Pengantar
P
embangunan pertanian menghadapi tantangan yang makin berat seiring dengan terjadinya perubahan iklim, selain alih fungsi lahan pertanian subur untuk kawasan industri dan permukiman di beberapa daerah masih terjadi. Di sisi lain, pertanian dituntut mampu menyediakan pangan bagi penduduk yang terus bertambah dan meningkatkan pendapatan jutaan petani yang menggantungkan sumber pendapatan keluarganya pada usaha pertanian. Pada era perdagangan bebas, produk pertanian Indonesia juga harus mampu bersaing dengan produk serupa dari negara lain yang akhirakhir ini mulai mewarnai pasar dalam negeri. Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, Badan Litbang Pertanian terus berupaya meningkatkan kemampuan dan memberdayakan sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan inovasi teknologi dan kelembagaan, serta membuat terobosan diseminasi inovasi teknologi untuk mempercepat pemanfaatan dan memudahkan pengguna mengakses inovasi teknologi yang dihasilkan. Sebagian dari inovasi teknologi dan kegiatan Badan Litbang Pertanian pada tahun 2010 disajikan pada Laporan Tahunan ini. Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh jajaran Badan Litbang Pertanian yang telah berupaya keras menghasilkan inovasi teknologi bagi pembangunan pertanian dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penerbitan Laporan Tahunan ini.
Jakarta, Maret 2011 Kepala Badan,
Haryono
Pengantar Inovasi Teknologi 2010 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
1
Inovasi Teknologi 2010
S
ebagai penghasil devisa negara, sektor pertanian memberikan kontribusi cukup besar terhadap produk domestik bruto. Sektor pertanian pun hampir tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi yang terjadi beberapa waktu yang lalu dan menjadi tumpuan sumber pendapatan bagi jutaan masyarakat pedesaan. Di satu sisi, sektor pertanian dituntut untuk mampu menyediakan produk pertanian bagi penduduk yang terus bertambah. Di sisi lain, usaha pertanian dihadapkan pada kendala dan masalah yang makin kompleks. Perubahan iklim, misalnya, berdampak luas terhadap upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani. Meningkatnya suhu dan frekuensi kemarau panjang yang menyebabkan pertanaman didera kekeringan, serta tingginya curah hujan, panjangnya periode musim hujan, dan naiknya permukaan air laut yang merendam areal pertanian, terutama di kawasan pesisir, merupakan dampak dari perubahan iklim yang patut diwaspadai dan diantisipasi dengan inovasi teknologi. Selain perubahan iklim, masalah konversi lahan juga belum dapat dibendung sepenuhnya. Di beberapa daerah masih terjadi penggunaan lahan produktif untuk keperluan nonpertanian sehingga menjadi tantangan serius dalam peningkatan produksi pertanian. Produk pertanian nasional juga dituntut mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain. Agar kompetitif, usaha pertanian perlu mengedepankan aspek efisiensi, mutu, dan nilai tambah. Pengalaman membuktikan bahwa sebagian dari kendala dan masalah yang dihadapi dalam berproduksi dapat diatasi dan diantisipasi dengan penerapan inovasi teknologi. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian senantiasa berupaya menghasilkan inovasi yang diharapkan dapat diimplementasikan untuk menekan dampak perubahan iklim, meningkatkan daya saing dan nilai tambah, di samping menggali peluang ekspor bagi produk pertanian.
2
Inovasi Teknologi 2010 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Dalam menghadapi berbagai tantangan pembangunan pertanian tersebut, Badan Litbang Pertanian yang didukung oleh lebih dari 8.200 orang tenaga, terus berupaya membenahi organisasi, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, mengembangkan sarana dan prasarana, serta menjalin kerja sama dengan mitra untuk menghasilkan inovasi teknologi dan kelembagaan serta mendorong pemanfaatannya oleh pengguna. Pada tahun 2010, penelitian sumber daya lahan telah menghasilkan inovasi teknologi mitigasi gas rumah kaca dari lahan pertanian, atlas zona agroekologi, peta kesesuaian lahan untuk pengembangan pertanian, pengelolaan lahan kering, serta peningkatan produktivitas lahan rawa untuk pengembangan pertanian. Berbagai varietas unggul padi dan jagung serta galur-galur harapan kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar, serta klon unggul ubi kayu juga telah dihasilkan untuk mendukung upaya peningkatan produksi maupun diversifikasi pangan. Teknologi pengendalian hama dan penyakit serta budi daya juga berperan penting dalam mengatasi berbagai masalah dalam berproduksi. Untuk komoditas hortikultura, telah dihasilkan berbagai varietas unggul, teknologi produksi, dan benih bermutu yang sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang tangguh. Sektor perkebunan sebagai penghasil devisa terus pula diupayakan mendongkrak produktivitas dan menciptakan peluang peningkatan nilai tambah. Berkaitan dengan itu, telah dihasilkan inovasi teknologi yang terkait dengan penyiapan bahan tanaman, benih, budi daya, dan pascapanen serta inovasi kebijakan dalam rangka mengembangkan agribisnis perkebunan yang berdaya saing. Upaya mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014 memerlukan dukungan berbagai pihak. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan inovasi bibit unggul ternak, pengendalian penyakit, pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan, serta pengembangan tanaman pakan toleran kekeringan sehingga dapat menjamin ketersediaan pakan sepanjang waktu.
Inovasi Teknologi 2010 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
3
Bioteknologi dikembangkan untuk mengatasi berbagai masalah dalam pengembangan pertanian, termasuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Pemanfaatan teknik kultur jaringan, aplikasi marka molekuler, kloning gen, dan rekayasa genetik lainnya berperan penting dalam menghasilkan tanaman mutan atau klonal yang memiliki ketahanan terhadap hama penyakit, atau toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik. Pengelolaan plasma nutfah tanaman juga mendapat perhatian dalam upaya menyediakan sumber keragaman genetik yang sangat diperlukan dalam perakitan varietas unggul. Teknologi pascapanen berperan penting dalam meningkatkan mutu, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian, selain membuka peluang ekspor produk pertanian. Dengan memerhatikan kebutuhan teknologi bagi pelaku agribisnis, Badan Litbang Pertanian berupaya menghasilkan teknologi pascapanen yang mudah diaplikasikan petani/kelompok tani. Teknologi pengemasan untuk mendukung eskpor buahbuahan, peningkatan efisiensi produksi tepung kasava, dan pengolahan tepung dari sumber karbohidrat lokal, misalnya, penting artinya bagi upaya peningkatan nilai tambah, diversifikasi pangan, dan kesejahteraan petani. Mekanisasi juga memiliki peran penting dalam pengembangan usaha tani menuju pertanian tangguh melalui peningkatan produktivitas, efisiensi sumber daya, dan nilai tambah. Badan Litbang Pertanian telah merekayasa, melakukan uji adaptasi, dan mengembangkan alat mesin yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, baik alat mesin prapanen, panen maupun pascapanen. Sebagian dari alat mesin tersebut telah dimanfaatkan oleh pengguna. Aspek sosial-ekonomi dan kelembagaan ikut menentukan keberhasilan pembangunan pertanian bersama dengan penerapan inovasi teknologi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kedua aspek tersebut sangat penting dalam upaya merumuskan kebijakan yang tepat. Pada tahun 2010, analisis difokuskan pada penganekaragaman pangan dan gizi, kebijakan investasi dan subsidi di sektor pertanian, serta indikator pembangunan pertanian dan pedesaan.
4
Inovasi Teknologi 2010 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pengkajian dan pengembangan teknologi spesifik lokasi juga mendapat perhatian dalam upaya merakit inovasi teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Sebagian dari inovasi teknologi tersebut telah dikembangkan di berbagai pelosok tanah air dalam upaya mendukung kemandirian pangan, pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan petani. Badan Litbang Pertanian menekankan pula pentingnya diseminasi hasil penelitian sebagaimana halnya penelitian itu sendiri. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan, menginisiasi, dan mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan diseminasi hasil penelitian, seperti ekspose dan pameran, gelar teknologi, jumpa pers, open house, seminar dan lokakarya, pemanfaatan media cetak dan elektronis, serta pengembangan perpustakaan digital untuk mendiseminasikan inovasi teknologi yang dihasilkan dan memudahkan pengguna dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Inovasi Teknologi 2010 Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
5
Sumber Daya Lahan Lahan dan iklim tidak dapat dipisahkan dari usaha pertanian. Tanpa pengelolaan yang baik, lahan tidak akan memberikan manfaat yang optimal bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan dapat merusak kelestarian alam. Selain itu, perubahan iklim perlu pula diantisipasi karena berdampak terhadap upaya peningkatan produksi pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) bersama Balai-Balai Penelitian di bawah naungannya telah melakukan penelitian dan menghasilkan inovasi teknologi, seperti pengelolaan lahan, perpupukan, antisipasi perubahan iklim global, pengendalian pencemaran lingkungan dan degradasi lahan, data potensi sumber daya lahan untuk pengembangan pertanian, serta pemanfaatan lahan rawa sebagai lahan pertanian.
6
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca pada Lahan Sawah Lahan sawah merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Emisi metana (CH4) dari lahan sawah beririgasi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah tadah hujan dan lahan rawa. Pengelolaan sawah dengan menambahkan bahan organik merupakan penyumbang CH4 terbesar (40%) terhadap pemanasan global. Di sisi lain, lahan sawah mempunyai peluang dalam upaya mitigasi GRK. Penerapan inovasi pengelolaan tanaman padi secara terpadu (PTT) dengan indeks pertanaman 400 (IP 400) diharapkan mampu menjadi solusi bagi mitigasi GRK tanpa menurunkan produksi padi. Penelitian selama empat musim (MH dan MK 2009, MH dan MK 2010) di Jakenan, Pati menunjukkan bahwa nilai potensi pemanasan global (GWP) pada perlakuan non-PTT dan PTT mempunyai pola yang sama, meningkat dari MT I hingga MT IV, sedangkan pada perlakuan SRI (SRI dan semi-SRI) mempunyai pola tersendiri. GWP tertinggi dihasilkan oleh perlakuan non-PTT tergenang, diikuti oleh PTT tergenang, masingmasing 24.487,3 CO2-C dan 21.230,3 CO2-C/ha/
tahun. Perlakuan penggenangan berselang (intermittent) menghasilkan GWP cukup rendah. Pada kondisi tergenang, redoks potensial tanah menurun sehingga ketersediaan O2 terlarut berkurang. Hal ini menyebabkan kondisi tanah menjadi reduktif sehingga memicu aktivitas bakteri metanogen untuk membentuk CH4. Kandungan C-organik terbanyak terdapat pada perlakuan SRI penggenangan berselang, yaitu 21.333,5 kg C/ha/tahun. Tingginya kandungan Corganik pada perlakuan tersebut kemungkinan karena tanaman efektif menyerap karbon yang digunakan untuk fotosintesis. Kandungan C-organik menurun dari MT I hingga MT IV. Perlakuan penggenangan berselang mampu menyerap kembali karbon yang diemisikan. Serapan karbon tertinggi terdapat pada perlakuan SRI penggenangan berselang, yaitu -9.732 kg C/ ha, diikuti oleh perlakuan PTT penggenangan berselang (-6.003,3 kg C/ha). Perlakuan penggenangan menghasilkan net karbon positif. Perlakuan penggenangan mengemisi karbon 7.624 kg C/ha (non-PTT) dan 3.632 kg C/ha (PTT). Meskipun menghasilkan serapan karbon tertinggi, perlakuan SRI penggenangan berselang menghasilkan gabah paling rendah (12,10 t/ha). Dilihat dari hasil gabah dan indeks GWP/hasil
Penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dikombinasikan dengan irigasi berselang berpeluang untuk mitigasi gas rumah kaca.
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
7
Tabel 1. Serapan karbon dari lahan sawah pada penerapan IP 400, Jakenan, 2010. Perlakuan
Jumlah kandungan C-organik (kg C/ha/tahun)
Jumlah GWP (kg CO2-C/ha)
Net karbon (kg C/ha)
16.863,2 17.527,4 17.598,3 19.320,7 21.333,5 18.775,9
24.487,3 14.756,6 21.230,3 13.317,4 11.600,5 17.815,9
7.624,1 -2.770,8 3.631,9 -6.003,3 -9.732,9 -959,9
Non-PTT tergenang Non-PTT penggenangan berselang PTT tergenang PTT penggenangan berselang SRI penggenangan berselang Semi-SRI penggenangan berselang
Tabel 2. Potensi pemanasan global (GWP), hasil gabah, dan indeks GWP/hasil selama penerapan IP 400, Jakenan, 2010. Perlakuan
Jumlah GKG (t/ha/tahun)
Jumlah GWP (t CO2-eq/ha)
Indeks GWP/ hasil
18,81 20,70 20,41 20,79 12,10 16,87
38,35 25,79 34,36 22,36 20,44 28,90
2,04 1,25 1,68 1,08 1,69 1,71
Non-PTT tergenang Non-PTT penggenangan berselang PTT tergenang PTT penggenangan berselang SRI penggenangan berselang Semi-SRI penggenangan berselang
gabah, perlakuan PTT penggenangan berselang mempunyai peluang untuk mitigasi GRK dari lahan sawah tanpa menurunkan hasil gabah (Tabel 1). Perlakuan penggenangan baik pada non-PTT maupun PTT, menghasilkan potensi pemanasan global tertinggi, masing-masing 38,4 dan 34,4 t CO2-eq/ha. Penggenangan berselang pada perlakuan non-PTT, PTT, dan SRI menurunkan nilai GWP (Tabel 2 ). Teknik pengelolaan air memengaruhi emisi CH4 dari lahan sawah. Irigasi setengah teknis yang dikombinasikan dengan irigasi berselang menghasilkan emisi CH4 yang lebih kecil dibanding teknik pengelolaan air lainnya. Hasil gabah tertinggi secara kumulatif selama penerapan IP 400 dihasilkan oleh perlakuan PTT penggenangan berselang (20,79 t/ha/tahun) dan terendah pada perlakuan SRI penggenangan berselang (12,10 t/ha/tahun). Indeks GWP/hasil gabah menunjukkan perlakuan PTT penggenangan
8
berselang memberikan kontribusi yang paling kecil dalam mengemisikan GRK ke atmosfer. Menerapkan PTT penggenangan berselang pada luasan 1 ha lahan mengemisi 1,08 t GRK ke atmosfer (Tabel 2).
Atlas Zona Agroekologi Indonesia Skala 1:250.000 Agar mencapai produktivitas yang tinggi, penetapan komoditas pertanian di suatu wilayah harus didasarkan pada sifat dan karakteristik lahan yang tersedia. Wilayah dengan karakteristik biofisik yang sama berpotensi dikembangkan menjadi areal pertanian dengan komoditas yang sejenis. Dengan mengidentifikasi dan mendelineasi wilayah dengan karakteristik biofisik yang sama maka komoditas pertanian yang dapat dikembangkan bisa diarahkan dan direkomendasikan.
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama disebut konsep agroekologi. Peta zona agroekologi, selain dapat memberikan arahan untuk sistem produksi dan pilihan komoditas pada masing-masing sistem produksi, juga dapat menjadi petunjuk di mana suatu komoditas pertanian dapat tumbuh baik. Selain itu, pertimbangan informasi lain seperti prasarana, pasar, dan ketersediaan tenaga kerja juga perlu diperhatikan agar komoditas yang akan diusahakan dapat lebih menguntungkan. BBSDLP telah melakukan bimbingan kepada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) seluruh provinsi Indonesia dalam menyusun peta zona agroekologi (ZAE) berbasis batas wilayah provinsi yang masih bersifat parsial. Penyusunan peta ZAE memanfaatkan berbagai informasi sumber daya lahan untuk mendelineasi seluruh wilayah Indonesia dalam skala 1:250.000. Informasi ZAE bermanfaat apabila dirangkum dalam satu atlas yang mencakup wilayah yang lebih luas, meliputi provinsi-provinsi bertetangga dalam suatu kawasan pembangunan. Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat dilaksanakan secara terpadu dan meningkatkan kerja sama antarprovinsi. Dengan pertimbangan tersebut, integrasi nasional melalui peningkatan perdagangan antarprovinsi dapat diwujudkan. Hasil analisis/karakterisasi zona agroekologi diharapkan dapat dimanfaatkan pemerintah daerah sebagai landasan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan menyusun pengembangan wilayah atau penentuan komoditas unggulan. Berdasarkan hasil perhitungan, dataran Kalimantan seluas 53.922.159 ha terdiri atas 19 ZAE yang tersebar di wilayah I, II, III, IV, V, VI, dan VII. Zona I adalah zona dengan lereng > 40%, pemanfaatan lahan untuk kehutanan (hutan produksi dan hutan lindung) dengan luas 5.527.366 ha. Zona II adalah zona dengan lereng 15-40%, pemanfaatan lahan untuk perkebunan/tanaman tahunan seluas 19.007.275 ha. Zona III adalah zona dengan lereng 8-< 15%, pemanfaatan lahan untuk wanatani dengan luas 7.305.948 ha. Zona IV adalah zona dengan lereng < 8%, pemanfaatan
lahan untuk tanaman pangan yang meliputi 12.735.980 ha. Zona V adalah zona dengan lereng < 3%, jenis tanah gambut dengan ketebalan < 1,5 m untuk tanaman hortikultura, dan ketebalan gambut >1,5 m untuk kehutanan, seluas 2.681.380 ha. Zona VI adalah zona dengan lereng < 3%, tanah mempunyai kandungan pirit sangat tinggi (tanah sulfat masam), pemanfaatan lahan untuk kehutanan (mangrove) dan perikanan pantai. Zona VII adalah zona dengan lereng < 8%, jenis tanah berkembang dari pasir kuarsa (Spodosols dan Quartzipsamments), pemanfaatan lahan untuk kehutanan dan pastura dengan luas 3.206.781 ha. Dataran Papua seluas 41.312.818 ha terdiri atas 16 ZAE yang tersebar di wilayah I, II, III, IV, V, dan VI. Zona I yaitu zona dengan lereng >40%, pemanfaatan lahan untuk kehutanan (hutan produksi dan hutan lindung) dengan luas 18.651.924 ha. Zona II yaitu zona dengan lereng 15-40%, pemanfaatan lahan untuk perkebunan/ tanaman tahunan seluas 3.460.954 ha. Zona III yaitu zona dengan lereng 8-< 15%, pemanfaatan lahan untuk wanatani. Zona IV yaitu zona dengan lereng < 8%, pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan seluas 12.862.656 ha. Zona V yaitu zona dengan lereng < 3% dengan jenis tanah gambut ketebalan < 1,5 m untuk tanaman hortikultura, dan gambut ketebalan > 1,5 m untuk kehutanan, seluas 2.681.380 ha. Zona VI yaitu zona dengan lereng < 3%, tanah mempunyai kandungan pirit sangat tinggi (tanah sulfat masam), pemanfaatan lahan untuk kehutanan (mangrove) dan perikanan pantai yang meliputi 1.571.957 ha.
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Beriklim Kering Faktor utama yang menjadi pembatas dalam pertanian lahan kering di daerah beriklim kering adalah ketersediaan air yang terbatas, status bahan organik yang rendah akibat tingginya laju dekomposisi, erosi yang intensif, keterbatasan kemampuan SDM, status kepemilikan lahan, kondisi sosial-ekonomi, dan budaya. Teknologi pengelolaan
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
9
lahan kering telah tersedia, namun masih perlu diintegrasikan, dikemas, dan dikaji secara praktis di lapangan pada skala usaha yang memadai untuk menghasilkan model/sistem pengembangan pertanian terpadu lahan kering beriklim kering berbasis lokal, inovatif, terpadu, dan berkelanjutan pada skala yang luas. Hasil penelitian di beberapa lokasi lahan kering beriklim kering menunjukkan bahwa adopsi teknologi oleh petani masih bersifat parsial. Misalnya penerapan teknologi budi daya lorong dengan menggunakan jambu mete sebagai tanaman pagar. Saat ini tanaman jambu mete relatif berkembang, namun sistem penanaman mengarah ke monokultur. Tanaman pangan yang tadinya ditanam sebagai tanaman lorong kembali ditanam di areal lain dengan sistem perladangan berpindah. Teknologi pemangkasan dan pemupukan jambu mete juga tidak diterapkan, sesuai dengan kebiasaan petani akibat keterbatasan tenaga kerja. Sebagian besar petani menyatakan bahwa mereka baru akan mengadopsi teknologi jika ada contoh konkret yang bisa langsung dilihat. Oleh karena itu, pilot pengelolaan lahan kering beriklim kering yang dibangun oleh Konsorsium Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering (SPT-LKIK) di Naibonat, Nusa Tenggara Timur dapat dijadikan show window sistem pengelolaan lahan kering beriklim kering.
jika mulsa diberikan setiap musim tanam. Kebutuhan mulsa dapat dikurangi jika mulsa diberikan secara vertikal. Hasil pengujian superimpose menunjukkan pengaruh positif penggunaan mulsa vertikal terhadap hasil jagung (Tabel 3). Penggunaan pupuk dengan dosis rekomendasi dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pengurangan pupuk 25% dan 50% dari dosis rekomendasi menurunkan produksi tanaman, meskipun disertai dengan penggunaan pupuk organik maupun pupuk hayati. Selain meningkatkan produksi tongkol dan pipilan, penggunaan pupuk dengan dosis yang tepat juga meningkatkan produksi hijauan sehingga menambah daya dukung lahan dalam penyediaan pakan.
Pemanfaatan mulsa jerami dalam pertanian lahan kering.
Hasil studi di Naibonat menunjukkan bahwa kebutuhan pakan dan pupuk organik dapat dipenuhi secara in situ. Defisit bahan organik bisa terjadi
Tabel 3. Berbagai pengaruh penggunaan mulsa dan pembenah tanah terhadap hasil tanaman jagung, Naibonat, Nusa Tenggara Timur.
Perlakuan Kontrol (cara petani) Mulsa permukaan Mulsa permukaan + pembenah tanah Slot mulsa Slot mulsa + pembenah tanah
10
Bobot basah (t/ha)
Bobot kering (t/ha)
Biomassa
Tongkol
Biomassa
Tongkol
Pipilan
16,12 16,23 17,94 24,96 23,95
12,89 13,84 14,51 15,78 16,91
6,10 5,69 6,37 7,04 7,29
7,99 8,58 8,79 8,98 10,12
6,37 7,01 6,85 7,14 8,08
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Potensi Sumber Daya Lahan Sulawesi Bagian Utara untuk Pengembangan Pertanian
melalui teknik tumpang tepat (overlay ) peta-peta yang dihasilkan dari kegiatan karakterisasi dan inventarisasi.
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan karakterisasi dan identifikasi potensi sumber daya lahan di Sulawesi Utara pada areal 1,5 juta ha, menggunakan teknologi citra penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan data elevasi digital, peta geologi, dan peta topografi/RBI. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui potensi sumber daya lahan di wilayah tersebut dengan cara mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian dataran rendah maupun dataran tinggi beriklim basah. Kelompok komoditas mencakup: (1) tanaman pangan lahan basah (padi sawah); (2) tanaman serealia (padi gogo, jagung, sorgum); (3) tanaman kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang hijau); (4) tanaman umbiumbian (ubi jalar, ubi kayu, talas); (5) tanaman sayuran dataran rendah (cabai, terung, tomat, sawi); (6) tanaman sayuran dataran tinggi (kubis, kentang, bawang daun, wortel); dan (7) tanaman tahunan dan buah-buahan dataran rendah (karet, kelapa sawit, lada, kopi robusta, kakao, cengkih, durian, jeruk, rambutan, manggis, salak, dll).
Dari hasil overlay diperoleh data potensi sumber daya lahan Sulawesi Bagian Utara dengan arahan sebagai berikut: 1. Areal yang diarahkan untuk intensifikasi tanaman pangan lahan basah/padi sawah seluas 18.842 ha (1,2%) serta tanaman pangan lahan basah/padi sawah dan tanaman pangan lahan kering intensifikasi seluas 54.485 ha (3,6%). Lahan tersebut merupakan lahan sawah irigasi dan tadah hujan yang ada saat ini (existing), yang tersebar di dataran sekitar Danau Tondano, Kotamobagu, Dumoga, dan di sepanjang pantai utara dan selatan. Pengelolaan lahan sawah sudah cukup baik, seperti di Dumoga sudah menggunakan fasilitas bendungan/irigasi, pupuk, dan bibit unggul, dengan indeks pertanaman 200. Untuk meningkatkan indeks pertanaman padi perlu digunakan varietas unggul, pengolahan tanah intensif, pengendalian hama penyakit, pemupukan berimbang, dan perbaikan tata air. Selain padi sawah juga dapat dikembangkan
Karakterisasi dan inventarisasi menghasilkan berbagai data spasial berupa Peta Landform, Peta Penggunaan Lahan, Peta Bentuk Wilayah, dan Peta Tanah. Berbagai peta tersebut dapat dijadikan data dasar dalam menyusun arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian. Penilaian/evaluasi kesesuaian lahan untuk kelompok komoditas pertanian didasarkan atas parameter biofisik yaitu: (1) iklim (suhu, curah hujan tahunan); (2) tanah (kedalaman tanah, drainase, tekstur, bahan kasar, KTK-liat, keracunan); dan (3) terrain (bentuk wilayah/lereng, bahaya banjir, singkapan batuan). Berdasarkan parameter tersebut, selanjutnya disusun peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian dengan memerhatikan rencana umum tata ruang provinsi atau status kawasan hutan dan penggunaan lahan saat ini (existing landuse)
Sumber daya lahan Sulawesi bagian utara yang berpotensi untuk pengembangan pertanian.
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
11
tanaman palawija dan sayuran (caisin, kacang panjang, cabai, terung, tomat, dan bayam) dengan menerapkan teknologi pengelolaan air. 2. Areal yang diarahkan untuk intensifikasi tanaman pangan lahan kering, termasuk sayuran dataran rendah, seluas 235.926 ha (15,5%). Lahan tersebut merupakan lahan existing kebun campuran dan tegalan, yang didominasi oleh tanaman pangan lahan kering. Tanaman yang diusahakan adalah jagung, kacang-kacangan, ubi jalar, ubi kayu, dan sayuran seperti cabai, terung, sawi, dan tomat. Sejauh ini tanaman pangan lahan kering yang paling banyak diusahakan adalah jagung dengan hasil rata-rata 3,5 t/ha, kacang tanah 1,3 t/ha, dan kedelai 1,4 t/ha. Hasil ini masih bisa ditingkatkan antara lain dengan penggunaan varietas unggul, pengolahan tanah, pemupukan, dan perbaikan pascapanen. Untuk intensifikasi tanaman pangan lahan kering/sayuran dataran tinggi, terdapat areal seluas 27.177 ha (1,8%). Lahan ini merupakan
kebun campuran dan tegalan, dengan tanaman dominan adalah tanaman pangan/sayuran dataran tinggi. Tanaman yang diusahakan adalah jagung, kacang-kacangan, dan sayuran seperti kubis, kentang, wortel, tomat, dan bawang daun. Areal untuk sayuran dataran tinggi terdapat di sekitar Tondano/Tomohon dan Modoinding (Pinasungkulan). 3. Areal yang diarahkan untuk intensifikasi tanaman tahunan/perkebunan dan buahbuahan dataran rendah (kelapa, kopi, cengkih, lada, durian, rambutan) meliputi 90.514 ha (5,9%), yang dapat disisipkan tanaman pangan lahan kering. Selain tanaman perkebunan, pada lahan tersebut dapat dikombinasikan tanaman buah-buahan seperti durian, rambutan, duku, manggis, dan jeruk. Areal untuk intensifikasi tanaman tahunan/ perkebunan dan buah-buahan dataran tinggi (kopi arabika, cengkih, vanili, kayu manis, kakao, jeruk, lengkeng, alpokat) seluas 50.138 ha (3,3%). Tanaman perkebunan andalan
Sumber daya lahan Sulawesi bagian utara yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan lahan basah atau sayuran dataran tinggi.
12
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
wilayah ini adalah kelapa, cengkih, dan vanili. Kebun kelapa menyebar di seluruh wilayah Sulawesi Utara, sedangkan cengkih dan vanili umumnya di Minahasa.
Pupuk Mikroba “Biotara” Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Hasil Padi di Lahan Sulfat Masam Pengembangan lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun lebak, masih menghadapi berbagai kendala. Masalah yang dominan adalah adanya lahan sulfat masam yang luasnya mencapai 6,71 juta ha. Lahan sulfat masam adalah lahan yang tanahnya mengandung senyawa pirit (FeS2). Pada kondisi tergenang, senyawa tersebut bersifat stabil, namun bila teroksidasi akan memunculkan masalah, seperti kahat hara dan keracunan tanaman oleh Al dan Fe. Pertanian di lahan sulfat masam sampai saat ini masih mengandalkan masukan teknologi tradisional sehingga lahan belum dapat memberikan hasil yang optimal. Berdasarkan kondisi dan sifat lahannya, pembangunan pertanian di lahan rawa membutuhkan masukan teknologi yang memadai agar tanaman mampu berproduksi optimal, kelestarian lingkungan terjaga, dan mencegah degradasi lahan. Pemanfaatan pupuk mikroba yang sesuai dengan kondisi tanah merupakan alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi pemupukan, produktivitas tanaman, dan mengurangi bahaya pencemaran lingkungan. Pada tahun 2010, Balittra telah melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pupuk mikroba “Biotara” untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan hasil padi di lahan sulfat masam. Sebanyak 15 isolat Trichoderma diketahui mampu menghidrolisis selulosa dalam bentuk Avicel (MMC) dan CMC. Di samping itu, terdapat tujuh isolat yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mensintesis polifenol oksidasi.
Formulasi pupuk hayati Biotara (atas) dan penampilan tanaman padi yang diberi pupuk hayati Biotara (bawah).
Dari delapan isolat bakteri yang diuji, isolat 28 menunjukkan kemampuan tertinggi dalam melarutkan fosfat, yaitu 616 ppm. Bakteri pelarut fosfat yang diuji dapat melarutkan trikalsium fosfat dan aluminium fosfat. Inokulasi bakteri pelarut fosfat meningkatkan jumlah P-terlarut dalam medium Pikovskaya sebesar 309-616 ppm untuk sumber P trikalsium fosfat dan 28-127 ppm untuk sumber P aluminium fosfat. Dua isolat bakteri penambat N mempunyai aktivitas reduksi asetilen masing-masing 0,18 ppm dan 0,14 ppm/2 jam. Penggunaan Biotara dapat meningkatkan efisiensi pupuk anorganik > 30%. Biotara meningkatkan hasil padi dari 27,1 g menjadi 32,836,5 g/pot atau 20,8-34,4% untuk bahan pembawa gambut, jerami padi, dan eceng gondok.
Sumber Daya Lahan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
13
Tanaman Pangan Perubahan iklim global merupakan ancaman bagi keselamatan produksi pangan dunia. Dampak dari fenomena alam ini antara lain adalah panjangnya periode musim kemarau yang menyebabkan tanaman kekeringan atau panjangnya periode musim hujan dan naiknya permukaan air laut yang akan merendam pertanaman, serta berkembangnya biotipe dan strain baru hama penyakit tanaman. Masalah ini perlu diantisipasi agar tidak mengancam ketahanan pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) yang didukung oleh balai-balai penelitian di bawah naungannya terus berupaya menghasilkan inovasi teknologi yang mampu mengatasi kendala dan masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi. Sebagian dari inovasi teknologi yang dihasilkan pada tahun 2010 diharapkan dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap pengadaan pangan nasional.
14
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Varietas Unggul
unggul hibrida dengan potensi hasil lebih dari 10 t/ ha dan agak tahan terhadap HDB.
Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang terbukti andal dalam meningkatkan produksi. Daya hasil yang tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama, dan toleran terhadap kondisi lingkungan tertentu adalah sifat penting yang dimiliki oleh umumnya varietas unggul. Pada tahun 2010, Puslitbangtan telah merakit 10 varietas unggul padi dan lima varietas unggul jagung.
Varietas Inpago 4, Inpago 5, dan Inpago 6 diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan produksi padi di lahan kering dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi gogo. Ketiga varietas unggul padi gogo ini tahan terhadap penyakit blas, dengan potensi hasil 5,8-6,2 t/ha.
Enam di antara 10 varietas unggul padi yang dilepas cocok dikembangkan pada lahan sawah irigasi, tiga pada lahan kering (gogo), dan satu pada lahan rawa pasang surut (Tabel 1). Varietas Inpari 13 toleran terhadap kekeringan dan pengembangannya diharapkan dapat meredam serangan hama wereng coklat yang akhir-akhir ini telah merusak sebagian pertanaman padi di beberapa daerah. Dibandingkan dengan IR64 dan Ciherang yang masih mewarnai areal pertanaman padi di sentra produksi, varietas Inpari 13 lebih genjah 12 hari, sama dengan varietas Inpari 12. Varietas Inpari 11 berpotensi hasil lebih tinggi dan tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB). Hipa 9, Hipa 10, dan Hipa 11 adalah varietas
Inpara 6 yang merupakan varietas unggul padi lahan rawa toleran terhadap keracunan besi, dengan potensi hasil 6 t/ha. Sebelumnya, Puslitbangtan melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) telah merakit dua varietas toleran rendaman selama 14 hari pada fase vegetatif. Dilepas masing-masing dengan nama Inpara 4 dan Inpara 5, kedua varietas ini sesuai dikembangkan pada lahan rawa. Lima varietas jagung yang dilepas masingmasing diberi nama Bima 7, Bima 8, Bima 9, Bima 10, dan Bima 11 (Tabel 2). Berbeda dengan jagung hibrida yang sudah berkembang di petani, jagung hibrida rakitan Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) ini juga mampu berproduksi relatif tinggi pada lahan yang kurang subur (suboptimal), umur genjah (88-100 hari), agak tahan dan tahan
Tabel 1. Varietas unggul padi yang dilepas pada tahun 2010. Varietas
Umur (hari)
Potensi hasil (t/ha)
Inpari 11 Inpari 12 Inpari 13 Hipa 9 Hipa 10 Hipa 11 Inpago 4 Inpago 5
108 103 103 115 114 114 124 118
8,80 8,00 8,00 10,37 10,44 10,62 6,08 6,18
Inpago 6 Inpara 6
113 117
5,81 5,98
Sifat penting lainnya Tahan HDB III Agak tahan WBC 1 dan 2 Tahan WBC 1, 2, dan 3 Peka WBC Agak tahan HDB VIII Agak tahan HDB III Tahan blas, toleran Al Tahan blas, toleran kekeringan, agak toleran Al Tahan blas, agak toleran Al Tahan blas, agak tahan HDB IV, toleran Fe
Agroekosistem pengembangan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan
sawah sawah sawah sawah sawah sawah kering kering
irigasi irigasi irigasi irigasi irigasi irigasi
Lahan kering Lahan rawa pasang surut
HDB III, VIII: hawar daun bakteri strain III dan VIII WBC 1, 2, 3: wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 Al: aluminium; Fe: besi
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
15
Tabel 2. Varietas unggul jagung yang dilepas pada tahun 2010.
Varietas
Potensi hasil (t/ha)
Umur (hari)
Reaksi terhadap bulai
Reaksi terhadap karat dan bercak daun
Bima 7 Bima 8 Bima 9 Bima 10 Bima 11
12,1 11,7 13,4 13,1 13,2
89 88 95 100 94
AT T T AT AP
T T AT T AT
Keunggulan lainnya
Stay green Toleran kekeringan Potensi hasil tinggi Bobot biomassa tinggi, stay green Bobot biomassa tinggi, stay green
IR82809-237, IR84194-139, IR84194-23-9, IR82810-407, IR84193-36, IR85264-141, IR6687611-NDR-1-1-1-1, IR57514-PMI 5-B-1-2, IR49830-71-2-3, IR82355-5-1-3, IR73571-3B-14-2, IR72048B-R-16-2-3-3, IR77644-B-9-3-3-2-1-17-4-AJY4, IR84649-82-6-1-B, IR81159-45-2-3-7, IR85264141, dan IR66946-3R-178-1-1 berindikasi toleran terhadap salinitas.
Varietas unggul jagung hibrida Bima 11, potensi hasil tinggi, umur genjah, dan daun tetap hijau pada saat dipanen.
bulai serta penyakit karat dan bercak daun, dan daunnya masih hijau pada saat tanaman dipanen sehingga bermanfaat sebagai pakan ternak ruminansia.
Galur Harapan Pada lahan sawah di kawasan pantai atau lahan rawa pasang surut, terutama yang sering terendam air laut pada saat pasang, diperlukan padi toleran salinitas. Penelitian menunjukkan galur
16
Jagung QPM (Quality Protein Maize) atau jagung protein tinggi yang telah dihasilkan adalah Srikandi Kuning 1 (warna biji kuning) dan Srikandi Putih 1 (warna biji putih), keduanya jenis bersari bebas. Varietas ini telah berkembang di beberapa daerah, antara lain Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Akhir-akhir ini dirakit pula jagung hibrida QPM. Dibandingkan dengan jagung hibrida biasa, jagung hibrida QPM memiliki kadar lisin dan triptofan masing-masing lebih tinggi 58,6-79,3% dan 80-120% (Tabel 3). Pengujian di beberapa sentra produksi menunjukkan hasil jagung hibrida QPM ini rata-rata 8,0-8,8 t/ha dengan potensi hasil dapat mencapai 9,3-10,1 t/ha. Beberapa galur harapan kedelai yang diuji pada lahan subur (optimal) di Sragen, Madiun, dan Cianjur memberi hasil rata-rata 1,84-2,45 t biji kering/ha, lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding Burangrang yang mampu berproduksi 2,6 t biji kering/ha. Meski demikian, galur harapan Aochi/W.C.6.60 tampaknya memberi harapan untuk diteliti lebih lanjut karena daya hasilnya cukup tinggi, setara dengan varietas
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Tabel 3. Kandungan lisin, triptofan, dan protein calon jagung hibrida QPM biji kuning. Calon QPM hibrida
Lisin (%)
Triptofan (%)
Protein (%)
Mr4Q x Mr14Q (Bima-1Q) MSQ.K1C0.14-4-2-1xMr14Q CML161 x CML165 Bima 1 (hibrida, pembanding) Bisi-2 (hibrida, pembanding)
0,52 0,51 0,46 0,29 0,35
0,11 0,12 0,09 0,05 0,08
11,1 11,8 9,9 12,3 11,8
Tabel 4. Sifat penting beberapa galur harapan kedelai di lahan optimal.
Galur
Galur harapan jagung hibrida protein tinggi.
Shr.W.60/G.100 H-21-16-33-9 Shr.W.60/IAC.100-36-47-45-16 Shr.W.60/IAC.100-37-4-46-17 Shr.W.60/IAC.100-37-4-47-18 Shr.W.60/IAC.100-39-5-48-19 Shr.W.60/G.100 H-154-131-36-78 Shr.W.60/G.100 H-136-42-160-33 Shr.W.60/G.100 H-154-131-36-78 Aochi/W.C.6.60 Aochi/W.C.6.62 Burangrang (pembanding) Anjasmoro (pembanding)
Burangrang, dan berbiji besar dengan bobot biji yang setara dengan varietas Anjasmoro. Galur harapan lain yang memberi hasil di atas 2 t/ha adalah Shr.W.60/IAC.100-39-5-48-19 dan Shr.W.60/G.100 H-154-131-36-78 (Tabel 4). Pengujian di Blitar, Pasuruan, Jombang, dan Probolinggo pada MT 2010 menunjukkan galur G100H/9305//G100H-452 bereaksi tahan terhadap hama pengisap polong Riptortus linearis. Dengan intensitas serangan 5,8% pada saat tanaman berumur 84 HST, galur ini mampu berproduksi 2,56 t biji kering/ha. Galur-galur tahan lainnya adalah G100H/9305//IAC-100-195, MITRA-6/IAC-100-626, G100H/9305//IAC-100-146, G100H/9305//IAC-100-
Umur masak (hari)
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
77 77 77 77 77 80 79 80 80 80 77 76
11,8 12,1 11,8 12,5 11,8 12,9 11,9 13,5 16,3 11,9 15,5 16,6
1,93 1,99 1,98 1,84 2,11 2,27 1,91 1,98 2,22 2,45 2,60 2,30
399, G100H/9305//IAC-100-224, G100H/9305//IAC100-333, G100H/9305//IAC-100-262, dan G100H/ 9305//IAC-100-291 dengan intensitas serangan hama pengisap polong 6-15%, lebih rendah dari varietas pembanding rentan Argomulyo dengan intensitas serangan mencapai 31%. Uji adaptasi terhadap 13 galur kedelai genjah toleran kekeringan selama fase reproduktif dilakukan di Pasuruan, Kepanjen, Ngawi, dan Malang, Jawa Timur, pada MK II 2010 dengan varietas pembanding Tidar dan Wilis. Berdasarkan penilaian terhadap indeks toleransi cekaman, terpilih galur DV/2984-330-1-16-1 dengan potensi hasil 2,84 t/ha dan rata-rata 1,91 t/ha.
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
17
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah merakit empat klon unggul ubi kayu dan sudah diuji di beberapa lokasi, yaitu CMM 9908-4, MLG 10.311, CMM 99008-3, dan CMM 02048-6. Dalam pengujian multilokasi diketahui hasil klon CMM 9908-4 lebih tinggi 18% dan 15% masing-masing dari varietas pembanding Adira 4 dan UJ5. Angka konversi ubi segar menjadi etanol 96% dari klon CMM 9908-4 lebih rendah 4% dibanding Adira 4. Artinya klon CMM 9908-4 lebih efisien dibandingkan dengan Adira 4 apabila digunakan sebagai bahan baku etanol.
Galur harapan kedelai Aochi/ W.C.6.60, daya hasil cukup tinggi dan berbiji besar.
Uji multilokasi galur harapan kacang tanah dilaksanakan di Pati dan Wonogiri, Jawa Tengah. Dalam pengujian ini terdapat lima galur yang konsisten memberikan hasil lebih tinggi daripada varietas Singa sebagai pembanding. Hasil tertinggi diberikan oleh galur Mc/GH7-04C-135-111, baik di Pati maupun di Wonogiri (Tabel 5). Perakitan varietas unggul kacang hijau umur genjah dan toleran cekaman biotik telah memasuki tahap uji multilokasi. Pengujian dilaksanakan di Genteng, Ngawi, dan Madura pada MT 2010. Terdapat lima galur yang berdaya hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding dan hanya satu galur yang umur masaknya setara dengan varietas Vima 1 (56 hari), yaitu MMC 342dKP-3-4 (Tabel 6).
18
Hasil klon CMM 99008-3 setara dengan Adira 4 dan UJ5, dan nilai konversi ubi segar menjadi etanol 96%, lebih rendah masing-masing 10% dan 6% dibanding Adira 4 dan UJ5. Artinya, bila digunakan sebagai bahan baku etanol, klon CMM 99008-3 lebih efisien. Rata-rata hasil klon CMM 02048-6 pada umur 6-7 bulan masing-masing 70% dan 20% lebih tinggi dari Adira 1 dan Malang 1 dengan kandungan pati 78% dan 14% lebih tinggi masing-masing dari Adira 1 dan Malang 1. Keempat klon ubi kayu ini telah diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru. Perakitan varietas unggul ubi jalar kaya antosianin yang ditandai oleh daging umbi berwarna ungu sudah memasuki tahap uji multilokasi di Malang (Jawa Timur), Kuningan (Jawa Barat), dan Bukittinggi (Sumatera Barat).
Tabel 5. Hasil lima galur harapan kacang tanah di Pati dan Wonogiri, MT 2010.
Galur
Mc/GH7-04C-66-57 Mc/GH7-04C-140-69 Mc/GH7-04C-29-17 Mc/GH7-04C-135-111 Mc/GH7-04C-20-101 Singa Lokal
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Hasil polong kering (t/ha) Pati
Wonogiri
3,74 3,24 4,06 4,25 3,18 3,12 1,86
3,06 3,13 3,21 3,56 3,30 2,64 2,89
Tabel 6. Umur masak dan hasil biji galur-galur harapan kacang hijau di tiga lokasi, MT 2010. Galur
Umur masak (hari)
Hasil biji (t/ha) Madura
Ngale
Genteng
Rata-rata
MMC 120d-KP-5 MMC 331d-KP-3-4 MMC 342d-KP-3-3 MMC 342d-KP-3-4 MMC 307e-GT-3 Kutilang Vima 1 Lokal
59 59 57 56 59 56 56 69
0,38 0,35 0,38 0,25 0,51 0,44 0,38 0,19
1,10 1,23 0,95 0,98 0,81 0,93 0,70 0,73
0,56 0,91 0,92 0,75 0,83 0,59 0,45 0,12
0,68 0,83 0,75 0,66 0,72 0,65 0,51 0,35
Rata-rata
59
0,36
0,93
0,64
0,64
tinggi daripada varietas pembanding Ayamurasaki (28,3%), kecuali MSU 06028-71 (28,1%). Hasil tertinggi (21,6 dan 21,7 t/ha) di Malang ditunjukkan oleh klon MSU 06044-05 dan MIS 0601-179, di Kuningan klon MSU 06044-05 (29 t/ ha), dan di Bukittinggi juga klon MSU 06044-05 (36,3 t/ha). Berdasarkan tingkat keunguan daging umbi, lima klon termasuk berwarna ungu gelap, kecuali klon MSU 06044-05 dengan warna daging umbi perpaduan antara kuning pucat dan ungu pucat.
Pengujian multilokasi galur harapan kacang tanah di Pati, Jawa Tengah.
Hasil umbi beragam antarklon. Dari 10 klon harapan yang diuji, terdapat lima klon kaya antosianin yang mampu berproduksi lebih tinggi daripada varietas pembanding Ayamurasaki (19,8 t/ha). Kelima klon harapan tersebut adalah MSU 06044-05 (29,0 t/ha), MSU 06014-51 (26,1 t/ha), MSU 06028-71 (22,7 t/ha), MIS 0614-02 (21,7 t/ ha), dan MIS 0601-179 (21,4 t/ha). Kelima klon memiliki bahan kering di atas 30%, juga lebih
Uji multilokasi klon harapan ubi jalar kaya betakaroten, yang ditandai oleh daging umbi berwarna oranye, juga dilaksanakan di Malang (Jawa Timur), Kuningan (Jawa Barat), dan Bukittinggi (Sumatera Barat). Klon MSU 06039-07 memberikan hasil dan kadar bahan kering lebih tinggi (27,3 t/ha dan 28,2%) dari varietas pembanding Beta 2 yang dilepas pada tahun 2008. Di samping itu juga terdapat dua klon harapan yang memiliki warna daging umbi oranye lebih gelap (kadar betakaroten tinggi) dan sangat gelap (kadar betakaroten lebih tinggi), yaitu MSU 0503617 dan MSU 05036-23. Kedua klon harapan ini juga masing-masing mempunyai kadar bahan kering 28,2% dan 26,7%, jauh lebih tinggi dibanding Beta 2 dengan kadar bahan kering hanya 5,3%.
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
19
Empat klon ubi kayu yang diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul.
Galur harapan ubi jalar kaya antosianin.
Pengaturan Pengairan dan Populasi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi (tinggi tanaman, jumlah anakan, dan luas daun) dipengaruhi oleh varietas dan populasi. Cara tanam model tegel menghasilkan anakan rata-rata 22 per rumpun, lebih banyak dibanding cara tanam legowo yang
20
Galur harapan ubi jalar kaya betakaroten.
menghasil anakan rata-rata 17 per rumpun. Varietas hibrida Rokan mempunyai jumlah anakan lebih banyak (25 per rumpun) dibandingkan dengan varietas inbrida Ciherang (18 per rumpun) dan galur padi tipe baru (PTB) BP360 (15 per rumpun). Pertumbuhan gulma tertinggi terjadi pada lahan yang tidak digenang. Penjenuhan air meningkatkan bobot kering gulma (5,2 g/0,5 m2
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
sebelum penyiangan pertama dan 3,0 g/0,5 m2 sebelum penyiangan kedua) dibandingkan dengan yang digenang (masing-masing 3,7 g/0,5 m2 dan 1,7 g/0,5 m2). Varietas dan pengaturan populasi tanaman memengaruhi hasil padi, tetapi kebutuhan air pengairan tidak berbeda (Tabel 7).
Tabel 7.
Efektivitas Multi-isolat Rhizobium pada Tanaman Kedelai di Lahan Masam Tanah Ultisol Lampung Timur memiliki pH tanah rendah (3,65), kejenuhan Al tinggi (44,50%), dan kandungan bahan organik sangat rendah. Setelah
Pengaruh pengelolaan air, pengaturan populasi, dan varietas padi terhadap hasil padi, konsumsi dan efisiensi penggunaan air, Jawa Tengah, MK 2010.
Perlakuan Pengaturan air Tergenang Penjenuhan Populasi tanaman 160.000 160.400 Varietas Rokan (hibrida) BP360 (PTB) Ciherang (inbrida)
Hasil (t GKG/ha)
Konsumsi air (m3/ha)
Efisiensi (kg/m3)
6,82 6,65
6.694 6.867
1,03 0,98
6,38 7,10
6.711 6.851
0,96 1,05
6,90 6,25 7,06
6.613 6.722 7.006
1,05 0,94 1,02
Pembentukan bintil akar kedelai varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium Iletrisoy-2, Iletrisoy-4, dan tanpa inokulasi, Lampung Timur, MH 2010.
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
21
kejenuhan Al diturunkan menjadi 10-20% dan ditambah pupuk kandang (kotoran ayam) 5 t/ha, inokulasi multi-isolat rhizobium Iletrisoy-2 dan Iletrisoy-4 yang dihasilkan oleh Balitkabi dapat memacu pembentukan bintil akar tanaman kedelai varietas Anjasmoro, baik pada kondisi tanpa pemupukan urea maupun dengan pemupukan urea 100-200 kg/ha. Pada tanah dengan kejenuhan Al 10%, isolat Iletrisoy-2 lebih efektif dalam pembentukan bintil akar (42 bintil/tanaman) apabila tidak disertai dengan penambahan pupuk urea, sementara isolat Iletrisoy-4 lebih efektif membentuk bintil akar (40 bintil/tanaman) apabila disertai dengan penambahan 200 kg urea/ha. Isolat komersial lebih efektif membentuk bintil akar apabila disertai dengan penambahan urea 100 kg/ha. Pada tanah dengan kejenuhan Al 20%, isolat Iletrisoy-4 lebih efektif dalam pembentukan bintil akar (32 bintil/ tanaman) jika pupuk urea tidak diberikan, sedangkan isolat Iletrisoy-2 lebih efektif membentuk bintil akar (30 bintil/tanaman) apabila disertai dengan penambahan urea 200 kg/ha.
Pada tanah dengan kejenuhan Al 20%, tanpa pemupukan urea, aplikasi rhizobium Iletrisoy-2 dan Iletrisoy-4 masing-masing meningkatkan hasil kedelai dari 1,43 t/ha menjadi 1,73 t/ha dan 1,71 t/ ha, atau masing masing meningkat 21% dan 20% dibanding tanpa inokulasi. Pada tanah dengan kejenuhan Al lebih rendah (10%), inokulasi dengan Iletrisoy-2 dan Iletrisoy-4 pada perlakuan tanpa urea meningkatkan hasil kedelai dari 1,10 t/ha menjadi 2,14 t/ha dan 1,82 t/ha atau masingmasing meningkat 94% dan 56%. Inokulasi dengan inokulan Iletrisoy-2 dan Iletrisoy-4 mampu memberikan hasil lebih tinggi dibanding pemberian urea 100-200 kg/ha tanpa inokulasi rhizobium (Tabel 8).
Efektivitas Pupuk Organik Kaya Hara pada Kacang Tanah di Lahan Masam Pada MH 2010, Balitkabi telah membuat dua formula pupuk organik kaya hara (Formula A dan Formula B). Tingkat kemasaman (pH) pupuk
Tabel 8. Hasil kedelai varietas Anjasmoro pada pemupukan urea, kejenuhan Al, dan inokulasi rhizobium berbeda, Lampung Timur, MH 2010. Hasil biji (t/ha)
22
Urea (kg/ha)
Inokulan
0 0 0 0
Kejenuhan Al tanah 20%
Kejenuhan Al tanah 10%
Tanpa inokulasi Iletrisoy-2 Iletrisoy-4 Inokulan komersial
1,43 1,73 1,71 1,76
1,10 2,14 1,82 1,94
100 100 100 100
Tanpa inokulasi Iletrisoy-2 Iletrisoy-4 Inokulan komersial
1,28 2,10 1,81 1,50
1,51 1,90 1,37 1,35
200 200 200 200
Tanpa inokulasi Iletrisoy-2 Iletrisoy-4 Inokulan komersial
1,35 1,62 1,64 1,71
1,23 1,80 1,90 1,49
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pertumbuhan kacang tanah pada lahan masam Ultisol Lampung Timur tanpa pemupukan (a), dipupuk Ponska 300 kg/ha (b), kotoran sapi 5.000 kg/ha (c), kotoran ayam 3.000 kg/ha (d), Santap 1,5 t/ha (e), dan Petroganik 2.500 kg/ha (f).
organik Formula A dan Formula B tergolong netral, kandungan C-organik 18,1% dan 21,3%, N 0,85% dan 0,82%, dan C/N-ratio 21,3 dan 26,0. Dibandingkan dengan pupuk kandang kotoran sapi, kandungan hara Formula A maupun Formula B lebih baik dalam hal kandungan N, P2O5, K2O, dan MgO. Dibandingkan dengan pupuk kandang kotoran ayam, Formula A dan Formula B lebih baik dalam hal kandungan hara K2O.
Pada tanah Ultisol Lampung Timur (pH 4,35, kandungan bahan organik 1,98%, N 0,09%, P 3,5 ppm, K 0,11 me/100 g, dan kejenuhan Al 41,8%), pemberian Formula A 1.500 kg/ha meningkatkan hasil kacang tanah varietas Jerapah. Tanpa pupuk, pemberian Formula A 1.500 kg/ha meningkatkan hasil polong kering sebesar 59%. Efektivitas Formula A 1.500 kg/ha lebih baik dibandingkan dengan kotoran sapi 5.000 kg/ha atau kotoran ayam 3.000 kg/ha.
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
23
Pengendalian Hama Wereng Batang Coklat pada Padi Wereng coklat Nilaparvata lugens Stal menjadi salah satu hama yang menakutkan sejak pertengahan 1970-an. Akhir-akhir ini hama wereng coklat kembali mengganas di beberapa daerah. Intensitas serangan tinggi terjadi di Kabupaten Subang, Karawang, Purwakarta (Jawa Barat) dan Kabupaten Pati, Kudus, Demak, dan Jepara (Jawa Tengah). Kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Di Sukamandi Jawa Barat, misalnya, lebih dari 350 ha pertanaman padi berumur 15-30 hari harus dieradikasi dan ditanam ulang dengan nilai kerugian 1,5 miliar rupiah. Hama ini memiliki kemampuan berkembang biak yang sangat tinggi. Selama hidupnya, seekor wereng betina mampu memproduksi 900 butir telur. Siklus hidup hama wereng coklat relatif pendek, sekitar 28 hari, sehingga laju perkembangannya pada varietas peka pada lingkungan optimum dapat mencapai 2.000 kali dalam satu musim. Penanaman varietas peka dalam pola tanam tidak teratur merupakan pemicu perkembangan dan penyebaran hama ini. Tanaman padi yang terserang hama wereng coklat menyebabkan warna daun dan batang menjadi menguning, kemudian berubah menjadi coklat, dan akhirnya seluruh tanaman mengering seolah tersiram air panas (hopperburn). Wereng coklat juga merupakan serangga penular (vektor) virus kerdil hampa dan kerdil rumput yang dapat menginfeksi tanaman padi hingga 100%. Tanaman yang tertular virus kerdil hampa pertumbuhannya kerdil, daun melilit, bergerigi dan memendek, anakan bercabang, malai tidak keluar sempurna, dan gabah hampa. Tanaman padi yang tertular virus kerdil rumput juga tumbuh kerdil, anakan banyak, daun memendek, dan tidak bermalai. Untuk mengatasi dan mencegah meluasnya serangan hama wereng coklat, disarankan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Menghimbau petani untuk sementara tidak menanam varietas padi rentan seperti ketan,
24
Cilamaya Muncul, IR42, dan IR64. Varietas padi yang disarankan untuk ditanam adalah Inpari 1 hingga Inpari 13, khususnya Inpari 2, Inpari 3, Inpari 6, dan Inpari 13. 2. Padi hibrida disarankan ditanam di daerah yang bukan endemis hama wereng coklat. Penanaman padi hibrida perlu mendapat pengawasan ketat agar wereng coklat dapat dikendalikan sedini mungkin. Sampai saat ini tidak satu pun varietas padi hibrida yang tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 3. 3. Perlu dilakukan monitoring terhadap hama wereng coklat, seminggu sekali atau paling lambat dua minggu sekali. Khusus di daerah yang sudah terserang wereng coklat, monitoring harus lebih intensif. Pengendalian segera dilakukan jika populasi wereng telah mencapai ambang ekonomi (empat ekor per rumpun pada fase vegetatif dan tujuh ekor per rumpun pada fase generatif). 4. Meningkatkan kewaspadaan terhadap virus kerdil hampa dan penyakit virus kerdil rumput yang ditularkan oleh wereng coklat. Satu ekor wereng coklat yang mengandung virus dapat menulari satu atau lebih tanaman padi di pembibitan atau di lapangan yang berumur kurang dari satu bulan setelah tanam. Jika sudah terlihat gejala serangan maka tanaman perlu dieradikasi karena tidak ada pestisida yang dapat mengendalikan penyakit virus. 5. Untuk menghindari resurgensi dan resistensi, disarankan untuk tidak menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif sipermetrin dalam mengendalikan hama wereng coklat.
Pengendalian Hama Penggerek Tongkol Jagung Penggerek tongkol termasuk hama utama tanaman jagung. Tanpa pengendalian, hama ini dapat menurunkan produksi, bahkan menyebabkan tanaman puso. Balitsereal telah menghasilkan
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Hasil biji kering (t/ha) 2,00
Dengan pestisida
Tanpa pestisida
1,60
1,20
0,80
0,40
0 Gepak Kuning
Gepak Ijo
Wilis
Kaba
Anjasmoro
Argomulyo
Gambar 1. Hasil beberapa varietas unggul kedelai dengan dan tanpa pengendalian kutu kebul, KP Muneng, Probolinggo, 2010.
formulasi pestisida ramah lingkungan yang efektif dan selektif mengendalikan hama penggerek tongkol. Pestisida ini mudah diperbanyak dan mudah diaplikasikan dengan cara menyemprotkan ke tanaman jagung pada di hari, dengan konsentrasi 108 PIB/ml.
Pengendalian Hama Kutu Kebul pada Kedelai Hama kutu kebul (Bemisia tabaci gennadius) selain merusak tanaman kedelai, juga sebagai serangga vektor virus cowpea mild mottle virus (CMMV). Gejala penularan CMMV pada tanaman kedelai ditandai oleh daun klorosis, belang, mosaik, dan keriput. Dalam kondisi serangan yang parah, pertumbuhan tanaman kerdil, daun keriput, dan hasil turun hingga 80% dan bahkan puso.
Efektivitas pengendalian hama kutu kebul dapat ditingkatkan dengan menanam varietas tahan yang dikombinasikan dengan aplikasi insektisida. Hasil penelitian di Kebun Percobaan (KP) Muneng, Probolinggo, menunjukkan varietas Anjasmoro dan Argomulyo masing-masing sangat peka dan agak peka dengan intensitas serangan berturut-turut 70% dan 60%, sedangkan varietas Wilis, Kaba, Gepak Kuning, dan Gepak Ijo bereaksi tahan dengan intensitas serangan di bawah 30% pada 63 HST. Aplikasi insektisida profenofos pada saat tanaman berumur 7 dan 14 HST, diikuti oleh aplikasi lamdasihalotrin 106 g/l + tiametoksam 141 g/l pada 21, 28, 35, dan 42 HST, dan diafentiuron 500 g/l pada 59, 66, dan 73 HST mampu mencegah kehilangan hasil 40-60% akibat serangan kutu kebul, kecuali pada varietas Anjasmoro yang tampaknya rentan (Gambar 1).
Tanaman Pangan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
25
Hortikultura Untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor komoditas hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghorti) yang didukung oleh Balai Penelitian di bawah naungannya terus berupaya menghasilkan inovasi teknologi. Melalui berbagai penelitian, pada tahun 2010 Puslitbanghorti menghasilkan berbagai varietas unggul baru yang adaptif di daerah tropis dan inovasi teknologi berbasis sumber daya lokal yang diharapkan dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim. Pengembangan inovasi teknologi tersebut diharapkan mempunyai dampak yang besar terhadap penyediaan benih berkualitas dan berdaya saing tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal/nasional, peningkatan daya saing produk, pengembangan agribisnis hortikultura, peningkatan ekspor produk, dan perbaikan pendapatan pelaku agribisnis hortikultura.
26
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Varietas Unggul Akhir-akhir ini berkembang dua isu penting yang dapat dikaitkan dengan pengembangan komoditas hortikultura. Pertama, perdagangan bebas yang memungkinkan komoditas yang sama dari negara lain masuk ke Indonesia. Hal ini menuntut adanya perbaikan mutu dan produktivitas agar mampu bersaing dengan produk luar negeri. Kedua, secara nasional, daerah didorong untuk mengelola asetnya sendiri secara otonom. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah perlunya penerapan inovasi teknologi, di antaranya varietas unggul baru, baik unggul lokal maupun unggul nasional.
Keragaan tanaman, duri, dan buah salak Sari Kampar.
Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian melepas varietas unggul salak, pepaya, dan tanaman hias (krisan, anggrek, anyelir, gladiol, lili, mawar, dan anthurium). Selain itu, dihasilkan pula klon cabai merah, bawang merah, dan jeruk tanpa biji (seedless).
Salak Kerja sama penelitian Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika) dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau dan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kampar menghasilkan varietas unggul salak dengan nama Sari Kampar. Keistimewaan varietas unggul ini antara lain adalah daging buah tebal (0,7-1,4 cm), rasa manis dengan total padatan terlarut (TSS) 20-22°Brix, tidak sepet (walaupun buah masih muda), aroma harum, dan dapat tumbuh baik di antara tanaman karet dewasa.
Pepaya Merah Delima.
panjang buah 21-30 cm, lingkar buah 30-40 cm, ketebalan daging buah 2,5-4,5 cm dengan TSS 1114,5ºBrix, dan tekstur daging buah kenyal.
Krisan Pepaya Balitbu Tropika juga menghasilkan varietas unggul pepaya dengan nama Merah Delima. Keunggulan varietas ini antara lain adalah buah berbentuk hermafrodit silindris memanjang, warna daging buah oranye kemerahan, produktivitas 64-70 buah/ pohon/musim dengan bobot buah 800-1.900 g,
Pada tahun 2010, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) telah menghasilkan enam varietas krisan yang masing-masing dilepas dengan nama Ratnahapsari, Kusumapatri, Cintamani, Kusumasakti, Sasikirana, dan Kusumaswati. Masing-masing varietas tersebut memiliki keunggulan karakter.
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
27
Varietas unggul krisan: (a) Ratnahapsari, (b) Kusumapatri, (c) Cintamani, (d) Kusumasakti, (e) Sasikirana, dan (f) Kusumaswati.
Varietas Ratnahapsari memiliki bunga tunggal. Bunga pita berwarna merah, diameter kuntum bunga 7,1-7,8 cm, memiliki 17-20 kuntum bunga per tangkai, dan masa segar dalam vas 13-16 hari. Tinggi tanaman berkisar antara 98-104 cm.
Varietas Kusumasakti mempunyai bunga dengan tipe standar dan dekoratif. Diameter bunga 9,3-10,8 cm, satu kuntum per tangkai dengan masa segar dalam vas 12-14 hari. Tinggi tanaman berkisar antara 103-114 cm.
Varietas Kusumapatri memiliki bunga dengan bentuk dekoratif. Bunga pita berwarna putih, diameter kuntum bunga 6,8-7,5 cm, jumlah bunga per tangkai 15-22 kuntum, dan masa segar dalam vas 12-14 hari. Tinggi tanaman berkisar antara 107-114 cm.
Varietas Sasikirana dengan tinggi tanaman 98104 cm memiliki bunga tunggal. Bunga pita berwarna merah, diameter bunga 7,1-7,8 cm, 1720 kuntum per tangkai dengan masa segar dalam vas 13-16 hari.
Varietas Cintamani menghasilkan bunga dengan tipe standar dan dekoratif. Diameter bunga 9,3-10 cm, satu kuntum per tangkai, dengan masa segar 12-14 hari dalam vas. Tanaman relatif pendek dengan tinggi 91-99 cm.
28
Varietas Kusumaswati menghasilkan bunga dengan bentuk dekoratif. Bunga pita berwarna putih, diameter bunga 6,8-7,5 cm, 15-22 kuntum per tangkai, dengan masa segar dalam vas 12-14 hari. Tinggi tanaman berkisar antara 107-114 cm.
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Anggrek
Anyelir
Agribisnis anggrek di Indonesia berjalan lambat antara lain karena masih sedikitnya jumlah kultivar baru hasil persilangan maupun produk bioteknologi. Balithi telah menghasilkan tiga varietas anggrek yang masing-masing dilepas dengan nama Sri Mulyani, Sri Rahayu, dan Rahayuni. Ketiganya beradaptasi baik di lokasi dengan ketinggian 6001.400 m dpl.
Salah satu kendala dalam usaha tani anyelir (Dianthus caryophyllus L.) adalah ketergantungan pada bibit impor. Untuk mengatasi masalah tersebut telah diupayakan merakit varietas unggul yang memiliki daya saing tinggi di pasaran. Pada tahun 2010, Balithi menghasilkan dua varietas anyelir yang dilepas dengan nama Laura dan Brenda, beradaptasi dengan baik pada lokasi dengan ketinggian 700-1.500 m dpl.
Varietas Sri Mulyani memiliki panjang tangkai bunga 34-40 cm, lebar bunga 9-11 cm, jumlah bunga 7-23 kuntum/tangkai, dan lama masa segar 3-4 bulan. Panjang tangkai bunga varietas Sri Rahayu 24-31 cm, lebar bunga 8-10 cm, jumlah bunga 11-12 kuntum/tangkai, dan lama masa segar 3-4 bulan. Varietas Rahayuni memiliki panjang tangkai bunga 22-25 cm, lebar bunga 9 cm, jumlah bunga 5-15 kuntum/tangkai, dan lama masa segar bunga 3-4 bulan. Bunga ketiga varietas tersebut menghadap ke tiga arah.
Varietas Laura merupakan hasil persilangan antara D. caryophyllus cv. Rendezvous dengan D. caryophyllus cv. Orange Triumph. Keunggulan varietas ini adalah tanaman tegar, bunga beraroma wangi, berwarna ungu yang sangat unik, dan tepi petal bunga rata sehingga petal tidak mudah rusak/ koyak. Daya tahan bunga varietas Laura berkisar antara 8-10 hari, umur mulai berbunga 5-6 bulan dari penanaman setek berakar, tipe bunga standar, dan jumlah bunga 10-15 tangkai per tahun. Tinggi tanaman berkisar antara 88-104 cm. Varietas Brenda adalah hasil persilangan antara D. caryophyllus cv. Liberty dengan D. caryophyllus cv. Rendezvous. Varietas ini memiliki corak bunga seperti tetua jantan, yaitu putih dengan pinggiran ungu muda dan batangnya kokoh. Lama kesegaran bunga berkisar antara 9-11 hari, umur mulai berbunga 5-6 bulan dari penanaman setek berakar, tipe bunga standar, bentuk bunga ganda, aroma bunga wangi, hasil
Tampilan anggrek var. Sri Mulyani (atas), Rahayuni (kiri bawah), dan Sri Rahayu (kanan bawah).
Tampilan bunga anyelir var. Laura (kiri) dan Brenda (kanan).
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
29
bunga 8-10 tangkai per tahun, dan lama kesegaran 9-11 hari. Tinggi tanaman berkisar antara 99-106 cm.
Gladiol Kultivar gladiol yang dibudidayakan di Indonesia masih terbatas. Varietas introduksi sulit berkembang pada lingkungan tropis dan peka terhadap penyakit layu fusarium yang merupakan penyakit utama gladiol di dalam negeri. Dua varietas gladiol (Gladiolus hybridus) telah dilepas
pada tahun 2010 dengan nama Nurlaila dan Nurfitri, beradaptasi baik pada lokasi dengan ketinggian 600-1.400 m dpl. Umur mulai berbunga varietas Nurfitri 45-60 hari, diameter bunga 8,5-10,7 cm, dan tinggi tanaman 86-138 cm. Varietas Nurlaila mulai berbunga pada umur 45-60 hari, diameter bunga 9-11 cm, dan tinggi tanaman 101-146 cm. Hasil bunga kedua varietas masing-masing 1-2 tangkai per tanaman per musim dengan lama masa segar setelah dipotong 3-4 hari.
Lili Pada tahun 2010 telah dilepas lima varietas lili dengan nama Renita, Liani, Renito, Liana, dan Reniti. Varietas Renita mempunyai tinggi tanaman 88-115 cm, umur mulai berbunga 80-90 hari jika menggunakan umbi sebagai bibit, diameter bunga mekar 11-13 cm, aroma bunga agak wangi, jumlah bunga 3-5 kuntum/tangkai, jumlah anakan 25-40 bulbil/tanaman, periode segar bunga setelah tangkai dipotong 6-7 hari, dan hasil bunga 3-5 tangkai/tanaman/tahun.
Tampilan bunga gladiol var. Nurfitri (kiri) dan Nurlaila (kanan).
Berbeda dengan varietas Renita, varietas Liani memiliki tinggi tanaman 150-155 cm. Umur berbunga 75-90 hari, tipe tumbuh perenial, aroma bunga wangi, produksi bunga 6-7 tangkai/tahun, jumlah bunga 3-5 kuntum/tangkai, jumlah anakan 3-4 bulbil/tanaman, dan periode segar bunga setelah dipotong 7-9 hari.
Tampilan bunga varietas unggul lili, dari kiri ke kanan, Renita, Liani, Renito, Liana, dan Reniti.
30
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Varietas Renito mulai berbunga pada umur 8090 hari. Diameter bunga 18-20 cm, aroma bunga tidak wangi, jumlah bunga 5-6 kuntum/tangkai, jumlah anakan 5-8 bulbil/tanaman, periode segar bunga setelah tangkai dipotong 6-7 hari, dan hasil bunga 3-4 tangkai/tanaman/tahun. Varietas ini beradaptasi dengan baik pada lokasi dengan ketinggian 300-1.200 m dpl. Varietas Liana berbunga pada umur 75-90 hari. Tinggi tanaman 110-125 cm, aroma bunga sangat wangi, jumlah anakan 3-4 bulbil/tanaman, dan periode masa segar bunga 8-10 hari.
Tampilan bunga anthurium var. Red Saphire (kiri) dan Jamrud (kanan).
Varietas Reniti mulai berbunga pada umur 8090 hari. Diameter bunga mekar 18-20 cm, aroma bunga agak wangi, jumlah bunga 3-5 kuntum/ tangkai, jumlah anakan 5-8 bulbil/tanaman, masa mekar bunga setelah tangkai dipotong 6-7 hari dengan hasil bunga 3-4 tangkai/tanaman/tahun.
Anthurium Anthurium merupakan salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi relatif tinggi dan diminati banyak orang. Balithi telah merakit dua varietas anthurium yang dilepas dengan nama Jamrud dan Red Saphire. Kedua varietas memiliki tipe tumbuh cukup tinggi, lebih dari 50 cm. Tipe ini ideal untuk anthurium bunga potong karena dapat menopang pertumbuhan bunga dengan tangkai yang panjang dan ukuran spathe yang besar, yaitu panjang 19,2 cm dan lebar 14,8 cm. Masa segar varietas Jamrud dalam pot cukup lama, rata-rata 27 hari, dengan produksi bunga rata-rata 8 tangkai per tahun. Varietas Jamrud merupakan hasil persilangan antara cv. Angel sebagai tetua betina dan cv. Midori sebagai tetua jantan. Tinggi tanaman 78-86 cm, lebar tajuk 90-97 cm, panjang tangkai bunga 66-74 cm, panjang spadik 10-13,5 cm, dan lebar bagian spadik yang terlebar 0,8-10 cm. Varietas Red Saphire merupakan hasil persilangan antara cv. Lady Jane Ungu dan cv. Amigo. Tinggi tanaman 87-96 cm, lebar tajuk 7986 cm, panjang tangkai bunga 87-93 cm, panjang
Tampilan bunga mawar var. Pracita (kiri) dan Siska (kanan).
spadik 8,8-9,3 cm, dan lebar bagian spadik yang terlebar 0,55-0,65 cm.
Mawar Pada tahun 2010, Balithi telah merakit dua varietas mawar yang dilepas dengan nama Pracita dan Siska. Kedua varietas ini beradaptasi baik pada lokasi dengan ketinggian 1.100-1.400 m dpl. Varietas Pracita mulai berbunga pada umur 34 bulan setelah tanam. Bunga bertipe ganda, aroma bunga wangi, panjang tangkai bunga 5,56,7 cm, dan lama masa segar bunga dalam vas 7-9 hari. Tanaman agak tahan terhadap hama tungau dan penyakit embun tepung,
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
31
Varietas Siska mulai berbunga pada umur 8-9 minggu setelah okulasi. Tipe bunga ganda, aroma bunga lemah, panjang tangkai bunga 9,6-11,5 cm, dan lama kesegaran bunga dalam vas 7-9 hari. Tanaman agak tahan terhadap hama tungau dan penyakit embun tepung.
berbeda pada tiga musim tanam. Dari pengujian ini terpilih klon cabai keriting K.06 dan kolon cabai besar B.02 dengan produktivitas di atas 10 t/ha, buah seragam, dan warna buah merah tua. Kedua klon dapat diusulkan menjadi varietas unggul.
Bawang Merah Cabai Uji adaptasi dan evaluasi klon harapan cabai besar dan cabai keriting dilaksanakan di tiga lokasi
Pada tahun 2010 telah dilakukan uji multilokasi tiga klon bawang merah, yaitu klon no. 5, no. 6, dan no. 7. Ketiga klon tersebut berumur genjah (52 hari) dengan produktivitas di atas 20 t/ha. Jeruk Konsumen umumnya menyukai jeruk tanpa biji (seedless), warna kulit menarik, ukuran buah seragam, dan cita rasa enak. Karakter buah penting lainnya adalah keharuman, tekstur, dan kualitas jus. Sebagian besar jeruk lokal yang ada saat ini belum memenuhi kriteria yang diinginkan konsumen, terutama jumlah biji. Jeruk keprok umumnya memiliki 10-15 biji/buah, jeruk siam 1520 biji/buah, dan pamelo 30-50 biji/buah. Pada tahun 2010, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) telah melakukan perbaikan jeruk lokal yang potensial sebagai jeruk tanpa biji. Sebelas aksesi yang telah dipanen tiga kali menunjukkan kestabilannya sebagai jeruk tanpa biji, yaitu aksesi MT17, MT18, MT19, MT29, MT38, MT43, MT53, MT56, MT67, MT95, dan MT96. Selain itu, aksesi pamelo tanpa biji M1V2 telah ditanam di KP Kraton, Pasuruan, untuk menyesuaikan habitat aslinya, yaitu di dataran rendah.
Produksi Benih Sumber
Calon varietas cabai keriting K.06 (atas) dan cabai besar B.02 (bawah).
32
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) telah memproduksi benih penjenis berbagai komoditas sayuran. Pada tahun 2010, benih bawang merah yang dihasilkan mencapai 5,1 ton, dan benih kentang (dengan melibatkan mitra) sebanyak satu juta G0. Selain itu, telah dihasilkan pula 93.890 g
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Calon varietas unggul bawang merah, dari kiri ke kanan, Rintik 1, Rintik 2, dan Rintik 3.
Potensi ketiadaan biji (seedless) pada aksesi jeruk MT53, MT67, MT95, dan MT96.
benih cabai, tomat, mentimun, buncis rambat, dan kangkung. Unit Produksi Benih Sumber (UPBS) Balitsa telah mendistribusikan benih tersebut untuk memenuhi permintaan konsumen. Untuk komoditas buah tropika, telah diproduksi benih empat varietas durian (Otong, Kani, Sunan, dan Matahari) sebanyak 8.000 batang dan dua varietas manggis (Ratu Kamang dan Ratu Tembilahan) sebanyak 4.000 batang. Selain itu, telah diterapkan dan disempurnakan DOKSISTU SMM-UPBS berbasis ISO 9001:2008 untuk varietas manggis, alpokat, dan durian yang telah siap didaftarkan di Lembaga Sertifikasi dan Standardisasi Mutu. UPBS Balitbu Tropika telah mendistribusikan benih alpokat sebanyak 465 batang, mangga 1.026 batang, manggis 100 batang, durian 907 batang, dan jeruk 1.660 batang
ke pelanggan di Sumatera Barat, Riau, Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat. Pada tahun 2010 telah dipersiapkan benih sumber pesanan Direktorat Perbenihan, dinas, dan swasta, yang meliputi 533 batang bibit BF jeruk, 3.207 batang bibit BPMT jeruk, 50 batang bibit BF apel, 400 batang bibit BPMT apel, 50 batang bibit BF lengkeng, 200 batang bibit BPMT lengkeng, 500 batang BF anggur, dan 250 batang bibit BPMT anggur. Untuk komoditas stroberi, telah dihasilkan 250 bibit hasil kultur jaringan dari induk stroberi varietas Dorit dan California. Untuk menindaklanjuti pesanan bibit jeruk, pada tahun 2010 dilakukan okulasi pada BF dan BPMT jeruk. Sebanyak 2.357 bibit telah dikirim ke pemesan, yang terdiri atas 297 batang bibit BF dan 2.060 batang bibit BPMT.
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
33
Produksi benih tomat dan buah tomat var. Ratna.
Produksi benih sumber durian dan manggis berdasarkan standar operasional prosedur SMM.
Untuk memenuhi permintaan konsumen, pada tahun 2010 Balithi memproduksi benih krisan hasil kultur jaringan yang terdiri atas 11.195 botol dan 659.690 setek dan mendistribusikannya sebanyak 1.077 botol. Selain itu, didistribusikan pula benih anggrek 156 botol, benih anthurium 409 botol,
34
benih pilodendron 36 botol, benih mawar 10 botol, bibit mawar potong 2.099 bibit, bibit mawar mini 2.099 bibit, benih lili 17.095 botol dan 2.219 umbi dan telah didistribusikan 1.179 botol, bibit Spathologtis 314 tanaman, dan bibit gladiol 111.319 subang.
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Peningkatan Mutu dan Produksi Pisang Kepok
Teknologi Produksi
Balitbu Tropika telah menghasilkan formula fungi mikoriza arbuskula (FMA). Pemberian FMA pada bibit pisang kepok meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan lingkar batang. Aplikasi pupuk kalium juga berpengaruh positif terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, dan lingkar batang pisang kepok.
Pengendalian Lalat Buah pada Mangga Balitbu Tropika pada tahun 2010 menghasilkan teknologi pengendalian lalat buah pada mangga dengan menggunakan minyak atsiri serai wangi. Aplikasi minyak serai wangi dengan dosis 6 cc/l dapat menurunkan tingkat serangan lalat buah pada mangga gedong gincu. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan minyak serai wangi untuk mengendalikan lalat buah pada mangga memberikan keuntungan 70-80% lebih besar dibandingkan dengan aplikasi pestisida kimia (Tabel 1).
Optimalisasi Mata Tunas Bonggol Pisang melalui Perbanyakan Semikonvensional Teknologi perbanyakan pisang dengan belahan bonggol (bit) atau dengan mematikan titik tumbuh
Tampilan buah mangga gedong gincu setelah aplikasi serai wangi (kiri) dan tanpa serai wangi (kanan).
Tabel 1.
Analisis biaya penggunaan minyak serai wangi dibanding pestisida untuk 18 tanaman mangga. Kebutuhan bahan/harga
Perlakuan
Serai wangi 2 cc/l 4 cc/l 6 cc/l Pestisida
Bahan (ml)
Harga (Rp)
Asumsi produksi 18 tanaman (kg)
504 1.008 1.512 252
50.400 100.800 151.200 75.600
720 720 720 720
Produksi selamat Jumlah (kg)
504 504 576 216
Harga (Rp)
5.040.000 5.040.000 5.760.000 2.160.000
Keuntungan (Rp)
4.989.600 4.939.200 5.608.800 2.084.400
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
35
Tunas pisang umur 3 bulan dipotong, lalu bonggol dikupas dan titik tumbuhnya dimatikan.
Pertanaman pisang kepok tanjung pada blok pohon induk di kebun BBI.
Pengelolaan Blok Pohon Induk Pisang di Kalimantan Timur
bonggol dapat diterapkan oleh penangkar benih konvensional. Perbanyakan dengan cara mematikan titik tumbuh bonggol (semikonvensional) dilakukan dengan cara membongkar bonggol dan memprosesnya pada tempat khusus atau pada kebun produksi benih. Bonggol pisang kepok dan barangan (diameter 20-25 cm) diambil dari tanaman yang belum menghasilkan buah. Bonggol lalu dibuang kelopaknya selapis demi selapis dengan pisau tajam hingga habis. Bagian titik tumbuh dilubangi kira-kira sedalam 5 cm dengan diameter 3 cm, lalu zat pengatur tumbuh BAP diberikan pada lubang yang telah dibuat. Empat tunas yang terbentuk dipelihara tanpa dipisah dari bonggolnya, sedangkan tunas lainnya dipisahkan dari bonggol dan ditanam dalam polibeg yang berisi media tanam. Setiap varietas mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan tunas. Varietas barangan menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dibanding varietas kepok. Aplikasi BAP belum menunjukkan pengaruh yang nyata.
36
Seluas 1 hektar blok pohon induk pisang di Kalimantan Timur sudah terbangun dan terawat dengan baik. Blok pohon induk dibangun pada lahan petani di Desa Muara Badak dan di kebun Balai Benih Induk (BBI) hortikultura Kalimantan Timur. Varietas pisang yang ditanam yaitu ketan, kepok tanjung, raja kinalun, dan barangan. Sebagian dari tanaman pisang yang ada telah memasuki fase generatif atau dipanen. Bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kalimantan Timur, varietas pisang tersebut mulai diperkenalkan ke berbagai pihak, terutama varietas ketan yang relatif belum diketahui petani. Sebagian bibit varietas ini telah ditanam pada demplot Dinas Pertanian Kalimantan Timur di Kabupaten Kutai Timur.
Perbanyakan Bawang Merah dengan Teknik Somatik Embriogenesis Penggunaan teknik somatik embriogenesis (SE) untuk menyediakan benih bawang merah dalam jumlah banyak dapat meningkatkan jumlah kalus yang terbentuk, memperpendek waktu perbanyakan kalus embriogenik, dan menghasilkan
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Regenerasi daun dan tunas bawang merah dengan gejala vitrifikasi (kiri), setelah dipindah ke tabung uji dengan perkembangan yang sama (tengah), dan tunas yang normal (kanan).
kalus embriogenik yang beregenerasi menjadi planlet sekitar 60%. Kultur in vitro dimulai dengan penjaringan eksplan dari tunas umbi bawang merah varietas Bima dan Sumenep agar bebas bakteri endofit. Induksi kalus dilakukan pada media BDS ditambah 2,4D atau pikloram 0,1, 0,5, dan 1,0 mg/l dalam dua subkultur dengan interval empat minggu. Kalus selanjutnya dipelihara dalam media BDS ditambah 2,4D atau pikloram 1,0 mg/l. Untuk kalus embriogenik, inisiasi kultur pada medium cair memerlukan eksplan kalus yang relatif banyak dan cenderung tidak bertambah sehingga inisiasi kalus embriogenik dilakukan pada medium padat. Regenerasi kalus diambil dari kultur setelah subkultur ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalus embriogenik bawang merah varietas Bima dan Sumenep dapat diinduksi pada medium BDS yang ditambah 2,4D atau pikloram 1 mg/l. Kalus embriogenik dapat dipelihara dan diperbanyak pada medium yang sama dengan interval subkultur dan rasio perbanyakan masing masing 8 (Bima) dan 12 (Sumenep).
Teknik Inisiasi dan Proliferasi Sel Embriogenik pada Durian Permintaan benih durian cukup tinggi. Perbanyakan benih melalui teknik kultur jaringan dengan sistem regenerasi SE menghasilkan benih yang seragam dan bermutu dalam skala massal. Keberhasilan teknologi SE dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan dan komposisi media yang digunakan. Kalus dari eksplan daun, mahkota bunga, dan tangkai sari durian dapat diinduksi pada media yang mengandung 2,4D 3 ppm + kinetin 0,1 ppm atau BAP 0,1 ppm. Waktu inisiasi kalus pada eksplan tangkai sari, mahkota bunga, dan daun berturut-turut adalah 4 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu setelah kultur. Jumlah kalus terbanyak pada eksplan tangkai sari diperoleh pada media MS + 2,4D 3 mg/l + kasein hidrolisat 100 mg/l. Untuk eksplan daun, jumlah kalus terbanyak diperoleh pada media MS + 2,4D 3 mg/l + kinetin 0,1 mg/l + air kelapa 100 ml/l, sedangkan untuk eksplan mahkota bunga, jumlah kalus terbanyak didapat pada media MS + 2,4D 3 mg/l + BAP 0,1 mg/l + air
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
37
Proliferasi kalus pada eksplan mahkota bunga durian (kiri) dan kalus yang sudah mengarah ke embriogenik (kanan).
kelapa 100 ml/l. Media yang cocok untuk proliferasi kalus dari eksplan tangkai sari dan mahkota bunga durian adalah MS + 2,4D 5 ppm + 0,1 ppm kinetin + vit. B5. Pada tahun 2010 telah dihasilkan 400 botol kalus noduler, dengan bobot kalus per botol 0,9 g atau setara dengan bobot kalus 364 g. Jika bobot satu nodul rata-rata 0,7 mg maka jumlah nodul yang dihasilkan sebanyak 514.285 nodul yang merupakan calon embrio somatik. Produksi Benih Anggrek Phalaenopsis dan Dendrobium secara Massal Produksi benih anggrek Phalaenopsis dan Dendrobium secara massal dalam waktu cepat dan murah dapat diupayakan dengan menggunakan teknologi SE pada kon-klon harapan hasil pemuliaan. Inisiasi dan proliferasi tunas 43 klon harapan Phalaenopsis dan empat klon Dendrobium berhasil dilakukan dengan menggunakan medium TBN-2. Induksi kalus Phalaenopsis (kultivar Puspa Tiara Kencana, klon E 2160 dan KD 69) dan Dendrobium (klon NS 001/28 dan NS 022/58) dilakukan pada media PC-1, Pro-D3, Pro-D4, dan
38
Pro-D5, serta media D1 dan D7. Media D1, D7, dan PCB potensial untuk memperbanyak kalus secara cepat dengan kualitas kalus cukup baik (remah dan berwarna hijau segar). Kepadatan inokulum terbaik adalah 2 g/25 ml. Proliferasi kalus embriogenik pada dua klon/ kultivar Phalaenopsis (Puspa Tiara Kencana dan KD 69) dan tiga klon Dendrobium (NS 001/31, NS 022/ 21, dan NS 022/61) berhasil dilakukan pada media PC-1, MDS-B1, PC.T-2. Kepadatan inokulum terbaik adalah 2-3 g/25 ml media. Embrio somatik terbentuk secara tidak langsung melalui pembentukan kalus pada medium dengan TDZ tinggi, diikuti subkultur berulang 7-12 kali dan penurunan konsentrasi hormon secara bertahap hingga media tanpa hormon.
Produksi Massal Benih Jeruk Bebas Virus (HLB dan CTV) Kebutuhan benih berbagai varietas jeruk pada tahun 2010 mencapai 15 juta benih. Hal ini menuntut ketersediaan semaian batang bawah bermutu dalam jumlah banyak untuk kemudian diokulasi dengan varietas komersial. Teknologi SE
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Inisiasi tunas dari nodus tangkai bunga Phalaenopsis; dari kiri ke kanan, mata tunas mulai bengkak pada 1-2 minggu setelah tanam (mst), inisiasi planlet pada 5-6 mst, dan proliferasi tunas dari nodus tangkai bunga.
Metode sambung pucuk dini pada jeruk; dari kiri ke kanan, embrio batang atas, planlet, hasil sambungan batang bawah + planlet, dan hasil sambungan batang bawah + embrio.
terbukti mampu menghasilkan materi perbanyakan jeruk dalam jumlah banyak, baik pada batang bawah maupun entresnya, sehingga bisa dilakukan mikropropagasi. Penyambungan semaian batang bawah dan entres hasil SE dapat menjadi alternatif sistem pembenihan jeruk bebas penyakit. Dengan menerapkan teknologi ini dapat dihasilkan 94.000 embrio dan planlet batang bawah dan batang atas jeruk.
Uji kompatibilitas batang atas dan batang bawah hasil perbanyakan SE dengan metode sambung pucuk dini menunjukkan bahwa penggunaan batang bawah hasil semaian biji umur 8 bulan setelah tebar menghasilkan persentase tumbuh yang tertinggi. Penggunaan planlet sebagai batang atas juga menghasilkan persentase tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan batang atas fase embrio.
Hortikultura Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
39
Perkebunan Subsektor perkebunan memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun perolehan devisa. Untuk mendongkrak produktivitas komoditas perkebunan serta meningkatkan nilai tambah, peran inovasi teknologi menjadi sangat penting. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) beserta balai penelitian yang bernaung di bawahnya terus berupaya menghasilkan inovasi teknologi yang terkait dengan penyiapan bahan tanaman, benih, budi daya tanaman, dan pascapanen serta melakukan analisis kebijakan dalam rangka mengembangkan agribisnis perkebunan yang berdaya saing.
40
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Strategi Peningkatan Produksi Kapas Kebutuhan serat kapas nasional mencapai 700 ribu ton/tahun atau setara dengan 2 juta ton kapas berbiji. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah melakukan perluasan areal tanam kapas seluas 350.000 ha dan mengintensifkan penerapan teknologi budi daya untuk mencapai produktivitas optimum. Upaya tersebut memerlukan dukungan ketersediaan benih unggul, lahan irigasi, serta input usaha tani yang mencukupi. Saat ini telah tersedia benih kapas unggul Kanesia 8-15 yang memiliki potensi produktivitas 3 ton kapas berbiji per ha, dengan harga benih Rp37.500/kg. Varietas ini dapat digunakan pada awal Gernas Kapas dan penelitian kapas transgenik. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) sudah mulai meneliti kapas transgenik dan diperkirakan akan menghasilkan kapas transgenik nasional pada tahun 2018 dengan potensi produktivitas 6 ton kapas berbiji per ha dan harga benih Rp100 ribu/kg. Mulai tahun 2019, pemakaian benih kapas Kanesia 8-15 secara bertahap dapat diganti dengan kapas transgenik. Dengan menggunakan benih kapas unggul Kanesia 8-15 dan input usaha tani sesuai SOP, pada lahan irigasi, produksi kapas berbiji mencapai 1,1 juta ton atau setara dengan 386 ribu ton serat kapas. Jumlah ini dapat mencukupi 52% kebutuhan serat kapas nasional. Jika menggunakan benih kapas transgenik, produksi kapas berbiji mencapai 2 juta ton setara dengan 700 ribu ton serat kapas, atau dapat memasok 100% kebutuhan serat kapas nasional. Untuk memudahkan penyediaan benih, pengembangan areal kapas 350.000 ha dapat dilakukan selama tiga tahun. Bila rata-rata kebutuhan benih kapas 6 kg/ha maka kebutuhan benih untuk areal 350.000 ha mencapai 2.100 ton. Dengan asumsi produktivitas kebun benih sebar 500 kg/ha maka dibutuhkan sekitar 4.200 ha kebun benih sebar. Untuk memenuhi kebutuhan benih bagi kebun benih sebar tersebut diperlukan kebun benih
sebar seluas 105 ha dan kebun benih dasar 2 ha. Pengembangan benih dasar dapat dikerjasamakan dengan lembaga penelitian, sedangkan penyediaan benih sebar dapat dilakukan pemerintah daerah bekerja sama dengan penangkar benih swasta. Berdasarkan pertimbangan tersebut, langkah yang diperlukan dalam upaya pengembangan kapas nasional adalah: 1. Penentuan areal pengembangan pertanaman kapas yang sesuai. Saat ini telah dipetakan lahan-lahan yang sesuai secara agroklimat untuk pertanaman kapas seluas 940.500 ha yang tersebar di 8 provinsi. 2. Persiapan calon petani dan calon lokasi dan pembangunan sarana irigasi pada 350.000 ha lahan terpilih dengan memerlukan biaya investasi sekitar Rp525 miliar. 3. Bantuan benih unggul kapas. Pengembangan 350.000 ha areal baru kapas memerlukan benih sekitar 2.100 ton benih. Dengan harga
Varietas unggul kapas Kanesia 11.
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
41
benih kapas unggul Kanesia Rp37.500/kg, dibutuhkan dana sekitar Rp78,75 miliar sebagai bantuan benih awal bagi petani pada pertanaman tahun pertama. Pada pertanaman tahun kedua dan ketiga, petani sudah mendapat keuntungan dari produksi kapas sehingga dapat menyediakan benih sendiri. Pada tahun keempat, benih kapas transgenik diharapkan telah tersedia dengan harga Rp100 ribu/kg. 4. Bantuan input produksi bagi petani. Agar produktivitas kapas optimum, petani peserta Gernas perlu mendapat bantuan input produksi pada tahun pertama sekitar Rp700 ribu/ha atau Rp245 miliar untuk 350.000 ha. Pada tahun kedua dan seterusnya, petani tentunya sudah mampu menyediakan input produksi sendiri. 5. Pembangunan kebun benih sebar dan kebun benih dasar. Untuk memenuhi kebutuhan benih bagi 350.000 ha areal pengembangan kapas, perlu dibangun kebun benih dasar seluas 2 ha dan kebun benih sebar 105 ha dengan biaya sekitar Rp1,1 miliar. 6. Penelitian kapas transgenik. Agar tersedia kapas transgenik dengan harga yang murah pada tahun keempat Gernas, perlu dilakukan penelitian kapas transgenik yang diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp1,2 miliar
Varietas Unggul Bahan Tanam Kopi Unggul Tahan Nematoda Lima genotipe harapan calon penyusun kopi unggul komposit tahan nematoda adalah bastar P 88 x HdT, BP 426 A x P 88, BP 542 A x BP 426 A, BP 542 A x P 88, dan BP 542 A x HdT. Sementara itu, seleksi dan pengujian untuk memperoleh varietas kapas tahan penyakit karat daun dengan produktivitas 2,75 ton kopi biji/ha/tahun dilakukan dengan memilih kopi arabika tipe kate yang dikembangkan dengan populasi 2.000 pohon/ha. Dengan tetap mempertimbangkan cita rasa, diperoleh dua nomor seleksi K 34 dan K 99. Kemampuan kopi arabika menghasilkan tunas air untuk perbanyakan secara klonal cukup rendah. Oleh karena itu, diterapkan teknik perbanyakan klonal dengan somatik embriogenesis (SE). Protokol pembuatan SE kopi arabika varietas dan klon anjuran telah diperoleh, yaitu untuk klon/ varietas AS1, AS2K, S-795, dan Sigararutang. Pada kopi robusta, untuk mempercepat adopsi, bahan tanaman dirancang dalam bentuk hibrida biklonal yang dapat diperbanyak dengan biji, dan mampu beradaptasi pada kondisi iklim basah. Pada lahan endemis nematoda Pratylenchus
7. Berdasarkan perhitungan di atas, dana yang dibutuhkan untuk Gernas Kapas mencapai Rp851,05 miliar, terdiri atas biaya investasi irigasi Rp525 miliar, pembuatan kebun induk benih dasar dan benih sebar Rp1,1 miliar, penelitian kapas transgenik nasional Rp1,2 miliar, bantuan benih Rp78,75 miliar, dan bantuan input produksi Rp245 miliar. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kapas nasional sehingga menghemat devisa sekitar Rp12 triliun/tahun, selain memperkuat daya saing industri tekstil dan produk tekstil nasional dan meningkatkan pendapatan petani.
Klon unggul kopi tahan nematoda.
42
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
coffeae, tersedia hibrida biklonal yang tahan nematoda tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hibrida biklonal BP 936 x BP 534 dan BP 936 x BP 939 masing-masing mempunyai potensi produksi 3,42 kg dan 5,51 kg/pohon. Bastar biklonal yang tahan terhadap nematoda P. coffeae adalah SA 13 x BP 534 dan BP 308 x BP 42.
Bahan Tanaman Kakao Unggul Tahan Penggerek Buah, VSD, dan Busuk Buah Produksi kakao Indonesia menghadapi masalah serangan hama penggerek buah kakao (PBK), penyakit vascular-streak dieback (VSD), dan penyakit busuk buah kakao (BBK). Ketiga hama dan penyakit tersebut menimbulkan kerugian yang cukup besar sehingga mengganggu kelangsungan produksi kakao nasional. Bahan tanaman tahan merupakan pilihan terbaik untuk mengatasi
masalah tersebut karena bersifat efektif dan ramah lingkungan. Berdasarkan respons ketahanan terhadap PBK, telah dihasilkan klon-klon kakao yang termasuk kategori tahan, yaitu KW 264, KW 570, KW 396, KW 397, dan KW 514. Klon-klon yang termasuk kategori agak tahan adalah KW 163, KW 571, KW 524, KW 525, KW 527, ICCRI 03, KW 216, KW 529, KW 528, KW 422, KW 566, KW 572, dan KW 215, sedangkan yang termasuk kategori kurang tahan adalah KW 516, KW 564, KW 265, ICCRI 04, KW 162, KW 403, dan KW 165. Klon-klon tersebut merupakan materi genetik rintisan untuk pemuliaan ketahanan terhadap PBK karena sampai saat ini belum tersedia klon kakao tahan PBK. Pemuliaan ketahanan terhadap penyakit VSD dilakukan dengan mengevaluasi respons ketahanan beberapa koleksi plasma nutfah kakao di KP Kaliwining, Jember. Evaluasi terhadap 22 klon harapan kakao tahan VSD memperoleh dua klon yang memiliki tingkat ketahanan 50% lebih tinggi dibandingkan klon ICCRI 03, yaitu klon Sulawesi 1 dan Sca 6. Kedua klon tahan VSD tersebut telah dilepas sebagai klon unggul kakao tahan VSD. Pemuliaan ketahanan kakao terhadap penyakit BBK dilakukan dengan menyeleksi populasi hibrida F1 dan koleksi plasma nutfah kakao. Seleksi memperoleh 15 klon harapan tahan BBK dengan tingkat ketahanan sebanding atau 40% lebih tinggi dibandingkan ICCRI 03, yaitu JANO/I/9/16, KWN/I/ 9/2, KWN/I/4/9, KWN/I/6/16, KWN/III/11/5, KWN/ II/10/7, KWN/II/10/16, KWN/IV/3/1, KWN/IV/12/4, KWN/II/10/6, KWN/II/4/3, KWN/IV/12/7, KWN/IV/1/ 15, KWN/IV/12/14, dan KWN/IV/10/4.
Klon Unggul Karet Tahan Penyakit Daun Oidium, Colletotrichum, Corynespora dan Adaptif Iklim Basah dan Kering
Kakao unggul tahan penggerek buah.
Perakitan klon unggul melalui persilangan atau seleksi bertujuan menghasilkan klon-klon unggul baru yang lebih produktif. Seleksi awal dimulai pada populasi tanaman F1 untuk menghasilkan genotipe terbaik. Selanjutnya, genotipe terpilih tersebut diuji secara bertahap sehingga
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
43
menghasilkan beberapa klon unggul harapan yang dapat dikembangkan pada berbagai wilayah pengembangan karet. Seleksi pada populasi F1 menghasilkan 50 genotipe terpilih yang memiliki potensi produksi 2.034-4.990 kg/ha/tahun dengan pertumbuhan lilit batang 21,8-78,0 cm dan tebal kulit 3,0-10,0 mm. Dari 50 genotipe tersebut, lima genotipe memiliki potensi produksi karet kering paling tinggi (4,1-4,9 t/ha/tahun), yaitu genotipe No. 200, 430, 651, 725, dan 1118. Sepuluh genotipe memperlihatkan produktivitas 3,0-3,8 t/ha/tahun, yaitu genotipe No. 387, 403, 484, 584, 695, 809, 1540, 1583, 1819, dan 2081. Produktivitas 35 genotipe lainnya berkisar antara 2,0-2,9 t/ha/tahun. Umumnya 50 genotipe terpilih memiliki ketahanan yang baik (moderat hingga resisten) terhadap penyakit gugur daun Oidium dan Colletotrichum serta resisten terhadap penyakit gugur daun Corynespora. Tidak satupun genotipe yang tergolong peka (rentan). Dari pengujian di lapangan, terpilih lima klon unggul harapan yang memiliki produktivitas 2.0342.195 kg/ha/tahun, yaitu klon IRR 105 (2.195 kg), IRR 212 (2.043 kg), IRR 111 (2.040 kg), IRR 119 (2.038 kg), dan IRR 200 (2.034 kg). Klon yang pertumbuhannya paling jagur adalah IRR 200 (lilit batang 50,4 cm), sedangkan klon lainnya memiliki
lilit batang bervariasi antara 45,6-48,5 cm. Volume kayu bebas cabang tertinggi dihasilkan klon IRR 119 (0,86 m3/pohon), sedangkan klon-klon lain hasilnya bervariasi antara 0,76-0,80 m3/pohon. Klon IRR 105, IRR 111, dan IRR 200 tergolong resisten terhadap penyakit gugur daun Oidium, Colletotrichum, dan Corynespora, sedangkan klon IRR 119 moderat terhadap Oidium, agak resisten terhadap Colletotrichum dan resisten terhadap Corynespora. IRR 212 tergolong agak resisten terhadap Colletotrichum dan resisten terhadap Oidium dan Corynespora. Klon IRR 105, IRR 111, IRR 200, dan IRR 212 adaptif dikembangkan di daerah basah (curah hujan > 2.000 mm/tahun) dan kering (curah hujan < 2.000 mm/tahun), sedangkan klon IRR 119 adaptif dikembangkan di daerah kering.
Pembangunan Kebun Koleksi Plasma Nutfah, Calon Varietas, dan Varietas Unggul Tebu Pemuliaan tebu bertujuan memperoleh varietas unggul baru berdaya hasil tinggi, toleran kekeringan, dan tahan penyakit penting. Upaya tersebut perlu didukung ketersediaan plasma nutfah tebu sebagai sumber keragaman genetik untuk tetua persilangan. Pada tahun 2010, Puslitbangbun membangun kebun koleksi tebu yang
Pembangunan kebun koleksi plasma nutfah tebu di Ngemplak, Pati, Jawa Tengah.
44
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
berisi 330 klon calon varietas unggul dan 20 varietas unggul di KP Ngemplak, Pati, Jawa Tengah. Selain itu, untuk keperluan pemuliaan telah disusun pangkalan data agronomi dan sidik jari DNA dari 25 galur unggul tebu serta data karakterisasi preferensi hama penggerek dan penyakit luka api dan blendok dari 100 aksesi. Untuk menyediakan bahan tanaman tebu, telah dihasilkan protokol dan planlet hasil perbanyakan massal dengan teknik SE.
II.6.10
III.28.4
III.35.3
III.36.15
Klon Unggul Harapan Teh Assamica Perakitan klon unggul harapan teh assamica menghasilkan satu klon unggul harapan II.32.15 dengan potensi produktivitas 26.000 kg pucuk segar/ha/tahun, beradaptasi baik pada dataran sedang (800-1.200 m dpl) dengan kadar katekin 16,44%. Empat klon unggul harapan teh assamica lainnya, yaitu II.6.10, III.28.4, III.35.3, dan III.36.15 memiliki potensi produktivitas 26.000 kg pucuk segar/ha/tahun, beradaptasi baik pada dataran tinggi (> 1.200 m dpl) dengan kadar katekin masing-masing 15,35%, 16,13%, 16,03%, dan 13,14%.
Klon-klon unggul harapan teh assamica yang beradaptasi baik pada dataran tinggi (> 1.200 m dpl).
Varietas Unggul Mentha
Mentha arvensis merupakan tanaman herba aromatik penghasil minyak mentha (cormint) yang banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, dan farmasi. Mentha merupakan tanaman herba menahun dan dapat diperbanyak dengan biji. Namun, tanaman mentha di Indonesia jarang berbiji sehingga umumnya diperbanyak secara vegetatif melalui setek pucuk.
Klon unggul harapan teh assamica II.32.15 yang beradaptasi baik pada dataran medium (800-1.200 m dpl).
Untuk memperoleh varietas unggul mentha, sejak tahun 2008 telah dilakukan uji adaptasi empat nomor harapan mentha (K1, K2, K3, dan K4) di tiga lokasi dataran rendah dan tiga lokasi dataran medium. Berdasarkan karakter produksi terna basah dan terna kering angin, produksi minyak, kadar minyak, dan kadar total menthol, diperoleh satu nomor harapan K3 yang beradaptasi pada semua lingkungan dengan produksi terna
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
45
Penampilan tanaman, batang, daun, dan bunga calon varietas unggul mentha K3.
basah 10,57 t/ha/tahun, produksi terna kering angin 3,64 t/ha/tahun, produksi minyak 80,72 kg/ ha/tahun, kadar minyak 2,77%, dan kadar total menthol 64,26%. K3 berpotensi sebagai calon varietas unggul berdaya hasil tinggi, dan diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul mentha dengan nama Mearsia 1 (singkatan dari Mentha arvensis Indonesia 1).
Varietas Unggul Pegagan Tiga nomor harapan pegagan telah dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) pada tahun 2010 dengan keunggulan masingmasing. Castica1 memiliki potensi produksi herba segar 2,63 t/ha dan herba kering 420 kg/ha. Kadar asiatikosidanya stabil dan beradaptasi baik pada berbagai lokasi. Oleh karena itu, varietas ini direkomendasikan untuk petani dan industri yang akan mengembangkan budi daya sendiri. Varietas ini cocok sebagai bahan baku minuman kesehatan, obat tradisional, dan fitofarmaka. Castica 2 memiliki potensi produksi herba segar 2,1 t/ha dengan produksi simplisia 340 kg/ha dan kadar asiatikosida 1,49%. Kadar asiatikosida varietas ini masuk dalam kategori adaptabilitas di atas rata-rata sehingga dapat ditanam pada lahan
46
yang kurang subur dengan input rendah. Oleh karena itu, varietas ini sesuai bagi petani yang kurang mampu melaksanakan budi daya dengan input tinggi. Varietas ini cocok sebagai bahan baku minuman kesehatan, obat tradisional, dan fitofarmaka. Castica 3 memiliki potensi produksi herba segar 2,31 t/ha dan potensi herba kering 370 kg/ ha. Kategori adaptabilitas di atas rata-rata sehingga potensi produksi tetap dapat dicapai meskipun ditanam pada lahan yang kurang subur atau pada sistem budi daya hemat pupuk. Varietas ini dapat menghasilkan simplisia dengan kadar asiatikosida tinggi (1,43%), lebih tinggi dari standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yaitu 1,2%. Varietas ini cocok sebagai bahan baku minuman kesehatan, obat tradisional, dan fitofarmaka.
Teknologi Peningkatan Produktivitas dan Pascapanen Regenerasi Tanaman Lada dan Tebu melalui Organogenesis dan SE Program swasembada gula melalui perluasan areal tanam dan penggunaan varietas unggul tebu
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
membutuhkan bibit dalam jumlah banyak. Teknologi kultur in vitro merupakan salah satu alternatif untuk menyediakan bibit yang berkualitas secara massal. Penelitian telah dilakukan untuk memperoleh protokol perbanyakan bibit lada dan tebu yang efisien melalui kultur jaringan. Formulasi media terbaik untuk perkecambahan biji lada adalah MS + BA 0,3 mg/l + PVP 100 mg/l. Penggunaan eksplan tunas terminal dan batang satu buku tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan biakan. Penggunaan BA 0,3, 0,5, dan 1 mg/l dikombinasikan dengan tidiazuron 0,1 dan 0,5 mg/l menghambat multiplikasi tunas. Pertunasan paling tinggi diperoleh pada media MS + BA 0,3 atau 0,5 mg/l dengan jumlah buku sebanyak 4. Sampai saat ini telah diperoleh 500 biakan steril tunas 3-4 buku. Formulasi media terbaik untuk menginduksi perakaran lada adalah 1/2 MS + IBA 1 mg/l. Proliferasi tunas tanaman tebu dalam media MS + BA 6 mg/l menghasilkan tunas paling banyak, tetapi pertumbuhannya lambat, tunas pendek dan daunnya sempit. Untuk organogenesis tidak langsung, media MS + 2,4-D 3 mg/l menghasilkan kalus dengan struktur yang lebih baik. Untuk regenerasinya, MS + BA 1 mg/l menghasilkan
tunas yang banyak dan visual biakan yang baik. Untuk perbanyakan dengan SE, media MS + 2,4-D 3 mg/l menghasilkan kalus yang lebih baik. Struktur embriosomatik dapat terbentuk langsung setelah kalus berumur 2–3 bulan. Tunas in vitro dan embrio somatik disubkultur berulang untuk memperoleh biakan yang banyak. Sampai saat ini telah diperoleh 2.500 biakan tebu.
Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit dan Kadar Minyak melalui Pemuliaan Molekuler Pengembangan kelapa sawit membutuhkan bibit unggul berproduksi tinggi dan sistem perbanyakan benih yang dapat menghasilkan bahan tanaman bermutu tinggi, seragam, dalam jumlah banyak, dan harga relatif murah. Penggunaan teknik kultur jaringan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons eksplan daun muda bervariasi, bergantung pada formula media dan suhu lingkungan kultur. Suhu ruang kultur yang tinggi (30-32°C) dapat memperlambat munculnya warna kecoklatan pada eksplan dibandingkan suhu yang lebih rendah (2225°C). Pembentukan kalus terjadi pada saat biakan berumur 4 bulan setelah tanam. Dari semua eksplan daun yang dapat membentuk kalus, formulasi media MS modifikasi + NAA 50 g/l + pic 25 mg/l + arang aktif 2 g/l memberikan persentase pembentukan kalus yang lebih tinggi, yaitu 66,7%. Untuk keperluan pemuliaan, telah dikoleksi 100 aksesi kelapa sawit dari berbagai daerah di Indonesia. Dari 103 aksesi asal Kamerun, 90 adalah genotipe Dura dan 13 aksesi adalah genotipe Tenera. Pertumbuhan aksesi asal Kamerun beragam. Sepuluh dari 100 aksesi yang ditanam di Sijunjung berbunga pada umur 18 bulan. Keragaman genetik aksesi kelapa sawit asal Kamerun berkisar antara 10-82%, dan aksesinya terbagi dalam 15 kelompok.
Hasil perbanyakan tebu melalui somatik embriogenesis.
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
47
Kalus kelapa sawit pada tahap struktur globuler.
Perakitan Aren Super Genjah dan Produktivitas Tinggi
Perakitan Kelapa Dalam Komposit Hibrida Intervarietas
Program pengembangan aren dan keberlanjutan produksinya perlu ditunjang dengan teknologi penyediaan bahan tanaman berpotensi hasil tinggi, seragam, jumlah banyak dalam waktu relatif singkat dan berkesinambungan. Perbanyakan aren umumnya dilakukan secara konvensional. Teknik kultur jaringan dapat menghasilkan bibit aren secara massal, seragam, bersifat klonal (sama dengan induknya), dan juvenil (vigor) seperti yang berasal dari biji.
Varietas kelapa Dalam komposit dibuat melalui perkawinan acak enam jenis kelapa, yaitu Dalam Tenga, Dalam Palu, Dalam Bali, Dalam Mapanget, Dalam Sawarna, dan Dalam Rennel. Kelapa hibrida intervarietas diperoleh dengan saling menyilangkan enam kultivar kelapa Dalam terpilih, yaitu Dalam Tenga, Dalam Mapanget, Dalam Palu, Dalam Bali, Dalam Sawarna, dan Dalam Rennel. Penanaman di lapang mengikuti model “sarang lebah” dengan jarak tanam 9 m x 9 m. Desain seperti ini dapat
Dalam perbanyakan aren dengan kultur jaringan, viabilitas polen dipengaruhi oleh intensitas sinar gama. Makin tinggi intensitas sinar gama, makin rendah viabilitas polen. Pada intensitas sinar gama 50 G-ray, viabilitas polen 36,2%, 100 G-ray viabilitas 23,3%, 150 G-ray viabilitas 21,1%, dan pada intensitas 200-300 G-ray tidak ada polen yang berkecambah. Persilangan menggunakan polen yang diiradiasi dengan sinar gama 50 G-ray menghasilkan 90,3% buah jadi umur dua bulan, dan pada intensitas sinar gama 100 G-ray diperoleh 85,8% buah jadi umur dua bulan. Benih yang tidak diiradiasi lebih cepat berkecambah dibandingkan dengan benih yang diiradiasi pada intensitas 50 G-ray, dengan kecepatan berkecambah berturut-turut 1 dan 4 bulan.
48
Pembibitan 15 jenis silangan kelapa Dalam komposit hibrida intervarietas di KP Mapanget, Sulawesi Utara.
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
mencegah persilangan antarkultivar yang sama karena satu kultivar dikelilingi oleh enam kultivar lain. Populasi ini disebut kelapa Dalam komposit generasi 0. Perkawinan acaknya akan menghasilkan kelapa Dalam komposit generasi I yang diharapkan memiliki efek heterosis tinggi, keragaman genetik yang lebih besar daripada tetua mereka, sehingga dapat beradaptasi pada lingkungan yang beragam dan lebih stabil secara genetik. Pertumbuhan kelapa Dalam komposit hibrida intervarietas di Jawa Timur umur 5 tahun dan di Sulawesi Utara umur 4 tahun cukup seragam. Silangan DBI X DSA berbunga awal pada umur 38 bulan setelah tanam di KP Kima Atas, Sulawesi Utara. Penampilan bibit 15 jenis silangan yang ditanam di KP Pandu, Sulawesi Utara, seragam dan vigornya baik.
Diversifikasi Tandan Kosong dan Hasil Kelapa Sawit untuk Biofuel Limbah biomassa pertanian dan perkebunan seperti tandan kosong kelapa sawit memiliki kandungan lignoselulosa cukup tinggi yang dapat didegradasi menjadi glukosa sebagai bahan baku
Prototipe gasifier untuk gasifikasi tandan kosong kelapa sawit.
bioetanol. Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, baik diproses menjadi bioetanol maupun menjadi gas. Isu lain dalam industri kelapa sawit yang perlu diperhatikan adalah tingginya tingkat kesadaran konsumen terhadap kesehatan. Penelitian menemukan senyawa 3-monokhlor-propana-1,2diol (3-MCPD) ester dalam minyak kelapa sawit pada kisaran 0,04-0,05 ppm. Senyawa ini merupakan salah satu kontaminan yang termasuk genotoxin carcinogen. Desain utama model gasifier untuk membuat gas bakar dari tandan kosong kelapa sawit dapat bekerja sesuai rancangan, yaitu panjang bagian reduksi 200 mm yang menghasilkan suhu 365440°C dengan laju bahan 5,64 kg/jam dan menghasilkan gas metana. Berdasarkan capaian besaran suhu gas yang diproduksi, prototipe yang dikembangkan dan dikonstruksi telah memenuhi persyaratan proses gasifikasi standar dan masih berpeluang diperbaiki dengan menyempurnakan mekanisme isolasi panas. Perlakuan pendahuluan terbaik sebelum hidrolisis enzimatis adalah perlakuan dengan NaOH. Gula reduksi tertinggi untuk pelarut H2SO4 dan NaOH dicapai pada hari ke-10, yaitu berturut-
Proses simulasi pembentukan senyawa 3-MCPD ester dengan alat distilasi vakum.
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
49
turut 20,3% dan 23,8%. Hidrolisis dengan cara simultan menghasilkan gula reduksi lebih tinggi dibanding cara bertahap pada hari keenam, yaitu masing-masing 14,6% dan 7,4%. Perbaikan perlakuan pendahuluan yaitu autoklaf dan microwave serta penambahan enzim secara simultan menghasilkan gula reduksi tertinggi (20,6%) dan waktu lebih singkat, dari 10 hari menjadi 6 hari. Hasil simulasi pembentukan senyawa 3-MCPD ester menunjukkan kandungan mono-asil gliserol, di-asil gliserol, dan tri-asil gliserol dalam minyak sawit memengaruhi 3-MCPD ester yang terbentuk. Hasil simulasi juga menunjukkan reaksi gliserol menjadi 3-MCPD terjadi karena adanya HCl bebas yang terdapat dalam air sehingga gliserol dan HCl mengalami reaksi substitusi. Dengan demikian, untuk mereduksinya dapat dilakukan dengan memanipulasi reaksi substitusi tersebut. Nata de Cacao Untuk meningkatkan nilai tambah komoditas kakao, pulpa kakao dapat diolah menjadi nata de cacao. Nata de cacao merupakan produk minuman yang lezat dan menyegarkan serta bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung bioselulosa yang
Pulpa biji kakao
Sterilisasi
Hasil fermentasi Hasil nata de cacao
Pemotongan dan penetralan
Pengemasan
Skema proses produksi nata de cacao.
50
berfungsi sebagai serat pangan untuk melancarkan pencernaan. Juga mengandung senyawa gula 1215% serta asam-asam organik dan asam amino. Produk nata de cacao yang lezat dan berkualitas dapat diperoleh dengan menerapkan standar proses dan penilaian kualitas produksi nata de cacao.
Isolasi dan Ekstraksi Teaflavin dan Tearubigin serta Formulasi Suplemen Kesehatan Berbasis Teh Meningkatnya perhatian masyarakat akan manfaat teh untuk kesehatan mendorong pelaku industri hilir untuk menjadikan teh sebagai salah satu komponen utama produk pangan, farmasi maupun produk perawatan tubuh. Hal ini karena teh mengandung bahan aktif seperti katekin, teaflavin, tearubigin, dan teanin yang bermanfaat bagi kesehatan. Indonesia merupakan salah satu produsen teh terbesar di dunia di samping India, Sri Lanka, dan Kenya, namun masih jauh tertinggal dalam pengembangan produk hilirnya. Indonesia masih mengandalkan teh curah sebagai produk akhirnya, padahal permintaan ready to drink tea demikian tinggi, seperti di Amerika Serikat. Hal ini membuka peluang untuk mengembangkan produk hilir teh sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi teh hitam Indonesia. Salah satunya adalah mengembangkan produk berbasis teaflavin dan tearubigin. Teknologi ekstraksi dan separasi menggunakan mikrofiltrasi 5 µm, 3 µm, dan 1 µm pada tahap awal dan dilanjutkan dengan UF 0,01 µm dan RO yang dikombinasi dengan ekstraksi cair-cair mampu menghasilkan katekin dengan kemurnian 59,2%. Senyawa aktif katekin dari teh hijau dapat digunakan sebagai bahan pengawet produk makanan seperti ikan. Formula yang mengandung 6.000 ppm ekstrak katekin dengan kemurnian 50% dapat mengurangi kandungan bakteri 187 kali pada penyimpanan 12 jam tanpa mengurangi nilai sensoris terhadap ikan.
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Diversifikasi Virgin Coconut Oil (VCO) untuk Alternatif ASI Salah satu upaya meningkatkan pemanfaatan VCO adalah melakukan pengolahan lanjut menjadi berbagai produk pangan, antara lain sebagai ASI alternatif. VCO mengandung asam lemak rantai medium total 61,5% dan asam laurat 48,2%. Kandungan asam palmitat paling tinggi pada palm stearin, yaitu 63,7%, diikuti asam oleat 29,2%. Sintesis metil ester VCO memperoleh asam laurat 48,8% dan sintesis monogliserida palm stearin menghasilkan asam palmitat 65,3%. Selanjutnya, metil ester VCO dan monogliserida palm stearin disintesis secara enzimatis dengan enzim lipase dari Rhizomucor miehei, dan menghasilkan asam lemak baru yang profilnya mirip ASI, di mana kandungan asam oleat, asam laurat, dan asam palmitat paling dominan. Kandungan asam lemak palmitat pada posisi sn-2 dari ASI alternatif sebesar 32,4%, sedangkan total asam lemak rantai medium dari asam lemak baru/ ASI alternatif berkisar antara 32,9-33,8%.
Formulasi Pestisida Berbahan Aktif Jamur, Bakteri, Ekstrak Tembakau, dan KalsiumPolisulfida Para ahli menyadari pentingnya biopestisida dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman sejak
diketahui dampak negatif pestisida kimia terhadap lingkungan. Berkaitan dengan itu, Balittas telah membuat dan mengevaluasi efektivitas beberapa calon produk biopestisida sejak tahun 2009. Hasil evaluasi menunjukkan penambahan dua isolat bakteri dan dua isolat jamur ke dalam formulasi serta penambahan khitin untuk meningkatkan kemampuan antagonis dan merangsang pertumbuhan dapat memperbaiki kemampuan biopestisida dalam mengendalikan penyakit, meskipun belum stabil. Teknologi pembuatan pestisida kalsium polisulfida yang efisien juga telah diketahui. Demikian pula pengaruh paparan udara dan cahaya terhadap kandungan bahan aktifnya. Pengujian formulasi pestisida berbahan aktif jamur, bakteri, ekstrak tembakau, dan kalsium polisulfida menunjukkan bahwa semakin lama formulasi disimpan semakin turun efektivitasnya dalam mengendalikan penyakit busuk batang berlubang yang disebabkan oleh Erwinia carotovora, meskipun secara in vitro penyimpanan MABA pada suhu ruang selama 12 bulan masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Formulasi yang disimpan selama 36 bulan sudah tidak mampu lagi menurunkan serangan maupun menghambat pertumbuhan bakteri. Jamur B. bassiana yang diformulasi dalam bahan pembawa kaolin meningkatkan persentase mortalitas ulat H. armigera (65,3%) dibanding yang diformulasi bahan pembawa lainnya (25,354,7%).
Perkebunan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
51
Peternakan Dalam mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2014, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan beserta Unit Pelaksana Teknisnya berupaya menghasilkan inovasi teknologi bibit unggul ternak serta deteksi penyakit dan pengendaliannya. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahun 2010 meliputi analisis kebijakan impor bibit sapi potong dari negara tertular penyakit mulut dan kuku, penelitian progesteron dari bahan aktif nabati sebagai penyerentak berahi ternak domba dan kambing, formulasi ransum berbahan dasar ubi kayu untuk sapi dan kulit buah kopi untuk kambing, pengembangan tanaman pakan yang toleran terhadap kekeringan, dan uji lapang terbatas vaksin Infectious Bovine Rhinotracheitis.
52
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Analisis Kebijakan Peternakan dan Veteriner Kajian Teknis dan Analisis Kebijakan Impor Bibit Sapi Potong dari Negara Tertular PMK Berdasarkan Resolusi OIE No. 19 bulan Mei 2009, sampai saat ini Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Di dunia terdapat 64 negara yang dinyatakan bebas PMK. Karena itu, Indonesia dapat mengimpor bibit sapi dari negaranegara bebas PMK tersebut. Namun, jenis sapi yang tersedia di negara-negara bebas PMK kebanyakan adalah Bos taurus, yang tidak sesuai dengan kondisi tropis Indonesia. Jenis sapi yang diinginkan adalah Bos indicus, yang hanya terdapat di beberapa negara, seperti India, Brasil, dan Argentina, yang belum bebas PMK. Namun, dengan perkembangan teknologi veteriner yang sangat pesat dan dukungan peraturan serta perundangundangan, impor sapi bibit dapat dilakukan dari negara tertular PMK. Prinsip kehati-hatian dengan pendekatan independen dan terintegrasi lintas sektoral menjadi dasar pertimbangan dalam hal ini. Impor sapi potong dari negara tertular PMK perlu memerhatikan: (1) persyaratan teknis internasional OIE; (2) memanfaatkan pulau-pulau
Sapi bibit.
kecil dan terluar sebagai “pulau karantina” atau protection zone dan pulau pengembangan sapi bibit; (3) penguatan otoritas veteriner; (4) peninjauan kembali Kepmentan No. 3238/2009 tentang penggolongan jenis hama penyakit hewan karantina dan media pembawa; dan (5) penguatan peraturan dan perundang-undangan. Dalam impor sapi bibit dari negara tertular PMK, diperlukan penguatan dan revitalisasi Pusat Karantina Hewan dalam melakukan tindakan karantina yang didukung oleh kesiapan infrastruktur. Impor sapi hidup dari negara yang belum bebas PMK masih terkendala oleh keterbatasan sarana dan prasarana karantina, yaitu masih menggunakan Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) yang tersebar serta lokasinya berada “di dalam”. Impor sapi potong dari negara tertular PMK perlu mengikuti UU No. 18 2009 serta melakukan analisis risiko, yang saat ini masih menjadi wewenang Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penajaman Program Pengembangan Sapi Betina Produktif Mendukung PSDS - 2014 Peternak umumnya memelihara sapi betina produktif (SBP) bukan berdasarkan siklus produksi, sehingga sewaktu-waktu peternak membutuhkan uang tunai, SBP akan dijual. Sebagian besar sapi jantan dari daerah sumber bibit seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan dipasarkan ke Surabaya, Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan. Hal ini mengakibatkan rumah potong hewan (RPH) di wilayah sumber ternak sulit memperoleh sapi siap potong sehingga banyak SBP dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging penduduk setempat. Namun, adanya larangan pemotongan SBP dan pengantarpulauan sapi bibit menyebabkan SBP tidak laku dijual sehingga harga SBP lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan. Kondisi ini menyebabkan jumlah SBP yang dipotong di wilayah sumber bibit atau gudang ternak sangat besar,
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
53
diperkirakan secara nasional telah mencapai 150200 ribu ekor per tahun. Pemotongan SBP sejak lama telah dilarang, dan berdasarkan UU No. 18/2009 dapat dikenakan sanksi administrasi (denda) maupun hukuman kurungan, namun sampai saat ini sanksi tersebut belum diterapkan. Pemotongan SBP banyak dilakukan di RPH resmi, atau kalau tidak dipotong, ternak dilukai agar tidak layak dikembangbiakkan. Pemahaman dan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang upaya pengembangan SBP masih sangat beragam sehingga perlu tindakan konkret yang lebih operasional. Pengembangan SBP harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi lintas subsektor maupun sektoral, baik di tingkat pusat maupun daerah. Guna menyelamatkan SBP, perlu adanya lembaga keuangan yang mampu memberi kredit maupun dana talangan kepada peternak yang memerlukan uang atau akan menjual SBP. Penjaringan SBP perlu dilakukan sejak awal di peternak dengan memberdayakan kelembagaan yang ada (kelompok ternak, koperasi) dan mengintensifkan penyuluhan. Perlu pula dilakukan pemindahan SBP sebagai calon bibit dari wilayah padat ke wilayah kurang ternak.
Peningkatan Kinerja Sapi BX dalam Usaha Perbibitan (cow calf operation/CCO) Pada tahun 2005, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengembangkan sapi Brahman Cross (BX) di BPTU Sembawa dan UPTD-DIY di Kulon Progo. Sebagian besar (>90%) sapi dapat beranak dan banyak yang telah melahirkan dua kali. Oleh karena itu, pada tahun 2006-2008 dilaksanakan program aksi pembibitan sapi BX di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Namun, hasil evaluasi menunjukkan terdapat beberapa masalah dalam pengembangan perbibitan sapi BX. Sapi BX yang diusahakan oleh kelompok peternak untuk perbibitan tidak semuanya mampu bereproduksi dengan baik karena: (1) tingkat
54
Buklet hasil kajian analisis kebijakan yang terkait dengan sapi potong.
kelahiran dan kebuntingan kembali yang rendah; (2) sebagian sapi yang diberikan adalah sapi tua atau tidak layak dikembangbiakkan, dan (3) tingkat kematian atau kejadian abnormalitas (dystocia, keguguran) masih sangat tinggi. Kondisi ini terjadi karena: (1) peternak tidak mampu menyediakan pakan murah sepanjang tahun untuk menjamin body condition score sapi tetap terjaga; (2) pengadaan ternak belum sesuai dengan rencana dan harga yang harus ditanggung peternak terlalu tinggi; (3) pendampingan oleh instansi terkait sangat terbatas; serta (4) perencanaan dan pedoman yang ada mungkin belum dikaji secara mendalam, termasuk dalam menetapkan kelompok peternak maupun lokasinya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu kajian pengembangan sapi BX sebelum program usaha CCO diperluas. Pengkajian meliputi: (1) mekanisme pengadaan sapi, termasuk harga yang harus ditanggung peternak; (2) jaminan purna jual atau asuransi bila ternak sakit, majir atau mati yang bukan karena kesalahan peternak; (3) jaminan pemasaran bagi pedet atau sapi hasil penggemukan; dan (4) bentuk bantuan, berupa pendampingan, sistem pemeliharaan, sistem perkawinan, dan penerapan good farming practices.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Dengan melihat permasalahan tersebut, pengembangan sapi BX untuk CCO perlu dikaji ulang dengan perencanaan yang matang, transparan, serta memerhatikan kelayakan teknis maupun ekonominya. Ternak yang sudah terlanjur disebarkan perlu dievaluasi secara menyeluruh. Kajian ini sangat tepat bila sejak awal melibatkan swasta atau koperasi yang berpengalaman, serta melakukan pendampingan yang memadai.
Penyediaan Progesteron dari Tanaman Solanum khasianum Tanaman Solanum khasianum (terung liar) di Indonesia adalah hasil introduksi dari daerah Assam, India pada tahun 1977. Tanaman ini digunakan sebagai bahan baku obat-obatan kortikosteroid, yakni kelompok hormon steroid yang diproduksi oleh adrenal korteks, seperti hormon seks dan obat kontrasepsi oral. Untuk menghasilkan progesteron dari buah S. khasianum diperlukan proses yang panjang. Ekstraksi 5.000 g buah S. khasianum segar dengan pelarut etanol 70% menghasilkan glikoalkaloida 639 g dan 57 g dengan pelarut air. Dari sintesis glikoalkaloida diperoleh solasodin kasar masing-
masing 13 g dan 12 g dengan kandungan solasodin murni dengan pelarut etanol lebih tinggi (86%) daripada dengan pelarut air (85%). Hasil sintesis solasodin menjadi 16dehidropregnenolon asetat memperoleh 8,18 g dengan pelarut etanol dan 7,48 g dengan pelarut air. Sintesis lanjutan dari 16-dehidropregnenolon asetat menghasilkan progesteron 5,96 g dengan pelarut etanol dan 5,24 g dengan pelarut air. Progesteron yang diperoleh telah diuji coba sebagai hormon penyerentak berahi pada kambing betina dengan perlakuan: (1) P0 = kontrol (spons produk impor); (2) P1 = spons diberi 45 mg progesteron hasil ekstraksi; dan (3) P2 = spons diberi 35 mg progesteron hasil ekstraksi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan hormon progesteron impor maupun hasil ekstraksi secara intravaginal dapat menyebabkan 70% ternak kambing betina berahi. Untuk kontrol, 90% ternak dapat berahi, sedangkan perlakuan hormon hasil ekstraksi 45 mg/spons (P1) ternak yang berahi hanya 55%, dan perlakuan hormon 35 mg/ spons, ternak yang berahi lebih banyak yaitu 70%. Rata-rata berahi terlihat sekitar 54,8 jam (3684 jam) dengan lama berahi rata-rata 20,4 jam (12-39 jam). Timbulnya berahi terpanjang (84
Buah terung liar (Solanum khasianum) sebagai bahan baku obat-obatan kortikosteroid.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
55
jam) terjadi dengan pemberian hormon 35 mg/ spons, sedangkan lama berahi terpanjang (39 jam) terjadi pada ternak kontrol. Hasil USG menunjukkan 82,6% dari seluruh ternak berahi dan dikawinkan dapat bunting. Kambing betina yang berahi dengan perlakuan hormon penyerentak berahi nabati sebesar 62,5%, lama berahi 20,4 jam, dan tingkat kebuntingan 82,6%.
Formulasi Ransum Berbasis Ubi Kayu Biaya pakan merupakan komponen terbesar (70%) dalam usaha ternak. Untuk mengatasi permasalahan pakan maka pengembangan usaha sapi potong sudah seharusnya dilakukan melalui pola integrasi dengan tanaman pangan atau perkebunan. Pemanfaatan secara optimal bahan pakan lokal asal biomassa tanaman dan menekan penggunaan bahan pakan dari luar, dikenal dengan konsep low external input sustainable agriculture (LEISA). Loka Penelitian Sapi Potong telah melakukan penelitian penggunaan biomassa ubi kayu sebagai
pakan dalam upaya efisiensi pemeliharaan sapi pedet lepas sapih. Ubi kayu merupakan sumber pakan yang potensial untuk sapi potong karena hampir semua bagian tanaman maupun hasil samping agroindustrinya dapat dimanfaatkan. Onggok, kulit, ataupun ubi kayu afkir mengandung bahan kering (BK) 88,65-94,35% dan energi (TDN) 56,91-64,75% BK. Pada sapi jantan lepas sapih, pemberian pakan penguat yang mengandung tepung ubi kayu afkir 50% dan 60%, mampu menghasilkan pertumbuhan bobot badan harian (PBBH) masingmasing 0,76 kg dan 0,81 kg/ekor/hari. Pakan diberikan 3,5% dari bobot badan dengan imbangan 20% jerami kering dan 80% pakan penguat. Bahan pakan penyusun pakan penguat lainnya adalah dedak padi, bungkil kopra, bungkil inti sawit, dan mineral. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan ubi kayu afkir sebesar 50% dalam pakan penguat mempunyai nilai R/C 1,83 dan ubi kayu afkir 60% mempunyai nilai R/C yang lebih tinggi, yakni 2,20. Oleh karena itu, teknologi ini layak untuk diterapkan karena secara ekonomis menguntungkan.
Bahan pakan dari ubi kayu afkir.
56
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pada sapi betina lepas sapih, pakan diberikan untuk mencapai target PBBH ≥ 0,54 kg/ekor/hari agar dapat mencapai bobot badan ≥ 225 kg pada umur pubertas (<18 bulan). Pencapaian umur pubertas sesuai target akan dapat dicapai jika umur beranak pertama ≤ 27 bulan. Pemberian pakan dengan kandungan ubi kayu afkir 50% dalam pakan penguat mampu menghasilkan PBBH 0,54 kg/ekor/hari (sesuai target), sedangkan pemberian ubi kayu afkir 60% menghasilkan PBBH 0,36 kg/ ekor/hari (lebih kecil dari target 0,5 kg/ekor/hari). Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa pemberian ubi kayu afkir 60% mempunyai R/C 1,40, lebih tinggi dibanding pemberian 50% dengan R/C 1,02. Namun, penggunaan ubi kayu afkir 50% dalam pakan penguat lebih layak diterapkan dibanding 60% karena pada pemberian pakan dengan kandungan ubi kayu afkir 60%, target PBBH yang dicapai lebih rendah sehingga target berat badan saat pubertas tidak dapat dipenuhi. Hal ini mengakibatkan target umur beranak pertama < 27 bulan tidak dapat tercapai. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pakan penguat yang mengandung ubi kayu afkir 60% pada sapi jantan lepas sapih menghasilkan PBBH 0,81 kg/ekor/hari, lebih besar dari yang ditargetkan yaitu 0,7 kg/ekor/hari, dengan nilai R/C 2,20. Penggunaan ubi kayu afkir 50% dalam pakan penguat sapi betina lepas sapih menghasilkan PBBH 0,54 kg/ekor/hari, sesuai dengan target sehingga diperoleh berat badan 225 kg pada umur 18 bulan dan mencapai umur beranak pertama pada 27 bulan. R/C yang dicapai sebesar 1,02 sehingga secara ekonomis layak diterapkan.
Kulit Buah Kopi yang Difermentasi sebagai Pakan Kambing Produksi kopi nasional mencapai 687 ribu ton per tahun. Sekitar 40-45% dari buah kopi berupa kulit yang berpotensi sebagai pakan ternak kambing. Kadar air kulit buah kopi cukup tinggi (53%) sehingga mudah rusak, sedangkan bila diberikan dalam bentuk segar kurang disukai ternak.
Kulit buah kopi dan proses penjemurannya.
Teknologi fermentasi yang dikombinasikan dengan teknologi pakan komplit dapat mengatasi masalah tersebut sehingga meningkatkan manfaat kulit buah kopi sebagai pakan ternak. Kandungan protein kulit buah kopi tergolong rendah (10,6%), namun masih mampu memenuhi kebutuhan mikroba rumen untuk mencerna serat karbohidrat, sedangkan kandungan energinya tinggi (3.748 kkal/kg bahan kering). Palatabilitas kulit buah kopi yang difermentasi menjadi silase tergolong tinggi, yaitu 800-1.000 g/ekor/hari. Pada musim kemarau, kulit buah kopi dapat menggantikan rumput 10-30% dan menghasilkan PBBH 80 g/hari dengan efisiensi penggunaan ransum 0,10-0,12.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
57
Pembuatan silase kulit buah kopi dan produk silase kulit buah kopi.
Indigofera spicata: Tanaman Pakan Toleran Kekeringan dan Berprotein Tinggi Indigofera spicata adalah tanaman legum pohon yang berpotensi sebagai pakan ternak. Produktivitas tanaman ini tergolong tinggi, mencapai 30 ton bahan kering per ha per tahun dengan interval pemotongan 60 hari dan pemotongan 1,5 m di atas permukaan tanah. Kandungan proteinnya tinggi (21-24%), kandungan serat relatif rendah, dan tingkat kecernaan tinggi (77%). Oleh karena itu, tanaman ini sangat baik sebagai sumber hijauan, baik sebagai pakan dasar maupun sumber protein dan energi, terutama untuk ternak dalam status produksi tinggi (laktasi, ternak muda pascasapih). Indigofera spicata toleran kekeringan sehingga dapat dikembangkan di wilayah dengan iklim kering untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan pada musim kemarau. Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan taninnya sangat rendah, antara 0,6-1,4 ppm, jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat antinutrisi. Rendahnya kandungan tanin berdampak positif terhadap palatabilitasnya (disukai ternak).
58
Tanaman legum pohon Indigofera spicata sebagai pakan kambing.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Hasil penelitian menunjukkan, panen yang optimal ditinjau dari aspek produktivitas dan kualitas nutrisi adalah panen pertama pada umur 8 bulan dengan frekuensi panen setiap 60 hari dengan tinggi pemotongan 1,5 m di atas permukaan tanah. Produksi hijauan yang melimpah pada musim hujan dapat diawetkan dengan fermentasi (silase) untuk dimanfaatkan pada musim kemarau.
Pengembangan Tanaman Pakan Ternak Introduksi Tanaman Pakan dalam Sistem Pertanaman Lorong
Penerapan budi daya yang tepat dapat meningkatkan produksi hijauan. Pada tahun pertama (2009), produksi hijauan berfluktuasi dari panen ke-1 hingga panen ke-4. Fluktuasi produksi berkaitan dengan musim panen. Panen ke-1 jatuh pada akhir musim kemarau (awal musim hujan) sehingga produksi hijauan kurang dari 1 t/ha. Panen ke-2 dan ke-3 bersamaan dengan musim hujan dengan produksi hijauan segar masingmasing 11 dan 15 t/ha. Panen ke-4 pada akhir musim kemarau dengan produksi hijauan segar 5 t/ha. Produksi hijauan tertinggi diperoleh pada panen ke-3, lebih besar 2-3 kali lipat dibanding budi daya yang diterapkan petani. Pada tahun kedua (2010), fluktuasi produksi tidak jauh berbeda dengan tahun 2009, yaitu produksi menurun pada musim kemarau (Tabel 1).
Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Jaya Giri, Lembang, Jawa Barat bekerja sama dengan KPSBU Lembang dan Kelompok Tani Lembah Harapan. Tujuannya adalah mengintroduksi sistem budi daya tanaman pakan ternak (TPT) yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sehingga dapat menyediakan hijauan pakan yang berkualitas sepanjang tahun.
Penanaman rumput juga dapat menurunkan erosi tanah. Pada pertanaman yang berumur 2 tahun, antara bulan Januari-Mei 2010 erosi tanah hanya terjadi pada bulan Maret sebesar 14,8 kg/ ha, lebih kecil dibanding pada pertanaman yang berumur 1 tahun yaitu 85 kg/ha. Hal ini disebabkan jumlah rumput dan perakaran lebih banyak pada pertanaman umur 2 tahun dibanding umur 1 tahun.
Sebelumnya, petani mengelola kebun rumput seadanya, tanpa memberikan pupuk padahal pupuk kandang banyak tersedia. Pemotongan rumput tidak memerhatikan umur potong yang tepat sehingga produksi rumput makin menurun.
Mulai tahun 2010, atas kesepakatan kelompok, setiap anggota kelompok yang mengambil rumput harus membayar Rp100/kg untuk kas kelompok. Saat kegiatan ini dimulai, rumput diberikan kepada petani secara gratis dan kelompok tidak mempunyai kas. Kebun rumput akan diserahkan ke kelompok pada tahun 2011. Satu hal yang perlu dilakukan adalah melakukan analisis post ante untuk mengetahui dampak kegiatan ini terhadap petani dan juga tingkat adopsinya.
Tabel 1. Hasil rumput dalam sistem pertanaman lorong selama tiga kali panen. Hasil (t/1,2 ha) Waktu panen
Jumlah
Pengembangan TPT di Desa Conto, Subang, Jawa Barat
6.209 6.083 2.764
17.619 20.896 7.364
15.056
45.879
Desa Conto berada pada ketinggian 75 m dpl, berupa lahan kering beriklim kering dengan curah hujan 1.250 mm/tahun. Petani di daerah ini adalah petani rumput, tetapi tidak mempunyai ternak.
Umur 2 tahun
Umur 1 tahun
Maret 2010 Juni 2010 September 2010
11.410 14.813 4.600
Jumlah
30.823
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
59
Kebun rumput di Desa Conto, Subang, Jawa Barat, dengan pipa irigasi dan penampung air.
Pada tahun 2010 diintroduksikan sistem pertanaman lorong pada kebun rumput dengan menyisipkan tanaman leguminosa pohon sebagai tanaman pagar yang membatasi tanaman rumput sehingga membentuk lorong. Sekitar 2,5 ha kebun rumput telah disisipi tanaman pagar Gliricidia sepium dan 2,5 ha dengan tanaman pagar Leucaena leucocephala cv. Tarramba (tahan kekeringan dan tahan kutu loncat).
Pengembangan TPT di BPTU Baturaden, Jawa Tengah Pakan konsentrat adalah sumber protein dan mineral yang dibutuhkan ternak, namun harganya mahal. Salah satu upaya mengurangi biaya konsentrat tanpa menurunkan kualitas pakan adalah suplementasi pakan rumput dengan hijauan yang berasal dari tanaman leguminosa. Dua spesies TPT telah dibudidayakan di BPTU Baturaden, yaitu Arachis pintoii (kacang pinto) dan Medicago sativa (alfalfa). Pada bulan Juni 2010, telah ditanam 2.200 setek bibit A. pintoii dan pada bulan Desember 2010 ditanam 3.000 bibit alfalfa. Pada umur 4 bulan, produksi hijauan segar A. pintoii sebanyak 468 g/0,5 m larikan, produksi
60
Keragaan tanaman Arachis pintoii di Baturaden, Jawa Tengah.
hijauan kering 65 g/0,5 m larikan, panjang stolon 66,46 cm/tanaman, dan ketebalan 12,08 cm. Dilihat dari ketebalannya, A. pintoii cocok sebagai tanaman penutup tanah untuk menekan erosi. Di samping produksi hijauannya, perlu dipelajari kemampuan tanaman leguminosa mensubstitusi konsentrat sehingga akan mengurangi biaya pakan tanpa menurunkan produksi susu.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Teknologi Mikropropagasi Tanaman Medicago sativa (Alfalfa)
Uji Lapang Skala Terbatas Vaksin IBR Inaktif Isolat Lokal
Tanaman alfalfa yang dibudidayakan di Indonesia umumnya tidak dapat menghasilkan biji walaupun berbunga sehingga kebutuhan biji masih diimpor. Padahal tanaman ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan disukai ternak. Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif memperbanyak tanaman dalam skala besar dalam waktu cepat dan menghasilkan bibit yang bebas penyakit dan terjaga kemurniannya.
Salah satu penyakit menular yang mengganggu sistem reproduksi ternak sapi adalah Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR). Di Indonesia, penyakit IBR tersebar luas di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Media yang cocok untuk perbanyakan alfalfa adalah Murashige & Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2iP 0,5 mg/l yang dikombinasikan dengan Tdz 0,1 mg/L; MS dikombinasikan dengan BA 0,5 mg/l ditambah Tdz 0,1 m g/l. Penggunaan media Woody Plant Medium (WPM) yang dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh BA dan Tdz tidak menghasilkan tunas. Media untuk perakaran yang cocok adalah WPM dikombinasikan dengan IAA 3 mg/l.
Salah satu upaya pengendalian penyakit IBR yaitu dengan menyediakan vaksin IBR inaktif isolat lokal dalam jumlah yang cukup. Vaksin IBR komersial berasal dari impor dan harganya mahal. Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet) telah berhasil mengembangkan vaksin IBR inaktif isolat lokal untuk mendukung program PSDS 2014. Pembuatan vaksin IBR inaktif isolat lokal dimulai pada tahun 2009 dengan melakukan uji laboratorium dan efikasi vaksin. Hasil uji keamanan dan potensi menunjukkan bahwa vaksin IBR inaktif isolat lokal aman digunakan untuk ternak sapi dengan tingkat proteksi mencapai 100%. Uji lapang terbatas vaksin IBR inaktif isolat lokal dilakukan pada tahun 2010 terhadap 64 ekor sapi peranakan onggole (PO) di daerah Cianjur, Jawa Barat. Selain itu, untuk mengetahui bahwa vaksin IBR inaktif isolat lokal aman bagi sapi bunting, dilakukan uji coba vaksin terhadap sapi bunting di Bbalitvet. Vaksin IBR inaktif isolat lokal yang diaplikasikan pada sapi PO menghasilkan titer antibodi tertinggi setelah bulan ke-7 (kelompok I) atau 5 bulan (kelompok II) setelah diulang, yaitu berturut-turut 530 dan 431 (GMT). Pada sapi kelompok kontrol (kelompok I) tidak terdeteksi adanya antibodi terhadap penyakit IBR.
Multiplikasi tunas alfalfa untuk pembentukan perakaran.
Pengkoleksian sampel terakhir untuk kelompok II pada bulan ke-10 menghasilkan titer antibodi 95 (GMT). Untuk kelompok III, pada bulan ke-11 ratarata titer antibodi mencapai 58 (GMT). Untuk kelompok IV (sapi bunting), hingga bulan ke-12 rata-rata titer antibodi mencapai 38 (GMT). Ratarata titer antibodi 38 (GMT) sudah cukup protektif
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
61
sebagaimana hasil uji tantang pada sapi FH yang dilakukan pada tahun 2009. Vaksin IBR inaktif isolat lokal aman untuk sapi bunting. Vaksinasi sapi PO pada umur kebuntingan 3 bulan tidak menyebabkan keguguran dan sapi melahirkan anak yang sehat. Demikian pula pada kelompok III, vaksinasi IBR pada sapi PO dengan umur kebuntingan 3 bulan tidak menyebabkan keguguran. Untuk mengetahui bahwa fetus tidak terpapar virus, setelah anak sapi berumur 1 bulan dilakukan pengujian serologik dan hasilnya menunjukkan bahwa anak sapi tersebut seronegatif. Berdasarkan hasil uji lapang skala terbatas terhadap vaksin IBR inaktif isolat lokal, aplikasi vaksin IBR inaktif harus dilakukan dua kali, yaitu setelah satu bulan vaksinasi pertama dilanjutkan dengan ulangan masing-masing dengan dosis 5 ml. Vaksinasi selanjutnya disarankan setiap tahun sekali, mengingat rata-rata titer antibodi pada bulan ke-12 mencapai 38 (GMT) dan titer ini mampu melindungi sapi dari infeksi virus di lapang. Deteksi virus BHV-1 pada usap mukosa hidung sapi PO sebelum dan pascavaksinasi menunjukkan tidak terdeteksi adanya virus BHV-1 pada usap
mukosa hidung sapi sebelum dilakukan vaksinasi untuk kelompok I, II, dan IV (sapi bunting). Pada kelompok III, sebelum dilakukan vaksinasi telah terdeteksi adanya virus BHV-1 pada 5 ekor dari 20 ekor sapi yang diteliti. Namun, setelah dilakukan vaksinasi, kelima ekor sapi tersebut tidak terdeteksi adanya virus BHV-1 pada usap mukosanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian vaksin inaktif isolat lokal dapat menghambat re-ekskresi virus pada saat terjadinya reaktivasi dari infeksi laten. Hasil pengamatan terhadap dampak vaksinasi menunjukkan tidak ditemukan adanya peradangan dan pembengkakan di lokasi penyuntikan. Demikian pula gejala klinis lainnya seperti leleran ingus pada hidung yang merupakan ciri khas penyakit IBR tidak ditemukan. Hasil tersebut sama dengan hasil uji coba di laboratorium Bbalitvet pada tahun 2009. Dengan hasil yang konsisten tersebut maka vaksin IBR inaktif isolat lokal yang dikembangkan Bbalitvet layak diaplikasikan pada ternak sapi perah maupun sapi potong. Hasil uji lapang terbatas vaksin IBR inaktif isolat lokal (N60521T/Jabar/07) menunjukkan vaksin dapat memberikan respons tanggap kebal
Vaksin IBR inaktif isolat lokal “RhinoVet” (kiri) dan aplikasinya pada sapi (kanan).
62
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Vaksinasi dengan vaksin IBR inaktif isolat lokal pada sapi PO dengan umur kebuntingan 3 bulan melahirkan anak yang sehat.
yang cukup tinggi dengan rata-rata titer berkisar antara 426-530 (GMT) pada bulan ke-7. Rata-rata titer antibodi terendah pada bulan ke-12 mencapai 38 (GMT). Hasil uji PCR menunjukkan bahwa pada hewan yang divaksinasi tidak terdeteksi adanya virus yang disekresikan melalui hidung sehingga vaksin ini aman untuk lingkungan peternakan.
Vaksin IBR inaktif isolat lokal diaplikasikan dua kali dan vaksinasi kedua (booster) dilakukan 1 bulan setelah vaksinasi pertama. Vaksin aman untuk sapi bunting dan fetus. Vaksinasi ulang dapat dilakukan setiap tahun sekali. Vaksin IBR inaktif isolat lokal perlu dikomersialisasikan dan dilakukan alih teknologi kepada produsen vaksin.
Peternakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
63
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Bioteknologi diharapkan dapat mendukung upaya penemuan inovasi teknologi. Teknik kultur jaringan, misalnya, dapat digunakan untuk menghasilkan mutan atau klonal yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, atau toleran terhadap cekaman salinitas, kekeringan, dan genangan. Aplikasi marka molekuler, kloning gen, dan rekayasa genetik dapat membantu mendapatkan varietas unggul tahan cekaman biotik dan abiotik secara cepat dan terarah. Plasma nutfah tanaman berperan penting dalam perakitan varietas unggul sehingga perlu dikelola dengan baik. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah menghasilkan teknologi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap pengadaan pangan nasional.
64
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Perakitan Padi Ciherang Transgenik Toleran Salinitas Tinggi Salinitas merupakan salah satu kendala abiotik dalam produksi tanaman padi di Indonesia, terutama di wilayah pesisir karena adanya intrusi air laut ke wilayah daratan akibat terjadinya pemanasan global. Salinitas tinggi menyebabkan tanaman menjadi kering. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan antisipasi perubahan iklim, perakitan varietas padi toleran salinitas tinggi perlu dilakukan. Beberapa penelitian berhasil memperbaiki toleransi tanaman padi terhadap salinitas dengan menggunakan teknik transformasi. Gen ethylene responsive factor (ERF) memiliki peran penting dalam pengaturan respons tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik dan menunjukkan adanya interaksi yang positif dengan gen dehydration-responsive element binding (DREB). Gen DREB juga sangat berperan dalam menginduksi gen-gen lain yang berhubungan dengan cekaman abiotik, termasuk salinitas. Mengingat pentingnya peran gen ERF1 dan DREB1A, kedua gen tersebut telah diisolasi dari
tanaman padi dan diintroduksikan kembali (overexpression) ke genom tanaman padi varietas Nipponbare menggunakan teknik transformasi melalui vektor Agrobacterium tumefaciens. Tanaman-tanaman padi Nipponbare transgenik generasi T1 yang masing-masing membawa gen OsERF1 dan OsDREB1A disilangkan dengan varietas padi unggul Ciherang sehingga diperoleh tanaman F1 Ciherang-OsERF1 dan F1 Ciherang-OsDREB1A. Tanaman F1 Ciherang-OsERF1 dan F1 CiherangOsDREB1A kemudian disilang-gandakan dan diperoleh tanaman F1 Ciherang-OsERF1OsDREB1A. Untuk mengembalikan latar belakang genetik dari Ciherang maka dilakukan silang-balik (backcross) beberapa generasi. Penggabungan dua gen faktor transkripsi ini diharapkan akan menghasilkan sinergi ekspresi yang positif untuk meningkatkan toleransi terhadap salinitas. Tanaman F1 Ciherang-OsERF1 dan F1 Ciherang-OsDREB1A menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap salinitas. Benih F1-IC hasil persilangan antara F1 Ciherang-OsERF1 dan F1 Ciherang-OsDREB1A yang mempunyai toleransi terhadap salinitas tinggi juga berhasil diperoleh. Tanaman-tanaman F1-SG-Ciherang/NipponbareOsDREB1A//Ciherang/Nipponbare-OsERF1 toleran
Hasil PCR galur F1 padi transgenik (kiri) dan hasil uji toleransi terhadap salinitas secara hidroponik (kanan).
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
65
salinitas tinggi dan membawa dua gen target OsDREB1A dan OsERF1. Ekspresi gen target melalui analisis RT-PCR pada tanaman F1-SGCiherang/Nipponbare-OsDREB1A//Ciherang/ Nipponbare-OsERF1 lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman F1-OsDREB1A atau F1-OsERF1 saja. Galur-galur padi transgenik ini siap diuji lebih lanjut.
Galur Harapan Padi Gogo Tahan Blas dan Hasil Tinggi Penyakit blas menjadi salah satu kendala utama dalam peningkatan produksi padi di lahan kering, seperti padi gogo. Penyakit ini menyebabkan penurunan produksi beras dunia sekitar 30-50%. Program pemuliaan padi gogo tahan blas merupakan prioritas dalam upaya menanggulangi penyakit tersebut. Penyakit blas bersifat dinamis atau mudah membentuk ras baru. Oleh karena itu, program pemuliaan diarahkan untuk menghasilkan galur harapan yang ketahanannya bertahan lama (durable) melalui perakitan galur multigenik tahan blas.
tinggi dari rata-rata GKP IR64 (1,40 t/ha) dan Situ Bagendit (1,57 t/ha). Pada fase vegetatif (umur 1,5 bulan), pertumbuhan galur/varietas yang diuji cukup baik dan bersifat tahan terhadap blas. Varietas Kencana Bali yang peka terhadap penyakit blas memperlihatkan serangan yang berat (skor 9). Tetua CT13432 dan Bio46 bersifat tahan, sedangkan IR64 dan Situ Bagendit bersifat peka dengan skor 6 dan 4. Pada fase generatif, terdapat tiga galur yang bereaksi peka, yaitu nomor 136, 208, dan 211, dengan skor masing-masing 4, 5, dan 5. Tingkat ketahanan 31 galur haploid ganda terpilih yang diuji terhadap patogen blas Ras 173, Ras 063, dan Ras 101 menunjukkan beberapa kelompok sesuai dengan introgresi latar belakang
Dalam rangka mendukung program tersebut, dilakukan pembentukan populasi haploid ganda (HG) multigen (Pi1, Pi2, Pi33, Pi9, Pir4, dan Pir7 ) yang berasal dari persilangan CT13234 (japonica) dengan galur haploid ganda hasil kultur antera turunan IR64 (indica)/Oryza rufipogon (spesies padi liar, aksesi IRGC 105491), yaitu Bio46. Penelitian awal memperoleh beberapa galur dari populasi CT13234/Bio46 yang mempunyai karakter agronomi seperti galur harapan padi gogo dan mempunyai 5-6 gen ketahanan terhadap penyakit blas berdasarkan uji secara molekuler. Hasil uji lapang di Sukabumi, Jawa Barat dan di Lampung menunjukkan, galur no. 189 menghasilkan gabah kering panen (GKP) tertinggi, masing-masing 3,44 t dan 2,58 t/ha, dengan ratarata 3,01 t/ha, lebih tinggi dari rata-rata hasil varietas CT13432 (2,62 t/ha). Tiga galur lainnya yaitu galur no. 80, 82, dan 136 menghasilkan GKP masing-masing 1,97 t, 2,13 t, dan 2,18 t/ha lebih
66
Pengujian galur-galur haploid ganda padi gogo (semaian umur 17 hari) di Cianjur, Jawa Barat.
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
material genetik tetua galur-galur tersebut. Tipe kelompok tersebut adalah: tipe introgresi CT13432 (subspesies japonica), tipe introgresi Bio46 (O. rufipogon), tipe introgresi CT13432-Bio46 (japonica-O. rufipogon), tipe introgresi IR64 (indica), dan tipe CT13432-Bio46-IR64 (japonica-O. rufipogon -IR64). Variasi sekuen basa nukleotida 31 galur haploid ganda terpilih yang diuji untuk gen Pi1, Pi2, Pi33, dan Pir4 lebih didominasi oleh variasi basa nukleotida tipe introgresi genom japonica dan O. rufipogon. Variasi basa nukleotida untuk gen Pi9 lebih didominasi tipe introgresi genom indica dan japonica. Untuk gen Pir7, variasi basa nukleotidanya lebih didominasi tipe introgresi antara ketiga genom indica, japonica, dan O rufipogon. Uji adaptasi galur-galur haploid ganda terseleksi di lahan sawah di Cianjur, Jawa Barat, memperoleh sembilan galur yang menghasilkan GKP 5 t/ha, yaitu galur no. 29 atau H-2-3 (5 t/ha), no. 35 atau I-2-1 (5 t/ha), no. 79 atau 1-8 (5 t/ha), no. 88 atau 2-7-1 (5 t/ha), no. 105 atau 3-12-1 (5,1 t/ha), no. 106 atau 3-12-2 (5,4 t/ha), no. 107 atau 3-12-3 (5,3 t/ha), no. 136 atau 5-1-1 (5,2 t/ ha), dan no. 189 atau 12-3 (5 t/ha). IR64 sebagai kontrol menghasilkan 4 t GKP/ha.
Klon Nilam Harapan Toleran Kekeringan Hasil Kultur Jaringan Nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri atau minyak nilam (patchouly oil) yang banyak digunakan dalam industri kosmetik, parfum, sabun, antiseptik, dan insektisida. Beberapa klon nilam unggul toleran kekeringan dan mempunyai kadar minyak tinggi (3,2%) telah dihasilkan melalui induksi mutasi dan variasi somaklonal. Pada tahun 2008, klon-klon tersebut diuji di rumah kaca dan beberapa klon di antaranya tahan kekeringan, seperti klon Bio 6. Jumlah bibit suatu varietas unggul hasil pemuliaan umumnya sangat terbatas. Untuk memperbanyak bibit tersebut dapat digunakan
Aklimatisasi bibit nilam hasil kultur jaringan umur 1-2 bulan.
teknik kultur jaringan yang dapat memproduksi bibit dalam waktu singkat dalam jumlah banyak, seragam, dan bebas penyakit, sehingga varietas unggul dapat segera dikembangkan. Penelitian kultur jaringan nilam telah memperoleh formulasi media padat yang efisien dengan laju multiplikasi biakan yang tinggi. Klon nilam tersebut selanjutnya diinduksi perakarannya dengan menggunakan auksin alami yang daya aktivitasnya rendah (IAA) maupun dengan auksin sintetis yang mempunyai aktivitas lebih tinggi. Klon kemudian diaklimatisasi di rumah kaca untuk mengetahui daya tumbuhnya dan pengaruh formulasi media yang digunakan terhadap karakter morfologi bibit. Klon nilam Bio 6 hasil kultur jaringan menunjukkan karakter morfologi yang terbaik (tinggi tanaman, jumlah buku, jumlah daun, jumlah tunas, dan jumlah cabang). Hasil uji lanjutan terhadap klon tersebut menunjukkan tinggi
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
67
Hasil aklimatisasi tanaman nilam no. 4, 7, 12, 17, 18, dan 19.
tanaman mencapai 20,4 cm pada umur 2 bulan setelah aklimatisasi, jumlah daun 90, jumlah tunas 4, jumlah cabang rata-rata 2,3, dan jumlah buku rata-rata 58,8.
Perakitan Kedelai Genjah Produktivitas Tinggi melalui Kultur In Vitro dan Rekayasa Genetik Varietas kedelai umumnya berumur 80-95 hari. Penelitian untuk memperoleh varietas kedelai berumur genjah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi nasional kedelai. Waktu pembungaan merupakan salah satu karakter penting tanaman untuk beradaptasi
68
terhadap pola tanam dan musim yang berbeda. Beberapa gen yang mengontrol fotoperiodisitas telah diidentifikasi dan diisolasi dari Arabidopsis. Salah satu gen yang berperan dalam mengontrol fotoperiodisitas adalah gen CONSTANS (CO). Pemanfaatan gen tersebut untuk merakit tanaman kedelai dengan umur berbunga yang lebih pendek berpeluang memperpendek umur tanaman kedelai. Nodulasi dan fiksasi nitrogen berperan penting dalam menentukan produktivitas kedelai. Isolasi gen yang berkaitan dengan nodulasi dan fiksasi nitrogen dari tanaman kedelai kemudian mengekspresikan kembali gen tersebut berpeluang meningkatkan produktivitas kedelai. Salah satu gen yang berkaitan dengan nodulasi dan fiksasi nitrogen adalah gen GmNFR1a.
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pertanaman somaklon kedelai M1 di rumah kawat umur 6 minggu.
Hasil penelitian tahun 2010 menunjukkan, dari 244 embrio somatik hasil kombinasi keragaman somaklonal dengan EMS yang dikecambahkan, diperoleh 100 benih somatik dan menghasilkan 81 planlet. Untuk kombinasi dengan radiasi, dari 169 benih somatik yang dikecambahkan, diperoleh 81 planlet. Persentase perolehan planlet tertinggi adalah pada kontrol (84%) diikuti radiasi (49%) dan paling rendah dari EMS (33%). Setelah aklimatisasi, keberhasilan paling tinggi yaitu bibit somaklon di rumah kaca dikombinasikan dengan radiasi, yaitu 35 bibit (43%), diikuti kontrol 16 (30%) dan terakhir dari kombinasi dengan EMS, sebanyak 24 bibit (29%). Jumlah biji paling banyak dihasilkan somaklon M1, yaitu 1.044 dari radiasi dan 496 dari EMS. Jumlah biji paling sedikit diperoleh dari kontrol, yaitu 288. Mutan somaklon M1 yang ditanam di lapangan memiliki pertumbuhan sangat baik dan sudah masuk stadium pengisian polong. Di antara empat populasi M1 asal mutasi kalus varietas Wilis,
Baluran, Burangrang dan Grobogan, baik mutasi iradiasi ataupun mutasi kimia, mutan M1 Grobogan memiliki umur berbunga lebih genjah, yaitu 29-34 hari pada M1 asal iradiasi, dan 30-33 hari pada M1 asal mutasi kimia. Hal tersebut lebih disebabkan karena tetua (varietas asalnya) berumur lebih genjah. Secara umum, keragaman tanaman generasi M1 sebagai akibat dari mutasi belum nyata terlihat. Keragaman tanaman seperti umur dan karakter agronomis lainnya akan terlihat pada generasi M3. Oleh karena itu, peluang mendapatkan mutan berumur genjah dengan sifat agronomis lain yang diinginkan akan lebih besar pada generasi M3. Transformasi genetik pada 700 eksplan pucuk embrionik (embryonic tip) kedelai varietas Wilis, Tidar, dan Anjasmoro menggunakan vektor A. tumefaciens dengan gen GmNFR menghasilkan tunas-tunas transforman pada media seleksi II. Jumlah tunas transforman dari eksplan Wilis sebanyak 92 tunas, Tidar 57 tunas, dan Anjasmoro
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
69
Tahapan transformasi genetik kedelai dengan vektor Agrobacterium tumefaciens menggunakan eksplan pucuk embrionik (embryonic tip).
9 tunas. Wilis merupakan varietas yang paling responsif karena menghasilkan tunas paling banyak.
Rejuvenasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Berbagai varietas unggul baru tanaman pangan berdaya hasil tinggi telah dihasilkan selama 30 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas oleh petani. Dalam perakitan varietas unggul, plasma nutfah memiliki peran penting sebagai bahan dasar atau tetua persilangan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu disimpan dan dikelola atau dikonservasi. Pada tahun 2010, Bank Plasma Nutfah BB Biogen mengoleksi 10.710 aksesi plasma nutfah tanaman pangan, yang terdiri atas 4.274 aksesi padi, 754 aksesi jagung, 216 aksesi sorgum, 800 aksesi kedelai, 65 aksesi gandum, 648 aksesi kacang tanah, 1.036 aksesi kacang hijau, 137 aksesi kacang potensial, 560 aksesi ubi kayu, 1.802 aksesi ubi jalar, dan 451 aksesi ubi potensial. Plasma nutfah tersebut dilestarikan melalui peremajaan (rejuvenasi), karakterisasi sifat morfologi, penyimpanan, pengelolaan data, dan dokumentasi dalam pangkalan data untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pemanfaatannya.
70
Untuk plasma nutfah tanaman yang perbanyakannya melalui biji, rejuvenasi benih dilakukan secara bertahap di lapang. Aksesi yang direjuvenasi diutamakan yang daya kecambahnya < 80%, jumlahnya sedikit (< 50-100 g/aksesi), atau sering dimanfaatkan dalam program penelitian. Plasma nutfah ubi-ubian yang perbanyakannya secara vegetatif, konservasinya dilakukan di pot dan di lapangan, serta secara in vitro di laboratorium dengan menggunakan media pertumbuhan lambat. Data pengelolaan benih (hasil pengujian viabilitas benih, tata letak benih dalam bank gen, kondisi alat penyimpan benih, dan pengguna benih) disimpan dalam pangkalan data dan dijadikan dasar pengelolaan benih.
Padi dan Kerabat Liarnya Hasil rejuvenasi dan karakterisasi plasma nutfah padi budi daya menunjukkan beberapa aksesi berpenampilan baik, seperti malai panjang (> 30 cm) dan jumlah butir per malai banyak (>250 biji). Varietas yang memiliki malai panjang (> 30 cm), bulir lebat (jumlah gabah isi >250 butir/malai), jumlah anakan masing-masing 11 dan 12, dan postur tanaman sangat tinggi (>175 cm) yaitu Lalantik Bamban dan Mantare. Sebelas varietas lokal mempunyai persentase gabah hampa rendah (< 6%), namun postur tanamannya tinggi (>130 cm) dan umur agak dalam (> 150 hari). Lalantik
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Bamban dan Mantare memiliki sifat agronomi baik, seperti jumlah anakan, panjang malai, dan jumlah gabah isi banyak. Beberapa aksesi kerabat liar padi O. glaberrima (3 aksesi), O. nivara (3 aksesi), O. minuta (2 aksesi), O. punctata (2 aksesi), O. rhizomatis (1 aksesi), dan O. australiensis (5 aksesi) berbunga pada umur 50 hari dan dapat dipanen pada umur 80 hari setelah tanam. Spesies yang berbunga lambat (80-120 hari) adalah O. glumaepatula, O. barthii, O. longiglumis, dan O. ridleyi. Hasil benih yang diperoleh relatif sedikit (sekitar 50 g) karena spesies padi liar memiliki karakter kerontokan yang tinggi. Spesies padi liar yang posturnya tergolong pendek adalah O. glaberrima, O. minuta, O. ridleyi, O. longiglumis, dan O. eichingeri dengan kisaran tinggi tanaman 90-140 cm. Spesies padi liar yang tergolong paling tinggi adalah O. alta, O. grandiglumis, dan O. latifolia dengan kisaran tinggi tanaman 180-300 cm. Jumlah anakan padi liar berkisar antara 7-49 anakan, jumlah anakan terbanyak terdapat pada O. barthii (49), O. minuta (40), O. punctata (50), dan O. officinalis (46), sedangkan jumlah anakan paling sedikit terdapat pada O. glaberrima (13).
Jagung, Sorgum, dan Terigu Karakterisasi sifat kualitatif plasma nutfah jagung seperti warna daun, warna batang, warna urat pusat, warna sekam, warna rambut, tongkol, susunan malai, dan warna biji diprioritaskan pada aksesi yang belum ada dalam pangkalan data. Hasil karakterisasi menunjukkan, aksesi lama (Reg. 3543) memiliki jumlah daun terbanyak (5,6), Var. 2113 (Reg. 3453) mempunyai daun terpanjang (67,1 cm), dan L. Sumut (Reg. 3580) memiliki daun terlebar (17,31 cm). Bobot 300 butir biji terberat ditemukan pada J. Ungu (Reg. 3610), yaitu 78,9 g. Rejuvenasi 200 aksesi plasma nutfah jagung di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, memperoleh benih baru hasil sibbling antara 75-1.837 g. Aksesi Laga-Ligo (Reg. 2615) menghasilkan biji paling berat (1.837 g).
Sebanyak 228 aksesi plasma nutfah sorgum telah direjuvenasi dan menghasilkan benih baru dengan viabilitas tinggi. Bobot kering benih bervariasi antara 50-2.048 g. Karakter kualitatif dikarakterisasi menggunakan deskriptor baru dari ICRISAT, yaitu sifat malai, sifat sekam, warna sekam, warna biji, umur berbunga, umur panen, ketebalan biji, kilau biji, dan bentuk biji. Untuk karakter warna sekam, hanya tiga warna yang teramati, yaitu coklat (115 aksesi), merah (72 aksesi), dan hitam (41 aksesi). Untuk karakter warna biji, mayoritas aksesi berwarna gading, hanya satu aksesi yang berwarna hitam, yaitu 296B (Reg 747) yang merupakan plasma nutfah introduksi dari India. Rata-rata umur berbunga koleksi sorgum adalah 63 hari. Aksesi sorgum yang berbunga paling cepat (46 hari) adalah Keris (Reg 730), CK.5 (Reg 725), ICSB 11 (Reg 862), dan ICSB 67 (Reg 865). Untuk umur panen, aksesi ICSV 93038 (Reg 811) dari India berumur paling genjah (81 hari). Aksesi yang direjuvenasi menunjukkan karakter agronomis yang bervariasi. Beberapa aksesi memiliki potensi untuk dikembangkan atau sebagai sumber genetik dalam perakitan varietas unggul. Aksesi gandum yang memiliki jumlah anakan produktif tinggi, umur panen pendek, dan bobot biji per petak tinggi disajikan pada Tabel 1.
Kacang-kacangan Hasil karakterisasi terhadap 161 aksesi kedelai menunjukkan adanya keragaman semua sifat yang diamati. Tidak semua karakter komponen hasil secara langsung memengaruhi hasil. Karakter jumlah polong per tanaman secara langsung memengaruhi hasil biji kedelai. Oleh karena itu, karakter jumlah polong per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk memperoleh genotipe kedelai berdaya hasil tinggi. Hasil karakterisasi pada 161 aksesi kedelai menunjukkan adanya keragaman yang cukup tinggi pada karakter komponen hasil yang diamati.
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
71
Tabel 1. Aksesi gandum yang memiliki karakter agronomi baik. Karakter agronomi
Aksesi
Jumlah anakan produktif > 15 anakan Umur berbunga pendek
V.234, CBD 23, V196, CBD 17, Sweta, Nias, V 235, V 236 V.234, Naxos We, R, V.259, H.113, H.012, Perdix, Tieros W, Dewata, Sweta, V.167, dan Nias V.003, V.231, V.009, H.012, V.167, V.234, Nias, Fasan, H018, Dewata, CPN-01 SW Triso, V.234, H.012, V.167, H.113, Tieros We, Dewata, V.010, Perdix, V.009, Nias Signa, Sit Notrend, CBD01, Perdix, Selayar, Combi, Kauz/Wea, Sdh Plaming, V.262, H.085, Monk Sweta, CPN01, Sdh Plaming, V.003, V.170, H.087, CPN-02, Casa/Kau, V.262, H.113
Umur masak pendek Umur panen pendek Bobot biji/petak tinggi Daya tumbuh > 90%
Dari 43 plasma nutfah edamame yang direjuvenasi dan dikarakterisasi, bobot biji berkisar antara 16-38 g/100 biji. Sebelas aksesi memiliki bobot 100 biji >30 g. Di antara aksesi tersebut, aksesi G 10428 dan kedelai China memiliki bobot biji tertinggi, yaitu masing-masing 70 g dan 47 g/5 tanaman. Keragaman genetik plasma nutfah edamame tergolong tinggi (81-53722), sehingga membuka peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber-sumber gen dalam perbaikan varietas. Dua ratus aksesi plasma nutfah kacang tanah yang ditanam memperlihatkan keragaman warna bunga dan ginofor. Umur berbunga berkisar antara 24-26 hari setelah tanam, tinggi tanaman 15-60 cm, jumlah cabang 2-6, jumlah polong isi 4-23 polong/tanaman, bobot kering polong 18-156 g/ tanaman, dan bobot kering polong 80-1.025 g/ plot. Dari hasil karakterisasi plasma nutfah kacang hijau, diidentifikasi aksesi VR176 berbunga lebih awal, VR264 berumur genjah (52 hari), VR184 memiliki polong panjang, dan VR422 berdaya hasil tinggi. Plasma nutfah kacang tunggak yang berumur genjah (69 hari) adalah TVX 4667-01D-A, TVX 2939-09, dan kacang nasi. Jumlah kluster tiap tanaman merupakan komponen hasil kacang tunggak. Kluster terbanyak ditemukan pada KT 84A
72
(11,7), jumlah polong terbanyak pada aksesi Renyam (45 buah), dan polong terpanjang (33,3 cm) ditemukan pada aksesi kacang nasi/danib. Jumlah biji terbanyak dimiliki oleh lokal Lombok (17,7 buah), dan bobot 100 butir biji terberat dimiliki varietas kacang tunggak hitam. Hasil biji (benih) plasma nutfah kacang tunggak yang diperoleh berkisar antara 25-854 g, tertinggi (854 g) pada aksesi (varietas) ICV-2B-1. Plasma nutfah kacang bogor kurang menunjukkan variasi dalam umur berbunga dan umur panen. Umur mulai berbunga berkisar antara 28-30 hari dan umur panen 109-111 hari. Jumlah tangkai daun per batang bervariasi antara 48-68 buah. Aksesi yang memiliki jumlah tangkai terbanyak adalah VS09. Namun jumlah tangkai yang banyak tidak berkorelasi dengan jumlah polong. Aksesi yang memiliki jumlah polong terbanyak adalah VS01 (45 polong/tanaman). Bobot biji kacang bogor bervariasi antara 74-92 g. Rejuvenasi plasma nutfah kacang bogor memperoleh benih 876-1.166 g/aksesi.
Umbi-umbian Plasma nutfah ubi kayu menunjukkan keragaman yang cukup tinggi pada sifat morfologi. Helai daun ubi kayu didominasi warna hijau, sedangkan
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
batang bawah didominasi warna abu-abu. Panjang tangkai daun bervariasi antara 21,1-33,3 cm, panjang lobus daun 14,3-30,2 cm, variasi lobus daun 1,9-6,6 cm, dan tinggi tanaman 140-380 cm. Sebanyak 35 aksesi plasma nutfah gembili, 23 aksesi gadung, 48 aksesi ubi kelapa, dan 26 aksesi suweg telah dikonservasi di lapangan. Satu aksesi ubi kelapa, yaitu aksesi 631 mempunyai bobot umbi paling berat (860 g/umbi). Umur bertunas ubi kelapa bervariasi antara kurang dari 1 bulan sampai lebih dari 8 bulan. Dari konservasi 67 aksesi plasma nutfah ganyong, koleksi ganyong merah meliputi 38 aksesi (56,7%) dan ganyong hijau 29 aksesi (43,3%). Dari
sembilan aksesi kentang hitam, empat aksesi mempunyai bobot umbi 79-152 g yaitu nomor 719, 746, 800, dan 801. Aksesi talas yang memiliki bobot cormus terbesar yaitu varietas Gettek Sesaren. Cormus yang memiliki bobot tinggi adalah yang berbentuk 1 (kerucut). Sebanyak 200 aksesi plasma nutfah ubi kayu, ubi jalar, dan talas koleksi in vitro dipertahankan dengan cara subkultur. Untuk menambah koleksi, pada tahun 2010 dilakukan sterilisasi eksplan dan memperoleh eksplan steril 33 aksesi ubi jalar, 22 aksesi talas, dan 30 aksesi ubi kayu. Diharapkan dari aksesi steril tersebut akan diperoleh kultur in vitro baru sebanyak 30-50 aksesi.
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
73
Pascapanen Teknologi pascapanen diperlukan untuk meningkatkan mutu, daya saing, nilai tambah, dan keragaman pangan, serta membuka peluang ekspor yang lebih luas bagi produk pertanian. Pemanfaatan pangan lokal seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan sukun diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada beras. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) terus berupaya menghasilkan teknologi pascapanen yang mudah diaplikasikan pengguna.
74
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Teknologi Pengemasan Buah Salak dengan Sistem Atmosfer Termodifikasi Buah salak mudah rusak bila tertunda pemanfaatannya karena setelah dipanen, buah masih terus melangsungkan aktivitas fisiologis seperti respirasi dan transpirasi. Dengan adanya aktivitas fisiologis tersebut, secara berangsur mutu buah akan menurun, kulit buah menjadi kering, daging buah mulai layu, muncul gejala infeksi patogen, hingga akhirnya buah menjadi busuk. Penyimpanan dengan sistem atmosfer termodifikasi telah banyak dilakukan dalam distribusi buah-buahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan dan menunda pembusukan. Faktor yang menentukan keberhasilan penyimpanan dengan sistem atmosfer termodifikasi adalah kemampuan komoditas untuk
beradaptasi dengan perubahan atmosfer. Konsentrasi karbondioksida (CO2) yang terlalu tinggi (lebih dari 5%) dalam penyimpanan buah tropis dengan sistem atmosfer termodifikasi dapat menyebabkan buah mengalami kerusakan fisiologis, yaitu buah matang tidak sempurna. Pada beberapa jenis buah yang disimpan dengan sistem modifikasi atmosfer, infeksi mikroorganisme menjadi masalah utama karena menyebabkan kerusakan buah. BB Pascapanen bersama dengan PT Tulip Sekawan telah melakukan uji coba ekspor salak ke Malaysia dengan kapasitas 10 ton. Dalam uji coba tersebut, penggunaan antimikroba alami berupa ekstrak lengkuas 5% dan pengemasan dengan sistem modifikasi atmosfer menggunakan PE 0,04 dengan perforasi mikro 32 lubang (kapasitas 1 kg/ plastik), dapat mempertahankan kesegaran buah salak pada reefer container 12-15°C dengan menggunakan transportasi laut selama 6 hari. Tingkat kerusakan buah cukup rendah, yaitu kurang dari 2%. Namun, penanganan distribusi buah salak dari gudang pelabuhan Malaysia (Puchong Gateway) ke tempat pemasaran di Klang Valley Area dan Ipoh Area masih perlu diperbaiki karena pihak eksportir belum memiliki fasilitas rantai dingin. Dengan bertambahnya daya simpan buah salak hingga 21 hari dan berhasilnya uji coba
Uji coba ekspor buah salak ke Malaysia dengan pengemasan atmosfer termodifikasi.
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
75
ekspor ke Malaysia dengan kapasitas 10 ton maka pasar yang dijangkau, baik dalam negeri, maupun luar negeri, akan lebih luas. Selain itu, daya saing buah salak Indonesia di pasar luar negeri akan semakin tinggi.
Peningkatan Efisiensi Produksi Tepung Kasava Termodifikasi Skala UKM Program peningkatan ketahanan pangan perlu didukung dengan upaya pengembangan diversifikasi konsumsi yang bertumpu pada keanekaragaman sumber daya pangan, kelembagaan, dan budaya lokal. Upaya meningkatkan diversifikasi pangan dengan menggali sumber karbohidrat lokal antara lain bertujuan mengurangi ketergantungan pada beras dan menekan impor terigu. Salah satu bahan pangan lokal dari ubi kayu yaitu tepung kasava fermentasi (tepung Mocaf dan tepung kasava Bimo). Kedua jenis tepung ini memiliki karakteristik seperti tepung terigu sehingga berpotensi mengganti atau mensubstitusi terigu dalam pembuatan berbagai produk pangan. Tepung Mocaf telah berkembang di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, dan Pati, Jawa Tengah, sedangkan tepung kasava Bimo dikembangkan di Lampung dan Sukabumi, Jawa Barat.
0,5 kg/ton, pengepresan, pengeringan, dan penepungan. Pada uji coba produksi tepung kasava Bimo skala 10 ton ubi kayu per hari, rendemen sawut kering dan tepung pada perlakuan tanpa dikupas dan dipres masing-masing adalah 33% dan 27%, lebih tinggi dibanding kontrol yaitu 30% dan 22%. Derajat putih tepung yang dihasilkan tanpa pengepresan adalah 75%, tanpa dikupas 70%, sedangkan tepung Mocaf derajat putihnya 76%. Pengupasan memberikan nilai kecerahan (L) antara 3.310-3.777, lebih cerah dibanding tanpa pengupasan dengan nilai L 2.457-3.453. Untuk tingkat kehalusan pada ukuran mesh 80, tingkat kehalusan tepung Mocaf (56,5%) lebih rendah dibanding tepung yang dihasilkan dengan perlakuan dikupas (58%) maupun tanpa dikupas (59,25%). Teknologi optimasi produksi tepung kasava termodifikasi skala UKM 10 t/hari beserta produk turunannya dapat meningkatkan efisiensi produksi sampai 20%. Selain itu, waktu proses lebih cepat karena pengeringan menjadi lebih pendek dengan adanya perlakuan pengepresan irisan ubi kayu. Kerja sama produksi tepung kasava dengan mitra binaan telah dilakukan di Desa Bangunsari, Kecamatan Negeri Katon/Tegineneng, Kabupaten Pasawaran, Lampung dan dengan mitra pabrik tapioka Gunung Salak di Desa Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat.
Agar harga tepung kasava Bimo lebih kompetitif maka proses produksinya harus efisien. Efisiensi produksi tepung kasava Bimo dapat dilakukan dengan memperbaiki teknik proses (pengupasan, perajangan, pemerasan) serta menggunakan alat produksi otomatis berkapasitas besar, menggunakan starter Bimo-CF dosis rendah, dan memanfaatkan hasil samping berupa limbah cair perasan untuk pembuatan nata de cassava. Berdasarkan hasil optimalisasi proses, teknologi proses yang efisien yaitu teknologi tanpa pengupasan, dilanjutkan dengan pencucian, perajangan/penyawutan, perendaman dalam air yang menggunakan starter Bimo-CF dengan dosis
76
Tepung kasava Bimo.
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pelilinan dan Pengemasan Buah Manggis untuk Meningkatkan Daya Simpan Manggis merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Ekspor buah manggis meningkat tiap tahun. Pada 2007 volume ekspor mencapai 9.093 ton dengan nilai USD 4,95 juta, dan meningkat menjadi 9.466 ton dengan nilai USD 5,83 juta pada tahun 2008. Ekspor buah manggis memberikan sumbangan lebih dari 34% terhadap total ekspor buah-buahan. Negara tujuan ekspor manggis antara lain adalah Taiwan, Hongkong, Malaysia, Uni Emirat Arab, Singapura, Belanda, China, dan Jerman. Kendala dalam ekspor manggis adalah mutu buah umumnya rendah karena kulit buah keras, bergetah, dan sepal buah tidak utuh. Waktu transportasi yang lama juga menyebabkan buah menjadi rusak saat tiba di negara tujuan ekspor. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 2009 dilakukan penelitian untuk meningkatkan daya simpan buah manggis dengan metode pelilinan dan pengemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelilinan dan pengemasan pada skala bangsal 8 x 8 x 8 tumpukan boks karton (kapasitas 2,5-3 kg) dapat mengurangi tingkat kerusakan buah hingga kurang dari 20%, sepal tetap segar, warna buah dapat diterima konsumen, dan memperpanjang daya simpan segar buah 3-4 minggu. Pada tahun 2010, hasil penelitian tersebut divalidasi pada skala yang lebih besar dan sesuai dengan kondisi di lapang, yaitu skala ekspor dengan kapasitas kontainer 15-18 ton. Verifikasi/ validasi teknologi dilakukan BB Pascapanen bekerja sama dengan PT Alamanda Sejati Utama dengan melakukan uji coba ekspor ke Hongkong/China. Hasilnya menunjukkan bahwa pelilinan dan pengemasan dengan mencelupkan buah ke dalam formulasi emulsi lilin (lilin 6% + hormon 10 ppm + pestisida 1.000 ppm), kemudian buah dikeringanginkan dan dikemas dengan net foam dapat mempertahankan kesegaran buah hingga 3-
Pelilinan dan pengemasan buah manggis.
4 minggu pada suhu 9°C. Tingkat kerusakan buah tergolong rendah, yaitu kurang dari 10%. Oleh karena itu, teknologi pelilinan dan pengemasan direkomendasikan untuk mempertahankan kesegaran buah manggis dalam pengiriman jarak jauh atau ekspor. Hingga minggu keempat, buah manggis yang diekspor dengan menggunakan teknologi pelilinan dan pengemasan masih “aman” dan dapat diterima konsumen di Hongkong/China dengan tingkat kerusakan buah 5-10%. Kekerasan buah relatif stabil atau sama dengan buah saat dipanen. Tanpa perlakuan, kekerasan buah manggis meningkat drastis, begitu pula halnya pada perlakuan yang digunakan eksportir. Kulit buah dengan pelilinan dan pengemasan berwarna merah muda atau merah keunguan (skor 2,75 dan 2,95). Kulit buah
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
77
manggis tanpa perlakuan atau perlakuan eksportir berwarna unggu sampai hitam (skor 4,30-4,0). Dengan demikian, pelilinan dan pengemasan dapat mempertahankan warna kulit buah manggis hingga minggu keempat. Kandungan kimia buah manggis selama penyimpanan tidak berbeda antara yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan. Perubahan komposisi kimia buah dengan perlakuan pelilinan dan pengemasan relatif stabil. Dengan daya simpan buah yang lebih panjang maka peluang pasar pun lebih luas, termasuk pasar ekspor. Upaya ini sekaligus akan meningkatkan daya saing buah manggis di pasar internasional.
Tepung Sorgum Rendah Tanin untuk Nasi dan Bubur Instan Sorgum merupakan serealia yang belum banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, padahal nilai gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Namun, sorgum mengandung tanin dengan kadar cukup tinggi sehingga memengaruhi rasa (pahit/sepet), selain bersifat antigizi. Sejalan dengan pola hidup masyarakat moderen yang menghendaki produk yang praktis, produk olahan sorgum yang memiliki prospek untuk dikembangkan adalah produk olahan instan, seperti nasi instan, bubur instan, dan sereal siap saji untuk sarapan. Selain cepat saji, produk olahan sorgum tersebut bermanfaat bagi manula karena indeks glikemiknya rendah dan kandungan serat pangannya tinggi. BB Pascapanen telah menghasilkan teknologi produksi tepung sorgum rendah tanin serta nasi dan bubur sorgum instan. Penggandaan produksi tepung sorgum 100 kg/hari membutuhkan bahan baku biji sorgum 200-500 kg dan menghasilkan rendemen tepung rata-rata 95%. Analisis ekonomi menunjukkan produksi tepung sorgum 100 kg/hari secara ekonomi menguntungkan dengan nilai R/C 1,15 dan harga jual tepung Rp7.000/kg atau lebih murah dari tepung terigu.
78
Teknologi produksi nasi sorgum instan skala 10 kg/hari menghasilkan produk dengan kadar tanin kurang dari 1%, rendemen 60-61%, dengan kebutuhan bahan baku 16-20 kg/hari. Komposisi kimiawi (bk) nasi sorgum instan adalah air 6,0%, abu 0,4%, protein 6,3%, lemak 0,6%, karbohidrat 88,4%, dan energi 403 kkal per 100 g. Nilai fungsional nasi sorgum instan adalah daya cerna pati 67%, serat pangan larut 2,5%, serat pangan tidak larut 5,2%, indeks glikemik 29,2% (termasuk IG rendah), dan tanin kurang dari 1%. Teknologi produksi bubur sorgum instan skala 10 kg/hari membutuhkan bahan baku biji sorgum 14,3 kg/hari atau setara 3,4 kg tepung sorgum. Komposisi kimiawi (bk) bubur sorgum instan adalah air 4,4%, abu 1,5%, protein 10%, lemak 2,5%, karbohidrat 81,6%, dan energi 429 kkal per 100 g. Bubur sorgum instan mengandung serat pangan larut 3,1%, serat pangan tidak larut 6,0%, daya cerna pati 78,0%, indeks glikemik 50,7% (termasuk IG rendah), dan kadar tanin kurang dari 1%. Nasi sorgum instan tahan disimpan sampai 15 bulan dalam kemasan plastik PP. Untuk bubur sorgum instan, daya simpannya sampai 13 bulan dalam kemasan yang sama. Produk olahan sorgum dapat mendukung upaya diversifikasi pangan dan sesuai untuk kelompok usia anak-anak, dewasa maupun usia lanjut. Untuk pengembangan produk sorgum, BB Pascapanen menjalin kerja sama dengan Koperasi Wanita Kusuma, Jakarta.
Teknologi Produksi Tepung Sukun Premium dan Pengembangan Produk Olahannya Komoditas sumber karbohidrat nonserealia (aneka umbi dan buah, termasuk sukun) umumnya mudah rusak antara lain karena kadar airnya cukup tinggi (60-80%). Selain itu, komoditas sumber karbohidrat selain beras dan terigu juga memiliki citra rendah (inferior) di masyarakat. Dalam upaya menggali sumber daya pangan lokal dan mengubah
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
oleh kadar karbohidrat bahan bakunya, berkisar antara 10-14%. Kadar tanin terendah terdapat pada perlakuan perendaman dengan air, sedangkan kadar HCN terendah diperoleh dengan perendaman dalam larutan Na2SO4.
Pembuatan tepung sukun.
citra inferior menjadi superior, maka pengolahan menjadi produk setengah jadi (tepung) menjadi pilihan yang tepat. Salah satu cara meningkatkan citra tepung dari bahan pangan lokal adalah mengurangi atau menghilangkan komponen penyebab rendahnya palatabilitas atau flavor (rasa dan aroma). Pada tahun 2009, peneliti BB Pascapanen berhasil mengurangi komponen penyebab rasa pahit pada tepung sukun, yaitu tanin dan asam sianida, lebih dari 80%. Untuk mempercepat adopsi teknologi tersebut oleh pengguna, model produksi tepung sukun diterapkan di salah satu sentra produksi sukun, yaitu Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Selain itu, untuk meningkatkan konsumsi sukun dikembangkan berbagai produk olahan berbasis tepung sukun. Model pengembangan penerapan teknologi produksi 1 ton tepung sukun dilakukan dengan pendekatan pola inti-plasma. Pemilik pohon sukun atau pengrajin kecil dirancang menjadi plasma yang akan memasok bahan baku (buah sukun atau sawut kering) kepada pengusaha tepung yang berperan sebagai inti. Mutu tepung sukun ditentukan oleh sifat fisik dan sifat kimianya. Sifat fisik tepung sukun meliputi derajat putih dan kehalusan. Penggunaan larutan sodium bisulfit 0,02% dapat meningkatkan derajat putih tepung. Rendemen tepung sukun ditentukan
Beberapa jenis olahan sukun yang mulai dikembangkan adalah flake, rusk, kerupuk, energy bar, dan bihun. Berdasarkan hasil uji hedonik, olahan flake yang paling disukai panelis adalah yang dibuat dari tepung sukun dan tepung sagu dengan perbandingan 80:20. Campuran tepung sukun dan tepung terigu 20:80 yang dikombinasikan dengan mentega menghasilkan produk roti kering yang masih disukai panelis. Olahan kerupuk sukun terbaik ditinjau dari segi volume mengembang kerupuk dan penerimaan panelis adalah kerupuk yang dibuat dari tepung tapioka 87,5% ditambah tepung sukun 12,5%. Pada produk olahan energi bar, kadar pati dari formula menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan kontrol. Penambahan tepung sukun menurunkan kadar pati karena sukun tidak mempunyai gluten. Kadar amilosa berkisar antara 3,7-5,0%, daya cerna pati 42,6-57,9%, dan gula total 12,4-13,1%. Energy bar dikonsumsi sebagai sumber energi sehingga kandungan karbohidrat atau lemaknya mesti tinggi. Pada produk bihun, tingkat substitusi tepung beras terbaik adalah 15% dan tepung sukun 85%. Pemakaian guar gum menghasilkan bihun yang karakteristiknya lebih baik dibandingkan iles-iles. Penambahan garam kalsium memengaruhi berat rehidrasi produk bihun, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai kehilangan padatan akibat pengolahan (KPAP). Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa produk bihun terbaik diperoleh dari kombinasi tepung sukun 100%, guar gum 1%, dan garam kalsium 2%. Pengembangan model penerapan teknologi produksi tepung sukun dilaksanakan bersama mitra binaan yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) Sumber Patedhan, Desa Lo Manis Kabupaten Cilacap. Peluang kerja sama dengan PT Pertamina juga terbuka untuk pemasaran produk.
Pascapanen Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
79
Mekanisasi Mekanisasi pertanian berperan penting dalam pengembangan usaha tani maju menuju pertanian tangguh. Penerapan mekanisasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produksi, mempercepat proses produksi, menekan tingkat kejerihan kerja petani, dan mengatasi kelangkaan tenaga kerja pertanian di perdesaan. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) telah merekayasa teknologi mekanisasi pertanian yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pengguna. Beberapa alat dan mesin pertanian yang dihasilkan telah dikembangkan di beberapa daerah dan mendapat respons yang baik dari pengguna.
80
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Mesin Pengering Hybrid Benih Biji-bijian Masalah yang sering dihadapi dalam produksi benih biji-bijian seperti gabah, jagung, dan kedelai adalah proses pengeringan pada musim hujan dan mahalnya biaya pengeringan dengan mesin. Harga bahan bakar minyak yang tidak menentu dan cenderung naik serta kelangkaan di beberapa daerah akan berimbas pada penerapan alat mesin berbahan bakar minyak, seperti mesin pengering. Di sisi lain, pemanfaatan sumber energi terbarukan, seperti energi matahari belum optimal untuk menunjang penerapan alat mesin pertanian, khususnya mesin pengering. Untuk membantu memecahkan masalah tersebut, BBPMP telah merancang mesin pengering hybrid kapasitas 5 ton dengan menggunakan energi matahari dan bahan bakar biomassa. Keunggulan mesin ini adalah menghemat bahan bakar minyak sampai dengan 50% dan menurunkan biaya operasional pengeringan. Mesin pengering ini menggunakan dua sumber panas, yaitu panas sinar matahari dan biomassa untuk tungku pemanas. Prototipe mesin pengering benih ini telah diuji coba untuk mengeringkan benih biji-bijian. Laju penurunan kadar air benih selama pengeringan sebesar 0,6-0,9% dan telah memenuhi standar SNI pengeringan gabah untuk benih, yaitu laju penurunan kadar air di bawah 1%. Laju penurunan kadar air dapat diatur, yaitu laju penurunan rendah pada awal pengeringan dengan menggunakan panas matahari dari efek rumah kaca (ERK), dilanjutkan dengan laju pengeringan tinggi dari ERK hybrid dengan tungku biomassa atau tungku biomassa saja. Pada pengujian pengeringan 4 ton gabah dari kadar air awal 25,7% menjadi 11,6%, dibutuhkan waktu 17 jam dengan laju pengeringan 0,95%. Mesin pengering hybrid ini telah diaplikasikan oleh penangkar benih Sri Mulyo di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Mesin pengering hybrid untuk benih biji-bijian.
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
81
Pengembangan Mesin Panen Padi Tipe Jalan Kombinasi Pemanenan padi pada umumnya dilakukan secara manual dengan ani-ani atau sabit, kemudian gabah dirontokkan dengan digebot atau diiles (diinjak). Panen dapat pula dilakukan secara mekanis menggunakan sabit atau mesin reaper dan perontokan gabah dengan mesin perontok (thresher). Selain secara manual dan mekanis, panen secara modern dapat menggunakan combine harvester. Namun, pengembangan alat pemanen ini di lapangan banyak mengalami hambatan yang terkait dengan kondisi lahan sawah, luas kepemilikan, dan topografi yang berbeda, selain harga mesin yang mahal dan jaminan purna jual yang belum memadai, seperti ketersediaan suku cadang. BBPMP telah merancang mesin pemanen padi kombinasi tipe jalan berukuran kecil atau mini. Bentuk konstruksi dasarnya berupa traktor tangan yang dirancang dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki fungsi memotong, merontok, dan membersihkan padi. Kapasitas kerja mesin 14 jam/ha.
Prototipe mesin pemanen padi kombinasi tipe jalan.
82
Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa dengan biaya investasi mesin Rp30 juta, biaya sewa Rp200/kg, dan rata-rata hasil padi 5.000 kg/ ha, biaya operasional mesin sebesar Rp125/kg. Penerimaan dari sewa mesin sebesar Rp1 juta/ha sehingga diperoleh nilai titik impas (BEP) 15,61 ha/ tahun dan B/C 1,63. Perhitungan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa dalam satu tahun dilakukan empat kali tanam, yang berarti terdapat 3 bulan kerja/tahun dengan jumlah hari kerja per bulan 25 hari dan waktu kerja 7 jam/hari. Luas garapan 38 ha/tahun dan kapasitas kerja mesin 14 jam/ha.
Paket Teknologi Pengolahan Tepung Komposit Aneka Umbi Teknologi pembuatan tepung secara tradisional telah banyak diketahui masyarakat. Namun pada skala komersial, tingkat produksi harus lebih besar agar efisien dan tepung yang dihasilkan berkualitas baik dan seragam. Pada tahun 2009, BBPMP telah mengembangkan unit pengolahan pati dari umbiumbian, yang meliputi pengering, pemeras, penyawut, dan penepung dan digunakan untuk pengolahan tepung tunggal. Alsin tersebut telah diterapkan Kelompok Tani Mekar Muda, Desa Ciparigi, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2010 dirancang unit pencampur tepung tunggal menjadi tepung komposit serta merancang alat pengupas umbi. Unit mesin pengolah tepung komposit berupa pencampur yang dilengkapi dengan unit pengumpan. Desain mesin pencampur yaitu double helix, sistem pengumpan menggunakan screw conveyor, dan mesin pengupas kulit umbi tipe rol. Kapasitas mesin pencampur 500 kg/proses, motor penggerak 1,5 HP yang mampu mencampur empat jenis tepung. Kapasitas mesin pengumpan 1.250 kg/jam. Hasil uji kinerja menunjukkan efisiensi pencampuran sebesar 99% dan waktu optimal pencampuran 20 menit. Kapasitas mesin pengupas kulit umbi 1 t/ jam.
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Mesin pengupas dan pencuci umbi.
Mesin pencampur tepung komposit.
Pengolahan tepung komposit dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada tepung terigu dengan mensubstitusi sebagian tepung terigu dengan tepung berbahan baku lokal, seperti ubi jalar, ubi kayu, iles-iles, serelia (sorgum), dan buah-buahan sumber karbohidrat seperti sukun dan pisang. Pengolahan tepung komposit juga meningkatkan nilai tambah bahan pangan lokal.
sinkage lebih dari 10 cm dan sistem tanam legowo dengan jarak 10 cm x 20 cm memengaruhi kecepatan kerja operator mesin pemanen. Kapasitas kerja mesin pemanen padi rata-rata 27,6 jam/ha atau berkisar antara 22-35 jam/ha, bergantung pada kondisi lahan dan sistem penanaman padi. Kebutuhan bahan bakar (bensin) berkisar antara 0,65-1,36 liter/jam. Susut hasil maksimal akibat pemotongan dan perebahan tanaman padi berkisar antara 0,2-1,6%.
Paket Teknologi Alsin Budi Daya Padi IP 400 Penggunaan alat mesin pertanian untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi kerja dalam budi daya padi IP 400 sangat diperlukan di sentrasentra produksi padi. BBPMP telah mengembangkan paket teknologi alat mesin untuk IP 400, yang terdiri atas mesin pemanen padi tipe gendong (paddy mower), mesin perontok padi (power thresher), dan alat pencacah bahan pupuk organik (APPO). Alsin tersebut telah diuji pada skala demplot di beberapa wilayah pengembangan. Hasil analisis teknis menunjukkan bahwa kinerja mesin pemanen padi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi lahan, jarak tanam padi (sistem tanam), dan keterampilan operator. Kondisi lahan yang becek dengan foot
Kapasitas kerja mesin perontok rata-rata 222,4 kg/jam atau berkisar antara 200-276 kg/jam, dengan konsumsi bahan bakar 1,2-2,2, liter/jam. Kapasitas kerja mesin perontok sangat bergantung pada nisbah gabah, panjang jerami, dan keterampilan operator dalam mengumpankan bahan. Penerapan paket alsin pemanen dan perontok secara teknis layak dikembangkan karena dapat meningkatkan kapasitas dan efisiensi kerja dalam budi daya padi sehingga mempercepat waktu pemanenan. Kapasitas kerja mesin pencacah jerami padi (APPO) rata-rata 413,5 kg/jam atau berkisar antara 279-547 kg/jam. Konsumsi bahan bakar 3,1-3,9 liter/jam. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa peluang penerapan mesin pemanen dan perontok
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
83
Alat pencacah bahan pupuk organik (kiri), mesin pemanen padi (tengah), dan mesin perontok (kanan).
padi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja dan besarnya upah bagi hasil. Mesin pemanen dan perontok padi secara ekonomi layak dikembangkan pada daerah dengan upah bagi hasil panen di atas 1:8 (1 bagian untuk pemanen dan 8 bagian untuk pemilik lahan) atau di atas 12,5%, dengan sistem pemanenan padi potong bawah dan dirontok dengan gebot atau perontok pedal. Biaya operasional penggunaan APPO adalah Rp109/kg pupuk organik atau Rp436.000/ha. Pupuk organik yang dihasilkan dapat menggantikan 50% pupuk anorganik yang digunakan sehingga mengurangi biaya pemupukan 50%. Berdasarkan hasil evaluasi teknis terhadap kapasitas kerja alsin selama uji validasi dan adaptasi di lokasi pengembangan padi IP 400, kebutuhan masing-masing alsin untuk luasan 2 ha yang dihitung dengan menggunakan model simulasi yang dikembangkan sebelumnya adalah 7 unit mesin pemanen, 5 unit mesin perontok, dan 3 unit APPO.
Model Mekanisasi Pertanian untuk SITT Sawit-Ternak Sistem integrasi tanaman ternak (SITT) sawitternak merupakan sistem usaha tani yang mengintegrasikan budi daya kelapa sawit dan ternak besar (sapi) dalam suatu sistem yang
84
berbasis nir limbah (zero waste ). Terdapat tiga subsistem dalam model SITT, yaitu subsistem pakan, subsistem pupuk organik, dan subsistem energi. Pelaku dan pengelola model ini adalah kelompok tani. Mekanisasi pertanian berperan dalam setiap subsistem tersebut dan memberikan kontribusi positif. Pada tahun 2009 telah dikembangkan model SITT padi-ternak dengan menerapkan penggunaan mesin pemanen padi (mower), mesin pencacah (chopper), dan APPO. Pada tahun 2010, model tersebut dimodifikasi dan dikembangkan menjadi model SITT sawit-ternak dengan menambahkan unit pengolah pakan, pupuk organik, dan biogas. Model tersebut dikembangkan di tiga lokasi, yaitu (1) Desa Fajar, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan; (2) Desa Perkebunan Sei Lala, Kecamatan Sungai Lala, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau; dan (3) Desa Soaloam, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Hasil pengkajian menunjukkan penerapan model SITT dapat memanfaatkan limbah sawit sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Model SITT yang dikembangkan di Desa Perkebunan Sei Lala, Riau telah memberikan kontribusi finansial. Berdasarkan analisis ekonomi, biaya operasional pembuatan pakan adalah Rp279,14/kg, sedangkan biaya operasional pembuatan pupuk granul Rp200,32/kg. Sampai akhir 2010 sudah dapat diproduksi beberapa ton
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Mixer
Hammer mill
Pakan ternak
Chopper/ shredder
Kelapa sawit
Biogas
Pupuk cair
APPO Pupuk granul
Kotoran
Granulator Pupuk curah
Model pengembangan SITT sawit-ternak dan komponennya.
pupuk organik dengan harga jual Rp550-Rp650/kg. Petani juga dapat menularkan keahlian mereka dalam membuat digester biogas ke petani di kabupaten lain. Model SITT yang dikembangkan di
Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur belum memberikan kontribusi finansial karena baru akan memasuki tahap pengembangan pada tahun 2011.
Mekanisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
85
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Aspek sosial-ekonomi perlu menjadi acuan dalam implementasi program dan pengembangan inovasi teknologi pertanian. Adakalanya inovasi teknologi hasil penelitian tidak berkembang di suatu wilayah karena kurang memerhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat pertanian setempat. Di samping itu, dalam berbagai hal diperlukan desain kebijakan untuk mendorong masyarakat dalam menerapkan teknologi. Oleh karena itu, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan penelitian dan analisis dalam upaya menghasilkan alternatif kebijakan yang diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan inovasi teknologi pertanian.
86
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Keterkaitan Produksi, Perdagangan, dan Konsumsi Ubi Jalar dalam Penganekaragaman Pangan dan Gizi Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditingkatkan melalui program diversifikasi produksi komoditas, pengembangan produk, diversifikasi konsumsi, dan kemampuan dalam meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Ubi jalar berpotensi dikembangkan untuk mendukung program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, karena: (1) merupakan sumber karbohidrat; (2) produktivitas tinggi; (3) potensi
diversifikasi produk beragam; (4) zat gizi beragam; dan (5) potensi permintaan pasar lokal, regional, dan ekspor terus meningkat. Permasalahan keterkaitan produksi, perdagangan, dan konsumsi ubi jalar secara umum adalah belum terciptanya sinergi yang harmonis antarpelaku usaha dalam sistem jaringan rantai pasok sehingga partisipasi dan konsumsi ubi jalar di Indonesia relatif rendah. Untuk meningkatkan partisipasi konsumsi ubi jalar diperlukan pemahaman tentang keterkaitan produksi, perdagangan, dan konsumsi ubi jalar. Kebijakan yang perlu ditempuh dalam pengembangan ubi jalar adalah pengembangan wilayah produksi. Masing-masing pimpinan daerah hendaknya menindaklanjuti kebijakan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
Ubi jalar berpotensi mendukung diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
87
sumber daya lokal yang dituangkan dalam Perpres Nomor 22 Tahun 2009. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan koordinasi dan sinergisme program pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, potensi sumber daya lokal spesifik wilayah perlu digali dan dikembangkan untuk meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan di masing-masing wilayah serta melaksanakan kebijakan secara konsisten dan berkesinambungan. Berkaitan dengan aspek pascapanen dan industri pengolahan, kebijakan pengembangan tersebut perlu difasilitasi sesuai dengan kebutuhan stakeholder. Bagi pengusaha industri skala rumah tangga, hal yang mendesak adalah penyediaan dan fasilitasi sumber permodalan yang mudah diakses dengan biaya atau tingkat suku bunga yang memadai dan fasilitasi rintisan pasar produk. Bagi usaha industri skala kecil, perlu fasilitasi bantuan peralatan/sarana pengolahan. Industri skala menengah/IKM perlu didorong dengan penyediaan sarana pemasaran dan infrastruktur yang memperlancar arus pasokan bahan baku. Di bidang pemasaran dan perdagangan, perlu diintensifkan pengawasan arus distribusi melalui penghapusan pungutan-pungutan yang tidak resmi yang kadangkala jumlahnya justru melebihi pungutan resmi yang telah ditetapkan daerah. Dukungan perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan dan sarana transportasi juga menjadi kunci lancarnya arus pasokan input-output dari produsen ke konsumen, dan sebaliknya. Faktor kunci yang diduga dapat mendorong peningkatan partisipasi konsumsi ubi jalar adalah promosi yang lebih gencar, edukasi, dan advokasi tentang keunggulan-keunggulan pangan lokal, khususnya ubi jalar. Sosialisasi bahwa mengonsumsi ubi jalar tidak identik dengan kemiskinan atau kerawanan pangan merupakan isu menarik yang perlu dimasyarakatkan secara luas. Informasi kandungan zat gizi dan manfaat ubi jalar bagi kesehatan merupakan hal penting untuk mengangkat citra ubi jalar sebagai pangan lokal yang layak dikembangkan.
88
Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Karakteristik Sosial Ekonomi dan Usaha Tani Padi Padi atau beras merupakan komoditas strategis nasional. Selama ini pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan dan program peningkatan produksi dan produktivitas padi, namun ketahanan pangan dan kesejahteraan petani/masyarakat pedesaan masih menyisakan permasalahan. Usaha tani padi rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim, konversi lahan, dan keterbatasan infrastruktur pertanian terutama irigasi sehingga berpotensi melemahkan daya saing usaha tani padi terhadap usaha tani pangan lainnya. Usaha tani padi juga sarat dengan intervensi pemerintah yang diduga berpengaruh terhadap efisiensi usaha tani. Penelitian di lima provinsi sentra produksi padi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan) yang mencakup 14 kabupaten menunjukkan bahwa selama periode 2007-2010 terjadi penurunan luas pemilikan lahan di desa-desa Jawa, dan sebaliknya di luar Jawa. Tingkat pemerataan penguasaan lahan pertanian umumnya tergolong merata sampai agak mengelompok atau timpang. Tingkat partisipasi angkatan kerja yang bekerja jauh lebih tinggi dibanding anggota rumah tangga (ART) bukan angkatan kerja, baik pada tahun 2007 maupun 2010. Sementara itu, kesempatan kerja yang merupakan proporsi dari jumlah angkatan kerja terhadap jumlah ART cenderung meningkat, namun tidak diimbangi oleh penurunan tingkat pengangguran. Dinamika pendapatan rumah tangga setara beras mengalami peningkatan, namun distribusi pendapatan pertanian (ditunjukkan oleh indeks Gini) cenderung mengarah pada kesenjangan yang semakin lebar. Secara umum, pendapatan rumah tangga meningkat seiring dengan bertambahnya luas penguasaan lahan. Pangsa pengeluaran cenderung meningkat dan ada indikasi tingkat kesejahteraan menurun, yang terlihat dari
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Selama periode 2007-2010, tingkat penguasaan lahan di desa-desa di Jawa cenderung menurun, dan sebaliknya di luar Jawa.
penurunan tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga. Tidak ada korelasi antara tingkat kemiskinan dan penyakapan. Korelasi antara kemiskinan dan kepemilikan lahan sawah menunjukkan bahwa bila kepemilikan sawah makin sempit maka jumlah penduduk miskin makin banyak. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin adalah meningkatkan pemilikan lahan oleh petani. Nilai Tukar Sektoral (NTS) padi di semua desa kurang dari 100, yang berarti penerimaan dari usaha tani padi belum dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ada perubahan pola tanam di lahan sawah dalam periode 2007-2010 karena adanya penurunan atau peningkatan harga komoditas. Secara umum tidak ada perubahan nyata dalam penerapan teknologi, baik dalam budi daya maupun pascapanen.
Kebutuhan sarana produksi umumnya sudah mencukupi, namun modal masih kurang sehingga petani meminjam modal ke pihak lain untuk memenuhi kebutuhan modal usaha tani. Rumah tangga petani menjadikan sektor nonpertanian sebagai sumber pendapatan tambahan, di mana rumah tangga buruh tani memberikan kontribusi paling besar. Produktivitas yang dicapai petani rata-rata 92% dari produktivitas maksimal yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan terbaik. Pengusahaan padi di Jawa dan luar Jawa menguntungkan, baik secara individu maupun sosial. Implikasi kebijakan yang dapat ditempuh adalah: (1) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pedesaan diperlukan program peningkatan keterampilan dan pengetahuan, penguasaan teknologi, dan kapasitas manajemen
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
89
sehingga dapat bersaing di pasar tenaga kerja; (2) perbaikan distribusi lahan perlu didukung oleh berbagai kebijakan, seperti kebijakan reforma agraria, kebijakan lahan abadi, dan kebijakan lain dalam rangka mencegah pengurangan lahan sawah; (3) agar terjadi diversifikasi pendapatan dan mengurangi ketimpangan pendapatan rumah tangga perlu memperbesar kesempatan kerja di sektor luar pertanian, misalnya dengan mengembangkan industri pedesaan; (4) dengan telah dicapainya efisiensi usaha tani padi sawah yang relatif tinggi, guna lebih meningkatkan produktivitas dan produksi padi serta pendapatan petani, dibutuhkan terobosan teknologi, khususnya dalam penemuan varietas unggul baru dan perluasan areal sawah. Untuk itu kebijakan dan program yang terkait dengan upaya peningkatan akses petani terhadap lahan dan perbaikan distribusi lahan perlu terus didorong; (5) perlu upaya perbaikan kualitas panen untuk meningkatkan peluang beberapa komoditas pesaing padi sebagai komoditas ekspor. Komoditas pesaing padi yang mempunyai keunggulan komparatif perlu didukung pengembangannya tanpa harus menggeser peran padi sebagai komoditas pangan utama.
Analisis Dampak Investasi Pertanian terhadap Kinerja Sektor Pertanian Investasi mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional, termasuk sektor pertanian. Peningkatan investasi di bidang pertanian diharapkan mempunyai dampak positif terhadap kinerja sektor pertanian, antara lain produksi pertanian. Dengan meningkatnya produksi pertanian maka ketahanan pangan nasional akan menjadi semakin kuat, pendapatan petani meningkat, kesempatan kerja di perdesaan makin luas, jumlah penduduk miskin di perdesaan berkurang, devisa negara makin besar, dan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian juga akan tumbuh cepat.
90
Penelitian di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor pertanian menempati urutan kedua setelah sektor manufaktur. Hal ini berarti investasi di sektor pertanian cukup menarik bagi investor. Pada subsektor tanaman pangan dan perkebunan, investasi PMDN lebih besar dibanding PMA, sedangkan pada subsektor peternakan, investasi PMA lebih besar daripada PMDN. Investasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong utama, antara lain prospek pasar komoditas perkebunan yang semakin baik, bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok tani, dan ketersediaan pakan bagi pembibitan sapi potong. Faktor penghambat utama investasi adalah keterbatasan modal serta meningkatnya harga input dan upah tenaga kerja. Kondisi lingkungan dan iklim yang kurang kondusif juga menghambat perkembangan usaha. Investasi pertanian oleh PMDN dan PMA memberikan dampak positif terhadap PDB pertanian dan penyerapan tenaga kerja. Secara agregat nasional, investasi PMDN memberikan kontribusi lebih besar dalam meningkatkan PDB sektor pertanian. Demikian pula investasi pertanian oleh petani juga memberikan dampak positif terhadap pendapatan mereka. Pendapatan petani akan lebih besar jika nilai internal rate of return (IRR) investasi lebih besar dari suku bunga yang disubsidi pemerintah.
Rancangan Kebijakan Subsidi Pupuk Langsung kepada Petani Pemerintah telah memberikan berbagai subsidi kepada petani, dan salah satu yang menonjol adalah subsidi pupuk. Model subsidi pupuk yang diterapkan saat ini adalah subsidi tidak langsung, yaitu subsidi diberikan kepada produsen pupuk. Walaupun tidak diberikan secara langsung, petani memperoleh manfaat dari subsidi tersebut, yaitu
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
harga pupuk lebih murah. Dibandingkan dengan model-model sebelumnya, model subsidi pupuk saat ini sudah lebih baik, tetapi masih ada beberapa kelemahan. Pertama, manfaat subsidi tidak dirasakan secara langsung oleh petani sebagai kelompok sasaran. Kedua, terjadi perbedaan harga antara pupuk bersubsidi dan pupuk nonsubsidi sehingga terjadi aliran pupuk dari sektor yang mendapatkan subsidi ke sektor yang tidak disubsidi yang kemudian menimbulkan kelangkaan pasokan di sektor yang mendapatkan subsidi. Masalah kelangkaan pasokan pupuk akan selalu ada selama terjadi perbedaan harga. Pemerintah merencanakan untuk mengubah model subsidi tidak langsung menjadi model subsidi langsung. Subsidi langsung pupuk kepada petani adalah sistem subsidi di mana petani menerima dana subsidi harga langsung dari pemerintah. Dalam transaksi pembelian pupuk, petani dikenakan harga pasar, tetapi hanya membayar harga neto sebesar harga pasar dikurangi dengan subsidi harga. Keuntungan subsidi langsung adalah: (1) menghapus perbedaan harga antara pupuk bersubsidi dan pupuk nonsubsidi sehingga aliran pupuk dari sektor yang mendapatkan subsidi ke sektor yang tidak mendapatkan subsidi tidak terjadi lagi; (2) petani dapat merasakan manfaat subsidi secara langsung; dan (3) penggunaan anggaran subsidi lebih transparan dan jumlah dana yang diperlukan bisa lebih rendah. Pada tahun 2010, model subsidi pupuk secara langsung diuji coba di Kecamatan Karawang Barat dan Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Jumlah desa lokasi uji coba subsidi pupuk langsung ke petani adalah 15 desa, yang terdiri atas tujuh desa di Kecamatan Karawang Barat dan delapan desa di Kecamatan Cikampek. Kelompok tani di daerah ini berjumlah 77 kelompok yang dilayani oleh 18 kios pupuk (Lini IV). Petugas pelaksana lapangan berjumah 12 orang, yang terdiri atas dua kepala unit pelaksana teknis daerah (UPTD), dua koordinator penyuluh, dan delapan penyuluh.
Pemberian subsidi pupuk langsung ke petani menjamin kios pupuk menyalurkan pupuk sesuai permintaan petani.
Hingga pertengahan Desember 2010, penyaluran dana subsidi pupuk ke rekening kelompok tani telah mencapai 100%, tetapi realisasi pemanfaatan dana subsidi pupuk di Kecamatan Karawang Barat baru mencapai 31,5% dan penebusan pupuk 30,2% dari rencana kebutuhan. Di Kecamatan Cikampek, pemanfaatan dana subsidi lebih rendah, baru mencapai 18,8% dan penebusan pupuk 17,8% karena adanya pergeseran waktu tanam akibat anomali iklim. Beberapa permasalahan pelaksanaan uji coba subsidi pupuk langsung ke petani adalah: (1) mekanisme penganggaran subsidi pupuk langsung ke petani yang semula direncanakan berasal dari pengalihan dana subsidi pupuk tidak dapat dilakukan sehingga Kementerian Pertanian mengusulkan anggaran melalui APBN-P 2010; (2) waktu pelaksanaan relatif singkat, sementara sosialisasi dan penyiapan dokumen serta
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
91
penyempurnaan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) memerlukan waktu cukup lama, sehingga penyaluran subsidi langsung ke petani baru terealisasi pada akhir Oktober 2010; (3) dalam pelaksanaan uji coba, jumlah penebusan pupuk masih kecil karena terjadinya anomali iklim yang mengakibatkan mundurnya masa tanam dan waktu pemupukan; (4) masih beredarnya pupuk bersubsidi di beberapa kios di wilayah uji coba karena belum semua jenis tanaman masuk ke dalam RDKK; dan (5) pelaksanaan uji coba memerlukan kerja ekstra kelompok tani, distributor, dan kios. Di sisi lain, penerapan subsidi pupuk langsung memberikan dampak positif ke petani, yaitu: (1) harga pupuk di tingkat petani sesuai dengan ketentuan harga yang berlaku; (2) kebutuhan pupuk petani tercukupi karena penyediaan pupuk
didasarkan pada RDKK, bukan alokasi pupuk seperti pada skim subsidi di luar uji coba; (3) bagi kios, jumlah penebusan pupuk sudah hampir pasti sehingga tidak ada kekhawatiran penyerapan pupuk lebih rendah dari penyediaan; dan (4) memberdayakan kelompok tani, gapoktan, dan penyuluh. Pelaksanaan uji coba pengalihan subsidi pupuk langsung ke petani akan dilanjutkan pada tahun 2011 dengan lokasi uji coba delapan kabupaten di delapan provinsi, yaitu Karawang (Jawa Barat), Sragen (Jawa Tengah), Nganjuk (Jawa Timur), Gianyar (Bali), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), Simalungun (Sumatera Utara), Hulu Sungai Tengah (Kalimantan Selatan), dan Sidenreng Rappang (Sulawesi Selatan). Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah rancang-bangun mekanisme
Tabel 1. Realisasi luas tanam padi sawah, penebusan pupuk, dan pembayaran dana subsidi pupuk per 15 Desember 2010.
Urea
SP36
NPK kujang
NPK phonska
Nilai (Rp’000)
Karawang Barat Adiarsa Barat Nagasari Tanjungpura Tanjungmekar Karangpawitan Mekarjati Tunggakjati
2.264,00 17,00 213,50 356,00 145,50 504,50 658,50 369,00
235.933 2.750 17.150 32.939 5.500 62.795 85.643 29.156
53.795 1.150 700 8.835 1.565 0 31.915 9.630
5.000 0 0 0 0 0 5.000 0
161.150 1.150 25.560 21.540 1.925 76.095 25.540 9.340
802.807 8.004 86.233 109.244 14.496 273.423 235.356 76.051
41,76 62,55 40,85 36,38 13,24 54,05 46,58 27,38
Cikampek Kamojing Cikampek Pusaka Cikampek Sel/Timur Cikampek Barat Dawuhan Timur Dawuhan Tengah Dawuhan Barat Kalihurip
725,00 40,25 117,50 35,50 21,00 130,50 113,75 194,00 72,50
34.000 1.000 2.500 1.000 0 14.000 2.000 7.000 6.500
21.500 500 1.000 500 0 8.000 2.000 3.500 6.000
0 0 0 0 0 0 0 0 0
13.000 500 500 500 0 5.000 2.000 3.500 1.000
264.919 0 50.000 16.000 0 41.000 54.000 86.000 17.919
48,54 0 56,53 59,88 0 41,74 63,07 58,89 32,83
2.989,00
269.933
75.295
5.000
174.150
1.067.726
43,26
Kecamatan/desa
Jumlah
92
Realisasi penebusan pupuk (kg)
Realisasi pembayaran dana subsidi pupuk
Realisasi luas tanam (ha)
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
%
subsidi pupuk langsung ke petani yang diujicobakan di Kabupaten Karawang dapat diterapkan di daerah-daerah lain pada tahun 2011 dengan beberapa catatan, antara lain: (1) penyempurnaan RDKK menjadi syarat utama bagi pelaksanaan uji coba; (2) ada jaminan dari pemerintah bahwa dana subsidi dapat disediakan sebelum musim tanam; (3) wilayah uji coba sebaiknya mencakup seluruh wilayah kabupaten agar tidak terjadi penyimpangan dalam penyaluran pupuk; (4) pupuk untuk uji coba, yang dana subsidinya termasuk ke dalam kategori bantuan sosial, sebaiknya dimasukkan ke dalam cadangan pupuk nasional sehingga bisa disalurkan secara cepat ke kios-kios
di wilayah uji coba pada saat diperlukan; (5) perlu diwaspadai kemungkinan penyalahgunaan dana subsidi pupuk oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab; (6) pelaksanaan uji coba perlu pengawalan secara terus-menerus; dan (7) perlu mengeliminasi kepentingan politik pada kegiatan uji coba. Uji coba subsidi pupuk langsung ke petani masih perlu dikaji dan ditelaah lebih dalam dengan memperbanyak perlakuan-perlakuan untuk memperoleh desain mekanisme penyaluran subsidi pupuk terbaik. Di samping itu juga perlu adanya sinkronisasi program-program pemerintah di lapangan terkait dengan bantuan pupuk.
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
93
Inovasi Spesifik Lokasi Pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi merupakan tugas utama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BB Pengkajian). Fungsi tersebut oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang tersebar di 31 provinsi di Indonesia, diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pengkajian dan pengembangan teknologi spesifik lokasi di masing-masing wilayah. Komponen teknologi yang dihasilkan oleh Balai-balai Penelitian lingkup Badan Litbang Pertanian diuji lebih lanjut dan dikaji kesesuaiannya dari berbagai aspek, termasuk sosial-ekonomi dan budaya setempat agar teknologi yang dihasilkan dapat diadopsi petani secara luas. Hasil pengkajian dan pengembangan teknologi telah dimanfaatkan oleh pengguna di masingmasing wilayah dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
94
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru melalui SLPTT Padi Pelaksanaan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) untuk meningkatkan produktivitas padi dikawal dan didampingi oleh BPTP. Pendampingan yang dilakukan meliputi pelatihan PTT bagi petani dan penyuluh pendamping, penyelenggaraan laboratorium lapang sebagai media pembelajaran, dan pengujian adaptasi beberapa varietas unggul baru. Di Lampung, pendampingan SL PTT dilaksanakan di 12 kabupaten, yaitu Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran, Way Kanan, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, dan Mesuji dengan total SLPTT 2.160 unit. Kegiatan menguji adaptasi beberapa VUB, yaitu Inpari 1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 9, Cigeulis, Sarinah, Mekongga, Cibogo, dan Dodokan. Hasilnya menunjukkan, tingkat adaptasi dan produktivitas masing-masing varietas beragam di setiap lokasi. Di Lampung Tengah, varietas yang tingkat adaptasinya tinggi adalah Inpari 9 dan Sarinah dengan produktivitas 5-7 t/ha. Di Lampung Timur, Inpari 4 dan Inpari 9 menunjukkan tingkat adaptasi tertinggi dengan produktivitas 5-7 t/ha. Di Tulang
Bawang Barat, varietas dengan kemampuan adaptasi tertinggi adalah Cigeulis dengan produktivitas 6,3 t/ha. Di Way Kanan, Situ Bagendit adaptasinya paling tinggi dan produktivitasnya mencapai 5-7 t/ha. Secara keseluruhan, varietas yang dapat dikembangkan di Lampung adalah Inpari 9, Cigeulis, Sarinah, Cibogo, dan Situ Bagendit karena lebih tahan terhadap penyakit, produktivitas tinggi, dan disukai petani. Beberapa demplot penerapan teknologi PTT dapat meningkatkan produktivitas 10-20% dan pendapatan petani 15-20%.
Pengkajian Sistem Perbenihan Padi Sawah Pengkajian sistem perbenihan padi sawah dilaksanakan di Desa Bali I Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu. Desa Bali I memiliki potensi lahan sawah irigasi teknis seluas 65 ha dan petani lainnya mengusahakan tanaman padi secara sederhana sehingga produktivitasnya rendah, berkisar antara 2,5-3,5 t/ha. Pengkajian melibatkan kelompok tani Ndano Ndaja mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengamatan terhadap teknologi yang diterapkan. Dalam pengkajian tersebut, diperkenalkan beberapa varietas padi dan teknologi PTT.
Pengujian adaptasi beberapa varietas unggul baru padi di lapangan.
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
95
Untuk meningkatkan produktivitas, paket teknologi anjuran PTT padi sawah yang dikaji dan didiseminasikan adalah (1) penggunaan benih berlabel putih sebanyak 15 kg/ha; (2) pesemaian; (3) penanaman bibit muda umur 15-20 hari; (4) penggunaan jarak tanam teratur 25 cm x 25 cm atau sistem legowo; (5) tanam menggunakan caplak; (6) jumlah bibit 1-2 bibit/rumpun; (7) pemupukan berimbang menggunakan alat BWD; (8) pengendalian OPT; dan (9) panen. Penerapan teknologi anjuran oleh petani dilakukan melalui proses sosialisasi, penyuluhan, temu lapang, dan praktek langsung di lahan petani. Dalam kegiatan tersebut, BPTP dan penyuluh bertindak sebagai fasilitator. Uji coba/demonstrasi yang dibangun di tengah sentra produksi berfungsi sebagai percontohan sekaligus tempat pelatihan, penyuluhan, dan praktek langsung. Pertemuan kelompok dan praktek langsung di lapangan bermanfaat mempercepat proses alih teknologi. Begitu pula kerja sama dan komunikasi yang baik antara peneliti, penyuluh, dan petani sangat penting untuk mempercepat transfer teknologi di tingkat petani kooperator.
Dengan menerapkan teknologi anjuran, usaha tani padi varietas Mekongga memberikan keuntungan Rp21.385.000/ha, sedangkan keuntungan petani non-kooperator sebesar Rp3.301.000/ha. Keuntungan petani kooperator yang cukup besar tersebut karena gabah yang dihasilkan merupakan calon benih (label ungu) sehingga keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan gabah produksi petani non-kooperator. Gabah calon benih dibeli langsung oleh Dinas Pertanian setempat untuk disertifikasi.
Dukungan Kelembagaan dalam Program Swasembada Daging Sapi Program swasembada daging sapi memerlukan dukungan sumber daya manusia dan kelembagaan, serta potensi sumber daya alam, baik berupa ternak potong maupun pakan (hijauan, limbah pertanian, dan limbah industri). Untuk mendukung program swasembada daging sapi, BPTP Sulawesi Tengah melakukan pendampingan berupa penyusunan dan penyebarluasan petunjuk teknis,
Penggunaan benih bermutu meningkatkan hasil padi.
96
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Dukungan kelembagaan dan sumber pakan berperan penting dalam upaya pencapaian swasembada daging sapi.
penyediaan narasumber teknologi, serta pembuatan instalasi biogas melalui penyelenggaraan demplot di Kabupaten Parigi Moutong dan Donggala. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa persentase kebuntingan induk dan dara di Desa Malonas, Kecamatan Damsol, Kabupaten Donggala sebesar 35,4%, sedangkan di Desa Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong sebesar 18%. Hasil ini memberikan gambaran bahwa dengan mengoptimalkan sumber daya manusia dan kelembagaan di tingkat desa, program peningkatan swasembada daging sapi dapat tercapai 27% atau melampaui target yang telah ditetapkan yaitu 13,5% dari total populasi sapi di Sulawesi Tengah.
Pembibitan Sapi Terintegrasi dengan Tanaman Sapi merupakan salah satu komoditas andalan Kabupaten Buleleng. Dalam upaya mengoptimalkan penyebarluasan inovasi teknologi sapi potong, BPTP Bali melakukan demplot pembibitan sapi
terintegrasi dengan tanaman. Kegiatan ini melibatkan tiga kelompok tani dengan jumlah anggota 60 orang. Hasilnya menunjukkan bahwa inovasi sistem pembibitan sapi terintegrasi dengan tanaman dapat meningkatkan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Pemberian pakan tambahan berupa dedak berbahan baku limbah kacang tanah menaikkan bobot lahir pedet rata-rata 19,20 kg, atau meningkat 10,15% dibandingkan pedet tanpa tambahan pakan. Selain meningkatkan bobot lahir pedet, inovasi yang diintroduksikan juga meningkatkan nilai tambah dan efisiensi usaha tani dengan memanfaatkan limbah tanaman dan ternak. Kotoran ternak diolah menjadi kompos menggunakan Bacillus, sedangkan urinenya dimanfaatkan menjadi biourine dengan menggunakan Azotobacter dan Ruminno bacillus. Produksi kompos mencapai lebih dari 80 ton dan biourine + 35.000 liter. Hasil pengolahan limbah ternak tersebut dimanfaatkan untuk mendukung usaha tani sehingga menghemat biaya pembelian pupuk kimia. Sebagian kompos dan biourine dijual dengan harga Rp500/kg. Limbah tanaman pangan
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
97
Pembibitan sapi secara terintegrasi dengan tanaman meningkatkan bobot lahir pedet dan pemanfaatan sumber daya secara optimal.
(jagung) dimanfaatkan untuk pakan sapi dengan inovasi pengawetan pakan menggunakan Bio Cas.
Pemanfaatan Limbah Pasar sebagai Pakan Sapi Potong Limbah pasar yang berupa limbah sayur sangat potensial sebagai pakan ternak karena mengandung protein relatif tinggi, yaitu 24,8% untuk limbah sawi, 20,3% untuk limbah kol, dan 14,4% untuk kepala tauge. Namun, limbah tersebut mudah busuk sehingga perlu diawetkan. Salah satu alternatif mengawetkan limbah pasar adalah dengan teknologi fermentasi atau silase. Teknologi tersebut mudah diterapkan, murah, dan dapat mengawetkan limbah pasar dalam bentuk segar. Formulasi yang menghasilkan silase limbah pasar berkualitas paling baik adalah 60% limbah pasar (terdiri atas kepala tauge, petsai, dan caisin dengan perbandingan 3:1:1), 20% onggok, dan 20% dedak. Tepung ubi kayu dapat dipakai untuk menggantikan onggok, tetapi tidak ekonomis karena harganya jauh lebih tinggi dibandingkan harga onggok. Komposisi ini dapat menghasilkan silase dengan kadar air 44,2%, kadar protein
98
16,3%, berat susut 456 g, pH 3,8, dan skor kualitas 90. Dengan menerapkan teknologi pembuatan silase dari limbah pasar dan mengetahui formula ransum yang tepat untuk sapi potong, para peternak dapat meningkatkan pendapatannya, selain dapat mengatasi kekurangan ketersediaan pakan hijauan. Dengan metode pembuatan dan formulasi yang tepat, silase limbah pasar tahan disimpan sampai 1,5 bulan. Silase limbah pasar disukai ternak kambing dan sapi potong sehingga mendorong peternak untuk terus membuat silase untuk mengatasi kelangkaan hijauan pada musim kemarau.
Serbuk Gergaji sebagai Media Jamur Jamur tiram merupakan salah satu komoditas sayuran yang dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan melalui program FEATI. Komoditas ini banyak dibudidayakan karena mudah, tidak membutuhkan lahan yang luas, dan prospek pasarnya cukup menjanjikan. Di Kabupaten Banyuasin, jamur tiram mulai dikembangkan pada
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
masa produksi 4-6 bulan. Dengan harga rata-rata jamur tiram di tingkat petani Rp25.000/kg, diperoleh nilai R/C 2,14 sehingga usaha jamur tiram layak untuk dikembangkan.
Serbuk gergaji sebagai media tanam jamur tiram.
tahun 2009. Dukungan inovasi teknologi budi daya jamur tiram spesifik lokasi yang diperlukan antara lain adalah pemanfaatan serbuk gergaji yang banyak terdapat di daerah ini sebagai media tanam. Pengkajian pemanfaatan serbuk gergaji sebagai media jamur merang dilaksanakan di Desa Stereo, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin. Lokasi tersebut berdekatan dengan ibukota kabupaten/provinsi, pasar, dengan agroekosistem lahan kering, serta didukung ketersediaan bahan baku media jamur tiram. Kegiatan ini melibatkan lima petani kooperator dengan skala usaha 100 log per petani. Media jamur tiram yang digunakan berupa serbuk gergaji kayu karet, meranti, seru, dan racuk sebanyak 100 kg ditambah dedak padi 10 kg, dedak jagung 2 kg, dan kapur pertanian 2 kg. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa media tumbuh yang paling baik adalah serbuk kayu meranti karena mengandung selulosa cukup tinggi yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan jamur. Introduksi inovasi juga dibarengi dengan pendampingan melalui pertemuan. Pendampingan yang dilakukan oleh BPTP dapat meningkatkan kemampuan petani dalam budi daya jamur tiram dan meningkatkan pendapatan. Skala usaha petani kooperator saat ini rata-rata 300 log (kumbung) dan produksi 0,4-0,5 kg/log/satu siklus tanam atau
Inovasi tersebut sudah mulai berkembang dan menyebar ke luar desa. Dua petani di luar kelompok dan lima petani dari luar desa telah mengadopsi teknologi yang diperkenalkan BPTP. Peluang pasar jamur tiram masih terbuka karena tingginya permintaan sehingga jamur tiram dapat menjadi salah satu komoditas agribisnis di perdesaan.
Penumbuhan dan Pengembangan Penangkar Benih Kentang Salah satu input usaha tani kentang yang penting adalah benih berkualitas. Namun, penyediaan benih berkualitas tinggi sering terhambat karena terbatasnya benih sumber dan kurang berkembangnya unit penangkaran benih. Untuk mengatasi masalah tersebut, BPTP melakukan pengkajian penumbuhan dan pengembangan penangkar benih kentang berkualitas. Penumbuhan kelompok tani penangkar benih kentang di Sumatera Utara antara lain dilakukan di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Kegiatan melibatkan 30 petani kooperator dari empat kelompok tani. Varietas kentang yang digunakan adalah Granola kelas G1 dengan jarak tanam 25 cm x 70 cm. Inovasi teknologi yang diintroduksikan adalah pemupukan dengan pupuk kandang 20 t/ha, urea 400 kg/ha, SP36 250 kg/ha, KCl 300 kg/ha, serta pengendalian hama dan penyakit secara intensif (tiga kali seminggu). Pada umur 70 hari setelah tanam (hst), tanaman dimatikan agar penyakit daun tidak menyebar ke umbi sehingga diperoleh umbi kelas bibit (< 60 g/knol) yang lebih banyak. Panen dilakukan pada umur 100 hst untuk mencegah terkupasnya kulit umbi. Kegiatan ini mampu memproduksi benih 2.620 kg, masing-masing untuk kelas bibit 1.800 kg, kelas konsumsi 700 kg, dan
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
99
hubungan kerja antarkelembagaan, sarana dan prasarana, dan anggaran. Beban kerja suatu kelembagaan/individu harus sesuai atau seimbang dengan kapasitasnya. Beban kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hasil yang dicapai tidak optimal. Demikian pula, bila sarana/biaya kurang memadai, sukar mencapai hasil yang optimal. Hasil pengkajian implementasi SLPTT menunjukkan bahwa kelembagaan yang berperan sangat penting adalah kelembagaan pelaksana tingkat kecamatan. Kelembagaan inilah yang secara langsung mengkoordinasikan, memberdayakan, dan mendinamiskan kelompok tani. Oleh karena itu, jumlah unit SLPTT yang dibina dan dikawal harus seimbang dengan kapasitas mereka.
Penumbuhan dan pengembangan penangkar benih kentang dapat menyediakan benih kentang berkualitas.
kelas kriel 120 kg. Bibit yang diberi label sebanyak 1.800 kg dengan nilai R/C 1,47 sehingga menguntungkan.
Pengkajian Kelembagaan Mendukung Program Utama Kementerian Pertanian Keberhasilan pelaksanaan SLPTT ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk komitmen dan kesungguhan berbagai kelembagaan yang terlibat, mulai dari kelembagaan pelaksana tingkat kabupaten, tingkat kecamatan, kelompok tani, kelembagaan penyedia benih dan saprodi lainnya, serta kelembagaan pendamping dan pendukung (BPTP). Kelembagaan terkait erat dengan sumber daya manusia, organisasi/sistem/mekanisme/
100
Permasalahan yang ditemui di lapangan dalam kegiatan ini antara lain adalah: (1) proses penetapan calon penerima dan calon lokasi (CPCL) membutuhkan waktu cukup lama; (2) jumlah kelompok tani pelaksana SLPTT tidak sesuai dengan jumlah unit SLPTT sehingga satu kelompok tani ada yang menangani lebih dari satu unit SLPTT; (3) distribusi unit SLPTT di suatu kabupaten tidak merata antarkecamatan, mulai dari satu unit hingga lebih dari 30 unit; (4) pembinaan dan pendampingan kegiatan tidak optimal karena terbatasnya SDM, beban kerja cukup tinggi, atau adanya kegiatan dari program lainnya; (5) penggunaan dana bantuan saprodi perlu dipertimbangkan kembali, apakah sebaiknya dalam bentuk natura; (6) Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) masih menggunakan varietas-varietas lama; dan (7) varietas yang digunakan dalam uji adaptasi sama untuk seluruh lokasi SLPTT, belum berdasarkan kesesuaian/anjuran varietas, sehingga keragaan varietas unggul baru (VUB) tidak optimal. Permasalahan teknis yang dihadapi antara lain adalah: (1) perubahan iklim yang sulit diprediksi yang mengakibatkan perubahan waktu tanam, yang selanjutnya berimplikasi kepada sempitnya tenggang waktu yang tersedia sejak benih diterima sampai waktu kedaluwarsa; (2) penerimaan benih
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
terlambat sehingga mengganggu jadwal tanam yang telah direncanakan; (3) pergantian jenis varietas setelah pengajuan kebutuhan benih dikirim ke dinas sehingga benih yang diterima tidak sesuai dengan yang diinginkan petani. Perubahan ini biasanya terjadi karena preferensi petani berubah setelah melihat pertanaman di lahan petani lain; (4) di beberapa lokasi, ketersediaan saprodi di kios/kelompok tani tidak lengkap, misalnya distributor pupuk hanya menyediakan pupuk urea namun tidak menyediakan pupuk ZA; (5) pasokan pupuk kandang kurang karena meningkatnya kesadaran petani untuk menggunakan pupuk kandang; (6) tata kelola air kurang baik sehingga hasil tidak optimal; dan (7) dana bantuan sosial (anggaran untuk kegiatan SL) terlambat diterima, penyusunan laporan (administrasi) masih banyak
kekurangannya, dan tidak adanya pembinaan SDM melalui pelatihan. Dalam upaya menjaga keberlanjutan SLPTT, strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut mencakup: (1) melakukan sosialisasi mengenai perubahan iklim secara rutin; (2) mengusahakan penerimaan bantuan benih tepat waktu sesuai dengan jadwal tanam; (3) mengupayakan harga pupuk sesuai dengan kemampuan petani; (4) memberikan bantuan permodalan; (5) menyediakan informasi inovasi teknologi pertanian yang dapat diakses dengan mudah oleh petani, dan (6) memperbanyak demplot pengujian varietas sehingga petani dapat menentukan pilihan bantuan benih yang akan diterima.
Inovasi Spesifik Lokasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
101
Diseminasi Inovasi Inovasi teknologi terbukti andal dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian serta meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian menekankan pentingnya diseminasi hasil penelitian sebagaimana halnya penelitian itu sendiri. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan, menginisiasi, dan mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan diseminasi hasil penelitian, antara lain ekspose dan pameran, gelar teknologi, open house, jumpa pers, seminar, lokakarya, penyebarluasan informasi melalui media cetak dan elektronis, serta pengembangan perpustakaan digital dalam upaya mendiseminasikan inovasi teknologi kepada pengguna.
102
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pameran dan Gelar Teknologi Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan/ mengikuti berbagai pameran dan gelar teknologi untuk mendiseminasikan inovasi teknologi yang dihasilkan. Melalui pameran dan gelar teknologi, pengguna dapat melihat keragaan suatu teknologi
dan berdiskusi dengan peneliti/pemandu pameran untuk memperoleh informasi secara detail. Melalui kegiatan ini pula umpan balik dari pengguna dapat diperoleh secara langsung. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan/ mengikuti 20 pameran dan gelar teknologi (Tabel 1) yang dilaksanakan di berbagai tempat.
Tabel 1. Pameran yang diikuti/diselenggarakan Badan Litbang Pertanian, 2010. Nama pameran
Lokasi dan tanggal
Tema
Pangan Nasional AGRINEX International Expo 2010
Jakarta, 28-31 Januari 2010 Jakarta, 12-14 Maret 2010
Agro & Food Expo Industri Berbasis HKI International Oil Palm Conference Pekan Lingkungan Indonesia
Jakarta, 27-30 Mei 2010 Jakarta, 27-29 Mei 2010 Yogyakarta, 1-3 Juni 2010 Jakarta, 3-6 Juni 2010
Pekan Kedelai Nasional
Malang, 28-30 Juni 2010
Flori Flora Pekan Serealia Nasional
Batam, 15-22 Juli 2010 Maros, Sulawesi Selatan, 26-30 Juli 2010
Citrus Spectacular Day
Malang, Jawa Timur, 5-7 Agustus 2010
Hakteknas Gelar Tenologi Tepat Guna
Jakarta, 9-12 Agustus 2010 Yogyakarta, 22-26 September 2010
Field Day Inovasi Teknologi Krisan
Malang, Jawa Timur, 1-2 Oktober 2010
ILPE ISNFF Hari Pangan Sedunia
Jakarta, 2-10 Oktober 2010 Denpasari, Bali, 11-15 Oktober 2010 Desa Puyung, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, 19-22 Oktober 2010 Jakarta, 27-29 Oktober 2010 Solok, Sumatera Barat, 9-11 November 2010 Jakarta, 23-25 November 2010
Feed the World Agribussines for Local and Global Market Go Organic Inovasi, Kreasi, Siap Berkompetisi Transforming Oil Palm Industry Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan Inovasi Teknologi Kedelai Menuju Swasembada Tahun 2014 Go Green Inovasi Teknologi Serealia Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Menuju Kemandirian Pangan Kebangkitan Jeruk Nasional Siap Menggilas Jeruk Impor Revitalisasi Sistem Inovasi Nasional Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Membangun Agribisnis Krisan yang Berdaya Saing melalui Penerapan Inovasi Teknologi Berbasis Sumber Daya Nasional Menguak Cakrawala Bumi Parahyangan Kemandirian Pangan untuk Memerangi Kelaparan Public Service Excellence -
International Public Services Expo Buah Nusantara Konservasi Hutan Pantai dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir One Meal No Rice
Bogor, Jawa Barat, 7 Desember 2010
Eksplorasi Komoditas Pertanian di Pesisir
Kemitraan Penelitian Pertanian dalam rangka Meningkatkan Inovasi Teknologi Pascapanen
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
103
Presiden dan Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono menyimak penjelasan dari Menteri Pertanian saat meninjau stan Badan Litbang Pertanian (kiri) dan suasana stan pameran (kanan).
104
Informasi teknologi yang disajikan pada pameran/gelar teknologi terutama ditujukan untuk mendukung empat sukses pembangunan pertanian serta tujuh gema revitalisasi pertanian yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian. Informasi disajikan dalam bentuk produk dan prototipe maupun media cetak dan elektronis, seperti buku, liflet, poster, dan CD/VCD/DVD. Demo yang diselenggarakan saat pameran juga memungkinkan pengguna melihat secara langsung teknologi yang disampaikan. Peluncuran produk dan forum bisnis yang menyertai beberapa pameran merupakan ajang promosi untuk mempercepat alih teknologi ke pengguna.
Pekan Serealia Nasional
Materi yang dipromosikan mengundang cukup banyak perhatian dari pengunjung. Transaksi dan keinginan pengunjung untuk dapat berkomunikasi dengan UK/UPT penghasil inovasi teknologi juga merupakan bukti bahwa inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian diminati swasta atau dunia usaha.
Secara teknis, upaya peningkatan produksi jagung dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Dalam hal ini, penerapan inovasi teknologi memegang peranan penting. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi jagung, berupa varietas unggul serta teknik budi daya dan
Mengandalkan beras sebagai satu-satunya bahan pangan pokok cukup riskan mengingat perubahan iklim global telah mengancam produksi padi karena tanaman didera kekeringan dan banjir, di samping konversi lahan sawah irigasi yang hingga saat ini belum sepenuhnya dapat dibendung. Diversifikasi pangan berbasis jagung merupakan salah satu solusi dalam mewujudkan kemandirian pangan. Hal ini juga penting artinya untuk menekan impor terigu yang terus meningkat. Sampai saat ini, seluruh kebutuhan terigu di dalam negeri berasal dari impor.
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Menteri Pertanian, Suswono, dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, pada Pekan Serealia Nasional di Maros, 26-30 Juli 2010.
pascapanen. Untuk meningkatkan produktivitas jagung dan pendapatan petani, Badan Litbang Pertanian juga menghasilkan inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung yang telah mulai berkembang di beberapa sentra produksi. Selain jagung, sorgum juga potensial untuk dijadikan bahan pangan, pakan, dan bioenergi. Di beberapa daerah telah lama berkembang penggunaan jagung dan sorgum sebagai bahan pangan. Agar dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas, inovasi teknologi yang telah dihasilkan tentu perlu dipromosikan. Dalam kaitan itu, Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan Pekan Serealia Nasional (PSN) di Balitsereal, Maros, Sulawesi Selatan, pada 26-30 Juli 2010. PSN dibuka oleh Menteri Pertanian dan dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan, bupati, petani, kelompok tani, penyuluh pertanian, pengusaha agribisnis, pengajar, dan peneliti dari berbagai daerah di Indonesia. Menteri Pertanian menekankan pentingnya inovasi teknologi bagi
Berbagai produk pangan dari jagung digelar pada Pekan Serealia Nasional pada 26-30 Juli 2010 di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan.
kemajuan pertanian dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani. Inovasi teknologi yang digelar dalam PSN antara lain varietas unggul baru jagung serta teknologi budi daya dan pascapanen, termasuk produk pangan dari jagung.
Pekan Kedelai Nasional Produksi kedelai dalam negeri hingga kini baru mampu memenuhi 35-40% kebutuhan nasional sehingga kekurangannya harus diimpor. Ditinjau dari ketersediaan inovasi teknologi dan sumber daya lahan, peluang peningkatan produksi kedelai tampaknya masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Dari segi peningkatan produktivitas, misalnya, hasil kedelai di tingkat nasional baru mencapai rata-rata 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha, sementara di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7-2,0 t/ha. Hal ini menunjukkan penerapan inovasi teknologi memegang peranan penting dalam meningkatkan produksi kedelai. Puslitbangtan melalui Balitkabi telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi kedelai yang siap diimplementasikan untuk mendukung upaya peningkatan produksi, di antaranya varietas
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
105
meningkatkan kesuburan tanah dan produksi kedelai; (2) insektisida nabati serbuk nimba yang mampu menekan intensitas serangan dan populasi hama daun; dan (3) Sistem Integrasi TernakTanaman-Ikan (SITTI).
Pembukaan Pekan Kedelai Nasional di Malang, 28-30 Juni 2010.
unggul, benih sumber, serta teknologi budi daya dan pascapanen. Agar inovasi teknologi tersebut dapat berkembang luas dan dimanfaatkan petani, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan Pekan Kedelai Nasional (PKN) di Malang, Jawa Timur, pada 28-30 Juni 2010. Acara tersebut dihadiri oleh 2.000-an orang dari berbagai lapisan, termasuk petani dan kelompok tani. Inovasi teknologi kedelai yang digelar pada PKN adalah: (1) proses produksi benih kedelai, mulai dari tanam hingga panen dan pengelolaan hasil; (2) koleksi plasma nutfah kedelai dari dalam dan luar negeri dengan berbagai sifat penting, antara lain potensi hasil tinggi, umur gejah, toleran terhadap kekeringan, genangan, naungan, salinitas, kemasaman tanah, dan tahan hama penyakit utama; (3) kedelai toleran naungan yang dapat dikembangkan pada areal perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan rakyat; (4) kedelai toleran jenuh air yang dapat mengatasi kelebihan air pada lahan sawah pada musim kemarau; (5) galur harapan kedelai SHR/W-60 berumur genjah (73 hari), biji berukuran sedang (10,7 g/100 biji), dan potensi hasil 2,74 t/ha; dan (6) beberapa varietas unggul kedelai yang dapat dipilih petani sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu digelar pula (1) pupuk organik kaya hara yang mampu
106
Menteri Pertanian dalam laporan tertulisnya saat pembukaan PKN mengharapkan swasembada kedelai dapat terwujud pada tahun 2014. Oleh karena itu, produksi nasional harus ditingkatkan rata-rata 20%/tahun, dari sekitar 1 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2014. Pada tahun 2010, produksi kedelai ditargetkan 1,3 juta ton. Strategi untuk mencapai swasembada kedelai adalah (1) meningkatkan produktivitas; (2) memperluas areal tanam melalui upaya khusus (Upsus); (3) mengamankan produksi; dan (4) menguatkan kelembagaan dan pembiayaan. Kebijakan insentif dan subsidi perlu terus ditingkatkan, seperti subsidi pupuk, subsidi dan bantuan langsung benih unggul, kredit permodalan, kebijakan harga dan tata niaga kedelai. Analisis ekonomi menunjukkan, harga kedelai yang menguntungkan petani dan mendorong mereka untuk meningkatkan produksi berkisar antara Rp6.100-6.700/kg. Dalam acara pembukaan PKN diserahkan bantuan benih kedelai (benih sumber) kepada perwakilan dari sembilan provinsi sentra kedelai, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.
Citrus Spectacular Day Citrus Spectacular Day dengan tema “Kebangkitan Jeruk Nasional Siap ‘Menggilas‘ Jeruk Impor” digelar di Balitjestro di Tlekung, Malang, pada 5-7 Agustus 2010. Pada acara tersebut ditampilkan acara yang paling spektakuler dan ditunggu peserta yang hadir, yaitu pemecahan rekor MURI melalui kegiatan Gerakan Makan Buah Jeruk Nusantara. Badan Litbang Pertanian dan Balitjestro mendapat dua rekor MURI, yaitu rekor gerakan massal makan jeruk nasional dengan jumlah peserta terbanyak,
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
yaitu 3.352 orang dari TK, SD, SMP, SMA, mahasiswa, dan peserta umum. Rekor MURI kedua diberikan kepada Balitjestro sebagai institusi yang memiliki koleksi plasma nutfah jeruk terbanyak, yaitu 211 aksesi. Selain penciptaan rekor MURI, juga ditampilkan berbagai kegiatan transfer inovasi teknologi dan promosi kepada pengguna, seperti open house laboratorium terpadu, pameran, Workshop “Pemanfaatan Teknologi Modern untuk Perbaikan Kualitas Buah Jeruk dalam Mendukung Kesiapan Bersaing dengan Buah Impor”, kontes buah jeruk nasional, kursus gratis pembuatan agens hayati dan nabati tanaman jeruk, lomba menggambar dan mewarnai, lomba membuat minuman berbahan jeruk, serta bursa bibit dan buah jeruk, apel, dan anggur.
Field Day Inovasi Teknologi Krisan Field Day Inovasi Teknologi Krisan dengan tema “Membangun Agribisnis Krisan yang Berdaya Saing melalui Penerapan Inovasi Teknologi Berbasis Sumber Daya Nasional” digelar Balithi di Poncokusumo, Malang, pada 1-2 Oktober 2010. Pada acara tersebut berhasil diperoleh dua rekor MURI untuk kategori perangkaian bunga krisan terbanyak, yaitu 600 perangkai bunga, dan pelepas varietas tanaman dalam 1 tahun terbanyak, yaitu 25 varietas pada tahun 2009.
Rangkaian kegiatan Citrus Spectacular Day 2010, dari atas ke bawah, kontes buah jeruk, display inovasi teknologi, dan penerimaan sertifikat rekor MURI.
Field Day Inovasi Teknologi Krisan diselenggarakan Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Malang dan Kelompok Tani Seruni Kusuma Agro Area (SKAAR) Poncokusumo. Penyelenggaraan Field Day Inovasi Teknologi Krisan 2010 di Poncokusumo didasarkan atas pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu sentra produksi krisan terbesar di Jawa Timur, meskipun krisan baru dikembangkan beberapa tahun terakhir. Kegiatan yang diselenggarakan pada Field Day tersebut meliputi sarasehan yang menghasilkan komitmen dukungan pengembangan kawasan agribisnis tanaman hias, khususnya krisan yang
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
107
Penyerahan sertifikat pemecahan rekor MURI untuk kategori perangkai bunga krisan dan pelepas varietas terbanyak (kiri) dan panen bunga krisan di visitor plot (kanan).
akan ditindaklanjuti dengan penyusunan program dan rencana aksi 5 tahun ke depan. Juga dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antara Badan Litbang Pertanian dan Bupati Malang, penyerahan SK pelepasan varietas dan sertifikat pendaftaran varietas, penyerahan bibit krisan kepada kelompok tani penangkar di seluruh Indonesia yang diwakili Dinas Pertanian terkait, serta pameran, festival kuliner, dan kunjungan ke visitor plot.
Expo Buah Nusantara Expo Buah Nusantara dilaksanakan Balitbu Tropika di KP Sumani, Solok, pada 9-11 November 2010. Dua kategori rekor MURI berhasil dipecahkan, yaitu koleksi plasma nutfah pisang terbanyak (157 aksesi) dan gerakan makan nasi goreng pisang terbanyak, yang diikuti 3.560 peserta dari anakanak TK, SD, SMP, SMA, mahasiswa, dan peserta umum. Selain pemecahan rekor MURI, Expo Buah Nusantara menggelar pameran teknologi dan produk buah tropika, gelar teknologi semangka, melon, pepaya, dan pisang, seminar nasional hasil-
108
Bupati Solok dan Wakil Walikota Solok saat meninjau lokasi pameran.
hasil penelitian buah-buahan, Workshop Pengembangan Buah di Sumatera Barat, Pelatihan dan Temu Teknologi Budidaya Buah Tropika, demo memasak berbahan baku buah tropika, lomba karya tulis ilmiah, lomba buah unggul, bazar/pasar murah, dan lomba menggambar dan mewarnai.
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Penyerahan sertifikat pemecahan rekor MURI untuk kategori gerakan makan nasi goreng berbahan baku pisang dan koleksi aksesi buah terbanyak (kiri) dan outlet Tanaman Buah Tropika (kanan).
Pemanfaatan Media Massa
informasi yang dibutuhkan bagi pengambil kebijakan dan kalangan menengah ke atas.
Media massa memiliki peran penting dalam diseminasi inovasi teknologi, antara lain karena dapat menjangkau pengguna yang tersebar luas. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian mendayagunakan media massa cetak dan elektronis untuk menyebarluaskan informasi yang dihasilkan. Media elektronis seperti siaran televisi dan radio maupun CD/VCD/DVD, serta media cetak surat kabar, tabloid, majalah ilmiah dan populer, petunjuk teknis informasi teknologi, liflet, dan folder didayagunakan untuk menyebarkan informasi teknologi pertanian.
Inovasi teknologi untuk mengantisipasi perubahan iklim mendapat perhatian khusus untuk disebarluaskan secara terus-menerus agar masyarakat mewaspadai dampak perubahan iklim terhadap kehidupan dan upaya mengantisipasinya. Informasi lain yang disebarluaskan adalah inovasi teknologi hortikultura untuk meningkatkan daya saing dan gizi masyarakat serta rencana penyelenggaraan The Fourth Session of Governing Body of International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture.
Media Elektronis Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian memanfaatkan stasiun televisi TVRI, Metro TV, dan TV One untuk menyebarluaskan informasi teknologi kepada pemirsa. TVRI dipilih karena dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Sementara Metro TV dan TV One dikenal sebagai stasiun TV yang mengetengahkan berita dan
Siaran radio juga dimanfaatkan sebagai media penyebaran informasi. Secara rutin, Badan Litbang Pertanian mengisi salah satu program pada Radio Pertanian Ciawi. Acara yang disiarkan mendapat tanggapan positif dari pendengar, antara lain ditunjukkan melalui pertanyaan yang disampaikan ke UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian. CD/VCD/CD interaktif yang memuat informasi hasil litbang juga diproduksi untuk melengkapi media diseminasi yang telah ada. Media ini
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
109
terutama bermanfaat bagi penyuluh untuk menunjang kegiatan mereka.
Media Cetak Badan Litbang Pertanian memanfaatkan surat kabar nasional dan tabloid Sinar Tani untuk menyebarluaskan informasi. Sejak tahun 2007, Badan Litbang Pertanian mengelola rubrik Agro Inovasi pada tabloid Sinar Tani untuk menyampaikan informasi praktis hasil litbang kepada masyarakat, terutama penyuluh. Konferensi pers dan kunjungan wartawan juga dimanfaatkan, dan biasanya dikaitkan dengan topik, masalah atau peristiwa penting yang perlu segera diketahui masyarakat luas. Badan Litbang Pertanian juga menerbitkan majalah ilmiah dan populer, buku, prosiding, liflet, folder, petunjuk teknis, dan sejenisnya untuk menyebarluaskan informasi hasil litbang pertanian. Semua majalah ilmiah Badan Litbang Pertanian telah terakreditasi oleh LIPI. Majalah ilmiah berperan penting sebagai media komunikasi bagi peneliti/ilmuwan, selain sarana untuk memperoleh nilai kredit bagi kepentingan jabatan fungsional. Penerbitan artikel pada majalah ilmiah internasional penting pula sebagai salah satu upaya meningkatkan citra Badan Litbang Pertanian di tingkat internasional.
Pengembangan Perpustakaan Digital Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi pengguna. Untuk memudahkan pengguna memperoleh informasi secara cepat, tepat, mudah, murah, dan baru, sejak tahun 2006 Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) mengembangkan perpustakaan berbasis TI (perpustakaan digital), yang mencakup pengadaan bahan-bahan informasi, pengolahan, digitasi, dan layanan penemuan kembali informasi (information retrieval). Sampai dengan tahun 2010, seluruh perpustakaan UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian telah mengaplikasi pengelolaan perpustakaan berbasis TI untuk pengelolaan informasi. Kapasitas SDM dalam pengelolaan perpustakaan dan pemanfaatan TI juga ditingkatkan melalui pelatihan, magang, serta lokakarya maupun seminar. PUSTAKA juga melakukan pendampingan dan menyiapkan berbagai pedoman pengelolaan perpustakaan dalam upaya memberikan pelayanan prima kepada pengguna. Koleksi perpustakaan ditingkatkan dengan melanggan jurnal internasional tercetak, pangkalan data on-line Pro-Quest dan Science Direct, serta
Badan Litbang Pertanian menerbitkan berbagai terbitan tercetak untuk menyebarluaskan informasi teknologi yang dihasilkan.
110
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Ruang baca dan akses informasi melalui on-line public access catalogue.
pangkalan data off-line (CD-ROM) TEEAL dan Agricola. Selain itu, juga diadakan bahan referensi dan bahan pustaka lain terbitan dalam dan luar negeri. Untuk memanfaatkan secara optimal informasi dalam pangkalan data, Badan Litbang Pertanian melalui PUSTAKA membuka akses bagi perpustakaan UK/UPT untuk memanfaatkan jurnal ilmiah teks lengkap yang dimuat dalam Pro-Quest, Science Direct, dan TEEAL.
Perpustakaan juga menyelenggarakan layanan sirkulasi melalui penelusuran, penyediaan dokumen, referensi/rujukan, dan penyebaran informasi terbaru dan terseleksi. Pelayanan informasi dilakukan melalui berbagai media komunikasi untuk memudahkan pengguna memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Diseminasi Inovasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
111
Pengembangan Organisasi Seiring dengan kemajuan zaman, Badan Litbang Pertanian terus berupaya membenahi organisasi, tidak hanya dari aspek kelembagaan, tetapi juga sumber daya manusia, fasilitas, dan kerja sama penelitian. Kemampuan sumber daya manusia terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Begitu pula sarana dan prasarana, terutama peralatan, laboratorium, dan kebun percobaan, terus dikembangkan sesuai dengan prioritas penelitian dan pengembangan. Hal ini berperan penting dalam menghasilkan inovasi teknologi yang diperlukan oleh masyarakat pertanian.
112
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pengembangan Kelembagaan Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Badan Litbang Pertanian mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan pertanian. Untuk itu, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan fungsi: (1) penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian dan pengembangan pertanian; (2) pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; (3) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian; dan (4) pelaksanaan administrasi. Memenuhi tuntutan perubahan lingkungan strategis, Badan Litbang Pertanian terus melakukan penataan organisasi Unit Kerja/Unit Pelaksana Teknis (UK/UPT). Pada tahun 2010, organisasi Badan Litbang Pertanian terdiri atas Sekretariat Badan, empat Puslitbang, dua Pusat, tujuh Balai Besar, 15 Balit, satu Balai PATP, 31 BPTP, dan tiga Lolit. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengusulkan penataan dan penyempurnaan organisasi, yang meliputi perubahan nomenklatur, penambahan mandat, peningkatan status, dan pembentukan UPT baru. Di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan diusulkan perubahan mandat UPT, yaitu: 1. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Bogor, Jawa Barat, dengan mandat penelitian teh, kina, tanaman obat dan aromatika. 2. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Sawit (Balitka), Manado, Sulawesi Utara, dengan mandat penelitian kelapa, kelapa sawit, aren, dan sagu. 3. Balai Penelitian Tanaman Tebu dan Serat (Balittas), Malang, Jawa Timur, dengan mandat penelitian kapas, kapuk, rami, tebu, jarak pagar, bit, dan stevia.
4. Balai Penelitian Tanaman Penyegar dan Industri (Balittri), Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, dengan mandat penelitian kemiri sunan, karet, jambu mete, kopi, dan kakao. Di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, dua loka penelitian (eselon IVa) diusulkan meningkat statusnya menjadi balai penelitian (eselon IIIa), yaitu: 1. Loka Penelitian Sapi Potong di Grati, Pasuruan, Jawa Timur, menjadi Balai Penelitian Sapi Potong dengan tugas dan fungsi melakukan penelitian sapi potong. 2. Loka Penelitian Kambing Potong di Sungei Putih, Sumatera Utara, menjadi Balai Penelitian Ruminansia Kecil dengan tugas dan fungsi melakukan penelitian kambing potong. Sementara itu, Loka Penelitian Penyakit Tungro yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, diusulkan meningkat statusnya menjadi Balai Penelitian Penyakit Virus Padi. Balai ini diharapkan dapat menghasilkan paket teknologi yang berkaitan dengan pengendalian penyakit tungro. Di lingkup Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, diusulkan pembentukan BPTP baru dan perubahan fungsi, yaitu: 1. Pembentukan BPTP Sulawesi Barat dan BPTP Kepulauan Riau dengan mandat pengkajian spesifik lokasi. 2. Perubahan fungsi BB Pengkajian dengan tugas dan fungsi melakukan pembinaan ke 31 BPTP dan diharapkan terbentuk satu eselon III baru agar penanganan SDM dan keuangan lebih optimal. Selain itu, guna meningkatkan citra dan memberikan ciri khas pada terbitan Badan Litbang Pertanian, telah diusulkan penambahan fungsi sebagai publishing house dan production house (IAARD Press) kepada Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA).
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
113
Badan Litbang Pertanian
Sekretariat
Puslitbangtan
Puslitbanghorti
Puslitbangbun
BB Padi
Puslitbangnak
PSEKP
Bbalitvet
BBSDLP
BB Pengkajian
31 BPTP
Balitkabi
Balitsa
Balittro
Balitnak
Balittra
Balit Sereal
Balitbu Tropika
Balittas
Lolit Sapi
Balittanah
Lolit Tungro
Balithi
Balitka
Lolit Kambing
Balitjestro
Balittri
PUSTAKA
BBPMP
BB BB Biogen Pascapanen
Balai PATP Balitklimat Balingtan
Struktur organisasi Badan Litbang Pertanian, 2010.
Sumber Daya Manusia
114
Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh 8.202 orang tenaga. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.415 orang (41,6%) adalah tenaga fungsional khusus yang terdiri atas peneliti, pustakawan, perekayasa, pranata komputer, arsiparis, teknisi litkayasa, statistisi, penyuluh, analis kepegawaian, perencana, dan pranata humas.
Pengembangan SDM melalui program pendidikan jangka panjang terus dilakukan sehingga jumlah pegawai berpendidikan S2 dan S3 yang merupakan penggerak penelitian mendekati jumlah yang ideal. Selama lima tahun terakhir (2006-2010), Badan Litbang Pertanian mengirimkan 226 petugas belajar ke program S3, 222 orang ke program S2, 10 orang ke program S1, satu orang ke program D4, delapan orang ke program D3.
Berdasarkan tingkat pendidikan, komposisi pegawai Badan Litbang Pertanian adalah 376 orang S3, 1.098 orang S2, 1.910 orang S1, dan 4.818 orang di bawah S1. Perkembangan pegawai menurut tingkat pendidikan selama lima tahun terakhir disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan sebaran usia, sebagian besar pegawai Badan Litbang Pertanian berusia 46-55 tahun (Tabel 2). Dalam 5 tahun ke depan cukup banyak pegawai yang akan memasuki usia pensiun. Upaya menggantikan pegawai yang pensiun dilakukan melalui rekruitmen pegawai baru.
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Peneliti merupakan penggerak utama dalam menghasilkan inovasi teknologi. Badan Litbang Pertanian kini didukung oleh 1.689 peneliti. Komposisi peneliti menurut jenjang fungsional peneliti adalah Peneliti Pertama 372 orang, Peneliti Muda 459 orang, Peneliti Madya 577 orang, dan Peneliti Utama 281 orang. Perkembangan peneliti (tidak termasuk peneliti nonkelas) dalam 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel 3. Upaya memenuhi
jumlah peneliti, selain melalui rekruitmen tenaga baru, juga melalui pendidikan dan pelatihan bagi peneliti yang diselenggarakan oleh LIPI. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengirim 84 peneliti junior untuk mengikuti diklat peneliti. Profesor Riset adalah gelar tertinggi yang diberikan kepada peneliti yang sudah mencapai jenjang kepangkatan Peneliti Utama dan menyampaikan orasi ilmiah di hadapan Majelis
Tabel 1. Perkembangan pegawai Badan Litbang Pertanian menurut tingkat pendidikan, 2006-2010. Pendidikan
2006
2007
2008
2009
2010
< S1 Sarjana (S1) Master (S2) Doktor (S3)
4.398 1.846 1.077 322
4.557 1.786 1.104 365
4.964 1.797 1.093 375
4.864 1.789 1.099 372
4.818 1.910 1.098 376
Jumlah
7.643
7.812
8.229
8.124
8.202
Tabel 2. Pegawai Badan Litbang Pertanian menurut pendidikan dan usia, 2010. Pendidikan
Usia (tahun) < 25
26-35
36-45
46-55
>55
Jumlah
< S1 Sarjana (S1) Master (S2) Doktor (S3)
30 42 0 0
537 460 110 0
1.633 423 339 60
2.455 870 501 183
163 115 148 133
4.818 1.910 1.098 376
Jumlah
72
1.107
2.455
4.009
559
8.202
Tabel 3. Tenaga peneliti Badan Litbang Pertanian, 2006-2010. Jenjang peneliti
2006
2007
2008
2009
2010
Peneliti Pertama Peneliti Muda Peneliti Madya Peneliti Utama
355 478 541 243
356 459 470 237
319 456 524 243
400 457 517 260
372 459 577 281
1.617
1.522
1.542
1.634
1.689
Jumlah
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
115
Profesor Riset. Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mempunyai 86 Profesor Riset, 15 di antaranya telah pensiun.
Anggaran Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, membawa perubahan yang mendasar dalam sistem penganggaran. Salah satunya adalah penerapan pendekatan penganggaran terpadu (unified budget), kerangka pengeluaran jangka menengah (medium-term expenditure frame work), dan penganggaran berbasis kinerja (performance-based budget). Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengelola anggaran Rp944,59 miliar, yang terdiri atas rupiah murni Rp930,69 miliar (termasuk PNBP Rp6,11 miliar dan rupiah murni pendamping loan FEATI Rp2,43 miliar), dan loan Rp13,90 miliar (loan FEATI 42600-IND). Alokasi anggaran Badan Litbang Pertanian pada TA 2010 (termasuk APBN-P 2010 berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-224/MK.02/2010 tanggal 1 Juni 2010) sekitar 11% dari total pagu anggaran Kementerian Pertanian (Rp8.574,98 miliar). Alokasi anggaran 2010 naik Rp70,51 miliar (total pagu anggaran) atau 8,07% dari tahun 2009. Alokasi anggaran untuk mendukung program dan kegiatan litbang pertanian diklasifikasikan ke dalam tiga jenis belanja, yaitu belanja pegawai, barang, dan modal. Belanja pegawai sebesar Rp374,52 miliar (39,6%) digunakan untuk gaji, tunjangan, uang makan, honor, lembur, dan tunjangan kompensasi pelaksanaan kegiatan tugas pokok. Belanja barang sebesar Rp418,15 miliar (44,3%) difokuskan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai dalam penelitian, diseminasi, dan operasional serta pemeliharaan alat dan sarana prasarana. Belanja modal sebesar Rp151,91 miliar (16,1%) dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan/renovasi gedung kantor dan laboratorium (civil work ), pengadaan
116
perlengkapan sarana gedung kantor, pengadaan alat laboratorium dan sarana pendukungnya, jurnal dan buku-buku ilmiah, serta peningkatan kapasitas litbang pertanian. Anggaran Badan Litbang Pertanian terdistribusi ke 14 Unit Kerja Eselon II dan 51 Unit Pelaksana Teknis.
Sarana dan Prasarana Laboratorium penelitian merupakan sarana penting dalam menghasilkan inovasi teknologi. Jenis dan kemampuan laboratorium UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian sangat beragam, begitu pula kemampuan sumber daya pengelolanya. Harga peralatan laboratorium yang mahal menuntut pemanfaatan yang lebih optimal. Seiring dengan meningkatnya kerja sama penelitian, diperlukan pula informasi mengenai keragaan laboratorium di UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian. Informasi ini akan membuka peluang kerja sama dengan institusi penelitian lain.
Akreditasi Laboratorium Pengelolaan laboratorium mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17025-2000 yang merupakan adopsi dari ISO/IEC 17025:1999 dan SNI 19-9001:2001 untuk penerapan sistem manajemen mutu. Laboratorium yang dikelola sesuai dengan standar tersebut diharapkan memiliki daya saing yang tinggi. Akreditasi laboratorium penelitian UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian telah dilaksanakan sejak tahun 2002. Laboratorium pada 17 UK/UPT telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional berdasarkan SNI 19-1725-2000 dengan ruang lingkup uji disajikan pada Tabel 4.
Kebun Percobaan Badan Litbang Pertanian mempunyai 118 kebun percobaan dengan total luas 5.726,52 ha. Kondisi kebun sangat bervariasi, baik luas, status lahan,
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Tabel 4. Laboratorium UK/UPT Badan Litbang Pertanian yang sudah memperoleh akreditasi SNI 19-1725-2000. Laboratorium
Ruang lingkup uji
BBPMP BB Padi BBSDLP/Balittanah BB Biogen Bbalitvet BB Pascapanen Balitbu Tropika Balitsa Balittro Balithi Balitnak BPTP Sumatera Utara BPTP Sumatera Barat BPTP Yogyakarta BPTP Jawa Timur BPTP Nusa Tenggara Barat BPTP Sulawesi Selatan
Traktor, pompa air, dan alsin pascapanen biji-bijian Proksimat dan mutu benih UPBS ISO 9001:2008 Tanah, pupuk, dan air GMO kualitatif dan RAPD Penyakit hewan, keamanan pangan, dan BSL3 Karakterisasi tepung Mutu benih Virus, tanah, tanaman, dan pupuk Fisiologi dan ekofisiologi Mutu benih Proksimat pakan Tanah dan pupuk Tanah dan pupuk Tanah dan pupuk Tanah dan pupuk Tanah dan pupuk Tanah dan pupuk
maupun penggunaan dan pemanfaatannya. Kebun percobaan tersebut tersebar di berbagai wilayah pada kondisi agroklimat berbeda. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kebun percobaan, baik yang terkait dengan statusnya sebagai bagian dari UPT maupun ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan anggaran pengelolaan, menyebabkan beragamnya kondisi kebun percobaan. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan kinerja kebun percobaan sehingga dapat berperan optimal dalam mendukung pelaksanaan penelitian.
pencapaian tujuan pembangunan pertanian; (4) meningkatkan capacity building UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian; (5) mendapat umpan balik untuk penyempurnaan teknologi; dan (6) menciptakan alternatif sumber pembiayaan penelitian. Prinsip dasar yang melandasi kerja sama penelitian dan pengembangan antara lain adalah: (1) saling membutuhkan, saling mengisi, saling melengkapi, dan saling memperkuat; (2) menghindari tumpang-tindih kegiatan dan pendanaan; (3) azas kesetaraan, keadilan, dan kebersamaan; dan (4) memperhatikan etika profesionalisme dan azas saling membantu.
Kerja Sama Dalam Negeri
Kerja Sama Kerja sama penelitian pada dasarnya bertujuan untuk: (1) mempercepat pematangan teknologi melalui uji verifikasi, uji multilokasi, uji adaptasi, uji kelayakan, dan lain-lain; (2) mempercepat diseminasi dan adopsi teknologi; (3) mempercepat
Kerja sama meliputi penelitian, pengembangan, pengkajian, perekayasaan, pemetaan, bimbingan teknologi, evaluasi/karakterisasi sumber daya pertanian, serta pertukaran dan pemanfaatan informasi. Kerja sama dalam negeri dilakukan secara formal institusional yang dituangkan ke
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
117
dalam dokumen yang bersifat kontraktual (nota kesepahaman) maupun nonkontraktual (surat kesepakatan). Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengelola 582 kerja sama dalam negeri, terdiri atas kerja sama dengan Kementerian Ristek melalui program insentif (315 kerja sama), Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 167 kerja sama, pemerintah provinsi dan kabupaten 83 kerja sama, dan swasta 17 kerja sama (Tabel 5). Program KKP3T pada tahun 2010 melibatkan 29 perguruan
tinggi dengan dana Rp15,178 miliar dan rata-rata biaya per proposal Rp101.475.676. Dari 167 proposal penelitian yang disetujui, 76 proposal merupakan proposal lanjutan dan 91 proposal adalah proposal baru. Bidang penelitian, jumlah proposal, dan dana kerja sama yang disetujui untuk masing-masing bidang disajikan pada Tabel 6. Jumlah proposal KKP3T yang masuk meningkat setiap tahun. Pada tahun 2010 jumlah proposal yang disetujui menurun dibandingkan dengan tahun 2009 (Tabel 7).
Kerja Sama Luar Negeri Kerja sama luar negeri diarahkan untuk meningkatkan akses terhadap metode dan teknologi yang relevan yang dihasilkan Pusat-Pusat Penelitian Internasional untuk mendukung penelitian dan meningkatkan kompetensi peneliti/ perekayasa Badan Litbang Pertanian di dunia internasional. Kerja sama dilaksanakan melalui kelembagaan formal yang didasarkan atas persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan dengan pengendalian yang ketat.
Tabel 5. Jumlah kerja sama penelitian Badan Litbang Pertanian, 2006-2010. Jumlah kerja sama
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1)
Dalam negeri
Luar negeri
213 2591) 2051) 8882) 5822)
72 48 77 45 41
Termasuk KKP3T Termasuk KKP3T dan SINTA/insentif
Kerja sama luar negeri dilaksanakan melalui skema bilateral, regional, dan multilateral. Kerja
2)
Tabel 6. Bidang penelitian, jumlah proposal Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T), dan dana yang disetujui, 2010. Bidang penelitian Tanaman pangan Tanaman hortikultura Tanaman perkebunan Tanaman obat dan biofarmaka Peternakan dan veteriner Bioteknologi dan sumber daya genetik Pascapanen Mekanisasi pertanian Sumber daya lahan dan lingkungan Sosiologi dan ekonomi pertanian Aplikasi teknologi informasi Jumlah
118
Jumlah proposal
Dana disetujui (Rp)
Dana rata-rata/proposal (Rp)
26 10 17 11 12 8 23 8 20 28 4
2.177.971.000 909.628.000 1.455.038.000 1.064.137.000 1.170.718.000 807.818.000 2.064.932.000 772.159.000 1.835.902.000 2.532.342.000 387.566.000
83.768.115 90.962.800 85.590.471 96.739.727 97.559.833 100.977.250 89.779.652 96.519.875 91.795.100 90.440.786 96.891.500
167
15.178.211.000
1.025.025.109
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Tabel 7.
Perkembangan program kerja sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T), 2007-2010.
Uraian Jumlah proposal masuk Jumlah perguruan tinggi pengusul Usulan biaya (miliar rupiah) Jumlah proposal disetujui Biaya disetujui (miliar rupiah) Jumlah perguruan tinggi yang lolos
2007
2008
2009
2010
342 32 48 150 15,507 21
444 36 75 158 18,511 24
572 70 88,8 185 18,773 28
698 70 97,70 167 15,178 29
sama bilateral merupakan kerja sama yang dilaksanakan oleh dua negara melalui government to government (G to G) maupun private to private (P to P). Kerja sama regional dilakukan oleh beberapa negara yang berada dalam satu kawasan untuk kepentingan tertentu, seperti ASEAN dan APEC. Kerja sama multilateral dilaksanakan oleh banyak negara, misalnya FAO, WHO, dan CGIAR.
Pada tahun 2010, Badan Litbang Pertanian mengelola 41 kerja sama luar negeri, terdiri atas 32 kerja sama bilateral dan 9 kerja sama multilateral (Tabel 5). ACIAR memberikan kontribusi terbesar dalam kerja sama bilateral, diikuti oleh CIRAD, JICA, dan ICRAF. Sementara IRRI dan FAO memberikan kontribusi terbanyak untuk kerja sama multilateral.
Pengembangan Organisasi Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
119
Unit Kerja Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Sekretariat Badan) Jalan Ragunan No. 29, Pasarminggu Jakarta 12540 Telp. (021) 7505395, 7806202 Faks. (021) 7800644 E-mail :
[email protected] Website : http://litbang.deptan.go.id
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122 Telp. (0251) 8321746 Faks. (0251) 8326561 E-mail :
[email protected] Website : http://pustaka-deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) Jalan Merdeka No. 147, Bogor 16111 Telp. (0251) 334089, 331718 Faks. (0251) 312755 E-mail :
[email protected] Website : http://puslittan.bogor.net
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Situgadung, Legok, Tangerang, Kotak Pos 2, Serpong 15310 Telp. (021) 5376787, 70936787 Faks. (021) 71695497 E-mail :
[email protected] Website : http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghorti) Jalan Ragunan No. 29A, Pasarminggu Jakarta 12540 Telp. (021) 7805768, 7892205 Faks. (021) 7805135 E-mail :
[email protected] Website : http://litbanghortikultura.go.id
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Jalan Tentara Pelajar No. 3 A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975, 8339793 Faks. (0251) 8338820 E-mail :
[email protected] Website : http://biogen.litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 Telp. (0251) 8313083, 836194, 8329305 Faks. (0251) 8336194 E-mail :
[email protected] Website : http://perkebunan.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114 Telp. (0251) 8321762, 8350920 Faks. (0251) 8321762 E-mail :
[email protected] Website : http://pascapanen.litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16143 Telp. (0251) 8322185, 8328383, 8322138 Faks. (0251) 8328382 E-mail :
[email protected] Website : http://peternakan.litbang.deptan.go.id Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161 Telp. (0251) 8333964 Faks. (0251) 8314496 E-mail :
[email protected] Website : http://pse.litbang.deptan.go.id
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BB SDLP) Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123 Telp. (0251) 8323012, 8327215 Faks. (0251) 8311256 E-mail :
[email protected] Website : http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Jalan Raya No. 9, Sukamandi, Subang 41172 Telp. (0260) 520157 Faks. (0260) 520158 E-mail :
[email protected] Website : http://bbpadi.litbang.deptan.go.id
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
121
Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet) Jalan R.E. Martadinata No. 30, Kotak Pos 52 Bogor 16164 Telp. (0251) 331048, 334456 Faks. (0251) 336425 E-mail :
[email protected] Website : http://balitvet.litbang.deptan.go.id Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BB Pengkajian) Jalan Tentara Pelajar No. 10, Bogor 16114 Telp. (0251) 8351277 Faks. (0251) 8350928 E-mail :
[email protected] Website : http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (Balai PATP) Jalan Salak No. 22, Bogor 16151 Telp. (0251) 8382563, 8382567 Faks. (025) 8382567 E-mail :
[email protected] Website : http://bpatp.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66 Malang 65101 Telp. (0341) 801468 Faks. (0341) 801496 E-mail :
[email protected] Website : http://balitkabi.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Jalan Dr. Ratulangi, Kotak Pos 173 Maros 90514 Telp. (0411) 371529 Faks. (0411) 371961 E-mail :
[email protected] Website : http://balitsereal.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Jalan Tangkuban Perahu 517 Lembang Bandung 40391 Telp. (022) 2786245 Faks. (022) 2786416 E-mail :
[email protected] Website : http://balitsa.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Jalan Raya Ciherang, Kotak Pos 8 SDL Segunung Pacet, Cianjur 43252 Telp. (0263) 517056, 514138 Faks. (0263) 514138 E-mail :
[email protected] Website : http://balithi.litbang.deptan.go.id
122
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika) Jalan Raya Solok Aripan km 8, Kotak Pos 5 Solok 27301 Telp. (0755) 20137 Faks. (0755) 20592 E-mail :
[email protected] Website : http://balitbu.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Jalan Raya Tlekung No. 1, Junrejo, Kota Batu 65301 Telp. (0341) 592683 Faks. (0341) 593047 E-mail :
[email protected] Website : http://balitjestro.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 Telp. (0251) 8321879 Faks. (0251) 8327010 E-mail : balittro@@litbang.deptan.go.id Website : http://balittro.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) Jalan Raya Pakuwon km. 2, Parungkuda Sukabumi 43357 Telp. (0266) 7070941 Faks. (0266) 6542087 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://balittri.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma lain (Balitka) Jalan Bethesda II, Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 Telp. (0431) 812430 Faks. (0431) 812017 E-mail :
[email protected] Website : http://balitka.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152 Telp. (0341) 491447 Faks. (0341) 485121 E-mail :
[email protected] Website : http://balittas.litbang.deptan.go.id
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Jalan Banjarwaru, Ciawi Kotak Pos 221 Bogor 16002 Telp. (0251) 8240752 Faks. (0251) 8240754 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://balitnak.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara Jalan Jend. A.H. Nasution No.1B, Kotak Pos 7 MDGJ Medan 20143 Telp. (061) 7870710 Faks. (061) 7861020 E-mail :
[email protected] Website : http://sumut.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 Telp. (0251) 8336757 Faks. (0251) 8321608 E-mail :
[email protected] Website : http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jalan Raya Padang-Solok, km 40, Sukarami Solok 27366 Telp. (0755) 31122, 31564 Faks. (0755) 731138 E-mail :
[email protected] Website : http://sumbar.litbang.deptan.go.id
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) Jalan Tentara Pelajar No.1 A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8312760 Faks. (0251) 8312760 E-mail :
[email protected] Website : http://balitklimat.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Lahan Rawa (Balittra) Jalan Kebun Karet Lok Tabat Utara, Kotak Pos 31 Banjarbaru 70712 Telp. (0511) 4772534 Faks. (0511) 4773034 E-mail :
[email protected] Website : http://balittra.litbang.deptan.go.id Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) Jalan Raya Jakenan, Jaken km 5, Kotak Pos 5, Jaken Pati 59182 Telp. (0295) 883927 Faks. (0295) 883927 E-mail :
[email protected] Website : http://balingtan.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam Jalan P. Nyak Makam No. 27, Kotak Pos 41, Lampineung Banda Aceh 23125 Telp. (0651) 7551811 Faks. (0651) 7552077 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://nad.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau Jalan Kaharudin Nasution Km. 40 Padang Marpoyan Kotak Pos 1020 Pekanbaru Telp. (0761) 674206 Faks. (0761) 674206 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://riau.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jalan Samarinda Kotabaru Kotak Pos 118, Kotabaru 36128 Jalan Jambi-Palembang km 16, Desa Pondok Meja, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi Telp. (0741) 7053525, 40174 Faks. (0741) 40413 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://jambi.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jalan Kolonel H. Barlian km 6 Kotak Pos 1265, Palembang 30153 Telp. (0711) 410155 Faks. (0711) 411845 E-mail :
[email protected] Website : http://sumsel.litbang.deptan.go.id
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
123
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bangka Belitung Jalan Mentok km 4, Pangkalpinang 33134 Telp. (0717) 421797, 422858 Faks. (0717) 421797 E-mail :
[email protected] Website : http://babel.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jalan Irian km 6,5 Kotak Pos 1010, Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030 Faks. (0736) 23030 E-mail :
[email protected] Website : http://bengkulu.litbang.dptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Jalan Z.A. Pagar Alam No. 1A Rajabasa Bandar Lampung 35145 Telp. (0721) 781776, 701328 Faks. (0721) 705273 E-mail :
[email protected] Website : http://lampung.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten Jalan Raya Ciptayasa km 01, Ciruas Serang 42182, Banten Telp. (0254) 280093, 281055 Faks. (0254) 282507 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://banten.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495, Lembang Bandung 40391 Telp. (022) 2786238 Faks. (022) 2789846 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://jabar.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) DKI Jakarta Jalan Ragunan No.30, Pasarminggu Kotak Pos 7321/JKSPM Jakarta 12540 Telp. (021) 78839949, 7815020 Faks. (021) 7815020 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://jakarta.litbang.deptan.go.id
124
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Kotak Pos 101 Ungaran 50501 Telp. (024) 6924965, 6924967 Faks. (024) 6924966 E-mail :
[email protected] Website : http://jateng.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta Ringroad Utara Jalan Karangsari Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Kotak Pos 1013 Yogyakarta 55010 Telp. (0274) 884662 Faks. (0274) 562935 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://yogya.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188 Malang 65101 Telp. (0341) 494052 Faks. (0341) 471255 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://jatim.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jalan By Pass Ngurah Rai, Pasanggaran Kotak Pos 3480, Denpasar 80222 Telp. (0361) 720498 Faks. (0361) 720498 Email :
[email protected] [email protected] Website : http://bali.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat Jalan Raya Paninjauan Narmada Kotak Pos 1017 Mataram 83010 Telp. (0370) 671312 Faks. (0370) 671620 E-mail :
[email protected] Website : http://ntb.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur Jalan Timor Raya km 32, Kotak Pos 1022 Naibonat, Kupang 85362 Telp. (0380) 833766 Faks. (0380) 829537 E-mail :
[email protected] Website : http://ntt.litbang.deptan.go.id
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat Jalan Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu, Kotak Pos 6150, Pontianak 78061 Telp. (0561) 882069 Faks. (0561) 883883 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://kalbar.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah Jalan G. Obos km 5, Kotak Pos 122 Palangkaraya 73111, Telp. (0536) 3329662 Faks. (0536) 3331416 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://
[email protected] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur Jalan P.M. Noor, Sempaja, Kotak Pos 1237, Samarinda 75119 Telp. (0541) 220857 Faks. (0541) 220857 E-mail :
[email protected] Website : http://kaltim.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jalan Panglima Batur Barat No. 4 Kotak Pos 1018 & 1032 Banjarbaru 70711 Telp. (0511) 4772346 Faks. (0511) 4781810 E-mail :
[email protected] [email protected] [email protected] Website : http://kalsel.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara Jalan Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345 Manado 95013 Telp. (0431) 836637 Faks. (0431) 838808 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://sulut.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah Jalan Lasoso No. 62, Biromaru Kotak Pos 51 Palu Telp. (0451) 482546 Faks. (0451) 482549 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://sulteng.litbang.deptan.go.id
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan Jalan Perintis Kemerdekaan km 17,5 Kotak Pos 1234, Makassar Telp. (0411) 556449 Faks. (0411) 554522 E-mail :
[email protected] Website : http://sulsel.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara Jalan Prof. Muh. Yamin No. 89, Kotak Pos 55 Kendari 93114 Telp. (0401) 312571 Faks. (0401) 313180 E-mail :
[email protected] Website : http://sultra.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo Jalan Kopi No. 270, Desa Iloheluma, Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo 96183 Telp. (0435) 827627 Faks. (0435) 827627 E-mail :
[email protected] Website : http://gorontalo.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Jalan Laksdya Leo Wattimena-Waiheru Kotak Pos 204 Passo Ambon 97232 Telp. (0911) 3303865 Faks. (0911) 322542 E-mail : bptp-maluku@litbang. deptan.go.id Website : http://maluku.litbang. deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara Komplek Pertanian Kusu, Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan 97000 Telp. (0921) 326350 Faks. (0921) 326350 E-mail :
[email protected] [email protected] Website : http://malut.litbang.deptan.go.id Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua Jalan Yahim No. 49, Sentani, Kotak Pos 256, Sentani Jayapura 99352 Telp. (0967) 592179 Faks. (0967) 591235 E-mail :
[email protected] Website : http://papua.litbang.deptan.go.id
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
125
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua Barat Jalan Amban Pantai Waidema Kotak Pos 254 Manokwari 98314 Telp. (0986) 213182, 211377 Faks. (0986) 212052 E-mail :
[email protected] Website : http://papuabarat.litbang.deptan.go.id
Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat Jalan Martadinata No. 4 Mamuju Telp. 0813142692046 Faks. (0426) 22547 E-mail :
[email protected] Website : http://sulbar.litbang.deptan.go.id
Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau Jalan Pelabuhan Sungai Jang No. 38 Tanjung Pinang Telp. (0771) 22153 Faks. (0771) 313299 E-mail :
[email protected] Website : -
126
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
Pejabat Eselon I dan II Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tahun 2010 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dr. Haryono
Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Ir. Farid Hasan Baktir, M.Ec.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dr. Ir. Mappaona, MS.
Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Dr. Ir. Astu Unadi, M.Eng.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Dr. Karden Mulya
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Dr. Ir. Rudy Tjahjohutomo, MT.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Dr. Ir. Bess Tiesnamurti, M.Si.
Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Dr. Ir. I Made Jana Mejaya, M.Sc.
Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Dr. Ir. Handewi Purwati Saliem, MS.
Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Dr. Drh. Hardiman, MM. Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BB Pengkajian) Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc.
Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010
127