Summary Pelatihan Komunikasi Pada Anak Sabtu, 26 Januari 2013 Fasilitator: Lisna Djaelani Albarqie
Pendahuluan Orang tua mempunyai banyak keinginan dan harapan terhadap anak. Keinginan dan harapan tersebut bermacam-macam bentuknya dan tidak sama untuk setiap orang karena latar belakang serta pengalaman hidup yang berbeda-beda. Meski bertujuan baik, namun anak belum mempunyai kemampuan untuk menangkap maksud dari keinginan dan harapan orang tua. Terutama untuk anakanak dalam rentang usia 0-8 tahun. Dalam rentang usia tersebut anak lebih banyak menggunakan sisi perasaan daripada sisi logikanya. Semua pengalaman dari luar maupun dalam diri anak akan dibacanya melalui perasaan, seperti senang, marah, sedih, suka, kecewa, takut dan sebagainya. Demikian yang terjadi sehingga sebaik apapun maksud dan tujuan orang tua namun jika anak tidak merasa nyaman apalagi merasa terancam maka dia menterjemahkan bahwa dirinya tidak disayang, dicintai dan diakui. Pertanyaan besar pertama untuk orang tua adalah seberapa besar pemahaman saya akan perasaan anak? Pertanyaan berikutnya adalah apakah saya mengenali perasaan saya sendiri? Jika kita sebagai orang tua diberi pertanyaan,”apa yang unik dari dirimu?” apakah kita dapat dengan segera menjawabnya? Banyak orang yang susah melihat keunikan diri sendiri, mengenali perasaan sendiri. Jika diibaratkan ingin mengambil pena dengan tangan yang terkepal, bagaimana mungkin orang tua dapat memahami perasaan anak tanpa mengenali perasaannya terlebih dahulu. Perasaan memang merupakan bagian dari hidup kita, manusia. Semua yang kita kerjakan melibatkan perasaan, selain logika tentunya. Perasaan memberikan energi, bisa energi positif tapi juga bisa negatif. Perasaan dibentuk oleh semua pengalaman hidup yang kita alami dan komunikasi merupakan hal yang sangat berperan untuk mengenali, mengekspresikan serta mengelola perasaan. Komunikasi dibangun dengan bicara, tatap muka/tatapan mata, sentuhan dan bahasa tubuh. Dan kualitas komunikasi terbentuk dari kuantitas komunikasi. Semakin intens komunikasi yang dijalin maka semakin baik juga komunikasi tersebut. Rujukan : Surah Ar-Rahman ayat 4 : (Allah menganjarkan kita pandai bicara) Surah Thaha ayat 44: (Bicaralah dengan lemah lembut agar ia ingat dan takut) Surah Al-Isra ayat 11: (manusia tergesa-gesa) Surat Luqman ayat 19: (lunakkan/rendahkan suaramu)
Surah An-Nisa ayat 63:
Mengapa kualitas komunikasi dihasilkan dari kuantitas komunikasi? Karena komunikasi tidak dapat dibangun dalam waktu yang singkat. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, komunikasi membutuhkan tidak hanya suara, tapi juga interaksi indera dan bahasa tubuh. Komunikasi terbaik ternyata dibangun di atas tempat tidur. Percakapan ringan dengan sentuhan dan suasana tenang didapatkan pada saat kita berada di tempat tidur, sehingga di Amerika kebiasaan ini mulai dibangun kembali (back to family bed, orang tua dan anak tidur di satu tempat tidur).
Mengenali, Mengungkapkan dan Mengekspresikan Perasaan Salah satu penyebab terjadinya masalah dalam berkomunikasi adalah karena kita kurang terbiasa memahami perasaan lawan bicara, sehingga hal paling penting dalam membangun komunikasi adalah mengenali perasaan. Kita dianugerahi dua perasaan yaitu perasaan positif dan perasaan negative yang mempunyai kedudukan sama pentingnya dalam diri. Perasaan, sama seperti air, jika terhalang alirannya maka akan mencari jalan keluar. Mengungkapkan perasaan merupakan cara memberi jalan perasaan untuk dapat mengalir dengan lancar. Kemampuan ini perlu diajarkan pada anak sehingga anak dapat memberitahukan apa yang dirasakannya. Cara terbaik untuk mengajarkan anak dalam mengungkapkan perasaannya adalah menceritakan pada anak apa yang kita alami dalam keseharian aktivitas kita. Mengapa demikian pentingnya perasaan? Mari kita lihat struktur otak kita.
Otak terdiri dari tiga bagian utama : Korteks (cerebrum atau otak besar), Limbik (cerebellum atau otak kecil) dan batang otak (brainstem). Korteks, 80% dari massa otak, bertanggung jawab pada kecerdasan
manusia. Korteks akan berfungsi optimal jika limbic matang. Limbic merupakan tempat penyimpan perasaan yang membangun alam bawah sadar manusia. Mengontrol lebih dari 80% tindakan yang kita lakukan. Pematangan limbic berproses pada usia 0 – 8 tahun sehingga masa ini dinamakan golden ages. Limbic yang tidak matang akan membuat batang otak mengambil alih perannya. Batang otak disebut juga otak reptil dan bekerja sebagai mana sifat reptil. Reptil kecil (seperti cicak) akan lari ketika menerima ancaman, sedangkan reptil besar (seperti ular) akan melawan bahkan menyerang. Sehingga pada banyak kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak sekarang ini terjadi karena anak tidak dapat mengungkapkan perasaannya dan lari dari masalah ketika masih kecil, ketika dewasa dan energinya lebih besar maka anak tersebut mempunyai potensi untuk melukai.
Dengan begitu besarnya peran perasaan pada manusia, khususnya anak, maka demikian pentingnya pengetahuan mengenai mengenali, mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan.
Mengenali Perasaan Sering sebenarnya anak telah menunjukkan perasaannya, hanya saja kita sebagai orang tua tidak mengetahui atau bahkan tidak sengaja menolak perasaan tersebut. Karena itu belajar dan berlatih untuk mengenali perasaan anak harus segera dilakukan. Kenali perasaan anak serta namakan. Contoh: “Ma, kenapa sih nginep di rumah teman aja gak boleh, padahal Cuma mau bikin tugas kelompok”. Ini bentuk perasaan malu dan kesal anak, sehingga tanggapan kita sebaiknya adalah “kamu kesal ya tidak diijinkan menginap?” Mari berlatih mengenali dan memahami perasaan anak melalui ekspresi kalimat-kalimat berikut: “Ma, kenapa sih aku harus bikin PR setiap hari? Banyak lagi..!” “Bu, rambutku jelek ya? Padahal aku gak mau dipotong sependek ini..” “Tadi anak baru itu duduk disebelahku lho..” “Enak bener si Budi.. tiap liburan selalu ke luar negri, gak seperti kita.. ke rumah nenek terus” “Mi, kenapa sih aku gak boleh jajan seperti anak-anak lain?” “Ma, sarapannya nasi goreng lagi ya?”
Perlu diketahui , kadang anak tidak membutuhkan solusi dari masalah yang dirasakannya. Mereka hanya butuh didengarkan, diterima dan dimengerti perasaannya. Jika anak merasakan perasaannya diterima dan dimengerti oleh orang tua, sering mereka yang akan menemukan solusi masalahnya sendiri.
Jika perasaan anak di’tidakkan’ maka anak merasa bingung, tidak mengenali perasaan, tidak percaya diri serta punya konsep diri negative. Anak seperti ini akan mudah terbawa arus pergaulan (diibaratkan kapas kering yang gampang tertiup angin) Sebaliknya, anak yang perasaannya diterima akan merasakan nyaman, merasa bahwa dirinya penting, punya penghargaan diri yang tinggi sehingga tidak mudah terbawa arus pergaulan (diibaratkan kapas basah dan tidak mudah terbang ketika ditiup angin). Hubungan orang tua – anak yang baik membangun sikap menghormati (respect) karena anak belajar bahwa perasaannya dan perasaan orang lain sama pentingnya. Dia dapat mengekspresikan perasaan dengan benar. Menjadi manusia yang peduli dan perhatian (care and concern). Anak mempunyai ‘model’ yang ditirunya.
Dalam berkomunikasi pada anak, peran bahasa tubuh mengambil porsi 90% (Action speaks louder than words). Bahasa tubuh dapat ‘terkirim’ tanpa bicara, dan hanya sebagian kecil yang dapat dikontrol. Maka yang terpenting dalam komunikasi adalah ‘bagaimana’ menyampaikan, bukan apa yang disampaikan. Bahasa yang salah dapat men-sabotase pesan. (Otak manusia lebih menyukai suara yang datang dengan frekuensi rendah, rujukan surah Luqman: 19). Dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan karakteristik suara:
Tinggi rendah Kencang atau pelan Kecepatan
Penghalang komunikasi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Memerintah Menyalahkan Meremehkan Membandingkan Melabel Mengancam Menasehati membohongi Menghibur Meng-kritik
11. Menyindir 12. Menganalisa Maka, agar komunikasi berlanjut, dengarkan dengan hati, perhatikan bahasa tubuh, pahami dan terima perasaan anak dan hasilnya adalah anak merasa nyaman karena perasaannya diterima.
Terakhir, mari kita belajar dari puisi yang dibuat oleh Dorothy Law Nolte (1954) Children learn what they live If children live with criticism, they learn to condemn If children live with hostility, they learn to fight If children live with fear, they learn to apprehensive If children live with pity, they learn to feel sorry for them selves If children live with ridicule, they learn to feel shy If children live with jealousy, they learn to feel to envy If children live with shame, they learn to feel guilty If children live with encouragement, they learn to confidence If children live with tolerance, they learn to be patience If children live with praise, they learn to give appreciation If children live with acceptance, they learn to love If children live with approval, they learn to like them selves If children live with recognition, they learn it is good to have a good goal If children live with sharing, they learn generosity If children live with honesty, they learn truthfulness If children live with fairness, they learn justice If children live with kindness and consideration, they learn respect If children live with security, they learn to have faith in themselves If children live with friendliness, they learn that the world is a nice place in which to live