PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2. LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran, fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, hidrooceonografi, ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat. 2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan 1. Iklim Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk selama pencatatan 16 tahun (tahun 1985 -2001) menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. o
o
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 C pada bulan Juli sampai 28,3 C pada o
bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 C pada bulan Juli dan yang o
o
tertinggi 30,0 C pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 C pada bulan Juli sampai o
24,5 C pada bulan Februari. Tabel 2.14. Data Iklim Wilayah Studi Unsur Iklim
Jan 81
1. Curah hujan (mm) 2. Suhu udara (o C) Rata-rata 28,1 Maksimum 31,6 Minimum 24,2 3. Kelembaban Nisbi Udara (%) 77 4. Kecepatan angin rata-rata (knot) 4,5 (Sumber data: St. Meteorologi Bandara
Feb 81
Mar Apr 140 127
Mei 115
Bulan Jun Jul 130 169
Agt 78
Sep 45
Okt Nov Des 41 69 85
28,1 27,1 27,7 27,2 26,6 25,9 26,0 27,0 28,1 28,3 28,1 31,6 32,0 30,8 30,2 29,6 28,9 29,1 30,2 30,9 31,7 31,6 24,3 24,1 24,2 23,9 23,4 22,9 23,0 23,2 23,7 24,0 24,2 78 79 80 80 81 81 78 74 73 75 78 4,6 4,6 4,3 5,1 5,6 6,0 6,5 6,5 5,5 4,4 4,1 Bubung Luwuk), 1985-2001
Setahun 1161 27,4 31,6 23,8 5,1
Keterangan : ٠Curah hujan (rata-rata 1985-2001), ٠Suhu udara dan kelembaban nisbi udara (rata-rata 1996-2001), ٠Kecepatan angin (rata-rata 1996-2000)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-74
PT PERTAMINA EP - PPGM
Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi. Kelembaban udara rata-rata bulanan ± 73 % pada bulan oktober yang bertepatan dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim hujan. 2. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran Hasil pengamatan sesaat di lokasi-lokasi sekitar rencana kegiatan secara kualitatif kondisi udara, tingkat kebisingan dan tingkat getaran masih sangat baik. Kualitas udara Gambaran umum tingkat kualitas udara di wilayah sekitar Proyek masih baik. Hal itu didasarkan atas data sekunder dari hasil pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan sebelumnya di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleo Raja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB).
Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan No.
Kode Sampel
Desa / lokasi
1.
MLR-1
Tapak proyek Maleo raja
2.
MLR-2
Jalan masuk lokasi Maleo raja
3.
MLR-3
Permukiman penduduk desa Batui IV
4.
MTD-1
Tapak proyek Matindok
5.
MTD-2
Jalan masuk lokasi Matindok
6.
MTD-3
Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
7.
DNG-1
Tapak proyek Donggi
8.
DNG-2
Jalan masuk lokasi Donggi
9.
DNG-3
Pasar Sindang sari
10.
ANB-1
Tapak proyek Anoa besar
11.
ANB-2
Permukiman penduduk desa Kamiwangi
12.
ANB-3
Jalan raya Anoa besar
Sumber : 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-75
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, metode analisis setiap parameter telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990 dan mengacu pada Compendium Methods dari USEPA (United States Environmental Protection Agency) dengan nomor EPA/625/R-96/01, July 1999. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada Kep.Ka.BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta berpedoman pada National Ambient Air Quality Standards (NAAQS) yang ditentukan oleh USEPA. Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan atau Rona Lingkungan Awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada Tabel 2.16. Skala Kualitas Lingkungan (SKL) secara seragam digunakan untuk perhitungan pada tahap prakiraan dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya. Tabel 2.16. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan ISPU
Kategori
Skala Kualitas Lingkungan
Kategori
1 – 50
Baik
5
Sangat baik
51 – 100
Sedang
4
Baik
101 – 199
Tidak sehat
3
Buruk
200 – 299
Sangat tidak sehat
2
Sangat buruk
> 300
Berbahaya
1
Sangat buruk sekali
Sumber: USEPA, 1999
Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal berdasarkan data sekunder tersebut pada Tabel 2.15 di sekitar lokasi rencana kegiatan (sebanyak 12 lokasi), disajikan pada Tabel 2.17. Rekapitulasi hasil
pengolahan data dengan besaran skala kualitas
lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 2.18.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-76
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan No.
Parameter
1
Sulfur Dioksida, SO 2
2
MLR-1 MLR-2 MLR-3 MTD-1 MTD-2 MTD-3 DNG-1 DNG-2 DNG-3 ANB-1
ANB-2 ANB-3
Baku *) Mutu
1,82
2,43
2,53
1,29
2,14
2,63
5,12
2,88
5,10
2,40
2,52
3,26
260
Karbon Monoksida, CO
10,50
14,00
15,36
8,61
13,10
14,42
18,20
12,45
19,67
8,76
9,18
15,58
2250
3
Nitrogen Dioksida, NO 2
3,10
4,13
4,59
3,21
3,87
3,85
6,09
3,73
6,20
3,15
3,31
4,35
92,5
4
Oksidan, O 3
0,07
0,10
0,13
0,03
0,08
0,09
0,06
0,06
0,06
0,05
0,07
0,08
200
5
Amoniak
0,06
0,08
0,10
0,06
0,08
0,09
0,095
0,045
0,048
0,03
0,05
0,07
1360
6
Hidrogen Sulfida
0,02
0,02
0,04
0,02
0,02
0,03
0,025
0,018
0,028
0,01
0,02
0,03
42
7
Dust TSP
85
86
87
83
89
92
84
91
124
95
112
124
260
*) Kep.Gub.KDH TK I Sulawesi Tengah No. Kep. 188.44/1443/Ro.BKLH
Sumber : 1.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003
2.
UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002
3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-77
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara dan Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan Kode
Lokasi
SKL
MLR-1 Tapak proyek maleo raja
5
MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja
5
MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV
5
MTD-1 Tapak proyek matindok
5
MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok
5
MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
5
DNG-1 Tapak proyek donggi
5
DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi
5
DNG-3 Pasar sindang sari
5
ANB-1 Tapak proyek anoa besar
5
ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi
5
ANB-3 Jalan raya anoa besar
5
Keterangan
Tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia maupun hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan maupun nilai estetika
Sumber: Hasil analisis Data dari Tabel 2.17
Dari hasil analisis kualitas udara dan kebisingan, terlihat bahwa rona lingkungan awal kualitas udara dan kebauan di sekitar lokasi kegiatan tergolong sangat baik (SKL= 5).
Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB. Gambaran umum tingkat kebisingan di daerah itu diambil dari data sekunder yang telah ada yang merupakan hasil pengukuran di sekitar lokasi sumur Maleoraja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB).
Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.17. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan mengacu pada Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan, disajikan pada Tabel 2.19.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-78
PT PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengukuran tingkat kebisingan merupakan lingkungan kegiatan perumahan dan permukiman serta ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, hasil pengukuran dibandingkan terhadap Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan Permukiman dan Perumahan (55 dB) dan Ruang Terbuka Hijau (50 dB). Berdasarkan data sekunder hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2.19 terlihat bahwa semua lokasi berada di bawah ambang batas baku tingkat kebisingan. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. Tabel 2.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Kode
Lokasi
Tingkat Kebisingan (dB)
MLR-1
Tapak proyek maleo raja
31-35
MLR-2
Jalan masuk lokasi maleo raja
38-42
MLR-3
Permukiman penduduk desa Batui IV
46-50
MTD-1
Tapak proyek matindok
30-34
MTD-2
Jalan masuk lokasi matindok
35-40
MTD-3
Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
46-50
DNG-1
Tapak proyek donggi
39-42
DNG-2
Jalan masuk lokasi donggi
43-45
DNG-3
Pasar sindang sari
47-51
ANB-1
Tapak proyek anoa besar
38-41
ANB-2
Permukiman penduduk desa kamiwangi
45-48
ANB-3
Jalan raya anoa besar
47-53
Sumber :
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng, 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng, 2002.
2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi Geomorfologi daerah penelitian secara umum merupakan daerah pantai dengan lebar pantai sekitar 100 m sampai 1 km. Pada sisi bagian barat dijumpai adanya rangkaian perbukitan yang membujur searah dengan garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 450 meter, dengan kelerengan berkisar antara 5 o - 40o. Sistem aliran sungai yang berkembang disini adalah paralel, yang seluruhnya bermuara di Selat Peleng. Aliran sungainya ada yang bersifat perenial dan ada juga yang intermiten. Proses pelapukan dengan disertai erosi pada daerah ini cukup intensif. Ketebalan lapisan tanahnya cukup tebal, yaitu antara 3 - 4 meter.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-79
PT PERTAMINA EP - PPGM
Stratigrafi daerah Luwuk sampai Batui terdiri atas Formasi Bongka, Formasi Kintom, Satuan Terumbu Koral Kuarter dan Satuan Aluvium. Formasi Bongka terdiri atas konglomerat, batupasir, lanau, napal dan batugamping. Formasi ini melampar dari bagian utara sampai selatan dimana terkosentrasi pada bagian barat, dengan luas sekitar 40% dari daerah penelitian, umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir hingga Plistosen. Di daerah penelitian Formasi Bongka ini tersingkap di sebelah barat dari Kintom dan Mendono. Formasi Kintom sering pula disebut dengan Formasi Batui, terdiri dari napal pasiran dan batupasir. Formasi ini melampar pada bagian utara kota Batui, dengan luas penyebaran adalah 20% dari daerah penelitian. Batuan yang menyusun formasi ini sebagian besar adalah batugamping koral bersisipan napal dan sebagian batupasir Berdasarkan kandungan fosil yang ditemukan di “Matindok-1 well” yaitu Globigerinoides extremus, maka umur Formasi Kintom adalah Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, sedangkan lingkungan pengendapannya adalah outer
neritic hingga upper bathyal. Formasi ini melampar di sebelah barat dari Formasi Bongka. Satuan Terumbu Koral Kuarter, terdiri dari batugamping terumbu dan sedikit napal, umur dari satuan ini adalah Kuarter (Holosen), dan melampar di sebagian besar dari daerah penelitian di sepanjang tepi pantai. Satuan aluvium ini ditemukan pada daerah di dekat muara sungai dari Batui hingga Luwuk. Terdiri atas batuan lepas yang berukuran lempung hingga kerakal dan ditemukan pula hasil endapan teras sungai yang banyak ditemui di Batui river basin . Ketinggian dari teras sungai adalah antara 10 – 30 meter, hal ini mengindikasikan bahwa pengangkatan di daerah ini masih berlangsung. Satuan ini hanya terdapat di sekitar muara-muara sungai seperti di Muara Sungai Kuala Batui di Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-80
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.21. Peta Geologi Daerah Batui
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Struktur geologi daerah penelitian cukup komplek. Hal ini diakibatkan karena daerah ini merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut-tenggara dengan panjang yang bervariasi (Gambar 2.21). 1. Kondisi Geologi pada Jalur Pipa Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini terdiri atas sesar-sesar minor (minor faults) yang secara umum berarah barat laut-tenggara dan Utara-Selatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-81
PT PERTAMINA EP - PPGM
Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil – kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 – 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Sedangkan batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan. Selanjutnya
jalur
pipa
di
daerah
Kasambang
melewati
singkapan
batugamping
konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil–kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 -20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Makin ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempungpasir, tebal 30 cm. Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported , tersemenkan kuat (grainstone ), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m. Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi. Pada barat jalan Batui - Kintom, + 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12 -15 m. Pada bagian bawah (+ 3 m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm – 8 cm, fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone ). Diantaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm – 20 cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat ( framestone ). Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang cukup kompleks ini menyebabkan sering terjadinya gempa bumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat mengantisipasi adanya getaran yang ditimbulkan oleh gempa tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur sesar (faults) yang ada di wilayah itu. Agihan litologi dan struktur geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-82
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit, serpentinit dan gabro. Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman ± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal. Ketinggian loksi berkisar 1 – 15 m dai permukaan laut. Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya 2
mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m . Daerah ini cukup untuk pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan tindakan preventif dan antipasinya. Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill ) dapat dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut. Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak lokasi ini dari pantai dekat dan seringnya timbul gempa di daerah ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-83
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti aliran sungai (0456009; 986249) berada pada teras sungai berupa endapan konglomerat – batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih, struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya, ukuran butir 2 mm – 10 cm, rounded , kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar,
rounded , non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal. Selain itu pada daerah + 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi endapan kerakal. Lebar dataran + 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80 meter. Perbukitan dengan tinggi 5 – 15 meter dan slope 20 – 30
o
tersusun oleh
lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 – 20cm. Batugamping berupa packstone, grainstone , dan rudstone atau framestone yang telah mengalami pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas, ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2- 4 cm. Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan BatuiLuwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk o
o
nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68 E/9 , o
o
jumpai pula adanya kekar dengan arah 80 /195 dan 80 /46. Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Peta Geologi Lampiran 5. 3. Gempa dan Tsunami Kondisi Geologi di daerah penelitian yang merupakan zone kolosi antara
microkontinen
Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-84
PT PERTAMINA EP - PPGM
mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut- tenggara dengan panjang yang bervariasi.
Gambar 2.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Berdasarkan data tersebut maka di daerah penelitian dimungkinkan sering terjadi gempa tektonik. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.22, yang memperlihatkan Peta Seismisitas dengan skala magnitud 5 dan terjadi sejak tahun 1900. Dari gambar tersebut memperlihatkan banyaknya episentrum gempa di sekitar daerah penelitian, yaitu di sekitar Pulau Banggai. Kedalaman episentrum gempa sebagian besar adalah pada kedalaman antara 0 – 33 km, yang termasuk dalam kategori gempa dangkal, dan juga pada kedalaman antara 70 – 150 km. Data lain berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia yang dibuat pada tahun 1992, memperlihatkan bahwa di sebelah tenggara Batui (Teluk Tolo) diperkirakan adanya sesar naik. Sesar naik ini dimungkinkan bila aktif akan dapat menimbulkan adanya
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-85
PT PERTAMINA EP - PPGM
tsunami. Namun melihat dari letaknya yang ada di sebelah selatan dari lokasi rencana kilang, maka bila terjadi tsunami maka arus atau gelombang yang sampai di lokasi rencana kilang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, gelombang terbesar bila terjadi tsunami arahnya pasti sejajar dengan pusat gempa. Pusat gempa yang dimungkinkan terjadi (yang merupakan daerah sesar) letaknya ada di selatan lokasi rencana kilang dan berjarak dari Batui sekitar 30 – 50 km. Oleh karena itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami ini. Kondisi umum yang akan mempengaruhi atau yang akan menjadi kendala dalam rencana pembangunan di tiga lokasi alternatif adalah ancaman bahaya yang datang dari berbagai arah.
2.2.1.3. Hidrologi, Kualitas dan Kuantitas Air 1. Hidrologi Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut seperti S. Bangkiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bangkiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis. Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-86
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kualitas air a. Kualitas air tanah Gambaran umum kualitas air tanah diketahui berdasarkan data sekunder hasil pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah dilakukan di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur maleo raja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Lokasi pengambilan sampel sebanyak 5 titik.
Tabel 2.20. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Tanah No.
Kode Sampel
Desa/lokasi
1.
BTI
Air sumur penduduk desa Batui IV
2.
SPA
Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu
3.
SDS
Air sumur penduduk desa Sindang Sari
4.
KMW-1
Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1
5.
KMW-2
Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2
Sumber : 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
Data sekunder hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.21. Cara pengukuran dan perhitungan dan pedoman kualitas air tanah mengacu pada Permenkes RI No.416 tahun 1990 untuk air minum.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-87
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk No.
Parameter
BTI
SPA
SDS
KMW-1
KMW-2
Baku Mutu
Satuan
1,75
2,39
2,34
4,26
3,28
-
mg/L
94
109
98
140
90
1000
mg/L
1
BOD5
2
Zat padat terlarut, TDS
3
COD
6,80
6,29
7,12
12,56
10,57
-
mg/L
4
Suhu udara/air
30/26
28/26
32/26
31/28
31/28
3
-
5
Amoniak
<0,001
0,011
0,01
0,006
0,002
0,5
mg/L
6
Air raksa, Hg
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,001
mg/L
7
Arsen, As
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
8
Besi, Fe
9
Fluorida, F
10
Cadmium, Cd 6+
0,022
0,022
0,012
0,032
0,014
0,3
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1,5
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,005
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,028
<0,001
<0,001
0,022
0,022
0,1
mg/L
11
Hexavalent Kromium, Cr
12
Mangan, Mn
13
Nitrat (NO3 -N)
<0,001
<0,001
0,005
<0,001
<0,001
10
mg/L
14
Nitrit (NO2-N)
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1
mg/L
15
pH
7,10
7,29
7,38
7,62
7,02
16
Seng, Zn
0,012
<0,001
<0,001
0,013
<0,013
5
mg/L
17
Sianida, CN
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
18
Hidrogen Sulfida, H2 S
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
19
Tembaga, Cu
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1
mg/L
20
Timbal, Pb
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
21
Fenol
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
22
Senyawa biru metilen, MBAS
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
23
Zat Organik (KMnO4)
4,69
2,99
7,12
6,72
2,45
10
mg/L
-
-
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
24
Minyak dan lemak
6,5-8,5
-
Sumber: 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
Hasil analisis kualitas air sumur penduduk dibandingkan terhadap baku mutu air minum, kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979) yang selengkapnya disajikan pada Tabel 2.22.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-88
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk Kode Lokasi Sampel BTI Air sumur penduduk desa Batui IV
Parameter yang BML melebihi BML Suhu 4 Suhu 3
SPA
Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu
SDS
Air sumur penduduk desa Sindang Sari
SKL 4
-
-
5
Suhu 6
Suhu 3
4
KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1
-
-
5
KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2
-
-
5
Sumber: Analisis Data dari Tabel 2.21.
b. Kualitas Air Sungai Kualitas air sungai pada lokasi penelitian, diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran kualitas air sungai
di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleoraja (MLR),
matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai yang telah dilakukan tersebut telah mengikuti pedoman Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men.LH No. 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi. Hasil analisis kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan Kriteria Kualitas Air Sungai sesuai Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/ 1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 6 titik, seperti disajikan pada Tabel 2.23. Tabel 2.23. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Sungai No.
Kode Sampel
Desa / lokasi
1.
SKH-1
Sungai Kayowa Hulu
2.
SKH-2
Sungai Kayowa Hilir
3.
SBH-1
Sungai Boiton Hulu
4.
SBH-2
Sungai Boiton Hilir
5.
SSS
Sungai Sindang Sari
6.
SDG
Sungai Dongin
Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-89
PT PERTAMINA EP - PPGM
Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.24. Untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979), dan hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2.25. Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya. Tabel 2.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai No.
Parameter
SKH -1
SKH -2
SBH -1
SBH -2
SSS
SDG
Baku mutu
Satuan
1
BOD 5
2,04
2,80
6
mg/L
2
Zat padat terlarut, TDS
106
106
1500
mg/L
3
COD
8,20
9,00
50
mg/L
4
Suhu udara/air
30/27
30/28
-
-
5
Amoniak
0,038
0,042
0,5
mg/L
6
Air raksa, Hg
<0,001
<0,001
0,001
mg/L
7
Arsen, As
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
8
Besi, Fe
0,254
0,269
5
mg/L
9
Fluorida, F
0,029
0,031
1,5
mg/L
<0,001
<0,001
0,01
mg/L
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,018
0,024
0,5
mg/L
10
Cadmium, Cd
11
Hexavalent Kromium, Cr
12
Mangan, Mn
13
Nitrat (NO3-N)
14
Nitrit (NO2-N)
15
pH
16
Seng, Zn
17
Sianida, CN
18
Hidrogen Sulfida, H2 S
19 20
6+
0,45
0,51
10
mg/L
0,008
0,011
1
mg/L
7,15
7,31
5-9
-
0,032
0,048
5
mg/L
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,014
0,022
-
mg/L
Tembaga, Cu
<0,001
<0,001
1
mg/L
Timbal, Pb
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
21
Fenol
<0,001
<0,001
0,002
mg/L
22
Senyawa biru metilen, MBAS
0,014
0,018
0,5
mg/L
23
Zat Organik (KMnO4)
6,77
6,88
-
mg/L
24
Minyak dan lemak
-
mg/L
Sumber: 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-90
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai Kode Sampel
Lokasi
SKH-1
Sungai Kayowa Hulu
Parameter yang melebihi BML -
SKH-2
Sungai Kayowa Hilir
SBH-1 SBH-2
BML
SKL
-
5
-
-
5
Sungai Boiton Hulu
-
-
5
Sungai Boiton Hilir
-
-
5
SSS
Sungai Sindang Sari
-
-
5
SDG
Sungai Dongin
-
-
5
Sumber: Hasil analisis Data Tabel 2.24.
Dari hasil pengukuran tersebut pada Tabel 2.24 dan rekapitulasi skala kualitas lingkungan pada Tabel 2.25, terlihat bahwa kualitas air di semua lokasi berada di bawah baku mutu lingkungan (BML) kualitas air sungai.
Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua
lokasi = 5 atau kategori sangat baik.
c. Kuantitas Air Sungai Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, diperlukan data ketersediaan debit air permukaan, dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di 3
3
wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m /dtk), Sungai Mansahang (41 m /dtk), Sungai Toili (40 m 3/dtk), Sungai Batui (85,2 m 3/dtk), Sungai Sinorang (24 m3 /dtk), Sungai Mendono (60 m 3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3 /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106 m3 /tahun. Dari sekian banyak sungai di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang digunakan berupa data sekunder hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar 2
240 km . Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan 2,750
persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010)
yang diperoleh dari
perhitungan tinggi muka air dan debit sungai mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-91
PT PERTAMINA EP - PPGM
dengan 2004. Tabel 2.26 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 01 014’29’’S, 122o 31’00’’BT.
Tabel 2.26. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Bulan
Debit aliran (m3/detik) 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Januari
25.30
36.60
10.00
5.17
5.23
5.05
14.80
7.46
16.82
41.67
Februari
31.40
33.30
11.10
2.32
6.20
7.75
6.27
5.33
14.77
26.83
Maret
29.84
25.20
18.00
3.72
10.45
9.16
9.15
18.24
17.82
27.79
April
40.57
36.40
24.70
11.30
14.70
15.40
14.70
13.64
20.30
55.71
Mei
51.30
54.60
15.10
25.60
30.30
16.60
15.50
24.64
21.17
58.43
Juni
47.55
86.70
28.80
33.50
42.80
69.50
14.20
44.67
57.00
73.82
Juli
50.23
64.70
78.80
26.70
10.90
59.50
11.09
19.34
62.67
192.91
Agustus
30.33
87.20
7.72
61.20
17.60
17.40
10.56
3.35
66.00
26.65
September
25.99
30.60
3.76
15.40
7.32
7.57
7.54
1.56
41.60
77.31
Oktober
20.50
36.30
2.62
9.77
10.50
9.78
5.12
0.15
23.27
9.19
Nopember
48.30
22.80
2.38
6.40
15.98
13.10
8.77
1.38
40.22
9.27
Desember
30.27
17.70
12.50
6.64
19.30
15.76
5.13
2.33
42.22
23.23
Jumlah
431.58
532.1
215.48 207.72 191.28 246.57 122.83
142.09
423.86
622.81
Rt Hrn
35.97
44.34
17.96
11.84
35.32
51.90
17.31
15.94
20.55
10.24
Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995 -2004
Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik diperkirakan sekitar sekitar 20.000 m3 . Apabila diperhitungkan debit sungai Batui rata-rata harian maka akan diperoleh sebesar 94.093 m3 /hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m 3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-92
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kuantitas Air Tanah Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 X 10 6 m3/tahun atau 1.035 X 10 6 m3 /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam jumlah yang sangat besar di daerah tersebut. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), operasional BS (25 m3/hari), dan kilang LNG (75 m3 /hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah.
2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi 1. Batimetri Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang baik yang sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai.
Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-93
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
2. Pasang surut Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan dermaga mempunyai fase dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semi-
diurnal) dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, dengan konstanta pasang surut yang diperoleh dari pengukuran selama 15 hari sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-94
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.27. Konstanta Pasut yang Diperoleh dari Pengukuran 15 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Konstanta ZO MSF O1 K1 M2 S2 M3 SK3 M4 MS4 S4 2MK5 2SK5 M6 2MS6 2SM6 3MK7 M8
Amplitudo (mm) 1635.704 20.3342 156.4451 321.166 343.714 94.1475 6.2211 10.7501 12.679 7.984 3.1493 2.6106 4.7391 6.6695 6.3341 3.9445 4.15 3.0581
(Sumber: Baseline Study Pproyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Phase (derajat) 0 182.18 288.21 306.9 39.09 91.31 158.76 240.15 33.09 131.84 180.3 226.01 70.26 36.95 355.42 141.24 166.98 252
Bilangan formal: untuk menentukan tipe pasang surut.
K O 1 1 F 0.732877 tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi-diurnal) M S 2 2 F < 0,25
: semi diurnal
0,25 < F < 1,50
: campur tetapi dominan semi diurnal
1,50 < F < 3,00
: campur tetapi dominan diurnal
F > 3,00
: semi diurnal
Datum terhadap MSL (ZO) No 1 2 3 4 5 6 7
Nama HAT HHWL HWL MSL LWL LLWL LAT
Elevasi 1008 1353 526 0 -878 -970 -1008
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-95
PT PERTAMINA EP - PPGM
T inggi muk a air (mm)
1800 1600 1400 1200 1000 800 10:30
17:30
0:30
7:30
14:30
21:30
4:30
11:30
Waktu (jam) manual
tide g
Gambar 2.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
3. Studi gelombang Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot. Arah angin dominan sebagaimana dalam mawar angin tergambar utamanya dari selatan, disusul dari timur dan kemudian tenggara. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti Gambar 2.25.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-96
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.25.
Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 2.26. Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah gelombang.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-97
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.26. Mawar Gelombang Maksimum
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
4. Arus Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore
zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman –20 m. Pada kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det.
Hasil pencatatan arus digambarkan dalam
bentuk mawar arus seperti Gambar 2.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-98
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.27. Mawar Arus Pasang Surut
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
5. Sedimen Melayang dan Sedimen Pantai Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti tidak mengandung sedimen.
Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi
sedikit mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai. Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen berupa pasir kasar.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-99
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah 1. Tata Ruang Berdasarkan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan (Gambar 2.28). Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan diakembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK). Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda (Gambar 2.29). Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi
tapak
proyek
pengembangan
gas
Matindok
akan
dimanfaatkan
untuk
pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan.
2. Penggunaan Lahan Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan tersebut terdapat konsentrasi permukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat, perkebunan besar, areal ex transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas yang dikelola oleh JOB – Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan pengambang terdapat daerah konservasi Suaka Margaasatwa Bangkiriang dan sebelah selatan berbatasan dengan perairan Selat Peleng.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-100
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-101
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-102
PT PERTAMINA EP - PPGM
Permukiman Permukiman penduduk terdekat atau yang terkait langsung dengan rencana lokasi kegiatan yaitu: a) Sumur-sumur produksi dan GPF terletak di Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui meliputi sebagian besar desa-desa di wilayah itu. b) Pemasangan saluran gas GPF ke Junction di Senoro selanjutnya disalurkan ke konsumen dan Kilang LNG dan pengangkutan kondensat dari BS ke Bajo melewati sebagian besar wilayah desa-dea di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui. c) Pembangunan kilang LNG terletak di sekitar Uso (Kecamatan Batui) atau di sekitar Padang (Kecamatan Kintom). Penduduk di sekitar rencana kegiatan, umumnya bertempat tinggal di sekitar jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk – Baturube. Pertanian/Perkebunan Rakyat Kegiatan pertanian/perkebunan rakyat yang diusahakan masyarakat sekitar rencana kegiatan berupa tanaman semusim seperti padi sawah dan palawija, tanaman buah-buahan di pekarangan seperti kelapa, pisang mangga, jambu, nangka, rambutan dan tanaman industri seperti kelapa sawit, tanaman cokelat dan kelapa. Pada lahan-lahan yang jauh dari permukiman, umumnya pola tanam berupa perladangan yang dimulai dengan tebang-bakar tetapi cenderung tidak berpindah. Lahan hail pembukaan tersebut umumnya digunakan untuk penanaman padi ladang sampai 2 kali tanam, tanaman jagung, tanaman cokelat dan kelapa. Apabila tanaman cokelat atau tanaman kelapa sudah tidak produktif akan diremajakan lagi. Selain coklat dan kelapa yang cukup dominan,, juga kelapa sawit mulai diusahakan oleh sebagin masyarakat yang mempunyai permodalan cukup memadai. Dari uraian di atas dan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian (lihat Lampiran 5), luas masing-masing jenis penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang 291,54 Ha, permukiman 1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah, 8.895,36, sawah tadah hujan 1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka 271,50 Ha. 3. Topografi dan Jenis Tanah Topografi di wilayah rencana kegiatan pada umumnya adalah dataran yang terletak membujur dari barat daya ke timur laut di bagian selatan areal rencana kegiatan dengan lereng datar (0-3%), dan di sebelah utaranya berupa perbukitan dan pegunungan dengan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-103
PT PERTAMINA EP - PPGM
lereng agak curam (15-40%) hingga sangat curam (>40%). Apabila dilihat dari arah tenggara ke barat laut maka secara berurutan topografi areal rencana kegiatan dari dataran, perbukitan dan pegunungan atau dari datar, agak curam dan curam. Menurut sistem klasifiksi Puslitanak (1983) tanah di wilayah studi terdiri dari renzina, litosol, kambisol eutrik, aluvial eutrik, grumusol dan regosol. Renzina dan litosol dapat ditemui di wilayah perbukitan dan pegunungan dengan ciri lapisan atau ketebalan tanah sangat dangkal (kurang dari 20 cm) dan langsung menempel
di atas
batuan induk. Kambisol
eutrik dapat dijumpai pada wilayah yang lebih landai atau kaki bukit hingga datara dengan ciri tanah yang bau berkembang (horizonisasi belum berkmbang jelas), bertekstur sedang. Aluvial eutrik dominan berada pada dataran pelembahan dengan lapisan-lapisan tanah yang diendapkan pada waktu berbeda dan bertekstur dari halus hingga agak kasar. Grumusol tersebar pada lahan yang datar dengan warna tanah kelabu, bertekstur liat berat atau sangat ekat pada saat basah (musim hujan) dan merekah saat kering (musim kemarau). Regoso di wilayah rencana studi hanya dijumpai di daerah pantai yaitu beting pantaiseperti di Kampung Nonong.
2.2.1.6. Transportasi Sarana prasarana transportasi merupakan unsur yang sangat penting bagi kelancaran arus lalulintas barang dan jasa serta pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Selain itu salah satu prasarana transportasi yang sangat penting adalah sarana jalan yang merupakan pendukung kelancaran transportasi antara daerah satu dengan lainnya. Total panjang jalan di wilayah Kabupaten Banggai adalah 3.208,20 km, dengan permukaan jalan berupa kerikil (23,99%), aspal (15,86%), tanah (10,14%) dan yang tidak dirinci sebesar 50%. Luwuk merupakan kecamatan yang mempunyai jalan terpanjang, diikuti Toili dan Bualemo. Sementara itu banyaknya kendaraan bermotor di wilayah Kabupaten Banggai adalah sebagai berikut. Jenis kendaraan bermotor yang dominan beroperasi adalah bus, truk dan pick up. Sekitar 70,41% dari total kendaraan yang ada di wilayah Kabupaten Banggai merupakan kendaraan dari wilayah Kecamatan Luwuk. Hal ini dapat dipahami mengingat Kecamatan Luwuk sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan perekonomian, sehingga keberadaan sarana prasarana penunjang termasuk kendaraan bermotor juga tersentral di Luwuk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-104
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2. Komponen Biologi 2.2.2.1. Biota Darat 1. Vegetasi Berdasrkan fungsi kawasan, wilayah sekitar areal rencana kegiatan terdiri atas Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi yang dapat Dikonservasi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Suaka Margasatwa (HSM), Hutan Lindung
(HL) Mangrove, dan
kawasan perlindungan setempat berupa kawasan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai. Tipe komunitas vegetasi di areal sekitar rencana kegiatan terdiri atas vegetasi hutan alam primer, hutan alam sekunder, hutan pantai, vegetasi budidaya (sawah, kebun campur, tegalan/ladang dan pekarangan), dan semak belukar. Tipe-tipe komunitas vegetasi tersebut, termasuk kawasan permukiman, hampir seluruhnya dapat dijumpai di setiap fungsi kawasan, meskipun statusnya sebagai HSM Bangkiriang, HL Mangrove maupun kawasan pelindungan setempat. HSM Bangkiriang di areal rencana kegiatan didominasi oleh semak belukar dan perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis flora yang terindentifikasi pada proses pelingkupan antara lain:
a) Flora di hutan alam pegunungan rendah yang masih tersisa yang dijumpai sekitar sumur Sukamaju antara lain kayu hitam ( Diospyros sp.), palapi ( Heritiera sp.), uru (Elmerillia sp.), dama-dama atau kenari ( Canarium sp.), damar (Agathis sp.), jambu-jambuan (Eugenia sp.), palem kambuno ( Palmaceae), kayu pasokan ( Shorea sp.), johar (Cassia
siamea), kolaka (Parinarium sp.), bintangur (Calophyllum sp.), medang ( Cinnamomun sp.) dan kayu ara ( Ficus sp.). b) Flora yang dijumpai hutan pantai, misalnya ketapang ( Terminalia sp.), Pandan (Pandanus sp), kangkung darat (Ipomoea sp.), bakau ( Rhizophora sp.) api-api (Sonneratia sp.),
Bruguiera sp., Ceriops sp., bintangur
( Callophylum sp.) dan Lei
(Palaguium sp.). c) Flora hasil budidaya yang dijumpai antara lain karet ( Hevea brasiliensis), kelapa sawit (Elaeis gueinenis), kelapa ( Cocos nucifera), kakao (Theobroma cacao ), durian (Durio
zibethinus ), petai, nangka (Artocarpus integra ), mangga (Mangifera sp.), pisang (Musa sp), bambu berbagai jenis (bambuceae), rambutan ( Nephellium lappaceum), padi (Oryza sativa), jagung, singkong (Manihot utilissima ), jambu air (Eugenis sp.), jambu biji (Psidium guajava ), pohon jati (Tectona grandis ), akasia (Acasia decurens ) dan albasia ( Albazia sp.).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-105
PT PERTAMINA EP - PPGM
d) Flora yang dijumpai di semak belukar antara lain turi (Sesbania grandiflora ), Mimosa
pudica, Imperata cylindrica, Kyllinga monocephala, Tridax procumbens, Marsilea crenata kirinyuh (Euphatorium sp), harendong (Clidemia hirta), sendusuk ( Melastoma sp), dan berbagai jenis rerumputan (Graminae).
2. Satwa liar Keanekaragaman jenis dan kelimpahan satwa liar di sekitar rencana kegiatan tergantung dari tipe vegetasi dan kualitas habitatnya. Kawasan HSM Bangkiriang merupakan habitat jenis
satwa
endemik
Sulawesi
dan
statusnya
dilindungi
misalnya
(Macrocephalon maleo), anoa (Bubalus sp) dan monyet hitam
burung
maleo
(Macaca tonkeana ).
Walaupun keberadaannya sudah jarang ditemukan, menurut penuturan penduduk yang sering memasuki wilayah hutan, mereka pernah menjumpai hewan mamal seperti kus kus Sulawesi (Phalanger sp.) musang cokelat ( Macrogalidia sp.), rusa (Cervus sp.), musang abuabu ( Viverra sp.). Satwa liar yang paling melimpah adalah babi hutan Sulawesi (Sus
celebensis), Karena jenis hewan itu aktif malam hari, maka mereka tidak dapat mengetahui dengan jelas apakah yang mereka jumpai juga termasuk babirusa (Babyroussa ) atau bukan. Adapun satwa liar burung (Anggota Kelas Aves) yang umum dijumpai di berbagai tipe vegetasi antara lian adalah allo/rangkong (Rhycticeros sp.), kutilang (Pycnonotus sp.), kepodang ( Oriolus chinensis), elang laut (Haliastur indus ), belibis hutan (Anas gibberifrons), berbagai jenis raja udang (Alcedinidae), srigunting (Dicrurus sp .), bangau putih (Egretta sp.), elang cokelat (Elanus sp.), tekukur ( Streptopelia chinensis), pecuk ular (Anhinga
melanogaster ), burung gagak (Corvus sp.), nuri kepala biru (Trichoglossus ornatus), ayam hutan ( Gallus varius) dan burung gereja ( Passer montanus). Satwa liar Herpetofauna (Anggota Kelas Reptilia dan Amphibia) lebih umum dijumpai di dataran banjir sungai. Jenis herpertofauna yang dijumpai antara lain adalah biawak (Varanus sp.), berbagai jenis ular (Fam. Colubridae), kadal ( Mabouya multifasciata), katak pohon (Rhacophorus sp.), katak (Rana sp.) dan kodok (Bufo sp.). Menurut penduduk setempat satwa liar yang sering dianggap sebagai hama adalah burung pipit, tikus sawah (Rattus argentiventer) dan babi hutan ( Sus celebensis).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-106
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2.2. Biota Air Keberadaan biota air di wilayah sekiatar rencana kegiatan memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang penting. Nilai penting secara ekonomi dapat terlihat dari aktivitas masyarakat melakukan kegiatan penangkapan ikan dan biota air lain baik yang hidup di air tawar maupun di air laut. Jenis ikan air tawar yang sering ditangkap antara lain ikan mujair, lele, sepat, ikan nilam dan tembakang. Sedangkan jenis biota air laut yang ditangkap lebih beranekaragam. Pengamatan dari hasil penangkapan dengan jaring tarik (dilakukan oleh 6 orang) menunjukkan berbagai jenis pelagis di perairan dekat Kayowa antara lain ikan selar, kembung, lemuru, ikan mata sebelah, ikan lidah, teri, tembang dan tiga waja. Jenis biota air lain yang sering ditangkap antara lain kerang, siput, udang, udang karang dan cumi.
2.2.3. Komponen Sosial 2.2.3.1. Kependudukan 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan data statistik tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Banggai 292.661 jiwa. Gambaran lebih lengkap tentang jumlah, kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 Kecamatan
Luas (km2)
Penduduk
1. Toili
982,96
Laki-laki 22.632
2. Toili Barat
994,66
10.106
1.390,33
3. Batui 4. Kintom Kabupaten
Perempuan 21.380
Jumlah
Kepadatan Seks Rasio (jw/km 2)
44.012
45
106
9.244
19.350
19
109
12.090
11.801
24.491
18
108
518,72
6.147
6.163
12.310
24
100
9.670,65
149.628
143.033
292.661
30
105
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Toili merupakan wilayah yang paling banyak jumlah penduduknya dan terpadat dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini dapat dipahami mengingat kecamatan ini merupakan pusat aktivitas pertanian yang berkembang pesat sehingga banyak penduduk yang menetap di wilayah ini. Sementara itu kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Kintom, sedangkan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-107
PT PERTAMINA EP - PPGM
yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Batui dengan tingkat kepadatan 18 jiwa/km2 . Hal ini dikarenakan daerah ini mempunyai wilayah yang paling luas dan dihuni sebanyak 24.491 jiwa. Rasio antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Banggai adalah 105 hal ini menunjukkan bahwa secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hanya Kecamatan Kintom yang jumlah penduduk antara lakilaki dan perempuan relatif sama. 2. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk selalu dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk secara alami (kelahiran dan kematian) dan adanya mobilitas penduduk. Jumlah penduduk Kabupaten Banggai pada tahun 2003 adalah 284.275 jiwa dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 292.661 jiwa, dengan demikian mengalami kenaikan sebanyak 8.386 jiwa atau sekitar 2%. Faktor penentu pertumbuhan penduduk di wilayah Kabupaten Banggai secara umum adalah adanya kelahiran dan migrasi masuk (datang). Diantara 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki perubahan jumlah penduduk yang paling besar dan Kecamatan Kintom adalah yang terkecil sebagai akibat banyaknya warga Kintom yang melakukan migrasi ke luar (pergi/pindah). Gambaran tentang perubahan penduduk di wilayah kecamatan studi secara lebih rinci disajikan pada berikut. Tabel 2.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi Di Wilayah Studi Tahun 2004 Kecamatan 1. 2. 3. 4.
Lahir
Toili Toili Barat Batui Kintom Kabupaten
Meninggal
786 434 206 64 3.000
18 15 9 37 836
Datang 4 56 5.415
Pindah 34 40 21 205 4.119
Perubahan 734 383 176 -122 3.460
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
3. Komposisi Penduduk Komposisi penduduk dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian antara lain menurut umur, pendidikan, mata pencaharian, mobilitas penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-108
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan salah satu hal yang dapat digunakan untuk melihat kondisi ketenagakerjaan setempat. Tabel 2.30 menunjukkan penduduk menurut kelompok umur dan rasio beban tanggungan per kecamatan di wilayah studi. Tabel 2.30. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan di Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
0 – 14
Jml 13.221
% 0,31
Kecamatan di Kabupaten Banggai Toili Barat Batui Kintom Jml % Jml % Jml % 7.331 0,38 6.721 0,27 3.298 0,27
15 – 64
28.962
0,65
10.828
0,56
17.169
0,71
6.842
0,56
190.125
0,65
≥65
1.829
0,04
1.191
0,06
601
0,02
2.170
0,17
9.159
0,03
Jumlah
44.012
100,00
19.350
100,00
24.491
100,00
12.310
100,00
292.661
100,00
Kelompok umur
Toili
Rasio beban 51,96 tanggungan Sumber: Hasil Analisis, 2006
78,70
42,65
79,92
Kabupaten Jml % 93.377 0,32
53,93
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Batui mempunyai jumlah penduduk usia produktif yang paling tinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya, bahkan juga di tingkat kabupaten. Rasio beban tanggungan yang tertinggi ada di Kecamatan Kintom yakni 79,92 yang berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif selain menanggung dirinya juga harus menanggung sekitar 80 orang usia tidak produktif. Secara keseluruhan angka beban tanggungan di wilayah studi rata-rata adalah 63,30 sehingga hampir setiap 2 orang yang bekerja dan mendapatkan penghasilan harus menanggung sekitar 1 – 2 orang yang belum atau tidak berpenghasilan. b. Penduduk Menurut Pendidikan Untuk mengukur keberhasilan tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya di suatu wilayah digunakan kriteria penilaian persentase tingkat pendidikan Sekolah Dasar yang ditamatkan bagi penduduk berumur 10 tahun ke atas. Secara umum rata-rata persentase penduduk di wilayah studi dengan tingkat pendidikan tamat SD sekitar 46%. Penduduk menurut tingkat pendidikan per kecamatan di di wilayah studi tahun 2004 disajikan pada Tabel 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-109
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Per Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
1. Tidak/Blm Sekolah
Toili Jumlah % 2.343 6,08
2. Tidak/Blm Tamat SD
10.602
27,53
4.661
27,53
4.636
23,27
2.191
17,95
61.092
23,32
3. Tamat SD
17.706
45,98
7.784
45,98
9.355
46,96
5.446
44,62
106.229
40,55
4. Tamat SMP
4.581
11,90
2.014
11,90
2.638
13,24
2.433
19,93
40.499
15,46
5. Tamat SMA
2.678
6,95
1.177
6,95
1.884
9,46
1.485
12,17
32.843
12,54
6. Tamat Akademi
343
0,89
151
0,89
231
1,16
248
2,03
4.279
1,63
7. Tamat Sarjana
255
0,67
112
0,67
153
0,77
239
1,96
3.532
1,35
38.508
100,00
16.929
100,00
19.921
100,00
12.206
100,00
261.953
100,00
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Toili Barat Jumlah % 1.030 6,08
Batui Jumlah % 1.024 5,14
Kintom Jumlah % 164 1,34
Kab. Banggai Jumlah % 13.479 50,01
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Rata-rata tingkat pendidikan penduduk di wilayah studi masih didominasi dengan tingkat pendidikan dasar (45,89%), kemudian diikuti tingkat pendidikan menengah pertama atau SLTP (14,24%), SLTA (8,88%), Akademi atau Diploma sekitar 0,95% dan yang berpendidikan Sarjana sebanyak 1,02%. Dengan tingkat pendidikan yang ada, penduduk akan sulit bersaing untuk dapat meraih kesempatan kerja yang kebetulan membutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan dan ketrampilan memadahi. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan pendidikan dan ketrampilan penduduk lokal agar mereka dapat lebih berperan dalam setiap kesempatan kerja yang ada.
c. Mata Pencaharian Penduduk Secara umum masyarakat di wilayah Kabupaten Banggai bermata pencaharian di bidang pertanian (71,18%), jasa (9,13%) dan perdagangan (8,44%), sedangkan jenis lapangan pekerjaan yang paling sedikit digeluti penduduk adalah bidang Pertambangan dan Galian yakni hanya sekitar 0,10%. Gambaran lebih lengkap tentang jenis mata pencaharian penduduk di wilayah studi disajikan pada Tabel 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-110
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 No.
Jenis Mata Pencaharian
1 2 3
Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri
4 5
Listrik, Gas dan Air Konstruksi
6 7
Perdagangan Komunikasi
8 9
Keuangan Jasa Jumlah
17.257 408
Toili Barat 7.039 200
9 199
1 107
6 67
187
162 2.983
1.074 190
248 46
293 109
223 37
10.850 4.688
24 250
14 101
-
-
560 11.741
19.411
7.756
9.536
3.864
128.592
Toili
Batui
Kintom
8.899 162
2.738 13 666
Kab. Banggai 91.533 134 5.941
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Sama halnya di tingkat kabupaten, jenis mata pencaharian penduduk di wilayah studi juga didominasi oleh sektor pertanian (39,26%), hal ini sejalan dengan lokasi studi khususnya di wilayah Kecamatan Toili dan Toili Barat yang merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Banggai. Jenis mata pencaharian dominan lainnya adalah sektor industri (24,17%) dan perdagangan sebanyak 16,94%. Jenis mata pencaharian yang paling sedikit ditekuni penduduk adalah bidang Pertambangan/ Penggalian yakni hanya oleh sekitar 13 orang (0,75%) yang semuanya berlokasi di wilayah Kecamatan Kintom.
d. Angkatan Kerja Pertumbuhan angkatan kerja di negara berkembang identik dengan pertumbuhan penduduk, hal ini berarti bahwa tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pula tingginya pertumbuhan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang secara aktif melaksanakan kegiatan ekonomis. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan dan yang sedang bersekolah. Angkatan kerja di Kabupaten Banggai pada tahun 2004 berjumlah sekitar 131.196 orang, terdiri dari 128.592 orang sedang bekerja dan 2.604 orang mencari kerja.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-111
PT PERTAMINA EP - PPGM
Jumlah angkatan kerja yang terbesar ada di wilayah Kecamatan Toili yaitu sebesar 47,85% dan yang terendah ada di wilayah Kecamatan Kintom yakni sebesar 9,52% dari total angkatan kerja yang ada. Besarnya persentase pekerja terhadap angkatan kerja di Kabupaten Banggai sebesar 98,02% yang berarti mengalami peningkatan sekitar 0,26% dibandingkan dengan tahun 2003. Peningkatan ini terjadi sebagai akibat banyaknya lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan sekolah dan kemudian terjun ke dunia kerja. Pertumbuhan angkatan kerja selain dipengaruhi struktur umur juga dipengaruhi oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Secara keseluruhan TPAK di Kabupaten Banggai pada tahun 2004 sebesar 78,37% yang berarti mengalami peningkatan sekitar 26,40% dibandingkan dengan tahun 2003.
e. Kesempatan Kerja Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banggai (2003), lowongan kerja atau kesempatan kerja yang secara transparan diumumkan di wilayah Kabupaten Banggai adalah dalam sektor Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Keuangan dan Asuransi, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan, serta Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan. Jumlah pencari kerja yang tidak disalurkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat adanya pencari kerja sebanyak 2.604 orang. Tingkat pendidikan pencari kerja tersebut pada umumnya berpendidikan tamatan SLTA yaitu sebesar 68,51%. Dari total pencari kerja hanya sekitar 331 orang (12,71%) yang telah ditempatkan. Sehingga pemerintah masih mempunyai tanggungan sebanyak 2.273 orang (87,29%) dan hal ini akan terus meningkat dengan adanya pencari kerja tahun berikutnya. Sementara itu pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan pencari kerja yang ada. Kondisi ini nampaknya akan terus berkembang pada masa-masa yang akan datang dan diperlukan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengatasinya agar tingkat pengangguran tidak terus meningkat dari tahun ke tahun.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-112
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.3.2. Sosial Ekonomi 1. Perekonomian Wilayah a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi, antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya nilai PDRB yang berhasil dicapai merupakan refleksi dari kemampuan daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. PDRB Kabupaten Banggai berdasarkan harga berlaku pada tahun 2003 mencapai 1.371.927 juta rupiah atau naik 8,90% dibandingkan tahun 2002. Sementara itu apabila diperhitungkan berdasarkan harga konstan 1993, nilai PDRB yang dicapai sebesar 385.405 juta rupiah atau tumbuh sebesar 0,16% dibandingkan tahun sebelumnya. Peranan sektoral PDRB Kabupaten Banggai secara lengkap disajikan pada Tabel 2.33 dan distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha disajikan pada Tabel 2.34.
Penyumbang terbesar PDRB tahun 2003 adalah Sektor Pertanian yaitu sebesar 56,56%, yang didukung oleh sub sektor Tanaman Perkebunan yang mencapai 25,39%, kemudian diikuti oleh Pertanian Tanaman Bahan Makanan (15,65%) dan Kehutanan sebesar 6,62%. Penyumbang terbesar kedua adalah Sektor Jasa-jasa Lainnya sebesar 9,97% yang berasal dari Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Penyumbang terbesar ketiga adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 8,86% terhadap total PDRB. Penyumbang terkecil PDRB Kabupaten Banggai adalah sektor Listrik dan Air Bersih dengan persentase sebesar 0,58% yang diikuti oleh sektor Penggalian (1,21%), sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan dengan kontribusi sebesar 4,04%.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-113
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.33.
Usaha
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003 (Juta Rupiah) 1999
1. Pertanian 434.686 Tanaman Bahan Makanan 161.000 Tanaman Perkebunan 137.530 Peternakan 30.208 Kehutanan 59.017 Perikanan 46.931 2. Penggalian 10.786 3. Industri Pengolahan 61.957 Makanan, Minuman & Tembakau 24.432 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 156 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 32.276 Kertas & Barang Cetakan 1.227 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 161 Semen & Brg Galian bukan Logam 3.526 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 147 Barang Lainnya 32 4. Listrik dan Air Bersih 4.391 Listrik 3.793 Air Bersih 598 5. Bangunan 59.645 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 74.700 Perdagangan Besar dan Eceran 73.672 Hotel 419 Restoran 609 7. Angkutan & Komunikasi 46.272 Angkutan 44.703 - Angkutan Jalan Raya 33.108 - Angkutan Laut 6.741 - Angkutan Udara 869 - Jasa Penunjang Angkutan 3.985 Komunikasi 1.569 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 26.906 Bank 4.321 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 1.682 Sewa Bangunan 19.611 Jasa Perusahaan 1.293 9. Jasa-Jasa 88.190 Pemerintahan Umum 70.007 Swasta 18.183 - Sosial Kemasyarakatan 12.151 - Hiburan & Rekreasi 27 - Perorangan & Rumahtangga 6.004 PDRB
807.535
2000
2001
2002
2003
491.792 168.068 173.515 32.010 65.388 52.811 11.624 69.808 27.477 174 36.415 1.386 177 3.981 163 35 4.940 4.268 672 64.463 82.066 80.935 455 676 50.600 48.859 36.074 7.466 944 4.376 1.741 29.466 4.659 1.832 21.540 1.435 96.785 76.052 20.733 13.868 30 6.835
596.433 191.235 227.673 35.955 76.794 64.776 13.653 83.374 32.757 207 43.550 1.660 206 4.764 191 41 5.930 5.137 793 77.334 97.191 95.849 539 803 58.637 56.608 41.665 8.764 1.086 5.093 2.029 34.586 5.326 2.114 25.456 1.690 113.226 88.401 24.824 16.618 36 8.170
703.6830 208.725 293.750 38.197 87.312 75.700 15.4730 115.5104 45.581 285 60.084 2.318 279 6.648 261 55 7.0540 6.128 926 89.0820 109.812 108.313 601 899 65.404 63.054 46.457 9.737 1.203 5.657 2.350 38.248 5.735 2.299 28.340 1.873 115.5554 89.629 25.926 17.370 37 8.519
775.978 214.661 348.376 39.134 90.788 83.019 16.624 102.781 40.582 250 53.364 2.072 242 5.995 228 48 7.997 6.955 1.042 96.807 121.615 119.973 657 985 71.723 68.939 50.868 10.605 1.307 6.159 2.784 41.671 6.232 2.475 30.928 2.036 136.731 105.779 30.952 20.756 43 10.153
901.545 1.080.365 1.259.821 1.371.927
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-114
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003 (%) Usaha 1. Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan 2. Penggalian 3. Industri Pengolahan Makanan, Minuman & Tembakau Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki Kayu & Hasil Hutan Lainnya Kertas & Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Brg dari Karet Semen & Brg Galian bukan Logam Alat Angkut, Mesin & Peralatannya Barang Lainnya 4. Listrik dan Air Bersih Listrik Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran Perdagangan Besar dan Eceran Hotel Restoran 7. Angkutan & Komunikasi Angkutan - Angkutan Jalan Raya - Angkutan Laut - Angkutan Udara - Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank Sewa Bangunan Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa Pemerintahan Umum Swasta - Sosial Kemasyarakatan - Hiburan & Rekreasi - Perorangan & Rumahtangga PDRB
1999
2000
2001
2002
2003
53,83 19,94 17,03 3,74 7,31 5,81 1,34 7,67 3,03 0,02 4,00 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,54 0,47 0,07 7,39 9,25 9,12 0,05 0,08 5,73 5,54 4,10 0,83 0,11 0,49 0,19 3,33 0,54 0,21 2,43 0,16 10,92 8,67 2,25 1,50 0,00 0,74
54,55 18,64 19,25 3,55 7,25 5,86 1,29 7,74 3,05 0,02 4,04 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,55 0,47 0,07 7,15 9,10 8,98 0,05 0,08 5,61 5,42 4,00 0,83 0,10 0,49 0,19 3,27 0,52 0,20 2,39 0,16 10,74 8,44 2,30 1,54 0,00 0,76
55,21 17,70 21,07 3,33 7,11 6,00 1,26 7,72 3,03 0,02 4,03 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,55 0,48 0,07 7,16 9,00 8,87 0,05 0,07 5,43 5,24 3,86 0,81 0,10 0,47 0,19 3,20 0,49 0,20 2,36 0,16 10,48 8,18 2,30 1,54 0,00 0,76
55,860 16,57 23,32 3,03 6,93 6,01 1,230 9,170 3,62 0,02 4,77 0,18 0,02 0,53 0,02 0,00 0,56'1 0,49 0,07 7,070 8,72 8,60 0,05 0,07 5,19 5,01 3,69 0,77 0,10 0,45 0,19 3,04 0,46 0,18 2,25 0,15 9,17 7,11 2,06 1,38 0,00 0,68
56,56 15,65 25,39 2,85 6,62 6,05 1,21 7,49 2,96 0,02 3,89 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,58 0,51 0,08 7,06 8,86 8,74 0,05 0,07 5,23 5,02 3,71 0,77 0,10 0,45 0,20 3,04 0,45 0,18 2,25 0,15 9,97 7,71 2,26 1,51 0,00 0,74
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-115
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Struktur Perekonomian Struktur perekonomian regional Kabupaten Banggai beberapa tahun terakhir mengalami perubahan cukup cepat terutama di sektor Pertanian. Peningkatan kontribusi tersebut terlihat pada tahun 2003 sebesar 0,7% baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Beberapa produksi komoditas perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, kakao, dan cengkeh, juga mengalami peningkatan menjadi 25,39%, disamping produksi tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija juga mengalami peningkatan menjadi 5,65%. Penyumbang terbesar ketiga berasal dari subsektor kehutanan (6,62%), kemudian perikanan (6,05%) dan yang paling kecil kontribusinya adalah subsektor peternakan sebesar 2,85%. Peranan sektor penggalian adalah sebesar 1,21% atau mengalami penurunan sekitar 0,02% dibandingkan dengan tahun 2002. Sektor penggalian merupakan penyumbang PDRB peringkat ke-8. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 7,49% atau menduduki peringkat ke-4 dalam sumbangannya terhadap total PDRB. Namun bila dibandingkan dengan tahun 2002, terjadi penurunan kontribusi sebesar 1,68%. Sektor listrik dan air bersih selama 5 tahun terakhir rata-rata memberikan kontribusi sebesar 0,556% terhadap total PDRB. Pada tahun 2003 kontribusi yang diberikan sebesar 0,58% atau meningkat sebesar 0,02% dibandingkan tahun 2002, namun tetap merupakan sektor yang kontribusinya paling kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sementara itu kontribusi yang diberikan sektor bangunan sebesar 7,06% atau menduduki perangkat ke-5 dalam PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-3 dengan kontribusi sebesar 8,86%. Dibandingkan dengan tahun 2002 terjadi peningkatan sebesar 0,14%. Kontribusi sektor angkutan dan komunikasi sebesar 5,23% atau menduduki peringkat ke-6 dalam memberikan peranannya terhadap PDRB. Sektor keuangan dan persewaan jasa perusahaan menduduki peringkat ke-7 dalam memberikan kontribusinya terhadap PDRB dengan persentase sebesar 3,04%. Sektor jasa-jasa merupakan penyumbang PDRB terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 9,97% atau meningkat sekitar 0,80% dibandingkan dengan tahun 2002. Jika dilihat berdasarkan PDRB harga konstan tahun 1993, tampak bahwa sektor pertanian tetap memberikan peranan yang terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Banggai. Demikian juga dengan sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran tetap sebagai penyumbang terbesar kedua dan ketiga terhadap nilai total PDRB.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-116
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banggai periode 1999-2003 cukup rnenggembirakan, terbukti dengan
Pertumbuhan tahunan dapat dicapai rata-rata 3,33%
sedangkan target pada periode yang sama sebesar 3,53%. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 mencapai 6,98% yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2002 yang sebesar 6,82%. Pertumbuhan terbesar berasal dari Sektor Listrik dan Air Bersih sebesar 8,66% atau meningkat sekitar 1,08% dibandingkan dengan tahun 2002. Pertumbuhan terbesar kedua adalah Sektor Pertanian yang tumbuh sekitar 8,16% sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,69%, dan tingkat pertumbuhan terbesar ketiga adalah Sektor Bangunan sebesar 7,45%. Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 5,82%, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran tumbuh sebesar 5,65%, dan Sektor Penggalian sebesar 5,61%. Pertumbuhan terendah dialami oleh Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan yakni sebesar 4,32%, yang mengalami peningkatan sebesar 0,49% dibandingkan dengan tahun 2002. Diperlukan berbagai upaya agar tingkat perekonomian sektoral Kabupaten Banggai dapat semakin seimbang dan mantap serta merata ke seluruh daerah dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. d. Fasilitas Perekonomian 1) Perkantoran Beberapa fasilitas yang dapat memacu bergeraknya roda perekonomian di wilayah studi adalah adanya sarana perkantoran. Keberadaan perkantoran ini telah mampu membangkitkan aktivitas perekonomian baik formal maupun informal di sekitarnya diantaranya dengan tumbuhnya warung-warung, kios, toko, dan lain sebagainya. 2) Hotel Sampai dengan tahun 2004 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sebanyak 21 buah hotel/penginapan dengan kapasitas kamar sebanyak 217 buah dan 349 tempat tidur. Dari jumlah total hotel tersebut, 7 diantaranya atau sekitar 33,33% terdapat di wilayah studi yaitu di Kecamatan Toili. Keberadaan hotel/penginapan selama ini telah mampu mendukung aktivitas pariwisata, perdagangan dan aktivitas perekonomian lainnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-117
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Lembaga Keuangan Lembaga keuangan khususnya bank sangat besar peranannya dalam mendukung kelancaran peredaran uang. Sektor yang paling besar menyerap kredit adalah sektor perdagangan dengan besar kredit 105.488 juta rupiah dan sektor pertanian sebesar 87.982 juta rupiah. Bank sampai saat ini masih tersentral di ibukota kabupaten. Lembaga keuangan lain yang beroprasi adalah koperasi. Jumlah koperasi di seluruh wilayah Kabupaten Banggai adalah 162 buah dan 20 atau 12,35% diantaranya terdapat di wilayah studi. Penyebaran koperasi di wilayah studi adalah: 8 buah di Kecamatan Toili, 6 buah di Toili Barat, 5 buah di Batui dan 1 buah di Kintom. 4) Sarana Perdagangan Sarana perdagangan yang ada di wilayah studi meliputi pasar, toko, kios dan warung. Dari 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki sarana perdagangan yang paling banyak yaitu pasar 6 buah, toko 28 buah, kios 293 buah dan warung 52 buah. Jumlah sarana perdagangan terbanyak kedua adalah di wilayah Kecamatan Toili kemudian di
Kecamatan
Batui. Kondisi ini
menggambarkan bahwa
aktivitas
perekonomian di wilayah Kecamatan Toili cukup tinggi yang diantaranya karena Toili merupakan pusat aktivitas pertanian di Kabupaten Banggai. 5) Sarana Transportasi Sarana transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam membuka keterisolasian wilayah dan memajukan ekonomi wilayah. Di Kabupaten Banggai terdapat jalan Provinsi sepanjang 652,70 km dan umumnya dalam kondisi sedang (61,53%). Disamping itu juga terdapat
jalan kabupaten sepanjang 1.357,18 km
dengan kondisi sedang (48,29%). Di wilayah studi, Kecamatan Toili mempunyai jumlah jalan yang terpanjang dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu sepanjang 297,25 km dan Kecamatan Toili Barat mempunyai jumlah jalan yang terpendek yakni hanya sekitar 47,35 km. Jenis permukaan jalan yang ada meliputi aspal (51,77%), kerikil (32,30%) dan tanah sekitar 15,93%. Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah studi meliputi bus, truk, pick up, mobil penumpang dan pribadi serta sepeda motor. Di antara wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki jumlah kendaraan bermotor yang paling banyak dibanding-
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-118
PT PERTAMINA EP - PPGM
kan dengan kecamatan lainnya. Pada tahun 2004 di wilayah studi tercatat sekitar 43,75% mobil dan 52,61% sepeda motor yang beroperasi di wilayah Kecamatan Toili dan hanya sekitar 12,17% mobil dan 13,34% sepeda motor yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kintom. Kondisi ini menggambarkan bahwa wilayah Kecamatan Toili memiliki aktivitas perekonomian paling sibuk yang didukung oleh kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang cukup baik pula dibandingkan dengan wilayah studi lainnya. 6) Sarana telekomunikasi Pada tahun 2003 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sarana telekomunikasi berupa sentral telepon dari Bunta 392, Luwuk 4.412, Pagimana 512, wartel 103 SST, dan telepon umum koin sebanyak 99 buah. Sarana telekomunikasi ini belum tersebar merata di semua
kecamatan, termasuk kecamatan wilayah studi. Berdasarkan
Kecamatan Dalam Angka Tahun 2004, hanya di Kecamatan Toili yang telah terdapat sarana komunikasi ini yaitu Wartel 6 buah dan telepon rumah tangga sebanyak 145 SST. Kedepan sarana telekomunikasi perlu dikembangkan di semua bagian wilayah agar informasi dan berbagai kemajuan lainnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 2.2.3.3. Sosial Budaya 1. Kebudayaan Masyarakat a. Sistem Organisasi Sosial Sistem Oraganisasi sosial atau kekerabatan yang dianut oleh masyarakat di wilayah studi ini adalah sistem patrilineal, yaitu menurut garis ayah. Struktur-struktur kekerabatan mencakup keluarga sebagai unit terkecil dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga, yaitu seperti suku atau klen. Di Kabupaten Banggai terdapat 3 suku asli, yaitu Suku Saluan, Suku Banggai dan Suku Balantak. Selain ketiga suku-suku asli tersebut ada suku pendatang yaitu Suku Bajo yang merupakan masyarakat nelayan pendatang tertua dari Kendari (Sulawesi Tenggara), Suku Jawa dan Suku Bali yang merupakan transmigran, serta pendatang yang mencari peluang kerja yaitu dari Suku Bugis, Suku Padang, Suku Gorontalo, Suku Menado dan Suku Muna. Hubungan antara penduduk suku asli dan suku pendatang selama ini tidak ada masalah, mereka terjalin dalam hubungan yang saling membutuhkan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-119
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Sistem Teknologi Potensi wilayah studi kaya akan hasil hutan dan laut, sehingga teknologi yang diciptakan adalah alat yang dapat mempermudah manusia dalam mengolah sumber daya alam tersebut.
Hutan dan perkebunan menghasilkan rotan, kopra, enau dan sagu, maka
masyarakat membuat alat-alat produktif agar dapat memudahkan dalam mengolah hasil hutan tersebut, misalnya sagu merupakan makanan pokok penduduk di wilayah studi telah merubah menjadi tepung yang siap untuk dimasak. Laut yang kaya ikan dan kerang mutiara memunculkan ide untuk membuat perahu ketingting, alat tangkap ikan, dan alat untuk mengolah kerang mutiara menjadi perhiasan yang bernilai jual tinggi dan menjadi potensi wisata Kabupaten Banggai.
c. Sistem Budaya Warisan budaya yang saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat di Banggai adalah warisan budaya yang berupa fisik dan yang non fisik. Kabupaten Banggai merupakan daerah peninggalan sejarah pada masa kerajaan abad VI dengan peninggalan berupa makam raja di Banggai Kepulauan. Untuk menjaga kelestarian budaya adat masyarakat Banggai diadakan upacara untuk melestarikan adat Tumpe di Batui, kesenian tradisional berupa tari dan musik daerah, Hikayat Adi Soko serta adat-istiadat dari ketiga etnis suku asli Kabupaten Banggai yaitu Suku Banggai, Suku Balantak dan Suku Saluan.
Adat yang menjadi amanat dan tidak dapat dilupakan oleh penduduk asli Batui adalah pelaksanaan upacara adat Tumpe setiap tahun oleh Tua-tua adat yang terdiri dari Kelurahan Batui, Tolando, Balantang dan Bugis (Totonga). Upacara adat Tumpe adalah tradisi penghantaran telur burung Maleo yang pertama dari Banggai Darat (Kecamatan Batui, di Suaka Margasatwa Bangkiriang) ke Kerajaan Banggai Kepulauan. Maksud dan tujuan pelaksanaan Upacara Adat Kebudayaan Batui ini adalah (1) sebagai ucapan/doa selamatan bahwa Tumpe telah selesai dilaksanakan; (2) Hari atau peringatan Kebudayaan/peristiwa budaya; (3) hari lahirnya Agama Islam di Batui; (4) Hari lahirnya pemerintahan Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-120
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kesenian Bentuk-bentuk kesenian di daerah ini antara lain alat musik tabuh berupa gong, gendang, kakula, dan rebana; alat musik tiup berupa lalove atau seruling; alat musik petik berupa kecapi, yang semuanya ditata dan disimpan dalam ruang museum di Palu. Di wilayah studi juga memiliki kesenian tradisional yaitu Tari Perang (Cakalele) yang merupakan seni tari tradisional masyarakat di Kecamatan Kintom, Tarian Salamat Kopiang Saluan (Tarian Penyambutan) yang biasa dilakukan di Kecamatan Luwuk. e. Bahasa Masing-masing suku di wilayah studi memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Saluan, bahasa Banggai dan bahasa Balantak yang tidak mengenal perbedaan dalam hal penerapan pemakaian berbicara antara orang tua dengan anak-anak dan sebaliknya, dalam arti tidak mengenal bahasa halus dan kasar. Sebagai alat komunikasi antar sesama memakai bahasa pengantar atau bahasa resmi yaitu bahasa Melayu. f. Sistem Religi Sebelum agama masuk ke wilayah Sulawesi Tengah, penduduknya masih menganut kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan yang menganggap segala sesuatunya memiliki kekuatan gaib. Tradisi selamatan yang berhubungan dengan siklus hidup manusia, yaitu peristiwa kelahiran, perkawinan dan kematian merefleksikan kepercayaan tersebut. Tradisi ke makam leluhur atau ke tempat-tempat yang dikeramatkan juga dilakukan oleh masyarakat Batui dan pelaksanaannya jatuh pada bulan Syawal, atau minggu ke dua setelah Hari Raya Idhul Fitri. Masyarakat Batui yang masih memegang adat adalah Suku Saluan Batui. Dalam lingkungan masyarakat
Batui masih memegang kepercayaan
terhadap tempat-tempat kramat yang dahulu merupakan tempat berkumpulnya masyarakat Batui untuk membahas masalah yang ada di lingkungan masyarakat Batui. Setelah agama masuk dalam kehidupan masyarakat di wilayah studi, maka kepercayaan terhadap sesuatu yang gaib tersebut masih ada sehingga terjadi sinkretisme. Tabel 2.35 merupakan data banyaknya pemeluk agama menurut Kecamatan di wilayah studi pada tahun 2004.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-121
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.35. Banyaknya Pemeluk Agama menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 No
Kecamatan
Islam
Kristen
Khatolik
Hindu
Budha
Jumlah
1
Toili
38.207
1.833
236
3.736
-
44.012
2
Toili Barat
10.387
447
32
8.329
155
19.350
2
Batui
21.054
1.209
128
2.081
19
24.491
4
Kintom
10.456
1.851
-
-
3
12.310
230.232 217.176 215.009 201.680
37.248 41.372 41.740 39.988
5.740 5.477 5.261 4.434
18.701 18.721 17.625 13.188
740 1.529 872 869
292.661 284.275 280.507 260.159
Kabupaten Banggai 2003 2002 2001
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
Dari Tabel di atas tampak bahwa masyarakat di wilayah studi memeluk berbagai macam agama. Mayoritas agama yang dianut masyarakat di wilayah studi adalah Islam (79,97%), disusul Hindu (14,12%), Kristen (5,33%), Katholik (0,39%) dan Budha (0,18%). Total pemeluk agama Hindhu di wilayah studi terhadap total pemeluk agama Hindhu di tingkat kabupaten adalah 75,64% dan untuk umat Budha adalah 23,92%. Hal ini menunjukkan bahwa penganut agama Hindhu dan Budha di wilayah studi cukup dominan, yang umumnya merupakan penduduk transmigran dari Pulau Bali. Sementara itu banyaknya tempat ibadah di wilayah studi disajikan pada berikut. Tabel 2.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
1
Toili
38
80
-
Gereja Kristen 18
2
Toili Barat
16
5
-
3
-
26
1
2
Batui
33
-
-
4
2
2
1
4
Kintom
20
-
1
4
-
-
-
Kab. Banggai
399
103
47
173
24
46
6
508 484 331 312
73 65 135 110
68 62 40 36
149 146 147 131
24 23 23 24
65 65 62 59
5 5 4 5
No Kecamatan
2003 2002 2001 2000
Masjid
Langgar Musholla
Gereja Katholik 2
Pura
Vihara
6
2
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-122
PT PERTAMINA EP - PPGM
Mengingat bahwa mayoritas agama yang dipeluk masyarakat adalah Islam, maka keberadaan tempat ibadah umat Islam adalah yang terbanyak yakni dengan persentase sebanyak 72,28%, kemudian disusul tempat ibadah bagi umat Hindhu (12,73%), Gereja Kristen (10,86%), dan Gereja Katholik serta Vihara masing-masing sebanyak 1,50%. Mengingat bahwa pemeluk agama Hindhu di wilayah studi cukup dominan terhadap total umat Hindhu di tingkat kabupaten, maka keberadaan Pura di wilayah studi juga dominan yaitu sekitar 73,91% terhadap jumlah total di tingkat kabupaten. Sementara itu keberadaan Vihara di wilayah studi adalah 66,67% terhadap jumlah total Vihara di tingkat kabupaten.
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat 2.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan a. Fasilitas/Sarana Kesehatan Kabupaten Banggai Berbagai usaha dilakukan pemerintah Kabupaten Banggai untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, diantaranya dengan menyediakan dan memperbaiki kualitas sumberdaya kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana kesehatan beserta tenaga medis meliputi Dokter dan perawat. Jumlah sumberdaya kesehatan di Kabupaten Banggai ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.37. Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kabupaten Banggai Tahun 2003 No 1 2 3 4 5 6 6 7 7 8 9 10
Jenis Sarana Kesehatan Rumah Sakit Umum Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Balai Pengobatan/Poliklinik Rumah Sakit Bersalin Praktek Dokter Perorangan Praktek Dokter Bersama Praktek Bidan Posyandu Polindes Apotek
Status Kepemilikan Dep.Kes Dep. Lain Swasta 1 18 104 16 2 1 14 3 358 178 1 5
Jumlah
675
3
23
Jumlah 1 18 104 16 2 1 14 3 358 178 6
701
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-123
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa di Kabupaten Banggai hanya terdapat 1 buah rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk. Fasilitas/sarana kesehatan lainnya yang tersedia meliputi Puskesmas, Posyandu, dan Polindes yang berada dibawah pembinaan Departemen Kesehatan. Fasilitas kesehatan yang dikelola departemen lain dan swasta adalah Balai Pengobatan/Poliklinik, praktek dokter perorangan dan bersama serta apotek. b. Tenaga Medis Sementara itu jumlah tenaga kesehatan yang meliputi tenaga medis (dokter) dan paramedis (bidan, perawat) yang dirinci menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kabupaten Banggai Tahun 2003 Kecamatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Toili Batui Bunta Kintom Luwuk Pagimana Bualemo Lamala Balantak 2003 2002 2001 2000
Dokter Umum
Dokter Spesialis
Dokter Gigi
5 2 2 2 11 1 1 1 25 37 34 30
4 4 3 3 3
1 3 4 5 4 2
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2003
Jumlah dokter yang ada di seluruh wilayah Banggai adalah 33 orang yang terinci menjadi dokter umum 25 orang (75,76%), dokter gigi 4 orang (12,12%) dan dokter spesialis sebanyak 4 orang atau sekitar 12,12% dari jumlah total dokter yang ada. Namun secara umum nampak bahwa jumlah dokter tahun 2003 menurun sekitar 26,67% bila dibandingkan tahun 2002. Persebaran dokter umum relatif merata di setiap kecamatan, sedangkan dokter spesialis hanya terdapat di Luwuk dan dokter gigi di Toili dan Luwuk. Rasio tenaga kesehatan per penduduk Kabupaten Banggai tahun 2003 adalah: 1) dokter 15,8 : 100.000 penduduk, 2) dokter umum 12,7 : 100.000
penduduk, 3) dokter gigi 1,8 : 100.000
penduduk, dan dokter spesialis 1,4 : 100.000 penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-124
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Tenaga Paramedis Tenaga paramedis yang terdiri dari bidan dan perawat pada tahun 2003 jumlahnya meningkat dibandingkan pada tahun 2002. Untuk tenaga bidan terjadi peningkatan sebesar 16,06% dari 193 orang pada tahun 2002 menjadi 224 orang pada tahun 2003. Tenaga perawat tahun 2003 sebanyak 191 orang atau meningkat sekitar 5,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Tenaga paramedis ini tersebar merata di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai. Rasio tenaga bidan per penduduk Kabupaten Banggai adalah 83,0 berbanding 100.000 penduduk, sedangkan untuk perawat adalah 101 berbanding 100.000 penduduk. d. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu di Kabupaten Banggai dibedakan atas Posyandu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Jumlah posyandu seluruhnya adalah 358 buah dengan persentase terbesar (69,8%) merupakan posyandu pratama, kemudian diikuti posyandu madya sebanyak 21,5%, dan posyandu purnama sebanyak 8,7%. Posyandu yang benar-benar telah mandiri belum dijumpai di wilayah Kabupaten Banggai. 2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat a. Usia Harapan Hidup Usia harapan hidup masyarakat Banggai cenderung terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 1996, rata-rata usia harapan hidup masyarakat adalah 61,4 tahun, dan pada tahun 1999 meningkat menjadi 63,5 tahun dan pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 65,15 tahun. Usia harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Pada tahun tersebut tercatat bahwa usia harapan hidup laki-laki adalah 63,2 dan perempuan 67,1 tahun. Usia harapan hidup di Kabupaten Banggai merupakan tertinggi kedua setelah Palu di Provinsi Sulawesi Tengah. b. Mortalitas Angka Kematian Bayi (AKB) Tahun 2003 AKB di Kabupaten Banggai sebesar 16 per 1000 kelahiran hidup dengan AKB tertinggi di Puskesmas Toili III. AKB tahun 2003 relatif turun bila dibandingkan dengan tahun 2002, yaitu dari 17 menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-125
PT PERTAMINA EP - PPGM
Angka Kematian Balita (AKABA) Angka kematian balita merupakan jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2003 angka kematian balita akibat pnemonia sebesar 12, atau meningkat 3 kematian per 1000 kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun 2002. Angka Kematian Ibu Angka kematian maternal merupakan jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu bersalin + jumlah kematian ibu nifas. Tahun 2003 kematian ibu maternal di Kabupaten Banggai adalah 15 kematian. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup adalah 249 yang berarti mengalami penurunan 145 kematian dibandingkan tahun 2002. c. Morbiditas Sepuluh besar penyakit yang banyak diderita penduduk Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kabupaten Banggai Tahun 2003 Jenis Penyakit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Penyakit Kulit dan Jaringan Bawah Kulit Malaria Klinis Tekanan Darah Tinggi Diare Asma Pnemonia Karies Gigi Penyakit Kulit dan Jamur Penyakit Lain-lain Jumlah
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
Persentase 29,70 9,00 8,10 6,50 6,30 2,50 2,50 2,10 2,10 28,20 100,00
Jenis penyakit utama yang banyak diderita penduduk umumnya terkait dengan pernafasan seperti ISPA, asma, pnemonia dan bronchitis. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat kualitas udara yang terancam terus menurun oleh berbagai aktivitas yang banyak menghasilkan debu dan berbagai zat pencemar dan kemungkinan akibat karakteristik mobilitas penduduk yang tinggi yang dapat memicu terjadinya penyebaran penyakit tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-126
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sementara itu penyakit darah tinggi yang termasuk dalam kategori penyakit degeneratif menduduki peringkat keempat dengan persentase sebesar 6,50%. Penyakit ini dan jenisjenis penyakit degeneratif lainnya diprakirakan akan terus meningkat pada masa-masa yang akan datang, diantaranya sebagai akibat adanya transisi demografi yaitu meningkatnya usia lanjut yang pada akhirnya banyak memunculkan berbagai
penyakit non menular
(degeneratif) dan karena adanya perubahan pola makan. Secara umum nampak bahwa jenis-jenis penyakit infeksi (menular) masih mendominasi pola penyakit yang ada. d. Status Gizi Mengingat bahwa kelompok bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi, maka status gizi bayi dan balita merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur status gizi masyarakat. Pada tahun 2003 terdapat 68 kasus atau sekitar 1,1% kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), berarti telah terjadi penurunan 10 kasus dibandingkan pada tahun 2002. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Toili. Dari 7.392 (27,70%) balita yang ditimbang pada tahun 2003, terdapat sekitar 5.625 balita (76,10%) yang berat badannya naik, balita BGM sebanyak 1.732 atau sekitar 23,43% dan yang menderita marasmus/kwasiorkor (gizi buruk) sebanyak 35 anak atau 0,47% dan telah diberikan perawatan 100%. Terdapat 3 kecamatan bebas rawan gizi pada tahun 2003, yaitu Kecamatan Bualemo, Luwuk dan Toili. Namun demikian, mengingat bahwa kesehatan balita merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan masyarakat, maka upaya peningkatan penyuluhan dari para kader gizi kepada ibu-ibu balita tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan / penambahan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita perlu terus dilakukan. e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di berbagai bagian wilayah Banggai umumnya (lebih dari 50%) masyarakat masih membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan bahan makanan pokok. Sementara itu penggunaan dana untuk non pangan rata-rata sangat kecil (kurang dari Rp. 40.000,00) dan umumnya masyarakat belum atau bahkan tidak mengalokasikan sebagian dananya untuk biaya kesehatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat relatif masih sangat rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-127
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pola perilaku lainnya yang tercakup dalam PHBS diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan (posyandu, pemberantasan sarang nyamuk, dan sebagainya), pola pemberian ASI, angka bebas rokok dalam rumah tangga, pendapat masyarakat tentang konsep sakit dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat berkaitan dengan kondisi lingkungannya.
Pada tahun 2003 diperoleh data bahwa pemberian ASI eksklusif
adalah 0-4 bulan dan dari 4.133 bayi yang ada, yang diberikan ASI eksklusif adalah 3.589 bayi atau sekitar 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran ibu-ibu tentang pentingnya ASI bagi bayi mereka sudah cukup baik. Pada tahun 2003 jumlah kunjungan masyarakat ke Puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap adalah 114.164 kunjungan. Dengan demikian baru sekitar 40,20% penduduk Kabupaten Banggai yang telah memanfaatkan Puskesmas sebagai salah satu upaya pengelolaan kesehatannya. Sementara itu pemanfaatan RSUD baru dilakukan oleh 4,4% penduduk Kabupaten Banggai.
2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Kondisi kesehatan lingkungan dicerminkan dari keberadaan rumah sehat, kepemilikan jamban keluarga, cakupan air bersih, kualitas air bersih, pengelolaan sampah dan cakupan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah). Pada tahun 2003 terdapat sebanyak 61.934 buah rumah di Kabupaten Banggai, dan sebanyak 53.513 (86,40%) rumah yang diperiksa, baru sekitar 44,30% diantaranya yang telah memenuhi syarat sebagai rumah sehat. Dalam hal ini berarti perlu adanya program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan baik di rumah maupun lingkungan sekitarnya.
2.3. PELINGKUPAN 2.3.1. Proses Pelingkupan Seperti diuraikan pada deskripsi rencana kegiatan, dalam kegiatan pengembangan gas Matindok ini dimunculkan beberapa alternatif yaitu:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-128
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Alternatif jalur trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant Jalur pipa trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant akan dibuat tiga jalur alternatif sebagai berikut:. 1. Jalur alternatif-1 yaitu pemasangan pipa trunkline dari BS Donggi melintasi SM Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian ditimbun kembali; 2. Jalur alternatif-2 yaitu pemasangan pipa melintasi SM Bangkiriang dilakukan dengan sistem pemboran horizontal. 3. Jalur alternatif-3 yaitu pemasangan trunkline dari BS Donggi akan dilakukan melalui pantai SM Bangkiriang sepanjang sekitar 4 km. Jalur alternatif-2 dan jalur alternatif-3 dimaksudkan untuk menghindari gangguan pada lahan di Bangkiriang sebagai Suaka Margasatwa, walaupun kondisi hutan di SM Bangkiriang sekarang ini sudah rusak. b. Alternatif penyediaan air tawar untuk LNG Plant Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk operasional LNG Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif yaitu: 1. Air tawar diambil dari air tanah dalam 2. Air tawar disuling dari air laut 3. Air tawar diambil dari air permukaan c. Alternatif lokasi LNG Plant dan Pelabuhan Khusus Sementara ini PPGM masih mengkaji dua kemungkinan lokasi LNG Plant dan pelabuhan khusus yaitu di Desa Uso (Kecamatan Batui) dan Desa Padang (Kecamatan Kintom). Oleh karena itu dalam kajian AMDAL ini dua rencana lokasi akan menjadi kajian alternatif. Proses pelingkupan rencana pengembangan gas Matindok dilakukan dengan cara diskusi antar pakar penyusun dokumen ANDAL, survei literatur, survei lapangan, hasil konsultasi publik yang telah dilaksanakan saat akan menyusun dokumen ANDAL, serta dengan menggunakan proffessional judgement.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-129
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dalam proses pelingkupan, identifikasi dampak potensial berdasarkan atas pertimbangan atas kombinasi antara kondisi rona lingkungan hidup dan informasi jenis dan intensitas setiap kegiatan yang direncanakan, termasuk didalamnya alternatif-alternatif yang telah ditetapkan. Hasil identifikasi dampak potensial menunjukkan bahwa pada tahap konstruksi dan operasi ketiga jalur alternatif pemasangan pipa akan terjadi perbedaan dampak potensial yang signifikan pada subkomponen biologi, dan sebaliknya tidak akan ada perbedaan yang signifikan untuk subkomponen geofisik-kimia, sosekbud dan kesmas. Hal ini disebabkan semua alternatif melewati lahan yang dimiliki negara sehingga tahap prakonstruksi tidak berpotensi menimbulkan dampak. Pada tahap operasional ketiga alternatif rencana penyediaan air tawar untuk operasional Kilang LNG yang diambil dari air permukaan diduga akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda nyata pada subkomponen geofisik-kimia dan soseskbud. Sementara untuk semua tahapan kegiatan dari dua alternatif lokasi kompleks LNG Plant dan Pelabuhan Khusus diduga dampak potensial yang terjadi akan berbeda nyata pada soseskbud, karena kedua lokasi yang relatif dekat itu merupakan hamparan ekosistem yang relatif sama, namun kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya relatif berbeda. Dengan mempertimbangkan identifikasi dampak potensial pada setiap alternatif yang dimunculkan tersebut diatas, maka proses pelingkupan ini meliputi setiap rencana kegiatan dan termasuk didalamnya alternatif-alternatifnya. Jadi kajian alternatif tidak ditampilkan secara terpisah, melainkan akan diintegrasikan pada setiap komponen lingkungan yang terkena dampak.
Alur pikir dan hasil proses pelingkupan dapat diringkaskan seperti tercantum dalam Gambar 2.30. dan Gambar 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-130
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan PPGM PT PERTAMINA Di Kabupaten Banggai (ambil di file Gb. 2.30)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-131
PT PERTAMINA EP - PPGM PRIORITAS DAMPAK DAMPAK POTENSIAL A. Geo-Fisik-Kimia Perubahan iklim mikro Perubahan kualitas udara ambien Terjadi kebisingan Perubahan sifat tanah Peningkatan kuantitas aliran permukaan Peningkatan debit air sungai Penurunan debit air sungai Terjadi erosi tanah Gangguan sistem drainase dan irigasi Penurunan kualitas air permukaan Penurunan kualitas air laut Penurunan kuantitas air tanah Gangguan transportasi darat Gangguan transportasi laut B. Komponen Biologi Gangguan vegetasi Gangguan satwa liar Gangguan biota air tawar Gangguan biota air laut C. Komponen Sosekbud Perubahan kependudukan Perubahan pola kepemilikan lahan Peningkatan/penurunan pendapatan masyarakat Adanya kesempatan berusaha Gangguan proses sosial Perubahan sikap dan persepsi masyarakat D. Komponen Kesmas Penurunan sanitasi lingkungan Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
Deskripsi Rencana Kegiatan Pra-Konstruksi Konstruksi Operasi Pasca Operasi
Deskripsi Rona Lingkungan Awal Komp. Geofisikkimia Komp. Biologi Komp. Sosekbud Komp. Kesmas
Identifikasi Dampak Potensial
DAMPAK PENTING HIPOTETIS A. Geo-Fisik-Kimia Perubahan kualitas udara ambien Terjadi kebisingan Peningkatan kuantitas aliran permukaan Terjadi erosi tanah Gangguan sistem drainase dan irigasi Penurunan kualitas air permukaan Penurunan kualitas air laut Gangguan transportasi darat B. Komponen Biologi Gangguan vegetasi Gangguan satwa liar Gangguan biota air tawar Gangguan biota air laut C. Komponen Sosekbud Perubahan kependudukan Perubahan pola kepemilikan lahan Peningkatan/penurunan pendapatan masyarakat Adanya kesempatan berusaha Gangguan proses sosial Perubahan sikap dan persepsi masyarakat D. Komponen Kesmas Penurunan sanitasi lingkungan Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
KLASIFIKASI DAN PRIORITAS
EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
Prakonstruksi: 1. Perubahan pola kepemilikan lahan 2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat Konstruksi: 1. Terjadi kebisingan 2. Terjadi erosi tanah 3. Gangguan sistem drainase dan Irigasi 4. Gangguan transportasi darat 5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Penurunan kualitas air laut 8. Gangguan vegetasi 9. Gangguan satwa liar 10. Gangguan biota air tawar 11. Gangguan bioata air laut 12. Peningkatan pendapatan masyarakat 13. Adanya kesempatan berusaha 14. Gangguan proses sosial 15. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 16. Penurunan sanitasi lingkungan Operasi: 1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan 4. Penurunan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Gangguan biota air tawar 7. Gangguan biota air laut 8. Perubahan kependudukan 9. Peningkatan pendapatan masyarakat 10. Adanya kesempatan berusaha 11. Gangguan proses sosial 12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 13. Penurunan sanitasi lingkungan 14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat Pasca Operasi: 1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Peningkatan kualitas air permukaan 4. Peningkatan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Penurunan pendapatan masyarakat 7. Hilangnya kesempatan berusaha 8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
Gambar 2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-132
PT PERTAMINA EP - PPGM
A. Komponen Geo-Fisik-Kimia 1. Perubahan Iklim Mikro Tahap Prakonstruksi Komponen kegiatan terutama pembukaan dan pematangan lahan untuk lokasi pemboran sumur pengembangan, GPF, Kilang LNG dan jalur pipa akan menyebabkan perubahan suhu dan kelembaban udara di daerah tersebut. Akan tetapi karena luas wilayah yang dibuka untuk kegiatan-kegiatan tersebut relatif kecil dibandingkan dengan luas daerah sekitarnya yang hampir 100% tertutup oleh vegetasi, maka pengaruhnya tidak signifikan dalam mempengaruhi iklim mikro, dan ditetapkan sebagai bukan dampak negatif hipotetik. Tahap Operasi Perubahan iklim mikro dapat terjadi secara signifikan sebagai akibat kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Kegiatan operasi produksi di pusat pengolahan gas dan pencairan gas akan menimbulkan panas dan cahaya yang berumber dari colok api (flare stack). Panas dan cahaya akan menyebar ke sekitarnya dari nyala api yang terdapat di colok api tersebut, gas yang dibakar dari colok api adalah gas buangan dalam jumlah dan tekanan kecil. Dalam keadaan normal hanya berupa nyala kecil. Tujuan pembakaran gas di colok api dilakukan sebagai pengamanan apabila terjadi tekanan gas yang berlebihan dari sumbernya dan pada proses produksi gas dan gaas cair. Dalam keadaan demikian maka gas akan dialirkan ke colok api untuk dibakar, sehingga buangan sebelum masuk ke udara bebas hanya berupa sisa pembakaran (SO 2 , NO2 dan debu). Perubahan iklim mikro akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidaklah signifikan karena lahan yang dibuka relatif sempit dibanding dengan lahan sekitarnya yang lebih luas dan masih tertutup oleh vegetasi. Demikian pula halnya dengan perubahan iklim mikro (pencahayaan dan suhu udara) yang diduga terjadi dari colok api karena gas yang dibakar jumlahnya kecil, sehingga perubahan iklim mikro tersebut mempunyai intensitas perubahan kecil. Dengan demikian, penyebaran panas dan cahaya relatif pendek dan tidak mengganggu penduduk. Sementara itu sekitar kilang LNG akan relatif lebih panas karena operasi produksi LNG. Namun karena lokasinya di pantai dengan angin yang kencang maka perubahan ini tidak akan signifikan. Oleh karena itu perubahan iklim mikro secara hipotetik tidak akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-133
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Kualitas Udara Ambien Tahap Konstruksi Kualitas udara ambien mengalami perubahan yang cukup signifikan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan konstruksi pemboran gas, pembangunan GPF dan Kilang LNG serta pemasangan pipa. Hal itu disebabkan kegiatan itu menggunakan bantuan peralatan berbahan bakar fosil seperti genset untuk pengelasan, alat-alat berat untuk konstruksi itu dan penerangan. Operasional mesin-mesin menyebabkan timbulnya gas-gas buang SO 2, NO2 , hidrokarbon dan debu. Tahap Operasi Kegiatan operasional proses produksi gas dan gas cair akan menimbulkan limbah gas, terutama dari emisi kompresor,
genset dan pembakaran di colok api. Dari genset dan
kompresor akan dikeluarkan SO 2 , NO2, CO, hidrokarbon dan debu, sementara dari pembakaran colok api dikeluarkan SO2 , NO2 dan debu. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi yaitu kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi gas dan gas cair gas-gas tersebut tidak diemisikan, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik daripada tahap operasi. Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan emisi gas dari colok api untuk operasi produksi gas di BS, GPF dan Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi lebih baik, dan diharapkan dapat seperti kondisi udara di areal sekitarnya yang tidak terkena proyek. 3. Terjadi Kebisingan Tahap Konstruksi Kebisingan akan timbul diakibatkan suara kendaraan berat dan lalu lintas kendaraan proyek selama kegiatan mobilisasi dan demobilisaasi peralatan, material dan tenaga kerja. Kebisingan juga muncul karena suara dari mesin-mesin atau peralatan dan genset yang digunakan serta suara-suara lain yang timbul selama kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kilang LNG. Sementara kebisingan juga muncul karena suara genset dan mesin rig selama pemboran sumur gas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-134
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Kebisingan akan muncul diakibatkan suara kompresor dari pusat pemrosesan gas dan gas cair dengan tingkat kebisingan yang tinggi sehingga dapat mencapai 100 dBA. Bila perumahan dekat dengan sumber suara itu, maka penduduk akan menerima dampaknya. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi, penghentian proses produksi akan kebisingan itu akan terhenti pula, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik. Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan yang dikeluarkan dari mesin-mesin, terutama mesin kompressor, di BS, GPF dan Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingan akan menurun dan diharapkan akan seperti kondisi kebisingan di daerah sekitar yang tidak ada proyek. 4. Perubahan Sifat Tanah Tahap Konstruksi Kegiatan pembukan dan pematangan lahan untuk persiapan areal pemboran (100 m x 100 m), pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa akan menyebabkan hilangnya tanah pucuk yang subur. Dengan hilangnya solum tanah tersebut akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah yang akan berubah. Apalagi dengan tidak adanya penutup lahan saat konstruksi, maka hujan yang jatuh akan langsung menghantam tanah dan mengerosi tanah pucuk (top soil ) secara berangsur sehingga solum tanah menjadi tipis atau hilang selamanya. Dengan demikian unsur hara atau bahan organik yang ada dalam solum tersebut ikut tercuci hilang terangkut oleh aliran permukaan, dan menjadikan tingkat kesuburan semakin rendah serta dapat berpengaruh tehadap organisme dalam tanah. Luasan lahan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan cukup luas. Sifat fisik-kimia tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas pula. Namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah yang dibuka tersebut memang dipersiapkan untuk pembangunan tahapan berikutnya berupa lokasi yang akan segera dikelola atau segera mengalami suksesi alami secara cepat, sehingga sifat tanah tidak akan berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetik, perubahan sifat tanah tidak menjadi dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-135
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Peningkatan kuantitas aliran air permukaan Tahap Konstruksi Aliran permukaan dan peningkatan aliran permukaan akan terjadi akibat hilangnya vegetasi penutup lahan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan lokasi kegiatan pemboran gas, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan terjadi aliran air permukaan langsung (runoff) di lokasi tersebut. Peningkatan aliran air permukaan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu faktor koefisien aliran permukaan, intensitas hujan dan luas kawasan (area). Dengan dibukanya lahan dari penutup vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung kepermukaan tanah dan aliran permukan tanah terjadi. Aliran permukaan tanah tersebut nantinya masih terus terjadi meskipun pembangunan bangun-bangunan prasarana fasilitas produksi gas telah selesai. Akibat aliran permukaan tersebut berdampak pada terjadinya proses berikutnya berupa erosi tanah. Peningkatan aliran permukaan pada saat pembukaan dan pematangan lahan dilaksanakan pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang tidak datar (topografi landai, berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung). Aliran permukaan tersebut nantinya akan menyebar keluar tapak proyek dan mengalir kedaerah bagian hilir yang lebih rendah ke lahan millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan kemungkinan sambil membawa material sedimen ke arah pantai, sehingga dapat mengganggu penduduk bagian hilir. Oleh karena itu dampak peningkatan kuantitas air permukaan, secara hipotetik akan menjadi dampak penting hipotetik. 6. Terjadinya Erosi Tanah Tahap Konstruksi Erosi tanah diprakirakan akan terjadi ketika vegetasi penutup lahan hilang akibat pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan kegiatan pemboran gas, dan pengelupasan tanah oleh kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan dalam rangka menyiapkan lahan untuk kegiatan pemboran sumur gas, fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya proses erosi di lokasi tersebut. Proses erosi tersebut dipengaruhi oleh lima faktor penyebab erosi antara yaitu faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng, kemiringan lereng, vegetasi penutup tindakan konservasi. Dengan dibukanya tanah dari penutup
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-136
PT PERTAMINA EP - PPGM
vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung dan melepaskan serta mengangkut agregat tanah sehingga diprakirakan akan terjadi peningkatan aliran permukaan yang mampu mengerosi tanah permukaan. Kondisi seperti ini akan berlangsung selama permukaan lahan masih terbuka ditempat tersebut dan segera berkurang atau terhenti setelah lahan tertutup kembali dengan bangunan-bangunan atau vegetasi. Erosi tanah akan besar terutama pada pembukaan dan pematangan lahan pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang tidak datar dan kondisi tanah yang peka erosi. Partikel tanah hasil erosi tersebut diperkirakan akan menyebar ke lahan yang lebih rendah millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan sebagian masuk sungai sebagai material sedimen dan terbawa aliran sungai ke arah pantai, sehingga dapat mengganggu penduduk. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah, secara hipotetik akan menjadi dampak penting.
7. Gangguan Sistem Drainase dan Irigasi Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususny a untuk jalur pipa gas akan memotong beberapa sungai, saluran drainase dan irigasi, yang bila tidak dilakukan dengan sistem pemasangan pipa semacam jembatan atau saluran pengelak akan menggaggu aliran air. Sistem drainase dan irigasi di persawahan wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui akan terganggu oleh karena terpotong oleh jalur pipa. Tanah bekas galian untuk kegiatan pemasangan pipa gas juga akan mengganggu aliran air, atau mungkin aliran permukaan akan terbendung timbunan tanah galian, sehingg a dapat menggenangi persawahan atau lahan sekitarnya. Terganggunya sistem drainase dan irigasi, secara hipotetik akan menjadi dampak penting, karena pembukaan lahan khususnya untuk jalur pipa banyak yang memotong sungai-sungai yang mengalir ke arah perairan Selat Peleng, saluran irigasi dan beberapa alur sungai tersebut yang selama ini dipergunakan untuk mengairi sawah penduduk sehingga sistem drainase dan irigasi menjadi terganggu.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-137
PT PERTAMINA EP - PPGM
8. Peningkatan Debit Air Sungai Tahap Konstruksi Debit air sungai akan meningkat akibat mendapat imbuh dari aliran permukaan (run-off) akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk persiapan kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa. Pembukaan lahan ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai koefisien aliran permukaan (run off) menjadi besar sehingga hujan yang jatuh di daerah tersebut sebagian besar akan menjadi aliran permukaan yang selanjutnya masuk ke sungai dan menyebabkan meningkatnya debit aliran permukaan dan debit sungai. Peningkatan debit akibat pembukaan lahan relatif kecil karena luas lahan yang dibuka bila dibandingkan areal sekitarnya yang masih tertutup rapat oleh vegetasi relatif kecil. Debit air sungai juga tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan hydrotest yang sekalipun kebutuhan airnya besar, namun bila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat terutama bila pada musim penghujan maka menjadi relatif kecil; selain itu pelaksanaan uji hidrostatis memakan waktu yang pendek. Oleh karena itu secara hipotetik, dampak pada debit air sungai tidak akan menjadi dampak penting. 9. Penurunan Debit Air Sungai Tahap Konstruksi Diperkirakan debit air sungai akan menurun ketika air sungai diambil untuk keperluan pemboran dan uji hidrostatis pemasangan pipa pada kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas (khususnya pemboran sumur). Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, dapat dijelaskan disini bahwa data debit sungai yang digunakan adalah berdasarkan data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006). Seperti dijelaskan terdahulu bahwa di daerah penelitian terdapat beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yaitu: Sungai Singkoyo (64 m 3/dtk), Sungai Mansahang (41 m 3/dtk), Sungai Toili (40 m3 /dtk), Sungai Batui (85,2 m3 /dtk), Sungai Sinorang (24 m3 /dtk), Sungai Mendono (60 3
3
m /dtk), Sungai Tangkiang (60 m /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut 3
diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m /tahun. Salah satu sungai yang data debitnya dipantau secara periodik oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-138
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kabupaten Palu tahun 1995-2004 adalah Sungai Batui, dengan debit rata-rata harian sebesar 94.093 m 3/hari. Hal ini menujuk kan bahwa debit sungai tersebut ditinjau secara kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. 3
Diperkirakan bahwa kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m . Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m
3
dan hanya sekali, maka tidak akan ada
pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil. Dengan demikian ditinjau dari dampaknya maka dampak penuruan kuantitas air permukaan dalam hal ini air sungai tidak dikatagorikan kedalam dampak negatif penting hipotetik.
10. Penurunan Kuantitas Air Tanah Tahap Konstruksi Kuantitas air tanah diperkirakan akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan hilang (land clearing) dan pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu disebabkan oleh kegi atan pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk pemboran sumur, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta untuk jalur pipa. Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang tertutup oleh vegetasi, maka dampak hipotetis yang terjadi tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetis. Telah dijelaskan terdahulu bahwa data kuantitas air tanah yang digunakan adalah data sekunder dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006). Air tanah di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napa, yang masing-masing mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan dengan kecepatan yang berbeda satu sama lain. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 6
3
6
3
387 X 10 m /tahun atau 1.035 X 10 m /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-139
PT PERTAMINA EP - PPGM
jumlah yang sangat besar. Dengan memperhatikan
cadangan kuantitas (debit) air tanah
tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), dan pemboran sejumlah sumur pengembangan dilakukan secara tidak bersamaan waktunya, maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian, dampak berupa penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan pemboran sumur adalah tidak sigifikan dan ditetapkan tidak sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi 3
Operasional BS akan membutuhkan air tanah sekitar 25 m /hari, dan kilang LNG secra keseluruhan adalah sekitar 75 m 3/hari. Pada penjelasan di sub bab sebelumnya telah disampaikan bahwa potensi air tanah tahunan mempunyai debit sebesar 387 X 106 m3 /tahun atau 1.035 X 106 m 3/hari. Apabila digunakan untuk operasional BS sebesar 25 m3/hari dan opersional kilang LNG sebesar 75 m3/hari, maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian dampak penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan operasional BS dan kilang LNG tidak ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 11. Penurunan Kualitas Air Permukaan Tahap Konstruksi Kualitas air permukaan (sungai) akan menurun karena erosi tanah yang menyebabkan peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Kemungkinan pula, kualitas air permukaan juga akan menurun sebagai akibat dari pembuangan air bekas hydrotest dari kegiatan konstruksi/pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa transmisi gas (pipeline) selesai dilaksanakan. Tahap Operasi Kualitas air sungai akan menurun kemungkinan akibat pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air limbah (waste water treatment) di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional serta pemboran sumur pengembangan. Selanjutnya air sungai yang kualitasnya telah menurun itu bila meresap ke dalam tanah akan berpotensi menurunkan kualitas air sumur penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-140
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan akibat limbah cair dari operasi produksi. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air permukaan akan menjadi dampak negatif
penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi
produksi, kualitas air permukaan akan menjadi sama dengan bagian hulu badan air yang sama. 12. Penurunan Kualitas Air Laut Tahap Konstruksi Kualitas air laut akan menurun karena pengerukan tanah di pantai untuk pembangunan jetty dan dermaga khusus untuk pengapalan LNG yang menyebabkan peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, dan pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair. Tahap Operasi Kualitas air laut akan menurun karena pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air
(waste water treatment) /IPAL di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional yang akhirnya mengalir di laut. Kualitas air laut juga akan menurun karena pencemaran minyak dan bahan kimia lain akibat adanya kapal-kapal termasuk kapal tanker yang berlabuh di dermaga di komplek kilang LNG pada kegiatan operasi fasilitas produksi gas dan gas cair. Kualitas air laut juga akan menurun disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dari kegiatan pemboran sumur, dan pemasangan pipa di laut. Selain itu pembuangan lumpur bor ke laut juga akan menurunkan kualitas air laut. Kualitas air laut akan turun pada tahap konstruksi khususnya pada asat pemasangan pipa lepas pantai dan pembangunan dermaga di Kilang LNG serta operasi produksi gas dan gas cair. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air laut akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air laut akan menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-141
PT PERTAMINA EP - PPGM
13. Gangguan Transportasi Darat Pada dasarnya gangguan transportasi darat mencakup beberapa macam dampak seperti a). Kerusakan jalan dan jembatan, b). Gangguan kelancaran lalulintas, c). Gangguan keselamatan pengguna jalan, dan d). Pengotoran jalan. a.
Kerusakan Jalan dan Jembatan Tahap konstruksi Pada tahap konstruksi k egiatan mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi melalui jalan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi serta LNG diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer dengan muatan sumbu terberat dapat mencapai > 10 ton. Jalan yang akan dijadikan rute pengangkutan meskipun sebagai jalan provinsi, namun klas jalan bila ditinjau dari tekanan gandar maksimum setara dengan jalan klas II (kekuatan maksimum < 8 ton), sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi, beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter) dikhawatirkan terjadi kerusakan jalan maupun jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan mobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Kerusakan jalan disebakan pula oleh kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas pada jalur darat yang memotong jalan raya, akan merusak jalan raya (ada kegiatan penggalian). Kerusakan jalan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula, kecuali melalui proses perbaikan struktur jalan (pemadatan dan pengaspalan). Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan hanya pada tempat-tempat tertentu dan sifatnya tidak permanen (dapat segera dipulihkan). Dengan demikian parameter kerusakan jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-142
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasional Pada Tahap Operasional, kegiatan penyaluran kondensat melalui jalan darat dilakukan dengan menggunakan mobil tanki akan berdampak pula pada peningkatan kerusakan jalan dan jembatan. Beban yang besar dan intensitas pembebanan yang berulang, akan menyebabkan umur rencana jalan cepat tercapai, sehingga tidak tahan lama/cepat rusak. Lebar kendaraan yang lebih dari 2 meter, bila terjadi simpangan akan merusak bahu jalan (lebar perkerasan rata-rata hanya 4,5 meter), karena roda kendaraan keluar perkerasan. Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah
kerusakan jalan
maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pada Tahap Pasca Operasi, kegiatan demobilisasi peralatan melalui jalan darat diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer diperkirakan memiliki muatan sumbu terberat mencapai > 10 ton, sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Hal ini dimungkinkan mengingat klas jalan berdasarkan tekanan gandar belum mencapai 10 ton.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan jalan maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-143
PT PERTAMINA EP - PPGM
b.
Gangguan Kelancaran Lalulintas Tahap Konstruksi Aktvitas mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi dilakukan pada saat awal pekerjaan konstruksi dan pengangkutan material melalui jalan darat dilakukan selama tahap pembangunan (tahap konstruksi akan berdampak pada gangguan kelancaraan jalan). Namun
pengangkutan peralatan tersebut tidak terlalu
mengganggu kelancaran lalulintas di sepanjang ruas jalan yang dijadikan rute pengangkutan. Hanya saja pada saat pengangkutan material, khususnya pipa untuk kegiatan pemipaan akan menimbulkan dampak pada parameter kelancaran lalulintas. Hal ini disebabkan oleh intensitas pengangkutan yang cukup tinggi, sedangkan lebar jalan/jembatan relatif sempit, sehingga mengakibatkan tundaan lalulintas pada salah satu arah.
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk area pembangunan kilang LNG di wilayah Batui maupun Kintom berada di wilayah yang sudah terbangun (permukiman maupun sistem jaringan infrstruktur, baik jaringan jalan maupun jembatan). Selama belum ada pengalihan sistem jaringan jalan dan jembatan yang sudah ada saat ini, maka kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan bersinggungan dengan jalur lalulintas, sehingga menyebabkan gangguan pada parameter kelancaran lalulintas. Gangguan kelancaraan disebabkan oleh aktivitas alatalat berat yang melintas/memotong jalan, sehingga harus menghentikan arus lalulintas menerus. Ruas jalan yang terkena dampak kegiatan pembukaan dan pematangan lahan adalah ruas jalan satu-satunya yang menghubungkan wilayah kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat ke kecamatan Kintom maupun Kota Luwuk. Apabila ada gangguan pada ruas jalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-144
PT PERTAMINA EP - PPGM
tersebut, maka dampaknya akan dirasakan oleh sebagian besar warga masyarakat yang tinggal di wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Kegiatan pemasangan pipa pada jalur darat
akan memotong jalan raya dan
diprakirakan akan menggangu pergerakan lalulintas di jalan raya. Hal ini diakibatkan oleh penutupan
separuh lebar jalan (pekerjaan dilakukan bertahap) dan kurangnya
jalur-jalur alternatif untuk mengalihkan arus lalulintas. Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan dapat dilakukan secara bertahap dan disertai dengan pembuatan jalan darurat, sehingga dapat mengalirkan arus lalulintas untuk kedua arah. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Pada tahap operasi aktivitas pergerakan mobil tanki mengangkut kondensat dari fasilitas produksi gas ke lokasi Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo akan membebani ruas jalan provinsi. Tambahan arus lalulintas ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja jalan, sehingga berakibat pada besarnya tundaan lalulintas (gangguan kelancaran lalulintas). Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pada tahap pasca operasi, proses pengangkutan peralatan setelah berakhirnya kegiatan operasional
(demobilisasi peralatan),
akan dapat
mengakibatkan
gangguan
kelancaran laluintas. Gangguan kelancaraan lalulintas disebabkan masuknya kendaraan angkutan berukuran besar ke dalam arus lalulintas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jalan raya yang sempit akan
II-145
PT PERTAMINA EP - PPGM
menyebabkan iringan kendaraan, karena kecepatan arus sangat tergantung pada kecepatan kendaraan angkutan akibat kesulitan dalam melakukan gerakan menyalip (gerakan mendahului kendaraan di depannya). Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. c.
Gangguan Keselamatan Pengguna Jalan Tahap Konstruksi Dengan terjadinya kerusakan jalan dan gangguan kelancaran pengguna jalan, maka proses mobilisasi dan demobilisasi pengangkutan peralatan konstruksi maupun pengangkutan material bahan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan pada tahap konstruksi. Kondisi jalan dan jembatan yang sempit, faktor lingkungan di sekitar jalan yang banyak potensi pejalan kaki (kawasan permukiman dan perkotaan) maupun binatang ternak yang berada di jalan raya menjadi faktor utama penyebab kecelakaan lalulintas. Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Kegiatan aktivitas pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) yang bersinggungan dengan arus lalulintas di jalan raya diprakirakan akan berdampak pada gangguan keselamatan pengguna jalan, khususnya pengendara kendaraan bermotor di jalan raya. Gangguan keselamatan pengguna jalan diakibatkan oleh gerakan/manuver kendaraan proyek maupun alat-alat proyek seperti excavator dan
bulldozer yang memotong jalan maupun beraktivitas di area yang berdekatan dengan jalan raya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-146
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kelalaian operator dan pelaksana proyek di lapangan yang tidak mematuhi SOP, dapat mengakibatkan kecelakaan yang menimpa pengemudi kendaraan bermotor di
jalan
raya (pengguna jalan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Pemasangan pipa pada jalur darat yang memotong jalan raya, sehingga mengharuskan penutupan separuh lebar jalan (pelaksanaan bertahap), menyebabkan rawan terjadinya gangguan keselamatan pengguna jalan berupa kecelakaan khususnya pada waktu malam hari. Potensi kejadian kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya penerangan jalan dan proses pengembalian kondisi jalan seperti semula tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya rawan kecelakaan adalah pengoperasian alat berat di lokasi kegiatan yang bersingungan dengan jalan raya. Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan tidak dapat dilakukan dengan segera dan membutuhkan waktu untuk pengembalian kondisi jalan seperti semula. Bekasbekas galian dan gundukan tanah bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan, khususnya di malam hari (perlu penerangan dan rambu peringatan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Penambahan arus lalulintas yang diakibatkan oleh proses pengangkutan kondensat lewat jalan darat, berpotensi pada peningkatan kerawanan terhadap kecelakaan (gangguan keselamatan pengguna jalan). Hal ini disebabkan oleh dimensi kendaraan angkutan yang besar (lebar kendaraan berkisar 2,25 – 2,5 meter) dan lebar perkerasan yang kurang dari 5 meter (jalan dan sebagai jembatan), menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kecelakaan yang dibebabkan kebebasan samping yang kurang memadai. Kendaraan bila akan simpangan harus keluar perkerasan jalan dan beresiko pada konflik dengan pejalan kaki, khususnya di kawasan permukiman maupun daerah perkoataan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-147
PT PERTAMINA EP - PPGM
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik Tahap Pasca Operasi Penggunaan kendaraan berukuran besar pada proses pengangkutan kembali (demobilisasi) peralatan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan. Rawan kecelakaan dapat terjadi di daerah yang banyak pejalan kaki
dan jalan antar kota yang terdapat binatang ternak yang
dibiarkan di badan jalan serta jembatan yang sempit ( bottle neck). Apabila pengemudi angkutan tersebut kurang memahami lokasi proyek, maka dikhawatirkan banyak terjadi kecelakaan. Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. d.
Pengotoran Jalan Tahap Konstruksi Aktivitas hilir mudiknya kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) dapat menyebabkan pengotoran jalan akibat tanah yang menempel pada ban roda kendaraan proyek dan jatuh atau lengket pada badan jalan. Pengotoran ini akan semakin besar bila dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga mengganggu kenyamanan dan berkendaraan bagi pengemudi kendaraan bermotor di jalan raya. Mengingat aktivitas kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) hanya melintas/memotong jalan, maka pengotoran jalan sifatnya hanya setempat/tidak menyebar. Dengan demikian parameter pengotoran jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-148
PT PERTAMINA EP - PPGM
14. Gangguan Transportasi Laut a.
Gangguan keselamatan pelayaran Tahap Konstruksi Pada tahap Konstruksi kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG berada pada daerah pantai. Salah satu fasilitas yang akan dibangun adalah pembangunan dermaga khusus yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas serta tidak diperuntukkan untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial lainnya atau pembuatan kapal laut. Pembangunan dermaga ini akan menganggu pelayaran kaitannya dengan keselamatan pelayaran di sekitar lokasi proyek. Berdasarkan hasil observasi awal di wilayah studi, saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum ini sekitar 50 km dari rencana lokasi dermaga, dan intensitas kapal nelayan sendiri juga masih jarang.
Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada
kegiatan pembangunan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik Tahap Operasi Pengoperasian kilang LNG dan fasilitas lainnya terkait dengan
proses
pengangkutan lewat jalur laut yang akan didistribusikan ke wilayah lain. Adanya bangkitan arus lalulintas kapal angkutan yang berlabuh di dermaga khusus tersebut, akan berdampak pada gangguan keselamatan pelayaran. Dari hasil observasi awal di wilayah studi, lokasi rencana dermaga jauh dari pelabuhan umum serta intensitas kapal nelayan yang masih sedikit diperkirakan tidak terlalu menganggu aktivitas nelayan setempat. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-149
PT PERTAMINA EP - PPGM
B. Komponen Biologi 1. Gangguan Vegetasi Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan BS, pemasangan pipa, lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan dilaksanakan dengan penebangan dan perataan untuk footprint yang diperlukan untuk mendukung pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kegiatan ini akan menyebabkan pengurangan penutupan lahan oleh vegetasi. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi-lokasi sumur, fasilitas produksi gas, jalur pipa dan fasilitas produksi gas cair seluas lebih dari 200 ha. Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan dan kebun) dan semak , namun demikian lokasi sumur bor ternyata ada yang terletak di areal berhutan. Selain itu rencana jalur pipa alternatif 1 dan 2 terletak pada jalur yang melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang meupakan kawasan konservasi. Areal yang dibuka di dalam hutan memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging, sehingga vegetasi hutan di sekitar lokasi kegiatan akan mengalami resiko kerusakan. Berkurangnya vegetasi akan menyebabkan dampak lebih lanjut
yaitu dapat merubah iklim mikro,
mempercepat aliran air permukaan setempat dan menambah resiko erosi. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada vegetasi akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan untuk keindahan dan perbaikan lingkungan maka pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif terhadap lingkungan. Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi tidak ditetapkan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-150
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Pasca Operasi Kegiatan penghentian operasi produksi gas Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi, setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami berbagai jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant. Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan tidak akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampak yang ada bukan merupakan dampak permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak merupakan dampak penting hipotetik.
Parameter vegetasi yang dipelajari Pengertian vegetasi adalah komposisi tumbuhan di suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi berkurangnya vegetasi dapat diartikan berkurangnya jenis-jenis tumbuhan atau terjadi penurunan keanekaragaman jenisnya, dan masing-masing jenis berkurang anggota individu penyusunan atau berkurangnya komunitas tumbuhan. Demikian pula hal sebaliknya. Dalam teknik analisis vegetasi kedua parameter tersebut sudah tercakup didalamnya. 2. Gangguan Satwa Liar Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan, BS pemasangan pipa, lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan, laydown area) akan membuka vegetasi seluas lebih dari 200 ha. Sebagian diantaranya pada jalur yang melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang merupakan kawasan konservasi. Dengan berkurangnya vegetasi yang juga menjadi habitat satwa liar menyebabkan satwa liar akan pindah di daerah sekitarnya, sehingga terjadi hilangnya satwa liar di areal yang dibuka. Pada daerah yang akan menjadi tempat hidup yang baru akan terjadi keseimbangan baru kehidupan satwa liar dan hal itu akan menyebabkan berkurangnya satwa liar. Luas areal bervegetasi hutan untuk pemasangan pipa jalur 1 dan 2 memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-151
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging dan akses utuk perburuan satwa liar di wilayah konservasi yang salah jenis di dalamnya adalah keberadaan burung maleo. Berkurangnya satwa liar akan menyebabkan dampak lebih lanjut yaitu potensi daya tarik wisata alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang berkurang dan keunikannya terancam hilang. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada satwa liar akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting. Tahap Operasi Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan untuk keindahan dan perbaikan lingkungan pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif. Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil dibandingkan dengan total area yang digunaka n untuk bangunan dan sarana serta prasarana LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi bukan merupakan dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Penghentian operasi produksi gas Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi, setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami dengan jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant. Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan bukan akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampaknya bukan merupakan dampak permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak merupakan dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-152
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter satwa liar yang dipelajari Dampak berupa penurunan satwa liar idealnya dipelajari melalui parameter-parameter keanekaragaman jenis dengan teknis inventarisasi dan densitas masing-masing jenis dengan teknik sensus. Namun karena sifat dan perilaku masing-masing jenis sangat bervariasi, misalnya adanya jenis-jenis yang sangat takut akan keberadaan manusia dan adanya jenisjenis yang aktif di senja dan malam hari, jadi akan sangat sulit kiranya dapat dilakukan sensus untuk seluruh jenis satwa liar yang ada. Dengan demikian pendekatan studi yang akan diterapkan dalam kajian AMDAL ini akan dilakukan dengan perhitungan dari parameter keanekaragaman jenis atau kekayaan jenis. 3. Gangguan Biota Air Tawar Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Kegiatan pembukaan, perataan dan pengerasan lahan akan berpotensi menimbulkan erosi dan selanjutnya menyebabkan kekeruhan. Pada lokasi-lokasi yang berbatasan langsung dengan sungai anak sungai kemungkinan akan terjadi longsor tanah setempat akan langsung menyebabkan sungai yang menjadi habitat biota air terganggu. Selain itu kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk pemasangan pipa banyak yang memotong sungai, sungai kecil dan saluran irigasi. Kekeruhan dan gangguan langsung pada habitat biota air akan berpotensi menyebabkan penurunan komunitas biota air tawar, terutama plankton dan benthos. Penurunan komunitas biota air tawar, terutama ikan akan mengganggu masyarakat yang sering menangkap ikan dan atau memelihara ternak bebek di sekitar lokasi kegiatan. Selain itu banyaknya aliran sungai yag terpotong oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan terutama utuk pemasangan pipa akan menyebabkan gangguan pada migrasi harian ikan di badan air itu. Secara umum kegiatan tersebut berlangsung relatif lama. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak penurunan biota air yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG akan menyebabkan penurunan kualitas air. Hal itu disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dan pemberihan peralatan sebelum komisioning akan dibuang ke sungai. Selanjutnya penurunan kualitas air berpotensi menimbulkan gangguan pada biota air, plankton dan benthos selanjutnya akan mempengaruhi biota air lain yang memakannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-153
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan komunitas biota air tawar ini tidak merupakan dampak penting hipotetik karena penurunan kualitas air tawa yang terjadi bukan pencemaran berat, berlangsung relatif sinkat dan terjadi pada lokasi yang relatif terbatas. Tahap Operasi Pemboran sumur pengembangan Kegiatan pemboran sumur menggunakan lumpur bor water-based dan tidak berracun untuk kedalaman bagian atas pengembangan sumur. material sand blasting (grit) cuttings yang dicuci dan dibuang ke sungai selama pengeboran, air bekas uji hidrostastis, pembersihan peralatan sebelum komisioning yang dibuang di sungai akan berpotensi menurunkan kualitas air sungai. Selain itu tumpahan tidak sengaja jenis material, bahan bakar atau cat juga akan menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan penurunan biota air. Kegiatan pemboran berlangsung relatif pendek, dan berlangsung di lokasi terbatas oleh karenanya dampak pada biota air tawar ini tidak ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG Kedua kegiatan yaitu Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan kualitas, seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air khususnya plankton dan benthos yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan ikan yang mungkin menjadi sumber ekonomi masyarakat. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka dampak pada biota air tawar ini merupakan dampak penting hipotetik. 4. Gangguan Biota Air Laut Tahap Konstruksi Pemasangan pipa Jalur pemasangan pipa dengan alternatif ke 3 yaitu jalur melalui pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Oleh karena di pantai tersebut besar kemungkinan terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-154
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya. Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya termasuk pembangunan dermaga yang terletak di pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air. Oleh karena di pantai tersebut kemungkinan besar terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi Kegiatan operasional kilang LNG Kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan
kualitas,
seperti
peningkatan
TSS,
kekeruhan,
dan
film
minyak
akan
mempengaruhi biota air tawar selanjutnya air yang telah turun kualitasnya mengalir di laut sehingga berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka dampak pada biota air laut ini merupakan dampak negatif penting hipotetik. C. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya 1. Perubahan Kependudukan Tahap Operasi Jumlah penduduk lokal akan bertambah karena akan banyak pekerja datang dari daerah lain karena adanya peneriman tenaga kerja untuk kegiatan operasi produksi gas dan gas cair serta kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi. Hal itu disebabkan pekerjaan operasi produksi gas dan gas cair sebagian harus dikerjakan oleh pekerja terapil dan khusus yang kemungkinan tidak tercukupi oleh tenaga kerja lokal. Kehadiran pekerja pendatang akan meningkatkan kepadatan penduduk dan merubah komposisi penduduk setempat khususnya kelompok umur dan jenis kelamin. Pada tahap Operasi, jumlah pekerja pendatang relatif besar, terutama kegiatan operasional kilang LNG. Hal ini akan berdampak terhadap kondisi kependudukan,
apalagi bila para
pekerja disertai dengan keluarganya untuk jangka selama operasi yang lebih dari 20 tahun menetap, sehingga akan menimbulkan dampak turunan lain yang ikut menggerakkan perekonomian lokal dan merubah struktur sosial masyarakat lokal. Secara hipotetik, dampak kependudukan pada tahap operasi akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-155
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan Tahap Prakonstruksi Pemilikan/pengelolaan lahan, baik berupa lahan sawah, tegal dan kebun, dari penduduk sebagai pemilik lahan yang legal beralih kepemilikan secara permanen/pengelolaannya kepada PT. PERTAMINA EP – PPGM
karena dibeli atau disewa. Selanjutnya lahan yang
sudah berhasil dibebaskan tersebut akan berubah fungsi dari peruntukan semula, misalnya yang sebelumnya untuk kegiatan pertanian akan beralih fungsi menjadi jalur pipa, kompleks bangunan fasilitas produksi gas dan gas cair. Perubahan kepemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh selesai. Perubahan pola kepemilikan lahan ini termasuk sebagai dampak negatif penting hipotetik, karena diprakirakan dalam proses pembebasannya akan menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tidak puas dengan nilai ganti rugi yang ada. Lahan yang dibebaskan sebenarnya juga telah dilakukan untuk banyak lokasi sumur, karena kegiatan yang dilakukan pemrakarsa meneruskan kegiatan sebelumnya.
3. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Tahap Konstruksi Pendapatan masyarakat, terutama para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan konstruksi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi mulai dari mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/pekerja, pembukaan dan pematangan lahan, pemasangan pipa dan pembangunan fasilitas produksi gas serta gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih dari 1 tahun dan dengan gaji standar. Rekrutmen tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, maka proses seleksi akan berjalan sesuai prosedur standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga ahli dan bukan tenaga ahli misalnya kuli angkut, tenaga keamanan, tukang bangunan, tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Kesempatan kerja yang ada ini akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat bukan pekerja dan yang memanfaatkan kesempatan usaha yang ada juga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup mereka. Oleh karena itu dampak peningkatan pendapatan masyarakat ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-156
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Pendapatan masyarakat, terutama masyarakat pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan pada tahap operasi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk operasi produksi gas dan gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih lama, yaitu lebih dari 20 tahun dan dengan gaji yang standar. Oleh karena rekruitmen tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, proses seleksi akan dilaksanakan secara standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang benar-benar memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga ahli dan bukan tenaga ahli misalnya tenaga keamanan, office boy (pembantu), tenaga untuk pemeliharaan fasilitas produksi seperti petugas kebersihan, pertamanan, line checker (pengawas ROW), pemeliharaan gedung seperti tukang bangunan, tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Masyarakat bukan pekerja juga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan melalui kesempatan usaha yang ada, karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup para pekerja dan keluarganya. Peningkatan pendapatan masyarakat dari berbagai kegiatan pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pendapatan masyarakat akan menurun khususnya bagi para pekerja yang selama ini terlibat langsung aktivitas operasi seiring dengan berlangsungnya kegiatan penglepasan tenaga kerja. Masyarakat bukan pekerja namun yang penghasilannya terkait dengan perusahaan atau para pekerja juga akan ikut menurun.
Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan menjadi dampak penting. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-157
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan keluarganya yang jumlahnya lebih dari 5000 orang yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi
akan menjadi dampak positif
penting hipotetik. 4. Adanya Kesempatan Berusaha Tahap Konstruksi Kesempatan berusaha bagi masyarakat terbuka pada tahap konstruksi. Usaha jasa transportasi pengangkutan pipa dan jasa penyewaan crane dan lainya terbuka pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/material/pekerja. Usaha kontraktor pembukaan lahan dan penyewaan alat berat dan laln-lain terbuka pada kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan. Usaha pembangunan fasilitas, pemasok bahan bangunan, pemasok bahan makanan dan penyewaan rumah dan jasa transportasi akan terbuka saat kegiatan pembangunan fasilitas produksi. Jasa penyewaan alat berat, las dan lainnya terbuka saat kegiatan pemasangan pipa berlangsung. Kesempatan berusaha tersebut dapat dilakukan oleh penduduk setempat selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kontraktor. Dengan demikian, maka adanya kesempatan berusaha pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik. Tahap Operasi Kesempatan berusaha penduduk setempat terbuka pada tahap operasi. Kesempataan berusaha yang berkembang adalah seperti
warung makanan, jasa transportasi, tok o
kelontong, hotel, dan usaha lain untuk memenuhi keperluan hidup pekerja dan keluarganya serta usaha-usaha yang berkaitan dengan kepentingan operasional produksi gas dan gas cair. Kesempatan berusaha ini akan berdampak positif lain berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan tumbuhnya perekonomian lokal. Dengan demikian, adanya kesempatan berusaha pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik Tahap Pasca Operasi Kesempatan usaha akan terkuka misalnya bagi kontraktor pembongkaran fasilitas dan jasa pengangkutan
peralatan
yang
akan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
dipindahkan
atau
dibongkar
pada
kegiatan
II-158
PT PERTAMINA EP - PPGM
pembongkaran fasilitas produksi dan demobilisasi peralatan. Sebaliknya, kesempatan berusaha bagi masyarakat yang secara tidak langsung bergantung pada kepentingan produksi atau pemeliharaan fasilitas produksi serta pemenuhan keperluan keluarga karyawan akan menurun seiring dengan kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi dan kegiatan penglepasan tenaga kerja. Oleh karenanya dampak menurunnya kesempatan berusaha pada tahap pasca operasi ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 5. Gangguan Proses Sosial Tahap Prakontruksi Proses sosial yang bersifat disosiatif diduga akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi yang diterima masyarakat saat kegiatan pembebasan lahan. Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul karena masuknya tenaga kerja dari luar daerah untuk konstruksi. Proses hubungan sosial yang kurang harmonis (kecemburuan) antara penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang terjadi karena perbedaan perilaku dan adatistiadat, hal mana berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Namun demikian, apabila tenaga kerja dari luar dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan pola perilaku dan adat-istiadat yang berlangsung di daerah setempat maka konflik akan dapat dihindari. Dengan demikian, maka adanya gangguan proses sosial pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan bukan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Konstruksi Proses soial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas (kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas) akibat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Disosiasi juga timbul bila terjadi gangguan kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dan penurunan kualitas udara akibat kegiatan pembangunan fasilitas produksi. Salain itu Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul bila terjadi kekeruhan sungai, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan akibat kegiatan pemasngan pipa. Setelah berakhirnya tahap konstruksi akan terjadi penglepasan tenaga kerja, dan bila proses ini tidak mengikuti peraturan yang berlaku atau kesepakatan sebelumnya maka akan menimbulkan gangguan hubungan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, adanya gangguan proses sosial pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-159
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul akibat munculnya kebisingan, bau gas (H 2) dan pencemaran air dari kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Proses disosiatif juga dapat muncul bila dalam kegiatan proses produksi tidak melibatkan masyarakat lokal sebagai pekerja, dan adanya perubahan status sosial, seperti munculnya orang kaya baru, perubahan status yang semula petani/pedagang kemudian menjadi pekerja proyek. Dimungkinkan proses pembebasan lahan dan rekrutmen tenaga kerja lokal yang berlangsung tidak transparan akan dapat menimbulkan kecemburuan dalam masyarakat. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (Tahap Prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi menimbulkan proses disosiatif. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko timbulnya gesekan sosial. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat disosiatif secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting hipotetik. 6. Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat Persepsi masyarakat merupakan gabungan berbagai dampak yang dapat bersifat positif dan atau negatif serta terjadi pada semua tahapan pekerjaan. Tahap Prakonstruksi Persepsi positif terhadap perusahaan atau pemrakarsa akan mun cul bila harga ganti untung tanah yang diterima masyarakat sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, persepsi negatif akan muncul bila proses pembebasan lahan tidak dilakukan melalui musyawarah dan mufakat dan tidak ada kesepakatan dalam hal nilai ganti rugi. Demikian juga persepsi positif akan muncul bila masyarakat lokal mendapatkan kesempatan bekerja di proyek secara proporsional yang direkrut untuk konstruksi. Sebaliknya, bila rekrutmen itu dipandang tidak proporsional, maka akan terjadi persepsi yang negatif. Oleh karena itu, munculnya sikap dan persepsi masyarakat pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-160
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Konstruksi Sikap dan persepsi negatif akan muncul bila terjadi kerusakan jalan, gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa ikut berpartisipasi dalam peningkatan kapasitas jalan dan bahkan membangun jalan. Persepsi negatif akan muncul bila pekerja yang digunakan dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidak mengutamakan pekerja lokal dan bila kayu-kayu hasil tebangan dan material lainnya dirasakan mengganggu masyarakat. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila kegiatan itu banyak menyerap tenaga lokal dan bekas tebangan terlihat diatur dengan baik. Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan dan dirasakan mengganggu masyarakat pada kegiatan pembanguan fasilitas poduksi. Persepsi negatif akan muncul bila aksesibilitas masyarakat sekitar terganggu akibat pemotongan jalan dan saluran irigasi serta timbulnya kekeruhan akibat pemasangan pipa. Mengingat bahwa sikap dan persepsi negatif masyarakat dalam hal ini lebih dominan muncul, maka sikap dan persepsi masyarakat pada tahap konstruksi ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan, bau (H2S) dan pencemaran air akibat operasi produksi gas dan gas cair serta tidak terakomodasinya masyarakat sebagai pekerja di perusahaan. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa banyak memanfaatkan tenaga lokal dan berubahnya estetika lingkungan sekitar dan dalam kompleks fasilitas produksi menjadi indah. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah masyarakat yang lahannya dibebaskan banyak dan daerah yang dibebaskan luas serta pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak mengingat lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman) atau lahan milik penduduk dan meliputi wilayah yang panjangnya lebih dari 75 km dan luasnya lebih dari 125 ha dengan periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya lebih dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-161
PT PERTAMINA EP - PPGM
1 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya dampak negatif juga akan muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di sekitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan menjadi dampak negatif penting hipotetik. D. Komponen Kesehatan Masyarakat 1. Penurunan Sanitasi Lingkungan Tahap Konstruksi Sanitasi lingkungan akan menurun oleh karena adanya kegiatan konstruksi fasilitas produksi gas dan kompleks kilang LNG serta kegiatan pemasangan pipa penyalur gas. Bahan polutan yang dihasilkan adalah limbah domestik oleh karena kurang berfungsinya MCK secara maksimal. Walaupun pihak perusahaan telah menyediakan MCK portable dan disertai dengan pengawasan dari pihak kontraktor, namun karena jumlah pekerja relatif banyak di area tersebut sehingga MCK dapat berfungsi secara maksimal. Bekas galian pipa penyalur gas yang belum dikembalikan seperti semula akan menghasilkan lubanglubang air sebagai media berkembangnya vektor penyakit. Apabila tidak ditangani dengan baik maka akan merubah sanitasi lingkungan menjadi buruk sebagai akibat para pekerja membuang limbah domestik, baik padat maupun cair secara sembarangan. Dengan perubahan sanitasi lingkungan secara signifikan maka sanitasi lingkungan pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 2. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat Tahap Konstruksi Kesehatan masyarakat akan menurun seiring dengan penurunan kualitas udara dan air dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, pembangunan fasilitas produksi dan pemasangan pipa. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari akibat penurunan kualitas udara, air dan gas yang merupakan dampak primer. Pada tahap konstruksi intensitas dampaknya relatif kecil sehingga dampak pada kesehatan masyarakat tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-162
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Sanitasi lingkungan bisa memburuk diakibatkan oleh adanya kegiatan operasi block
station (BS) dan Fasilitas Produksi Gas (GPF) dan kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan dioperasikannya kegiatan ini sanitasi lingkungan menjadi lebih buruk apabila para pekerja/pihak perusahaan tidak mengelola limbah domestik sesuai dengan ketentuan. Oleh karena kegiatan pada tahap operasi berlangsung cukup lama maka kemungkinan volume sampah menumpuk dan bercampur dengan bahan organik maupun non organik yang dapat memicu berkembangnya populasi vektor penyakit. Apabila penampungan sampah berdampingan dengan hunian penduduk dan berlangsung dalam waktu yang lama, maka sanitasi lingkungan pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kesehatan juga akan terganggu bila terjadi pencemaran gas yang mengandung H 2S (berbau), kebisingan, pencemaran air dari proses produksi gas dan gas cair. Kesehatan masyarakat khususnya para pekerja/karyawan akan terganggu oleh karena terjadi penurunan kualitas lingkungan akibat kebisingan, limbah gas, cair, dan padat. Walaupun paparan terhadap pencemaran itu relatif kecil, namun berlangsung cukup lama (lebih dari 20 tahun) dan mengenai pekerja yang jumlahnya sangat banyak terutama pada proses produksi kilang LNG. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan air yang merupakan dampak primer seiring dengan penurunan kualitas udara dan kualitas air, dari kegiatan operasional fasilitas produksi gas (BS dan GPF) dan kegiatan oeprasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan demikian, maka dampak terganggunya kesehatan pekerja ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-163
PT PERTAMINA EP - PPGM
Klasifikasi dan Prioritas Prioritas Dampak Penting Hipotetik:
a. Prakonstruksi: 1. Perubahan pola kepemilikan lahan 2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat b. Konstruksi: 1. Terjadi kebisingan 2. Terjadi erosi tanah 3. Gangguan sistem drainase dan irigasi 4. Gangguan transportasi darat 5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Penurunan kualitas air laut 8. Penurunan debit air sungai 9. Gangguan vegetasi 10. Gangguan satwa liar 11. Gangguan biota air tawar 12. Gangguan biota air laut 13. Peningkatan pendapatan masyarakat 14. Adanya kesempatan berusaha 15. Gangguan proses sosial 16. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 17. Penurunan sanitasi lingkungan c. Operasi: 1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan 4. Penurunan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Gangguan biota air tawar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-164
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Gangguan biota air laut 8. Perubahan kependudukan 9. Peningkatan pendapatan masyarakat 10. Adanya kesempatan berusaha 11. Gangguan proses sosial 12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 13. Penurunan sanitasi lingkungan 14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat d. Pasca Operasi: 1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Peningkatan kualitas air permukaan 4. Peningkatan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Penurunan pendapatan masyarakat 7. Hilangnya kesempatan berusaha 8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
2.3.2. Hasil Pelingkupan 2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik
Walaupun telah ditemukan dampak hipotetiknya tidak berarti bahwa dampak penting hipotetik lainnya tidak dikaji. Dampak penting hipotetik
merupakan puncak-puncak permasalahan
lingkungan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya suatu rencana kegiatan, sehingga dalam rangka mempertahankan mutu lingkungan permasalahan tersebut harus dapat diatasi dengan baik. Berdasarkan atas analisis keterkaitan antar dampak yang dilakukan oleh pemrakarsa dan para ahli secara brain storming, maka dapat dihasilkan dampak penting hipotetik dari rencana pelaksanaan kegiatan proyek pengembangan gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah dapat diringkas seperti pada tabel berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-165
PT PERTAMINA EP - PPGM
No
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2
Tabel 2.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Komponen Rencana Kegiatan PraKomponen Lingkungan Konstruksi Operasi Konst 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 GEO-FISIK-KIMIA Kualitas udara ambien Kebisingan Erosi tanah Sistem drainase dan irigasi Kualitas air permukaan Kualitas air laut Transportasi darat - +/BIOLOGI Vegetasi Satwa liar Biota air tawar Biota air laut SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA Kependudukan + Pola kepemilikan lahan +/Pendapatan masyarakat + + + + + + + + + Kesempatan berusaha + + + + + + + + + Proses sosial +/- +/Sikap & persepsi masyarakat +/- +/- + +/KESEHATAN MASYARAKAT Sanitasi lingkungan Tingkat kesehatan masyarakat -
Pasca Operasi 1 2 3 + +
+ + +
-
Keterangan: A. Tahap Prakonstruksi – = dampak negatif 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh + = dampak positif 2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan 3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas C. Tahap Operasi 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Pemboran sumur pengembangan 3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa 4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat 5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS) 6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya 7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG) D. Tahap Pasca Operasi 1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG 2. Demobilisasi peralatan 3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-166
-
-
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian 1. Batas Wilayah Studi a. Batas Proyek Batas tapak proyek adalah ruang di mana suatu rencana usaha dan/atau kegiatan akan melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Penentuan batas proyek didasarkan pada rencana pengembangan gas Matindok di lapangan Donggi, Minahaki, Sukamaju, Matindok dan Maleo Raja dengan luas masing-masing sekitar 5 ha dan area pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada dengan panjang kumulatif sekitar 15 km dan lebar 6-8 m ; ROW pipa selebar 20 m dari dari masing-masing sumur di lapangan menuju ke fasilitas produksi gas dan selanjutnya gas dari lokasi GPF di Donggi dan Matindok ke lokasi kilang LNG di Batui atau Kintom dengan panjang total sekitar 60 km (= sekitar 150 ha) yang melewati wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan lahan untuk lokasi Kilang LNG seluas 200 ha di Batui. b. Batas Ekologis Dalam studi ini batas ekologis meliputi lokasi-lokasi lapangan gas, jalur pipa (darat dan laut) dan fasilitas Kilang LNG serta wilayah di luarnya yang diperkirakan merupakan daerah sebaran dampak. Daerah-daerah tersebut terdiri dari area lahan basah berupa persawahan, daerah perkebunan, hutan dan
aliran air tawar dan air laut serta
permukiman penduduk. Sebaran debu diperkirakan menyebar sejauh 200 m dari kiri-kanan jalur pipa, lokasi sumur, fasilitas produksi gas dan kilang LNG pada saat kegiatan tahap konstruksi. Kebisingan dan pencemaran udara tersebar melalui angin yang arah dominannya adalah ke barat laut ke tenggara dan sebaliknya. Kegiatan proses produksi gas dan gas cair dari fasilitas produksi gas (BS) di Donggi menyebabkan kebisingan yang diperkirakan mencapai sejauh 500 m dari pusat kegiatan dan perubahan kualitas udara akibat emisi gas (tergantung dari kecepatan dan arah angin yang signifikan sehingga melebihi baku mutu diperkirakan tidak akan melebihi 1 km dari pusat kegiatan. Namun penyebaran kebisingan dan emisi gas dari Kilang LNG di Batui atau Kintom akan menyebar lebih dari 2 km. Sementara sebaran dampak melalui aliran air akan sangat tergantung dari debit badan air penerima, diperkirakan akan mencapai 2 km ke arah hilir untuk aliran yang kecil dan akan tidak akan lebih dari 1 km dari aliran air sungai besar yang terpotong
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-167
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalur pipa dan dari pipa pembuangan limbah cair dari fasilitas produksi gas dan gas cair; sedangkan
penyebaran dampak sehingga menimbulkan penurunan kualitas air
yang signifikan di perairan laut tidak akan lebih dari 2 km dari sekitar dermaga fasilitas Kilang LNG. Sementara dampak terhadap satwa liar di SM Bangkiriang tidak akan melebihi 3 km kanan kiri pipa yang melewati kawasan konservasi tersebut c. Batas Sosial Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (struktur sosial), sesuai dengan dinamika kelompok masyarakat yang diprakirakan terpengaruh akibat kegiatan Pengembangan Gas Matindok. Justifikasi batas sosial adalah adanya interaksi masyarakat dengan adanya kegiatan pembebasan lahan untuk tapak BS, GPF, pipa dan Kilang LNG; pemasangan jalur pipa, pembangunan BS dan GPF serta pembangunan Kilang LNG serta mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Desa yang menjadi batas sosial disajikan pada Tabel 2.41. d. Batas Administrasi Batas
administrasi
desa/kelurahan
adalah
dimana
wilayah
kegiatan
administrasi
proyek
pemerintahan
berlangsung
dan
mulai
tingkat
berinteraksi
secara
kelembagaan atau institusional yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasil pelaksanaan proyek. Nama-nama wilayah administrasi desa/kelurahan yang berinteraksi langsung dengan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai disajikan pada Tabel 2.42. 2. Batas Waktu Kajian Dalam proses pelingkupan ini batas waktu kajian yang dirancang untuk kurun waktu 5 tahun, dengan asumsi bahwa rencana kegiatan serupa di wilayah studi yaitu JOB Pertamina – Medco E & Tomori Sulawesi terealisasi terlebih dahulu dan mempertimbangkan perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang akan mengalami perubahan cepat karena berbagai kegiatan lain terkait dengan adanya dua kegiatan pengembangan gas. Penentuan batas waktu kajian akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil prakiraan dan evaluasi didasarkan atas perbandingan dinamika atau kecenderungan perubahan lingkungan 5 tahun ke depan bila tanpa adanya kegiatan ini dengan adanya rencana kegiatan ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-168
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Kegiatan Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Kecamatan
No
Nama
Desa/Kelurahan
No
1 2 3 2. Batui 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 3. Toili 21 22 23 24 25 26 27 28 4. Toili Barat 29 30 31 32 33 34 35 36 37 1. Kintom
Nama Padang Tangkiang Kalolos Uso Honbola Lamo Balantang Bugis Batui Tolando Sisipan Ondo-ondolu I Nonong Kayowa Masing Batui IV Batui 21 Sukamaju I Bonebalantak Sinorang Mulyoharjo Argo Kencana Minahaki Rusa Kencana Agro Estate Singkoyo Tolisu Bukit Jaya Uwelolu Pandan Wangi Dongin Kamiwangi Sendang Sari Bukit Makarti Bukit Harapan Makapa Karya Makmur
Justifikasi Batas Sosial Jalur pipa
Tapak sumur
Tapak Block Station
Tapak GPF
V V v V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Tapak Kilang LNG V* V**
V
V
V
V
V
V V V
V V V
V V V V
V V
V
Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Keterangan: *: Lokasi LNG alternatif 1; **: Lokasi LNG alternatif 2
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-169
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembanga Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Kecamatan No.
Nama
1.
Kintom
2.
Batui
3.
Toili
4.
Toili Barat
Desa/kelurahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Nama Padang Tangkiang Kalalos Uso Honbola Lamo Balantang Bugis Batui Tolando Sisipan Ondo-ondolu I Nonong Kayowa Masing Batui IV Batui 21 Sukamaju I Bonebalantak Sinorang Mulyoharjo Argo Kencana Minahaki Rusa Kencana Agro Estate Singkoyo Tolisu Bukit Jaya Uwelolu Pandan Wangi Dongin Kamiwangi Sendang Sari Bukit Makarti Bukit Harapan Makapa Karya Makmur
Resultante dari batas tapak proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi merupakan batas wilayah studi, seperti yang disajikan pada Gambar 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-170
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-171