4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian di laboratorium 4.1.1 Hasil 4.1.1.1 Laju perambanan ikan koan dan pertumbuhan eceng gondok Hasil pengukuran laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok pada perlakuan padat tebar 2 ekor, 4 ekor, 8 ekor, dan 16 ekor berturut-turut adalah 1,30±0,14 g ekor-1hari-1 (2,6 g hari-1), 1,39±0,12 g ekor-1 hari-1(5,56 g hari-1), 0,43±0,2 g ekor-1 hari-1(3,44 g hari-1), dan 0,58±0,35 g ekor-1 hari-1(6,96 g hari-1). Laju pertumbuhan eceng gondok berturut-turut pada padat tebar 2, 4, 8, dan 16 ekor adalah 2,1 g hari-1, 2,3 g hari-1, 0,8 g hari-1, dan 2,1 g hari-1. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa laju perambanan eceng gondok pada semua perlakuan padat tebar lebih besar dari pada laju pertumbuhan eceng gondok, maka ikan koan dengan padat tebar 2, 4, 8, dan 16 ekor dapat mengendalikan eceng gondok di akuarium. Hasil perhitungan FCR, Laju pertumbuhan (α), dan FC tertera pada tabel.5.
Tabel. 5. Food Convertion Ratio(FCR), Laju pertumbuhan dan Food Consumtion (FC) ikan koan 2 ekor FCR Laju pertumbuhan (α) ( % BB hari-1) -1
FC ( % BB hari )
4 ekor
8 ekor
16 ekor
11
24,4
66,75
34,8
4,9
10
6,8
6
53,9
244
453,9
208,8
4.1.1.2 Pertumbuhan ikan koan Hasil pengukuran pertumbuhan panjang ikan koan pada kepadatan 2, 4, 8, dan 16 ekor sebagai berikut : 0,035 mm hari-1, 0,072 mm hari-1, 0,018 mm hari-1 , dan 0,046 hari-1. Pengukuran laju pertumbuhan bobot ikan berturut-turut dengan kepadatan 2 ekor, 4 ekor, 8 ekor dan 16 ekor menghasilkan : 4,9 % BB hari-1, 10 % BB hari-1, 6,8 % BB hari-1 dan 6 % BB hari-1. FCR untuk padat tebar 2 ekor, 4 ekor, 8 ekor, dan 16 ekor berturut-turut : 11, 24,4, 66,75, dan 34,8. Mortalitas ikan pada kepadatan 2 dan 4 ekor adalah 0 %, untuk 8 ekor 4 %, dan untuk 12 ekor 30 %.
31
4.1.1.3 Kualitas air Hasil pengamatan suhu air pada saat pengambilan contoh air sekitar pukul 08.0014.00 berkisar antara 24 – 28oC dan pH : 7,5 – 8, sedangkan pada pemantauan selama 24 jam dijumpai suhu air minimum mencapai 20oC dan suhu air maksimum mencapai 32oC Hasil pengukuran oksigen terlarut selama 24 jam pada air akuarium penelitian di laboratorium menunjukkan adanya kondisi kritis kandungan oksigen pada pukul 02.30 – 05.30 karena kandungan oksigen terlarut kurang dari 2 mg L-1 untuk kepadatan dua ekor dan empat ekor, sedangkan kepadatan 8 dan 16 ekor kandungan oksigen selama penelitian dibawah 2 mg L-1. 4.1.1.4 Kelimpahan Fitoplankton Hasil perhitungan kelimpahan fitoplankton selama penelitian dengan padat tebar yang berbeda dan waktu penelitian tertera pada Tabel 6. Tabel. 6 Kelimpahan fitoplankton (sel L-1) selama penelitian di akuarium Kelas Kepadatan Fitoplankton 2 ekor 4 ekor 8 ekor 16 ekor Chlorophyceae 92.552 80.480 90.540 105.630 Cyanophyceae 38.228 61.366 29.174 28.168 Bacillariophyceae 133.798 156.936 115.690 86.516 Desmidiaceae 1.006 0 0 225.344 Dinophyceae 14.084 7.042 6.036 455.718 Jumlah 279.668 305.824 241.440 901.376
Kelas Waktu Fitoplankton 0 hari 6 hari 12 hari 18 hari Chlorophyceae 293.752 26.156 24.144 25.150 Cyanophyceae 75.450 9.054 18.108 8.048 Bacillariophyceae 88.528 119.714 132.792 151.906 Desmidiaceae 5.030 1.006 0 0 Dinophyceae 30.180 4.024 1.006 2.012 Jumlah 1.016.460 523.520 176.050 363.566
32
4.1.1.5 Produktivitas perairan Hasil pengukuran produktivitas primer (fitoplankton) selama penelitian tertera pada Table 7. Tabel. 7 Produktivitas primer (fitoplankton) (mg C m-3 jam-1) di akuarium selama penelitian Padat tebar 2 ekor 4 ekor 8 ekor 16 ekor
Waktu 3 hr 9 hr 12 hr 18 hr 215,820 191,381 238,865 219,632 166,400 66,666 236,381 192,786 190,960 141,666 44,292 85,423 166,400 166,400 13,121 272,835
4.1.2 Pembahasan 4.1.2.1 Laju perambanan ikan koan dan pertumbuhan eceng gondok Berdasarkan analisis sidik ragam (p> 0,05) laju perambanan berbeda nyata (Lampiran 1.1), tetapi antar padat tebar 4 ekor dan 16 ekor tidak berbeda nyata. Kepadatan 4 ekor lebih efektif bila dilihat dari jumlah benih yang harus disediakan dan feses ikan sedikit. Pada kepadatan 16 ekor feses ikan koan jumlahnya lebih besar dibanding dengan 4 ekor dan feses akan menyebabkan penurunan kualitas air, seperti hasil penelitian Nurminem (2003). Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan kepadatan 2 ekor menurun sampai pengamatan ke-3 (hari ke 6) kemudian naik lagi seiring dengan jumlah biomassa yang terjadi pada eceng gondok kontrol, tetapi biomassa kontrol menurun tajam pada pengamatan hari ke-6 dan ke 7 ini disebabkan nutrien yang ada di akuarium sudah terserap oleh eceng gondok (Gambar 8A). Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan padat tebar ikan koan 4 ekor menurun mulai dari pengamatan ke-2 dan hari ke-3 stabil selanjutnya menurun terus sampai akhir penelitian, sedangkan biomassa kontrol naik pada pengamatan kedua dan relatif stabil sampai pengamatan ke-7 dan turun tajam pada akhir penelitian (Gambar 8B). Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan padat tebar ikan koan 8 ekor menurun sampai pengamatan ke-3 kemudian meningkat pada pengamatan ke-4 dan selanjutnya turun sampai akhir penelitian (Gambar 8C).
33
Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan kepadatan 16 ekor langsung menurun pada pengamatan ke-2 sampai akhir penelitian, Hal ini disebabkan oleh banyaknya ikan yang meramban eceng gondok (Gambar 8D). Waktu penurunan biomassa eceng gondok sebanding dengan pertumbuhan ikan koan, sesuai dengan hasil penelitian Kilambi & Robison (1979) pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin besar pertumbuhan dan konsumsi pakan sesuai dengan ketersediaan pakan. 350
Biomassa (g)
300
A
250 200 150 100 50 0 1
2
3
350 300
B
Biomassa eceng gondok pakan (g)
Biomassa (g)
4
5
6
7
Waktu pengamatan Biomassa eceng gondok kontrol (g)
Biomassa ikan koan (g)
250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
Waktu pengamatan 350 Biomassa300 eceng gondok pakan (g)
Biomassa (g)
C
Biomassa eceng gondok kontrol (g)
Biomassa ikan koan (g)
250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
Waktu pengamatan Biomassa 350 eceng gondok pakan (g)
Biomassa (g)
300
Biomassa eceng gondok kontrol (g)
Biomassa ikan koan (g)
D
250 200 150 100 50 0 0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
50 hari
60 hari
Waktu Ecang gondok pakan
Eceng gondok kontrol
Pertumbuhan ikan koan
Gambar 8. Biomassa eceng gondok pakan, kontrol, dan pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 2 ekor (A), 4 ekor (B), 8 ekor (C), dan 16 ekor D)
34
4.1.2.2 Pertumbuhan ikan koan Pertumbuhan bobot ikan koan selama penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa kepadatan 4 ekor lebih tinggi dibanding kepadatan 2, 8, dan 16 ekor berdasarkan analisis sidik ragam berbeda nyata (p> 0,05) (Lampiran 1.3). Kepadatan 4 ekor adalah kepadatan yang tepat untuk pakan yang tersedia. Pertumbuhan menurun sejajar dengan kenaikan padat tebar (Sharm & Charabarti, 1998), hal ini juga sesuai dengan pernyataan Pipalova (2006) bahwa pertumbuhan ikan koan dipengaruhi oleh padat tebar.
Hampir seluruh perlakuan padat tebar sintasannya 100 %, kecuali pada kepadatan 8 ekor terjadi mortalitas 4% pada satu akuarium pada hari ke-12 dan satu kantong kepadatan 16 ekor mati semua pada hari ke-12. Kematian semua itu disebabkan ekskresi ikan paling besar yang mengakibatkan kandungan bahan organik terlarut sangat tinggi, peningkatan ammonia sehingga memerlukan oksigen tinggi untuk dekomposisi bahan organik tersebut (Sharm & Charabarti (1998).
35
Pertumbuhan bobot ikan (g)
30 25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Waktu (Hari) 2 ekor
4 ekor
8 ekor
16 ekor
Gambar 9 Pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 2,4,8, dan 16 ekor selama penelitian di laboratorium Hubungan antara padat tebar ikan koan 2 ekor dengan pakan yang diramban menunjukkan bahwa pada hari ke-4 dan ke-5 pakan sudah habis sehingga pertumbuhan ikan koan yang awalnya naik menjadi turun dan pakan tumbuh lagi pada hari ke-6 dan 7 (Gambar 10A). Pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 4 ekor pada hari ke-3 turun 35
tajam seiring dengan pakan yang tinggal sedikit, tetapi naik lagi pertumbuhannya pada hari ke-4 sampai akhir seiring dengan tersedianya pakan karena tumbuh kembali (Gambar 10B).
Pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 8 ekor pada hari naik sampai ke-2 kemudian turun tajam pada hari ke-3 dan selanjutnya stabil, seiring dengan tersedianya pakan yang habis pada hari ke 4, pada hari ke-5 dan 6 pakan naik lagi serta turun pada hari ke-7 (Gambar 10C).
Pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 16 ekor naik sampai ke-3 kemudian turun seiring dengan tersedianya pakan yang habis pada hari ke-4 dan 5 dan stabil pada pengamatan ke-6 dan 7 (Gambar 10D).
Pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin besar pertumbuhannya dan konsumsi pakan (Kilambi & Robison,1979). Majhi et al., (2006) telah membuktikan bahwa dengan jumlah pakan yang sesuai maka pakan lebih besar akan menghasilkan pertumbuhan ikan lebih besar.
Berdasarkan hubungan antara ketersediaan pakan eceng gondok, padat tebar ikan koan, dan pertumbuhan ikan koan, maka kepadatan ikan koan 4 ekor adalah kepadatan yang paling tepat dengan pakan eceng gondok 200 g.
Berdasarkan data pertumbuhan ikan dan laju perambanan ikan koan pada hari ke 6 -18 bahwa ada pertumbuhan yang menurun dan kenaikan bomassa eceng godok, maka tidak layak untuk diperhitungkan. Perhitungan laju pertumbuhan ikan, FCR dan FC dihitung sampai hari ke 3 yang memenuhi syarat untuk diperhitungkan berdasarkan pakan tersedia, pertumbuhan dan perambanan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan dengan padat tebar 4 ekor laju pertumbuhan terbesar, untuk FCR dan FC lebih kecil dari perlakuan kepadatan 16 ekor, tetapi berdasarkan kualitas air dan efisiensi benih, maka padat tebar 4 ekor lebih baik.
36
20 18
A
Bobot biomassa (g)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
3
6
9
12
15
18
2
3
4
5
6
7
2
3
4
5
6
7
3
6
9
12
15
18
20 18
B
Bobot biomassa (g)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
20 18
C
Bobot biomassa (g)
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Bobot biomassa (g)
1
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
D
0
Waktu (hari)
Pertumbuhan ikan koan (g)
Eceng gondok yang dimakan (g)
Gambar 10 Hubungan antara pertumbuhan ikan dengan padat tebar 2 ekor (A), 4 ekor (B) 8 ekor (C), dan 16 ekor (D) dengan eceng gondok yang dimakan
37
4.1.2.3 Kualitas air Hasil pengukuran suhu air pada penelitian ini berkisar antara 24 – 28 oC lebih tinggi berada dalam kisaran toleransi kisaran yang sesuai dengan kehidupan ikan koan yaitu 2030oC, menurut Shireman & Smith (1983) dan untuk suhu optimum memijah 20 – 22oC (Cudmore et al., 2004), tetapi dalam penelitian ini tidak untuk pemijahan sehingga tidak diperlukan suhu sama dengan suhu optimum untuk pemijahan. Kandungan oksigen pada air akuarium penelitian secara umum menunjukkan penurunan karena digunakan untuk respirasi oleh ikan dan pada hari ke-12 naik kerena terjadi proses fotosintesis (Gambar 11A). Seperti pernyataan Natarajan et al. (2009) bahwa kebutuhan oksigen sebanding dengan biomassa ikan dan padat tebar. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005). Bahan organik total meningkat pada hari ke-12 kemudian menurun lagi pada akhir penelitian. Hal ini disebabkan peningkatan bahan organik dari eksresi ikan, jelas terlihat pada kepadatan 16 ekor. Hal ini disebabkan fungsi penyerapan bahan organik dari eceng gondok berkurang karena eceng gondok telah dimakan ikan. Seperti hasil penelitian Rommens et al, (2003) in Villamagna (2009) yang membuat percobaan di laboratorium dengan kondisi sama dengan Danau Chivero menunjukkan bahwa kemampuan eceng gondok menyerap nitrat (NO3), ammonium (NH4), and fosfat (PO4) dari kolom air berturut-turut rata-rata 2,36 mg, ammonium, 1,13 mg dan 0,39 mg fosfat kg-1 berat kering eceng gondok jam-1. Walaupun pada hari ke 18 kandungan ammonium terlihat relatif menurun, ini karena terjadi proses dekomposisi bahan organik dan pemanfaatan oleh fitoplankton (Gambar 11B). Peningkatan kandungan ammonium pada hari ke enam merupakan dampak dari ekskresi ikan setelah makan eceng gondok (Gambar 11C). Struktur komunitas fitoplankton menunjukkan hubungan dengan parameter nitrit dan nitrat (Soedibjo, 2006). Peningkatan kesuburan perairan akibat dari pemupukan eksresi ikan terjadi ditengarai dengan peningkatan kandungan fosfat di air (Gambar 11D). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kirkagac & Demir (2004) dan Nurminem (2003) bahwa padat tebar ikan berpengaruh terhadap kualitas air.
38
OT (mgL-1)
12 10 8
A
6 4 2 0 0
30
6
12
18
B
BOT (mgL-1)
25 20 15 10 5 0
Kandungan amonium (mgL-1l)
0
2.5
6
12
18
C
2 1.5 1 0.5 0
Kandungan fosfat (mg L-1)
0
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
6
12
18
D
0 hari
6 hari
12 hari
18 hari
Waktu 2 ekor
4 ekor
8 ekor
16 ekor
Gambar 11. Kualitas air : OT (A), BOT (B), ammonium (C), fosfat (D) di air akuarium selama penelitian
39
4.1.2.4 Kelimpahan fitoplankton Kelimpahan fitoplankton pada kepadatan 16 ekor sangat besar (900,000 sel L-1) dibanding dengan pada kepadatan 2, 4, dan 8 ekor (Gambar 12). Hal ini ada hubungannya dengan penyuburan air yang diakibatkan kotoran ikan. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi akan mengakibatkan produktivitas perairan juga tinggi, Kirkagac & Demir (2004) menyatakan bahwa dampak penebaran ikan koan meningkatkan kelimpahan fitoplankton dan klorofil-a. Kelimpahan fitoplankton selama penelitian yang menurun menurut waktu penelitian (Gambar 13) menunjukkan bahwa adaptasi fitoplankton terhadap kualitas air atau terjadi pemangsaan oleh ikan. Kelimpahan fitoplankton didominasi fitoplankton positif untuk produksi perairan yaitu Chlorophyceae. Menurut Aunurohim et al.(2009) dominasi Nitzschia sp,, Chaetoceros sp, Chaetoceros diversus, dan Chaetoceros pseudocarvisetum dari kelas Bacillariophyceae, Ceratium sp, Prorocentrum sp,, Dinophyceases homunculus dari kelas Dinoflagellata dan Anabaena sp, dari kelas Cyanophyceae dapat mengakibatkan blooming dan dapat mengganggu kualitas air maupun produktivitas perairan. Blooming Microcystis sp pernah terjadi di waduk Ir.H. Juanda Jatiluhur pada tahun 1996, ketika terjadi umbalan yang mengakibatkan kematian ikan budidaya sebesar 1560 ton karena kualitas air menurun (Krismono & Krismono, 1998),
Sel L-1 x 105
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2 ekor
4 ekor
8 ekor
16 ekor
Perlakuan
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Bacillariophyceae
Desmidiaceae
Dinophyceae
Gambar 12. Kelimpahan fitoplankton pada akuarium penelitian dengan kepadatan ikan berbeda
40
Fitoplankton (sel L-1 x106)
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 hari Chlorophyceae
6 hari Cyanophyceae
12 hari
Bacillariophyceae
Desmidiaceae
18 hari Dinophyceae
Gambar 13. Kelimpahan fitoplankton di akuarium selama penelitian 4.1.2.5 Produktivitas perairan Produktivitas perairan yang dinyatakan dalam biomassa fitoplankton untuk kepadatan ikan 16 ekor berbeda dengan kepadatan yang lain (Gambar 14). Hal ini disebabkan pengayaan nutrien hasil eksresi dari ikan koan sangat besar, sehingga mempercepat penyuburan air, Kilambi & Robison (1979) pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin kecil pertumbuhan dan konsumsi pakan. Sehingga dengan kepadatan tinggi, maka eksresinyapun akan lebih besar. Produktivitas air pada kepadatan 4 ekor ikan koan lebih besar dibanding kepadatan 2 ekor dan 8 ekor, ini disebabkan karena kepadatan 4 ekor adalah kepadatan yang sesuai dengan pakan yang disedaiakan. Produktivitas perairan berdasarkan produktivitas primer fitoplankton menunjukkan bahwa pada hari ke-12 untuk kepadatan 8 dan 16 lebih rendah dibanding kepadatan 2 dan 4 ekor (Gambar 15). Hal ini karena ekskresi bahan organik total pada kepadatan 8 dan 16 ekor lebih besar dan selanjutnya memerlukan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik tersebut (Salmin, 2005), maka produksi oksigen dari hasil proses fotosintesis langsung digunakan untuk proses dekomposisi tersebut.
41
140
khlorofil-a (mg m-3)
120 100 80 60 40 20 0 2 ekor
4 ekor 0 hari
8 ekor
6 hari
12 hari
16 ekor
18 hari
Gambar 14. Biomassa fitoplankton perairan diukur dengan klorofil-a 0.3
PP (mg C L-1)
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 hari
6 hari
12 hari
18 hari
Waktu
2 ekor
4 ekor
8 ekor
16 ekor
Gambar 15. Produktivitas Primer fitoplankton selama penelitian 4.1.3 Simpulan Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa padat tebar ikan koan yang terbaik pada akuarium dengan volume 50 L dan dengan pakan 200 gram eceng gondok adalah padat tebar empat ekor (50g eceng gondok ekor-1). Padat tebar ini menghasilkan pertumbuhan panjang ikan 0,072 mm hari-1, pertumbuhan bobot ikan 10% BB hari-1, FCR = 24,4, FC = 244% BB hari -1, sintasan 100 %, dan laju pertumbuhan eceng gondok 2,3 g hari-1 serta tidak mengubah secara nyata kualitas air, kelimpahan plankton, dan produktivitas perairan.
4.2 Penelitian di Danau Limboto Hasil penelitian di laboratorium menyimpulkan bahwa padat tebar ikan 4 ekor dengan pakan 200 g eceng gondok paling efektif untuk pengendalian eceng gondok dan tidak menurunkan kualitas air. Berdasarkan simpulan tersebut, padat tebar optimum untuk pakan 42
10 kg adalah 10,000 g : 50 g = 200 ekor. Penelitian di danau menggunakan padat tebar optimum yaitu 200 ekor, dan padat tebar di bawah padat tebar optimum yaitu 100 ekor dan padat tebar maksimum yaitu padat tebar di atas optimum 400 ekor ikan koan. 4.2.1 Hasil 4.2.1.1 Laju perambanan dan laju pertumbuhan eceng gondok Hasil pengukuran laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok dengan padat tebar ikan koan 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor berturut-turut adalah sebesar 7,4 g ekor1
hari-1 (740 g hari-1 kurungan-1), 4,5 g ekor-1hari-1 (900 g hari-1 kurungan-1), dan 2,0 g ekor-1
hari-1 (800 g hari-1
kurungan-1). Laju pertumbuhan eceng gondok tumbuh 320 g hari-1
kurungan-1, jadi semua perlakuan laju perambanannya lebih besar daripada laju pertumbuhan eceng gondok. Hasil pengukuran luas tutupan atau bukaan eceng gondok di perairan Danau Limboto seperti tertera pada Tabel. 8.
Tabel 8. Perubahan luas tutupan atau luas bukaan eceng gondok di permukaan air Danau Limboto selama penelitian. Padat Tebar Waktu 400 ekor 200 ekor 100 ekor 0 ekor 0 hari 2,5 m2 2,5 m2 2,5 m2 2,5 m2 20 hari 1,13 m2 1,48 m2 2,02 m2 4,1 m2 2 2 2 40 hari 0,85 m 1,12 m 1,54 m 11,13 m2 60 hari 0,82 m2 1,5 m2 1,75 m2 15,73 m2 Luas permukaan air yang terbuka 14,91 m2 14,23 m2 13,98 m2
4.2.1.2 Laju pertumbuhan ikan Hasil perhitungan laju pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 100 ekor , 200 ekor dan 400 ekor seperti pada Tabel 9.
43
Tabel 9. FCR, laju pertumbuhan dan FC ikan koan di Danau Limboto 100 ekor FCR
27,29
110,72
27,18
1,7
2,9
3,5
46,39
321
95,13
Laju pertumbuhan (α) ( % BB hari-1) FC ( % BB hari-1)
200 ekor 400 ekor
4.2.1.3 Kualitas air Parameter kunci untuk kualitas air adalah oksigen, N dan P tertera pada Tabel 10, sedangkan data kualitas air secara lengkap tertera pada Lampiran 5.
Tabel 10 Kandungan amonium, nitrit, nitrat, ortofosfat dan oksigen di perairan Danau Limboto Waktu Parameter
Padat tebar
Amonium
Nitrit
Nitrat
Ortofosfat
Oksigen
0 hr
10 hr
20 hr
30 hr
40 hr
50 hr
60 hr
100 ekor
1,242
2,924
3,227
3,348
1,833
1,318
1,485
200 ekor
1,444
1,455
1,394
1,530
0,939
1,333
0,864
400 ekor
1,197
0,561
0,621
0,621
1,152
1,364
2,015
100 ekor
0,117
0,012
0,014
0,017
0,021
0,026
0,025
200 ekor
0,118
0,011
0,016
0,017
0,019
0,031
0,016
300 ekor
0,088
0,016
0,018
0,018
0,499
0,030
0,029
100 ekor
0,067
0,485
0,533
0,510
0,522
1,980
2,007
200 ekor
0,062
0,444
0,574
0,533
1,754
2,021
1,751
400 ekor
0,068
0,507
0,538
0,502
0,128
1,924
1,499
100 ekor
1,939
3,455
3,500
3,681
1,740
1,091
1,061
200 ekor
2,000
1,874
1,798
1,745
1,045
1,212
0,909
400 ekor
1,955
2,424
2,955
2,787
0,803
1,167
0,697
100 ekor
4,800
4,800
4,800
2,376
2,925
4,021
2,925
200 ekor
5,000
5,000
5,000
3,839
3,107
3,656
3,656
400 ekor
4,800
4,800
4,800
3,473
2,925
3,473
3,656
4.2.1.4 Kelimpahan fitoplankton Kelimpahan fitoplankton pada masing-masing perlakuan hampir sama menurun atau lebih kecil dibanding kontrol yaitu antara 41,264 sel L-1 – 178,078 sel L-1. Genus fitoplankton
termasuk
dalam
lima
kelas
yaitu:
Bacillariophyceae, Dinophyceae, dan Euglenophyceae. 44
Chlorophyceae,
Cyanophyceae,
Kelimpahan fitoplankton pada padat tebar ikan koan 100 ekor menurun selama penelitian, pada padat tebar 200 ekor relatif stabil dan untuk 400 ekor menurun pada awal sampai hari ke-20, hal ini berhubungan dengan limbah ekskresi dari ikan dan setelah terjadi dekomposisi, maka meningkat kembali fitoplanktonnya.
4.2.1.5 Produktivitas perairan Hasil pengukuran produktifitas perairan berdasarkan produksi fitoplankton dan biomassa (khlorofil-a) tertera pada tabel 11. Tabel 11. Produktifitas perairan berdasarkan khlorofil-a dan produktifitas primer (fitoplankton) Padat tebar 100 ekor 200 ekor 400 ekor
Klorofil-a (biomassa mg m-3) 0 hari 20 hari 40 hari 585,451 387,662 393,156 585,451 450,508 482,735 745,442 421,43 578,076
Padat tebar 60 hari 302,17 404,114 561,326
100 200 400
0 hari 0,083 0,06 0,019
PP (mgC m-3jam-1) 20hari 40hari 60hari 0,021 0 0,011 0,046 0,014 0,028 0,016 0,015 0
4.2.1.6 Organisme yang menempel di akar eceng gondok Hasil analisis akar eceng gondok yang diambil dari Danau Limboto di Laboratorium Biologi Makro Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur ditemukan adanya organisme yang menempel pada akar ada 12 organisme (15 ± 3 individu) pada eceng gondok muda (300 g) yang diambil dari tengah Danau Limboto, sedangkan yang diambil dari pinggir danau ada 68 ± 24 individu terdiri dari moluska dan insect yaitu Lithasia obovata, Pleurocera canaliculatum,Gryaulus circumstratus, Bursa lissostoma, Larva bivalve. Insekta terdiri dari Promoresia, Gyrinidae, dan Larva insekta (Lampiran 12). Bobot biomassa organisme yang menempel pada akar eceng gondok muda yang dari tengah 0,2887 ± 0,0244 g dan dari pinggir 0,2716 ± 0,0196 g. Pada rumpun eceng gondok besar (1 kg) dari pinggir jumlah organisme penempel 193 ± 35 individu, bobot biomassa oganisme penempel diambil dari pinggir 0,4028 ± 0,0343 g dan yang diambil dari tengah 86 ± 17 individu dengan bobot biomassa 0,6212 ± 0,0009 g, Jumlah individu dari organisme penempel yang diambil dari pinggir lebih banyak, tetapi bobot lebih kecil karena yang dari pinggir lebih banyak larva.
45
4.2.2 Pembahasan 4.2.2.1 Laju perambanan dan laju pertumbuhan eceng gondok Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2.2) laju perambanan ikan koan dari perlakuan padat tebar 100, 200, dan 400 ekor tidak berbeda nyata. Laju perambanan ikan koan pada semua kepadatan lebih besar dari besarnya nilai pertumbuhan eceng gondok, sehingga hipotesis pertama terpenuhi.
Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 100 ekor (Gambar 16A) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah pakan sampai dengan pengamatan ke-4 (pada hari ke-30), karena bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis pada sekitar hari ke-20 (berdasarkan analisis bahwa biomassa akar dan daun eceng gondok sebesar 50,6 % = 5060 g, akar 52 % (Penfaund & Early, 1948), 20-50% (Wetzel, 2001)), kemudian naik sampai pada akhir penelitian. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-30 stabil kemudian naik pada hari ke-40 dan selanjutnya turun sampai akhir penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dengan padat tebar ikan 100 ekor, maka pada hari ke-30 seharusnya eceng gondok sudah dimasukkan lagi sebagai pakan karena pakan sudah habis.
Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 200 ekor (Gambar 16B) menunjukkan bahwa terjadi penurunan pakan sampai dengan 5.000 g
pada
pengamatan ke-3 (pada hari ke-20) yang menunjukkan bahwa bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis. Pakan tumbuh lagi sampai hari ke-40 dan turun lagi sampai akhir penelitian karena diramban ikan. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-20 dan stabil kemudian naik lagi sampai hari ke-40 dan turun sampai akhir penelitian. Bila pada kepadatan 100 ekor pakan harus diberikan lagi pada hari ke-30, maka untuk kepadatan ikan 200 ekor pakan harus sudah diberikan pada hari ke-15. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pipalova (2006) bahwa pertumbuhan ikan koan dipengaruhi oleh padat tebar. Kilambi & Robison (1979) pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin kecil pertumbuhan dan konsumsi pakan. Menurut Sharm & Charabarti (1998) pada larva ikan koan bahwa pertumbuhannya menurun dengan kenaikan padat tebar. 46
Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 400 ekor (Gambar 16C) menunjukkan bahwa terjadi penurunan pakan sampai 5.000 g pada pengamatan ke-2 (hari ke-10) yang menunjukkan bahwa bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis, penurunan sampai hari ke-30 naik pada hari ke-40 dan kembali turun sampai akhir penelitan karena dimakan ikan. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-30 dan stabil kemudian turun kembali pada hari ke-50 dan naik sedikit pada akhir penelitian, Untuk kepadatan ikan 400 ekor , maka pakan seharusnya sudah diberikan lagi pada hari ke-10. Penurunan biomassa eceng gondok ini juga terjadi pada penelitian Gopalakrishnan (2011) bahwa terjadi penurunan kemampuan perambanan karena berkurangnya pakan yaitu pada hari pertama kemampuan perambanan 5 kg hari-1 dan 0,33 kg hari-1.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa pemberian pakan 10 kg eceng gondok untuk ikan koan dengan kepadatan 100 ekor, pakan sudah habis pada hari ke -20 untuk padat tebar ikan koan 200 ekor pakan habis pada sekitar hari ke-15 dan padat tebar ikan koan 400 ekor habis pada hari ke-10. Pada penelitian ini tidak diberi pakan tambahan sehinga pertumbuhan ikan naik pada saat pakan masih tersedia dan turun pada saat pakan habis. Hasil penelitian Kirkagac & Demir (2006) pada kolam 7x7x2 m3 dengan padat tebar 2 ekor m-2 ukuran ikan koan sekitar 20 cm, pertumbuhan eceng gondok yang tidak diberi ikan dapat tumbuh tujuh kali lipat dan yang diberi ikan menurun dua setengah kali pada akhir penelitian (9 bln). Hasil penelitian Gopalakrishnan (2011) biomassa eceng gondok pada hari ke 1 berat 5 kg dan setelah 50 hari menjadi 26 kg.
47
30000
Biomassa (g)
25000
A
20000 15000 10000 5000 0
30000
B
Biomassa (g)
25000 20000 15000 10000 5000 0
C
30000
Biomassa (g)
25000 20000 15000 10000 5000 0 0 hr
10 hr
20 hr
30 hr
40 hr
50 hr
60 hr
Waktu pengamatan Ecdeng gondok pakan
Pertumbuhan ikan koan
Eceng gondok kontrol
Gambar 16. Laju perambanan eceng gondok oleh ikan koan dengan padat tebar dan laju pertumbuhan eceng gondok pada padat tebar 100 ekor (A), 200 ekor (B), dan 400 ekor (C) Berdasarkan perambanan dan pertumbuhan biomassa eceng gondok (Tabel 12), maka berat akhir adalah sisa (pangkal batang) yang sudah tidak bisa dimakan ikan koan karena akar dan daun yang bisa dimakan hanya sekitar 50 %. Pakan habis untuk kepadatan
48
100 ekor dicapai pertama pada saat 20 hari dan 200 ekor sekitar 15 hari serta kepadatan 400 ekor pada saat 10 hari. Bila perhitungan perambanan ikan koan dihitung dari saat pakan masih tersedia penuh (hari ke-20), maka laju perambanan untuk kepadatan ikan koan 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor berturut-turut adalah sebesar 29,94 g ekor-1hari-1(2.994 g hari-1 kurungan-1), 27,68 g ekor-1hari-1(2.768 g hari-1 kurungan-1), dan 17,97 g ekor-1hari-1(7.188 g hari-1 kurungan-1), maka walaupun perambanan individu lebih besar pada kepadatan 100 ekor ikan koan, tetapi untuk perkurungan kepadatan 400 ekor paling besar, sehingga kepadatan 400 ekor paling efektif. Bila hasil perambanan ini dihubungkan dengan ketersediaan benih, maka dengan hasil perambanan kepadatan 100, 200 dan 400 ekor tidak banyak berbeda, kepadatan aoo ekor disbanding kepadatan 400 ekor perambanan hanya dua kali lipat tetapi benih harus tersedia empat kali lipat. Persediaan benih merupakan hal yang cukup sulit untuk dilapangan sehingga akan lebih sesuai dengan kepadatan 100 ekor. Seperti pada akhir penelitian perambanan kepadatan 100, 200 dan 400 ekor berturut-turut yaitu 7,4 g ekor1
hari-1 (740 g hari-1 kurungan-1), 4,5 g ekor-1hari-1 (900 g hari-1 kurungan-1) dan 2,0 g ekor-1
hari-1 (800 g hari-1
kurungan-1), perambanan individu-1 dan kurungan-1 tidak banyak
berbeda, sehingga kepadatan 100 ekor paling efektif. Tabel 12. Perambanan dan pertumbuhan biomassa eceng gondok selama penelitian Padat tebar (ekor)
Eceng gondok Pakan
Eceng gondok Kontrol
Jumlah yang
Berat awal Berat akhir Diramban
Berat awal Berat akhir Tumbuh
diramban dan
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
tumbuh. (kg)
100
10
5,444
4,556
10
19,064
9,064
13,620
200
10
4,560
5,440
10
19,732
9,732
14,172
400
10
6,444
3,556
10
19,136
(kg)
9,136
12,692
Perubahan luas tutupan eceng gondok di permukaan air untuk 200 ekor dan 400 ekor lebih besar dibanding kepadatan 100 ekor (Gambar 17). Perambanan eceng gondok oleh ikan koan menghasilkan penurunan luas tutupan eceng gondok (menambah luas permukaan air), penurunan luas tutupan pada perlakuan padat tebar ikan koan 100 ekor adalah sebesar 0,72 m2 (28,8%), pada perlakuan padat tebar ikan koan 200 ekor menurunkan 1 m2 (40%), dan pada perlakuan padat tebar ikan koan 400 ekor menurunkan luas tutupan sebesar 1,68 49
m2 (67,2%). Luas permukaan danau yang terbuka oleh padat ikan koan berturut-turut padat tebar 100, 200, dan 400 ekor adalah 13,98 m2, 14,23 m2, dan 14,91 m2 dalam 60 hari-1, bila dihitung berdasarkan luas tutupan control. El Samman & El Ella (2006) melaporkan di Mesir saluran irigasi 4700 km dapat dikendalikan dengan 100 kg ha-1 selama sembilan tahun (1997-2005). Berdasarkan hasil perhitungan laju perambanan, laju pertumbuhan, pengurangan luas tutupan
dan efisiensi benih ikan, maka dapat disimpulkan bahwa
perlakuan dengan padat tebar ikan koan 100 ekor merupakan padat tebar yang paling efektif.
16
Luas Tutupan (m2)
14 12 10 8 6 0 ekor 100 ekor
4 2
200 ekor
0 0
400 ekor
20
40
60
Waktu (Hari) 400 ekor
200 ekor
100 ekor
0 ekor
Gambar 17. Rataan perubahan luas bukaan atau tutupan eceng gondok di perairan Danau Limboto selama penelitian Perubahan luas tutupan antara perlakuan dan kontrol berdasarkan analisis data jumlah daun dan pengukuran panjang daun serta panjang batang eceng gondok yaitu kontrol lebih besar, berbeda nyata antar waktu, kepadatan dan interaksinya, sedangkan untuk lebar daun control lebih lebar, berbeda nyata antar kepadatan dan interaksi kepadatan dengan waktu (Lampiran 2.2). Jumlah, ukuran panjang, dan lebar daun serta panjang batang pada perlakuan lebih kecil sehingga mengakibatkan menurunnya luas tutupan eceng gondok di permukaan air Danau Limboto. Pada akhir penelitian walaupun pada perlakuan masih ada eceng gondok, tetapi sudah tidak berpengaruh (menutupi) terhadap sinar matahari yang masuk dalam perairan, sehingga fotosintesa dapat berjalan dengan baik.
50
4.2.2.2 Pertumbuhan ikan koan Laju pertumbuan ikan koan pada kepadatan 100 ekor adalah paling besar seperti pada Gambar 18, hal ini karena kompetisi yang terjadi pada kepaatan 100 ekor lebih kecil dibanding dngan kepadaan 200 ekor dan 400 ekor. Hasil perhitungan analisis sidik ragam pertumbuhan ikan koan berbeda nyata (Lampiran 2.1) tetapi pertumbuhan ikan dengan padat tebar 200 ekor dan 400 ekor tidak berbeda nyata, demikian juga pertumbuhan bobot pada kepadatan 200 ekor dan 100 ekor tidak berbeda nyata, berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2.1). Pertumbuhan ikan dalam penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Baker et al. (1974) yaitu sekitar 0,6 g hari-1. Pertumbuhan bobot ikan koan (Gambar 19) kepadatan 100 ekor dari hari ke-20 mulai stabil, hal ini karena eceng gondok sebagai pakan yang tersedia habis pada hari ke-20. Untuk kepadatan 200 ekor eceng gondok sebagai pakan habis pada sekitar hari ke-15 dan untuk kepadatan 400 ekor eceng gondok habis pada hari ke-10. Ikan koan pertumbuhannya tidak hanya karena makan eceng gondok tetapi juga makan organisme yang menempel pada akar eceng gondok yaitu
Pertumbuhan bobot ikan (g)
moluska dan insekta dengan berat biomassa 9,3 g rumpun-1(Gambar pada Lampiran 10).
120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (Hari) 100 ekor
200 ekor
400 ekor
Gambar 18. Pertumbuhan bobot ikan koan di Danu Limboto
Pertumbuhan ikan koan tergantung pada tersedianya pakan, hubungan antara pertumbuhan ikan koan dan pakan yang digunakan pada kepadatan ikan koan 100 ekor (Gambar 19A) terjadi kenaikan pertumbuhan sampai pada pengamatan ke-3 (hari ke 20) 51
kemudian turun karena pakan berkurang, tetapi eceng gondok (pakan) tumbuh pada pengamatan ke-5, sehingga pertumbuhan ikan naik lagi. Pada pengamatan ke-6 dan 7 pakan kembali berkurang dan pertumbuhan ikan menurun lagi. Pakan yang tersedia adalah 50 % (5.000 g) dari berat eceng gondok yang tersedia (akar dan daun) pada saat sudah habis dimakan ikan, maka ikan pertumbuhannya akan berkurang dan pada saat akar eceng gondok tumbuh lagi pakan ikan tersedia kembali dan kembali akan tumbuh lagi. Penurunan biomassa eceng gondok ini juga terjadi pada penelitian Gopalakrishnan (2011) bahwa terjadi penurunan kemampuan perambanan karena berkurangnya pakan yaitu pada hari pertama kemampuan perambanan 5 kg hari-1 dan 0,33 kg hari-1. Hubungan antara jumlah pakan yang dimanfaatkan oleh ikan koan dan pertumbuhan ikan koan pada kepadatan ikan koan 200 ekor (Gambar 19B) terjadi kenaikan sampai pengamatan ke-7 (hari ke-60), hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan eceng gondok (10 kg) untuk kepadatan ikan koan 100 ekor masih cukup, walaupun secara total pakan eceng gondok sudah habis 50 % pada hari ke -20. Untuk kepadatan 200 ekor terjadi penurunan pertumbuhan pada hari ke-60 (Gambar 19 B), walaupun secara total pakan eceng gondok sudah habis 50% pada hari ke-15, dan kepadatan 400 ekor pertumbuhan ikan koan turun pada hari ke-50 (Gambar 19C), walaupun pakan eceng gondok secara total sudah habis pada hari ke-10. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan ikan 100 ekor adalah yang terbaik untuk hubungan pakan dan pertumbuhan ikan serta adanya pengaruh penambahan pakan lain yaitu organisme yang menempel pada akar eceng gondok.
52
12000
A
10000 8000 6000 4000 2000 0 1
2
3
4
5
6
7
3
4
5
6
7
12000
B
10000 8000 6000 4000 2000 0 1
2
C 12000
Biomassa (g)
10000 8000 6000 4000 2000 0 0 hr
10 hr
20 hr
30 hr
40 hr
50 hr
60 hr
Waktu pengamatan
Pertumbuhan ikan
Pakan eceng gondok
Gambar 19. Hubungan pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar (A =100, B=200, dan C=400 ekor) dan pakan yang dimakan selama penelitian Produksi individu ikan dengan padat tebar berturut-turut 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor adalah 32 g, 68 g, dan 76 g. Pakan yang digunakan untuk kepadatan 100 ekor= 113,8 g, kepadatan 200 ekor = 145,8 g dan kepadatan 400 ekor = 187 g. Produksi total kepadatan 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor berturut-turut 0,78 kg, 0,94 kg dan 0,91 kg, maka kepadatan 200 ekor adalah paling besar yaitu 0,94 kg (Tabel 13). Mortalitas ikan pada kepadatan ikan koan 100 ekor = 5 %, padat tebar 200 ekor mortalitas = 15 %, dan 400 ekor mortalitas 18,5 %. Penelitian Sharm & Charabarti (1998) pada larva ikan koan juga 53
menunjukkan bahwa makin tinggi padat tebar ikan, maka mortalitas juga semakin tinggi. Hal ini akibat menurunnya kualitas air antara lain kenaikan kadar ammonia seperti yang terjadi pada ikan koan di danau Florida utara pada musim dingin mortalitas berkisar 6 – 27% dan musim semi 15 – 50%, karena menurunnya kualitas air akibat perubahan musim (Leslie et al,, 1983). Berdasarkan FCR, FC, produksi ikan dan mortalitas, maka kepadatan 200 ekor lebih efektif dibanding kepadatan 100 ekor dan 400 ekor. Tabel 13. Produksi ikan koan selama penelitian Padat tebar
Berat awal
Berat akhir
Produksi
Jumlah pakan
(ekor)
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
100
0,8
1,58
0,78
13,620
200
1,6
2,54
0,94
14,172
400
3,2
4,1
0,81
12,692
4.2.2.3 Kualitas air Hasil pengukuran kualitas air pada penelitian ini berdasarkan kriteria Goldmen & Horn (1983), Ryding & Rast (1989), dan Wetzel (2001), maka perairan termasuk subur sesuai dengan hasil penelitian Krismono (2007). Nilai kecepatan pembilasan air danau berdasarkan hasil perhitungan volume dan air masuk ke danau Limboto adalah 2,87 hari. Menurut Ryding & Rast (1989) sebaiknya lebih besar dari 3 hari untuk pertumbuhan plankton. Lama waktu tinggal air di danau adalah 0,35 th, sedangkan menurut Chapra (1997), Hutchinson (1957), Wetzel (1975) dalam Ji (2008) termasuk waktu tinggal yang pendek karena kurang dari 1tahun. Pada penelitian ini arus air tidak terdeteksi karena memang dipilih pada wilayah yang terlindung, sehingga kecepatan pembilasan air dapat mendekati persyaratan yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal ini dapat menghasilkan kondisi yang tidak mengganggu kualitas air danau seperti penelitian Gardner (2008) menyatakan bahwa penebaran ikan koan di danau tidak menyebabkan perubahan : suhu, pH, secchi disk (kecerahan), O2, NH4, NO2, NO3, khlorofil a di perairan danau. 4.2.2.3 Kandungan N (amonium, nitrit dan nitrat) di perairan Hasil penelitian kandungan amonium dalam air menunjukkan bahwa untuk padat tebar ikan koan 100 ekor kandungan amonium meningkat pada hari ke-10-30 dan kembali menurun dan pada akhir penelitian kandungan ammonium sama dengan awal penelitin. 54
Kandungan ammonium pada kepadatan ikan koan 200 ekor relatif stabil, sedangkan untuk kepadatan 400 ekor menurun sampai akhir penelitian (Gamar 20). Hal ini sama dengan kondisi kandungan ortofosfat selama penelitian. Hasil analisis sidik ragam kandungan amonium di perairan tidak berbeda nyata, tetapi untuk setiap perlakuan berbeda nyata serta nitrit dan nitrat berbeda nyata (Lampiran 2.4), hal ini disebabkan tergantung tersedianya oksigen terlarut. Proses peningkatan ammonium terjadi karena eceng gondok dimakan ikan, kemudian ekskresi menjadi bahan organik yang meningkatkan kandungan ammonium (NH4) dan proses selanjutnya terjadi oksidasi oleh bakteri nitrit menjadi nitrit NO2 dan oleh bakteri menjadi nitrat NO3 kemudian diserap tumbuhan air (Wetzel, 2001). Hasil penelitian Krismono (2010) menunjukkan bahwa di perairan Danau Limboto NO3 merupakan nutrient yang paling erat berhubungan dengan produksi klorofil-a pada tmbuhan air, maka pada saat menjadi nitrat siap untuk dimanfaatkan oleh fitoplankton dan tumbuhan yang lain karena eceng gondok sudah berkurang. Hal ini mendukung untuk meningkatnya produktifitas perairan Danau Limboto. Berdasarkan hasil penelitian Rommens et al, (2003) dalam Villamagna (2009) di laboratorium dengan kondisi sama dengan Danau Chivero menunjukkan bahwa kemampuan eceng gondok menyerap nitrat (NO3), ammonium (NH4), dan fosfat (PO4) dari kolom air berturut-turut rata-rata 2,36 mg, ammonium, 1,13 mg nitrat dan 0,39 mg of fosfat kg-1 berat kering eceng gondok jam-1, sehingga peningkatan nitrat, ammonium dan ortofosfat pada mulai hari ke-10 disebabkan karena menurunnya biomassa eceng gondok karena dimakan ikan dan mengakibatkan menurunnya daya penyerapan oleh eceng gondok. Penurunan tersebut juga disebabkan karena proses oksidasi, maka kandungan nitrat meningkat dan kandungan oksigen terlarut menurun.
55
Kandungan amonium (mgL-1)
4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0
10
20
30
40
50
60
Waktu (Hari) 100
200
400
Gambar 20. Kandungan amonium diperairan Danau Lmboto selama penelitian 4.2.2.4 Kandungan P (ortofosfat) di perairan Kandungan ortofosfat di kurungan ikan dengan kepadatan ikan koan 100 ekor dan 400 ekor meningkat pada hari ke-10-30 kemudian turun seperti pada saat awal, kepadatan ikan koan 200 ekor turun sampai akhir penelitian (Gambar 21). Hasil analisis sidik ragam untuk ortofosfat antar kepadatan dan waktu tidak berbeda nyata. Proses peningkatan ortofosfat terjadi pada kepadatan 100 dan 400 ekor karena setelah perambanan eceng gondok oleh ikan kemudian diekskresikan menjadi bahan organik fosfat, inorganik fosfat belum diserap kembali oleh tumbuhan, sedangkan pada kepadatan 200 ekor terjadi keseimbangan konsumsi pakan, padat tebar dan proses oksidasi sehingga terjadi penurunan ortofosfat (Kilambi & Robison, 1979).
Kandungan ortofosfat mg L -1
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0 hr
10 hr
20 hr
30 hr
40 hr
50 hr
60 hr
Waktu
100 ekor
200 ekor
400 ekor
0 ekor
Gambar 21. Kandungan P ( Ortofosfat ) di perairan selama penelitian 56
4.2.2.5 Kandungan Oksigen terlarut di perairan Kandungan oksigen terlarut 3 – 5 mgL-1 untuk perlakuan 100 dan 200 ekor, sedangkan untuk kepadatan ikan 400 ekor lebih rendah yaitu 2-4,8 mgL-1 karena kebutuhan oksigen untuk ikan lebih besar dan terjadi proses dekomposisi lebih besar. Kandungan oksigen tersebut pada perlakuan kepadatan 400 ekor melewati batas toleransi terendah dari kebutuhan oksigen ikan koan yaitu pada saat kandungan oksigen terlarut 2 mgL-1 . Messer (2002) menyatakan bahwa ikan koan akan makan dengan baik pada kandungan oksigen terlarut 4 mg L-1 dan berhenti makan pada 3 mgL-1, maka pada kepadatan 400 ekor melewati kondisi ikan tidak makan dengan baik, sehingga kepadatan 400 ekor tidak baik untuk kepadatan pengendalian eceng gondok di Danau Limboto. Sedangkan untuk kepadatan ikan koan 100 ekor dan 200 ekor tidak berbeda nyata, maka bila melihat kebutuhan benih kepadatan 100 ekor lebih efektif untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto. 4.2.2.6 Kelimpahan fitoplankton Kelimpahan fitoplankton pada selama penelitian relative stabil (Gambar 22). Kelimpahan rata-rata pada kepadatan 100 ekor sama dengan kontrol dan lebih besar dibanding dengan kepadatan 200 ekor dan 400 ekor (Gambar 23). Rasio relatif fitoplankton mengarah ke dominasi positif yaitu Chlorophyceae dan Bacillariophyceae (Lin, 1983) yang berarti populasi fitoplankton mendukung untuk produktivitas perairan.Perlakuan kepadatan ikan koan 100 ekor lebih baik dibanding perlakuan kepadatan 200 dan 400 ekor, sehingga dilihat dari dampaknya terhadap kelimpahan fitoplankton perlakuan kepadatan ikan koan 100 ekor lebih baik untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto dibanding kepadatan 200 ekor dan 400 ekor.
57
Kelimpahan fitoplankton sel L-1
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 hari
20 hari
40 hari
60 hari
Waktu Kontrol
100 ekor
200 ekor
400 ekor
Gambar 22. Kelimpahan fitoplankton selama penelitian Fitoplankton (sel L-1 x 10 5)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Kontrol Chlorophyceae
100 ekor Cyanophyceae
200 ekor
Bacillariophyceae
Dinophyceae
400 ekor Euglenaphyceae
Gambar 23. Rataan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing perlakuan 4.2.2.7 Produktivitas perairan Perambanan eceng gondok oleh ikan koan menghasilkan penurunan luas tutupan eceng gondok (membuka perairan yang tertutup oleh eceng gondok). Penurunan luas tutupan pada perlakuan padat tebar ikan koan 100 ekor adalah sebesar 0,72 m2 (28,8%), pada perlakuan padat tebar ikan koan
200 ekor menurunkan 1 m2 (40%), dan pada
perlakuan padat tebar ikan koan 400 ekor menurunkan luas tutupan sebesar 1,68m2 (67,2 %), sedangkan pada kurungan pembanding (tanpa ikan koan) luas tutupan bertambah sebesar 13,32 m2. Penurunan luas tutupan (penambahan luas perairan terbuka) mengakibatkan penambahan produktivitas perairan, berturut-turut untuk perlakuan padat tebar ikan koan 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor sebesar 4,61 mg m-3, 6,81 mg m-3, 15,81 mg m-3. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa luas tutupan gulma air di Danau Limboto berdampak negatif terhadap perairan antara lain menghambat penetrasi cahaya matahari, 58
maka mengurangi proses produksi O2 (fotosintesis) (Suryandari & Sugiyanti, 2009), sehingga dengan mengurangi luas tutupan akan meningkatkan produktivitas perairan. Keberhasilan pengelolaan gulma air dapat mengakibatkan kenaikkan GDP India sebesar 15 % karena adanya gulma air menghilangkan produktivitas perairan 15 – 85 % (Varshney & Babu, 2008). Produktivitas perairan dipengaruhi oleh dasar faktor yaitu ketersediaan nutrien N dan P sebagai faktor pembatas (Hubble & Harper, 2000), seperti pada perlakuan perambanan eceng gondok oleh ikan koan dengan padat tebar 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor mengakibatkan eksresi nutrien N dan P yang dapat meningkatkan produktivitas perairan yang didukung oleh ketersediaan alkalinitas sebagai bahan untuk fotosintesis (Kahara dan Vermaat, 2003). Konsumsi makrofita oleh ikan koan akan mengeluarkan 54 % fosfor dan 42 % nitrogen, hal ini mendukung hasil penelitian Bettoli et al, (1993) in Opuszynski & Shireman (1995) di danau Conroe 1980–1986 bahwa setelah introduksi ikan koan, fitoplankton kemudian klorofil-a di perairan meningkat. Proses selanjutnya pada lapisan perairan terjadi
transfer energi bottom-up yaitu
adanya ketersediaan pakan eceng gondok yang dicerna ikan koan kemudian dieksresikan ke air oleh ikan koan yang kemudian menjadi nutrien untuk reproduksi fitoplankton (Gliwivicz, 2002), yang akan menjadi rantai makanan untuk zooplankton atau ikan. Masukan nutrien ke perairan merupakan fungsi kesuburan perairan, sehingga memengaruhi tingkat trofik, rantai makanan, produktifitas plankton, dan ikan (Petr, 2000;Vakkilainen, 2005). Oleh karena itu pada penelitian ini (Gambar 24 dan 25) produksi biomassa klorofila dan produktivitas primer tidak terlihat peningkatannya karena langsung digunakan dalam proses rantai makanan. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Gopalakrishnan (2011) klorofil-a turun dari hari pertama 0,789 mg menjadi 0,085 pada hari ke 50.
59
Biomassa khlorophyl a( mgL-1)
2500
2000
1500
1000
500
0 0
20
40
60
Waktu (Hari) 0 ekor
100 ekor
200 ekor
400 ekor
PP (mg C m-3 jam-1)
Gambar 24 Produksi biomassa fitoplankton (klorofil-a) selama penelitian
0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
20
40
60
Waktu (hari) 100 ekor
200 ekor
400 ekor
Gambar 25 Produktivitas primer fitoplankton selama penelitian 4.2.2.8 Organisme penempel pada akar eceng gondok Hasil penelitian organisme penempel pada akar eceng gondok menunjukkan bahawa terdapat moliska, insekta dan larva insekta dengan bobot biomassa sebesar 9,3 g rumpun-1 , sehingga dalam 10 kg eceng gondok sebagai pakan biomassa organisme penempel 40 x 9,3 g = 372 g. Organisme penempel pada akar eceng gondok di Danau Limboto merupakan pendukung pertumbuhan ikan koan. Organisme penempel di akar eceng di Danau Limboto 60
bagian pinggir lebih banyak tetapi ukuran lebih kecil, hal ini menujukkan bahwa organisme penempel berkembang biak di pinggir sesuai dengan habitatnya bahwa dipinggir lebih banyak nutrien dibanding ditengah sesuai hasil penelitian Krismono et al. (2009).
4.2.3. Implementasi penelitian Dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto adalah sebagai berikut :
(
)
T : Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok, L : Luas area tutupan eceng gondok (m-2) Be: Biomassa eceng gondok di area (kg/m-2 ) Ke: Rasio eceng gondok yang dapat dimakan ikan koan Ge : Laju pertumbuhan eceng gondok (g hari -1) N : Jumlah ikan koan yang tebar (ekor) Ki : Jumlah ikan koan dalam kurungan (ekor) Gz : Laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok (g hr-1) Gi : Laju pertumbuhan ikan koan (g hari -1)
Hasil penelitian di Danau Limboto dengan padat tebar ikan koan 200 ekor dalam kurungan (4 x 4 x 2,4) m3, pakan eceng gondok 10 kg, mortalitas 15 %, mengurangi luas tutupan (40 %) 1 m2 atau menambah luas permukaan terbuka 14 m-2 dalam waktu 20 hari. Luas tutupan eceng gondok di Danau Limboto pada luas sekitar 2500 ha adalah sekitar 50% = 1250 ha, berdasarkan pendapat Boyd (1990) perairan Danau yang baik bila luas tutupan makrofit antara 10-20%. Di Danau limboto luas tutupan eceng gondok akan dibuat 20% = 500 ha, sehingga luas penutupan eceng gondok yang perlu dihilangkan adalah 1250 ha - 500 ha = 750 ha. Untuk mengurangi eceng gdok di Danau Limboto berdasarkan hasil penelitian dengan padat tebar 200 ekor kurungan-1 akan mengkonsumsi eceng gondok 321 g BB hari-1, maka bila menggunakan benih ikan 1ton akan mengkonsumsi eceng gondok 321kg eceng gondok. Berat eceng gndok yang harus dihilangkan 750 ha= 7.500.000 m2 dan 1m2 = 10 kg eceng gondok, maka total berat eceng gondok = 75.000.000 kg. Waktu yang diperlukan untuk menghilangkan eceng gondok tersebut = 75.000.000 kg : 321 kg hari = 233644,8 hari 61
= 640 tahun. Bila ikan yang digunakan 20 ton waktu yang diperlukan = 640 tahun/20 = 3,2 tahun. Ikan 20 ton bila ukuran yang digunakan berukuran 10 gr ekor-1 , maka memerlukan benih 2.000.000 ekor. Benih yang diperlukan terlalu banyak, maka untuk mempersingkat waktu untuk menghilangkan eceng gondok di Danau Limboto dapat menggunakan benih ikan dengan ukuran yang lebih besar yaitu 100 g ekor-1 , dengan berat benih ikan 20 ton benih yang diperlukan = 20 ton/100 g ekor-1= 200.000 ekor dan bila jumlah benih ditingkatkan menjadi 400.000 ekor, maka waktu yang diperlukan = 3,2 tahun: 2 = 1,6 tahun. Pada 2006 telah berkembang sebanyak 1.962 unit (7.848 petak) yang tersebar di sekitar Desa Iluta dan Batudaa, dimana sekitar 54,5% dari pembudidaya keramba menjadikan usaha ini sebagai usaha utama. Pengendalian eceng gondok dengan ikan koan di Danau Limboto dapat menggunakan sarana keramba jaring apung yang sudah ada. Penyediaan benih 2.000.000 ekor (8-15 cm) memerlukan larva sekitar 6.000.000 ekor dari 2.000 ekor induk yang dapat dihasilkan oleh sekitar 90 UPR. Pelaksanaan implementasinya harus dilakukan dengan kelembagaan pengelolaan bersama antara : 1. Kelompok pembenih ikan (induk menghasilkan benih ukuran 5 – 8 g), menggunakan pakan utama pellet dengan protein yang cukup untuk pertumbuhan dan dicampur eceng gondok sebagai latihan. 2. Kelompok pendederan (ukuran 5 – 8 g menjadi ukuran 8 – 15 g), menggunakan pakan utama eceng gondok dan dicampur pellet. 3. Kelompok pembesaran (ukuran 8 – 15 g menjadi ukuran 500 g), menggunakan pakan ikan eceng gondok. 4. Kelompok pemasaran
Kelembagaan pengelolaan bersama dapat dilakukan dengan : 1. Identifikasi kondisi terkini Danau Limboto (luas, eceng gondok, KJA, jenis ikan, alat tangkap dan masyarakat) dan permasalahannya 2. Sosialisasi penyamaan persepsi pengelolaan bersama 3. Penguatan kelembagaan (pembentukan kelompok) 4. Perencanaan program pengelolaan bersama 62
5. Pelaksanaan program 6. Monitoring dan evaluasi Penggunaan konsep pengendalian eceng gondok menggunakan ikan koan ini untuk perairan danau lain harus memperhitungkan faktor kondisi yaitu : 1.Sumberdaya perairan yang akan dikendalikan eceng gondoknya. 2.Makanan pendukung antara lain organisme penempel pada akar eceng gondok.
Kawasan perairan Danau Limboto yang ditentukan sebagai kawasan yang tertutup oleh eceng gondok sebesar 20 %, ditentukan pada kawasan perairan sesuai tataruang perairan Danau Limboto yang merupakan hasil penelitian Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, Jatiluhur, yaitu di perairan Desa Bua, Huntu dan Barakati. Kawasan tersebut tidak jauh dari inlet, sehingga eceng gondok juga merupakan filter air sebelum masuk ke kawasan budidaya di perairan Iluta dan perairan Dembe yang merupakan kawasan wisata. Kepemilikan dan jumlah bibilo di Danau Limboto harus disesuaikan dengan luas tutupan maksimum 20% yang sudah ditentukan dan sebaiknya terletak di kawasan ini, yang diberi pengaman pagar bambu supaya eceng gondok tidak bergerak karena adanya angin di Danau.
4.2.4 Simpulan Hasil penelitian di Danau Limboto menunjukkan bahwa laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok yang paling efektif adalah padat tebar ikan koan 200 ekor, yaitu 27,68 g ekor-1hari-1 (5.536 g hari-1 kurungan-1), laju pertumbuhan eceng gondok 340 g hari-1 kurungan-1 dan laju pertumbuhan ikan 2,9 % BB hari-1 , FCR = 110,72, FC = 321% BB hari1
dan mortalitas 15%, dapat mengurangi luas tutupan 1 m2 (40 %) atau membuka 14 m2 ,
meningkatkan produktivitas perairan 6,81 mg C m-3hr-1 dan tidak mengubah secara nyata kondisi lingkungan perairan (N dan P).
63