PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E DAN SELENIUM (Se) TERHADAP KUALITAS KARKAS AYAM BROILER DI LINGKUNGAN TROPIS
AYU SRI RAHAYU
ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Selenium (Se) Terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Di Lingkungan Tropis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Ayu Sri Rahayu NIM D24100102
ABSTRAK AYU SRI RAHAYU. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Selenium (Se) Terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Di lingkungan Tropis. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan WIDYA HERMANA. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penambahan vitamin E dan selenium dalam ransum terhadap kualitas karkas ayam broiler di lingkungan tropis. Penelitian ini menggunakan 160 DOC yang dipelihara selama 5 minggu dengan sistem litter. Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan (10 ekor ayam perulangan). Perlakuan ransum yang diuji yaitu: R0 = ransum basal tanpa suplementasi, ayam dipelihara pada kandang suhu tropis; R1 = ransum basal tanpa suplementasi, ayam dikandang berAC dengan suhu 22 °C; R2 = ransum basal + mineral selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara dikandang tropis; R3 = ransum basal + vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara dikandang tropis. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut duncan. Peubah yang diamati adalah performa broiler (konsumsi, bobot badan, PBB, konversi ransum, dan mortalitas), persentase karkas, persentase lemak abdominal, persentase potongan komersil, rasio daging dan tulang dada, kandungan kolesterol, selenium dan vitamin E pada daging. Hasil menunjukkan pemeliharaan ayam broiler pada kandang suhu nyaman (R1) atau pemeliharaan pada kandang tropis dengan suplementasi selenium (R2) dan suplementasi vitamin E (R3) menunjukkan hasil yang setara pada performa ayam broiler. Penambahan selenium maupun vitamin E belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kualitas karkas secara keseluruhan. Suplementasi vitamin E dapat menurunkan kadar kolesterol daging. Kata kunci: ayam broiler, cekaman panas, kualitas karkas, selenium, vitamin E
ABSTRACT AYU SRI RAHAYU. Effect of Suplementation of Vitamin E and Selenium (Se) on Carcass Quality in Broiler Chickens in Tropical Environment. Supervised by RITA MUTIA and WIDYA HERMANA. This research aimed to examine the effect of suplementation vitamin E and selenium in diets on carcass quality in broiler chicken in tropical enviroment. This experiment used 160 day old chicks (DOC) of broiler kept with litter system for 5 weeks. Data were analyzed using a completely randomized design with four treatments and four replicates, consisted of 10 broilers in each replicates. The treatment diets were R0 = basal diet without suplementation, chickens in wet tropical climate cage, R1 = basal diet without suplementation, chickens in ideal cages ,temperature set in 22 °C, R2 = basal diet + selenium (Se) 0.3 mg kg-1, chickens in wet tropical climate cage, R3 = basal diet + vitamin E 225 mg kg-1, chickens in wet tropical climate cage. Variables observed were daily intake, body weight gain, final body weight, feed convertion, mortality, percentage of carcass, percentage of abdomen fat, percentage of comercial cut, breast meat bone ratio, cholesterol, selenium, and vitamin E on meat. The result showed there is significant effect on broiler perfomance but no effect on all cumulative on carcass quality. Suplementation vitamin E can reduce cholesterol in meat. Keywords: broiler chicken, carcass quality, heat stress, selenium, vitamin E
PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E DAN SELENIUM (Se) TERHADAP KUALITAS KARKAS AYAM BROILER DILINGKUNGAN TROPIS
AYU SRI RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Selenium (Se) Terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Di Lingkungan Tropis Nama : Ayu Sri Rahayu NIM : D24100102
Disetujui oleh
Dr Ir Rita Mutia MAgr Pembimbing I
Dr Ir Widya Hermana MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK M Si Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Selenium (Se) Terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Di Lingkungan Tropis. Salah satu faktor yang dapat menurunkan kualitas karkas broiler di lingkungan tropis seperti Indonesia adalah tingginya suhu lingkungan, yang menyebabkan cekaman panas. Salah satu cara menanggulangi cekaman panas adalah dengan suplementasi antioksidan seperti vitamin E dan selenium. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas, sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Ayu Sri Rahayu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Lokasi dan Waktu
3
Prosedur
3
Pembuatan ransum Persiapan Kandang Pemeliharaan Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Kandang Pengamatan Performa Broiler Pengukuran Persentase Karkas Pengukuran Persentase Potongan Komersil Perhitungan Rasio Tulang dan Daging Bagian Dada Perhitungan Persentase Lemak Abdominal Analisis Kandungan Kolesterol Daging Analisis Kandungan Vitamin E Daging Analisis Kandungan Mineral Se Daging Rancangan Percobaan dan Analisis Data
3 3 3 3 6 7 7 7 7 8 8 8 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Performa Ayam Broiler Kualitas Karkas Persentase Karkas Lemak Abdominal Potongan Komersil Rataan Bobot dan Rasio Daging dan Tulang Dada Kandungan Kolerterol, Vitamin E dan Selenium Daging
10 10 11 11 12 13 13 14 15
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
21
UCAPAN TERIMA KASIH
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan periode starter Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan periode finisher Hasil analisis ransum starter perlakuan (as fed) Hasil analisis ransum finisher perlakuan (as fed) Rata-rata suhu harian di kandang percobaan Performa Ayam Broiler Nilai rataan bobot hidup, bobot dan persentase karkas dan persentase lemak abdominal 8 Persentase rataan potongan komersil 9 Nilai rataan bobot dan rasio daging tulang dada 10 Nilai kandungan kolesterol daging paha
4 5 6 6 10 11 12 14 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil uji varian (anova) bobot hidup ayam broiler umur 5 minggu Hasil uji varian (anova) bobot karkas ayam broiler umur 5 minggu Hasil uji varian (anova) persentase karkas ayam broiler umur 5 minggu Hasil uji varian (anova) lemak abdominal ayam broiler umur 5 minggu Hasil uji varian (anova) potongan komersil ayam broiler umur 5minggu Hasil uji varian (anova) rasio tulang dan daging bagian dada ayam broiler umur 5 minggu
19 19 19 19 20 20
PENDAHULUAN Salah satu permasalahan yang menghambat laju pertumbuhan ayam broiler di negara tropis seperti Indonesia adalah tingginya suhu dan kelembaban lingkungan. Indonesia merupakan negara tropis dengan rata-rata suhu 29.8 °C 36.9 °C pada siang hari dan suhu pada malam hari berada pada kisaran 22.4 °C 24.2 °C (BMKG 2012). Zona nyaman untuk ayam broiler pada umur 0-3 minggu agar dapat mempertahankan hidupnya yaitu dengan suhu lingkungan sekitar 28-32 °C dengan tingkat kelembaban sebesar 60%, dan pada umur 4-6 minggu ayam broiler memerlukan suhu lingkungan yang lebih rendah yaitu berkisar antara 25 °C - 26 °C dengan tingkat kelembaban sebesar 60% agar pertumbuhan dan produksinya dapat optimum (Charoen Pokphand 2005). Berdasarkan kondisi tersebut, tentu saja ini merupakan kondisi yang kurang ideal bagi pertumbuhan ayam broiler dan memicu cekaman panas (heat stress). Peningkatan suhu lingkungan berpengaruh pada kemampuan pelepasan panas tubuh dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh akibat cekaman panas yang melebihi kisaran zona suhu normal dapat menyebabkan stress oksidatif. Stres oksidatif yaitu kondisi aktivitas radikal bebas yang melebihi antioksidan (Mujahid et al. 2007). Tingginya aktivitas radikal bebas akibat suhu lingkungan yang tinggi memicu tubuh mensekresikan antibodi lebih banyak. Semakin sering organ imunitas membentuk antibodi maka akan menyebabkan deplesi dan pengecilan pada organ imunitas sehingga berat relatifnya menurun. Akibatnya, antibodi yang dihasilkan oleh organ imunitas tersebut menjadi lebih rendah yang dapat memberikan dampak negatif terhadap produktifitas, fisiologis dan sistem kekebalan/ imun pada ternak ayam. Salah satu dampak negatif tersebut adalah menurunnya kualitas karkas. Salah satu upaya untuk mengatasi cekaman panas yang mengakibatkan stress oksidatif pada ayam broiler dilakukan dengan pemeliharaan menggunakan kandang tertutup (closed house). Kandang tertutup (closed house) memiliki kondisi nyaman yang menggunakan AC dengan pengaturan suhu 22 ⁰C dapat menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan ayam yang dipelihara dikandang suhu tidak ideal (panas) dengan rataan bobot badan yang dihasilkan 200 g lebih tinggi dari kondisi panas. Akan tetapi, biaya pembuatan closed house relatif mahal, sehingga memerlukan investasi yang juga sangat mahal. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menanggulangi cekaman panas pada ayam broiler adalah dengan perlakuan antioksidan. Vitamin E dan mineral selenium (Se) dapat dijadikan sebagai antioksidan karena ketersediaannya di dalam ransum diduga kuat sangat berpengaruh untuk menghindari cekaman suhu panas. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas, sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk (Surai 2003). Menurut Leeson dan Summers (2001) suppementasi selenium yang disarankan untuk broiler adalah 0.15-0.20 ppm dan suplementasi vitamin E sebesar 50 IU. Namun kebutuhan selenium untuk broiler di daerah tropis membutuhkan level yang lebih tinggi. Vitamin E merupakan senyawa α-tokoferol yang dapat menangkal radikalradikal bebas dan menghambat oksidasi lipid khususnya pada sel-sel matriks
2 pembentukan jaringan otot (daging). Mineral Se memiliki fungsi sebagai komponen pembentuk enzim glutathion peroksidase (GSH-Px), daya kebal tubuh (Dilaga 1992) dan membantu melindungi membran sel dari proses autooksidasi (Cheeke 2005). Mekanisme kerja antara vitamin E dan Se yaitu vitamin E mencegah penempelan radikal bebas pada membran sel, sedangkan Se-GHS-Px mencegah terbentuknya OH- dari H2O2 (Dilaga 1992). Vitamin E berfungsi melindungi sel dari radikal bebas dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Menurut Surai (2003), vitamin E termasuk antioksidan primer yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas bebas menjadi molekul yang lebih stabil yaitu hidroperoksida (H2O2). Surai et al. (2006) melaporkan bahwa selenium berperan dalam pertahanan antioksidan dan merupakan bagian penting dari GSH-Px, serta ketersediaan selenium merupakan kunci efektif sintesis GSH-Px. Selenium mengindikasikan peranannya dalam enzim GSH-Px yang melindungi membran seldari kerusakan akibat peroksida lipid dan mengurangi efek negatif dari stres oksidatif yang disebabkan oleh heat stress (Sahin et et al .2007). Heat stress mengurangi laju pertumbuhan dan kemampuan kekebalan tubuh (immunocompetence), dimana suplementasi selenium memperbaiki sistem imun broiler (Niu et al. 2009). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penambahan vitamin E dan selenium (Se) dalam ransum terhadap kualitas karkas ayam broiler di lingkungan tropis.
METODE Bahan Ternak Ternak yang digunakan terdiri dari DOC (Day Old Chick) ayam broiler sebanyak 160 ekor strain Cobb dengan rata-rata bobot badan ± 37 gram. Untuk analisis kualitas karkas digunakan 2 sampel pada setiap ulangan di setiap perlakuan, sehingga sampel ayam broiler yang dianalisis berjumlah 32 ekor. Ransum Ransum yang digunakan dalam penelitian adalah ransum basal tanpa dan dengan suplementasi selenium atau vitamin E. Pembuatan ransum basal dilakukan di PT. Indofeed Bogor dengan formulasi mengacu pada kebutuhan ayam broiler yang direkomendasikan oleh Leeson dan Summer (2005). Bahan pakan yang digunakan adalah jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, CGM, minyak, garam, premix, dan CaCO3. Alat Kandang Kandang yang digunakan terdiri dari kandang A merupakan kandang yang tertutup dengan ukuran 1.5 x 1.5 m, menggunakan exhaust fan dan air conditioner (AC) pada suhu 22 °C dengan sistem litter, terdapat 4 petakan, 1 petakan diisi 10 ekor ayam. Kandang B (suhu siklik tropis basah) menggunakan tirai yang tidak
3 tertutup sepenuhnya sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara dengan lancar dengan ukuran kandang 1.5 x 1.5 m dengan sistem litter, terdapat 12 petakan, 1 petakan diisi 10 ekor ayam. Peralatan Tempat ransum, tempat air minum, termometer, timbangan, mesin pencabut bulu, pisau daging, dan gunting. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan November 2013. Pemeliharaan ayam dilakukan di Laboratorium Lapang (Kandang C), analisis fisik karkas di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, analisa kolesterol di Laboratorium Terpadu, analisa selenium (Se) di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB dan analisa vitamin E di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Prosedur Pembuatan Ransum Penelitian Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005). Vitamin E (Lutavit ®E 50, BAFS, Netherland) sebagai perlakuan ditambahkan sebanyak 225 mg kg-1 dan mineral selenium (Optimum ® SeY, Nutreco) ditambahkan sebanyak 0.3 mg kg-1. Ransum diberikan dalam bentuk crumble. Susunan dan kandungan zat makanan ransum basal yang digunakan dalam penelitian ditampilkan pada Tabel 1 dan 2. Hasil analisis ransum perlakuan ditampilkan pada Tabel 3 dan 4. Persiapan Kandang Kandang dan peralatan yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan desinfektan. Setelah kandang dibersihkan, daerah kandang ditabur dengan kapur yang bertujuan menghindari dari kuman penyakit. Pemeliharaan Pemeliharaan broiler selama penelitian dilakukan pada dua temperatur yang berbeda. Broiler sebagai kontrol ditempatkan pada suhu thermonetral zone (suhu nyaman: 19 °C - 27 °C), penyetingan AC dimulai ketika broiler berumur 3 minggu. Broiler perlakuan diletakkan pada kandang tropis yang memiliki suhu yang berfluktuasi antara pagi, siang dan sore atau malam (kisaran suhu tropis 23 °C - 33 °C). Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pakan perlakuan mulai diberikan pada broiler umur 3 minggu dan pemberian makan beserta minum broiler selama penelitian dilakukan secara ad libitum. Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Kandang Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan pada pukul 06.00 (pagi), 12.00 (siang), dan 17.00 (sore) WIB.
4 Tabel 1 Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan periode starter Bahan Pakan Jagung kuning (%) Bungkil kedele (%) Tepung ikan (%) CGM (%) Minyak (%) DCP (%) Garam (%) Premixa) (%) CaCO3 (%) Total Se yang ditambahkan (mg kg-1) Vit. E yang di tambahkan (mg kg-1) Kandungan nutrien :b) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) EM (kkal kg-1) Methionine (%) Lysin (%) Methionin+Cystin (%) Ca (%) P tersedia (%) Na (%) Vitamin E (mg kg-1) Selenium (mg kg-1)
Ransum Starter (umur 0-3 minggu) R0 R1 R2 51.00 51.00 51.00 26.00 26.00 26.00 8.00 8.00 8.00 9.65 9.65 9.65 2.50 2.50 2.50 1.25 1.25 1.25 0.50 0.50 0.50 0.30 0.30 0.30 0.80 0.80 0.80 100 100 100 0.3
R3 51.00 26.00 8.00 9.65 2.50 1.25 0.50 0.30 0.80 100 -
-
-
-
225
22.43 2.37 4.92 3128 0.57 1.44 0.96 1.17 0.73 0.28 6.17 0.23
22.43 2.37 4.92 3128 0.57 1.44 0.96 1.17 0.73 0.28 6.17 0.23
22.43 2.37 4.92 3128 0.57 1.44 0.96 1.17 0.73 0.28 6.17 0.23
22.43 2.37 4.92 3128 0.57 1.44 0.96 1.17 0.73 0.28 6.17 0.23
R0 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R1 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, dikandang ber-AC dengan suhu 22 oC); R2 (Ransum basal + Mineral Selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R3 (Ransum basal + Vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis). a) premix (dalam mg/kg premix): vit A 1200000 IU; vit D3 200000 IU; vit E 800; vit K 200; vit B1 200; vit B2 500; vit B6 50; vit B121200μg; vit C 2500; Ca-D pantothenate 600; niacin 4000; choline chloride 1000; methionine 3000; lysine 3000; manganese 12000; iron 2000; iodine 20; zinc 10000; cobalt 20; copper 400; santoquin 1000; zinc bacitracin 2100. b) Hasil hitungan berdasarkan Leeson dan Summers (2005), CGM: corn gluten meal, DCP: dicalcium phosphate, EM: energi metabolis, Ca: calcium, P: phosphor, Na: natrium.
5 Tabel 2 Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan finisher Bahan Pakan Jagung kuning (%) Bungkil kedele (%) Tepung ikan (%) CGM (%) Minyak (%) DCP (%) Garam (%) Premixa) (%) CaCO3 (%) Total Se yang ditambahkan (mg kg-1) Vit. E yang ditambahkan (mg kg-1) Kandungan nutrien :b) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) EM (kkal kg-1) Methionine (%) Lysin (%) Methionin+Cystin (%) Ca (%) P tersedia (%) Na (%) Vitamin E (mg kg-1) Selenium (mg kg-1)
Ransum Finisher (umur 3-5 minggu) R0 R1 R2 59.02 59.02 59.02 20.50 20.50 20.50 7.00 7.00 7.00 9.08 9.08 9.08 2.50 2.50 2.50 0.50 0.50 0.50 0.30 0.30 0.30 1.10 1.10 1.10 100 100 100 0.3
R3 59.02 20.50 7.00 9.08 2.50 0.50 0.30 1.10 100 -
-
-
-
225
20.44 2.39 5.16 3204 0.52 1.22 0.86 0.93 0.45 0.28 6.63 0.20
20.44 2.39 5.16 3204 0.52 1.22 0.86 0.93 0.45 0.28 6.63 0.20
20.44 2.39 5.16 3204 0.52 1.22 0.86 0.93 0.45 0.28 6.63 0.20
20.44 2.39 5.16 3204 0.52 1.22 0.86 0.93 0.45 0.28 6.63 0.20
R0 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R1 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, dikandang ber-AC dengan suhu 22 oC); R2 (Ransum basal + Mineral Selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R3 (Ransum basal + Vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis). a) premix (dalam mg/kg premix): vit A 1200000 IU; vit D3 200000 IU; vit E 800; vit K 200; vit B1 200; vit B2 500; vit B6 50; vit B121200μg; vit C 2500; Ca-D pantothenate 600; niacin 4000; choline chloride 1000; methionine 3000; lysine 3000; manganese 12000; iron 2000; iodine 20; zinc 10000; cobalt 20; copper 400; santoquin 1000; zinc bacitracin 2100. b) Hasil hitungan berdasarkan Leeson dan Summers (2005), CGM: corn gluten meal, DCP: dicalcium phosphate, EM: energi metabolis, Ca: calcium, P: phosphor, Na: natrium.
6 Tabel 3 Hasil analisis ransum perlakuan starter umur 0-2 minggu (as fed) Kandungan Nutrienc) Bahan kering (%) Abu (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Beta-N Energi Bruto (kkal kg-1) Ca (%) P total (%) Selenium (mg kg-1) Vitamin E (mg kg-1)
R0 90.01 6.07 23.00 3.39 3.95 53.60 4148 1.58 0.81 -
R1 90.01 6.07 23.00 3.39 3.95 53.60 4148 1.58 0.81 -
R2 90.01 6.07 23.00 3.39 3.95 53.60 4148 1.58 0.81 <0.004 -
R3 90.01 6.07 23.00 3.39 3.95 53.60 4148 1.58 0.81 <0.01
c
) Analisa pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Intitut Pertanian Bogor (2013), d) Hasil analisa Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor (2013), Ca: calcium, P: phosphor.
Tabel 4 Hasil analisis ransum perlakuan finisher umur 3-5 minggu (as fed) Kandungan Nutrienc) Bahan kering (%) Abu (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Beta-N Energi Bruto (kkal kg-1) Ca (%) P total (%) Selenium (mg kg-1) Vitamin E (mg kg-1)
R0 89.39 5.89 22.43 3.39 3.48 56.60 5008 1.36 1.09 -
R1 89.39 5.89 22.43 3.39 3.48 56.60 5008 1.36 1.09 -
R2 89.39 5.89 22.43 3.39 3.48 56.60 5008 1.36 1.09 <0.004 -
R3 89.39 5.89 22.43 3.39 3.48 56.60 5008 1.36 1.09 <0.01
c
) Analisa pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Intitut Pertanian Bogor (2013), d) Hasil analisa Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor (2013), Ca: calcium, P: phosphor.
Pengamatan Performa Broiler Broiler percobaan dipelihara selama 35 hari (5 minggu), jumlah konsumsi pakan dan bobot badan ditimbang setiap minggu. Konsumsi ransum (g ekor-1). Rataan konsumsi ransum dihitung dari selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum dibagi dengan jumlah ayam yang ada dalam satu petak. Pengukuran sisa pakan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari. Rataan Konsumsi ransum = Bobot badan akhir (g ekor-1). Bobot badan akhir diperoleh dengan menimbang seluruh ayam tiap perlakuan di akhir pemeliharaan kemudian dirata-ratakan.
7 Pertambahan bobot badan (g ekor-1). Pertambahan Bobot Badan diperoleh dari hasil perhitungan antara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal. Bobot badan diukur seminggu sekali. PBB = Konversi ransum. Konversi Ransum dihitung dari perbandingan antara rataan konsumsi ransum dengan rataan pertambahan bobot badan. Konversi ransum = Mortalitas (ekor). Jumlah ayam yang mati selama penelitian. Pengukuran Persentase Karkas Bobot karkas diperoleh dengan cara melakukan penimbangan bobot badan akhir pada sampel yang diambil. Penentuan bobot karkas diperoleh dengan cara bobot hidup dikurangi, bobot kepala, kedua kaki, darah, bulu dan organ dalam (hati, saluran pencernaan, jantung, saluran reproduksi, kecuali ginjal) yang dinyatakan dalam kg ekor-1. Persentase karkas dihitung menggunakan rumus menurut Sun et al. ( 2008) sebagai berikut : Persentase karkas (%) =
x 100%
Pengukuran Persentase Potongan Komersil Persentase potongan komersil dihitung dengan cara : Persentase potongan komersil (%) =
x 100%
Perhitungan Rasio Tulang dan Daging Bagian Dada Rasio daging dan tulang bagian dada dapat diperoleh dengan cara memisahkan antara daging dan tulang. Pemisahan daging dan tulang dada dilakukan setelah potongan daging dada dibekukan untuk mempermudah proses pemisahan. Hasil penimbangan dapat digunakan untuk menentukan rasio daging tulang bagian dada yang dihitung dengan cara : Rasio daging dan tulang bagian dada =
x 100%
Perhitungan Persentase Lemak Abdominal Lemak abdominal didapat dari lemak yang terdapat pada sekeliling gizzard dan lapisan yang menempel antara otot abdominal dan usus (Witantra 2011). Lemak abdominal (%) =
x 100%
8 Analisis Kandungan Kolesterol Daging Kadar kolesterol total karkas dianalisa dari sample daging paha dengan metode Lieberman Burchard Colour Reactions (Kleiner dan Dotti 1962) yaitu sample sebanyak 1 gram dicincang halus, kemudian dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan 10 ml dietil ether pro analisis lalu diaduk hingga homogen dan didiamkan beberapa saat. Ekstrak dari sample daging yang menempel pada tabung kemudian diencerkan dengan 1 ml Phospat Buffer Salin (PBS) pada pH 7.2, lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ketabung spektrofotometer. Setelah itu, dilakukan pembacaan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang ((λ) 500 nm dengan konsentrasi standar yang digunakan 200 mg dl-1. Kadar kolesterol diukur menggunakan rumus sebagai berikut : Kolesterol (mg 100g-1) =
x 200 mg dl-1 x
Analisis Kandungan Vitamin E Daging Analisis dilakukan berdasarkan Metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sampel disiapkan dengan menimbang 0.5 g daging bagian dada dan dimasukan ke dalam labu ukur 20 ml lalu ditambahkan enzim makatase 40 mg dan 2 ml amonia 0.02%. Campuran tersebut dimasukan ke dalam ultrasonik selama 20 menit pada suhu 65 ⁰C. Lalu campuran tersebut didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan etanol 10 ml dan dimasukan kembali dalam ultrasonik selama 10 menit. Kemudian larutan ditambahkan etanol lagi hingga volumenya mejadi 20 ml, dan dikocok kembali. Selanjutnya larutan disentrifus dan ditambahkan 5 ml supernatan. Larutan siap diinjeksikan ke HPLC. Kondisi alat HPLC adalah kolom C-18, fase gerak metanol 98%, laju fase gerak 1.2 ml menit-1, dan detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm. Perhitungan: Kadar vitamin E =
x 225 ppm x
Keterangan 25 ppm : Konsentrasi standar 10: Volume akhir (ml) 0.5 : Volume sampel yang diinjeksikan (ml) Analisis Kandungan Mineral Se Daging Kandungan Se pada daging dianalisis dengan menggunakan metode atomic absorbtion spectrophotometer (AAS) (AOAC 2005). Dua puluh g BK sampel daging bagian dada ditempatkan dalam labu erlenmeyer. Pengabuan diawali dengan penambahan ± 40 ml HNO3 dan dibiarkan selama ± 1 jam. Sampel kemudian dipanaskan (80 °C) ± 4 jam pada hot plate. Setelah pemanasan selesai, sampel didiamkan selama semalam. Asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 3.2 ml ditambahkan, kemudian dipanaskan kembali selama ± 1 jam. Larutan campuran asam nitrat dan perklorat (1 : 2) ditambahkan sebanyak 5 - 6 tetes sampai terjadi perubahan warna dari coklat - coklat muda - kuning - kuning muda, larutan dipanaskan kembali selama 15 menit. Selanjutnya aquades sebanyak 16 ml dan 4.8 ml HCl pekat ditambahkan. Pemanasan dilakukan kembali sampai semua
9 bahan larut. Kemudian suhu diturunkan dan sampel didinginkan. Larutan ditransfer kedalam labu takar 25 ml. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer. Perhitungan : ppm Element = (μg ml-1) x Fg-1 sampel Dimana F = % elemen = ppm x 10-4
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan, yaitu : R0 = Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis R1 = Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, di kandang ber-AC dengan suhu 22 oC R2 = Ransum basal + mineral selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis R3 = Ransum basal + vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap 4 perlakuan dan 4 ulangan dengan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993). Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-j dan ulangan ke-i µ : nilai rataan umum τi : pengaruh perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3,4) εij : pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) dan data yang berbeda nyata di uji lanjut menggunakan uji perbandingan berganda duncan. Kandungan kolesterol, selenium, dan vitamin E pada daging dianalisis secara deskriptif. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati yaitu performa broiler (konsumsi, bobot badan, PBB, konversi ransum, dan mortalitas), kualitas fisik karkas meliputi (persentase karkas, persentase lemak abdominal, persentase potongan komersil, rasio daging dan tulang dada) dan kualitas kimia karkas meliputi (kandungan kolesterol, selenium, dan vitamin E pada daging).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Rataan suhu dan kelembaban kandang selama lima minggu pemeliharaan ayam disajikan pada Tabel 5. Suhu lingkungan merupakan stressor utama bagi pemeliharaan unggas di negara tropis. Suhu lingkungan yang tinggi dapat mengurangi laju pertumbuhan unggas yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi ransum. Ayam broiler tumbuh dengan cepat dan mampu mengubah makanan yang dimakan menjadi daging dengan sangat effisien, kemampuan ini akan berjalan optimal pada suhu lingkungan yang sesuai. Tabel 5 Rataan suhu dan kelembaban (RH) di kandang percobaan selama penelitian Minggu ke-
1 2 3 4 5 Rataan Total rataan
Kandang Kontrol (AC) Suhu (°C) RH (%)
Kandang Tropis Suhu (°C) RH (%)
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
26.6 26.4 25.2 23.4 23.3 25.0
27.6 27.6 28.1 27.4 27.4 27.6
29.1 28.0 27.2 27.7 27.4 27.9
77.6 78.0 83.6 84.7 84.0 81.6
78.9 75.0 73.7 78.0 71.9 75.5
69.7 73.6 73.6 78.3 79.3 74.9
24.0 25.0 24.9 24.9 24.1 24.6
32.8 33.1 32.8 32.9 32.7 32.9
27.7 28.0 28.9 29.2 27.8 28.3
96.7 93.7 91.3 88.6 82.4 90.5
60.0 61.4 66.0 63.6 61.6 62.5
81.9 83.9 78.0 80.0 78.0 80.3
26.4
78.4
27.6
81.0
Kandang kontrol (AC) menunjukkan rataan suhu sebesar 26.4 °C dengan kelembaban 78.4% sedangkan pada kandang tropis rataan suhu sebesar 27.6 °C dengan kelembaban 81.0%. Suhu rataan pada kandang kontrol sudah memenuhi kebutuhan suhu ideal untuk pertumbuhan broiler akan tetapi dengan kelembaban yang relatif lebih tinggi dari petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Charoen Pokphand. Pengkondisian kandang broiler pada suhu nyaman dilakukan pada saat broiler berumur 3 minggu yaitu 19 °C - 27 °C. Zona nyaman untuk ayam broiler pada umur 0-3 minggu yaitu dengan suhu lingkungan sekitar 28 °C32 °C dengan tingkat kelembaban sebesar 60%, dan pada umur 4-6 minggu yaitu dengan suhu lingkungan berkisar antara 25 °C - 26 °C dengan tingkat kelembaban sebesar 60% (Charoen Pokphand 2005). Cekaman panas pada ayam terjadi di waktu siang hari, karena suhu rataan pada siang hari pada kandang tropis yaitu 32.9 °C yang melebihi suhu nyaman dan kelembaban yang lebih tinggi (81%) memberikan efek negatif pada broiler (Tabel 4). Cekaman panas pada broiler ditandai dengan aktivitas panting dan mengembangkan sayapnya untuk membantu mengeluarkan panas tubuh. Broiler tidak memiliki kelenjar keringat sehingga rentan terhadap stres sehingga broiler sulit untuk membuang panas tubuh ke lingkungannya (Hilman et al. 2000; Etches et al. 2008). Tingginya kelembaban di kandang tropis disebabkan karena terjadinya hujan di pagi hari, sore dan malam hari atau dini hari serta beberapa kali terjadi mendung di siang hari. Menurut Hamidi (2006) pada saat ayam mengalami stres panas, maka ayam akan menurunkan konsumsi pakan, sehingga
11 mengakibatkan pencapaian bobot badan akhir tidak maksimal, sehingga mempengaruhi pencapaian terhadap bobot karkas menjadi tidak maksimal pula. Performa Ayam Broiler Pengaruh perlakuan terhadap performa ayam broiler disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, performa ayam broiler penelitian, meliputi konsumsi, bobot badan, PBB, dan konversi pakan antara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Tabel 6 Performa Ayam Broiler Periode Finisher (n = 40) Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
Konsumsi 1906 ± 152b 2215 ± 34a 2153 ± 136a 2159 ± 113a (g ekor-1) Bobot badan 1067 ± 42b 1351 ± 51a 1308 ± 53a 1302 ± 49a (g ekor-1) PBB 1025 ± 42b 1310 ± 51a 1266 ± 54a 1262 ± 48a (g ekor-1) Konversi ransum 1.86 ± 0.11b 1.69 ± 0.04a 1.70 ±0.12a 1.71 ± 0.05a (g ekor-1) Mortalitas (ekor) 4 2 1 3 huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). R0 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R1 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, dikandang ber-AC dengan suhu 22 oC); R2 (Ransum basal + Mineral Selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R3 (Ransum basal + Vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis).
Mortalitas ayam banyak terjadi di kandang tropis tanpa suplementasi selenium atau vitamin E (R0) dibandingkan di kandang tropis dengan suplementasi selenium (R2), suplementsi vitamin E (R3) dan di kandang ber-AC (R1). Hal ini mengindikasikan bahwa adanya suplementasi selenium dan vitamin E, melalui perannya sebagai antioksidan, dapat menanggulangi stres selama proses pemeliharaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Surai (2003) selenium dan vitamin E dapat mengurangi efek merugikan akibat stres panas dan sebagai hasilnya performa ayam broiler meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pertambahan bobot badan (PBB), memperbaiki nilai konversi ransum dan mengurangi mortalitas. Kualitas Karkas Nilai rataan bobot hidup, bobot dan persentase karkas serta persentase lemak abdominal ayam broiler pada setiap perlakuan yang dipelihara selama 5 minggu disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan ayam yang dipelihara pada suhu nyaman menghasilkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot hidup dan bobot karkas tetapi memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) terhadap persentase karkas dan lemak abdominal.
12 Tabel 7 Nilai rataan bobot hidup, bobot dan persentase karkas dan persentase lemak abdominal broiler Peubah Bobot hidup (g ekor-1) Bobot karkas (g ekor-1) Persentase karkas (%) Lemak abdominal (%)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
1308.28 ± 153.20b 854.25 ± 68.24b
1621.76 ± 174.06a 1088.00 ± 37.30a
1340.55 ± 137.40b 895.13 ± 94.60b
1358.58 ± 106.79b 898.00 ± 31.74b
65.54 ± 6.00
66.90 ± 2.40
66.83 ± 2.84
66.02 ± 2.24
0.93 ± 0.19
1.18 ± 0.50
0.79 ± 0.21
0.93 ± 0.22
huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). R0 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R1 (Ransum basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, di kandang ber-AC dengan suhu 22 oC); R2 (Ransum basal + Mineral Selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R3 (Ransum basal + Vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis).
Persentase Karkas Rataan nilai persentase karkas yang diperoleh pada penelitian sesuai dengan laporan Barbut (2002) yaitu sekitar 70%. Persentase karkas ayam pedaging yang normal berkisar antara 65%-75% dari bobot hidup (Amrullah 2004). Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai persentase karkas bisa disebabkan oleh beratnya bobot karkas dipengaruhi oleh hasil ikutannya yang berupa jumlah lemak, bobot jeroan atau organ dalam, bobot kepala, kedua kaki, darah dan bulu. Hasil ikutan ini tidak dihitung dalam persentase karkas sehingga jika hasil ikutan karkasnya besar maka persentase karkas akan rendah. Suhu dan kelembaban lingkungan juga turut mempengaruhi tingkat asupan pakan ternak (NRC 1994). Pada suhu lingkungan yang nyaman ayam akan terhindar dari stres panas, metabolisme tubuh akan bekerja dengan baik sehingga konsumsi ransum menjadi tinggi, begitupula sebaliknya yang juga akan berpengaruh terhadap bobot hidup dan bobot karkas. Bobot karkas yang lebih tinggi pada perlakuan suplementasi selenium (R2) dan vitamin E (R3) mengindikasikan bahwa adanya vitamin E dan selenium sebagai antioksidan, dapat menanggulangi stress selama proses pemeliharaan dan menjaga konsumsi ransum. Menurut Adriyana (2011), pemberian vitamin E sebanyak 200 mg kg-1 dapat mengurangi dampak merugikan akibat stress panas pada broiler dan suplementasi selenium sebesar 0.25-0.50 ppm dalam ransum diperlukan untuk imunitas ayam pedaging (Rao et al. 2002). Vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutuskan rantai peroksidasi lipida di dalam membran sel. Aksi vitamin E adalah dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas yang dibutuhkan untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan akibat pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak serta menghentikan reaksi rantai propagasi yang bersifat merusak pada proses peroksidasi lipida (Almatsier 2002). Surai (2003) melaporkan bahwa selenium berperan dalam pertahanan antioksidan dan merupakan bagian penting dari GSH-Px, serta ketersediaan selenium merupakan
13 kunci efektif sintesis GSH-Px. GSH-Px berfungsi mendetoksifikasi hidrogen peroksida dan mengubah hidroperoksida lipid menjadi komponen yang tidak beracun (Fellenberg dan Speisky 2006). Selenium mengindikasikan peranannya dalam enzim GSH-Px yang melindungi membran sel dari kerusakan akibat peroksida lipid dan mengurangi efek negatif dari stres oksidatif yang disebabkan oleh heat stress (Sahin et al. 2007). Berkurangnya kondisi stress panas dapat menormalkan kembali metabolisme dalam tubuh ayam broiler yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi ransum. Jumlah konsumsi ransum berkaitan erat dengan pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Hal ini dapat dilihat pada data performa ayam broiler pada Tabel 6 dimana perlakuan kandang suhu nyaman (R1), suplementasi Se (R2) dan suplementasi vitamin E (R3) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol (R0), begitu juga dengan hasil produksi karkasnya yang disajikan pada Tabel 7. Pada perlakuan kontrol (R0), ayam broiler mengalami stress panas sehingga adanya pengalihan penggunaan nutrien bagi produksi untuk homeostasis (keseimbangan tubuh), ini ditandai dengan penurunan tingkat konsumsi ransum, laju aliran darah dan metabolisme energi yang rendah (Mckee et al. 1997). Lemak Abdominal Karkas juga sangat dipengaruhi oleh jumlah lemak abdominal. Tinggi rendahnya kualitas karkas ayam pedaging dapat juga ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari ayam pedaging tersebut dikarenakan karkas yang mengandung banyak lemak tidak terlalu disukai oleh konsumen karena selain dapat mengganggu kesehatan, juga memberi imajinasi bahwa yang disebut daging sudah harus terbebas dari lemak. Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat di dalam rongga perut yang berada disekeliling gizzard dan lapisan yang menempel antara otot abdominal dan usus (Amrullah 2004). Persentase lemak abdominal pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Hasil ini dipengaruhi juga dengan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0.05) pada nilai persentase karkas dan kandungan energi dan protein dalam ransum perlakuan sama. Nilai persentase lemak abdominal pada penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapat pada penelitian Resnawati (2004) yaitu berkisar antara 1.5%-2.1%. Potongan Komersil Hasil pemotongan karkas terdiri paha atas, paha bawah, sayap, punggung dan dada. Tujuan pemotongan ayam menjadi beberapa bagian ini adalah untuk meningkatkan nilai produk (Sams 2001). Persentase rataan potongan komersil disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Persentase potongan karkas komersil yang dimiliki oleh masing-masing perlakuan sama, hal ini menunjukkan bahwa berat komponen karkas berupa irisan karkas komersil ditunjang oleh persentase dan bobot karkas sebagai cerminan proses pembentukan protein berjalan dengan baik. Haroen (2003) menyatakan bahwa pencapaian dari komponen bobot badan sangat berkaitan dengan bobot karkas. Persentase potongan komersil yang didapat pada penelitian ini memiliki kisaran nilai yang normal seperti yang disampaikan oleh Amrullah (2004) rataan
14 persentase paha, sayap, dada berturut-turut adalah sebagai berikut 17%, 10%, 30%, sedangkan persentase punggung berkisar antara 23.20%–23.95% (Resnawati 2004). Potongan komersil yang paling banyak mengandung daging adalah adalah potongan komersil bagian dada. Bagian dada memiliki daging yang lebih empuk dan sedikit mengandung lemak. Jull (1979) mengemukakan, besarnya dada dijadikan ukuran menilai kualitas perdagingan karena sebagian besar otot yang merupakan komponen karkas paling besar terdapat di sekitar dada. Tabel 8 Persentase rataan potongan komersil Perlakuan R0 R1 R2 R3
Paha Atas
Paha Bawah
13.89 ± 0.32 15.31 ± 1.12 14.72 ± 1.17 14.35 ± 1.39
17.28 ± 0.66 15.82 ± 2.14 16.16 ± 0.57 17.16 ± 1.43
Sayap (%) 11.86 ± 0.45 11.82 ± 1.42 11.69 ± 1.12 12.21 ± 0.79
Punggung
Dada
24.75 ± 1.02 23.40 ± 2.74 23.80 ± 1.33 23.71 ± 1.94
30.22 ± 2.90 29.34 ± 4.31 29.93 ± 1.40 29.31 ± 2.91
R0 (Ransum Basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R1 (Ransum Basal tanpa suplementasi vitamin E dan mineral Se, ayam dipelihara di suhu nyaman, di kandang ber-AC dengan suhu 22 oC); R2 (Ransum Basal + Mineral Selenium (Se) 0.3 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis); R3 (Ransum Basal + Vitamin E 225 mg kg-1, ayam dipelihara di kandang suhu tropis).
Rataan Bobot dan Rasio Daging dan Tulang Dada Nilai rataan bobot daging, tulang dan rasio daging tulang bagian dada disajikan pada Tabel 9. Hasil anlisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0.05) pada masing-masing perlakuan. Akan tetapi, rasio daging tulang bagian dada pada perlakuan R1, R2 dan R3 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol (R0), dengan nilai terbesar ada pada perlakuan R1. Tabel 9 Nilai rataan bobot dan rasio daging dan tulang dada Perlakuan R0 (Tropis- vit. E & Se) R1 (Normal- vit. E & Se) R2 (Tropis + Se) R3 (Tropis + vit. E)
Daging (g) 204.25 270.75 219.00 217.38
Tulang (g) 46.38 58.75 49.50 46.38
Rasio 4.47 5.14 4.61 4.85
Hasil yang didapat memperkuat dugaan bahwa bobot karkas yang tinggi ditunjang oleh komponen daging dan tulang. Terdapat korelasi positif antara bobot, persentase karkas dengan bobot daging dan tulang yang dihasilkan.Rasio tulang dan daging juga dapat menentukan nilai suatu ternak. Semakin tinggi rasio daging dan tulang, maka semakin tinggi pula kualitas karkas. Nilai rasio tulang dan daging dada pada penelitian ini masih berkisar pada nilai normal. Samsudin et al. (2012) menyatakan bahwa kisaran persentase tulang yaitu 17%-25% dan daging 75%-83% yang berarti rasio tulang dan daging bagian dada berkisar pada nilai 3-4.88. Stres panas menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan terjadinya peroksida lipid yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan di dalam tubuh sehingga menyebabkan meningkatnya hormon-hormon stress (glukokortikoid) (Mashlay et al. 2004). Produksi radikal bebas dan peroksida lipid menyebabkan struktur membran dan kualitas daging terganggu yang ditandai dengan menurunnya kualitas daging berupa bau yang tidak sedap, warna pucat dan tekstur
15 yang tidak empuk atau keras (Surai 2003). Selenium dan vitamin E sebagai antioksidan efektif dan efisien dalam mengatasi persoalan-persoalan penurunan mutu bahan pangan, khususnya daging ternak, akibat degradasi oksidatif (BrunnJensen et al. 1996; Russel et al. 2003). Kandungan Kolesterol, Vitamin E dan Mineral Selenium (Se) Daging Kandungan kolesterol daging diperoleh dengan menganalisis sampel berupa daging bagian paha. Hasil analisis disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai kandungan kolesterol daging paha, kandungan selenium dan vitamin E pada daging dada Perlakuan R0 (Tropis- vit. E & Se) R1 (Normal- vit. E & Se) R2 (Tropis + Se) R3 (Tropis + vit. E)
Kolesterol (mg 100 g-1) 69.06 102.27 81.63 51.21
Kandungannya pada daging Selenium Vitamin E (ppb) (mg 100 g-1) 0.11 0.01 0.11 0.01 0.11 0.01 0.11 0.01
Hasil analisis kolesterol menunjukkan bahwa rata-rata kandungan kolesterol daging ayam broiler pada penelitian ini adalah 76.04 mg 100g-1. Hasil ini masih sesuai dengan hasil penelitian Fatullah et al. (2013) yang menyatakan bahwa kadar kolesterol daging ayam broiler umur 5 minggu berkisar antara 73.8293.50 mg 100g-1. Nilai kolesterol terendah terdapat pada perlakuan suplementasi vitamin E (R3) yaitu 51.21 mg 100g-1. Budi dan Paimin (2005) menyatakan vitamin E dapat berfungsi menetralisir kolesterol dalam darah dimana dapat menurunkan tingkatan LDL (Low Density Lippoprotein) serta meningkatkan HDL (High Density Lippoprotein). Pengangkutan kolesterol dilakukan oleh lippoprotein yaitu LDL yang mengangkut lipida darah ke dalam sel-sel tubuh dan HDL yang mengangkut kolesterol keluar jaringan tubuh. LDL merupakan kolesterol jahat karena memiliki sifat aterogenik (mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah dan mengurangi pembentukan reseptor LDL). Hal ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan kadar kolesterol-LDL. Dengan HDL yang meningkat, kelebihan kolesterol dalam pembuluh darah akan dikembalikan oleh HDL ke hati dan mengeluarkannya bersama empedu (Heslet 2007), sehingga kadar kolesterol daging ayam yang disuplementasi vitamin E rendah. Hasil analisis kandungan vitamin E pada semua perlakuan memiliki nilai yang sama sebesar 0.01 mg 100g-1 dan kandungan selenium 0.11 ppb. Rendahnya kandungan selenium dan vitamin E pada daging ayam disebabkan selenium dan vitamin E merupakan unsur mikro sehingga jumlahnya sangat sedikit. Suhu lingkungan tropis yang tinggi menyebabkan terjadinya cekaman panas pada ayam broiler. Hasil uji laboratorium (Tabel 3) juga menunjukkan selenium dan vitamin E yang ada di ransum memiliki kadar yang rendah, sehingga kadar selenium dan vitamin E yang tersisa di daging juga rendah. Cekaman panas menyebabkan proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas yang mana antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh maupun yang diberikan melalui pakan digunakan untuk pengaturan metabolisme, melindungi struktur seluler dan menjaga stabilitas membran biologi dari kerusakan dan juga merupakan bagian penting dari reaksi
16 reduksi oksidasi sel. Chew dan Park (2004) menjelaskan bahwa tubuh menghasilkan sejumlah antioksidan yang mampu membersihkan produk oksigen reaktif, sehingga menjaga sel tetap berfungsi normal dan menjaga kesehatan. Kondisi stress oksidatif yang tinggi akan menyebabkan kemampuan antioksidan tersebut menjadi rendah, sehingga dibutuhkan penambahan antioksidan melalui pakan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemeliharaan ayam broiler pada kandang suhu nyaman (R1) atau pemeliharaan pada kandang tropis dengan suplementasi selenium (R2) dan suplementasi vitamin E (R3) menunjukkan hasil yang setara pada performa ayam broiler. Perlakuan kandang suhu nyaman (R1), suplementasi selenium (R2), dan suplementasi vitamin E (R3) pada broiler menunjukkan hasil yang lebih baik pada bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, potongan komersil dan rasio tulang daging dada dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Suplementasi vitamin E dapat menurunkan kadar kolesterol daging. Saran Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suplementasi vitamin E dan mineral Se terhadap kualitas karkas dengan kombinasi antara keduanya.
DAFTAR PUSTAKA Adriyana L. 2011. Suplementasi selenium dan vitamin E terhadap kandungan MDA, GSH-Px, plasma darah, dan bobot organ limfoid broiler yang diberi cekaman panas. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung Budi. [AOAC] Association Official Analitycal Chemist. 2005. Official Methods of Analysis 17th Ed. Washington DC (US): AOAC International. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia. Jakarta (ID). Barbut S. 2002. Poultry Products Processing. An Industry Guide. New York (US): CRC Press. Budi IM, Paimin FR. 2005. Buah Merah. Cetakan ke-3. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
17 Brunn-Jensen L, Skovgaard M, Madsen EA, Skibsted LH dan Bertelsen G. 1996. The combined effect of tocopherols, L-ascorbyl palmitate and L-ascorbic acid on the development of warmed-over flavour in cooked, minced turkey. Food Chem. 55: 41–47. Charoen Pokphand Indonesia. 2005. Manual manajemen broiler CP 707. http://www.charoenpokphand/org.com/. [Diakses pada: 15 September 2014]. Cheeke PR. 2005. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding. 3rd Ed. New Jersey (US): Pearson and Prentice Hall. Chew BP, Park JS. 2004. Functions and actions of retinoids and carotenoids. Carotenoid action on the immune response. J Nutr. 134: 257S-261S. Dilaga SH. 1992. Nutrisi Mineral pada Ternak. Edisi Pertama. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Etches RJ, John TM, Verrinder GAM. 2008. Behavioural, Physiological, Neuroendocrine and Molecular Response to Heat Stress. Di dalam: N.J. Daghir. Poultry production in Hot Climates. New York (US): CABI, hlm 49-69. Fatullah, Ning I, Ibnu HS. 2013. Penggunaan pakan fungsional dalam ransum terhadap bobot lemak abomen dan kadar kolesterol daging ayam broiler. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1): 119-128. Fellenberg MA, Speisky H. 2006. Antioxidant: their effects on broiler oxidative stress and its meat oxidative stability. World Poultry Science Journal 62: 53-70. Hamidi B. 2006. Perlunya broiler dipuasakan. Buletin CP. Edisi April N0.76/tahun VII. Tersedia pada: http//www.ciptapangan.com/115528990 _Buletin_CP_Juli_2006 [Diakses pada 20 Mei 2014] Haroen U. 2003. Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (Albizzia Falcataria) dalam ransum rerhadap pertumbuhan dan hasil karkas. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 6(1): 34-41. Heslet L. 2007. Kolesterol. Terjemahan Adiwiyoto A. Jakarta (ID): Megapoin. Hilman PE, Scott NR, Van Tienhoven A. 2000. Physiological, responses and adaption to hot and cold environment. Dalam: Yousef MK (Ed.) Stress Fisiology in Livestock. Vol.3, Poultry. Florida (US): CRC press, Pp 1-7. Jull MA. 1979. Poultry Husbandry. New Delhi (IN): Tata McGraw Hill Publishing Co. Ltd. Kleiner IS, Dotti LB. 1962. Laboratory Instruction in Biochemistry. Ed ke-6. New York (US): Mosby. Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chickens. 4th Ed. Canada (US): University Books. Leeson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed. Canada (US): University Books. Mashaly MM, Hendricks GL, Kalama MA, Gehad AE, Abbas AO, Patterson PH. 2004. Effect of heat stress on production parameters and immune responses of commercial laying hens. Poult. Sci. 83: 889-894. Mc Kee JS, Harrison PC, Riskowski L. 1997. Effects of supplemental ascorbic acid on the energy conversion of broiler chicks during heat stress and feedwithdrawal. Poultry Sci. 76: 1278 -1286.
18 Mujahid A, Akiba Y, Toyomizu M.2007. Acute heat stress induces oxidative stress and decreases adaptation in young white leghorn cockerels by downregulation of avian uncoupling protein. Poult Sci. 86: 364-371. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed rev. ke-9. Washington DC (US): National Academy Pr. Niu YZ, Liu FZ, Yan OL, Li WC. 2009. Effects of different levels of vitamin E on growth performance and immune responses of broilers under heat stress. Poult Sci. 88: 2101–2107. Rao RSV, Nagalashmi D, Redy VR. 2002. Feeding to minimize heat stress. Int J Poul. Sci. 41: 7-15. Resnawati H. 2004. Bobot Potong Karkas, Lemak Abdomen Daging Dada Ayam Pedaging yang Diberi Ransum Menggunakan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor (ID). Russel EA, Lynch A, Galvin K, Lynch PB, Kerry JP. 2003. Quality of raw, frozen and cooked duck meat as affected by dietary fat and α-tocopheryl acetate supplementation. Int J Poult Sci. 2(5): 324 – 334. Sahin N, Onderci M, Balci TA, Cikim G, Sahin K, Kucuk O. 2007. The effect of soy isoflavones on egg quality and bone mineralization during the late laying period of quail. Br Poult Sci. 48: 363-369. Sams AR. 2001. Introduction to poultry meat processing. In Alan R. Sams (Ed), Poultry Meat Processing. Departement of Poultry Science. Texas A and M University. New York (US): Crc Press. Samsudin M, Sarengat W, Maulana HN. 2012. Pengaruh perbedaan lama periode (starter-finisher) pemberian pakan dan level protein terhadap nisbah daging tulang dan massa protein daging dada dan paha ayam pelung umur 1 minggu sampai 11 minggu. Animal Agricultural Journal. 1(1): 43-51. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke-2. Terjemahan Sumantri B. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Sun H, Yang WR, Yang ZB, Wang Y, Jiang SZ Zhang GG. 2008. Effects of betaine supplementation to methionine deficient diet on growth performance and carcass characteristics of broilers. American J Anim and Vet Sci. 3: 7884. Surai PF. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham (UK): Nottingham University Press. Surai PF, Karadas F, Pappas AC, Sparks NHC. 2006. Effect of organic selenium in quail diet on its accumulation in tissues and transfer to the progeny. Br Poult Sci. 47: 65-72. Witantra. 2011. Pengaruh pemberian lisin dan metionin terhadap persentase karkas dan lemak abdominal pada ayam pedaging asal induk bibit muda dan induk bibit tua. Artikel Ilmiah. Surabaya. Universitas Airlangga.
19
Lampiran 1. Hasil uji varian (anova) bobot hidup ayam broiler umur 5 minggu SK
db
Perlakuan
3
250519.209
83506.403
Error
12
69124.742
5760.395
Total
15
319643.951
JK
KT
Fhit 14.497
sn
F 0.05
F 0.01
3.490
5.953
Lampiran 1.1 Uji lanjut perbandingan ganda duncan bobot hidup Perlakuan
N
R0 R2 R3 R1 Sig.
4 4 4 4
Subset 1
2
1308E3 1341E3 1359E3 1622E3 1.000
.390
Lampiran 2. Hasil uji varian (anova) bobot karkas ayam broiler umur 5 minggu SK
db
Perlakuan
3
131532.922
43844.307
Error
12
48011.440
4000.953
Total
15
179544.360
JK
KT
Fhit 10.958
sn
F 0.05
F0.01
3.490
5.953
Lampiran 2.1 Uji lanjut perbandingan ganda duncar bobot karkas Perlakuan
N
R0 R2 R3 R1 Sig.
4 4 4 4
Subset 1
2
854E2 895E2 898E2 1088E3 1.000
.371
Lampiran 3. Hasil uji varian (anova) persentase karkas ayam broiler umur 5 minggu SK
db
JK
KT
Fhit
F 0.05
5.208
1.736
tn
3.490
9.000
Perlakuan
3
Error
12
108.000
Total
15
113.208
0.193
Lampiran 4. Hasil uji varian (anova) lemak abdominal ayam broiler umur 5 minggu SK
db
JK
KT
Fhit
F 0.05
tn
3.490
Perlakuan
3
0.313
0.104
Error
12
0.540
0.045
Total
15
1.814
2.335
20 Lampiran 5. Hasil uji varian (anova) potongan komersil ayam broiler umur 5 minggu Lampiran 5.1 Hasil uji varian (anova) bagian paha atas SK
db
JK
KT
Fhit
F 0.05
tn
3.490
Perlakuan
3
6.328
2.109
Error
12
22.115
1.843
Total
15
28.442
1.145
Lampiran 5.2 Hasil uji varian (anova) bagian paha bawah SK
db
Perlakuan
3
Error
12
Total
15
18.294
JK
KT
Fhit
F 0.05
4.326
1.442
tn
3.490
13.968
1.164
KT
Fhit
F 0.05
tn
3.490
KT
Fhit
F 0.05
tn
3.490
F 0.05 3.490
1.239
Lampiran 5.3 Hasil uji varian (anova) bagian sayap SK
db
JK
Perlakuan
3
0.588
0.196
Error
12
12.296
1.025
Total
15
12.883
0.191
Lampiran 5.4 Hasil uji varian (anova) bagian punggung SK
db
JK
Perlakuan
3
4.065
1.355
Error
12
42.181
3.515
Total
15
46.246
0.386
Lampiran 5.5 Hasil uji varian (anova) bagian dada SK
db
Perlakuan
3
Error Total
JK
KT
Fhit
2.423
0.808
0.096tn
12
101.176
8.431
15
103.599
Lampiran 6. Hasil uji varian (anova) rasio tulang dan daging bagian dada ayam broiler umur 5 minggu SK
db
JK
KT
Fhit
F 0.05
tn
3.490
Perlakuan
3
1.037
0.346
Error
12
11.572
0.964
Total
15
12.609
0.358
21 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada Tanggal 30 Mei 1992 dari ayah (alm) Yahya dan ibu Nurnengsih. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 22 Ujung Gurun Padang pada tahun 1997-2004, pendidikan dilanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 12 Padang pada tahun 2004-2007, kemudian sekolah menengah atas di SMAN 7 Padang pada tahun 2007-2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai anggota divisi Promosi Wisuda dan Informasi (PWI) di HIMASITER periode 2011-2012. Tahun 2012, penulis melakukan kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa dengan judul Pemanfaatan Limbah RPH (Isi Rumen) Sebagai Pengganti Hijauan Pada Ransum, dan Efek Pemberian Terhadap Performa dan Produktivitas Kelinci. UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua limpahan rahmatnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap selalu dijunjungkan kepada Nabi besar, Nabyyullah Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rita Mutia MAgr, selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi utama, Ibu Dr Ir Widya Hermana MSi selaku dosen pembimbing skripsi anggota dan panitia dalam sidang yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi dengan penuh kesabaran. Penulis mengucapkan terimakasih pula kepada Ibu Dilla Mareistia Fassah SPt MSc selaku dosen penguji seminar pada tanggal 23 Mei 2014, Ibu Dr Ir Sumiati MSc dan Bapak Dr Rudi Afnan SPt MSc Agr selaku dosen penguji sidang pada tanggal 4 September 2014. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh civitas akademika FAPET IPB dan Ibu Lanjarsih SPt atas bantuannya selama di Laboratorium. Kak Roby dan Kak Ray rekan satu penelitian yang telah banyak memberikan bantuan. Teman-teman INTP 47 atas semangat kekeluargaannya. Penghargaan spesial penulis ucapkan kepada Yanti Herlena sahabat terbaik dan telah dianggap sebagai keluarga kedua yang telah rela meluangkan waktu untuk memberikan penghiburan dalam suka dan duka, serta semangat yang luar biasa. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Adik Bunga, dan Adik Zico atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian dan dukungan yang tiada hentinya hingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.