SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah disajikan secara jelas.
Bogor, Januari 2006
I WAYAN EDIANA Nrp. A 545010131
ABSTRAK I WAYAN EDIANA. Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian serta Kualitas Sumberdaya Manusia di Indonesia (BONAR M. SINAGA sebagai ketua komisi pembimbing dan ERNA MARIA LOKOLLO sebagai anggota komisi pembimbing). Pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non pertanian meningkat. Di sisi lain penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara besarnya input tenaga kerja dengan output yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan non pertanian. Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) perubahan struktur ekonomi dalam kaitannya dengan perubahan struktur output (PDB) dan ketenagakerjaan sektoral, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi PDB sektor pertanian, (4) faktorfaktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, (5) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, dan (6) dampak perubahan tingkat upah, investasi dan PDB terhadap kesempatan kerja, PDB sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun 1980-2000. Analisis kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan dan diduga menggunakan metode 2 SLS. Analisis dampak perubahan upah, PDB dan investasi sektoral terhadap kesempatan kerja, PDB sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian dilakukan dengan metode simulasi. Indonesia telah mengalami perubahan struktur ekonomi, namun perubahan struktur output yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenagakerjaan. PDB dan investasi sektoral berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian, sedangkan upah sektoral berpengaruh negatif. Perubahan kesempatan kerja dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian. Transformasi tenaga kerja responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor pertanian dan tidak responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor non pertanian. Disamping itu, perubahan PDB dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Dampak terbaik terhadap kesempatan kerja di Indonesia pada periode krisis ekonomi adalah peningkatan upah dan investasi sub sektor non pertanian secara bersama-sama. Peningkatan upah dan investasi ini menyebabkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian mengalami peningkatan, selain itu terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Pada saat bersamaan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian juga mengalami peningkatan Kata kunci : stuktur ekonomi, kesempatan kerja, model ekonometrika.
Judul Tesis
:
Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian Serta Kualitas Sumberdaya Manusia di Indonesia
Nama
:
I Wayan Ediana
NRP
:
A. 545010131
Program Studi :
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Erna Maria Lokollo, MS. Anggota
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Ketua
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
Tanggal Ujian : 21 Oktober 2005
3. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus : …………………..
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………….
xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….
xviii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang ………………………………………………….
1
1.2.
Perumusan Masalah ……………………………………….……
4
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………….……
7
1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian …………………..
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perubahan Struktur Ekonomi …………………………………...
10
2.2.
Pertumbuhan Ekonomi ………………………………………….
12
2.3.
Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ……………
15
2.4.
Perubahan Struktur Sektor Pertanian …………………………..
17
2.5.
Kesempatan Kerja Menurut Sektor …………………………….
18
2.6.
Transformasi Struktur Lapangan Kerja ………………………..
20
2.7.
Struktur Lapangan Kerja dan Kualitas Angkatan Kerja ………
22
2.8.
Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian ……………………………..
23
2.9.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian …………………………………..
28
2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian ………………..
29
2.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sumberdaya Manusia ……………. ………………………………………….
32
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Dasar Pemikiran ………………………………………………...
37
3.2.
Permintaan Tenaga Kerja ……………………………………….
39
3.3.
Transformasi Struktural ………………………………………...
40
3.4.
Kualitas Sumberdaya Manusia Sektor Pertanian di Indonesia….
41
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1.
Kerangka Model ………………………………………………..
46
4.2.
Perumusan Model ………………………………………………
48
4.2.1. Kesempatan Kerja ………………………………………
48
4.2.1.1.
Kesempatan Kerja Total …………………….
48
4.2.1.2.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian ……….
49
4.2.1.3.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura …………………………………
49
Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ………….
49
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perkebunan ……………………..
50
4.2.1.6.
Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan …
50
4.2.1.7.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Peternakan ……………………...
50
4.2.1.8.
Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan ….
51
4.2.1.9.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perikanan ……………………….
51
4.2.1.10. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan …..
51
4.2.1.11. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Kehutanan ……………………..
52
4.2.1.12. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan …
52
4.2.1.13. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian …
52
4.2.1.14. Kesempatan Kerja Sektor Industri ………
53
4.2.1.15. Kesempatan Kerja Sub Sektor Agroindustri ..
53
4.2.1.16. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau ………..
53
4.2.1.17. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki …..
54
4.2.1.18. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu…………………………………………
54
4.2.1.19. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas …………………………….
55
4.2.1.20. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri ………………………………
55
4.2.1.4. 4.2.1.5.
4.2.1.21. Kesempatan Kerja Sektor Jasa …………….
56
4.2.2. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ………………
56
4.2.3. Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian …………………………………..
56
4.2.4. Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian …..
57
Prosedur Analisis ………………………………………………
57
4.3.1. Identifikasi Model ………………………………………
57
4.3.2. Metode Pendugaan Model ………………………………
58
4.3.3. Validasi Model ………………………………………….
59
4.3.4. Simulasi Model …………………………………………
61
4.4.
Analisis Data ……………………………………………………
62
4.5.
Jenis dan Sumber Data …………………………………………
62
4.3.
V. PEREKONOMIAN DAN TENAGA KERJA INDONESIA 5.1.
Keadaan Perekonomian ………………………………………..
64
5.2.
Keadaan Penduduk ……………………………………………..
66
5.2.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ………….
66
5.2.2. Kondisi Angkatan Kerja ………………………………..
67
5.2.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja …………………….
68
5.2.4. Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha ……………………………………………………
69
Kualitas Pendidikan Pekerja ……………………………………
70
5.3.
VI. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI 6.1.
Produk Domestik Bruto ………………………………………..
73
6.2.
Tenaga Kerja …………………………………………………..
75
6.3.
Hubungan Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja ………..
76
VII. KERAGAAN KESEMPATAN KERJA, PRODUK DOMESTIK BRUTO, TRANSFORMASI TENAGA KERJA DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA PENYULUH PERTANIAN DI INDONESIA 7.1.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian …………………………….
81
7.1.1. Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ...……………………………...
81
7.1.2. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan……………..
85
7.1.3. Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan ……………..
88
7.1.4. Kes empatan Kerja Sub Sektor Perikanan ………………
90
7.1.5. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan ……………..
93
Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian ………………………
95
7.2.1. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau….…………………………….
96
7.2.2. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil ……………………….……………………..
99
7.2.3. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Kayu ……...
102
7.2.4. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas …………………………………………………..
104
7.2.5. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri ………
106
7.2.6. Kesempatan Kerja Sektor Jasa ……………….…………
109
7.3.
Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ………………………
111
7.4.
Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanaian ke Sektor Non Pertanian …………………………………………………..
112
Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian ……………
114
7.2.
7.5.
VIII. DAMPAK PENINGKATAN UPAH, INVESTASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERIODE SEBELUM KRISIS EKONOMI (1992-1996) DAN PERIODE KRISIS EKONOMI (1997-2000) 8.1.
Validasi Model ………………………………………………….
116
8.2.
Peningkatan Upah Sektoral ……………………………………..
119
8.2.1. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen ……………………………………….
119
8.2.2. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing Masing Sebesar 10 Persen ………………………………
123
8.2.3. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen …………..
126
Peningkatan Investasi Sektoral …………………………………
129
8.3.1. Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 15 Persen ………………………………
129
8.3.2. Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ……………………..
132
8.3.
8.4.
8.5.
8.6.
8.3.3. Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ………….
135
Peningkatan Produk Domestik Bruto Sektoral (PDB) ………….
138
8.4.1. Peningkatan PDB Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen ………………………………………
139
8.4.2. Peningkatan PDB Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 5 Persen ………………………………..
142
8.4.3. Peningkatan PDB Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen ……………
145
Peningkatan Upah dan Investasi Sektoral ………………………
148
8.5.1. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ……………………..
148
8.5.2. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-masing Sebesar 15 Persen ………….
151
8.5.3. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ……………………..
154
Rekapitulasi Alternatif Simulasi Periode Sebelum Krisis Ekonomi dan Periode Krisis Ekonomi ………………………….
157
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1.
Ringkasan Hasil ………………………………………………...
165
9.2.
Kesimpulan …………………………………………………….
168
9.3.
Saran ……………………………………………………………
169
9.3.1. Saran Kebijakan ………………………………………..
169
9.3.2. Saran Penelitian Lanjutan ………………………………
170
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
171
LAMPIRAN …………………………………………………………...
175
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 - 2003………….
5
2. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1961 – 2001……………………………………………………….…..
42
3. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1976, 1986 dan 2001 …………………………………………………………
44
4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2002 …………………
64
5. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2003…………………………………
65
6. Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2001……………………………………………………………
67
7. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001……………………………………
68
8. Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tamat Pendidikan Tertinggi dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001……………………………………………………………………
70
9. Perkembangan Pangsa Produk Domestik Bruto Indonesia, Tahun 1980 – 2003………………………………………………………………….
73
10. Struktur Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Indonesia, Tahun 1980 2003.………………………………………………………………..….
75
11. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura …………………
82
12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elas tisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan …………………………………………………….
85
13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan …………………………………………………….
88
14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan……………………………………………………….
91
15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan ……………………………………………………..
93
16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja SubSub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau……………...
97
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja SubSub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil …………………………..
100
17.
18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja SubSub Sektor Industri Kayu………………… …………………………..
102
19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja SubSub Sektor Industri Pulp dan Kertas…………………………………..
105
20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri ………………………………………………
107
21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sektor Jasa……………………………………………………………………..
109
22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ……………………………………………………….
111
23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Non Pertanian ……………………………….
113
24. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian …………………………………………..
114
25. Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Sebelum Krisis Ekonomi …………………
117
26. Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Krisis Ekonomi ………...…………………
118
27. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian, Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………………….
120
28. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi. …………………………..
122
29. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi ……………………………...
124
30. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi ………………………….…………….
125
31. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi ……………………………...
127
32. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
128
33. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………………….
130
34. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi …………………………...
131
35. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……………………………....
133
36. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi………………………………………...
134
37. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi…………………………………………………………
136
38. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
137
39. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
140
40. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi……………
141
41. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
143
42. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
144
43. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi …………………………….……….
146
44. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi ……………………………...……….……….
147
45. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………….………
149
46. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi.….………………………..
150
47. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……………………………………………………………….
152
48. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi…………………...
153
49. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi…………………………………….…………
155
50. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi………………………………………………………………..
156
51. Dampak Peningkatan Upah, Investasi dan Produk Domestik Bruto Terhadap Kesempatan Kerja, Transformasi Tenaga Kerja dan Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian, Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Periode Krisis Ekonomi Tahun 19972000……………………………………………………………………
158
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Model Fei - Ranis Tentang Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri…..……………………………………………………
26
Diagram Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia ……………………………………………...…………………
47
Perubahan Struktur Output (PDB) Indonesia, Tahun 1980 – 2003……………………………………………………………………...
74
4.
Perubahan Struktur Ketenagakerjaan Indonesia, Tahun 1980– 2003……
76
5.
Hubungan Antara Transformasi Struktur Output (PDB) dan Transformasi Struktur Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980– 2003………………………………………………………………………
77
Hubungan Antara Pangsa Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003……………………………………….….
78
Hubungan Antara Pangsa Sektor Industri Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003 ………………………………………….
79
Hubungan Antara Pangsa Sektor Jasa Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indoensia, Tahun 1980 - 2003……………………………………………………….
80
1. 2. 3.
6.
7.
8.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rumusan Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia …………………………………………………………
176
2. Definisi Peubah dan Sumber Data Penelitian ………………….……
177
3. Program dan Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Tahun 1980-2000..
179
4. Program dan Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Periode Krisis Ekonomi Tahun 1997-2000 ……………………………………………………………
188
5. Program dan Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Priode Krisis Ekonomi Tahun 19972000 …………………………………………………………………
198
1
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang berhasil dalam
pembangunan ekonomi. Kondisi perekonomian yang dicapai sampai dengan pertengahan tahun 1990-an sangat berbeda dibandingkan dengan kondisi tahun 1960-an. Meskipun pada awal tahun 1960-an banyak ahli yang pesimis terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Sulistyaningsih, 1997) karena penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi negara ini berhasil membangun ekonomi dengan tingkat percepatan pertumbuhan yang cukup tinggi. Menurut Hill (1996), pemerintah orde baru telah berhasil merehabilitasi ekonomi, mengendalikan inflasi dan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkelanjutkan dalam kurun waktu 1967 – 1996 rata-rata sebesar 7 persen ternyata telah mengubah struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur ekonomi ini ditandai dengan perubahan komposisi sektor ekonomi atas pangsanya (share)
terhadap produk domestik
bruto (PDB) dalam jangka waktu tertentu. Misalnya sampai pada awal dasawarsa 1970-an, kontribusi sektor pertanian sekitar 60 persen dan pada awal dasawarsa 1980-an tinggal sekitar 40 persen. Sememtara itu, kontribusi sektor industri yang semula hanya 7 persen menjadi sekitar 14 persen pada awal dasawarsa 1980-an. Perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural ditandai dengan beberapa ciri yaitu pangsa sektor pertanian (primer) menurun dan pangsa sektor industri meningkat, sedangkan pangsa sektor jasa relatif konstan. Kalau kita lihat perkembangan kontribusi sektoral terhadap produk domestik bruto nasional dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2003 ternyata dominasi produk domestik bruto
2 yang dihasilkan perekonomian nasional mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri. Pada tahun 1980 pangsa sektor pertanian sebesar 47.29 persen dan sektor industri sebesar 22.22 persen. Dengan kata lain, kontribusi sektor industri telah melampaui sektor pertanian (Widodo, 1997). Dilihat dari struktur lapangan kerja di berbagai sektor produksi, dapat digambarkan kemampuan sektoral dalam menyerap tenaga kerja. Perkembangan lapangan kerja ini sangat penting untuk mengetahui sejauhmana peran sektor-sektor produksi dapat menampung pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat. Pada tahun 1980 sekto r pertanian mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak 29 - 30 juta orang atau 75.70 persen dari total angkatan kerja sedangkan sektor industri hanya 9.06 persen atau sebanyak 3 - 4 juta orang. Menurut Fahmi (1995) mengatakan bahwa perubahan struktur perekonomian ini dapat meliputi perubahan dalam struktur produksi, perubahan dalam struktur permintaan barang dan jasa, perubahan dalam struktur ekspor dan impor dan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan, baik menurut sektor, lapangan usaha maupun menurut status dan jenis usaha. Lebih jauh Kuznets (1966), dalam kajian historisnya mengatakan bahwa gambaran sentral dalam proses perubahan struktur tersebut adalah terjadinya pergeseran sumberdaya manusia dari sektor pertanian ke sektor industri. Sedangkan menurut Widodo (1997), beralihnya sebagian tenaga kerja ke sektor industri bukan merupakan persoalan yang sederhana, peranan pendidikan termasuk peningkatan ketrampilan angkatan kerja sangatlah menentukan dalam proses tersebut. Oleh karena itu, tututan terhadap pendidikan angkatan kerja merupakan pilihan strategis bagi peningkatan produktivitas, terutama di sektor industri.
3 Perubahan struktur ekonomi di Indonesia telah terjadi dan mungkin akan terus berlangsung. Hal ini didukung dengan beberapa argumentasi diantaranya perkembangan
hasil
pembangunan
ekonomi
yang
sekarang
terjadi
telah
menunjukkan proses transformasi, yang ditandai oleh adanya penurunan peran sektor pertanian (primer) dan meningkatnya sektor manufaktur (skunder) dan sektor tersier, pemecahan berbagai masalah yang dihadapi sektor pertanian masih sangat tergantung dari keberhasilan perkembangan sektor industri. Hal ini tentu berkaitan langsung dengan mobilitas tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sehingga perlu dibangun industri yang kuat untuk mendukung sektor pertanian (Syafa’at, et. al, 2003). Disamping itu, krisis ekonomi juga membawa implikasi yang sangat luas, karena secara makro krisis tersebut mempengaruhi permintaan dan penawaran agregat. Bila ditinjau dari sisi permintaan agregat, krisis ekonomi telah menyebabkan kesulitan keuangan bagi pemerintah dan swasta. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan aktifitas ekonomi menurun, terutama di wilayah perkotaan. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan gangguan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi di seluruh wilayah Indonesia. Penurunan kinerja perekonomian ini juga terlihat dari laju pertumbuhan produk domestik bruto. Jika pada tahun 1996 laju pertumbuhannya mencapai 8.0 persen, maka pada tahun 1997 turun menjadi 4.6 persen dan mencapai –13.13 persen pada tahun 1998. Kondisi demikian mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat dari 1200 dollar perkapita pertahun menjadi hanya sekitar 400 dollar perkapita pertahun (Tambunan, 1996). Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan
meningkatnya kembali jumlah penduduk
miskin dari 11.3 persen menjadi 39.9 persen dari total penduduk pada tahun 1998.
4 Secara empiris pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang (Swas ono dan Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif lebih cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) mengatakan bahwa titik balik aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja (labour turning-point), sehingga sering timbul masalah dan menjadi perdebatan, diantaranya: (1) apakah penurunan pangsa produk domestik bruto sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral, dan (2) industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur. Jika transformasi kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor pertanian (primer). Lebih ja uh dikatakan Manning (1995), bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya alam, pengalihan kebijakan industri dari substitusi impor ke orientasi ekspor dapat sedikit ditunda karena masih banyak komponen yang diperlukan untuk proses produksi belum tesedia di dalam negeri. Kondisi ini mengakibatkan daya serap sektor tenaga kerja di luar sektor pertanian rendah dan mengakibatkan tertundanya pencapaian titik balik tenaga kerja (labour turning-point)
1.2.
Perumusan Masalah Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja,
partisipasi kerja dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa
5 sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap produk domestik bruto maupun dalam penyerapan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi pada pertengahan tahun 1990-an berada pada kisaran angka 6 sampai 7 persen per tahun,
ini merupakan bukti kuat membaiknya kondisi
perekonomian nasional, tetapi kecendrungan inipun menjadi sirna ketika pada tahun 1997-an krisis ekonomi menimpa bangsa Indonesia sehingga laju pertumbuhan ekonomi turun drastis mencapai angka –13.13 persen (Tabel 1). Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 – 2003 No
Tahun
Produk Domestik Bruto (Milyar Rupiah)
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
307 474.2 329 775.8 354 640.8 383 792.3 413 797.9 433 245.9 376 374.9 379 352.3 398 016.9 411 691.0 426 740.5 467 549.0
7.22 7.25 7.54 8.22 7.82 4.70 -13.13 0.79 4.92 3.44 3.66 4.01
Sumber : Badan Pusat Statistik , Jakarta (diolah)
Kemudian pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai bangkit kembali walaupun dengan angka yang masih sangat kecil yaitu sebesar 0.79 persen, tetapi sudah bernilai positip hingga akhirnya pada tahun 2003 sudah mencapai besaran 4.01 persen. Disisi lain pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto secara nasional cendrung mengalami penurunan. Sebagai contoh, data pada tahun 2003 pangsa relatif tenaga kerja yang berada di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu
6 sebesar 62.92 persen, industri sebesar 20.25 persen dan jasa sebesar 16.83 persen, sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa dalam pembentukan produk domestik bruto masing-masing adalah 27.03 persen, 45.30 persen dan 27.67 persen. Jadi, kenyataan ini secara agregat menunjukkan bahwa laju transformasi atau pergeseran perekonomian tidak diimbangi oleh laju pergeseran tenaga kerja antar sektor. Perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural dalam ekonomi. Hill (1996) berpendapat bahwa perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat, terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian. Jadi hal yang menarik dari perubahan struktur ekonomi sektoral tersebut adalah menuju sektor ekonomi yang lebih berimbang, khusunya dalam hal ketenagakerjaan. Lebih jauh dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto memang semakin mengecil dan sumbangan sektor non pertanian semakin besar, tetapi dalam penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak begitu banyak memberikan sumbangan karena sektor ini umumnya memerlukan tenaga kerja yang memiliki kualitas lebih baik dari sektor pertanian.
Artinya sektor
pertanian masih sangat padat akan tenaga kerja yang juga sekaligus menjadi beban bagi sektor ini, sehingga produksi dan pendapatan sektor pertanian harus dibagi dengan jumlah orang yang lebih banyak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia di sektor pertanian. Berdasarkan uraian di atas, maka tampak keadaan ekonomi Indonesia masih diwarnai dengan kurang seimbangnya antara perubahan struktur ekonomi dan
7 lemahnya daya serap tenaga kerja di sektor non pertanian meskipun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui biasanya perubahan struktur ekonomi dan tenaga kerja sebaiknya terjadi secara serentak dan seimbang, namun kenyataan yang dialami Indonesia tidak demikian. Ketidaksesuaian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu : (1) bagaimana gambaran struktur ekonomi Indonesia dalam hubungannya dengan struktur tenagakerjaan, (2) faktor apa yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia, dan (3) faktor apa yang mempengaruhi transformasi/ bergesernya kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Indonesia.
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan struktur
perekonomian, kesempatan kerja sektor ekonomi, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis perubahan
struktur ekonomi dalam kaitannya dengan
perubahan struktur output (produk domestik bruto) dan ketenagakerjaan sektoral. 2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produk domestik bruto sektor pertanian.
8 4.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
5.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
6.
Menganalisis dampak perubahan tingkat upah, investasi dan produk domestik bruto terhadap kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kondisi ketenagakerjaan dan kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia, sehingga dapat membantu memudahkan untuk melakukan kebijakan pembangunan ke depan terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja. 1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1.
Penelitian dilakukan dalam skala nasional dengan disagregasi sektor pertanian, industri, dan jasa, dimana sektor pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
2.
Sektor industri meliputi sub sektor agroindustri dan sub sektor non agroindustri, dimana sub sektor agroindustri terdiri dari sus-sub sektor
9 industri makanan, minuman dan tembakau, pemintalan dan tekstil, indsutri kayu dan industri pulp dan kertas. 3.
Transformasi tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian atau sebaliknya.
4.
Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertan ian yang dimaksud adalah berdasarkan dari tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian.
5.
Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk domestik bruto, sedangkan struktur ketenagakerjaan didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja.
Keterbatasan penelitian disebabkan karena tidak tersedianya data yaitu : 1.
Kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian hanya dilihat dari sisi permintaan tenaga kerja, serta tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, status pekerjaan, jenis pengusahaan, dan pewilayahan desa maupun kota.
2.
Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian hanya dilihat dari tingkat pendidikan formal.
3.
Produk domestik bruto hanya dilihat dari produk domestik bruto sektor pertanian.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perubahan Struktur Ekonomi Perubahan struktur ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Definisi tersebut dinyatakan oleh Chenery (1960) dan Chenery dan Syrquin (1975). Terdapat dua pandangan atau pengukuran dasar yang berbeda dalam struktur ekonomi. Pertama, distribusi atau penyebaran produk nasional bruto sektoral, kedua distribusi atau penyebaran total output menurut sektor-sektor ekonomi. Dari sisi permintaan, kedua pengukuran ini mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya yaitu bahwa perubahan dalam struktur produk nasional bruto akan menyebabkan perubahan dalam struktur total output, tetapi perubahan struktur total output juga dapat disebabkan oleh perubahan teknologi. Lebih jauh Chenery (1986) dalam Sulistyaningsih (1997) membedakan pertumbuhan dalam tiga tahap transformasi yaitu : (1) tahap produksi primer, (2) tahap industrialisasi, dan (3) tahap ekonomi berkembang. Pada tahap pertama atau produksi primer, pendapatan perkapita suatu negara berkisar antara US $ 200 – US $ 600 (nilai tahun 1976). Transformasi struktural yang terjadi pada tahap ini ditandai
dengan
keunggulan
kegiatan
primer (pertanian) sebagai
sumber
utama peningkatan output. Pada tahap produksi primer ini juga biasanya tumbuh dengan lambat karena sangat tergantung pada siklus musim dan hanya memberikan kontribusi
kecil
pada
pendapatan
perkapita.
Pada
tahap kedua
11 atau industrialisasi, disini pendapatan perkapita bergerak antara US $ 600 – US $ 3000. Dalam tahap ini juga transformasi ditandai dengan pergeseran konsentrasi ekonomi dari produksi primer menuju industri. Jadi, peranan sektor industri sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dari segi penawaran, peranan akumulasi kapital sangat tinggi karena tingkat investasi untuk menghasilkan produksi sektoral meningkat dengan pesat, dan tahap terakhir adalah tahap ekonomi berkembang, ini terjadi pada tingkat pendapatan perkapita bergerak di atas US $ 2100. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark (1951) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja. Disamping itu, perubahan struktural ekonomi juga dapat ditelusuri dari output akhir dari suatu negara. Lebih lanjut Chenery dan Syrquin (1975) dalam laporannya tentang perubahan struktur ekonomi mengatakan bahwa suatu perubahan struktural memperlihatkan penurunan produksi primer dalam output nasional. Di
Indonesia
pelaksanaan
pembangunan
telah
dilakukan
secara
berkesinambungan, ini dapat dilihat dari strategi pembangunan yang mengarah kepada perubahan struktural, umumnya dari sifat agraris tradisional menjadi industri modern. Perubahan struktur ini memiliki tiga dimensi yaitu : (1) sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot sedangkan sektor non pertanian sumbangannya meningkat
(2) penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian secara absolut
meningkat, namun persentasenya dalam jumlah
lapangan
kerja
keseluruhan
semakin meningkat, dan (3) tingkat produksi di semua bidang akan menjadi lebih bersifat industri. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai sistem industri, yaitu hasil pertanian akan diproduksi secara besar-besaran untuk dijual ke pasar dengan menggunakan teknologi modern (Raharjo, 1986). Selanjutnya Budiharsono
12 (1996) dalam penelitiannya tentang transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1969 – 1987 menyatakan bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antar daerah berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan karena relatif kecilnya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi maupun penyerapan tenaga kerjanya. Selama proses transformasi, sektor non pertanian sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian, juga sektor industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.
2.2.
Pertumbuhan Ekonomi Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang terjadinya pertumbuhan
ekonomi yaitu: (1) pandangan Neo Klasik yang mengemukakan bahwa peningkatan produk domestik bruto sebagai akibat pengaruh jangka panjang dari pembentukan modal, perkembangan tenaga kerja dan perubahan teknologi yang diasumsikan terjadi dalam keseimbangan persaingan. Dalam keadaan keseimbangan masingmasing faktor produksi mendapat imbalan sejumlah nilai produktivitas marginalnya di sektor manapun faktor-faktor produksi tersebut digunakan, sehingga pergeseran permintaan dan perubahan alokasi sumberdaya dari satu sektor ke sektor lainnya tidak berarti dan (2) pandangan struktural yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai aspek dari perubahan struktural karena adanya pergeseran permintaan yang mendorong terjadinya perubahan teknologi (Chenery, 1986 dalam Dasril, 1993). Perbedaan yang mendasar antara kedua pandangan tersebut terletak pada asumsi bahwa selalu terjadi sumberdaya yang efisien, sehingga tidak mungkin meningkatkan output dengan menggeser penggunaan faktor-faktor produksi dari
13 satu sektor ke sektor lainnya. Realokasi terjadi jika seluruh perekonomian berkembang. Neo Klasik menjelaskan pertumbuhan ekonomi dengan pengamatan terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan kedua sering disebut sebagai pendekatan struktural dengan asumsi tidak semua sumberdaya dialokasikan secara optimal, akibatnya terdapat keragaman imbalan tenaga kerja dan modal dalam setiap penggunaan berbeda, sehingga akan terjadi pergeseran alokasi sumberdaya yang menimbulkan peningkatan output. Asumsi pendekatan struktural lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang, dimana sumber utama ketidak seimbangan yaitu adanya dualitas di pasar tenaga kerja yang merupakan karakteristik di negara berkembang. Dualitas terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diserap di sektor yang produktivitasnya tinggi, akibatnya terjadi supply tenaga kerja yang elastis terpusat di sektor
pertanian.
Sumber
ketidakseimbangan
kedua
adalah
kegagalan
mengalokasikan sumberdaya untuk meningkatkan ekspor atau menggantikan impor. Keadaan ketidakseimbangan tersebut merupakan potensi untuk mendorong pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumberdaya ke sektor yang produktivitasnya tinggi. Pendekatan struktural pembangunan ekonomi adalah suatu proses peralihan (transisi) dari tingkat ekonomi tertentu yang bercorak sederhana menuju ke tingkat ekonomi yang lebih maju. Dalam transisi tersebut, terlaksana suatu transformasi yang ditandai oleh pergeseran dari kegiatan di sektor produksi primer ke sektor produksi skunder dan sektor tersier. Perubahan struktural juga dapat dilihat dari pergeseran kesempatan kerja (Djojohadikusuma, 1994). Para ahli ekonomi sudah sejak lama menyadari bahwa struktur ekonomi akan mengalami perubahan dalam proses pembangunan ekonomi. Fhiser (1975),
14 mengemukakan
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
disertai
dengan
pergeseran
permintaan dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor skunder (industri manufaktur dan industri) dan akhirnya ke sektor tersier (pengangkutan, komunikasi, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) yang mengakibatkan perubahan dalam struktur produksi melalui pergeseran kesempatan kerja dan alokasi dana. Transformasi struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dicapai karena:
(1)
pertumbuhan
ekonomi
biasanya
disertai
dengan
peningkatan
produktivitas pekerja di setiap sektor, dan (2) pekerja berpindah dari sektor yang lebih rendah produktivitasnya ke sektor yang lebih tinggi (Iskandar, 1993). Lebih jauh Clark (1951) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perubahan struktur produksi dengan struktur kesempatan kerja menurut sektor. Pergeseran struktur kesempatan kerja dicapai dengan peningkatan produktivitas kerja di setiap sektor dan bergesernya tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas lebih rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. Seiring dengan jalannya pembangunan, akan terjadi perubahan -perubahan dalam pendapatan dan kesempatan kerja di antara berbagai sektor dan kegiatan yang ada. Proses perkembangan ekonomi di negara maju ditandai oleh suatu transformasi struktural ekonomi dan kesempatan kerja, dan proporsi kesempatan kerja dari sektor primer pada masa pembangunan akan mengalami penurunan dan diikuti oleh naiknya kesempatan kerja di sektor skunder dan tersier. Proporsi tenaga kerja di berbagai sektor dalam proses pembangunan ekonomi negara berkembang adalah : (1) peranan sektor pertanian dan penyediaan kes empatan kerja menurun setiap negara, (2) peranan sektor industri dalam menyediakan kesempatan kerja menjadi bertambah penting, dan (3) peranan sektor jasa menyediakan kesempatan kerja tidak banyak mengalami perubahan (Squire, 1986).
15 2.3.
Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan
dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat mekanisme keterkaitan antara pemb angunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa. Keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam meningkatkan pendapatan dan ketersediaan bahan pangan pokok masyarakat akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa serta mempercepat trasformasi struktur perekonomian nasional. Bukti-bukti empiris juga menunjukkan bahwa ketangguhan sektor industri akan semakin kokoh apabila didukung oleh berkembangnya sektor pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, sehingga nampak keterkaitan antara pertanian, industri dan jasa (Badan Agribisnis, 2000) Kenyataan menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto. Tingkat pertumbuhan sektor pertanian
penting
artinya
dalam
kaitannya
dengan
pertumbuhan
sektor
perekonomian lainnya. Hanya saja sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dari tahun ke tahun semakin menurun sejalan dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Lebih jauh, bila kita lihat penurunan sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto setiap negara tentu berbeda-beda, disatu pihak akan sangat tergantung pada pertumbuhan sektor pertanian dan di lain pihak akan sangat tergantung pada sektor-sektor yang lainnya, maka jelas kondisi ini akan menggambarkan kedudukan relatif sektor pertanian akan merosot baik dilihat dari struktur produk domestik bruto maupun kesempatan kerja. Hal ini didukung oleh pendapat Kuznet (1966) yang membagi peranan sektor menjadi beberapa bagian
16 dalam pembangunan ekonomi, yaitu : (1) kontribusi produk, (2) kontribusi pasar, dan (3) kontribusi faktor. Dengan demikian peran utama sektor pertanian terhadap perkembangan perekonomian suatu negara adalah pertumbuhan dalam sektor pertanian itu sendiri. Kenaikan output sektor pertanian akan meningk atkan produk nasional kotor negara yang bersangkutan, karena gross nasional produk merupakan jumlah nilai tambah diberbagai sektor perekonomian, kontribusi ini yang dinamakan dengan kontribusi produk. Sedangkan kontribusi pasar terjadi melalui mekanisme permintaan terhadap produksi faktor-faktor lain dan penawaran produksi pertanian, kotribusi faktor terjadi apabila transfer faktor-faktor produksi sektor pertanian ke sektor non pertanian. Potensi sektor pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional bila dilihat dari kontribusinya pada berbagai kegiatan perekonomian. Menurut Baharsyah (1987), bentuk kontribusi sektor pertanian dibagi menjadi empat, yaitu: (1) kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi sektor hilir, (2) kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melalui penghematan penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi pertanian sebagai subsidi impor,
(3) kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor
pertanian terhadap produk domestik bruto, dan (4) kontribusi faktor produksi diwujudkan melalui dua bentuk yaitu pembentukan modal dan tenaga kerja. Jadi keempat model kontribusi di atas bila bergerak bersama-sama akan dapat memacu pertumbuhan sektor industri dan jasa. Sastrowiharjo (1989) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi propinsi Jambi, menyimpulkan bahwa struktur
17 perekonomian Propinsi Jambi sampai tahun 1984 masih didominasi oleh sektor pertanian, sehingga bagi bangsa Indonesia sektor pertanian merupakan sub sektor yang penting dalam perekonomiannya. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar penduduk di negara kita masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan bila dilihat sumbangan terhadap pendapatan nasional juga masih cukup besar lebih lebih di era krisis ekonomi pada saat ini dimana sektor pertanian dapat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan nasio nal dibandingkan sektor lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian masih mempunyai peranan yang penting dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan di era industrialisasi dimasa depan bukan hanya eranya industri saja bahkan tidak terlepas dari eranya pertanian yang juga ditangani secara industri.
2.4.
Perubahan Struktur Sektor Pertanian Menurut Hayami dan Ruttan (1971), perubahan struktur sektor pertanian
yaitu perubahan pola komposisi produksi, urutan produksi dan perubahan sumberdaya yan g digunakan. Dalam proses pertumbuhan ekonomi, pangsa sektor pertanian baik dalam produk domestik bruto maupun dalam kesempatan kerja menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Proses pertumbuhan produk domestik bruto juga disertai pertumbuhan sektor pertanian meningkat dengan cepat dan bahkan mendahului pertumbuhan produk domestik bruto. Sektor industri mempunyai ketergantungan yang erat dengan sektor pertanian. Perkembangan sektor industri akan disertai dengan penurunan keuntungan, jika tid ak didukung oleh perkembangan sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor industri tidak menghasilkan bahan makanan. Sektor industri tidak dapat berkembang tanpa didukung perkembangan sektor pertanian.
18 Dari uraian tersebut mudah di mengerti mengapa revolusi industri dan revolusi pertanian terjadi bersamaan dan mengapa negara dimana sekitar sektor pertanian mengalami kemandegan, maka sektor industri pun tidak mengalami perkembangan yang berarti. Adanya
keserasian
antara
pertumbuhan
sektor
pertanian
dengan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian mempunyai keterkaitan dengan kebijakan ekonomi secara keseluruhan.
2.5.
Kesempatan Kerja Menurut Sektor Kesempatan kerja merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan
ekonomi yang dibanyak negara berkembang termasuk Indonesia menjadi salah satu masalah yang serius. Bagi semua negara, pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi
pertumbuhan
kesempatan
kerja.
Pilihan
mengenai
arah
pembangunan ekonomi akan menentukan besarnya perluasan kesempatan kerja di negara tersebut. Persoalan mendasar yang di alami Indonesia adalah proses perluasan kesempatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan yang dilaksanakan lebih bersifat capital intensive. Terlepas dari kontribusinya terhadap pembentukan produk domestik bruto, sektor pertanian selama ini memberikan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar dibanding sektor usaha lain, akan tetapi besarnya pangsa penyerapan tersebut cendrung menurun. Bila pada tahun 1961 pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 73 persen, pangsa tersebut berkurang menjadi 55 persen pada tahun 1980 dan bertahan hingga akhir decade tahun 1980-an (Suryana, 1989). Sedangkan menurut Adriani (2000) menyatakan bahwa pada tahun 1992 pangsa
19 penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 53 persen. Lebih jauh dikatakannya bahwa sebelum krisis pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian turun menjadi 44 persen, sementara pangsa sektor lainnya cendrung meningkat. Penurunan pangsa penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari pembangunan ekonomi yang mengarah pada pengembangan sektor industri. Dalam hal ini pilihan terhadap jenis industri akan menentukan seberapa besar penurunan pangsa tersebut. Bila pemerintah lebih banyak mengembangkan industri yang berorientasi pada jenis teknologi capital intensive, diduga penurunan tersebut akan relatif cepat. Sebaliknya bila pilihan jatuh pada pengembangan teknologi labor intensive, maka penurunan pangsa akan berjalan lebih lambat. Masalah kesempatan kerja di Indonesia bertambah serius sejak munculnya krisis ekonomi dan mulai terasa sekali pada periode 1997 sampai 1998. Banyak perusahaan di dalam negeri yang terkena dampak negatif krisis , misalnya mengalami krisis utang pada Bank-bank baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kesulitan dalam membiayai impor dalam dollar AS karena nilai tukar rupiah merosot, atau hasil penjualan menurun drastis karena purchasing power pasar menurun tajam akibat inflasi. Perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa mengurangi kegiatan atau sama sekali menghentikan kegiatan bisnisnya. Kondisi ini akan mengakibatkan jumlah orang menganggur terbuka maupun terselubung meningkat. Krisis ekonomi menunjukkan fakta yang berlawanan dengan periode sebelumnya. Proporsi angkatan kerja yang terserap di sektor pertanian cendrung meningkat pada tahun 1997 - 1998. Selama dua tahun terakhir jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian mengalami peningkatan dari 7.88 persen menjadi 11.7 persen di wilayah perkotaan, sedangkan di perdesaan proporsi penyerapan
20 tenaga kerja juga meningkat dari 57.94 persen menjadi 62.86 persen. Sementara di sektor lain kecendrungannya mengalami penurunan (Adriani, 2000). Jadi pada periode krisis ekonomi, sektor pertanian adalah sektor yang dapat bertahan, walaupun pada periode sebelumnya sektor pertanian adalah sektor yang cendrung terabaikan oleh para penentu kebijakan. Para penentu kebijakan pemerintah yang umumnya didominasi oleh ekonom makro dan industrialis mengalami kekurangan apresiasi terhadap pentingnya peranan sektor pertanian terutama di wilayah perdesaan.
2.6.
Transformasi Struktur Lapangan Kerja Perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia
ternyata membawa dampak cukup besar terhadap struktur lapangan kerja, dimana tenaga kerja yang ada banyak mengalami pergeseran-pergeseran misalnya dari sektor pertanian ke sektor di luar pertanian akibat semakin bertambahnya lapangan kerja baru yang tercipta. Sebelum krisis ekonomi pertumbuhan tenaga kerja di lapangan usaha pada sektor-sektor di luar pertanian lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan di sektor pertanian (Zulkarnaen, 1995). Perubahan struktur tenaga kerja tersebut juga membawa dampak terhadap cara hidup dan kebutuhan hidup keluarga, yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola konsumsinya. Namun
sejak
krisis
ekonomi
pertengahan
tahun
1997
kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia menjadi berubah sehingga diperlukan strategi dan reformasi kebijakan un tuk mengatasi ketenagakerjaan di Indonesia (Swasono, 1999). Secara nasional, pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan peningkatan sebesar 4.24 persen, sementara sektor-sektor di luar pertanian justru
21 terjadi penurunan. Pada kenyataannya memang dijumpai kasus angkatan kerja yang kehilangan kesempatan kerja di kota dan kembali ke desa. Menurut Warr dalam Nurmanaf dan Susilowati (2000), sekitar 20 persen diantara mereka masuk dan bekerja di sektor pertanian. Fenomena ini menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat akomodatif dalam penyerapan tenaga kerja. Namun dalam menyikapi meningkatnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian perlu berhati-hati, karena apabila kesempatan kerja yang mampu disediakan oleh sektor pertanian ternyata lebih kecil dibanding peningkatan tenaga kerja di sektor tersebut berarti hanya menciptakan penggangguran tidak kentara dan penurunan produktivitas sektor pertanian. Oleh karena itu meningkatnya pangsa tenaga kerja pertanian memerlukan penciptaan kesempatan kerja, agar dapat menekan laju penurunan produktivitas
sektor
pertanian. Secara umum, penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu: (1) proses produksi dan (2) pasar. Untuk proses produksi diperlukan adanya investasi, masukan yang berupa bahan, energi alam dan energi manusia yang dikombinasikan dengan menggunakan teknologi untuk menghasilkan barang dan jasa. Seterusnya diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunkannya dan agar produsennya memperoleh pendapatan. Selain itu, pasar diperlukan untuk menyediakan masukan bagi proses produksi (Suroto, 1992). Menurut Sagir (1996) menyebutkan, agar pergeseran (transformasi) dari sektor pertanian ke sektor non pertanian itu tidak mengakibatkan kemerosotan tingkat produksi, maka langkah yang harus dilaksanakan adalah: (1) program pengembangan
sumberdaya
manusia
di
sektor
pertanian
dengan
sasaran
meningkatkan produktivitas kerja sektor pertanian dengan mengolah hasil pertanian dan (2) memindahkan sumberdaya manusia sektor per tanian ke sektor industri
22 pengolahan, dengan terlebih dahulu menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja terampil dan terlatih untuk memasuki pasar kerja industri olahan.
2.7.
Struktur Lapangan Kerja dan Kualitas Angkatan Kerja Perubahan struktur ekonomi sangatlah menarik untuk dibahas lebih
mendalam, bila dilihat dari sisi struktur lapangan kerja di berbagai sektor produksi, dapat
digambarkan
kemampuan
sektoral
dalam
menyerap
tenaga
kerja.
Perkembangan lapangan kerja ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana peran sektor-sektor produksi dapat menampung pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat dengan cepat dari tahun ke tahun (Widodo, 1997). Pada tahun 1971 sektor pertanian menyediakan lapangan kerja sekitar 26 juta orang atau 67.04 persen terhadap total lapangan kerja, sedangkan sektor industri hanya 6.92 persen. Secara absolut sektor pertanian mampu memperluas lapangan kerja menjadi 35 juta orang pada tahun 1990, namun komposisinya telah mengalami penurunan menjadi 49.25 persen. Sebaliknya sektor industri justru meningkat, baik secara absolut maupun relatif. Penurunan lapangan kerja di sektor pertanian secara relatif dan sebaliknya, peningkatan lapangan kerja di sektor industri memberikan kecendrungan bahwa sektor industri juga mampu menyerap tenaga kerja dan merupakan alternatif bagi perluasan lapangan kerja non pertanian. Namun, perluasan lapangan kerja di sektor industri ini masih lebih banyak disebabkan oleh peran industri kecil dan industri rumah tangga yang mampu menyerap sekitar 70 persen terhadap total industri pengolahan pada dasawarsa 1990-an, sedangkan keadaan lapangan kerja di sektor pertanian yang kurang menarik akan mendorong angkatan kerja yang berpendidikan mencari lapangan kerja di luar sektor pertanian, terutama di perkotaan. Dengan
23 demikian bagi angkatan kerja yang kurang berpendidikan akan beralih ke sektorsektor informal di luar sektor pertanian. Pergeseran struktur ekonomi memang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak ke sektor industri yang memiliki efek multiplier terhadap sektorsektor lainnya. Dengan demikian, sektor industri tidak hanya membuka lapangan kerja bagi sektornya sendiri tetapi juga lapangan kerja di sektor lain. Namun, seberapa jauh perkembangan sektor industri dalam membuka lapangan kerja baru tergantung pada faktor kepadatan karya industri pengolahan.
2.8.
Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian Menurut konsep klasik dari Kuznets (1966) mengatakan bahwa sektor
pertanian mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional negara berkembang. Peran tersebut diwu judkan dalam bentuk sumbangan produk, sumbangan pasar dan sumbangan faktor produksi dan sumbangan devisa. Sumbangan faktor produksi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian merupakan mobilitas sektoral tenaga kerja. Jika industri dapat diindentikkan dengan kota maka yang terjadi adalah mobilitas ruang dari desa ke kota atau urbanisasi. Dalam konsep di atas, hal ini terjadi karena adanya tenaga kerja di sektor pertanian yang melimpah sehingga produktivitas marginal dari tambahan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian mendekati nol. Sementara sektor industri sedang melakukan perluasan usahanya yang memerlukan banyak tambahan tenaga kerja. Peran lain dari sektor pertanian yang juga tidak kalah pentingnya adalah menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah. Peran ini akan lebih menonjol lagi seandainya penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja di sektor industri tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja.
24 Hal ini dapat
terjadi seandainya industri yang dikembangkan hanyalah yang
berorientasi pada jenis teknologi padat modal atau terjadi stagnasi dalam sektor tersebut. Dalam uraian sebelumnya analisis struktur ekonomi dalam proses pembangunan kebanyakan didasarkan pada pola perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Perbedaan antara keadaan negara-negara berkembang pada masa kini dengan keadaan negara maju pada waktu mereka baru mulai mangalami pembangunan, bersumber dari masalah penduduk yang dihadapi. Adanya sifat perkembangan penduduk dan masalah pengangguran di negara berkembang, mendorong ahli ekonomi untuk membuat teori mengenai corak pembangunan dan perubahan struktur ekonomi dalam suatu masyarakat, dimana : (1) penduduknya sebagian besar masih menjalankan kegiatan sektor pertanian yang tradisional, dan (2) sektor tersebut mempunyai kelebihan jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi. Hal seperti ini dipelopori
oleh
Lewis
dan
kemudian
diperdalam oleh Fei dan Ranis
(Suryana, 1989). Menurut teori proses transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke non industri yang dikembangkan oleh Fei – Ranis seperti yang ditulis Suryana (1989) adalah bahwa transfer tenaga kerja dibaginya menjadi tiga tahapan berdasarkan pada produktivitas fisik marginal (MPP) dan upah yang dianggap konstan dan ditetapkan eksogenus. Tahap pertama, karena tenaga kerja melimpah produktivitas fisik marginal (MPP) tenaga kerja sama dengan atau mendekati nol sehingga surplus tenaga kerja yang ditransfer dari sektor pertanian ke sektor industri mempunyai kurva penawaran yang elastis sempurna. Pada tahap ini walaupun ada transfer tenaga kerja, total produksi di sektor pertanian tidak menurun, produktivitas tenaga
25 kerja meningkat, dan sektor industri dapat tumbuh karena didukung oleh adanya tambahan tenaga kerja yang disediakan sektor pertanian. Dengan demikian, transfer tenaga kerja menguntungkan kedua sektor ekonomi seperti terlihat pada Gambar 1, dimana produktivitas fisik marginal tenaga kerja sama dengan nol digambarkan pada ruas OB, tingkat upah sepanjang garis W (Gambar 1b), penawaran tenaga kerja yang elastis sempurna sepanjang So Si (Gambar 1a). Tahap kedua, pengangguran satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan produksi karena MPP tenaga kerja sudah positif (ruas BC) namun besarnya MPP masih lebih kecil dari tingkat upah W. Transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri pada tahap ini mempunyai biaya imbangan positif, sehingga kurva penawaran tenaga kerja di sektor industri mempunyai elastis positif sejak titik Si. Transfer akan tetap terjadi, produsen di sektor pertanian akan dengan senang hati melepaskan tenaga kerjanya walaupun mengakibatkan produksi menurun karena penurunan tersebut lebih rendah dari besarnya upah yang tidak jadi dibayarkan. Di pihak lain, karena surplus produksi yang ditawarkan ke sektor industri menurun sementara permintaannya meningkat (karena ada tambahan tenaga kerja yang masuk), harga relatif komoditas pertanian akan meningkat. Tahap ketiga adalah komersialisasi di kedua sektor ekonomi. Pada tahap ini produktivitas fisik marginal tenaga kerja sudah lebih tinggi dari upah. Produsen pertanian akan mempertahankan tenaga kerjanya sehingga masing-masing sektor akan harus berusaha secara efisien. Transfer masih akan terus terjadi jika inovasi teknologi di sektor pertanian dapat meningkatkan produktivitas fisik marginal tenaga kerja. Sementara itu, permintaan tenaga kerja meningkat terus dari sektor industri dengan asumsi keuntungan (pembentukan modal) di sektor ini diinvestasikan kembali untuk memperluas usaha, mekanisme ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
26 Gambar 1.
Model Fei - Ranis Tentang Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri
Produk Marginal
Sii
So
Si
Fi
Fiii
Fii
Produk fisik marginal
0
Tenaga kerja
Gambar 1.a.
Sektor Industri
Dalam model Fei - Ranis ini kecepatan transfer tenaga kerja dari sektor pertanian dan sektor industri bergantung pada : (1) tingkat pertumbuhan penduduk, (2) perkembangan teknologi di sektor pertanian, dan (3) tingkat pertumbuhan stok modal di sektor industri yang ditentukan oleh keuntungan yang dicapai industri dan surplus yang terjadi di sektor pertanian. Produk Rata-rata Produk fisik marginal (MPP)
W
Upah (konstan)
0
I
Gambar 1.b.
B
II
C
Sektor Pertanian
III
Tenaga Kerja
27 Dengan demikian keseimbangan pertumbuhan di kedua sektor tersebut menjadi prasyarat untuk menghindari stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Ini berarti sektor tersebut harus tumbuh seimbang dan transfer serta penyerapan tenaga kerja di sektor industri harus lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja. Mobilitas tenaga kerja di Indonesia saat ini tidak dapat diidentifikasikan hanya dengan salah satu tahapan model Fei - Ranis seperti yang telah diuraikan di atas. Dapat saja mobilitas tenaga kerja di suatu daerah dicirikan oleh tahap satu, tetapi di daerah lainnya sudah berada pada tahap tiga. Keadaan ini disebabkan besarnya keragaman tahapan perkembangan pembangunan pertanian di Indonesia yang bergantung pada kualitas sumberdaya, identitas campur tangan manusia dan inovasi teknologi. Namun demikian, asumsi bahwa produktiv itas fisik marginal tenaga kerja sama dengan nol yang mencirikan tahap pertama model Fei - Ranis tidak didukung oleh hasil-hasil penelitian sebelumnya (Suhartini, 2001). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian masih tetap berlangsung. Transfer tersebut tidak berada pada tahap pertama dalam model Fei - Ranis, karena bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dengan anggapan teknologi yang diterapkan saat ini relatip tetap, produktivitas fisik marginal tenaga kerja masih positip dan penawaran tenaga kerja pertanian di sektor industri tidak elastis sempurna. Bagi yang terjun di sektor pertanian, transfer yang terjadi didorong oleh adanya harapan upah (pendapatan) di sektor industri yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Keadaan ini cocok diterangkan pada tahapan kedua atau ketiga dari model Fei - Ranis. Sedangkan menurut Sutrisno (1985), dalam penelitiannya menyatakan faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio
28 upah/pendapatan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertanian, juga dipengaruhi oleh faktor pemilikan tanah dan status sosialnya dimasyarakat.
2.9.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian Pertumbuhan angkatan kerja semakin besar salah satunya diakibatkan oleh
bertambahnya jumlah penduduk yang tentunya akan dapat berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan kerja baru. Bila dilihat lebih dalam, kesempatan kerja yang baru sudah barang tentu tidak hanya diperuntukkan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga diperlukan oleh angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan. Sektor pertanian juga mengalami hal serupa, yaitu walaupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja di sektor ini, hal ini juga dapat sebagai pendorong kenapa pekerja di sektor pertanian pindah ke sektor non pertanian. Menurut Sawit (1986) faktor yang mendorong dan mengatur permintaan tenaga kerja juga diakibatkan oleh adanya jadwal tanam yang mengatur pergiliran waktu tanam sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja di daerah tersebut. Lebih jauh dikatakannya bahwa permintaan tenaga kerja ditentukan juga oleh musim tanam utama di suatu daerah. Paling tidak ada dua hal yang dapat mempengaruhinya yaitu : (1) masa kekurangan pekerjaan di desa yaitu pada masa d imana sektor pertanian sepi sehingga yang dominan adalah non pertanian dan (2) masa sibuk di bidang pertan ian permintaan tenaga kerja semakin tinggi dengan upah yang
diharapkan semakin tinggi pula. Disisi lain
Yusdja (1985) mengatakan, bahwa kesempatan kerja di sektor pertanian juga dipengaruhi oleh luas tanah pertanian, produktivitas, intensifikasi tanaman dan teknologi yang diterapkan. Di sektor non pertanian dipengaruhi oleh volume
29 produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi. Kesempatan kerja yang umumnya ditentukan oleh luas lahan adalah usaha peternakan dan perikanan. Kesempatan kerja pada sektor ini lebih banyak ditentukan oleh jumlah ternak dan luasnya daerah penangkapan ikan. Sedangkan Rahardjo (1986) menyatakan, bahwa penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas dan pola tanam, karena itu peningkatan kesempatan kerja di sektor pertanian perlu ditunjang oleh peningkatan produksi dengan perbaikan penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung peningkatan produksi. Dengan demikian, dapat dikatakan sektor pertanian memiliki daya serap yang cukup tinggi terhadap tenaga kerja yang ada, sehingga sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja maka sektor pertanian inipun akhirnya menjadi penyedia tenaga kerja juga bagi sektor industri dan jasa. Ini berarti akan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dalam hal tenaga kerja.
2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian Sagir (1996) menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan sektor dengan daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja yang ada, jelaslah bahwa untuk memasuki era industri -globalisasi maka langkah pertama yang harus digarap adalah program pembangunan sumberdaya manusia di sektor pertanian. Sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, maka sektor pertanian merupakan sumber tenaga kerja bagi sektor non pertanian, tanpa harus menghadapi kemerosotan tingkat produksi, dengan prasyarat terlebih dahulu harus terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian memungkinkan adanya pergeseran ke sektor non pertanian tanpa kekawatiran kemerosotan produksi.
30 Sumbangan faktor produksi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian merupakan mobilitas tenaga kerja. Jika industri dapat diidentikan dengan kota maka yang terjadi adalah mobiltas ruang. Hal ini terjadi karena adanya tenaga kerja di sektor pertanian yang melimpah sehingga produktivitas marginal dari tambahan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian mendekati nol. Sementara sektor industri sedang melakukan perluasan usahanya yang memerlukan banyak tambahan tenaga kerja. Peran lain sektor pertanian yang tak kalah pentingnya adalah menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah. Peran ini akan lebih menonjol lagi seandainya penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja di sektor industri tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini dapat terjadi seandainya industri yang dikembangkan hanyalah yang berorientasi pada jenis teknologi pada modal atau terjadi stagnasi dalam sektor tersebut. Dalam pembangunan ekonomi ciri lain yang paling menonjol adalah makin meningkatnya peranan sektor non pertanian, disisi lain peranan sektor pertanian semakin menurun sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi sejalan dengan perkembangan industri. Dengan demikian terjadilah transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Menurut Tambunan (1996), pertumbuhan ekonomi suatu negara ditandai oleh terjadinya perubahan struktur ekkonomi, adanya peningkatan produktivitas dan partisipasi tenaga kerja. Untuk menaikkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian dapat dipercepat dengan cara memberikan kesempatan kerja bagi sektor pertanian dengan memberikan kesempatan saling menunjang antar sektor. Kemudian perkembangan ekonomi di suatu pedesaan telah ikut andil dalam merubah struktur ketenagakerjaan di pedesaan, berkembangnya kegiatan non pertanian telah
31 mengakibatkan peralihan tenaga buruh pertanian ke non pertanian yang sudah barang tentu akan menimbulkan masalah dalam penyediaan tenaga kerja usahatani. Disamping disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan terjadinya transformasi tenaga kerja (Rahmat, 1992). Untuk melihat lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian menurut hasil penelitian Kagami (2000) di propinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa sektor pertanian masih mendominasi dalam struktur ketenagakerjaan Sumatera Selatan, namun dari tahun ke tahun pangsa relatifnya menunjukkan penurunan. Namun penurunannya ini sangat lambat, sampai tahun 1997 pangsa sektor pertanian masih menyerap lebih dari 50 persen kesempatan kerja total. Dengan kenyataan ini dapat dikatakan bahwa selama ini transformasi ketenagakerjaan yang terjadi berlangsung sangat lamban. Lebih lanjut
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor non
pertanian di Sumatera Selatan yaitu kesempatan kerja sektor pertanian, kesempatan kerja sektor industri, dan kesempatan kerja sektor jasa. Hasil dugaan parameternya menunjukkan bahwa variasi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sekitar 80.22 persen mampu dijelaskan oleh peubah kesempatan kerja di sektor pertanian, kesempatan kerja sektor industri dan kesempatan kerja di sektor jasa, dan sisanya sebesar 19.78 persen dijelaskan oleh peubah lainnya. Menurut Sigit (1989), faktor penyebab terjadinya terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu : (1) faktor pendorong dan (2) faktor penarik. Faktor pendorong yang berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari sektor non pertanian. Secara umum penyebab transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya
32 perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang makin meningkat, perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan dikalangan pencari kerja dan masyarakat umumnya, adanya peluang untuk berkerja di luar sektor pertanian, sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif lebih tinggi di sektor non pertanian. Sementara itu Rahmat (1992), menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian cendrung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau membaikknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi. Faktor-faktor lainnya yang disampaikan oleh Yennetri (1998) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian di Sumatera Barat adalah keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha. Sedanngkan penelitian Sumaryanto (1990) tentang penawaran tenaga kerja pertanian dan perubahannya di beberapa desa di Jawa Barat dengan menggunakan ekonometrik dan analisis regresi tunggal menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja adalah tingkat upah, luas sawah garapan, hubungan kerja (kelembagaan) dan kondisi agro ekosistem.
2.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sumberdaya Manusia Kesempatan kerja dan pengangguran, pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara, baik negara yang sedang berkembang maupun negara industri maju. Walaupun intensitas masalah tersebut mungkin sekali berbeda
33 antar negara tersebut karena adanya perbedaan pada faktor yang mempengaruhinya seperti laju pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang dipergunakannya serta kebijakan pemerintah itu sendiri. Demikian halnya dengan pendidikan tenaga kerja atau sumberdaya manusia (SDM). Baik di negara berkembang maupun maju, pendidikan atau keahlian merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan besarnya kesempatan kerja bagi individu. Dimana kita tahu bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia umumnya masih sangat rend ah. Hal ini didukung oleh hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1996 yang memperkirakan bahwa 50 persen dari jumlah orang yang bekerja di sektor formal dan 67 persen di sektor non formal terdiri dari tenaga kerja yang tidak tamat sekolah dasar dan masih berusia muda. Keadaan pendidikan dari angkatan kerja Indonesia yang rendah inilah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia khususnya di sektor formal. Menurut Tambunan (1996), saat ini kehidupan manusia yang sudah jauh lebih modern daripada 20 atau 30 tahun yang lalu, pendidikan tidak lagi hanya sebagai salah satu kebutuhan pokok untuk melakukan proses produksi ekonomi, tetapi sudah merupakan salah satu basic human need bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan utama lainnya. Pendidikan, sekarang juga harus dilihat sebagai suatu kegiatan atau sektor ekonomi yang memiliki kebutuhan akan input (termasuk modal), proses produksi dan menghasilkan suatu nilai tambah seperti halnya sektor ekonomi lainnya. Dalam suatu ekonomi, salah satu cara untuk mendapatkan suatu tingkat pertumbuhan output yang tinggi melalui pemakaian faktor produksi atau sumberdaya alam, termasuk sumberdaya manusia adalah dengan melakukan
34 keterkaitan produksi sepenuhnya antar sektor ekonomi yang ada sehingga mencapai suatu tingkat yang optimal. Dalam hal kontribusi pendidikan sebagai salah satu sektor ekonomi, diperlukan integrasi sepenuhnya antara sektor pendidikan dengan sektor lain nya agar mencapai suatu nilai tambah ekonomi yang tinggi dengan tingkat pengangguran yang rendah atau mencapai full employment. Integrasi seperti yang dimaksud itu tidak sepenuhnya terjadi di Indonesia. Masalah ini bisa dilihat pada beberapa hal. Pertama, tingkat pengangguran, baik yang terselubung (setengah) maupun yang terbuka (penuh), masih tinggi. Kedua, banyak tenaga kerja dengan ketrampilan atau pendidikan tertentu tidak mendapat pekerjaan atau melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Jadi, ada over supply tenaga kerja dengan pendidikan tertentu dan over demand tenaga kerja dengan pendidikan tertentu lainnya yang semua ini disebabkan oleh struktur penawaran dari sektor pendidikan tidak disesuaikan dengan struktur permintaan dari sektor ekonomi. Ini yang sering disebut mismatch di pasar buruh yang sedang terjadi di negara kita. Lebih jauh Tambunan (1996) melihatnya dari sisi permintaan bahwa salah satu penyebab utama rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia adalah tingkat pendapatan atau faktor kemiskinan. Sedangkan Hardono (2003) menyatakan bahwa kendala utama dalam kualitas sumberdaya manusia adalah aspek gizi. Walaupun ada program pemerintah, yakni Inpres Sekolah Dasar, diperkirakan
bahwa sebagian besar rumah tangga miskin di Indonesia
akan menghasilkan angkatan atau tenaga kerja (anak-anak mereka) dengan pendidikan
yang
rendah
juga
dikemudian
hari.
Jadi,
terdapat
semacam
lingkaran setan, dimana generasi miskin sek arang akan menghasilkan generasi miskin berikutnya. Faktor lain dari sisi permintaan adalah
tingkat pendidikan
35 rata-rata dari sebagian besar masyarakat di Indonesia rendah, antara lain kurang motivasi atau kemauan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kesehatan atau kondisi jasmani dan fisik yang tidak mengijinkan, serta kesempatan kerja tidak ada. Penyuluh pertanian sebagai salah satu bentuk pengembangan sumberdaya manusia pertanian untuk mendukung keberhasilan pembangunan pertanian harus ditata kembali berkaitan dengan adanya perubahan context dan content dari pembangunan itu sendiri. Perubahan context pembangunan pertanian meliputi : (1) perubahan pengelolaan pembangunan, (2) kebebasan petani, (3) tuntutan pentingnya pelestarian lingkungan hidup, dan (4) keputusan Indonesia meratifikasi perjajian World Trade Organisation (WTO). Sedangkan perubahan content pembangunan pertanian adalah berkaitan dengan perubahan tujuannya. Sebelum krisis ekonomi pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi terutama pangan sehingga yang dibangun adalah usahatani. Pembangunan pertanian setelah krisis ekonomi
bertujuan
untuk
menigkatkan
pendapatan
melalui
peningkatan
produktivitas dan nilai tambah (Soedijanto, 2004). Lebih jauh dikatakannya bahwa penyuluhan pertanian dalam era perubahan context dan content tersebut mengakibatkan perubahan tujuan penyuluhan pertanian. Dahulu penyuluhan pertanian brtujuan untuk mengubah prilaku petani agar dapat bertani lebih baik (better farming), berusahatani lebih menguntungkan (better business), hidup lebih sejahtera (better living), dan bermasyarakat lebih baik (better community). Sekarang tujuan penyuluhan pertanian adalah mengahasilkan manusia pembelajar, manusia penemu ilmu dan teknologi, manusia pengusaha agribisnis yang unggul, manusia pemimpin dimasyarakatnya, manusia guru dari petani lain, yang bersifat mandiri. Sifat mandiri meliputi kemandirian material, intlektual, dan kemandirian pembinaan.
36 Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga penyuluh pertanian yang memiliki kualitas sumberdaya yang baik sehingga dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan pemerintah dan masyarakat yaitu hidup sejahtera.
37
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Dasar Pemikiran Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tergolong tenaga kerja adalah
penduduk yang berusia 15 - 64 tahun. Disisi lain Tambunan (1996) mengatakan tenaga kerja itu adalah bagian dari penduduk (usia kerja), baik yang bekerja maupun mencari kerja, yang masih mau dan mampu untuk melakukan pekerjaan. Lebih jauh dikatakanny a, terdapat perbedaan pengertian antara angkatan kerja (working age population) dengan tenaga kerja (labour force) walaupun keduanya sering diartikan sama. Angkatan kerja adalah penduduk yang berdasarkan usianya sudah bisa bekerja, sedangkan tenaga kerja adalah penduduk yang sedang bekerja atau aktif mencari kerja. Jadi orang yang sudah masuk usia kerja (10 – 64/ 65 tahun) belum tentu bekerja, mau bekerja atau aktif mencari kerja seperti mahasiswa atau ibu rumah tangga. Oleh karena itu, di suatu negara jumlah angkatan kerja tidak selalu sama
dengan
jumlah
tenaga
kerja.
Menurut
Ananta
(1990),
Indonesia
menggolongkan penduduk yang berusia 10 tahun ke atas sebagai tenaga kerja, dengan alasan bahwa telah banyak penduduk yang berusia 10-14 dan 65 tahun yang bekerja. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk yang telah bekerja itu mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Berarti kesempatan kerja itu bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sigit (1989) dan Rahmat (1992) bahwa transformasi terjadi salah satunya disebabkan oleh adanya kesempatan kerja yang terbatas pada sektor pertanian, dan semakin terbukanya kesempatan kerja di
38 sektor non pertanian, serta semakin membaiknya aksessibilitas antara pedesaan dan perkotaan dan pengaruh status sosial masyarakat setempat. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian juga merupakan hal yang dapat menentukan kenapa terjadinya transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Dengan kata lain terjadinya transformasi tenaga kerja di sektor ini dapat dikelompokkan menjadi dua hal yaitu disebabkan karena adanya: (1) faktor pendorong, dan (2) faktor penarik. Faktor pendorong dari sektor pertanian seperti tingkat upah yang lebih baik, status sosial masyarakat, dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor penarik yang umumnya dari sektor industri dan jasa seperti upah yang lebih tinggi, tingkat pendidikan yang lebih baik, prestise dimasyarakat dilihatnya lebih baik. Sesuai dengan uraian pada bab sebelumnya bahwa hasil pembangunan di sektor pertanian adalah merupakan penggabungan dari sektor industri dan jasa, maka sudah barang tentu kedua sektor ini akan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap terjadinya transformasi tenaga kerja maupun kualitas sumberdaya manusia, bila di kedua sektor tersebut ada suatu investasi yang baik yang dapat menciptakan lapangan kerja dengan spesifikasi kualitas yang relatif lebih baik juga. Berdasarkan uraian di atas, proses transformasi tenaga kerja Indonesia dan kualitas sumberdaya manusia dari sektor pertanian ke sektor non pertanian bukan karena hanya terbatasnya lapangan kerja di sektor pertanian melainkan diakibatkan adanya indikasi bahwa dengan bekerja di luar sektor pertanian (industri, jasa) akan memberikan dampak penghasilan yang lebih baik, gengsi yang lebih tinggi di masyarakat dan lain lain. Secara empiris kondisi ini sudah berkembang di masyarakat sehingga generasi yang telah mengenyam pendidikan terutama bidang pertanian seharusnya dapat berkeja dengan disiplin ilmu yang dimilikinya kembali
39 ke kampung halamannya untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmunya, ternyata mereka sangat sulit untuk melakukan hal tersebut. Dengan semakin berkembangnya pembangunan di negara kita maka persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dan sebaliknya sektor industri dan jasa mengalami peningkatan. Ini merupakan salah satu ciri suatu negara yang mengarah ke industri disamping adanya sumbangan terhadap produk domestik bruto sektor pertanian mengalami penurunan (Widodo,1997).
3.2.
Permintaan Tenaga Kerja Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa permintaan tenaga kerja berbeda
dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu akan memberikan kegunaan baginya. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja sangat tergantung dari pertambahan permintaan pengusaha akan barang yang akan diproduksinya. Menurut teori permintaan tenaga kerja, seorang pengusaha sebelum menambah tenaga kerjanya secara permanen tentu akan melakukan berbagai langkah terlebih dahulu seperti dengan menambah jam kerja dari tenaga kerja yang ada, menaikkan upah dan sebagainya. Setelah itu dilakukan, ternyata tetap tidak dapat memenuhi capaian target perusahaan, pengusaha baru akan melakukan langkahlangkah lainnya dengan menambah tenaga kerja. Dengan kondisi seperti itupun pengusaha masih tetap mempertimbangkan yang lainnya bila ingin menambah tenaga kerja, seperti : (1) bagaimana tambahan hasil marginal yaitu output yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja, (2) bagaimana penerimaan marginal
40 yaitu jumlah uang yang diterima pengusaha dengan tambahan hasil marginal dikalikan dengan outputnya, dan (3) bagaimana biaya marginal yaitu jumlah yang dikeluarkan pengusaha dengan manambah tenaga kerja. Jika tambahan marginal akibat penambahan tenaga kerja ini lebih besar atau menambah keuntungan perusahaan maka hal ini lebih baik untuk dilakukannya. Berdasarkan teori permintaan di atas, maka yang dibahas adalah teori pemintaan tenaga kerja secara umum maksudnya setiap jenis kegiatan dalam perekonomian yang membutuhkan tenaga kerja akan mempunyai prilaku yang tidak jauh berbeda. Teori permintaan tenaga kerja diatas adalah teori permintaan tenaga kerja oleh suatu perusah aan. Oleh karena dalam tulisan ini permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja agregat (pertanian, industri dan jasa), maka dapat dikatakan bahwa permintaan tenaga kerja agregat itu merupakan penjumlahan dari permintaan tenaga kerja perusahaan, yang selan jutnya diasumsikan prilaku permintaan tenaga kerja agregat adalah sama dengan prilaku permintaan tenaga kerja perusahaan. Dalam penelitian ini permintaan tenaga kerja itu dilihat dari tiga sektor yaitu pertanian, industri dan jasa.
3.3.
Transformasi Struktura l Transformasi struktural merupakan proses yang terjadi dari sistem ekonomi
tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam eko nomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, perubahan produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Sulisyaningsih, 1997). Sedangkan Fisher
41 (1975) menekankan transformasi struktural dari segi adanya pergeseran tenaga kerja dan investasi yang bersifat permanen dari sektor pertanian ke sektor industri yang akhirnya ke sektor jasa. Menurut Widodo (1997), transformasi struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor pertanian terhadap produk domestik bruto, hal ini juga menunjukkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai tambah bruto sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Dengan makin tingginya pendapatan suatu negara, maka pangsa sektor pertanian semakin kecil ini disebabkan karena meningkatnya suatu pendapatan akan berdampak terhadap meningkatnya daya beli masyarakat terhadap barang-barang industri dan jasa. Sedangkan menurut Sukirno (1982), penurunan pangsa relatif sektor pertanian disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) semakin lambatnya permintaan barang-barang pertanian dibandingkan dengan sektor non pertanian dan (2) adanya kemajuan teknologi produksi di sektor pertanian yang begitu cepat. Di Indonesia peranan sektor pertanian selama proses pertumbuhannya hanya menjadi pasar bagi produk-produk industri penghasil devisa dari ekspor. Peranannya adalah sebagai penyedia bahan baku, modal dan tenaga kerja bagi suatu industri. Hal ini disebabkan kurang keterkaitan pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor industri. Kurangnya keterkaitan ini, baik dari segi produksi maupun penyerapan tenaga kerja namun hal ini dapat mempengaruhi proses transformasi struktural itu sendiri.
3.4.
Kualitas Sumberdaya Manusia Sektor Pertanian di Indonesia Faktor pendidikan bagi penduduk suatu negara biasanya berkaitan dengan
masalah kualitas sumberdaya manusia, baik sebagai manusia individu maupun
42 sebagai kelompok sosial. Menyimak pengalaman pembangunan bangsa di negaranegara maju, faktor pendidikan merupakan variabel sangat penting dalam rangka memacu kemandirian bangsa dan manggapai kemajuan. Menurut Widodo (1997), pendidikan merupakan variabel masukan (input) yang memiliki determinasi kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk (sosial). Masukan dari kualitas akan menghasilkan output yang berupa produktivitas, kreativitas, etos kerja dan kemandirian baik di sektor ekonomi maupun di sektor non ekonomi. Secara umum peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat dicapai melalui pendidikan maupun berdasarkan pengalaman. Akan tetapi peningkatan sumberdaya manusia melalui pengalaman membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan melalui pendidikan, sehin gga salah satu indikator yang lebih representatif untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia adalah melalui tingkat pendidikan yang pernah dicapai (Tambunan, 1996). Berpedoman pada indikator tersebut, maka dapat dilihat perkembangan kualitas sumberdaya pen duduk Indonesia selama periode 1961 – 2001 pada Tabel 2. Tabel 2.
Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1961 – 2001 (%)
Tingkat Pendidikan
1961
Tidak Sekolah
68.1
Tidak Tamat SD
16.7
Tamat SD
11.8
Pendidikan Menengah (pertama dan atas) Pendidikan lanjutan (akademi dan universitas)
3.1
Total
100
0.3
1971
1980
1990
2001
45.2 (-3.1) 25.1 (4.6) 21.6 (7.6) 7.7 (13.5) 0.4 (3.0)
31.9 (-2.9) 33.0 (3.2) 22.1 (0.2) 12.4 (6.1) 0.6 (5.0)
18.9 (-3.7) 24.6 (-2.3) 30.1 (3.3) 24.8 (9.1) 1.6 (15.2)
8.0 (-4.8) 15.0 (-3.3) 34.9 (1.3) 38.2 (4.5) 3.9 (12.0)
100
100
100
100
Sumber : Hill, 1996 (1961-1990) dan BPS, 2001 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan tingkat pertumbuhan (%/th) pada masing-masing per iode yaitu 1961-1971; 1971-1980; 1980-1990; 1990-2001
43 Berdasarkan Tabel 2 maka dapat dijelaskan bahwa pada periode 1961 – 1980 kondisi kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih sangat rendah, hal itu terbukti lebih dari 50 persen penduduk Indonesia dengan rata-rata tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar ke bawah, dan bahkan selama periode tersebut sekitar 31.9 – 68.1 persen tidak pernah sekolah. Penduduk yang berpendidikan setingkat sekolah dasar baru 11.8 – 22.1 persen, dan yang berpendidikan menengah sekitar 3.1 – 12.4 persen, dan bahkan yang berpendidikan lanjutan ke atas baru 0.3 – 0.6 persen. Mulai tahun 1990, kualitas sumberdaya manusia Indonesia didominasi oleh kualitas setara sekolah dasar, dimana pada tahun tersebut proporsi penduduk Indonesia yang berpendidikan sekolah dasar sekitar 30.1 persen dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 34.9 persen. Peningkatan jumlah penduduk yang berpendidikan setingkat menengah dan lanjutan juga mulai mengalami peningkatan yang cukup berarti. Bahkan pada tahun 2001, komposisi penduduk yang berpendidikan setingkat pendidikan menengah sudah mulai mendominasi yaitu sebesar 38.2 persen dengan peningkatan sekitar 4.5 persen per tahun selama periode 1990 – 2001. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan sumberdaya manusia di Indonesia, terbukti adanya peningkatan komposisi jumlah penduduk yang berpendidikan sekolah dasar, setingkat pendidikan menengah dan seterusnya. Namun masalah yang timbul adalah apakah penduduk atau sumberdaya manusia yang telah mengalami perbaikan di tingkat pendidikan akan otomatis bisa terserap oleh sektor yang mereka harapkan, atau sektor industri dan jasa. Lebih jauh distribusi tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 maka dapat dijelaskan bahwa selama periode 1976 – 2001 sumberdaya manusia Indonesia baik yang bekerja di sektor pertanian maupun
44 sektor non pertanian didominasi oleh sumberdaya manusia dengan kualifikasi pendidikan tamat sekolah dasar ke bawah. Untuk sektor pertanian, selama periode 1976 - 1986, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada tenaga kerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi
yang
bekerja
pada
sektor
ini
karena
jumlahnya relatif sangat kecil sekali, akan tetapi pada tahun 2001 sudah mulai meningkat dan menjadi sebesar 0.17 persen. Tabel 3.
Distribusi Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1976, 1986 dan 2001 (%) Sektor Pertanian
Tingkat Pendidikan Tdk.pernah sekolah Tdk.Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat P T
1976 34.7 37.9 25.3 1.7 0.4 -
1986 24.2 36.3 34.0 4.3 1.2 -
Sektor non Pertanian 2001 11.83 23.92 45.61 13.10 5.37 0.17
Total (persen) 100 100 100 Angkatankerja(.000) 29 695 37 645 39 744 Sumber : Suryana, 1989; BPS 2001 Keterangan : tanda - menunjukkan persentasenya sangat keci
1976
1986
2001
22.0 30.1 28.5 9.1 8.9 1.4
12.5 23.4 33.1 12.3 15.9 2.8
7.56 16.91 38.09 16.96 17.80 2.68
100 18 620
100 30 694
100 90 807
Sementara itu, selama periode 1976 - 2001 jumlah tenaga kerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi yang bekerja di sektor non pertanian berkisar 1.4 – 2.7 persen terutama terserap pada sektor tersier (jasa keuangan dan perdagangan). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada aspek pendidikan telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia, namun perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut belum mampu diimbangi adanya peningkatan daya serap atau penciptaan lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas dan kualifikasi pendidikan sehingga akhirnya dapat dapat bersaing menghadapi era globalisasi (Bali Post, 2005).
Hal
ini
sangat
menarik bila dikaitkan dengan masih banyaknya
sumberdaya manusia yang berkualifikasi sarjana menganggur. Sebenarnya,
45 lambannya pembangunan ekonomi bukan merupakan penyebab utama tetapi karena kualitas sumberdaya manusia bila dilihat dari sisi tingkat pendidikan terbukti masih rendah.
46
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1.
Kerangka Model Model merupakan suatu penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu
sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari suatu model aljabar, yaitu suatu unsur yang sifatnya stochastic
yang
mencakup satu atau lebih variabel pengganggu
(Intriligator, 1978). Unsur stokastik ini memperhitungkan unsur-unsur yang sifatnya random, yang merupakan kekhususan dari model ekonometrika. Selanjutnya dalam hubungan teori atau model ekonomi matematika yang umumnya adalah menggunakan hubungan yang bersifat eksak atau deterministic, kerandoman ini biasanya diabaikan. Disamping itu, menurut Koutsoyiannis (1977) suatu model dikatakan baik apabila memenuhi berberapa kriteria diantaranya ekonomi, statistik dan ekonometrika. Sedangkan menurut Eriyatno (1989) dalam Kagami (2000), model adalah merupakan suatu abstraksi realitas, maka wujudnya kurang komplek dibandingkan dengan realitas itu sendiri, dimana model dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek penting dan realitas yang dikaji. Berpijak pada kerangka pemikiran yang tertuang di atas, maka dapatlah dirumuskan suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan-permasalahan dan tujuan dari penelitian ini. Kemudian untuk menjelaskan lebih lanjut tentang model persamaan simultan dari model ekonomi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia dapat dilihat interdependesi antar variabel seperti pada Gambar 2.
47
Gambar 2. Diagram Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia
48 4.2.
Perumusan Model Model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja d i Indonesia yang
dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari persamaan-persamaan : (1) kesempatan kerja, (2) produk domestik bruto sektor pertanian, (3) transformasi tenaga kerja, dan (4) kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Model memiliki 24 persamaan (14 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas) yang terdiri dari 12 persamaan kesempatan
kerja
sektor pertanian (5 persamaan struktural dan 7 persamaan
indentitas), 9 persamaan kesempatan kerja sektor non pertanian (6 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas), 1 persamaan struktural produk domestik bruto, 1 persamaan struktural transformasi tenaga kerja, dan satu persamaan struktural kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Lebih jelas rumusan model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2.1. Kesempatan Kerja Kesempatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) kesempatan kerja sektor pertanian yang merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja masing-masing sub sektor pertanian meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, sub sektor peternakan, sub sektor perkebunan, sub sektor perikanan dan sub sektor kehutanan, (2) kesempatan kerja sektor non pertanian yang merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja sektor industri, dan (3) sektor jasa. Berikut diuraikan masing-masing kesempatan kerja dimaksud.
4.2.1.1.
Kesempatan Kerja Total KKT
dimana :
= KKTan + KKInds + KKJs ……………………………(.1)
49
4.2.1.2.
KKT
=
Kesempatan kerja total (ribu orang)
KKTan
=
Kesempatan kerja sektor pertanian (ribu orang)
KKInds
=
Kesempatan kerja sektor industri (ribu orang)
KKJs
=
Kesempatan kerja sektor jasa (ribu orang)
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian KKTan
= KKTph + KKBun + KKNak + KKKan + KKHut ……..(2)
KKTph
= Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (ribu orang)
KKHut
= Kesempatan kerja sub sektor kehutanan (ribu orang)
KKBun
= Kesempatan kerja sub sektor perkebunan (ribu orang)
KKNak
=
KKKan
= Kesempatan kerja sub sektor perikanan (ribu orang)
KKHut
= Kesempatan kerja sub sektor kehutanan (ribu orang)
dimana :
4.2.1.3.
Kesempatan kerja sub sektor peternakan (ribu orang)
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura KKSTph = KKBun + KKNak + KKKan + KKHut ……………..…(3)
dimana : KKSTph =
4.2.1.4.
Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (ribu orang)
Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultu ra KKTph
=
a0 + a1 UTph + a2 DPDBTph + a3 ITph + a4 KKSTph + a 5 KKNTan1 + a6 KKTph(t-1) + u 1 ………………... …..(4)
dimana : UTph
= Tingkat upah sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (Rp/bulan)
DPDBTph = Perubahan produk domestik bruto sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (milyar Rp) ITph
= Investasi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (milyar Rp)
50 KKNTan1 = Kesempatan kerja sektor non pertanian pada tahun sebelumnya (ribu orang) KKTph(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: a 1, a2, a4, < 0, a2, a3, a6 > 0, dan 0 < a6 < 1 4.2.1.5.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perkebunan KKSBun = KKTph + KKNak + KKKan + KKHut ………………(5)
dimana : KKSBun =
4.2.1.6.
Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor perkebunan (ribu orang)
Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan KKBun
= b 0 + b 1 DUBun + b 2 DPDBBun + b3 IBun + b4 LABun + b 5 KKSBun1 + b6 KKInds + b 7 KKBun(t-1) + u 2 ……….(6)
dimana : DUBun
= Perubahan tingkat upah sub sektor perkebunan (Rp/bulan)
DPDBBun = Perubahan produk domestik bruto sub sektor perkebunan (milyar Rp) IBun
= Investasi sub sektor perkebunan (milyar Rp)
LABun
= Luas areal sub sektor perkebunan (juta Ha)
KKSBun1 =
Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang)
KKBun (t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: b 1, b 5, b 6 < 0, b 2, b 3, b 4 > 0, dan 0 < b 7 < 1 4.2.1.7.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Peternakan KKSNak = KKTph + KKBun + KKKan + KKHut …………..……(7)
dimana :
51 KKSNak = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan (ribu orang) 4.2.1.8.
Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan KKNak
= c 0 + c 1 UNak + c2 PNak + c 3 INak1 + c 4 KKSNak + c 5 KKNTan + c6 KKNak(t-1) + u3 …………...………….(8)
dimana : UNak
= Tingkat upah sub sektor peternakan(milyar Rp)
PNak
= Populasi ternak besar sub sektor peternakan (ekor)
INak1
=
Investasi sub sektor peternakan pada tahun sebelumnya (milyar Rp)
KKNak (t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: c 1, c 4, c5 < 0, c 2, c3 > 0, dan 0 < c 6 < 1 4.2.1.9.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perikanan KKSKan = KKTph + KKBun + KKNak + KKHut ……..…………(9)
dimana : KKSKan = Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor Perikanan (ribu orang) 4.2.1.10. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan KKKan
= d 0 + d 1 UKan + d2 DPDBKan + d3 IKan + d 4 KKSKan1 + d 5 KKNTan + d 6 KKKan(t-1) + u4 …..……………….(10)
dimana : UKan
= Tingkat upah sub sektor perikanan (Rp/bulan)
DPDBKan = Perubahan produk domestik bruto sub sektor perikanan (milyar Rp) IKan
= Investasi sub sektor perikanan (milyar Rp)
KKSKan1 = Kesempatan kerja sub sektor perikanan pada tahun sebelumnya (ribu orang)
52 KKNTan = Kesempatan kerja sektor non pertanian (ribu orang) KKKan (t-1) = Kesempatan kerja sub sektor perikanan pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: d 1, d 4, d 5 < 0, d 2, d3 > 0, dan 0 < d 6 < 1 4.2.1.11. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Kehutanan KKSHut
= KKTph + KKBun + KKNak + KKKan ………..….…(11)
KKSHut
=
dimana : Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor kehutanan (ribu orang)
4.2.1.12. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan KKHut
= e0 + e1 UHut + e2 DPDBHut + e3 IHut + e4 KKSHut + e 5 KKNTan1 + e6KKHut(t-1) + u5 ……...………………(12)
dimana : UHut
= Tingkat upah sub sektor kehutanan (Rp/bulan)
DPDBHut = Perubahan produk domestik bruto sub sektor kehutanan (milyar Rp) IHut
= Investasi sub sektor kehutanan (milyar Rp)
KKHut(t-1) = Kesempatan kerja sub sektor kehutanan pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: e 1, e4, e 5, < 0, e 2, e3 > 0, dan 0< e6 <1 4.2.1.13. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian KKNTan =
KKInds + KKJs ………………..……………………..(13)
dimana : KKNTan = Kesempatan kerja sektor non pertanian (ribu orang)
53 4.2.1.14. Kesempatan Kerja Sektor Industri Kesempatan kerja sektor industri adalah merupakan penjumlahan dari sub sektor agroindustri dan sub sektor non agroindustri, dimana sub sektor agroindustri meliputi: sub sub sektor industri makanan dan minuman, sub-sub sektor industri pemintalan, sub sub sektor industri tekstil, kulit dan alas kaki, sub-sub sektor industri kayu dan sub sub sektor industri pulp dan kertas. Model kesempatan kerja sektor industri dari masing-masing sektor adalah sebagai berikut. KKInds
= KKAgr + KKNAgr …………………………...……(14)
KKAgr
= Kesempatan kerja sub sektor agroindustri (ribu orang)
dimana :
KKNAgr =
Kesempatan kerja sub sektor non agroindustri (ribu orang)
4.2.1.15. Kesempatan Kerja Sub Sektor Agroindustri KKAgr
= KKimm + KKiptk + KKik + KKipk … ………...……(15)
KKimm
= Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (ribu orang)
KKiptk
= Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki (ribu orang)
KKik
= Kesempatan kerja orang)
KKipk
= Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas (ribu orang)
dimana :
sub-sub sektor industri kayu (ribu
4.2.1.16. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau KKimm
=
fo + f1 Uimm + f2 PDBimm + f3 Iimm + f4 KKHut + f5 KKJs + f6 KKimm(t-1) + u6 ………...……………… (16)
dimana : Uimm
= Upah sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (Rp/bulan)
54 PDBimm = Produk domestik bruto sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (milyar Rp) Iimm
= Investasi sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (milyar Rp)
KKimm(t-1) = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: f1, f4, f 5 < 0 , f2, f3 > 0, dan 0 < f6 < 1 4.2.1.17. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki KKiptk
=
go + g1 DUiptk + g2 PDBiptk + g3 Iiptk + g4 KKTan + g5 KKJs + g6 KKiptk(t-1) + u7 ……...………………… (17)
dimana : DUiptk
= Perubahan tingkat upah sub -sub sektor industri pemintalan,tekstil, kulit dan alas kaki (Rp/bulan)
PDBiptk
= Produk domestik bruto sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit dan alas kaki (milyar Rp)
Iiptk
= Investasi sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki (milyar Rp)
KKiptk (t -1) = Kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil, kulit, dan alas kaki pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: g1, g4, g5 < 0 , g 2, g3 > 0, dan 0 < g 6 < 1 4.2.1.18. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu KKik
= ho + h1 Uik + h2 PDBik + h3 Iik + h 4 KKTan1 + h5 KKJs + h6 KKik (t-1) + u8 ………………..……… (18)
dimana : Uik
= Tingkat upah sub-sub sektor industri kayu (Rp/bulan)
PDBik
= Produk domestik (milyar Rp)
Iik
= Investasi sub-sub sektor industri kayu (milyar Rp)
bruto sub-sub sektor industri kayu
55 KKTan1
=
Kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (ribu orang)
KKik (t-1)
= Kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu tahun sebelumnya (ribu orang)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: h1, h4, h5 < 0 , h2, h3 > 0, dan 0 < h 6 < 1 4.2.1.19. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kert as KKipk
=
io + i1 Uipk + i2 PDBipk + i3 Iipk + i4 KKTan + i5 KKJs1 + i6 Kipk(t-1) + u9 …………...…………….. (19)
dimana : Uipk
= Tingkat upah sub-sub sektor industri pulp dan kertas (Rp/bulan)
PDBipk
= Produk domestik bruto sub -sub sektor industri pulp dan kertas (milyar Rp)
Iipk
= Investasi sub-sub sektor industri (milyar Rp)
KKJs1
= Kesempatan kerja sektor jasa pada tahun sebelumnya (ribu orang)
pulp
dan kertas
KKipk(t-1) = Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas pada tahun sebelumnya (ribu orang) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: i1, i4, i5 < 0 , i2, i3 > 0, dan 0 < i6 < 1 4.2.1.20. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri KKNAgr =
jo + j1 UNAgr + j2 PDBNAgr + j3 INAgr1 + j4 KKAgr+ j5 KKJs + j6 KKNAgr (t-1) + u10 …..…………………..(20)
dimana : UNAgr
= Tingkat upah sub sektor non agroindustri (Rp/bulan)
PDBNAgr
= Produk domestik bruto sub sektor non agroindustri (milyar Rp)
INAgr1
= Investasi sub sektor non agroindustri pada tahun sebelumnya (milyar Rp)
KKNAgr (t-1)
= Kesempatan kerja sub sektor non agroindustri pada tahun sebelumnya (ribu orang)
56 Tanda parameter dugaan yang diharapkan: j1, j4, j5 < 0 , j2, j3 > 0, dan 0 < j6 < 1 4.2.1.21. Kesempatan Kerja Sektor Jasa KKJs
=
ko + k 1 UJs + k2 PDBJs + k3 IJs + k4 KKHut + k5 KKInds + k 6 KK Js(t-1) + u11 …….……..….…… (21)
dimana : UJs
= Tingkat upah sektor jasa (Rp/bulan)
PDBJs
= Produk domestik bruto sektor jasa (milyar Rp)
IJs
=
KKJs(t-1)
= Kesempatan kerja sektor jasa pda tahun sebelumnya (ribu orang)
Investasi sektor jasa (milyar Rp)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: k1, k4, k5 < 0, k2, k3, > 0, dan 0 < k6 < 1 4.2.2. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian PDBTan
=
l0 + l1 DKKTan + l2 JITan1 + l3 PDBTan (t-1) + U12 ….(22)
PDBTan
= Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar Rp)
DKKTan
= Perubahan kesempatan kerja sektor pertanian (ribu orang)
JITan1
= Jumlah investasi sektor pertanian pada tahun sebelumnya (milyar Rp)
dimana :
PDBTan(t-1)= Produk domestik bruto tahun sebelumnya (milyar Rp) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: l1, l2 > 0 dan 0 < l3 < 1 4.2.3. Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian. Dalam penelitian ini transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke non pertanian digambarkan dari rasio antara kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian, dimana semakin tinggi rasio yang diperoleh maka akan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian dan sebaliknya.
57
Persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut : TKTan = m0 + m1 KKTan + m2 KKInds + m 3 KKJs + u13 …....…... (23) dimana : TKTan
= Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke non pertanian (ribu orang)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: m2, m3, < 0, dan m1 > 0 4.2.4. Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian Kualitas sumberdaya manusia dapat dicapai melalui pendidikan maupun pengalaman. Akan tetapi peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pengalaman mambutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pendidikan. Sehingga dalam penelitian ini salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian adalah tingkat pendidikan yang digambarkan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: KSdm = n0 + n1 PDBTan1 + n2 RJI Tan + n3 KSdm(t-1) + U14 …..…(24) dimana : KSdm
= Kualitas sumberdaya manusia (tingkat pendidikan) penyuluh pertanian (tahun)
PDBTan1 = Produk domestik bruto sektor pertanian pada tahun sebelumnya (milyar Rp) RJI Tan
= Rasio jumlah investasi sektor pertanian (milyar Rp)
KSdm(t-1) = Kualitas sumberdaya manusia tahun sebelumnya (tahun) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: n1, n 2 > 0 dan 0 < n 3 < 1 4.3.
Prosedur Analisis
4.3.1. Identifikasi Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan struktural yang bersifat simultan, sehingga model perlu diidentifikasi sebelum memilih metode untuk menduga parameter setiap persamaan struktural. Identifikasi
58 model persamaan struktural ditentukan berdasarkan pada kriteria order condition adalah (K – M ) ≥ (G – 1) (Koutsyiannis,1977) dimana : K
= total peubah dalam model (peubah endogen dan peubah eksogen).
M
= jumlah peubah endogen dan eksogen dalam persamaan yang diidentifikasi.
G
= total persamaan dalam model (jumlah peubah endogen dalam model)
Jika K - M = G - 1;
berarti persamaan dalam model teridentifikasi secara tepat atau exactly identified
Jika K – M ≤ G - 1; berarti persamaan dalam model tidak teridentifikasi atau unidentified Jika K – M ≥ G - 1; berarti persamaan dalam model merupakan identifikasi berlebih atau overidentified Model persamaan struktural yang telah dirumuskan terdiri dari 24 peubah endogen (G), 48 peubah predetermined , yang terdiri dari 35 peubah eksogen dan 13 peubah bedakala endogen. Dengan demikian jumlah seluruh peubah yang tercakup dalam
model (K) adalah sebanyak 72 peubah. Berdasarkan kriteria identifikasi
model dengan cara order condition di atas, maka dapat diketahui hasil identifikasi model adalah overidentified. Dengan kata lain, maka setiap persamaan struktural dalam model teridentifikasi berlebih atau overidentified.
4.3.2. Metode Pendugaan Model Untuk model persamaan simultan dengan kondisi setiap persamaan teridentifikasi berlebih, maka pendugaan parameter dapat menggunakan beberapa metode seperti: Two Stage Least Squares (2SLS) atau Three Stage Least Squares (3SLS). Model diduga dengan menggunakan metode 2SLS dan pengolahan data dilakukan dengan program komputer SAS/ETS (Statistical Analysis System/ Econometric Time Series).
59 Metode 2SLS ini dipilih karena : (1) dapat diterapkan bagi setiap persamaan dalam model tanpa memberikan pengaruh yang jelek pada persamaan lain dalam model, (2) 2SLS hanya memberikan satu dugaan bagi satu parameter, dan (3) penerapannya relatif mudah (Supranto, 1984). Disamping itu, ketelitian dan kecepatan proses pengolahan cukup tinggi, menyebabkan metode 2SLS cukup efisien dalam penggunaan waktu. Pada studi ini pendugaan model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia dilakukan periode tahun 1980 – 2000.
4.3.3. Validasi Model Untuk mengetahui apakah model valid digunakan untuk simulasi, maka terlebih dahulu dilakukan validasi model. Validasi model bertujuan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan nilai prediksi (predicted) dari peubah endogen dengan nilai aktualnya. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai model ekonometrika, adalah Root Mean Squares Percent Error (RSMPE) dan U-Theil’s Inequality Coefficient (Pyndick and Rubinfeld, 1991). Kriteria-kriteria tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
T RMSPE = 1 / T ∑ { ( Yt s - Yt a ) / Yt a } 2
0.5
…………...……… (25)
t=1
T 1 / T ∑ ( Yt s - Yt a / Yt a ) 2
0.5
t =1
U=
..………...…..(26) T 1 / T ∑ ( Yt s )2 t=1
0.5
+
T 1 / T ∑ ( Yt a )2 t=1
0.5
60 dimana : RMSPE = Root Mean Squares Percent Error U Yt
= Theil’s Inequality Coefficient s
= nilai simulasi peubah endogen
Yt a
= nilai aktual peubah endogen
T
= jumlah pengamatan dalam simulasi
Nilai RMSPE adalah merupakan suatu ukuran simpangan dari nilai simulasi suatu peubah endogen terhadap nilai aktualnya dalam persen. Nilai dari ketidaksamaan Theil’s (U) bernilai antara 0 dan 1. Jika U = 0 maka pendugaan model adalah sempurna, jika U = 1 maka pendugaan model naïf atau tidak baik. Semakin kecil nilai RSMPE dan U-Theil’s maka model valid untuk disimulasi. Dalam penelitian ini, kriteria statistik validasi model yang digunakan adalah RMSPE, UM , UR, UD dan U-Theil’s. Pada
dasarnya,
kesalahan
rataan
kuadrat
terkecil
atau
proporsi
ketidaksamaan “Theil’s” lainnya dapat juga memberi informasi penting yaitu nilai UM , UR dan UD sebagai berikut : UM
= (Yt s - Yt a)2 / (1/T) Ss (Yt s – Yt a) 2……………………...................(27)
UR
= (1/T) Ss (Yt s – Yta) 2 / (Yt s – Yt a)2……..........................................(28)
UD
= T (1- rsa2)(S a)2 / (Y ts – Yt a)2..........................................................(29)
dimana : Yt s
= nilai simulasi peubah edogen
Yt a
= nilai aktual peubah endogen
Sa
= standar deviasi nilai aktual
Ss
= standar deviasi nilai simulasi
sa
r
= koefisien korelasi nilai simulasi dengan nilai aktual
T
= jumlah pengamatan dalam simulasi
61 UM adalah proporsi bias yang menunjukkan kesalahan sistematis untuk mengukur penyimpangan
nilai
simulasi
peubah
edogen dengan nilai aktual
peubah endogen. UD adalah komponen regresi yang menunjukkan deviasi kemiringan slope regresi aktual dengan nilai simulasi. Suatu model dikatakan baik jika nilai UM dan UR sangat kecil sedangkan nilai UD mendekati satu. Simulasi model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia dilakukan pada periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000.
4.3.4. Simulasi Model Analisis simulasi dilakukan untuk mempelajari respon perubahan-perubahan peubah endogen yang terjadi sebagai akibat perubahan yang ditimbulkan oleh peubah eksogen. Dalam penelitian ini simulasi-simulasi yang dilakukan yaitu : 1.
Peningkatan upah sektor pertanian
2.
Peningkatan upah sektor non pertanian
3.
Peningkatan upah sektor pertanian dan non pertanian (kombinasi 1 dan 2)
4.
Peningkatan investasi sektor pertanian
5.
Peningkatan investasi sektor non pertanian
6.
Peningkatan investasi sektor pertanian dan non pertanian (kombinasi 4 dan 5)
7.
Peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian
8.
Peningkatan produk domestik bruto sektor non pertanian
9.
Peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian dan non pertanian (kombinasi 7 dan 8)
62 10.
Peningkatan upah dan investasi sektor pertanian (kombinasi 1 dan 4)
11.
Peningkatan upah dan investasi sektor non pertanian (kombinasi 2 dan 5)
12.
Peningkatan upah dan investasi sektor pertanian dan peningkatan upah dan investasi sektor non pertanian (kombinasi 10 dan 11)
4. 4.
Analisis Data Analisis yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana perubahan
struktur ekonomi Indonesia dalam kaitannya dengan perubahan struktur output (produk domestik bruto) dan ketenagakerjaan sektoral.adalah statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sedangkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian dianalisis dengan menggunakan model kesempatan kerja dan transfromasi tenaga kerja di Indonesia. Kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian digambarkan dengan 21 persamaan (11 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas), produk domestik bruto, transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian digambarkan oleh masing -masing 1 persamaan struktural. Disamping itu, untuk mengetahui dampak peningkatan upah, investasi dan produk domestik bruto sektoral dilakukan dengan 12 skenario simulasi.
4. 5.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pooling data seluruh
propinsi di Indonesia yang merupakan data skunder time series dari tahun 1980 sampai 2000. Data yang diambil adalah data-data yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, upah, produk domestik bruto, ketenagakerjaan, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini. Sebagian besar data
63 diambil dari Badan Pusat Statistik dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2003 dan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Tahun tersebut diambil, dengan pertimbangan bahwa pada periode tersebut diasumsikan dapat mewakili perubahan struktur ekonomi maupun transformasi ketenagakerjaan dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia. Data-data yang bersumber dari SAKERNAS adalah merupakan hasil survey dengan menggunakan sampel lebih kecil dari Sensus Penduduk sejak tahun 1976 yang kegiatannya dilakukan secara terpisah dengan survey-survey Badan Pusat Statistik lainnya. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung oleh petugas statistik yang berada di tingkat kecamatan terhadap kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga dari rumah tangga yang terpilih sebagai sampel. Data-data pendukung lainnya untuk penelitian ini diperoleh dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Sensus Penduduk (SP) serta beberapa hasil publikasi dari BPS lainnya. Data mengenai upah diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja, data investasi diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tingkat Pusat, dan data mengenai tenaga kerja diperoleh dari Departemen Pertanian. Lebih jelas definisi peubah dan sumber data dapat dilihat pada Lampiran 2.
64
V. PEREKONOMIAN DAN TENAGA KERJA INDONESIA 5.1.
Keadaan Perekonomian Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkesinambungan ternyata
telah mengubah struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur ekonomi ditandai dengan perubahan komposisi lapangan usaha atas pangsanya terhadap produk domestik bruto dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saja, pada tahun 1970-an, kontribusi sektor pertanian sekitar 60 persen dan pada awal dasawarsa 1980-an tinggal sekitar 25 persen. Sementara itu, kontribusi sektor industri yang semula hanya 7 persen men jadi 14 persen pada dasawarsa 1980-an (Widodo, 1997). Lebih jauh laju pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha dapat dilihat Tabel 4 (BPS, 2001). Tabel 4. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2002 (%) No
Tahun Pertanian
1 2 3 4 5
1992 1993 1994 1995 1996 Rata-rata
6 7 8 9 10 11
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Lapangan Usaha Industri
Jasa
6.26 1.66 0.56 4.38 3.14
8.17 9.81 11.13 10.28 10.61
6.83 7.46 7.22 7.81 6.93
3.50
10.00
7.25
1.00 (1.33) 2.16 1.88 0.98 1.74
4.97 (14.46) 1.74 5.83 3.16 3.62
5.77 (15.89) (0.70) 5.27 4.70 4.43
1.39
1.02
Rata-rata 1.84 Sumber : Badan Pusat Statistik Pebruari 2003
Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif Berdasarkan Tabel 4 rata-rata pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri dan jasa sebelum krisis ekonomi yaitu 3.50 persen, 10.00 persen dan 7.25
65 persen artinya relatif lebih tinggi, bila dibandingkan dengan kondisi saat krisis ekonomi yaitu sebesar 1.84 persen, 1.39 persen dan 1.02 persen. Disamping itu, pada tahun 2002 sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sektor non pertanian, kecuali pada awal krisis ekonomi tahun 1998 menunjukkan laju pertumbuhan negatif yaitu -1.33 persen (63 609.5 miliyar rupiah), sektor industri sebesar -14.46 persen (155 259.8 milyar rupiah) dan sektor jasa sebesar -15.89 persen (157 505.5 milyar rupiah). Pembangunan ekonomi disamping berpengaruh terhadap peningkatan total produk domestik bruto juga berpengaruh terhadap struktur perekonomian Indonesia, ini terlihat dari perubahan kontribusi masing-masing sektor ekonomi (Tabel 5). Tabel 5.
No
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2003 (milyar rupiah)
Tahun Pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
58 002.1 58 963.4 59 291.2 61 885.2 63 827.8 64 468.0 63 609.5 64 985.2 66 208.9 66 858.2 68 018.4 68 115.2
Lapangan Usaha Industri 116 166,4 127 566.5 141 768.0 156 337.1 172 922.8 181 514.2 155 259.8 157 959.8 167 162.0 172 444.2 178 695.1 179 796.6
Jasa 133 305.7 143 245.9 153 581.5 165 570.1 177 047.3 187 263.7 157 505.5 156 407.3 164 646.0 172 388.7 180 027.0 180 135.7
Sumber : Badan Pusat Statistik Pebruari 2003
Berdasarkan Tabel 5, sektor pertanian pada tahun 2002 menyumbang sebesar Rp.68 018.4 milyar atau 15.94 persen turun menjadi 68 115.2 atau 15.91 persen dari total produk domestik bruto pada tahun 2003, pada periode yang sama sumbangan sektor industri terhadap pembentukan produk domestik bruto sebesar Rp. 178 695.1 milyar atau 41.87 persen menjadi sebesar Rp. 179 796.6 milyar atau
66 42.01 persen, sedangkan sektor jasa sebesar Rp. 180 027.0 milyar atau 42.18 persen menjadi Rp. 180 035.7 milyar atau 42.06 persen. Jadi dari gambaran ini, terlihat bahwa pada periode 2002–2003 sektor ekonomi yang mengalami peningkatan dalam sumbangannya terhadap pembentukan produk domestik bruto adalah sektor industri sebesar 0.14 persen, sedangkan yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 0.32 persen dan jasa sebesar 0.12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia terus mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor non pertanian khususnya industri.
5.2.
Keadaan Penduduk Penduduk mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian
nasional. Penduduk merupakan sumberdaya yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Oleh karena itu, keadaaan penduduk perlu mendapat perhatian khususnya dalam era globalisasi. Disamping itu kesejahteraan penduduk merupakan
sasaran utama dari pembangunan sebagaimana tertuang
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia.
5.2.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Untuk melihat bagaimana komposisi penduduk Indonesia berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik-karakteristik yang dimiliki maka pengelompokan ini dapat dibuat berdasarkan umur dan jenis kelamin (Tabel 6). Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa kondisi penduduk Indonesia pada tahun 2001 berjumlah 207 079 830 orang yang terdiri dari 104 071 163 orang laki-laki dan 103 008 667 orang perempuan. Disamping itu dapat dijelaskan bahwa sebagian
67 besar penduduk Indonesia berusia 5 – 9 tahun (11.50 persen) atau berjumlah 23 809 150 orang diikuti penduduk usia 10 – 14 tahun (10.07 persen) atau berjumlah 20 862 885 orang. Dari data tesebut nampak bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk mengembangkan sumberdaya manusia yang masih sangat muda itu, sehingga nantinya dapat disalurkan dan dikembangkan secara maksimal. Tabel 6.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kelompok Umur (th) 0– 4 5– 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 +
Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2001 Laki-laki (orang) 9 417 552 12 369 381 10 963 375 10 194 226 8 325 139 8 832 481 8 406 629 8 147 441 7 160 797 5 770 383 4 397 663 3 166 844 6 919 052
Jumlah 104 071 163 Sumber : Badan Pusat Statistik, Sakernas, 2001
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
8 956 400 11 439 769 9 899 280 9 798 564 9 710 894 9 922 306 8 527 468 8 431 740 6 478 411 5 286 475 4 024 894 3 156 149 7 376 317
18 373 952 23 809 150 20 862 855 19 992 790 18 036 033 18 754 787 16 934 097 16 579 181 13 639 208 11 056 858 8 422 557 6 322 993 14 295 369
8.87 11.50 10.07 9.65 8.71 9.06 8.18 8.01 6.59 5.34 4.07 3.05 6.90
103 008 667
207 079 830
100
5.2.2. Kondisi Angkatan Kerja Ada perbedaan antara pengertian angkatan kerja (working age population) dan tenaga kerja (labour force) walaupun keduanya sering diartikan sama. Angkatan kerja adalah penduduk yang berdasarkan usianya sudah bekerja, sedangkan tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang sedang bekerja, mau bekerja atau aktif mencari kerja. Jadi orang yang sudah masuk usia kerja 10 – 64/65 tahun belum tentu bekerja, mau bekerja atau aktif mencari kerja (Tambunan, 1996). Salah satu ciri penting demografi negara berkembang seperti Indonesia adalah tingginya proporsi usia muda. Besarnya penduduk usia kerja yang memasuki
68 angkatan kerja akan berdampak serius terhadap pembangunan, bila peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja di segala sektor maka akan terjadi tingkat pengangguran yang tinggi. Untuk lebih jelasnya jumlah angkatan kerja di Indonesia dapat dilhat pada Tabel 7. Tabel 7.
Kelompok Umur (th) 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 +
Jumlah Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001
Laki- laki (orang)
Persen tase (%)
4 706 593 7 064 431 8 493 139 8 305 983 8 047 198 7 078 071 5 680 659 4 243 888 2 836 154 4 707 143 -
7.69 11,55 13.89 13.58 13.16 11.57 9.29 6.94 4.64 7.69 -
Perempuan (orang)
Persen tase (%)
Laki + perempuan Jumlah
(%)
3 431 978 5 136 805 5 184 978 4 637 622 5 060 332 3 964 477 3 286 084 2 468 662 1 790 200 2 687 451 -
9.11 13.64 13.77 12.32 13.44 10.53 8.73 6.56 4.76 7.14 -
8 138 571 12 201 236 13 678 117 12 943 605 13 107 530 11 043 148 8 966 743 6 712 550 4 626 354 7 394 594 -
8.24 12.35 13.84 14.10 13.27 11.18 9.07 6.79 4.68 7.48 -
Jumlah 61 163 859 100 37 648 589 Sumber : Badan Pusat Statistik, Sakernas, 2001
100
98 812 448
100
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa angkatan kerja terbesar terjadi pada usia 25 – 29 tahun yaitu 12 943 605 orang (14.10 persen) dan diik uti oleh angkatan kerja yang berusia sekitar 20 – 24 tahun yaitu sebesar 13 678 117 orang (13.84 persen) dari total angkatan kerja yang ada. Sehingga bagi para pengambil kebijakan diharapkan dapat menyediakan lapangan kerja yang memadai sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.
5.2.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tenaga kerja adalah modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Pada tahun 2001, di Indonesia terdapat 144.0 juta penduduk usia kerja, sekitar 62.25 persen dari mereka berada di pulau Jawa.
69 Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah merupakan suatu ukuran yang menggambarkan tentang besaran penduduk yang telah bekerja dan ingin serta sedang mencari pekerjaan. Dengan indikator ini, cukup penting dalam menerangkan kecendrungan penduduk untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomis. Menurut Badan Pusat Statistik (2001) bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja Indonesia mengalami sedikit peningkatan dari 67.76 persen pada tahun 2000 menjadi 68.60 persen pada tahun 2001. Peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja ini salah satunya dikarenakan makin membaiknya mutu sumberdaya manusia dan makin aktifnya wanita berperan di luar rumah tangga.
5.2.4. Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cendrung menurun. Namun jumlah penduduk yang bekerja tidak sepenuhnya dapat dipandang sebagai jumlah kesempatan kerja yang ada, hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja.
Bahasan mengenai lapangan pekerjaan, penduduk biasanya
diarahkan untuk melihat komposisi penyerapan tenaga kerja per sektor. Khusunya bagaimana trasformasi ketenagakerjaan terjadi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian seperti industri dan jasa. Para ahli umumnya sepakat, bahwa transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian itu merupakan indikasi terjad inya kemajuan ekonomi yang mengarah pada peningkatan produktivitas. Dari struktur ketenagakerjaan sektor ekonomi Indonesia pada tahun 2001, terlihat sektor pertanian menunjukkan penyerapan tenaga kerja yang paling besar yaitu 43.77 persen diikuti oleh sektor industri kemudian jasa masing-masing sebesar 13.31 persen dan 12.12
70 persen dari total angkatan kerja yang ada. Ini mengindikasikan bahwa ternyata sektor pertanian masih dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia walaupun sumbangannya terhadap produk domestik bruto semakin menurun.
5.3.
Kualitas Pendidikan Pekerja Dalam era globalisasi, seperti yang berlangsung saat ini persaingan ekonomi
di dunia internasional semakin ketat, sehingga keunggulan komporatif seperti berlimpahnya kekayaan alam dan rendahnya upah tenaga kerja bukan lagi dapat dijadikan andalan utama. Keunggulan kualitas sumberdaya manusia saat ini menjadi perhatian serius bagi semua negara saat ini, karena masukan kualitas sumberdaya manusia akan menghasilkan output berupa produktivitas, kreativitas, etos kerja dan kemadirian, baik di sektor ekonomi maupun sektor non ekonomi. Di Indonesia sampai pada tahun 2001, masalah utama yang dihadapi tentang ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja (Tabel 8). Tabel 8.
Pendidikan yang ditamatkan Blm/Tdk pernah sekolah Tdk/Blm Tamat SD SD SLTP SMU SMK DI/DII Akademi/DIII Universitas
Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Tamat Pendidikan Tertinggi dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001 Laki – Laki Jumlah (orang)
Perempuan
(%)
Total
Jumlah (orang)
(%)
Jumlah (orang)
(%)
2 885 778
5.05
3 830 296
11.37
6 716 074
7.40
8 457 960 21 195 040 10 512 216 6 988 136 4 327 122 1 125 655 1 639 523
14.81 37.10 18.40 12.23 7.57 1.97 2.87
6 559 683 12 634 847 4 551 717 2 619 026 1 879 192 861 152 740 080
19.48 37.52 13.51 7.78 5.58 2.56 2.20
15 017 643 33 829 887 15 063 933 9 607 156 6 206 314 1 986 807 2 379 603
16.54 37.25 16.59 10.58 6.83 2.19 2.62
Jumlah 57 131 424 100 33 675 993 Sumber : Badan Pusat Statistik, Sakernas 2001
100
90 807 417
100
71 Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa dari seluruh penduduk yang bekerja sekitar 61.19 persennya berpendidikan rendah (Sekolah Dasar), bahkan masih ada tenaga kerja yang belum/ tidak pernah sekolah sebesar 7.40 persen, sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 4.80 persen.
72
VI.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana struktur perekonomian Indonesia adalah sumbangan sektor terhadap produk domestik bruto dalam hubungannya dengan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Struktur ekonomi dan ketenagakerjaan dikatakan berubah apabila pangsa produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja dari sektor yang mulanya dominan digantikan oleh sektor lain, misalnya dari dominan sektor pertanian menjadi industri. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkesinambungan sebelum krisis yang diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat secara agregat, ternyata membawa kemajuan yang cukup berarti terhadap perubahan struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur ekonomi ini ditandai dengan perubahan komposisi lapangan usaha atas kontribusinya terhadap produk domestik bruto dalam jangka waktu tertentu, misalnya pada awal tahun 1980-an kontribusi sektor pertanian sekitar 47.29 persen dan pada tahun 2003 tinggal 27.03 persen. Sementara itu, kontribusi sektor industri yang semula hanya 22.22 persen menjadi sekitar 45.30 persen pada tahun 2003 serta sektor jasa perubahannya relatif konstan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi perekonomian atau perubahan struktural, yang ditandai oleh semakin menurunnya peran sektor pertanian dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto dan semakin meningkatnya peran sektor non pertanian. Untuk dapat memahami keadaan umum perubahan tersebut, di bawah ini akan disajikan pangsa produk
domestik bruto masing -masing sektor ekonomi
selama kurun waktu tahun 1980 – 2003 (Tabel 9).
73
6.1.
Produk Domestik Bruto Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa struktur perekonomian Indonesia
mengalami pergeseran, yaitu dengan semakin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian dan semakin meningkatnya pangsa relatif sektor non pertanian (industri dan jasa) terhadap produk domestik bruto dari periode ke periode, hal ini sejalan dengan model transformasi struktur perekonomian yang dinyatakan oleh Clark (1951) dan Fisher (1975). Tabel 9.
Perkembangan Pangsa Produk Domestik Bruto Indonesia, Tahun 1980 – 2003 ( %) Sektor
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tahun
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Pertanian
Industri
Jasa
47.29 45.66 44.13 43.52 41.04 39.61 38.08 36.79 36.20 35.03 33.43 32.12 31.79 30.40 28.63 27.71 26.69 25.93 28.44 28.57 27.96 27.47 27.07 27.03
22.22 22.97 23.71 23.66 26.09 27.94 29.30 30.93 32.10 32.96 34.16 35.28 36.20 37.92 39.90 41.05 42.77 43.29 42.62 43.55 44.36 44.91 45.24 45.30
30.49 31.37 32.16 32.82 32.86 32.45 32.62 32.28 31.71 32.01 32.42 32.60 32.01 31.68 31.47 31.24 30.53 30.78 28.94 27.89 27.68 27.62 27.68 27.67
Sumber : Badan Pusat Statistik, Jakarta
Dari data di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
74 50
Persentase
40 30 20 10
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
19 80
0
Tahun
PDB Pertanian
PDB Industri
PDB Jasa
Gambar 3. Perubahan Struktur Output (PDB) Indonesia, Tahun 1980 – 2003 Bila diamati lebih dalam perkembangan kontribusi sektoral terhadap produk domestik bruto dalam era 1990 – an (Tabel 9), dominasi produk yang dihasilkan perekonomian nasional mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (industri dan jasa). Pada tahun 1980 pangsa sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu sebesar 47.29 persen, industri sebesar 22.22 persen dan sektor jasa sebesar 30.49 persen atau rasio sektor pertanian terhadap sektor industri sebesar 2.13 : 1 dan rasio sektor pertanian terhadap sektor jasa sebesar 1.55 : 1. Kemudian pada tahun 2003 rasionya mengalami perubahan, yakni 0.59 : 1 untuk sektor pertanian terhadap industri dan sektor pertanian terhadap jasa sebesar 0.97 : 1. Dengan kata lain, kontribusi sektor industri dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto telah melampaui sektor pertanian, sedangkan sektor jasa kontribusinya relatif hampir berimbang. Jadi dapat dikatakan bahwa kontribusi sektor pertanian turun dari 47.29 persen menjadi 27.03 persen dan industri meningkat dari 22.22 persen menjadi 45.30 persen. Ini berarti, hampir separuhnya dari produk nasional yang dihasilkan merupakan barang-barang industri pengolahan, sedangkan sektor jasa memberikan kontribusi yang komposisinya relatif konstan.
75 6.2.
Tenaga Kerja Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan apakah struktur perekonomian
tersebut telah didukung oleh struktur ketenagakerjaan yang kondusif bagi perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Untuk itu, penulis mencoba mengkaitkan masalah ini dengan ketenagakerjaan (Tabel 10). Tabel 10. Struktur Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Indonesia, Tahun 1980 – 2003 (%) Sektor No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tahun
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Pertanian
Industri
Jasa
75.70 74.60 71.99 71.83 71.44 70.75 70.67 69.47 69.98 71.81 71.66 70.22 69.89 67.44 63.68 61.30 62.15 59.60 63.84 61.78 65.72 63.35 63.25 62.92
9.06 8.93 10.73 10.14 11.50 12.01 10.52 10.43 10.35 12.76 13.01 13.54 13.68 14.78 18.28 17.62 18.00 18.86 16.09 18.54 18.81 19.23 20.00 20.25
15.24 16.46 17.28 18.04 17.06 17.24 18.81 20.10 19.67 15.43 15.34 16.24 16.43 17.78 18.09 21.09 19.85 21.54 20.08 19.67 15.47 17.21 16.75 16.83
Sumber : Badan Pusat Statistik, Jakarta
Dari data yang disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa dari sisi pangsa penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup besar pada tahun 1980 -an. Namun di tahun-tahun berikutnya peran
76 sektor pertanian semakin menurun yaitu dari sebesar 75.70 persen pada tahun 1980 turun menjadi sebesar 62.92 persen di tahun 2003. Sebaliknya sektor industri memberikan peran semakin meningkat dari sebesar 9.06 persen menjadi sebesar 20.25 persen, sedangkan sektor jasa mengalami perubahan yang relatif konstan. Dari data pada Tabel 10 dapat digambarkan sebagai berikut :
80 70 Persentase
60 50 40 30 20 10
TK Pertanian
Gambar 4.
6.3.
TK Industri
20 02
20 00
19 98
19 96
Tahun
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
19 80
0
TK Jasa
Perubahan Struktur Ketenagakerjaan Indonesia, Tahun 1980 – 2003
Hubungan Antara Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja Apabila struktur perekonomian, seperti yang disajikan pada Tabel 9 dan
Gambar 3 dihubungkan dengan struktur ketenagakerjaan seperti yang disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 4, maka dapat dijelaskan bahwa struktur ketenagakerjaan belum sejalan dengan struktur perekonomian, artinya struktur perekonomian yang baik tersebut tidak didukung oleh srtuktur ketenagakerjaan yang baik dan mantap pula atau dengan kata lain terdapat ketimpangan distribusi tenaga kerja antar sektor perekonomian. Sebagai contoh, data pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pangsa relatif tenaga kerja yang berada di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu sebesar 62.92 persen, industri sebesar 20.25 persen dan jasa sebesar 16.83 persen, sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa dalam pembentukan produk
77 domestik bruto masing-masing adalah 27.03 persen, 45.30 persen dan 27.67 persen. Jadi, kenyataan ini secara agregat menunjukkan bahwa laju transformasi atau pergeseran perekonomian tidak diimbangi oleh laju pergeseran tenaga kerja antar sektor (Gambar 5). 80 70
Persentase thd PDB/TK
60 50 40 30 20 10
PDB Pertanian TK Industri
Gambar 5.
TK Pertanian PDB Jasa
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
Tahun
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
1981
1980
0
PDB Industri TK Jasa
Hubungan Antara Transformasi Struktur Output (PDB) dan Transformasi Struktur Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003
Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman tentang adanya ketimpangan struktural antara perekonomian dan ketenagakerjaan, di bawah ini akan digambarkan masing-masing sektor (pertanian, industri, dan jasa) dalam kaitannya antara struktur perekonomian dan struktur ketenagakerjaan. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa terjadi gap yang cukup besar antara pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dengan pangsa tenaga kerja sektor pertanian terhadap ketenagakerjaan di Indonesia. Ini berarti bahwa di Indonesia
masih banyak terjadi penumpukan tenaga kerja di sektor pertanian
dibandingkan dengan sektor industri dan jasa. Adanya penumpukan tenaga kerja yang besar di sektor pertanian akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan
78 eksploitasi sumberdaya manusia di sektor tersebut , sehingga akan lebih efisien jika pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dan pangsa ketenagakerjaan
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
80 70 60 50 40 30 20 10 0 19 80
Persentase thd PDB/TK
sektor pertanian terhadap ketenagakerjaan dibuat relatif seimbang (Erwidodo, 1995).
Tahun
PDB Pertanian
Gambar 6.
TK Pertanian
Hubungan Antara Pangsa Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003
Disamping itu, pergeseran struktur ekonomi memang diharapkan dapat meyerap tenaga kerja lebih banyak di sektor industri yang memiliki efek multiplier terhadap
sektor-sektor
lainnya, dengan demikian sektor industri tidak hanya
membuka lapangan kerja bagi sektornya sendiri tetapi juga lapangan kerja di sektor lain (Widodo, 1997). Sektor industri dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto jika dihubungkan dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terhadap ketenagakerjaan di Indonesia ternyata tidak seimbang. Hal ini disebabkan karena pada sektor industri sebagian besar investasi yang dilakukannya bersifat capital intensive . Untuk itu, agar sektor industri dapat membuka lapangan kerja baru yang lebih besar sangat tergantung pada faktor kepadatan karya (labour intensity) industri pengolahan yang dibangun (Thee Kian Wie, 1988 dalam Widodo, 1997). Untuk lebih jelasnya
79 hubungan antara pangsa sektor industri terhadap produk domestik bruto dan pangsa tenaga kerja terhadap ketenagakerjaan di Indonesia (Gambar 7).
Persentase thp PDB/TK
50 40 30 20 10
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
19 80
0
Tahun
PDB Industri
TK Industri
Gambar 7. Hubungan Antara Pangsa Sektor Industri Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003 Pada sektor jasa hubungan antara pangsa sektor jasa terhadap produk domestik bruto dan pangsa tenaga kerja terhadap ketenagakerjaan di Indonesia menunujukkan gap yang tidak terlalu besar, hal ini bukan berarti telah terjadi keseimbangan struktural dalam perekonomian dan ketenagakerjaan. Karena bila dilihat lebih mendalam tenaga kerja yang terserap di sektor jasa bisa saja karena kebanyakan tenaga kerja yang bekerja di sektor informal. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 6, 7 dan 8, semakin jelas terlihat bagaimana ketimpangan
struktural
terjadi
antara
struktur
perekonomian dan
ketenagakerjaan. Akibat kondisi demikian pemerintah sebaiknya segera dapat melakukan perbaikan-perbaikan terutama di bidang investasi sehingga nantinya dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak tanpa mengesampingkan kebijakan-kebijakan secara keseluruhan.
lain
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
80 40
Persentase thd PDB/TK
30
20
10
0 80 19
2 198
4 198
6 198
8 198
PDB Jasa
0 92 199 19 Tahun
94 19
96 19
98 19
00 20
02 20
TK Jasa
Gambar 8. Hubungan Antara Pangsa Sektor Jasa Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 - 2003
81 VII.
KERAGAAAN KESEMPATAN KERJA, PRODUK DOMESTIK BRUTO, TRANSFORMASI TENAGA KERJA DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA PENYULUH PERTANIAN DI INDONESIA Secara umum hasil pendugaan parameter persamaan dalam model
kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia cukup baik, dilihat dari kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrik. Semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran sesuai dengan harapan dan sebanyak 90 persen dari 14 persamaan struktural mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2) berkisar antara 0.80–0.98. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kemampuan peubah-peubah dalam menjelaskan variasi peubah endogennya cukup tinggi. Hasil uji-t statistik pada 72 peubah penjelas menunjukkan 83.33 persen berpengaruh pada taraf nyata 10–30 persen (Tabel 11 sampai dengan Tabel 24). Lebih lengkap program dan hasil pendugaan model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia periode tahun 1980-2000 dapat dilihat pada Lampiran 3.
7.1.
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Penelitian ini secara garis besar membagi kesempatan kerja di Indonesia ke
dalam dua sektor besar yaitu sektor pertanian dan sektor non pertanian, selanjutnya kesempatan kerja sektor pertanian merupakan persamaan identitas
atau
penjumlahan dari kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan dan sub sektor kehutanan, seperti tercantum pada persamaan 2.
7.1.1. Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah fungsi dari upah sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
82 perubahan produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, kesempatan kerja sektor non pertanian tahun sebelumnya dan kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan tahun sebelumnya (Tabel 11). Tabel 11.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 16856 5.940 Upah subsek tan.pgn & H -16.512213 -2.219 Perubahan produk domestik 0.105609 1.430 bruto subsek tan. pgn & H Investasi subsek tan.pgn & H 0.904540 3.388 Kesempatan kerja sektan selain -0.448274 -3.284 subsektan pgn & H Kesempatan kerja sek non -0.012743 -0.130 pertanian tahun sebelumnya Kesempatan kerja subsek tan pgn 0.536920 5.291 & H tahun sebelumnya R2 0.919 Fhit 24.804 D.W 2.755 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0005 0.0224 a 0.0881 a
-0.216 0.147
-0.466 0.318
0.0024 a 0.0029 a
0.082 -0.221
0.177 -0.475
0.4492
-0.011
-0.023
0.0005 a
-
-
Hasil pendugaan persamaan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.919), yang berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura 91.9 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Berdasarkan uji-t statistik, peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah upah sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, perubahan produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor pertanian selain sub
83 sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dan kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tahun sebelumnya. Upah sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Artinya peningkatan upah akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tidak responsif terhadap upah sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena tingkat upah pada sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura relatif rendah dan pertumbuhan tingkat upah relatif berfluktuasi, disamping itu adanya kenyataan bahwa petani masih menggunakan tenaga kerja keluarga dalam mengelola usahataninya sehingga mengakibatkan penciptaan lapangan kerja manjadi sedikit. Besarnya perubahan produk domestik bruto sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dengan tahun sebelumnya berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Artinya kenaikan produk domestik bruto akan mendorong peningkatan kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya produk domestik bruto tidak responsif pada jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai elastisitas produk domestik bruto pada jangka pendek dan jangka panjang masing-masing sebesar 0.147 persen dan 0.318 persen, berarti bahwa apabila produk domestik bruto naik sebesar satu persen maka kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura akan meningkat 0.147 persen dalam jangka pendek dan 0.138
84 persen pada jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan dan perluasan lapangan kerja tidak dapat dipenuhi oleh produk domestik bruto sub sektor pertanian tanaman pangan (sebagai indikator pertumbuhan ekonomi sub sektor) saja, akan tetapi banyak faktor lain yang harus dipenuhi dalam penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, diantaranya adalah faktor kelembagaan. Investasi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Artinya peningkatan investasi akan mendorong meningkatnya kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tidak responsif terhadap investasi, hal disebabkan karena investasi pada sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura relatif kecil dan sebagian investasi sudah mengarah kepada investasi padat modal, sehingga dalam mengelola usahataninya tidak memerlukan penambahan tenaga kerja yang banyak. Kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikulura. Artinya peningkatan kesempatan kerja sub sektor pertanian pertanian tanaman pangan dan hortikultura menyebabkan terjadinya penurunan kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan).
Bila dilihat dari nilai elastisitasnya
kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
85 Kesempatan kerja sektor non pertanian tahun sebelumnya berhubungan negatif dan berpengaruh tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tahun sebelumnya tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja yang berasal dari sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura tidak mudah untuk masuk ke sektor non pertanian.
7.1.2. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan Kesempatan kerja sub sektor perkebunan adalah fungsi dari perubahan upah sub sektor perkebunan, perubahan produk domestik bruto, investasi, luas areal, kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor perkebunan tahun sebelumnya, kesempatan kerja sektor industri dan kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun sebelumnya (Tabel 12). Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja sub Sektor Perkebunan
Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 1336.6249 0.914 Perubahan upah subsek bun -0.519132 0.364 Perubahan produk domestik 0.030329 0.248 bruto subsek bun Investasi subsek bun 0.068592 0.651 Luas areal bun 0.189796 1.500 Kesempatan kerja sektan selain -0.039808 -0.416 subsek bun tahun sebelumnya Kesempatan kerja sek industri -0.103977 -0.912 Kesempatan kerja subsek bun 0.594907 1.153 tahun sebelumnya R2 0.939 F hit 26.731 D.W 2.073 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.1893 0.3612 0.4040
-0.002 0.001
-0.006 0.002
0.2635 c 0.0797 a 0.3425
0.067 0.444 -0.194
0.164 1.097 -0.479
0.1898 b 0.1356 b
-0.154 -
-0.380 -
86 Hasil pendugaan persamaan sub sektor perkebunan menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.939), yang berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan kesempatan kerja sub sektor perkebunan 93.9 persen mampu menjelaskan keragaman peubah endogen. Berdasarkan uji-t statistik,
peubah
penjelas yang berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan adalah investasi, luas areal sub sektor perkebunan, kesempatan kerja sektor industri dan kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun sebelumnya. Perubahan upah sub sektor perkebunan berhubungan negatif dengan kesempatan kerja sub sektor perkebunan, namun tidak berpengaruh nyata. Artinya peningkatan tingkat upah sub sektor perkebunan akan mengakibatkan terjadinya pengurangan kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap upah sub sektor perkebunan dalam jangka pendek maupun panjang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar areal perkebunan yang ada di Indonesia saat ini adalah perkebunan yang telah berproduksi, sehingga saat ini pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja upahan tidak terlampau banyak, walaupun terjadi peningkatan upah hanya akan mengakibatkan pengurangan kesempatan kerja pada sub sektor perkebunan walaupun relatif kecil. Ini berarti dengan peningkatan upah pada sub sektor perkebunan sebesar seribu rupiah per bulan akan menurunkan kesempatan kerja sub sektor perkebunan sebesar 0.5 orang. Perubahan produk domestik bruto sub sektor perkebunan berhubungan positif dan berpengaruh tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Untuk respon kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap produk
87 domestik bruto tidak responsif dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektoral yang ditunjukkan oleh besarnya produk domestik bruto sub sektor perkebunan tidak menjamin terciptanya kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Ada faktor-faktor lain yang harus dilakukan agar penciptaan tenaga kerja sub sektor perkebunan berlangsung optimal. Diantaranya adalah dengan penanaman investasi di sub sektor perkebunan, baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh kalangan swasta. Investasi sub sektor perkebunan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor pekebunan. Sementara itu, dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap investasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini membuktikan bahwa dengan terbatasnya anggaran untuk investasi pada sub sektor perkebunan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja di sub sektor perkebunan menjadi sedikit. Luas areal sub sektor perkebunan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Sementara itu kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap luas areal perkebunan tidak responsif dalam jangka pendek dan hanya responsif dalam jangka panjang. Ini berarti bahwa perluasan areal perkebunan di Indonesia dalam jangka pendek tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja pada sub sektor pekebunan, sebaliknya terjadi penyerapan tenaga kerja yang lebih baik dalam jangka panjang. Kesempatan kerja sub sektor perkebunan berhubungan negatif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain selain sub sektor perkebunan tahun sebelumnya, namun tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sub sektor perkebunan dalam menyediakan lapangan kerja lebih kecil dibandingkan dengan kemampuan selain sub sektor perkebunan. Dilihat dari nilai
88 elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain selain sub sektor perkebunan tahun sebelumnya dalam jangka pendek maupun jangka panjang Kesempatan kerja sektor industri berubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Disamping itu, kesempatan kerja sub sektor perkebunan juga tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor industri dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan tenaga kerja yang keluar dari sub sektor perkebunan tidak mudah untuk masuk ke sektor industri.
7.1.3. Kesempatan Kerja sub Sektor Peternakan Kesempatan sub sektor peternakan adalah fungsi dari tingkat upah, populasi ternak besar, investasi tahun sebelumnya, kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan, kesempatan kerja sektor non pertanian dan kesempatan kerja sub sektor peternakan tahun sebelumnya (Tabel 13). Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas K esempatan Kerja Sub Sektor Peternakan
Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 7.56775 0.003 Upah sub sektor peternakan -0.681881 -0.475 Populasi ternak besar sub sek 2.394433 1.982 peternakan Investasi sub sek peternakan 0.160916 2.432 tahun sebelumnya Kes krj sektor pertanian selain -0.039930 -0.443 sub sek peternakan Kes krj sektor non pertanian -0.274244 -2.753 Kes krj sub sektor peternakan 0.096543 11.902 tahun sebelumnya R2 0.974 F hit 83.782 D.W 1.868 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.4987 0.3212 0.0303 a
-0.102 0.028
-0.113 0.031
0.0151 a
0.182
0.202
0.3327
-0.337
-0.373
0.0082 a 0.0005 a
-1.483 -
-1.641 -
89 Hasil pendugaan memperlihatkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R2 = 0.974). Hanya peubah penjelas upah sub sektor peternakan dan kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan yang tidak berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan. Upah sub sektor peternakan berhubungan negatif dengan kesempatan kerja sub sektor peternakan, namun pengaruhnya tidak nyata. Deng an kata lain kenaikan upah sub sektor peternakan akan mengurangi kesempatan kerja sub sektor peternakan. Kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap upah sub sektor peternakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, hal ini disebabkan karena tingkat upah pada sub sektor peternakan masih relatif rendah, berfluktuasi, dan adanya kenyataan bahwa petani masih menggunakan tenaga kerja keluarga dalam mengelola usahatani ternaknya lebih-lebih ternak besar. Hal ini mengakibatkan sangat sedikit dalam penciptaan lapangan kerja. Populasi ternak besar berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap populasi ternak besar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena karakteristik ternak besar dalam pemeliharaannya memerlukan waktu yang relatif lebih panjang sehingga penambahan tenaga kerja yang diakibatkan oleh adanya peningkatan pemeliharaan tidak terlalu berpengaruh besar dalam penyediaan lapangan kerja. Investasi sub sektor peternakan tahun sebelumnya berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan. Artinya
90 peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja pada sub sektor peternakan. Sementara itu kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak respon terhadap investasi sub sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena nilai investasi pada saat penelitian dilakukan relatif rendah sehingga kemampuan sub sektor peternakan dalam menyediakan lapangan kerja terbatas. Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan berhubungan negatif namun pengaruhnya tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan. Kesempatan kerja sub sektor peternakan juga tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan. Ini berarti bahwa peningkatan kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor peternakan seb esar satu persen akan mengakibatkan kesempatan kerja sektor pertanian berkurang sebesar 0.33 persen dalam jangka pendek dan 0.37 persen dalam jangka panjang. Sedangkan kesempatan kerja sub sektor peternakan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian. Artinya peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja pada sektor non pertanian akan menurunkan kesempatan kerja pada sub sektor peternakan. Kesempatan kerja sektor peternakan responsif terhadap kesempatan kerja sub sektor non pertanian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bila kesempatan kerja non sektor pertanian meningkat satu persen mengakibatkan pengurangan tenaga kerja pada sub sektor peternakan 1.48 persen dalam jangka pendek dan 1.64 persen dalam jangka panjang.
7.1.4. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan Kesempatan kerja sub sektor perikanan adalah fungsi dari upah sub sektor perikanan, perubahan produk domstik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor
91 pertanian selain sub sektor perikanan tahun sebelumnya, kesempatan kerja sektor non pertanian, dan kesempatan
kerja sub sektor perikanan tahun
sebelumnya
(Tabel 14). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R 2) persamaan ini sebesar 0.926 yang berarti peubah penjelas pada persamaan ini mampu menjelaskan keragaman variabel endogennya sebesar 92.6 persen. Dari hasil pendugaan nilai parameternya, semua peubah penjelas mempunyai tanda dan arah sesuai dengan harapan. Hanya peubah kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor perikanan tahun sebelumnya yang memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja sub Sektor Perikanan
Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 519.9448 3.488 Upah sub sektor perikanan -0.429810 -0.929 Perubahan produk domestik 0.033936 1.495 bruto sub sektor perikanan Investasi sub sektor perikanan 0.168437 3.312 Kes krj sektor pertanian selain -0.006199 -0.401 perikan tahun sebelumnya Kes krj sektor non pertanian -0.009166 -1.116 Kes krj sub sektor perikanan 0.892046 2.559 tahun sebelumnya R2 0.926 F hit 27.355 D.W 1.465 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0020 0.1849 b 0.0793 a
-0.100 0.008
-0.928 0.076
0.0028 a 0.3473
0.064 -0.154
0.588 -1.422
0.1423 b 0.0119 a
-0.140 -
-1.292 -
Upah sub sektor perikanan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan. Kesempatan kerja sub sektor perikanan juga tidak responsif terhadap upah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan upah sub sektor perikanan masih rendah dan berfluktuasi relatif tinggi. Berdasarkan nilai elastisitasnya dapat dijelaskan bahwa,
92 apabila upah meningkat sebesar satu persen akan mengakibatkan kesempatan kerja sub sektor perikanan berkurang sebesar 0.10 persen dalam jangka pendek dan sebesar 0.92 persen dalam jangka panjang. Kesempatan kerja sub sektor perikanan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produk domestik bruto sub sektor perik anan. Kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap perubahan produk domestik bruto dalam jangka pendek maupun panjang. Peningkatan produk domestik bruto sebesar satu persen akan menaikkan kesempatan kerja sub sektor perikanan sebesar 0.008 persen dalam jangka pendek dan 0.076 persen dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan dan perluasan lapangan kerja tidak dapat dipenuhi oleh produk domestik bruto sub sektor perikanan (sebagai indikator pertumbuhan ekonomi sub sektor) saja, akan tetapi banyak faktor lain yang harus dipenuhi dalam penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, diantaranya adalah faktor kelembagaan. Investasi sub sektor perikanan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan. Ini berarti kenaikan investasi akan mendorong kesempatan kerja sub sektor perikanan. Disisi lain kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan investasi yang dilakukan pada sub sektor perikanan relatif kecil dan sebagian investasi sudah mengarah kepada investasi padat modal. Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor perikanan tahun sebelumnya berhubungan negatif, namun berpengaruh tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan. Kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif dalam jangka pendek tetapi responsif dalam jangka panjang terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap sub sektor perikanan lebih kecil dibandingkan dengan daya serap
93 sektor pertanian selain sub sektor perikanan. Kesempatan kerja sektor non pertanian berhubungan negatif dan berngaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan. Hal ini menandakan bahwa peningkatan kesempatan kerja sektor non pertanian akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesempatan kerja pada sub sektor perikanan. Kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif dalam jangka pendek namun responsif dalam jangka panjang terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian.
7.1.5. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan Kesempatan kerja sub sektor kehutanan adalah fungsi dari tingkat upah sub sektor kehutanan, perubahan produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor kehutanan, kesempatan kerja sektor non pertanian tahun sebelumnya dan kesempatan kerja sub sektor kehutanan tahun sebelumnya (Tabel 15). Tabel 15.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja sub Sektor Kehutanan Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 230.76417 0.944 Upah subsek kehutanan -0.097623 -0.799 Perubahan produk domestik 0.005802 0.231 bruto sub sek kehutanan Investasi sub sek kehutanan 0.136212 1.072 Kes krj sektor pertanian selain -0.005102 -0.557 sub sek kehutanan Kesempatan kerja sek non -0.005812 -0.669 pertanian tahun sebelumnya Kesempatan kerja sub sek 0.090023 11.792 kehutanan tahun sebelumnya R2 0.977 F hit 95.982 D.W 2.971 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.1811 0.2192 c 0.4103
-0.095 0.001
-0.104 0.002
0.1516 b 0.2936 c
0.128 -0.251
0.141 -0.276
0.2575 c
-0.168
-0.185
0.0005 a
-
-
94 Hasil pendugaan persamaan sub sektor kehutanan menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.977), yang berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan ini 97.7 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Berdasarkan uji-t statistik, hanya peubah perubahan produk domestik bruto sub sektor kehutanan yang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Bila dilihat dari nilai elastisitas masing-masing peubah penjelas dapat dijelaskan bahwa kesempatan kerja sub sektor kehutanan cendrung tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya. Upah sub sektor kehutanan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor kehutanan tidak responsif terhadap upah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sifat tidak responsif dari upah tersebut disebabkan karena sebagian besar dari usaha sub sektor ini menggunakan alat-alat mekanis sehingga sedikit membutuhkan tenaga kerja. Kesempatan kerja sub sektor kehutanan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap perubahan produk domestik bruto. Dilihat dari nilai elastisitasnya perubahan produk domestik bruto tidak responsif terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektoral yang ditunjukkan oleh besarnya perubahan produk domestik bruto sub sektor kehutanan tidak menjamin terciptanya kesempatan kerja pada sub sektor kehutanan. Ada faktor-faktor lain yang harus dilakukan agar penciptaan tenaga kerja pada sub sektor kehutanan berlangsung optimal. Diantaranya dengan penanaman investasi di sub sektor kehutanan, baik dilakukan oleh pihak pemerintah
95 maupun oleh kalangan swasta, disamping itu perlu adanya penigkatan investasi yang lebih berorientasi padat karya sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja. Investasi sub sektor kehutanan berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Ini berarti kenaikan investasi akan mendorong kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Disisi lain kesempatan kerja sub sektor kehutanan tidak responsif terhadap investasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan investasi yang dilakukan pada sub sektor kehutanan relatif kecil dan sebagian investasi sudah mengarah pada investasi padat modal. Kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor kehutanan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Kesempatan kerja sub sektor kehutanan tidak responsif baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kesempatan kerja sektor pertanian selain sub sektor kehutanan. Hal ini disebabkan karena kamampuan sub sektor kehutanan dalam penyerapan tenaga kerja masih terbatas. Kesempatan kerja sektor non pertanian berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Artinya kemampuan daya serap sektor non pertanian akan menurunkan kesempatan kerja sub sektor kehutanan. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sektor non petranian tidak responsif terhadap kesempatan kerja sub sektor kehutanan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
7.2.
Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kesempatan kerja sektor non pertanian merupakan persamaan identitas, atau
penjumlahan dari kesempatan kerja industri dan sektor jasa. Bentuk persamaan tersebut adalah :
96 KKNTan =
KKInds + KKJs
Sedangkan kesempatan kerja sektor industri juga merupakan persamaan identitas, dimana kesempatan kerja sektor indusri merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja sub sektor agroindustri dan kesempatan kerja sub sektor non agroindustri, dengan bentuk persamaan adalah : KKInds
=
KKAgr + KKNAgr
Kesempatan kerja sub sektor agroindustri dimaksud adalah industri yang umumnya berbasiskan bahan baku dari produk sektor pertanian sedangkan sektor non agroindustri sebaliknya. Selanjutnya kesempatan kerja sub sektor agroindustri tersebut merupakan persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan dan minuman, kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan, tekstil dan alas kaki, kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu dan kesempatan kerja sub -sub sektor industi pulp dan kertas. Adapun bentuk persamaannya adalah : KKAgr = KKimm + KKiptk + Kkik + KKipk 7.2.1. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau adalah fungsi dari upah sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sub sektor kehutanan, kesempatan kerja sektor jasa, dan kesempatan kerja sektor industri makanan, minuman dan tembakau tahun sebelumnya (Tabel 16). Hasil pendugaan persamaan kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta
97 mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.928), yang berarti bahwa peubah -peubah penjelas pada persamaan kesempatan kerja subsub sektor industri makanan, minuman dan tembakau 92.8 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Berdasarkan uji-t statistik, semua peubah penjelas yang memberikan pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Bila dilihat dari nilai elastisitas masing-masing peubah penjelas dapat dijelaskan bahwa kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau cendrung responsif terhadap produk domestik bruto dan kesempatan kerja sub sektor kehutanan dalam jangka pendek maupun jangka panjang sedangkan kesempatan kerja sektor jasa hanya respon pada jangka panjang. Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 1115.5507 1.937 -0.757 Upah inds makanan, minuman -0.552515 dan tembakau PDB inds makanan, minuman 0.040180 1.642 dan tembakau Investasi inds makanan, 0.114414 1.942 minuman dan tembakau Kes krj sub sektor kehutanan -1.890163 -1.874 Kes krj sektor jasa -0.048752 -0.929 Kes krj inds mak, min dan 0.528065 2.183 tembakau tahun sebelumnya R2 0.928 F hit 28.068 D.W 1.168 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0374 0.2314 c
-0.354
-0.750
0.0623 a
1.026
2.175
0.0370 a
0.352
0.747
0.0418 a 0.1850 b 0.0239 a
-1.164 -0.508 -
-2.467 -1.076 -
Upah sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub- sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan upah
98 akan mengakibatkan pengurangan kesempatan kerja pada sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau tidak responsif terhadap upah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena tingkat upah pada sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau relatif rendah dan cukup berfluktuasi. Produk domestik bruto sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Hal ini membuktikan bahwa penciptaan dan perluasan lapangan kerja dapat dipenuhi oleh produk domestik bruto sebagai indikator pertumbuhan ekonomi sub sektor baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau responsif terhadap produk domestik bruto sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau dalam jangka pendek maupun jangka panjang Investasi sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Artinya peningkatan investasi dapat meningkatkan kesempatan kerja
pada sub-sub sektor industri makanan,
minuman dan tembakau. Dilihat dari nilai elastisitas investasi terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau tidak responsif baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ini membuktikan bahwa terbatasnya anggaran untuk investasi di sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau dapat menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau menjadi sedikit.
99 Kesempatan kerja sub sektor kehutanan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Artinya bila kesempatan kerja sub sektor kehutanan meningkat akan mengakibatkan kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau menjadi berkurang. Kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau respon terhadap sub sektor kehutanan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kesempatan kerja pada sektor sub kehutanan dapat memberikan perubahan juga pada kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau, dikarenakan perubahan tenaga kerja pada sub sektor kehutanan dapat mempengaruhi jumlah produksi sektor kehutanan atau secara tidak langsung dapat memberikan perubahan pada input terhadap industri makanan, minuman dan tembakau, sehingga dapat mempengaruhi kesempatan kerja pada sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Kesempatan kerja sektor jasa berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Ini berarti peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa akan menurunkan kesempatan kerja pada sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau hanya respon terhadap kesempatan kerja sektor jasa dalam jangka panjang.
7.2.2. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil adalah fungsi dari perubahan upah sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil, produk
100 domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor pertanian, kesempatan kerja sektor jasa dan kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil tahun sebelumnya (Tabel 17). Tabel 17.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 443.35459 1.100 Perubahan upah inds pemintalan -7.734821 -0.802 dan tekstl Produk domestik bruto inds 0.185805 2.985 pemintalan dan tekstil Investasi inds pemintalan dan 0.005800 0.201 tekstil Kes krj sektor pertanian -0.018987 -1.185 Kes krj sektor jasa -0.028653 -1.014 Kes krj inds pemintalan dan 0.519304 3.950 tekstil tahun sebelumnya R2 0.984 139.819 F hit 1.904 D.W Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.1457 0.2185 c
-0.001
-0.002
0.0052 a
0.877
1.825
0.4219 b
0.017
0.036
0.1285 b 0.1646 b 0.0008 a
-0.510 -0.251 -
-1.060 -0.522 -
Hasil pendugaan persamaan sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.984), berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan ini 98.4 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogennya. Berdasarkan uji-t statistik, semua peubah penjelas memberikan pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil. Bila dilihat dari nilai elastisitas masing-masing peubah penjelas dapat dijelaskan bahwa kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil cendrung tidak responsif terhadap peubah -peubah penjelas dalam jangka pendek
101 dan jangka panjang, hanya peubah penjelas produk domestik bruto dan kesempatan kerja sektor pertanian yang responsif dalam jangka panjang. Besarnya perubahan upah sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil. Artinya besarnya perubahan upah pada industri pemintalan dan tekstil akan mengakibatkan menurunnya kesempatan kerja industri pemintalan dan tekstil. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil tidak responsif terhadap upah sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil. Produk domestik bruto sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil. Dilihat dari nilai elastisitasnya, kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil hanya responsif dalam jangka panjang terhadap produk domestik bruto. Artinya, peningkatan produk domestik bruto sebesar satu persen maka kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil naik sebesar 1.83 persen dalam jangka panjang. Kesempatan kerja sub -sub sektor industri pemintalan dan tekstil berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap investasi sub -sub industri pemintalan dan tekstil. Sementara itu, kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil tidak responsif terhadap investasi sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil jangka pendek maupun jangka panjang. Ini membuktikan bahwa dengan terbatasnya biaya untuk investasi menyebabkan penyerapan tenaga kerja juga menjadi sedikit. Demikian juga halnya dengan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor jasa berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub
102 sektor industri pemintalan dan tekstil. Dilihat nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil responsif tehadap kesempatan kerja sektor pertanian dalam jangka panjang, hal ini disebabkan karena indsutri pemintalan dan tekstil menggunakan bahan baku yang sebagian besar berasal dari sektor pertanian sehingga besarnya output industri sangat ditentukan juga oleh besarnya pasokan bahan baku yang disediakan oleh sektor pertanian.
7.2.3. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu Kesempatan kerja sektor industri kayu adalah fungsi dari perubahan upah sub-sub sektor industri kayu, produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya, kesempatan kerja sektor jasa dan kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu tahun sebelumnya (Tabel 18). Tabel 18.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Kayu Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 52.390326 0.898 Upah industri kayu -0.003082 -1.049 PDB industri kayu 0.004390 0.776 Investasi industri kayu 0.027310 1.143 Kes krj sektor pertanian tahun -0.000688 -0.516 sebelumnya Kes krj sektor jasa -0.001372 -0.412 Kes krj industri kayu tahun 0.986564 9.137 sebelumnya R2 0.965 F hit 59.832 D.W 3.412 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.1928 0.1566 b 0.2259 c 0.1368 b 0.3073
-0.227 0.163 0.006 -0.120
-0.253 0.180 0.007 -0.196
0.3435 0.0005 a
-0.121 -
-0.134 -
Hasil pendugaan memperlihatkan bahwa koefisien determinasi persamaan ini adalah 0.965. Semua peubah penjelas sesuai dengan harapan. Hanya peubah kesempatan kerja sektor pertanian dan kesempatan kerja sektor jasa yang tidak
103 memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu, sedangkan yang lainnya berpengaruh nyata. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu terhadap peubah penjelasnya cendrung bersifat tidak responsif baik dalam jangka pendek maupun panjang. Hal ini disebabkan karena industri kayu membutuhkan tenaga kerja yang khusus dan saat ini indutri kayu sedang lesu dalam penjualan hasil pengolahanya sehingga penggunaan tenaga kerja menjadi terbatas. Upah sub-sub sektor industri kayu berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu. Artinya bahwa peningkatan upah akan mengakibatkan pengurangan kesempatan kerja pada sub -sub sektor industri kayu. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu tidak responsif terhadap upah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena tingkat upah pada sub-sub sektor industri kayu relatif rendah dan cukup berfluktuasi. Produk domestik bruto sub-sub sektor industri kayu berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu. Hal ini membuktikan bahwa penciptaan dan perluasan lapangan kerja dapat dipenuhi oleh produk domestik bruto sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Investasi sub -sub sektor industri kayu berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu. Artinya peningkatan investasi dapat meningkatkan kesempatan kerja pada sub -sub sektor industri kayu. Dilihat dari nilai elastisitasnya investasi sub-sub sektor industri kayu tidak responsif terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri kayu
dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Ini membuktikan bahwa terbatasnya biaya investasi di
104 sub-sub sektor industri kayu dapat menyebabkan penyerapan tenaga kerja di subsub sektor ini menjadi berkurang. Kesempatan kerja sektor pertanian berhubungan negatif terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu, namun tidak berpengaruh nyata. Artinya bila kesempatan kerja sektor pertanian meningkat akan mengakibatkan kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu menjadi berkurang. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu tidak responsif terhadap sektor pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kesempatan kerja sektor jasa berhubungan negatif terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu, namun tidak memberikan pengaruh nyata. Ini berarti peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa akan menurunkan kesempatan kerja pada sub-sub sektor industri kayu. Berdasarkan nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri kayu tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa dalam jangka pendek maupun panjang.
7.2.4. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas Kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas adalah fungsi dari upah sub-sub sektor industri pulp dan kertas, produk domestik bruto, investasi, kesempatan
kerja
sektor
pertanian, kesempatan kerja sektor jasa tahun
sebelumnya dan kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas tahun sebelumnya (Tabel 19).
.
Hasil pendugaan menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R 2 ) dari persamaan kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas adalah sebesar 0.965 serta semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uji-t statistik, hanya peubah penjelas
105 investasi dan kesempatan kerja sektor pertanian yang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub - sub sektor industri pulp dan kertas. Tabel 19.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 349.32324 0.628 -0.008806 Upah industri pulp dan kertas -0.851 Produk domestik bruto industri 0.198195 1.703 pulp dan kertas Investasi industri pulp dan kertas 0.003970 0.256 Kes krj sektor pertanian -0.007545 -0.436 Kes krj sektor jasa tahun -0.010632 -0.516 sebelumnya Kes krj industri pulp dan kertas 0.561737 2.025 tahun sebelumnya R2 0.965 60.636 F hit 2.224 D.W Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.2504 0.2051 c 0.0562 a
-0.231 0.702
-0.526 1.601
0.4009 0.3325 0.3002 c
0.005 -0.370 -0.167
0.011 -0.844 -0.381
0.0319 a
-
-
Upah sub-sub industri pulp dan kertas berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas. Artinya peningkatan upah industri pulp dan kertas akan mengakibatkan pengurangan pada kesempatan kerja sub -sub industri pulp dan kertas. Dilhat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas tidak responsif terhadap upah sub -sub sektor industri pulp dan kertas dalam jangka pendek maupun panjang. Produk domestik bruto sub-sub industri pulp dan kertas berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub-sub industri pulp dan kertas. Bila dilihat dari nilai elastitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor in dustri pulp dan kertas hanya responsif dalam jangka panjang. Artinya jika terjadi peningkatan produk domestik bruto sub-sub industri pulp dan kertas sebesar satu persen maka kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas mengalami kenaikan sebesar 1.60 persen dalam jangka panjang.
106 Investasi sub-sub sektor industri pulp dan kertas berhubungan positif terhadap kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas, namun tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas tidak responsif terhadap investasi baik jangka pendek maupun panjang. Artinya industri pulp dan kertas sudah sebagian besar mengunakan tenaga mesin sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi terbatas. Demikian halnya dengan kesempatan kerja sektor pertanian berhubungan negatif terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas, namun tidak berpengaruh nyata. Dilihat nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas tidak respo nsif tehadap kesempatan kerja sektor pertanian dalam jangka pendek maupun jangka panjang, hal ini disebabkan karena sub-sub sektor indsutri pulp dan kertas menggunakan bahan baku yang sebagian besar berasal dari sektor pertanian sehingga besarnya output industri sangat ditentukan juga oleh besarnya pasokan bahan baku dari sektor pertanian. Kesempatan kerja sektor jasa pada tahun sebelumnya juga mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub -sub sektor industri pulp dan kertas. Artinya peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa akan menurunkan kesempatan kerja pada sub-sub sektor industri pulp dan kertas. Berdasarkan nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub-sub sektor industri pulp dan kertas tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa baik jangka pendek maupun jangka panjang.
7.2.5. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri Kesempatan kerja sub sektor non agroindustri adalah fungsi dari upah sub sektor non agroindustri, produk domstik bru to, investasi tahun sebelumnya,
107 kesempatan kerja sektor agroindustri, kesempatan kerja sektor jasa, dan kesempatan kerja sub sektor non agroindustri tahun sebelumnya (Tabel 20). Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 3904.9155 4.767 Upah sub sek non agroindustri -1.192447 -1.056 Produk domestik bruto sub sek 0.246773 7.130 non agroindustri Investasi sub sek agroindustri 0.009121 0.511 tahun sebelumnya Kes krj sub sek agroindustri -1.432497 -5.489 Kes krj sektor jasa -0.066823 -0.798 Kes krj sub sek non agroinsutri 0.057834 0.389 tahun sebelumnya R2 0.945 F hit 37.899 D.W 1.430 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0002 0.1551 b 0.0005 a
-0.229 1.318
-0.243 1.399
0.3091 c
0.023
0.025
0.0005 a 0.2195 c 0.3518
-0.864 -0.142 -
-1.172 -0.151 -
Hasil pendugaan menunjukkan bahwa koefisien determinasi persamaan ini adalah sebesar 0.945, yang berarti peubah penjelas pada persamaan ini mampu menjelaskan keragaman variabel endogennya sebesar 94.5 persen serta semua peubah penjelas mempunyai tanda dan besaran sesuai dengan harapan. Berdasarkan uji-t statistik, hanya peubah kesempatan kerja sektor sub sektor non agroindustri tahun sebelumnya yang memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Dilihat dari nilai elastisitasnya, hanya peubah penjelas produk domestik bruto yang respon dalam jangka pendek maupun panjang sedangkan peubah penjelas kesempatan kerja sektor agroindustri hanya responsif dalam jangka panjang terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Upah sub sektor non agroindustri berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor agroindustri. Artinya peningkatan upah
108 pada sub sektor non agroindustri akan mengakibatkan pengurangan pada kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Sedangkan tidak responsifnya upah sub sektor non agroindustri terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri adalah disebabkan kar ena sebagian besar sektor non agroindustri telah berproduksi, sehingga saat ini pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja upahan yang baru tidak terlampau banyak, sehingga walaupun terjadi peningkatan upah hanya akan mengakibatkan pengurangan kesempatan kerja pada sub sektor non agroindustri. Produk domestik bruto sub sektor non agroindustri berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Bila dilihat dari nilai elastitasnya kesempatan kerja sub sektor non agroindustri responsif dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya jika terjadi peningkatan produk domestik bruto sub sektor non agroindustri sebesar satu persen maka kesempatan kerja sub sektor non agroindustri mengalami kenaikan sebesar 1.32 persen dalam jangka pendek dan sebesar 1.40 persen dalam jangka panjang. Investasi sub sektor non agroindustri berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Berdasarkan nilai elastisitasnya, kesempatan kerja sub sektor non agroindustri tidak responsif terhadap investasi sub sektor agroindustri dalam jangka pendek maupun panjang. Kemudian kesempatan kerja sektor agroindustri berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub non agroindustri. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor agroindustri tidak responsif tehadap kesempatan kerja seb sektor non agoindustri dalam jangka pendek maupun panjang. Kesempatan kerja pada sektor jasa juga mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor non agroindustri. Artinya peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa akan menurunkan
109 kesempatan kerja pada sub sektor non agroindustri. Berdasarkan nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub non agroindustri tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa baik jangka pendek maupun panjang.
7.2.6. Kesempatan Kerja Sektor Jasa Kesempatan kerja sektor jasa adalah fungsi dari upah sektor jasa, produk domestik bruto, investasi, kesempatan kerja sub sektor kehutanan, kesempatan kerja sektor industri, dan kesempatan kerja sektor jasa tahun sebelumnya (Tabel 21). Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sektor Jasa Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 4195.2407 1.877 Upah sektor jasa -0.459218 -0.823 Produk domestik bruto 0.262549 1.583 sektor jasa Investasi sektor jasa 0.169224 0.703 Kes krj sub sektor kehutanan -6.902536 -1.463 Kes krj sektor industri -0.768986 -0.974 Kes krj sektor jasa tahun 0.307456 1.118 sebelumnya R2 0.783 F hit 7.826 D.W 1.931 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen b berbeda nyata pada taraf α = 20 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0415 0.2128 c 0.0686 a
-0.124 1.357
-0.178 1.960
0.2473 c 0.0836 a 0.1738 b 0.1418 b
0.031 -0.408 -0.581 -
0.044 -0.590 -0.838 -
Hasil pendugaan menunjukkan bahwa persamaan yang diformulasikan adalah cukup baik dilihat dari koefisien determinasinya, yaitu sebesar 0.783 serta memberikan arah dan besaran sesuai dengan yang diharapkan. Disamping itu, semua peubah penjelas pada persamaan kesempatan kerja sektor jasa memberikan pengaruh nyata pada taraf 10 – 30 persen terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Bila dilihat dari nilai elastisitasnya hanya peubah penjelas produk domestik bruto yang responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa.
110 Upah sektor jasa berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Artinya peningkatan upah pada sektor jasa akan mengakibatkan menurunnya kesempatan kerja pada sektor jasa. Dilihat dari nilai elastisitasnya upah sektor jasa tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Produk domestik bruto sektor jasa berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sektor jasa responsif terhadap produk domestik bruto dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bila terjadi peningkatan produk domestik bruto sebesar satu persen maka kesempatan kerja sektor jasa akan mengalami kenaikan sebesar 1.36 persen dalam jangka pendek dan 1.96 persen dalam jangka panjang. Kesempatan kerja sektor jasa berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap investasi sektor jasa. Sementara itu berdasarkan nilai elastisitasnya, kesempatan kerja sektor jasa tidak responsif terhadap investasi sektor jasa dalam jangka pendek maupun panjang. Ini membuktikan bahwa dengan kecilnya investasi pada sektor jasa menyebabkan penyerapan tenaga kerja juga menjadi kecil. Kesempatan kerja sub sektor kehutanan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Bila pada sub sektor kehutanan terjadi peningkatan kesempatan kerja sebesar satu persen maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesempatan kerja sektor jasa. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sub sektor kehutanan tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Demikian halnya dengan kesempatan kerja sektor industri berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja sektor jasa. Dilihat dari
111 nilai elastisitasnya kesempatan kerja sektor industri tidak responsif tehadap kesempatan kerja sektor jasa dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 7.3.
Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Produk domestik bruto sektor pertanian adalah fungsi dari perubahan
kesempatan kerja sektor pertanain, jumlah investasi sub sektor pertanian tahun sebelumnya, dan produk domestik bruto sektor pertanian tahun sebelumnya (Tabel 22). Tabel 22.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian Parameter Dugaan
t- hitung
Intersep 4558.154743 3.624 Perubahan kes. krj.sektor 0.020654 0.296 pertanian Jumlah investasi sektor pertanian 0.327441 2.545 tahun sebelumnya Produk domestik bruto sektor 0.892744 23.452 pertanian tahun sebelumnya R2 0.994 F hit 81.240 D.W 2.385 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen
Taraf Nyata
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0012 0.3855
0.002
0.009
0.0108 a
0.046
0.431
0.0005 a
-
-
Hasil pendugaan persamaan produk domestik bruto sektor pertanian menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.994) yang berarti bahwa peubahpeubah penjelas pada persamaan produk domestik bruto sektor pertanian 99.4 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Dalam jangka pendek maupun panjang nampaknya perubahan kesempatan kerja sektor pertanian dan jumlah investasi sub sektor pertanian tidak responsif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian.
112 Kesempatan kerja sektor pertanian berhubungan positif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian, namun tidak berpengaruh nyata. Artinya apabila kesempatan kerja sektor pertanian meningkat maka akan mengakibatkan produk domestik bruto sektor pertanian juga meningkat. Dilihat dari nilai elastisitasnya kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang dikelola petani relatif sempit sehingga berapapun penambahan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sangat kecil akibatnya terhadap peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian, disamping itu nilai jual produksi pertanian dan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian masih rendah. Jumlah investasi sub sektor pertanian berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produk domestik bruto sektor pertanian. Artinya peningkatan investasi di masing-masing sub sektor pertanian akan mendorong meningkatnya produk domestik bruto sektor pertanian. Dilihat dari nilai elastisitasnya produk domestik bruto sektor pertanian tidak responsif terhadap jumlah investasi sub sektor pertanian jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena masih kecilnya investasi di masing-masing sub sektor pertanian.
7.4.
Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian Sektor pertanian masih mendominasi dalam struktur ketenagakerjaan di
Indonesia. Namun dari tahun 1980 - 2003 pangsa penyerapannya cendrung sangat lambat. Pada tahun 2003, pangsa sektor pertanian masih menyerap lebih dari 50 persen tenaga kerja. Selama periode penelitian transformasi kesempatan kerja terus berlangsung namun relatip lambat. Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian
113 ke sektor non pertanian adalah fungsi dari kesempatan kerja sektor pertanian, kesempatan kerja sektor industri dan kesempatan kerja sektor jasa (Tabel 23). Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Non Pertanian Variabel
Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 2.359744 34.044 Kes krj sek pertanian 0.000059 12.055 Kes krj sek industri -0.000078 -16.043 Kes krj sek jasa -0.000101 -17.961 R2 0.991 F hit 19.114 D.W 1.677 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen
Taraf Nyata 0.0001 0.0005 a 0.0005 a 0.0005 a
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang
1.052 -0.327 -0.558
-
Hasil pendugaan persamaan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.991), yang berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian 99.1 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Berdasarkan uji-t statistik, semua peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian. Dalam jangka pendek transformasi tenaga kerja responsif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian, tetapi tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor industri dan jasa. Bila kesempatan kerja sektor pertanian menurun sebesar satu persen maka akan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebesar 1.05 pesen tetapi jika kesempatan kerja di sektor industri dan jasa masingmasing menurun sebesar satu persen maka akan menyebabkan transformasi tenaga kerja ke masing-masing sektor tersebut hanya sebesar 0.33 persen dan 0.56 persen.
114 Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke non pertanian tidak responsif terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian (industri dan sektor jasa), hal ini disebabkan karena kemampuan sektor non pertanian dalam menyerap tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian kecil.
7.5.
Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian adalah fungsi dari produk
domestik bruto sektor pertanian tahun sebelumnya, rasio jumlah investasi sub sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian tahun sebelumnya (Tabel 24). Tabel 24.
Variabel
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian Parameter Dugaan
t-hitung
Intersep 8.465050 3.036 Lag PDB sektor pertanian 0.000012 3.388 Rasio jml investasi sek tan 0.113605 0.143 Lag kualitas Sumberdaya 0.124284 0.524 Manusia Penyuluh Pertanian R2 0.819 F hit 24.138 D.W 1.934 Keterangan : a berbeda nyata pada taraf α = 10 persen c berbeda nyata pada taraf α = 30 persen
Taraf Nyata 0.0039 0.0019 a 0.4440 0.3037 c
Kualitas
Elastistas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.287 0.009 -
0.328 0.010 -
Hasil pendugaan persamaan kualitas sumberdaya manusia menunjukkan bahwa semua peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai dengan harapan, serta mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya secara baik (R 2 = 0.819), yang berarti bahwa peubah-peubah penjelas pada persamaan kualitas sumberdaya manusia 81.9 persen mampu menjelaskan keragaman variabel endogen. Berdasarkan uji-t statistik, hanya peubah penjelas rasio
115 jml investasi sektor pertanian yang berpengaruh tidak nyata terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Produk domestik bruto sektor pertanian tahun sebelumnya berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Dilihat dari nilai elastisitasnya, kualitas sumberdaya manusia tidak responsif dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini mencerminkan bahwa peningkatan peroduk domestik bruto pada sektor pertanian belum sepenuhnya dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Investasi sektor pertanian berhubungan positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Artinya peningkatan invesatasi pada sektor pertanian akan mengakibatkan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Namun bila dilihat dari nilai elastisitasnya, rasio jumlah investasi sektor pertanian tidak responsif terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, berarti bila terjadi peningkatan rasio jumlah investasi sebesar satu persen maka kualitas sumberdaya manusia mengalami peningkatan sebesar 0.009 persen untuk jangka pendek dan 0.010 persen untuk jangka panjang. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian yang sangat kecil ini disebabkan karena investasi yang dilakukan pada sektor pertanian tidak langsung menyentuh pada proses pendidikan penyuluh pertanian.
116
VIII. DAMPAK PERUBAHAN UPAH, INVESTASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN PERIODE SEBELUM KRISIS EKONOMI TAHUN 1992-1996 DAN PERIODE KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-2000 8.1.
Validasi Model Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis dampak berbagai alternatif
kebijakan dengan cara mengubah nilai peubah kebijakannya. Akan tetapi sebelum melakukan alternatif simulasi kebijakan terlabih dahulu perlu dilakukan validasi model untuk melihat apakah nilai dugaan sesuai dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen (Pindyck dan Rubinfield, 1991). Pada studi ini dilakukan validasi dan simulasi dampak perubahan upah, investasi dan PDB sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi tahun 19921996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000. Lebih lengkap program dan hasil validasi model kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 19972000 (Lampiran 4), sedangkan program dan hasil simulasi (Lampiran 5). Kreteria validasi yang digunakan dalam model penelitian ini adalah Root Mean Square Percentage Error (RMSPE), kesalahan bias (UM ), kesalahan regresi (U R ), kesalahan distribusi (UD ), dan Theil’s inequality coefficient (U). Menurut kreteria RMSPE dari 21 peubah hampir semuanya memiliki nilai relatif kecil, selanjutnya berdasarkan kreteria UM , UR, dan UD dapat dilihat bahwa nilai-nilai kesalahan bias (U M ), kesalahan regresi (U R), hampir seluruhnya mendekati nol. Sebaliknya nilai-nilai kesalahan distribusi (UD ), mendekati satu yang menunujukkan model tidak mengalami bias sistematik, nilai U-Theil’snya relatif rendah dan hampir semuanya mendekati nol fenomena ini terjadi pada periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan krisis ekonomi tahun 1997-2000 (Tabel 25 dan 26).
117 Tabel 25. Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. Total (orang)
U Theil
2.212
0.011
0.310
0.025
0.665
4.595 5.158
0.023 0.026
0.318 0.388
0.198 0.062
0.484 0.550
6.048 5.413 5.543 5.383
0.028 0.028 0.029 0.026
0.001 0.432 0.740 0.137
0.108 0.440 0.109 0.074
0.460 0.559 0.151 0.789
4.504 4.322 6.111 31.666
0.020 0.020 0.030 0.141
0.036 0.066 0.043 0.005
0.255 0.800 0.461 0.974
0.709 0.133 0.496 0.021
6.907
0.035
0.247
0.026
0.727
3.824
0.019
0.577
0.248
0.175
18.679
0.069
0.002
0.395
0.602
10.028
0.049
0.063
0.770
0.167
6.616
0.030
0.007
0.001
0.993
1.849
0.009
0.759
0.001
0.240
14.357
0.060
0.688
0.047
0.265
7.727
0.041
0.284
0.435
0.281
8.879
0.049
0.154
0.143
0.703
4.809
0.024
0.534
0.380
0.086
Bias UM
B. 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. krj. sektor pertanian (orang) Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (orang) Kes krj sub sektor perkebunan (orang) Kes krj sub sektor peternakan (orang) Kes krj sub sektor perikanan (orang) Kes krj sub sektor kehutanan (orang)
Kesalahan Reg Dist UR UD
RMSPE (%)
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. Krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektro industri (orang) Kes. krj. sub sektor agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes krj sektor jasa (orang)
II. PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
118 Tabel 26. Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Krisis Ekonomi Tahun 1997-2000 No
Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang)
2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. krj. sektor pertanian (orang) Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura (orang) Kes krj sub sektor perkebunan (orang) Kes krj sub sektor peternakan (orang) Kes krj sub sektor perikanan (orang) Kes krj sub sektor kehutanan (orang) C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. Krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektro industri (orang) Kes. krj. sub sektor agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes krj sektor jasa (orang)
II. PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
Kesalahan Reg Dist UR UD
RMSPE (%)
U Theil
1.414
0.006
0.015
0.554
0.431
1.995 1.032
0.009 0.005
0.138 0.564
0.748 0.126
0.114 0.309
1.350 10.574 4.141 4.332
0.006 0.039 0.020 0.018
0.028 0.001 0.840 0.155
0.304 0.652 0.055 0.037
0.668 0.347 0.105 0.807
4.284 4.752 5.964 13.992
0.022 0.024 0.032 0.083
0.023 0.027 0.228 0.300
0.537 0.892 0.315 0.332
0.441 0.081 0.457 0.369
3.271
0.015
0.201
0.130
0.670
7.024
0.035
0.291
0.159
0.549
3.629
0.017
0.018
0.689
0292
37.862
0.101
0.107
0.868
0.024
5.239
0.026
0.129
0.010
0.861
1.674
0.008
0.536
0.010
0.454
15.006
0.061
0.891
0.045
0.063
6.353
0.027
0.640
0.931
0.005
6.416
0.028
0.145
0.019
0.836
2.489
0.012
0.121
0.115
0.764
Bias UM
119 8.2.
Peningkatan Upah Sektoral Pertimbangan penetapan upah di Indonesia biasanya didasarkan pada : (1)
keb utuhan pekerja dan keluarganya, (2) perbandingan upah yang berlaku di pasaran atau industri sejenis, (3) kemampuan perusahaan membayar upah, dan (4) ketetapanketetapan pemerintah. Jika faktor-faktor tersebut berubah maka diperlukan adanya penyesuaian penetapan upah. Biasanya pemerintah melakukan penetapan dengan ketentuan peningkatan upah minimum .
8.2.1. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Berdasarkan
faktor
penyesuaian
penetapan
upah
pemerintah yaitu dengan ketentuan penetapan upah minimum
melalui
ketetapan
maka dilakukan
simulasi kebijakan peningkatan upah sebesar 10 persen periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis ekonomi untuk mengetahui dampaknya terhadap kesempatan kerja, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (Tabel 27 dan 28) Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan upah masing -masing sub sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi menyebabkan terjadinya penurunan kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan sebesar 4.05 persen, sub sektor perkebunan sebesar 0.59 persen, sub sektor peternakan sebesar 6.31 persen, sub sektor perikanan sebesar 2.92 persen dan sub sektor kehutanan sebesar 3.38 persen. Demikian juga terjadi pada periode krisis ekonomi, semua sub sektor pertanian mengalami penurunan kesempatan kerja, masing-masing sebesar 3.99 persen , 0.48 persen, 2.13 persen, 2.08 persen dan 1.78 persen. Bila dibandingkan
120 Tabel 27. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian, MasingMasing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi No
Variabel Endogen
KESEMPATAN KERJA I. A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTAN IAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-1
Perubahan Unit (%)
50901
50030
-871.00
-1.71
30300 19089
29204 18315
-1096.00 -774.00
-3.62 -4.05
5621 3631 1166 793.3277
5588 3402 1132 766.5287
-33.00 -229.00 -34.00 -26.80
-0.59 -6.31 -2.92 -3.38
20601 528 3539 875.6057
20826 9467 3624 929.4256
225.00 -61.00 85.00 53.82
1.09 -0.64 2.40 6.15
1711
1732
21.00
1.23
142.0745 809.7448
142.3836 820.3776
0.31 10.63
0.22 1.31
5989 11073
5843 11359
-146.00 286.00
-2.44 2.58
59415
59396
-19.00
-0.03
1.7036
1.6358
-0.07
-3.98
3.1935
3.0987
-0.09
-2.97
2.7555
2.5983
-0.16
-5.70
15.0388
15.0376
0.00
-0.01
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
121 antara periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis ekonomi, penurunan kesempatan kerja pada periode krisis ekonomi relatif lebih kecil. Penurunan kesempatan kerja yang terjadi pada masing-masing sub sektor pertanian akan menyumbang terhadap penurunan kesempatan kerja sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi sebesar sebesar 3.62 persen dan 2.77 persen pada periode krisis ekonomi. Penurunan kesempatan kerja sektor pertanian menyebankan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebesar 3.98 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 2.87 persen periode krisis ekonomi. Adapun sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi adalah sektor jasa sebesar 5.70 disusul sektor industri sebesar 2.97 persen, demikian juga fenomena yang terjadi pada periode krisis ekonomi terbesar diserap oleh sektor jasa 4.80 persen dis usul sektor industri sebesar 2.28 persen. Sedangkan kesempatan kerja sektor non pertanian mengalami peningkatan sebesar 1.09 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 0.80 persen pada periode krisis ekonomi. Peningkatan kesempatan kerja yang terjadi pada sektor non pertanian periode sebelum krisis ekonomi dan krisis ekonomi sebagian besar didukung oleh sub -sub sektor industri makanan dan minuman dan sub sektor agroindustri. Hal ini berarti bahwa daya serap sektor non pertanian lebih kecil dari kesempatan kerja yang keluar dari sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi maupun periode krisis ekonomi. Temuan lain dari hasil simulasi peningkatan upah sub sektor pertanian adalah terjadinya penurunan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi maupun periode krisis ekonomi sebesar 0.01 persen.
122 Tabel 28. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi No
Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perika nan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-1
Perubahan Unit (%)
53225
52465
-760.00
-1.43
33228 16989
32308 16311
-920.00 -678.00
-2.77 -3.99
6022 7855 1296 1066
5993 7688 1269 1047
-29.00 -167.00 -27.00 -19.00
-0.48 -2.13 -2.08 -1.78
19997 9239 5789 2099
20156 9194 5854 2137
159.00 -45.00 65.00 38.00
0.80 -0.49 1.12 1.81
2156
2173
17.00
0.79
209.6392 1325
209.8252 1334
0.19 9.00
0.09 0.68
3450 10758
3340 10963
-110.00 205.00
-3.19 1.91
65602
65585
-17.00
-0.03
1.8752
1.8213
-0.05
-2.87
3.6319
3.5492
-0.08
-2.28
3.1216
2.9718
-0.15
-4.80
15.7141
15.7132
0.00
-0.01
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
123 8.2.2. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Sama halnya dengan simulasi pada sub sektor pertanian, simulasi peningkatan upah sub sektor non pertanian (agroindustri, non agroindustri dan jasa) masing-masing sebesar 10 persen juga didasarkan kepada ketetapan pemerintah/ upah minimum tentang besarnya upah yang harus dibayarkan. Berdasarkan Tabel 28 dan 29, maka hasil simulasi peningkatan upah sub sektor agroindustri, non agroindustri dan sektor jasa menyebabkan kesempatan kerja sub sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau periode sebelum krisis ekonomi menurun 7.16 persen, kesempatan kerja sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil menurun 0.12 persen, kesempatan kerja sub sub sektor industri kayu menurun sebesar 4.59 persen, kesempatan kerja sub sub sektor industri pulp dan kertas menurun 4.19 persen, kesempatan kerja sub sektor non agroindustri 0.23 persen dan sektor jasa sebesar 0.80 persen. Sedangkan pada periode krisis ekonomi semua kesempatan kerja pada sub sektor agroindustri hampir semuanya mengalami penurunan kecuali kesempatan kerja sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil mengalami peningkatan 0.23 persen. Dengan bervariasinya kesempatan kerja yang terjadi pada sub sektor agroindustri, non agroindustri dan jasa periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis ekonomi akan menyumbang terhadap penurunan kesempatan kerja sektor non pertanian masing-masing sebesar 0.75 persen dan 0.64 persen. Pada saat yang bersamaan kes empatan kerja sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi meningkat sebesar 0.47 persen dan sebesar 0.32 persen periode krisis ekonomi.
124 Tabel 29. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi No
Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nilai Dasar
Simulasi-2
Perubahan Unit (%)
50901
50888
-13.00
-0.03
30300 19089
30441 19089
141.00 0.00
0.47 0.00
5621 3631 1166 793.3277
5634 3755 1170 793.3277
13.00 124.00 4.00 0.00
0.23 3.42 0.34 0.00
20446 9463 3433 812.8775
-155.00 -65.00 -106.00 -62.73
-0.75 -0.68 -3.00 -7.16
1709
-2.00
-0.12
135.555 775.8072
-6.52 -33.94
-4.59 -4.19
6030 10984
41.00 -89.00
0.68 -0.80
59415
59418
3.00
0.01
1.7036
1.7235
0.02
1.17
3.1935
3.2312
0.04
1.18
2.7555
2.7904
0.03
1.27
15.0388
15.039
0.00
0.00
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. Sektor non pertanian (orang) 20601 Kes. krj. sektor industri (orang) 9528 Kes. krj. sub agroindustri (orang) 3539 Kes. krj. sub sub sektor industri makanan 875.6057 dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan 1711 dan tekstil (orang) Kes. Krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) 142.0745 Kes. Krj. sub sub sektor industri pulp dan 809.7448 Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) 5989 Kes. krj. sektor jasa (orang) 11073
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
125 Tabel 30.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub sektor Agroindustri, Sektor Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
Simulasi-2
Perubahan Unit (%)
53225
53204
-21.00
-0.04
33228 16989
33333 16989
105.00 0.00
0.32 0.00
6022 7855 1296 1066
6029 7950 1299 1066
7.00 95.00 3.00 0.00
0.12 1.21 0.23 0.00
19997 9239 5789 2099
19870 9203 5731 2061
-127.00 -36.00 -58.00 -38.00
-0.64 -0.39 -1.00 -1.81
2156
2161
5.00
0.23
209.6392 1325
205.4371 1304
-4.20 -21.00
-2.00 -1.58
3450 10758
3471 10668
21.00 -90.00
0.61 -0.84
65602
65604
2.00
0.00
1.8752
1.8914
0.02
0.86
3.6319
3.6567
0.02
0.68
3.1216
3.1579
0.04
1.16
15.7141
15.7142
0.00
0.00
C.
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
Nilai Dasar
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
126
Peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian merupakan akumulai dari peningkatan kesempatan kerja dari masing-masing sub sektor pertanian yaitu sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebesar 0.001 persen, perkebunan sebesar 0.23 persen, peternakan sebesar 3.42 persen, perikanan sebesar 0.34 persaen dan sebesar 0.001 persen pada sub sektor kehutanan periode sebelum krisis ekonomi. Demikian juga terjadi pada periode krisis ekonomi, hanya saja meningkatannya lebih kecil. Hal ini merupakan sinyal terbukanya lapangan kerja pada sektor pertanian. Peningkatan kersempatan kerja di sektor pertanian menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebesar 1.17 persen sebelum krisis ekonomi dan 0.86 persen periode krisis ekonomi. tenaga kerja yang pindah sebagian besar didukung oleh tenaga kerja yang berasal dari sektor jasa. Disisi lain terjadi peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian sebesar 0.01 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 0.001 persen periode krisis ekonomi. Fenomena sama terjadi pada kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, akibat peningkatan upah masing-masing sub sektor non pertanian sebesar 10 persen mengakibatkan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian sebesar 0.001 persen pada periode sebelum maupun krisis ekonomi.
8.2.3. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 10 Persen Tabel 31 dan 32 menunjukkan bahwa peningkatan upah sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan
127 kesempatan kerja sektor pertanian meningkat sebesar 1.65 persen dan kesempatan kerja sektor non pertanian menurun sebesar 2.38 persen sebelum krisis ekonomi. Tabel 31. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi No
Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. Krj. total (orang) 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. Krj. sektor pertanian (orang) Kes. Krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang) C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
Nilai Dasar
Simulasi-3
Perubahan Unit (%)
50901
50016
-885.00
-1.74
30300 19089
30799 18315
499.00 -774.00
1.65 -4.05
5621 3631 1166 793.3277
5601 3527 1136 766.5287
-20.00 -104.00 -30.00 -26.80
-0.36 -2.86 -2.57 -3.38
20601 9528 3539 875.6057
20111 9401 3518 866.6975
-490.00 -127.00 -21.00 -8.91
-2.38 -1.33 -0.59 -1.02
1711
1729
18.00
1.05
142.0745 809.7448
135.8641 786.44
-6.21 -23.30
-4.37 -2.88
5989 11073
5884 11269
-105.00 196.00
-1.75 1.77
59415
59399
-16.00
-0.03
1.7036
1.7401
0.04
2.14
3.1935
3.24
0.05
1.46
2.7555
2.8411
0.09
3.11
15.0388
15.0438
0.00
0.03
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
128 Tabel 32. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi No
Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. Krj. total (orang) 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. Krj. sektor pertanian (orang) Kes. Krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) Kes. Krj. Sub sektor kehutanan (orang) C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-3
Perubahan Unit (%)
53225
52443
-782.00
-1.47
33228 16989
33999 16311
771.00 -678.00
2.32 -3.99
6022 7855 1296 1066
6001 7783 1272 1047
-21.00 -72.00 -24.00 -19.00
-0.35 -0.92 -1.85 -1.78
19997 9239 5789 2099
19519 9157 5796 2099
-478.00 -82.00 7.00 0.00
-2.39 -0.89 0.12 0.00
2156
2178
22.00
1.02
209.6392 1325
206 1312
-4.02 -13.00
-1.92 -0.98
3450 10758
3362 10872
-88.00 114.00
-2.55 1.06
65602
65587
-15.00
-0.02
1.8752
1.9221
0.05
2.50
3.6319
3.6739
0.04
1.16
3.1216
3.2062
0.08
2.71
15.7141
15.720
0.01
0.04
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
129 Pada saat bersamaan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebesar 2.14 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 2.50 persen periode krisis ekonomi. Penemuan lain dari simulasi ini adalah terjadinya peningkatan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian sebesar 0.03 persen sebelum krisis ekonomi, dan periode krisis ekonomi sebesar 0.04 persen. Sedangkan pada periode krisis ekonomi kesempatan kerja sektor pertanian meningkat 2.32 persen, sektor non pertanian menurun sebesar 2.39 persen. Penurunan kesempatan kerja pada sektor non pertanian ini menunjukkan sektor tersebut lebih rentan terhadap perubahan upah, dimana upah ini merupakan komponen yang berpengaruh terhadap proses produksi sektor non pertanian. Peningkan upah akan menambah komponen biaya dalam produksi, penambahan ini apabila tidak diikuti dengan meningkatnya output akan mendatangkan kerugian. Untuk mengatasi kerugian tersebut maka perusahaan akan berusaha mengurangi jumlah pekerjanya. Berbeda halnya dengan sektor pertanian, lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga maka dampak dari peningkatan upah tidak sebesar yang terjadi pada sektor non pertanian.
8.3. Peningkatan Investasi Sektoral 8.3.1. Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing -Masing Sebesar 15 Persen Tabel 33 dan 34 menyajikan dampak peningkatan investasi sub sektor pertanian sebesar 15 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi sub sektor pertanian memberikan dampak yang bebeda antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Peningkatan investasi ternyata berdampak positif terhadap sektor pertanian, dimana kesempatan kerja sektor pertanian meningkat
130 sebesar 3.50 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 4.22 persen periode krisis ekonomi. Tabel 33.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. Krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. Krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. Krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. Krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. Krj. sektor non pertanian (orang) Kes. Krj. sektor industri ( orang) Kes. Krj. sub agroindustri (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-4 U
Perubahan Unit (%)
50901
51435
534.00
1.05
30300 19089
31360 19418
1060.00 329.00
3.50 1.72
5621 3631 1166 793.3277
5726 4166 1195 855.4972
105.00 535.00 29.00 62.17
1.87 14.73 2.49 7.84
20601 9528 3539 875.6057
20075 9639 3401 747.3197
1711
1708
-3.00
-0.18
142.0745 809.7448
142.9471 803.2547
0.87 -6.49
0.61 -0.80
5989 11073
6238 10436
249.00 -637.00
4.16 -5.75
59415
59434
19.00
0.03
1.7036
1.8016
0.10
5.75
3.1935
3.2668
0.07
2.30
2.7555
3.0112
0.26
9.28
15.0388
15.04
0.00
0.01
-526.00 -2.55 111.00 1.16 -138.00 -3.90 -128.29 -14.65
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
131 Tabel 34.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B.. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nilai Dasar
Perubahan Unit (%)
53225
54344
1119.00
2.10
33228 16989
34629 17600
1401.00 611.00
4.22 3.60
6022 7855 1296 1066
6100 8487 1342 1100
78.00 632.00 46.00 34.00
1.30 8.05 3.55 3.19
19715 9313 5686 2032
-282.00 74.00 -103.00 -67.00
-1.41 0.80 -1.78 -3.19
2132
-24.00
-1.11
209.5902 1312
-0.05 -13.00
-0.02 -0.98
3628 10401
178.00 -357.00
5.16 -3.32
65602
65628
26.00
0.04
1.8752
1.9613
0.09
4.59
3.6319
3.7545
0.12
3.38
3.1216
3.3848
0.26
8.43
15.7141
15.7155
0.00
0.01
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) 19997 Kes. krj. sektor industri (orang) 9239 Kes. krj. sub agroindustri (orang) 5789 Kes. krj. sub sub sektor industri makanan 2099 dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan 2156 dan tekstil (orang) Kes. Krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) 209.6392 Kes. Krj. sub sub sektor industri pulp dan 1325 kertas (orang) Kes. Krj. sub sektor non agroindustri (orang) 3450 Kes. Krj. sektor jasa (orang) 10758
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Simulasi-4
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
132 Peningkatan ini juga tercermin dari meningkatnya kesempatan kerja masingmasing sub sektor pertanian yaitu kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebesar 1.72 persen, perkebunan sebesar 1.87 persen, peternakan sebesar 14.73 persen, perikanan sebesar 2.49 persen dan sub sektor kehutanan sebesar 7.84 persen periode sebelum krisis ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada sektor pertanian lebih banyak ditujukan untuk kegiatan produksi yang bersifat padat karya. Sementara kesempatan kerja pada sektor non pertanian terlihat adanya penurunan sebesar 2.55 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 1.41 persen periode krisis ekonomi. Peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian periode sebelum krisis ekonomi maupun periode krisis ekonomi mendorong terjadinya transformasi dari sektor non pertanian ke sektor pertanian masing-masing sebesar 5.75 persen dan 4.59 persen. Pada saat bersamaan produk domestik bruto sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 0.03 persen periode sebelum krisis dan 0.04 persen periode krisis ekonomi. Demikian juga terjadi pada kualitas sumberdaya manusia penyuluh per tanian meningkat sebesar 0.01 persen baik periode sebelum maupun periode krisis ekonomi.
8.3.2
Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Berdasarkan Tabel 35 dan 36, hasil simulasi peningkatan investasi sub
sektor non pertanian masing-masing sebesar 15 persen menunjukkan bahwa sub sektor non pertanian (agroindustri, non agroindustri dan jasa) berdampak positif terhadap sektor non pertanian, dimana kesempatan kerja sektor non pertanian meningkat sebesar 0.38 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 0.71
133 persen periode krisis ekonomi. Sebaliknya kesempatan kerja sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 0.16 persen sebelum krisis ekonomi dan sebesar 0.22 persen periode krisis ekonomi. Tabel 35.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. Krj. total (orang) 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. Krj. sektor pertanian (orang) Kes. Krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang) C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan Kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-5
Perubahan Unit (%)
50901
50933
32.00
0.06
30300 19089
30253 19089
-47.00 0.00
-0.16 0.00
5621 3631 1166 793.3277
5629 3578 1165 793.3277
8.00 -53.00 -1.00 0.00
0.14 -1.46 -0.09 0.00
20601 9528 3539 875.6057
20680 9478 3656 991.1177
79.00 -50.00 117.00 115.51
0.38 -0.52 3.31 13.19
1711
1715
4.00
0.23
142.0745 809.7448
140.9098 809.3646
-1.16 -0.38
-0.82 -0.05
5989 11073
5822 11201
-167.00 128.00
-2.79 1.16
59415
59415
0.00
0.00
1.7036
1.6927
-0.01
-0.64
3.1935
3.2043
0.01
0.34
2.7555
2.7218
-0.03
-1.22
15.0388
15.0388
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
134 Tabel 36.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
Nilai Dasar
Simulasi-5
Perubahan Unit (%)
I. KESEMPATAN KERJA 1 A. Kesempatan Kerja Total Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
53225
53293
68.00
0.13
33228 16989
33154 16989
-74.00 0.00
-0.22 0.00
6022 7855 1296 1066
6029 7776 1294 1066
7.00 -79.00 -2.00 0.00
0.12 -1.01 -0.15 0.00
19997 9239 5789 2099
20139 9190 5972 2282
142.00 -49.00 183.00 183.00
0.71 -0.53 3.16 8.72
2156
2157
1.00
0.05
209.6392 1325
210.0018 1323
0.36 -2.00
0.17 -0.15
3450 10758
3218 10949
-232.00 191.00
-6.72 1.78
65602
65601
-1.00
0.00
1.8752
1.8568
-0.02
-0.98
3.6319
3.6454
0.01
0.37
3.1216
3.0555
-0.07
-2.12
15.7141
15.7141
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
135 Penurunan kesempatan kerja di sektor pertanian tersebut merupakan akumulasi dari masing-masing sub sektor pertanian kecuali sub sektor perkebunan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa di antara sub sektor pertanian sendiri terjadi persaingan dalam menyerap tenaga kerja sehingga dengan meningkatnya kesempatan kerja sub sektor perkebunan menjadi catatan penting bahwa sub sektor ini dapat mengungguli sub sektor lainnya periode sebelum krisis ekonomi. Disamping itu, menurunnya kesempatan kerja di sektor pertanian mengakibatkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebesar 0.64 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 0.98 persen periode krisis ekonomi. Transformasi tenaga kerja pada kedua periode tersebut sebagian besar didukung dari sektor jasa. Pada saat yang bersamaan juga terjadi peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian periode sebelum maupun saat krisis ekonomi sebesar 0.001 persen. Di lain pihak, dapat dilihat bahwa akibat adanya peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian menyebabkan kualitas
sumberdaya
manusia
penyuluh pertanian juga juga mengalami peningkatan sebesar 0.002 periode sebelum krisis ekonomi dan 0.001 persen periode krisis ekonomi.
8.3.3. Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Tebel 37 dan 38 menyajikan hasil simulasi peningkatan investasi sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian masing-masing sebesar 15 persen periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis ekonomi. Simulasi ini ingin melihat dampak peningkatan investasi baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian
136 terhadap kesempatan kerja, produk domestik bruto, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Tabel 37.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-6
Perubahan Unit (%)
50901
51468
567.00
1.11
30300 19089
31314 19418
1014.00 329.00
3.35 1.72
5621 3631 1166 793.3277
5734 4113 1194 855.4972
113.00 482.00 28.00 62.17
2.01 13.27 2.40 7.84
20601 9528 3539 875.6057
20154 9590 3519 862.8318
-447.00 62.00 -20.00 -12.77
-2.17 0.65 -0.57 -1.46
1711
1711
0.00
0.00
142.0745 809.7448
141.7825 802.8745
-0.29 -6.87
-0.21 -0.85
5989 11073
6071 10564
82.00 -509.00
1.37 -4.60
59415
59434
19.00
0.03
1.7036
1.7907
0.09
5.11
3.1935
3.2779
0.08
2.64
2.7555
2.9716
0.22
7.84
15.0388
15.0399
0.00
0.01
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertania n 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
137 Tabel 38.
No
Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. Krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. Krj. sektor non pertanian (orang) Kes. Krj. sektor industri (orang) Kes. Krj. sub agroindustri (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri p emintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
Nilai Dasar
Simulasi-6
Perubahan Unit (%)
53225
54412
1187.00
2.23
33228 16989
34555 17600
1327.00 611.00
3.99 3.60
6022 7855 1296 1066
6107 8408 1340 1100
85.00 553.00 44.00 34.00
1.41 7.04 3.40 3.19
19997 9239 5789 2099
19857 9264 5868 2214
-140.00 25.00 79.00 115.00
-0.70 0.27 1.36 5.48
2156
2134
-22.00
-1.02
209.6392 1325
209.9527 1310
0.31 -15.00
0.15 -1.13
3450 10758
3396 10593
-54.00 -165.00
-1.57 -1.53
65602
65627
25.00
0.04
1.8752
1.9429
0.07
3.61
3.6319
3.7688
0.14
3.77
3.1216
3.309
0.19
6.00
15.7141
15.7154
0.00
0.01
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupia h) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
138 Hasil simulasi menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 3.35 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 3.99 persen periode krisis ekonomi. Sedangkan kesempatan kerja sektor non pertanian mengalami penurunan
sebesar 2.17 persen periode sebelum krisis
ekonomi dan sebesar 0.70 persen periode krisis ekonomi. Peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebes ar 5.11 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 3.61 persen periode krisis ekonomi. Tenaga kerja yang melakukan trasformasi tersebut sebagian besar berasal dari sektor jasa. Hal ini menunjukkan bahwa untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan
kesempatan
kerja
sektoral
dapat
dilakukan
dengan
jalan
meningkatkan investasi di sektor pertanian dan non pertanian baik periode sebelum krisis maupun periode krisis ekonomi. Di sisi lain terjadi peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian sebesar 0.03 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 0.04 persen periode krisis ekonomi, begitu juga dengan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian periode sebelum krisis ekonomi dan krisis ekonomi meningkat sebesar 0.01 persen.
8.4.
Peningkatan Produk Domestik Bruto Sektoral Simulasi ini digunakan untuk melihat bagaimana kesempatan kerja, produk
domestik bruto,
transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia
penyuluh pertanian, apabila terjadi pertumbuhan di sektor pertanian dan sektor non pertanian. Peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian ini didasarkan kepada pertumbuhan sektoral rata-rata selama sepuluh tahun terakhir.
139 8.4.1. Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 5 Persen Tabel 39 dan 40 menyajikan hasil simulasi peningkatan prosuk domestik bruto sektor pertanian masing-masing sebesar 5 persen. Peningkatan ini dipilih secara sengaja dan berdasarkan kepada pertumbuhan sektoral rata-rata selama sepuluh tahun terakhir. Simulasi ini ingin melihat dampak pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian, yang ditunjukkan oleh nilai produk domestik bruto bila mengalami peningkatan terhadap kesempatan kerja, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Peningkatan nilai produk domestik bruto ini dialokasikan kembali untuk menciptakan peluang kesempatan kerja yang baru. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian meningkat sebesar 3.33 persen sebelum krisis ekonomi dan sebesar 2.56 persen periode krisis ekonomi. Ini berarti bahwa peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian dapat memberikan dampak positif dalam menciptakan kesempatan kerja baru pada sektor pertanian terutaman sub sektor peternakan jika dibandingkan dengan sub sektor pertanian lainnya. Sementara itu, sektor non pertanian terlihat adanya penurunan kesempatan kerja sebesar 0.01 persen periode sebelum dan saat krisis ekonomi. Pada saat bersamaan juga terjadi peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian sebesar 0.03 persen periode seb elum krisis ekonomi dan sebesar 0.02 periode krisis ekonomi. Meningkatnya kesempatan kerja di sektor pertanian dapat mendorong terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebesar 2.41 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 1.85 persen periode krisis ekonomi. Disamping itu, juga terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia
140 penyuluh pertanian sebesar 0.01 persen periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis ekonomi. Tabel 39.
No
Dampak Peningkatan Produk Domes tik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. Krj. sub sektor perkebunan (or ang) 5 Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-7
Perubahan Unit (%)
50901
51909
1008.00
1.98
30300 19089
31310 19110
1010.00 21.00
3.33 0.11
5621 3631 1166 793.3277
5619 4618 1169 793.6573
-2.00 987.00 3.00 0.33
-0.04 27.18 0.26 0.04
20601 9528 3539 875.6057
20599 9549 3499 876.2171
-2.00 21.00 -40.00 0.61
-0.01 0.22 -1.13 0.07
1711
1684
-27.00
-1.58
142.0745 809.7448
141.2093 798.1448
-0.87 -11.60
-0.61 -1.43
5989 11073
6050 11050
61.00 -23.00
1.02 -0.21
59415
59433
18.00
0.03
1.7036
1.7446
0.04
2.41
3.1935
3.2904
0.10
3.03
2.7555
2.8495
0.09
3.41
15.0388
15.0399
0.00
0.01
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
141 Tabel 40.
No
Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. Krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nilai Dasar
Perubahan Unit (%)
53225
54075
850.00
1.60
33228 16989
34080 16989
852.00 0.00
2.56 0.00
6022 7855 1296 1066
6019 8707 1298 1066
-3.00 852.00 2.00 0.00
-0.05 10.85 0.15 0.00
19995 9256 5758 2100
-2.00 17.00 -31.00 1.00
-0.01 0.18 -0.54 0.05
2133
-23.00
-1.07
209.0841 1316
-0.56 -9.00
-0.26 -0.68
3498 10740
48.00 -18.00
1.39 -0.17
65602
65618
16.00
0.02
1.8752
1.9098
0.03
1.85
3.6319
3.7191
0.09
2.40
3.1216
3.2099
0.09
2.83
15.7141
15.715
0.00
0.01
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) 19997 Kes. krj. sektor industri (o rang) 9239 Kes. krj. sub agroindustri (orang) 5789 Kes. Krj. sub sub sektor industri makanan 2099 dan minuman (orang) Kes. krj. Sub sub sektor industri pemintalan 2156 dan tekstil (orang) Kes. krj. Sub sub sektor indstri kayu (orang) 209.6392 Kes. krj. Sub sub sektor industri pulp dan 1325 kertas (orang) Kes. krj. Sub sektor non agroindustri (orang) 3450 Kes. krj. Sektor jasa (orang) 10758
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Simulasi-7
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
142 8.4.2. Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Demikian halnya dengan simulasi peningkatan produk domestik bruto sub sektor pertanian, maka simulasi sub sektor non pertanian dipilih secara sengaja dan berdasarkan kepada pertumb uhan produk domestik bruto sektoral rata-rata sepuluh tahun terakhir. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi di sektor non pertanian yang ditunjukkan oleh nilai produk domestik bruto bila mengalami peningkatan terhadap kesempatan kerja, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Berdasarkan Tabel
41 dan 42 terlihat bahwa kesempatan sektor non
pertanian meningkat sebesar 5.44 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 5.72 persen pada periode krisis ekonomi, ini berarti bahwa peningkatan kesempatan kerja sektor non pertanian memberikan dampak positif dan dapat menciptakan kesempatan kerja baru. Khususnya pada peluang kerja di sektor jasa meningkat sebesar 7.40 persen sebelum krisis ekono mi dan sebesar 8.14 persen pada periode krisis ekonomi. Dari temuan di atas juga dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi dari sektor non pertanian yang dialokasikan untuk membuka kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, terbukti mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar. Sebaliknya di sektor pertanian terjadi penurunan kesempatan kerja pada periode krisis ekonomi sebesar 2.98 persen maupun periode krisis ekonomi sebesar 2.46 persen. Peningkatan kesempatan kerja pada sektor non pertanian berikan dampak terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebesar 8.35 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 7.58
143 persen periode krisis ekonomi. Adapun tenaga kerja yang mengalami transformasi ke sektor non pertanian tersebut sebagian besar terserap di sektor jasa. Tabel 41.
No
Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. Krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nilai Dasar
Perubahan Unit (%)
50901
51119
218.00
0.43
30300 19089
29398 19089
-902.00 0.00
-2.98 0.00
5621 3631 1166 793.3277
5565 2810 1141 793.3277
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. Krj. sektor non pertanian (orang) 20601 Kes. Krj. sektor industri (orang) 9528 Kes. Krj. sub agroindustri (orang) 3539 Kes. Krj. sub sub sektor industri makanan 875.6057 dan minuman (orang) Kes. Krj. sub sub sektor industri pemintalan 1711 dan tekstil (orang) Kes. Krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) 142.0745 Kes. Krj. sub sub sektor industri pulp dan 809.7448 kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) 5989 Kes. krj. sektor jasa (orang) 11073
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Simulasi-8
-56.00 -1.00 -821.00 -22.61 -25.00 -2.14 0.00 0.00
21721 9828 3729 914.466
1120.00 300.00 190.00 38.86
5.44 3.15 5.37 4.44
1810
99.00
5.79
143.2682 860.5063
1.19 50.76
0.84 6.27
6100 11892
111.00 819.00
1.85 7.40
59415
59399
-16.00
-0.03
1.7036
1.5613
-0.14
-8.35
3.1935
3.006
-0.19
-5.87
2.7555
2.4961
-0.26
-9.41
15.0388
15.0379
0.00
-0.01
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
144
Tabel 42.
No
Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Kes. krj. sektor pertanian (orang) Kes. Krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) Kes. Krj. sub sektor perkebunan (orang) Kes. Krj. sub sektor peternakan (orang) Kes. Krj. sub sektor perikanan (orang) Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang) C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
Nilai Dasar
Simulasi-8
Perubahan Unit (%)
53225
53552
327.00
0.61
33228 16989
32411 16989
-817.00 0.00
-2.46 0.00
6022 7855 1296 1066
5973 7110 1273 1066
-49.00 -745.00 -23.00 0.00
-0.81 -9.48 -1.77 0.00
19997 9239 5789 2099
21140 9506 6042 2192
1143.00 267.00 253.00 93.00
5.72 2.89 4.37 4.43
2156
2253
97.00
4.50
209.6392 1325
209.9187 1387
0.28 62.00
0.13 4.68
3450 10758
3464 11634
14.00 876.00
0.41 8.14
65602
65587
-15.00
-0.02
1.8752
1.7331
-0.14
-7.58
3.6319
3.4446
-0.19
-5.16
3.1216
2.806
15.7141
15.7133
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
-0.32 -10.11
0.00
-0.01
145 8.4.3. Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 5 Persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan produk domestik bruto sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian dapat meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian periode sebelum dan saat krisis ekonomi masing-masing sebesar 0.36 persen dan 0.10 persen (Tabel 43 dan 44). Demikian juga terjadi pada sektor non pertanian masing -masing meningkat sebesar 5.43 persen dan 5.31 persen, namun terdapat catatan bahwa pada sub sektor perkebunan dan perikanan terjadi penurunan dibandingkan sub sektor pertanian lainnya yang mengalami kenaikan, ini menandakan bahwa sub sektor perkebunan dan perikanan kalah bersaing dengan sub sektor pertanian lainnya. Simulasi ini juga memperlihatkan bahwa kenaikan produk domestik bruto sektor pertanian dan sektor non pertanian ternyata memberik an dampak peningkatan kesempatan kerja sektor non pertanian yang lebih besar dari pada sektor pertanian baik periode sebelum krisis ekonomi maupun periode krisis ekonomi. Dengan adanya peningkan kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian mendorong terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebesar 5.95 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 5.74 periode krisis ekonomi. Transformasi tenaga kerja ke sektor non pertanian pada periode sebelum kris is ekonomi maupun periode krisis ekonomi paling besar dirserap oleh sektor jasa disusul sektor industri. Bila dibandingkan kedua periode tersebut ternyata periode krisis ekonomi penyerapan tenaga kerjanya lebih kecil. Pada saat bersamaan juga terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
146 Tabel 43.
No
Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-9
Perubahan Unit (%)
50901
52127
1226.00
2.41
30300 19089
30408 19110
108.00 21.00
0.36 0.11
5621 3631 1166 793.3277
5564 3797 1144 793.6573
-57.00 166.00 -22.00 0.33
-1.01 4.57 -1.89 0.04
20601 9528 3539 875.6057
21719 9849 3689 915.0775
1118.00 321.00 150.00 39.47
5.43 3.37 4.24 4.51
1711
1783
72.00
4.21
142.0745 809.7448
142.403 848.9063
0.33 39.16
0.23 4.84
5989 11073
6160 11870
171.00 797.00
2.86 7.20
59415
59417
2.00
0.00
1.7036
1.6023
-0.10
-5.95
3.1935
3.1004
-0.09
-2.92
2.7555
2.5829
-0.17
-6.26
15.0388
15.039
0.00
0.001
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
147 Tabel 44.
No
Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutana n (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-9
Perubahan Unit (%)
53225
54401
1176.00
2.21
33228 16989
33262 16989
34.00 0.00
0.10 0.00
6022 7855 1296 1066
5970 7962 1275 1066
-52.00 107.00 -21.00 0.00
-0.86 1.36 -1.62 0.00
19997 9239 5789 2099
21138 9523 6010 2192
1141.00 284.00 221.00 93.00
5.71 3.07 3.82 4.43
2156
2231
75.00
3.48
209.6392 1325
209.3637 1378
-0.28 53.00
-0.13 4.00
3450 10758
3512 11616
62.00 858.00
1.797 7.98
65602
65603
1.00
0.00
1.8752
1.7676
-0.11
-5.74
3.6319
3.5298
-0.10
-2.81
3.1216
2.8865
-0.24
-7.53
15.7141
15.7142
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
148 8.5.
Peningkatan Upah dan Investasi Sektoral
8.5.1. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing -Masing Sebesar 15 Persen Tabel 45 dan 46 menyajikan hasil kombinasi antara peningkatan upah sub sektor pertanian sebesar 10 persen dan investasi sub sektor pertanian sebesar 15 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa meningkatnya upah dan investasi pada sub sektor pertanian secara bersamaan memberikan dampak penurunan kesempatan kerja pada sektor pertanian sebesar 0.12 persen periode sebelum krisis, sebaliknya pada periode krisis ekonomi memberikan dampak positif tehadap peluang kerja di sektor pertanian yaitu meningkat sebesar 1.45 persen. Ini berarti bahwa pada kondisi perekonomian yang relatif lebih stabil periode sebelum krisis ekonomi, bila upah dan investasi ditingkatkan bersama-sama ternyata pengaruh upah lebih dominan dalam penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Pada saat bersamaan juga terjadi peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian sebesar 0.001 persen periode sebelum krisis ekonomi dan 0.01 persen pada periode krisis ekonomi. Akibat lain adalah terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebesar 1.77 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 1.72 persen pada periode krisis ekonomi.Tenaga kerja yang melakukan transformasi tersebut sebagian besar berasal dari sektor jasa. Temuan lain dari simulasi ini adalah terjadinya peningkatan kualitas sumberdaya penyuluh pertanian walaupun dengan besaran relatif kecil. Hal ini disebabkan karena investasi yang dilakukan untuk pendidikan para penyuluh tidak teranggarkan secara khusus.
149 Tabel 45.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi- 10
Perubahan Unit (%)
50901
50564
-337.00
-0.66
30300 19089
30264 18645
-36.00 -444.00
-0.12 -2.33
5621 3631 1166 793.3277
5693 3937 1161 828.6983
72.00 306.00 -5.00 35.37
1.28 8.43 -0.43 4.46
20601 9528 3539 875.6057
20300 9578 3486 801.1397
-301.00 50.00 -53.00 -74.47
-1.46 0.52 -1.50 -8.50
1711
1728
17.00
0.99
142.0745 809.7448
143.2563 813.8874
1.18 4.14
0.83 0.51
5989 11073
6092 10722
103.00 -351.00
1.72 -3.17
59415
59415
0.00
0.00
1.7036
1.7338
0.03
1.77
3.1935
3.1738
-0.02
-0.62
2.7555
2.8349
0.08
2.88
15.0388
15.0387
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor Pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
0.00 -0.001
150
Tabel 46.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi- 10
Perubahan Unit (%)
53225
53583
358.00
0.67
33228 16989
33709 16922
481.00 -67.00
1.45 -0.39
6022 7855 1296 1066
6072 8319 1315 1081
50.00 464.00 19.00 15.00
0.83 5.91 1.47 1.41
19997 9239 5789 2099
19874 9268 5750 2070
-123.00 29.00 -39.00 -29.00
-0.62 0.31 -0.67 -1.38
2156
2149
-7.00
-0.32
209.6392 1325
209.7762 1321
0.14 -4.00
0.07 -0.30
3450 10758
3518 10606
68.00 -152.00
1.971 -1.41
65602
65611
9.00
0.01
1.8752
1.9075
0.03
1.72
3.6319
3.6733
0.04
1.14
3.1216
3.2215
0.10
3.20
15.7141
15.7145
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
151 8.5.2. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 15 Persen Hasil simulasi memperlihatkan bahwa kesempatan kerja sektor non pertanian menurun sebesar 0.37 persen periode sebelum krisis ekonomi, sebaliknya terjadi peningkatan pada periode krisis ekonomi sebesar 0.09 persen. Penurunan kesempatan kerja pada sektor non pertanian periode sebelum krisis ekonomi sebagian besar didukung oleh sub sub sektor industri kayu sebesar 5.41 persen, industri pulp dan kertas sebesar 4.24 persen dan sektor non agroindustri sebesar 2.10 persen. Hal ini membuktikan bahwa penurunan kesempatan kerja periode sebelum krisis ekonomi lebih kuat dipengaruhi oleh faktor upah sebaliknya terjadi pada periode krisis ekonomi investasi memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap peningkatan kesempatan kerja pada sektor non pertanian. Penurunan kesempatan kerja pada sektor non pertanian periode sebelum krisis ekonomi menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian sebesar 0.52 persen, dimana tenaga kerja yang dominan memberikan sumbangan adalah berasal dari sektor industri sebesar 1.53 persen disusul sektor jasa sebesar 0.02 persen. Sedangkan pada periode krisis ekonomi transformasi tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Tenaga kerja yang mengalami transformasi dari sektor pertanian tersebut sebagian besar terserap di sektor industri yaitu sebesar 1.06 persen. Temuan lain dari peningkatan upah dan investasi pada sektor non pertanian adalah terjadinya peningkatan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian periode sebelum maupun krisis ekonomi.
152 Tabel 47.
No
Dampak Peningkatan Up ah Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
Simulasi- 11
Perubahan Unit (%)
50901
50920
19.00
0.04
30300 19089
30395 19089
95.00 0.00
0.31 0.00
5621 3631 1166 793.3277
5642 3703 1168 793.3277
21.00 72.00 2.00 0.00
0.37 1.98 0.17 0.00
20601 9528 3539 875.6057
20525 9413 3550 928.3896
-76.00 -115.00 11.00 52.78
-0.37 -1.21 0.31 6.03
1711
1712
1.00
0.06
142.0745 809.7448
134.3903 775.427
-7.68 -34.32
-5.41 -4.24
5989 11073
5863 11112
-126.00 39.00
-2.10 0.35
59415
59417
2.00
0.00
1.7036
1.7125
0.01
0.52
3.1935
3.2423
0.05
1.53
2.7555
2.756
0.00
0.02
15.0388
15.039
0.00
0.001
C.
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
Nilai Dasar
II.
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah) III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
153 Tabel 48.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. tota l (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi- 11
Perubahan Unit (%)
53225
53271
46.00
0.09
33228 16989
33201 16989
27.00 0.00
0.08 0.00
6022 7855 1296 1066
6036 7871 1297 1066
14.00 16.00 1.00 0.00
0.23 0.20 0.08 0.00
19997 9239 5789 2099
19980 9153 5914 2244
17.00 -86.00 125.00 145.00
0.09 -0.93 2.16 6.91
2156
2163
7.00
0.32
209.6392 1325
205.7997 1301
-3.84 -24.00
-1.83 -1.81
3450 10758
3239 10859
-211.00 101.00
-6.12 0.94
65602
65603
1.00
0.00
1.8752
1.873
0.00
-0.12
3.6319
3.6704
0.04
1.06
3.1216
3.0906
-0.03
-0.99
15.7141
15.7142
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh Pertanian (tahun)
154 8.5.3. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian MasingMasing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Hasil simulasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian sebesar 0.20 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 1.54 periode krisis ekonomi (Tabel 49 dan 50). Di sis i lain sektor non pertanian terjadi penurunan sebesar 1.83 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 0.54 periode krisis ekonomi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan investasi sektor pertanian terhadap kesempatan kerja sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan pengaruh kenaikan upah sektor pertanian, hal ini mengakibatkan kesempatan kerja sektor pertanian mengalami kenaikan. Hal lain yang dapat dilihat bahwa pengaruh perubahan upah sektor non pertanian lebih besar terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian dibandingkan pengaruh kenaikan investasi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya peluang kerja di sektor non pertanian baik periode sebelum maupun saat krisis ekonomi. Dengan kata lain bahwa investasi yang diberikan pada sektor non pertanian tidak dipergunkan untuk kegiatan labor intensisive melainkan kegiatan capital intensive, sehingga walaupun investasi sektor non pertanian ditingkatkan maka pengaruhnya masih negatif terhadap sektor non pertanian. Meningkatnya kesempatan kerja pada sektor pertanian mengakibatkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanin ke pertanian sebesar 2.30 persen periode sebelum krisis ekonomi dan sebesar 1.61 persen periode krisis ekonomi.
Bila dilihat lebih jauh ternyata tenaga kerja yang beralih ke sektor
pertanian tersebut sebagian besar disumbang oleh sektor jasa.
155 Tabel 49.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Variabel Endogen
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi-12
Perubahan Unit (%)
50901
50584
-317.00
-0.62
30300 19089
30360 18645
60.00 -444.00
0.20 -2.33
5621 3631 1166 793.3277
5714 4009 1163 828.6983
93.00 378.00 -3.00 35.37
1.65 10.41 -0.26 4.46
20601 9528 3539 875.6057
20224 9463 3498 853.9236
-377.00 -65.00 -41.00 -21.68
-1.83 -0.68 -1.16 -2.48
1711
1729
18.00
1.05
142.0745 809.7448
135.5722 779.5697
-6.50 -30.18
-4.58 -3.73
5989 11073
5965 10761
-24.00 -312.00
-0.40 -2.82
59415
59417
2.00
0.00
1.7036
1.7427
0.04
2.30
3.1935
3.2221
0.03
0.90
2.7555
2.8349
0.08
2.88
15.0388
15.0388
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor no n pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
156 Tabel 50.
No
Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi Variabel
I. KESEMPATAN KERJA A. Kesempatan Kerja Total 1 Kes. krj. total (orang) B. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 2 Kes. krj. sektor pertanian (orang) 3 Kes. krj. sub sektor pertanian tanaman dan hortikulutra (orang) 4 Kes. krj. sub sektor perkebunan (orang) 5 Kes. krj. sub sektor peternakan (orang) 6 Kes. krj. sub sektor perikanan (orang) 7 Kes. krj. sub sektor kehutanan (orang)
8 9 10 11 12 13 14 15 16
C. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian Kes. krj. sektor non pertanian (orang) Kes. krj. sektor industri (orang) Kes. krj. sub agroindustri (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri makanan dan minuman (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pemintalan dan tekstil (orang) Kes. krj. sub sub sektor indstri kayu (orang) Kes. krj. sub sub sektor industri pulp dan kertas (orang) Kes. krj. sub sektor non agroindustri (orang) Kes. krj. sektor jasa (orang)
PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR PERTANIAN 17 Produk domestik bruto sektor pertanian (milyar rupiah)
Nilai Dasar
Simulasi- 12
Perubahan Unit (%)
53225
53629
404.00
0.76
33228 16989
33740 16922
512.00 -67.00
1.54 -0.39
6022 7855 1296 1066
6086 8336 1315 1081
64.00 481.00 19.00 15.00
1.06 6.12 1.47 1.41
19997 9239 5789 2099
19889 9182 5875 2214
-108.00 -57.00 86.00 115.00
-0.54 -0.62 1.49 5.48
2156
2157
1.00
0.05
209.6392 1325
205.9366 1298
-3.70 -27.00
-1.77 -2.04
3450 10758
3308 10707
-142.00 -51.00
-4.11 -0.47
65602
65612
10.00
0.02
1.8752
1.9053
0.03
1.61
3.6319
3.7121
0.08
2.21
3.1216
3.1878
0.07
2.12
15.7141
15.7146
0.00
0.00
II.
III. TRANSFORMASI TENAGA KERJA 18 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor sektor non pertanian 19 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri 20 Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa IV. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 21 Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian (tahun)
157 8.6.
Rekapitulasi Alternatif Simulasi Periode Sebelum Krisis Ekonomi dan Periode Krisis Ekonomi Rekapitulasi simulasi periode sebelum krisis ekonomi dan periode krisis
ekonomi dapat dilihat pada Tabel 51. Hasil simulasi memperlihatkan perubahan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian periode sebelum dan saat krisis ekonomi. Perubahan -perubahan yang menonjol pada kedua periode tersebut adalah : 1.
Dampak perubahan peningkatan upah sub sektor pertanian sebesar 10 persen pada periode sebelum krisis ekonomi (simulasi 1), mengakibatkan kesempatan kerja total di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan kesempatan kerja total ini adalah diakibatkan oleh menurunnya kesempatan kerja di sektor pertanian dan sektor industri, sebaliknya sektor jasa mengalami peningkatan. Temuan lain dari peningkatan upah pada sub sektor pertanian adalah terjadinya penurunan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Penurunan kesempatan kerja pada sektor pertanian berakibat pada meningkatnya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (industri dan jasa). Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian ternyata lebih banyak terserap di sektor jasa dibandingkan dengan sektor industri. Fenomena yang sama juga terjadi pada periode krisis ekonomi, hanya saja nilai prosentase peningkatan atau penurunnya lebih kecil. Jika dilihat pada simulasi 2, peningkatan upah sub sektor non pertanian sebesar 10 persen periode sebelum krisis ekonomi mengakibatkan
158
159
160 kesempatan kerja sektor pertanian meningkat, sebaliknya kesempatan kerja sektor industri dan jasa mengalami penurunan. Disisi lain produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia mengalami peningkatan. Menurunnya kesempatan kerja sektor industri dan jasa menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian. Tenaga kerja yang dominan mengalami transformasi dari sektor non pertanian ke sektor pertanian adalah sektor jasa. Demikian juga fenomena yang terjadi pada periode krisis ekonomi bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi, hanya perbedaan terjadi pada nilai prosentase peningkatan maupun penurunannya yang lebih kecil. Hal yang sama terjadi juga pada simulasi 3 yaitu peningkatan upah sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian. Adanya peningkatan dan penurunan kesempatan kerja di sektor pertanian maupun sektor non pertanian, jumlahnya lebih besar terjadi pada periode krisis ekonomi. Sedangkan produk domestik bruto sektor pertanian terjadi penurunan lebih besar pada periode sebelum krisis ekonomi. Peningkatan upah sub sektor pertanian maupun sub sektor non pertanian mengakibatkan terjadinya perubahan persentase transformasi tenaga kerja lebih besar pada periode krisis ekonomi. Ini menandakan bahwa sektor pertanian pada periode krisis ekonomi mampu bertahan, bahkan masih dapat meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat yang bersamaan terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian baik periode sebelum maupun periode krisis ekonomi. 2.
Dampak perubahan peningkatan investasi sub sektor pertanian sebesar 15 persen periode sebelum krisis ekonomi (simulasi 4), mengakibatkan kesempatan kerja total di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan
161 kesempatan kerja total ini adalah diakibatkan oleh meningkatanya kesempatan kerja sektor pertanian dan industri, sebaliknya sektor jasa mengalami penurunan. Temuan lain dari peningkatan investasi pada sub sektor pertanian adalah terjadinya peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian berakibat pada meningkatnya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian. Transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian ternyata lebih banyak didukung oleh sektor jasa dibandingkan dengan sektor industri. Fenomena yang sama juga terjadi pada periode krisis ekonomi. Berdasarkan simulasi 5, peningkatan investasi sub sektor non pertanian sebesar 15 persen periode sebelum krisis ekonomi mengakibatkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor industri menurun tetapi kesempatan kerja total mengalami peningkatan. Disisi lain kesempatan kerja sektor jasa, produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia mengalami peningkatan. Menurunnya kesempatan kerja sektor pertanian menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Demikian juga fenomena yang terjadi pada periode krisis ekonomi bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi. Simulasi 6 menunjukkan bahwa peningkatan investasi sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian periode sebelum krisis ekonomi mengakibatkan meningkatnya kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor industri, sebaliknya sektor jasa mengalami penurunan. Adanya peningkatan kesempatan kerja sektor pertanian mengakibatkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian.
162 Tenaga kerja yang mengalami transformasi terbesar ke sektor pertanian adalah sektor jasa. Fenomena yang sama juga terjadi pada saat krisis ekonomi. Hal ini berarti pada periode krisis ekonomi kebijakan yang kondusif dilakukan pemerintah adalah melakukan investasi, terbukti dengan meningkatnya kesempatan kerja sektor non pertanian pada periode tersebut. Disamping itu, ini menandakan bahwa sektor pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi maupun krisis ekonomi mampu bertahan, bahkan masih dapat menyerap tenaga kerja. 3.
Dampak perubahan peningkatan produk domestik bruto sub sektor pertanian sebesar
5
persen
periode
sebelum
krisis
ekonomi
(simulasi
7),
mengakibatkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor industri mengalami peningkatan, demikian juga dengan kesempatan kerja total. Disamping itu produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya
manusia
juga
mengalami
peningkatan.
Sedangkatan
transformasi tenaga kerja terjadi dari sektor non pertanian ke sektor pertanian. Tenaga kerja yang banyak pindah ke sektor pertanian adalah tenaga kerja yang berasal dari sektor jasa. Fenomena yang sama juga terjadi pada periode krisis ekonomi. S imulasi peningkatan produk domestik bruto sub sektor non pertanian sebesar 5 persen periode sebelum krisis ekonomi (simulasi 8) mengakibatkan terjadinya penurunan kesempatan kerja sektor pertanian dan meningkatnya kesempatan kerja sektor industri dan sektor jasa. Disisi lain produk domestik sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian mengalami penurunan. Dampak penurunan kesempatan kerja sektor pertanian dan meningkatnya kesempatan kerja sektor industri dan jasa mengakibatka terjadinya transformasi tenaga kerja
163 dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Demikian juga halnya dengan fenomena yang terjadi pada periode krisis ek onomi. Selanjutnya, bila produk domestik bruto sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian dinaikkan sebesar 5 persen periode sebelum krisis ekonomi, mengakibatkan meningkatnya kesempatan kerja total, sektor pertanian, industri dan sektor jasa. Selain itu kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian juga meningkat (simulasi 9). Sedangkan transformasi tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, dimana sebagian tertampung pada sektor jasa. Fenomena ini juga terjadi pada periode krisis ekonomi, hanya prosentase nilainya saja yang lebih kecil bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi. 4.
Dampak perubahan peningkatan upah dan investasi pada sub sektor pertanian secara bersamaan periode sebelum krisis ekonomi adalah menurunnya kesempatan kerja sektor pertanian, sebaliknya terjadi pada periode krisis ekonomi, sedangkan pada kedua periode tersebut kesempatan kerja sektor non pertanian mengalami penurunan (simulasi 10). Dampak perubahan peningkatan upah dan investasi pada sektor non pertanian secara bersamaan adalah meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian baik sebelum periode krisis ekonomi maupun periode krisis ekonomi, sedangkan kesempatan kerja sektor non pertanian mengalami peningkatan pada periode krisis ekonomi. Saat bersamaan juga terjadi peningkatan produk domestik bruto dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian serta terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (simulasi 11). Jika kedua simulasi di atas dilakukan bersama-sama maka akan memberikan dampak yang positif pada sektor pertanian terutama pada
164 periode krisis ekonomi bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi, sebaliknya pada sektor non pertanian memberikan dampak negatif yaitu terjadinya penurunan kesempatan kerja yang lebih besar pada periode sebelum krisis ekonmomi. Pada saat bersamaan persentase transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian lebih besar terjadi periode sebelum krisis ekonomi (simulasi 12). 5.
Simulasi terbaik periode saat krisis ekonomi adalah simulasi peningkatan upah dan investasi pada sub sektor non pertanian (simulasi 11). Simulasi tersebut memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian, sehingga sesuai dengan yang diharapkan dari kondisi ketenagakerjaan adalah meningkatnya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian serta didukung oleh peningkatan kesempatan kerja sektor pertanian, di sisi lain kesempatan kerja sektor non pertanian juga meningkat. Dari simulasi tersebut maka kondisi ketenagakerjaan yang diharapkan yaitu semua tenaga kerja dapat terserap di Indonesia, baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Temuan lain dari simulasi ini adalah terjadinya peningkatan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
165
IX.
KESIMPULAN DAN SARAN
9. 1.
Ringkasan Hasil
1.
Indonesia telah mengalami perubahan struktur ekonomi, namun perubahan struktur output (produk domestik bruto) yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenagakerjaan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara struktur ekonomi dengan struktur ketenagakerjaan.
2.
Produk domestik bruto dan investasi masing-masing sub sektor pertanian berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja masing-masing sub sektor pertanian, luas areal perkebunan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan dan populasi ternak berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan, sedangkan upah masingmasing sub sektor pertanian berpengaruh negatif. Dalam jangka panjang kesempatan kerja sub sektor perkebunan responsif terhadap luas areal sub sektor perkebunan, kesempatan kerja sub sektor peternakan responsif terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sedangkan kesempatan kerja sub sektor perikanan responsif dalam jangka panjang terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian.
3.
Produk domestik bruto dan investasi masing-masing sub-sub sektor non pertanian berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja masing -masing subsub sektor non pertanian (kesempatan kerja sub-sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau, pemintalan dan tekstil, kayu, pulp dan kertas, sub sektor non agroindustri dan sektor jasa), sedangkan upah masing-masing
166 sub-sub sektor non pertanian berpengaruh negatif. Kesempatan kerja sub -sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau responsif terhadap PDB industri makanan, minuman dan tembakau dan kesempatan kerja sub sektor kehutanan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, kesempatan kerja sub-sub sektor industri pemintalan dan tekstil responsif terhadap PDB industri pemintalan dan tekstil dan kesempatan kerja sektor pertanian dalam jangka panjang. Kesempatan kerja sub sektor non agroindustri responsif terhadap PDB sub sektor non agroindustri dalam jangka pendek maupun jangka panjang sedangkan terhadap kesempatan kerja sub sektor agroindustri hanya responsif dalam jangka panjang. 4.
Kesempatan kerja dan besarnya investasi pada sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian, namun tidak responsif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian.
5.
Kesempatan kerja sektor pertanian berpengaruh positif terhadap transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sebaliknya kesempatan kerja sektor industri dan sektor jasa berpengaruh negatif terhadap transformasi tenaga kerja. Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor pertanian, tetapi tidak responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor industri dan sektor jasa.
6.
Produk domestik bruto dan investasi sektor pertanian berpengaruh positif terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, namun tidak responsif terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
7.
Peningkatan upah sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian secara bersama-sama pada periode sebelum krisis ekonomi akan meningkatkan
167 kesempatan kerja sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, sebaliknya sektor non pertanian dan produk domestik bruto sektor pertanian mengalami penurunan. Peningkatan kesempatan kerja di sektor pertanian menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian, dimana tenaga kerja sektor non pertanian yang paling banyak melakukan transformasi adalah tenaga kerja yang berasal dari sektor jasa. Pola yang sama juga terjadi pada periode krisis ekonomi, hanya besar persentasenya saja lebih kecil. 8.
Peningkatan investasi sektor pertanian dan non pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi akan meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian, produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Sebaliknya kesempatan kerja sektor non pertanian mengalami penurunan. Akibat meningkatnya kesempatan kerja di sektor pertanian menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor non pertanian ke sektor pertanian. Tenaga kerja sektor non pertanian yang melakukan transformasi sebagian besar berasal dari sektor jasa. Pola yang sama terjadi pada periode krisis ekonomi.
9.
Peningkatan produk domestik bruto sub sektor pertanian dan sub sektor non pertanian secara bersama-sama memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian maupun non pertanian, PDB sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian. Sedangkan transformasi tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak terjadi pada sektor jasa.
10.
Peningkatan upah dan investasi sub sektor non pertanian secara bersamasama pada periode krisis ekonomi, akan meningkatkan kesempatan kerja
168 sektor pertanian maupun sektor non pertanian, produk domestik bruto sektor pertanian dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian walaupun sangat kecil. Transformasi tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian khususnya pada sektor jasa. 11.
Dampak terbaik bagi kesempatan kerja di Indonesia pada periode krisis ekonomi adalah peningkatan upah dan investasi sub sektor non pertanian secara bersama-sama. Peningkatan upah dan investasi ini menyebabkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian mengalami peningkatan. Peningkatan kesempatan kerja sektor non pertanian lebih besar terjadi pada sektor jasa. Disamping itu, terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian khusunya pada sektor jasa. Pada saat bersamaan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian mengalami peningkatan.
9. 2.
Kesimpulan
1.
Indonesia telah mengalami perubahan struktur ekonomi, namun perubahan struktur output (produk domestik bruto) yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenagakerjaan
2.
PDB dan investasi sektoral berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja kesempatan kerja sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Sedangkan luas areal perkebunan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan dan populasi ternak berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan sedangkan upah sektoral berpengaruh negatif.
169 3.
Produk domestik bruto dan investasi sektoral sub sektor non pertanian berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sub sektor non pertanian, sedangkan upah berpengaruh negatif.
4.
Kesempatan kerja dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian.
5.
PDB dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh yang positif tetapi sangat kecil terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.
6.
Kesempatan kerja sektor pertanian berpengaruh positif terhadap transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sebaliknya kesempatan kerja sektor non pertanian berpengaruh negatif.
7.
Peningkatan upah dan investasi sektor non pertanian secara bersama-sama pada periode krisis ekonomi menyebabkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian mengalami peningkatan. Peningkatan kesempatan kerja sektor non pertanian lebih besar terjadi pada sektor jasa dan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian khusunya sektor jasa. Secara bersamaan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian juga mengalami peningkatan.
9. 3.
Saran.
9. 3.1. Saran Kebijakan 1.
Agar dapat meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian dan sektor non pertanian maka diperlukan kebijakan yang memiliki implikasi pada peningkatan investasi dan produk domestik bruto dengan memperhatikan kaitan antar sektoral baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,
170 khususnya sektor pertanian dan non pertanian yaitu den gan memberikan pinjaman modal dengan bunga lunak dan mempermudah birokrasi. 2.
Dalam perekonomian yang semakin maju proses transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian tidak dapat dihindari, sehingga perlu menggeser
struktur
ketenagakerjaan
kearah
struktur
ekonomi
yang
berimbang dengan jalan meningkatkaan investasi padat karya, sehingga dapat membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian dan meningkatkan laju penyerapan tenaga kerja di sektor non pertanian. 3.
Untuk dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian,
pemerintah
sebaiknya
meningkatkan
investasi
di
bidang
pendidikan formal bagi penyuluh pertanian.
9. 3.2. Saran Penelitian Lanjutan 1.
Menganalisis kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan penawaran, serta mendisagregasi berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, status pekerjaan, jenis pengusahaan, dan pewilayahan desa maupun kota.
2.
Menganalisis kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian berdasarkan tingkat pendidikan formal dan non formal.
3.
Mengalisis produk domestik bruto dengan mendisagregasi untuk masingmasing sektor (sub sektor) pertanian dan sektor (sub sektor) non pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Ananta, A. 1990. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Adriani, D. 2000. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Keragaan Pasar Kerja dan Migrasi pada Periode Krisis Ekonomi di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Agribisnis. 2000. Arah Kebij.aksanaan Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1993. Sensus Pertanian 1993. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ______________________. Survey Angkatan Statistik, Jakarta.
Kerja
Nasional. Badan Pusat
Budiharsono, S. 1996. Transformasi Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah di Indonesia 1969 - 1987. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Baharsyah, S. 1987. Pola Usaha Pertanian yang Menunjang Pengembangan Agroindustri. Prosidin g Simposium Nasional Agroindustri. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bali Post. 2005. Kompleknya Persoalan Sumberdaya Manusia. Tajuk Rencana. Bali Post, 17Juni2005 : 7. Chenery, H. B. 1960. Pattern of Industrial Growth. American Economic Riview, 50(9): 624-654. Chenery, H. B. dan M. Syrquin. 1975. Patterns of Development 1950 – 1970. Oxford University Press, London. Clark, C. 1951. The Condition of Economic Progress. Mcmillan Press Ltd, London. Dasril, 1993. Pertumbuhan dan Pembahan Struktur Produksi Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971 -1990. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Pertanian. 1996. Statistik Perikanan Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.
Erwidodo, 1995. Transformasi Struktural dan Industrialisasi Pertanian di Indonesia. Dalam Prosiding Agribisnis: Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Petemakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Fahmi, Z.A. 1995. Perubahan Struktur Ketenagakerjaan Menurut Sektor Produksi dan Mobilitas Pekerjaan di Indonesia. Miní Economica, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 23(3) : 21 - 31. Fisher, H.B. 1975. Perencanaan Regional dalam Konteks Pembangunan Nasional Indonesia, Prisma, Jakarta. Hardono, G.S. 2003. Simulasi Dampak Pembahan Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pertanian. Jumal Agro Ekonomi, 21(1) : 2. Hayami, Y. dan V.W. Ruttan. 1971. Agricultural Development: An Intemational Perspective. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Hill, H. 1996. The Indonesian Economy Since 1966. South Asia's Emerging Giant. Cambridge University Press, Canbridge. Intriligator, M.D. 1978. Econometric Models, Techniques and Applications. Prentice-Hall Intemational, New Delhi. Iskandar, I. 1993. Transformasi Perekonomian Sumatera Barat: Suatu Analisis Struktural (1969 - 1990). Tesis Magister Sains. Pendidikan Pascasarjana KPK IPB-UNAND, Universitas Andalas Padang, Padang. Kagami, H. 2000. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian di Propinsi Sumatera Selatan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kountsoyianis, A. 1977. Theory of Econometrics : An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. Macmillan Press Ltd, London. Kuznets, S. 1966. Modem Economic Growth: Rate, Structure and Spread Yale University Press, New Haven. Manning, C. 1995. Approaching the Tuming Point: Labor Market Change Under Indonesia's New Order. The Developing Economies, Institute of Developing Economies, Tokyo. Nurmanaf, A. R. dan Susilowati. 2000. Struktur Kesempatan Kerja dan Kaitannya dengan Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan. Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah. Pusat Penelitian Sbsial Ekonomi Pertanian, Bogor. Pindyck, R.S. dan D. L. Rubienfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts Third Edition. Mc Graw-Hill International Editions, Singapore.
Rahardjo, D. 1986. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Universitas Indonesia, Jakarta. Rahmat, M. 1992. Kesempatan Kerja dan Prospek Ketenagakerjaan Dalam Pengembangan Tebu di Jawa. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 9 (2) :30-39. Sagir, S. 1996. Kesiapan Agroindustri Menjelang Era Globalisasi Perdagangan Bebas, AFTA 2003 dan APEC 2002. Makalah Pembanding Forum Komunikasi Agribisnis Bidang Ekonomi Pada Seminar Tanggapan Pendidikan Tinggi Dalam Bidang Agroindustri Menghadapi Era Pasar Bebas, Cisarua Bogor, Desember 1996, Bogor. Sastrowiharjo, M. 1989. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Propinsi Jambi: Suatu Studi Simulasi Sistem Ekonomi Regional. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bo gor. Sawit, M. H. 1986. Pembahan Kesempatan Kerja dan Tingkat Upah di Pedesaan Jawa. Implikasi untuk Sektor Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 5(2): 50 - 56 Sigit, H. 1989. Transformasi Tenaga Kerja. Dalam Prisma. Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Simanjuntak, P. J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Squire, L. 1986. Kebijaksanaan Kesempatan Kerja di Negara-Negara Berkembang. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Soedijanto. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta. Suhartini, S.H. 2001. Transformasi Struktur Kesempatan Kerja Sektor Pertanian ke Non Pertanian di Indonesia. Jumal Agro Ekonomi, 2(4) : 17-19. Sukirno, S. 1982. Pengantar Teori Mikroekonomi. Bima Grafíka, Jakarta. Sulistyaningsih, E. 1997. Dampak Pembahan Struktur Ekonomi terhadap Struktur Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia 1980-2019: Suatu Pendekatan InputOutput. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumaryanto. 1990. Penawaran Tenaga Kerja Pertanian dan Perubahannya di Beberapa Desa di Jawa Barat. Skipsi Sarjana. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supranto, J. 1984. Ekonometrik. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Suroto, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Suryana, A. 1989. Perspektif Mobilitas Kerja dan Kesempatan Kerja Pedesaan. Prosiding Patanas. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sutrisno. 1985. Mobilitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian (Kasus Dua Desa Padi Sawah di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Swasono, Y dan Endang Sulystyaningsih, 1993. Pengembangan Sumberdaya Manusia : Konsepsi Makro Untuk Pelaksanaan di Indonesia. Izulfa Gempita, Jakarta. Swasono, Y. 1999. Kondisi Ketenagakerjaan Pada Masa Krisis Ekonomi dan Era Globalisasi. Jumal Studi Indonesia, 9(1) : 33. Syafa'at, N, Pantjar, S, Sudi Mardianto, Tri Pranadji, 2003. Konsep Pengembangan Wilayah Berbasis Agribisnis Dalam Rangka Pemberdayaan Petani. Forum Agro Ekonomi, 21(1) : 28. Tambunan, T.H. 1996. Perekonomian Indonesia. P.T. Gahlian, Jakarta. V/idodo, S.T. 1997. Ekonomi Indonesia: Fakta dan Tantangan dalam Era Globalisasi. Edisi Kedua. Penerbit Kanisius, Jakarta. Yennetri, E. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke non Pertanian. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yusdja, Y. 1985. Latar Belakang dan Metodologi Penelitian Patanas di Jawa Barat, Sumbar, Sulsel dan Jatim. Fomm Penelitian Agro Ekonomi, 4(1): 14-17. Zulkamaen, D. 1995. Struktur Perekonomian dan Strategi Pembangunan Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.