No. 10/ 45 /DKBU
Jakarta, 12 Desember 2008
SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal
:
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4943), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut: I.
KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. 2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan …
2
kegiatan usaha secara konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa (BKD). 3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang didasarkan pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat Bank Indonesia serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio Kebutuhan Kas merupakan perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar. Aset lancar terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak menjadi agunan, penempatan pada antarbank aktiva yang tidak menjadi agunan di bank umum atau BPR lain meliputi giro pada bank umum, serta tabungan dan deposito jatuh tempo pada bank umum atau BPR lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito jatuh tempo, serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi tabungan dan deposito yang jatuh tempo. 4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR. 5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. 7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. II. PERSYARATAN …
3
II.
PERSYARATAN FPJP 1. BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. 2. BPR sebagaimana ketentuan butir 1 wajib memiliki kriteria sebagai berikut: a.
Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang Cukup Sehat;
b.
Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata paling kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen);
c.
Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) paling kurang 8% (delapan persen) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan
d.
Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir.
3. Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). 4. BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan: a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP jatuh tempo. Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit:
1) memiliki …
4
1) memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka waktu FPJP. 2) memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir. Kolektibilitas adalah kualitas kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Produktif BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 3 periode pelaporan terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan. Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR dimaksud harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset Kredit yang disampaikan oleh BPR dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 3) memiliki agunan. Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa: a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan. b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai. 4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR. Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Perkreditan Rakyat. 5) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK. 5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan …
5
dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPR menerima FPJP. Contoh: Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Apabila
BPR
mengajukan
perpanjangan
FPJP
dan
atas
perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP akan diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008 sampai dengan jatuh tempo 29
Januari
2009.
Selanjutnya
apabila
BPR
mengajukan
perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari 2009. Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka penyelesaian FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009 (hari kerja berikutnya). 6. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo;
b. BPR …
6
b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen); dan c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini. 7. BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP kurang dari 10% (sepuluh persen);
b.
BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan
c.
Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
8. Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah FPJP yang belum dilunasi. 9. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJP adalah sampai dengan jatuh tempo FPJP. Contoh: FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008. 10. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan nasabah BPR yang berlaku pada saat perjanjian atau addendum pemberian FPJP ditandatangani. Biaya …
7
Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh tempo FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai dengan jatuh tempo. BPR harus menyediakan dana untuk pembayaran seluruh biaya bunga FPJP terhutang paling lambat pada saat pengajuan perpanjangan FPJP. III. PENGAJUAN
PERMOHONAN,
PENAMBAHAN
ATAU
PERPANJANGAN FPJP 1. Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh BPR kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja. 2. Surat perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3. BPR mengajukan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 kepada Bank Indonesia melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen: a. Surat pernyataan yang terdiri dari: 1) Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-2; 2) Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP sesuai butir II.4, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR …
8
BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-3; 3) Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo, yang ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-4; 4) Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
kredit
dan
agunan
yang
menyertainya,
yang
ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-5; b. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPR di bank umum yang ditunjuk dan bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPR terkait FPJP, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana
contoh pada
Lampiran-6; c. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-7; d. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang diajukan menjadi agunan FPJP, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-8;
e. Konsep …
9
e. Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai dengan Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris yang terdiri dari: 1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh pada Lampiran-9; 2) Konsep
Akta
Gadai,
dalam
hal
agunan
berupa
SBI,
sebagaimana contoh pada Lampiran-10; 1) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran-11; 2) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana contoh pada Lampiran-12. 4. Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan butir 3 dan daftar kelengkapan
dokumen
permohonan,
sebagaimana
contoh
pada
Lampiran-16, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 5. BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir 3 apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan daftar Aset Kredit. 6. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana ketentuan butir 3.e dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian FPJP. 7. Biaya
yang
timbul
sehubungan
dengan
proses
permohonan,
penambahan, dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan, penambahan dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR penerima FPJP.
IV. PENGAJUAN …
10
IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJP 1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan dokumen berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS berupa print-out hasil pengagunan. 2. Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi
agunan
(pledge)
pada
ketentuan
BI-SSSS
dengan
counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). 3. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut: a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo. b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. 4. Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-8. 5. Dalam
rangka
keperluan
pengikatan
agunan
FPJP,
BPR
menyampaikan: a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur; b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR dan debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR. 6. Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 7. Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang diajukan oleh BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi kriteria
agunan …
11
agunan FPJP, BPR harus mengajukan Aset Kredit baru untuk memenuhi kecukupan agunan FPJP. 8. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia mencakup: a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR dengan debitur; dan b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit. 9. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 10. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) atau Bank Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat BPR. V.
PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP; 2) nilai agunan sebagaimana ketentuan butir 1) ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari FPJP atau perpanjangan FPJP; 3) nilai jual SBI sebagaimana ketentuan butir 1) dihitung berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang tercantum dalam
BI-SSSS.
Contoh
perhitungan
nilai
jual
SBI
sebagaimana pada Lampiran-8;
4) harga …
12
4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai baki debet (outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP tersebut ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh persen) dari FPJP. 2. Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b, BPR wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai Aset Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP yang disetujui. 3. Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir IV.4 kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan. VI. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP dalam hal: a. BPR memenuhi kriteria permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; 2. Dalam …
13
2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. 3. Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR penerima FPJP di bank umum. 4. Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Edaran ini. 5. Bank
Indonesia
memberitahukan
penolakan
atas
permohonan,
penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 4 kepada BPR melalui surat. VII. PELUNASAN FPJP 1. Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo. 2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP. 3. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana ketentuan butir 2, saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP dan BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan.
VIII. EKSEKUSI …
14
VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP. 2. Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses eksekusi dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption) pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana ketentuan butir 1. 3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang;xatau b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak tagih. 4. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. 5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya. 6. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum dilunasi, BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan tingkat bunga FPJP terakhir. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi
agunan …
15
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana ketentuan butir 8, BPR wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud. IX. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh BPR. 2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak melakukan tindakan
tertentu
yang dapat menambah kesulitan
pendanaan jangka pendek BPR. 3. BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X, berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-13; b. Kolektibilitas …
16
b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana contoh pada Lampiran-14; dan c. Penggunaan FPJP harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-15. X.
ALAMAT
PENYAMPAIAN
PERMOHONAN,
PENAMBAHAN,
PERPANJANGAN DAN/ATAU LAPORAN FPJP Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan, perpanjangan dan/atau laporan FPJP oleh BPR disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau 2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1, dengan tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU). XI. SANKSI 1. Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas ketentuan Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana ketentuan butir IX.1 diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa: a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus BPR. 2. Apabila …
17
2. Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 3. Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR tidak
melaksanakan
langkah-langkah
yang
diperlukan
untuk
memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. XII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 12 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM
DKBU