BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang besar melalui peningkatan inputoutput-outcome antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian (Departemen Pertanian, 2005). Menurut BPS PDRB Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009 Atas Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 8,4 Triliyun, di mana konstribusi terbesar adalah dari sektor pertanian yaitu ± 41%. Dalam operasionalnya pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per subsektor), sehingga petani sebagai pelaku usaha tani dikelompokkan menjadi petani tanaman pangan, hortikultura, ikan, ternak, dan perkebunan. Hal tersebut membawa dampak negatif terutama bagi para petani yang hanya memiliki atau menggarap lahan usaha sempit (0,1 – 0,5 Ha) karena tidak dapat memanfaatkan aset yang dimilikinya secara optimal. Lahan sawah masih dipandang sebagai media untuk memproduksi bahan pangan berupa padi dan palawija saja. Padahal melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, lahan sawah selain dapat
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan untuk usaha tani tunggal (single community approach) juga dapat dimanfaatkan untuk usaha tani terpadu (integrated communities farming system approach) (Sugandi, 2002). Dengan skala kepemilikan lahan yang sempit dan terbatas tersebut, usaha tani semakin diintensifkan yang memerlukan lebih banyak supply unsur hara dan perlindungan tanaman. Pengusahaan lahan yang intensif dengan menggunakan input luar berupa kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar, tanpa melihat kompleksitas lingkungan disamping membutuhkan biaya usaha tani yang tinggi juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan dan menyebabkan penurunan pendapatan petani (Salikin, 2003). Menurut Jumin, (2002), kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk nitrogen misalnya, di Indonesia selama tahun 1970-1980 terjadi peningkatan 3 kali lipat, penggunaan pestisida 6 kali lipat. Namun sayangnya produktivitas yang diperoleh hanyalah 1,5 kali lipat. Pengusahaan pertanian yang intensif secara monokultur yang menerapkan teknologi high-input pada areal yang lebih subur, telah mengakibatkan lahan marjinal semakin luas (Reijntjes, 1999). Sejak akhir tahun delapan puluhan mulai tampak tanda-tanda kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Hasil tanaman tidak menunjukkan kecendrungan meningkat walaupun telah digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan pengelolaan hara secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi (Sutanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Naipospos (2004), sistem pertanian yang konvensional saat ini dilakukan secara tidak bijaksana. Sehingga menimbulkan permasalahan baru yang akhirnya menggagalkan kestabilan produksi. Karena sistem pertanian yang tanpa memperhatikan kaidah-kaidah keseimbangan ekologi merupakan bagian dari upaya perusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem konvensional cenderung mengarah pada penanaman tanaman yang sama (monokultur) yang mengharuskan pemakaian pupuk kimia (anorganik) dan pestisida secara besar-besaran sehingga menimbulkan
kerusakan
ekosistem
dan
pengolahan
tanah
secara
intensif
menyebabkan degradasi tanah secara luas dan juga mengakibatkan polusi air permukaan maupun air bawah tanah. Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya upaya terobosan untuk mendorong perbaikan lingkungan hidup, dengan mengubah sistem pertanian konvensional menjadi sistem pertanian yang ramah lingkungan. Pertanian Ramah Lingkungan dapat dikembangkan melalui sistem integrasi tanaman dan ternak (crop livestock system), karena 2/3 (dua pertiga) dari penduduk miskin di negara-negara berkembang memelihara ternak dan hampir 60% diantaranya bergantung pada sistem tanaman-ternak. Usaha tani (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan) selalu dibarengi oleh usaha ternak artinya peternakan dilakukan sebagai usaha sampingan dengan tujuan sebagai tabungan petani, tenaga kerja (ternak besar), penyediaan pupuk kandang dan sebagainya. Keterkaitan dan keterpaduan usaha tani tersebut sejak dahulu berlangsung di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, tetapi masih sporadis atau berskala kecil dan individu. Ternak yang dipelihara dalam jangka
Universitas Sumatera Utara
panjang dengan pemeliharaan intensif akan meningkatkan pertambahan berat badan atau menghasilkan anak. Kegiatan peternakan setiap hari menghasilkan kotoran yang merupakan substrat utama pembuatan kompos/bokashi sebagai pupuk organik. Sementara dari kegiatan pertanian tanaman pangan dan hortikultura akan memberikan pula sisa-sisa produksi yang dapat digunakan kembali sebagai pakan ternak, disamping adanya hijauan makanan ternak yang ditanam. Dengan demikian kebutuhan makanan ternak dapat terpenuhi sehingga pertumbuhan berat badan rata-rata ternak dapat terus meningkat. Hal ini menunjukkan siklus atau rangkaian kegiatan ini memberikan nilai efisiensi yang tinggi di mana tidak adanya limbah dari kegiatan produksi yang terbuang. Sebagai daerah agraris, Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai luas lahan sawah lebih kurang 41.000 hektar dan merupakan salah satu daerah penghasil atau lumbung beras di Sumatera Utara dengan surplus beras rata-rata pertahun 125.000 sampai 130.000 ton. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani dalam rangka meningkatkan swasembada beras dan penyediaan protein hewani di Kabupaten Serdang Bedagai, secara berkelanjutan dengan tidak merusak lingkungan maka Sistem Integrasi Padi dan Ternak dapat menjadi salah satu pilihan sistem pembangunan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk mengadakan studi analisis Sistem Integrasi Padi Ternak dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan permasalahan
penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Apakah Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) berpengaruh terhadap pendapatan petani di Kabupaten Serdang Bedagai?
2.
Bagaimana
dampak
Sistem
Integrasi
Padi
Ternak
(SIPT)
terhadap
pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai? 3.
Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendorong dalam melaksanakan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Kabupaten Serdang Bedagai?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah:
1.
Untuk menganalisis pengaruh Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) terhadap pendapatan petani di Kabupaten Serdang Bedagai.
2.
Untuk menganalisis dampak Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.
3.
Untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penghambat dan pendorong dalam melaksanakan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah:
1.
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi petani dalam melaksanakan usaha tani yang berkelanjutan dengan Sistem Integrasi Padi Ternak guna meningkatkan pendapatannya.
2.
Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penyusunan strategi pembangunan pertanian dengan pengembangan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT).
3.
Sebagai bahan referensi dalam ilmu pengetahuan tentang Sistem Integrasi Padi Ternak sebagai suatu usaha yang ekonomis berbasis perekonomian pedesaan.
Universitas Sumatera Utara