TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN PEMBENAH TANAH ZEOLIT PADA LAHAN TERDEGRADASI UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN M. Al-Jabri ABSTRAK Pada tahun 1999 zeolit pernah direkomendasikan untuk mendukung Gema Palagung yang sasarannya adalah ketahanan pangan. Namun dengan berbagai alasan seperti beredarnya zeolit yang palsu dan tidak ada penyuluhan secara intensif, akhirnya petani tidak menggunakannya lagi. Meskipun fungsi zeolit pada lahan pertanian telah diketahui, tetapi sejauh ini belum ada informasi yang terdokumentasi dengan baik tentang penerapannya oleh petani di lapangan. Makalah review bertujuan untuk mengevaluasi hasil penelitian pengaruh zeolit untuk meningkatkan efisiensi pemupukan terhadap tanaman pangan. Penggunaan pupuk anorganik tahun 1960-1997 an yang tidak rasional karena takarannya lebih tinggi dari yang dibutuhkan atau tidak berpedoman pada pemupukan berimbang berdasarkan konsep uji tanah, terbukti telah merusak tanah dan menurunkan efisiensi serapan hara dari pupuk. Efisiensi serapan hara dapat ditingkatkan dengan pemberian zeolit selama syarat mutunya sesuai dengan kriteria SNI 13-3494-1994 dan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Prospek pengembangan pembenah tanah zeolit dapat dikembangkan, jika ada sosialisasi melalui demplot yang dibina oleh Instansi berkepentingan, dimana zeolit sudah harus menjadi kebijakan pemerintah karena kenyatannya jutaan hektar lahan pertanian sudah degradasi. Zeolit dapat digunakan pada lahan pertanian terdegradasi sebagai tanah-tanah mineral masam bertekstus kasar dan KTK < 5 cmol(+) kg-1, dan dapat digunakan sebagai bahan campuran pupuk didasarkan pada sifat zeolit yang berfungsi sebagai soil amendment, sehingga efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan. Kehilangan N pupuk dalam tanah dapat ditekan dengan pembuatan pupuk slow release fertilizer (SRF) yang dibuat dari campuran urea dan zeolit. PENDAHULUAN Takaran pupuk anorganik yang diberikan jika tidak berpedoman pada konsep uji tanah atau konsep pemupukan berimbang, terbukti mengakibatkan sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi rusak yang ditandai dengan penurunan efisiensi serapan hara. Efisiensi serapan hara dapat ditingkatkan dengan pemberian pembenah tanah. Meskipun dua dekade yang lalu zeolit sebagai pembenah tanah pernah direkomendasikan untuk pertanian, tetapi implementasinya tidak seperti pupuk buatan. Ada beberapa pengusaha zeolit yang mempromosikan zeolit untuk pertanian, namun karena berbagai alasan 533
M. Al-Jabri
seperti beredarnya zeolit yang tidak memenuhi kriteria Permentan No. 02/Pert/HK. 060/2/2006 dan dan tidak ada penyuluhan secara intensif, akhirnya petani tidak menggunakannya lagi. Inti makalah review membahas tentang beberapa topik seperti: (1) kajian “Revitalisasi Pemanfaatan Pembenah Tanah untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan”, (2) Kerusakan tanah, (3) zeolit dan efisiensi pemupukan, (4) Kebijakan pemerintah, (5) potensi ketersediaan zeolit dan prospek pengembangannya, (6) dan SNI pembenah tanah dolomit, kaptan, dan zeolit. KAJIAN “REVITALISASI PEMANFAATAN PEMBENAH TANAH UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN” Sebenarnya fungsi zeolit telah diketahui, namun sejauh ini belum ada informasi tentang penerapan oleh petani di lapangan. Hasil kajian “Revitalisasi pemanfaatan pembenah tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan” dari kerjasama antara Balai Penelitian Tanah dengan Biro Perencanaan Deptan (Annonimous, 2007) disimpulkan bahwa petani di Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur sangat mengandalkan bidang pertanian sebagai satu-satunya sumber pendapatan keluarga, sehingga kelompok ini sangat rawan apabila terjadi kegagalan panen. Mengingat tingkat tingkat pendidikan petani responden 62% hanya berpendidikan sampai SD, 18% SMP, 15% SMA. Oleh sebab itu, diseminasi teknologi penggunaan pembenah tanah perlu ditempuh melalui penyuluhan serta demplot di lahan petani guna menumbuh kembangkan keyakinan petani akan manfaat dan pentingnya penggunaan zeolit dalam upaya mengatasi degradasi lahan, meningkatkan produktivitas lahan serta produksi pertanian. Jenis zeolit yang dikenal dan digunakan di Lampung adalah Zeolit Agro 2000, ZP.30 (zeolit yang diperkaya hara P), zeolit (tanpa merek dagang) dan dolomit; di Jawa Timur adalah Zeolit-Agro 88 dan dolomit; sedangkan di Jawa Barat adalah ZeAgro dan dolomit/ kalsit. Takaran Zeolit Agro 2000 di Lampung untuk lahan sawah 100 – 200 kg; ZP-30 adalah 200 – 400 kg/ha, dan dolomit 100 – 400 kg/ha. Takaran Zeolit-Agro 88 di Jawa Timur untuk lahan sawah 500 kg/ha, dan dolomit 577 kg/ha, sedangkan Zeolit-Agro 88 untuk lahan tegalan 219 kg/ha dan dolomit 400 kg /ha, Zeolit-Agro 88 untuk kebun campuran 600 kg/ha dan dolomit 143 kg/ha. Takaran Ze-Agro di Jawa Barat untuk lahan tegalan 600 kg/ha dan dolomit/kaptan 1 – 2 ton/ha) (Annonimous, 2007).
534
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
Manfaat pembenah tanah di Lampung, Jawa Timur, dan Jawa Barat disamping untuk meningkatkan produksi tanaman seperti: padi, jagung, tembakau, dan sayur-sayuran (bunga kol, cabai, tomat) sekitar 10-30%, juga meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi takaran pupuk Urea sebanyak 15 - 30% dan SP-36 sebanyak 30%. Kendala internal penggunaan pembenah tanah menurut persepsi petani responden di lokasi penelitian berturut-turut adalah: kurangnya penyuluhan, aplikasinya sulit, butuh tambahan tenaga kerja dan tidak tahu caranya. Sedangkan kendala eksternal adalah: harga yang mahal, tidak selalu tersedia di toko, ketersediaannya yang terbatas saat diperlukan. Prospek pengembangan pembenah tanah (zeolit dan dolomit) dari wawancara dengan PPL di lokasi penelitian bahwa pembenah tanah tersebut dapat dikembangkan, jika ada sosialisasi melalui demplot yang dibina oleh Instansi berkepentingan, peningkatan pengetahuan dan wawasan petani tentang manfaat zeolit melalui kunjungan/magang ke petani yang masih tetap menggunakan zeolit dan berhasil dalam mengelola lahan usaha taninya. Disamping itu, dilakukan sistem pengawasan mutu secara berkala dari zeolit yang dijual dan sudah terbukti lolos dari uji mutu (LUM) dan lolos uji efektivitas (LUE) dan selalu tersedia di toko dengan harga yang terjangkau petani. Sedangkan dari wawancara dengan distributor di bahwa prospek pengembangan pembenah tanah sudah harus menjadi kebijakan pemerintah karena kenyatannya jutaan lahan sudah banyak yang degradasi. Kebijakan nasional kedepan adalah menyusun strategi ”revitalisasi pembenah tanah” antara lain: (i) pengawalan teknologi pembenah tanah tentang uji mutu dan uji efektivitasnya, serta pengawasan kualitasnya yang beredar di pasar hendaknya dilakukan secara berkelanjutan, (ii) penyuluhan inovasi teknologi pembenah tanah zeolit dengan cara melakukan demonstrasi plot, sehingga petani cepat memahami perananan pembenah tanah zeolit terhadap peningkatan produksi. KERUSAKAN TANAH Konsep penggunaan pembenah tanah untuk merehabilitasi lahan terdegradasi adalah: (1) pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, (2) merubah sifat hydrophobic atau hydrophilic, sehingga mampu merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), (3) meningkatkan
535
M. Al-Jabri
kapasitas tukar kation (KTK), sehingga unsur hara di dalam tanah tidak mudah hilang tercuci dan dapat diserap akar tanaman (Arsyad, 2000). Program intensifikasi pertanian di Indonesia yang sudah berlangsung lama telah berhasil meningkatkan produktivitas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), tanaman hortikultura (sayur-sayuran), dan perkebunan (tebu). Mengingat takaran pupuk anorganik seperti Urea, ZA, TSP/SP-36, dan KCl yang diberikan tidak mempertimbangkan konsep uji tanah, dimana pupuk-pupuk tersebut yang diberikan lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan tanaman sehingga mengakibatkan keseimbangan hara dalam tanah menjadi terganggu, nisbah basa-basa dapat ditukar (Ca/K, Mg/K, Ca/Mg) menjadi tidak proporsional. Pemupukan P takaran tinggi secara berkelanjutan dapat mengakibatkan kahat Zn, sebab Zn diikat oleh P menjadi senyawa Zn-P sehingga Zn tidak tersedia bagi tanaman padi (Al-Jabri et al., 1990). Masalah ketidakseimbangan hara dapat mengakibatkan fenomena leveling-off yang telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor tidak hanya beras, tetapi juga impor kedelai, jagung, dan gula. Pembenah tanah seperti zeolit dapat diaplikasikan tidak hanya pada tanah kering, tetapi juga pada tanah sawah. Persyaratan teknis minimal untuk pembenah tanah zeolit berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK. 060/2/2006 mempunyai KTK ≥ 80 cmol(+) kg-1 (Tabel 1). Tabel1. Persyaratan teknis minimal pembenah tanah berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK. 060/2/2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Parameter Bahan aktif * (Sintetis) KTK** pH Kadar logam berat: As Hg Pb Cd
Satuan % cmol (+) kg-1 ppm ppm ppm Ppm
Persyaratan Dicantumkan ≥ 80 4–8 ≤ 10 ≤1 ≤ 50 ≤ 10
Keterangan:* Khusus untuk bahan yang direkayasa kimia; ** KTK khusus Zeolit
Kriteria Permentan No. 02/Pert/HK. 060/2/2006 tersebut baru mengakomodir pembenah tanah padat, sedangkan kriteria pembenah tanah cair belum diakomodir. Dengan semakin banyaknya pembenah tanah cair, maka kriterianya harus ditetapkan dulu misal kriteria uji mutu parameter tanah untuk tanah sawah dan lahan kering harus dibedakan. Tolok ukur dari hasil pengaruh perlakuan pembenah tanah dapat merupakan salah satu dari parameter antara
536
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
lain: retensi hara (parameter KTK), kapasitas memegang air (parameter kurva pF), stabilitas agregat (parameter stabilitas agragat, salinitas (parameter kejenuhan Na, alkalinitas (parameter pH), kemasaman (parameter pH dan Al-dd). Lahan terdegradasi dicirikan dengan kandungan C-organik tanah < 1% yang mengakibatkan struktur tanah menjadi rusak karena stabilitas agregat tanah yang tidak mantap. Kandungan C-organik tanah < 1% adalah merupakan salah satu ciri bahwa lahan telah terdegradasi yang mengakibatkan penurunan efisiensi serapan hara, sehingga tidak hanya bahan organik saja, tetapi juga pembenah tanah zeolit sebaiknya diberikan untuk meningkatkan KTK tanah sehingga efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan. Agar swasembada pangan (padi, jagung, kedelai), tanaman perkebunan (tebu) dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka pemerintah perlu secepatnya mengeluarkan kebijakan yang didukung dengan fakta-fakta hasil penelitian bahwa pembenah tanah seperti zeolit tidak hanya sangat diperlukan, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Meskipun demikian mutu/kualitas zeolit yang dijual dipasar hendaknya sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. ZEOLIT DAN EFISIENSI PEMUPUKAN Praktek konservasi tanah dan air serta penggunaan pembenah tanah zeolit dan pupuk organik di Indonesia belum banyak diterapkan oleh petani. Hal ini telah mengakibatkan kandungan C-organik tanah cenderung terus menurun, sehingga terjadi kerusakan tanah. Kerusakan tanah lebih dipercepat lagi akibat penggunaan pupuk anorganik yang intensif dengan takaran tinggi. Agar kerusakan tanah dapat diperbaiki, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk meperbaiki sifat-sifat tanah melalui pemberian pembenah tanah tidak hanya zeolit, tetapi hendaknya dikombinasikan dengan pupuk organik (2 ton/ha) dan pupuk anorganik yang takarannya dapat dikurangi sampai 50%, sehingga produksi pertanian dapat ditingkatkan. Jika takaran pupuk yang diberikan 100% dari takaran anjuran maka residu pupuk berakhir lebih lama dengan peningkatan hasil yang lebih tinggi. Pupuk Urea dan KCl yang diberikan ke tanah yang sebelumnya sudah diberi zeolit, maka kation NH4+-Urea dan kation K+-KCl dapat terperangkap sementara dalam pori-pori zeolit yang sewaktu-waktu dilepaskan secara perlahan-lahan untuk diserap tanaman. Sejumlah kation Al dan Fe tanah yang masuk dalam rongga-rongga ditahan dalam struktur zeolit yang bermuatan
537
M. Al-Jabri
negatif, sehingga anion H2PO4- dari pupuk SP-36 sangat sedikit atau belum sempat diikat Al atau Fe akhirnya mudah diserap akar tanaman. Fenomena masuknya kation NH4+ dan K+ di rongga-rongga dalam struktur zeolit disebabkan zeolite clinoptilolite yang mempunyai nisbah Si/Al 4.5-5.0 dan KTK secara teori sekitar 225 cmol(+) Kg-1 mempunyai selectivity (kemampuan menyaring) kation dalam urutan dari besar sampai kecil (Cs>Rb>K>NH4>Ba>Sr>Na>Ca>Fe>Al>Mg>Li) (Ames, 1960). Zeolit sebagai pembenah tanah adalah mineral dari senyawa aluminosilikat terhidrasi dengan struktur berongga dan mengandung kation-kation alkali yang dapat dipertukarkan. Zeolit sebagai pembenah yang diberikan ke dalam tanah dengan jumlah relatif banyak dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga produksi pertanian dapat ditingkatkan (Pond dan Mumpton, 1984; Torii et al., 1979; Townsend, 1979; Suwardi, 2007). Sifat khas dari zeolit sebagai mineral yang berstruktur tiga demensi, bermuatan negatif, dan memiliki pori-pori yang terisi ion-ion K, Na, Ca, Mg dan molekul H2O, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion dan pelepasan air secara bolak-balik. Zeolit mempunyai kerangka terbuka dengan jaringan pori-pori yang mempunyai permukaan bermuatan negatif dapat mencegah pencucian unsur hara NH4+-Urea dan kation K+-KCl keluar dari daerah perakaran, sehingga pupuk Urea dan KCl yang diberikan lebih efisien. Aplikasi zeolit tidak sama dengan pembenah tanah lainnya (kaptan dan gypsum), sebab zeolit tidak mengalami break down dan jumlahnya masih tetap dalam tanah untuk meretensi unsur hara. Aplikasi zeolit berikutnya akan lebih memperbaiki kemampuan tanah untuk menahan unsur hara dan memperbaiki hasil. Zeolit tidak asam dan penggunaannya dengan pupuk dapat menyangga pH tanah, sehingga dapat mengurangi takaran kapur. Pemberian zeolit tidak hanya digunakan sebagai carriers hara tanaman, tetapi juga sebagai perangkap logam berat (Cu, Cd, Pb, Zn) sehingga uptake kedalam rantai makanan atau food chain dicegah atau berkurang (Fuji, 1974). Prihatini et al., (1987) melaporkan bahwa zeolit sebagai pembenah tanah dengan takaran ≥ 1.000 ppm atau ≥ 2 ton/ha dapat meningkatkan KTK tanah mineral masam. Masalah utama yang ditemukan pada tanah mineral masam di Indonesia adalah rendahnya kesuburan tanah serta tingginya kandungan Al dapat ditukar (Al-dd), ternyata dapat diperbaiki dengan pemberian zeolit. Pengaruh zeolit klinoptilolit yang dicampur pada tanah terhadap hasil beberapa komoditas pertanian di Indonesia sejak tahun 1990-an (Tabel 1).
538
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
Tabel 1. Pengaruh zeolit klinoptilolit yang dicampur pada tanah terhadap hasil beberapa komoditas pertanian di Indonesia Tanaman
Takaran zeolit (t/ha)
Peningkatan hasil (%)
2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
6 11 19 18 35
Jagung Jagung Kedelai Kacang Tanah Tomat Sumber:
Suwardi. 2007. Pemanfaatan zeolit untuk Perbaikan Sifat-sifat Tanah dan Peningkatan Produksi Pertanian. Disampaikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk Mendukung Peningkatan Produksi Beras, di Departemen Pertanian, Jakarta 5 April 2007.
Peningkatan hasil jagung 6 –11%, kedelai 19%, kacang tanah 18%, dan tomat 35% membuktikan bahwa sifat fisika, kimia, dan biologi tanah dapat diperbaiki dengan zeolit. Akumulasi N dari pupuk N dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol jika zeolit diberikan 3 dan 6 ton/ha, hal ini karena konversi NH4+ menjadi NO3- sebanyak 30 – 40% dapat dihambat oleh zeolit. Pengaruh pemberian zeolit terhadap bobot biji jagung pipilan hibrida Pioneer 12 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh pemberian zeolit* terhadap bobot biji jagung hibrida Pioneer 12 Perlakuan
Bobot biji jagung pipilan t/ha
Kontrol Lengkap
5.80
135 kg N + 40 kg P + 60 kg K2O/ha + 500 kg ZKK + 2 ton
8.47
Pukan/ha Keterangan: * = ZKK adalah Zeo Kap Kan adalah zeolit yang diaktivasi pada suhu 300 0C dari PT. Minatama di Tanjung Karang (Bandar Lampung)
Pemberian zeolit dianjurkan untuk dikombinasikan dengan pupuk kandang yang diberikan dalam alur sebelum biji ditanam, sebab keduanya saling berinteraksi terhadap peningkatan bobot biji jagung hibrida Pioneer 12 karena serapan hara naik. Hal ini dibuktikan bahwa pemberian zeolit yang dikombinasikan dengan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil yang signifikan (Tabel 2). Takaran zeolit yang diberikan bergantung pada tingkat degradasi lahan dari ringan sampai berat sebanyak 5-20 ton/ha jika zeolit disebar dan masuk ke dalam tanah pada luas lahan 1 hektar (panjang 100 m x lebar 100 m x dalam 539
M. Al-Jabri
0.20 m), sehingga keuntungan dari analisis ekonomi jangka pendek relatif masih rendah. Oleh karena itu, masalah ini diantisipasi dengan cara menempatkan zeolit di daerah perakaran, sehingga takarannya diprediksi sekitar 200 – 600 kg/ha setiap kali tanam selama 5 tahun. Jika zeolit sudah diberikan terus menerus selama 5 tahun, kemudian zeolit tidak harus diberikan lagi untuk waktu tertentu. Penambahan 3 ton zeolit/ha dicampur dengan pupuk 1 ton ZA (200 kg N/ha) nisbah 15:1 memberikan peningkatan hasil kedelai sebanyak 46%; Pemberian 3 ton zeolit/ha dicampur dengan 1 ton ZA /ha memberikan peningkatan bobot kering rimpang jahe sebanyak 72%; Pemberian 500 kg zeolit/ha dengan 100 kg N/ha memberikan peningkatan hasil padi sebanyak 11% dibandingkan tanpa zeolit; Pemberian 900 kg zeolit/ha dengan 300 kg N/ha memberikan peningkatan hasil padi sebanyak 16% dibandingkan tanpa zeolit (Tabel 2). Pada tanaman yang sama, Suwardi dan Goto (1996) melaporkan peningkatan produksi padi sawah sebanyak 28% pada campuran 3.5 ton zeolit/ha dengan 50 kg N/ha (nisbah zeolit:N = 70:1) dibandingkan tanpa zeolit. Tabel 3. Pengaruh zeolit sebagai bahan campuran pupuk terhadap hasil Tanaman Kedelai Jahe Padi sawah Padi sawah Padi sawah
Nisbah zeolit:pupuk
Takaran pupuk (kg N/ha)
Peningkatan hasil (%)
15:1 15:1 3:1 5:1 70:1
200 200 300 100 50
46 72 16 11 28
Sumber: Suwardi dan Goto (1996).
Hasil penelitian tentang zeolit untuk pertanian di Indonesia belum terdokumentasi dengan baik dalam arti karya tulis ilmiah yang dipublikasikan masih sangat langka. Simanjutak (2002) melaporkan bahwa pemberian 50 ton zeolit/ha sebagai bahan pembenah tanah mampu meningkatkan KTK media tumbuh yang merupakan campuran tanah zeolit, sehingga produksi tanaman tomat meningkat 31% pada tanah Regosol, 15% pada tanah Podsolik. Pemberian 2.5 ton zeolit/ha pada tanah Latosol Coklat meningkatkan produksi jagung, kedelai, kacang tanah masing-masing 11%, 19%, dan 18%. Pemberian 40 ton zeolit/ha pada tanah Latosol meningkatkan produksi tanaman cabai sebanyak 29%. Penggunaan zeolit sebagai bahan campuran pupuk didasarkan pada sifat zeolit yang berfungsi sebagai soil amendment, sehingga struktur tanah lebih baik
540
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
dan pupuk yang diberikan ke tanah selain diserap akar juga diserap zeolit yang dapat dilepaskan kembali untuk diserap akar. Pemanfaatan zeolit dalam pertanian adalah untuk tanah-tanah mineral masam bertekstus kasar dan KTK < 5 cmol(+) kg-1. Prakoso (2006) memperoleh bahwa kehilangan N pupuk dalam tanah dapat ditekan dengan pembuatan pupuk slow release fertilizer (SRF) yang dibuat dari campuran urea dan zeolit dengan perbandingan urea:zeolit (50:50) memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dari pupuk SRF dengan perbandingan urea:zeolit 70:30. Pupuk SRF dengan perbandingan urea:zeolit 50:50 mampu menghemat 30% penggunaan pupuk urea. Hasil penelitian pengaruh zeolit dengan merek dagang “Zeo Agro G. Super” terhadap produktivitas lahan sawah dan pertumbuhan serta hasil padi varietas IR-64 di 3 tempat dengan kondisi sawah yang berbeda (sawah tadah hujan, sawah berpengairan teknis, sawah berpengairan desa) menunjukkan bahwa takaran zeolit masing-masing adalah 150 kg/ha untuk lahan sawah berpengairan teknis di Desa Sukadana (Subang), 200 kg/ha untuk lahan sawah tadah hujan di Desa Bengle (Karawang), 250 kg/ha untuk lahan sawah berpengairan desa di Desa Cacuban (Sumedang). Tingkat efisiensi pemberian zeolit meningkat dengan meningkatnya kandungan pasir+debu, dimana tingkat efisiensi dari tinggi sampai rendah, yaitu 56% di Sumedang, 35% di Karawang, dan 31% di Subang. Peningkatan efisiensi pemberian zeolit cenderung berkorelasi dengan kandungan pasir + debu, dimana tingkat efisiensi pemberian zeolit 35% di Karawang dengan kandungan (pasir+debu) 44% dengan pendapatan bersih Rp. 2.820,- dan tingkat efisiensi 31% di Subang dengan kandungan (pasir+debu) 14%) dengan pendapatan bersih Rp. 2.315,-.untuk setiap 1 (satu) kg zeolit (Bachrein et al., 1997). Penelitian yang hampir serupa telah dilakukan satu tahun sebelumnya dalam rangka pengujian pembenah tanah zeolit dengan merek dagang ZKK (Zeo Kap Kan) di Lampung. Analisis usahatani pengujian penggunaan pembenah tanah ZKK adalah kerjasama antara PT. Minatama Mineral Perdana dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Dati I Lampung menggunakan metode Incremental Benefit Cost Ratio (IBCR) memberikan nilai IBCR >1 (Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Provinsi DATI I Lampung. Tahun 1996). Pengaruh perlakuan 200 kg Urea+80 kg SP-36+80 kg KCl+90 kg ZKK terhadap hasil GKG tertinggi 6.432 ton/ha dengan ICBR 6.49. di Kec. Talang Padang. Pengaruh perlakuan 140 kg Urea+105 kg SP-36+35 kg KCl+120 kg ZKK terhadap hasil GKG tertinggi 6.080 ton/ha dengan ICBR 4.76 di
541
M. Al-Jabri
Kec. Abung Selatan. Pengaruh perlakuan 97.5 kg Urea+65 kg SP-36+32.5 kg KCl+105 kg ZKK. terhadap hasil GKG tertinggi 4.665 ton/ha dengan ICBR 4.84 di Kec. Pekalongan membuktikan bahwa pembenah tanah zeolit adalah tidak menggantikan peranan pupuk anorganik (Urea, SP-36, dan KCl), tetapi peningkatan takaran pembenah tanah tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemupukan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Provinsi DATI I Lampung. 1996). Hal ini berarti meskipun takaran ZKK dinaikkan sampai 200 kg/ha, tetapi jika takaran pupuk anorganik dikurangi atau sama sekali tidak diberikan karena kelangkaan pupuk anorganik atau harga pupuk sangat mahal, maka hasil GKG tidak meningkat. Selama mutu zeolit yang diperdagangkan sesuai dengan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006, dimana KTK zeolit ≥ 80 cmol(+) kg-1, maka peranannya terhadap peningkatan hasil GKG tidak diragukan. Dampak penggunaan pembenah tanah zeolit terhadap efisiensi penggunaan pupuk anorganik bukan berarti takaran pupuknya harus dikurangi, sebab zeolit adalah tidak menggantikan peranan pupuk. Takaran pupuk dapat juga dikurangi sekitar maksimal 50% pada saat harganya sangat mahal atau terjadi kelangkaan pupuk, tetapi jika petani mampu membelinya dan jika takaran pupuknya diberikan 100% dari takaran anjuran, maka keuntungan dari usahataninya sangat banyak apalagi harga dasar produk tanaman pangan pada saat panen raya dapat dikendalikan dengan harga yang stabil. Selama teknis pelaksanaan inovasi teknologi yang diterapkan oleh petani sudah baik dan benar, maka pemberian pembenah tanah zeolit dapat meningkatkan produksi gabah kering panen (GKP) > 25%. Perbedaan peningkatan produksi GKP sangat ditentukan perbedaan faktor teknis panca usahatani, yaitu: (1) sempurna dan tidak sempurnanya pelumpuran tanah setelah tanah diolah dua kali, (2) potensi daya hasil dari varietas padi yang ditanam tinggi atau rendah, (3) takaran pupuk yang diberikan berimbang atau tidak, (4) cara pemberian air teratur atau tidak, (5) pencegahan hama dan penyakit tanaman teratur atau tidak. Sebaliknya, pembenah tanah tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi GKP, hal ini disebabkan teknis pelaksanaan inovasi teknologi pembenah tanah yang diterapkan petani tidak mengikuti petunjuk, misal pembenah tanah dan pupuk tidak dicampur rata, apalagi panca usahatani tidak dilakukan dengan baik. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi zeolit antara lain adalah: (1) meningkatkan KTK tanah selama KTK zeolit diatas 100 cmol(+) kg-1, jumlah zeolit yang diberikan ≥ 5 ton/ha untuk tanah mineral masam yang didominasi mineral liat 1:1, sebaliknya zeolit tidak dianjurkan untuk jenis tanah yang mempunyai
542
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
mineral liat alofan, sebab tidak dapat meningkatkan KTK tanah, (2) meningkatkan K tanah, hal ini disebabkan kandungan K2O dalam zeolit klinoptilolite sekitar 3%, sehingga pemberian 5 ton zeolit klinoptilolite /ha dapat mengkontribusi 150 kg K2O jika semua kalium tersedia. Namun tidak semua K yang berada dalam zeolit dapat digunakan dengan segera oleh tanaman, sehingga masih perlu diberi tambahan pupuk K dengan takaran yang lebih kecil, (3) meningkatkan ketersediaan P, dari hasil percobaan bahwa pemberian zeolit pada tanah Podsolik meningkatkn P dari 5.28 menjadi 20.1 mg P2O5/kg (Suwardi, 1997), dimana mekanisme peningkatan P diduga karena Ca dalam zeolit mengikat P dalam tanah yang semula diikat oleh Fe dan Al, dan karena Ca dalam zeolit mudah dilepaskan dalam bentuk dapat dipertukarkan, maka P yang diikat Ca menjadi tersedia, (4) memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti struktur tanah dan daya pegang tanah terhadap air. Perbaikan struktur tanah dan daya pegang tanah terhadap air karena sifat fisik zeolit yang berongga, sehingga pemberian zeolit pada tanah bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah, pori-pori udara tanah ditingkatkan, sedangkan zeolit yang diberikan pada tanah berpasir dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air. Pemberian zeolit sebagai pembenah tanah sebaiknya diberikan dalam bentuk campuran antara ukuran halus dan kasar agar pengaruhnya dapat bertahan untuk beberapa tahun, sebab jika semua zeolit yang diberikan 100% berukuran halus, akan memberikan pengaruh yang semakin baik akan tetapi daya tahannya lebih pendek. KEBIJAKAN PEMERINTAH Aplikasi pembenah tanah zeolit sebaiknya dilakukan tidak hanya pada lahan kering, tetapi dapat juga pada lahan sawah dengan kapasitas tukar kation (KTK) rendah (sekitar 5 cmol(+) kg-1) seperti pada jenis tanah regosol, podsolik merah kuning, latosol cokelat kemerahan, sulfat masam aktual sebagai lahan kritis yang sudah terdegradasi. Luas lahan kritis/terdegradasi di 9 provinsi di masing-masing potensial kritis 3.712.146 ha, semi kritis 4.481.825 ha, kritis 1.871.862 ha, dan sangat kritis 868.219 ha, atau total lahan kritis sekitar 10.934.052 ha (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997); BBSDLP, (2006). Total luas lahan kritis yang di 9 provinsi + 10.934.052 ha berupa lahan kering yang sedang digunakan dan tidak digunakan.
543
M. Al-Jabri
Pemerintah perlu merumuskan kebijakan untuk penataan kembali tata guna lahan yang berimbang proporsinya antara kawasan pemukiman dan kawasan lindung/peresapan air. Perkembangan areal pemukiman sebaiknya tidak diikuti dengan berkurangnya luas areal hutan/tanaman tahunan, dan pembangunannya tidak berada di daerah peresapan air. Pembaharuan dan pemantauan data/informasi tentang lahan terdegradasi dan penggunaan lahan (existing landuse) sangat mendesak untuk dilakukan agar usaha pelestarian sumberdaya lahan dan air dapat efektif dan efisien. Aturan dan kebijakan seperti ini sudah banyak, namun implementasi dan monitoring dan evaluasinya tidak jalan. Rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut adalah merupakan tanggungjawab tidak hanya Departemen Pertanian, tetapi juga Departemen Kehutanan. Tugas Departemen Pertanian berupaya untuk merehabilitasi lahan kritis yang diperuntukkan dalam kawasan budidaya tanaman pangan dan perkebunan. Namun rehabilitasi lahan kritis pertanian tidak mungkin berhasil jika tidak dilakukan reboisasi. Tugas Departemen Kehutanan berupaya untuk mereboisasi kawasan hutan lindung yang vegetasinya telah ditebang. Jika diprediksi luas lahan pertanian berupa lahan kering yang telah mengalami degradasi (potensial kritis, semi kritis, kritis, sangat kritis) adalah + 10% dari total luas lahan terdegradasi (dibulatkan 10 juta ha), maka lahan pertanian berupa lahan kering seluas + 1.000.000 ha dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang perlu direhabilitasi. Luas lahan kritis pada lahan sawah diartikan sebagai lahan yang sudah mengalami kerusakan kimia karena ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah, dimana jumlahnya di semua provinsi di Indonesia diprediksi sekitar 1.000.000 ha. Pembenah tanah zeolit yang digunakan untuk lahan kering sebaiknya dikombinasikan dengan dolomit dan pupuk kandang, sedangkan untuk lahan sawah zeolit dan pupuk kandang. Jumlahnya masing-masing 500.000 ton zeolit, 200.000 ton dolomit, dan 2.000.000 ton pupuk kandang untuk lahan kering yang terdegradasi , sedangkan untuk lahan sawah masing-masing 500.000 ton zeolit dan 2.000.000 ton pupuk kandang untuk lahan sawah yang terdegradasi. Jumlah pembenah tanah zeolit yang diperlukan pada kedua lahan kritis tersebut diprediksi sekitar 1.000.000 ton (500 kg/ha) untuk tahun I, dan cadangan zeolit di Indonesia baik yang sudah terukur, terkira, terindikasi, terunjuk, dan hipotesis diperkirakan + 205.825.080 ton (Husaini, 2007). Jumlah pembenah tanah kaptan yang diperlukan +200.000 ton (200 kg/ha) untuk tahun I, dan cadangan kaptan di Indonesia baik yang sudah terukur, terkira, terindikasi,
544
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
terunjuk, dan hipotesis masih cukup banyak. Tanah sawah mineral masam tidak harus diberi kaptan, sebab dengan penggenangan sudah merupakan self-liming effect, artinya penggenangan tanah mineral masam yang dijadikan sawah akan meningkatkan pH tanah. Jumlah pupuk kandang yang diperlukan pada lahan kering dan lahan sawah diprediksi sekitar 4.000.000 ton (2 ton/ha) untuk tahun I, dan pupuk kandang sebanyak itu dapat dihasilkan oleh 400.000 ekor sapi, dimana setiap ekor sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 10 ton/tahun. Permasalahan penyediaan pupuk kandang sebanyak itu hendaknya dikaitkan dengan Program Nasional yang secara bersamaan untuk mendukung Program Pengembangan Agribisnis Deptan tahun 2008 dengan Kegiatan utama: Pengembagan Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak. Jika setiap petani diberi pinjaman hewan sapi sebanyak 2 ekor, maka dalam satu tahun diprediksi pupuk kandang yang matang minimal dapat diproduksi + 5 ton. Kotoran ternak yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik yang dikombinasikan dengan pembenah tanah (zeolit dan kaptan) secara proporsional dapat meningkatkan efisiensi pupuk anorganik, karena hara pupuk tidak banyak yang hilang sebab unsur hara dari pupuk organik dan anorganik dijerap sementara oleh pembenah tanah zeolit, kemudian secara bertahap unsur hara yang dijerap dilepaskan kembali untuk diserap tanaman. POTENSI KETERSEDIAAN ZEOLIT DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA Jumlah cadangan deposit pembenah tanah alami mineral zeolit di Indonesia tidak kurang dari 205.825.080 ton yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara (Tapanuli Utara), Sumatera Selatan (Lahat), Lampung (Lampung Barat, Lampung Selatan), Jawa Barat (Sukabumi, Bogor, Tasikmalaya), Banten (Lebak), Jawa Tengah (Banjarnegara), Jawa Timur (Malang, Pacitan, Blitar, Trenggalek,, NTB (Flores), NTT (Sikka), dan Sulawesi Selatan (Polmas) (Husaini, 2007). Deposit pembenah tanah alami zeolit sampai saat ini lebih banyak diekspor dari pada digunakan sebagai pembenah tanah untuk keperluan pertanian. Jika pemerintah pusat dan daerah tidak tanggap dalam perumusan kebijakan dalam rangka pengembangannya, maka sumberdaya alam tersebut akhirnya yang semula diekspor, kemudian celakanya pemerintah mengimpor lagi dari bahan yang sama yang hanya berubah nama.
545
M. Al-Jabri
SNI PEMBENAH TANAH Syarat mutu mineral zeolit sebagai pembenah tanah pertanian menurut SNI 13-3494-1994 dan syarat mutu mineral zeolit pembawa pupuk urea SNI 133494-1994 disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Syarat mutu mineral zeolit sebagai pembenah tanah pertanian SNI 133494-1994 No. 1. 2. 3. 4.
Uraian
Persyaratan
Kadar zeolit Kapasitas tukar kation (KTK) SNI 13-3494-1994 Kadar air Ukuran butir
Minimal 50% -1 Minimal 100 cmol(+) kg Maksimal 10% Minimal 90%- 10 + 48 mesh
Tabel 5. Syarat mutu mineral zeolit pembawa pupuk urea SNI 13-3494-1994 No. 1. 2. 3. 4.
Uraian
Persyaratan
Kadar zeolit Kapasitas tukar kation (KTK) SNI 13-3494-1994 Kadar air Ukuran butir
Minimal 50% -1 Minimal 100 cmol(+) kg Maksimal 10% Minimal 90%- 10 + 48 mesh
Agar zeolit yang digunakan benar-benar berfungsi sebagai pembenah tanah atau soil conditioner, maka syarat mutu zeolit sebagai pembenah tanah berdasarkan SNI 13-3494-1994 harus terpenuhi antara lain: (1) kadar zeolit minimal 50%, (2) nilai KTK minimal 100 cmol(+) kg-1, (3) kadar air maksimal 10%, (4) ukuran butir –10 + 48 mes minimal 90%. Sedangkan KTK zeolit menurut Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 > 80 cmol(+) kg-1. Namun berdasarkan kajian bahwa KTK zeolit dari sejumlah contoh yang ditetapkan berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 jarang > 80 cmol(+) kg-1, hal ini disebabkan prosedur penetapannya tidak sama seperti prosedur penetapan KTK berdasarkan SNI 13-3494-1994. Berdasarkan fakta ini maka prosedur penetapan KTK zeolit menurut Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 perlu dikaji ulang. Sehubungan KTK dari zeolit yang ditetapkan berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 telah disepakati > 80 cmol(+) kg-1, tetapi kenyataannya banyak yang mempunyai nilai < 80 cmol(+) kg-1 (Al-Jabri, 2008), sehingga prosedur penetapannya harus dimodifikasi dengan memperlebar nisbah zeolit dari yang semula 1:20 (2 ½ gram zeolit diperkolasi 50 cc amonium asetat), kemudian nisbahnya diperlebar (Tabel 6).
546
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
Tabel 6. Pengaruh nisbah contoh zeolit terhadap larutan amonium asetat terhadap KTK di laboratorium penelitian Balittanah No.
Contoh
1.
Zeolit-ZKK kualitas No.1** Zeolit-ZKK kualitas No.2**
2.
Nisbah zeolit-ZKK terhadap larutan amonium asetat 1 M pH 7.0 1:20* 1:100 1:200 1:300 1:400 1:500 cmol(+) kg-1 60 84 89 86 85 86
64
78
73
60
75
69
Keterangan: * = Pengukuran sesuai Permentan; ** = KTK zeolit diukur secara spektrofotometer; ZKK adalah Zeo Kap Kan adalah zeolit yang diaktivasi pada suhu 300 0C dari PT. Minatama di Tanjung Karang (Bandar Lampung)
Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa penetapan KTK zeolit dengan nisbah zeolit terhadap larutan amonium asetat 1:100 dan 1:200 agaknya cukup ideal untuk memperoleh nilai KTK yang lebih konstan. Prosedur penetapan KTK zeolit Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 masih perlu dikaji lebih dalam lagi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Pembenah tanah disamping untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dan sayuran;
2.
Kendala internal penggunaan pembenah tanah menurut persepsi petani responden di lokasi penelitian berturut-turut adalah: kurangnya bimbingan/penyuluhan, aplikasinya sulit, butuh tambahan tenaga kerja dan tidak tahu caranya;
3.
Kendala eksternal adalah: harga masih relatif mahal, tidak selalu tersedia di toko, ketersediaannya yang terbatas saat diperlukan;
4.
Prospek pengembangan pembenah tanah zeolit dapat dikembangkan, jika ada sosialisasi melalui demplot yang dibina oleh Instansi berkepentingan, dimana zeolit sudah harus menjadi kebijakan pemerintah karena kenyatannya jutaan hektar lahan pertanian sudah degradasi;
5.
Zeolit dapat digunakan pada lahan pertanian terdegradasi sebagai tanahtanah mineral masam bertekstus kasar dan KTK < 5 cmol(+) kg-1, dan dapat digunakan sebagai bahan campuran pupuk didasarkan pada sifat zeolit
547
M. Al-Jabri
yang berfungsi sebagai soil amendment, sehingga efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan; 6.
Kehilangan N pupuk dalam tanah dapat ditekan dengan pembuatan pupuk slow release fertilizer (SRF) yang dibuat dari campuran urea dan zeolit Saran:
Kebijakan nasional ke depan adalah menyusun strategi ”revitalisasi zeolit” antara lain: 1.
Pengawalan teknologi zeolit tentang uji mutu dan uji efektivitasnya, serta pengawasan kualitasnya yang beredar di pasar hendaknya dilakukan secara berkelanjutan;
2.
Penyuluhan inovasi teknologi zeolit dengan cara melakukan demonstrasi plot, sehingga petani cepat memahami perananan zeolit terhadap peningkatan produksi;
3.
Penyeragaman pengukuran KTK zeolit untuk keperluan pertanian karena perbedaan pengukuran KTK zeolit dipastikan menghasilkan nilai KTK yang berbeda;
4.
Penentuan kualitas zeolit ke dalam 5 kelas berdasarkan nilai KTK-nya; kelas satu (KTK ≥ 100 cmol(+) kg-1), kelas dua (KTK ≥ 80-100 cmol(+) kg-1, kelas tiga KTK 60-80 cmol(+) kg-1), kelas empat (KTK 40-60 cmol(+) kg-1, kelas lima (KTK ≤ 40 cmol(+) kg-1, dimana makin besar KTK maka semakin mahal harga zeolit. DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, M., M. Soepartini, dan Didi Ardi. 1990. Status hara Zn dan pemupukannya di lahan sawah. Halaman 427-464. Prosiding Lokakarya Nasional efisiensi penggunaan pupuk V. Cisarua, 12 dan 13 November 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Al-Jabri, M. 2008. Kajian metode penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah untuk lahan pertanian terdegradasi. Jurnal Standardisasi. Vol. 10, No. 2. BSN. Ames, L.L. 1960. Cation sieve properties of clinoptilolite. Am. Mineral. 45:689-700. Annonimous. 2007. Revitalisasi pemanfaatan bahan pembenah tanah untuk
548
Tantangan dan Peluang Pengembangan Pembenah Tanah Zeolit
meningkatkan efisiensi pemupukan di Indonesia. Kerjasama penelitian antara Balai Penelitian Tanah Badan Litbang Pertanian, Depatan dengan Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal, Deptan. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit. IPB. 290 halaman. Bachrein, S., Nina S. Dimyati, dan A. Dimyati. 1997. Pengkajian pupuk mineral Zeolit Zeo Agro G. Super pada tanaman padi sawah tadah hujan dan berpengairan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lembang. Badan Litbang Pertanian. BBSDLP 2006. Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Inventarisasi Lahan Terdegradasi. Laporan akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Provinsi DATI I Lampung. 1996. Pengujian pemupukan penggunaan ZKK (Zeo Kap Kan) terhadap produksi padi sawah dan padi gogo di Provinsi Lampung. Fuji, Shigeharu. 1974. Heavy metal adsorption by pulverized zeolites: Japan. Kokai 74,079,849, Aug. 1, 1974, 2 pp. Husaini. 2007. Karakteristik dan deposit pembenah tanah zeolit di Indonesia. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung. Dipresentasikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk, Mendukung Peningkatan Produksi Beras, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Deptan. Bekerjasama dengan konsorsium Pembenah Tanah Indonesia pada 5 April 2007 di Jakarta. Pond, W. G., and F. A. Mumpton (Ed). 1984. Zeo-agriculture: Use natural zeolites in agriculture and aquaculture. International Committee on Natural Zeolite, Westview Press, Boulder, CO. Prakoso, T. G. 2006. Studi slow release (SRF): Uji efisiensi formula pupuk tersedia lambat campuran urea dengan zeolit. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Prihatini, T, S. Moersidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh zeolit terhadap sifat tanah dan hasil tanaman. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 7: 5-8. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departeme Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1997. Statistik Sumberdaya Lahan/Tanah Indonesia. Puslittanak, Badan Litbang Pertanian., Bogor. Simanjuntak, M. 2002. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian. Program Studi Ilmu Tanah S-1. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Suwardi and Goto, I. 1996. Utilization of Indonesian Natural Zeolite in Agriculture. Proceedings of the International Seminar on Development of Agribusiness and Its Impact on Agricultural Production in South East Asia (DABIA), November 11-16, 1996 at Tokyo. Suwardi. 2007. Pemanfaatan zeolit untuk Perbaikan Sifat-sifat Tanah dan 549
M. Al-Jabri
Peningkatan Produksi Pertanian. Disampaikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk Mendukung Peningkatan Produksi Beras, di Departemen Pertanian, Jakarta 5 April 2007. (Tidak dipublikasikan). Torii, K. M., M. Hotta, and M. Asaka. 1979. Quantitative Estimation of Mordenite and Clinoptilolite In Sedimentary Rock (II). Journal Japan Association Mineral Economic Geology 74 (8). Townsend, R. P. 1979. The properties and application of zeolites. The Proceeding of A Conference Organized Jointly by the Inorganic Cehemicals Group of the Chemical Society and the Chemical Industry. The City University, London, April 18th – 20th.
550