sapih = Berat Akhir – Berat Sapih / Waktu Beberapa perbedaan kecepatan pertumbuhan diantara ternak dipengaruhi faktor genetik, sepanjang pedet tidak banyak variasi dalam pakannya selama menyusu. Beberapa faktor mungkin juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan selama menyusu ini. Ternak yang kurang mendapat pakan baik selama menyusu yang disebabkan oleh karena induk kurang memproduksi susu, cenderung akan dikompensasi pada saat lepas menyusu sepanjang pakan yang diberikan kualitas dan kuantitasnya baik. Kebalikannya anak yang menyusu pada induk yang produksi susunya melimpah, pada saat disapih dan setelah mendapat makanan lain pada saat lepas sapih maka pertumbuhannya akan kurang memuaskan, tidak seperti pada saat anak tersebut masih menyusu. Meskipun anak yang pakannya kurang baik pada saat menyusu akan mengalami pertumbuhan kompensasi, namun tidak akan mencapai berat yang normal seperti anak yang menerima pakan yang baik pada saat menyusu. Ternak yang pertumbuhannya cepat, pada saat dilakukan penggemukan akan membutuhkan makanan yang lebih sedikit untuk setiap pertambahan berat badan dibandingkan dengan anak yang pertumbuhannya lambat. Mereka juga lebih banyak “lean” daripada lemak di dalam tubuhnya.
20
Bila
ternak jantan dan betina normal mencapai pubertas
dan mulai
berkembang sexualitasnya, pertumbuhan mereka akan menurun meskipun proses pertumbuhan masih tetap berlangsung sampai beberapa waktu sesudah mencapai pubertas. Sebagai contoh : Hereford mencapai pubertas pada umur +- 15 bulan, pada umur ini beratnya 1200 lbs atau lebih. Mereka akan tumbuh terus sampai umur 25 bulan dengan berat dapat mencapai 1800 sampai 2700 lbs. Pertumbuhan menurun kontinyu dari pubertas sampai dewasa dicapai. Anak jantan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan anak betina setelah lepas sapih meskipun mereka mengkonsumsi
makanan
yang jumlahnya tidak jauh
berbeda untuk setiap unit kenaikan berat badan, kusekuensinya anak jantan dalam pertumbuhannya membutuhkan makanan yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak betina untuk kenaikan setiap unit berat badan. Sebagai contoh
kecepatan pertumbuhan anak jantan 3,5-4 lbs/hari,
membutuhkan 5-5,5 lbs makanan untuk setiap kenaikan 1 lbs, anak betina yang pertambahan berat badan hariannya 2,7-3 lbs membutuhkan makanan 6,5-8 lbs makanan untuk setiap kenaikan 1 lbs. Maturitas/Dewasa
tubuh.
Setelah
ternak
mencapai
dewasa
tubuh,
perubahan berat badan diakibatkan oleh penambahan atau pengurangan kandungan lemak tubuh. Penambahan berat badan pada saat penggemukan bukan merupakan adanya pertumbuhan karena tidak ada pembentukan protein tubuh yang terjadi. Pada
kenyataannya
ternak
cenderung
kehilangan
protein
tubuh
dengan
bertambahnya umur. Kehilangan protein tubuh pada ternak merupakan fenomena pada “aging proses”.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ternak Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor external dan internal. Faktor external yang paling berperan adalah makanan, (Lihat Hk. Pertumbuhan IV). Faktor internal yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan adalah kebakaan dan endocrine atau sekresi hormonal (Lihat Hk. Pertumbuhan V dan VI) .
21
Pertumbuhan
setelah
sapih
dipengaruhi
faktor
kebakaan.
Namun
manifestasinya harus ditunjang faktor lingkungan. Dengan ransum sama, beberapa ternak ada yang tumbuh lebih lambat. Perbedaan pertumbuhan ini pengaruh dari faktor genetik. Kelenjar endocrine adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran dan memproduksi hormon yang disekresikan ke dalam darah. Hormon adalah zat kimia dari kelenjar endocrine
yang
dibawa aliran darah ke berbagai tubuh dan
menimbulkan pengaruh yang specifik. Kelenjar yang mempengaruhi pertumbuhan adalah : Kelenjar Pituitary, Kelenjar Thyroid, Kelenjar Ovarium, Kelenjar Testes, Kelenjar Adrenal. Kel.
Pituitary berlokasi di bawah otak, di belakang
„chiasma
optic‟.
Memproduksi beberapa hormon dan yang terpenting adalah hormon pertumbuhan yaitu somatotropin. Hormon pertumbuhan akan merangsang retensi nitrogen (pembentukan protein melebihi protein yang digunakan) sehingga menghasilkan pertumbuhan murni. Kel. Thyroid terdiri dari 2 lobus, terletak bergandengan pada trachea yang berhubungan dengan isthmus. Kel. Thyroid mensekresikan hormon Thyroxin yang fungsinya mengontrol metabolisme tubuh. Kekurangan Thyroxin pada awal kehidupan dapat mengakibatkan kekerdilan yang tidak proporsional. Pengembangan daerah bahu dan kepala lebih besar daripada sebagian tubuh bagian posterior. Kelebihan
thyroxin
mengakibatkan
:
ternak
kurang
cepat
tumbuh
dibandingkan dengan yang normal, karena aktivitas metabolisme berlangsung lebih aktif dibandingkan yang normal (aktivitas katabolisme/penguraian lebih kuat daripada anabolisme/ pembentukan). Bila pakan rendah yodium, kelenjar thyroid tidak cukup memproduksi hormon thyroxin sedangkan kelenjar pituitary akan selalu menggertak kelenjar thyroid, hingga akhirnya kelenjar thyroid akan bertambah besar dan berkembang menjadi penyakit gondok/goiter.
22
Ovarium,
menghasilkan
hormon
Progesteron
dan
Estrogen.
Hormon
Progesteron dapat meningkatkan retensi protein. Hormon Estrogen pengaruhnya sangat bervariasi pada setiap species. Pada sapi dan domba dapat meningkatkan pertumbuhan namun menurunkan kandungan lemak tubuh. Testis memproduksi testosteron dan androgenik (hormon yang berpengruh terhadap sifat kejantanan). Androgen berfungsi :
menstimulir pertumbuhan
meningkatkan efisiensi pakan
meningkatkan lean dan menurunkan lemak pada karkas. Androgen lebih efektif digunakan pada ternak betina dibandingkan dengan
ternak kastrasi. Kastrasi pada pedet jantan, domba dan babi mengakibatkan :
Penurunan pertumbuhan.
Ternak lebih mudah ditangani,
Dapat mengurangi bau daging yang tajam. Kelenjar Adrenal, berlokasi pada bagian anterior dan medial ginjal. Terdiri
dari bagian medula dan bagian cortex. Bagian
medula atau bagian tengah
memproduksi hormon adrenalin. Bagian cortex atau bagian luar mensekresikan beberapa hormon steroid. Pemberian cortison (salah satu hormon steroid yang diproduksi adrenal cortex) pada sapi dan domba dapat meningkatkan kandungan lemak tubuh. Ternak yang aktivitas kelenjar adrenalnya tinggi cepat menjadi gemuk. Dalam rangka usaha ternak potong, pemahaman tentang pertumbuhan sangat penting, karena daging sebagai produk utama ternak potong, kualitas dan kuantitasnya ditentukan oleh terbentuknya jaringan edible portion terutama daging, melalui proses pertumbuhan. Proses pertumbuhan dan perkembangan dari semua jaringan tubuh secara kumulatif dapat diukur dari pertambahan berat badan ternak. Pertumbuhan
merupakan
aktivitas
yang
penting
dalam
suatu
usaha
peternakan terutama pada ternak penghasil daging. Pengertian pertumbuhan pada
23
ternak potong dimulai pada saat terjadinya pembuahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses hiperplasia (peningkatan jumlah sel jaringan) dan hipertrofi (peningkatan ukuran sel). Pada masa awal (dua pertiga masa kebuntingan) pertumbuhan didominasi oleh hiperplasia, sedangkan sepertiga akhir masa kebuntingan didominasi oleh proses hipertrofi (peningkatan ukuran sel / serabut otot) dan dilanjutkan pada periode post natal (sesudah kelahiran). Pertumbuhan adalah suatu perubahan irreversible pada setiap perubahan waktu tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air, protein, dan mineral atau bisa dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh. Hal ini dikarenakan proses pertumbuhan erat kaitannya dengan banyaknya produk bentuk pertumbuhan dalam masa pertumbuhan, yang paling mencolok adalah pertumbuhan pada tulangnya. Namun nanti setelah dewasa pertumbuhan yang paling terlihat adalah pertumbuhan pada perlemakan dan perdagingannya (Sudarmono, 2008). Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami dua tahap yaitu tahap pre natal yang terletak di dalam tubuh induk dan tahap pertumbuhan post natal yang terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa sampai mati. Pertumbuhan post natal dapat diukur dengan cara menimbang tubuh ternak, mengamati performannya, secara eksterior dengan membandingkannya dengan ternak lain. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar dada ternak, panjang tubuh dan lain-lainnya dengan menggunakan rumus yang berbeda antar species ternak (Frandson,1992). Pertumbuhan sebelum lahir (pre natal), dipengaruhi oleh mutu genetik induk, induk / pejantan, pakan induk dan kondisi induk. Sedangkan pertumbuhan post natal dibagi atas 2 tahap yaitu sebelum sapih (prae weaning) yang dipengaruhi oleh produksi susu induk (dominan), kondisi induk dan anak serta mutu genetik anak dan tahap sesudah sapih (post weaning), yang dipengaruhi oleh mutu genetik anak, jumlah dan mutu pakan yang diberikan (dominan), adaptasi lingkungan. Laju pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat suplai daging. Suatu alternatif yang cepat, mudah dan sederhana dalam
24
mempercepat suplai daging adalah dengan meningkatkan bobot potong. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan merupakan kunci sukses pada peternakan yang bertujuan memproduksi daging. Kecepatan pertumbuhan badan maksimal ditentukan oleh sifat genetik, tetapi faktor pakan sangat penting untuk pertumbuhan ternak karena
pakan
yang
baik
akan
memberi
kesempatan
pada
ternak
untuk
mengembangkan sifat genetiknya sebaik mungkin. Diantara individu dalam satu bangsa atau diantara bangsa ternak terdapat perbedaan respon terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisi, fisis dan mikrobiologis.
Perbedaan
respon
menyebabkan
adanya
perbedaan
laju
pertumbuhan. Jenis, komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap laju pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik. Pengaruh protein atau rasio energi protein akan lebih besar pada ternak ruminansia dan non ruminansia yang sedang tumbuh dengan cepat, terutama pada pakan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan jaringan. Pengaruh nutrisi akan lebih besar jika perlakuan pakan dimulai sejak awal periode pertumbuhan. Jadi pertumbuhan ternak dapat dimanipulasi dengan perlakuan nutrisi yang berbeda. Pada kondisi normal, terutama pemberian pakan yang cukup (kualitas dan kuantitas), kurve pertumbuhan ternak mengikuti pola seperti huruf S (sigmoid).
Gb. 1. Kurve pertumbuhan normal
25
Berdasarkan pola pertumbuhan tersebut, laju pertumbuhan yang optimal dicapai pada saat menjelang dan sekitar pubertas dan secara gradual akan menurun sampai terhenti (tidak meningkat) pada saat dewasa tubuh.
Gb. 2. Kurve gain
Ditinjau dari perkembangan jaringan, jaringan musculus tumbuh cepat pada saat menjelang dan sekitar pubertas, pada akhir pertumbuhan didominasi oleh jaringan lemak (fat) yang secara ekonomi tidak memberikan tambahan keuntungan yang berarti dibandingkan dengan nilai pakan yang dikonsumsi.
Indikator untuk
mengetahui potensi pertumbuhan ternak dapat diukur dari : Saat pertumbuhan : berat lahir, ADG prae weaning, berat sapih, ADG post weaning, FCR. Saat dipotong : berat potong, persen karkas, komposisi karkas, edible portion, feed cost per gain, dry matter/carcass ratio serta nilai ekonomi dari produk pemotongan termasuk retail cut dari karkas. Angka persentase growth rate (gain/berat hidup x 100%). Angka ini akan menurun sesuai dengan perkembangan umur dan berat badan, hal ini disebabkan gain yang tidak stabil, tetapi diikuti perkembangan BB yang selalu meningkat.
26
Semakin bertambah umur ternak, belum tentu berat daging bertambah atau dengan kata lain, pertambahan berat badan tidak mengikuti pertambahan umur kecuali menjelang pubertas. Produktivitas ditinjau dari dinamika populasi dan produksi daging Ditinjau dari dinamika populasi, produktivitas ternak potong diartikan sebagai perkembangan populasi ternak dalam periode waktu tertentu (umumnya satu tahun) dan sering dinyatakan dalam persen, apabila dibandingkan dengan populasi ternak secara keseluruhan. Ditinjau dari produk edible portion (bagian yang dapat dikonsumsi, terutama daging), produktivitas diartikan sebagai rata-rata produk edible portion / daging yang dihasilkan oleh seekor ternak (unit ternak). Sasaran
: suplai daging maksimal
Cara : pengembangan populasi yang maksimal dan pemilihaan ternak potong yang selektif (baik spesies maupun bangsa) sehingga tercapai bobiot potong (empty body weight) optimal. Produktivitas ternak potong ditinjau dari dinamika populasi dipengaruhi oleh : Struktur populasi ternak Natural increase (angka pertambahan alami) Angka panen (animal crop, calf crop untuk sapi, lamb crop untuk domba dan kid crop untuk kambing) Mortalitas post sapih dan masa aktivitas reproduksi induk. Angka panen adalah angka dalam % yang menggambarkan jumlah anak lepas sapih yang diproduksi ternak potong dalam 1 tahun dibandingkan dengan jumlah induknya. Angka panen dipengaruhi oleh : Litter size, % induk yang melahirkan dalam total populasi induk Mortalitas anak pada saat pra sapih Interval kelahiran / jarak beranak. Jarak beranak dipengaruhi oleh : Lama bunting
27
Jarak waktu antara melahirkan dan perkawinan berikutnya (service period) Service period dipengaruhi oleh : Ketrampilan peternak dalam mengawinkan ternaknya yang ditunjukkan dengan besarnya angka service per conception (S/C) dan waktu menyusui.
Latihan-latihan : 1. Jelaskan faktor-faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ternak potong ! 2. Jelaskan indikator fisik keberhasilan usaha penggemukan sapi potong ! 3. Pada posisi pertumbuhan dimana dari kurve pertumbuhan normal (kumulatif), nilai feed cost per gain paling efisien? Jelaskan alasannya! 4. Jelaskan prediksi perkembangan populasi ternak potong berdasarkan data pada Tabel 1!
Tabel 1. Prediksi perkembangan populasi per tahun pada manajemen yang baik
Sapi
Kerbau
+ 114
Kambing/ Domba + 150
+ 283
+ 310
5 – 10
6 – 12
1–3
1
1
Service period (hari)
30 – 60
60 – 90
+ 90
+ 180
+ 200
Jarak kelahiran (hari)
60
+ 180
+ 240
+ 540
+ 720
Uraian
Kelinci
Babi
Masa bunting (hari)
30 – 32
Jml anak (ekor)
Jml melahirkan dlm 1 th (kali) Jml anak dlm 1 th (ekor)
4–6
2
1,5
0,5
0,3
20 – 40
12 – 24
2–3
0,75
0,5
Prediksi anak dlm 3 th
60 –120
36 – 72
6–9
2
1
28
RANGKUMAN SINGKAT Pada ternak potong, proses pertumbuhan normal mengikuti kurve sigmoid. Laju pertumbuhan yang optimal dicapai pada saat menjelang dan sekitar pubertas dan secara gradual akan menurun sampai terhenti (tidak meningkat) pada saat dewasa tubuh. Fenomena pertumbuhan tersebut penting dipahami karena dalam strategi pemeliharaan ternak, terutama pada program penggemukan, nilai ekonomi dari investasi operasional (terutama dari pakan), akan cenderung menurun setelah usia pubertas terlampaui karena ADG yang menurun dan proporsi jaringan lemak yang meningkat.