Tantangan Universitas Menghadapi Revolusi Industri 4.0 UNAIR NEWS – Apakah universitas masih relevan dan bisa bertahan hidup ketika dunia terus berubah? Inilah pertanyaan yang mendasari fokus penelitian Badri Munir Sukoco dan mengantarkannya menjadi profesor termuda yang lahir dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga. Laki-laki kelahiran Lumajang, 11 September 1978 itu, dikukuhkan sebagai profesor bidang Manajemen dengan membawakan orasi ilmiah berjudul “Orkestrasi Kapabilitas Dinamis untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”. Tahun 2013 lalu, perusahaan Google mengumumkan bahwa tidak perlu menggunakan ijazah untuk masuk sebagai karyawan Google. Ernst & Young dan beberapa perusahaan lainnya pun menerapkan hal serupa. Keadaan ini diperkuat dengan kenyataan di lapangan mengenai besaran mahasiswa yang lulus lama. Belum lagi, usai lulus mereka masih susah untuk mencari lapangan kerja. Lantas, masihkah universitas relevan untuk turut andil dalam meningkatkan daya saing bangsa? “Diakui atau tidak, universitas adalah lembaga yang bisa mencetak creative class. Creative class lah yang menentukan sebuah negara punya daya saing,” ucap Prof Badri. Berdasarkan riset yang ia lakukan, saat ini hanya terdapat 7,93 persen creative class di Indonesia. Sementara sesuai prediksi Pricewaterhouse Coopers, Indonesia akan menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbaik di dunia jika creative class mencapai 20 persen.
“Creative class dibentuk oleh universitas. Sedangkan universitas kalau ingin menciptakan creative class harus bisa memprediksi kira-kira pekerjaan apa yang akan eksis dalam tahun-tahun ke depan,” ungkap Prof Badri. Jika melakukan kilas balik pada lima hingga sepuluh tahun lalu, pekerjaan seperti driver online, pengantar makanan online, pengembang aplikasi android, tidak pernah ada sebelumnya. Sebaliknya, pekerjaan-pekerjaan yang dapat digantikan mesin semakin bermunculan. “Sebentar lagi sepertinya otomasi-otomasi ini akan berlangsung. Profesi seperti akuntan, lawyer (pengacara), dokter, akan banyak pekerjaan yang tereduksi,” imbuh Prof Badri. Lalu, apa yang harus dilakukan universitas untuk meningkatkan creative class hingga mencapai 20 persen? “Universitas harus melakukan reorientasi strategi. Selama ini, apa yang dibutuhkan pasar, ya, universitas yang menyediakan. Harusnya universitas juga memproyeksi pekerjaan apa yang kirakira sepuluh tahun lagi akan banyak diburu,” ujar dosen berprestasi I UNAIR tahun 2015 itu. Langkah selanjutnya menurut Prof Badri, terdapat tiga proses yang harus dilakukan oleh universitas untuk mengadaptasikan kapabilitasnya melalui sensing, seizing, dan reconfiguring. “Melalui sensing, universitas harus secara konstan melakukan scanning, mencari, dan mengeksplorasi perkembangan teknologi dan perubahan di pasar, baik lokal maupun distant (industri dan global),” ungkapnya. Kedua, terkait dengan memperluas peluang (seize opportunities), universitas dapat berkoordinasi dengan lembaga beasiswa seperti Lembaga Penyandang Dana Pendidikan untuk mengirim generasi muda Indonesia ke luar negeri untuk belajar dengan universitas-universitas terbaik dunia.
“Menempatkan calon-calon dosen baru pada berbagai pusat perkembangan teknologi yang menjadi pioner perkembangan revolusi industri adalah sebuah keharusan,” ucapnya. Proses ketiga yang harus dilakukan adalah reconfiguring the business enterprise’s intangible and tangible assets. “Melakukan rekonfigurasi fakultas atau program studi yang ditawarkan agar sesuai dengan perkembangan zaman seperti arahan Presiden Jokowi baru-baru ini,” tambahnya. “Tentunya, perubahan universitas untuk beradaptasi terkait Revolusi Industri 4.0 tidak bisa berjalan sendiri. Kebijakan pemerintah yang relevan dengan Revolusi Industri 4.0 dengan agility yang tinggi adalah sebuah keharusan agar tidak ketinggalan kereta,” tambahnya. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
UMI Makassar Belajar Penjaminan Mutu ke UNAIR UNAIR NEWS – Jajaran pimpinan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang diwakili Wakil Rektor I UMI Prof. Dr. Syahnur Said dan Wakil Rektor V UMI Prof. Dr. Ma’ruf Hafidz beserta jajaran staf Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UMI bertandang ke UNAIR, Kamis (4/2), dalam rangka studi banding penjaminan mutu. “Kami sedang berupaya meningkatkan akreditasi baik program studi maupun institusi. Berkaitan dengan UNAIR yang sudah terakreditasi A, oleh sebab itu kami datang ke sini,” ujar
pria yang juga alumni UNAIR ini. Dalam sambutannya, Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., Ph.D., FINASIM mengatakan bahwa UNAIR dengan senang hati menerima kunjungan UMI. Ia menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari peran UNAIR dalam rangka ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. “Saat ini UNAIR sudah diaudit oleh British Standard Institution (BSI) dengan skor Malcolm Baldridge 703 atau sudah masuk kategori excellent level. Naik dari kategori sebelumnya yaitu industry leader. Kami terus berbenah sehingga dalam lima tahun ke depan bisa masuk jajaran 500 besar dunia,” ujar mantan Wakil Dekan II FK UNAIR ini mengenai sistem penjaminan mutu UNAIR. Prof. Djoko kemudian juga mengingatkan bahwa bagaimanapun UNAIR juga memiliki keterbatasan, namun demikian melalui studi banding ini ia berharap UMI dapat mengambil pelajaran demi kemajuan UMI ke depan. Ketua Badan Penjaminan Mutu (BPM) UNAIR, Prof. Dr. Bambang Sektyari., drh., DEA kemudian menjelaskan bahwa UNAIR saat ini memiliki AIMS (Airlangga Integrated Management System) sebagai sistem penjaminan mutu terintegrasi. “AIMS mengakselerasi pencapaian target-target mutu dari waktu ke waktu. Kita tetap mengacu pada standar-standar Dikti, namun demikian lebih penting lagi kita harus menetapkan sendiri target mutu yang ingin dicapai. AIMS ini tentu lebih tinggi dari standar Dikti,” ujar mantan Ketua PPMB UNAIR ini. Prof. Bambang lebih lanjut mengatakan bahwa upaya peningkatan mutu perguruan tinggi harus mendapat dukungan penuh dari pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan. “Leadership adalah aspek penting dalam upaya peningkatan mutu universitas. UNAIR memiliki pimpinan yang peduli dengan ini. Kunjungan UMI ini juga membuktikan bahwa UMI juga memiliki pimpinan yang serupa,”
Guru Besar FKH UNAIR ini kemudian mengingatkan bahwa penjaminan mutu harus diupayakan oleh setiap universitas karena penjaminan mutu merupakan bagian dari upaya memperoleh kepercayaan dari masyarakat.(*) Penulis : Yeano Andhika
Perwakilan UNAIR Raih Predikat Best Paper Se-Asia Pasifik UNAIR NEWS – Seperti yang kita lihat, industri manufaktur di Jawa Timur memiliki kinerja yang berfluktuasi. Padahal, sektor industri Jawa Timur menyumbang cukup besar pada GTP Indonesia. Namun apabila kinerjanya naik-turun di saat bangsa kita sedang menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), daya saingnya dapat berdampak berbahaya. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, CPM, CMA, Ca., Dr. Noor Lailie Soewarno, CMA, Ca., dan Dr. Hariati, CA. membuat penelitian bertajuk Innovation Strategy Financial Performance Relationship: The Rule of Human Capital Management Accounting Information and Internal Process Performance as Madiating Variables. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi pemicu kinerja agar tidak berfluktuasi, sehingga industri dapat bertahan terhadap tantangan-tantangan yang bersifat kompetisi global. Paper penelitian yang mengambil tema Sustainability Reporting and Integrated Reporting tersebut dipresentasikan dalam kompetisi Call for Papers: Asia-Pacific Management Accounting Association Conference 2015
pada tanggal 26-28 Oktober lalu di Bali dan ditabsihkan sebagai best paper, bersaing dengan 130 paper dari 20 negara di Asia-Pasifik. Konferensi internasional tersebut ditutup pada malam puncak tanggal 29 Oktober oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) departemen Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan DIKTI, Profesor Ainun Na’im. Bambang dan dua timnya yang berasal dari universitas lain di Surabaya melakukan penelitian terhadap hal-hal yang memicu kinerja keuangan organisasi. Salah satu pemicu kinerja keuangan organisasi adalah strategi inovasi, management accounting, information system, dan kinerja proses internal. Apabila sebuah perusahaan ingin kinerjanya berkesinambungan, mereka harus mengelola dan memiliki strategi yang inovatif, sumber daya manusia yang kompeten, sistem informasi manajemen yang handal, dan proses yang efektif. Barulah kinerja keuangan perusahaan atau organisasi tersebut bisa dianggap substain. Corporate substainbility atau kesinambungan perusahaan banyak berbicara mengenai lingkungan. Salah satu isu lingkungan yang meresahkan tidak hanya di Indonesia, melainkan di dunia adalah bencana asap. Adanya isu lingkungan seperti itu sangat merugikan dan berdampak buruk. Hal-hal seperti itu yang dibahas oleh enviromental management accounting yang khusus menghitung dampak-dampak lingkungan. “Dampak-dampak lingkungan seperti asap itulah yang menjadi isu dan sedang dibicarakan di dunia saat ini, juga mencoba untuk dikembangkan. Agar perusahaan tidak hanya mengejar laba, juga harus memperhatikan isu-isu yang sifatnya pelestarian lingkungan. Jangan hanya mengejar laba supaya efisien, kemudian membakar hutan,” papar Bambang saat ditemui reporter WARTA, Jumat, (30/10). Bambang berharap perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat memerhatikan kondisi lingkungan sekitar, sehingga bencana asap
yang selalu melanda Indonesia tidak terjadi lagi. Tidak hanya merugikan orang lain, pembakaran yang dilakukan dapat mendatangkan kerugian bagi perusahaan pula. Saat ditanya oleh tim WARTA di ruang diskusi gedung ABC FEB, beliau mengungkap kebanggaannya dapat mewakili Indonesia, termasuk mengharumkan nama Universitas Airlangga, untuk ikut berkompetisi bersama universitas-universitas di negara lain. “Saya senang bisa mengharumkan nama UNAIR. Karena Unair sebetulnya orangnya mampu. Cuma kadang-kadang nggak punya waktu atau kesempatan untuk berkiprah secara internasional,” katanya. Menurut Bambang, Unair dapat bersaing dengan universitas lain pada level internasional. Hanya saja semangat dan rasa “greget” yang dimiliki masih kurang. Prestasi best paper seAsia-Pasifik perwakilan Universitas Airlangga ini diharapkan dapat mendorong kesatria Airlangga lainnya agar turut mengibarkan nama Universitas Airlangga tidak hanya secara nasional, melainkan internasional. (*) Penulis: Lovita Marta Fabella Cendana Editor: Nuri Hermawan
Akreditasi 4 Prodi Di UNAIR Naik UNAIR NEWS – Empat program studi (prodi) di UNAIR naik akreditasi. Pendidikan Ners (S1), Pendidikan Ners (Profesi), Sastra Indonesia (S1) yang semula B menjadi A, dan Analis Medis (D3) yang semula C menjadi B.
Akreditasi Prodi Ners Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR sudah berjalan selama tiga kali. Terhitung sejak berdiri pada tahun 1998, akreditasi pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005 dengan nilai C, selanjutnya pada tahun 2010 dengan nilai B, dan baru pada tahun 2015 mendapat predikat A. Persiapan tiap lima tahunan ini memang waktu yang cukup lama untuk terus berbenah. Pada tahun 2015, asesor Prodi Ners dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes). “Pada tahun 2010 kami masih diakreditasi oleh BAN-PT, untuk tahun ini sudah diakreditasi oleh LAM-PTKes,” ujar Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes., selaku wakil dekan I FKp UNAIR. Ditemui reporter UNAIR NEWS di ruang kerjanya, Kusnanto mengatakan bahwa tahun 2016 ini akan mengejar akreditasi tingkat ASEAN, ASEAN University Network (AUN). Selain prodi Pendidikan Ners, prodi Sastra Indonesia juga naik akreditasinya. Dra. Dwi Handayani, M.Hum., selaku ketua program studi Sastra Indonesia menuturkan, selama 4 hingga lima tahun ini prodi Sastra Indonesia banyak berbenah. “Sesuai dengan target rektor, semua prodi di UNAIR harus terakreditasi A di tahun 2020. Kami menjadi terpacu dengan target itu”, tuturnya. Beberapa hal yang dirasakan Dra. Dwi Handayani, M.Hum. mengalami peningkatan di Sastra Indonesia yaitu tingginya angka penelitian, kerjasama dengan lembaga luar, melangsungkan bermacam pengabdian masyarakat, dan banyaknya alumni yang bekerja linear sesuai dengan jurusan. Selain itu, kualitas SDM juga mempengaruhi kualitas program studi. Saat ini, terdapat 6 doktor dan 1 profesor di prodi Sastra Indonesia. Kedepan, prodi-prodi yang telah terakreditasi A harus bisa mempertahankan akreditasinya, bahkan naik menuju akreditasi internasional.
“Tantangan ke depan supaya lebih rajin untuk mendokumentasikan segala bentuk kegiatan yang berlangsung. Selain itu, masingmasing dosen diharapkan membuat buku ajar, bukan hanya bahan ajar, yang ber-ISBN, dan juga membuat jurnal internasional yang terindeks scopus”, tutur Dwi. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh
UNAIR Kembangkan Jejaring Kerjasama Internasional di GEF NUS 2016 UNAIR NEWS – Kegiatan hari kedua (Selasa, 19/1) Global Experience Fair (GEF) National University of Singapore (NUS) 2016 adalah pameran dari institusi non-akademik dan nonresearch centre. Terdapat sekitar 18 lembaga yang turut serta dalam acara ini. Mereka menawarkan program magang maupun exchange bagi mahasiswa. Selain lembaga, ada pula organisasi mahasiswa internasional bernama AIESEC yang ikut berartisipasi. Acara hari kedua dilanjutkan pula dengan Partner Appreciation Dinner. Kesempatan ini tidak disia-siakan delegasi UNAIR untuk berkomunikasi dengan para peserta dari berbagai negara. “Tujuannya, membangun dan menjalin jejaring kerjasama dengan mereka. Ini salah satu langkah untuk menguatkan program internasional yang sudah kami miliki,” kata Staf Program Pendidikan Internasional Dr.rer.nat. Maria Lucia Ardhani Dwi Lestari, Apt. Seperti diberitakan sebelumnya, UNAIR mengikuti GEF NUS 2016 sebagai upaya untuk terus Go Global. Acara berlangsung selama
tiga hari sejak Senin (18/1) hingga Rabu (20/1). Ajang tahunan ini memberikan kesempatan bagi universitas mitra, industri, dan perusahaan, untuk menawarkan program riset bersama, magang dan short courses bagi para mahasiswa NUS. (*) Penulis: Rio F. Rachman
UNAIR Kirim Delegasi Lengkap di GEF National University of Singapore UNAIR NEWS – Global Experience Fair (GEF) merupakan acara tahunan yang digagas oleh National University of Singapore (NUS). Gelaran pada 2016 tercatat merupakan penyelenggaraan kedua. Ajang yang digelar pada 18 sampai 20 Januari ini memberikan kesempatan bagi universitas mitra, industri, dan perusahaan, untuk menawarkan program riset bersama, magang dan short courses bagi para mahasiswa NUS. Tiap tahun, kampus yang terletak di Kent Ridge tersebut mengirimkan sekitar 1.500 hingga 2.000 mahasiswa keluar Singapura. Baik untuk program short course (summer course) maupun student exchange. Universitas Airlangga (UNAIR) ikut berpartisipasi dalam event ini. Bila tahun lalu, UNAIR hanya membawa “delegasi” dari Fakultas Ilmu Budaya, tahun ini perwakilan dan program yang ditawarkan lebih lengkap.
Poster Global Experience Fair (GEF) (Foto: nus.edu.sg) Yang hadir adalah perwakilan direktorat pendidikan, Institute of Tropical Disease (ITD), Internatinal Office and Partnership
(IOP), para Wakil Dekan enam fakultas (Fakultas Fakultas Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat, Politik).
3, Faculty Ambassador, dan perwakilan Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Bisnis, Fakultas Farmasi, Fakultas dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
“Tujuan UNAIR hadir adalah untuk memperluas jejaring kerjasama atau networking,” kata Staf Program Pendidikan Internasional Dr.rer.nat. Maria Lucia Ardhani Dwi Lestari, Apt. GEF dihadiri setidaknya oleh 30 universitas dan perusahaan mitra NUS. Ini kesempatan yang baik bagi UNAIR untuk go international. Juga, memperluas jejaring perwakilan fakultas dan ITD. Secara umum, ini merupakan langkah kongkret untuk bersumbangsih bagi dunia global. (*) Penulis: Rio F. Rachman