J Kedokter Trisakti
April-Juni 2004, Vol.23 No.2
Survei fauna nyamuk di Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Tangerang Wirya Dharma KL*, Hoedojo*, RM Nugroho Abikusno**, Suriptiastuti*, Inggrid AT* dan Budi Arif Sutanto* *Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ** Bagian Gizi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK Survei mengenai fauna nyamuk dilakukan di desa Marga Mulya, kecamatan Mauk, suatu daerah yang lokasinya berdekatan dengan bekas daerah filariasis yaitu Kresek dan Tangerang. Hasil penelitian mendapatkan penemuan 22 spesies nyamuk yang terdiri dari 3 spesies Aedes (Ae.aegypti, Ae.albopictus dan Ae.albolineatus), 7 spesies Anopheles (An.annularis, An.barbirostris, An.kochi, An.subpictus, An.sundaicus, An.tesselatus dan An.vagus), 8 spesies Culex (Cx.bitaeniorhynchus, Cx.fuscocephalus, Cx.gelidus, Cx.hutchinsoni, Cx.pseudovishnui, Cx.quinquefasciatus, Cx.sinensis, dan Cx.tritaeniorhynchus), 3 spesies Mansonia (Ma.indiana, Ma.longipalpis, dan Ma.uniformis), dan 1 spesies Malaya, yaitu Malaya genurostris. Spesies nyamuk yang dominan dalam kegiatannya mengisap darah hospes pada malam hari untuk nyamuk Anophelini adalah An.subpictus, disusul oleh An.barbirostris dan An.vagus, sedangkan untuk nyamuk Culicini adalah Cx.pseudovishnui, disusul oleh Cx.tritaeniorhynchus dan Cx.quinquefasciatus. Cx.pseudovishnui berperan sebagai nyamuk rumah yang sehari-harinya mengisap darah penduduk pada malam hari. Ae.aegypti berperilaku seperti Mansonia yaitu mengisap darah baik pada siang maupun di malam hari. Cx.hutchinsoni dan Malaya genurostris dapat ditemukan di daerah penelitian walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Ma.indiana dan Cx.quinquefasciatus tidak berperan sebagai vektor filariasis. Kata kunci : Fauna nyamuk, filariasis, perangkap lampu
Survey of mosquito fauna in Marga Mulya Village, Mauk Subdistrict, Tangerang ABSTRAC Survey of mosquito fauna has been conducted in Marga Mulya village, Mauk subdistrict, an area located closed to the former filariasis endemic areas Kresek and Tangerang, yielded 22 species of mosquitoes consisted of 3 species of Aedes (Ae.aegypti, Ae.albopictus and Ae.albolineatus), 7 species of Anopheles (An.annularis, An.barbirostris, An.kochi, An.subpictus, An.sundaicus, An.tesselatus and An.vagus), 8 species of Culex (Cx.bitaeniorhynchus, Cx.fuscocephalus, Cx.gelidus, Cx.hutchinsoni, Cx.pseudovishnui, Cx.quinquefasciatus, Cx.sinensis, and Cx.tritaeniorhynchus), 3 species of Mansonia (Ma.indiana, Ma.longipalpis, and Ma.uniformis), and one species of Malaya, namely Malaya genurostris. The predominant Anopheline species was An.subpictus, followed by An.barbirostris and An.vagus, whereas the predominant Culicine species was Cx.pseudovishnui followed by Cx.tritaeniorhynchus and Cx.quinquefasciatus respectively. During night collections Cx.pseudovishnui was known as common house mosquito that invaded houses to feed on man. Ae.aegypti like Mansonia was known as diurnal as well as nocturnal biter. Cx.hutchinsoni and Malaya genurostris were found in the study area in a very limited number. Ma.indiana and Cx.quinquefasciatus did not play role as transmitters of filariasis in the study area. Keywords : Mosquito fauna, filariasis, light trap
57
Dharma, Hoedojo, Abikusno, dll
PENDAHULUAN Fauna nyamuk di Indonesia kurang mendapat perhatian yang serius dari para pakar sistematik nyamuk Indonesia, terbukti dari jarangnya penelitian mengenai fauna nyamuk baik dalam skala kecil yang mempelajari fauna nyamuk di suatu daerah tertentu, ataupun dalam skala besar di seluruh kepulauan di Indonesia. Di Indonesia, penelitian mengenai fauna nyamuk yang sampai sekarang dianggap sebagai penelitian yang sangat berguna bagi para pakar sistemik nyamuk dunia, adalah penelitian yang dilakukan pada tahun 1953 dan 1954 oleh Bonne-Wepster yang mendapatkan 25 spesies nyamuk dalam tribus Anophelini dan 133 spesies nyamuk dalam tribus Culicini di pulau Jawa.(1,2) Para pakar sistematik nyamuk Indonesia yang berada di berbagai Institusi, Balai Penelitian dan di Departemen Kesehatan, pada umumnya tidak mempelajari fauna nyamuk secara khusus; namun penelitian dilakukan sebagai pelengkap penelitian yang terkait dengan penentuan vektor penyakit parasitik seperti vektor penyakit malaria, filariasis dan penyakit demam berdarah dengue. Hoedojo mempelajari filariasis malayi selama kurang lebih 10 tahun (tahun 1960-1970) di suatu daerah pedesaan di Banten, yaitu desa Kresek,yang terletak sekitar 10 km dari daerah penelitian Mauk.(3) Hasil penelitian menunjukkan, bahwa 22% penduduk Kresek menderita mikrofilaremia dan 6 di antaranya terserang penyakit kaki gajah/ elefantiasis di bawah lutut. Didapatkan Mansonia indiana sebagai vektor yang berkembang biak di area rawa seluas sekitar 125 hektar yang ditumbuhi berbagai tanaman air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes), kapu-kapu (Pistia stratiotes) dan Salvinia natans. Selain mempelajari vektor, hasil penelitian menunjukkan 26 spesies nyamuk, terdiri dari 3 spesies Aedes, 10 spesies Anopheles, 11 spesies Culex dan 2 spesies Mansonia.(3) Ramalingam mempelajari fauna nyamuk di pulau Jawa, menemukan 21 spesies nyamuk dalam tribus Anophelini dan 69 spesies nyamuk dalam tribus Culicini. Penelitiannya bertujuan mempelajari fauna nyamuk di kawasan perkotaan/ urban areas.(4) Lifwarni mempelajari kehidupan 58
Survei fauna nyamuk
Culex quinque fasciatus di Tangerang dan menunjukkan nyamuk rumah sebagai vektor filariasis bankrofti di Tangerang. Tidak disebutkan berapa spesies nyamuk ditemukan di Tangerang yang mewakili fauna nyamuk di daerah penelitiannya.(5) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai penelitian terdahulu perlu dilakukan penelitian tentang fauna nyamuk di Mauk dan mendeteksi vektor filariasis. METODE Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di desa Marga Mulya, kecamatan Mauk, kabupaten Tangerang, yang terletak sekitar 21 km dari kota Tangerang dan 42 km dari Jakarta. Luas daerah penelitian 1.079,4 hektar berupa daerah berpasir, yang berbatasan di Utara dengan desa Tanjung Anom, di Barat dengan desa Ketapang, di Selatan dengan desa Tegal Kunir Lor dan di Timur dengan desa Pekayon Mutiara. Terbentang di atas daerah penelitian adalah sawah seluas 329,2 hektar, daratan seluas 597,2 hektar, empang, danau, dan juga rawa seluas 153 hektar yang ditumbuhi berbagai tanaman air seperti Eichornia crassipes, Pistia stratiotes dan Salvinia natans. Perumahan yang dibangun di daerah penelitian terdiri dari rumah-rumah setengah batu, kayu dan bilik, yang berlantai tanah, ubin atau plester dan beratap genting atau sebagian kecil rumbai. Kandang ternak yang terdapat di daerah penelitian berupa kandang kerbau dan kambing di beberapa rumah tampak penduduk memelihara anjing, kucing dan bebek. Tumbuh-tumbuhan yang ditanam penduduk adalah padi dan kelapa (Cocos mucifera), selain itu terlihat tanam-tanaman buah seperti mangga (Magnifera indica) dan belimbing (Averrochoa bilimbi) dalam jumlah yang sangat sedikit. Tempat perindukan nyamuk yang terdapat di daerah penelitian berupa sawah, rawa, danau, empang, comberan, dan saluran irigasi untuk mengairi sawah, tempurung dan pelepah daun kelapa pengandung air.
J Kedokter Trisakti
Cara kerja Pengumpulan nyamuk pradewasa (jentik-larva dan kepompong-pupa) dan penangkapan nyamuk dewasa dilakukan sesuai dengan metodologi yang dianjurkan oleh WHO (6) dan Belkin (7) yang meliputi: 1. Pengumpulan nyamuk pradewasa dengan menggunakan ciduk (dipper), jentik/ kepompong diciduk dari tempat perindukan. Nyamuk pradewasa yang terciduk beserta seluruh isi ciduk dituangkan ke dalam nampan (tray) untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kecil (vial) menggunakan pipet dan vial ditutup/disumbat dengan kapas. Jika jentik/ kepompong tumbuh menjadi nyamuk dewasa, nyamuk dimatikan dengan kloroform untuk kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop binokuler. 2. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : (i) penangkapan dengan umpan badan orang (human-bait trap) dilakukan terutama pada malam hari baik di dalam maupun di luar rumah selama 2-3 jam sejak pukul 18.00. Jumlah penangkap nyamuk 5 orang, 2 orang menangkap di dalam rumah, sedangkan sisanya yang 3 orang menangkap di luar rumah. Penangkapan dilakukan dengan cara seorang menyediakan anggota tubuh (lengan dan kaki bawah)-nya dalam keadaan tidak tertutup pakaian, sedangkan seorang lainnya menangkap nyamuk yang terlihat menggigit tangan atau kakinya dengan aspirator. Penangkapan yang dilakukan oleh 1 orang juga dapat dikerjakan dengan cara menangkap nyamuk yang sedang menggigit tangan atau kakinya sendiri yang tidak terlindungi oleh pakaian. Setap jam digunakan 45-50 menit untuk kegiatan penangkapan dan frekuensi penangkapan dilakukan 8-12 kali per bulan; (ii) penangkapan nyamuk yang istirahat pada malam hari (night resting collection). Penangkapan nyamuk yang istirahat pada malam hari dilakukan baik di dalam rumah (pada dinding, perabotan, pakaian, kelambu, berbagai benda tergantung, lantai, dan lain-
Vol.23 No.2
lain) maupun di luar rumah seperti di dalam dan sekitar kandang ternak, pada tanaman dan pada benda-benda tergantung/tergeletak yang terlihat dihinggapi nyamuk. Lama penangkapan 15 menit tiap jamnya dan frekuensi penangkapan 2-3 kali per minggu; (iii) penangkapan nyamuk pada pagi hari (morning collection) dilakukan baik di dalam ataupun di luar rumah selama 2-3 jam dimulai dari pukul 08.00-11.00. Frekuensi penangkapan 4 kali per bulan; dan (iv) penangkapan nyamuk dengan perangkap lampu (light trap) dilakukan dengan cara memasang alat penangkapan ini semalam suntuk dari jam 18.00-06.00. Penempatan perangkap lampu diatur secara bergantian yaitu ditempatkan di dekat kandang ternak, digantung pada tangkai pohon dengan jarak 15 m dari rumah atau 50 m dari rumah. Frekuensi penangkapan sesuai dengan masingmasing tempat penggantungan, 2 kali tiap minggu. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan selama bulan April-Juli 2003. Nyamuk dewasa yang terkumpul, dimatikan dengan kapas yang dibasahi kloroform, setelah mati, nyamuk ditempatkan di atas cawan petri berdiameter 14 cm, lalu diidentifikasi di bawah mikroskop binokuler. Jika dengan cara ini pengidentifikasian nyamuk mengalami kesulitan, dapat ditempuh dengan cara lain yaitu nyamuk satu per satu dibuat sediaan kering (dry mounting) pada jarum pentul menggunakan cat kuku (nail polish) atau Canada Balsam. Untuk identifikasi nyamuk sampai dengan spesies, digunakan kunci nyamuk karangan Bonne-Wepster, Ramalingam dan Reid.(1.2,4,8) Dari beberapa spesies nyamuk yang tertangkap yang diperkirakan dapat berperan sebagai vektor filariasis dilakukan pembedahan menggunakan jarum halus seperti rambut (minute dissecting needle) terutama bagian kepala dan toraks nyamuk yang dicabik-cabik. Kemudian hasil pencabikan kepala dan toraks yang telah menjadi partikelpartikel kecil, diperiksa di bawah mikroskop binokuler untuk mencari stadium larva cacing filaria. 59
Dharma, Hoedojo, Abikusno, dll
HASIL Nyamuk pradewasa dan tempat perindukannya yang pada penelitian ini berhasil ditemukan adalah: Aedes aegypti dalam tempurung kelapa (coconut shell), Aedes albopictus dalam pelepah daun kelapa pengandung air (stem of coconut leaves), An.subpictus, An.vagus, Cx.bitaeniorhynchus, dan Cx.tritaeniorhynchus dalam sawah dan Cx.quinquefasciatus dalam comberan tempat penampungan air limbah (Tabel 1). Nyamuk dewasa yang ditangkap/dikumpulkan melalui 4 (empat) cara penangkapan berhasil mendapatkan 22 spesies nyamuk yang terdiri dari: Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes albolineatus, Anopheles annularis, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles subpictus, Anopheles sundaicus, Anopheles tesselatus, Anopheles vagus, Culex bitaeniorhynchus, Culex fuscocephalus, Culex gelidus, Culex hutchinsoni, Culex pseudovishnui, Culex quinquefasciatus, Culex sinensis, Culex tritaeniorhynchus, Mansonia indiana, Mansonia longipalpis, Mansonia uniformis, dan Malaya genurostris (Tabel 2). Dalam penelitian ini, 2 spesies nyamuk yang menurut para peneliti terdahulu merupakan vektor filariasis, yaitu Mansonia indiana sebagai vektor filariasis malayi di Kresek (3) dan Culex quinquefasciatus sebagai vektor filariasis bankrofti
Survei fauna nyamuk
di Tangerang(5) dibedah untuk diperiksa apakah di dalam kepala dan toraksnya ditemukan larva stadium 3 cacing filaria. Hasil pembedahan menunjukkan bahwa kedua spesies tidak mengandung larva cacing filaria di dalam badannya (Tabel 3). PEMBAHASAN Di Marga Mulya, nyamuk pradewasa yang berhasil ditemukan hanya 7 spesies, yaitu Ae.aegypti, Ae.albopictus, An.subpictus, An.vagus, Cx.bitaeniorhynchus, Cx.tritaeniorhynchus, dan Cx.quinquefasciatus (Tabel 1), karena selama penelitian dilakukan tempat-tempat perindukan seperti, rawa, danau, empang dan saluran irigasi yang semula berair mulai mengering. Nyamuk pradewasa An.subpictus dan An.vagus yang ditemukan di sawah konsisten dengan penemuan terdahulu yang menunjukkan habitat kedua spesies tersebut adalah sawah.(9-11) Cx.bitaeniorhynchus dan Cx.tritaeniorhynchus yang habitatnya di Mauk berupa sawah, juga sesuai dengan peneliti terdahulu yang melaporkan sawah sebagai tempat perindukan kedua spesies tersebut.(12) Melalui 4 (empat) macam cara penangkapan nyamuk dewasa , ditemukan 22 spesies nyamuk, yang terdiri dari 3 spesies Aedes, 7 spesies Anopheles, 8 spesies Culex, 3 spesies Mansonia dan 1 spesies Malaya (Tabel 2).
Tabel 1. Spesies nyamuk dan tempat perindukannya yang ditemukan di kecamatan Mauk, Tangerang
Keterangan: 1: sawah; 2: rawa; 3: danau; 4: empang; 5: comberan; 6: saluran irigasi; 7: tempurung kelapa; 8: pelepah daun kelapa 60
J Kedokter Trisakti
Vol.23 No.2
Tabel 2. Fauna nyamuk yang ditemukan di kecamatan Mauk, Tangerang
Spesies Anopheles yang ditemukan di Mauk terdiri dari An.annularis, An.barbirostris, An.kochi, An.subpictus, An.sundaicus, An.tesselatus, dan An.vagus; sedangkan Hoedojo(3) yang mempelajari fauna nyamuk di Kresek menemukan 10 spesies Anopheles yang terdiri dari An.aconitus, An.annularis, An.barbirostris, An.hyrcanus, An.kochi, An.minimus, An.philippinensis, An.subpictus, An.tesselatus, dan An.vagus. Penelitian di Mauk tidak menemukan spesies Anopheles yang dilaporkan oleh Hoedojo yaitu An.aconitus, An.hyrcanus, An.minimus, dan An.philippinensis, namun didapatkan spesies
Anopheles yaitu An.sundaicus yang tidak ditemukan oleh Hoedojo. Dari spesies nyamuk dalam tribus Culicini, hasil studi berbeda dengan penelitian terdahulu yang mendapatkan Cx.annulus, Cx.fuscanus, Cx.sitiens, dan Cx.whitmorei; sedangkan penelitian di Mauk mendapatkan Cx.hutchinsoni dan Malaya genurostris yang oleh Hoedojo tidak ditemukan di Kresek. Jumlah spesies Aedes dan Mansonia, yaitu Ae.aegypti, Ae.albopictus, Ae.albolineatus, Ma.indiana dan Ma.uniformis serta kelima spesies Culicini ini ditemukan sesuai dengan studi terdahulu yang dilakukan Hoedojo dkk.(3)
Tabel 3. Pembedahan Mansoni indiana dan Culex quinguefasciatus untuk determinasi vektor filariasi di kecamatan Mauk, Tangerang
61
Dharma, Hoedojo, Abikusno, dll
Survei fauna nyamuk
Spesies nyamuk Anophelini yang dominan dalam kegiatan mengisap darah hospes pada malam hari adalah An.subpictus disusul oleh An.barbirostris dan An.vagus, sedangkan spesies nyamuk Culicini yang memperlihatkan dominansi dalam pengisapan darah hospes pada malam hari secara berurutan adalah Cx.pseudovishnui, Cx.tritaeniorhynchus, dan Cx.quinquefasciatus. Ae.aegypti yang mempunyai kebiasaan mengisap darah hospes pada siang hari, ternyata mampu juga mengisap darah hospes pada malam hari. Penangkapan nyamuk menggunakan perangkap lampu (light trap) ternyata tidak efektif jika dibandingkan dengan penangkapan menggunakan umpan badan manusia (human bait trap). Pembedahan Ma.indiana dan Cx. quinquefasciatus untuk penentuan vektor filariasis (Tabel 3), memberikan hasil yang negatif, yang berarti baik Ma.indiana maupun Cx. quinquefasciatus bukan penular filariasis di Mauk. Hasil penemuan fauna nyamuk di Mauk tidak dapat dibandingkan dengan fauna nyamuk yang ditemukan oleh Bonne-Wepster (1,2) dan Ramalingam, (4) karena daerah penelitian yang diteliti adalah daerah pedesaan yang mempunyai keterbatasan tempat perindukan nyamuk selain juga waktu yang digunakan untuk meneliti sangat terbatas.
Ma.indiana dan Cx.quinquefasciatus tidak berperan sebagai vektor filariasis di Mauk.
KESIMPULAN
8.
Di kecamatan Mauk (desa Marga Mulya), Banten, Indonesia, ditemukan 22 spesies nyamuk yang terdiri dari 3 spesies Aedes (Ae.aegypti,Ae.albopictus, dan Ae.albolineatus), 7 spesies Anopheles (An.annularis, An.barbirostris, An.kochi, An.subpictus, An.sundaicus, An.tesselatus, dan An.vagus), 8 spesies Culex ( C x . b i t a e n i o rh y n c h u s , C x . f u s c o c e p h a l u s , Cx.gelidus, Cx.hutchinsoni, Cx.pseudovishnui, Cx.quinquefasciatus, Cx.sinensis, dan Cx.tritaeniorhynchus), 3 spesies Mansonia (Ma.indiana, Ma.longipalpis, dan Ma.uniformis) dan 1 spesies Malaya yaitu Malaya genurostris.
9.
62
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
10.
11.
12.
Bonne Wepster J, Swellengrebel NH. The Anopheline mosquitoes of the Indo-Australian Region. Amsterdam: R Trop Inst; 1953. Bonne Wepster J. Synopsis of a hundred common non-Anopheline mosquitoes of the greater and lesser sundas, the moluccas and new guinea. Elsevier Publishing Company: Amsterdam-HoustonLondon-New York; 1954. Hoedojo, Oemijati S. Environmental control of the vector of malayan filariasis in Kresek, West Java. Vector Control in Southeast Asia. Proceedings of the First SEAMEO Workshop Singapore. 1972: August 17-18: 176-82. Ramalingam S. A bief mosquito survey of Java report of visit from June 18th to July 1973. WHO/VBC/ 74/540. Lifwarni. Peran Culex quinquefasciatus sebagai vektor filariasis bankrofti di Tangerang, Jawa Barat (Tesis Master of Sciences). Bogor: Institut Pertanian Bogor; 1994. WHO. Manual on practical entomology in malaria. Prepared by the WHO division of malaria and other parasitic diseases, Part II Geneva: WHO Offset Publication; 1975: 13. Belkin JN. Methods for the collection, rearing and presentation of mosquitoes. Contrib. Amer Ent Inst 1965; 1: 19-78. Reid JA. Anopheline mosquitoes of Malaya and Borneo. Malaysia: Inst Med Res 1968; 31: 520. Hoedojo. Bionomics of Anopheles subpictus. Seminar Parasitologi Nasional ke-2, Jakarta, Indonesia, 1981. Sushanti IIN, M Sudomo, Sujitno. Fauna Anopheles di Daerah Pantai Hutan Mangrove Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan. Bul Peneli Kesehat 1998/1999; 26: 1-14. Horsfall WR. Mosquitoes: their bionomics and relation to diseases. New York: Hafner Publisihing Company; 1972: 723. Schafer M, Lundstrom JO, editors. Comparison of Mosquito (diptera: culicidae) fauna characteristics of Forested Wetlands in Sweden. Ann Entomol Soc Am 2001; 94: 576-82.