1
A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan suatu keluarga. Selain itu, tanah juga selalu digunakan untuk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat tinggal, mendirikan bangunan, bahkan sampai manusia meninggal dunia membutuhkan tanah. Lebih-lebih di Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sekitar pertanian. Adanya hubungan yang erat antara manusia dengan tanah, karena tanah merupakan tempat berpijak dan melakukan kelangsungan hidup sehari-hari. Maka manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan karena tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia. Mengingat begitu pentingnya tanah karena dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi orang banyak maka perlu diatur oleh pemerintah. Undang- undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Berdasarkan hak menguasai oleh Negara sebagaimana di atas dan mengingat begitu pentingnya tanah bagi manusia, maka penguasaan atas tanah diatur UUPA (Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria) yang kemudian ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersamasama dengan orang-orang lain serta badan hukum.
2
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan dan peranan hak atas tanah dalam masyarakat Indonesia sangatlah penting. Karena pentingnya kedudukan dan peranan tanah maka sering menimbulkan masalah. Seperti halnya mendirikan bangunan perumahan di kawasan sabuk hijau, pemilikan tanah secara absente, adanya sertifikat ganda. Oleh karenanya upaya dalam mengatasi permasalahan di bidang pertanahan yaitu dengan jalan memberikan jaminan hukum dan kepastian hak atas tanah dalam bidang pertanahan dan agraria.
Hak Atas Tanah yang dimaksud diatas memberi kewenangan untuk mempergunakan tanah, bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jaminan kepastian hukum mengenai penguasaan atau peralihan hak-hak atas tanah oleh seseorang, yang diperoleh dari warisan merupakan perpindahan suatu hak atas tanah dari pewaris kepada ahli waris. Untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah khususnya pada peralihan hak atas tanah warisan perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, khususnya diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 19 UUPA yang berbunyi sebagai berikut:
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam pasal 1 ayat ini meliputi:
3
a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti-hak, yang berlaku sebagai tanda bukti yang kuat. 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut pertimbangan mentri Agraria. 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah. Adapun yang bertugas untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang ada sekarang ini ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, hal tersebut diatur dalam Pasal 5 UUPA. Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain.
Dengan suatu perekaman yang resmi atas tanah yang ada dapat diketahui bahwa sesuatu bidang tanah tersebut milik seseorang. Pendaftaran yang berisikan sejumlah dokumen yang merupakan sejumlah rangkaian dari proses yang mendahului pendfataran tanah. Pendaftaran tanah tersebut melalui ketentuan yang
4
sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, serta bukan menjadi tujuan pendaftaran tanah jika sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah dalam bentuk sertifikat hak atas tanah. Menurut PP 24 tahun 1997 Pasal 3 menyebutkan tujuan pendaftaran tanah antara lain:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib admistrasi pertanahan.1
Peristiwa hukum seperti meninggalnya seseorang yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah yang dipunyainya kepada ahli warisnya pengaturannya terdapat di dalam Pasal 42 PP NO. 24 TAHUN 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun
1 A. P. Parlindungan., Pendaftaran Tanah di Indonesia (berdasarkan PP No.24 Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No. 37 Tahun 1998, (Bandung, Mandar Maju, 2009), hlm. 78
5
sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan. Surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris. (2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b. (3) Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa ha katas tanah atau hak atas satuan rumah susun
tertentu
jatuh
kepada
seorang
penerima
warisan
tertentu,pendaftaran peralihan ha katas tanah atau hak milik atas satauan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut. (5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta
6
pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.2
Menurut pasal 1023 KUH Perdata, para ahli waris menerima hak terdahulu untuk pendaftaran boedel ataupun menolak warisan tersebut. Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat bagi para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak atau kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris3.
Seperti sudah disebutkan dimuka bahwa peralihan hak milik atas tanah karena warisan harus didaftarkan, salah satu pelayanan yang diberikan Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman kepada masyarakat dibidang pertanahan adalah pencatatan peralihan hak secara terus-menerus, berusaha memberikan informasi agar tahap-tahap pelaksanaan kegiatan baik yang menyangkut dari aspek teknis, administrasi dan yuridis dapat berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan. Meskipun sudah secara tegas disebutkan bahwa peralihan hak milik atas tanah karena warisan wajib didaftarkan akan tetapi dalam prakteknya masih banyak tanah warisan yang belum didaftarkan peralihannya di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.
2 3
Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Efendi Perangin., Hukum Waris, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 3
7
Hal
tersebut
dikarenakan
masyarakat
merasa
enggan
untuk
mensertifikatkan tanahnya karena biaya peralihan yang menurut mereka dianggap memerlukan biaya yang relatif mahal dan kurangnya bukti pemilikan hak atas tanah sebagai syarat pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena warisan sehingga proses pendaftarannya membutuhkan waktu yang lama, selain itu juga adanya anggapan dari sebagian masyarakat bahwa patok letter C sudah cukup sebagai tanda bukti hak kepemilikan meskipun secara hukum bukanlah sebagai tanda bukti hak namun sebagai bukti pembayaran pajak, sebagian masyarakat mengklaim bahwa itu sebagai hak milik karena disitu terdaftar atas namanya.4 Anggapan masyarakat tentang patok letter C tersebut harus segera dihilangkan, meninjau dari pandangan Mahkamah Agung tentang bukti hak yang sejenis tersebut sebagai berikut: Edaran Mahkamah Agung nomor MA 34/K.Sip/80. Tidak diakui sebagai bukti hak atas tanah yang sah, surat-surat Pajak Bumi atau letter C tersebut, hanya merupakan bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah secara yuridis yaitu sertifikat (Pasal 13 yo 17 PP 10 tahun 1961)5
4 5
Legiman, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman. A.P Parlindungan, op cit, hlm 31.
8
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman berikut kendala-kendalanya. Maka
penulis
memilih
judul
“PELAKSANAAN
PENDAFTARAN
PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KABUPATEN SLEMAN”.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan di Kantor Pertanahan Sleman? 2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan di Kabupaten Sleman?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan di kantor pertanahan Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Sleman dalam melaksanakan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kabupaten Sleman.
9
D. Tinjauan Pusataka
Pada tanggal 24 September 1960 disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno dan diundangkan dalam Lembar Negara Republik Indonesia nomor 104 tahun 1960 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan nama singakatan resminya Undang-undang Pokok Agraria, disingkat UUPA.6 Dibuatnya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bertujuan memenuhi amanat dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sebelum diberlakukanya UUPA hukum Agraria di Indonesia bersumber dari hukum tanah adat yang berasal dari hukum adat dan hukum barat, artinya hukum tanah di Indonesia masih bersifat dualisme sebelum diberlakukannya UUPA. Oleh karena banyaknya hukum yang mengatur tentang agraria pada waktu itu menyebabkan tidak adanya kepastian hukum tanah itu sendiri. Sehingga perlu segera dilakukan unifikasi hukum agraria di Indonesia yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya jilid 1 Hukum Tanah Nasiona, (Jakarta, Djambatan, 2005). hlm. 1
10
Tujuan dibuatnya UUPA adalah untuk mewujudkan apa yang digariskan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu juga tujuan dibuatnya UUPA adalah untuk menciptakan suatu kepastian hukum bagi seluruh Warga Negara Indonesia terhadap pemegangan hak-hak atas tanah, UUPA dalam rangka mewujudkan cita-cita kepastian hukum telah mewajibkan diadakannya pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Adanya kepastian hukum ini tercantum di dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi : “untuk menjamin suatu kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Ketentuan yang diatur di dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA tersebut di atas merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan pendaftaran tanah dan sekaligus sebagai dasar hukum bagi pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Tanah yang merupakan kehidupan pokok bagi manusia merupakan salah satu bagian dari bumi yang tertanam maupun yang berada di tubuh bumi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) tanah adalah:
1.
permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali;
2.
keadaan bumi di suatu tempat;
3.
permukaan bumi yang diberi batas;
11
4.
bahan-bahan dari bumi, bumi sebagian bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya).
Menurut Pasal 1 Ayat (2) PP 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa : “Bidang tanah adalah bagian terluar bumi yang merupakan satuan yang terbatas”. Definisi tanah lainnya dikemukakan oleh S. Rowton Simpson, bahwa tanah itu adalah
tidak
bergerak
sehingga
secara
fisik
tidak
dapat
diserahkan/dipindah/dibawa dan kedua tanah itu adalah bersifat abadi.7 Sedangkan menurut UUPA dalam Ketentuan-Ketentuan Pokok Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional :
Tanah adalah permukaan bumi, yang di dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada di bawahnya dan sebagai dari ruang yang ada di atas, dengan pembatasan dalam pasal 4, yaitu sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi sedalam beberapa tubuh bumi dan setinggi beberapa ruang yang bersangkutan boleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaannya, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.8 Dalam uraian pengertian tanah di atas disebutkan bahwa tanah boleh digunakan sepanjang dalam batas-batas kewajaran serta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu di perlukan definisi yang jelas tentang siapa yang berhak mempergunakan atau menguasai tanah tersebut. Aspek penguasaan tanah meliputi aspek fisik serta aspek yuridis.
7 8
A. P. Parlindungan, Op cit, hlm. 21 Boedi Harsono, Op cit, hlm. 262-263
12
Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi hak yang dilindungi Undang-undang untuk menguasai secara fisik tanah yang di haki. Pengertian hak penguasaan atas tanah dalam UUPA ditetapkan dalam tata jenjang hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yaitu :
1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek tanah dan publik; 2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2, sematamata beraspek publik; 3. Hak Ulayat Masyarakat hukum adat yang disebut dalam Pasal 3, beraspek perdata dan publik; 4. Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata, terdiri atas:
a. Hak-hak atas tanah sebagai hak individual yang semuanya secara langsung ataupun secara tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 dan 53; b. Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49. c. Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “Hak Tanggungan” dalam Pasal 25, 33, 39, dan 51.
Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Adapula sebagai hubungan hukum konkrit jika telah
13
dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya. Ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkret salah satunya mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain. Peristiwa hukum seperti meninggalnya seseorang yang mengakibatkan beralihnya hukum hak atas tanah yang dipunyainya kepada ahli warisnya pengaturannya termasuk hukum tanah.
Dalam hukum Perdata waris diatur dalam buku II BW karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik dan apa yang diwariskan adalah hak kebendaan. Asas-asas dalam pewarisan yaitu pewarisan terjadi setelah orang meninggal serta sesuatu yang diwariskan merupakan hak dan kewajiban dalam hukum harta kekayaan dan setiap orang dianggap cakap untuk mewaris meskipun bayi yang baru lahir. Hukum waris adalah suatu ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang akibatnya dalam bidang kebendaan diatur yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari orang yang meninggal kepada ahli waris baik dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Seseorang yang berhak mendapat harta warisan disebut juga ahli waris. Ada beberapa syarat seseorang dapat dikatakan sebagai ahli waris. Pertama harus mempunyai hak atas warisan, hak itu timbul karena adanya hubungan darah dengan pewaris atau hak itu timbul karena suatu pemberian melalui surat wasiat.
14
Kedua ahli waris itu sudah ada pada waktu pewaris meninggal dunia. Ketiga pewarisan terjadi karena hubungan perkawinan.
Harta warisan hanya berupa hak dan kewajiban dalam hukum kekayaan saja atau yang dapat dinilai dengan uang, salah satunya adalah pewarisan hak milik atas tanah. Dengan jatuhnya tanah kepada para ahli waris terjadilah kepemilikan bersama tanah hak milik tersebut. Untuk memperoleh kekuatan pembuktian tanah dari hasil pewarisan maka surat keterangan waris sangat diperlukan disamping sebagai dasar pendaftaran tanahnya. Perolehan hak milik atas tanah yang terjadi karena pewarisan diatur dalam Pasal 26 UUPA :
1. Jual beli, penukaran, penghibaan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Setiap jual beli, penukaran, penghibaan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yng dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara
yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang di tetapkan oleh pemerintah termasuk dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
15
Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa yang berhak atas peralihan hak milik atas tanah adalah Warga Negara Indonesia sedangkan orang asing atau badan hukum pada dasarnya tidak dapat menjadi subjek hak milik. Oleh karena itu, peralihan hak kepada orang asing maupun badan hukum adalah batal demi hukum dan tanah yang menjadi obyek peralihan tersebut jatuh kepada negara. Belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur tentang Hak Milik, yang memang perlu dibuat berdasarkan Pasal 50 ayat (1). Hak milik oleh UUPA diatur dalam Pasal 20 s.d. Pasal 27.
Dalam perkembangannya, peralihan hak karena pewarisan telah mendapat penegasan pada Bab V, paragraf 3 tentang Peralihan Hak Karena Pewarisan sebagaimana tersebut dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yakni untuk peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah terdaftar, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertifikat yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris. Peralihan hak yang karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris yang diatur dalam hukum perdata yang berlaku. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah.
16
Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Ahli Waris.9
Seandainya bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan dokumen-dokumen surat keterangan Kepala Desa/kelurahan yang menyatakan yang bersangkutan menguasai tanah, dan surat keterangan menyatakan bahwa bidang tanah tersebut belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau surat keterangan Kepala Desa/lurah jika lokasi tanahnya jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan. Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali atas nama pewaris.10
Jika penerima waris terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris seperti yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sedangkan jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran hak milik atas tanah kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan suatu tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut. Dalam hal akta pembagian waris yang
9
Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Penjelasan Pasal 42 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
10
17
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku dan harta waris jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.11
Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarakan belum ada akta pembagian warisnya didaftara peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan atau akta pembagian waris tersebut. Sesudah hak tersebut didaftar sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51 UUPA, dimana pembagian hak atas tanah menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut. Suatu hak bersama yang diperoleh dari warisan perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkn dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar pendaftarannya.
E. Metode Penelitian
1. Obyek Penelitian : Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena warisan di Kabupaten Sleman. 2.
Subyek penelitian :
11
Penjelasan Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
18
a. Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman. b. Kepala Desa Maguwoharjo Depok Sleman. c. Masyarakat
3.
Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari subyek peneliti yang dapat berupa hasil wawancara dan atau angket (field research). b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui kepustakaan (library research) dan dokumen.
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan yang mengikat secara yuridis, seperti peraturan perundangundang, putusan pengadilan, perjanjian. 2) Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang tidak mempunyai
kekuatan
mengikat
secara
yuridis,
seperti
rancangan peraturan perundang-undangan, literatur, jurnal, hasil wawancara serta hasil penelitian terdahulu. 3) Bahan hukum Tertier, seperti kamus dan ensiklopedia.
1.
Teknik Pengumpulan Data
1) Data primer dapat dilakukan dengan cara:
19
a. Wawancara, yang dapat berupa wawancara bebas maupun terpimpin. b. Observasi dapat dilakukan terhadap pihak terlibat atau tidak terlibat.
2) Data sekunder dapat dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan, yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahn peneliti. b. Studi dokumen, yakni dengan mencari, menemukan dan mengkaji berbagai dokumen seperti putusan pengadilan, risalah sidang dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
2.
Metode Pendekatan
Pendekatan perundang-undangan, ialah menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti.
3.
Analisis Data
Dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan analisa secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
20
a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematis c. Data yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam pengambilan kesimpulan
F. Kerangka Skripsi Bab I Tentang Pendahuluan Bab II Tentang Tinjauan Pustaka Bab III Tentang Penyajian dan Analisis Data Bab IV Tentang Penutup