SUPLEMENTASI VITAMIN E DAN ZINC TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN EKSPRESI GEN HEAT SHOCK PROTEIN (HSP) 70 PADA AYAM BROILER DI DAERAH TROPIS
TERA FIT RAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Suplementasi Vitamin E dan Zink terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein (HSP) 70 pada Ayam Broiler di Daerah Tropis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Tera Fit Rayani NIM D251150306
RINGKASAN TERA FIT RAYANI. Suplementasi Vitamin E dan Zink terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein (HSP) 70 pada Ayam Broiler yang Dipelihara di Daerah Tropis. Dibimbing oleh RITA MUTIA, SUMIATI dan ASEP GUNAWAN. Stres panas merupakan masalah utama yang terjadi pada peternakan unggas. Suhu dan kelembaban lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap performa ayam broiler terutama ayam broiler yang dipelihara dilingkungan tropis. Pemanasan global yang terjadi saat ini, lambat laun akan berdampak terhadap kinerja ayam broiler di Indonesia, karena broiler yang telah dibentuk saat ini dengan pertumbuhan cepat membutuhkan suhu lingkungan pemeliharaan yang ideal. Perbaikan performa ayam broiler dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi pendekatan nutrigenomik untuk mengoptimalkan produksi ayam broiler. Umumnya, nutrigenomik meliputi pengembangan nutrisi dengan mempengaruhi ekspresi gen, sehingga nutrigenomik dari ayam broiler harus fokus pada optimalisasi pakan untuk produktivitas broiler. Zink merupakan trace mineral yang memiliki pengaruh sebagai antioksidan. Vitamin E adalah vitamin larut lemak yang memiliki pengaruh antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi mineral zink (Zn) dan vitamin E (VE) terhadap produktivitas dan ekspresi gen heat shock protein (HSP) 70 pada ayam broiler yang dipelihara di lingkungan tropis. Penelitian ini menggunakan 9 perlakuan yang merupakan kombinasi dari faktor A yang merupakan mineral zink (A1: 0 ppm, A2: 40 ppm, A3: 80 ppm) dan faktor B yang merupakan vitamin E (B1: 0 ppm, B2: 125 ppm, B3: 250 ppm). Perlakuan yang diberikan adalah: A1B1= ransum basal + Zn 0 ppm + VE 0 ppm; A1B2= ransum basal + Zn 0 ppm + VE 125 ppm; A1B3= ransum basal + Zn 0 ppm + VE 250 ppm; A2B1= ransum basal + Zn 40 ppm + VE 0 ppm; A2B2= ransum basal + Zn 40 ppm + VE 125 ppm; A2B3= ransum basal + Zn 40 ppm + VE 250 ppm; A3B1= ransum basal + Zn 80 ppm + VE 0 ppm; A3B2= ransum basal + Zn 80 ppm + VE 125 ppm; A3B3= ransum basal + Zn 80 ppm + VE 250 ppm. Variabel yang di ukur yaitu performa (konsumsi pakan, petambahan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas), absorpsi nutrien semu, energi metabolis semu, status antioksidan dan ekspresi gen heat shock protein (HSP) 70. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa, retensi nutrien semu, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, kadar mineral zink dan SOD dalam darah tidak dipengaruhi oleh suplementasi mineral zink dan vitamin E. Suplementasi zink dan vitamin E menurunkan angka mortalitas 50-100%. Suplementasi mineral zink sebanyak 40-80 ppm dalam pakan berpengaruh nyata (P<0.05) meningkatkan bobot badan akhir dan menurukan konsentrasi MDA dalam darah Suplementasi zink 80 ppm dan vitamin E 250 ppm (A3B3) berpengaruh nyata (P<0.05) menurunkan ekspresi gen HSP 70 pada broiler. Kesimpulan dari penelitian ini adalah suplementasi mineral zink sebanyak 80 ppm pada ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari di lingkungan tropis meningkatkan bobot badan akhir, meningkatkan keuntungan, menurunkan konsentras
MDA dalam darah serta menurunkan ekspresi gen HSP 70. Suplementasi kombinasi mineral zink 80 ppm dan vitamin E 250 ppm dalam ransum ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari di lingkungan tropis menurunkan ekspresi gen HSP 70. Kata kunci : Ayam broiler, HSP 70, performa, vitamin E, zink.
SUMMARY TERA FIT RAYANI. Supplementation of Vitamin E and Zinc on Productivity and Expression of Heat Shock Protein (HSP) 70 Gene of Broiler in Tropical Environment. Supervised by RITA MUTIA, SUMIATI and ASEP GUNAWAN. Heat stress is a major problem that occurs on a poultry farm. The temperature and humidity have an impact on performance of broiler chickens, especially broilers are raised in tropical enviroment. Global warming will have an impact on the performances of broiler chickens in Indonesia, because the newest strains of broiler chickens are the result of intensive selection with rapid growth ability which must be maintained at comfortable temperature. Performance improvement of broiler could be done through the application of nutrigenomics approach to optimize the use of broiler chickens. Generally, nutrigenomic covers the nutrient development with affects expression of gene thus nutrigenomic of broiler should be focusing on optimizing feed for broiler productivity. Zinc is a trace trace mineral which has antioxidant effect. Vitamin E is a fat soluble vitamin that has antioxidant effect. The purpose of this study was to determine the effect of vitamin E and zinc on productivity and expression of heat shock protein (HSP) 70 gene of broiler in tropical environment. This study used 9 treatment was a combination of factor A was zinc level (A1: 0 ppm, A2: 40 ppm, A3: 80 ppm) and factor B are levels of vitamin E (B1: 0 ppm, B2: 125 ppm, B3: 250 ppm). The treatment given was: A1B1= basal diet + 0 ppm zinc + 0 ppm vitamin E; A1B2= basal diet + 0 ppm zinc + 125 ppm vitamin E; A1B3= basal diet+ 0 ppm zinc + 250 ppm vitamin E; A2B1= basal diet + 40 ppm zinc + 0 ppm vitamin E; A2B2= basal diet + 40 ppm zinc + 125 ppm vitamin E; A2B3= basal diet + 40 ppm zinc + 250 ppm vitamin E; A3B1= basal diet + 80 ppm zinc + 0 ppm vitamin E; A3B2= basal diet + 80 ppm zinc + 125 ppm vitamin E; A3B3= basal diet + 80 ppm zinc + 250 vitamin E. The variable observed were performances (feed consumption, weight gain, feed conversion and mortility), apparent nutrient absorption, apparent metabolism energy, antioxidant status (MDA and SOD) and expression of heat shock protein (HSP) 70 gene. The result show that performances (feed consumption, weight gain and feed conversion), apparent nutrient retention, apparent metabolism energy, antioxidant status (Zinc and SOD) were not significantly influenced by supplementation zinc and vitamin E. Supplementation zinc and vitamin E reduced mortility persentation 50-100%. Supplemetation of zinc 80 ppm significantly (P<0.05) increased final weight and decreased MDA concentration on blood serum. Supplementation of zinc at 80 ppm and vitamin E 250 ppm in basal diet (A3B3) significantly (P<0.05) decreased exspressio of heat shock protein (HSP) 70 gene. The conclusion of this study was that supplementation of zinc 80 ppm increased final weight and IOFC (Income Over Feed Cost), decreased MDA concentration on blood serum and expression of heat shock protein (HSP) gene on broiler. Supplementation combination of zinc 80 ppm and vitamin E 250 ppm decreased expression of heat shock protein (HSP) 70 gene on broiler.
Keyword : Broiler, Heat Shock Protein (HSP) 70, Performances, Vitamin E, Zinc.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
SUPLEMENTASI VITAMIN E DAN ZINC TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN EKSPRESI GEN HEAT SHOCK PROTEIN (HSP) 70 PADA AYAM BROILER DI DAERAH TROPIS
TERA FIT RAYANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Widya Hermana M Si
Judul Tesis
Nama NIM
: Suplementasi Vitamin E dan Zinc terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada Ayam Broiler di Daerah Tropis : Tera Fit Rayani : D251150306
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Rita Mutia M Agr Ketua
Prof Dr Ir Sumiati M Sc Anggota
Dr Asep Gunawan S Pt M Sc Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc
Dr Ir Dahrul Syah MSc Agr
Tanggal Ujian : 2 September 2016
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari karya ilmiah ini adalah Suplementasi Vitamin E dan Zink terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat Shock Protein (HSP) 70 pada Ayam Broiler di Daerah Tropis. Sebagian hasil penelitian ini sedang dalam proses publikasi di jurnal ilmiah Internasional Media Peternakan dengan judul “Effect of Zinc and Vitamin E on Apparent Nutrient Absorption, Carcass Traits and Mineral Availability on Broiler Chickens”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Rita Mutia MAgr, Prof Dr Ir Sumiati MSc dan Dr Asep Gunawan SPt MSc selaku pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, motivasi dan segala bentuk bantuan materi maupun moral sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Widya Hermana MSi dan Dr Ir Lilis Khotidjah MSi selaku penguji pada ujian tesis penulis atas saran dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih terdalam kepada Ayahanda Maman Sutarman dan Ibunda Cucu Rosmiati yang selalu memberikan doa, kasih sayang, kesabaran, nasehat, bimbingan moral maupun materi yang tiada henti kepada penulis. Terimkasih kepada adik Oki Rosman Praja dan semua keluarga besar Eye dan Ono Sumana atas dukungan doa dan semangatnya. Terimakasih kepada ibu Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc sebagai ketua program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan beserta staf dan pegawai Pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Pakan atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat dan temanteman SINERGI 2014, INP 2014 dan INP 2015 atas doa dan dukungannya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teknisi dan pegawai Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas atas kerjasama dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk masa depan.
Bogor, Oktober 2016
Tera Fit Rayani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 2 METODE Waktu dan Lokasi Alat Bahan Perlakuan Penelitian Metode Percobaan Prosedur Penelitian Peubah yang Diamati Rancangan Percobaan dan Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lingkungan selama Pemeliharaan Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Pengaruh Perlakuan terhadap Koefisien Absorpsi Semu Nutrien dan Energi Metabolis Semu Pengaruh Perlakuan terhadap Status Antioksidan Pengaruh Perlakuan terhadap Ekspresi Gen HSP 70 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv v v 1 1 3 3 3 4 4 4 5 6 11 11 13 13 14 16 18 20 23 23 23 24 29 34
DAFTAR TABEL 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum 5 2 Rataan suhu dan kelembaban kandangpenelitian 13 3 Rataan performa ayam broiler yang diberi pakan dengan suplementasi mineral zink dan vitamin E 14 4 Rataan energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen pakan perlakuan pada ayam broiler periode finisher 17 5 Rataan koefisien retensi protein dan lemak kasar pakan perlakuan pada ayam broiler periode finisher 17 6 Status antioksidan dalam darah ayam broiler umur 35 hari 19
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram penelitian 2 Ekspresi gen heat shock protein (HSP) 70
12 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis ragam konsumsi pakan ayam broiler 2 Analisis ragam konversi pakan ayam broiler 3 Analisis ragam PBB ayam broiler 4 Analisis ragam bobot badan akhir ayam broiler 5 Hasil uji lanjut duncan bobot badan akhir ayam broiler 6 Analisis ragam energi metabolisme semu ayam broiler 7 Analisis ragam koefisien absorpsi protein kasar semu ayam broiler 8 Analisis ragam koefisien absorpsi lemak kasar semu ayam broiler 9 Analisis ragam kandungan zink pada serum darah 10 Analisis ragam kandungan MDA pada serum darah 11 Hasil uji lanjut duncan kandungan MDA pada serum darah 12 Analisis ragam kandungan SOD pada serum darah 13 Analisis ragam ekspresi gen HSP 70 14 Hasil uji lanjut tukey ekspresi gen HSP 70
29 29 29 31 31 31 31 32 32 32 32 33 33 33
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Stres panas merupakan masalah utama yang terjadi pada usaha peternakan unggas. Konsumsi pakan, pertumbuhan, daya tetas, mortalitas dan produksi penting lainnya akan terhambat perkembangannya karena stres panas. Cuaca dan iklim yang fluktuatif semakin memperparah kondisi pada unggas terutama ayam broiler yang dipelihara pada lingkungan tropis. Pemanasan global yang terjadi saat ini, lambat laun akan berdampak terhadap kinerja ayam broiler di Indonesia, karena broiler yang telah dibentuk saat ini dengan pertumbuhan cepat membutuhkan suhu lingkungan pemeliharaan yang ideal. Pertumbuhan yang cepat pada broiler memberikan dampak terhadap laju metabolisme yang tinggi, sehingga berdampak selanjutnya terhadap terjadinya stres panas. Menurut Badan Informasi Geofasial (BIG) tahun 2013 rataan suhu di permukaan laut wilayah Indonesia bagian barat mengalami perubahan yang cukup besar yaitu 26-31.5° sedangkan untuk wilayah Indonesia lainnya mempunyai rentang suhu 29-31.5°C. North dan Bell (1990) menyatakan ayam broiler yang berumur tiga minggu ke atas akan mulai melakukan panting pada suhu 29ºC dan suhu tubuh ayam akan meningkat mencapai 42ºC. Peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu nyaman untuk ayam broiler menyebabkan cekaman panas (stres) pada unggas, sehingga berakibat pada penurunan prduktivitas unggas tersebut. Ternak unggas yang menderita stres akan memperlihatkan ciri-ciri gelisah, banyak minum, nafsu makan menurun dan mengepakan sayap. Disamping itu, ternak yang menderita stres akan mengalami panting dengan frekuensi yang berbanding lurus dengan tingkat stres, suhu rektal meningkat yang disertai dengan peningkatan kadar hormon kortikosteron dan ekspresi gen HSP 70 (Tamzil et al 2013a). Heat Shock Protein (HSP) merupakan kelompok protein pelindung yang sintesisnya paling cepat dalam kondisi ternak mengalami cekaman panas (Ganin et al. 2008). HSP melindungi organisme dari bahaya stres panas yang hanya akan berfungsi sejenak dalam keadaan darurat. Bentuk HSP yang paling banyak ditemukan memiliki massa molekul relatif sekitar 70.000; 90.000 dan 100.000-110.000 sehingga disebut HSP 70, HSP 90 dan sebagainya (Etches et al. 2008). Salah satu HSP yang paling banyak diteliti adalah HSP 70 yang dikendalikan oleh gen dengan panjang 2692 bp (Morimoto et al. 1986). HSP 70 memiliki fungsi mengikat protein yang baru disintesis dan dibebaskan dari ribosom, serta mencegah penggabungan dan pengendapan protein sebelum dilipat, diangkut dan atau dimasukkan ke dalam organel kompleks, dan dapat membedakan antara protein yang dapat dan tidak dapat dilipat serta mempunyai peran besar dalam mensintesis heat shock yang berfungsi mengikat protein seluler yang telah terdenaturasi panas (Etches et al. 2008). Pada ternak unggas, HSP 70 akan memperlihatkan ekspresinya pada suhu 29.3ºC dan mencapai angka 0.15±86.54×107 copy mRNA, namun bila suhu lingkungan meningkat, ekspresi HSP 70 akan semakin meningkat (Tamzil et al.
2
2013b). Hasil penelitian Tamzil et al. (2013b) dengan pemberian cekaman panas akut (40ºC) selama 0.5, 1 dan 1.5 jam, menunjukkan bahwa ekspresi HSP 70 meningkat masing-masing menjadi 4.66×107, 19.95×107 dan 43.52×107 copy mRNA. Bila lama cekaman diperpanjang menjadi empat jam pada suhu cekaman 44ºC, ekspresi HSP 70 meningkat menjadi 1.82×109 copy mRNA (Zhen et al. 2006). Ekspresi HSP 70 pada ternak unggas sangat dipengaruhi oleh kondisi stres ternak, genotipe HSP 70 ternak, jenis ternak dan jenis kelamin ternak (Mazzi et al. (2003); Tamzil et al. (2013b)). Cekaman panas akibat dari tingginya suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu nyaman dapat menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi aktivitas radikal bebas melebihi antioksidan (Mujahid et al. 2007). Radikal bebas akan mudah menyerang asam lemak tidak jenuh ganda pada membran sel yang disebut serangan lipida peroksida. Produksi radikal bebas melebihi kapasitas sistem antioksidan untuk menteralkan peroksida lemak mengakibatkan kerusakan lemak tak jenuh pada sel membran, asam amino pada protein dan nukleotida pada DNA. Sebagai hasilnya keutuhan sel dan membran terganggu (Surai 1999). Kerusakan membran dapat mengakibatkan penurunan efisiensi abrosbsi nutrisi dan menimbulkan ketidakseimbangan vitamin dan asam amino. Keadaan ini mengakibatkan penurunan produksi dan penampilan reproduksi. Kondisi ini semakin memburuk dengan penurunan kekebalan tubuh dan perubahan pada cardiovascular, otak, saraf dan otot yang disebabkan oleh meningkatkan peroksida lemak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa treatment antioksidan mampu meredam efek stres panas pada broiler yang dipelihara pada lingkungan tercekam panas/ dipelihara di daerah tropis. Salah satu antioksidan yang berfungsi untuk menanggulangi cekaman panas adalah vitamin E dan mineral zinc. Vitamin E memiliki fungsi utama sebagai antioksidan dalam tubuh, diaman vitamin E dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh atau yang terbentuk didalam tubuh dari hasil metabolisme (Muchtadi 1994). Vitamin E berperan sebagai protektor yang akan menangkap radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada sel (Winarno 1997). Vitamin E juga memberikan perlindungan pada sel-sel yang terlibat dalam respon imun (limfosit, makrofag dan sel plasma) terhadap kerusakan oksidatif dan meningkatkan proliferasi dan fungsi sel (Gallo-Torres 1980; Sahin et al. 2001). Penambahan vitamin E kedalam pakan akan menurunkan nilai radikal bebas pada tubuh yaitu ditunjukkan dengan menurunnya nilai MDA (Mallonaldehide acid). MDA (Mallonaldehide acid) merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan dari hasil oksidasi asam lemak tak jenuh oleh radikal bebas (Helliwell dan Gutteridge 1999). Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Jika status antioksidan tinggi biasanya diikuti dengan penurunan nilai kadar MDA. Mineral Zinc sebagai antioksidan merupakan prekursor dari enzim-enzim yang berperan menangkal radikal bebas dalam tubuh seperti enzim superokside dismustase (SOD) yang terbentuk karena adanya cekaman panas dan dapat meningkatkan respon imun (Bartlett dan Smith 2003). Mineral zinc berperan dalam sistem pertahanan sebagai antioksidan (Powell 2000). Metallothioneins adalah bagian penting dari mineral Zn pada organisme dan berperan sebagai pelindung dalam reaksi antioksidan oleh radikal bebas terutama radikal hydroxyl (Ruttkay-Nadecky et al. 2013). Zn diperlukan untuk struktur dan fungsi dari CuZnSOD, yang terdiri dari 90% total SOD
3
dan melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif (Noor et al. 2002). Penelitian Liu et al. (2015) menjelaskan bahwa penambahan mineral Zn pada pakan basal berupa jagung dapat meningkatkan konsentrasi metallothioneins dan aktivitas CuZnSOD di otot dada dan paha pada ayam broiler serta menungkatkan regulasi ekspresi mRNA dari MT dan CuZnSOD di hati dan otot paha. Kekurangan mineral zinc mengakibatkan kerusakan oksidatif sebagai efek dari radikal bebas (Garfinkel 1986; Powell et al. 1994; Salgueiro et al. 2000) dan merubah status enzym antiokidan serta substansinya (Prasad et al. 1993). Kombinasi antara faktor nutrisi dan lingkungan banyak diperhatikan saat ini. Pengaruh lingkungan seperti pakan dan sebagainya disebut sebagai nutrigenomik. Nutrigenomik (nutritional genomic) didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara nutrisi dan ekspresi gen pada tingkat molekul (Rimbach et al. 2005). Nutrigenomik secara luas adalah mencakup pengembangan pakan yang mempengaruhi ekspresi gen sehingga nutrigenomik pada broiler harus berkonsentrasi pada pakan untuk mengoptimalkan produktivitas broiler khususnya yang meliputi pertumbuhan, efisiensi dan karakteristik produksi lainnya. Hal ini menjadi sangat penting karena terkait erat dengan penerapan manajemen baru dalam pemberian pakan pada broiler yang didasarkan pada penelitian nutrigenomik. Oleh sebab itu, perlakuan terhadap penambahan mineral Zink dan vitamin E pada pakan broiler sebagai upaya untuk mengurangi cekaman panas pada lingkungan tropis penting dilakukan dan kaitannya dengan mekanisme metabolisme dalam tubuh yang terkait dengan gen respon panas (HSP70) yang secara langsung berpengaruh terhadap respon panas lingkungan terhadap peningkatan produktivitas ternak di daerah tropis.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengruh penambahan mineral Zinc dan vitamin E pada lingkungan tropis terhadap ekspresi gen heat shock protein (HSP 70) dan produktivitas ayam broiler.
2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai dengan Februari 2016. Pemeliharaan ayam dilakukan di Laboratorium Lapang (Kandang C), analisa gen HSP 70 dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Fakultas Peternakan IPB dan analisa mineral Zn dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Institut Pertanian Bogor.
4
Alat Penelitian ini menggunakan kandang sistem litter beralaskan sekam padi. Kandang menggunakan tirai yang tidak tertutup sepenuhnya (pada siang hari penutup kandang di buka) sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara dengan lancar dan ukuran kandang ini 1.5 m x 1.5 m sebanyak 36 petak. Kandang pada masingmasing petak dilengkapi dengan tempat makan dan tempat air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, tirai, sapu, thermohigrometer, brooder (pemanas), dan exhaust fan.
Bahan Penelitian ini menggunakan DOC (Day Old Chick) ayam broiler sebanyak 360 ekor strain Lohman yang diperoleh dari PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Ransum yang digunakan selama penelitian adalah ransum komersial pada periode starter dan ransum yang disusun dari bahan-bahan yang terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak sawit, CaCO3, premix, NaCl dan DL-Methionin serta tambahan vitamin E dan mineral Zink sesuai perlakuan pada periode finisher. Bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan isolasi RNA. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengukur kadar mineral Zn dan vitamin E. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis bahan kering, lemak kasar, protein kasar dan energi. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengukur kadar MDA dan SOD dalam plasma darah. Komposisi bahan pakan disajikan dalam Tabel 1. Ransum disusun berdasarkan referensi buku Commercial Poultry Nutrition Leeson dan Summers (2005).
Perlakuan Penelitian A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
: Ransum Basal/RB (tanpa suplementasi mineral Zn atau vitamin E) : RB + Mineral Zn 0 ppm + Vitamin E 125 ppm : RB + Mineral Zn 0 ppm + Vitamin E 250 ppm : RB + Mineral Zn 40 ppm + Vitamin E 0 ppm : RB + Mineral Zn 40 ppm + Vitamin E 125 ppm : RB + Mineral Zn 40 ppm + Vitamin E 250 ppm : RB + Mineral Zn 80 ppm + Vitamin E 0 ppm : RB + Mineral Zn 80 ppm + Vitamin E 125 ppm : RB + Mineral Zn 80 ppm + Vitamin E 250 ppm
Keterangan: A = Mineral Zn (0, 40, 80 ppm); B = Vitamin E (0, 125, 250 ppm)
5
Tabel 1 Susunan dan kandungan zat makanan ransum basal yang digunakan dalam penelitian. Bahan Pakan
A1B1
A1B2
60.97 26.00 7.00 4.00 1.08 0.50 0.35 0.10 100 0 0
60.97 26.00 7.00 4.00 1.08 0.50 0.35 0.10 100 125 0
Finisher A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 -------------------- % ------------------60.97 60.97 60.97 60.97 60.97 26.00 26.00 26.00 26.00 26.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 1.08 1.08 1.08 1.08 1.08 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 100 100 100 100 100 250 0 125 250 0 0 40 40 40 80
89.57
90.07
90.07
90.07
90.07
90.07
90.07
10.43 5.97 21.88 2.56 6.31 52.85 1.83 0.46
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
4348
4207
4207
4207
4207
-
0
125
250
0
Starterd
Jagung Bungkil Kedelai Tepung Ikan Minyak Sawit CaCO3 Premixa NaCl DL-Methionin Jumlah Vitamin E (ppm) Zn (ppm)
A3B2
A3B3
60.97 26.00 7.00 4.00 1.08 0.50 0.35 0.10 100 125 80
60.97 26.00 7.00 4.00 1.08 0.50 0.35 0.10 100 250 80
90.07
90.07
90.07
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
9.93 4.90 21.28 2.08 5.35 56.46 1.54 0.68
4207
4207
4207
4207
4207
125
250
Kandungan Nutrienb : Bahan Kering (%) Kadar Air (%) Abu (%) Protein kasar(%) Serat kasar (%) Lemak (%) BETN (%) Ca (%) P (%) Energi Bruto (kkal kg-1) Vit E (ppm)
0 125 250 136.7 136.7 136.7 Zn (ppm) 33.34 56.78 56.78 56.78 96.78 96.78 96.78 8 8 8 a) Kandungan premix (dalam mg/kg premix): vit A 1200000 IU; vit D3 200000 IU, vit E 800; vit K 200; vit B1 200; vit B2 500; vit B6 50; vit B12 1200µg; vit C 2500; Ca-D pantothenate 600; niacin 4000; choline chloride 1000 mathionine 3000; lysine 3000;manganase 12000; iron 2000; iodine 20;zinc 10000; cobalt 20; copper 400; santoquin 1000; zinc bacitracin 2100. b) Hasil analisis Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan (2015) c) Hasil analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (2015) d) Ransum periode starter menggunakan ransum komersial c
Metode Percobaan Tahap Persiapan Pemeliharaan Kandang dan peralatannya di disinfeksi menggunakan disinfektan. 360 ekor DOC ayam broiler jantan ditempatkan pada 36 unit kandang berukuran 1 m2 secara acak. Tiap kandang berisi satu tempat pakan dan satu tempat minum, serta lantai kandang menggunakan alas berupa sekam dan dilapisi kertas koran. Pada masa
6
brooding, DOC diberi lampu bulb 60 watt yang berfungsi sebagai penerangan dan penghangat. Tahap Pelaksanaan Pemeliharaan Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum sampai umur 35 hari. Jumlah pakan yang diberikan dan sisa pakan ditimbang setiap minggu untuk menentukan konsumsi pakan. Penimbangan bobot badan akan dilakukan setiap minggu untuk mengetahui bobot badan dan menghitung pertambahan bobot badan. Pengambilan Sampel Serum Pengambilan sampel serum darah dilakukan pada saat ayam broiler berumur antara 30-35 hari pada pembuluh darah vena jugularis. Sampel darah perlakuan diambil dari tiga ekor ayam broiler untuk setiap perlakuan. Sampel darah diambil menggunakan disposable syringes sebanyak 1 ml. Luka bekas pengambilan darah diolesi alkohol. Sampel darah disentrifuge untuk diambil serum darahnya yang selanjutnya digunakan untuk mengukur kadar MDA, SOD dan mineral Zn. Pengambilan Sampel Eksreta Pengambilan sampel eksreta dilakukan berdasarkan metode Farrel (1978) yang telah termodifikasi. Sampel eksreta digunakan untuk mengukur koefisien kecernaan semu nutrien dan energi ayam brolier. Sampel eksreta diambil dari 3 ulangan dalam satu perlakuan secara acak. Pengukuran kecernaan nutrien dan energi dilakukan pada saat ayam berumur 35 hari. Pengukuran koefisien kecernaan semu dilakukan dengan menempatkan ayam broiler pada kandang metabolis. Ayam broiler dipuasakan selama 24 jam, kemudian diberi pakan selama 2 jam. Pengumpulan eksreta dilakukan 24 jam setelah pemberian pakan. Setiap empat jam sekali eksreta disemprot menggunakan larutan H2SO4 0.01%. Eksreta hasil koleksi total ditimbang dan dikeringkan menggunakan oven 60ºC.
Prosedur Pengukuran Parameter Performa Ayam Broiler a. Konsumsi ransum (g ekor-1) Rataan konsumsi ransum dihitung dari selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum dibagi dengan jumlah ayam yang ada dalam satu petak. Pengukuran sisa pakan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari. Rataan konsumsi ransum (g ekor -1 ) =
ransum yang diberikan -ransum sisa jumlah ayam
b. Bobot badan akhir (g ekor-1) Bobot badan akhir diukur pada saat akhir pemeliharaan ayam broiler pada umur 35 hari.
7
c. Pertambahan bobot badan (g ekor-1) Pertambahan bobot badan (PBB) diperoleh dari hasil perhitungan antara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal. Bobot badan diukur seminggu sekali. PBB (g ekor-1 ) =
jumlah bobot badan akhir-bobot badan awal jumlah ayam yang ditimbang
d. Konversi ransum Konversi Ransum dihitung dari perbandingan antara rataan konsumsi ransum dengan rataan pertambahan bobot badan. Konversi ransum = e. Mortalitas (%) Mortalitas (%) =
rataan konsumsi ransum (g) pertambaan bobot badan (g)
jumlah ayam yang mati selama penelitian ×100% jumlah ayam yang dipelihara saat awal penelitian
f. IOFC (Income Over Feed Cost) (ekor periode-1) IOFC (Income Over Feed Cost) adalah perhitungan jumlah keuntungan diperoleh dalam memelihara satu ekor ternak dalam satu periode pemeliharaan.
Ekspresi gen HSP Jumlah atau kuantifikasi mRNA HSP70 dihitung dengan menentukan skema melalui plot kurva log standar menggunakan siklus yang telah ditentukan (CT) yang dipasangkan dengan log dari jumlah molekul yang digunakan dalam sampel DNA standar (kisaran dilusi antara 9.65 x 105-9.65 x 109 eksemplar per ml), sedangkan Ct adalah siklus yang meningkat berdasarkan statistik dihitung secara signifikan terhadap jumlah sinyal yang diperoleh dari reaksi PCR ketika pertama kali dideteksi. Ct dihitung dengan menetapkan standar umum yang telah disepakati sebelum urutan hasil deteksi peralngkat lunak real-time. Persamaan yang berasal dari grafik akan digunakan dalam perhitungan nilai molekul cDNA per mg, berasal dari oligo-dT cDNA pratotal. Kemudian hasilnya diuji dengan menggunakan reaksi yang sama dari plate standar (Tamzil et al. 2013a). 1. Isolasi dan Ekstraksi RNA (Nolan et al. 2006) Isolasi RNA dilakukan dengan menggunakan jaringan dari bagian otak dilakukan dengan menggunakan reagen GeneJET RNA Purification Kit (Thermo Scientific, Lithuania, EU). Sebanyak 30 mg jaringan sampel dimasukkan kedalam tabung 1.5 ml yang berisikan bufer lisis sebanyak 300 µl kemudian sampel dihancurkan menggunakan mikro pestle dan divortex sampai homogen. Selanjutnya ditambahkan 600 µl proteinase K, kemudian divortex sampai homogen dan diinkubasi selama 10 menit di suhu ruang. Selanjutnya disentrifuge
8
2.
3.
selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm dan bagian supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 450 µl etanol dan dicampur dengan pipeting. Selanjutnya larutan dipindahkan kedalam tebung kolom dan disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Larutannya dibuang, kemudian ditambahkan 700 µl wash buffer 1 kedalam kolom dan disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 12000 rpm, larutannya dibuang dan kemudian ditambahkan 600 µl washing buffer 2 kedalam tabung kolom dan disentrifuge 12000 rpm selama 2 menit. Setelah itu larutannya dibuang, ditambahkan 250 µl washing buffer 2 dan disentrifuge 12000 rpm selama 2 menit, kemudian kolom dipindahkan ke tabung 1.5 ml. Setelah itu ditambahkan 100 µl nuclease free water dan sampel disentrifuge 12000 rpm selama 1 menit. Pelet RNA (Template) yang diperoleh disimpan pada suhu -20C sampai siap digunakan. Transkripsi RNA (Nolan et al. 2006) RNA ditrnaskripsi kedalam cDNA menggunakan kit dari Trancriptor Syntehesis First Strand cDNA (Therma Scientific, Lithuania, EU). Larutan dibuat dari 2 µl RNA, 1 µL oligo (DT) dan 9 µL air. Larutan diinkubasi pada suhu 65C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 4 µl 5xRB (buffer), 1 mL riboblock, 2 µl dNTPs dan 1 µL dari transkripsi sebelumya. Selanjutnya, larutan diinkubasi mengunakan polymerase chain reaction (PCR) *GeneAmp PCR System 9700, AB Applied Biosystems, Singapora) pada temperatur 42 C untuk lima menit dan temperatur 78C selama lima menit. Kuantifikasi dari cDNA yang diperoleh kemudian dianalisis (260 : 280 nm) menggunakan spektrofotometer (Agilent 8453, USA). Hasilnya diperoleh konsentrasi srtandar dari copy DNA/RNA (http://endmemo.com/bio/dnacopynum.php). Primer yang digunakan untuk mengamflifikasi mRNA HSP70 didasarkan pada database GenBank yaitu untuk gen HSP70 (target) menggunakan primer forward 5'-GAC AAG AGT ACA GGG AAG GAG AAC-3' dan reverse 5'-CTG GTC ACT GAT CTT TCC CTT CAG3', (Al-Zhgoul et al. 2013), GAPDH (house keeping): forward 5’GTG TAA TCA TCT CAG CTC CCT CAG-3’, reverse 5’GGT CAT AAG ACC CTC CAC AAT G-3’ (Al-Zhgoul et al 2013). Kuantifikasi gen HSP 70 (Nolan et al. 2006) Complementary DNA digunakan untuk kuantifikasi ekspresi gen HSP 70 dengan menggunakan real time PCT (qRT-PCR) (Analytic Jena, AG qTower 4 kanal, Jerman). Reaksi real time PCR menggunakan SYBR Green Select Master Kit (Applied Biosustem, USA) yaitu: 10 µl reaksi campuran yang digunakan menggandung 5 µl master mix; 0.25 µl masing-masing primer forward and reverse (10 pmol); 1 µlcDNA dari sampel dan 3.5 µl buklease-bebas air. Kondisi PCR dijalankan sebagai berikut, 95ºC selama 5 menit, 39 siklus pada 95ºC selama 10 detik, diikuti dengan 60ºC selama 20 detik dan 72ºC selama 30 detik. qRT-PCR menggunakan molekul reporter fluoresens untuk memonitor produksi dan produk amplifikasi pada setiap siklus reaksi PCR. Pada qRT-PCR akan diperoleh nilai cycle threshold (CT), yaitu siklus ketika emisi zat warna fluoredens melewati nilai threshold. Semakin tinggi jumlah awal kopi terget asam nukleat, semakin cepat peningkatan fluoresens sehingga semakin rendah nilai CT (Bustin 2005). Ekspresi gen HSP 70 dihitung berdasarkan pendekatan jumlah relatif kuantitas mRNA gen
9
target (HSP 70) dengan gen kontrol (GADPH) dengan metode perbandingan C T (ΔCT). Ekspresi antara gen target dengan gen kontrol dapat dibandingkan dengan, dengan delta CT (ΔCT) = CT gen target – CT gen kontrol (house keeping gen) (Silver et al 2006). Kandungan Mineral Zink Kandungan Mineral Zink Pakan Sebanyak ± 1 gram sampel pakan/eksreta/lainnya ditimbang dan dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 125 mL/100 mL. Kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 (p) dan didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Selanjutnya sampel dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam) dan dibiarkan semalam (sampel ditutup). Sampel ditambahkan 0.4 mL H2SO4 (p) , lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam. Ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat →kuning tua→kuning muda (± 1 jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Pindahkan sampel, dinginkan dan tambahkan 2 mL aquades dan 0.6 mL HCl (p). Dipanaskan kembali agar sampel larut(±15 menit) kemudian masukkan kedalam labu takar 100 mL. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool atau kertas saring. Hasil pengabuan basah bisa di analisis di AAS atau spektrofotometer untuk dianalisis berbagai mineral. Hasil dari spektrofotometer dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan linear kemudian dimasukan kedalam sebuah rumus. (ppm Sampel-ppm blanko)×VF×DF Zn Sampel (ppm)= WF (g) Kandungan Mineral Zink Serum Darah Analisa kandungan Zn pada serum darah dilakukan dengan memasukkan sampel serum dari perlakuan sebanyak .25 ml dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0.05 ml Cl3La.7H2O dan aquadest hingga 5 ml, lalu dilakukan proses vortex. Larutan tersebut disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm, setelah itu filtrat dipisahkan dan larutan dianalisa menggunakan atomic absorption spectrofotometer (AAS). (ppm Sampel-ppm blanko)×VF Zn Serum (ppm)= WF Retensi Semu Nutrien Retensi semu nutrien dihitung untuk mengetahui apakah suplementasi vitamin E dan mineral Zn dapat meningkatkan kecernaan lemak dan protein. Pengukuran koefisien retensi semu nutrien dilakukan dengan mengukur kandungan bahan kering, lemak kasar dan protein kasar serta energi bruto pada pakan dan ekreta. Prosedur pengukuran kadar bahan kering, lemak kasar dan protein kasar sesuai dengan prosedur AOAC (1995).
10
Kandungan energi dianalisis menggunakan bomb kalorimeter. Analisis sampel energi diawali dengan menyiapkan cruicable yang telah dibersihkan dan diisi dengan sampel sebanyak 0.5 g. Cruicable yang berisi sampel diletakan pada bagian kepala bomb. Benang kalori dihubungkan dengan kabel anoda dan katoda ditempelkan pada sampel. Kepala bomb digabungkan dengan bomb bagian bawah sampai terpasang rapat. Bomb diberikan gas oksigen dengan menghubungkan pipa oksigen, tombol fill pada panel kemudian ditekan dan ditunggu sampai satu menit. Bomb yang telah berisi oksigen dimasukkan ditengan bucket kalorimeter. Anoda dan katoda dihubungkan dengan kepala bomb kemudian jacket ditutup rapat. Tombol burn ditekan dan ditunggu sekitar satu menit sampai bomb dapat mengukur kandungan energi bruto sampel. Retensi semu nutrien (RSN) dihitung menggunakan rumus : Konsumsi nutrien BK (g)-Ekskresi nutrien BK (g) RSN (%)= ×100% Konsumsi nutrien BK (g) Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dihitung menggunakan rumus : (EBp ×X)-[(EBek ×Y)+(8.22 ×RN)] EMSn (kkal)= ×1000 X Keterangan : Ebp X Ebek Y RN 8.22
: Energi bruto pakan (kkal) : Konsumsi pakan (gram) : Energi bruto eskreta (kkal) : Berat eskreta ayam yang diberi pakan uji (gram) : Retensi nitrogen (gram) = (Konsumsi ransum x N ransum)-(Berat eskreta x N ekskreta) : Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/g RN)
Kadar SOD (Superokside Dismutase) Analisis kadar SOD (Superokside dismutase) dilakukan dengan menggunakan metode Misra dan Fridovich (1972) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 1 ml serum darah ditambahkan dengan 1.6 ml campuran kloroform dan etanol 96%, dengan perbandingan 3 : 5. Kemudian serum darah divorteks selama 1 menit dan disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC. Supernatan yang dihasilkan disimpan pada suhu -15ºC hingga siap dianalisis. Pengukuran serapan dilakukan dengan cara mamesukkan 2800 µl buffer natrium karbonat pH 10.2, 100 µl sampel yaitu supernatan yang mengadung SOD dan 100 µl larutan epinefrin kedalam tabung reaksi. Serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada waktu menit ke 1, 2, 3 dan 4 setalah penambahan epinefrin 0.003 M. Sebagai faktor pengoreksi atau blangko digunakan campuran HCl dan air bebas ion. Larutan tanpa sampel yaitu larutan yang diberi pereaksi seperti pereaksi sampel, namun sampel diganti air bebas ion lalu diukur absorbansinya. Pembuatan larutan tanpa sampel ini dilakukan dengan menambahkan 2800 µl buffer natrium karbonat konsentrasi 0.05 M pH 10.2 ke dalam tabung reaksi,
11
kemudian ditambahkan 100 µl larutan epinefrin yang memiliki konsentrasi 0.003 M dan 100 µl air bebas ion. Serapan diukur setelah penambahan epinefrin pada panjang gelombang 480 nm. Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan unit/mg protein dengan cara mengukur % hambatan : % hambatan=
∆Abs⁄ ∆Abs⁄ menit blankomenit sampel ×100 % ∆Abs⁄ menit blanko
SOD (unit)=
%hambatan ×1 Unit×Faktor Pengencer 50%
Kadar MDA (Malonaldehide Acid) Analisis kandungan MDA plasma darah dilakukan dengan menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive Subtances (TBARS) menurut Rice-Evans dan Anthony (1991) dengan sedikit modifikasi. Prosedur analisis yaitu, sebanyak 1.784 ml HCl pekat, 12 g asam tikloroasetat (TCA) dan 0.304 g asam tiobarbiturat (TBA) dimasukkan dalam tabung untuk membuat larutan campuran lalu ditambahkan 80 ml aquadest. Larutan campuran tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukan dalam tabung kemudian dicampurkan dengan sampel darah sebanyak 100 µl. campuran tersebut dipanaskan pada suhu 80°C (oven) selama 1 jam, selanjutnya didinginkan dengan air mengalir dan disentrifuse 2500 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifuse tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. Hasil dari absorbansi tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan linear dari larutan standar.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 3x3 dengan 4 ulangan, faktor A merupakan kadar mineral zinc, faktor B kadar vitamin E. Setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam broiler. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) kecuali data mortalitas. Hasil dari analisis ragam yang berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie 1993). Model matematis yang digunakan adalah : Yij = µ + Ai + Bj + ABij + εijk Keterangan : Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-j dan ulangan ke-i µ : nilai rataan umum Ai : pengaruh perlakuan ke-i (i= 0, 40, 80) Bj : pengaruh perlakuan ke-j (j=0, 125, 250) ABij : pengaruh interaksi antara perlakuan ke-i dan ke-j εij : pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol
12
Peubah yang Diamati
1. 2. 3. 4. 5.
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi : Performa ayam broiler : konsumsi pakan, bobot badan (BB), pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan dan mortalitas Analisis gen HSP 70 : ekspresi gen HSP70 dianalisis menggunakan pendekatan quantitatif (q) PCR (Polymerase Chain Reaction). Retensi semu : bahan kering, lemak kasar dan protein kasar. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn). Status antioksidan : MDA, SOD dan Zn.
Performa Ayam Broiler (Umur 1-35 hari) Persiapan Pemeliharaan
Pelaksanaan Pemeliharaan
Pengambilan Sampel Serum Darah (Umur 32 hari)
Pengukuran : - Konsumsi pakan - Konversi pakan - Pertambahan bobot badan - Bobot badan akhir - Mortalitas - IOFC (Income Over Feed Cost) Analisis : - SOD (Superokside Dismutase) - MDA (Malonaldehide Acid) - Mineral Zink
Pengambilan Eskreta (Umur 35 hari)
Analisis : Retensi Semu Nutrien
Pengambilan Sampel Otak (Umur 35 hari)
Pengukuran HSP 70
Gambar 1. Diagram Penelitian
13
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lingkungan Pemeliharaan Rataan suhu dan kelembaban lingkungan selama 35 hari pemeliharaan ayam broiler disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan suhu dan kelembaban kandang selama penelitian Pagi Siang Sore Minggu Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban ke(ºC) (%) (ºC) (%) (ºC) (%) 1 29.94 76.14 33.90 56.29 31.66 61.43 2 25.96 74.57 33.90 49.86 32.71 53.00 3 24.87 77.86 33.04 50.00 31.71 56.43 4 24.31 79.00 32.38 51.00 32.18 49.75 5 23.90 77.67 32.05 48.50 31.50 52.00 Rataan 25.20 77.05 33.06 51.13 31.95 54.52 Rataan suhu dan kelembaban selama 35 hari pemeliharaan ayam broiler di Dramaga, Bogor disajikan dalam tabel 2. Suhu yang rendah dan kelemaban yang tinggi di pagi hari dilanjutkan dengan suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah di siang hingga sore hari disebabkan karena pada saat masa pemeliharaan kondisi lingkungan dalam keadaan musim kemarau. Sehingga menyebabkan nilai kelembaban yang sangat rendah. Berdasarkan data penelitian rataan suhu selama penelitian adalah sebesar 25.20-33.06 ºC dengan kelembaban 51.13-77.05%. Menurut Leeson dan Summer (2005) suhu yang tinggi dengan kelembaban yang rendah (30 ºC dan 40%) masih dapat ditoleransi oleh ayam broiler, pada suhu tinggi dengan kelembaban tinggi (30 ºC dan 90%) akan menyebabkan masalah pada produksi. Namun pada penelitian ini ayam broiler menunjukkan tanda-tanda terkena cekaman panas. Hal tersebut ditandai dengan mulainya ayam broiler melakukan panting pada jam 10.00 WIB dan puncaknya pada jam 13.00 WIB. Proses panting ini merupakan upaya dari ayam broiler untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan yaitu dengan mengeluarkan sebagian panas tubuhnya. Proses panting akan menurunkan efisiensi produksi karena energi metabolis yang diperlukan untuk petumbuhan akan digunakan untuk menjaga keseimbangan panas tubuh (hemeothermal) (Dozier et al. 2007). Berdasarkan Ross (2009) suhu lingkungan yang nyaman untuk memelihara ayam broiler (umur 3 minggu ke atas) adalah 26-30 ºC dengan kelembaban yang paling baik adalah 60% untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi. Charoen Pokphand (2005) merekomendasikan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan ayam broiler berdasarkan umur pemeliharaannya yaitu umur 1-3 hari sebesar 32 ºC, umur 4-6 hari sebesar 31 ºC, umur 7-14 hari sebesar 30 ºC, umur 15-21 hari sebesar 28 ºC dan umur 22-35 hari sebesar 26 ºC dengan kelembaban 60%.
14
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Rataan performa ayam broiler yang diberi pakan penelitian dengan tambahan mineral zink dan vitamin E disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan performa ayam broiler yang diberi pakan dengan suplementasi mineral zink dan vitamin E Mineral Vitamin E (B) Zn Peubah Rataan (A) B1 B2 B3 Konsumsi A1 2857.56±85.62 2718.52±72.50 2802.58±42.72 2792.89±86.58 Ransum A2 2804.93±42.89 2849.25±112.93 2727.73±104.37 2793.97±98.50 (g ekor-1) A3 2843.48±34.72 2730.34±192.70 2840.91±15.45 2804.91±116.43 2835.2±58.05 2766.04±137.26 2790.41±77.09 Rataan Bobot A1 1480.13±77.46 1528.11±51.83 1541.11±79.26 1516.45±69.52b Akhir A2 1511.50±11.12 1587.81±145.35 1580.50±72.17 1559.94±92.23ab (g ekor-1) A3 1628.78±128.18 1577.39±95.13 1580.11±57.88 1595.43±92.04a 1540±103.03 1564.44±98.50 1567.24±66.48 Rataan PBB A1 1434.18±78.05 1482.39±50.33 1494.91±79.74 1470.49±69.53 -1 (g ekor ) A2 1464.60±10.59 1542.43±145.05 1460.82±68.18 1513.83±92.41 A3 1566.20±43.85 1534.44±72.60 1503.68±43.85 1533.69±90.40 1566.20±98.49 1518.67±97.84 1511.01±63.32 Rataan Konversi A1 1.92±0.13 1.82±0.08 1.88±0.09 1.87±0.10 Ransum A2 1.92±0.04 1.85±0.10 1.83±0.13 1.87±0.09 A3 1.82±0.14 1.79±0.12 1.89±0.06 1.83±0.11 1.89±0.11 1.82±0.10 1.87±0.09 Rataan Mortalitas 1.25 0 0 A1 (%) 0 0.63 0.63 A2 0.63 0 0.63 A3 IOFC A1 7810.11±996.67 9148.54±701.75 8837.64±1079.91 8598.76±1039.28 (ekor A2 8495.05±375.69 9304.84±1592.18 9768.85±1470.14 9189.58±1273.41 periode-1) A3 9981.08±1916.61 9722.87±1359.44 9054.97±886.12 9586.30±1373.36 Rataan 8762.08±1485.62 9392.08±1180.61 9220.49±1137.65 Keterangan: A1= Suplementasi zink 0 ppm; A2= Suplementasi zink 40 ppm; A3= Suplementasi zink 80 ppm; B1= Suplementasi vitamin E 0 ppm; B2= Suplementasi vitamin E 125 ppm; B3= Suplementasi vitamin E 250 ppm. Superskrip dengan huruf berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
Konsumsi pakan, pertumbuhan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas pada ternak unggas salah satunya dipengaruhi oleh stres panas. Lingkungan tropis memiliki kisaran cuaca dan iklim yang sangat fluktuatif sehingga sangat berpengaruh dalam pemeliharaan ternak terutama ayam broiler. Lingkungan dengan temperatur yang tinggi sangat berpegaruh dalam kelangsungan pemeliharaan ayam broiler. Temperatur lingkungan yang tinggi menyebabkan cekaman panas pada ayam broiler
15
dan jika hal tersebut terjadi secara berkelanjutan maka ternak akan mengalami stres oksidatif. Stres oksidatif akan berdampak pada terjadinya penurunan performa produksi pada ayam broiler. Austic (1985) menyatakan bahwa setiap peningkatan 1ºC temperatur lingkungan di atas 20ºC akan terjadi penurunan konsumsi pakan sebanyak 17%. Penelitian Geraert et al. (1996) menghasilkan bahwa akan terjadi penurunan bobot badan sebanyak 14% pada umur 2 sampai 4 minggu dan penurunan sebesar 24% pada umur 4 sampai 6 minggu pada unggas yang dipelihara di lingkuangan dengan temperatur sampai 32 ºC, serta terjadinya penurunan efisiensi yang disebabkan oleh perubahan proses metabolisme nutrien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral zink atau vitamin E atau kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total konsumsi pakan (Tabel 3). Total konsumsi pakan berdasarkan manajemen pemeliharaan ayam broiler jantan strain Lohmann dipelihara selama 35 hari adalah sebanyak 3360 gram dengan konsumsi harian sebanyak 194 gram ekor-1 hari-1 (Aviagen 2007), sedangkan hasil penelitian menujukkan total konsumsi tertinggi adalah sebanyak 2849.48±112.93 gram pada perlakuan A2B2, nilai tersebut masih jauh berada dibawah standar normal. Leeson dan Summers (2005) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa ayam, temperatur lingkungan, banyaknya massa telur yang dihasilkan dan kandungan energi ransum. Temperatur lingkungan yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan yang sedang tumbuh dengan variasi penurunan dari 1.3% setiap kenaikan 1°C pada suhu 21°C dan mulai pada suhu 38°C penurunan konsumsi mencapai 3% setiap kenaikan 1°C. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Niu et al. (2009) yang menyatakan bahwa pemberian vitamin E sebanyak 100 ppm sampai dengan 200 ppm pada ransum ayam broiler yang dipelihara selama 42 minggu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kombinasi mineral zink dan vitamin E tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bobot badan akhir ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari (Tabel 3). Pemberian mineral zink 80 ppm nyata (P<0.05) meningkatkan bobot badan akhir ayam broiler. Rataan nilai bobot badan akhir dengan pemberian mineral zink adalah sebesar 1595.43 gram. Nilai ini masih jauh berada dibawah nilai bobot badan akhir ayam broiler jantan strain Lohmann yang dipelihara selama 35 hari berdasarkan Aviagen (2007) yaitu sebesar 2124 gram. Ayyat dan Marai (2000) melaporkan bahwa suplementasi kelinci dengan 100, 200 atau 300mg kg-1 mineral zink berpengaruh nyata meningkatkan bobot badan akhir tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, rasio konversi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral zink atau vitamin E atau kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan (Tabel 3). Pertambahan bobot badan yang dicapai pada ayam broiler yang dipelihara pada penelitian ini juga masih berada dibawah nilai standar manajemen pemeliharaan ayam broiler jantan strain Lohmann yaitu sebesar 2082.08 gram (Aviagen 2007). Hal tersebut dapat terjadi karena pakan yang dikonsumsi masih berada dibawah standar, sehingga pertambahan bobot badan yang paling tinggi hanya tercapai sebesar 1628.78 gram pada perlakuan A3B1. Pemberian mineral zink sebanyak 40 mg/kg pada broiler yang berumur 0-3 minggu tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan (Huang et al. 2007).
16
Nilai konversi pakan menunjukkan nilai efisiensi pakan dalam menghasilkan produk yaitu daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral zink atau vitamin E atau kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap niali konversi pakan (Tabel 3). Nilai konversi pakan pada peneltian berada pada kisaran 1.79-1.89 nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar manajemen pemeliharaan ayam broiler jantan strain Lohmann yang dipelihara selama 35 hari memiliki nilai konversi pakan sebesar 1.582 (Aviagen 2007). Amrullah (2004) menyatakan bahwa nilai konversi pakan yang baik berada dalam rentang 1.75 sampai dengan 2.00. Menurut Leeson dan Summers (2005) faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah produksi telur, kandungan energi dan nutrien dalam ransum, berat badan, dan temperatur. Pemberian ransum dengan suplementasi mineral zink atau vitamin E atau kombinasinya dapat menurunkan nilai mortalitas yang terjadi pada ayam broiler selama 35 hari pemeliharaan (Tabel 3). Menurut Quinteiro-Filho et al. (2012) stres panas akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi kortikosterone di serum, mortalitas dan menurunkan persentase makrofag fagositosit. Pemberian ransum dengan suplementasi mineral zink atau vitamin E dan kombinasinya mampu menurunkan angka mortalitas 50-100% dibandingkan dengan kontrol. Menurunnya angka mortalitas yang terjadi pada ternak menunjukkan bahwa dengan pemberian antioksidan berupa mineral zink dan vitamin E dapat semakin meningkatkan keuntungan peternak yaitu dengan banyaknya ayam broiler yang masih hidup. Pemberian mineral zink dan vitamin E secara tunggal atau kombinasi cenderung meningkatkan nilai IOFC (Income Over Feed Cost) pada ayam broiler selama 35 hari pemeliharaan (Tabel 3). Nilai IOFC (Income Over Feed Cost) dihitung berdasarkan bersarnya biaya konsumsi dan harga jual ayam broiler. Besarnya nilai konversi pakan akan menambah biaya produksi, dengan demikian akan mempengaruhi nilai Income Over Feed Cost (Kusumawardani 2009). Suplementasi mineral zink cenderung meningkatkan nilai IOFC ayam broiler selama 35 hari pemeliharaan. Semakin tinggi nilai pemberian mineral zink semakin tinggi juga peningkatan nilai IOFC dibandingkan dengan kontrol. Nilai IOFC tertinggi berada pada perlakuan A3B1 dimana suplementasi yang diberikan hanya mineral zink sebanyak 80 ppm. Suplementasi mineral zink 40 ppm sampai 80 ppm dapat meningkatkan keuntungan peternak 6.43% sampai 10.30%.
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Retensi Semu Nutrien dan Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen pada Pakan Ayam Broiler Rataan energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn) pakan perlakuan pada ayam broiler umur 35 hari disajikan pada Tabel 4. Suplementasi mineral zink dan vitamin E tidak berpengaruh nyata terhadap energi metabolis terkoreksi nitrogen (EMSn) pakan ayam broiler pada periode finisher. Nilai energi metabolis semu terkoreksi nitrogen pada pakan ayam broiler pada periode finisher berkisar 2978.99 kkal kg-1 sampai 3166.69 kkal kg-1. Nilai tersebut masih sesuai dengan SNI (Standar
17
Nasional Indonesia) untuk pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) yaitu energi metabolis (EM) sebesar minimal 2900 kkal kg-1 (SNI 2006). Menurut Leeson dan Summers (2005) kebutuhan energi untuk ayam broiler pada periode finisher adalah sebesar 3100 kkal kg-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan perlakuan ayam broiler pada periode finisher telah memenuhi kebutuhan sesuai standar. Tabel .4 Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) pakan perlakuan pada ayam broiler periode finisher Mineral Zn Vitamin E (B) Rataan (A) B1 B2 B3 A1 3128.14±36.63 3102.74±12.30 2978.99±29.62 3078.27±73.12 A2 2991.16±61.75 3130.60±85.12 3165.44±0.98 3105.69±90.59 A3 3166.69±40.92 3097.77±60.01 3164.40±63.68 3142.95±59.01 Rataan 3108.±83.41 3108.57±51.62 3118.44±93.23 Keterangan: A1= Suplementasi zink 0 ppm; A2= Suplementasi zink 40 ppm; A3= Suplementasi zink 80 ppm; B1= Suplementasi vitamin E 0 ppm; B2= Suplementasi vitamin E 125 ppm; B3= Suplementasi vitamin E 250 ppm.
Rataan retensi semu protein dan lemak kasar ayam broiler umur 35 hari disajikan pada Tabel 5. Tabel. 5 Retensi semu protein dan lemak kasar pakan perlakuan pada ayam broiler periode finisher Mineral Zn Vitamin E (B) Rataan (A) B1 B2 B3 Retensi A1 75.67±4.92 73.23±6.78 74.01±7.10 74.44±5.39 Semu A2 68.52±5.22 72.73±4.79 80.00±5.29 73.74±6.70 Protein A3 81.00±0.70 77.47±1.29 78.79±6.84 79.29±4.01 (%) 75.07±6.51 74.23±4.53 77.60±6.23 Rataan Retensi A1 86.18±1.60 86.45±6.01 88.19±4.96 86.83±3.44 Semu A2 87.85±4.11 90.79±3.80 89.27±0.12 89.31±3.29 Lemak A3 88.53±3.21 90.95±2.41 89.51±1.68 89.50±2.36 (%) 87.52±2.92 89.60±4.05 89.06±2.33 Rataan Keterangan: A1= Suplementasi zink 0 ppm; A2= Suplementasi zink 40 ppm; A3= Suplementasi zink 80 ppm; B1= Suplementasi vitamin E 0 ppm; B2= Suplementasi vitamin E 125 ppm; B3= Suplementasi vitamin E 250 ppm. Peubah
Proses pencernaan yang berlangsung pada suhu lingkungan yang lebih tinggi dari suhu nyaman ayam akan menurunkan nilai kecernaan. Menurut Miles (2001) cekaman panas akan menghambat suplai nutrien ke jaringan tubuh terutama untuk pembentukan telur pada ayam petelur. Cekaman panas akan merusak barrier saluran pencernaan, menurunkan aliran darah ke saluran pencernaan sampai 50% seperti pada proventrikulus, gizzard dan pankreas, sedangkan laju aliran darah pada bagian atas
18
duodenum dan jejunum menurun sampai 70% selama cekaman panas (Anggarayono 2008; Gu et al. 2012). Hal ini akan berdampak ada efisiensi dari pencernaan, absorpsi dan transport nutrien. Wallis dan Balnave (1984) melaporkan bahwa kecernaan asam amino menurun disebabkan oleh tingginya temperatur lingkungan pada broiler. Hai et al. (2000) melaporkan bahwa aktivitas trypsin, chymotrypsin dan amilase menurun secara signifikan pada temperatur lingkungan di atas 32ºC. Suplementasi mineral zink dan vitamin E tidak berpengaruh nyata terhadap retensi semu dari protein dan lemak kasar (Tabel 5). Namun dengan suplementasi mineral zink dan vitamin E terdapat kecenderungan meningkatkan persentase retensi semu nutrien terutama untuk retensi semu lemak kasar. Penelitian Sahin dan Krucuk (2003) menunjukkan bahwa suplementasi mineral zink pada puyuh meningkatkan kecernaan semu nutrien. Sahin dan Kucuk (2001) melaporkan bahwa kecernaan nutrien (bahan kering, bahan organik, protein kasar dan lemak kasar) akan semakin tinggi dengan semakin tingginya level vitamin E yang diberikan pada ransum. Hal tersebut disebabkan mineral zink melindungi jaringan pankreas dari terjadinya kerusakan oksidatif (Onderci et al. 2003), sehingga pankreas berkerja secara optimal, termasuk dalam mensekresikan enzim pemcernaan yang akan meningkatkan kecernaan nutrien. Penelitian Sumiati (2005) menyatakan bahwa pemberian mineral zink dalam bentuk ZnO sebanyak 61 mg kg-1 dalam ransum tikus nyata meningkatkan bobot pankreas tikus dibandingkan dengan ransum kontrol. Mineral zink merupakan konstituen dari lebih 2000 enzim yang terlibat dalam pencernaan dan metabolisme, terutama metabolisme tulang, pencernaan protein dan metabolisme phosphor (Desmukh 2001). Mineral zink dibutuhkan oleh enzim pencernaan dalam pankreas serta hormon insulin yang disekresikan dari pankreas (Pond et al. 1995). Szabo et al. (2004) menyatakan bahwa suplementasi ZnO dalam ransum tikus meningkatkan aktivitas enzim-enzim hidrolase seperti enzim amilase, tripsin, lipase dan protease pada pankreas maupun usus halus. Groff dan Groper (2000) menyatakan bahwa enzim carboxypeptidase A adalah enzim yang tergantung mineral zink untuk aktivitasnya. Carboxypeptdase A adalah exopeptidase yang disekresikan oleh pankreas dalam duodenm dan diperlukan untuk pencenaan protein. Mineral zink terikat kuat pada carboxypeptidase A dan sangat penting ntuk aktivitas enzim tersebut. Onderci et al. (2003) melaporkan bahwa suplementasi chromium dan zink menurunkan kecernaan bahan kering, protein kasar dan lemak kasar pada ayam petelur yang dipelihara pada lingkungan dengan temperatur rendah.
Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Status Antioksidan dalam Darah Stres panas menyebabkan meningkatnya produksi radikal bebas dan menurunkan konsentrasi dari antioksidan vitamin dan mineral seperti vitamin E, C, A dan zink di dalam serum darah dan jaringan. Stres panas menyebabkan munculnya radikal bebas dalam tubuh yang menimbulkan stres oksidatif dan menurunkan status kesehatan ternak, karena nutrien yang masuk atau ada dalam tubuh menjadi kurang dalam penyerapannya dan mengganggu aktivitas fisilogis lainnya. Stres oksidatif
19
dimulai dengan terjadinya proses peroksida lipid yang merupakan reaksi berantai senyawa radikal hidroksil (-OH) dengan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda atau poly unsaturated fatty acid (PUFA) pada membran sel. PUFA yang banyak terdapat dalam membran sel menjadi target utama oksidan karena sangat rentan terhadap terjadinya autokatalisis peroksidasi. Senyawa radikal hidroksil akan mengikat satu hidrogen dari lemak tak jenuh ganda (LH), sehingga akan terbentuk radikal lemak (L-) (Mujahid et al. 2007, Fellenberg dan Speisky 2006). Mekanisme penghambatan radikal bebas terdiri dari antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen terdiri dari superokside dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH-Px) dan catalase sedangkan antioksidan eksogen yaitu antioksidan yang didapat dari luar tubuh/makanan dapat dalam bentuk alami maupun sintetis seperti vitamin C, selenium, zink, betakaroten, vitamin E, organosulfur, flavonoid, thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin dan lain-lain (Surai 2003; Werdhasari 2014). Tabel 6 Status antioksidan dalam darah ayam broiler umur 35 hari Mineral Zn Vitamin E (B) Rataan (A) B1 B2 B3 Zn (ppm) A1 3.03±0.51 2.56±0.22 2.49±0.67 2.69±0.50 A2 2.58±0.26 2.67±0.26 2.57±0.26 2.61±0.23 A3 2.27±0.69 2.80±0.91 2.10±0.49 2.43±0.71 2.62±0.56 2.68±0.50 2.10±0.47 Rataan MDA A1 2.18±0.39 2.16±0.15 1.80±0.43 2.05±0.35b (µmol/L) A2 1.61±0.21 1.57±0.15 1.84±0.51 1.67±0.32a A3 1.96±0.10 1.82±0.12 1.89±0.18 1.89±0.13ab 1.92±0.34 1.85±0.28 1.84±0.35 Rataan SOD A1 1.33±0.14 1.33±0.29 1.33±0.29 1.33±0.22 (Unit) A2 1.17±0.38 1.33±0.29 1.08±0.14 1.19±0.27 A3 1.17±0.14 1.17±0.29 1.17±0.58 1.17±0.33 1.22±0.23 1.28±0.26 1.19±0.35 Rataan Keterangan: A1= Suplementasi zink 0 ppm; A2= Suplementasi zink 40 ppm; A3= Suplementasi zink 80 ppm; B1= Suplementasi vitamin E 0 ppm; B2= Suplementasi vitamin E 125 ppm; B3= Suplementasi vitamin E 250 ppm. Superskript dengan huruf berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Peubah
Suplementasi vitamin E dan mineral zink pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi zink, MDA dan SOD dalam serum darah (Tabel 6). Sahin et al. (2006) melakukan penelitian pada puyuh dengan pemberian vitamin E sebanyak 0, 125, 250 ppm dan mineral zink sebanyak 0, 30, 60 ppm dapat menurunkan kadar MDA, semakin tinggi nilai kombinasi vitamin E dan mineral zink maka semakin rendah nilai konsentrasi MDA. Penelitian Liu et al. (2015) menyatakan bahwa suplementasi mineral zink menurunkan konsentrasi MDA pada hati, daging dada dan paha ayam broiler. Malondialdehida (MDA) merupakan produk akhir dari oksidasi lipid. Tingginya kadar MDA dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid, yang secara tidak langsung juga menunjukkan tingginya jumlah radikal bebas (Wresdiyati et al. 2006). Konsentrasi nilai MDA yang semakin rendah menunjukkan tingginya aktivitas
20
antioksidan dalam darah. Suplementasi mineral zink sebanyak 40 ppm sampai 80 ppm berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar MDA dalam darah. Suplementasi mineral zink sebanyak 40 ppm sampai 80 ppm dalam ransum mampu menurunkan kadar MDA dalam darah sebesar 7.80%-18.54% dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa mineral zink bekerja aktif sebagai antioksidan sehingga menurunkan kadar MDA dalam darah. Antioksidan akan mentransfer atom H (Hidrogen) yang dimilikinya sehingga akan menstrabilkan radikal bebas, sedangkan antioksidan tersebut akan berubah menjadi radikal bebas dengan reaktivitas rendah sehingga menghentikan proses rantai lipoperoxidative (Fellenberg dan Speisky 2006). SOD atau superoksida dismutase merupakan enzim yang berada dalam cairan intraseluler yang berperan pada proses degradasi senyawa radikal bebas intraseluler. Enzim ini mempunyai sebuah atom oligo elemen pada sisi aktifnya. Superoksida dismutase mengkatalisis dismutasi O2 menjadi H2O2. Enzim ini menghambat kehadiran simultan dari O2 dan H2O2 yang berasal dari pembentukan radikal hidroksi (OH) (Wresdiyati et al. 2006). Enzim SOD yang terdapat pada sel darah merah ada dua macam yaitu SOD yang tergabung dengan metal Cu dan Zn dalam ikatan prostetik (Cu/Zn-SOD) dan banyak ditemukan di cytosol, kemudian SOD yang tergabung dengan Mn dalam ikatan struktur Mn-SOD dan banyak ditemukan di mitokondria (Fridovich 1997). Peroksida dikatalisis oleh enzim katalase dan glutation peroksidase (GPx). Katalase mampu menggunakan satu molekul H2O2 sebagai substrat elektron donor dan satu molekul H2O2 menjadi substrat molekul akseptor, sehingga 2 molekul H2O2 menjadi 2H2O dan O2 (Murray et al. 2003). Penelitian Liu et al. (2015) menjelaskan bahwa penambahan mineral Zn pada pakan basal berupa jagung dapat meningkatkan konsentrasi metallothioneins dan aktivitas CuZnSOD di otot dada dan paha pada ayam broiler serta meningkatkan regulasi ekspresi mRNA dari MT dan CuZnSOD di hati dan otot paha. Penelitian Wresdiyati et al. (2006) menjelaskan bahwa pemberian α-tocoferol sebanyak 60 mg kg-1BB-1 pada tikus dapat meningkatkan konsentrasi CuZnSOD pada hati. Mineral zinc berperan dalam sistem pertahanan sebagai antioksidan (Powell 2000). Metallothioneins adalah bagian penting dari mineral Zn pada organisme dan berperan sebagai pelindung dalam reaksi antioksidan oleh radikal bebas terutama radikal hydroxyl (RuttkayNadecky et al. 2013). Zn diperlukan untuk struktur dan fungsi dari CuZnSOD, yang terdiri dari 90% total SOD dan melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif (Noor et al. 2002).
Pengaruh Ransum terhadap Ekspresi Gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) Tingginya suhu dan kelambaban pada lingkungan tropis menyebabkan terjadinya stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. Stres yang disebabkan oleh lingkungan menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Terbentuknya radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan pada lipid peroksida, protein dan DNA. Sulementasi antioksidan seperti vitamin E dan mineral zink akan membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas dalam tubuh ternak. Selain itu pengkondisian
21
lingkungan pemeliharaan ternak dapat membentu mencegah terjadinya stres panas yaitu seperti penggunaan air conditioner (AC), exhaust fan, dan sebagainya. Pemberian kombinasi vitamin E dan mineral zink berpengaruh nyata terhadap ekspersi gen HSP 70. Kombinasi vitamin E sebanyak 250 ppm dan mineral zink sebanyak 80 ppm berpengaruh nyata (P<0.05) menurunkan ekspresi gen HSP 70 yang berasal dari otak ayam broiler (Gambar 2). Gen HSP 70 lebih terekspresi pada ayam broiler yang tidak diberi vitamin E dan mineral zink (kontrol) serta ayam broiler yang hanya diberikan vitamin E dan atau mineral zink dengan konsentrasi yang lebih rendah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian vitamin E sebanyak 225 ppm pada ayam broiler yang dipelihara dilingkungan tropis berpengaruh nyata dalam murunkan produksi gen HSP 70 (Laras 2014). 4
b
b
3,5
ab
ab
3
ab
ab
2,5 ΔCT
ab ab
2 1,5
a
1 0,5 0 A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2 A2B3 perlakuan
A3B1
A3B2
A3B3
Gambar 2. Ekspresi gen HSP 70 yang ditunjukan dengan nilai Ct ( ); A1B1= Zink 0 ppm, Vitamin E 0 ppm; A1B2= Zink 0 ppm, Vitamin E 125 ppm; A1B3= Zink 0 ppm, Vitamin E 250 ppm; A2B1= Zink 40 ppm, Vitamin E 0 ppm; A2B2= Zink 40 ppm, Vitamin E 125 ppm; A2B3= Zink 40 ppm, Vitamin E 250 ppm; A3B1= Zink 80 ppm, Vitamin E 0 ppm; A3B2= Zink 80 ppm, Vitamin E 125 ppm; A3B3= Zink 80 ppm, Vitamin E 250 ppm. Superskrip dengan huruf berbeda pada gambar menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
HSP (Heat Shock Protein) adalah suatu sintesis protein yang merespon pada saat terjadi stres secara fisik, kimia atau biologis termasuk stres panas (Ganter et al. 2006; Staib et al. 2007). Heat Shock Protein (HSP) berperan penting dalam melindungi dan memperbaiki sel dan jaringan. Salah satu dari sekian banyak HSP yang paling banyak diteliti dan memiliki fungsi strategis dalam kehidupan makhluk hidup, termasuk ternak unggas adahal HSP 70 (Deane dan Woo 2005; Ming et al. 2010; Tamzil 2014). Gen HSP 70 akan terekspresi lebih tinggi pada ayam yang terkena stres panas, kondisi lingkungan tropis memicu terjadinya sters panas dikarenakan tingginya suhu dan kelembaban lingkungan. Pada ternak yang terkena stres panas, zona homeostatis pada tubuhnya menjadi terganggu sehingga pusat thermoregulasi berusaha
22
mengembalikan suhu tubuh dalam kondisi normal sebelum terjadi stres panas. Jika stres panas terus meningkat dan pusat termoregulasi tidak dapat mengatasinya melalui jalur metabolisme, maka jalur genetik akan digunakan yaitu dengan mengaktifkan gen HSP termasuk HSP 70 yang hanya bekerja selama kondisi stres (Noor dan Seminar 2009). Gen HSP 70 dapat terekspresi pada organ hati, otak, ginjal, usus, embrio dan di setiap sel termasuk di otot, karena gen ini berkerja melindungi sel dari efek negatif dari stres (Wang et al. 2003; Arya et al. 2007). Ekspresi gen HSP 70 paling banyak terdapat pada jaringan saraf/otak terutama bagian hippocampus yang merupakan bagian dari hipotalamus (Tanguay et al. 1993; Yanari et al. 1999; Bodega et al. 2004). Guerreiro (2004) mengemukakan bahwa ekspresi gen HSP 70 pada otak memiliki tingkat ekspresi 3 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan pada jaringan hati pada broiler yang terkena stres panas. Produksi gen HSP 70 di dalam tubuh betndak sebagai last defender dengan berperan sebagai protektor bagi protein yang sensitif terhadap suhu tinggi dan melindunginya dari after effect seperti proses degradasi maupun denaturasi sehingga mencegah kerusakan protein (Surai 2003; Etches et al. 2008; Noor dan Seminar 2009). Broiler yang terkena stres panas akan mengalami peningkatan jumlah HSP 70 dalam otak. Hal ini disebabkan karena ternak yang terkena stres akan mendorong gen untuk bekerja dengan semua jaringan sel untuk merespon beban panas lingkungan di atas zona termonetral baik dengan intraseluler maupun ekstraseluler, sebagai sinyal untuk mengkoordinasikan metabolisme di seruruh tubuh. Aktivitas sistem ini akan dimulai pada permukaan kulit ketika suhu kulit melebihi 35 ºC yang menyebabkan tubuh ternak mulai menyimpan panas dan dihasilkan sinyal untuk meningkatkan mekanisme evaporasi untuk menghilangkan panas (Collier et al. 2008, Al-Aqil dan Zulkifli 2009, Tamzil et al. 2013b). Gen HSP berperan sebagai pendamping protein yang mengalami gangguan stres seluler. Bila gen HSP sudah dapat mengatasi keadaan stres, semua fungsi tubuh diaktifkan pada kondisi semula. Bila tingkat stres yang dialami individu semakin besar, maka tubuh tidak dapat lagi mengembalikan ke titik homeostasis semula dan mengarah pada homeostasis baru yang berbeda dari sebelumnya. Kondisi ini memaksa tubuh untuk menggunakan cadangan energi yang dimilikinya untuk mengatasi stres tersebut. Terjadinya keseimbangan homeostasis baru inilah yang menjadi awal terbentuknya galur maupun spesies baru (Noor dan Seminar 2009). Vitamin E dan mineral zink mempengaruhi ekspresi gen HSP 70 pada pemberian dengan jumlah tertentu, hal tersebut disebabkan karena vitamin E dan mineral zink merupakan antioksidan yang dapat mengurangi aktivitas radikal bebas dalam tubuh, sehingga menurunkan produksi gen HSP 70 dan melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Pada ternak unggas, HSP 70 akan memperlihatkan ekspresinya pada suhu 29.3 ºC, namun bila suhu lingkungan meningkat ekspresi HSP 70 akan semakin meningkat. Beberapa hal yang dapat merangsang sintesis HSP 70 adalah cekaman panas, paparan logam berat, racun, oksidan, bakteri dan infeksi virus, sistem pemberian pakan, pola perkandangan dan lama pengangkutan, pola penanganan ternak, kebisingan, getaran, gangguan sosial, pembatasan gerak, kekurangan gizi, kekurangan oksigen dan oksigen radikal atau alkohol (Al-Aqil dan Zulkifli 2009, Etches et al. 2008, Tamzil et al. 2013b, Zulkifli et al. 2009). Transkripsi HSP 70 juga dapat disebabkan oleh deplesi energi,
23
hipoksia, asidosis, iskemia-reperfusi, spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif, seperti nitrat oksida serta infeksi virus (Kregel 2002).
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Suplementasi mineral zink sebanyak 80 ppm pada ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari di lingkungan tropis meningkatkan bobot badan akhir sebesar 4.95%, keuntungan sebesar 10.30%, menurunkan konsentrasi MDA dalam darah sebesar 7.80% serta menurunkan ekspresi gen HSP 70 pada otak ayam broiler. Suplementasi kombinasi mineral zink 80 ppm dan vitamin E 250 ppm dalam ransum ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari di lingkungan tropis menurunkan ekspresi gen HSP 70. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh suplementasi mineral zink dan vitamin E terhadap imunitas ayam broiler. 2. Penelitian dengan parameter stres panas sebaiknya ditambah dengan kontrol positif sebagai perbandingan yaitu ayam broiler yang dipelihara di lingkungan dengan suhu nyama.
24
DAFTAR PUSTAKA Al-Aqil A, Zulkifli I. 2009. Changes in heat shock protein 70 expression and blood characteristic in transported broiler chickens as affected by housing and early age feed restriction. Poult Sci. 88:1358-1364. Al-Zhgoul MB, Dalab AES, Ababneh MM, Jawasreh KI, Busadah KAA, Ismail ZB. 2013. Thermal manipulation during chicken embryogenesis results in enhanced HSP70 gene expression and the acuisition of the termotolerance. Res Vet Sci. 95: 502-507. Amrullah IK. 2004. Nutrisi Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunungbudi. Anggarayono HI, Wahyuning, Tristiarti. 2008. Energi metabolis dan pencernaan protein akibat perbedaan porsi pemberian ransum pada ayam petelur. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. Maryland (USA): AOAC International. Arya R, Malik M, Lakhotia SC. 2007. Heat shock genes-integrating cell survival and death. J Biosci. 32: 595-610. Austic RE. 1985. Feeding poultry in hot and cold climates, dalam : Yousef, MK. Stress Physiology in Livestock. Boca Raton (FL): CRC Press. Aviagen. 2007. Lohman meat broiler stock performance objectives. [Internet]. [diunduh 2015November12]. Tersedia pada: http://www.aviagen.com. Ayyat MS, Marai IFM. 2000. Growth performance and carcass traits as affected by breed and dietary supplementation with different zinc levels, under egyptian conditions. Proceedings of the 7th World Rabbit Congres. C: 83-88. Bartlett JR, Smith MO. 2003. Effects of Different Levels of Zinc on the Performance and Immunocompetence of Broilers Under Heat Stress. Poult Sci 82:1580–1588. [BIG] Badan Informasi Geofasial. 2013. Memantau dari Luar Angkasa. [Internet]. [diunduh 2014November15]. Tersedia pada: http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/memantau-dari-luar-angkasa. Bodega G, Hernandes C, Suarez I, Martin M, Fernandez B. 2002. HSP70 constitutive expression in rat central nervous system from posnatal development to maturity. J Histochem Cytochem. 50(9): 1161-1168. Bustin SA. 2005. Real-time PCR. Di dalam: Fuchs J, Podda M, editor. Enctclopedia of Diagnostic Genomics and Proteomics. New York (US): Marcel Dekker, hlm 1117-1125. Charoen Pokphand Indonesia. 2005. Manual manajemen broiler CP 707. [Internet]. [diunduh 2016Agustus07]. Tersedia pada: http://www.charoenpokphand/org.com/. Collier RJ, Collier JL Rhoads RP, Baumgard LH. 2008. Invited review: genes involved in the bovine heat stress response. J Dairy Sci. 91:445-454. Deane EE, Woo NYS. 2005. Cloning and characterization of the hasp70 multigene family from silver sea bream: Modulated gene expression between warm and cold temperature acclimation. Biochem Biophys Res Commun. 330: 776-783.
25
Desmukh RR. 2001. The trace element in health and diseases and their nutritional importance in maintainance of good health. Di dalam: Ermidou S, Pollet S, editor. Proceedings Book of the 3rd International Symposium on Trace Elements in Human: New Perpspectives, 4-6 October 2001. Athens(): Greece. Dozier WA, Purswell JL, Kidd MT, Corzo A, Branton SL. 2007. Apparent metabolizable energy needs of broilers from two to four kilograms as infuenced by ambient temperature. J Appl Poult Res. 16: 206-218. Etches RJ, Jhon TM, Verrinder Gibbins AM. 2008. Behavioural, physiological, neuroendocrine and molecular responses to heat stress. Dalam: Daghir NJ, editor. Poult Prod hot Clim. Hal 49-69. Farrel DJ. 1978. A nutritional evaluation of buckwheat (Fagopyrum esculentum). Anim Feed Sci Technol. 3(2): 95-108. Fellenberg MA, Speisky H. 2006. Antioxidants: their effects on broiler oxidative stress and its meat oxidative stability. J World’s Poult Sci. 62: 53-67. Fridovich I. 1975. Superoxide dismutases. Ann Rev Biochem. 44: 147-159. Gallo-Tores DC. 1980. Absorption, blood transfort and metabolism of vitamin E. In: Maclin IJ, editor. A Compr treatise. New York (USA): Marcel Dekker Inc. P. 170-267. Ganter MT, Ware LB, Howard M, Rouk J, Gartland B, Matthay MA, Fleshner M, Pittet J. 2006. Extracellular heat shock protein 72 is a maker of the stress protein response in acute lung injury. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 291: 354361. Garfinkrl D. 1986. Is aging inevitable? The intracellular zinc deficiency hypothesis of aging. Med Hypotheses. 19:117-137. Genin O, Hasdai A, Shinder D, Pines M. 2008. Hypoxia, hypoxia-inducible factor-1 (HIF-1a) and heat-shock proteins in tibial dyschondroplasia. Poult Sci. 87:15561564. Geraert PA, Padilha JC, Guillaumin S. 1996. Metabolic and endocrine changes induced by chronic heat exposure in broiler chickens: Growth performance, body composition, and energy retention. Br J Nutr. 75: 195-204. Groff JL, Gropper ss. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Ed Ke-3. USA: Wadsworth Thomson Learning. Gu XH, Hao Y, Wang XL. 2012. Over-expression of heat shock protein and its relationship to intestine under acute heat stress in goat. Int J Livest Res. 3: 27-28. Hai BYL, Rong D, Zhang ZY. 2000. The effect of thermal environtment on the digestion of broilers. J Anim Physiol Anim Nutr. 83: 57-64. Halliwel B, Gutteridge JM. 1999. Free redicals, reactive species and toxicology. Dalam: Free radicals in biology and medicine. 3rd Edition. New York (US): Oxford University Press. Huang YL, Lu L, Luo XG, Liu B. 2007. An optimal dietary zinc level of broiler chicks fed a corn-soybean meal diet. Poult Sci. 86: 2582-2589. Kregel KC. 2002. Heat shock protein: modifying factors in physiological stress responses and acquired thermotolerance. J Appl Physiol. 92:2177-2186.
26
Laras RG. 2014. The role of vitamin E to overcome tropical heat stress related with exression of HSP70 gene in broiler. [Thesis]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Leeson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed. Canada (US): University Books. Liu ZH, Lu L, Wang RL, Lei HL, Li SF, Zhang LY, Luo XG. 2015. Effect of supplemental zinc source and level on antioxidant ability and fat metabolismrelated enzym of broiler. Poult Sci. 94:2686-2694. Mazzi CM, Ferro JA, Ferro MIT, Savino VJM, Coelho AAD, Macari M. 2003, Polymorphosm analysis of the HSP70 stress gene in Broiler chickens (Gallus gallus of diferent breeds. Genet Mol Biol. 26:275-281. Miles D. 2001. Understanding heat stress in poultry and strategis to improve production trough good management and mentaining nutrient and energy intake. Proseedings pf The ASSA Poultry. Lance Course, Costa Rica. Ming J, Xie J, Xu P, Liu WB, Ge XP, Liu B, He YJ, Cheng YF, Zhou QL, Pan LK. 2010. Molecular cloning and expression of two HSP70 genes in the Wuchang bream (Megalobrama amblycephala Yih). Fish Shellfish Immunol. 28: 407-418. Misra HP, Fridovich I. 1972. Bio Chem. London (UK): Academic Press Limited. Morimoto RI, Hunt C, Huang SY, Berg KL, Banereji SS. 1986. Organization, nucleotide sequence and transciption of the chicken HSP 70 gene. J Biol Chem. 261:12692-12699. Muchtadi D. 1994. Food as Energy Source and Nutrein. Department of Food Science and Technology. [Thesis] Faculty of Agricultural Technology. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mujahid A, Akiba Y, Toyomizu M. 2007. Acute heat stress incudes oxidative stress and decreases adaption in young white leg-horn cockerels by down regulation of avian uncoupling protein. Poult Sci. 86:364-371 Niu ZY, Liu FZ, Yan QL, Li WC. 2009. Effects of different levels of vitamin E on growth performance and immune responses of broiler under heat stress. Poult Sci. 88:2101-2107. Nolan T, Hands RE, Bustin SA. 2006. Quantification of mRNA using real-time RTPCR. Nature Protocol. 1(3): 1559-1582. Noor R, S Mittal, J Iqbal. 2002. Superdioxide dismutase applications and relevance to human disease. Med Sci Moni. 8:210-215. Noor RR, Seminar KB. 2009. Rahasia dan Hikmah Pewarisan Sifat (Ilmu Genetika dalam Alqur’an). Bogor (ID): IPB press. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Manual. 4th Edition. New York (US): Champman and Hall. Onderci M, Sahin N, Sahin K, Kilic N. 2003. The antioxidant properties of chromium and zinc in vivo effects on digestibility, lipid peroxidation, antioxidant vitamins and some minerals under a low ambient temperature. Biol Trace Elem Res. 92: 139-150. Pond WG, Churc DC, Pond KR. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Ed ke-4. New York (USA): John Wiley & Sons.
27
Powell SR, Hall D, Aiuto L, Wapnir RA, Teichberg S, Tortolani AJ. 1994. Zinc improves postischemic recovery of isolated rat hearts through inhibotion of oxidative stress. Am. J Physiol. 266:2497-2507. Powell SR. 2000. The antioxidant properties of zinc. J Nutr. 130:1447S-1454S. Prasad AS, JT Fitzgerald, JW Hess, F Kaplan, J Pelen, M Dardenne. 1993, Zinc deficiency in elderly patients. Nutrition. 9:218-224. Quinteiro-Filho WM, Rodriguez MU, Riberio A, Ferraz-de-Paula V, Pinherio ML, Sa LRM, Ferreira AJP, Palermo-Neto J. 2012. Acute heat stress in paios performance parameters and induceds mild intestinal enteritis in broiler chickens: role of acute hypotalamic-pituitary-adrenal axis activation. J Anim Sci. 90: 19861994. Rice-Evans C, Anthony TD. 1991. Techniques in free radical research. Elsevier. Pp 146, 202. Rimbach G, Fuchs J, Packer L. 2005. Nutrigenomics. Florida (US): CRC Pr. Ross. 2009. Nutrition Supplement. Scotland (UK): Aviagen. Ruttkay-Nadecky BL, Nejdl, Gumulec J, Zitka O, Stiborova M, Adam V, Kizek R. 2013. The role of metallothionein in oxidative stress. Int J Mol Sci. 14:6044-6066 Sahin K, Kucuk O. 2001. Effect of vitamin E and selenium on performance, digestibility of nutriens and carcass characteristics of Japanese quails reared under heat stress (34 ºC). J Anim Physiol a Anim Nutr. 85: 342-348. Sahin K, Kucuk O. 2003. Heat stress and dietary vitamin supplementation of poultry diets. Nutr Abstr Rev Ser B Livest Feeds Feedings. 73: 41-50. Sahin K, Sahin N, Kucuk O. 2001. Effect vitamin E and vitamin A supplementation on performance, thyroid status and serum concentrations of some metabolites and mineral in broiler reared under heat stress. Ved Med. 46:286-292. Salgueiro MJ, Zubillaga M, Lysionek A, Sarabia MI, Caro R, Paoli TD, Hager A, Weill R, Boccio J. 2000. Zinc as essential micronutrient: A review. Nutr. Res. 20:737755. Silver N, Best S, Jiang J, Thein SL. 2006. Selection of housekeeping genes for gen expression studies in human reticulocytes using real-time PCR. BMC Mol Biol 7: 33. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-3931-2006: Pakan Ayam Ras Pedaging Masa Akhir (Broiler Finisher). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Staib JL, Quindy JC, French JP, Criswell DS, Powers SK. 2007. Incerased temperature, not cardiac load, activates heat shock transcription factor 1 and heat shock protein 72 expression in the heart. Am J Physiol Regul Intergr Comp Physiol. 292: 432439. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika. Ed ke 2. Terjemahan: B. Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sumiati. 2005. Rasio molar asam fitat : Zn untuk menetukan suplementasi Zn serta penambahan enzim fitase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi. [Disertasi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Surai PE. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. England (GB): Nottingham University Press.
28
Surai PF. 1999. Vitamin E in avian reproduction. Poult Av Biol Rev 10: 1-60. Szabo J, Hegedus M, Bruckner G, Kosa E, Andrasofszky E, Berta E. 2004. Large doses of zinc oxide incerases the activity of hydrolases in rats. J Nut Biochem. 15: 206209. Tamzil MH. 2014. Stres panas pada unggas: metabolisme, akibat dan upaya penanggulangannya. Wartazoa. 24(2): 57-66. Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W dan Sumantri C. 2013a. Acute heat stress responses of three lines of chickens with diferent heat shock protein (HSP)70 genotypes. Intern J Poult Sci 12 (5) : 264-272. Tamzil MH, Nor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, Sumantri C. 2013b. Keragaman gen heat shock protein 70 ayam kampung, ayam arab dan ayam ras. J. Vet. 14:317326. Tanguay RM, Wu Y, Khandijan EW. 1993. Tissue-specific expression of heat shock proteins of mousein ithe absence of stress. Dev Genet. 14: 112-118. Wallis IR, Balnave D. 1984. The influence of environmental temperature, age and sex on the digestibility of amino acid in growing broiler chickens. Br Poult Sci. 25: 401-407. Wang S, Diller KR, Aggarwal SJ. 2003. Kinetics study of endogenous heat shock protein 70 expression. J Biochem Enginer. 125: 794-797. Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan. J Biotek Med Indon. 3(2): 5968. Winarno FG. 1997. Food Chemical and Nutrient. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Wresdiyati T, Astawan M, Fithriani D, Adnyane IKM, Novelina S, Aryani S. 2006. Pengaruh α-tokoferol terhadap prodil superoksida dismutase dan malondialdehida pada jaringan hati tikus di bawah kondisi stres. J Vet. 202-209. Yenari MA, Giffard RG, Sapolsky RM, Steinberg GK. 1999. The neuroprotective potential of heat shock protein 70 (HSP70). Mol Med Today. 5: 525-531. Zhen FS. Du HL, Xu HP, Luo QB, Zhang XQ. 2006. Tissue and allelic-specific expression of HSP 70 gene in chickens: basal and heat stress induced mRNA level quantified with real-time reverse transcriptase polymerase chain reaction. Br Poult Sci. 47:449-455. Zulkifli I, AL-Alqil A, Omar AR, Sazili AQ, Rajion MA. 2009. Crating and heat stress influence blood parameters and heat shock protein 70 expression in broiler chickens showing short or long tonic immibility reactions. Poult Sci. 88: 471476.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi pakan ayam broiler Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 103922.04 12990.26 Zink 2 1062.37 531.19 Vitamin E 2 29649.08 14824.54 Zink*Vitamin E 4 73210.59 18302.65 Galat 27 235426.75 8719.51 Total 36 282026339.9 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 2 Analisis ragam konversi pakan ayam broiler Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 0.07 0.009 Zink 2 0.012 0.006 Vitamin E 2 0.028 0.014 Zink*Vitamin E 4 0.030 0.008 Galat 27 0.292 0.011 Total 36 124.83 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 3 Analisis ragam PBB ayam broiler Sumber Keragaman db JK Perlakuan 8 55814.40 Zink 2 25065.94 Vitamin E 2 5976.67 Zink*Vitamin E 4 24771.79 Galat 27 206259.33 Total 36 81911670.93 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
KT 69.76.80 12532.97 2988.33 6192.95 7639.24
F 1.490 0.061 1.700 2.099
P 0.207 0.941ns 0.202ns 0.109ns
F 0.805 0.547 1.280 0.697
P 0.604 0.585ns 0.294ns 0.601ns
F 0.913 1.641 0.391 0.811
P 0.520 0.213ns 0.680ns 0.529ns
31
Lampiran 4 Analisis ragam bobot badan akhir ayam broiler Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 66677.98 8334.75 Zink 2 37551.91 18775.96 Vitamin E 2 5331.670 2666.34 Zink*Vitamin E 4 23793.40 5948.35 Galat 27 210773.47 7806.43 Total 36 87589693.07 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 5 Hasil uji lanjut bobot badan akhir ayam broiler Perlakuan Jumlah Rataan A1 9 1516.45 A2 9 1559.94 A3 9 1595.43
Lampiran 6 Analisis ragam energi metabolisme semu (EMS) Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 3209828.65 401228.58 Zink 2 842064.89 421032.45 Vitamin E 2 920477.67 460238.84 Zink*Vitamin E 4 1447286.08 361821.52 Galat 18 7208681.06 400482.28 Total 27 272070549.3 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 7 Analisis ragam koefisien absorpsi protein kasar Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 14.68 1.84 Zink 2 2.77 1.39 Vitamin E 2 4.55 2.28 Zink*Vitamin E 4 7.36 1.84 Galat 18 68.26 3.79 Total 27 6783.67 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
F 1.068 2.405 0.342 0.762
P 0.414 0.109* 0.714ns 0.559ns
Grup Duncan b ab a
F 1.002 1.051 1.149 0.903
F 0.484 0.365 0.600 0.485
P 0.486 0.370ns 0.339ns 0.483ns
P 0.852 0.699ns 0.559ns 0.747ns
32
Lampiran 8 Analisis ragam koefisien absorpsi lemak kasar Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 0.834 0.104 Zink 2 0.368 0.184 Vitamin E 2 0.255 0.128 Zink*Vitamin E 4 0.210 0.053 Galat 18 1.731 0.096 Total 27 582.094 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
F 1.084 1.915 1.328 0.547
Lampiran 9 Analisis ragam kandungan zink pada serum darah Sumber Keragaman db JK KT F Perlakuan 8 1.563 0.195 0.697 Zink 2 0.399 0.200 0.713 Vitamin E 2 0.388 0.194 0.692 Zink*Vitamin E 4 0.904 0.226 0.806 Galat 17 4.762 0.280 Total 26 179.644 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 10 Analisis ragam kandungan MDA pada serum darah Sumber Keragaman db JK KT F Perlakuan 8 1.057 0.132 1.587 Zink 2 0.637 0.318 3.821 Vitamin E 2 0.029 0.014 0.172 Zink*Vitamin E 4 0.392 0.098 1.177 Galat 18 1.499 0.083 Total 27 97.048 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
P 0.417 0.176ns 0.290ns 0.703ns
P 0.690 0.504ns 0.514ns 0.538ns
P 0.198 0.041* 0.843ns 0.354ns
Lampiran 11 Hasil uji lanjut Duncan kandungan MDA pada serum darah Perlakuan Jumlah Rataan Grup Duncan A1 9 2.0478 b A2 9 1.6733 ab A3 9 1.8911 a
33
Lampiran 12 Analisis ragam kandungan SOD pada serum darah Sumber Keragaman db JK KT F Perlakuan 8 0.241 0.030 0.310 Zink 2 0.144 0.072 0.738 Vitamin E 2 0.032 0.016 0.167 Zink*Vitamin E 4 0.065 0.016 0.167 Galat 18 1.750 0.097 Total 27 42.938 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 13 Analisis ragam ekspresi gen HSP 70 Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 8 18.3899 2.2987 Galat 27 23.0307 0.8530 Total 35 41.4207 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)
Lampiran 14 Hasil uji lanjut Turkey ekspresi gen HSP 70 Perlakuan Jumlah Rataan A1B1 4 3.1200 A1B2 4 2.4750 A1B3 4 2.9750 A2B1 4 2.1275 A2B2 4 2.8750 A2B3 4 2.7275 A3B1 4 1.7975 A3B2 4 2.6900 A3B3 4 0.7000
F 2.69
P 0.952 0.492ns 0.848ns 0.953ns
P 0.026*
Grup Turkey b ab b ab ab ab ab ab a
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 26 Maret 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Maman Sutarman dan Ibu Cucu Rosmiati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cikadu pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 02 Situraja pada tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN Situraja pada tahun 2008-2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan dan menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada tanggal 22 Juni 2015. Penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanan Bogor program studi Ilmu Nutrisi dan Ternak (INP) pada tahun 2015 melalui program SINERGI 2014. Karya ilmiah yang merupakan bagian dari tesisi ini telah diterbitkan pada Media Peternakan-Journal of Animal Science and Technology dengan judul “Effect of Zinc and Vitamin E on Apparent Nutrient Absorption, Carcass Traits and Mineral Availability on Broiler Chickens”.