Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
Tahapan Sosialisasi Program Larasita dalam Pengurusan Sertifikat Tanah di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto Whinda Ema Susanty1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Abstract This research is based on Larasita program that used pick up the ball strategy to enable public in taking care land certificate. The fact is many people didn’t know about requirements and procedures to handle land certificate. Therefore this research aimed to answer question how is socialization stage of Larasita program in handling land certificate in Brayublandong Village, Dawarblandong District, Mojokerto Regency. Theoretically, theory perspective used was innovation diffusion to explain how socialization stage of Larasita program is. The socialization stage includes submitting information, persuasion, implementation and confirmation. Research method was evaluatif qualitative type using purposive sampling in determining research informant. There were twelve informants including Larasita implementer team in Land Office of Mojokerto Regency, and Brayublandong Village people. Result of research indicated that Larasita program socialization stage in Brayublandong Village have not been optimum since many people have not been using Larasita program.
Key words: Socialization stage, Land Certificate, Larasita Program, Innovation Diffusion.
Pendahuluan Tanah merupakan benda tidak bergerak yang dapat dimiliki sehingga hal mengenai tanah diatur dalam suatu undang-undang. Sebelum ketentuan di bidang pertanahan diatur dalam suatu undang-undang, sudah diatur dalam hukum adat yang membagi kepemilikan atas tanah berdasarkan warisan. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur masalah pertanahan adalah Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sebagai penjabaran Hak Menguasai dari Negara, dalam pasal 2 ayat (2) UUPA disebutkan wewenang negara untuk mengatur tiga hal, yakni: 1.Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan angkasa; 2.Menentukan dan mengatur hubungan–hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air, dan angkasa; 3.Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan- perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan angkasa. Ketentuan dalam pasal 2 tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 4 yang menegaskan wewenang negara untuk menentukan bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh perorangan maupun badan hukum. Jenis-jenis hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 itu antara lain adalah : Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP), dan Hak Sewa untuk Bangunan (pasal 16 tentang rumah susun) . Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan
tanah terus meningkat. Merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di Indonesia selaku pemegang hak atas tanah untuk memperoleh kepastian dan perlindungan hukum atas haknya. Selain itu, adanya kepentingan masyarakat dan pemerintah untuk memperoleh informasi atas tanah, yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar, diperlukan adanya Hukum Tanah Indonesia yang salah satu ketentuannya mengatur mengenai pendaftaran tanah demi terselenggaranya tertib hukum administrasi pertanahan. Tanah yang sudah didaftarkan harus memiliki buktibukti autentik yang tentunya dalam bentuk tertulis. Bukti autentik tersebut dibuat dalam bentuk sertifikat atas tanah. Dengan diterbitkannya sertifikat tanah, secara yuridis, negara mengakui kepemilikan atas suatu tanah terhadap mereka yang namanya terdaftar dalam sertifikat tanah tersebut. Dengan demikian, pihak lain tidak dapat mengganggu-gugat kepemilikan atas tanah tersebut. Untuk memberikan keadilan bagi masyarakat dalam mempermudah pengurusan pertanahan, mempercepat proses pengurusan pertanahan, meningkatkan cakupan wilayah pengurusan pertanahan, dan untuk menjamin pengurusan pertanahan tanpa perantara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia serta untuk mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) kepada masyarakat maka dilakukan dengan LARASITA (Layanan Masyarakat untuk Sertifikasi Tanah).
1
Kebijakan dan Manajemen Publik Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
Pengembangan Larasita berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau proaktif. Selain itu dengan adanya program Larasita, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat mengubah citranya di masyarakat karena selama ini anggapan masyarakat bahwa birokrasi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) cenderung mengitari pengurusan sertifikasi tanah adalah birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku sejumlah oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini berdampak negatif karena masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikasi tanah di Kantor Pertanahan . Dengan adanya Larasita dirasakan mampu untuk mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap pelayanan publik dalam hal pengurusan sertifikat tanah. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maka secara resmi Larasita diterapkan di seluruh Kantor Badan Pertanahan Nasional. Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) merupakan replika kantor pelayanan pertanahan yang bergerak. Sistem pelayanan data yang digunakan adalah komputerisasi atau online. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan proses pengurusan sertifikat kepemilikan tanah. Dengan sistem Larasita, masyarakat bisa mengurus sertifikasi tanah di tempat atau pos yang telah ditentukan. Proses pelayanan yang dijalankan sama seperti mengurus di Kantor Pertanahan karena kendaraan yang digunakan juga telah dilengkapi perangkat komputer lengkap . Dengan adanya program tersebut diharapkan mampu menghapus praktik persoalan sertifikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar. Program mutakhir dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) ini bertujuan untuk mempercepat waktu, memperpendek jarak, dan memudahkan pengurusan sertifikasi tanah. Kabupaten Mojokerto dalam perkembangannya selama ini untuk program Larasita dirasakan cukup meningkat. Dibuktikan dengan meningkatnya jumlah pengguna Larasita di 18 kecamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Jumlah Pengguna Larasita di Kabupaten Mojokerto Tahun Kecamatan
2
2010
2011
2012
Total
Bangsal
0
0
51
51
Dawarblandong
4
0
0
4
Dlanggu
0
4
50
54
Gedeg
0
0
34
34
Gondang
44
7
27
78
Jatirejo
3
0
10
13
Jetis
0
2
57
59
Kemlagi
0
0
8
8
Kutorejo
0
0
27
27
Mojoanyar
0
2
12
14
Mojosari Ngoro
0 0
0 0
33 47
33 47
Pacet
0
0
16
16
Pungging
0
0
26
26
Puri
0
8
63
71
Sooko
0
2
25
27
Trawas
0
0
10
10
Trowulan
0
0
32
32
Total
51
25
528
604
(Sumber: Data diolah dari Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto). Dari tabel tersebut dapat dilihat tahun 2012 perkembangan Larasita cukup tinggi, ditandai dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan Larasita untuk mengurus sertifikat mereka. Walaupun dalam perkembangannya cukup baik, tetapi jika dilihat dari data pengguna Larasita tersebut terdapat ketimpangan pengguna Larasita. Di beberapa kecamatan masih minim pengguna. Program ini merupakan program baru dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merupakan inovasi dalam pelayanan publik sehingga dalam perkembangannya banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang manfaat dari program Larasita. Program Larasita yang menjadi andalan pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN), terdapat masalah yang sering muncul yaitu surat yang tidak lengkap saat ingin mendaftar. Program Larasita semakin terhambat karena sebagian besar warga yang ingin mengurus tidak membawa surat yang lengkap khususnya surat keterangan dari kelurahan menyangkut tanahnya. Ada saja kekurangannya saat mengurus di Larasita sehingga banyak dikeluhkan warga. Minimnya sertifikat yang diterbitkan melalui Larasita disebabkan kurangnya dalam mensosialisasikan program tersebut kepada masyarakat. Selain itu, dalam prakteknya pembiayaan yang ditanggulangi masyarakat sebagai pemilik lahan mengakibatkan pemilik lahan enggan mengeluarkan biaya. Selain biaya mahal, juga kurangnya sosialisasi atau penyuluhan yang dilaksanakan di lapangan menjadikan program andalan ini menjadi kurang efektif. Kabupaten Mojokerto memiliki 18 kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Dawarblandong. Kecamatan Dawarblandong memiliki luas 58,93 Km2 dan merupakan kecamatan terluas di Kabupaten
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
Mojokerto . Berdasarkan data hingga 2012, masyarakat Kecamatan Dawarblandong hanya sedikit yang memanfaatkan program Larasita, sehingga Kecamatan Dawarblandong menjadi objek penelitian untuk mengetahui sejauh mana sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto untuk program Larasita. Lokasi desa ini juga tergolong cukup jauh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto karena berada di ujung paling utara Kabupaten Mojokerto serta fasilitas jalan yang kurang baik. Selain itu masih banyak masyarakatnya yang masih bersertifikat Letter C, dan Pethok D. Lebih dari 70% wilayah di Kecamatan Dawarblandong yang belum bersertifikat serta pengguna Larasita di Desa Brayublandong ini juga sangat minim. Studi terdahulu telah dilakukan oleh Aida Indriani dengan judul Sosialisasi Program Pembangunan Perumahan Bersubsidi oleh Kementrian Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Studi Kasus: pada Humas dan Protokol Kementrian Perumahan Rakyat Republik Indonesia). Selanjutnya Keny Karina Bonita, melakukan penelitian dengan judul Implementasi program Larasita (Studi Deskriptif tentang Implementasi Program “One Day Service” di BPN Kabupaten Sidoarjo). Perbedaan penelitian antara Aida Indriani dan Keny Karina Bonita dengan penelitian ini adalah fokus penelitian terletak pada tahapan sosialisasi program Larasita. Dan lokusnya berada di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Menyikapi permasalahan yang telah di uraikan diatas maka menarik untuk dilakukan penelitian dengan judul “Tahapan Sosialisasi Program Larasita (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) dalam Pengurusan Sertifikat Tanah di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto”. Pentingnya penelitian ini adalah untuk untuk mengevaluasi bagaimana tahapan sosialisasi yang dilakukan dalam pengurusan sertifikat tanah dengan memanfaatkan program Larasita oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto. Untuk menetapkan key informan penelitian, maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling karena informan tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan. Dimana dalam penelitian ini informannya adalah petugas Larasita Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto dan masyarakat Dawarblandong karena dianggap dapat menggambarkan realita mengenai tahapan program Larasita. Program Program adalah aktivitas sosial yang terorganisasi dengan tujuan tertentu dalam ruang dan waktu yang terbatas, yang terdiri dari berbagai proyek dan biasanya terbatas pada satu atau lebih organisasi atau aktivitas. Program merupakan bentuk operasional dari kebijakan dimana suatu program tersusun secara jelas dan jika masih bersifat umum, maka program
harus diterjemahkan secara lebih operasional menjadi proyek. Kejelasan ini diperlukan karena hanya dengan itulah diperoleh kriteria untuk memeriksa dan mengenal tindakan administrasi yang dilakukan oleh birokrasi guna mentransfomasikan kebijakan menjadi kegiatan nyata. Suatu program dapat dianggap baik seringkali mempunyai unsur inovatif (pembaharuan), adanya suatu inisiatif baru, pendekatan eksperimental dan aplikasi gagasan baru. Program juga dipergunakan sebagai alat untuk pemecahan masalah. Keadaankeadaan yang merupakan hambatan-hambatan dalam masyarakat, sering ditanggulangi dengan suatu program. Memulai suatu program, dapat menarik perhatian dan dukungan masyarakat. Menurut Reinke dalam sebuah program telah terdapat sebuah ukuran efektifitas dan efisiensi yang sangat lazim digunakan sehingga seringkali dipertimbangkan sebagai satu-satunya dasar evaluasi program. Dampak program secara umum dinyatakan sebagai tingkat penyelesaian dalam kaitannya dengan kebutuhan atau perhatian. Kemudian pendapat dari Setyawan bahwa dalam pencapaian tujuan program adalah berkaitan dengan efektifitas atau hasil guna secara sederhana bisa dipahami sebagai derajat keberhasilan suatu program dalam suatu usahanya untuk mencapai tujuan program tersebut. Program Larasita LARASITA adalah akronim dari Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Larasita dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia sebagai Kantor Pertanahan yang bergerak (mobile service), yang mendekatkan layanan pertanahan agar masyarakat dapat melakukan pengurusan tanahnya dengan lebih mudah, lebih cepat dan tanpa perantara. Program Larasita adalah program Badan Pertanahan Nasional yang menggunakan sistem menjemput bola ke warga untuk meningkatkan pelayanan sertifikasi tanah . Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No 18 Tahun 2009, menjelaskan bahwa Laraasita adalah Kantor Pertanahan bergerak yang memiliki tugas pokok dan fungsi sama dengan tugas pokok dan fungsi yangberlaku pada Kantor Pertanahan. Larasita dilaksanakan dengan dukungan kendaraan atau alat transportasi lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, dan atau sarana dan prasarana yang tersedia di Kantor Pertanahan. Jenis Pelayanan Larasita menurut SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur Nomor 70/KEP35.300/III/2001 adalah a) peralihan hak yang meliputi jual beli, waris, hibah dan tukar menukar. b)perorangan meliputi akta pembagian hak bersama (APHB), pemecahan sertifikat sampai dengan 5 bidang, pemisahan sertifikat sampai dengan 5 bidang, dan penggabungan sertifikat sampai dengan 5 bidang. c)ganti nama, d) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah 3
Kebijakan dan Manajemen Publik Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
(SKPT). Tetapi masyarakat masih bisa mengurus sertifikat lain seperti roya, ganti sertifikat, dan lain-lain di Larasita kemudian akan diproses di Kantor Pertanahan. Larasita merupakan wujud dari peningkatan kualitas pelayan publik yang menggunakan perspektif New Public Service untuk menciptakan good governance. Perspektif New Public Service menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat. Larasita adalah salah satu inovasi yang dikembangkan oleh BPN untuk menciptakan good governance. Moral dan budaya yang mendukung good governance adalah moral dan budaya yang tidak mentolerir berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan jabatan, keberpihakan kepada yang lemah atau miskin, sensitivitas atas kesetaraan gender, kesadaran akan pentingnya peran masyarakat dalam pengambilan keputusan publik, serta adanya kepercayaan dan toleransi. Tanpa sikap keberpihakan yang jelas, berbagai program pembangunan yang vital bagi kehidupan rakyat banyak seperti meningkatkan pelayanan tidak akan berjalan efektif. Sertifikat Tanah UUPA mengatur bahwa pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas hak-hak atas tanah. Adapun kegiatan pendaftaran tanahnya, meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; pendaftaran dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hak-hak atas tanah dalam UUPA yang diterbitkan surat tanda bukti haknya adalah Hak milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa instansi pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), sedangkan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota. Nama surat tanda bukti hak sebagai produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah sertifikat. Pengertian sertifikat menurut pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria . Sertifikat merupakan hasil akhir dari suatu proses penyelidikan riwayat penguasaan tanah yang hasilnya merupakan alas hak pada pendaftaran pertama dan proses-proses peralihan selanjutnya. Di dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 1 angka 20 dijelaskan bahwa sertifikat adalah surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak 4
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat bagi pemegangnya merupakan suatu bukti hal sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 19 UUPA. Hal ini berarti bahwa, jika hak atas tanah tersebut belum didaftar maka belum memiliki bukti kuat atas penguasaan tanah tersebut, oleh karena itu jika seseorang mengaku bahwa dirinya sebagai pemilik atas sebidang tanah yang belum didaftarkan, maka harus menunjukkan bukti-bukti hak yang sifatnya sementara untuk mendukung pengakuan bahwa dirinya sebagai pemilik. Sertifikat bukti kepemilikan hak atas tanah diterbitkan oleh BPN melalui proses pendaftaran tanah yang sebelumnya sudah dilaksanakan. Dengan demikian, untuk mendapatkan bukti hak atas tanah, harus melalui proses pendaftaran tanah di BPN yang secara hierarkis di tingkat kabupaten atau kota lebih dikenal dengan Kantor Pertanahan. Penerbitan bukti kepemilikan hak atas tanah merupakan bagian dari proses pendaftaran tanah yang dijalankan oleh Kantor Pertanahan di mana tanah yang dimohon atau didaftarkan tersebut berada . Tahapan Sosialisasi Sosialisasi merupakan proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial. Charlotte Buehler mengemukakan bahwa sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Menurut Cangara, sosialisasi adalah menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan bagaimana orang bersikap sesuai nilainilai yang ada, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif. Dalam mensosialisasikan informasi kepada masyarakat luas, maka dibutuhkan komunikasi yang tepat. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat. Komunikasi adalah cara untuk mensosialisasikan informasi agar masyarakat memahami informasi tersebut. Fungsi dari komunikasi itu sendiri menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney adalah untuk menginformasikan, membujuk dan memberi hiburan. Dalam buku Diffusion Of Innovation Fifth Edition memaparkan bahwa Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau unit adopsi lain. Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
sistem sosial. Difusi tidak terlepas dari kata inovasi karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, dan organisasi. Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama meliputi ; a) Inovasi, Inovasi adalah suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau unit adopsi lain. b) Saluran komunikasi Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru kepada seseorang atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini meliputi inovasi itu sendiri, seseorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pegalaman dalam menggunakan inovasi (inovator), orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi (adopter), saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu. Sementara itu, saluran komunikasi dapat dikategorikan menjadi dua yaitu saluran antar pribadi dan saluran media massa. Saluran antar pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu sedangkan media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. c) Kurun waktu tertentu Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu dalam proses difusi berpengaruh dalam hal proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi, keinovatifan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter. d) Sistem Sosial Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tegabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan.
1.
2.
a)
Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, dan organisasi. Proses difusi kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi. Berikut ini adalah model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers : Tahap Pengetahuan (Knowledge), Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini yakni kesadaran bahwa inovasi itu ada, pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut, pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja. Dengan adanya tahap pengetahuan ini, maka organisasi yang berkepentingan untuk menyebarkan informasi dari inovasinya kepada masyarakat harus memberikan pengetahuan berupa informasi yang berkaitan dengan inovasi tersebut secara jelas. Pemilihan saluran komunikasi yang efektif juga dapat mempercepat informasi diterima oleh masyarakat. Tahap Persuasi (Persuasion) Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapan pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi adalah memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang masyarakat akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Masyarakat akan menentukan bagaimana mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan diterima dan yang tidak, dan bagaimana cara menafsirkan makna pesan yang diterima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini masyarakat akan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karakteristik inovasi yakni relative advantage, compability, complexity, triability, dan observability. Rogers mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: Keunggulan relatif ( relative advantage) Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang 5
Kebijakan dan Manajemen Publik Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. b) Kesesuaian (compatibility) Kesesuaian adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai. c) Kerumitan (complexity) Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. d) Kemampuan diujicobakan (trialablity) Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di ujicobakan dalam setting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. e) Kemampuan diamati (observability) Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian; kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi. Kelebihan-kelebihan dari karakteristik inovasi tersebut dapat dengan sendirinya mempersuasi masyarakat untuk menerima dan menggunakan inovasi tersebut. 3. Tahap Pelaksanaan (Implementation) Proses yang terjadi pada tahap ini adalah mental exercise yakni berpikir dan memutuskan. Dalam tahap pelaksanaan ini proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut. Sehingga untuk menjembatani masyarakat untuk menggunakan inovasi tersebut maka organisasi yang bersangkutan juga harus terlibat aktif dalam tahap ini. Organisasi tersebut harus memfasilitasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang akan menggunakan inovasi tersebut. 6
4.
Tahap Konfirmasi (Confirmation) Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan yang telah diambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi karena ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut dan adanya inovasi lain yang lebih baik. Dengan tidak adanya wadah yang menampung hasil inovasi berpengaruh pada proses difusi inovasi yang menimbulkan kecenderungan untuk menolak karena individu merasa tidak jelas dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hasil inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi. Maka untuk mewujudkan kepuasan masyarakat terhadap inovasi tersebut, organisasi yang bersangkutan harus mempunyai wadah sebagai sarana umpan balik dengan masyarakat. Feedback atau umpan balik diperlukan sebagai sarana interaksi antara masyarakat dengan organisasi yang bersangkutan. Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan, dan menyesuaikan kesulitan sasaran sehingga organisasi tersebut dapat secara fleksibel mengatasi permasalahan yang ada.
Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan data di lapangan yang telah dianalisis serta diinterpretasikan sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah tahapan sosialisasi program Larasita yang dilakukan di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dilakukan melalui 4 tahap. Tahapan tersebut adalah; 1. Tahap pengetahuan Masyarakat Desa Dawarblandong telah diberikan pengetahuan mengenai program Larasita, tetapi masyarakat masih kurang memahami lebih dalam mengenai program tersebut, terutama mengenai transparansi waktu, biaya, dan prosedur. Tahap ini sudah dilakukan oleh petugas Larasita tetapi masih belum optimal ditandai dari kurang jelasnya masyarakat terhadap informasi. Kurang optimalnya saluran komunikasi yang digunakan untuk mensosialisasikan program Larasita. Tidak adanya keberlanjutan dalam pemberian informasi secara langsung kepada masyarakat melalui rapat dan penyuluhan membuat masyarakat semakin acuh terhadap program Larasita, kurang optimalnya penggunaan media massa dalam penyebarkan informasi program Larasita dan tidak adanya wadah untuk feedback membuat masyarakat semakin pasif. 2. Tahap persuasif Masyarakat sedikit banyak sudah mengetahui manfaat yang diberikan dari adanya program Larasita, tetapi mereka masih ragu menggunakan program tersebut karena faktor kerumitan (complexity) dari program Larasita sangat menonjol. Kerumitan ini
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
karena masyarakat kurang memahami syarat dan prosedur mengurus sertifikat sehingga masyarakat berfikir bahwa mengurus sertifikat sangat rumit.
3.
Tahap pelaksanaan Dalam pelaksanaanya program Larasita menggunakan sistem jemput bola sehingga lebih mempermudah masyarakat untuk mengurus sertifikat tanah. Selain itu pemprosesan juga dapat dilakukan secara langsung di dalam mobil Larasita karena di dalam mobil tersebut telah disediakan komputer dan IT yang terintegrasi dengan Kantor Pertanahan sehingga prosesnya lebih mudah dan cepat. Terdapat pula pendelegasian wewenang dalam pelaksanaan program Larasita, jadi untuk jenis pelayanan tertentu seperti yang telah diatur dalam SK, dapat ditandatangani langsung oleh ketua Larasita. Tetapi masyarakat juga masih dapat mengurus jenis pelayanan pertanahan yang lain di Larasita tentunya dengan memprosesnya di Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto sesuai dengan prosedur. 4. Tahap konfirmasi Tidak adanya wadah untuk alat feedback antara masyarakat dengan petugas Larasita membuat masyarakat semakin tidak peduli terhadap program Larasita. Secara garis besar tahapan sosialisasi program Larasita di Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dapat dikatakan kurang optimal. Hal ini dikarenakan pada tahap pengetahuan, masih masyarakat yang belum memahami mengenai program Larasita. Saluran komunikasi yang digunakan kurang efektif dan tidak berkelanjutan membuat masyarakat semakin tidak melirik program Larasita. Serta tidak adanya wadah sebagai sarana umpan balik antara masyarakat dengan petugas Larasita membuat sebagian besar masyarakat apatis sehingga masih belum mengadopsi program Larasita untuk mengurus sertifikat tanah mereka. Saran Agar tahapan sosialisasi dalam program Larasita berjalan dengan baik maka saran yang dapat diberikan yaitu memberikan pengetahuan lebih intensif mengenai program Larasita kepada masyarakat, terutama masyarakat desa yang tertinggal. Karena kualitas sumber daya manusia yang masih rendah membuat masyarakat masih tidak menyadari pentingnya sertifikat tanah. Agar masyarakat tidak berpersepsi bahwa mengurus sertifikat tanah melalui program Larasita itu rumit, maka dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat ditekankan mengenai transparansi dalam mengurus sertifikat tanah terutama syarat, biaya dan waktu, dan jadwal kunjungan Larasita. Dengan begitu akan tercipta trust building yang dapat mempersuasif masyarakat untuk medukung program Larasita.
Pemberian informasi melalui saluran komunikasi pribadi seperti rapat dan penyuluhan harus dilakukan secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan dukungan masyarakat terhadap program Larasita. Penyebaran informasi mengenai program Larasita melalui media massa lebih ditingkatkan karena media massa, coverage areanya lebih luas sehingga langkah pertama yang baik yaitu dengan membuat masyarakat tahu dan mengerti program Larasita terlebih dahulu agar dapat lebih mudah dipersuasi. Kendala biaya dalam penyebaran informasi mengenai program Larasita melalui media massa, dapat disiasati dengan bekerja sama dengan saluran radio lokal dan koran lokal yang tentunya lebih terjangkau. Perlu dibentuk wadah untuk konfirmasi atau sebagai sarana feedback antara masyarakat dengan petugas Larasita yang tentunya dapat membuat masyarakat semakin aktif dalam mendukung program Larasita. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007. Eddy, Richard. Aspek Legal Properti-Teori, Contoh, dan Aplikasi. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Djambatan, 2006. Indranata, Iskandar. Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas. Jakarta: UI-Press, 2008. Kunarjo. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. Jakarta: UI Press, 2002. Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007. Reinke, W.A. Perencanaan Kesehatan untuk Meningkatkan Efektifitas Manajemen. Yogyakarta: UGM Press, 1994. Rogers, Everett M. Diffusion Of Innovation Fifth Edition. New York: The free Press, 2003. Samudra, Wibowo. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Grafindo Persada, 1994. Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana, 2010. Sembiring, Joses Jimmy. Panduan Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010. Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial Edisi Revisi. Bandung: Rafika Aditama, 2001. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008. Sumardjono, Maria. S. W. Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007. Sumarto, Hetifah SJ. Inovasi, partisipasi, dan good governance; 20 prakarsa inovatif dan 7
Kebijakan dan Manajemen Publik Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Suprapto, Tommy. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Pressindo, 2009. Tjokroamidjojo, Bintoro. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1931. Tukiran, Sofiana Effendi. Metode Penelitian Survey Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES, 2012.
8