SUPLEMEN BRANCHED CHAIN AMINO ACIDS (BCAA) MAMPU MENCEGAH TERJADINYA KELELAHAN PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

SUPLEMEN BRANCHED CHAIN AMINO ACIDS (BCAA) MAMPU MENCEGAH TERJADINYA KELELAHAN PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

MUHAMMAD ABDULHAMID G.0009135

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2013

commit to user


digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Muhammad Abdulhamid, G0009135, 2013. Suplemen Branched Chain Amino Acids (BCAA) Mampu Mencegah Terjadinya Kelelahan pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Kelelahan adalah suatu keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. BCAA terdiri atas 3 macam asam amino esensial yaitu leusin, isoleusin, dan valin adalah asam amino yang berperan dalam protein sintesis dan sistem energi pada saat aktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen Branched Chain Amino Acids (BCAA) terhadap kelelahan pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental analitik dengan the pretest posttest group design. Penelitian dilakukan di FK UNS pada 13 Desember 2012. Subyek penelitian diambil secara acak sederhana (n = 40) mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret, dibagi menjadi 2 kelompok: (1) kelompok kontrol, puasa kemudian diukur skor kelelahan pretest, lalu diukur posttest 10 menit kemudian (2) kelompok perlakuan, puasa kemudian diukur skor kelelahan pretest, diberikan suplemen BCAA Leusin 2275 mg, Isoleusin 1137,5 mg, dan Valin 1137,5 mg, lalu diukur posttest 10 menit kemudian. Diperoleh 40 data dan dianalisis dengan menggunakan (1) Uji normalitas data Shapiro-Wilk test (2) Uji t-independen melalui program SPSS 17.0 for windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan (1) rerata skor kelelahan pada kelompok kontrol sebesar 255.54 ± 10.87 dan untuk kelompok perlakuan sebesar 211.73 ± 38.75 (2) hasil uji t-independen menunjukkan p = 0,000. Simpulan Penelitian: Pemberian suplemen BCAA mampu mencegah terjadinya kelelahan.

Kata Kunci: Suplemen BCAA, kelelahan

commit to user

iv


digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Muhammad Abdulhamid, G0009135, 2013. Supplements Branched Chain Amino Acids (BCAA) Able to Prevent Fatigue in Medical Student of Sebelas Maret University. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Fatigue is a condition accompanied by a decrease in work efficiency and endurance. BCAA consist of three kinds of essential amino acids which are leucine, isoleucine, and valine that play a role in protein synthesis and energy system in the activity. This study aimed to determine the effect of BCAA supplements for Fatigue in Medical Student of Sebelas Maret University. Methods: This research is an analytical experimental research with a pretest posttest group design. This research was held in FK UNS in December 13th, 2012. The research subjects were randomly selected (n = 40) from the students in the Medical Faculty of Sebelas Maret University, were divided into 2 groups: (1) control group, fasting and then the fatigue scores were measured with pretest and posttest 10 min later (2) the treatment group, fasting and then fatigue scores were measured with pretest, given with BCAA supplements 2275 mg Leucine, Isoleucine 1137.5 mg and 1137.5 mg Valine and posttest 10 minutes later. Forty data were obtained and analyzed using (1) Normality Data Test with ShapiroWilk test (2) independent sample t-test with SPSS 17.0 for windows.

Results: This research showed (1) the mean of fatigue scores for the control group is 255.54 ± 10.87 and for the treatment group is 211.73 ± 38.75 (2) t-independent sample test showed p = 0,000.

Conclusions: Supplements BCAA able to prevent fatigue

Keywords: BCAA Supplements, fatigue

commit to user

v


digilib.uns.ac.id

PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridhonya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Suplemen Branched Chain Amino Acids (BCAA) Mampu Mencegah Terjadinya Kelelahan pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini tidaklah bisa selesai tanpa bantuan pihak lain. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 3. Prof. Dr. Kiyatno, dr., M.OR., PFK., AIFO, selaku pembimbing utama atas bimbingan, motivasi, dan waktu yang telah diluangkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Nur Hafida Hikmayani, dr., MclinEpid., selaku pembimbing pendamping atas bimbingan, arahan, dan saran yang senantiasa diberikan. 5. Arif Suryawan, dr., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. 6. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini. 7. Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ibu. Sri Eni Narbiatty, SH, MH dan Bp. Sunardi yang telah banyak membantu. 8. Bapak Taufiq Nugroho dan Ibu Siti Johar Insyiah, serta kakak adek, Mamad, Mimid, dan Malik, yang senantiasa memberikan doa dan support agar skripsi ini selesai. 9. Basith, Iqbal, Fadityo, Mas Nadhim, Mas Banu, Mas Zakky, tetangga kamar kosan yang selalu menemani dan menyemangati selama bersemedi di kamar. 10. Arianto Adi, Gagat Ragil, Indah Puspitasari, Ahmad Afiyuddin, Lucia Pancani, Filicita, yang telah banyak membantu dan menemani selama berlangsungnya skripsi ini. 11. Nur Dwi, Arwindya Galih, Ratna Oktaviani, Fajar Shodiq, Ludi Junapati, Wahyu Pamungkas, Ernawati Rika, Fery Kurniawan, para penyemangat, pewarna, dan pendamping di sela-sela kesibukan dan kegalauan skripsi ini. 12. Keluarga SKI FK UNS dan PMPA VAGUS, yang banyak andil memberikan pencerahan dan pencerahan dalam proses penulisan skripsi ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, Januari 2013

commit to user

vi

Muhammad Abdulhamid


digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

PRAKATA .................................................................................................................

vi

DAFTAR ISI.............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL .....................................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................

xi

BAB I.

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................

1

B. Perumusan Masalah .........................................................................

4

C. Tujuan Penelitian .............................................................................

4

D. Manfaat Penelitian ...........................................................................

4

DASAR TEORI .....................................................................................

5

A. Tinjauan Pustaka ..............................................................................

5

1. Kelelahan ....................................................................................

5

BAB II.

2. Glukoneogenesis ........................................................................ 11 3. Serotonin ..................................................................................... 12 4. Branched Chain Amino Acids (BCAA) .................................... 13 5. Waktu Reaksi.............................................................................. 16 6. Puasa ........................................................................................... 19 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 23 C. Hipotesis ........................................................................................... 24

commit to user vii


digilib.uns.ac.id

BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 25 A. Desain Penelitian........................................................................... 25 B. Lokasi Penelitian............................................................................ 25 C. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian dan Populasi........................ 25 D. Teknik Sampling .............................................................................. 26 E. Besar Sampel .................................................................................... 26 F. Identifikasi Variabel ......................................................................... 27 G. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 28 H. Alur Penelitian .................................................................................. 29 I. Teknik Analisis Data ....................................................................... 30 BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 31 A. Karakteristik Sampel ........................................................................ 31 B. Analisis Statistika ............................................................................. 31 BAB V.

PEMBAHASAN .................................................................................... 36

BAB VI. PENUTUP .............................................................................................. 40 A. Simpulan ........................................................................................... 40 B. Saran .................................................................................................. 40 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 41 LAMPIRAN............................................................................................................... 45

commit to user viii


digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Uji Normalitas Data Pretest dengan Shapiro-Wilk test........... 31 Tabel 4.2. Hasil Uji t independen Pretest Kontrol dan Perlakuan...................... 32 Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data Kontrol dengan Shapiro-Wilk test ......... 32 Tabel 4.4. Hasil Uji t berpasangan Kontrol saat Pretest dan Posttest ................ 33 Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data Perlakuan dengan Shapiro-Wilk test ..... 33 Tabel 4.6. Hasil Uji t berpasangan Perlakuan saat Pretest dan Posttest ........... 34 Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data Post Test dengan Shapiro-Wilk test ...... 34 Tabel 4.8. Hasil Uji T Independent posttest Kontrol dan Perlakuan .................. 35

commit to user ix


digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 23 Gambar 3.1. Alur Penelitian ................................................................................ 29

commit to user x


digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 2

Data Penelitian

Lampiran 3

Analisis Data Penelitian

commit to user xi


digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kelelahan adalah suatu keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut. Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kata kelelalahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah persyaratan atau psikis. (Suma’mur, 1996). Kelelahan ini bisa dialami oleh semua orang, termasuk mahasiswa. Berbagai cara telah dicoba untuk mengatasi kelelahan seefektif mungkin. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan, di antaranya: penurunan jumlah fosfokreatin dalam jaringan, akumulasi proton dalam jaringan, deplesi cadangan glikogen dalam jaringan otot, hypoglikemia, kegagalan transmisi neuromuskular, meningkatnya rasio free-tryptofan/BCAA dalam plasma, konsumsi VO2 max, dan lain-lain.

commit to user 1


digilib.uns.ac.id 2

Asam Amino Rantai Cabang (BCAA) memegang peranan yang penting selama beraktifitas. BCAA, membentuk kurang lebih 40% dari asam amino esensial bebas di dalam plasma darah, dan digunakan sebagai sumber energi selama beraktifitas bila diperlukan, dan memegang peranan yang penting dalam proses glukoneogenesis (suatu mekanisme penggunaan kembali glukosa sebagai energi di otot) (Murray, et al., 2003; Shimomura, et al., 2006). Ketiga asam amino rantai cabang (BCAA), leusin, isoleusin dan valin, merupakan asam amino esensial yang memegang peranan penting di dalam struktur, metabolisme dan regulasi protein. Pada pertengahan tahun 1970an, ditunjukkan bahwa BCAA, terutama leusin, merupakan suatu regulator yang kuat terhadap proses pergantian protein. Pada

tahun 1980an, juga diperlihatkan

bahwa berkompetisi dengan Large Neutral Amino Acids (LNAAs), dimana dengan menaikkan kadar BCAA di dalam darah akan membatasi pembentukan neurotransmiter palsu di otak (Blomstrand, 2006). Saat beraktifitas terjadi penurunan kadar glukosa dalam darah yang menyebabakan

proses

pembentukan

ATP

menurun.

Untuk

menunjang

ketersediaan ATP maka terjadi proses glukoneogenesis, dalam hal ini glikogen di dalam otot dipecah untuk menghasilkan ATP. Ketika kadar glikogen hampir habis, maka diambil asam amino rantai cabang (BCAA) yang terdapat di dalam plasma darah untuk melanjutkan proses glukoneogenesis. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar BCAA dalam plasma. BCAA dan triptofan bersaing dalam media transport untuk dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke dalam

commit to user


digilib.uns.ac.id 3

sistem saraf pusat (Central Nervous System; CNS). Triptofan merupakan prekusor pembentukan serotonin. Ketika kadar serotonin di dalam CNS meningkat maka akan terjadi peningkatan sistem inhibisi sistem formatio retikuler. Peningkatan sistem inhibisi ini mengakibatkan kelelahan. Dewasa ini, promosi produk yang gencar dan distribusi yang luas menyebabkan produk asam amino mudah didapatkan. Suplemen jenis ini amat populer dan semakin ke sini semakin menjadi kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya asam amino termasuk dalam kategori suplemen makanan. Suplemen makanan merupakan produk yang dapat melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (Roberts, 2001). Pada kemasan suplemen disebutkan bahwa tiap tablet mengandung solat murni asam amino, yang berarti hanya mengandung asam amino esensial, asam amino non-esensial, dan asam amino kondisional saja tanpa campuran zat lain di dalamnya. Beberapa penelitian mengenai asam amino terutama BCAA sudah dilakukan. Namun demikian, manfaat dari pemberian asam amino terutama BCAA masih belum diketahui secara pasti, terutama penggunaan nya dalam sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui apakah suplemen BCAA memiliki pengaruh terhadap kelelahan pada mahasiswa.

commit to user


digilib.uns.ac.id 4

B. Perumusan Masalah Apakah ada pengaruh pemberian suplemen Branched Chain Amino Acids (BCAA) terhadap kelelahan pada mahasiswa? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian suplemen BCAA terhadap kelelahan pada mahasiswa. D. Manfaat Penelitian 1.

Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh BCAA terhadap kelelahan.

2.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara mensiasati agar mahasiswa tidak terlalu mudah mengalami kelelahan.

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB II DASAR TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1.

Kelelahan a.

Pengertian Kelelahan Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti yang berbeda dan bersifat subyektif. Lelah adalah suatu keadaan yang disertai penurunan efisiensi

dan

ketahanan

dalam

bekerja.

Kelelahan

merupakan

mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma’mur, 1996). b. Jenis Kelelahan Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang disebabkan persyaratan atau psikis. (Suma’mur, 1996). 1) Kelelahan otot Definisi kelelahan otot adalah suatu kondisi di mana otot sudah

commit to user 5


digilib.uns.ac.id 6

tidak mampu melakukan kontraksi secara maksimal yang diakibatkan kontraksi otot yang kuat dan lama. Jika otot dirangsang terusmenerus maka sesuai dengan mekanisme kontraksi otot yang membutuhkan ATP untuk perlekatan aktin-miosin dan memompa kembali ion-ion seperti kalium, natrium, dan kalsium. Pada akhir proses kontraksi otot, filamen aktin akan kembali tertutup oleh kompleks troponin-tropomiosin, K (kalium) akan kembali ke intrasel, Na (natrium) akan dipompa ke ekstrasel, dan ion Ca (Calsium) akan dipompa kembali ke retikulum sarkoplasmik (Astrand, 2003) Kelelahan otot disebabkan oleh beberapa hal baik itu yang sifatnya aerobik ataupun anaerobik. Beberapa mekanisme utama yang menjadi penyebab kelelahan otot, yaitu: a) Penurunan jumlah fosfokreatin dalam jaringan otot Fosfokreatin berperan dalam pembentukan kembali ATP bagi kontraksi otot. Fosfokreatin akan dipecah dan menghasilkan energi yang berguna untuk merefosforilasi ADP menjadi ATP. Jika terjadi penurunan jumlah fosfocreatin dalam jaringan otot makan proses refosforilasi tidak akan terjadi sehingga tidak akan dihasilkan ATP untuk mempertahankan kontraksi otot (Ahlborg, 2004).

commit to user


digilib.uns.ac.id 7

b) Akumuasi proton dalam jaringan otot Akumulasi proton menjadi penyebab utama terjadinya kelelahan pada orang yang sedang melakukan aktivitas ataupun pada orang yang jarang melakukan aktivitas, misalnya pada orang tua. Akumulasi proton dalam jaringan otot akan menyebabkan aktivasi pompa protot yang akan memompa kembali ion kalium dan natrium kembali pada posisi saat resting membran potensial sehingga kontraksi otot akan berhenti karena tidak adanya potensial aksi (Ahlborg, 2004). c) Deplesi cadangan glikogen dalam jaringan otot Glikogen dalam jaringan otot juga merupakan salah satu sumber energi untuk merefosforilasi ADP menjadi ATP di samping fosfokreatin dan bahan makanan intraseluler. Jika terjadi deplesi glikogen otot maka sumber energi yang dibutuhkan untuk meresintesis ATP akan berkurang sehingga kelelahan otot akan terjadi lebih cepat (Ahlborg, 2004). d) Hypoglikemi Makanan

yang

dikonsumsi

akan

mengalami

proses

metabolisme oksidatif yang ikut menyumbangkan energi untuk meresintesis ATP dalam mekanisme kontraksi otot. 95% energi

commit to user


digilib.uns.ac.id 8

yang digunakan untuk kontraksi otot jangka panjang diperoleh dari metabolisme oksidatif ini jika terjadi hypoglikemia makan sumber energi untuk proses resintesis ATP akan mengalami penurunan signifikan (Ahlborg, 2004). e) Kegagalan transmisi neuromuskular Potensial aksi yang dihasilkan oleh proses transduksi impuls akan dijalarkan sepanjang membran saraf. Kontraksi otot hanya akan terjadi jika ada potensial aksi sehingga kegagalan transmisi neuro muscular akan menyebabkan terhentinya proses kontraksi otot (Bloomstrand, 2006). f) Meningkatnya rasio free-triptofan/BCAA dalam plasma BCAA normal ditemukan pada otot rangka dan darah manusia. Kadar BCAA dalam darah (0,3 – 0,4 mmol) relatif tinggi dibandingkan kadar asam amino lain dalam darah. Namun kadar BCAA dalam jaringan otot jauh lebih tinggi yaitu 0,6 – 1,2 mmol/kg otot. Pada saat aktifitas BCAA akan dikatabolisme. Proses katabolisme ini akan terus terjadi selama aktifitas berlangsung. Dalam proses aktifitas yang lama kebutuhan BCAA akan diambil dari darah sehingga kadar BCAA dalam darah akan turun. Peningkatan rasio free-triptofan/ BCAA akan menciptakan uptake triptofan oleh otak sehingga akan menginduksi sintesis dan

commit to user


digilib.uns.ac.id 9

pelepasan 5-HT (5-hidoksityrptamine) yang akan berakibat pada terjadinya kelelahan otot (Bloomstrand, 2006). g) Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max) Konsumsi oksigen maksimal dapat diartikan sebagai kapasitas maksimal untuk menantarkan dan menggunakan oksigen selama melakukan latihan secara maksimal. VO2 max dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu dalam satuan liter/menit atau satuan ml/kg BB/menit (Ahlborg, 2004). 2) Kelelahan umum Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Terjadinya kelelahan dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti keadaan monoton, beban, dan lama pekerjaan baik fisik, mental, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan, serta penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi (Suma’mur,1996). Kelelahan dengan turunnya efisiensi dan ketahanan dalam bekerja meliputi segenap kelelahan tanpa pandang apapun sebabnya seperti : a) Kelelahan disebabkan oleh ketegangan pada organ visual (Kelelahan visual)

commit to user


digilib.uns.ac.id 10

b) Kelelahan karena ketegangan fisik di semua organ (kelelahan fisik umum) c) Kelelahan disebabkan oleh kerja mental (kelelahan mental) d) Kelelahan karena tegangan lewat satu sisi dari fungsi psikomotor (kelelahan syaraf) e) Kelelahan dikarenakan kerja yang monoton atau lingkungan kerja yang menjemukan. f) Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai pengaruh aneka faktor secara menetap Kelelahan merupakan tahapan kondisi fungsional fisik antara tidur nyenyak sampai dengan keadaan bahaya yang berturut-turut dari tahap tidur nyenyak (pulas), agak tidur (ngantuk), rasa lelah (badan

terasa

berat),

santai

(istirahat),

segar/siaga,

sangat

siaga/terangsang, dan dalam keadaan bahaya. Tahap fungsional tadi dimaksudkan sebagai sarana pengaman bagi

tubuh agar jangan

sampai terjadi gangguan kesehatan. (Daniel, 2001) Perasaan lelah sebenarnya bersifat melindungi, sama seperti perasaan haus dan lapar. Hadirnya perasaan lelah berarti menyuruh manusia untuk menghindari ketegangan lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk pulih dan segar kembali. (Suyatno, 1985) c.

Mekanisme kelelahan Selama aktifitas kadar glukosa darah yang turun merangsang

commit to user



terjadinya glukoneogenesis (Fernstrom, 2005; Markus, et.al., 2005; Sowers, 2009). Hal ini meningkatan katabolisme dari asam amino rantai cabang (BCAA) yang menyebabkan kadar BCAA dalam darah turun (Fernstrom, 2005; Abiss, et al., 2005; Shimomura, et al., 2006; Blomstrand, 2006). BCAA dengan triptofan bersaing dalam hal transporter untuk melewati blood-barrier di otak (Davis, et al., 2000; Fernstrom, 2005; Blomstrand, 2006). Ketika kadar BCAA dalam darah turun, maka triptofan yang masuk ke dalam otak meningkat (Fernstrom, 2005; Blomstrand, 2006). Triptofan merupakan prekusor pembentukan serotonin (5-HT) (Fernstrom, 2005; Abiss, et al., 2005; Blomstrand, 2006). Serotonin(5-HT) merupakan neurotransmiter dalam otak yang menimbulkan efek perasaan tenang, rileks, menggantuk, dan malas beraktifitas melalui mekanisme inhibisi terhadap sistem eksitasi otak terutama lewat formatio retikularis (Davis, et al., 2000; Blomstrand, 2006; Sowers, 2009). Keadaan ini diperburuk oleh peningkatan kadar asam lemak bebas saat aktifitas yang membuat pengunaan albumin oleh asam lemak bebas(FFA) meningkat sehingga triptofan bebas di dalam plasma meningkat (Fernstrom, 2005). 2.

Glukoneogenesis Bila simpanan karbohidrat tubuh berkurang di bawah normal, cukup banyak glukosa dapat dibentuk dari asam amino dan dari gugus gliserol lemak. Proses ini disebut glukoneogenesis. Hampir 60 persen asam amino

commit to user



dalam protein tubuh dapat diubah dengan mudah menjadi karbohidrat, sedangkan sisanya 40 persen mempunyai konfigurasi kimia yang menyulitkan pengubahan tersebut. Setiap asam amino diubah menjadi glukosa melalui proses kimia yang sedikit berbeda (Guyton and Hall, 2008). Berkurangnya karbohidrat di dalam sel dan berkurangnya gula darah merupakan dasar rangsangan untuk meningkatkan kecepatan glukoneogenesis. Berkurangnya karbohidrat dapat langsung menyebabkan perubahan kembali banyak reaksi glikolitik dan reaksi fosfoglukonat, sekaligus juga melakukan perubahan deaminasi asam amino dan gliserol menjadi karbohidrat. Selain itu, hormon kortisol sangat penting dalam pengaturan ini. Kortisol memobilisassi protein terutama dari semua sel tubuh, yang menyebabkan protein tersedia dalam bentuk asam amino di dalam cairan tubuh. Sejumlah besar asam amino tersebut segera diubah menjadi glukosa setelah melewati proses deaminasi di hati (Guyton and Hall, 2008). 3.

Serotonin Serotonin ialah 3-(β-aminoetil)-5-hidroksi-indol. Pada mamalia, serotonin disintesis dari triptofan dalam makanan yang mula-mula menggalami hidroksilasi menjadi 5-hidroksitriptofan(5-HTP), dan kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi 5-hidroksitriptamin(5-HT, serotonin) (Blomstrand, 2006; Davis, et al., 2000; Sowers, 2009). Serotonin merupakan suatu neuron hormon inhibitorik pada titik-

commit to user



titik di otak. Ketika kadar serotonin tinggi di otak dan sistem retikularis maka sistem eksitasi di otak akan dihambat sehingga menghasilkan perasaan tenang, malas, dan menggantuk (Guyton and Hall,2008). 4.

Branched Chain Amino Acids (BCAA) Asam Amino Rantai Cabang (BCAA) memegang peranan yang penting terutama selama beraktifitas dan di dalam pemeliharaan serta pertumbuhan daripada otot rangka. BCAA, membentuk lebih kurang 40% daripada asam amino esensial bebas di dalam plasma darah, dan digunakan sebagai sumber energi selama beraktifitas bila diperlukan, dan memegang peranan yang penting dalam proses glikoneogenesis (suatu mekanisme penggunaan kembali glukosa sebagai energi). Pada penderita penyakit sirosis hati, penurunan signifikan kadar BCAA akan mengakibatkan timbulnya malnutrisi atau ensefalopati hepatik yang serius. Pemberian suplemen BCAA pada penderita tersebut akan memperbaiki status nutrisi dan memperpanjang harapan hidup penderita (Murray, et al., 2003; Shimomura, et al., 2006). BCAA terdiri atas 3 macam asam amino esensial yaitu leusin, isoleusin, dan valin adalah asam amino utama yang berperan dalam protein sintesis dan sistem energi pada otot pada saat latihan. Leusin adalah salah satu asam amino yang paling penting karena secara langsung menstimulasi tubuh untuk mensintesa protein (Harris, et al., 2009). Ketiga asam amino rantai cabang (BCAA), leusin, isoleusin dan valin, merupakan asam amino esensial yang memegang peranan penting di

commit to user



dalam struktur, metabolisme dan regulasi protein. Pada pertengahan tahun 1970an, ditunjukkan bahwa BCAA, terutama leusin, merupakan suatu regulator yang kuat terhadap proses pergantian protein. Pada tahun 1980an, juga diperlihatkan bahwa berkompetisi dengan Large Neutral Amino Acids (LNAAs), dimana dengan menaikkan kadar BCAA di dalam darah akan membatasi pembentukan neurotransmiter palsu di otak (Blomstrand, 2006). BCAA mencapai kadar puncak dalam darah dalam 10 menit pasca pemberian (Shimomura, et al., 2006). Otot rangka merupakan tempat yang utama terjadinya proses katabolisme BCAA. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang penting antara BCAA dan asam amino lain yang pada umumnya dimetabolisme dalam hati dan usus halus. Tentu saja, setelah asupan makanan yang kaya protein, terjadi peningkatan jumlah asam amino yang tidak seimbang dalam aliran darah. Hal ini merupakan suatu tanda kepada BCAA untuk bertindak dalam pengaturan proses selular yang beragam (Murray, et al., 2003). a. Peranan regulasi dari BCAA Peningkatan kadar BCAA yang bersirkulasi di dalam darah setelah pemberian makanan yang mengandung protein, dirasakan oleh beberapa jaringan tubuh yang berbeda dan mempunyai efek yang penting bagi jaringan tersebut. BCAA bertindak sebagai petanda yang penting bagi jaringan tubuh yang lain. Otak dan otot rangka merupakan salah satu

commit to user



jaringan yang dipengaruhi oleh kadar BCAA (Shimomura, et al., 2006; Blomstrand, 2006). 1) Otak Selain mempunyai peranan penting dalam sintesa protein, asam amino juga memainkan peranan yang penting di otak. Glutamat merupakan suatu eksitatori neurotransmiter yang penting sementara asam amino aromatik (triptofan, tirosin dan fenilalanin) merupakan prekursor neurotransimiter serotonin, dopamin dan norepinefrin. Uptake asam amino ke dalam otak melibatkan transportasi melalui sawar darah otak, sementara uptake dari large neutral amino acids hanya melalui suatu carrier tunggal yaitu transporter large neutral amino acids (Davis, et al., 2000; Fernstrom, 2005; Blomstrand, 2006). Ketiga asam amino rantai cabang dan asam amino aromatik menggunakan transporter ini, dan berkompetisi satu sama lain. Peningkatan kadar BCAA dapat mengurangi uptake dari ketiga asam amino dan mengurangi sintesa daripada neurotransmiter yang dihasilkan oleh asam amino ini (Fernstrom, 2005). 2) Otot Rangka Asam amino yang memiliki peran penting dalam mekanisme kontraksi otot adalah Branched-Chain Amino Acid (BCAA) (Murray, et al., 2003). Asam amino rantai cabang, terutama leusin, mengatur sintesa protein dan degradasi protein. Suplementasi BCAA membantu

commit to user



mencegah katabolisme protein yang disebabkan menurunnya kadar glikogen di otot. Proses regulasi dari sintesa protein ini sangat kompleks (Murray, et al., 2003). Dalam hal ini perangsangan pada sintesa protein sangat jelas bahwa salah satu target intraseluler daripada insulin adalah suatu protein kinase yang dikenal dengan mTOR. Leusin juga mengaktivasi mTOR untuk merangsang sintesa protein di samping mempertahankan massa tubuh selama kehilangan berat badan dan proses penuaan serta mempercepat penyembuhan luka (Murray, et al., 2003). b. Proses regulasi Katabolisme BCAA Semua proses katabolisme BCAA terjadi di mitokondria. Reaksi perubahan branched-chain asam amino menjadi branced-chain ᾳ-keto acids dikatalisasi oleh Branched Chain Amino Transferase (BCAT). Reaksi ini sifatnya refersibel. Reaksi kedua dikatalisasi oleh BranchedChain ᾳ-Keto Acids Dehydrogenase (BCKDH), yang merupakan suatu reaksi oksidasi dekarboksilasi yang ireversibel. BCKDH memiliki dua bentuk yaitu aktif dan inaktif. Aktifnya komplek BCKDH ini disebabkan oleh aktivasi dari enzim BCKDH fosfatase sedangkan inhibisinya oleh BCKDH kinase. Proses pengaktifan oleh BCKDH fosfatase merupakan reaksi defosforilasi yang akan melepas ikatan fosfat pada komplek BCKDH inaktif. Reaksi inhibisi oleh enzim BCKDH kinase akan memecah ATP mennjadi ADP dan fosfat. Fosfat ini akan berikatan

commit to user



dengan kompleks BCKDH aktif dan akan menyebabkan menjadi tidak aktif (Graham, et al., 2004). 5.

Waktu Reaksi Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respons terhadap rangsang tersebut (Suma’mur, 1996). Setiap rangsang yang datang menuju mata atau telanga dapat menaikkan level aktivitas sistem retikularis. Signal yang datang dari luar tubuh akan melewati sistem retikularis dan mengaktifkan sistem tersebut dan kemudian menyiagakan korteks serebri; tubuh dalam keadaan siaga untuk bereaksi atas rangsang apapun yang terjadi dari luar tubuh. Dalam hal ini sistem aktivasi retikularis berfungsi sebagai distributor dan amplifier signalsignal dari luar dan mengakibatkan tubuh siap siaga menjawab signal-signal tersebut (Grandjean, 1995). Namun perlu diungkapkan bahwa sistem retikularis bukan merupakan satu-satunya organ yang dapat menimbulkan kesiapsiagaan dari korteks serebri. Sistem limbik merupakan bagian yang berperan juga dalam menimbulkan kegairahan, emosi, dan motivasi (Aswin, 1987). Pada keadaan kelelahan, secara neurofisiologis korteks serebri mengalami penurunan aktifitas, terjadi perubahan pengaruh pada sistem aktivasi dan sistem inhibisi, sehingga tubuh tidak dapat secara cepat menjawab signal-signal dari luar. (Grandjean, 1995).

commit to user



Lintasan pengelihatan dari retina ke korteks penglihatan. Setelah impuls meninggalkan retina kemudian ke belakang melalui nervus optikus. Pada kiasma optikum semua serabut dari separoh retina bagian nasal menyilang ke sisi lain, bersatu dengan serabut-serabut dari retina bagian temporal sisi lain untuk membentuk traktus optikus.serabut-serabut dari tiap traktus optikus bersinapsis pada korpus genikulatum lateral dan dari sini serabut-serabut genikulokarkarina berjalan melalui radisio optika atau traktus genikulokarkarina ke korteks optic pada area karkarina lobus oksipitalis. Dari korteks optic dipancarkan impuls, melalui serabut asosiasi, lalu ke korteks premotorik untuk menyiapkan gerakan-gerakan otot agar sesuai tujuan. Dari korteks premotorik terbentuk impuls yang dijalarkan ke korteks motorik daerah otot tangan. Selanjutnya dipancarkan impuls untuk otot-otot yang terkait dengan cara menekan tombol pada alat pemeriksa waktu reaksi. Hal seperti ini juga terjadi pada rangsang suara. Selain itu, serabut-serabut penglihatan berjalan ke daerah yang lebih rendah dari otak: a. Dari korpus genikulatum lateral ke thalamus lateral melalui sistem aktivasi retikularis lalu ke kolikuli superior, nuclei pretektal. b. Dari traktus optikus langsung ke konikuli superior. c. Dari traktus optikus langsung ke nuclei pretektal batang otak. Serabut dari sistem aktivasi retikularis kemudian ke korteks optik untuk merangsang meningkatkan kesiagaan dan terjadi respons terhadap rangsang cahaya tersebut. (Guyton and Hall,2008).

commit to user



Lintasan pendengaran dimulai dari penghantaran suara dari membran timpani ke koklea (penghantaran suara yang lain dapat melalui tulang). Membran timpani dan sistem osikular menghantarkan suara melalui telinga tengah ke telinga dalam dan koklea. Selanjutnya signal dari koklea, di samping yang menuju korteks pendengaran, ada yang masuk formasio retikularis, merangsang sistem aktivasi retikularis. Selanjutnya signal dari sistem aktivasi retikularis merangsang korteks serebri untuk meningkatkan kesiagaan serta terjadi respons terhadap rangsang suara tersebut (Guyton and Hall,2008). 6.

Puasa a. Pengertian Seperti yang telah tertulis pada Al-Quran, puasa merupakan salah satu media spiritualitas, hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Hawari, 2002). Berdasarkan arti kata, puasa bermakna menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau berarti menahan. Sedangkan menurut istilah memiliki makna menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami-istri, mulai dari fajar hingga magrib, karena mengharap ridha dari Allah SWT (Syarifuddin, 2003). Puasa memiliki banyak manfaat pada tubuh. Menurut AJ Carlson, Profesor Fisiologi di Universitas Chicago seperti dikutip dari MedIndia menyatakan, orang sehat dan tidak memiliki masalah stres serta gangguan emosi dapat bertahan tanpa makanan selama 50-75 hari. Secara fisik

commit to user



puasa berarti menahan nafsu untuk makan dan minum (Malik, 2003), sedangkan secara emosional puasa memberi dampak pengendalian diri (Syarifuddin, 2003). Harun (2008) menyebutkan beberapa efek positif berpuasa: 1) Menurunkan Berat Badan Berkurangnya masukkan energi pada orang berpuasa, membuat tubuh harus mencari sumber energi lain yang tersimpan di dalamnya, yaitu simpanan lemak dalam tubuh untuk dijadikan sumber energi. Pada saat puasa simpanan lemak diuraikan untuk menghasilkan energi. Penelitian menunjukkan dengan melakukan puasa 24 jam hingga 36 jam seminggu dapat menurunkan berat badan (Bragg dan Bragg, 2004) 2) Meningkatkan daya tahan Pelaksanaan puasa yang mencapai tahap ketenangan mampu mengendalikan pengeluaran kortisol, hormon yang mempengaruhi stres, ke dalam darah sehingga kekebalan tubuh meningkat. Hal ini terjadi karena hipotalamus mengalami penurunan dalam pelepasan Corticotropin Releasing Hormon (CRH) yang akan menyebabkan sekresi Adenocorticotropin Hormon (ACTH) terkendali, sehingga pelepasan kortisol juga terkendali (Pedak, 2011). Dr. Ahmad Al-Qadhi dan Dr. Riyadh Al-Bibabi melakukan penelitian dan didapatkan hasil berupa peningkatan fungsi sel limfa

commit to user



yang memproduksi sel limfosit T secara nyata mengalami peningkatan. Selain itu didapatkan limfosit meningkat hingga sepuluh kali lipat walaupun jumlah keseluruhan sel getah bening tidak berubah. Sedangkan menurut penelitian di Universitas Osaka di Jepang, ketika memasuki hari ketujuh puasa terjadi peningkatan sel darah putih. Sedangkan menurut disertasi yang ditulis oleh Dr. Zainullah (2005) disebutkan bahwa pada hari ke-5 pada sebagian orang yang belum terbiasa dengan puasa akan menimbulkan stres dengan terjadinya peningkatan kortisol. Kemudian menginjak hari ke-16 dan ke-26 terjadi peningkatan limfosit. 3) Menjaga Kadar Gula Dalam Darah Dengan terhentinya makanan yang masuk, tubuh hanya mengandalkan cadangan makanan. Cadangan makanan ini akan mengurangi konsentrasi glukosa dalam darah. Sumber glukosa darah diambil dari glikogen liver yang merupakan sumber energi semua jaringan tubuh. Penguraian glikogen saja tidak bisa untuk mencukupi kebutuhan glukosa, karenanya produksi insulin yang menurun akibat penurunan kadar glukosa dalam darah mendorong produksi hormon glukagon yang akan meningkatkan penguraian glikagon liver dan melambatkan pembentukannya kemudian memancing peningkatan produksi glukosa di liver. Berdasarkan hal ini, maka sesungguhnya puasa merupakan kesempatan yang baik bagi kelenjar pankreas yang

commit to user



memproduksi insulin untuk istirahat (Ash-shawi, 2010). 4) Mencegah terjadinya stroke Kadar kolesterol tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan aterosklerosis yang bila terjadi di otak akan mengakibatkan stroke. Penurunan asupan lemak serta karbohidrat kalori rendah saat puasa akan menyebabkan penurunan kadar lemak yang akan memperbaiki kolesterol darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di the Madani Heart Hospital, Iran pada tahun 1997 menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan kolesterol HDL. Dengan demikian puasa dapat mencegah terjadinya stroke secara tidak langsung (Pedak, 2011).

commit to user



B. Kerangka Pemikiran Aktifitas

Faktor Psikis

Status Gizi Status Kesehatan

Usia

Kadar Glukosa darah

Glukoneogenesis Otot

BCAA Plasma

Suplemen BCAA

Rasio Triptofan/BCAA

Triptofan Otak

Serotonin Otak

Kelelahan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

commit to user



C. Hipotesis Ada pengaruh pemberian suplemen BCAA terhadap kelelahan pada mahasiswa.

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan the pretest postest group design. Penelitian eksperimental analitik adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan intervensi (perlakuan) terhadap variabel bebas (Subana and Sudrajat, 2001). Oleh karena penelitian ini menggunakan the pretest postest group design, maka pengamatan terhadap sampel perlakuan dilakukan dua kali. Analisis pada penelitian the pretest postest group design bermaksud untuk melihat adanya perbedaan antara variabel terikat sebelum dan sesudah perlakuan (Subana and Sudrajat, 2001). Subjek akan dibagi menjadi 2 kelompok dengan simple random sampling, kelompok perlakuan dan kontrol.

B.

Lokasi Penelitian Pengambilan sampel bertempat di Kampus Fakultas Kedokteran UNS Kentingan.

C.

Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian dan Populasi Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak

commit to user 25



digeneralisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik bersama yang membedakan dengan kelompok subjek yang lain. Ciri yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri dari karakteristik-karakteristik individu. Populasi penelitian adalah Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNS. 1. Kriteria inklusi meliputi: a. Subyek penelitian adalah mahasiswa semester 1,3, dan 5. b. Subyek penelitian memiliki status gizi baik 2. Kriteria eksklusi meliputi: a. Subyek penelitian mempunyai riwayat penyakit metabolisme (DM, sindrom metabolik, hipertiroid, hipotiroid) b. Subyek penelitian melakukan aktivitas fisik berat lain selain olahraga c. Subyek penelitian sedang menderita sakit (melalui anamnesis) D.

Teknik Sampling Pemilihan sampel dari populasi dilakukan secara random, yaitu dengan cara simple random sampling. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi diambil sejumah 40 secara random, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok juga secara random.

E.

Besar Sampel Penentuan jumlah sampel tiap kelompok menggunakan

commit to user

Rumus



Gabierno: N sampel didapat dengan menggunakan rumus : n = 2 {( Zα +Zβ) X s}2 d2 Keterangan: Zα +Zβ adalah deviasi baku normal untuk Zα (tingkat kesalahan tipe I) dan Zβ (tingkat kesalahan tipe II). Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 atau tingkat kemaknaannya 95% dan β = 0,20 atau tingkat ketajaman 80%. Nilai Zα +Zβ dilihat pada table dimana α = 0,05 adalah 1,960 dan β =0,20 adalah 0,842. s = simpang baku yang diharapkan adalah 11(kepustakaan) d = beda perubahan yang diharapkan adalah 10% n = 2 {( 1,960 + 0,842) X 11}2 10% 2 n = 30 Besar Sampel yang digunakan untuk semua kelompok adalah 30 orang, jadi 15 orang untuk tiap kelompok. F.

Identifikasi Variabel 1. Varibel Bebas: BCAA 2. Variabel Terikat: Kelelahan 3. Variabel Perancu: a. Dapat dikendalikan: kesehatan, kerja fisik berat, gizi, umur

commit to user



b. Tidak dapat dikendalikan: lingkungan, faktor psikis G.

Definisi Operasional Variabel 1. Suplemen BCAA Diberikan tablet suplemen yang di dalamnya terkandung asam amino rantai cabang yang terdiri dari leusin, isoleusin, dan valin. Berdasarkan pemberian suplemen BCAA, maka responden dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok diberikan suplemen BCAA dan kelompok tidak diberikan. Skala Pengukuran: Nominal 2. Kelelahan Kelelahan adalah suatu perasaan lelah secara menyeluruh yang timbul setelah aktivitas, ditandai dengan penurunan kemampuan beraktivitas, penurunan konsentrasi, dan gambaran penurunan keadaan fisik. Pada penelitian ini, yang diukur untuk menentukan kelelalahan adalah penurunan konsentrasi. Pengukuran penurunan konsentrasi menggunakan metode uji psikomotor (psikomotor test) dengan menggunakan reaction timer tipe L. 77 LAKASSIDAYA. Pengukuran yang dilakukan terhadap waktu reaksi pemberian rangsangan cahaya sampai kepada suatu kesadaran atau sampai sample menekan tombol. Hasil pengukuran dinyatakan dalam mili detik. Skala Pengukuran: Ratio

commit to user



H.

Alur Penelitian Populasi

Simple random sampling Sampel (K) n = 20

Puasa

Sampel (P) n = 20

Ukur tingkat kelelahan (Pretest)

puasa

Ukur tingkat kelelahan (Pretest)

Suplemen BCAA

Ukur tingkat kelelahan(Post Test)

Setelah 10 menit

Analisis Posttest Tindependent Sample Test Gambar 3.1 Alur Penelitian

commit to user

Ukur tingkat kelelahan(Post test)

Keteranga n: K: Kontrol P: Perlakuan



I.

Teknik Analisis Data Data yang diambil adalah data primer dari pengumpulan data yang telah dilakukan. Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji t-independent yang merupakan uji parametrik dengan program SPSS 17.00 for windows. Uji ini digunakan bila skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat uji t-independent adalah data berskala numerik, terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok dapat sama atau berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0,05 pada masing-masing kelompok tersebut. Uji normalitas yang dilakukan pada masing-masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji shapiro-Wilk test.

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Sampel Penelitian dilakukan di Gedung A Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, pada hari Kamis, 13 Desember 2012. Sampel penelitian berjumlah 40 responden yang terdiri dari kelompok kontrol dan 20 responden dari kelompok perlakuan. B. Analisis Statistika 1.

Tingkat homogen sampel

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dengan Shapiro-Wilk test Nilai p

Keterangan

Kontrol

0,236

Distribusi normal

Perlakuan

0,323

Distribusi normal

Data Pre Test

(Data Primer, 2012) Tabel di atas menujukkan bahwa nilai p kontrol adalah 0,236 (p > 0,05), sedangkan p perlakuan adalah 0,323 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data terdistribusi normal. Maka dalam hal ini dapat digunakan uji t independen.

commit to user 31



Tabel 4.2 Hasil Uji t independen Pretest Kontrol dan Perlakuan Variabel

Kontrol

Perlakuan

p value

Pretest

270,13 ± 15,33

268,89 ± 14,78

0,847

(Data Primer, 2012) Hasil uji t independen, menunjukkan nilai p yang diperoleh adalah 0,847 (p > 0,05) yang menyatakan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil ini membuktikan bahwa keadaan sampel sudah homogen saat pretes.

2.

Tingkat kelelahan pada Kontrol

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Kontrol dengan Shapiro-Wilk test

Nilai p

Keterangan

Pre Test

0,236

Distribusi normal

Post Test

0,554

Distribusi normal

Data Kontrol

(Data Primer, 2012) Tabel di atas menujukkan bahwa nilai p pretest adalah 0,236 (p > 0,05), sedangkan p posttest adalah 0,554 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data terdistribusi normal. Maka dalam hal ini dapat digunakan uji t berpasangan.

commit to user



Tabel 4.4 Hasil Uji t berpasangan Kontrol saat Pretest dan Posttest Variabel

Pretes

Postes

p value

Kontrol

270,13 ± 15,33

255,54 ± 10,87

0,001

(Data Primer, 2012) Hasil uji t independen, menunjukkan nilai p yang diperoleh adalah 0,001 (p < 0,05) yang menyatakan ada perbedaan signifikan antara pretest dan posttest.

3.

Tingkat kelelahan pada perlakuan

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Perlakuan dengan Shapiro-Wilk test

Nilai p

Keterangan

Pretest

0,323

Distribusi normal

Posttest

0,050

Distribusi normal

Data Perlakuan

(Data Primer, 2012) Tabel di atas menujukkan bahwa nilai p pre test adalah 0,323 (p > 0,05), sedangkan p post test adalah 0,050 (p = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data terdistribusi normal. Maka dalam hal ini dapat digunakan uji t berpasangan.

commit to user



Tabel 4.6 Hasil Uji t berpasangan Perlakuan saat Pretest dan Posttest Variabel

Pretes

Postes

p value

Perlakuan

268,89 ± 14,78

211,72 ± 38,75

0,000

(Data Primer, 2012) Hasil uji t independen, menunjukkan nilai p yang diperoleh adalah 0,000 (p < 0,05) yang menyatakan ada perbedaan signifikan antara pretes dan postes.

4.

Perbandingan Hasil Post Test pada kelompok Kontrol dan Perlakuan

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Posttest dengan Shapiro-Wilk test

Data Posttest

Nilai p

Keterangan

Kontrol

0,554

Distribusi normal

Perlakuan

0,050

Distribusi normal

(Data Primer, 2012) Tabel di atas menunjukkan sebaran data yang di uji normalitas datanya dilakukan dengan Shapiro-Wilk test, dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya bila nilai signifikan hitung < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk kelompok kontrol

commit to user



adalah 0,554 (p > 0,05) dan perlakuan adalah 0,050 (p = 0,05) maka sebaran data

kelompok perlakuan tersebut

normal. Maka dalam hal ini dapat

digunakan uji t independen.

Tabel 4.8. Hasil Uji t Independent posttest Kontrol dan Perlakuan Variabel

Kontrol

Perlakuan

p value

Post Test

255,54 ± 10,87

211,73 ± 38,75

0,000

(Data Primer, 2012) Hasil uji t independen di atas, menunjukkan nilai p yang diperoleh adalah 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil ini membuktikan bahwa ada pengaruh signifikan setelah pemberian suplemen BCAA terhadap kelelahan.

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian suplemen BCAA terhadap kelelahan. Dari 40 sampel yang diambil, sampel dikelompokkan menjadi kelompok kontrol dan perlakuan, masing-masing terdiri dari 20 sampel. Dari hasil penelitian, analisis data pretes kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memperoleh hasil p > 0,05 (tabel 4.2) yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan saat pretes. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kelelahan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia, lingkungan, kerja fisik berat, psikis, status gizi, dan status kesehatan. Dalam mengontrol agar didapatkan sampel yang homogen saat pretes, peneliti melakukan beberapa pengontrolan melalui kriteria inklusi dan eklusi. Faktor kesehatan diperhatikan dengan memilih sampel yang sehat melalui anamnesis riwayat kesehatan, serta status gizi untuk mengendalikan faktor gizi. Sedangkan untuk faktor aktifitas dikendalikan dengan menanyakan aktifitas berat yang lain. Namun faktor psikis pada penelitian ini sulit dikendalikan karena terlalu banyak aspek yang mempengaruhi. Secara keseluruhan sempel saat pretes sudah homogen. Sedangkan analisis data kelompok perlakuan saat pretes dan postes memperoleh hasil p < 0,05 (tabel 4.6), menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelelahan saat sebelum minum suplemen dan 10 menit sesudah

commit to user 36



meminum suplemen BCAA. Hasil menunjukkan bahwa penelitian ini berjalan sesuai dengan hipotesis, bahwa ada pengaruh pemberian suplemen BCAA terhadap kelelahan. Pada analisis data kelompok kontrol saat pretes dan postes memperoleh hasil p < 0,05 (tabel 4.4), menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan juga pada kelompok kontrol pada saat pretest dan posttest. Hal ini bisa terjadi karena kelompok kontrol menunggu selama 10 menit dengan beristirahat. Kelelahan bisa berkurang dengan beristirahat biasa atau tidur, makan minum, dan juga perbaikan sirkulasi darah di antaranya memijat bagian tubuh yang lelah, menggosok dengan minyak hangat, dan mandi air hangat. Namun dengan membandingkan hasil posttest kelompok kontrol dan perlakuan, analisis data memperoleh hasil p < 0,05 menunjukkan memang ada perbedaan signifikan skor kelelahan antara kelompok kontrol saat posttest dan kelompok perlakuan setelah minum suplemen BCAA. Ini menegaskan bahwa penelitian ini sesuai dengan hipotesis di awal, bahwa ada pengaruh suplementasi BCAA terhadap kelelahan. Pemberian suplemen BCAA mampu memperkecil rasio tryptophan/BCAA dalam plasma. Ketika rasio tryptophan/BCAA mengecil, uptake triptopan ke otak juga berkurang, dan tidak terjadi sintesis dan pelepasan 5-HT, sehingga mampu mempengaruhi kelelahan. Pada penelitian sebelumnya oleh Markus et al. (2005), penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemberian 3,6 gram asam amino kombinasi yang berisi isolate leusin, isoleusin, dan valin pada pagi hari dan sore hari dapat meningkatkan

commit to user



kadar sel darah merah dan hemoglobin. Peningkatan sel darah merah akan menyebabkan peningkatan oxygen-carrying capacity sehingga terjadi kenaikan nilai VO2 max. VO2 max merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan. Selain peningkatan kadar sel darah merah, faktor yang mempengaruhi peningkatan VO2 max ada fungsi kardiovaskuler, fungsi paru, hereditas, usia, jenis kelamin, komposisi tubuh, dan intensitas latihan. Selain itu, pada penelitian Blomstrand (2004) menunjukkan bahwa suplementasi BCAA 20 mg/Kg BB yang diberikan secara intravena kepada tikus terbukti mampu mencegah pelepasan 5-hidroksitriptamine oleh otak, sehingga kadar 5-hidroksitriptamine di sirkulasi menurun. Dalam penelitian ini, suplementasi BCAA diberikan 77 mg/Kg BB secara oral kepada sampel mahasiswa juga mampu mereduksi kelelahan dengan meningkatkan kadar BCAA dalam sirkulasi, memperkecil rasio tryptophan/BCAA dalam darah, sehingga uptake tryptophan ke otak pun berkurang, tidak terjadi sintesis dan pelepasan 5-hidroksitriptamine oleh otak, kadar nya dalam darah pun menurun. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Van Hall (2002), disebutkan bahwa BCAA yang diberikan secara intra vena dengan dosis tinggi 18 gram/liter terbukti mampu mencegah uptake berlebih tryptophan oleh otak pada manusia yang sedang berolahraga. Teori yang mendasari waktu yang tepat untuk memberikan suplemen BCAA berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Shimomura et al. (2006), asam amino diberikan 10 menit sebelum diteliti, karena kadar puncak dalam darah dicapai dalam

commit to user



10 menit pasca pemberian. Kelemahan pada penelitian ini, kurang banyaknya sampel yang digunakan, sehingga kurang akurat. Untuk penelitian ke depannya, disarankan untuk mencoba metode penelitian yang lain. Pemberian suplemen BCAA diberikan jauh sebelum saat akan diperiksa. Sehingga bisa digunakan sebagai suplementasi pada orang yang sedang berpuasa, agar tidak mengalami kelelahan, tidak menurunkan etos kerja, dan meningkatkan ketahanan tubuh.

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan Pemberian suplemen BCAA mampu mencegah terjadinya kelelahan.

B. Saran 1.

Bagi Peneliti Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar, termasuk juga dilakukannya analisis terhadap variabelvariabel perancu lain yang disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan memperkecil bias. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian yang berbeda, untuk mencari manfaat lain dari suplemen BCAA, terutama dalam mencegah kelelahan, bias dikaitkan dengan suplemen untuk mencegah kelelahan saat puasa. Perlu dilakukan juga penelitian mengenai dosis efektif pemberian BCAA, kemudian waktu efektif pemberian BCAA.

2.

Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat menjadi dasar pengetahuan bagi masyarakat untuk menggunakan suplemen BCAA untuk membantu mencegah kelelahan dan meningkatkan produktivitas aktifitas. commit to user

40

SUPLEMEN BRANCHED CHAIN AMINO ACIDS (BCAA) MAMPU MENCEGAH TERJADINYA KELELAHAN PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI

Recommend Documents