-196-
UNIVERSITAS I'||A MOR B AL T A N GGUJA NG TINGGAL LANDAS PEMBANGUNAN DALAM ERAMENYONGSONG
0 1 e h: H . A . R .T 1 l a a n GunuBesanPendldikan IKIP Jakanta
0nas1 llmiah pada Dles Natalls XXVI Univensltas Flau Pekanbanu, I oktobeF 1988
-197-
TANGGUNG JAWASMOMI, UNIVERSITAS DAI"AMMA MEI\'yONGSONG TINGGAI I."ANDAS PANBANGI'MN 01eh: Prof.Dr. H.A.R. Tilaar, S.P., M.Sc.Ed. Guru Besar Pendidikan IKtrF Jakarta PEMAHULUAN Pertama-tama ijinkanlah saya mengucapkanrasa terima kasih yang mendalamkepada pinpinan Universitas Riau, khususnya kepada Saudara Rektor Profesor Dr. Muchtar Lutfi yang telah nemberi kehormatan rnengundang saya berkunjung ke tanah Riau yang permai ini untuk menyampaikanorasi ilmiah bertepatan dengan Hari Wisuda Universitas Riau yang ke-XXVI, yang bertepatan pula dengan Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Pada hari yang istimewa bagi sivitas akademika IINRI yang hari ini melepas akan sejumlah sarjananya untuk memulai pengabdiarurya kepada pembangunanmasyarakat dan bangsa Indonesia, marilah kita padukan hari bahagia itu dengan hari bahagia nasional HAPSA(Pancasila. Momentum ini telah memberi inspirasi pada saya untuk menelaah masalah tanggung jalab moral lenbaga pendidikan tinggi dewasa ini bagi bangsa Indonesia, untuk masa depan, ialah ikut mewujudkanmasyarakat Pancasila" Masalah tanggung jawab moral universitas
dalam @ii ini mengandung Pertama, secara moral pembangunan masyarakat dan bangsa Indonesia tidak terlepas dari tanggung jawab universitas sebagai suatu sub-sistem dari kehidupan masyarakat dan negara. Kedua, rmiversitas itu sebagai
dua arti:
suatu pranata sosial dalam masyarakat Indonesia, merupakan wadah bagi penganalan Pancasila bagi para anggota masyarakatnya. Kedua paradigma yang menjadi pokok-pokok sentral dari orasi ini kemudiandiletakkan datarn tatanan pemikiran mengenai gerak masyarakat dan bangsa Indonesia yang akan memasuki Repelita V sebagai era pembangunanyang akan memantapkan kerangka landasan pembangunannasional menuju era tinggal landas, ialah era industrialisasi. Apabila dalan orasi bukan berarti
ilmiah
ini
saya mengambil tema mengenai moralitas
bahwa saya ingin mengurangi prioritas
pembangunannasional
_r98_
yang telah ditetapkan oleh MPR ialah menitik beratkan pada sektor masalah moralitas ini karena seperti ekonomi. Alasan pokok mengemukakan dari tahun lalu bahwa pembangunanbusepul-uh Soedjatmoko lebih ungkapan perlu diserasikan dengan tujuan makan hanya suatu proses ekonomi tetapi kita
pembangulun syarakat yang lebih luas. Kalau tidak demikian maka vitalitas itu akan mengalami stagnasi. Boleh dikatakan seluruh keputusan dan kebijakan pembangunan mempunyaiimplikasi etis dan moral'. hanya semata-matamerupakanwahana pe(learning capacity of a nation), tidak ningkatan daya-belajar masyarakat Oleh sebab itu apabila uriversitas
akan memadai bagi terwujudnya suatu kerangka landasan pembangunanyang rnantap, Inplikasi etis dan moral suatu rancangan penbangunan nasional Inilah perlu secara sadar dan sedini rnungkin telah diidentifikasikan. yang disebut daya-nalar moral (moral reasoning) yang harus dikembangkan oleh universitas. Lebih-1ebih lagi dalam memasuki dunia informasi yang dikuasai oleh iptek dalam masyarakat industri rnengandungbanyak bahaya selain peluang-peluang. Apabila bahaya tersebut tidak disadari maka kita sendiri di dalannya, dan dengan dernikian akan terperangkap dan terjerat sulit untuk menggunakanpeluang-peluang yang terbuka untuk meningkatkan taraf hidup kita ke tingkat yang lebih berkualitas. Sebelum saya melanjutkan orasi ini ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian ilmoral'r dalam uraian ini. Pengertian rrmoralrr sering digunakan silih berganti- dengan pengertian t'etik'r. Hal ini terjadi karena yang menjadi dasar tindakan manubergerak. Hidup dan gerak manusia dihidup dan sia. Manusia bukan hanya dasarkan oleh suatu motif atau tujuan, bukan hanya sekadar instink. Gerak keduanya berkaitan dengan sistem nilai
teleologis, artinya berdasarkan suatu rangkaian nilai. atau rangkaian nilai itu ingin diaktualisasikan melalui gerak tersebut yang disebut I'tindakan'r. Hal ini berarti bahwa "tindakan'r manusia bukanlah sesuatu yang otomatis tetapi berdasarkan suatu hasil penalaran atau pemilihan dari suatu untaian nilai. Apabila 'retik'r berkaitan dengan manusia bersifat
Nilai
1. Soedjatmoko, "Beberapa Fikiran Maret 1976, hal. 33
tentang
Perguruan Tinggirr,
Prisma,
-199-
maka rtmorailr berkaitan dengan tindakan manusia sebagai keseluruhan dalam suatu hidup bersama yang mengakui suatu suatu susunan nilai
tertentu,
rangkaian nilai yang perlu dipatuhi'. Etik-profesi dosen misalnya menuntut seorang dosen menguasaiilmu yang akan diajarkannya dan cara mengajarkannya. Namm dapat saja seorang dosen mematuhietik profesinya namun sebagai anggota masyarakat bisa saja seorang dosen itu tidak bermoral, dan oleh sebab itu pula dapat memupus etik profesinya sebagai dosen. Universitas sebagai suatu pranata sosial masyarakat, dipadukan oleh yang mengatur dan mengarahkanmasyarakat universi-
suatu rangkaian nilai
tas itu dalam suatu kehidupan nasional yang lebih 1uas. Tri Dharmaperguruan tinggi merupakanuntaian nilai yang menjadi barometer tanggung jawab perguruan tinggi dalam masyarakat Indonesia. Dengan paradigma ini, perguruan tinggi
tidak dapat dipisahkan dari perr,,iujudannilai-nilai
yang
secara makro mengatur dan mengarahkanmasyarakat Indonesia, ialah nilainilai Pancasila. Universitas yang mewujudkannilai-nilai Pancasila dalarn kehidupan kampusmerupakanuniversitas yang bertanggung jawab moral terhadap kehidupan bangsa. Sebaliknya, universitas yang melepaskandiri dari usaha meuujudkannilai-nilai Pancasila merupakantindakan yang tidak mempunyai tanggung jawab moral. Uraian selanjutnya akan menelaah suatu pandangan makro mengenai fungsi universitas
dalam menyongsongera tinggal
suatu uraian mikro mengenai universitas
landas, diikuti
dengan
sebagai wadah pengamalanPanca-
sila, dan selanjutnya suatu tinjauan integral kedua analisis rnakro dan mikro tersebut yang berkaitan dengan tanggung jawab moral universitas sebagai lembaga sosial yang mempersiapkanpara pemimpin bangsa di masa depan. Akhirnya akan dibahas masalah otonomi universitas yang berkaitan dengan kebebasan akademik yang rhencakup kebebasan mimbar dan kebebasan ilmiah.
2. Lihat: Franz Magnis - Suseno, Etika Dasar, hal. 18-19. Lihat pula: W. Poespoprodjo,@Ef-MbIgl, haI. 2-I7. Disini dijelaskan secara etimolog.is asal usul etika dari bahasa Yunani ettros-.yang berarti kebiasaan, sedangkanmoral berasal dari bahasa Latin-i65 yang juga berarti kebiasaan. Di dalam perkembangannyaetik berkenaan dengan prinsip-prinsip yang mendasari perbuatan manusia, sedangkanmoral berkenaan dengan kebenaran dan kesalahan perbuatan manusia sebagaimanadiketahui oleh akal budi "
200 -
I. Universitas Sebagai Menara Pembangunan Kita semua mengenal ungkapan |Universitas sebagai Menara Gading't pada akhir ini muncul pula ungkapan I'Universitas sebagai Menara Badan tu'r. Kedua ungkapan tersebut pada hakekatnya mempunyaiciri yang sana, ialah menunjukkansikap angkuh dan congkak dari universitas yang membuat sendiri sebagai kasta elite dalam masyarakat. Kedua pandangan
dirinya
hidup dalan pengasingan penjara kecongkakan dan arogansinya dan oleh sebab itu melepaskan diri dari tanggung jawab moralnya sebagai suatu pranata sosial yang seyogyanyamenjadi pelopor getersebut membawa universitas
rak dan perubahan sosial rnenuju kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas. Inilah ciri universitas dalam masyarakat feodal, yang membuatkesenjangan yang lebar dan permanen antara golongan penguasa dengan rakyat. universitas semacamitu adalah anti perubahan, anti
Dengan sendirinya
pembangunan dan anti demokrasi. Universitas yang duduk di atas menara gading itu akan berpedomankepada 'rilmu untuk ilmu" dan bukan rrilmu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia". Bahwa hasil kemajuan iptek akan berguna bagi kehidupan adalah akibat yang kebetulan saja dari kemajuan ilmu pengetahuan.itu din bukan sebagai tujuan. Aliran me ini
melanda universitas-universitas
di
intelektualis-
Barat sampai abad ke-18 dan
baru berubah pada masa revolusi industri yang muncul seperti sitas
dengan beraneka pendekatan hidup oksperimentalisme dan pragmatismeJ. Kemilau univer-
yang bertengger di atas menara gading mulai pudar. sejalan dengan di dunia Barat. Revolusi Perancis yang men-
perubahan sosial dan politik cabik-cabik
feodalisme, revolusi
industri
yang memunculkanmesin-mesin
yang mengganti tangan dan kaki manusia, membawa kepada perkembanganpesat ilmu-ilmu alam dan teknologi, serta ilmu-ilnu sosial dan politik. Sayang sekali kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahun alam dan sosial politik disertai dengan berkembangnyakolonialisme dan imperialisme Barat, yang mungkin diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan itu merlukan pasaran hasil-hasil rah. Di sini
kita lihat
sendiri
yang me-
industrinya dan bahan baku industri
yang mu-
bagaimanauniversitas
menjadi tidak berdaya dalam
mengarahkankemajuan ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan tersebut
5. J.S. Brubacher, Willis 3 7 3 - 3 74 .
Rudy, Higher Education in
Transition,
hal.
207
di.jadi.kan alat bagi keserakahan segelintir manusia untuk memperkayadiri di atas kesengsaraan dan kepapahan negeri-negeri jajahan yang terus nenerus dieksploitasi menjadi miskin dan tetap bodoh. Inilah akibat pandangan 'rilmu untuk ilmurt, atau ilmu itu buta-nilai atau bebas-nilai4. Kecenderungan untuk melihat trilmu bebas-nilairt dalam arti tertentu masih hidup dengan subur di masa ini dengan menggrmakan jubah demi untuk kemanusiaan. Apabila kecenderungan ini tidak dikoreksi atau disadari, bukan tidak mungkin bencana kehidupan manusia di planet buni ini akan menuju pada katastrof lihat
atau terancam keptmahan. Bayangkansaja betapa ngerinya kita meperlornbaan persenjataan atau Perang Bintang dengan senjata-senjata
nuklir,
atau kemajuan-kemajuandalam bidang bioteknologi yang dapat mengguncangkan tata hidup manusia". Bukan suatu rahasia bahwa kemajuan ilmu pengetahuandan teknol0gi itu ditopang oleh penelitian sejunlah universitas besar dan terkenal di dunia yang melacurkan diri memperolehjutaan do1lar sebagai kontrak penelitian senjata-senjata maut tersebut. Memang kita tidak akan menutup nata atas hasil-hasil positif yang telah disumbangkan oleh dunia tmiversitas dalam neningkatkan taraf hidup manusia misalnya dalam bidang pertanian dan medis, serta menanbahkegairahan hidup nanusia'dengan produksi teknologi dalam menjadikan hidup manusia lebih menyenangkan. Kegirisan terhadap penyalah-gunaan kemajuan ilmu pengetahuan bukanbahwa dunia universitas hanya menerapkan ilmu pengetahuan terhadap masalah-masarahyang timbul dalam kehidupan. universitas merupalah berarti
kan pula pusat pengembanganilmu pengetahuan dengan mengembangkanstruktur teoretik sehingga bisa mengembang menjadi pengetahuanbaru dengan menunjuk kepada arah penelitian-penelitian baru, selain menambahWtazanah
4. Bandingkan: Mohamnad Hatta, Tantangan Masa kepada Ilmu-ilmu Sosia'1. ha1.34:36.. Lihat pufa: Uotranrn ! Inteligensia, haI. 25-26. 5. Lihat: Albert Sasson, Biotechrologies: challenges and promises. hal. 294-298 mengenai usaha dalam "genetic engineering". Lihat pula nada hati-hati terhadap lternajuan teknologi terhadap kebudayaan, dalarn Mochtar Lubis, Transfoirnasi Buday? untuk i"lasa Depan, hal. 64. Demikian puta Haryono-TfrEfrl-T6f6ifiE5h Bioetika bagi Kita?, BASIS, XXXV, hal.32I-535. Malahan akhir-akhir ini para akhli telah meramalkandatangnya Bio-Logic Age sesudah Infornation Age yang akan melahirkan Synthelic M---Man-l--Iihat: Samuel E. Bleecker,rr The Bio-Logic Age: The Merging of Man and Machiner', dalan The Futurist, May-June, 1988.
-202-
ilmu pengetahuan yang sudah ada. Kepeloporan universitas
dalam pengem-
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi masih tetap dominan, terutama di dimana pusat-pulat penelitian yang biasanya dibantu pen-
dunia ke tiga
danaarmyaoleh industri
masih belum berkembangseperti di dunia maju.
Posisi lain yang dapat diambil oleh universitas
ialah menjadikarurya
sebagai suatu Menara Batu atau sebagai suatu monumenrujukan yang mati tanpa dialog dengan masyarakat sekitar dan nasyarakat bangsanya. Universitas rnenjadi sejenis museumilmu pengetahuanyang anti kemajuan dan oleh Universitas "can do no
sebab itu anat anti modernisasi alias konservatif.
rrTong'r, dimana secara karikaturis universitas itu digambarkan sebagai gedung-gedung tua yang berlurnut dan dihuni oleh para guru besar yang telah uzur dan linglung. Universitas menjadi benteng terakhir bagi pelestarian warisan nenek moyang. Ada banyak faktor yang dapat membawa lembaga pendidikan tinggi
itu
sebagai Menara Batu. Aspirasi masyarakat yang masih mengagungkandiploma menyebabkanarus masuk ke universitas hampir tidak terbendung. Dengan sarana belajar mengajar yang minim, ditambah dengan usaha mencapai target dan bukan kepada kualitas, telah membawakepada budaya universitas
masyarakat kampus yang mediokritas,
demikian kritik
Loekman Soetrisnoo
Mediokritas membawakepada sikap gampangantanpa adanya ketekunan, apalagi untuk mengejar keunggulan (excellence). Dengan demikian masyarakat universitas kehilangan daya pendorong ialah motivasi untuk mengejar "kebenaran" (truth) tetapi ttkebenerenrr.Keberadaan seorang mahasiswadi d,alan kampus karena rrkebeneren" saja, dari pada nenganggur baru-baru ini.
dan tanpa menyandang gelar
akademik. Akibatnya ialah kehidupan karnpus tanpa idealisme. Suasana "kebeneren'r ini juga menimpapara dosen. Keberadaannya di kampus juga "kebeneren'r dari pada tanpa pekerjaan (sebagai pegawai negeri) dan jarninan hari tua. Suasanamasyarakat universitas yang membatu ini
telah menjadi suatu lingkaran
setan dimana prestasi
ilniah
bukan lagi menjadi budaya masyarakat kampus. Para mahasiswa tidak diajak 6. Lihat: Dr. Loeknan Soetrisno: rrMediokritas Rugikan Modernisasi Bangsa", K0MPAI!,Kamis, 25 Agustus 1988. Dari segi lain Nugroho Notosusanto menyebut universitas sebagai Menara Air yang krannya tinggal dibuka atau dibuka orang lain. Beliau mengusulkanuniversitas sebagai Menara Api yang memberi penerangan bagi sekitarnya. Lihat: Nugroho NotosusanAlma Mater, hal. 38 to, MenegakkanWawasan
_203-
untuk menggeluti dunia ilmu pengetahuan, nenggali dan menginterpretasikan ilmu yang ada sehingga ilmu itu berkembang.Yang terjadi ialah penanaman nilai-nilai dan ilmu pengetahuanyang kebanyakansudah ketinggalan janan. Selanjutnya yang dihasilkan ialah "mahasiswa resep"' yang sekadar rnenggunakan keberadaan I'kebeneran" nya di kampus. Universitas menjadi pabrik diploma. Budaya kompetisi dianggap tabu karena dianggap mengganggukondisi keseirnbangan. Pada hal keadaan keseimbanganmerupakan suatu proses yang dinamis dan mengalami nomen-momen transformasi menuju posisi keseimbanganyang lebih tinggi. Yang menjadi masalah ialah bagaimanamencipyang kondusif bagi terjadinya proses inovasi. takan momen-momen Universitas sebagai Menara Batu akan menjadikan masyarakat elit itu sebagai katak di bawah tempurugr Iang seharusnya lembaga itu menjadi pelopor pembaharuan.Dalan keadaan yang demikian terjadilah involusi atau kemandegankebudayaan. Bagaimana seharusnya fungsi universitas dalarn era pembangunansekarang? Konsekuensi logis dari universitas sebagai bagian dari kebudayaan yang hidup ialah universitas berfrmgsi sebagai }fenara Pembangunan.l{asalah ini
menjadi semakin penting dan mendesakdi negara berkembangmengingat pendidikan tinggi nerupakan investasi yang cukup besar dan biasanya rnendapat subsidi terbesar dibandingkan dengan jenjang pendidikan laine
nya".
Dalam hubungan ini
muncul pemikiran untuk mengawinkan sifat pendiiiikan idealisme tinggi dengan kebutuhan pragmatismedilihat dari kebutuhan dana dari masyarakat khususnya dunia industri untuk ikut mernbiayai penelitian-penelitian di perguruan tinggi9. Sikap pragmatisme perguruan tinggi
tidak perlu berarti mengorbankanmisi perguruan tinggi sebagai instansi terakhir pencari kebenaran. Perguruan tinggi tetap menjaga citranya untuk nencari yang terbaik (excellence) sambil mengarnalkan
7. Ibid. 8. EmmanuelJimenez, The Public Subsidization of Education and tlealth in Developing Countries, 9. Lihat tulisan Iskandar Alisyahbana rrAntis i dan Partisipasi Baru bagi Perguruan Tinggi di Indonesiatr, dalarn Pembaharuandan Kesadarar Menghadapi Kesadaran Menshadapiabad ke 21 21., hal. 439. @tan rrFaculty Irving H. Buchen, for the Future'r, dalam The Futurist, Nov. D e c . 1 9 8 7 .h a l . 2 5
-204-
ilmu pengetahuan bagi tujuan pembangunanialah menciptakan suatu masyarakat Indonesia yang lebih baik dari hari ke hari dari Repelita ke Repelita berikutnya. Misi
sebagai Menara Pembangunannempertanjakan pula dalan pembaharuantata nilai dan pranata sosial masya-
universitas
fuagsi universitas
rakat dalam Repelita V10. Uniuu.ritas sebagai suatu bentuk nasyarakat, artinya salah satu pranata sosial yang bahkan sangat strategis' haruslah juga menjadi panutan bagi perubahan tata nilai. Masyarakat kampus akan merefleksikan pembangunanyang berbudaya di dalam kehidupannya. HaI ini berarti bahwa karnpusuniversitas bukan hanya mencerminkanbangunan arsitektur
yang khas Indonesia dan daerah, tetapi
bahwa karnpusitu nilai
yang lebih penting ialah
nilaisendiri mencerninkan penggalian dan pengembangan
budaya yang luhur dalan seluruh tindakan dan kegiatannya. Sifat serta misinya mencari keunggulan (excellence) dan
kepeloporan universitas
idealisme akan menjadi pusat gerak dari penbangunannasional yang berbud"yal1. Sudah tentu untuk menjalankan misi universitas yang demikian pendukmg seperti perpustakaan perlu didukung oleh fasilitas-fasilitas yang merupakan jantung kehidupan akademik, sarana-sarana penyelenggaraan kegiatan seni dan budaya serta kegiatan intra-mural lairnya. Hampir seluruh kampus kita masih gersang, baik dalarn pengertian fisik naupun dalam prograrn kegiatan akademik serta seni dan budaya. Dalam kaitan i.ni pembangunan kampus harus diarahkan kepada lahirnya suatu perkampungan kampus (kampus village)
di mana kampus itu
sendiri merupakansuatu miniatur ke-
hidupan yang nyata dan secara organik merupakan bagian dari kanpung di sekitarnya yang lebih b"satlz.
10. Keteta
-keteta
kehidupan
MPR-RI Maret 1988, hal. 48
11. Ibid., hal. 70 12. Bandingkanfungsi universitas di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Apabila Inggris nenekankan pada I'gentlemanrr, Jerman pada penelitian akademik, maka Anerika menekankanI'to serve actively the basic needs of American life". Lihat: Brubacher. op.cit. hal. 378. Mengenai trend dinanjka sosial fem6a$:Iem6aga akademik, lihat Wolfgang Nitsch, Walter We11er, Social Science Research on Higher Education and Universities, Part I : Trend Report, hal. 238-459.
-205-
Universitas
sebagai Menara Pembangunandi mana kehidupan kampus me-
rupakan suatu budaya yang merefleksikan cita-cita daya tentunya meminta syarat-syarat
pembangunan yang berbu-
kepemimpinan khusus. KepernimpinanMe-
nara Pembangunanadalah seorang administrator
budaya yang rnempunyaivisi
ke masa depan dan tetap menempatkankehidupan universitasnya dalam dimensi waktu dan tempat yang nyata" Hal ini berarti bahwauniversitas rnenjadi pelopor ide dan pemberi inspirasi kenyataan
bahwa di
pembangunandi daerah. Adalah merupakan
dalam universitas
terkurnpul
sunberdaya manusia potensi Sudah sewajarnyalah apabila universitas secara maksinal dimanfaatkan oleh penbangunandaerah. Hubunganuniversitas
daerah yang terbaik.
dengan daerah bukan hanya berupa perjanjian formal, tetapi haruslah merupakan suatu hubunganorganik. Seperti yang telah dikemukakan, tmiversitas bukan hanya secara fisik berada di daerah, tetapi juga jiwa dan tindakan tmiversitas
haruslah senafas dengan cita-cita
dan tujuan pembangunan di
daerahnya. Paradigma ini
bukanlah berarti bahwa universitas merupakan benteng penyanggah r.ntuk memupukrasa kedaerahan yang sempit. Universitas pada hakekatnya bersifat uniyersal karena ia mengembankebenaran yang universal. Nanun denikian keuniversalan nilai kebenaran mempunyaiwujudnya dalam ruang dan waktu yang bersifat konkrit. Selain itu universitas kita yang nerupakan mit-unit dari suatu sistem pendidikan tinggi nasional,
akan tetap memberikandimensi kesatuan dan persatuan dari seluruh di tanah air kita. Inilah dimensi tanggung jawab
masyarakat universitas moral secara vertikal
dari universitas,
yaitu
bahwa masyarakat universi-
tas di daerah adalah sebagian dari nasyarakat nasional. Dirnensi tanggung jawab secara horizontal ialah bahwa universitas bertanggung jawab secara moral pembangunan daerah tempat dia berada. Kedua dimensi tanggung jawab moral universitas,
secara keseluruhan menjadi daya dorong dan dinarnika
baik secara nasional rnaupunregional. Dalam posisi yang strategis itu, universitas merupakanbarometer pembangunan daerah, dan selanjutnya pembangtmannasional. Bangsa Indonesia yang heterogin merupakan uniyersitas
salah satu modal bangsa kita. Kebhinekaanbangsa dan masyarakat kita cenderung akan semakin majemuk dan rnenjadi potensi kerawanan di rnasa dep"nl3. D"1"* kaitan ini uniyersitas akan merupakan tali pemersatu per-
13. Lihat: Politik (penerbi
dan Strategi
Pertahanan KeamananNglara 1989-1993
206 -
satuan dan kesatuan nasional, dan sekaligus berfungsi untuk menetralisir akibat _pembangunan,karena partisipasinya berbagai benturan nilai-ni1ai yang nyata dalam rnemecahkanrnasalah-rnasalah pembangunandi daerahnyal4. Demikianlah hakekat universitas sebagai Menara Pembangunan. II.
Universitas sebagai WadahPenganalanPancasila
Apabila kanpus merupakan Menara Pembangunan,maka secara logis kampus adalah wadah pengamalanPancasila oleh sebab pernbangunanitu sendiri adalah pengamalanPancasila. Dalam kaitan ini kampus universitas mengemban dua fungsi sekaligus. Sebagai Menara Pembangunan,masyarakat kampus merupakan wadah pengamalan sila-sila
dalam Pancasila dalam melaksanakan mempunyairnisinya yang khas
Tri Dharmanya.Selain itu kampus universitas
sebagai masyarakat akademik mempunyaitanggung jawab rnoral untuk Pancasila itu dalam idee dan pelaksanaarmya semengkaji, mengembangkan ialah
hingga Pancasila itu tidak merupakansuatu dogmayang mati, tetapi merupakan suatu 'rWeltanschauungtr bangsa Indonesia yang terus maju dan berkernbang. Pengalamanyang berhasil maupunkegagalan-kegagalan dalam rnelaksanakan Pancasila itu
merupakan masukan yang sangat berharga dalam menyen-
purnakan penafsiran dan pelaksanaan Pancasila itu
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kedudukandan fungsi universitas yang khas itu merupakan wadah yang pdling tepat untuk pengembanganide serta pelaksanaan Pancasilal5. A. Pembangunan sebagai PengamalanPancasila. Marilah kita analan Pancasila,
sejenak apakah makna pembangunansebagai pengsebelun ditinjau fungsi universitas dalam proses dan lihat
pelaksanaan pengamalan itu, kampusuniversitas
dan selanjutnya bagaimana masyarakat atau itu sendiri sebagai wadahpengamalanPancasila itu.
t4. I b i d . h a 1 . 3 8 1 5 . Soeharto, SambutanPresiden Republik Indonesia pada Peringatan Dies Natalis ke-XXVUniversitas Indonesia. hal.I1
207
Seperti. kita telah setujui dan yakini bersama seperti yang tertera dalam GBIINbahwa tujuan pernbangunan nasional ialah mewujudkanmasyarakat adil makmuryang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasi1a16. Dengankata lain tujuan penrbangunan nasional ialah merujudkan Masyarakat Pancasila yaitu: "masyarakat yang sosialistis
religious dengan ciri-ciri
pokok:
tidak membenarkanadanya: kemelaratan, keterbelakangan, perpecahan, pemerasan,kapitalisme, feodalisme, kolonialisrne dan imperialisme ; Karenanya harus bersama-samamenghapuskannyadan menghayati hidupnya dengan kewajiban: taqwa pada Tuhan Yang Mahaesa, cinta pada Tanah Air, kasih sayang pad.a sesana mapusia, suka bekerja dan rela berkorban urtuk kepentingan rakyat."I/ Tugas khusus universitas yang sesuai dengan fungsinya sebagai Menara Pembangunan ialah mengkaji rencana-rencana pembangunannasional, atau pengamalanPancasila dengan objektivitas dan kebenaran ilmiah agar pelaksanaannyaterjamin berhasil dan selamatl8. Berkaitan erat dengan peningkatan universitas dalam tanggung jawab moralnya terhadap pembangunan nasional ialah kemampuan meneliti dan kebebasan akadenik. Sejak Pelita I usaha kita tmtuk meningkatkan kemarnpuan penelitian di perguruan tinggi terus saja meningkat meskipun belum memenuhi kebutuhan kita karena keterbatasan dana. Kebebasan akademik merupakan suatu "conditio sine qua non't bagi mati hidupnya rmiversitas, karena dari situlah dapat dijamin objektivitas serta kemajuan ilmu pengetahuan, termasuk kajian mengenai ide dan pelaksanaan Pancasila yang dapat disumbangkan kepada pembangunanbrngs"19, Nanun demikian masalah kebebasan akadernik kerap kali sensitif
nenjadi isu yang
terutama di negara-negara'uuda.
Kebebasanakademik dalam masyarakat Pancasila tentunya berbeda dengan kebebasan akademik di negara-negara lain apalagi di negara-negara maju yang telah mapansistem politik dan ekonominya"
16. Ibid. 17. I6-ia. 18. T6idl re. TEi;i.
hal.7 hal. 19 ha1.8 hal 20
-208_
Pancasila sebagai pegangan hidup menuntut adanya kebebasan yang bertanggung jawab, Artinya di dalam melaksanakankebebasan akademik kita (freedorn from) dan I'kebebasanperlu nembedakanantara "I"E9"!gn:9gr!' untuktr (freedom for). Di dalam "kebebasan-dari'r kita bersifat pasif karena hal itu adalah hak azasi kita. Contoh: Kebebasandari kemelaratan, kebebasan darj. penekanan rohaniah, kebebasan dari kebodohan. Dalam "kebebersifat aktif sehingga ada unsur memilih. Contoh: kebebasan untuk nenenukan dan memilih kebijaksanaan pembangunan.Secara basan-untukil kita
terperinci,kebebasan-untuk"
mengandung unsur-unsur :
a. Peluang untuk menemukan dan memilih alternatif, b. Melaksanakandan bertanggung jawab atas alternatif c, Disiplin,
Tarpa disiplin,
yang dipilih.
kebebasanakan menjadi tanpa arah.
Ketiga unsur tersebut menunjukkanotonomi manusia yang bebas tetapi juga tidak terlepas dari tanggung iawabz0. Tanggung jawab itu harus diwujudkan oleh nanusia dalam ruang dan waktu. Inilah
yang disebut kebebas-
aa eksistensial2l. Kebebasaneksistgnsial merupakansisi lain dari tanggung jawab. Semakin besar kebebasan itu senakin besar pula tanggung jawab yang menyertainya.
Alfred
North Whitehead" menyatakan bahwa terdapat suatu siklus antara kebebasan dan disiplin dalam pelaksanaan tanggung javab manusia. Setiap kebebasandiikuti dengan disiplin dan seterusnya dengan kebebasan. ini perlu karena kebebasan akan membuahkanimajinasi, sedangkan
Siklus
setiap imajinasi perlu diarahkan kepada pilihan yang telah diarnbil. Dalam Repelita IV bangsa kita
sudah sepakat untuk menjadikan Panca-
sila sebagai satu-satunya azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adalah merupakan tanggung jawab moral universitas untuk mengkaji pelaksanaan azas-azas Pancasila dalam berbagai bentuk hidup bermasyarakat. Pengkajian itu haruslah dilaksanakan dalam kebebasanakademik penuh imajinasi dan kreativitas dalam usaha mepelaksanaan Pancasila yang telah diterima sebagai konsep-konep
dan disiplin, lahirkan
dalam arti
20. Lihat Magnis-Suseno, op.cit. disebut kebebasanmoral.
hal.28-30.
Dalam uraiannya hal
21. Ibid. hal.40 22. Alfred North ltrhitehead, The Aims of Education, hal. 39-40
ini
-209-
penalandasan falsafah negara dan masyarakat Indonesia. Tanpa disiplin, mungtidak kebebasan tanpa sebaliknya aral, tanpa laran akan mengambaag yang pengkajian Tanpa berpikir. kin rnelahirkan imaginasi dan kreativitas akan menjadi operasional atau ideologi-kerja, tetapi sekadar menjadi semboyantanpa maknaatau menjadi semacan-'rideoloPembangunansebagai pengamalan Pancasilaz4 perlu gi y"ng otoriter"Z3. dikaji, misalnya mengenai tanggung jawab sernuagolongan untuk neletakkan
nendalam Pancasila tidak
nasionall bagaimana landasan moral, etik, dan spiritual bagi pembangrman penghapusan vtarganegara, meningkatkan martabat serta hak dan kewajiban kesengsaraan dan ketidakadilan; pembinaan persatuan melalui mernperkokoh demokrasi Pancasila sistem politik kesetiakawanan sosial; mengembangkan nasional yang dinamis melalui pengernjawab politik warganegara, meningkatkan dan tinggung bangan kesadaran pembangunanmenuju penerataan pertunbuhan ekononi yang dikaitkan dengan yang mampunemelihara stabilitas
kemakmuranhidup yang berkeadilan. Universitas fiempunyai tanggung jawab rnoral rmtuk meneliti dan membuat kesatuan tafsir mengenai Pancasila dan pola pengetrapannya yang jelas. Selanjutnya penelitian ilmiah diperlukan bagi penyusunansuatu sisPancasila yang merupakan induk bagi pengembanganilmu-ilnu tem filsafat khusus 1ainny"25. M"ng"p" penelitian ini dirasakan sangat penting? Manusia adalah tujuan dan sekaligus pelaku pembangunan.01eh sebab itu masalah manusia Indonesia perlu dikaji dari berbagai segi agar diperoleh suatu gambaran manusia Indonesia yang lengkap. Pada akhirnya ganbaran manusia Indonesia itu bertolak dari suatu konsep dasar mengenai kehidupan nanusia yang kita anggap paling baik. Kita sudah sepakat bahwa kehidupan 23. Lihat: rrBeberapaCatatan dari Diskusi Akademi Leinena Jakarta", dalam ' Buletin AkaderniLeimena, No.Z, Thn I, hal. 59. Nasional sebagai Pengamalan Pan24. Lihat: T.B. Simatupang, "Pembangunan , o,2, casila menuju tinggal landastt, dalam Buletin Akademi L e i m e n a N Thn I, hal. 19-20 25. Soeharto, Pidato Presiden pada UPacara Peringatan Ulang Tahun ke-25 Universitas Gajah Mada, hal 17
-210-
yang berdaIndonesia ialah penghidupan manusia yang terbaik bagi manusia sentral karena manusia itu adalah titik sarkan Pancasila. Selanjutnya' menharuslah kenanusiaan maka dimensi dari Pancasila dan pengamalarurya' Ininasionalpembangunan pancasila itu daram dominasi operasionarisasi haruslah bahwa penbangunannasional lah makna ungkapan dalam GBHN1988 kemanusiakarena sarat nilai-nilai merupakanpembangunanyang berbudaya annya. universitas sebagai pusat pengemDemikianlah tanggung jawab moral dari sangat penting dan strategis karena bangan ilmu pengetahuan sungguh Pancasila teoretik maupunoperasional situlah dapat twbuh konsep-konsep Indonesia' negara sebagai Weltanschauungbangsa dan sebagai WadahPengamalanPancasila B. Masyarakat-Karnpus Sebagai bagian dari maKampusuniversitas adalah suatu masyarakat' sendirinya dijiwai oleh nilai-nilai syarakat Indonesia, kampus dengan wadah pengamalanPancasila' Ada Pancasila, atau lebih jelas lagi menjadi PanPertana' kampus sebagai masyarakat beberapa hal yang akan disoroti: manusia Indonesia sebagai titik casila, yang oleh sebab itu menempatkan dan sarana tempat terbentuknya manusentral' Kedua, kampusadalah wahana Pancasila adalah nanusia yang sia Indonesia Pancasila' Ketiga' manusia nerdeka. (1) sebagai prinsip sosial' kemerdekaanmenurut Peters: (2) manusia adalah makluk yang memitidak ada kemerdekaanIang mutlak' lih, (5) adanYaotonomi26' ilkemerdekaanuntuk" dan bukan t'kemerdekaKemerdekaanitu merupakan tanpa pengakuan manusia sebagai an-dari segala-galanya'r' Selanjutnya' Ada 3 ciri
makhlukyangmemilihtidakmungkinadanyaalternatifsertapengenbangan tidak tanpa pengakuanotonomi manusia imaginasi dan kreativitas. Akhirpya ciri merupakan yang adanya otentisitas mungkin memilih atau tidak mungkin otentisipengakuan yang otonom memerlukan makhluk yang memilih' Manusia dan kemauanyang keras' untuk refleksi' tasnya sebagai pribadi, kenampuan Nilai-nilaiinilahyangseharusnyamendominasikehidupankampusuniversisivitas akadenika' tas, yang menjiwai seluruh anggota
R.S. " iiiy,ffi. 26. Lihat:
Peters,
I'Freedorn and,the^Development
of
the Free Man", Feinberg
Joel Pura: tX1:i#'ulihat
.zLI.
Di dalam naungan kebebasan akadenik, diperlukan
pengakuan terhadap
otentisitas
nahasiswa dan dosen dan seluruh warga karnpus.Hal ini berarti bahwa hubungan antara mahasiswa dan dosen didasarkan pada pengakuan dan penghomatan akan otentisitas
pribadi masing-masing sesuai dengan status serta kewajibannya. Di dalam hubunganpergaulan antara mahasiswadan dosen yang dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila, masing-masing mempwryai tanggung jawab dan hak yang perlu dihormati, yang tertuang dalam siklus
kenerdekaan dan disiplin. Dalarn kaitan ini penerapan disiplin nasional dalan kehidupan kanpus pada hakekatnya nenyadari akan hak dan kewajiban masing-masing, baik dosen maupun mahasiswa serta anggota warga kampus lainnya dalam mencapai tujuan bersama masyarakat kampus, ialah suatu na1a syarakat ilmiah''. Kemanpuanuntuk refleksi atau kemampuan daya nalar diperlukan oleh seorang yang otonom. Seorang yang otonon adalah seorang yang dapat memilih, Dan seorang yang dlpat memilih dengan tepat adalah seorang yang sudah terlatih refleksi,
kemampuanrefleksinya. Masyarakat kampus adalah masyarakat artinya tingkah lakturya diarahkan oleh penalaran yang sehat dan
bukan didorong oleh enosi atau naluri-naluri
lainnya. Masyarakat kampus untuk dapat nengendalikan enosinya sehingga belajar menganalisa masalah secara jernih tanpa bias. Bukan berarti bahwa masyarakat kampus terbebas dari keputusan-keputusan yang subjektif. Setiap keputusan pada dilatih
hakekatnya adalah keputusan yang subjektif. Namunsifat subjektivitas keputusan tersebut telah diambil oleh secirang yang tetah menjadikan nilainilai Pancasila sebagai kisi-kisi dalam proses penganbilan keputusarurya. Kemampuanuntuk refleksi merupakan syarat (excellence) yang merupakansalah satu nilai
untuk
mengejar keunggulan
utama dalan kehidupan kampus. Budaya rnengejar keunggulan masih merupakannilai yang belum begitu beikembangdalarn kampus-karnpus kita, pada hal budaya i4i sangat dibutuhkan dalan masyarakat industri. Dalam kaitan ini persaingan yang sehat dalan kehidupan kampus perlu
dibudayakan karena persaingan adalah salah untuk rnengejar keunggulan (excellence). Kita biasanya giris mempersoalkannasalah rtpersainganrr dalam kehidupan kita, termasuk dalarn satu alat
27. Lihat: E.A. Mokodonpit. Disiplin Peranan-nyadi Lingku;ean
Nasional. Suatu Analisa lrlakro dan
-2L2-
Pancakehidupan kanpus, karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sila. Sebenarnya persaingan akan menyebabkanketegangan, dan ketegangan tersebut yang lebih intensif. Akibat refleksi yang meyang selanjutnya unggul, lebih akan ntncul keputusan alternatif rnotivir tindakan untuk perubahan bagi kenajuan. Maka terjadilah siklus transformasi pada tingkat yang lebih tinggi untuk sampai pada posisi akan nengundang refleksi
keseirnbanganpada kualitas yang semakin neningkat dan seterusnya. Kemauanyang keras diperlukan karena sebagai individu yang otentik Begitu pula untuk rnengadakan ia selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. refleksi seorang harus diasah untuk terus nenerus mencari, menganalisa untuk nernperoleh kebenaran. Sedangkankebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran sementara yang terus nenerus akan dikaji. Mencari kebenaran tidak pernah akan berakhir. Warga kampus akan diisi oleh manusia-manusia yang berkemauankeras, yang mempunyaietos kerja keras. Bagi para mahasiswa, ia akan belajar ekstra keras dengan kemauanyang membajakarena ia bermotivasikan bukan hanya mengejar diploma atau gelar seadanya, tetapi mencari kebenaran dan keunggulan. Bagi para dosen hal ini berarti terus menerus merangsangdaya refleksi mahasislvadan suguhan bahan ajaran yang terus menantangdengair metode yang membangkitkanimaginasi serta kreatiadalah seseorang yang terus-menerus melengkapkan dan menambahilmu pengetahuaruryaserta kemampuanprofesivitas
mahasiswanya.Dosen macamini
onalnya sebagi pendidik. Sebagai calon warganegara yang kelak menjadi pelopor penbangunan, budaya kemauankeras dan kerja keras sangat diperlukan. Pembangunan,sekata Denis Goulet2S adalah keharusan dan sekaligus kejam. Suatu keharusan, karena pembangunanmenuntut perubahan-perubahan yang harus di-
perti
laksanakan. Kejam, karena pilihan-pilihan
yang diambil biasanya harus di-
bayar mahal karena memiirta pengorbanan-pengorbanan.Kehidupan kampus sebagai wahanabelajar bagi kehidupan pasca kampusharus memupuksikap kerja keras ini. Kerja keras meminta pula disiplin yang kuat karena tanpa
2 8 . L i h a t : T . B . S i m a t u p a n gg, p . c i t ,
ha1.14.
disiplin
kerja keras itu akan sia-sia belaka. Berbagai "budaya jalan-pintastr adalah bertentangan dengan etos kerja keras misalnya diploma aspal, nyontek, plagiat dan lain sebagainya. Dengan uraian ini
tanpaklah dengan jelas
betapa kompleksnya misi
universitas
apabila universitas itu berfungsi sebagai Menara Pembangunan. Lembagapendidikan itu rnenjadi pelopor pernbangunan moral dan intelektual.
Hal ini
berkaitan dengan mutu pendidikan tinggi. Dewasa ini ada gejala menurunnyanutu pendidikan tinggi yang seolah-oleh telah menjadi sekolah dasar tinggi. Seharusnya pendidikan tinggi itu menjadi Sekolah Tinggi yang Mendasar karena disitulah dikembangkankeunggulan intelektual moral (intellectual and noral excellences).
dan
Apakah keunggulan intelektual
itu? Keunggulan intelektual uniyerpemujaan kepada intelektualisme yang kering seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Keunggulan intelektual universitas selalu dalam konteks tanggung jawab moralnya terhadap pembangunan. Bleecsitas bukan berarti
kur29 menyebut tingkat pengertian pengetahuan yang tertinggi ialah I'epiphanyrr. Apabila data adalah pengertian yang terendah, maka fakta berupa data yang saling berhubungan. Tingkat ketiga ialah ilmu pengetahuan, yaitu sekurnpulanfakta yang terjalin dalarn pengertian. Selanjutnya, pengalarnan, yang menghubungkanmanusia dengan dunia nyata sehingga nemperkaya pengetahuan. Pada tingkat selanjutnya ialah pandangan-bersama(shared visions) ialah pengertian filosofis dan ernosional yang sifatnya universal. AlJrirnya t'eDiphanyfl ialah suatu tingkat pengertian yang melanpaui batas logika dan intuisi. Apabila data menjadi fakta denganasosiasi, fakta meningkat menjadi ilmu pengetahuan karena sintesa. Ilmu pengetahuan ditransformlasikan menjadi .pengalamandengan perspektif, pandangan bersama mengubahpengalanan dengan suatu' prinsip-dasar. Akhirnya',epiphanyl menuntut supra-logika dalan nunculnya ide-ide baru. Barangkali tingkat penguasaan ilmu pengetahuan supra-logika inilah yang disebut lfhitehead30 sebagai kebijaksanaan (wisdom) yaitu
kemampuanuntuk memanfaatkanserta
29. Sanuel E. Bleecker, I'Rethinking How we Workrr, dalam The Futurist, hal. 20 3 0 . Alfred N. !/hitehead, op.cit, hal. 47
-
LL+
'
mengarahkanilmupengetahuanyangdikuasairmemilihilrnupengetahuanyang relevandenganmasalahyangclihadapi,sertamenambahnilaiterhadappengalaman.DalamkaitaniniHoyledan-Johnsondalammengantisipasikantu. gasgurubesardalamAbad-Zlmengatakant|Professorsofthetwenty.first world of hunches and holistic century will not ignore the intuitive, patterns - the thinking that is beyond logicr'3l' pengetahuan akademik universitas haruslah diarahkan kepada pe(wisdom). Tingkat terbentuknya kebijaksanaan "epiphany', atau kepada imaginasit menimbulkan ngetahuan tersebut adalah pengetahuan yang mampu Seperti yang telah dijelaskan di muka' dan dengan sendirinya kreativitas' Iklim
imaginasidankreativitashanyaakanmunculdalamsuasanakebebasanakakesejahteraan masyarademik yang bertanggung jawab secara moral terhadap watak dan moral harus itu sebab kat dan kemanusiaan pada urnumnya' 01eh ilmu pengetahuan' pengernbangan menjadi pembimbingdan penunjuk arah pada watak pertumbuhan Adalah merupakantugas universitas untuk selalu memupuk danmoralmasyarakatkampus,lebih-lebihlagikarenalulusanuniversitas penggerak dan menBgairahkan menguasai ilmu pengetahuanyang akan menjadi Tafsirgagasan-gagasannya"" dan ide karena masyarakat untuk membangtur terapkan kita jawab yang dapat an mengenai arti kebebasanyang bertanggung tokoh oleh MohamadSaid"' dalarn kehidupan kampus ialah yang dirumuskan TamanSiswa, sebagai berikut: .
V r i j , n i e t a J : L e e n j l r d e z i n v a n h e ' t b e z i t v a n h e t z e l f b e s c h i k k i n g s - te te denken' recht en het veimogen om zelfstandig en onafhankelijk en t" handelei, maar ook om vrijwillig voelen, tu "iii"ri--"n existentie als mens' en de zin ervan te aanvaarden' vreugdevol onze tot op a" *eeri verantwoordelijke wijze te verwezenlijken, ;;-a;;" de mensheid a1s van en gemeenschip de van inaiviau, tet van heil geheel. senMerdeka, bukan hanya berarti mempunyaihak untuk menentukan berpikir' dalarn tergantung yang mandiri dan tidak serta kemampuan
Artinya: diri,
trThe Zlst-Century Professor", dalam 31. John R. Hoyle; Glenn R. Johnson, h al.26. 1987, Dec' Nowv. The Futuriit,
32. Soeharto, Pidato Preqiden Universitas
ra Per
tan U1
Tahun ke-25 rta,
hal'7 Said Reksohadiprodjo, TamanSiswats GedachtenWereld' Mohamnad
-215-
merasa, berkehendak dan berbuat, tetapi juga secara sukarela dan penuh kegairahan untuk menerimaeksistensi kita sebagai nanusia serta menerima maknanya, dan dengan cara yang paling bertanggung jawab untuk mewujudkannya demi untuk kebahagiaan individu, keseluruhan. salira,
masyarakat dan kemanusiaan sebagai
Dalam ungkapan budaya Jawa berbunyi
demikian:
"lvlamayuhayu
mamayuhayubangsa, mamayuhayrmanungsa".
yang Warga masyarakat kampus universitas adalah pribadi-pribadi sosial maupun menerima hak-hak untuk baik secara intelektual terpilih, dan ekonomi yang istimewa dari masyarakat" Hak-hak istimewa itu fleninta tanggung jawab para warga tersebut. Dalam situasi yang merdekayang diberikan oleh kebebasan akademik, para warga berkesempatan untuk mengembangkan diri dengan cara yang paling bertanggung jawab agar dapat menylrnbangkan danna baktinya untuk kebahagiaan dirinya
sendiri,
masyarakat, bangsa
dan kemanusiaan. III.
Tanggungjawab Moral dan Otonomi Universitas
serta maDi dalam uraian nengenai universitas sebagai Menara Pembangunan mepengamalan Pancasila, disinggung sudah syarakat kampussebagai wadah ngenai masalah kebebasanakademik yang merupakansyarat bagi pelaksanaan fungsi universitas. pembangunan yang sudah dijelaskan, manusia adalah inti pembangunan penggerak dan bukan dan tujuan itulah manusia artinya bahwa pengertian pembangunan. inilah diakui Di dalam sebaliknya manusia untuk jawab atas perwujudan manusia yang bebas tetapi sekali.gus bertanggung Seperti
dirinya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Perwujudan tanggung jawab eksistensial manusia itu tentunya tidak terjadi dalam vakum. Tanggung jawab itu bennujud dalam tindakan atau actus hunanusJ). Adapun konstitusi etis perbuatan manusia sebagai actus hunanus ialah: (1) adanya pengertian yang terarah pada datu tujuan. Pengertian terhadap tujuan itu memotivir tindakan manusia, (2) kesukarelaan untuk melakukan tindakan yang dikehendaki, (3) kemerdekaanuntuk dapat memilih alternatif. unsur perbuatan tersebut
tidak
mungkin terjadi
dalam situasi
Ketiga paksaan.
Terutama unsur kesukarelaan merupakan hal yang sangat menentukan dalam
55. W. Poespoprodjo.op.cit, hal. 73-74
zL6 -
akan mematikan suatu tindakan yang bertanggturg jawab' Paksaan dan tekanan jawab' kesukarelaan dan mengurangi kadar tanggung Apabilauniversitasinginmengembangkansivitasakaddmikasebagai masyarakat yang berbuat, kreatif dan imaginatif, maka universitas
suatu atau kondisi haruslah nempunyai otonomi. 0tonomi berarti suatu kualitas bukan beraruniversitas untuk mengatur diri sendiri. sudah tentu otonomi jawab yang bertanggung ti rbebas-dari-segala-galanyar" tetapi kebebasan sesuai dengan fungsi universitas.
DalamsejarahperkembanganuniversitasdiEropah,universitas-unidi Jerman merupakan pelopor otonomi universitas dengan-prinsip ,,the workshop of free scientific research"36 dengan universitas sebagai beLajar dan ttlernfreiheittt kebebasan atau danttlehrfreiheitil melaksanakan yang kikebebasanmengajar. Inilah kebebasanmimbar dan kebebasan ilrniah di ta kenal sekarang ini37. Konsep Jerman ini kemudian tumbuh subur masatanpa ini bukarnya akademik kebebasan Arnerika Serikat. Pelaksanaan taruhan Iah, terutama di masa perang dimana keamanannasional menjadi versitas
atau karena gejolak-gejolak kehidupan politik' di Indonesia dalam maBagaimanakahkeadaan universitas-turiversitas ini perlu dibe. hubungan dalam Di tinggi? pendidian salah otononi lembaga otonomi dalam dan keuangan, dan dakan dua hal : otonon! dalarn administrasi bidang akademik yang keduanyasaling berkaitan'
batasi
Sistempendidikantinggikitayangsangatsentralistik'amatmemruang gerak universitas karena segala sesuatu dipolakan dari atas
baikdalampenyelenggaraanmaupundalampenentuanisinya.Ketergantungan dari Pemerintah Pusat ditarnbah dengan kebidana universitas-universitas jakan-kebijakan yang cenderung mengisolasikan universitas dari masyarakat dengan perlahan tetapi luas, sebenarnya secara sadar atau tidak membunuh pasti nilai universitas sebagai Menara Pembangunan.Dalam kaitan ini barangkali sudah waktunya kita
tinjau
kembali konsep pelaksanaan Normalisa-
periksa 36. John S. Brubacher, Willis Rudy, op.cit', hal' 171' Seterusnya pula hal. 296-3L6 mengenaiAcademic Freedom' 37. - - Lihat:dengar-pendapat Dr. Soedjatmoko dengan Fraksi Karya -Peqbalgq1ln Pendidikan Nasional, SII4R PE!'IBAm-ngenai i".ri"ng"ti-Unaang-u"aing 1988. Agustus, 31 RUAN,Rabu,
-zL1-
NKK mengandungnisi Kehidupan fampus (utd). Haruslah kita akui bahwa Indonesia masyarakat kondisi positif dan dapat diterima dalam lai-nilai padasaatkonsepitudicetuskan.PadapertengahandekadeTo-anmemang politik praktis sehingga kampuskita dilanda oleh kepentingan-kepentingan yang membahayakaneksistensi terjadi perpecahan dalam masyarakat kampus nasional sestabilitas menganggu dan kampus sebagai rnasyarakat ilnriah mengapa NKK dimengerti Dapat hingga tentunya menghambat pembangunan' I'memdengan looking" ingin menggiring para mahasiswadengan cara "inward Apa yang ingin dibawanyakembali ke kampussecara fisik maupunmental' kepribadiannya yang capai dengan MK ialah membawakembali nahasiswa ke menurut pendapat hakiki, yaitu t'Manusia penganalisa"SS' Saya"g sekali hubungan mahasaya tujuan yang baik ini ingin dicapai dengan memutuskan waktu masyarakat politik sosial siswa dengan dunia nyata. Pada kondisi sePancasila itu, NKKmungkin dapat dibenarkan, namundengan diterimanya juga jadi dalam bagai satu-satunya azas dalan semuahidup bermasyarakat, meninjau kembali kehidupan kampus, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak bukan nasyarakat pemimpin calon sebagai konsep NKK tersebut. Mahasiswa, masalah-rnasalah terhadap juga visinya hanya diasah daya nalarnya, tetapi wadah pengamalan masyarakat yang nyata, aPalagi apabila kampus itu adalah pelaksanaarnya dari Pancasila itu sendiri. NKK dengan peraturan-peraturan mempersempitpeluang terlalu banyak mengatur kehidupan mahasiswasehingga tumbuhnyakreativitasdanimaginasimahasiswameskipunbarangkalidaya Intelektualisme modern ini rupanya tidak nalarnya dapat ditingkatkan' yang berkait karena pengetahuan yang benar adalah pengetahuan realistik pada achirprinsip-prinsip dengan pengalaman. H"ru39 t"ng"takan bahwa tidak dapat nya bertumpu pada keputusan-keputusan' Keputusan-keputusan, yang dapat diajarkan' Para mahasiswa diajarkan, hanya prinsip-prinsip Mereka mengetahui prinsip-prinsip' untuk tidak cukup diasah daya nalarnya juga diajar
mengambil keputusan-keP .uiusan'
karena bertujuan Konsep WawasanAlma Mater4o nemang sangat ideal dan nasyarakat kampus untuk menjadikan universitas sebagai lembaga ilniah rrNormalisasi Kehidupan Kampusr',dal"m Hllrna!-lglgl-Ba38. Daud yusuf , han dsb., hal.10 39. R.M. Hare, The Languageof Morals, hal' 75' Alma Mater' 40. Nugroho Notosusanco' MenegakkanWawasan
hal' 10-25'
-218-
ini ingin dicapai rnelalui Trikarya' sebagai masyarakat ilrniah' Tujuan Di dalan profesionalisasi dan transpolitisasi' yakni institusionalisasi, kita sekarang ini konsep Wawasan perkembangankehidupan sosial politik perlu disempurnakan sehubungan dengan Alma Mater nenurut pendapat saya azas dalam sernua bentuk hidup diterirnanya Pancasila sebagai satu-satunya dan pengembanganilmu dalam nasyarakat bernasyarakat. Dengan demikian masyakepada pengernbanganilrnu dalam lembaga universitas perlu diarahkan ketiga unsur Trikarya harusrakat (kampus) Pancasila' Dengan sendirinya universitas bukan Institusionalisasi lah memperolehnakna yang sesuai' sebagai masyarakat ilmiah tetapi hanya memperkuattata nilai universitas Pancasila merupakansuatu wawaslebih dari itu l(arnpussebagai masyarakat akademika' Begitu pula dengan usaha an penganalan Pancasila dari civitas keyang mengembangkan masyarakat peningkatan profesionalisasi rkampus hendaknya pula diarahkan paahklian, tanggung jawab dan kesejawatan'au para profesional dan calon profeda pengembangantanggtmg jawab moral bukan hanya bertranspolitisasi sional terhadap pembangunan,sedangkan artikegiatanmemberikesadaranpolitikmelaluipendidikanpolitik'tetatanpa memasukipolitik politik pi memperolehpenghayatan dan pengalaman praktis. Inilah
otonomi wriversitas
yang bertanggung jawab' yang memberikan
kemerdekaanbagianggcrtacivitasakademikauntukmerealisasikanpotensi. mimbar' Sekali lagi' otonomi nya melalui kebebasan ilmiah dan kebebasan ilmiah dan kebebasanmimbar itu buuniversitas yang memberikankebebasan Kebebasanyang sekanlah suatu anarkhi atau "bebas-dari-segala-galanya'r' jati(genuine)adalahkebebasanyangdibungkusolehtanggungjawabmoral. tanggung jawab moral tersebut ialah Dan bagi universitas di lndonesia' bangsa dan masyarakat Indonesia komitmen universitas bagi pembangunan pancasila. Adalalr Presiden soeharto4l yang adil dan makmur berdasarkan itu dengan sangat tepat : sendiri yang merulnuskanotonomi universitas dan menyadari tang'rt"iul lahirnya kreativitas " Kebebasanyang mendorong kembanfkan' Adalah tit" gung jawab aEalah kebebasan yang 40. Ibid. hal. 16
r'' i::lill";-
-219-
tanggung jawab ki'ta senua, tanggung jawab pernbina-penbina universitas dan tanggung jawab mahasiswa sendiri untuk menumbuhkankebebasan yang melahirkan kreativitas dan tanggung jawab yang demikian itu. Karenanya universitas dan para mahasiswa sendirilah yang pertama-tana harus menjaga kemurnian dan tanggurg jawab kebebasan mimbar; dan tidak membiarkankebebasan mimbar itu cemar namanya dan pudar sinar keilmiahannya karena penggunaan yang salaNr. I,lasyarakat Indonesia sedang bersiap diri memasukiera tinggal landas dalam pembangunannyayaitu mempersiapkan masyarakat kita memasuki struktur ekonomi yang seinbang antara industri nian yang tangguh, kehidupan sosial politik
yang kuat ditopang oleh pertadimana warganegaranyamenya-
dari hak dan kewajibarnya berdasarkan nilai-nilai universitas fikan,
dalarn memantapkantujuan nasional ini
bagaimana universitas
menantangnilai-nilai
Pancasila. Kepeloporan sungguh sangat signi-
itu
menyadari dan menyusun strategi untuk baru serta perubahan-perubahanpola dan gaya hidup
masyarakat Indonesia di masa datang. Dalam menghadapi tugas yang rnulia itu, universitas mempunyaitanggung jawab yang besar, demikian pengamatan Soedjatmoko42. Reali-sasi tanggung jawab itu menurut pendapat saya sangat erat kaitPengelolaan universitas kita yang sen-
arurya dengan otonomi universitas. tralistis
yang ditopang dengan sistem pembiayaanyang kaku, sangat tidak yang otonom. Yang muncul ialah suatu ke-
membantu tumbuhnya universitas
dalam kurikulum dan seluruh jiwa serta arah perkembanganpendidikan tinggi. Hasilnya ialah kecenderungan ke arah mediokritas dan para lulusarurya diarahkan kepada menjadi pegawai negeri. cenderungan untuk konformistis
Para mahasiswadan dosen terperangkap dalam impasse ini, tanpa menghidupkan jiwa mandiri dalam proses belajar mengajar baik dalam program formal maupundalam keseluruhan hidup kappus. Masalah otonomi universitas bukan hanya dalam arti otonomi dana, tetapi juga lebih penting ialah otonomi eksistensial yang mengimplikasikan'tanggung jawab moral universitas dalam pembangunan nasional. Dewasaini terjadi suatu polarisasi yang aneh dalarn perguruan tinggi kita. Di satu pihak perguruan tinggi negeri (PfN) mendambakanadanya otonomi yang lebih luas dari ikatan-ikatan formal dari Pusat, di pihak lain perguruan tinggi
42.
swasta (PTS) berlomba-lomba untuk
Soedjatmoko, Manusia dan Pergolakan Dunia, Tantangan terhadap Universitas, i988".-
-zz0-
diikat
dengan sistem akreditasi
yang terkenal itu.
Keadaan ini
menunjuk-
kan sudah waktunya untuk nenberikan kedudukan dan fungsi perguruan tinggi kita dalan pembangunannasional dalam proporsi yang benar ialah secara bertahap menberikan hak otonomi yang bertanggmg jawab, dimana setiap universitas baik PTN maupunPTS mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab baik dalan segi akadenik maupun finansial. Ftmgsi pemerintah ialah membantudan mengarahkan, tut r{uri handayani. Hanya dengan demikian kita dapat semakin rnandiri dan ditumbuhkan tanggung jawab rno-
universitas
ralnya terhadap pembangunannasional. Marilah kita jadikan universitas kita sebagai Menara Pembangunan, yaitu sebagai wadahpengamalanPancasila.
-22I-
REFERENSI
Alisyahbana, Iskandar, rrAntisipasi
dan Partisipasi
Baru bagi Perguruan
Tinggi di Indonesia'r, dalan Perubahan, Pembaruandan KesadaranMenghadapi Abad ke-21, Dian Rakyat, Jakarta, 1988 Bleecker, Samuel E., 'rRethinking How we Thinkrr, dalam The Futurist, - August, 1987
July
Bleecker, Samuel E., ItThe Bio-Logic Age: The Merging of Man and Machiner', The Futurist, May - June, 1988 Higher Education in Transition,
Brubacher, John S.; Rudy, Willis,
Harper
and Row, NewYork, 1958 Buchen, Irving H., ilFaculty for
the Future'r, dalam The Futqrist,
Nov. -
Dec., 1987 Eddy Agussalim Mokodompit, Disiplin
Nasional, Suatu Analisa Makro dan Pe-
neraparuryadi LingkungarlKampus,Universitas Haluoleo, 1987 Feinberg, Joe1, rrThe Idea of a Free Manrt, Educational Judgements, James F. Doyle (ed.), Routledge Q KeganPaul, London, 1975 Gerwith, Alan, 'Morality and Autonomy in Educationtr, Educational Judgements, Janes F. Doyle (ed,), Routledge 6 Kegan Paul, London, 1975 Hare, R.M., The tanguage of Morals, Oxford University
Press, New York,
L964 Harjono Inan, rrRelevankahBioetika bagi Kita?rr, BISIS, XXXV, 9, September,1986.
-z2z-
Hatta, Mohanrrad,TantanganMasa Kepada Ilnu-ilmu
Sosial, Fasco, Djakarta,
1958 Hatta, Moharnrnad, Tanggungjarn'abMoril Kaun Inteligensia,
Angkasa Bandung,
Cetakanke-Z. 1966 Hinpunan Bahan-bahan tentang
Pengembangandan Pembinaan Mahasiswa di
Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan,1983 Jimenez, Enunanuel,ItThe Public Subsidization
of Education and Healthr',
Research Observer 1, No. 1, January, 1986 Ketetapan-Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Republik Indonesia Maret 1988, Republik Indonesia, 1988 l"lardiatmadja, 8.S.,
'rPendidikan Nilai
pada Perguruan Tinggi
"I4lI9,
XXXIII-6, Mei, 1984 Mohannnad Said Reksohadiprodjo, Taman Sislars
Gedachten l{ereld,
Yayasan
Idayu, Jakarta, L976 Mochtar Lubis,
Transfornasi Budaya untuk Masa Depan, Inti
Idayu Press,
Jakarta,1985. Nitsh,
Wolfgalg;
l4re11er, Walter,
Education and Universities,
Partrl:
Social
Science Research on Higher
Trend Report, Mouton, The Hague, 1973
Nugroho Notosusanto, llenegakkan WawasanAlma Mater, Penerbit Universitas Indonesia, l9BS Peters,
R.S.,
I'Freedom and the Development of
Judgements, James F. Doyle (ed.),
Routledge
the Free Man", Educational
6 Kegan Paul,
London, 1973
Poespoprodjo,W., Filsafat Mora1, RemajaKarya, Bandung, 1986
_zz3_
soedjatnoko' Manusia dan Pergolakan Dunia, Tantangan terhadap universitas, Seninar Nasional Kependidikan IKIp Jakarta, Agustus, 19gg Soedjatmoko, Ilmu-i lmu Kemanusiaandan Masalah pembangunan, (Judul Asli: The Humanities and Development), makalah disanpaikan dalam Kongres Ilnu PengetahuanNasional IV, September, 19g6 Soedjatmoko, ttBeberapaFikiran Tentang Perguruan Tinggir, Maret 1976
pRISlvlA,No. 2,
simatupang, T.B. PenbangunanNasional sebagai pengamalanpancasila Menuju Tinggal Landas, Buletin Akademi Leimena, No. 2 Talfrn I, Mei 19gg soeharto, Pidato Presiden pada Peringatan ulang Tahun ke-25 universitas Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1974 di VggJakaIE soeharto, sambutan Presiden pada Peringatan Dies Natalis ke-xxv universitas Indonesia (pada tanggal 15 Pebruari 1975 di Jakarta), Dep. pener a n g a nR . I . r 1 9 7 5 I,lthitehead,Alfred North, The Aims of Education, The NewAmerican Library, Macmillan, NewYork, 1929