Catatan Akhir Tahun 2009 Laporan Hukum dan HAM
SUMMUM IUS SUMMA INIURIA “Siapa yang paling mendukung hukum adalah yang tidak adil” The extreme law is the greatest injustice (Cicero)
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA Jl. Diponegoro No. 74 Jakarta Telp. (021) 3145518 | Faks. (021) 3912377 e-mail :
[email protected] Website: www.bantuanhukum.org
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR __ 4 BAB I: PENDAHULUAN __ 6 A. LBH Jakarta dalam Lima Tahun Terakhir __ 6 B. Jenis dan Kecenderungan Kasus __7 B.1. Kasus Perburuhan __ 7 B.2. Kasus Pelanggaran Hak Sipil dan Politik __ 8 B.3. Kasus Perkotaan dan Masyarakat Urban __ 9 B.4. Kasus Perempuan dan Anak __ 9 B.5. Kasus Keluarga __10 B.6. Kasus Khusus __10 C. Profil Pengadu __11 C.1. Pendidikan Pengadu __ 11 C.2. Penghasilan Pengadu __ 12 C.3. Pekerjaan Pengadu __12 C.4. Tempat Tinggal Pengadu __13 C.5. Jenis Kelamin __ 14 D. Pengaduan online __ 15 BAB II: POLA PELANGGARAN HAK __ 16 1. Hak atas Pekerjaan __ 16 2. Hak atas Kebebasan Berserikat __ 28 3. Hak atas Kesehatan __ 31 4. Hak atas Perumahan __ 40 5. Hak atas Pendidikan __ 49 6. Hak atas Fair Trial __ 57 7. Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak __ 76 BAB III: REFORMASI INSTITUSI DAN MEKANISME PEMULIHAN __ 82 1. Advokasi Litigasi Secara Umum __ 82 2. Kepolisian RI __ 82 3.
Pengadilan Negeri __ 86
4. Pengadilan Tinggi __89 5. Mahkamah Agung __ 90 2
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
6. Pengadilan hubungan Industrial __ 92 7. Pengadilan Niaga __ 94 8. Pengadilan Tata Usaha Negara __ 95 9. Komisi-Komisi Negara __ 96 I.1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) __ 99 I.2. Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) __ 100 I.3. Komisi Yudisial __ 101 I.4. Komisi Kejaksaan __ 102 10. Pengawasan Ketenagakerjaan __ 102 11. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia __ 104 12. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta __ 105 BAB IV: ADVOKASI KEBIJAKAN __ 107 A. Arah advokasi kebijakan __ 107 B. Pendekatan Strategi : Networking, Kampanye, monitoring dan Lobby __ 108 C. Pencapaian dan Effektivitas __ 108 D. Uji Materil UU NO. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Terhadap UUD 1945 __112 BAB V: PROGRAM-PROGRAM LBH JAKARTA 2009 I.
Program Membuka Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan – Pelatihan Dasar Paralegal 2009 __ 115
II.
Program Countering and Preventing Radicalization Pada Lembaga Pemasyarakatan 20092010 __ 116
III.
Program Reformasi Hukum Acara Pidana (KUHAP) __ 117
IV.
Program Penyusunan Legal Review (Kajian Hukum) Tentang Human Rights Defender __ 117
V.
Kaderisasi __ 117 V.1. Karya Latihan Bantuan Hukum 2009 __ 117 V.2. Rekrutmen Relawan/Asisten Pengacara Publik 2009 __ 118 V.2. Rekrutmen Staf Pengacara Publik Muda __ 119
VI.
Program Capacity Building Staf __ 119
BAB VI: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI __ 123 Kesimpulan __ 123 Rekomendasi __ 124
3
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
KATA PENGANTAR
“Summum Ius Summa Iniuria” Sebuah prase latin yang kira-kira berarti “siapa yang paling mendukung hukum adalah yang paling tidak adil”. Prase ini kami pilih sebagai catatan atas kondisi hukum kita setahun belakangan ini. Kondisi ini terjadi ketika hukum –baik substansi maupun prosedurnya—dipakai oleh pihak-pihak yang berkuasa atau siapa saja yang terancam untuk mempertahankan kepentingan dan kekuasannya. Terdapat dua alasan yang kuat menunjukan kecenderungan ini: pertama, substansi dan prosedur hukum yang digunakan oleh Pihak yang menindas untuk membungkam mereka yang berjuang untuk merebut dan mempertahankan haknya, Ini terjadi ketika Prita mengeluhkan suatu pelayanan kesehatan yang merupakan hak dasarnya sebagaimana diakui oleh kovenan internasional hak ekonomi, sosial dan budaya di serang balik oleh RS. Omni Internasional dengan pasal pencemaran nama baik, pun halnya yang terjadi kepada Ko Seng-Seng yang menulis surat pembaca dan Agus Wandi yang dituduh mencuri listrik, semuanya terjadi ketika mereka berupaya untuk memperjuangkan dan mempertahankan haknya dalam sengketa dengan pengembang. Bahkan sebenarnya juga terjadi pada Minah dengan tiga buah cokelatnya, yang ternyata terkait dengan perseteruan antara warga dan perusahaan perkebunan. Demikian terjadi pula pada Usman Hamid ketika menuding Muchi PR dan Emerson dan Illian ketika mempertanyakan uang sitaan perkara dari Kejaksaan Agung. Keduanya dituduh dengan pasal-pasal pencemaran nama baik. Kondisi serupa terjadi juga dalam perseteruan fenomenal antara Cicak dan Buaya tentunya. kriminalisasi dua pimpinan KPK menjadi bagian yang telah menyebabkan terhambatnya upaya pemberantasan korupsi dan pelemahan secara sistematis KPK di Indonesia. Puluhan kasus serupa diterima LBH Jakarta sepanjang tahun ini meski mungkin tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang sama dengan kasus-kasu publik seperti disebut di atas. Demikianlah hukum dipakai untuk menyerang balik dan membungkam sikap kritis warga negara. kita menyebut ini sebagai SLAPP Suit. (strategic law against public participation). Penggunaan pasal-pasal karet warisan kolonial, pasal pencemaran nama baik dipakai effektif juga untuk membungkam aktivis anti korupsi, pembela hak asasi manusia, intelektual, dan lebih banyak lagi jumlah korbannya di kalangan kaum buruh dan masyarakat marginal lainnya. Kedua, hukum dipakai sebagai alat untuk menyandera keadilan dan menghadirkan impunitas. Impunitas -- satu kondisi dimana satu atau sekelompok pelaku de facto kebal hukum, terhindar dari jerat hukum atau memang tak tersentuh hukum--, dalam tahap tertentu ia melangkah lebih jauh dan sangat berbahaya dampaknya, karena ia tidak sedang berupaya untuk sekedar menghindarkan diri dari jerat hukum, malainkan ia mempergunakan hukum untuk melegitimasi (mencuci dosa-dosa), juga untuk menyerang (slapp suit) pihak-pihak yang menjadi ‘musuh’. Kedua motif di atas diperparah oleh pola penegakkan hukum yang banal dan diskriminatif. Meminjam istilah Hannah Arendt—Banal terjadi ketika tindakan instrumental ditempuh tanpa melalui deliberasi atau diskursus. Banalitas menjadikan proses pengambilan keputusan untuk meraih keadilan sebagai proses rutin, sebagai prosedur tetap, hampir secara otomatis, tanpa berpikir panjang. Seandainya penalaran itu ada, pemikiran ini hanya menyangkut sumber, sarana dan metode yang singkatnya bersifat instrumental. Banalitas terjadi ketika perspektif keadilan lebih condong ke keadilan proseduralnya dan mengabaikan keadilan substansialnya. Suatu yang adil yang sifatnya prosedural belum tentu adil dalam arti kadilan substansialya. Dalam sebuah kasus konkrit orang miskin mencuri roti untuk mempertahankan hidupnya 4
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
karena bahan-bahan pangan tidak tersedia dan kalaupun ada harganya sangat mahal atau dengan kata lain Negara gagal menjalankan kewajibannya untuk mensejahterakan rakyatnya. Ada bukti menurut hukum formil si miskin melakukan pencurian. Di sini si miskin harus memperoleh keadilan substansi, di mana dia mencuri roti karena untuk mempertahankan hidupnya, dan bukan untuk memperkaya diri seperti koruptor yang mencuri harta Negara. Sudah merupakan kewajiban penegak hukum menggunakan keadilan substantif dalam menghadapi kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan permasalahan prosedural. Demikianlah banalitas terjadi kendati lapar dan kemiskinan yang mendorong si pencuri Buah semangka, tetap saja ia ditahan dan dihukum dengan berat pula. Diskriminasi penegakkan hukum tak dapat dipungkiri ketika perasaan publik tersakiti melihat perlakuan yang berbeda oleh kepolisian kepada Anggodo dibanding dengan perlakuan kepada nenek Minah dan mereka yang marginal lainnya. Diskriminasi terjadi dan terkait erat dengan praktik mafia peradilan yang telah lama menjangkiti sistem hukum dan peradilan negeri ini. Keseluruhan Pola-pola di atas terjadi seiring dengan lemah dan tidak berjalannya mekanisme remedy yang disediakan oleh intitusi-intitusi negara dan disharmonni peraturan perundang-undangan yang cenderung inkonstitusional. Demikianlah banalitas yang berkawin dengan diskriminasi penegakkan hukum, lengkaplah prase “summum ius summa iniuria”. The extreme law is the greatest injustice demikian Cicero. Dalam waktu dekat, kondisi buruk ini menghadirkan trauma dan teror bagi mereka yang kritis, melemahkan partisipasi publik untuk turut serta dalam pembangunan dan pemerintahan, membungkam kritisisme. Lebih jauh ia mengancam konsolidasi demokrasi negeri ini. Catatan akhir tahun mengenai kondisi hukum dan hak asasi manusia ini LBH persembahkan sekaligus juga sebagai bagian dari upaya LBH Jakarta untuk menjaga akuntabilitas dihadapan publik dan konstituen pada khususnya. mereka kaum papa dan tertindas yang menjadi penerima benefit dari kebersamaan kerja-kerja pembelaan dan eksistensi LBH Jakarta. LBH Jakarta menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh konstituen LBH Jakarta, jaringan kerja, dan lembaga donor yang selama ini membantu dan mendukung kerja-kerja LBH Jakarta. Juga khususnya kepada segenap pengacara publik, valunteer dan karyawan LBH Jakarta yang telah bekerja keras selama ini. Masukan, kritik dan teguran bagi kami merupakan pelecut bagi kami untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi klien-klien LBH Jakarta pada khususnya dan publik pada umumnya. Salam perjuangan! Jakarta, 29 Desember 2009 Nurkholis Hidayat
5
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB I PENDAHULUAN A. LBH Jakarta dalam Lima Tahun Terakhir
T AB E L 1 P erbanding an K as us P ertahun 250,000 201,615
200,000 150,000 100,000 32,370
50,000 0
1,097 2004
21,409 1,134 2005
45,638 20,837 10,015 1,144 1,140 1,061 1,123 2006 2007 2008 2009
K as us
Orang
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Dalam lima tahun terakhir upaya pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh LBH Jakarta mencapai jumlah yang signifikan. Jumlah kasus yang diterima dan jumlah orang yang terbantu relatif meningkat. Dibandingkan tahun lalu, jumlah kasus yang masuk ke LBH Jakarta menurun. Namun jumlah orang yang terbantu meningkat tajam. Pada tahun 2008 LBH Jakarta menerima 1144 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 45.638 . Sedangkan pada tahun 2009, LBH Jakarta menerima 1.061 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 201.615 orang. Artinya jumlah orang yang terbantu melonjak lebih dari 4 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kasus perburuhan memberi kontribusi terbesar terhadap meningkatnya jumlah orang terbantu. Dari jumlah 201.604orang terbantu, 172.195 di antaranya adalah buruh. Jumlah Pengaduan dan Orang Terbantu pada tahun 2009 Jenis Kasus Perburuhan Sipol PMU PA Khusus Keluarga
Jumlah Pengaduan 227 138 91 23 394 188 1061
Orang Terbantu 172195 6620 20419 26 2143 212 201615
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Penerimaan kasus pada tahun 2009 dibagi dalam enam klasifikasi besar, yaitu kasus perburuhan, kasus pelanggaran hak sipil dan politik (Sipol), kasus perkotaan dan masyarakat urban (PMU), kasus
6
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Perempuan dan Anak, kasus khusus dan kasus keluarga. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan isu dan telah digunakan selama bertahun-tahun dengan sedikit perubahan. Perlu diperhatikan bahwa suatu kasus diklasifikasikan pada tahap awal pengaduan. Dalam penanganan lebih jauh, suatu kasus ternyata termasuk dalam lebih dari satu klasifikasi.
TAB E L 2 B erdas arkan J enis K as us
172195
20419
6620 138 S ipol
P erburuhan
394
23
227 91 P MU
PA
26
J umlah Pengaduan
188
2143 K hus us
K eluarga
212
Orang Terbantu
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Di antara enam klasifikasi kasus, pengaduan yang paling banyak masuk adalah kasus khusus sebanyak 394 pengaduan. Pengaduan kedua dan ketiga terbanyak adalah perburuhan sebanyak 227 dan kasus keluarga sebanyak 212. B. Jenis dan Kecenderungan Kasus B.1. Kasus Perburuhan
T AB E L 3 K as us P erburuhan
163165
J umlah Pengaduan
7853
591
133
52
8
14
4 29 3 15
10 T
I BM
PR
ina lis iB
NS
uh ur
ja er
as
ek (P
rja
n
if at
Ke
ia wa
tP
ga
a rik
pe m
an
or
ng
kN
bu
im Kr
Se
Ke
Ha
Hu
125
420
Orang Terbantu
)
Sumber: Litbang LBH Jakarta
7
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Kasus perburuhan mencakup hubungan kerja, hak normatif, kepegawaian, serikat pekerja, kriminalisasi buruh dan buruh migran yang secara keseluruhan berjumlah 227 kasus dengan 172.195 orang terbantu. Pengaduan terbanyak adalah PHK (hubungan kerja) yaitu 125 pengaduan dengan 7.853 orang terbantu. Jumlah pengaduan hak normatif adalah yang 52 kasus dengan jumlah orang terbantu mencapai angka tertinggi yaitu 163.165. Kasus kepegawaian mencapai 14 pengaduan dengan 133 orang terbentu. Kasus serikat pekerja sebanyak 8 pengaduan dengan 591 orang terbantu. Kasus kriminalisasi buruh mencapai 10 pengaduan dengan 420 orang terbantu. Kasus pekerja rumah tangga sebanyak 3 kasus dengan jumlah orang terbantu 4 orang. Kasus buruh migran 15 pengaduan dengan 29 orang terbantu. Melihat jumlah orang terbantu yang relatif banyak dibandingkan jumlah pengaduan, maka berdasarkan data-data tersebut, kasus perburuhan bersifat kolektif dalam hal satu pengaduan berimplikasi terhadap sekelompok orang. B.2. Kasus Pelanggaran Hak Sipil dan Politik (Sipol) T AB E L 4 K as u s S IP O L
6000
5008
5000 4000 3000 2000 1221
ka ar iS nc
Pe
K
.K
eb
H
ak
an as eb
ua
s. er ek &B
ita or M in m
au
266 2
2 1
..
BT s
um uk H a
n
At as
aa am es
J ML K A S US
Ha
k
K H.
1
LG
t. .
rik a Se uk di m
rk u Be H.
9
t
um
20 1
l& m pu
a m sa an ku
ga en .P H
uk n
an en w se Ke
n du rli n
Pe H.
54 29
H
ga
n ila ad ga
ba Be H.
57
n. ..
ju r Ju
ga ng Pe H.
pi s
ng
ah nd
am Ke & an
Ti T4
Ta H.
an an
ha
Pr ib
na
ad
an ks a si s ba Be H. as eb Kb H.
22 18
1
dp
1
l
17 11
n
7
i
0
H
1000
ORA NG TERBA NTU
Sumber Litbang LBH Jakarta Kasus Sipol secara keseluruhan berjumlah 138 pengaduan dengan 6620 orang yang terdiri dari beberapa sub klasifikasi. Adapun jumlah orang terbantu relatif sama dengan jumlah pengaduan yang masuk. Sub klasifikasi kasus sipol adalah hak untuk bebas dari siksaan yang mencapai 7 pengaduan dengan 7 orang terbantu. Hak kebebasan dan keamanan dengan 17 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 17 orang. Hak tahanan 1 pengaduan dengan jumlah yang terbantu sebanyak 1 orang. Hak bebas pindah tempat tinggal 1 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 1 orang. Hak atas pengadilan yang jujur 18 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 22 orang. Hak atas pengakuan yang sama di depan hukum 29 pengaduan dengan jumlah yang terbantu sebanyak 54 orang. Hak berkumpul dan berserikat 1 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 20 orang. Hak kaum minoritas LGBT 1 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 1 orang. Hak atas kebebasan berekspresi sebanyak 2 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 2 oran. Hak pengungsu sebanyak 2 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 266 orang. Kasus pengungsi yang ditangani LBH Jakarta sepanjang 2009 adalah pencari suaka dari vietnam dan dari Tamil/Sri Lanka. Dibandingkan dengan kasus perburuhan, kasus Sipol bersifat lebih individual sebagaimana tercermin dalam angka pengaduan yang tidak terpaut jauh dengan angka orang terbantu kebanyakan sama dengan jumlah orang terbantu. Walaupun bersifat relatif individual, pelanggaran hak sipol berdampak langsung dan fatal bagi korban, misalnya terampasnya kebebasan korban secara tidak sah ataupun mengalami penderitaan secara langsung dan biasanya berkepanjangan karena penyiksaan. Khusus kasus pencari suaka, keduanya bersifat kolektif karena pencari suaka biasanya tergabung dalam kelompok. 8
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
B.3. Kasus Perkotaan dan Masyarakat Urban
TAB E L 5 K as us P MU 11210 Orang Terbantu
J umlah Pengaduan
5941 2403 848 6 5
57
8 8
5
2
11
2
1 H.
Pe na
s ita nt
ya
(2 )
ik
07
bl a
08
)
an
(2
nc
05
)
3)
)
6)
2)
1)
0 (2
20
20 l(
i(
ga
om
04
(2
(2
0 (2
on
ng Ti
Be
Pu
an
n
an
n
an
ka
n ta
ng
ha
i id
Ek
T4
&
&
ku
ng
ng
se
nd
e Id
la
na
Li
Ke
Pe
a
h
ah
na
Us
Ta
Pe
H.
H.
H.
H.
H.
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Kasus PMU secara keseluruhan berjumlah 91 pengaduan dengan jumlah 20.419 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu hak atas tanah dan tempat tinggal sebanyak 57 pengaduan dengan 5.941 orang terbantu, hak atas usaha dan ekonomi sebanyak 5 pengaduan dengan 2.403 orang terbantu. Hak atas pendidikan 5 pengaduan dengan jumlah 6 orang terbantu. Hak atas kesehatan sebanyak 8 pengaduan sama dengan jumlah orang terbantu. Hak atas Lingkungan sebanyak 11 pengaduan dengan 848 orang terbantu. Penanganan bencana sebanyak 2 pengaduan dengan 11.210 orang terbantu. Hak identitas sebanyak 1 pengaduan sama dengan jumlah orang terbantu.
B.4. Kasus Perempuan dan Anak
TAB E L 6 K as us P &A 20 15 10 5 0
J ml. P engaduan
O rang Terbantu
P erlindungan A nak (501)
14
16
P erlindungan P erempuan (502)
9
10
Sumber: Litbang LBH Jakarta
9
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Kasus perempuan dan anak secara keseluruhan berjumlah 23 pengaduan dengan 36 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu perlindungan anak terdiri dari 14 pengaduan dengan jumlah 16 orang terbantu, perlindungan perempuan sebanyak 9 kasus dengan jumlah 10 orang terbantu.
B.5. Kasus Keluarga
T AB E L 7 K as u s K eluarg a 87
100
93
87
80 60
70
40
21 21
11
20
10 0 P ernikahan
K DR T
P erc eraian
W aris J ml. Pengaduan Orang Terbantu
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Kasus keluarga secara keseluruhan berjumlah 188 pengaduan dengan jumlah 212 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu pernikahan sebanyak 10 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 11 orang, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 21 pengaduan dengan jumlah 21 orang terbantu, kasus perceraian sebanyak 87 pengaduan dengan jumlah 87 orang terbantu, kasus warisan sebanyak 70 kasus dengan jumlah 93 orang terbantu.
B.6. Kasus Khusus
T AB E L 8 K as us K hus us 1400 1200
1221
1000
915
800 J ml Pengaduan
600
Orang Terbantu
400 200
226
161 7
0 P erdata
P idana Umum
P idana K hus us
Sumber: Litbang LBH Jakarta
10
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Klasifikasi kasus terakhir adalah kasus non struktural atau khusus yang mencakup beberapa sub klasifikasi kasus yang tidak termasuk dalam klasifikasi-klasifikasi lainnya. Kasus khusus secara keseluruhan berjumlah 394 pengaduan dengan jumlah 2.143 orang terbantu. Kasus ini terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu perdata umum sebanyak 226 pengaduan dengan jumlah 1.221 orang terbantu, pidana umum sebanyak 161 pengaduan dengan jumlah 915 orang terbantu, pidana khusus sebanyak 7 pengaduan yang sama dengan jumlah orang terbantu.
C. Profil Pengadu Identifikasi pengadu LBH Jakarta didasarkan pada beberapa elemen yaitu pendidikan pengadu, penghasilan pengadu, status pekerjaan pengadu dan tempat tinggal pengadu. Elemen inilah yang dijadikan pertimbangan untuk menilai apakah suatu pengaduan akan ditangani atau tidak, selain mengenai dimensi struktural suatu kasus sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa yang teridentifikasi adalah pengadu, baik yang mewakili kepentingannya maupun yang mewakili kepentingan kelompoknya. Dengan demikian, profil pengadu yang berupa kelompok tidak dapat teridentifikasi karena tidak terdata dalam formulir pendaftaran awal.
C.1. Pendidikan Pengadu
T abel 9 P endidik an P eng adu 500
453
400 300
230
200
143 83
Ad k Td
11
ko se
a
Ke
t.
la in in -
S2 La
S1
pl om a Di
SM A
SM P
SD
30
3
la h
36
0
k
72
Ti da
100
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Terdapat 11 pengadu atau sekitar 10 % tidak mengenyam pendidikan. Sebanyak 155 pengadu atau sekitar 15% dari keseluruhan pengadu mengikuti pendidikan dasar sekolah (Sekolah dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). 453 pengadu atau sekitar 43% dari keseluruhan pengadu mengikuti pendidikan menengah atas. 409 pengadu atau 39 % dari keseluruhan pengadu menempuh pendidikan tinggi ( Diploma, S-1 dan S-2). Sebanyak 30 pengadu atau sekitar 3% dari keseluruhan pengadu tidak memberikan keterangan.
11
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
C.2. Pengasilan Pengadu
T A B E L 10 P eng has ilan P eng adu 371
400 350 300 250 200 150 100 50 0
230 152
0 00
00
0
>1
00
00 10 d s.
d s. 0 00
00 10
55
35
11
00
.. .
00 00 50
35 d s. 0 00
20 20
10
42
0
0 00
00 00 20 d s.
0 00 10
10 50
00
0
0 00 10
s. d 00
00 10 10
10
k
63
00
00 50 s. d
s. 00
Pe a ad
00
00 00 d
ng
10
ha
Te k da Ti Ta
124
47
5
s il an
ta p
16
Sumber: Litbang LBH Jakarta Dari keseluruhan pengadu LBH Jakarta, angka tertinggi adalah pengadu yang tidak memiliki penghasilan yaitu sebanyak 371 pengadu atau 35 % dari keseluruhan pengadu. Pengadu yang berpenghasilan satu juta hingga dua juta rupiah sebanyak 230 orang atau sebesar 22%. Sedangkan pengadu yang berpenghasilan satu juta rupiah ke bawah sebanyak 204 pengadu atau 19%. Pengadu yang berpenghasilan lebih dari sepuluh jutaanya 11 orang atau kurang lebih 1% dari keseluruhan pengadu. Hal ini mencerminkan profil kebanyakan pengadu adalah kelompok yang miskin secara ekonomi dan itu berarti masyarakat miskin mempersepsikan LBH Jakarta sebagai tempat mengadukan masalah hukumnya. Jika dikaitkan dengan latar belakang pendidikan pengadu yang tertinggi adalah mereka yang menempuh pendidikan tinggi (D3, S-1 dan S-3), ternyata berbanding terbalik dengan penghasilan pengadu. Angka tertinggi pengadu berdasarkan penghasilan adalah mereka yang tidak berpenghasilan. Dengan demikian, pendidikan tinggi yang telah ditempuh pengadu tidak berarti pengadu berpenghasilan tinggi. C.3. Jenis Pekerjaan Pengadu TAB E L 7 J enis P ekerjaan P eng adu 226 153
160
136
114
32 12
Ta
np
a
K
et Bu
4 2 r
uh
1
3
3
8
6 24
23 2
40
32
28 1
3
6
1 1
7
3 9
11
2
2
1 4
1
N t S ia l ut r r n a t n T g p S T g di g d ni m e n n u ja B M T a ulta P N ok te os e a nc G ur I R wa n D es la ja g a n /P N o s ela P R ulun a me mu O je B U M a wa e ta tpa ima ker e ta s t a wa n oc a a s ta C D P S a en B e k T U rta dv s w D e el m n g n g e T k. S / P e r y a ka t a /P e ed a MN k . S P u h on s r r e a A S r a a e N k P P T F P B U Pe ir P W K a a ng is w Bu K Pe Ta i n W r s na wa P e a ha ga s iu e M n P Pe I
ni
Sumber: Litbang LBH Jakarta
12
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Jenis pekerjaan para pengadu LBH Jakarta sangat beragam mulai dari buruh manufaktur, buruh migran, perawat, dokter, dosen, guru, perangkat desa, mahasiswa, pensiunan PNS/BUMN, satpam, ustad, wartawan, wiraswasta hingga pekerja informal seperti pekerja rumah tangga (PRT), petani, pengamen dan tukang ojeg. Beberapa pengadu mengindentifikasi jenis pekerjaan sebagai karyawan, karyawati atau buruh. Namun untuk penyusunan data statistik karyawan, karyawati dan buruh berada di bawah jenis pekerjaan yang sama yaitu buruh. Banyaknya jenis pekerjaan, membuat tidak ada mayoritas pengadu dengan jenis pekerjaan tertentu. Namun tetap dapat teridentifikasi angka tertinggi pengadu adalah yang bekerja sebagai buruh yaitu sebesar 340 orang atau 32% dari keseluruhan pengadu. Pengangguran 153 orang atau sebanyak kurang lebih 14% dan Ibu Rumah Tangga 160 sebanyak 15%. Hal ini mencerminkan bahwa LBH Jakarta dipersepsikan sebagai tempat pencari keadilan bagi masyarakat dari berbagai profesi atau dengan kata lain profesi tidak menjadi hambatan bagi pencari keadilan mendapat manfaat dari LBH Jakarta. Sama halnya dengan tingkat penghasilan, bantuan hukum dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat dari berbagai tingkat penghasilan dan berbagai pekerjaan dan jabatan. Meskipun LBH Jakarta mengkhususkan dirinya untuk memberi bantuan bagi masyarakat miskin, namun masyarakat yang tidak miskin pun tetap membutuhkan bantuan hukum dengan mengadu ke LBH Jakarta. C.4. Tempat Tinggal Pengadu
T AB E L 12 K ateg ori P en g adu B erdas ark an T emp at T ing g al
1
2
1
T M AN TA M N A DU R A N T PA B PU TN A PA K ET TT T
2
KU
IM
1
KA
LI
JA
L E
KT
KS
JA
S U KP
JA
JA
JA
A
R
M
5
KB
G
TI
N
66
9
JA
TE
BA JA
176
149
145
116
16
R
K
I D
EP
O
S
R O
KA BE
G BO
D N
BA
14
45
G
N
UN
TE
N
LI
5
BA
A R TE M A SU
BA
13
63
JA
122
109 1
Sumber: Litbang LBH Jakarta
LBH Jakarta membatasi dirinya untuk melakukan pemberian bantuan hukum di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, LBH Jakarta tidak dapat mencegah pengadu yang datang dari wilayah diluar Jabodetabek yaitu yang berasal dari Sumatera, Bali, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan Papua yang secara keseluruhan sebesar 176 pengaduan atau hampir 17% dari keseluruhan pengadu. Terdapat 2 pengadu tanpa keterangan wilayah.
13
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Sepanjang tahun 2009, menerima pengadu tertinggi dari wilayah Jakarta 651 pengaduan atau sebesar 61%. Bagi pengadu di luar wilayah LBH Jakarta, tindak lanjut dilakukan dengan melibatkan jaringan LBH yang berada di wilayah terdekat dengan tempat tinggal pengadu. C. 5. Jenis Kelamin Pengadu
T AB E L 13 P eng adu B erdas arkan J enis K elamin
428 40%
633 60%
P erem pua n
L a ki-la ki
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Bantuan hukum juga dibutuhkan oleh setiap orang tanpa dipengaruhi jenis kelamin. Pengadu laki-laki sebanyak 60% dan pengadu perempuan sebanyak 40%. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan pun menjadi aktor sosial yang aktif dalam mencari keadilan. Menurut Feminist Legal Theory hukum kebanyakan telah gagal memperhitungkan pengalaman dan kekhasan perempuan serta keberagaman yang ada. Keberadaan perempuan kerap tidak diperhitungkan dan karenanya tidak diuntungkan dalam sistem hukum (Byod dan Sheely, 1986). Jumlah pengadu perempuan yang signifikan justru menjadi modalitas awal bagi perempuan untuk memiliki posisi penting dan menjadi agen perubahan sistem hukum. Minimal dalam interaksinya dengan sistem hukum, perempuan mampu menentukan arah penyelesaian kasus sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. D. Pengaduan On Line Pengaduan melalui Internet tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis kasus Penggelapan Warisan Malpraktek Sengketa Tanah Pernikahan BMI Perburuhan Utang-piutang PHK Hak Asuh Anak Ijin Usaha
Jenis Kelamin l l l p p p l p l p l
14
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Pengadu melalui Internet tahun 2009 Perempuan Laki-laki
5 6 11
Catatan 1. Rekapitulasi kasus ini dihitung dari Bulan Desember 2008 - 17 Desember 2009 2. Kasus via email ini dihitung dari bulan juli sampai desember 2009 karena ada pergantian provider internet di LBH Jakarta 3. Identitas lainnya dari klien yang konsultasi via email tidak dapat diketahui.
Untuk pengaduan secara on line terdapat sebelas pengaduan yang masuk melalui web site LBH Jakarta dengan sub klasifikasi kasus yang berbeda beda yang masuk dalam kasus-kasus antara lain Perburuhan, Perdata Umum, Keluarga,Perkotaan Masyarakat Urban (PMU). Pengadu laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan berjumlah 5 orang. Identitas pengadu melalui internet tidak selengkap pengadu yang datang langsung ke kantor LBH Jakarta, karena biasanya pengadu hanya mencantumkan nama dan jenis kasus. Beberapa pengadu menyebutkan tempat tinggal antara lain di Arab Saudi dan Inggris. Para pengadu melalui internet berkorespondensi dengan LBH Jakarta melalui surat elektronik. Beberapa di antaranya mengetahui alamat elektronik LBH Jakarta melalui kerabat maupun pencarian di internet.
15
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB II POLA PELANGGARAN HAK A. Hak atas Pekerjaan “ Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak atas kebebasan memilih pekerjaan, berhak atas syarat – syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran “ ( Pasal 23 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ) Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Pekerjaan yang ditangani LBH Jakarta pada tahun 2009 No
1
2
3
KASUS Korban1 Pekerja PT. FP (73 orang)
DR
Pelaku PT. FP
PT. SI
Posisi Kasus Singkat
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
PHK massal terhadap 73 orang, berawal dari perselisihan kepentingan (kenaikan upah berkala) yang direspon oleh pengusaha dengan merumahkan yang berlanjut dengan PHK dengan alasan merugi selama 2 tahun berturut-turut.
Gugat ke PHI
Pada masa pengobatan, Perusahaan menjanjikan pengangkatan menjadi pekerja tetap. Setelah kembali bekerja malah dinyatakan kontrak kerjanya telah berakhir.
Pengumpulan bukti.
Melaporkan ke pengawasan Disnaker Serang
Kondisi terakhir
hambatan
Menunggu panggilan sidang di PHI
- Pengurus yang aktif sangat sedikit. - Pemberi kuasa ada yang sudah pindah ke luar Serang (surat kuasa)
Melaporkan ke Komnas HAM
Bekerjasama dengan LBH Apik & KPKB Tripartit (perselisihan PHK).
- Pelaporan ke ke Kepolisian - Investigasi mengenai mesin Sakamto. - Desak pengawasan agar segera mengeluarkan nota pengawas.
Sulit bertemu dengan saksi
Kien tidak terbuka pada LBH Jakarta.
Pedagang Keramik Rawasari
Pemda DKI Jakarta, Camat Cempaka Putih, Walikota Jakarta Pusat, Gubernur DKI
Penggusuran paksa dan sewenang-wenang terhadap pedagang keramik sekalipun status tanah tersebut belum jelas dan masih berada dalam proses hukum.
Audiensi (pendampingan ke Komnas HAM)
- Komnas HAM sedang melakukan penyelidikan atas status tanah (meminta keterangan dari BPN) - Klien tidak menghubungi lagi
4
BR
RSCM
Bd menjadi CPNS Depkes sejak April 2005. Namun akibat adanya laporan bahwa Bd menerima uang untuk mengurus formasi CPNS untuk beberapa rekannya ia harus melalui proses pemeriksaan terkait tuduhan itu sejak 4 April 2006. saat ini proses berada di Irjen IV Depkes. Namun sejak November 2008 belum dikeluarkan putusan atas tuduhan itu.
- Mediasi, - korespondensi.
Depkes belum memberikan balasan atas surat LBH Jakarta
5
YS
Sb
Pada tahun 2004, YS direkrut menjadi Buruh migran oleh Calo yang bernama Sb, ia
1
-
Berjaringan dengan SBMI melakukan investigasi
Polisi masih Klien tidak menganalisa delik menyampaikan secara yang akan dikenakan lengkap kronologi
Inisial dan jumlah orang
16
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] diberangkatkan ke Malaysia saat masih berumur 15 tahun. Biaya pemberangkatan ditalangi oleh Sb dengan konsekuensi gaji Yl akan dipotong 6 bulan. Sepulang di Indonesia, Yl diminta Sb untuk membayar biaya pemberangkatan. Agar dapat melmenuhi permintaan Sb, Yl berangkat lagi ke Malaysia pada Mei 2006. September 2008, Yl kembali ditagih oleh Sb untuk membayar uang sebesar 3 juta rupiah. Karena tidak punya uang maka surat tanah keluarga Yl ditahan oleh Sb.
-
Pembuatan LO Somasi Pendampingan Korespondensi
6
RF, dkk.
PEC
Klien bekerja selama 2 tahun. Klien tidak pernah diberikan THR dan kenaikan upah.
Konsultasi via email.
7
IT
BPK Pnb i
Bekerja di BPK Pnb Nasional plus sejak Juni 2009, surat perjanjian kerjanya: PKWT (12bln). September 2009 diputus kontrak kerjanya secara sepihak oleh pihak sekolah tanpa alasan yang jelas dan terjadi pemaksaan penandatanganan surat pemutusan kontrak kerja, tetapi klien menolak.
Korespondensi dengan pihak lawan untuk klarifikasi
8
ES, dkk. (12 orang)
9
10
11
1. Drs. F MM 2. Yayasan WU
pada Sb.
CO (diskusi buruh)
kasus.
-
Letak yang jauh
Tahun 2004, ES, dkk di PHK, namun Yayasan menolak memPHK dan tidak mengakui hubungan kerja dengan klien.
MU, dkk anggota SPCI Mangga Dua (8 orang),
PT.CI
Setelah menjadi Pegawai Tetap dan nyaman bekerja di PT CI Mangga Dua, Tiba-tiba dimutasi ke PT.CI Pluit Mall yang sangat jauh lokasinya dari tempat Tinggal yang bersangkutan, selain tanpa pertimbangan Lokasi, salah satu yang dimutasi sedang Hamil, Surat Mutasi diberikan dengan Bahasa Inggris, dan Dengan tanpa dialog dan diskusi terlebih dahulu.
- Bipartit - Mediasi d Disnaker Propinsi - Gugatan Ke PHI
Gugatan pertama diCabut, dan akan memasukkan gugatan Baru
Sy, dkk (18 Orang)
PT.Mtr
Sy. CH, dkk., (pekerja), Telah bekerja di PT. MSW dengan masa kerja bervariasi 5 – 32 tahun, telah lebih 2 (dua) tahun pembayaran upah dan/atau honor yang dibayarkan dengan cara dicicil 4x (empat kali) dalam sebulan dan hanya memberikan upah kepada Sdr. Sy. CH, dkk hanya 25 % dari upah sebenarnya. Semakin lama jumlah cicilan atas upah dan/atau honor perbulan semakin mengecil, sejak November 2007 hingga bulan May 2009.
- Membentuk Serikat Pekerja - Mediasi dengan Perusahaan - Melaporkan Ke Pengawasan
Setelah dimediasikan, perusahaan Berjanji akan memenuhi dan mengganti Hutang dan memberikan Pesangon, tapi kepada Beberapa orang yang bermasalah karena dianggap menggelapkan, perusahaan tidak memberikan kompensasi tersebut.
SA (1 orang)
PT. OD
Bekerja di PT.OD, bekerja tanpa Perjanjian Kerja dan Jamsostek. pada 12 Juni 2008
- Mediasi Bipartit - Pengaduan Ke Pengawasan
Mediasi Bipartit I gagal, dan reschedule
Ada Ancaman Skorsing
Ada hal yang tidak disampaikan oleh Klien, dan ketika di Mediasi terungkap.
17
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] mengundurkan diri. Setelah 2 minggu Pihak OD mengaku mengalami kerugian stock opname. 12
SK dkk (4 orang)
KFC
Pihak Perusahaan mengakui bahwa klien tidak bersalah, namun tetap menolak mempekerjakan pekerja kembali
Mediasi
Mediasi tidak ditindaklanjuti disnaker karena pengusaha tidak hadir
-
13
BD (1 orang)
KWI
klien merupakan pegawai tetap KWI sejak 25 September 2001, sekitar bulan Desember 2008 yang bersangkutan telah difitnah dan dituduh melakukan Perbuatan asusila dengan Saudara Ts, yang merupakan sepupu dari Sdri. BD. Tuduhan berasal dari Saudari Mm Maryan dengan mengirimkan email ke beberapa orang di Kantor Konferensi Wali-Gereja Indonesia. Akibat fitnah ini, Saudari BD dipaksa mengaku dan mengundurkan diri dari Kantor KWI oleh Rm. Lks dan Rm. Sgt, dan jika tidak mengundurkan diri diancam tidak akan mendapatkan apaapa. Akhirnya sdri. BD mengirimkan Surat Pengunduran diri dari KWI pada tanggal 16 Februari 2009. Dan keluarlah surat pemberhentian dengan sejumlah kompensasi.
Korespondensi surat berupa Protes dan Klarifikasi Ke Konferensi Wali Gereja.
KWI memberikan klarifikasi
-
14
CKD (1 orang)
PT. DC
Klien bekerja tanpa ada perjanjian tertulis dan Kejelasan status, tiba-tiba di mutasi ke Surabaya, tanpa alasan yang jelas.
- Mediasi - Somasi - Pengaduan Ke Pengawasan
Klien tidak melanjutkan kasusnya lagi
15
SPCI (2 orang)
PT. CI
Dua orang pekerja PT.CI di PHK sepihak oleh perusahaan karena PKWT dianggap telah habis. Bipartit perselisihan hak, di tripartit ternyata menjadi perselisihan kepentingan, di PHI menjadi gugatan PHK.. PKWT batal demi hukum sesuai kepmen 233 tahun 2003 dan Pasal 59 ayat 1 dan 2 UUK
Konsolidasi dengan pihak SPCI apakah akan mengajukan kasasi atau tidak, karena PHI menyetujui PHK yang dilakukan perusahaan namun menyetujui bahwa status klien adalah PKWTT dan menghukum perusahaan agar membayar uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak sehingga lebih besar dari kesanggupan perusahaan sebelumnya.
Tuntutan PHK perusahaan terhadap klien disetujui oleh hakim. Padahal hakim menyetujui PKWT berubah menjadi PKWT. PHK hanya karena hubungan harmonis tidak dapat diwujudkan lagi
Perspektif hakim yang memudahkan masalah, jika terjadi perselisihan maka sulit terjadi hubungan industrial yang harmonis.
16
Warga Kebun Sayur Ciracas (1000 orang)
Perum PPD
Warga menempati lahan seluas 7,5 ha sudah sejak 5 hingga 15 tahun. PPD mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dan
Korespondensi Surat - Meminta Dirut PPD untuk mengadakan musyawarah dengan
Warga masih siaga 1menghadang penggusuran dengan membuat jadual piket jaga,
- Sebagian kecil warga tidak mau bergabung - Lemahnya Mobilitas warga
18
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] rencananya akan di jadikan pool bus dimana pool di cawang akan dijual untuk membayar pesangon 2300 karyawan. Warga adalah petani yang terancam tergusur
warga, - Permohonan mediasi ke-2 Meminta Meneg BUMN mengadakan mediasi mempertemukan kedua belah pihak - Meminta kejelasan status dan riwayat tanah ke BPN Jaktim; - Memberi Somasi ke PPD agar tidak melakukan penggusuran, pengrusakan dan intimidasi serta kekerasan terhadap warga; Aksi: - ke meneg BUMN hearing dan meminta meneg BUMN untuk mengadakan mediasi - ke DPRD: DPRD telah mengirim surat ke Dirut PPD menunda pelaksanaan penggusuran - warga aksi menghadang rencana penggusuran tanggal 10 dan 18 oktober (limit waktu pengosongan menurut SP II dan SP III PPD) Korespondensi surat meminta perusahaan memenuhi hak atas pekerja dan melakukan perundingan
dan rencana aksi pada senin 26 Okt. 2009 ke Meneg BUMN, Istana, dan Komnas HAM
17
Bsk (1 orang)
HAL
Bsk merupakan buruh kapal pesiar. Dalam perjanjian kerjanya dicantumkan kewajiban perusahaan untuk mengganti biaya transportasi, namun tidak dilakukan.
Perusahaan tidak hadir dalam undangan perundingan
18
M.Tfk (1 orang)
BB
Telah bekerja selama 10 tahun, diangkat sebagai karyawan tetap/PHL. Pada bulan Januari M. Tfk sakit selama 1 bulan, kemudian bekerja lagi. Kurang lebih 17 hari kerja, disuruh stop operasi karena sakit, padahal M. Taufik setelah diperiksa hanya sakit darah tinggi dimana memang dari awal sudah dideritanya.
Bipartit 3 kali Menunggu hasil mediasi
Mediasi/Tripartit
M.Taufik (1 orang)
19
Od dkk (10 orang)
JGS
Od dkk merupakan pekerja tetap PT. Jvt, sudah 8 bulan tidak diberi upah dan di PHK secara sepihak. Perusahaan akan pindah ke Jawa Tengah.
Bipartit 2 kali
Tidak ada kabar lanjutan dari klien
Perusahaan pindah ke jawa tengah
21
SK (8 orang)
Perum pegadaian
SK dkk (6 orang) diterima di Perum Pegadaian sebagai PKWTT lewat seleksi dan telah mengikuti training. Kemudian mengikuti masa percobaan selama tiga bulan, namun ternyata dipekerjakan lebih 3 bulan, yaitu selama 5 bulan dan kemudian di PHK secara sepihak.
Bipartit Mediasi
LBH menarik diri, krn SK dkk ternyata sudah mediasi tanpa sepengetahuan LBH. SK sudah maju ke pengadilan
Klien tidak jujur
19
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
22
23
Warga Kamal Muara (3orang)
PT Mrnd
Warga tersebut memasuki lahan untuk membuat tambak sebagai mata pencaharian sehari-hari.
AG, dkk ( 104 orang)
Pemerintah
AG dkk adalah pegawai honorer dinas kebudayaan selama 10-20 tahun. Sampai saat ini tidak diangkat menjadi PNS, bahkan akan di-outsourcingkan ke pihak ke 3.
Audiensi ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Dalam audiensi, pihak dinas mengatakan bahwa AG adalah Pegawai Harian Lepas bukan honorer, jd tidak bisa diakomodasi oleh PP 48 2005 dan PP 43 2007. Jelas terlihat bahwa tidak masuknya AG sebagai Pegawai Tidak Tetap dan tidak punya kesempatan jadi PNS krn kelalaian Dinas Kebudayaan yang tidak mendaftarkan AG dkk ke BKD pada tahun 2004-2007. Konsolidasi honorer
Belum ada tindak Sulit menemukan lanjut dari celah hukum agar AG diangkat apabila tidak pemerintah dianggap sbg pegawai honorer. Selain it, banyak terdapat kendala teknis administrasi dan anggaran. Tidak semua pegawai mau berjuang, krn ada usia yg sudah lebih 46 tahun dan banyak yg belum punya kesadaran.
pegawai
Membuat LO yg fix. Advokasi kebijakan, krn menpan rencananya akan membuat PP baru tentang tenaga honorer. Audiensi ke Komnasham.
24
25
IH (60 orang)
AS (PT SPM)
PT. DPM
PT. Prn
Idr, dkk (60 orang) melamar ke perusahaan penyalur tenaga kerja (PT. DPM), namun hanya dijanji-janjikan akan dipekerjakan. Diduga perusahaan tersebut adalah fiktif dan memang ingin menipu, karena setelah di cross check ke beberapa perusahaan, karena PT. DPM tidak dikenali oleh perusahaan yg diklaim telah bekerjasama dengannya. PT. DPM jg kemudian berpindah tempat dan berubah nama.
PT. DPM memang telah berganti nama dan berpindah tempat. Sudah ada yg melaporkan ke polsek, namun ditolak. Selain itu ada yang melaporkan ke Polda namun polda menganjurkan berdamai.
AS dkk adalah supir PT Prm dimana ia dkk bekerja dibawah UMP, dan tidak ada perjanjian kerja, dan
Mengajukan somasi ke PT Parani kemudian dilakukan bipatrit dan gagal.
Konsolidasi korban penipuan.
Korban tidak terkonsolidasi.
Laporan ke Polda Metro Jaya
Polisi berpihak ke perusahaan. Pelaku tidak jelas dimana.
LBH berencana akan mendampingi laporan penipuan, namun sampai saat ini Idr dkk belum menghubungi kembali dan belum tahu kapan laporan akan diajukan. Mendesak Pengawasan dan Polda untuk melanjutkan penyidikan.
Penyidikan di Polda terhambat karena penyidik kurang capable. Tidak ada saksi ahli.
20
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] Permohonan pengawasan ke Pengawasan Sudinakertrans Jakarta Utara dan sedang dilakukan penyidikan.
Mengajukan saksi ahli ke Polda Metro Jaya.
Melaporkan PT Parani ke Polda Metrojaya karena melanggar tindak pidana ketenagakerjaan dan sedang dilakukan penyidikan. Agt dilaporkan ke Polres Jakarta utara karena menggelapkan uang serikat pekerja. 25
EA, Ys dan Mch (tiga orang)
PT. KHM
EA, Ys, dan Mch adalah buruh PT KHM. Mereka diberhentikan sepihak karena perusahaan mewajibkan buruh harus memiliki motor untuk distribusi barang. Selain itu terdapat pelanggaran hak normative seperti upah di bawah UMR, tidak diberikan surat pengangkatan, dan tidak ada cuti tahunan
Mengajukan gugatan PHI
Dirjen Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Deplu kemudian memanggil AS untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pokok perkara dan pada pertemuan tersebut LBH meminta agar Mr. Byn dan kedutaan Korea ditegur oleh Deplu. Kemudian agar terdapat perbaikan sistem ketenagakerjaan di kedubes asing. Deplu menjanjikan akan mengirim surat teguran ke Dubes Korea. Yayasan mengeluarkan somasi agar Hyn, dkk mengosongkan gedung yayasan. Kemudian LBH menjawab dengan somasi terbuka.
26
AS
Mr. Byn
Ap adalah supir pribadi dari konsuler kedutaan Korea Selatan (Mr. Byn), diberhentikan dari pekerjaannya.
29
Hyn dkk (80 KK)
Yayasan SHK
Yayasan mendirikan SHK didirikan pada tahun 1975 dengan maksud membangun kelompok penyandang cacat (Hyn, dkk) agar mampu mandiri dan menjadi manusia berkualitas.
Putusan terhadap Gugatan Evi Alfiani DKK ditolak.. EA dkk mengajukan kasasi dan sedang menunggu putusan kasasi
Bukti kurang. Saksi tidak dapat dihadirkan ke persidangan.
Menunggu teguran dari Deplu.
Hyn dkk dipindahkan dari gedung dan mendapatkan kompensasi
Hyn,dkk dan LBH kemudian ke Komnasham dan dipertemukan dengan lawyer Yayasan. Komnasham kemudian memerintahkan agar pengosongan ditunda selama dua bulan untuk selanjutnya dapat berkoordinasi dengan yayasan dan menpera. Mengajukan gugatan
21
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] dan selesai dalam proses mediasi di mana para pihak tercapai kesepakatan perdamaian antara Penca dengan YHK dengan ketentuan pemberian uang sebesar 3 milyar rupiah dan limit waktu pengosongan gedung selama 6 bulan. 30
31
CW
Az, dkk
PT. OCS
PT. GJ
CW telah memenangkan perselisihan hubungan industrialnya dengan PT. OCS melalui putusan P4D dan P4P. Namun sampai sekarang putusan tersebut tidak dapat dieksekusi karena objek eksekusi diklaim oleh pihak lain dan PN Pusat tidak tegas dalam eksekusi tersebut. CW jg selalu dipersulit dalam mengurus eksekusi kasusnya.
LBH Jakarta telah dua kali mengirimkan surat protes ke PN Jakarta Pusat terkait eksekusi tersebut, namun tidak ada tangggapan.
Az dkk adalah ABK pada kapal penangkap ikan berbendera Taiwan bernama M.V Bln.yang diberangkatkan oleh PT.GJ.Sejak bekerja pada kapal tersebut,Az dkk sering mengalami tindak kekerasan fisik/penganiayaan yang dilakukan oleh Fishing/chief officer kapal M.V Bln.
Hasil perundingan mediasi tgl 21 Juli 2009 yakni pihak perusahaan telah mengembalikan dokumen –dokumen asli milik Az dkk.
32
Buruh PT. Slnd
PT. Slnd
Buruh PT. Slnd melakukan aksi mogok kerja dgn tuntutan perubahan upah sesuai dgn UMK. Kemudian pihak perusahaan telah merumahkan dan menskorsing beberapa pengurus Serikat Buruh tanpa alasan yg jelas.
33
Pengurus KJ dan Drs. AW
PT. KJ
Pengurus PT.KJ beserta Drs. AW diduga telah melakukan penggelapan uang sebesar Rp. 400.000,000,- dalam rangka melakukan negosiasi penyelesaian Hutang pokok, penghapusan hutang bunga dan denda kredit PT.KJ di Bank
Protes tersebut jg ditembuskan ke ombudsman.
Menunggu balasan dari PN Pusat. Diharapkan bisa mendampingi Bpk. CW langsung ke PN Pusat krn berkaitan dengan kesejahteraan hidup buruh.
Bpk. CW berulangkali ke PN Pusat untuk mengurus eksekusi, namun birokrasi berbelit-belit.
hasil perundingan mediasi tgl 03 Agustus 2009 yakni pihak perusahan telah membayarkan upah Az dkk sebesar US$ 300 ( 2 bulan upah ). Dengan telah dilakukannya proses mediasi tahap II yakni pembayaran upah maka, kedua pihak sepakat tidak akan melanjutkan proses hukum / kasus ditutup . Bahwa pihak Disnaker Kota Tangerang telah mengeluarkan surat mengenai kewajiban perusahaan membayar upah sesuai dengan UMK dan Kebebasan Berserikat kepada PT. Sulindafin.
Kasus selesai di tingkat mediasi
Melakukan pertemuan dengan pihak Komisi B DPRD kota Tangerang.dan Disnaker kota Tangerang pada hari selasa tgl 30 Juni 2009 di DPRD kota Tangerang Membuat legal opinion.
22
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
34
35
36
37
38
Ad dan Rth
PT. RIEC
Bukopin. Bahwa Ad dan Rth bekerja pada PT. RIEC sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris full time dengan jabatan Academia Officer sejak bulan MEI dan Agustus 2008..dalam beberapa kelas mengajar sejak bulan Januari – Maret 2009, Ad dan Rth belum mendapatkan honor dan tunjangan transportasi yang mestinya diperoleh.
Pihak perusahaan telah membayarkan upah dengan cara mencicil dengan alasan perusahaan sedang tidak mempunyai uang.
memberikan surat somasi kepada pihak perusahaan agar segera membayar upah yang belum dibayar mengimkan surat undangan musyawara bipartit kepada pihak perusahaan.
RS (24 orang)
PT. ILS
Sebanyak 24 mantan karyawan PT. ILS belum mendapatkan upah selama 4 bulan yakni September 2008-Desember 2008. sebelum masa kerja berakhir.
Memberikan konsultasi dan melengkapi dokumen
Pengumpulan dokumen
KJ (25 orang)
PT. GKJ
Sebanyak 25 orang karyawan PT.GKJ yang berstatus sebagai kurir tidak dibayarkan upahnya terhitung sejak bulan Mei 2009 sampai dengan bulan Juni 2009. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi yang dikeluarkan pihak perusahaan tertanggal 10 Juli 2009, seluruh karyawan yang berstatus sebagai kurir dirumahkan dengan waktu yang tidak ditentukan.
Mengirimkan surat somasi kepada perusahaan.
Sudah ada kesepakatan antara buruh dan pengusaha melalui musyarawag
LH
PT. Pndl
LH adalah pekerja di PT. Pndl dikenakan Skorsing oleh pihak perusahaan dgn alasan telah melakukan provokasi kepada sesama pekerja. Selama perusahaan melakukan skorsing Lukman Hakim tidak pernah dibayar upahnya.
Membuat legal opinion
Belum ada tindak lanjut
Warga papanggo, Jakarta Utara
Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Utara, Sudin Trantib, Camat Tanjung Priok, Lurah Papanggo Jakarta Utara
Dalam penggusuran yang dilakukan melalui surat perintah bongkar dan peta pemagaran yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, para warga papanggo telah kehilangan pekerjaannya yang kesehariannya sebagai petani
Melakukan pertemuan dengan pengurus SPK Pindodeli , Lukman hakim dan pengurus FSPEK Kasbi di Karawang. Berkoordinasi dengan KASBI dan melaporkan ke pengawasan Korespondensi Komnas HAM, DPRD Jakarta Utara;
Proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Mengajukan gugatan class action PMH ke PN Jakarta Utara; Mempersiapkan ahli dari Komnas HAM RI; Mempersipkan ahli dari hukum Pertanahan untuk persidangan.
39
MAD (SPN SERANG) (1 orang)
PT. FPT
Buruh melakukan protes mengenai PHK yang dilakukan perusahaan. Aksi tersebut diresponi perusahaan dengan menuduh ketua serikat pekerja yaitu Maya Agung melakukan penggelapan uang. Klien diberhentikan secara sepihak.
Pemeriksaan gugatan PHI yang diajukan klien
Beberapa orang supir dan awak
- mereka datang,
Menunggu putusan PHI
40
23
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] MB
Perusahaan AMB
bis milik AMB i datang ke LBH Jakarta untuk meminta bantuan hukum karena ketdakjelasan upah yang mereka terima. Beberapa kali ketemu, LBH Jakarta meminta mereka untuk aktif datang dan membentuk serikat.
namun tidak hingga saat ini belum kembali lagi.
Hmw
PT. STK
Hmw bekerja sebagai security. Ia dituduh melakukan pencurian kemudian di PHK. Proses PHI di lakukan. Terakhir putusan PHI keluar dengan memenangkan Hmw. Kemudian perusahaan Kasasi.
Gugatan Klien dikabulkan oleh PHI, klien bertindak sebagai ghost lawyer.
GG
PT. DKB
Gt adalah ketua serikat pekerja galangan kapal yang diadukan oleh direktur utama ke POLDA atas tuduhan Pencemaran nama baik. Awalnya gatot mengadukan direkturnya ke Meneg BUMN karena lima hal salah satunya adalah permainan judi golf yang dilakukan di Kantor. Gt juga di PHK perusahaan.
Pendampingan di Polda Metro Jaya
Adalah pekerja di Pull Taksi Prs & Spk. Yang sudah bekerja sejak tahun 1988.Bahwa Perusahaan pada tahun 2005 mengeluarkan kebijakan secara lisan yaitu apabila taksi tidak beroperasi maka pekerja Sdr. Shm tidak mendapatkan upah.Apabila menolak maka dianggap berhenti oleh pihak perusahaan.
- mengajukan permohonan pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI No. 422 K/PHI/2007
DU
DU Dkk (6 orang ) bekerja pada koperasi Gatra kemudian di PHK dengan hanya diberikan uang tanda terima kasih yang tidak sesuai dengan masa kerja yakni selama 5 tahun.,kemudian dialihkan ke PT. AIUI dgn posisi yg sama.tapi masa kerja 5 tahun pada Koperasi Gatra tidak dihitung..Bahwa pada tanggal 6 Agustus 2004 DU dkk telah di PHK secara sepihak dan tanpa adanya surat PHK oleh perusahaan dgn alasan karena dianggap melakukan mogok kerja.
- Mengajukan permohonan Pelaksanaan sita Eksekusi atas Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah DKI Jakarta
- Bipartit
BS
Bahwa sdr. BS diberhentikan dengan tidak hormat dari pekerjaannya oleh pimpinan CA, atas kejadian tersebut sdr. Bambang setiadji gajinya dibayar hanya sampai bulan desember padahal menurut kontrak kerja sdr. BS bekerja terhitung sampai dengan bulan april.
41 Menunggu putusan kasasi
42
43
Shm
Taksi Prs i
- Menunggu surat penetapan mengenai pelaksanaan sita eksekusi
44 PT. AUI
45
CA
- Menunggu pertemuan bipartit berikutnya
24
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] 46
Sdr. Ids dkk
Inkopal
47
MA PT. NM
48.
Bahwa pekerja Ids bekerja di perusahaan induk koperasi TNI AL dengan cara melamar dan melalui proses seleksi serta dengan keputusan pengangkatan menjadi karyawan SPBU yang mana sebagian dari mereka SK pengangkatannya hilang. Bahwa pada tahun 1995 SPBU tersebut dikelola atau dikontrakkan kepada Bp. M. Ids dalimunthe selama kurang lebih 12 tahun, setelah itu bahwa pada tahun 2005 BP. M. Ids dalimunthe meninggal dunia dan pengelolaan SPBU digantikan oleh istrinya ibu Rsl sebagai ketua unit dan kurang lebih 2 tahun dikelola oleh ibu roslina SPBU mengalami bangkrut. Bahwa setelah itu Ids dkk untuk sementara dirumahkan, selama dirumahkan idris dkk menerima gaji rp. 240.000/bln selama 5 bulan terhitung dari bulan april hingga oktober tahun 2007. bahwa selepas dari bulan oktober 2007 sdr. Ids dkk tidak lagi menerima gaji. Pada tahun 2009, MA 5 (lima) kali dirawat karena sakit Diabetes. Perusahaan tidak memberikan Hak Ansori yakni jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai ketentuan UU. Perusahaan baru akan memenuhi hak tersebut jika Asr mau dipensiunkan dini. AH merupakan pegawai PT. AMI dg status PKWT. Kemudian terdapat pengakhiran sepihak oleh PT. AM. Kemudian dibuat perjanjian Bersama. Namun perjanjian mengenai uang kompensasi tidak dilaksanakan.
- Bipartit - Tripartit
- Disnaker sudah mengeluarkan anjuran
-
Membuat legal opion
Yayasan mengeluarkan somasi agar penca mengosongkan gedung yayasan. Kemudian LBH menjawab dengan somasi terbuka. Penca dan LBH kemudian ke Komnasham dan dipertemukan dengan lawyer Yayasan.
AH
PT. AM
Komnasham kemudian memerintahkan agar pengosongan ditunda selama dua bulan untuk selanjutnya dapat berkoordinasi dengan yayasan dan menpera. Sidang pertama tanggal 1 Juli 2009
Upaya melibatkan pihak pemerintah diantaranya KOMNAS HAM, Dinsos Prov.DKI Jakarta, Menkokesra, Depsos, Menpera, Depnaker, telah dilaksanakan Penca dan LBH ke KOMNAS HAM pada tanggal 29 juni 2009
Litigasi sudah kalah. Penca sudah terpecah. Pada sidang pertama,para penca selaku tergugat sebanyak 73 orang datang ke PN JakPus.tetapi sebagian tidak diijinkan masuk oleh penjaga keamanan dikarenakan alasan mereka tidak berpakaian rapi tgl 14 Agts 2009, diadakan mediasi antara Penca / ( kuasa hukum ) dan kuasa hukum YHK.di Dinsos DKI Jakarta.
Tgl 14 Agustus 2009 tercapai kesepakatan perdamaian antara Penca dengan YHK dengan ketentuan pemberian uang
25
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] sebesar 3 milyar rupiah dan limit waktu pengosongan gedung selama 6 bulan. 49.
EA, Ys dan Mch (tiga orang)
PT. KMH
50.
BE.dkk (11 orang)
PT. BSM
Ev, Ys, dan Mch adalah buruh PT KMB. Mereka diberhentikan sepihak karena perusahaan mewajibkan buruh harus memiliki motor untuk distribusi barang. Selain it terdapat pelanggaran hak normative seperti upah di bawah UMR, tidak diberikan surat pengangkatan, dan tidak ada cuti tahunan.
Mengajukan gugatan PHI
Pengusaha melakukan PHK kepada seluruh karyawan secara sepihak pd tgl.7 Sep 2009 tanpa adanya surat teguran atau pemberitahuan terlebih dulu. Pengusaha juga melakukan lock out tidak sah tanpa adanya perundingan lebih dulu, dan barang-barang pribadi para karyawan masih berada di dalam kantor yang ditutup.
Mediasi
Buruh melakukan kasasi
Bukti kurang. Saksi tidak dapat dihadirkan ke persidangan.
Sumber: litbang LBH Jakarta
Pada tahun 2009, sekurangnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendapat pengaduan sebanyak 50 (lima puluh) kasus ditambah dengan kasus – kasus lainnya yang masih ditangani yang masuk pada tahun – tahun sebelumnya yang berdimensi hak atas pekerjaan. Dari jumlah tersebut, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menjadi kasus yang paling sering dilaporkan oleh buruh kepada LBH Jakarta, disamping kasus - kasus lainnya. Dalam kasus perburuhan, selain perselisihan pemutusan hubungan kerja, permasalahan pelanggaran hak – hak normatif juga menjadi perselisihan yang sering dilaporkan oleh kalangan buruh, seperti pelanggaran upah, outsourcing, dan lain – lainnya. Untuk pemutusan hubungan kerja, pola – pola pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap buruhnya, masih memakai pola – pola yang lama. Yaitu mulai dari pelanggaran perjanjian kerja, mutasi, skorsing, dan pemaksaan untuk mengundurkan diri. Kasus yang menimpa 2 buruh PT. CI, merupakan salah satu kasus pemutusan hubungan kerja dengan melalui pelanggaran kontrak. Pengusaha PT. CI memutus kontrak pekerja begitu saja, padahal pekerja telah dikontrak lebih dari 3 kali berturut – turut, padahal kalau melihat dari ketentuan Pasal 59 ayat (4) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka maksimal pekerja diperpanjang kontraknya adalah 2 kali. “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”. Dan akibat dari pelanggaran ini adalah, maka demi hukum hubungan kontrak itu beralih menjadi hubungan tetap (Pasal 59 ayat (6) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Selain itu, mutasi juga sering di berikan kepada pekerja yang terkenal aktif diperusahaan, mereka dimutasi ditempat lain yang jauh, dengan harapan mereka tidak dapat lagi mengganggu pengusaha, ini
26
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
terjadi pada 5 orang pekerja dari SP AP I, yang dimutasi dari Kantor Jakarta ke kantor – kantor lainnya yang ada di wilayah Indonesia. Permasalahan dari mutasi tersebut, apabila pekerja menolaknya, maka dapat dikatagorikan sebagai pengunduran diri. Namun, yang patut dicatat dalam tahun 2009 adalah mengenai cara penyelesaian terhadap kasus – kasus perburuhan. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang diharapkan dapat menyelesaikan kasus – kasus perburuhan ternyata tidak se-efektif yang selama ini dijargonkan oleh pemerintah. PHI tidak menjamin penegakan terhadap hak atas pekerjaan.
Aksi Buruh Memperingati Hari Buruh Sedunia
Ketika buruh memilih mekanisme PHI, maka buruh akan terjebak dalam proses formalisme yang justru mempersulit buruh mendapatkan haknya, belum lagi PHI sangat lama memberikan keputusan hukum yang tetap. Sebagaimana mekanisme hukum perdata, untuk jenis – jenis perselisihan tertentu (PHK dan Hak), maka memungkinkan bagi pengusaha untuk menempuh Kasasi bahkan Peninjauan Kembali. Belum lagi ketika suatu keputusan sudah memiliki keputusan hukum tetap, maka buruh harus mengaju-
kan permohonan eksekusi, ini terjadi dalam kasus buruh PT. IM, buruh PT. Grf, dan Pak Shr (buruh Pool Taxi Prs & Spk). Kondisi ini diperparah dengan semakin tidak berfungsinya Pengawasan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Padahal yang paling penting dalam hak atas pekerjaan ini adalah hak mendapatkan perlindungan dalam pekerjaan, yaitu hak untuk tidak dipecat secara semena – mena atau tidak adil. Dan negara sebagai bentuk perlindungannya adalah menciptakan sebuah sistem nasional (peraturan perundang – undangan) yang melindungi hak ini, bukan menciptakan sistem yang kompromis atau yang mempermudah buruh kehilangan pekerjaannya, seperti yang sekarang ada dalam sistem penyelesain perselisihan hubungan industrial (UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). Masalah yang lebih pelik pasca di undangkannya PPHI adalah tentang putusan – putusan yang dikeluarkan oleh Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P). Banyak putusan P4P yang tidak bisa dieksekusi (non executable). Kami mencatat sedikitnya ada 2 kasus yang tidak bisa dieksekusi meskipun telah memiliki kekuatan hukum tetap, yaitu kasus Pak Windu, dkk (11 orang) dan buruh PT. MS (1400 orang). Khusus kasus buruh PT. MS adalah cermin bahwa pemerintah tidak melakukan harmonisasi antara mekanisme penyelesaian kasus perburuhan yang lama dengan yang baru. Buruh PT. MS dikalahkan di tingkat P4P, kemudian mereka banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan kembali dikalahkan. Selanjutnya mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan MA memenangkan kasasi buruh. 27
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Di sini letak masalahnya, karena yang menjadi objek sengketa adalah putusan P4P, dimana P4P adalah sebuah lembaga negara yang bersifat adminstratif, maka MA membatalkan putusan P4P, dan memerintahkan agar P4P membuat keputusan baru. Masalahnya adalah P4P telah bubar sejak Pengadilan Hubungan Industrial didirikan (16 Januari 2006), dan pemerintah tidak menunjuk lembaga pengganti P4P, padahal masih banyak kasus – kasus buruh yang dibawah kendali P4P. Bahwa kami melihat, akan masalah dari lemahnya penegakkan hak atas pekerjaan adalah terletak diregulasi yang lemah, yang bersifat negosiatif dan kompromis, sehingga hak – hak buruh yang sebenarnya mutlak harus diberikan menjadi sesuatu hak yang dapat ditawar, dan kondisi inilah yang membuat posisi tawar buruh selalu berada dikondisi yang lemah, akibat tekanan, baik itu tekanan pengusaha dan tekanan pemerintah melalui regulasinya yang tidak pro buruh. B. Hak atas Kebebasan Berserikat “ Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat – serikat pekerja untuk melindungi kepentingan. “ ( Pasal 23 ayat (4) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia )
Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Kebebasan Berserikat ditangani LBH Jakarta pada 2009 No
KASUS Korban
Posisi Kasus Singkat Pelaku
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
Kondisi terakhir
Hambatan
1.
Pekerja PT. FP (73 orang)
PT. FP,
PHK karena buruh menuntut kenaikan upah berkala. PHK dilakukan pertama-tama terhadap para pengurus serikat, selain itu pengusaha juga melakukan kriminalisasi terhadap salah satu pengurus.
Mengajukan banding atas putusan pengadilan negeri serang yang menjatuhkan pidana terhadap pengurus
Menunggu putusan banding
Hakim tidak memiliki pemahaman tentang anti serikat
2.
IS
GM Hotel GM
In adalah mantan Ketua FSPM Hotel GM. Ia dituduh menggelapkan dana Serikat Pekerja oleh Manajemen Hotel GM.
Mendampingi BAP di POLDA Metro Jaya
Menunggu SP3
Klien Tidak bergerak Cepat dengan memberikan data kepada Penyidik POLDA Metro
3.
MU, dkk anggota SPCI (8 orang),
Carrefour
Klien secara bersamasama menolak mutasi, dan karenanya dikenakakan SP 2, SP 3, dan diancam di skorsing apabila tidak mengajukan gugatan ke PHI.
Serikat buruh melakukan aksi di PT.CI pusat
-
Aparat keamanan melrang serikat melakukan aksi
4.
Buruh Progressip PT.Lmd (150 orang)
PT. Lmd
Karena hak normatif buruh tidak terpenuhi, serikat buruh melakukan mogok kerja dan dibalas mengenakan Surat Peringatan ketiga dan dengan lock out dengan perusahaan.
Melakukan perundingan dengan perusahaan
Upah sesuai UMK, cuti buruh diberikan, dan serikat diberikan sekretariat oleh perusahaan
Pengusaha berbelit-beli dalam melakukan perundingan
5.
Afn dkk (10 orang)
PT. Mtl dan kepolisian jakarta barat
Afn dkk terancam pidana pemalsuan surat karena salah satu anggota serikat mewakilkan tanda tangan kepada arifin. Hal ini
-
Akan melakukan pendampingan Korespondensi Melaporkan ke Propam Polda
LBH belum melaporkan karena kepolisian belum mulai memproses perkara.
28
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] merupakan tindakan untuk mengkriminalisasi buruh agar bungkam. Didukung oleh Polisi yang selalu membujuk Acu agar melapor pemalsuan surat. 6.
MAD (1 orang)
PT. FPT
Buruh melakukan protes mengenai PHK yang dilakukan perusahaan. Aksi tersebut diresponi perusahaan dengan menuduh ketua serikat pekerja yaitu Maya Agung melakukan penggelapan uang. Padahal penggunaan uang adalah untuk kepentingan advokasi dan telah disetujui oleh rapat koperasi. Akibat tuduhan tersebut, klien diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Serang dan dinyatakan bersalah.
-
Metro Jaya. surat protes mengenai delik yg dikenakan dan proses penyidikan.
Pendampingan pemeriksaan di kepolisian dan di persidangan Melakukan banding dan membuat memori banding.
Tanggal 7 Oktober 2009 putusan telah dijatuhkan dengan pidana 6 bulan penjara dengan masa percobaan 8 bulan. Klien mengajukan banding dan saat ini sedang menunggu putusan banding
Adanya mafia peradilan
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Berbicara akan hak atas kebebasan berserikat tentu bukan hanya hak akan mendirikan serikat atau bergabung dengan serikat saja, namun melekat juga hak untuk menjalankan fungsi serikat termasuk perlindungan terhadap pengurus dan anggota serikat. Pengakuan atas sebuah serikat mutlak harus diakui bukan hanya oleh pemerintah namun juga oleh pengusaha. Namun kenyataannya, banyak serikat yang baru berdiri tidak diakui oleh perusahaan. Bentuk tidak diakui bermacam–macam, mulai tidak memfasilitasi pendirian sekretariat serikat sampai tidak menerima ajakan berunding yang diajukanoleh serikat. Menurut catatan kami, hampir semua kasus mengenai pemutusan hubungan kerja bernuansa anti serikat. Seperti kasus yang dialami oleh Bapak Gatot Gardjito, ketua serikat pekerja PT. DKB, yang di PHK lantaran melaporkan atasanya karena terlibat judi online. Pola yang dipakai pengusaha dalam menghabisi serikat buruh adalah dengan mengkriminalisasi ke aparat kepolisian. Tahun 2009 merupakan tahun kriminalisi terhadap pengurus serikat, sebagaimana terlihat dalam tabel-tabel di bawah ini: No.
NAMA
TUDUHAN
STATUS
PERKEMBANGAN
1.
IJ Pasal 310 & 311 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda Ketua SP Angkasa Pura I Metro Jaya. 2. GG Pasal 310 & 311 KUHP Saksi Masih dalam proses pemeriksaan di Polda Ketua SP DKB Metro Jaya. 3. Ksy Pasal 167 & 310 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda Ketua Serikat Pekerja SBKU Metro Jaya. PT. Istana Magnoliatama 4. MA Pasal 372 & 374 KUHP Terdakwa Di PN. Serang dinyatakan bersalah dan Pengurus DPC Serikat Pekerja dihukum 6 bln penjara dengan masa Nasional Serang percobaan 8 bulan. 5. IS Pasal 372 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda Ex. Ketua FSPM Hotel GM Metro Jaya. Sumber: Litbang LBH Jakarta Catt : Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah, Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Tanah Orang Tanpa Izin Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan Dalam Jabatan
Pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 310, 311 dan 335 (Perbuatan Tak Menyenangkan) merupakan pasal yang biasa digunakan oleh pengusaha untuk menjerat 29
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
para pengurus serikat. Memang setiap warga negara berhak untuk membuat laporan di kepolisian. Namun sikap polisi yang cenderung lebih cepat merespon laporan pengusaha dipandang sebagai keberpihakan aparat negara kepada pemilik modal.
Aksi Serikat Buruh
Lain halnya apabila serikat yang melaporkan ke polisi, seperti yang pernah dilaporkan oleh Serikat Pekerja AP I. Mereka melaporkan Direktur Utama PT. AP I ke polisi karena telah melakukan tindakan anti serikat (Pasal 28 Undang – Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja). Namun, pada bulan Oktober lalu ternyata pihak Polda Metro Jaya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Selain itu, pola melakukan mutasi terhadap pengurus serikat juga kerap dilakukan oleh pengusaha, dengan dalih menyesuaikan kebutuhan perusahaan. Sehingga buruh yang juga merupakan pengurus serikat akan sulit lepas dari argumen tersebut. Ini terjadi bagi 5 orang pengurus pusat Serikat Pekerja AP I, yang dimutasi ke berbagai daerah, padahal mereka sedang mengurus permasalahan Perjanjian Kerja Bersama dengan manajemen. Kami melihat, meskipun pemerintah telah membuat regulasi tentang perlindungan terhadap serikat pekerja melalui Undang – undang No. 21 Tahun 2000, namun saluran penegakkannya masih lemah. Polisi masih gagap ketika menangani kasus–kasus tindakan anti serikat, malah ada beberapa kantor polisi yang langsung menolak mentah – mentah laporan buruh tentang tindakan anti serikat yang dilakukan oleh pengusaha. Polisi menganggap permasalahan serikat pekerja merupakan domain Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Padahal apabila kita melihat dari Pasal 28 dan Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000, jelas bahwa tindakan anti serikat merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara : a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
30
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] Pasal 43 1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Jelas bahwa tindakan anti serikat merupakan bentuk kejahatan, dan dengan begitu polisi mempunyai wewenang untuk menerima laporan buruh dan kemudian melakukan pemeriksaan. Dan kondisi ini kami prediksikan akan tetap sama pada tahun 2010.
C. Hak atas Kesehatan Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Kesehatan ditangani LBH Jakarta pada 2009 No
KASUS
Korban2 1.
NR
Posisi Kasus Singkat
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
Kondisi terakhir
hambatan
Pelaku Dr. M
N berobat kepada Dr. M disalah satu RS di Jakarta. Berdasarkan saran sang dokter, N dioperasi. Namun setelah dioperasi kondisi kesehatan justru semakin memburuk. Terdapat dugaan malpraktek, sbb :
Pendampingan, Mediasi, surat menyurat.
- Klien diobati gratis selama masa perundingan. - Klien memberikan kuasa baru tanpa memberitahu kuasa hukum sebelumnya
1. Keputusan untuk menempuh tindakan operasi hanya melalui proses pemeriksaan sekedarnya dan terburuburu.
- Klien menempuh langkah-langkah tertentu tanpa berkoordinasi dengan LBH. - Memudarnya hubungan saling percaya antar Klien dengan LBH Jakarta (Tom)
2. Pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. 3. Ketika menyatakan tidak mampu lagi mengobati, merujuk pasien bukan kepada tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut, tetapi kepada paranormal.
2.
3.
2
M. A
PT. NM
MA dipaksa oleh perusahaan untuk pensiun dini karena diabetes. MA akhirnya membuat surat pengunduran diri namun ternyata jaminan hanya untuk rawat inap saja, tidak termasuk obat-obatan.
Membuat legal opion
E. S
RS. GS
Pada tahun 1984 ybs mengalami gangguan pendengaran pada telinga
Korespondensi surat somasi dan
Dapat Balasan keterangan dari
Inisial dan jumlah orang
31
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
4.
Ibu Tn
RSC
(4 orang)
kiri dan keluar cairan pada telinga kanan, dan kemudian diperiksa oleh Dr. SS (spesialis THT) si RS. GS, dan di kemudian dioperasi. Namun hasil operasi membuat telinga kiri sdr. E tidak bisa mendengar sama sekali. Kemudian dioperasi sampai dengan tiga kali. 1986, 1987, & 1990. Juni 1990 di PHK dari Pekerjaan. 2001 mengirimkan surat untuk menanyakan dugaan malapraktek. 10 Agustus 2001 Dr. S mengutus Suster NC untuk menandatangani pernyataan. ybs diberikan uang simpati sebesar Rp. 3 juta.
permohonan klarifikasi
Rumah sakit. Dan Pernyataan bahwa ES Tidak akan menuntut lagi.
Ibu Tn memiliki anak yang baru melahirkan. Bayi tidak bisa dibawa pulang karena administrasi belum lengkap, jaminan kesehatan tidak diterima krn tidak ada surat keterangan pindah dan anaknya hamil di luar nikah.
Mendampingii langsung ke RSC untuk mengeluarkan bayi.
Bayi dapat diambil dan administrasi akan dilengkapi kemudian
Administrasi lengkap.
tidak
Ada peraturan bahwa untuk hamil di luar nikah tidak ditanggung jaminan kesehatannya
5. R.M
RS AA
P.R, anak dari Bapak R.M dan ibu HY.menderita diare.Kemudian si anak dibawa ke RS AA, disana ternyata dalam perawatan si anak diberikan susu yang sudah kadaluarsa.
- Mengirimkan surat ke PT. N perihal penegasan kembali ttg keamanan mengkonsumsi susu kadaluarsa - Mengirimkan surat ke Prof Dr. A. F perihal klarifikasi mengenai pernyataan beliau dalam surat tanggapan RS AA terhadap surat bapak R.M
- Pihak N menelepon dan memberikan pernyataan yang sama seperti yg tercantum dalam surat mereka sebelumnya. - Prof. Dr. A.F mengirimkan balasan surat yg intinya mengkonsumsi susu kadaluarsa tidak boleh karena tidak bagus untk kesehatan. - Dalam proses pembuatan gugatan
32
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
C.1. Pengertian Hak Atas Kesehatan Kesehatan dan penyakit berpengaruh besar pada keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri. Perbedaan latar belakang sosial dan pendidikan akan sangat mempengaruhi pemahaman dan pemaknaan atas kedua hal tersebut. Bagi mereka yang miskin dan tidak berpendidikan, kesehatan dimaknai sebagai kondisi tubuh dalam keadaan yang setidaknya dapat menjalani pekerjaan demi keberlangsungan hidup, sedangkan penyakit berarti ketidakberdayaan dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup. Bagi masyarakat yang relatif berpendidikan tinggi, sehat dimaknai tidak lagi sebatas mengenai tubuh namun juga mental, serta kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan kondisi kedua hal tersebut. Sedangkan penyakit dapat dimaknai sebagai ancaman namun juga sekaligus tantangan dan peluang. Benar bahwa penyakit memberikan ancaman nyata pada keberlangsungan hidup, namun juga penyakit dapat diibaratkan sebagai peta harta karun, sekalipun terdapat bahaya yang mengintai namun jika misteri dalam peta berhasil dipecahkan maka akan berubah menjadi lumbung emas yang tak ternilai. Kondisi kekinian juga menunjukan perkembangan yang menarik mengenai perubahan pemahaman atas frasa kesehatan dan penyakit. Istilah “obat kecantikan” yang kian mengakrabi telinga masyarakat secara tidak langsung menyatakan bahwa kondisi “tidak cantik” masuk dalam kategori penyakit. Maka untuk mengobatinya diperlukan “obat kecantikan”. Salon kecantikan tidak lagi menjadi satu-satunya tempat untuk menyelesaikan permasalahan “ketidak cantikan”, karena ketika “ketidak cantikan” dianggap menjadi penyakit maka sudah selayaknya rumah sakit juga menyediakan tenaga medik khusus untuk mengobatinya. Untuk menjembatani jurang pemahaman akan hak atas kesehatan, maka penting terdapatnya pemahaman yang universal mengenai frasa “sehat”. Pada tahun 1946, World Health Organization dalam konstitusinya menyatakan yang dimaksud dengan sehat ialah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan fisik belaka3. Selang 20 tahun kemudian, tepatnya 16 Desember 1966, Komite Ketiga Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melahirkan definisi baru yang semakin memperluas dan mendetailkan pengertian hak atas kesehatan sebagaimana termaktub dalam pasal 12 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kalimat “pencapaian tertinggi standar kesehatan fisik dan mental” pada pasal 12 ayat 1 Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tidak lagi hanya terbatas pada hak atas perawatan kesehatan. Lebih lanjut, dalam sejarah perancangan pasal 12 ayat 2, terdapat pengakuan bahwa hak atas kesehatan juga mencakup berbagai faktor sosio ekonomi yang dapat meningkatkan keadaan di mana manusia dapat menuju kehidupan yang sehat, dan memperluas faktor utama yang mendasari kesehatan, seperti pangan dan nutrisi, perumahan, akses ke air minum yang bersih dan layak minum dan sanitasi memadai, kondisi kerja yang aman dan sehat serta lingkungan yang sehat.
3Konstitusi
diadopsi oleh Konferensi Kesehatan Internasional di New York pada 19 Juni hingga 22 Juli 1946, ditandatangani pada 22 Juli 1946 oleh wakil-wakil dari 61 negara. Konstitusi dapat diakses melalui http://www.who.int/governance/eb/who_constitution_en.pdf .
33
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
C.2. Empat Prinsip Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hak atas kesehatan bukan sekedar hak atas perawatan kesehatan yang tepat waktu dan sesuai, namun juga termasuk faktor-faktor menentukan yang mendasari kesehatan. Untuk pemenuhan kedua hak tersebut, terdapat empat prinsip pedoman yang harus dipenuhi oleh negara, antara lain4 : a. Ketersediaan Layanan Kesehatan Negara harus memiliki sejumlah layanan kesehatan yang mencakupi bagi penduduk secara keseluruhan. b. Aksesbilitas. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus mudah diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi, didalam wilayah hukum negara. Aksesbilitas memiliki empat dimensi yang salin tumpang tindih, yakni : non diskriminasi, aksesbilitas fisik, aksesbilitas perekonominan (keterjangkauan), aksesbilitas informasi. c. Aksepbilitas Semua fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus menghormati etika medis dan sesuai dengan budaya. d. Kualitas Fasilitas kesehatan, barang dan jasa juga harus sesuai secara ilmu pengetahuan dan medis.
C.3. Indivisibilitas Hak Atas Kesehatan Korelasi hak atas kesehatan dan hak asasi manusia lainnya merupakan perwujudan dari prinsip indivisibalitas ham, yakni setiap kategori hak merupakan satu kesatuan yang utuh. Pelanggaran terhadap HAM memiliki konsekuensi yang serius terhadap kesehatan. Penyiksaan misalnya, selain akan mengakibatkan kesehatan fisik terganggu juga akan mengakibatkan munculnya trauma berat yang berdampak pada kesehatan mentalnya. Tidak setiap kebijakan atau program kesehatan sejalan dengan pemenuhan hak asasi manusia lainnya, Kebijakan dan program kesehatan dalam design atau pelaksanaannya dapat mempromosikan atau justru melanggar hak asasi manusia, seseorang yang mengidap penyakit menular, maka dapat diisolasi di tempat khusus oleh negara untuk menghindari penularan terhadap lebih banyak orang. Korelasi lainnya ialah bahwa pemenuhan terhadap hak-hak asasi manusia dapat mengurangi kerentanan seseorang terhadap penyakit. Pemenuhan hak atas pendidikan, hak atas informasi, hak atas air serta hak atas pangan dan nutrisi akan menunjang penciptaan kualitas kesehatan yang baik bagi semua orang. Untuk lebih jelas lihat diagram berikut ini:
Terhadap 4 pedoman prinsip tersebut, negara seperti layaknya hak lainnya, memilki 3 kewajiban yang diemban, yakni : a. Menghormati. Secara sederhana diartikan negara tidak boleh menggangu penikmatan hak atas kesehatan. b. Melindungi Negara harus dapat memastikan bahwa pihak ketiga (aktor non negara seperti Rumah sakit, perusahaan farmasi) tidak melakukan pelanggaran hak atas kesehatan. c. Memenuhi Negara harus mengambil langkah-langkah positif untuk mewujudkan hak atas kesehatan. Lihat Pasal 12 Komentar Umum No. 14 (sidang Keduapuluh dua, 2000), UN doc.E/C.12/200/4. 4
34
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA HAM DAN KESEHATAN5
C.4. MALPRAKTEK ; Momok Bagi Pemegang Hak Atas Kesehatan “Law Profefessors had been telling their students for years that medical malpratice kills more people than auto and workplace accidents combined” 6
Pernyataan di atas terasa sedikit provokatif, namun bukanlah tanpa dasar. Menurut laporan Institute of Medicine of the U.S National Academy of Sciences yang berjudul To Err Is Human (November 1999), kesalahan medis telah membunuh hingga 98.000 orang di Amerika Serikat. Tom Baker, seorang Guru Besar Ilmu Hukum dan Kesehatan dari University Penslyvania Law School bahkan telah mengkategorikan malpraktek sebagai epidemi7. Akan tetapi sekalipun dikategorikan sebagai epidemi, laporan yang sama juga menyatakan bahwa sebagian besar korban tidak menempuh proses hukum. Pada tahun 2009, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima 3 pengaduan kasus malpraktek. Para korban malpraktek tersebut hingga tulisan ini dibuat masih menempuh langkah penyelesaian di luar peradilan. Pilihan penyelesaian diluar peradilan ditempuh karena kurangnya bukti yang dimiliki atau hilangnya bukti karena peristiwa telah berlangsung lama. Pengertian malpraktik tidak dapat ditemukan diperaturan perundangan yang mengatur baik tentang kedokteran ataupun kesehatan. Secara harfiah “mal” memiliki arti salah sedangkan “praktik” arti 5
Sebagaimana di diterjemahkan dari http://www.who.int/hhr/HHR%20linkages.pdf
6
Hal 22, Tom Baker, The Medical Malpractice Myth, The University Chicago Press, Chicago, 2005.
7
ibid
35
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
pelaksanaan atau tindakan. Sehingga malpraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. seseorang yang tidak melakukan pekerjaannya secara profesional. Sedangkan World Medical Associations pada tahun 1992 menentukan yang dimaksud malpraktik adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient8. Pada 14 September 2009, Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi Undang-Undang Kesehatan. Dalam pasal 58 ayat 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan : “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
Melalui mekanisme penuntutan ganti rugi, negara telah memposisikan penikmat hak atas kesehatan seolah-olah sejajar dengan tenaga kesehatan dan atau penyelenggara kesehatan. Padahal salah satu permasalahan mengapa kasus-kasus malpraktek jarang diselesaikan melalui proses peradilan salah satunya adalah ketimpangan pengetahuan antara penikmat hak atas kesehatan dengan penyelenggara kesehatan hingga menyulitkan pembuktian. Misalnya, untuk menentukan apakah seseorang terkena infeksi setelah operasi akibat kelalaian dokter ketika mempersiapkan sebuah operasi atau memang sebelum operasi infeksi itu telah ada pada si pasien ? orang awam, tidaklah mungkin menjawab pertanyaan itu, dibutuhkan keahlian khusus untuk menjawabnya9. Selain itu, proses pengadilan yang memerlukan biaya tidak sedikit, waktu yang panjang serta tenaga yang tidak sedikit justru akan semakin menambah beban korban malpraktek. Di satu sisi, korban harus konsentrasi memikirkan kasusnya namun pada sisi lain ia pun harus berjuang untuk menyembuhkan penyakit awal serta penyakit yang timbul kemudian sebagai dampak dari malpraktek. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kasus malpraktek begitu ramai menjadi topik yang diperbincangkan di masyarakat namun sedikit yang masuk dalam proses hukum10.
Terjemahan : adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien 8
Pada proses gugatan perdata, pihak penggugat yang mendalilkan terjadinya malpraktek akan kesulitan membuktikannya karena keterbatasan pengetahuannya akan dunia medis. Sedangkan dalam proses pidana, kepolisian juga seringkali kesulitan dalam pembuktian, hal ini disebabkan tidak adanya penyidik polri yang memiliki latar belakang pendidikan dokter dan sulitnya mendapat rekam medis. Lihat “malpraktek harus dibuktikan dari sisi hukum dan kesehatan”, yang dapat diakses melalui http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=259&Itemid=99999999 9
Dalam wawancaranya dengan kompas, Dewan Penasehat Ikatan Dokter Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan “dari seratus kejadian malpraktik mungkin Cuma sepuluh yang dilaporkan.” Lihat http://regional.kompas.com/read/xml/2009/08/02/22105282/Wah..60.Persen.Kasus.Malpraktek.Disebabkan.Dokter 10
36
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Box Kasus Malpraktek NY (48) , seorang ibu rumah tangga korban malpraktek. 20 Juni 2008, NY mengalami nyeri dibagian perut kemudian dia berobat ke dr. Im, yang kemudian mendiagnosa bahwa NY sakit maag. Setelah meminum obat dari dr. Im, kondisi NY tidak kunjung membaik. Atas saran tetangganya ia berobat ke dr. NP. Menurut dr. NP, NY menderita sakit lambung. Atas saran dr. NP pula, NY melakukan pemeriksaan darah. Karena kondisi kesehatannya semakin menurun, NY kembali berobat ke dr. NP, ia kemudian menjalani rawat inap di RS. K, Jakarta, pada hari pertama rawat inap, dr. NP mengatakan bahwa NY sakit usus buntu dan harus segera dioperasi. Namun diagnosis tersebut diragukan oleh NY, karena ia masih bisa berjalan dan buang air besar. Keesokan harinya, NY muntah-muntah, ia diperiksa oleh dokter jaga. Ia diminta mengoyang-goyang serta melipatkan kakinya,dokter menanyakan apakah NY merasakan sakit atau tidak, Nuryati menjawab tidak. Dokter jaga heran atas diagnosis dr. NP yang menyatakan NY usus buntu. Esok hari, NY di rontgen oleh DR. YS, dari hasil rontgen tersebut dr. NP sekali lagi menyatakan NY harus dioperasi usus buntu. dr. NP mengatakan bila dioperasi usus buntu maka “penyakit lambungnya bisa sembuh”, kesimpulan ini diambil berdasarkan pengalamannya. Siang hari NY dioperasi tanpa melalui melewati proses puasa dan pemeriksaan darah. NY dioperasi dengan bius lokal, pada saat operasi ia mendengar salah satu dokter mengatakan “NP, kata lo usus buntut, mana ?” kemudian dr. NP mengatakan “udah angkat aja!”. Paska operasi kesehatan NY semakin memburuk, ia meminta pertanggungjawaban dr. NP, namun dr. NP justru menyatakan tidak sanggup mengobati dan malah merujuk NY ke ahli pengobatan alternatif. Ketika hendak menuntut keadilan atas malpraktek yang menimpa dirinya, NY juga harus berkonsentrasi memikirkan penyembuhan penyakitnya. Keadaan ekonomi keluarga bertambah sulit karena, suami NY tidak dapat bekerja karena harus merawat NY. NY juga berusaha mencari pendapat dari dokter lain sebagai pembanding, banyak dari dokter yang didatangi menyatakan bahwa ini adalah kasus malpraktek, namun tidak satu pun dari mereka yang bersedia memberikan keterangan ahli jika kasus ini masuk proses peradilan. Hingga saat ini, proses hukum kasus NY masih tersandung dengan hambatan serius ketiadaan ahli.
Ketiadaan ahli yang mau memberikan kesaksian dalam kasus malpraktek seringkali terjadi dan menjadi penghambat mengapa kasus malpraktek sedikit yang berlanjut ke proses hukum. dalam kasus NY, ketiadaan ahli terjadi karena para dokter tidak mau tersangkut paut dengan permasalahan hukum. Namun dibanyak kasus lainnya, Conspiracy of silence sering juga didasari oleh semangat melindungi rekan seprofesi (solidaritas korps). Ketika saluran hukum menuntut dugaan malpraktek tersumbat, para korban malpraktek justru rentan dikriminalisasi. Peraturan perundang-undangan yang ada tidak berpihak pada korban. Permasalahan informasi dalam medis, seperti rekam medis dan hasil laboratorium yang harusnya adalah milik dari pasien seringkali disembunyikan dan tidak diberikan ketika pasien/keluarga pasien bersangkutan memintanya. Dalam kasus Prita Mulyasari misalnya, ketika ia meminta rekam medis dan hasil laboratorium pemeriksaan darah yang merupakan haknya justru tidak dikabulkan oleh RS Omni Internasional. Prita menuangkan keluhannya dalam surat elektronik yang kemudian menyebar di dunia maya. Bukannya menyelesaikan pokok permasalahannya yakni memberikan rekam medis dan hasil laboratorium pemeriksan darah, RS Omni Internasional dan kedua Pasien RSCM yang terusir dari Rumah Sakit dokter yang disebut dalam surat elektronik tersebut malah melaporkan Prita ke kepolisian dan menggugatnya secara perdata. Ironisnya, RS Omni menjadikan rekam medis sebagai amunisi tawar
37
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
menawar dalam penyelesaian perselisihannya denga Prita. Mereka akan mencabut gugatannya dengan salah satu syaratnya yakni Prita berhenti menuntut haknya atas rekam medis.11 Rekam medis merupakan hak pasien sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, namun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 4/PUU-V/2007 tertanggal justru mencabut kewajiban negara untuk melindungi pasien ketika berhadapan dengan dokter yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis. “Hukuman kurungan paling lama 1 tahun” yang diancamkan kepada dokter yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Padahal rekam medis sangatlah penting untuk diketahui dan dimiliki oleh pasien sebagai salah satu bentuk kontrol pasien terhadap kinerja dokter dan penyelenggara sarana kesehatan.
C.5. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ; Pengabaian Hak Pekerja Dimulai Sedari Mereka Memeras Keringat Di Tempat Kerja. “Every 15 seconds, a worker dies from a work related accident or disease. Every 15 seconds 160 workers have a work-related accident. It means that by the end of this day nearly 1 million workers will suffer a workplace accident. It means that by the end of this day, around 5.500 workers will die due to an accident or disease from their work!”12
Fakta yang diajukan ILO di atas membuka mata kita betapa malangnya buruh. Ketika masih tertatih-tatih memperjuangkan hak atas pekerjaan dan hak mendapatkan perlindungan dalam pekerjaan (baca : tidak di PHK semena-mena), ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja mengintai mereka setiap saat. Buruh tidak menerima upah untuk siap kehilangan jemarinya, tidak juga untuk kehilangan sebelah matanya, tidak juga untuk siap paru-parunya menjadi tidak berfungsi akibat terlalu banyak menghirup debu. Namun, dalam kondisi hubungan industrial yang belum berpihak pada mereka, maka sebagian besar buruh terkadang mengangap resilko diatas adalah “bagian dari pekerjaan, yang mana mereka dibayar untuk itu”. Indonesia dari hasil penelitian ILO menempati urutan ke 152 dari 153 negara yang diteliti mengenai kecelakaan kerja. Hal ini menunjukan betapa buruknya perhatian negara terhadap keselamatan dan kesehatan kerja13. Pada dasarnya, buruh dibayar sebagai upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, namun bukan berarti mereka juga harus menghadapi bahaya/resiko yang sebenarnya dapat dihindari. Teknologi sudah semakin maju dan pengetahuan manajerial terus berkembang, dengan perpaduan kedua hal itu maka tempat kerja yang aman dan sehat bukanlah sekedar mimpi. Dari sisi peraturan perundang-undangan, Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tidak sesuai lagi dengan kondisi kekinian. Produk hukum yang telah berusia 39 tahun ini harus direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Indonesia baru meratifikasi satu instrumen hukum internasional terkait keselamatan dan kesehatan kerja, yakni Convention concerning Hygiene in Commerce and Offices 1964. Lihat http://www.detiknews.com/read/2009/06/03/180638/1142241/10/rs-omni-cabut-gugatan-bila-prita-tak-minta-hasil-labtrombosit. 11
12
Health And Life At Work : A Basic Human Right, Internasional Labour Organization Booklet, Switzerland, 2009.
13
Lihat http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=9491&Itemid=691
38
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Sedangkan instrumen ILO terkait prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja hingga kini belum diratifikasi14. Box Kasus Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada kasus DR, buruh perempuan berusia 25 tahun, yang bekerja di PT. SI, Bekasi dapat dilihat dampak dari fleksibilitas pasar tenaga kerja terhadap jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. DR bekerja di PT. SI sejak Februari 2007, dengan status pekerja kontrak. Awal bekerja ia menjalani training selama 3 bulan. Tanggal 20 Oktober 2007, DR melakukan aktifitas kerjanya seperti biasa, ketika ia telah selesai mengerjakan pekerjaannya, oleh salah seorang atasannya ia diminta untuk lembur. Ketika lembur, DR masih mengerjakan pekerjaan yang sama dengan yang ia biasa kerjakan. Namun selang dua jam kemudian, DR diminta oleh atasannya untuk pindah ke bagian mesin karena salah seorang operator mesin mau istirahat. DR menolak karena ia tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengoperasikan mesin dan saat itu ia sedang haid. Namun karena didesak terus akhirnya DR menuruti perintah atasannya. Namun malang tak dapat dihindari, tak lama ia mengoperasionalkan mesin, tiba-tiba mesin mati akibat material yang gagal dalam proses pencetakan tersangkut di dalam mesin. Ketika hendak mengambil material tersebut dengan tangan kanannya, tiba-tiba bagian mesin yang bernama Based alas mata pisau (berbobot puluhan kilogram) jatuh menimpa tangan kanan DR. DR menjalani pengobatan di salah satu rumah sakit swasta di Bekasi. Karena tak mungkin diselamatkan lagi maka keempat jari tangan kanan (kecuali ibu jari) terpaksa harus diamputasi. Ketika dirawat, Presiden Direktur PT. SI menjenguk DR di Rumah Sakit. Pada saat itulah salah serang keluarga DR meminta agar setelah DR sembuh dapat dipekerjakan kembali dan diangkat menjadi pekerja tetap. Presiden Direktur pun mengiyakan permintaan itu. Setelah melewati masa penyembuhan dan kondisinya membaik, Mei 2008 DR kembali bekerja, ia diminta untuk memilih bagian dimana ia dapat bekerja tanpa tangan kanan. Ia memilih bekerja di bagian administrasi dengan tugas utama memasukan data ke komputer. Pada pertengahan Januari 2009, DR di PHK dengan alasan kontraknya telah berakhir sejak 31 Desember 2008, padahal DR tidak pernah menandatangani kontrak lagi setelah kontrak pertamanya berakhir pada tahun 2007. keesokan harinya, DR tidak lagi diperbolehkan masuk ke wilayah perusahaan15.
Pekerja kontrak sebagai salah satu wujud dari fleksibilitas pasar tenaga kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Mempekerjakan pekerja kontrak menguntungkan perusahaan, karena jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacatnya pekerja maka pengusaha hanya memiliki kewajiban hukum memperkerjakan hingga masa kerja dalam perjanjian selesai16. Tidak ada kewajiban hukum bagi pengusaha untuk memperpanjang atau memperbaharui atau mengangkat pekerja menjadi pekerja tetap. Praktek dilapangan justru menunjukan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja hingga mengalami cacat tubuh mengalami diskriminasi dan dinilai tidak dapat bekerja secara maksimal. Dalam logika persaingan pasar bebas, pekerja yang tidak bekerja maksimal adalah penghalang yang harus disingkirkan. Dalam kasus DR, pengusaha seharusnya bertanggungjawab penuh karena kesalahannya memerintahkan DR yang tidak pernah dilatih untuk mengoperasikan mesin justru diperintahkan bekerja pada mesin. Bukannya bertanggung jawab, perusahaan dengan melawan hukum justru mem-PHK DR. Instrumen ILO mengenai yang terkait prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja antara lain : Convention Concerning Occupational Safety and Health and the Working Environment (1981) beserta protokol 2002, Convention concerning Occupational Health Services (1985) dan Convention concerning the promotional framework for occupational safety and health (2006).
14
15 Kasus DR saat ini diadvokasi oleh Kelompok Perempuan Untuk Keadilan Buruh (KPKB), KPKB merupakan jaringan kerja yang beranggotakan organisasi dan individu yang peduli terhadap persoalan ketidakadilan gender dan diskriminasi khususnya pada upaya perlindungan pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan kerja. LBH Jakarta adalah salah satu anggota KPKB.
Dalam kasus DR hal ini sebenarnya tidak berlaku. DR pada dasarnya telah berstatus pekerja tetap sejak pertama kali bekerja, dimana DR harus melewati masa training 3 bulan. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan training / masa percobaan hanya dapat dilakukan kepada pekerja tetap.
16
39
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
C.6. Rekomendasi Berdasarkan kondisi sebagaimana dijabarkan di atas, berikut ini rekomendasi LBH Jakarta : Revisi Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan penambahan pasal yang dapat meminimalisir pengabaian hak pasien atas rekam medis oleh Dokter maupun penyelenggara sarana kesehatan. Negara harus mengubah mekanisme pembuktian malpraktik dalam proses peradilan (perdata dan pidana). Tidak membebankannya pada korban, namun atas dasar fakta kesenjangan pengetahuan antara korban dengan tenaga medis, maka beban pembuktian ditaruh di pundak tenaga medis. Pembuktian ini dikenal sebagai pembuktian terbalik17. Negara harus segera meratifikasi kovenan-kovenan ILO mengenai prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan Kerja serta disusul dengan penyesuaian peraturan perundangan terkait dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat didalam instrumen ILO tersebut. Negara harus menghapuskan pasal mengenai pekerja kontrak dan outsourcing dari ketentuan ketenagakerjaan, jika tetap diperbolehkan menggunakan pekerja kontrak atau outsourcing maka pengusaha/majikan yang memperkerjakan pekerja yang dikemudian hari mengalami kecelakaan atau penyakit berkaitan dengan pekerjaannya wajib memberikan ganti rugi yang dapat menjamin pemulihan baik fisik maupun mental serta mencukupi penghidupan pekerja beserta keluarga.
D. Hak atas Perumahan Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Perumahan ditangani LBH Jakarta 2009 No
KASUS
Korban18 1.
Warga K.S.C
Posisi Kasus Singkat
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
Kondisi terakhir
hambatan
Pelaku Perum PPD
(1000 orang)
Warga menempati lahan seluas 7,5 ha sudah sejak 5 hingga 15 tahun. PPD mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dan rencananya akan di jadikan pool bus dimana pool di cawang akan dijual untuk membayar pesangon 2300 karyawan. Akibatnya 281 KK terancam hak atas perumahan dan pekerjaannya
Korespondensi Surat - Meminta Dirut PPD untuk mengadakan musyawarah dengan warga,
Warga masih siaga 1menghadang penggusuran dengan membuat jadual piket jaga, dan rencana aksi pada senin 26 Okt. 2009 ke Meneg BUMN, Istana, dan Komnas HAM
- Sebagian kecil warga tidak mau bergabung - Lemahnya Mobilitas warga
- Permohonan mediasi ke2 Meminta Meneg BUMN mengadakan mediasi mempertemukan kedua belah pihak
Pembuktian terbalik biasanya digunakan dalam perkara yang sulit pembuktiannya (invisible crime), hal ini telah diadopsi oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 17
18
Inisial dan jumlah orang
40
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] - Meminta kejelasan status dan riwayat tanah ke BPN Jaktim; - Memberi Somasi ke PPD agar tidak melakukan penggusuran, pengrusakan dan intimidasi serta kekerasan terhadap warga; Aksi: - ke meneg BUMN hearing dan meminta meneg BUMN untuk mengadakan mediasi - ke DPRD: DPRD telah mengirim surat ke Dirut PPD menunda pelaksanaan penggusuran - warga aksi menghadang rencana penggusuran tanggal 10 dan 18 oktober (limit waktu pengosongan menurut SP II dan SP III PPD) 2.
SO dkk (3 orang)
HI
Bapak SO dkk merupakan pensiunan PT. Hotel N.I yang menempati wisma 30 – 40 tahun. Saat ini terancam diusir dari wisma tersebut pada 5 Oktober 2009. Padahal wisma pada awalnya merupakan tempat sementara sebelum perusahaan memberikan rumah.
- Menyurati kepolisian untuk perlindungan.
Setelah batas waktu pengosongan rumah berlalu belum ada kabar dari klien.
Klien adalah orang mampu secara ekonomi
HO, dkk dipindahkan dari gedung dan mendapatkan kompensasi
HO, dkk kurang kompak
- Menyurati perusahaan untuk pemenuhan janji atas perumahan karyawan
- Melaporkan ke komnasham.
3.
HO dkk (80 KK)
Yayasan S.H.K
Berdasarkan putusan MA, Yayasan yang menampung para penyandang cacat (HO, dkk) ditutup. Akibatnya 80 orang penyandang cacat terancam kehilangan tempat tinggal dan kehilangan
Yayasan mengeluarkan somasi agar HO, dkk mengosongkan gedung yayasan. Kemudian LBH menjawab dengan somasi terbuka.
HO,dkk dan LBH
Pada sidang
41
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] pekerjaan.
kemudian ke Komnasham dan dipertemukan dengan lawyer Yayasan.
pertama,para penca selaku tergugat sebanyak 73 orang datang ke PN Jak-Pus.tetapi sebagian tidak diijinkan masuk oleh penjaga keamanan dikarenakan alasan mereka tidak berpakaian rapi
Komnasham kemudian memerintahkan agar pengosongan ditunda selama dua bulan untuk selanjutnya dapat berkoordinasi dengan yayasan dan menpera.
Mengajukan gugatan dan selesai dalam proses mediasi di mana para pihak tercapai kesepakatan perdamaian antara Penca dengan YHK dengan ketentuan pemberian uang sebesar 3 milyar rupiah dan limit waktu pengosongan gedung selama 6 bulan.
4.
Warga PGO, Jakut
Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Utara, Sudin Trantib, Camat Tanjung Priok, Lurah Papanggo Jakarta Utara
5.
Warga B. D, Cilincing Jakut
PT. PMJ
Warga PGO adalah warga yang digusur oleh Pemkot Jakarta Utara. Pemkot Jakarta Utara beranggapan bahwa yang digusur adalah warga yang mendirikan rumah di Taman BMW. Padahal warga PGO adalah diluar kawasan taman BMW, dan warga PGO. Hal ini didasarkan atas tidak adanya surat perintah bongkar dan peta pemagaran. Setelah tergusur, Pemkot tidak bertanggung jawab atas kondisi korban dan mereka telah kehilangan tempat tinggal, tempat usaha, trauma bagi anak dan ibu. Pendidikan anak2 terhambat karena perlengkapan sekolah turut rusak ketika penggusuran.
Warga yang berjumlah 122 kepala keluarga dengan keseluruhan sekitar 525 orang menempati lahan sejak seputaran tahun
Korespondensi Komnas HAM, DPRD Jakarta Utara;
Proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Hakim masih kurang memahami prosedur tentang gugatan class action
Rencana mengajukan gugatan ke PTUN atas keluarnya surat perintah bongkar
Beberapa bukti masih berada di pengadilan
Mengajukan gugatan class action PMH ke PN Jakarta Utara;
Mempersiapkan ahli dari Komnas HAM RI;
Mempersipkan ahli dari hukum Pertanahan untuk persidangan.
Korespondensi kepada PT. PMJaya, Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Utara;
42
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] 1998. Tanah tersebut di klaim oleh PT. PMJ dengan dasar girik C yang berlokasi di Jl. TPU semper RT. 003 RW. 03 Kel. Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara. Dengan dasar ini,Pemkot Jakarta Utara mengeluarkan surat perintah bongkar terhadap bangunan.
Korespondensi dengan Komnas HAM;
yang dikeluarkan oleh Pemkot Jakarta Utara.
Audiensi dengan DPRD Jakarta Utara.
Disisi lain, warga ada yang memiliki girik dengan nomor lain.
6.
K. G
Kapolsek Metro Pondok Gede
Mengontrak sebuah rumah, karena pemilu 2009, ybs pulang ke kampung. Dan ketika kembali ke rumah kontrakan Rumah sudah dibongkar dan dibuka oleh Pemilik rumah, barang-barang ybs hilang. Melapor Ke Kepolisian, namun lambat, tidak profesional dan berupaya untuk mendamaikan.
Korespondensi
Ibu Snh merupakan cucu dari alm. WHD, pensiunan karyawan AP sie navigasi pelud kemayoran sejak 1960 an. Bapak WHD dulu mengajukan pembuatan perumahan diatas tanah milik A.P dengan izin pejabat milite, termasuk, PT A.P. Beberapa waktu yang lalu sekitar bulan april, pihak A.P meminta Ibu Snh untuk mengosongkan rumah tersebut bersama 2 orang yang lain. Ibu Snh menolak karena ia tidak menempati tanah dan rumah, melainkan hanya tanah. Rumahnya milik keluarga WHD.
Terakhir kita mengirimkan surat A.P agar kasus Ibu Snh dipisah dengan cara ganti rugi yang layak dsb. Namun yang muncul adalah surat peringatan untuk mengosongkan rumah.
surat Protes Ke Polsek Pondok Gede, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Bekasi.
Mendapatkan Jawaban Dari Kapolsek, Dan Bid Propam POLDA METRO Jaya, kasus ybs P-21(diteruskan ke persidangan)
7. Ibu Snh
PT. A.P
Mengupayakan ada mediasi.
43
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
8. RSCM
YBM
bergerak di bidang sosial kesehatan.Sekretariat dari YBM terletak di Jl. Kimia No.8 yang merupakan lahan rumah dinas milik RSCM yg pada akhir Oktober akan diambil alih oleh RSCM untuk pembangunan Eye Center
- Mengirimkan surat klarifikasi kepada Direktur RSCM mengenai pengambilalihan lahan rumah dinas tersebut
- RSCM telah membalas surat permohonan klarifikasi tersebut dan menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pihak ketiga diselesaikan dengan pihak penghuni rumah dinas tersebut.
9.
AT
SV
Lamanya proses pembangunan perumahan sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini belum selesai juga proses pembangunan perumahan tersebut yang dijanjikan pada akhir tahun 2008 selesai dibangun, dan bahwa adanya kenaikan harga rumah sebesar 15 % per januari 2008 tanpa pemberitahuaan terlebih dahulu
Aksi ke curug tangerang
Klien kurang aktif
Menyusun LO
Sumber: Litbang LBH Jakarta
D.1. Pendahuluan Tahun 2009 menjadi perjalanan berbeda dari tahun sebelumnya bagi pemenuhan hak atas perumahan di DKI Jakarta. Tanggung jawab negara yang diemban oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk melakukan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak atas tempat tinggal masih jauh panggang dari apinya, padahal tanggung jawab tersebut merupakan tanggung jawab konstitusi19. Keinginan besar pemerintah dalam pemenuhan hak atas perumahan melalui pengadaan rumah-rumah
19
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 amandemen kedua.
44
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
murah20 telah menjadi program prioritas guna memenuhi kebutuhan perumahan di perkotaan, namun program tersebut di nilai belum mampu menjawabnya. Hak atas tempat tinggal dimaknai sebagai hak untuk mendapatkan tempat tinggal berupa tempat perlindungan yang memiliki atap di atas kepala sebagai tempat berlindung yang layak mencakup kelayakan privasi, kelayakan ruang, kelayakan keamanan, kelayakan cahaya dan ventilasi, kelayakan infrastruktur dasar dan kelayakan lokasi. Termasuk keseluruhan dengan biaya yang masuk akal yang kesemuanya adalah untuk menuju hak untuk hidup di manapun dengan aman, damai, dan bermartabat21. Definisi tersebut telah mencakup kebutuhan dasar dari setiap orang, namun untuk memudahkan di dalam mendefinisikan hak atas tempat tinggal, di dalam tulisan ini akan menggunakan istilah hak atas perumahan yang bermakna hak untuk hidup di manapun dengan aman, damai dan bermartabat dengan mendapatkan tempat tinggal berupa bangunan yang berfungsi sebagai tempat perlindungan. Di dalam tulisan ini juga akan dikupas mengenai pengusiran paksa yang disamakan dengan penggusuran yang kemudian didefinisikan sebagai tindakan pemindahan sementara atau permanen yang bertentangan dengan keinginan sejumlah individu, keluarga, dan/atau komunitas atas tanah-tanah yang mereka kuasai, tanpa adanya ketetapan-ketetapan dan akses hukum yang layak atau perlindungan lainnya, larangan atas pengusiran paksa tidak berlaku pada pengusiran yang dilakukan secara paksa yang berkaitan dengan hukum dan sejalan dengan ketetapan ketetapan dalam perjanjian internasional Hak Asasi Manusia22.
D.2. Kecenderungan, Pola, dan Aktor Berdasarkan pengaduan yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sepanjang periode Januari 2009 hingga November 2009, peristiwa terkait dengan hak atas perumahan berjumlah 8 pengaduan dengan 1.409 jiwa terdampak. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 21 pengaduan terkait dengan isu hak atas perumahan termasuk didalamnya adalah Penggusuran dengan jumlah korban yang terkena dampak berkisar 5.104 jiwa terdampak. Sedangkan pada tahun 2007, pengaduan terkait dengan hak atas perumahan mencapai 9 pengaduan dengan 359 jiwa terdampak. Meski angka pengaduan pada tahun 2009 menurun dari tahun 2008 yakni menjadi 8 pengaduan, namun orang yang terdampak masih terhitung besar yakni 1.409 jiwa. Bila dirata-ratakan maka pada setiap pengaduan akan berdampak kepada 176 jiwa artinya setiap terjadi pelanggaran terhadap hak atas perumahan akan berdampak pelanggarannya terhadap 176 jiwa. Pada tahun 2009 ini, pelaku penggusuran masih didominasi oleh aparat pemerintahan yakni melalui tangan-tangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Diawali dengan adanya permohonan dari pihak ketiga dalam hal ini adalah peng-klaim tanah (dari 3 pengaduan yang masuk, peng-klaim merupakan pihak swasta dan Badan Usaha milik Daerah, mereka adalah Perusahaan Pengangkutan Djakarta, PT. 20 Di perkotaan besar khususnya DKI Jakarta, pengadaan rumah dilakukan dengan bentuk rumah susun milik (Rusunami) dan rumah susun sewa (Rusunawa). 21 Komentar umum nomor 4 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 22 Butir 4 komentar umum nomor 7 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang HakHak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
45
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Pulomas Jaya, dan badan hukum berupa yayasan serta individu-individu), maka kepala daerah dalam hal ini Gubernur yang selanjutnya diturunkan kepada Walikota mengeluarkan surat Peringatan dan Surat Perintah Bongkar23. Melalui surat ini kemudian dengan menggunakan kekuatan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) penggusuran terhadap orang-orang beserta bangunan dilakukan. Kerap kali penggusuran juga menyertakan aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keberadaaan mereka justru adalah bentuk pendiaman terhadap tindakan penggusuran, kerap kali ketika terjadi kekerasan atapun pengrusakan terhadap barang, aparat Kepolisian hanya diam tanpa bertindak sesuai dengan perannya yakni memberikan perlindungan serta menegakan hukum. Disini dapat dilihat bahwa ada diskriminasi terhadap perlakuan pemohon penggusuran dengan korban penggusuran. Bahwa pemohon lebih dilindungi dari pada korban penggusuran. Pelanggaran lain yang terjadi adalah tidak adanya pelibatan korban dalam menentukan solusi pasca penggusuran. Penggusuran akan tetap menjadi momok bagi rakyat miskin, tawaran untuk berbagi lahan yakni dengan konsep “geser bukan gusur” menjadi sampah bagi pemerintah provinsi (pemprov). Bahkan beberapa diwilayah, lahan penggusuran digunakan untuk kepentingan komersial. Penertiban yang dilakukan oleh Pemprov tidak memiliki perspektif untuk melakukan penataan namun pemberangusan terhadap rakyat miskin. Kerap kali penggusuran tidak memberikan solusi terbaik bagi rakyat miskin sehingga mengakibatkan adanya degradasi ekonomi yang dialami oleh korban penggusuran. Bahkan yang lebih buruk lagi adalah siklus kemiskinan masih terus berputar, dimana korban penggusuran akan mencari tempat baru. Hal ini disebabkan karena tidak ada pilihan yang lebih baik. Ketidakpatuhan pemerintah terhadap prosedur masih kerap terjadi. Beberapa tahap yang wajib dilakukan secara ketat oleh penggusur24 dan tidak dapat dilanggar adalah : 1. adanya konsultasi serius dan saling mendengarkan antara korban dan penggusur 2. adanya informasi yang jelas dan tepat tentang alasan penggusuran 3. pemberitahuan yang memadai dan rasional kepada semua orang yang terimbas 4. para pejabat pemerintah atau wakil-wakil mereka harus hadir selama pelaksanaan penggusuran 5. semua orang yang melaksanakan penggusuran itu harus diidentifikasi secara tepat 6. penggusuran tidak boleh dilaksanakan dalam cuaca buruk atau pada malam hari
23
Proses ini masih diatur di dalam UU No 51 Prp Tahun 1960.
24
Komentar Umum Nomor 7 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Selain hal tersebut, masih ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan prosedur yakni Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 serta tersebar di beberapa peraturan daerah di wilayah DKI Jakarta.
46
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Box Kasus Penggusuran di wilayah RT 03 RW 03 Budi Dharma, Jakarta Utara, tanggal 18 November 2009 Penggusuran dilakukan dengan informasi yang tidak jelas, pada awalnya PT. Pulomas Jaya menjelaskan bahwa akan dilakukan pelebaran sungai yakni program normalisasi sungai, namun belakangan informasi yang diberikan adalah akan dibangunnya Rumah Susun Milik yang ini merupakan program pemerintah. Pelaksanaan penggusuran dilakukan saat hari masih gelap yakni pada Pukul 05.00 WIB serta kondisi sedang hujan. Tindakan tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian yang lebih besar sebab para warga belum sempat melakukan pemindahan harta bendanya. Banyak harta benda yang berada di dalam rumah harus rusak karena terkubur oleh puing-puing bangunan serta rusak karena terkena air hujan. Hingga minggu kedua pasca penggusuran, korban masih tinggal di tenda-tenda darurat serta gubuk-gubuk darurat. Selain itu, ada tindakan juga dilakukan dengan pengerahan aparat yang berlebihan yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta di dukung oleh aparat kepolisian dan TNI yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 3000 personil. Akibat pengerahan yang berlebihan ini, 5 (lima) orang yang mengalami luka berat dan 20 orang luka ringan. Pelaku tidak mampu di identifikasi oleh korban sebab para oknum Satpol PP tersebut menggnakan atribut huru hara sehingga menutupi identitas (nama) yang melekat di dadanya. Tindakan kekerasan seharusnya tidak terjadi jika aparat kepolisian bertindak adil tanpa harus menjadi tameng bagi penggusur yakni Satpol PP. Tidak hadirnya atasan/pejabat pemerintah yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan keputusan merupakan salah satu alasan tindakn ini bisa terjadi.
D.3. Program Pemerintah yang Tidak Tepat Sasaran Sepanjang tahun 2009, Pemprov DKI Jakarta bersama pemerintah pusat serta bekerja sama dengan swasta melakukan pembangunan rumah susun sewa dan milik. Wilayah Jakarta Timur adalah wilayah dengan angka paling tinggi pembangunannya yakni 7 pembangunan dengan jumlah unit yang disediakan adalah 15.825 unit. Wilayah Jakarta Barat dengan 3 pembangunan dengan jumlah 2922 unit, Jakarta Selatan dengan 1 pembangunan dengan jumlah 6.097 unit, serta Jakarta Utara dengan 1 pembangunan dengan jumlah 6.097 unit.25 Dari keseluruhan pembangunan tersebut, rumah susun sewa/milik belum bisa dihuni sebab masih dalam tahap pengerjaan. Pemenuhan hak atas perumahan melalui pengadaan rumah susun dianggap pemerintah adalah salah satu cara untuk mengatasi pemenuhan terhadap kebutuhan perumahan. Program ini belum bersentuhan langsung terhadap rakyat miskin. Ada beberapa hal yang menjadi permasalahannya, pertama adalah rakyat miskin dibiarkan begitu saja untuk bersaing dengan kalangan menengah dan atas dalam mengakses Rusun. Sasaran dari pengadaan Rusun di bagi menjadi 3 golongan yakni mereka yang dari kalangan bawah, menengah, dan atas. Setiap kalangan diberikan kesempatan yang sama untuk mengakses Rusun. Disatu sisi ini merupakan tidakan yang tidak diskrimininasi namun disisi lain akan dipastikan bahwa rakyat miskin akan kalh tertinggal dari merekamereka yang memiliki kemapuan ekonomi serat akses informasi. Seharunya pemerintah memperhatikannya dan berpadangan bahwa mereka berhak Penggusuran Mengatasnamakan Pembangunan 25
Di susun dari berbagai sumber
47
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.26 Kedua, sulitnya syarat administrasi, kesulitan ini berupan diwajibkannya pemohon Rusun menyertakan slip gaji, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa pekerjaan rakyat miskin banyak pada wilayah informal. Ketiga adalah biaya pembelian yang masih tinggi. Masih minimnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah memperlihatkan bahwa niat untuk memberikan kesempatan bagi sasaran bawah untuk mengakses perumahan masih kecil. Selain itu, ada ketidakseriusan pemerintah terhadap pembangunan rumah susun. Seperti yang terjadi pada pembangunan rumah susun di wilayah Kalibata yang mengalami permasalahan perizinan sehingga sempat terhenti pembangunannya. Tidak adanya perencanaan yang baik dari masing-masing pihak mengakibatkan hambatan yang seharunya tidak terjadi. Menjadi penting bahwa adanya forum yang mampu mempertemukan masing-masing pihak (termasuk didalamnya adalah masyrakat yang menjadi sasaran pembangunan) guna membicarakan dan mendapatkan suatu perencanaan yang baik sehingga di dapat hasil yang baik bagi seluruh para pihak. Melihat itu semua, dapat dikatakan bahwa belum adanya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak atas tempat tinggal di DKI Jakarta. Pemerintah yanag memiliki kewajiban untuk mengadakan perumahan belum mampu memberikan keadilan bagi rakyat miskin, terlebih lagi ketika ketidakmampuan ini masih terus terjadi pemerintah masih kerap melakukan penggusuran terhadap perumahan-perumahan yang dalam faktanya telah dibuat secara mandiri oleh masyarakat. Selain itu masih ada kelemahan-kelemahan di dalam pemenuhan terhadap hak atas perumahan yakni kelemahan permasalahan teknis dan masih adanya oknum-oknum aparat pemerintahan yang tidak memiliki perspektif keadilan. D.4. Rekomendasi Berdasarkan kondisi yang ada, penting untuk melakukan terobosan dalam berbagai bidang guna mencapai perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak atas tempat tinggal di DKI Jakarta. Pertama, hentikan penggusuran sepanjang pemerintah belum secara penuh mampu mengadakan perumahan bagi seluruh kalangan masyarakat. Kedua, adanya afirmative action27 terhadap rakyat miskin kota untuk mengakses perumahan di DKI Jakarta. Ketiga, adanya lembaga pengawasan pelaksanaan pemenuhan terhadap hak atas tempat tinggal di tingkat provinsi.
Lihat Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 amandemen kedua Kegiatan proaktif yang bersifat sementara untuk mengatasi kesenjangan sehingga kelompok minoritas bisa berkompetisi secara adil 26 27
48
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
E. Hak atas Pendidikan Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Pendidikan ditangani LBH Jakarta pada 2009 No
Korban28 1.
Posisi Kasus Singkat
KASUS
Warga Kebun Sayur Ciracas
28
Siswa SD Pwr
Sub Klasifikasi hak
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
Kondisi terakhir
Warga menempati lahan seluas 7
5 ha sudah sejak 5 hingga 15 tahun. PPD mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dan rencananya akan di jadikan pool bus dimana pool di cawang akan dijual untuk membayar pesangon 2300 karyawan. Warga adalah petani yang terancam tergusur
Gugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sudah Putusan.
hambatan
Pelaku Perum PPD
Warga menempati lahan seluas 7,5 ha sudah sejak 5 hingga 15 tahun. PPD mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dan rencananya akan di jadikan pool bus dimana pool di cawang akan dijual untuk membayar pesangon 2300 karyawan. Warga terancam dipindahkan ke lokasi yang jauh dari satuan pendidikan formal dan informal bagi anak-anak warga
Hak Ekosob
Yayasan Prw dan AP
Yayasan Pwr bekerja sama dengan Angkasa Pura I mendirikan Sekolah Dasar Perwara pada tahun 1972. Namun semenjak tahun 2000, SD Perwara mengalami kemunduran, Yayasan Pwr tidak
Hak Ekosob
(1000 orang)
2.
Klasifikasi Hak
Hak atas pendidikan
Hak atas Pendidikan
Gugatan di tolak.
Inisial dan jumlah orang
49
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] menyelenggaraka n pendidikan yg bermutu dan tidak memelihara fasilitas pendidikan. Sehingga minat masy terhadap SD Perwara menururun dan akhirnya pada tahun 2008 SD Perwara ditutup oleh Dikdas Jakarta Utara. Ada fakta sekolah memang dirancang untuk ditutup.
3.
Warga papanggo, Jakarta Utara
Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Utara, Sudin Trantib, Camat Tanjung Priok, Lurah Papanggo Jakarta Utara
Atas penggusuran yang terjadi di daerah Papanggo mengakibatka n anak-anak di sekitar terhambat untuk mengikuti pendidikan dan sekolahnya karena perlengkapan sekolahnya turut rusak pasca pengusuran.
Hak Ekosob
Hak Atas Pendidikan
Korespondensi Komnas HAM, DPRD Jakarta Utara;
Proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Hakim masih kurang memahami prosedur tentang gugatan class action
Berencana akan mengajukan gugatan PMH ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kepolisian belum mengeluar kan SP2HP
Mengajukan gugatan class action PMH ke PN Jakarta Utara;
Mempersiapkan ahli dari Komnas HAM RI;
Mempersipkan ahli dari hukum Pertanahan untuk persidangan.
4.
Ant, dkk (10 Orang)
Yayasan PH dan UPH
Pada seputaran Januari 2007 Para korban mendapatkan informasi tentang program beasiswa Teachers College (TC) dari UPH melalui brosur. Brosur tersebut menerangkan bahwa seluruh
Hak Ekosob
Hak atas Pendidikan
Korespondensi dengan Dikti dan Mendiknas;
Lapor ke Polda Metro Jaya atas pelanggaran Pasal 72 UU No. 20 tahun 2003.
Mahasiswa yang berjumlah 800 orang belum sadar
50
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] biaya kuliah (almamater, registrasi ulang, observasi tugas akhir, wisuda, dll) dan biaya hidup akan ditanggung sepenuhnya oleh UPH, termasuk biaya makan dan tempat tinggal, serta para mahasiswa akan mendapatkan 3 gelar yakni S.Pd., 2 gelar dari australia. Belakangan diketahui bahwa UPH belum memiliki izin dari DIKTI untuk menyelenggaraka n program TC kecuali untuk jurusan matematika yang sudah keluar izin tahun 2008.
Mengirim surat ke Polda untuk meminta tindak lanjut
5. Erik
UPH
Erik merupakan mahasiswa S2 UPH. Dia dikeluarkan dari kampus karena dituduh melakukan keributan dan membuat suasana perkuliahan tidak kondusif. Padahal yang ia lakukan adalah protes karena kondisi perkuliahan yang tidak sehat, dosen yang jarang masuk, kurikulum tidak jelas dsb.
Hak ekosob
Hak atas pendidikan
Mengirimkan surat klarifikasi ke Universitas Pelita Harapan
dengan hakhaknya.
Klien terlalu mendikte LBH Jakarta
Sumber: Litbang LBH Jakarta
51
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
E.1. Latar Belakang Indonesia telah merativikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Berdasarkan UU tersebut dan juga mengacu ke Undang-Undang Dasar, Negara merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam pemenuhan hak atas pendidikan. Kewajiban tersebut terbagi menjadi dua, yang pertama adalah kewajiban untuk mencapai hasil-hasil tertentu (Obligation of Result) secara progressive, seperti: pendidikan dasar wajib dan bebas bagi semua, pendidikan lanjutan hendaknya tersedia dan terjangkau oleh semua orang, pendidikan tinggi terjangkau, bebas biaya diupayakan secara progressive, intensifikasi pendidikan dasar bagi yang tidak memperoleh pendidikan dasar, program pendidikan khusus bagi penyandang cacat/difabel, serta pemberantasan buta huruf dan kebodohan. Sedangkan yang kedua adalah Obligation of Conduct, seperti membuat dan melaporkan rencana aksi untuk hak atas pendidikan. Pada tahun 2009, pemerintah mengklaim telah menganggarkan lebih dari 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai yang telah diamanatkan oleh konstitusi, yaitu sekitar 207, 4 triliun dari total 1030 triliun APBN Indonesia tahun 2009 dengan rincian Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah Pusat sekitar 89.5 triliun dan anggaran Pendidikan Melalui Transfer ke daerah sekitar 117.8 triliun.29 Selain itu pada tahun 2009 pemerintah tetap membangga-banggakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan membantu akses warga negara terhadap pendidikan dasar. Faktanya angka putus sekolah tingkat pendidikan dasar masih tetap tinggi. Biaya pendidikan gratis untuk pendidikan dasar tidak dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah dan BOS tidak mampu membantu akses warga negara terhadap pendidikan menengah. Besarnya anggaran untuk pendidikan dan berbagai bantuan untuk pendidikan tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan pemerintah untuk memenuhi hak atas pendidikan. Dalam pleminary reportnya (1999) kepada Commission on Human Rights United Nations, pelapor khusus hak atas pendidikan, Katarina Tomasevski, mengemukakan empat ciri (features) yang essensial yang perlu diperhatikan baik untuk primary education (pendidikan dasar), secondary education, maupun higher education. Dalam butir 6 General Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 empat ciri-ciri tersebut adalah: a. Availability (ketersediaan) Berbagai institusi dan program pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai, seperti bangunan dan perlindungan fisik, fasilitas sanitasi untuk laki-laki dan perempuan, air minum yang sehat, guru-guru yang terlatih dengan gaji kompetitif, materi-materi pengajaran, serta tersedianya fasilitas-fasilitas perpustakaan, laboratorium komputer dasn teknologi informasi. b. Accessibility (dapat diakses) Berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi. Aksestabilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni: a) Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan faktual, dan tanpa diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang dimanapun. 29
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009
52
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
b) Aksesbilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau c) Aksesbilitas ekonomi; biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang. Dimensi aksesbilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat (2) dalam kaitannya dengan pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. c. Acceptability (dapat diterima), yaitu formulasi dan substansi dari pendidikan termasuk kurikulum dan metode pengajarannya harus mudah diterima, relevan sesuai dengan budaya setempat dan berkualitas. d. Adaptability (kesesuaian), pendidikan harus fleksibel dan dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas yang selalu berubah dan selalu bisa merespon kebutuhan peserta didik tanpa membedakan status sosial dan budayanya. Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan, pembiayaan pendidikan tidak lepas dari cara melihat pendidikan barang publik atau privat. Pendidikan sebagai barang publik berarti pemenuhannya tanggung jawab negara. Sebaliknya, sebagai barang privat warga barus membayar guna memperoleh pendidikan. Jika melihat ketentuan Pasal 13 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. Jadi cita-cita besarnya adalah pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Namun dalam implementasinya tidak ada satu pun kebijakan mengarah untuk merealisasikan hal tersebut, mungkin tidak terfikirkan karena masih banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan tinggi harus bayar, bahkan pemerintah dan DPR yang meratifikasi kovenan ini sekalipun. E.2. Aktor Pelanggar Hak atas Pendidikan Tahun 2009 ini, Negara masih menjadi pihak yang memiliki andil besar dalam pelanggaran hak atas pendidikan, dalam hal ini yaitu DPR dan pemerintah (Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan dan seluruh jajaran di bawahnya, serta Badan Standar Nasional Pendidikan). Hal tersebut terlihat jelas dalam pengesahan UU BHP dan juga pemaksaan pelaksanaan Ujian Nasional. Adanya kesepakatan pemerintah dengan badan internasional seperti Bank Dunia menjadi latar belakang cetak biru kebijakan terhadap pendidikan. Partai politik juga mempunyai andil yang sangat besar dalam pelanggaran hak atas pendidikan karena beberapa parpol punya platform sendiri mengenai pendidikan yang kemudian memaksakan kebijakan yang melanggar hak atas pendidikan. Selain itu, beberapa pimpinan parpol memang memiliki bisnis pendidikan sehingga mempengaruhi kebijakan partai di legislatif. Selain pemerintah, DPR dan partai politik, swasta juga menjadi actor pelanggar hak atas pendidikan. Pendidikan menjadi lahan untuk bisnis kemudian menerapkan komersialisasi pendidikan, menerapkan kurikulum yang tidak sesuai dan tidak dapat diterima oleh setiap peserta didik, bahkan terdapat juga swasta yang memanipulasi ataupun melakukan penipuan karena status lembaga pendidikan yang tidak terdaftar.
53
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
E.3. 2009 adalah Tahun Keberhasilan Liberalisasi Pendidikan melalui Pengesahan UndangUndang Badan Hukum Pendidikan Adanya otonomi atau liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dimulai dilakukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Tahun ini adalah puncaknya yaitu dengan disahkannnya UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Tinggal bagaimana mengimplementasikan liberalisasi tersebut. Dalam UU Sisdiknas dan UU BHP pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan hukum pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk pendidikan menengah pemerintah menanggung sedikitnya 1/3 biaya operasional (Pasal 41 ayat (1) UU BHP), dan untuk pendidikan tinggi pemerintah paling sedikit ½ biaya operasional pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat (6) UU BHP). Artinya negara akan lepas tanggungjawab jika telah menyediakan batas minimal biaya operasional tersebut dan masyarakat tidak dapat menuntut lebih, kekurangan dana menjadi tanggungjawab badan hukum pendidikan. Selain itu dana yang diberikan pemerintah diberikan dalam bentuk hibah dimana badan hukum pendidikan diharuskan kompetetitif dalam mengajukan proposal hibah (Pasal 41 ayat (10) UU BHP), jadi tidak semua badan hukum pendidikan mendapatkan bantuan. Jika ditinjau kebelakang, maka liberalisasi pendidikan berasal dari kesepakatan di General Agreement on Trade in Services (GATS) dimana pendidikan dimasukkan sebagai salah satu sektor jasa sehingga Indonesia harus menyesuaikan diri dengan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu dibentuklah UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU BHP. UU BHP juga muncul dengan adanya program Bank Dunia dengan nama Indonesia Managing Higher Education for Relevance dan Efficiency (IMHERE), dimana Indonesia mendapatkan pinjaman sebesar $50.000.000. Program tersebut bertujuan menjadikan pendidikan lebih evisien tanpa adanya intervensi dari pemerintah dan salah satu kunci indikatornya adalah adanya Badan Hukum Pendidikan. Jadi jelas bahwa tujuan dibentuknya UU BHP adalah untuk melepaskan tanggungjawab Negara terhadap pendidikan atau meliberalisasikan pendidikan, bukan bertujuan menjawab tantangan globalisasi. Akibat dari kebijakan otonomi atau liberalisasi pendidikan tersebut adalah biaya pendidikan akan semakin mahal dan warga negara semakin sulit untuk mendapatkan pendidikan. Saat ini pun kita sebenarnya sudah merasakan mahalnya biaya pendidikan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh salah satu pengacara LBH dengan menyebarkan questioner kepada 148 orang. Sebagian besar responden (85,82%) mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia mahal, 27,02% diantaranya beranggapan pendidikan di Indonesia sangat mahal. Hanya 3 orang dari 148 responden yang beranggapan pendidikan di Indonesia murah (0,2%) dan hanya 12,16% yang beranggapan biasa saja30. Melihat kondisi di atas, LBH Jakarta bersama 14 organisasi lain kemudian membentuk Aliansi Ki Hadjar (Kita semua berhak atas pendidikan dan pengajaran) dan melakukan kampanye secara simultan untuk menolak UU BHP tersebut, baik melalui diskusi, seminar maupun aksi bersama. Hal tersebut juga merupakan upaya untuk mendukung upaya permohonan Judicial Review yang telah dilakukan oleh Education Forum dan rekan-rekan terhadap UU Sisdiknas dan UU Badan Hukum Pendidikan. 30
Aksesibilitas Ekonomi Hak Atas Pendidikan oleh Alghiffari Aqsa S.H. Penelitian dilakukan pada Juni 2009.
54
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
E.4. Putusan Mahkamah Agung terhadap Gugatan Citizen Law Suit: Anjing Menggonggong Khafilah Tetap Berlalu, Ujian Nasional Tetap Diadakan Pada tanggal 14 September 2009 putusan gugatan Citizen Law Suit UN dikuatkan oleh MA atau kasasi dari Para Tergugat (Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan) ditolak. Dengan demikian hakim Kasasi tetap menguatkan putusan hakim tingkat pertama yang berbunyi: 1) mengabulkan gugatan subsider para penggugat, 2) Menyatakan bahwa Presiden, Susilo Bambang Yudoyono, Wapres M. Yusuf Kalla, Mendiknas Bambang Sudibyo dan Ketua BSNP Bambang Suhendro telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap warga negara khususnya hak atas pendidikan dan hak anak, 3) Memerintahkan para tergugat untuk meningkatkan kualitas guru terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan Ujian Nasional, 4) Memerintahkan Para Tergugat segera mengambil langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi ganguan psikologis dan mental para peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan Ujian Nasional. Walaupun telah dikalahkan di Mahkamah Agung, namun ternyata pemerintah/Para Tergugat tetap bersikukuh akan tetap melaksanakan Ujian Nasional pada Maret 2010. Mendiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengatakan putusan Mahkamah Agung tidak akan mempengaruhi penyelenggaran UN pada 2010. Ujian Nasional tetap diadakan karena UN merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Selain itu Depdiknas bakal menerima keputusan apapun setelah peninjauan kembali (PK) diajukan. Pada 13 Oktober 2009 Mendiknaspun mengeluarkan Peraturan Mendiknas No. 75/2009 tentang UN tingkat SMA dan SMP serta Permendiknas No. 74/2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD. Adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tersebut seharusnya membuka mata pemerintah dan kemudian melaksanakan putusan dengan terlebih dahulu meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah serta akses informasi sebelum melaksanakan Ujian Nasional sehingga dampak Ujian Nasional bagi peserta didik dapat dihindari. Adapun dampak tersebut yaitu terganggunya psikologis peserta didik, seperti bunuh diri dan menutup diri dari masyarakat, peserta didik hanya terfokus pada kemampuan kognitif dan pada pelajaran yang diuji, merusak moralitas karena demi kelulusan peserta didik dan guru kemudian berbuat curang. Akhirnya tujuan luhur pendidikan untuk mebentuk manusia seutuhnya tidak tercapai. E.5. Trend dan Perbandingan Dengan Tahun Sebelumnya: Banyak Pelanggaran, Namun Sedikit Pengaduan Banyak sekali pelanggaran hak atas pendidikan yang bias kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, namun hanya sedikit orang mau melaporkan pelanggaran tersebut kepada lembaga yang concern mengenai pendidikan ataupun ke LBH Jakarta. Masyarakat masih cenderung pasrah ketika hak atas pendidikannya dilanggar, misalkan saja banyak orang tua pasrah dan terpaksa memberhentikan 55
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
anaknya karena tidak mampu membayar uang pendidikan ataupun justru rela menjual harta benda dan juga berhutang untuk membayar biaya pendidikan tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan permasalahan pelanggaran hak pekerja ataupun hak atas peradilan yang jujur (fair trial) yang mendominasi kasus di LBH Jakarta, dimana jika terjadi pelanggaran maka masyarakat akan segera melaporkan ke lembaga bantuan hukum. Pada tahun 2005 terdapat 8 kasus pelanggaran hak atas pendidikan, tahun 2006 terdapat 94 kasus hak atas pendidikan (korban UN), tahun 2007 hanya 1 kasus (korban 15 orang), 2008 hanya 6 kasus (korban 24 orang), sedangkan pada tahun 2009 ini hanya terdapat 5 kasus baru mengenai hak atas pendidikan yang masuk ke LBH Jakarta. Kelima kasus tersebut adalah mengenai kualitas pengelolaan lembaga pendidikan, seperti lembaga pendidikan yang ternyata tidak memiliki izin dari DIKTI, penerapan peraturan dan kurikulum yang tidak toleran dan tidak sesuai dengan kondisi peserta didik, serta drop out karena mengeluhkan kualitas pendidikan.
Berdasarkan kasus hak atas pendidikan yang masuk ke LBH Jakarta semenjak tahun 2005, terlihat bahwa kasus yang mendominasi adalah kasus mengenai mutu pendidikan, pelayanan pendidikan ataupun pengelolaan pendidikan. Misalkan tahun 2005 terdapat 8 kasus dimana 3 kasus adalah pelanggaran akses atas lembaga, 3 kasus terkait dengan korupsi dan kolusi. Tahun 2006 didominasi kasus korban Ujian Nasional sebanyak 94 kasus, dan tahun 2009 ini pun demikian seperti telah diterangkan di atas kasus mengenenai kurikulum yang tidak toleran, institusi pendidikan yang tidak memiliki izin dan juga terkait kualitas pendidikan. Tidak banyak kasus mengenai akses terhadap pendidikan dari sudut pandang kemampuan ekonomi masuk ke LBH Jakarta. E.6. Kesimpulan dan rekomendasi Dengan melihat 4 indikator pemenuhan hak atas pendidikan (ketersediaan, akses, keberterimaan, dan kesesuaian) tentunya kita dapat mengatakan pemerintah masih gagal dalam pemenuhan hak atas pendidikan. Tingginya angka putus sekolah, mahalnya biaya pendidikan, dan Ujian Nasional yang dipaksakan bisa jadi cermin yang sangat nyata. Hal tersebut diperkuat juga oleh putusan gugatan UN yang mengatakan bahwa pemerintah telah lalai dalam memenuhi hak atas pendidikan warga negaranya. Terdapat banyak pelanggaran terhadap hak atas pendidikan, terutama mengenai akses terhadap pendidikan seperti tidak melanjutkan pendidikan karena tidak mampu mampu membayar uang pendidikan. Namun masyarakat sangat enggan sekali untuk mempermasalahkan hal tersebut sehingga pembuat kebijakan ataupun institusi pendidikan dengan leluasa melanggar hak atas pendidikan. Masyarakat belum memahami bahwa pendidikan itu adalah hak. Oleh karena itu hak atas pendidikan harus menjiwa dalam masyarakat sehingga menjadi suatu kesadaran masyarakat luas untuk memperjuangkan hak tersebut sehingga pembuat kebijakan menjadi terdesak. Kita tentunya banyak
56
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
berharap pada berhasilnya Judicial Review UU Sisdiknas dan UU BHP ke Mahkamah Konstitusi, namun bagaimana jika gagal ataupun jika berhasil bagaimana dengan implementasinya. Masyarakat yang sadar hak atas pendidikan adalah hak merupakan kunci utama.
F. Hak atas Fair Trial Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Fair Trial ditangani LBH Jakarta pada 2009 No
KASUS Korban31
1.
ES
Ibr dkk. (7 orang)
31
Sub Klasifikasi hak
Langkah yang sedang dan telah dilakukan
Pada tahun 2007 MA menolak kasasi pengusaha, namun kemenangan tersebut hanya diatas kertas karena Drs. Frn MM selaku perwakilan klien telah mengadakan perdamaian tanpa persetujuan klien. Drs. Fra diduga telah melakukan pemalsuan tanda tangan dan penipuan dalam proses perdamaian tersebut. Ketika hendak melaporkan dugaan tindak pidana ke Polres Jaksel, klien ditolak.
Hak Sipol
Hak atas Peradilan yang jujur
Laporan ke Polda Metro Jaya
Klien merupakan saksi dari dugaan Pembunuhan terhadap Sdr. Fahri yang meninggal dan terbakar di kebun kosong, Saksi dipanggil ke Kepolisian tanpa Surat Panggilan, diperiksa dengan mengalami Penyiksaan (Nano dan Leo), Diinapkan 3 hari, dan Hp disita tanpa surat sita, Penangkapan, penahanan sewenangwenang yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Jakarta Utara tanpa mekanisme yang jelas terhadap Ibrahim, dkk (saksi) terkait kematian Fakhri.
Hak Sipol
Pelaku
3. Drs. Frands MM 4. Yayasan Wirasakti Utama (M.)
2.
Klasifikasi Hak
Posisi Kasus Singkat
Anggota kepolisian Polres Jakut (RH)
Hak atas peradilan yang jujur
Pendampinga n,
Kondisi terakhir
hambatan
-
Kasus dipetieskan
-
-
Kuasa hukum belum memiliki BAP Ibrahim, dkk.
-
Trauma pada Ibrahim, dkk.
korespondensi , konfrensi pers, CO.
Inisial dan jumlah orang
57
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
3.
DR
Polres Jakarta Barat
DR terlibat perkelahian dengan tetangganya. Ia kemudian dilaporkan ke Polres Jakarta Barat. Permintaan ia atas salinan BAP ditolak oleh penyidik.
Hak sipol
4.
Rss A.N SJ
Kapolsek Metro Jatinegara
Atas dasar perjanjian dan hutang kerjasama ybs ditangkap dan ditahan di Polsek Metro Jatinegara.
Hak Sipol
5.
IS
Polsek Ciputat
Klien adalah korban salah tangkap karena pengkambinghitaman (“tukar kepala”), tadinya klien adl. pelapor yang tidak mendapatkan respon baik dari polisi, namun akhirnya ketika terjadi tawuran antar ormas, klien dituduh sebagai orang yang telah mengakibatkan matinya anggota ormas lain. Terdapat dugaan :
Hak Sipol
Hak atas peradilan yang jujur
Hak atas peradilan yang jujur
Hak atas peradilan yang jujur
Korespondens i dengan penyidik untuk permintaan BAP
Korespondens i surat Protes Ke Polsek Jatinegara, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Jakarta Timur.
Mendapatkan Penjelasan dari Polsek Jatinegara
- korespond ensi
Draft gugatan praperadilan
- Investigasi
- Surat perpanjangan penahanan diberikan terlambat.(sudah lewat waktu) - Keluarga tidak mendapatkan tembusan surat perpanjangan penahanan - Ada indikasi “suap” di kepolisian
BS
PT. PI a & POLDA Metro Jaya
Bekerja Pada Kantor PI, namun dikeluarkan karena dianggap telah melakukan kesalahan berat, dipaksa mengaku
Hak Sipol
Hak atas peradilan yang jujur
Bekerja Pada Kantor POS Indonesia, namun
Tidak ada tindak lanjut
58
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] dan akhirnya dipalsukan tandatangannya bahwa telah mengakui.
dikeluarkan karena dianggap telah melakukan kesalahan berat, dipaksa mengaku dan akhirnya dipalsukan tandatanga nnya bahwa telah mengakui.
Atas kejadian tersebut, klien melaporkan kepada Polda Metro Jaya bahwa telah dipalsukan tandatangan, namun dipersulit malah disuruh untuk mencari barang bukti yakni tandatangan dia selama dia bekerja di perusahaan agar ada pembanding.
Atas kejadian tersebut, klien melaporkan kepada Polda Metro Jaya bahwa telah dipalsukan tandatangan, namun dipersulit malah disuruh untuk mencari barang bukti yakni tandatangan dia selama dia bekerja di perusahaan agar ada pembanding.
6.
Mrn
Polda Metro Jaya
Klien adalah korban kekerasan dalam rumah tangga. Melaporkan KDRT ke Kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penyidikan baik terhadap pelapor maupun terlapor, ini dibuktikan dengan surat panggilan dengan No. Pol S.Pgl/13408/VII/2008/Dt Reskrimum dan ditangani oleh Unit II Sat IV di Ruang Perempuan dan anak dan sejak pemeriksaan terakhir tanggal 22 Jul 2008, tidak ada perkembangan dari hasil penyidikan perkara ini
Hak Sipol
7.
Ibu Nzw dan MA
Poedji Rahardjo,
Ibu Nzw dan anaknya mengalami KDRT oleh
Hak Sipol
Hak atas peradilan yang jujur
Hak atas peradilan yang
Korespondens i surat Protes dan minta SP2HP, Kepada Polda Metro Jaya, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, dan Kabid Propam Polda Metro Jaya
Belum ada tindak lanjut.
- Surat menyurat ke
Poedji Rahardjo
59
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] dan MAB
Polisi dan jaksa
(2 orang)
8.
Rud
Luc
Poedji Rahardjo (Jaksa senior di Kejagung), dalam proses peradilan terdapat berbagai ketidakadilan spt: terjadi diskriminasi, perlindungan yg dibocorkan ke pelaku, dakwaan yang dirubah, dll.
Rud telah menjalani 3 kali pidana atas pelaporan istrinya yang bernama Luc. Saat ini sedang menjalani proses persidangan untuk kali keempat atas tindak pidana Pasal 310 dan 311 oleh istrinya. Semua laporan istrinya diproses oleh penegak hukum sedangkan laporan Rud ke Polda tidak pernah di tindak lanjuti.
jujur
EZB B, an. LN
Kapolsek Metro Bekasi Barat
Terlibat perkelahian dengan Seseorang karena masalah anak, di upayakan untuk berdamai namun tidak berhasil. Klien dilaporkan Penganiayaan yang mengakibatkan luka, dan ybs menjadi tersangka. Namun kepolisian tidak memanggil dan memeriksa saksi yang meringankan klien dan sesuai dengan
divonis 2 tahun penjara
- Mengawal sidang; - Mendorong Fair Trial.
Hak Sipol
Hak atas peradilan yang jujur
Korespondens i dengan AJI;
Siaran pers;
Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,menung gu putusan pengadilan
Pendampinga n hukum (dugaan Pasal 310 dan 311 KUHP) dalam Persidangan di PN Jakarta Timur;
akumulasi terhadap pemidanaan Rud menjadi permasalahan tersendiri. Sekarang Rud menjalani hukuman selama 13 tahun atas 3 tindak pidana, seharusnya pemidanaan menggunakan concursus realis, karena Indonesia tidak mengenal akumulasi pemidanaan.
9.
Kejagung, Komnasham , MA, dll;
Mengajukan ahli linguistik.
Berdiskusi dengan beberapa alumni terkait dengan pemidanaan
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Korespondens i surat mohon pemantauan ke kompolnas
Dapat Respon dari Kompolnas
60
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] keterangan klien.
10.
Rud
Luc
Rud telah menjalani 3 kali pidana atas pelaporan istrinya yang bernama Luc. Saat ini sedang menjalani proses persidangan untuk kali keempat atas tindak pidana Pasal 310 dan 311 oleh istrinya. Semua laporan istrinya diproses oleh penegak hukum sedangkan laporan Rud ke Polda tidak pernah di tindak lanjuti.
Hak Sipol
Hak sebagai subyek hukum
Korespondens i dengan AJI;
Siaran pers;
Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,menung gu putusan pengadilan
Pendampinga n hukum (dugaan Pasal 310 dan 311 KUHP) dalam Persidangan di PN Jakarta Timur;
Mengajukan ahli linguistik.
Berdiskusi dengan beberapa alumni terkait dengan pemidanaan
11.
Str an Alm HM
Kepala Kepolisian Resort Cianjur Sektor Campaka
Menikah dengan seorang gadis Cianjur, pada 09 Mei 2009 Istri tersebut pulang ke rumah Orang tuanya, dan pada tanggal 18 Mei 2009 ybs menyusul ke Rumah Orang Tua Istri ke Cianjur. Tanggal 20 Mei 2009, Rumah Istri terebut kebakaran, dan ybs meninggal terbakar. Pihak keluarga Curiga bahwa ybs meninggal karena ada rekayasa, karena keluarga ybs tidak diberikan visum dan hasil otopsi dengan alasan rahasia.\
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Mengirimkan Surat Protes dan Klarifikasi, Kapolsek, dan ditembuskan kepada Kapolri, Kapolda Jabar, Kabid Propam, Kapolres Cianjur.
12.
RW Vs
DIRLANTAS POLDA
Saudari Rumpi Widyastuti (Pengemudi
Hak Sipol
Hak sebagai
LBH Jakarta mengirimkan
LBH Jakarta menerima
61
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
13.
Hkm
METRO JAYA
Bus TransJakarta) dengan Saudara Hikmatullah, dimana keduanya mengalami Kecelakaan Tabrakan Beruntun Pada Tanggal 22 April 2008, namun kemudian mereka berdamai. Pihak kepolisian tidak memproses perkara, karena klien ingin berdamai.
KG
Kapolsek Metro Pondok Gede
Mengontrak sebuah rumah, karena pemilu 2009, ybs pulang ke kampung. Dan ketika kembali ke rumah kontrakan Rumah sudah dibongkar dan dibuka oleh Pemilik rumah, barang-barang ybs hilang. Melapor Ke Kepolisian, namun lambat, tidak profesional dan berupaya untuk mendamaikan.
Hak Sipol
subjek hukum
Protes
Perdamaian tersebut, karena kehendak klien
Hak sebagai subjek hukum
Korespondens i
Mendapatkan Jawaban Dari Kapolsek, Dan Bid Propam POLDA METRO Jaya, kasus ybs P21(diteruskan ke persidangan)
surat Protes Ke Polsek Pondok Gede, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Bekasi.
14.
Rss a.n.SJ
Kapolsek Metro Jatinegara
Klien melakukakan perjanjian bisnis, namun karena pengiriman barang di-stop, sehingga mengalami kerugian, dan jadi memiliki hutang sebesar Rp. 173 Juta Rupiah. Karena hutang tersebut klien dilaporkan dan menjadi tersangka di kepolisian.
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Korespondens i surat Protes Ke Polsek Jatinegara, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Jakarta Timur.
Mendapatkan Penjelasan dari Polsek Jatinegara
15.
NR / JS. S
Kejaksaan Negeri Nabire
Ditunjuk sebagai Konsultan Pengawas pada Proyek Pengadaan perahu untuk tahun anggaran 2007 di Nabire, karena belum selesai ybs diperpanjang kontraknya dan diberikan uang jasa konsultasi sebesar Rp. 1.800.000,-.
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Mengirimkan Protes Ke Kepala Kejaksaan Nabire, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Kejaksaan Agung, jaksa Agung Muda Pengawasan, Komisi Kejaksaan
Kejaksaan merespon surat menjelaskan proses perkara
Karena tidak dirawat, perahu kemudian
62
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] rusakr. Atas peristiwa tersebut, klien diminta oleh Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Pemerintah Kabupaten Nabire untuk hadir di Kantor Kejaksaan Negeri Nabire pada 13 Maret 2009. Ketika memenuhi permintaan tersebut, klien dijadikan tersangka dan ditahan.
16.
BS
PT. PI & POLDA Metro Jaya
Bekerja Pada Kantor POS Indonesia, namun dikeluarkan karena dianggap telah melakukan kesalahan berat, dipaksa mengaku dan akhirnya dipalsukan tandatangannya bahwa telah mengakui.
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Atas kejadian tersebut, klien melaporkan kepada Polda Metro Jaya bahwa telah dipalsukan tandatangan, namun dipersulit malah disuruh untuk mencari barang bukti yakni tandatangan dia selama dia bekerja di perusahaan agar ada pembanding.
17.
Mrn
Polda Metro Jaya
Mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, dilakukan oleh suami yang bersangkutan, yakni sdr. Ang , melaporkan kejadian dan perbuatan in kepada Pihak Kepolisan Polda Metro Jaya, dengan No. Laporan No.Pol. 1536/K/VI/2008/SPK UNIT III; kemudian, yang bersangkutan divisum et repertum , dan kemudian diantar pulang oleh satu tim Kepolisian. Setelah beberapa kali pemeriksaan saksi, kasus tidak berlanjut
Hak Sipol
Hak sebagai subyek hukum
Koresponde nsi surat Protes dan minta SP2HP, Kepada Polda Metro Jaya, dan ditembuska n ke Kapolri, Kompolnas, dan Kabid Propam Polda Metro Jaya
Tidak ada tindak lanjut
Mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, dilakukan oleh suami yang bersangkutan, yakni sdr. Anggono, melaporkan kejadian dan perbuatan in kepada Pihak Kepolisan Polda Metro Jaya, dengan No. Laporan No.Pol. 1536/K/VI/200 8/SPK UNIT III; kemudian,
Mariani
63
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] yang bersangkutan divisum et repertum , dan kemudian diantar pulang oleh satu tim Kepolisian. Setelah beberapa kali pemeriksaan saksi, kasus tidak berlanjut 18.
Warga Lontar, Mauk Tangerang
POLRES Tangerang
(29 orang)
Pembangunan PLTU III di daerah Mauk. Setiap hari Truk dan alat berat mengangkut Tanah, sehingga mengeluarkan banyak debu di jalanan. Pemerintahan Desa membebankan retribusi kepada setiap truk pengangkut tanah dan Alat Berat. Penarik Retribusi ditahan dengan tuduhan pemaksaan dan penarikan biaya ilegal. Warga menyerbu, dan merusak fasilitas Pembangunan Pembangkit ListrikTenaga Uap tersebut. Warga Kampung Kosong karena Laki-laki banyak yang ditangkap, dan sebagian bersembunyi sehingga yang tersisa adalah Perempuan dan Anakanak
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
- Pengaduan Ke Kompolnas - Pengaduan Ke Komnas HAM - Hearing dan bertemu dengan Pejabat Kepolisian Tangerang
Mengundurka n diri dari Kuasa Hukum, karena Warga memberikan Kuasa Kepada Pihak Lain tanpa sepengetahua n dari Tim Advokasi
- Ada Nuansa politik di Kalangan warga, nuansa perpecahan pasca Pilkades masih terasa - Jauhnya Jarak dan Lokasi melambatka n Advokasi
- Meminta Visum - Membentuk Tim Advokasi bersama KontraS, PBHI, YLBHI, dan PAHAM Banten - Diskusi dan Penguatan dengan Warga
19.
Tmy & Hrs (2 orang)
Kepolisian Resort Jakarta Utara
Tommy dan Haris merupakan Pengacara Publik dan Asisten Pengacara Publik di LBH Jakarta yang mendampingi BAP saksi di Polres Jakarta Utara. Saksi yang didampingi adalah Anak.
Dalam pemeriksaan,Saksi kelelahan karena diperiksa dari pagi hingga Malam, serta ada hal-hal dalam pemeriksaan yang
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
- Pendampi ngan BAP - Korespon densi - konfrensi pers dan CO - Membent uk Tim Solidarita s Korban Kekerasa n
- Pemeriksaa n saksi WA, N dan K di Polres Jakarta Utara
``
- Pemeriksaa n terhadap Laporan atas Kekerasan dan Perbuatan Tidak Menyenang
64
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] mencurigakan seperti Nama-nama di Hp saksi yang di mainkan, sehingga saksi mengiinginkan Pulang terlebih dahulu karena merasa tertekan dan besok harus sekolah.
Kepolisian (SKAP) dengan Jaringan Advokasi - Melapork an perbuatan tidak menyena gkan ke POLDA Metro Jaya
Tommy dan Haris meminta penyidik untuk melanjutkan BAP saksi esok harinya namun tidak diijinkan oleh Penyidik. Krn protes Tommy dan Haris disekap oleh penyidik selama satu malam dan dipukul oleh anngota kepolisian.
20.
SRB (1 orang)
Kepolisian Sektor Bojong Gede
Klien adalah anak berusia 14 tahun yang dipanggil sebagai saksi atas terjadinya pencurian. Dalam pemeriksaan penyidik memaksa klien untuk mengaku dengan alasan akan dibebaskan. Setelah pemeriksaan, status klien menjadi tersangka dan disidik tanpa mendapatkan bantuan hukum. Klien juga sempat ditahan bersama tahanan dewasa selama 5 hari.
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum.
- Pendampi ngan - korespon densi - konfrensi pers dan CO - mengajuk an permohon an Pra Peradilan - Pendampi ngan di Persidang an Anak di PN Cibinong dan mendapat kan konseling psikolog - Kasasi,
21.
Rss a.n. AJ
Kapolsek Metro Jatinegara
Atas dasar perjanjian dan hutang kerjasama ybs ditangkap dan ditahan di Polsek Metro Jatinegara.
kan Di Polda Pun dilanjutkan dengan Pemeriksaa n Saksi
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Korespondens i
Permohonan Pra Peradilan digugurkan dengan masuknya Pokok Perkara
Klien dinyatakan bebas dalam putusan Pengadilan Negeri 10 Agustus 2009, diputus Bebas (Vrijspraak)
Pendampingan di Polsek Bojonggede dihalanghalangi
Orang tua dan keluarga klien histeris.
Jaksa mengajukan kasasi dan masih menunggu putusan kasasi
Belum ada tindak lanjut
Mengririmkan Surat Protes dan Klarifikasi ke Polda Metro Jaya,
65
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] Kabid Propam Polda Metro Jaya, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, dan Itwasum Mabes Polri 22.
BD i
KWI
klien difitnah melakukan perbuatan asusila dan diberhentikan sepihak oleh KWI tanpa melewati proses yang adil (fair) dengan pembuktian hukum dan putusan Pengadilan. Tapi langsung di PHK saja.
Hak sipil da politik
hak sebagai subyek hukum
Korespondens i surat berupa Protes dan Klarifikasi Ke Konferensi Wali Gereja.
KWI memberikan klarifikasi
HGM
Diduga tuduhan didasarkan pada ketidaksukaan pihak manajemen terhadap aktivitas Imam ketika menjabat sebagai ketua serikat.
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
Mendampingi BAP di POLDA Metro Jaya
Menunggu SP3
Korespondens i surat Protes Ke Polsek Pasar Minggu, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Jakarta Selatan.
Kasus sudah dilimpahkan ke kejaksaan
(1 orang)
23.
IS
-
Klien Tidak bergerak Cepat dengan memberikan data kepada Penyidik POLDA Metro
Tidak ada bukti permulaan yang cukup yang mendasari statusnya sebagai tersangka.
24.
NT a.n IES
Kapolsek Metro Pasar Minggu & H. Musa
25.
ES dkk. (12 5. Frd orang) 6. Yayasan Wrs
Berkelahi dengan tetangga karena tetangga tersebut memukul anak ybs, tetangga tersebut melaporkan ke Polsek Metro Pasar Minggu, kepolisian langsung menahan klien. Klien juga melaporkan ke Polres Jaksel terkait pemukulan terhadap anak namun belum diproses.
Hak Sipol
hak sebagai subjek hukum
Yayasan yang menolak mem-PHK dan tidak mengakui hubungan kerja dengan klien. Upaya hukum atas PHK telah ditempuh, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
Hak Sipol
Hak sebagai subjek hukum
66
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] memenangkan klien.
26.
Tmy dan Hrs (2 orang)
Kepolisian Resort Jakarta Utara
Tmy dan Hrs merupakan Pengacara Publik dan Asisten Pengacara Publik di LBH Jakarta yang mendampingi BAP saksi di Polres Jakarta Utara. Saksi yang didampingi adalah Anak.
Dalam pemeriksaan,Saksi kelelahan karena diperiksa dari pagi hingga Malam, serta ada hal-hal dalam pemeriksaan yang mencurigakan seperti Nama-nama di Hp saksi yang di mainkan, sehingga saksi mengiinginkan Pulang terlebih dahulu karena merasa tertekan dan besok harus sekolah.
Tommy dan Haris meminta penyidik untuk melanjutkan BAP saksi esok harinya namun tidak diijinkan oleh Penyidik. Krn protes Tommy dan Haris disekap oleh penyidik selama satu malam dan dipukul oleh anngota kepolisian.
Hak Sipol
Hak untuk bebas dari penyiksaan
- Pendampi ngan BAP - Korespon densi - konfrensi pers dan CO - Membent uk Tim Solidarita s Korban Kekerasa n Kepolisian (SKAP) dengan Jaringan Advokasi - Melapork an perbuatan tidak menyena gkan ke POLDA Metro Jaya
- Pemeriksaa n saksi WA, N dan K di Polres Jakarta Utara - Pemeriksaa n terhadap Laporan atas Kekerasan dan Perbuatan Tidak Menyenang kan Di Polda Pun dilanjutkan dengan Pemeriksaa n Saksi
Tommy dan Haris merupakan Pengacara Publik dan Asisten Pengacara Publik di LBH Jakarta yang mendampingi BAP saksi di Polres Jakarta Utara. Saksi yang didampingi adalah Anak. Dalam pemeriksaan, Saksi kelelahan karena diperiksa dari pagi hingga Malam, serta ada hal-hal dalam pemeriksaan yang mencurigakan seperti Namanama di Hp saksi yang di mainkan, sehingga saksi mengiinginkan Pulang terlebih dahulu karena merasa tertekan dan besok harus sekolah. Tommy dan Haris meminta penyidik untuk melanjutkan BAP saksi namun tidak diijinkan oleh Penyidik. Krn protes Tommy dan Haris disekap oleh penyidik selama satu malam dan
67
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] dipukul oleh anggota kepolisian.
27.
Warga Lontar, Mauk Tangerang
POLRES Tangerang
(29 orang)
Warga menolak pembangunan PLTU III di daerah Mauk. Penolakan dilakukan melalui penyerbuan dan pengrusakan fasilitas Pembangunan Pembangkit ListrikTenaga Uap tersebut. Warga Kampung Kosong karena Laki-laki banyak yang ditangkap, dan sebagian bersembunyi sehingga yang tersisa adalah Perempuan dan Anak-anak
Hak Sipol
Hak bebas dari penyiksaan
- Pengaduan Ke Kompolnas - Pengaduan Ke Komnas HAM - Hearing dan bertemu dengan Pejabat Kepolisian Tangerang
Mengundurka n diri dari Kuasa Hukum, karena Warga memberikan Kuasa Kepada Pihak Lain tanpa sepengetahua n dari Tim Advokasi
- Ada Nuansa politik di Kalangan warga, nuansa perpecahan pasca Pilkades masih terasa - Jauhnya Jarak dan Lokasi melambatka n Advokasi
- Meminta Visum - Membentuk Tim Advokasi bersama KontraS, PBHI, YLBHI, dan PAHAM Banten
Pada saat penangkapan pihak Kepolisian melakukan Penyiksaan.
- Diskusi dan Penguatan dengan Warga 28.
Ibr, dkk. (7 orang)
Anggota kepolisian Polres Jakut (RH)
Pada tanggal 5-7 Mei 2009 Ibrahim dkk mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Polres Jakarta Utara dalam proses penyidikan kasus kematian Fakhri
Hak Sipol
Hak untuk bebas dari penyiksaan
Pendampinga n,
Kasus dipetieskan
korespondensi , konfrensi pers, CO.
Kuasa hukum belum memiliki BAP Ibrahim, dkk. Trauma pada Ibrahim, dkk.
29.
SRB (1 orang)
Kepolisian Sektor Bojong Gede
Klien anak usia 14 tahun dituduh mencuri dan disiksa dengan tujuan mengakui bahwa dirinya adalah pelaku pencurian. Dengan terpaksa akhirnya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan,
Hak Sipol
Hak bebas dari penyiksaan
- Pendampi ngan - korespon densi - konfrensi pers dan CO - mengajuk
Permohonan Pra Peradilan digugurkan dengan masuknya Pokok Perkara
Pendampingan di Polsek Bojonggede dihalanghalangi
Orang tua dan keluarga klien Klien
68
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] an permohon an Pra Peradilan - Pendampi ngan di Persidang an Anak di PN Cibinong dan mendapat kan konseling psikolog - Kasasi,
30.
31.
IS
Riss a.n JS
Polsek Ciputat
Salah tangkap karena pengkambinghitaman (“tukar kepala”), tadinya klien adl. pelapor yang tidak mendapatkan respon baik dari polisi, namun akhirnya ketika terjadi tawuran antar ormas, klien dituduh sebagai orang yang telah mengakibatkan matinya anggota ormas lain. Klien masih tetap ditahan walaupun masa penahanan sudah habis
Kapolsek Metro Jatinegara
Hak Sipol
Hak Sipol
Klien tidak sanggup membayar hutang dan karenanya dilaporkan penipuan/penggelapan ke Polsek Metro Jatinegara
Hak atas perlindungan dari kesewenangwenangan hukum kriminal
Korespondensi surat
Hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang)
Korespondens i surat Protes Ke Polsek Jatinegara, dan ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, Kapolda Metro, Kabid Propam Polda Metro, dan Kapolres Jakarta Timur.
dinyatakan bebas dalam putusan Pengadilan Negeri 10 Agustus 2009, diputus Bebas (Vrijspraak)
histeris.
Jaksa mengajukan kasasi dan masih menunggu putusan kasasi
Draft gugatan praperadilan
Investigasi
Mendapatkan Penjelasan dari Polsek Jatinegara
69
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
F.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik pada tahun 2005 dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2005 dan Konvensi anti penyiksaan (CAT) pada tahun 1998 dengan dikeluarkannya UU No.5 tahun 1998. Dengan meratifikasi, berarti Indonesia memiliki kewajiban untuk menurunkan dalam peraturan domestic dan membangun legal framework dan institusional framework untuk mengakui dan menghormati hak untuk bebas dari penyiksaan dan hak-hak sipil dan politik termasuk didalamnya Hak atas peradilan yang jujur dan adil (fair trial) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ICCPR. Sebelum ratifikasi, prinsip-prinsip Fair Trial diakomodasi sebagian oleh Indonesia dalam KUHAP yang menentukan prosedur-prosedur dan hak-hak dari setiap orang dalam setiap tahap penyelidikan dan peradilan. Sementara KUHAP menyediakan banyak jaminan perlindungan untuk hakhak tersangka dan terdakwa, namun tidak berarti banyak jaminan dalam standard international mengenai fair trial yang diakomodasi. bahkan jaminan yang ada dalam KUHAP sendiri masih banyak dilanggar dan diabaikan. Pemerintah indonesia sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama telah memulai untuk memperbaharui KUHAP dengan menyediakan jaminan perlindungan hukum yang lebih luas bagi tersangka, terdakwa, saksi dan korban. suatu tim bentukan pemerintah telah mempersiapkan draft pembaharuan dan setahun belakngan ini banyak didiskusikan dan menjadi perdebatan seiring dengan kasus-kasus yang menarik perhatian public. versi final dari draft tersebut kini telah diserahkan ke parlemen dan menjadi prioritas RUU yang akan dibahas dalam program legislasi nasional tahun 2010. LBH Jakarta menyambut baik semua perkembangan positif ini dan bersama-sama NGO lainnya yang tergabung dalam komite pembaharuan hukum acara pidana menyiapkan briefing paper untuk setiap tematik/isu pilihan dalam RUU KUHAP. LBH Jakarta berharap pembaharuan KUHAP ditujukan untuk perlindungan yang lebih kuat dan memadai atas hak asasi manusia, khususnya hak untuk bebas dari penyiksaan (CAT) dan Fair tial (ICCPR) serta pemihakan terhadap kelompok yang rentan (perempuan, anak, LGBT dan difabel) yang tampaknya belum mendapatkan perhatian dalam naskah final draft RUU KUHAP. Terdapat beberapa kemajuan dalam RUU KUHAP namun lebih banyak juga prinsip-prinsip fair trial yang masih belum ada dalam RUU KUHAP. Pada tahun 2002, pemerintah Indoensia mengundang Pelapor khusus untuk independensi hakim dan advokat namun tidak cukup eksaminasi untuk implementasi dari rekomendasi-rekomendasinya.32 Terkini, pemerintahan Indonesia bersatu jilid II memprioritaskan pemberantasan mafia hukum/peradilan dalam program 100 hari mereka.33 Namun demikian, studi dan telaah atas fakta-fakta yang dikumpulkan oleh koalisi NGOs untuk pembaharuan hukum acara pidana (KuHAP) menggambarkan bahwa praktek peradilan yang tidak fair
lihat laporan dari UN Special Rapporteur on the independence of judges and lawyers, Dato' Param Cumaraswamy, dalam kunjungannya ke Indonesia (E/CN.4/2003/65/Add.2). ini kunjungan UN expert terkahir dalam kapasitasnya ke Indonesia, observasinya dan laporannya masih relevan hingga hari ini dan patut untuk dilihat oleh siapapun yang memiliki perhatian pada kondisi peradilan dan hak asasi manusia di Indonesia. 32
Kabinet Indonesia Bersatu jilid II membentuk sebuah Satuan Gugus Tugas atau task force untuk memerangi mafia peradilan/hukum yang dikoordinir oleh KUKP3 (Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) Mr. Kuntoro Mangkusubroto. namun hingga tulisan ini dibuat Keppres dari Presiden mengani gugus tugas ini belum dikeluarkan. 33
70
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
terus berlanjut di Indonesia.34 Laporan akhir tahun LBH Jakarta sejak 2004 sampai 2008 merlaporkan bahwa jumlah pelanggaran atas prinsip-prinsip fair trial relatif stabil dan tinggi. kasus-kasus yang diterima LBH Jakarta terkait fair trial.35 juga berhubungan atau kombinasi dengan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berserikat, pelanggaran hak untuk bebas dari penyiksaan, termasuk penggunaan pasalpasal karet seperti pencemaran nama baik. 36 F.2. Definisi operasional/ Ruang Lingkup Hak atas peradilan yang jujur dan adil adalah jarring pengaman mendasar untuk menjamin hak-hak individu untuk tidak begitu saja diproses hukum. ini juga sangat krusial untuk melindungi hak asasi lainnya seperti hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam serta penghukuman yang tidak manusiawi, hak untuk bebas dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, hak untuk kebabasan berekspresi dan berserikat. lebih jauh berkaitan dengan hak hidup yang dalam konteks indonesia masih memberlakukan hukuman mati. Hak atas peradilan yang fair secara jelas dirumuskan dalam pasal 14 ICCPR. meliputi beberapa hal diantaranya Pengadilan yang Kompeten, Independen dan Tidak Memihak yang Ditetapkan Hukum,37 penerapan azas praduga tidak bersalah,38 Persidangan Terbuka untuk Umum dan Dilakukan secara Lisan,39 dan Jaminan Prosedur Minimal40, Hak untuk membela diri41, hak atas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.42 Sementara itu yang dimaksud dengan penyiksaan adalah sebagaimana diatur dalam pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) dan pasal 26 terkait dengan perlakuan tidak manusiawi dan penghukuman kejam dan merendahkan martabat manusiawi.
Aksi Peringatan Hari Anti Penyiksaan
Dalam KUHAP hak atas fair trial tersebar dibeberapa bab dan dimasukkan dalam hak-hak tersangka dan terdakwa, azas praduga tidak bersalah, hak atas bantuan hukum, hak saksi dan seterusnya. Sementara itu jaminan hak
34
Briefing Paper RUU KUHAP 2009 oleh Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP)
35
Catahu LBH Jakarta 2004-2008 rata-rata mencatat sekitar 30 kasus fair trial setiap tahunnya.
Tahun 2009, LBH Jakarta menangani lima kasus pencemaran nama baik/defamation dengan korban human rights defenders, trade union activists and anti corruption activists. 36
37
Pasal 14 (1) ICCPR/Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
38
Pasal 14 (2)ICCPR
39
pasal 14 (1) ICCPR
40
pasal 14 (3) ICCPR
41
pasal 14 (3) d ICCPR
42
pasal 14 (3) c ICCPR
71
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
asasi manusia di lingkup domestic terkait dengan hak atas fair trial juga diatur dalam Pasal 18 (1) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan fair Trial yang sebagiannya telah diakomodir dalam KUHAP, penyiksaan sama sekali belum diakomodasi baik dalam KUHAP maupun dalam KUHP. Hak atas peradilan yang jujur atau fair trial control atas kewenangan lembaga-lembaga penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan upaya paksa lainnya dalah hukum acara pidana. ia melibatkan kepolisian, kejaksaan, kehakiman sampai lembaga pemasyarakatan. Berbagai pelanggaran tugas dan fungsi serta penyalahgunaan wewenang mereka dengan sendirinya menjadi kasus pelanggaran fair trial. Berdasarkan definisi operasional diatas, LBH Jakarta memasukkan kasus-kasus di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sebagai bagian dari kasus-kasus Fair Trial. kasus-kasus tersebut misalnya kasus pelanggaran hak-hak tersangka-terdakwa seperti salah tangkap, menghalangi bantuan hukum, dan kriminalisasi. F.3. Aktor, pola relasi, kepentingan Tahun 2009 juga mencatat pengaduan LBH Jakarta terkait dengan upaya pemulihan atau remedy dalam kasus-kasus yang bernuasa fair trial. 26 di kompolnas, 1 kasus di komisi kejaksaan, 1 kasus di Komisi yudisial dan 1 kasus di pengawasan Mahkamah Agung. Tahun 2009 pelaku dominan untuk pelanggaran fair trial didominasi oleh lembaga penyelidikan dan penyidikan atau lebih khusus Kepolisian. tercatat dari 29 kasus fair trial yang ditangani, 29 melibatkan kepolisian. sementara 3 kasus melibatkan kejaksaan dan 2 kasus melibatkan institusi pengadilan. Keterlibatan kepolisian dalam kasus pelanggaran fair trial dilakukan dengan berbagai macam pola, diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut: •
Failure (kesalahan) dan Rekayasa Kasus (upaya menutup kesalahan dengan rekayasa)
Kasus-kasus salah tangkap menjadi sorotan pada tahun ini. tercatat sedikitnya 4 kasus salah tangkap yang dilakukan kepolisian. kasus yang paling menyita perhatian public adalah kasus JJ Rizal seorang sejarawan UI, Kasus Rico seorang waria, dan kasus Koko seorang remaja yang dtuduh mencuri. Dalam kasus-kasus tersebut terlihat jelas kepolisian bekerja secara tidak professional dan melakukan kesalahan fatal yakni salah target operasi atau salah tangkap. dalam kasus Rizal yang dikenal public, kepolisian menyatakan permintaan maafnya secara terbuka dan mengajak rizal berdamai, namun sayangnya pengakuan kesalahan serupa tidak terjadi dikasus-kasus yang lain. polisi justru berupaya sekuat tenaga untuk melegitimasi kesalahannya dan memaksakan untuk diajukan ke persidangan kendati bukti-bukti tidak cukup. Hal berbahaya dari sikap polisi seperti ini seperti dalam kasus koko adalah kecenderungan untuk merekayasa kasus semakin besar. hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta persidangan yang sangat ganjil, saksi-saksi memberatkan yang tidak saling berkaitan. pemaksaan polisi untuk meneruskan perkara koko juga diikuti oleh jaksa. bahkan sampai setelah putusan bebas, jaksa tetap mengajukan kasasi. Rekayasa kasus juga cenderung terlihat dalam kasus Bejo Suseno di Polda Metro Jaya. Yang patut mendapat perhatian juga adalah tempat dan pelaku. hampir semua salah tangkap terjadi di tingkat Polsek, Rizal di polsek Beji, Koko di polsek Bojong gede, dan satu saja ditingkat Polres yakni 72
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
polres Jakarta selatan dalam kasus Rico. kenyataan ini menunjukan bahwa ada problem ketidak profesionalan yang cenderung besar ditingkat polsek. Hal ini juga terkait dengan usia dan pengalaman kerja. Beberapa penyelidikan dan penindakan oleh provost dalam kasus Rizal menunjukan pelaku yang masih baru dikepolisian. •
Undue Delay, Tindakan abusive (sewenang-wenang) dan diskriminasi
Tahun 2009 LBH mencatat bahwa kasus-kasus perdata umum, persengketaan antar tetangga, kasus keluarga, KDRT yang dibawa kepolisian oleh salah satu pihak menjadi peluang bagi polisi untuk bertindak sewenang-wenang atau melampaui kewenangannya sebagai penyidik. Dalam beberapa kasus turunan dari kesewenang-wenangan ini adalah praktik diskriminatif dalam penegakkan hukum. Diskriminatif biasanya terkait dengan adanya pengaruh dan kekuasaan yang membuat polisi bias dalam menjalankan posisi dan kewenangannya. Diskriminasi dilakukan dengan mempercepat penanganan perkara dengan pelapor yang diduga menyuap kepolisian, atau terlapor yang menyuap kepolisian dan menjadikan penanganan menjadi terhambat atau bahkan sengaja digantung tanpa kepastian hukum. Seperti tahun 2008, kecenderungan pola undue delay juga terjadi. Undeue delay terjadi dalam bentuk penolakan laporan, buruknya respond an lambatnya kinerja, perkara yang digantung atau tanpa kejelasan, sehingga seseorang menyandang status tersangka untuk waktu yang tidak jelas. Di ranah publik, diskriminasi dirasakan sekali oleh masyarakat yang marah terhadap polisi. tak dapat dipungkiri bagaimana perasaan publik tersakiti melihat perlakuan yang berbeda oleh kepolisian kepada Anggodo dibanding dengan perlakuan kepada nenek Minah dan mereka yang marginal lainnya. Demikianlah diskriminasi menjadi pola dan terkait erat dengan praktik mafia peradilan yang telah lama menjangkiti sistem hukum dan peradilan negeri ini. •
Berhubungan dan kombinasi dengan Penyiksaan
Pelanggaran fair trial biasanya juga terkait dengan praktik penyiksaan. Tercatat 4 (empat) kasus penyiksaan yang terjadi sepanjang tahun ini. Penyiksaan menjadi bagian utama untuk mendapatkan keterangan dan pengakuan tersangka secara paksa dan kekerasan. Ibrahim, seorang saksi yang dicurigai terlibat pembunuhan di Polres Jakarta utara mengalami penyiksaan dengan terlebih dahulu dibawa dan disiksa di dalam mobil polisi. Koko si anak malang juga mengalami penyiksaan sampai akhirnya terpaksa mengaku di saat interogasi, belakangan di pengadilan mencabut pengakuannya dengan alasan penyiksaan. penyiksaan juga dilakukan kepada warga lontar Tanggerang dalam penangkapan masal terhadap warga yang demo dan merusak PLTU III. Setelah kedatanagan pelapor khusus penyiksaan tahun 200743, tampaknya beberapa rekomendasi untuk membenahi legal framework dan institusional framework belum juga dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Hingga kini Optional Protocol Konvensi anti penyiksaan (CAT) dan mekanisme pencegahan penyiksaan belum juga diselesaikan. sementara itu pemidanaan terhadap pelaku-pelaku penyiksaan untuk diakomodir dalam KUHP juga belum tercapai seiring mandegnya pembahasan RUU KUHP.
43
lihat laporan Mr. Manfred Nowak Special Rapporteur on Torture dalam kunjungannya ke Indonesia
73
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
• SLAPP Suit dan kriminalisasi korban Substansi dan prosedur hukum yang digunakan oleh Pihak yang menindas untuk membungkam mereka yang berjuang untuk merebut dan mempertahankan haknya terjadi ketika Prita mengeluhkan suatu pelayanan kesehatan yang merupakan hak dasarnya sebagaimana diakui oleh kovenan internasional hak ekonomi, sosial dan budaya di serang balik oleh RS. Omni internasional dengan pasal pencemaran nama baik, pun halnya yang terjadi kepada Ko Seng-Seng yang menulis surat pembaca dan Agus Wandi yang dituduh mencuri listrik, semuanya terjadi ketika mereka berupaya untuk memperjuangkan dan mempertahankan haknya dalam sengketa dengan pengembang. Bahkan sebenarnya juga terjadi pada Minah dengan tiga buah cokelatnya, yang ternyata terkait dengan perseteruan antara warga dan perusahaan perkebunan. Jauh sebelumnya sebuah perusahaan tambang raksasa Newmont menggugat Dr. Rignolda jamaludin yang kritis dalam kasus dugaan pencemaran teluk buyat. Demikianlah hukum dipakai untuk menyerang balik dan membungkam sikap kritis warga negara. kita menyebut ini sebagai SLAPP Suit. (Strategic Law Against Public Participation). Penggunaan pasal-pasal karet warisan kolonial, pasal pencemaran nama baik dipakai effektif juga untuk membungkam aktivis anti korupsi, pembela hak asasi manusia, intelektual, dan lebih banyak lagi jumlah korbannya di kalangan kaum buruh dan masyarakat marginal lainnya. Demikianlah terjadi pada Usman Hamid ketika menuding Muchi PR dan Emerson dan Illian ketika mempertanyakan uang sitaan perkara dari Kejaksaan Agung, dan aktivis Buruh Itje Julinar yang berhadapan dengan PT. Angkasa Pura. Ketiganya dituduh dengan pasal-pasal pencemaran nama baik. Dan kondisi serupa terjadi juga dalam perseteruan fenomenal antara Cicak dan Buaya tentunya. kriminalisasi dua pimpinan KPK menjadi bagian yang telah menyebabkan terhambatnya upaya pemberantasan korupsi dan pelemahan secara sistematis KPK di Indonesia. •
Mempidanakan kasus perdata
Kriminalisasi terkait juga dengan sesuatu yang bukan domain pidana namun dipaksakan menjadi suatu yang dapat dipidanakan. Misalnya terlihat dalam kasus Rissa di Polsek Jatinegara, suatu sengketa perdata biasa terkait hutang-piutang yang sejatinya dalam perspektif LBH tidak mengandung dimensi struktural namun karena salah satu pihak menyelesaikan melalui kepolisian dan kepolisian menindaklanjuti dengan sewenang-wenang, maka terjadilah kriminalisasi yang telah bersifat structural44 dan menjadikan LBH terpanggil untuk mengintervensi (membela). Box. Kasus Salah Tangkap dan rekayasa: Koko Tanpa bukti permulaan yang cukup dan hany berdasarkan kesaksian dari tetangga korban pencurian, koko/anak usia 14 tahun dituduh mencuri dan disiksa oleh aparat polisi Polsek Bojong Gede dengan tujuan mengakui bahwa dirinya adalah pelaku pencurian. Dengan terpaksa akhirnya koko mengakui perbuatan yang tidak dilakukan. Pendampingan oleh LBH Jakarta di Polsek Bojonggede sempat dihalang-halangi oleh Polisi. LBH Jakarta mencoba meyakinkan polisi bahwa polisi telah salah tangkap orang, namun polisi berkeras dan tetap menahan koko. LBH Jakarta akhirnya mengajukan Permohonan Pra Peradilan. belum sempat diperiksa, praperadilan digugurkan karena jaksa melimpahkan perkara ke Pengadilan negeri. Setelah menjalani persidangan, Klien dinyatakan bebas dalam putusan Pengadilan Negeri 10 Agustus 2009, diputus Bebas (Vrijspraak). namun demikian Jaksa mengajukan kasasi dan masih menunggu putusan kasasi.
44
Pasal 11 ICCPR
74
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
F.4. Trend dengan tahun sebelumnya Pelanggaran atas hak atas fair trial tahun 2009 berjumlah 29 kasus atau naik dari tahun sebelumnya yang berjumlah 27 kasus. sementara kasus penyiksaan menurun dari 15 di tahun 2008 menjadi 4 kasus di tahun 2009. Berikut ini menunjukan trend pelanggaran fair trial dan penyiksaan dalam lima tahun terakhir: Kasus Fair Trial Penyiksaan/Torture
2004 31
2005 26
2006 36
4
4
9
Tahun 2007 28 1
2008 27
2009 29
15
4
Dari segi jumlah terjadi kenaikan dibanding tahun sebelumnya, hal ini faralel dengan persepsi public yang cenderung melihat tahun 2009 dipenuhi dengan kesewenang-wenangan kepolisian dan system peradilan yang korup. Perhatian publik yang sangat besar terkait dengan konflik antara Cicak dan Buaya ikut berandil besar untuk membukakan kasus-kasus yang melibatkan kepolisian ke ranah public. hampir semua kasus yang terkait dengan arogansi, brutalitas, kesewenang-wenangan dan mafia peradilan yang menyangkut polisi menjadi konsumsi public diberbagai media. Padahal ditahun inilah Kepolisian untuk kali pertama meluncurkan peraturan Kapolri mengenai implementasi HAM dalam tugas dan fungsi kepolisian. namun tampaknya upaya baik tersebut terlibas dalam kasus-kasus yang terus menerus mencoreng kepolisian. F.5. Kesimpulan dan rekomendasi Banyaknya pelanggaran fair trial, seperti yang tergambar dalam kasus-kasus di atas disebut terkait dengan informasi dan akses atas keadilan (access to justice) dan bantuan hukum serta advokat yang terbatas, namun problem ini lebih kompleks dari sekedar masalah akses atas keadilan, ini juga terkait suatu pemahaman dan mind set aparat penegak hukum kita yang masih jauh dari memegang prinsifprinsif fair trial dan peradilan yang bebas dari korupsi. Karenanya suatu percepatan aksi untuk memberantas mafia peradilan mutlak dibutuhkan dan komitmen 100 hari presiden untuk memberantas mafia hukum yang terlepas dari ketidakjelasan metode dan segudang kekurangannya patut diapresiasi. Masalah struktural lain yang mendasar tentunya terkait dengan hukum pidana dan hukum acara pidana yang tidak lagi memadai dengan semangat pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia khususnya dengan menjabarkan lebih jauh ICCPR dan CAT termasuk meratifikasi Optional Protocol-nya dan membuat mekanisme nasional mencegah praktek penyiksaan. Karenanya suatu reformasi hukum yang ditujukan kepada pembaharuan hukum pidana dan hukum acara pidana tak pelak merupakan agenda utama yang harus menjadi komitmen semua pihak. Program Legislasi Nasional DPR yang telah mamasukkan RUU KUHP dan RUU KUHAP sebagai prioritas RUU pada tahun 2010 merupakan momentum untuk memperbaiki substansi hukum kita menjadi lebih baik. Tahun depan 2010 yang akan datang adalah jadwal bagi pemerintah Indoensia untuk melaporkan implementasi dari Kovenan International Hak Sipil dan Politik, laporan tersebut nantinya akan faralel dengan laporan alternative versi masyarakat sipil. dan tentunya jadwal tersbeut merupakan momentum bagi pemerintah untuk membangun dan memnuhi kewajiban mereka dalam mengimpelemntasikan ICCPR khususnya pasal 14 tentang fair trial.
75
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
G. Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak pada 2009 NO
Kasus
Langkah yang sedang dan telah dilakukan - Berjaringan dengan SBMI melakukan investigasi - Pembuatan LO - Somasi - Pendampingan - Korespondensi
Kondisi terakhir Polisi masih menganalisa delik yang akan dikenakan pada Sueb.
Klien adalah suami dari Rani Nur Ngatinah yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia. Keluarga kehilangan kontak dengan Rani
Korespondensi Mengirimkan Surat Ke Departemen Luar Negeri, dan Mengirimkan Surat Ke Mabes POLRI, melaporkan ke Dirjen BHI di Deplu
Tidak ada tindak lanjut
- KUA - Polsek Jampang Tengah Suka Bumi
Buku nikah klien awalnya dikatakan hilang oleh mertuanya. Setelah bikin surat kehilangan di polsek, klien mengkroscek pencatatan buku nikah di KUA Jampang Tengah, ternyata nomor seri pencatatan nikah pada KUA bukan atas nama klien dan istrinya.
Korespondensi surat untuk mendorong tindak lanjut laporan kepada Kapolsek Jampang Tengah
Menunggu tindak lanjut Polsek
LL
Suami
Semenjak bercerai, suami tidak pernah memberikan nafkah untuk anak, akan menuntut suami untuk memberikan nafkah anak mulai dari sejak bercerai sampai anak dewasa.
Membuatkan draf surat gugatan dan transfer ke alumni LBH Jakarta
Transfer ke alumni LBH Jakarta
Warga papanggo, Jakarta Utara
Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Utara, Sudin Trantib, Camat Tanjung Priok, Lurah Papanggo Jakarta Utara
Pasca penggusuran menimbulkan trauma terhadap keluarga yang menjadi korban, terutama anak dan ibu yang harus hidup terlantar kerena tempat tinggalnya dihancurkan.
Korespondensi Komnas HAM, DPRD Jakarta Utara;
Proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
1.
Korban YS
Pelaku Sueb
2.
Syf & RNN
Tn. Sheikh Kamaruddin Sheikh Ahmad (Wn Malaysia)
3.
ISA (1 orang)
4.
5.
Posisi Kasus Singkat Pada tahun 2004, YS direkrut menjadi Buruh migran oleh Calo yang bernama Sueb, dengan janji akan dipekerjakan sebagai PRT di Malaysia. Waktu diberangkatkan YS berusia 15 tahun. Kerja selama 15-18 jam sehari, hingga akhirnya YS kabur dari rumah majikan karena dipaksa menjadi PSK.
Mengajukan gugatan class action PMH ke PN Jakarta Utara;
Hambatan Klien tidak menyampaikan secara lengkap kronologi kasus.
-
Iqbal S. Ahmad (1 orang)
Hakim masih kurang memahami prosedur tentang gugatan class action
Mempersiapkan ahli dari Komnas HAM RI; Mempersipkan ahli dari hukum Pertanahan untuk persidangan.
6.
Ibr, dkk. (7 orang)
Anggota kepolisian Polres Jakut (RH)
Terkait penyidikan kasus kematian Fahkri. Berlanjut pada penahanan sewenangwenang pada saksi perempuan W dan N serta K pada tanggal 27-28 Agustus 2009.
Pendampingan, korespondensi, konfrensi pers, CO.
8.
Oke
1. Nl (calo TKI) 2. PT. NIP
Ike seorang calon TKI perempuan yang hendak membatalkan rencananya untuk berangkat ke Malaysia. Namun hal tersebut ditentang oleh ibu Nila (calo). Ia tidak diijinkan keluar dari rumah penampungan di Pt. Nuraini Indah Perkasa sebelum membayarkan sejumlah uang.
- Menjemput ibu Oke di tempat penampungan. - Menghubungi ibu Nila untuk musyawarah terkait tagihan yang dibebankan terhadap ibu Oke.
9.
Mrn
Polda Metro Jaya
Klien adalah korban kekerasan dalam rumah tangga. Melaporkan KDRT ke Kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penyidikan baik terhadap pelapor maupun
Korespondensi surat Protes dan minta SP2HP, Kepada Polda Metro Jaya, dan
Kasus dipetieskan
Konflik internal antara ibu Oke dengan suaminya.
Belum ada tindak lanjut.
76
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] terlapor, ini dibuktikan dengan surat panggilan dengan No. Pol S.Pgl/13408/VII/2008/Dt Reskrimum dan ditangani oleh Unit II Sat IV di Ruang Perempuan dan anak dan sejak pemeriksaan terakhir tanggal 22 Jul 2008, tidak ada perkembangan dari hasil penyidikan perkara ini
ditembuskan ke Kapolri, Kompolnas, dan Kabid Propam Polda Metro Jaya
10.
Nzw dan MAB (2 orang)
PR +Polisi+jaksa
Ibu Nazwita dan anaknya mengalami KDRT oleh Poedji Rahardjo (Jaksa senior di Kejagung), dalam proses peradilan terdapat berbagai ketidakadilan spt: terjadi diskriminasi dan perlindungan yg dibocorkan ke pelaku.
- Surat menyurat ke Kejagung, Komnasham, MA, dll; - Mengawal sidang; - Mendorong Fair Trial.
11.
Jl dan shn (2 orang)
Iw
Juliho (PRT) pada 21 Agustus 2008 diperkosa oleh Iwan, sehingga Shinta (majikan) melapor ke kepolisian. Dengan desakan polisi dan lawyer Iwan, Shinta dan Juli akhirnya mencabut laporan. Namun Iwan justru menggugat perdata Shinta dan Juli atas PMH pencemaran nama baik krn ada media yang memberitakan pemerkosaan oleh Iwan.
Pembuktian telah dilaksanakan dan sudah ada kesimpulan. Putusan keluar pada tanggal 26 Mei 2009. Dalam pembuktian kita berhasil mendatangkan wartawan yang membuat berita dan berhasil membuktikan bahwa Shinta dan Juliho tidak aktif memberitakan.
Poedji Rahardjo divonis 2 tahun penjara
Pihak lawan berhasil membuktikan bahwa ada pencabutan laporan. Ditakutkan hakim lupa bahwa delik pemerkosaan tidak bisa dicabut.
Putusan dimenangkan oleh Shinta dan Juliho. Sumber: Litbang LBH Jakarta
G.1. Latar Belakang Menjadi sangat penting untuk memberikan potret dan ruang tersendiri mengenai perlindungan perempuan dan anak dalam laporan ini. Hal ini karena pengarusutamaan Gender menjadi satu bahasa yang harus diserap dalam semua sudut pandang advokasi dan bantuan Hukum. Ia menjadi perspektif yang selalu dipakai dalam semua kasus dan permasalahan yang ada. Reformasi memberikan ruang baru yang luas untuk Negara Indonesia dalam hal menghormati, menghargai, dan memenuhi Hak Asasi Bagi Kaum Perempuan dan anak-anak. Yang selama dekade Orde Lama dan Orde baru tenggelam dan tidak berkembang. Setidaknya beberapa capaian penting sebagai bagian dari proses demokratisasi yang berkeadilan jender telah dinikmati oleh sebagian kaum perempuan Indonesia45. 1. Adanya serangkaian jaminan hukum yang bertujuan menangani kekerasan terhadap perempuan, mendorong pertanggungjawaban pelaku, memberdayakan kembali perempuan korban dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 2. Berkembangnya beragam kelembagaan yang dibentuk untuk mendukung akses perempuan korban kekerasan terhadap keadilan, pemulihan dan kebenaran; 3. Tumbuhnya bangunan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai konteks (konflik, migrasi tenaga kerja, keluarga, dsb).
Catatan tahunan 2008: 10 Tahun Reformasi: Kemajuan dan Kemunduran Perjuangan Melawan Kekerasan dan Diskriminasi Berbasis Jender, Komnas Perempuan.
45
77
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Dalam masa ini lahir Komnas Perempuan, Unit Pelayanan bagi Perempuan dan Anak di Polres, Pusat Pelayanan Terpadu di rumah-rumah sakit, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Organisasi Non Pemerintah/LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan, pendampingan Perempuan, dan women’s crisis center (WCC) di berbagai daerah. Gerakan Perempuan menjadi gerakan yang solid dan terbukti banyak mendorong kemajuan-kemajuan akan hak-hak perempuan. Bukan hanya dalam hal pengarus utamaan Gender dalam pemenuhan hak anak pun ada sedikit kemajuan ini ditunjukkan dengan adanya UU Perlindungan Anak, kemudian ditetapkannya ketentuan 20 % anggaran APBN untuk bidang pendidikan, kenaikan anggaran kesehatan, serta dimasukkannya fungsi-fungsi perlindungan anak dalam nomenklatur baru nama Kementerian Negara Pemberdayaan menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. G.2. Di Tahun 2009 Situasi kekerasan di Tahun 2009 tidak banyak berubah dibandingan tahun sebelumnya. Serangkaian kemajuan dalam regulasi dan lembaga tidak berjalan seiring dengan fakta dan kejadian di lapangan. Laporan kekerasan terhadap perempuan tetap terjadi, bahkan meningkat dan dalam eskalasi yang terus meluas. Ada beberapa kemungkinan untuk menjelasan mengenai meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan. Pertama, pendidikan yang merata, keterbukaan dan keberanian perempuan. Kedua, perubahan belum terjadi di level masyarakat dan kekerasan serta penindasan terus hadir dan terulang. Pada tahun 2009 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima 1.601 Pengaduan, dengan jumlah orang terbantu sebanyak 201. 615 orang. Dari Pengaduan tersebut tercatat bahwa Pengadu laki-laki sebanyak 60% dan perempuan sebanyak 40%. Dari Pengaduan ini tergambar bahwa Bantuan hukum juga dibutuhkan oleh setiap orang tanpa dipengaruhi jenis kelamin. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan pun menjadi aktor sosial yang aktif dalam mencari keadilan. Dalam banyak analisis hukum kritis, perempuan masih dianggap sebagai kelompok rentan yang tidak diuntungkan dalam sistem hukum. Sehingga dengan jumlah pengadu perempuan yang signifikan maka perempuan memiliki posisi penting untuk menjadi agen perubahan sistem hukum, minimal dalam interaksinya dengan sistem hukum dalam menyelesaikan kasusnya sendiri. Bahkan dari 409 pengaduan yang dilakukan Perempuan, beberapa kasus justru mereka lah yang mengadvokasi dan memimpin permasalahan yang dialami. Kasus Angkasa Pura, Kasus Pertanahan di Cilengsi, Kasus Pegawai Honorer Departemen Keuangan dan kasus-kasus lain terlihat bahwa Perempuan yang menjadi penggerak dan nahkoda dari advokasi. Dari jumlah Laporan tersebut tercatat bahwa kasus perempuan dan anak secara keseluruhan berjumlah 23 pengaduan dengan 26 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu : perlindungan anak terdiri dari 14 pengaduan dengan jumlah16 orang terbantu dan perlindungan perempuan sebanyak 9 kasus dengan jumlah 10 orang terbantu. Angka Ini meningkat dari tahun 2008 yang mencapai 6 pengaduan dengan 35 korban. Kasus-kasus tersebut tersebut tidak termasuk laporan dalam lingkup Kasus keluarga yang secara keseluruhan berjumlah 188 pengaduan dengan jumlah 212 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam 78
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
beberapa klasifikasi yaitu kasus pernikahan sebanyak 10 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 11 orang, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 21 pengaduan dengan jumlah 21 orang terbantu, kasus perceraian sebanyak 87 pengaduan dengan jumlah 87 orang terbantu, kasus waris sebanyak 70 kasus dengan jumlah 93 orang terbantu. G.3. Perempuan dan anak adalah Korban terbesar dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sudah hampir 4 tahun UU PKDRT No. 23 tahun 2004 disahkan dan menjadi pertanyaan besar, apakah UU ini efektif dalam mengurangi kekerasan dalam Rumah tangga. Terobosan Hukum memang termuat di dalam UUPKDRT diantaranya adanya identifikasi aktor-aktor yang memiliki potensi terlibat dalam kekerasan. Pada pasal 2 UUPKDRT disebutkan bahwa lingkup rumah tangga meliputi (a) suami, istri dan anak; (b) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetarp dalam rumah tangga; dan/atau (c) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut sehingga dipandang sebagai anggota keluarga. Kasus Mrn dan NImenunjukkan laporan kekerasan senantiasa diterima dan tidak memandang dasar dan pengetahuan. NI justru menjadi korban dari suaminya yang merupakan Jaksa Senior di Kejaksaan Agung, sekali lagi relasi yang tidak seimbang menciptakan perempuan menjadi korban, walau pelakunya faham hukum. Perlindungan terhadap Korban yang sangat diharapkan agar tidak terulang dan berlanjut, belum didapati secara maksimal. Peran Aparat Kepolisian dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban belum efektif, bahkan dalam kasus Mrn Kepolisian menjadi mediator yang meminta agar permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan, ditengah ketidakseimbangan relasi. G.4. Buruh Migran: Potret yang tak pernah berubah dan semakin buruk Pengiriman buruh migran Indonesia yang mayoritas adalah perempuan, dengan semangat bisnis, semangat mendapatkan remitansi tanpa diiringi oleh semangat pengawasan dan perlindungan menjadi pelembagaan perdagangan manusia dan perbudakan modern. Permasalahan sudah ada sejak pemberangkatan, buruh migran perempuan mengalami penipuan, diskriminasi, bahkan pemaksaan. Iming-iming mendapat gaji yang besar dan jaringan serta calo yang mengikat memaksa para buruh migrant tidak bisa melakukan apa-apa ketika dalam proses ini terjadi penyekapan, tidak boleh berkomunikasi. Permasalahan berikutnya ketika penempatan di Negara tujuan, minimnya akses dan informasi ke KBRI/KJRI menjadikan kekerasan fisik dan seksual semakin berpotensi besar. Minimnya peran Negara dalam melindungi para perempuan buruh migrant semakin menambah banyak daftar hitam buruh migran yang menjadi korban. Bukan PRT = Pekerja Rumah Tangga
79
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
hanya mendapatkan kekerasan dan penyiksaan, tapi juga dipaksa menjadi pekerja seks komersil. Hal ini terlihat dari kasus YS, dimana YS direkrut menjadi buruh migran oleh Calo yang bernama Sueb, dengan janji akan dipekerjakan sebagai PRT di Malaysia. Waktu diberangkatkan YS berusia 15 tahun. Kerja selama 15-18 jam sehari, hingga akhirnya YS kabur dari rumah majikan karena dipaksa menjadi PSK. Kasus lain adalah kasus Nrh, Tenaga Kerja Indonesia selama 3 tahun. yang bekerja di Saudi Arabia melalui PT. Amri Megatama,selama 6 bulan tidak ada kabar, tiba-tiba ada surat dari Pemerintah Saudi disertai Surat Visum bahwa Nrh mengalami kecelakaan dan meninggal Dunia. Dan ditanyakan apakah akan dimakamkan di Saudi Arabia atau dipulangkan ke Indonesia. Keluarga minta dipulangkan ke Indonesia. Keluarga pun curiga meninggalnya Nrh tidak wajar. Jenazah pun dipulangkan ke Indonesia. Ketika Jenazah hendak dikuburkan terlihat penuh keganjilan dimana tubuh Korban terlihat biru-biru legam seperti bekas luka benda tumpul. Upaya advokasi yang dilakukan dengan melaporkan ke BNP2TKI dan kepolisian memperoleh respon yang lambat dan penanganan yang tidak serius. Walau dalam kasus Nrh asuransi didapat oleh keluarga. Desakan kepada Negara agar segera meratifikasi Konvensi Perlindungan Bagi Buruh Migran dan keluarganya juga hanya sampai Rancangan Aksi Nasioal Hak Asasi Manusia (RANHAM), sementara Departemen Tenaga Kerja merasa belum perlu meratifikasi Konvensi. G.5. Tak adanya Perlindungan terhadap Anak, ketika Anak berhadapan dengan Hukum Tahun 2009 merupakan tahun yang cukup fenomenal dalam memotret kekerasan terhadap anak dan kesewenangan aparat dalam menghadapi anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang seharusnya diperlakukan berbeda, dan dianggap hanya sebagai kenakalan diperlakukan seperti penjahat dan orang dewasa. Buruknya perlakuan yang dilakukan oleh aparat dan sangat menyimpang dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, padahal Indonesia sudah sejak lama meratifikasi Konvensi Hak anak, yang kemudian di iringi oleh UU No. 3 Tahun 1997 Tentang pengadilan Anak, dan UU No. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Jelas dan tegasnya Regulasi nyatanya tidak berlaku dan tidak diketahui oleh Aparat Negara. Di tahun 2009 ini media dihiasi oleh berita proses hukum yang sewenang-wenang terhadap anak-anak. Box Kasus Syahri Ramadhan (15 tahun), Klien (14 tahun) dituduh mencuri dan disiksa (dengan dipukul, dijambak, dipaksa menggigit sendal) dengan tujuan mengakui bahwa dirinya adalah pelaku pencurian. Dengan terpaksa akhirnya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan, ditahan dengan tahanan dewasa. 5 hari setelah ditahan, tertangkap pelaku sesungguhnya. BAP direkayasa dan kasus pun diteruskan ke Pengadilan Negeri Cibinong. Di BAP tanpa didampingi oleh Advokat/Pengacara, tidak didampingi pula oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS), bahkan tidak boleh didampingi oleh Orang Tua. Di Pengadilan terbukti saksi-saksi memberikan keterangan yang bertentangan dengan BAP dikepolisian dan mengaku disuruh oleh Kepolisian untuk memberikan keterangan yang disuruh oleh Kepolisian. Hakim akhirnya memutus bebas ( vrijspraak), dan segala harkat, martabat, dan haknya dipulihkan. Seorang anak yang tidak bersalah, harus mendekam di Tahanan dan di Lapas seama 63 hari. Walapun telah terbukti tidak bersalah, namun JPU tetap mengajukan kasasi.
80
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
G.6. Aparat Justru menjadi Pelaku Kekerasan dan Diskriminasi dalam prakteknya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil dan warga Negara. Aparat penegak hukum yang ditugaskan untuk melindungi Warga Negara dari Tindakan Kekerasan dan diskriminasi justru menjadi pelaku dari kekerasan dan tindakan diskriminasi tersebut. Dalam kasus yang dialami oleh N dan W di Polres Jakarta Utara, justru Negara yang menyalahgunakan kekuasaan terhadap anak dan perempuan. Status N dan W yang hanya sebagai saksi justru mendapatkan tekanan dan pemeriksaan yang bertentangan dengan amanat Undang-undang Perlidungan Anak. W diperiksa sejak Pagi hari hingga malam, dan tidak diperkenankan pulang. Bukan hanya mengganggu jadwal belajar dan sekolah, Tapi Kepolisian Resort Metro Jakarta Utara juga melakukan tekanan-tekanan dalam pemeriksaan penyidikannya. Terhadap N Kepolisian Resort Jakarta Utara memeriksa dan memanggil N sebagai saksi tanpa surat panggilan, menahan N dan kawankawannya di Polres selama 2 hari 2 malam. Dalam Kasus SRB kekerasan, justru dilakukan adalah Aparat Kepolisian Sektor Bojong Gede untuk mendapatkan pengakuan yang tidak dilakukannya. Dalam kasus NI dan anaknya MAB, Kekerasan dalam Rumah tangga dilakukan oleh Suami sekaligus ayah seorang Jaksa senior di Kejagung yang seharusnya menjadi contoh dalam taat melindungi Hak Asasi Manusia dan menegakkan hukum. Korban tidak mendapatkan perlindungan dan pemulihan. Tetapi justru dalam proses peradilan terdapat berbagai ketidakadilan, ancaman, diskriminasi dan perlindungan yang dibocorkan ke pelaku. G.7. Kesimpulan dan Rekomendasi Lahirnya kebijakan-kebijakan dalam upaya perlindungan perempuan dan anak ternyata tidak berjalan seimbang dengan kenyataan dilapangan. Kekerasan terus lahir dan terjadi, baik dalam ranah domestik rumah tangga atau pun di luar rumah. Beberapa perubahan yang perlu dilakukan antara lain: 1. Pemerintah perlu mengevaluasi dan melengkapi peraturan-peraturan untuk mendorong agar lebih terlindunginya kelompok rentan khususnya perempuan dan anak; di Advokasi Buruh Migran misalnya Perlunya Ratifikasi Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya 2. Pemerintah harus mengevaluasi dan memastikan bahwa peraturan yang ada berjalan efektif, tepat guna, dan peka gender dilakukan oleh seluruh lembaga dan aparat yang menangani kasus-kasus perempuan dan anak; 3. Pemerintah harus mendorong adanya pelayanan pemulihan terhadap korban kekerasan, bukan hanya bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tapi juga bagi korban Trafficing, TKI yang mengalami penyiksaan oleh majikan, dll 4. Masyarakat, Lembaga Swadaya, serta lembaga-lembaga lain diluar Pemerintah harus meningkatkan kontrol sosial dan pengawasannya kepada pemerintah agar permasalahan bisa diangkat dan menjadi pelajaran buat semua.
81
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB III REFORMASI INSTITUSI DAN MEKANISME PEMULIHAN A. Advokasi Litigasi secara umum Jenis Kasus Pidana Perdata Umum PHI Niaga Tata Usaha Negara Total Sumber: Litbang LBH Jakarta
Jumlah Kasus
Jumlah orang terbantu
33 20 28 1 5 87
1.484 5.009 2.162 835 3.675 13.165
Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 33 kasus pidana dengan jumlah orang terbantu sebanyak 1.484 orang, 20 kasus perdata umum dengan jumlah orang terbantu sebanyak 5.000 orang, 28 kasus pengadilan hubungan industrial dengan jumlah orang terbantu 2.162 orang, 1 kasus niaga dengan jumlah orang terbantu sebanyak 835 orang dan 5 kasus tata usaha negara dengan jumlah orang terbantu sebanyak 3.675 orang. Seluruh kasus-kasus yang masih berlanjut pada tahun 2009 walaupun pengaduan atas kasus-kasus tersebut masuk pada tahun-tahun sebelumnya atau yang biasa disebut sebagai ”kasus warisan”. Dengan demikian jumlah keseluruhan kasus yang ditangani LBH Jakarta sepanjang tahun 2009 lebih banyak daripada jumlah pengaduan masuk dan ditangani pada tahun 2009. Advokasi berkelanjutan yang paling banyak dilakukan dalam kasus-kasus pidana, namun jumlah orang terbantu yang paling banyak adalah dalam kasus-kasus perdata umum. LBH Jakarta memilih beberapa insitusi untuk evaluasi, karena institusi-institusi tersebut yang paling sering berhubungan dengan klien LBH Jakarta dalam rangka pemulihan. Beberapa institusi tersebut adalah Kepolisian RI, Peradilan Umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Pengadilan Niaga) Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan, Dinas dan Suku Dinas Tenaga Kerja (Disnaker dan Sudinaker), Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta (DPRD DKI Jakarta). B. Kepolisian RI No
Pihak
Posisi
Jenis Kasus46
1.
Buruh PT.Lmd
Pelapor
Dugaan tindak pidana perburuhan upah dibawah UMK/UMP (melanggar Pasal 185 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
2.
Warga kebun sayur
Pelapor
Dugaan Intimidasi (368 dan 369 KUHP) Melanggar kode etik kepolisian.
46
Catatan kritis mengenai proses Lapor ke Polda Metro jaya. Tanggal 11 November saksi keempat diperiksa penyidik polda.
Telah dilaporkan ke kompolnas. Polres Jaktim memanggil saksi pelapor untuk di BAP
Kondisi terakhir Penyidik polda akan memanggil terlapor (Boad of Directions, HRD, dan bagian keuangan PT Lembanindo) untuk dimintai keterangannya. Belum ada tindak lanjut dari polres
Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
82
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] 3.
NI
Terlapor dan Pelapor
-
Pemalsuan surat nikah dan akta kelahiran (Pasal 263 KUHP) Pengeroyokan (Pasal 170 KUHP) Penganiayaan (Pasal 351 KUHP)
keduanya baik NI sebagai terlapor ataupun pelapor, sudah di BAP oleh penyidik polda.
Kasus NI sebagai pelapor sudah disidangkan, sedangkanNi sebagai terlapor di SP3 oleh penyidik polda
4.
Bzl
Pelapor
Dugaan Penganiayaan (Pasal 351 ayat (2) jo Pasal 34 KUHP)
Mendampingi Bzl melapor ke ke Polda
Penyidikan telah dimulai dan telah ada pemanggilan saksi Penyidikan berjalan lambat
5.
Warga KM
Pelapor
Dugaan Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (Melanggar Pasal 70 ayat (1) dan (2) UU Kehutanan)
- Mendampingi penyidikan terhadap Warga - Mengajukan penangguhan penahanan, dan - Menyurati berbagai lembaga meminta dukungan
Polisi belum melakukan pemeriksaan BAP sama sekali
6.
Mrn
Pelapor
Dugaan Penyiksaan dan terlapor dugaan tindak pidana lain
- Lapor ke Kompolnas, Irwasda, Propam, dan Ombudsman
Berkas Muhron akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara
7.
AS
Pelapor
Dugaan Pidana upah dan jamsostek
Penyidikan
Polisi belum menyelesaikan penyidikan karena kurang bukti dan kurang pemahaman akan pidana perburuhan
8.
SMI
Pelapor
Dugaan Pidana perbuatan tidak menyenangkan/hak atas kebebasan beragama/hak anak
Penyelidikan
AD selaku pelapor mencabut laporan berdasarkan kesepakatan perdamaian antara Sari dan dirinya
9.
Wnd
Pelapor
Dugaan tindak pidana Pengeroyokan
Wndidak mengenali pelaku
Kepolisian merasa sulit menentukan para pelaku sebab korban tidak mengetahui siap yang mengeroyoknya
10.
Mahasiswa TCU
Pelapor
Dugaan tindak pidana penipuan berupa Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak memiliki izin
Penyidik belum menentukan tersangka
Penyidik sedang memanggil para terlapor
11.
Warga KP
Pelapor
Dugaan tindak pidana Pemalsuan dan penipuan
Kepolisian tidak menyertakan tersangka saat pelimpahan berkas ke kejaksaan
Masih di penyidik Polda Metro Jaya
12.
Syf
Terlapor
Dugaan tindak pidana Penyerobotan tanah
BAP Syafril terkait dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah
Belum ada tindaklanjutnya
13.
Mly
Pelapor
Dugaan tindak pidana Penganiayaan oleh polisi (Hak bebas dari penyiksaan)
- Pelaporan ke Propam Mabes Polri - BAP Korban
Pemeriksaan saksi
83
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
14.
RS
Pelapor
Dugaan tindak pidana Penganiayaan oleh polisi (Hak bebas dari penyiksaan)
- Pelaporan ke direskrim Polda Metro Jaya - Visum di RSCM Melaporkan penganiayaan ke Polda dan penggunaan akta palsu ke Polres Jakarta. Parapenyidik sudah memeriksa beberapa saksi. Namun kasus tidak berjalan, sementara kasus RS sebagai terlapor berlanjut hingga persidangan
Pemeriksaan saksi
15.
RS
Pelapor
Dugaan tindak pidana penganiayaan dan penggunaan akta palsu
16.
SRB
Terlapor
Dugaan tindak pidana Pencurian
Sudah Putusan Pengadilan Proses BAP di Polres Jakarta Utara
Bebas
17.
Warga Plmp
Saksi
Dugaan tindak pidana Pembunuhan i
18.
Tmy dan Hrs
Terlapor dan Pelapor
Dugaan menghalang-halangi Penyidikan Pelapor tindak pidana penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan
Polisi menggunakan pasal yang sudah dibatalkan MK
Permohonan Surat Perintah Penghentian Proses Hukum Pidana di Polres Jakarta Utara Pihak kepolisian Polres Jakarta Utara melepaskan Terlapor dan sempat menghentikan penyidikan, meskipun belakangan melanjutkan lagi kasusnya. Pemeriksaan saksi lainnya di Polda Metro Jaya
19.
IMJ
Terlapor
Penggelapan
Proses BAP di Polda Metro Jaya
Menunggu SP3
20.
Ksy
Terlapor
Dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan 167, 335 KUHP (terkait dengan penguasaan pabrik PT. IM)
Pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Masih tahap pemeriksaan saksi – saksi.
Ksy telah ditetapkan sebagai tersangka
21.
GG
Terlapor
Dugaan tindak pidana pencemaran nama baik 310, 311 KUHP (dilaporkan karena membuat surat ke Meneg BUMN atas judi yang dilakukan oleh direktur utama pada saat jam kantor)
Pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Masih tahap pemeriksaan saksi – saksi
GG masih berstatus saksi
22.
IJ
Terlapor
Dugaan tindak pidana 310, 311 KUHP yang bermula dari aksi mogok pekerja (dilaporkan oleh Eks. Direktur SDM, karena menuduh melakukan korupsi)
IJ telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Eks. Direktur SDM telah ditahan oleh KPK, sedangkan kasus di Polda tidak jelas kelanjutannya
23.
Ibm, dkk
Saksi
Dugaan tindak pidana pembunuhan di Polres Jakut
Pemeriksaan
24.
DR
Pelapor
Dugaan Kecelakaan kerja di Polres Bekasi
Pelaporan & BAP
Tidak ada kelanjutan proses di kepolisian
Permohonan Surat Perintah Penghentian Proses Hukum Pidana
Pemanggilan saksi untuk pemeriksaan
84
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
25.
YS
Pelapor
26.
IS
Pelapor
Dugaan tindak pidana ekspolitasi anak, perdagangan manusia di Polres Karawang Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang di Polsek Ciputat
Pelaporan & BAP
Polisi belum menjawab permintaan SP2HP
Surat ke Propam Polda Metro Jaya
Pemeriksaan oleh penyidik Propam Polda Metro Jaya
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Dalam sistem peradilan pidana, Institusi Kepolisian adalah garis terdepan dari pemerintah yang berhubungan dengan korban. Mayoritas klien LBH Jakarta di kepolisian adalah mereka yang menjadi pelapor atau yang secara sosiologis sebagai korban. Hanya 6 dari 26 kasus di mana klien menjadi terlapor atau tersangka. Sebagai pelapor, proses pemulihan di Kepolisian mengalami banyak hambatan yang membuat kasus menjadi berkepanjangan dan tidak pasti. Hambatan tersebut berasal dari institusi kepolisian sendiri, antara lain laporan tidak ditindaklanjuti sama sekali, pemeriksaan kasus berjalan lambat atau, pemeriksaan kasus tidak berlanjut tanpa alasan yang jelas, alasan kurang bukti atau karena aparat kepolisi kurang memahami tindak pidana yang dilaporkan. Akibat hambatan ini, korban mengalami proses berkepanjangan yang tidak pasti dan kembali menjadi korban sistem pemulihan yang tidak berjalan efektif. Sementara, klien yang berstatus sebagai terlapor/tersangka juga mengalami hambatan yang serupa walaupun terdapat kecenderungan diproses lebih cepat dan pasti seperti dihentikannya proses penyidikan dengan dikeluarkannya SP3, perkara dilimpahkan ke kejaksaan dan pengadilan, dan meningkat statusnya dari sebagai saksi menjadi sebagai Tersangka. Proses pidana yang panjang dan tidak pasti di tingkat kepolisian menjadikan masyarakat yang menjadi korban menjadi korban berulang kali (viktimisasi). Sementara bagi masyarakat yang menjadi terlapor atau tersangka, proses pidana dan tidak pasti membuat masyarakat merasa tidak aman karena statusnya yang menjadi tersangka yang membuat masyarakat mengalami masalah psikologis dan sosiologis karena dianggap sebagai orang yang bermasalah. Selain viktimisasi dan penundaan secara tidak sah (undue delay), institusi kepolisian juga lebih berkontribusi dalam proses kriminalisasi daripada proses pemulihan. Kriminalisasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan sebuah keadaan saat seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau penjahat oleh karena hanya karena adanya sebuah pemaksaan interpretasi atas perundang-undangan. Kriminalisasi terlihat dalam 5 kasus dari 6 kasus yang melibatkan klien LBH Jakarta sebagai terlapor/tersangka, diawali dengan tindakan para klien yang membela hak-nya, antara lain: 1. NI yang adalah korban kekerasan rumah tangga yang melaporkan kekerasan yang dilakukan suaminya ke pihak kepolisian 2. Syf yang menempati lahan selama bertahun tahun hingga ada pihak lain yang mengklaim tanah sebagai miliknya tanpa bukti yang sah 3. Tm dan Hr yang menjadi tersangka karena membela kepentingan saksi anak yang diperiksa di kepolisian 4. Ksy Ketua Serikat Buruh SBKU yang menduduki pabrik yang ditinggal pergi pihak pengusaha tanpa memberikan hak para pekerja 5. IJ yang mengorganisir aksi mogok para pekerja
85
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Dari 26 kasus yang berada di kepolisian, 13 di antaranya adalah kasus yang terjadi pada basis buruh dan miskin kota, selebihnya adalah kasus-kasus yang bernuansa sipil dan politik. Artinya, kinerja kepolisian sangat rendah dalam penegakan hak ekonomi, sosial dan budaya. Dengan kondisi demikian, kepolisian tidak menjalankan fungsinya sebagai institusi pemulihan bagi masyarakat korban tindak pidana yang mencari keadilan. Institusi kepolisian sebagai target perubahan, harus responsif terhadap masalah-masalah viktimisasi, undue delay dan kriminalisasi dalam hubungannya dengan masyarakat pencari keadilan. C. Pengadilan Negeri No.
Pihak
Posisi
Jenis Kasus47
1.
MAD Vs PT. FP
Terdakwa
Tuduhan melakukan pengelapan dan SHU koperasi PT. FP
-
2.
Orangtua 5 Siswa SS Prw vs. Yayasan Prw dan AP
Penggugat
Perdata/PMH/Hak Atas Pendidikan
-
3.
S J dan St vs Iwn
Tergugat
Perdata/PMH/
4.
Hrn ,dkk (80 orang penyandang cacat) vs. YHK
Penggugat
6.
RS
Terdakwa
Perdata/Gugatan Pengosongan lahan/Hak atas perumahan dan hak atas pekerjaan Didakwa Pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP) dan fitnah (Pasal 311 KUHP)
7.
AH, dkk
Terdakwa
Pemerasan (Pasal 368 ayat (1) dan ayat (2) KUHP) dan perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
JPU kerap melakukan penundaan persidangan
Klien sudah menjalani putusan
8.
Warga Papanggo Jakarta Utara (47 kk) Vs. Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Utara, Sudin Trantib, Camat Tanjung Priok, Lurah Papanggo Jakarta Utara
Penggugat
Gugatan class action PMH hak atas perumahan, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, prosedur administrasi pemerintahan.
Hakim kurang menguasai acara gugatan class action
Pemeriksaan
9.
Ans, dkk (5 orang ) Vs UPH dan Menteri Pendidikan Nasional
Penggugat
10.
SPHI (11 orang) vs PTHIN
Pemohon
PMH atas penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak memiliki ijin dan pengawasan serta pembinaan pemerintah yang lemah Eksekusi penetapan P4
47
Catatan Kritis mengenai Proses
Tergugat adalah korban perkosaan Menghadapi gugatan, mediasi
JPU meminta agar pemeriksaan dibuka kembali, namun ditolak
-
mengajukan sita eksekusi ke Pengadilan
Kondisi terakhir
PN Serang memutus 6 bulan penjaran dengan 8 bulan percobaan Sedang menyusun memori banding untuk diajukan banding ke PT. Banten. Putusan Majelis Hakim menolak gugatan orangtua siswa. Putusan menolak gugatan Iwan Dicapai kesepakatan damai dengan kompensasi 3 miliar rupiah kepada para penyandang cacat Sidang, proses Tuntutan
Belum disidangkan
pembatalan penetapan ekekusi oleh KNP
Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
86
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
11.
Nzl dkk (4 orang) vs PT. GM
Pemohon
Eksekusi Putusan P4D No. 415/P.382/09/IX/PHK/V II-2002
12.
Chy, dkk (1200 org) vs PT. TMS & PT. PKM
Pemohon
Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI No.230 K/ TUN/2006 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 174 /G/2005/PT.TUN.JKT
13.
Shm vs TP & S
Pemohon
Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI No. 422 K/PHI/2007
14.
DU, dkk (6 org) vs PT. AUI
Pemohon
Eksekusi Putusan P4D DKI Jakarta
15.
SR vs PT. KP
Pemohon
Eksekusi Putusan P4P no 870/728/1678/X/PHK/7-1998 ke PN Jakarta pusat
Negeri Jak-Pus, sitas eksekusi dilaksanakan, audiensi dengan Ketua Pengadilan Negeri. - mengajukan sita eksekusi ke PN JakPus. - Buat surat desakan ke PN Jak Pus Mengajukan sita eksekusi ke PN. Jak Pus
Pusat
Mengajukan sita eksekusi ke PN. Jak Pus
Berdasarkan informasi dari bagian juru sita, penetepan eksekusi tinggal ditandatangani oleh Ketua PN
Mengajukan sita eksekusi ke PN. Jak Pus - Mengajukan sita eksekusi ke PN. Jak Pus - karena alamat termohon di Tangerang, maka Ketua PN Jak Pus mengeluarkan penetapan No 095/2003.EKS. - PN Jakarta Pusat mengirim surat Nomor W7.Dc.Ht. 095 / 2003.Eks.VII.203.04 dengan tujuan agar PN Tangerang dapat melakukan Eksekusi sesuai dengan penetapan ketua PN jakarta Pusat.
PN Jak-Pus belum membuat Penetapan
PN. Jak Pus belum membuat penetapan.
PN Jakarta Pusat mengeluarkan surat bahwa Putusan Mahkamah Agung RI No.230 K/ TUN/2006 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 174 /G/2005/PT.TUN.JKT tidak dapat dilaksanakan eksekusi, dan menyarankan agar mengajukan gugatan kembali ke PHI.
Hingga kini belum ada pelaksanaan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Tangerang
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Sebagai bagian dari sistem peradilan, pengadilan negeri adalah tingkat paling awal di dalam peradilan umum bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkaraperdata di tingkat pertama.48 Setelah adanya publikasi yang terus menerus mengenai tidak efektinya pengadilan negeri dalam memberikan keadilan, USAID mendonasikan dana kepada Mahkamah Agung untuk perbaikan peradilan. Dana tersebut dialokasikan selama periode implementasi
48
Pasal 50 UU No 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah oleh UU No 8 Tahun 2004
87
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Desember 2005-30 Septermber 2009 sebanyak 17, 034 juta USD.49 Namun sayangnya, hingga hari ini Pengadilan Negeri tidak berfungsi secara efektif memberikan keadilan bagi masyarakat miskin. Secara keseluruhan advokasi berkelanjutan LBH Jakarta yang berada di Pengadilan Negeri memiliki kesamaan dengan tahun lalu dalam hal didominasi kasus perburuhan. Sepanjang tahun 2009 sebanyak 15 kasus, 7 kasus diantaranya adalan kasus perburuhan yang kebanyakan terkait dengan permohonan eksekusi.. 6 kasus yang terkait dengan permohonan eksekusi adalah kasus-kasus perburuhan warisan sebelum berlakunya UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (”UU PPHI”). Kasus-kasus pidana adalah tindak lanjut dari kriminalisasi korban yang berlanjut ke proses persidangan di pengadilan negeri. Kasus tersebut adalah kriminalisasi ketua serikat buruh dan kriminalisasi korban perkosaan. Beberapa catatan kritis mengenai proses pemulihan melalui institusi pengadilan negeri antara lain adalah sulitnya eksekusi putusan, undue delay perkara perburuhan, persektif hakim terhadap kasus publik dan penundaan persidangan secara tidak sah. Padahal dalam hukum terdapat prinsip bahwa keadilan yang tertundah adalah keadilan yang diingkari (justice delayed is justice denied). Proses pemulihan di pengadilan negeri berdampak terhadap putusan pengadilan negeri dan hasil akhir yang diraih oleh para korban. Masalah mengenai kesulitan mengeksekusi putusan dan undue delay perkara perburuhan disebabkan oleh transisi ketentuan mengenai perselisihan perburuhan. Sebelum berlakunya UU PPHI, perselisihan perburuhan diatur dalam UU No 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan UU No 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Berdasarkan UU lama tersebut, setiap perselisihan perburuhan menjadi kewenangan P4D/P4P di mana peran negara (pemerintah dan pengadilan) sangat aktif. Sementara mengenai pelanggaran hak diserahkan kepada pengawasan ketenagakerjaan.50 UU PPHI yang mulai dilaksanakan pada tahun 2005, menggeser pelanggaran hak buruh menjadi perselisihan, di mana peran negara hanya sebagai penengah dalam perselisihan antara buruh dan pengusaha. Akibatnya dituntut untuk menguasai teknis persidangan layaknya seorang pengacara. Mengenai perkara perburuhan yang ada sebelum berlakunya UU PPHI diatur dalam peraturan peralihan UU PPHI. Dalam peraturan peralihan UU PPHI, perkara yang belum diputus oleh P4D diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (”PHI”) pada Pengadilan Negeri setempat. Sementara putusan P4D yang ditolak dan diajukan banding oleh salah satu pihak atau para pihak dan putusan tersebut diterima masih dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari, maka diselesaikan oleh Mahkamah Agung. Perkara yang masih diproses di P4P dan belum diputuskan, diselesaikan oleh Mahkamah Agung. Sementara perkara yang sduah diputus oleh P4P yang ditolak dan diajukan banding oleh salah satu pihak atau para pihak dan putusan tersebut diterima masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari, diselesaikan oleh Mahkamah Agung.51
49
http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2009i/APBN/080_MA_LK.pdf
Pasal 1 UU No 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nr. 23 dari Republik Indonesia untuk Rakyat Indonesia
50
51
Pasal 124 ayat 2 UU PPHI
88
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Peraturan peralihan dalam UU PPHI menyederhanakan masalah sosial dalam perselisihan perburuhan. Peraturan peralihan dibuat di atas asumsi bahwa peradilan di Indonesia berjalan dengan cepat dan sederhana serta mampu mengikat para aktor dengan aturan yang ada. Padahal peraturan peralihan tersebut justru membawa masalah baru yang semakin merugikan buruh. Terdapat 5 perkara perburuhan di pengadilan negeri yang merupakan ”perkara warisan” akibat munculnya UU PPHI. Perkara tersebut telah diputus di lembaga P4D/P4P dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( ”PT TUN”) namun terhambat eksekusinya, antara lain Nzl, dkk (4 orang) vs PT. GM, Chy, dkk (1200 org) vs PT MS, DU, dkk (6 org) vs PT. AUI, dan SR vs PT. KP. Hanya satu kasus yang selesai korban mendapatkan haknya, namun itupun karena dilesaikan melalui kesepakatan para pihak, yaitu kasus Hyn dkk (80 orang penyandang cacat) vs. YHK. Dengan demikian, tidak efektifnya pengadilan negeri untuk berkontribusi bagi pemulihan korban, disebabkan oleh kerusakan di dalam tubuh pengadilan itu sendiri yang diperparah oleh kebijakan yang dikeluarkan negara. Sebagai institusi yang didanai negara, Pengadilan Negeri masih perlu melakukan perubahan dalam dirinya untuk memberikan pemulihan bagi korban yang mencari keadilan. Maka sebagai rekomendasi, pengadilan negeri perlu merespon secara cepat terhadap masalah undue delay dalam perkara perburuhan dengan mengeksekusi putusan yang sudah dikeluarkan lembaga perselisihan sebelumnya. Pengadilan negeri juga perlu melihat konteks sosial dalam sebuah perkara sehingga responsif dan berani melakukan terobosan hukum terhadap kasus publik yang diajukan ke pengadilan negeri. Selain itu, pemahaman akan konteks sosial juga akan berdampak pada pengurangan kriminalisasi masyarakat yang justru sedang mencari keadilan. D. Pengadilan Tinggi Pihak Siti Khamida, dkk Vs Gubernur DKI Jakarta, Walikota Jakarta Pusat, Walikota Jakarta Timur, Walikota Jakarta Utara, Walikota Jakarta Selatan, Walikota Jakarta Barat Sumber: Litbang LBH Jakarta
Posisi Penggugat
Jenis Kasus52 PMH atas penanggulangan bencana Banjir di DKI Jakarta pada tahun 2007
Proses Mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Pusat dan dikalahkan. Penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta Tidak ada informasi dan jawaban dari Pengadilan tinggi Jakarta
Kondisi terakhir Masih proses di tingkat banding, belum ada putusan.
Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding yang berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding. Pengadilan Tinggi juga bertugas danberwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.53 Sebagai pengadilan tingkat banding, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang fakta-fakta yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri berdasarkan permohonan Banding. Meskipun merupakan pengadilan ulang, dalam prakteknya pemeriksaan perkara di Pengadilan Tingggi tidak dilakukan secara terbuka, para pihak tidak dapat mengikuti jalannya persidangan di Pengadilan Tinggi dan hanya menerima putusan setelah mendapatkan pemberitahuan. Kondisi ini menyulitkan pemantauan publik terhadap pengadilan tinggi.
52
Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
53
Pasal 51 ayat (1) dan (2) UU No 2 Tahun 1986. op.cit
89
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Selain masalah tidak transparannya proses di Pengadilan Tinggi, terdapat masalah lambatnya respon dan proses di Pengadilan Tinggi sendiri. Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta hanya menangani satu perkara yang diperiksa di pengadilan banding, yaitu gugatan PMH penanggulangan banjir yang diajukan pada tahun 2007. Gugatan ini diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Oktober 2007. Meskipun hanya satu gugatan, namun jumlah korban dalam gugatan banjir diperkirakan sebanyak 7.550.285 (tujuh juta lima ratus lima puluh lima ribu). Sejak diajukannya permohonan banding, telah 2 tahun perkara ini diproses di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan belum diputus. Dengan kondisi demikian, Pengadilan Tinggi tidak menjalankan fungsinya secara efektif dalam proses pemulihan korban. Dalam gugatan para korban banjir mengalami kerugian berupa kehilangan nyawa, menderita sakit dan/atau penurunan kondisi kesehatan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda,kehilangan potensi pendapatan dan/atau pengurangan pendapatan dan/atau kehilangan pekerjaan. Dengan demikian, sebagai target reformasi institusi untuk pemulihan korban, Pengadilan Tinggi perlu memberikan perbaikan khusus secara cepat dalam hal transparansi proses dan penyelanggaraan peradilan yang cepat. Tanpa adanya perubahan tersebut, korban pelanggaran HAM akan terus mengalamai kerugian yang semakin besar. E. Mahkamah Agung No.
Pihak
Posisi
Jenis Kasus54
Proses
Kondisi terakhir
1.
Igs vs. PT BNI Persero
Pemohon Kasasi
Gugatan PMH/PHK sewenang-wenang
Igs Mengajukan kasasi setelah dikalahkan di tingkat pertama dan banding
Menunggu Putusan Kasasi
2.
Warga kampung Plr Vs EC
Pemohon Kasasi
Pengesahan sertifikat dan penyerobotan tanah
Warga mengajukan kasasi atas putusan pengadilan tinggi yang menolak permohonan warga untuk sertipikasi tanah. EC mengajukan kasasi atas putusan pengadilan tinggi yang mendakwa warga melakukan penyerobotan tanah
MA menolak kasasi
3.
Bhr Vs PD PJ dan PT. PDI
Pemohon Kasasi
PMH atas pembongkaran bangunan
Bhr mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan Hakim Pengadilan Tinggi telah dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Bhr masih memiliki waktu kontrak 2 tahun. Namun putusannya menolak permohonan Bhr untuk pengembalian kios. Bhr mengakukan kasasi
Menunggu Putusan Kasasi
4.
SS Vs PT GB, PT Ptm, Dirjen Perhubungan darat, dan Menteri Perdagangan dan Perindustrian
Pemohon Kasasi
PMH atas kelalaian yang menyebabkan korban luka
Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangannya telah menyatakan bahwa PMH yang didalilkan oleh klien tidak hanya mencakup pada UU Perlindungan Konsumen saja. Namun Hakim
Menunggu Putusan Kasasi
54
Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
90
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] Pengadilan Tinggi menolak permohonan SS. SS mengajukan kasasi 5.
YLBHI, PBHI, ELSAM, dan Kontras Vs Presiden, Menteri Hukum dan HAM, dan Kapolri
Pemohon Kasasi
PMH atas penyiksaan yang terjadi di Indonesia
Hakim PN Jakpus menggunakan pertimbangan gugatan class action padahal gugatan yang diajukan penggugat menggunakan mekanisme legal standing. Dalam penetapannya Majelis Hakim menolak mekanisme yang digunakan. Penggugat mengajukan kasasi
Menunggu Putusan Kasasi
7.
SRB
Terdakwa
Pencurian
Penuntut Umum Kasasi atas Putusan Bebas
Menunggu Putusan Kasasi
8.
MU
Pemohon Kasasi
Pencurian dengan Pembunuhan
MU adalah korban pengkambinghitaman pembunuh yang dijatuhi hukuman pidana penjara 14 tahun dan mengajukan Permohonan Kasasi
Kasasi ditolak
9.
Kst, dkk Vs Negara
Termohon Kasasi
Perbuatan Melawan Hukum
Kasasi dari Pemerintah
Kasasi ditolak
10.
LL, dkk vs Rektor UI
Pemohon Kasasi
Gugatan TUN
Kasasi
11.
YH vs Meneg BUMN
Termohon Kasasi
Gugatan TUN
Meneg BUMN mengajukan kasasi
Kasasi dari Rektor UI di Tolak Menunggu putusan Kasasi
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan, yang karenanya MA berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah, memperoleh kekuatan hukum tetap.55 Kedua, sebagai pengawas untuk semua pengadilan di Indonesia dari seluruh lingkungan peradilan. Ketiga, sebagai pengadilan yang menguji kesesuaian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan undang-undang. 56 Analisa dalam bagian ini, secara khusus mengkritisi MA sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan. Pengadilan Hubungan Industrial, meskipun berada di bawah MA dianalisa secara terpisah dari bagian ini, karena memiliki beberapa karakteristik. Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 11 kasus yang masih diproses di MA. Dari 11 kasus tersebut, terdapat dua kasus yang berasal dari lingkungan peradilan tata usaha negara, selebihnya dari peradilan umum. Kasus-kasus tersebut adalah kasus-kasus publik dengan korban kolektif, antara lain claimming tanah yang ditempati warga kampung pilar, pembongkaran bangunan pedagang oleh PD PJ, Penyiksaan, dan kriminalisasi para mahasiswa UI yang mengkritik rektor. Hanya 5 dari 12 kasus yang sudah diputus oleh MA, kasus tersebut diputus setelah diproses selama kurang lebih 5 tahun sejak diperiksa di pengadilan tingkat pertama. Lambatnya proses pemeriksaan di MA mencerminkan bahwa prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, hingga hari ini tidak dipenuhi di tataran praktek. 55
Pasal 28 ayat 1 UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah oleh UU No 5 Tahun 2004
56
Ibid. Pasal 31 ayat (1)
91
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Mengingat kasus-kasus tersebut adalah kasus publik, penundaan dan lamanya proses akan berdampak jauh lebih luas daripada kasus individual. Lambatnya pemeriksaan kasus membuat kerugian publik semakin meluas dan semakin sulit dipulihkan. Sebenarnya dalam beberapa kasus, MA terbukti mampu memeriksa kasus dengan waktu yang relatif cepat. Kasus-kasus tersebut kebanyakan adalah kasus yang menarik perhatian masyarakat melalui media massa dan menyangkut kepentingan pihak berkuasa, misalnya kasus Tempo vs Tommy Winata. Sayangnya, hal serupa tidak terjadi terhadap kasus-kasus publik yang ditangani LBH Jakarta. Berdasarkan kondisi demikian maka MA masih menjadi target perubahan untuk menciptakan sistem pemulihan bagi korban. Salah satu hal yang harus dibenahi oleh MA adalah menciptakan mekanisme yang pemeriksaan perkara yang lebih cepat dan transparan. F. Pengadilan Hubungan Industrial No. 1.
Pihak SPCI vs PT. CI
Posisi Tergugat
Jenis Kasus57Jumlah Perselisihan PHK
Proses PHI Jakpus menetapkan PHK perusahan sah, namun, juga menetapkan bahwa 2 anggota SPCI tersebut sebagai pegawai tetap, dan menaikkan pesangon yang diberikan kepada keduanya.
Kondisi terakhir Sampai habisnya jeda waktu untuk melakukan kasasi (14 hari), SPCI yang dipercaya LBH Jakarta membuat dan mengajukan memori kasasi, tidak juga menyerahkan memori kasasi tersebut ke MA sehingga putusan menjadi in kracht.
2.
EA, Ys dan Mcl vs. PT. KMB
Penggugat
Perselisihan Hak & PHK
Mengajukan gugatan, persidangan, putusan
Putusan menolak gugatan EA dkk. EA dkk. Telah mengajukan kasasi. Pengajuan permohonan putusan sela atas hak atas upah selama skorsing Pemeriksaan Kasasi
3.
Dd, dkk (39 orang) – PT. FPS
Penggugat
Perselisihan PHK
Pemeriksaan Sidang
4.
Shm Vs KNOC
Penggugat
Perselisihan Hak & PHK
Gugatan dikabulkan di tingkat PHI dan Pengusaha mengajuka Kasasi
5.
Hrs Vs YLIA
Penggugat
Perselisihan HAK & PHK
Gugatan, Replik, Pembuktian, Kesimpulan, Putusan
Ditolak, mengajukan Kasasi
6.
SPKAJ vs PT.KAI
Penggugat
Perselisihan Hak
Musyawarah bipartit, Mediasi, gugatan, replik, pembuktian, kesimpulan, putusan
Gugatan tidak dapat diterima
7.
Wst Vs SA
Penggugat
Perselisihan PHK
Peninjauan Kembali
8.
WC Vs TG
Penggugat
Perselisihan PHK
Musyawarah
Peninjauan Kembali ditolak, menunggu eksekusi Gugatan dicabut
57
Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
92
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] bipartit, mediasi, gugatan 9.
TH, dkk vs TBS
Penggugat
Perselisihan PHK
Muswarah bipartit, mediasi, gugatan, replik
Proses pembuktian
10.
MU, dkk vs PT CI
Penggugat
Perselisihan Hak
Musyawarah bipartit, mediasi, gugatan
Menunggu panggilan sidang
11.
Ksy, dkk (77 org) vs PT. IM
Tergugat
Perselisihan Hak
- Gugatan dikabulkan oleh PHI - Mengajukan eksekusi ke PN Jak Pus
Menunggu penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jak Pus
12.
SP AP (1300) vs PT. API
Tergugat
Perselisihan Kepentingan
Gugatan pengusaha di PHI Jakarta ditolak oleh pengadilan.
Pengusaha mengajukan kasasi
13.
SW, dkk (4 org) vs PT. MOI
Penggugat
Perselisihan PHK
- Gugatan dikabulkan oleh PHI - Pengusaha Kasasi
- Berdasarkan perkembangan perkara yang ada di website MA, MA telah memutus perkara permohonan kasasi pengusaha. - Tinggal menunggu salinan putusan kasasi
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 13 kasus perburuhan yang menggunakan mekanisme pengadilan hubungan industrial (”PHI”). Angka tersebut meningkat dari tahun lalu ketika hanya 7 kasus perburuhan yang masuk ke PHI. Seluruhnya adalah kasus yang masuk ke LBH Jakarta pada tahuntahun sebelumnya dan juga sepanjang tahun 2009. Jumlah kasus perburuhan yang masuk PHI sangat sedikit jumlahnya dibandingkan kasus perburuhan yang diadukan ke LBH Jakarta sepanjang tahun 2009 sebanyak 212 pengaduan atau hanya sebanyak 6%. Kasus-kasus tersebut sedang dalam proses pengajuan gugatan, jawab menjawab, pemeriksaan bukti, menunggu putusan, proses kasasi hingga proses eksekusi. Pilihan untuk menyelesaikan suatu perkara melalui pengadilan hubungan industrial menjadi pilihan terakhir bagi LBH Jakarta. Hal ini karena LBH Jakarta menilai PHI sengaja diciptakan untuk melepaskan tanggungjawab negara terhadap pelanggaran hak buruh. Pelepasan tanggungjawab tersebut dilakukan antara lain menggeser sengketa publik menjadi sengketa perdata dengan mekanisme perdata. PHI juga dengan mengubah pelanggaran hak buruh menjadi perselisihan hak yang diselesaikan hanya oleh para pihak. Selain itu, jangka waktu penyelesaian perselisihan perburuhan yang direncakan hanya selama 140 hari, didasarkan di atas penyangkalan realita bahwa peradilan Indonesia belum siap dilaksanakan secara cepat dan sederhana, akibatnya banyak terjadi undue delay. Proses PHI yang kaku secara hukum, menuntut buruh untuk memiliki kemampuan teknis hukum yang seimbang dengan pengacara perusahaan dalam hal perburuhan. Akibatnya, beberapa buruh gagal mendapatkan keadilan karena kesalahan teknis hukum tersebut, antara lain SPCI vs PT CI. Masalah lain adalah berjalan atau tidaknya proses hukum di PHI sangat tergantung oleh inisiatif para pihak. Beberapa sengketa perburuhan yang telah diproses oleh mediator, berujung pada anjuran. Anjuran yang
93
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
memenangkan buruh tersebut kerap diabaikan oleh pengusaha. Walaupun pengusaha tidak menerima anjuran, namun hal tersebut tidak secara otomatis mewajibkan pengusaha untuk mengajukan gugatan ke PHI. Akibatnya, buruhlah yang harus bersusah payah membuat sistem PHI bekerja dengan cara mengajukan gugatan ke PHI. Pihak pengusaha yang tidak menerima putusan, dengan mudah mengajukan kasasi dan oleh mekanisme PHI buruh dipaksa untuk ”meladeni” kasasi pengusaha tersebut yang jangka waktu penyelesaiannya juga melebihi batas waktu yang ditentukan undang-undang. Hal lainnya adalah kesulitan eksekusi. Penghitungan waktu selama 140 hari dalam PHI tidak memperhitungkan proses administrasi dan jangka waktu eksekusi yang tidak terbatas. Dalam beberapa kasus, buruh hanya menang di atas kertas karena hingga tulisan ini dibuat eksekusi putusan PHI tidak dilakukan, misalnya dalam kasus Ksy,dkk melawan PT MI. Berdasarkan kondisi di atas, maka PHI terbukti tidak mampu memberikan keadilan bagi buruh. PHI justru menambah beban dan masalah bagi buruh untuk mendapatkan perlindungan haknya. Mekanisme yang diperlukan oleh buruh adalah yang menjamin pemenuhan hak buruh secara cepat melalui intervensi negara. Model penyelesaian perselisihan yang menyerahkan penyelesaian masalah kepada para buruh dan majikan hingga saat ini tidak berjalan efektif dan justru memperparah pelanggaran hak buruh. Pelanggaran merupakan wilayah hukum publik yang membutuhkan tindakan tegas oleh aparat negara. G. Pengadilan Niaga Pihak Pj, dkk Vs PT. TS
Jenis Kasus58 Kepailitan
Proses Lelang Aset oleh Kurator
Kondisi terakhir Hasil lelang aset Sudah dibagikan ke seluruh Buruh tetapi buruh tidak mendapatkan pesangon sesuai dengan UU Ketenagakerjaan
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Sepanjang tahun 2009 LBH Jakarta hanya menangani satu kasus kepalitan, itupun terkait dengan buruh yang terkena dampak putusan pailit perusahaan. Kasus tersebut adalah kasus warisan dari tahun sebelumnya yang penyelesaiannya berlarut-larut paska putusan pailit pengadilan niaga. Namun demikian di balik kasus tersebut, terdapat 835 buruh yang terbantu. Kasus perburuhan memang memiliki karakteristik kolektif. Meskipun buruh adalah penggerak perusahaan, namun dalam proses pailit, kepentingan dan hak buruh tidak diprioritasnya. Semangat UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan adalah menjamin dipenuhinya hak para kreditor (baca: pemegang modal) yang memberikan piutang kepada perusahaan dipailitkan. Posisi buruh yang tidak prioritas dalam kepalitan berdampak langsung terhadap pemenuhan hak buruh. Dalam kasus Pj dkk vs PT TS misalnya, penjualan aser perusahaan melalui lelang tidak cukup untuk membayar pesangon buruh sesuai dengan perataturan perundang-undangan. Padahal dalam beberapa kasus di mana pabrik ditinggal pergi oleh pengusahanya, produski pabrik masih bisa dijalankan kembali oleh para buruhnya misalnya Pabrik garmen PT IM. Upaya ini dapat mencegah ledakan pengangguran yang lebih besarnya lagi. Berdasarkan kondisi demikian, maka UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan perlu diubah. Dalam perubahan ke depan, UU tersebut harus memberikan ruang bagi buruh untuk menjalankan kembali perusahaan yang ditinggal pergi oleh pengusahanya.UU juga harus menempatkan buruh sebagai 58
Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
94
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
prioritas yang setingkat dengan kreditor lainnya. Dengan demikian, buruh memiliki akses untuk menentukan arah jalannya perusahaan. H. Pengadilan Tata Usaha Negara Pihak Dr dkk. (20 orang petani PB Jawa Tengah) vs. PT. Pgl
Posisi Penggugat
Jenis Kasus59 Sengketa hak atas tanah/perampasan hak atas tanah
Proses Mengajukan gugatan, persidangan, putusan
Kondisi terakhir Putusan menyatakan gugatan De dkk. Tidak dapat diterima.
Sumber: litbang LBH Jakarta
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.60 Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dengan demikian, pada prinsipnya pihak yang menjadi tergugat dalam sengketa TUN adalah pejabat negara atau pihak yang memiliki otoritas publik.61 Gugatan terhadap KTUN tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara serta tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat62. Penundaan hanya bisa dilakukan jika permohonan penundaan dikabulkan hakim dengan alasan keadaan mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan. Sementara permohonan penundanaan tidak dapat dikabulkan dengan alasan ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut. Alasan tersebut yang kerap dijadikan dasar bagi hakim untuk menunda pelaksaan KTUN, karena biasanya pejabat mengeluarkan KTUN dengan alasan untuk kepentingan umum, misalnya surat perintah bongkar pemukiman warga dan sertifikasi tanah atas wilayah yang telah lama ditempati atau dikelola oleh masyarakat. Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta hanya menangani sebuah kasus di Pengadilan Tata Usaha terkait perampasan hak atas tanah warga oleh perusahaan. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya ketika terdapat 3 kasus yang menempuh Pengadilan Tata Usana Negara. Sengketa tersebut berawal dari para petani yang berada di sekitar perkebunan teh milik PT. Pgl tidak bisa menggunakan lahan pertanian karena lahan tersebut telah dikuasai oleh PT. Pgl selama rentang waktu 1965-2008. HGU atas nama PT. Pgl dikeluarkan oleh BPN dan kemudian diperpanjang. Setelah melewati proses yang panjang karena PT
59
Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dalam UU No.9 Tahun 2004. Pasal 47 60
61
Ibid. Pasal 1 angka 3 dan 4
62
Ibid. Pasal 67
95
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Pgl berkali-kali tidak melengkapi berkas, gugatan warga dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim. Tidak efektifnya Pengadilan Tata Usaha untuk memberikan keadilan bagi kelompok miskin, membuat LBH Jakarta jarang sekali menggunakana mekanisme TUN. Sengketa TUN menjadi sangat normatif dan teknis karena hanya memeriksa bukti formal yang kebanyakan berupa surat. Akibatnya masalah inti yang diatur dalam KTUN tidak diperiksa secara berimbang di dalam persidangan. Selain itu, keputusan pejabat yang merugikan langsung masyarakat, dianggap sah dan tetap dapat dilaksanakan kecuali ditetapkan lain oleh pengadilan. Akibatnya, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat diandalkan sebagai alat perlindungan kepentigan rakyat. Masalah lainnya dari PTUN adalah tidak dapat dieksekusinya putusan. Keputusan pengadilan yang berupa pembatalan KTUN atau menyatakan KTUN sah, pada akhirnya diserahkan kepada pejabat negara yang mengelurkan KTUN tersebut. Akibatnya, eksekusi tergantung pada niat baik dari pejabat yang digugat. I. Komisi-Komisi Negara Insitusi Komnas HAM
Pihak Warga Kebun Sayur, Ciracas, JakartaTimur Sny, dkk., Vs PT. NI
Hal yang telah dilakukan -
Dua kali audiensi dan dua kali pula meminta Komnas HAM mengadakan mediasi menengahi Pihak warga dan Perum PPD Sunaryo, dkk mendatangi Komnas HAM untuk beraudiensi
TIDAK ada tindakan apapun
Mengadukan soal adanya potensi pelanggaran hak atas perumahan dan hak atas pekerjaan.
Komnas telah mempertemukan Haryono dkk, LBH Jakarta dan Kuasa Hukum YHK, Ynd & Rekan.
-
Hry dkk (80 orang penyandang cacat) vs. YHK
Perkembangan terakhir
Beberapa polisi mendatangi Sny dkk untuk memberi pengamanan atas anjuran Komnas HAM.
Komnas kemudian kembali melakukan pertemuan dengan pihak YHK bersama kuasa hukumnya, sertta meminta data kepemilikan lahan. Komnas mempertemukan Hry dkk. dan LBH Jakarta dengan Pihak Pemerintah yang terdiri dari Pihak Menkokesra, Menpera, Depsos, dan Depnaker. Yang kemudian pertemuan selanjutnya dalam rangka penyelesaian masalah dilakukan di Menkokesra. Tmy & Hrs (Pengacara Publik LBH Jakarta) LBH Jakarta) vs. Polres Jakarta Utara Pencari Suaka Tamil (255 orang)
Mengadukan penangkapan sewenangwenang terhadap Pembela HAM.
Belum ada tindaklanjut dari Komnas
Mengadukan pelanggaran hak-hak pencari suaka dan meminta Komnas untuk mengunjungi para pencari suaka di Merak.
Komnas HAM telah melakukan kunjungan dan wawancara kepada para pencari suaka Tamil di Pelabuhan Merak. Komnas HAM berjanji akan memanggil pihak pemerintah
96
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] terkait. Korban penggusuran Papanggo, Jakarta Utara
Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM memanggil pihak Pemkot Walikota Jakarta Utara mencoba untuk memediasikan
Tidak ada tindak lanjut
Warga BD, Cilincing, Jakarta Utara
Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM memanggil pihak Pemkot Walikota Jakarta Utara mencoba untuk memediasikan
Tidak ada tindak lanjut
MP dkk, Cilengsi
Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM memanggil pihak Hotma Lumbagaol dan meminta klarifikasi dari kantor pertanahan Kabupaten Bogor terkait dengan status tanah
Warga diminta membuat surat keberatan atas penerbitan sertifikat
Keluarga Besar Pedagang Pasar KB
Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM memanggil Pihak Pemkot Jakarta Utara
Tergusur dan tidak ada tindak lanjut
RS
Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM akan mengirimkan surat kepada Polres Jaksel dan Polda Metro Jaya agar memproses hukum para pelaku
Tidak ada tindak lanjut
Ibr dkk (8 orang)
Mengadukan Permasalahan dan Audiensi dengan Komisioner
Komnas Ham mengirimkan surat Ke Polres Jakut dan meminta Klarifikasi Memberikan penjelasan kepada Klien
Warga Lnt, Mauk Tangerang (29 orang) vs POLRES Tangerang MU
Mengadukan permasalahan dan audiensi dengan Komisioner
Komnas Ham mengirimkan surat kepada Kapolres Tangerang
Mengadukan bahwa penahanan MU telah lewat batas waktu penahanan, dan belum juga menerima putusan
Putusan didapatkan setelah melakukan desakan.
Rss.A.N SJ Kapolsek Metro Jatinegara
Mengadukan permasalahan
Menembuskan surat, bahwa Komnas Ham telah mengirimkan surat kepada Kapolres Jakarta Utara
Audiensi dengan pihak KOMNAS HAM
KOMNAS HAM mengeluarkan rekomendasi kepada Depnaker Saksi pelapor (pihak warga) telah di BAP, namun belum ada tindakan lanjutan dari penyidik polres Jaktim. Sayangnya Kompolnas pun tidak mampu menekan polres untuk mematuhi prinsip mudah, cepat dan biaya ringan
Ksy dkk (77 org) vs PT. IM
Kompolnas
Warga kebun sayur ciracas, Jakarta Timur
Melaporkan intimidasi dan pemerasan yang dialami warga
OMT
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
SS
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
FA
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
97
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Nhd
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
MHM
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
RH
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
DAI
Mengadu melalui surat
Belum ada tindak lanjut
Mly
Mengadu dengan mendatangi kompolnas
Dipublikasikan dalam acara TV Kompolnas Jalur 259 dan dipertemukan dengan Propam dan Mabes Polri
Sry dkk vs Polres Jakarta Utara
Tembusan surat tindak lanjut pengaduan ke Kepala Divisi Propam Polda Metro Jaya
Tidak ada respon.
IS vs Polsek Ciputat
Tembusan surat protes atas perpanjangan penahanan yang tidak sah.
Tidak ada respon
BD Vs Kepolisian Resort Metro Jakarta Barat
Mengirimkan surat Tembusan Protes dan Permintaan Klarifikasi
Ada balasan surat yang menyatakan bahwa kasus ini sudah diteruskan ke Kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 Minggu Tidak ada perkembangan
EZB an. LN vs Kapolsek Metro Bekasi Barat
Mengirimkan surat Tembusan Protes dan Permintaan Klarifikasi
Ada balasan surat yang menyatakan bahwa kasus ini sudah diteruskan ke kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 minggu tidak ada perkembangan
NT a.n IES Vs Polsek Metro Pasar Minggu & H. M Str a.n HM vs Kepala Kepolisian Resort Cianjur Sektor Campaka
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Ada balasan dari Polsek Pasar Minggu dan Kabid Propam Polda Metro Jaya bahwa telah menangani sesuai dengan prosedur Tidak ada perkembangan
KG Vs Kapolsek Metro Pondok Gede
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Alx Vs POLDA RIAU, Mabes POLRI, & UHAM dan AI Rss a.n. SJ Kapolsek Metro Jatinegara
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
- Surat balasan dari Kompolnas bahwa kasus ini sudah diteruskan ke Kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 minggu tidak ada perkembangan - Surat balasan dan penjelasan dari Kapolsek Metro Pondok Gede Tidak ada perkembangan
- Surat balasan dan penjelasan dari Kapolsek Metro Jatinegara - Surat penjelasan dari
98
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] Kabid Propam bahwa telah menangani sesuai prosedur BS vs PTPI & POLDA Metro Jaya
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Surat balasan dari Kompolnas bahwa kasus ini sudah diteruskan ke Kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 minggu tidak ada perkembangan
Mrn Polda Metro Jaya
Mengirimkan surat tembusan protes dan permintaan klarifikasi
Surat balasan dari Kompolnas bahwa kasus ini sudah diteruskan ke Kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 minggu tidak ada perkembangan
SRB
Mengadukan permasalahan dan meminta agar ditindaklanjuti
Menelpon Kapolsek agar hatihati dan melakukan tindakan hukum yang sesuai prosedur & ada balasan dari Kompolnas bahwa kasus ini sudah diteruskan ke Kepolisian, dan meminta melaporkan kembali jika dalam 3 minggu tidak ada perkembangan
Ibr dkk
Mengadukan permasalahan dan meminta agar ditindaklanjuti
Ditayangkan dalam program Tv One Jalur 259,
Warga Lnt, Mauk Tangerang (29 orang) Polres Tangerang
Mengadukan permasalahan, meminta agar kepolisian yang bersalah di tindak
Meminta dan menelpon Kapores Tangerang untuk tidak melakukan penyiksaan terhadap tersangka dan meminta untuk dilakukan Visum, dan Visum tersebut dilakukan;
Komisi Yudisial
AH dkk, Tangerang
Mengadu melalui surat
KY menerlpon untuk meminta berkas-berkas pengaduan. Komisi yudisial telah memanggil hakim yang menangani perkara
Komisi Kejaksaan
AH dkk, Tangerang
Mengadu melalui surat
Tidak ada respon
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Dari komisi-komisi negara yang ada, LBH Jakarta secara khusus mengevaluasi empat komisi negara. Hal ini karena LBH Jakarta memandang keempat Komisi ini memiliki wewenang terkait dengan pemulihan korban sebagaimana dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga LBH Jakarta lebih sering menggunakan keempat Komisi ini dalam mengupayakan pemulihan hak korban. Keempat Komisi tersebut antara lain : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (”Komnas HAM”), Komisi Kepolisian Nasional (”Kompolnas”), Komisi Yudisial (”KY”), dan Komisi Kejaksaan. I.1. Komnas HAM Sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memiliki tujuan mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia serta meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (Pasal 75). Dan untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia (Pasal 76 ayat (1)). Komnas HAM juga dapat menerima laporan dan pengaduan lisan 99
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
atau tertulis dari setiap orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar (Pasal 90 ayat (1)). Bahkan Komnas HAM memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus pelanggaran HAM berat, wewenang ini diatur di Pasal 18 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Mengacu pada kewenangan yang dimilikinya itu, LBH Jakarta telah mengadukan sebanyak 15 kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Dari kasus-kasus yang diadukan ke Komnas, hampir setengahnya atau 7 kasus tidak ditindaklanjuti. Kalaupun ditindaklanjuti, Komnas HAM hanya sebatas melakukan korespondensi. Sangat jarang Komnas HAM melakukan fungsi-fungsi lainnya, apalagi melakukan penyelidikan pro-yustisia. Hanya 1 kasus dimana Komnas HAM melakukan pemantauan atau mediasi. Hal ini menunjukan bahwa selama kurun waktu tahun 2009, Komnas HAM tidak menjalankan fungsinya seperti dimandatkan oleh undang-undang. Tidak bekerjanya fungsi Komnas HAM mengakibatkan mekanisme pemulihan melalui saluran ini menjadi kurang efektif. Selain masalah koordinasi internal Komnas HAM yang membuat tidak bekerjanya fungsi Komnas HAM, kami menilai ada persoalan keterbatasan wewenang yang dimiliki tidak sampai pada tahap penindakan. Belum lagi, persoalan birokrasi di dalam struktur Komnas HAM semakin menghambat efektifitas kerja-kerjanya. I.2. Kompolnas Sedangkan terkait dengan Kepolisian dimana kinerjanya akan sangat mempengaruhi mekanisme pemulihan bagi korban pelanggaran hak asasi, Negara sebenarnya telah membentuk Kompolnas melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia jo. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Komisi Kepolisian Nasional yang mana menurut Pasal 38 ayat (2) huruf c UU No. 2 Tahun 2002, Kompolnas memiliki wewenang untuk menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Dan yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat tersebut menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya. Terkait dengan kewenangannya itu, LBH Jakarta telah melakukan pengaduan sebanyak 22 kasus yang mayoritas mengenai penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian, pelayanan yang buruk, atau perlakuan yang diskriminatif. Dari keseluruhan pengaduan yang dilakukan, terlihat bahwa hanya setengahnya yang ditindaklanjuti. Selebihnya, atau sebanyak 11 pengaduan belum ada tindaklanjut apapun sampai saat ini. Langkah tindaklanjut yang paling sering diambil oleh Kompolnas adalah korespondensi. Sebanyak 8 kasus ditindaklanjuti dengan korespondensi, dengan cara meneruskan pengaduan ke pihak kepolisian dimaksud. Akan tetapi tidak terlihat ada respon yang signifikan dari korespondensi yang dilakukan, kecuali jawaban dari pihak kepolisian dimaksud atas korespondensi Kompolnas. Yang menarik dari kinerja Kompolnas dalam menjalankan fungsinya, yakni dengan dibukanya jalur 259 yang bekerjasama dengan TV One sebagai salah satu stasiun teve swasta, dimana masyarakat yang memiliki keluhan atas kinerja kepolisian dapat menyampaikan keluhannya itu melalui forum yang disediakan oleh stasiun teve tersebut. Jalur 259 ini ternyata membawa dampak yang cukup positif dalam hal akses pengadu ke kepolisian. Perhatian pihak kepolisian terhadap kasus yang diadukan meningkat sejak ditampilkannya pengadu melalui acara teve Jalur 259 tersebut. Meskipun acara tersebut juga dapat menimbulkan risiko bagi pengadu dapat dengan mudah dikenali oleh aparat kepolisian yang diadukan sehingga rentan pelanggaran hak asasi berikutnya.
100
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Kontak langsung yang dilakukan oleh Kompolnas kepada pihak kepolisian yang diadukan atau atasannya, juga merupakan metode efektif lainnya yang dapat dilakukan Kompolnas. Terlihat dalam 1 kasus yang diadukan oleh LBH Jakarta, dimana Kompolnas langsung melakukan kontak, meskipun hanya melalui telepon, dapat segera memberi efek positif bagi upaya pemulihan korban. Sayangnya, Kompolnas hanya memiliki wewenang sangat terbatas dalam upaya pemulihan korban. Hal ini dikarenakan mandat yang diberikan oleh UU No. 2 Tahun 2002 tidak mencakup wewenang penindakan, melainkan menerima keluhan untuk kemudian disampaikan ke Presiden. Sehingga keputusan penindakannya bukan berada di tangan Kompolnas sendiri. I.3. Komisi Yudisial Mekanisme pemulihan korban pelanggaran hak asasi manusia yang paling utama terletak di badan peradilan. Badan peradilan dinilai sebagai benteng terakhir para pencari keadilan. Namun kenyataan membuktikan bahwa penyalahgunaan wewenang, kolusi, atau yang lebih dikenal dengan ”mafia peradilan” begitu marak terjadi di badan-badan peradilan. Alih-alih menjadi saluran utama upaya pemulihan yang efektif, badan peradilan, badan peradilan malah turut berperan dalam menghambat upaya pemulihan yang diupayakan oleh korban. Kelahiran Komisi Yudisial melalui UU Nomor 22 Tahun 2004 membawa harapan besar para korban dan pencari keadilan dalam memastikan saluran pemulihan utama tersebut dapat bekerja sesuai mandat yang diberikan oleh undang-undang. Sesuai UU tersebut, Komisi Yudisial mempunyai wewenang menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 13 huruf b). Dan dalam melaksanakan wewenangnya itu, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim (Pasal 20). Komisi Yudisial bahkan dapat mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21). Terkait dengan wewenang pengawasanya itu Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Berdasarkan kewenang yang diberikan oleh undang-undang, Komisi Yudisial dapat dilihat sebagai peluang untuk upaya pemulihan efektif. Berbagai prilaku hakim yang menyimpang termasuk yang berpengaruh besar pada terhambatnya upaya pemulihan korban, dapat diawasi oleh Komisi Yudisial. Namun sayang, wewenang tersebut tidak dibarengi kewenangan menjatuhkan sanksi. Sebab, kewenangan itu diserahkan kepada Mahkamah Agung. Dari pengalaman LBH Jakarta melakukan pengaduan kepada Komisi Yudisial, tidak terlihat efektifitas kerja Komisi ini dalam kerangka pemulihan yang efektif. Terlebih tidak ada peluang bagi korban untuk mengetahui sampai sejauh mana fungsi pengawasan itu dilakukan oleh Komisi. Sebab, Pasal 22 UU Komisi Yudisial hanya memungkinkan Komisi ini memberikan laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Tidak transparanya proses pengawasan ini berpotensi untuk penyimpangan fungsi dan wewenang yang diembannya. 101
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
I.4. Komisi Kejaksaan Komisi Kejaksaan yang dilegitimasi oleh UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI sesungguhnya dapat menjadi peluang untuk mendorong kinerja kejaksaan dalam rangka mewujudkan pemulihan. Di dalam Pasal 38 UU tersebut dinyatakan bahwa Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden. Terkait dengan ketentuan Pasal ini, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Komisi Kejaksaan menjelaskan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Komisi Kejaksaan dimana dapat mempengaruhi upaya pemulihan bagi korban pelanggaran HAM. Seperti terlihat dalam Pasal 10, Perpres ini menyebutkan bahwa salah satu tugasa Komisi Kejaksaan yakni melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya; Selanjutnya, Pasal 11 Perpres ini memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menyampaikan laporan tentang perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar kedinasan. Khususnya prilaku yang berpengaruh pada upaya pemulihan korban. Bahkan Komisi Kejaksaan, menurut Pasal 12 UU tersebut, dapat mengambil alih pemeriksaan apabila: a. pemeriksaan oleh aparat internal tidak menunjukkan kesungguhan atau berlarutlarut; b. hasil pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal dinilai tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan oleh Jaksa atau pegawai Kejaksaan yang diperiksa; dan/atau c. terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal. Meskipun Komisi Kejaksaan sebenarnya memiliki wewenang yang cukup untuk memastikan salah satu mekanisme pemulihan yang efektif, yakni melalui institusi Kejaksaan, namun sesuai pengalaman LBH Jakarta berdasarkan 1 pengaduan yang diajukan ke Komisi Kejaksaan, Komisi ini ternyata tidak menjalankan tugas dan wewenangnya itu. Dengan demikian, LBH Jakarta memandang bahwa masyarakat tidak dapat berharap banyak pada Komisi Kejaksaan untuk mendorong upaya perwujudan pemulihan yang efektif. J. Pengawas Ketenagakerjaan di Suku Dinas, Dinas dan Departemen Ketenagakerjaan No.
Para Pihak
Hal yang telah dilakukan
Perkembangan Terakhir
1.
AS dkk. vs. PT. PAM
Melaporkan pelanggaran hak-hak pekerja ke Pengawas Ketenagakerjaan Sudinaker Jakarta Utara
2.
Serikat Pekerja SC – PT. BS Tbk
Tembusan surat mendorong pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Pengawas di Sudinaker melempar kasus ini ke Disnaker Propinsi DKI Jakarta dan belum ada tindak lanjut Belum ada respon
3.
SPKAJ vs PT.KAI
Melaporkan ke Dirjen Pengawasan mengenai pelanggaran ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu dan outsourcing
Belum ada tindakan pengawasan justru dimediasikan
4.
TH dkk vs TBS
Melaporkan pelanggaran hak jamsostek, upah di bawah UMP, tidak adanya peraturan perusahaan dan pemaksaan pengunduran didi Ke Pengawasan Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta
Diteruskan ke Sudinnakertrans Jakarta Selatan dan belum ada tindak lanjut, sedangkan pemaksaan pengunduran diri menjadi perselisihan PHK
5.
SPHI
Meminta Penetapan Nilai atas Putusan P4P
Diarahkan ke PN Jak-Pus
6.
Sry dkk
Melaporkan ke Pengawasan mengenai pelanggaran upah tidak dibayar dan kondisi kerja yang tidak kondusif Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta
Belum ada perkembangan
Sumber: Litbang LBH Jakarta
102
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Pada tahun 2003, Indonesia meratifikasi konvensi ILO No.81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan melalui UU No. 21 Tahun 2003. Dalam penjelasan umumnya, UU No 21 Tahun 2003 menegaskan bahwa pengawasan ketenagakerjaan memiliki misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakan. Bahkan dijelaskan lebih jauh hal-hal yang menjadi obyek pengawasan ditetapkan secara tegas antara lain kondisi kerja dan perlindungan tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang muda. Bahkan Pengawasan juga berfungsi untuk memberikan sanksi kepada pengusaha, apabila pengusaha tersebut secara nyata telah melakukan bentuk – bentuk pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan. Pengawasan juga berwenang untuk melakukan penyidikan dalam menindaklanjuti laporan buruh yang telah dilanggar hak normatifnya, karena beberapa dari mereka melekat tugas sebagai Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS). Sayangnya, peraturan tersebut tidak berjalan efektif justru karena lembaga pengawasan itu sendiri. Hal ini terlihat dari tabel di atas. Dalam menyikapi pengaduan mengenai pelanggaran hak pekerja, LBH Jakarta memilih untuk melaporkannya kepada pengawasan daripada menyelesaikannya sebagai sengketa PHI. Hal ini dilakukan untuk memberdayakan lembaga pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sepanjang 2006, LBH Jakarta menangani enam kasus yang secara khusus menempuh mekanisme pengawasan tidak ada yang maju ke proses selanjutnya. Padahal laporan ke pengawasan dilakukan dalam rangka perlindungan hak-hak pekerja yang dilanggaran oleh perusahaan dan dalam rangka pelaksanaan putusan. Sejak adanya PPHI, pengusaha dan pengawasan kerap menolak proses pengawasan. Alih-alih mengenakan sanksi terhadap pengusaha yang melanggar undang-undang, pegawai pengawasan justru mengalihkannya menjadi perselisihan hak dalam kerangka pengadilan hubungan industrial, seperti terjadi dalam kasus SPKAJ vs PT Kereta Api Indonesia. Selain itu, lembaga pengawasan kerap berlindung di balik otonomi daerah untuk menghindari kewajiban menindaklanjuti laporan. Akibatnya buruh yang melapor dilempar ke pengawasan di wilayah lain. Padahal dalam Permenaker No 9 Tahun 200563 diatur bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan secara terpusat langsung di bawah Menteri, artinya tidak mengikuti pembagian daerah kerja dalam otonomi daerah. Akibat hukumnya, setiap individu atau kelompok pekerja boleh melaporkan pelanggaran undang-undang terkait ketenagakerjaan di manapun. Sedangkan hal mengenai pelimpahan pemeriksaan berkas ke instansi yang lebih tinggi diserahkan kepada pengawas yang menerima laporan (Pasal 4). Laporan dari masyarakat yang kemudian dijadikan dasar bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan pengawasan ketenagakerjaan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan (Pasal 6 ayat 1). Berdasarkan kondisi di atas, maka lembaga pengawasan baik yang ada di Sudinaker, Disnaker maupun Disnaker, tidak berjalan secara efektif untuk memulihkan hak-hak pekerja yang dilanggar. Untuk itu, lembaga pengawasan perlu membenahi dirinya dengan melakukan beberapa hal. Pertama, bersikap pro atif dalam melakukan pengawasan dengan memeriksa perusahaan secara rutin dalam hal ketaatan perusahaan pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Kedua, tidak menolak laporan pelanggaran hak. Ketiga, tidak mengalihkan laporan pelanggaran hak menjadi perselisihan hubungan industrial. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 9 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Pengawasan Ketenagakerjaan. 63
103
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
K. Dewan Perwakilan Rakyat No
Pihak
Hal yang telah dilakukan
1.
Warga Ciracas
Audiensi ke Fraksi demokrat Komisi III
2.
SRB
Mengirimkan surat kepada ketua Komisi III dan sejumlah anggota Komisi III
3.
TAT & HB
Mengirimkan Surat Pimpinan Komisi III
4.
Tenaga Honorer Depkeu
Audiensi dan bertemu dengan Fraksi Demokrat, Fraksi PKS, Komisi 11, Audiensi dengan Komisi 2
Perkembangan terakhir Tidak ada tindakan apapun dari fraksi demokrat. Malah mereka mempingpong warga untuk menemui komisi II Permasalahan ini dibahas dalam rapat Kerja dengan Kapolri, Kapolri membentuk Tim dari irwasum untuk investigasi, hasil Investigasi dinyatakan tidak ada Kesalahan dalam pemeriksaan; Tidak ada tindak lanjut, Kasat Reskrim Polres Jakut di Mutasi ke Polda Metro Jaya hanya menjadi Penyidik Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS mengirimkan surat ke Menteri Keuangan, Komisi 11 merekomendasikan Ketua MPR agar menyurati Menteri Keuangan. Wakil Ketua MPR menyurati Menteri Keuangan. Tidak ada tindak lanjut
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Mengacu pada Pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dan dalam melaksanakan fungsinya itu, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Serta hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Untuk menjalankan fungsinya, DPR memiliki alat kelengkapan, dimana di dalamnya termasuk komisikomisi yang susunan dan keanggotaannya ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Khusus untuk menjalankan fungsi pengawasan, Komisi memiliki tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya, membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya, melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta membahas dan menindaklanjuti usulan DPD. Dan dalam dalam melaksanakan tugasnya Komisi dapat: mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses. Di dalam DPR juga terdapat fraksi-fraksi yang dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan pelaksanaan tugas dan wewenang DPR. Pembentukan fraksi-fraksi dalam DPR didasarkan pada Tata Tertib DPR. Meskipun tidak secara eksplisit diatur tentang wewenang, fungsi, maupun tugas di bidang pemulihan terhadap korban pelanggaran hak asasi, namun demikian, fungsi pengawasan serta hak-hak yang dimiliki, membuka peluang bagi korban untuk mengupayakan suatu pemulihan yang efektif. Melalui Komisi-Komisi ataupun melalui fraksi-fraksi yang ada di DPR, korban menyampaikan pengaduan terkait dengan pelanggaran hak yang dialami. Yang biasanya, disampaikan dalam suatu rapat dengar pendapat umum. Berdasarkan pengaduan tersebut, komisi-komisi sesuai dengan ruang lingkup tugasnya dapat pula mendengar keterangan dari pejabat pemerintah terkait.
104
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
LBH Jakarta telah memanfaatkan peluang ini dalam penanganan kasus-kasusnya sebagai suatu upaya untuk mewujudkan pemulihan bagi korban pealanggaran hak. Setidaknya, selama tahun 2009, LBH Jakarta telah menyampaikan sebanyak 4 pengaduan pelanggaran hak, baik melalui fraksi-fraksi maupun melalui Komisi. Fraksi-fraksi dimaksud, diantaranya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Sedangkan Komisi-komisi, diantaranya Komisi III yang membidangi Hukum, HAM dan Keamanan, serta Komisi XI yang membidangi keuangan. Dua dari empat pengaduan yang dilakukan, terbukti tidak ditindaklanjuti. Sedangkan dua pengaduan lainnya, meskipun ada tindak lanjut, akan tetapi hanya merupakan suatu formalitas belaka. Dalam hal ini, tidak ada tindak lanjut yang secara konkret dan berkelanjutan terhadap pengaduan-pengaduan yang disampaikan. Pihak pemerintan pun seakan tidak peduli dengan tindak lanjut yang dilakukan oleh DPR. Padahal, sebagai mitra kerja pemerintah yang memiliki fungsi pengawasan, DPR sesungguhnya dapat mengoptimalkan fungsinya itu dengan mendesak pemerintah untuk memberikan akses pemulihan bagi korban. Fakta menunjukan, bahwa DPR bukanlah saluran yang efektif dalam rangka pemulihan korban pelanggaran hak. L. DPRD DKI Jakarta No.
Pihak
Hal yang telah dilakukan
1.
Korban penggusuran Papanggo, Jakarta Utara
Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung
2.
Warga BD Cilincing, Jakarta Utara
Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung
3.
Keluarga Besar Pedagang Pasar KB
Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung
Perkembangan terakhir Mengeluarkan rekomendasi bahwa pemda DKI Jakarta segera melakukan penelitian dan menyelesaikan permasalahan penggusuran paksa tersebut Rekomendasi diabaikan oleh Pemda DKI jakarta Mengeluarkan rekomendasi agar Pemkot Jakut menunda penggusuran Mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya Rekomendasi diabaikan oleh PD Pasar Jaya
Sumber: Litbang LBH Jakarta
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah propinsi. Sebagai bagian dari lembaga Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran.64 Dalam rangka fungsi pengawasannya, DPRD berwenang untuk antara lain mengawasai pelaksanaan peraturan daerah dan penggunaan APBD, meminta pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah propinsi dan memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama pemerintah daerah setempat dengan pemerintah daerah lainnya atau dengan pihak lain yang membebani masyarakat dan daerah (Pasal 293 ayat 1). Sepanjang tahun 2009, upaya pemulihan melalui DPRD dilakukan terhadap tiga kasus terkait dengan fungsi pengawasan. Pengaduan ke DPRD atau dalam bahasa advokasi disebut hearing dilakukan untuk meminta pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah (kota ataupun propinsi). Ketiga kasus tersebut adalah kasus penggusuran warga dan pedagang pasar tradisional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Hal menarik adalah sikap DPRD yang cukup responsif terhadap pengaduan warga dengan cara mengeluarkan rekomendasi terhadap pemerintah daerah. Namun, rekomendasi tersebut tidak berdampak apapun terhadap pemulihan warga karena diabaikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan negara oleh Pemda tidak 64
PAsal 292 ayat (1) Undang-undang No 27 Tahun 2009 Tentang
105
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
berjalan efektif. Akibatnya, Pemda dapat dengan leluasa melakukan pelanggaran hak terhadap warganya dengan dalih menyelenggarakan pemerintahan.
106
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB IV ADVOKASI KEBIJAKAN Sepanjang Tahun 2009, LBH Jakarta terlibat aktif dan juga menginisiasi beberapa upaya reformasi hukum dan reformasi institusi. Dari ruang lingkup issue yang disasar, 11 regulasi yang terkait langsung dengan hak-hak ekosob mulai dari hak atas pendidikan (3 regulasi), hak atas pekerjaan / sektor informal (5 regulasi) , Kesehatan (1), dan 2 regulasi terkait korupsi dan anggaran. Dalam lingkup hak sipil dan Politik keseluruhan terdapat 8 regulasi yang disasar LBH Jakarta. 2 regulasi menyangkut kebebasan beragama dan pluralisme yakni UU no.1/PNPS dan RUU produk Halal, 3 regulasi menyangkut isu penyiksaan, fair trial yakni RUU KUHAP, RUU KUHP dan Qanun Jinayah Aceh, 2 regulais terkait kebebasan berekpresi dan non diskriminasi yakni UU Pornografi dan KUHP untuk Defamation. terkahir ditujukan untuk membangun kebijakan melalui pembuatan mekanisme perlindungan Pembela HAM. Di lihat dari lingkup wilayah, dari 19 isu advokasi kebijakan, hampir semuanya merupakan isu nasional yang terkait dengan pemerintah pusat, dan hanya 1 isu yang khusus terkait pemerintah daerah Khusus Ibukota yakni menyangkut Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, bahkan LBH Jakarta beserta jaringan kebebasan beragama juga ikut berkampanye untuk mensikapi pembentukan Qanun Jinayat di Nangro Aceh Darussalam (NAD).
A. Arah advokasi kebijakan Secara umum arah advokasi kebijakan ditujukan pertama, untuk pemajuan HAM dengan mendorong implementasi dari ratifikasi instrumen HAM internasional, dan kedua, untuk mendorong konsolidasi demokrasi dengan jalan menghilangkan hambatan-hambatan struktural dari masyarakat yang terbuka dan demokratis. Beberapa regulasi yang disasar LBH Jakarta merupakan upaya implementasi dan inkorporasi dari instrumen internasional mengani hak asasi manusia. beberapa instrumen yang telah diratifikasi pemerintah indonesia menjadi mengikat secara hukum (legally binding) dan pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mengimplementasikan serta menginkorporasi dalam peraturan perundang-undangan domestik. hal in menjadi acuan utama LBH Jakarta dan menjadi alat untuk mengawal, memonitoring atau menginisiasi pembentukan perundang-undangan nasional, dan juga untuk mereview berbagai ketentuan perundang-undangan yang tidak lagi relevan dan menghambat pemajuan dan implemntasi normanormauniversal hak asasi manusia. Seiring berjalannya transisi demokrasi di indonesia menuju konsolidasi demokrasi, LBH mencatat masih banyak peraturan-perundang-undangan yang tersisa yang merupakan warisan dari regim sebelumnya yang menghambat konsolidasi demokrasi. Ruang masyarakat yang terbuka masih terancam oleh pasalpasal karet pencemaran nama baik warisan kolonial yang dengan mudah dijadikan penguasa untuk membungkam masyarakat yang kritis. Hal yang sama terkait dengan UU No.1 PNPS yang mengancam keragaman dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. maka dengan demikian upaya advokasi LBH Jakarta diarahkan untuk membersihkan kerikil-kerikil yang masih tersisa untuk memperlancar konsolidasi demokrasi dan mencegah kembalinya status quo.
107
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
B. Pendekatan Strategi : Networking, Kampanye, monitoring dan Lobby Dunia Peradilan yang merupakan core dari kerja-kerja bantuan Hukum, menjadikan pendekatan court base advocacy menjadi trademark LBH Jakarta dibanding dengan yang dikerjakan NGO-NGO lainnya. untuk meurunkannya dalam aksi, LBH jakarta menjadikan pengadilan sebagai ajang untuk melawan atau mereview peraturan-perundang-undangan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan HAM. Karenanya beberapa gugatan CLS, Judicial Review baik di MA maupun MK menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendekatan strategi ini. selain court base advocacy, upaya menggalang sekutu dan mendidik serta memperkuat basis kesadaran dan konsolidasi masyarakat sipil tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mendorong perubahan kebijakan. advokasi RUU KUHAP, RUU Bantuan Hukum sinergi dengan upaya capacity building dan pembentukan paralegal-paralegal LBH di Jabodetabek. sepanjang tahun ini LBH Jakarta mendidik sekitar 150 Paralegal berbasis komunitas korban yang tersebar di jabodetabek dan terdapat 10 posko dikeseluruhan wilayah. Keseluruhannya dibungkus dalam suatu payung memperluas access masyarakat atas keadilan. LBH Jakarta mengambil insitif dan membentuk koalisi-koalisi strategis dengan NGO lainnya misalnya dalam advokasi RUU KUHAP dengan membentuk dan menjadi sekretariat Komite untuk pembaharuan hukum acara pidana (KuHAP). inisistif lain dari LBH Jakarta ialah membentuk koalisi kebebasan beragama dan melakukan Judicial review ke MK dalam upaya mereview UU No. / PNPS/65 yang menjadi alat effektif untuk menkriminalisasi keyakinan dan menyerang kebebasan beragama di Indonesia. Menyadari semakin rentannya pembela HAM, pekerja bantuan hukum, dan kondisi korban yang sering direpresi, maka LBH Jakarta bersama beberapa NGO lainnya membantuk Human Rights Support Facilities (HRSF) untuk mengupayakan legal reform dan institusinal reform terkait perlindungan pembela HAM. tahun ini LBH mewakili HRSF membuat MoU dengan Komnas HAM untuk melakukan legal review dan pembentukan desk khusus di komnas HAM untuk melindungi pembela HAM. Selain menginisisi, LBH Jakarta turut serta menjadi anggota aktif dalam Koalisi-koalisi. LBH Jakarta turut aktif dalam jaringan NGO untuk pengadilan tipikor bersama-sama ICW dan KRHN, LBH Jakarta turut serta memonitor perkembangan pembahasan RUU Pengadilan tipikor di Parlemen. Dalam upaya melindungi Pekerja Rumah Tangga LBH Jakarta terlibat dalam JALA PRT, hal yang sama untuk mendesak ratifikasi konvensi migran, LBH Jakarta tergabung beserta Serikat Buruh migran dan HRWG. C. Pencapaian dan Effektivitas Beberapa advokasi kebijakan yang disasar LBH Jakarta ada yang gagal untuk mengubah suatu kebijakan dikarenakan ditolaknya review atas kebijakan yang bersangkutan. diantaranya ialah Perda DKI No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang permohonan Reviewnya ditolak MA. Hal yang sama menyangkut regulasi-regulasi dalam Hak atas pendidikan. kendati MA telah mengabulkan gugatan CLS untuk ujian Nasional yang salah satu petitumnya memerintahkan pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan UN namun tidak membuat pemerintah bergeming untuk mengubah kebijakannya. kebijakan yang lain yang tidak cukup bergeming adalah RUU kesehatan yang akhirnya disahkan DPR. Atas kegagalan tersebut LBH Jakarta melihat faktor political will dan mind set dari pemerintah menjadi penyebab membenturnya upaya advokasi kebijakan, selain tentunya perlunya evaluasi atas upaya 108
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
advokasi yang vis-avis pemerintah melalui upaya menggugat. Diperlukan pendekatan lain untuk meyakinkan dan membujuk pemerintah untuk mengubah regulasi-regulasi diatas. Pencapaian yang cukup memuaskan terjadi dalam advokasi RUU Bantuan Hukum, RUU KUHAP yang keduanya menjadi prioritas dalam prolegnas 2010 dan beberapa substansi dalam kedua RUU cukup banyak mengadopsi materi-materio yang disusulkan masyarakat sipil. Sementara itu, beberapa RUU dan judicial review sampai tulisan ini dibuat masih dalam proses, dan kita masih melihat dan memonitor mengani arah perkembangan masing-masing. JR atas UU No.1/PNPS dan UU Pornografi masih belum dapat ditebak putusan akhirnya. sementara beberapa draft JR sedang dipersiapkan dan tertunda pendaftarannya ke MK seperi UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PK) dan pasal-pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP. Advokasi Kebijakan oleh LBH Jakarta tahun 2009 No
Kebijakan
Isu
Analisis Singkat
Perkembangan terakhir
1.
UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWPPK)
Privatisasi laut sebagai barang publik oleh swasta
Semangat lahirnya UU ini sedari awal adalah semangat privatisasi bukan perlindungan hak publlik. UU ini melegalkan laut untuk dikuasasi oleh individu atau perusahaan badan hukum sehingga pasti akan melanggar hak-hak nelayan misalnya untuik mencari nafkah di laut karena lautnya telah dimilliki oleh seseorang/badan hukum dengan HP3.
Bersama jaringan masyarakat kelautan (gabungan NGO dan organisasi-organisasi nelayan) telah disusun draft JR UU ini.
2.
UU No. 1/PNPS/1965
Kebebasan Beragama
Keberadaan UU tersebut melanggar kebebasan beragama sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945. Banyak korban telah berjatuhan dengan diterapkannya UU tersebut, khususnya melalui Pasal 156a KUHP yang merupakan ketentuan sisipan yang berasal dari Pasal 4 UU ini.
Pendaftaran Permohonan Uji Materil ke MK
3.
RUU Jaminan Produk Halal
Diskriminasi berdasarkan agama
Keberadaan RUU ini menunjukan adanya diskriminasi berdasarkan agama. Perlakuan istimewa terhadap satu agama, yakni Islam, dibandingkan dengan agama-agama lainnya merupakan suatu bentuk diskriminasi.
Monitoring di DPRRI
4.
Qanun Jinayat Aceh
Kebebasan Beragama & Hak untuk bebas dari penyiksaan dan tindakan yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat
Pengesahan Qanun Jinayat dan Qanun Acara Jinayat pada 14 September lalu mengundang kontroversi. Dalam Qanun itu mengatur soal jarimah dan minuman keras, maisir (judi), khalwat, ikhtilath, zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf, liwath, dan musahaqah. Para pelanggar pidana yang telah diatur dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400 kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dengan cara melempar batu hingga meninggal. Penerapan sanksi hukum melalui Qanun demikian jelas melanggar hak asasi manusia, diantaranya hak atas kebebasan beragama, hak untuk
Monitoring dan kampanye Akan membentuk tim untuk melakukan kajian mendalam soal ini.
109
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] bebas dari penyiksaan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, serta hak atas kepastian hukum. 5.
Uji Materi terhadap Perpres No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Hak pekerjaan Persamaan hukum
Peraturan Presiden ini mempunyai legalitas sebagai Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) dan/atau Izin Usaha Toko Modern (IUTM) berdasarkan Peraturan Presiden ini. Sehingga terhadap Izin Usaha yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini dinyatakan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar ketika Izin Usaha tersebut diterbitkan ataupun Peraturan Presiden ini. Hal ini membawa konsekuwensi logis bahwa terhadap Izin Usaha yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini walaupun penerbitan Izin Usaha tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada pada saat penerbitan
Proses di Mahkamah Agung
Hak atas tanah dan tempat tinggal Hak atas usaha dan ekonomi Hak bebas berpindah dan memilih tempat tinggal Hak Pekerjaan Hak atas Perlindungan terhadap keluarga, ibu, dan anak-anak
Proses penyusunan Perda Tibum berlangsung secara tertutup dan minim akan proses konsultasi publik. Pemberlakuan Peraturan Daerah No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum) bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diakui oleh negara Republik Indonesia dan juga kalangan internasional, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta prinsip-prinsip umum yang berlaku umum
Mahkamah Agung menolak permohonan
Kesewenang-wenangan kekuasaan dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 21 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, melanggar Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, Undang-undang tentang Otonomi Daerah, Undang-undang tentang Perpajakan, Undang-undang tentang Keuangan Negara dan Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, cacat secara formil maupun materiil serta melanggar prinsip kepatutan, keadilan, tertib anggaran, dan prinsip pengelolaan keuangan negara yang bertanggung jawab, melegitimasi tindakan korupsi, sehingga telah mencederai hati nurani rakyat dan telah menimbulkan gelombang protes masyarakat di Indonesia
Proses di Mahkamah Agung
UU Porno dibuat dengan mendiskriminasi kelompok perempuan, mengabaikan keaneka ragaman Indonesia dengan berbagai budayanya. UU ini justru mengkriminalkan perempuan dan para
JR di MK dan menunggu Putusan
Antara Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI), dkk vs Presiden RI
6.
Uji Materi terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum Antara Institute Ecosoc Rights, dkk Vs Gubernur dan DPRD DKI Jakarta
7.
PP Nomor 21 Tahun 2007 Tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Melawan Presiden RI
Korupsi
Antara Masyarakat sipil, dkk Vs Presiden RI
8.
Judicial Review UU Pornografi
Perlindungan Perempuan & anak, Kebebasan Berekspresi, Kepastian Hukum
110
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta] pegiat seni, Kondisi Buruh Migran Indonesia yang sangat mengkhawatirkan, sedangkan Pemerintah lalai dalam menegakkan RANHAM yang telah disusunnya sendiri yakni akan meratifikasi Konvensi Buruh Migran,
9.
Ratifikasi Konfensi Buruh Migran dan Keluarganya
Perlindungan Buruh Migran Indonesia
10.
UU BHP
Hak Atas Pendidikan
UU ini menjadikan Pendidikan dan Kampus susah dijangkau oleh Orang Miskin. Kampus menjadi seperti perusahaan yang harus mencari uang, dan bahkan bisa dipailitkan
11.
RUU Perlindungan PRT
Hak atas pekerjaan yang layak
12
PP 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional
Hak atas pendidikan
UU ini memberikan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, antara lain pengakuan bahwa PRT adalah pekera (bukan pembantu), adanya jaminan upah yang layak, jam kerja yang jelas dan terbatas, adanya hari libur dan hak istirahat, mekanisme sengketa pelanggaran hak PRT dan larangan PRT anak Menjadi dasar bagi pelaksanaan Ujian nasional yang terbukti melanggar HAM dan hak anak
13
UU Sisdiknas
Hak atas pendidikan
14
Pasal-Pasal Pencemaran nama baik dalam KUHP
Hak atas kebebasan berekpresi
15
RUU KUHAP
Hak atas fair trial, Hak atas bantuan hukum, hak untuk bebas dari penyiksaan dll
16
RUU Bantuan Hukum
Hak atas bantuan hukum
17
UU Kesehatan
Hak atas kesehatan
18
RUU Pengadilan Tipikor
Hak atas pembangunan Bebas dari korupsi
Menjadi dasar bagi pelaksanaan Ujian nasional yang terbukti melanggar HAM dan hak anak. UU ini juga membuat biaya kuliah menjadi mahal karena privatisiasi universitas menjadi BHP Pasal 310, 311, 316, 207,208 merupakan pasal-pasal dalam KUHP mengenai pencemaran nama baik. Pasal ini telah cenderung digunakan untuk mengkriminalisasi kritik, menyerang balik kontrol dan membungkam partisipasi masyarakat. RUU KUHAP dipersiapkan lama oleh tim yang dibentuk pemerintah dan menjadi salah RUU terpenting untuk menginkorporasi ICCPR dan CAT yang telah diratifikasi indonesia. RUU KUHAP menjadi salah satu instrumen hukum utama untuk mengkontrol penegak hukum dan melindungi haksetiap orang dihadapan hukum. RUU Bantuan hukum merupakan inistitif masyarakat sipil dan khusunya LBH Jakarta sejak tahun 2005. kini mendapat respon besar dari pemerintah yang membentuk tim perumus.
UU Kesehatan mempriviatisasi sifat publik dari tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak atas kesehatan. RUU Pengadilan tipikor yang pasca putusan MK harus segera direvisi oleh DPR akhirnya direvisi namun DPR berupaya mencerabut beberapa
Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa Ratifikasi Konvensi Buruh Migran dan Keluarganya tidak harus diratifikasi karena percuma dan bertentangan dengan UU ketenaga kerjaan yang berlaku di indonesia Sedang Ada Judicial Review di MK, dan sedang menunggu Putusan tapi LBH tidak tergabung. Hanya mendukung gerakan saja, menginisiasi Kobar (Komite Aksi Bersama untuk 2 Mei) dan Aliansi Kihadjar (Kita berhak atas Pendidikan dan Pengajaran) Masuk dalam prolegnas 20102014 dan menajdi prioritas di 2010. persiapan gugatan CLS meminta RUU disahkan.
Belum ada review seiring putusan MA untuk gugatan CLS dari LBH dkk dalam TeKUN. Belum ada review seiring putusan MA untuk gugatan CLS dari LBH dkk dalam TeKUN.
LBH Jakarta bersama jaringan anti defamasi mempersiapkan draft Judicial review ke MK
LBH Jakarta bersama Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP) Membuat briefing paper atas isu-isu tematik dalam RUU KUHAP RUU KUHAP dalam prolegnas prioritas 2010. Masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2010. LBH Jakarta beserta YLBHI dan NGO lainnya memonitoring proses pembuatan dalam tim perumus. Monitoring di parlemen sampai disahkan LBH Jakarta bersama Koalisi Pengkor memonitoring pembahasan RUU Pengadilan Tipikor di Parlemen
111
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
19
Human Rights Defender /pembela HAM
Perlindungan Human Rights Defender /pembela HAM
kewenangan KPK dan membuat eksistensi Pengadilan tipikor di tiap provinsi dan menyerahkan pemilihan hakim ke ketua PN. hal ini menapikkan kondisi peradilan yang masih korup. Pasca Kedatangan Hina Jilani, beberapa rekomendasi penting untuk membangun legal dan institusional framework untuk melindungi pembela HAM dibutuhkan. salah satunya melalui pembentukan UU khusus perlindungan pembela HAM atau membuat mekanisme pemulihan dan perlindungan yang memadai di lembaga-lembaga independen negara.
LBH Jakarta bersama HRSF (Human Rights Support Facilities) membuat MoU dengan Komnas HAM untuk membuat Legal Review bersama perlindungan pembela HAM dan membentuk desk Khusus untuk perlindungan pembela HAM di Komnas HAM
Sumber: Litbang LBH Jakarta
D. Uji Materil UU NO. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Terhadap UUD 1945 UU No.1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pertama kali diterbitkan dalam bentuk Penetapan Presiden pada tahun 1965 oleh Presiden Soekarno yang pada saat itu menerapkan sistim demokrasi terpimpin dan memusatkan kekuasaan di tangan presiden, termasuk membuat dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Penguasa kala itu menilai bahwa timbulnya aliran-aliran atau organisasi kepercayaan masyarakat bertentangan dengan ajaran dan hukum agama yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia, diantaranya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, serta membahayakan agama-agama tersebut. Sehingga Penguasa memandang bahwa hal ini dapat memecah persatuan nasional serta membahayakan persatuan Bangsa dan Negara. Untuk mencegah terjadinya penyelewengan-penyelewengan dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok oleh para ulama dari agama dimaksud di atas, dan untuk melindungi agama-agama tersebut dari penodaan/penghinaan, maka Presiden mengeluarkan Penetapan yang selanjutnya pada tahun 1969 ditetapkan menjadi UU. UU ini pada pokoknya berisi larangan kepada mereka yang : 1) menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang dari pokok ajaran 6 agama tersebut, 2) mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap 6 agama yang dilindungi oleh UU ini. Meskipun iklim politik di Indonesia sudah jauh berbeda, dan demokratisasi di Indonesia sudah lebih baik, termasuk pengakuan terhadap hak asasi manusia, akan tetapi UU ini masih tetap diberlakukan, dan digunakan untuk mempidanakan para penganut agama atau keyakinan minoritas, penganut sekte dalam agama, serta penganut agama-agama atau keyakinan baru yang berbeda dengan ajaran agama dimaksud tadi. Dalam praktek, UU ini digunakan untuk: 1. Melarang ajaran, kegiatan atau keberadaan aliran atau organisasi keagamaan atau kepercayaan yang dinilai menyimpang (sesat) oleh ulama dari 6 agama yang dilindungi dengan menggunakan
112
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
suatu Surat Keputusan Kejaksaan Agung, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama, atau Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh jajaran di bawahnya. Yang diantaranya dialami oleh: a. Aliran Darul Hadits; b. Islam Jamaah; c. Yayasan Pondok Pesantren Nasional (JAPPENAS); d. Saksi Yehova; dan e. Jemaat Ahmadiyah 2. Mempidanakan pemimpin atau pengikut aliran atau organisasi keagamaan atau kepercayaan yang dinilai menyebarkan ajaran atau melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang (sesat) oleh ulama dari 6 agama yang dilindungi. Pemidanaan ini menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memang bersumber dari Pasal 4 UU No.1/PNPS/1965. Beberapa korban kriminalisasi dengan menggunakan ketentuan ini diantaranya: a. H.B. Jasin (Kasus Cerpen Langit Makin Mendung Karya Ki Pandji Kusmin); b. Arswendo Atmowiloto (Kasus Tabloid Monitor); c. Saleh (Kasus Situbondo); d. Mas’ud Simanungkalit (Kasus Islam Al-Hanif); e. Mangapin Sibuea (Kasus Sekte Pondok Nabi); f. Rus’an (Kasus Artikel Islam Agama Yang Gagal); g. Ardhi Husein (Kasus YKNCA Probolinggo); dan h. Syamsuriati (Kasus Lia Eden)
Aksi kebebasan beragama dan berkeyakinan
Keberadaan UU ini pun mendorong berbagai aksi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok keagamaan minoritas. Perbedaan tafsir dan kegiatan keagamaan yang tumbuh berkembang di masyarakat dipandang sebagai suatu hal yang menyimpang atau menodai ajaran keagamaan arus utama (mainstream), karenanya dinilai pula telah melanggar ketentuan UU ini. Dengan dalih agar pemerintah menegakan hukum dan mempidanakan mereka yang telah menyimpang atau menodai ajaran keagamaan arus utama, aksi massa dilakukan, bahkan disertai dengan kekerasan. Aksi tersebut, oleh pihak kepolisian dipandang sebagai gangguan ketertiban umum. Akan tetapi, pihak korban lah yang kemudian dianggap sebagai pemicu dari terjadi aksi tersebut, yang pada akhirnya dijadikan alasan oleh pihak kepolisian untuk melarang atau mengkriminalisasi para korban dengan menggunakan ketentuan dalam UU ini.
113
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
LBH Jakarta bersama dengan beberapa LSM lain yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Beragama menilai bahwa UU ini bertentangan dengan UUD 1945, dan oleh karenanya pada Bulan Oktober 2009 atas nama beberapa lembaga dan individu yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan adanya UU ini, diantaranya: Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara, Desantara, YLBHI, Gus Dur, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, Tim Advokasi Kebebasan Beragama mengajukan Uji Materil (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Dalam permohonan tersebut, diajukan beberapa Pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji, diantaranya: Pasal 1 ayat (3) tentang Negara Hukum, Pasal 27 ayat (1) tentang Persamaan di Muka Hukum, Pasal 28D ayat (1) tentang Kepastian Hukum, Pasal 28E ayat (1) dan (2) tentang Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan, Pasal 28I ayat (2) tentang Kebebasan Beragama yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable), dan Pasal 29 ayat (2) tentang Kemerdekaan Memeluk Agama dan Beribadah. Khusus terkait dengan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan, UU ini jelas melanggar kebebasan beragama atau berkeyakinan utamanya kelompok keagamaan minoritas, sebab UU ini mengkriminalisasi mereka yang memiliki penafsiran yang berbeda, padahal penafsiran merupakan bagian dari keyakinan yang tidak dapat dikurangi. Lebih lanjut, UU ini merupakan bentuk koersi yang sebetulnya dilarang dalam standar kebebasan beragama atau berkeyakinan. Di dalam permohonan tersebut, dijelaskan pula bahwa UU ini tidak memenuhi syarat pembatasan yang diperkenankan dalam hak asasi manusia, yaitu; dengan undang-undang, dalam suatu masyarakat demokratis untuk melindungi kesehatan, keselamatan, ketertiban, dan moral publik, serta hak-hak asasi orang lain. Oleh karena itu, permohonan uji materil tersebut diajukan untuk meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
114
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB V PROGRAM-PROGRAM LBH JAKARTA 2009 I.
PROGRAM MEMBUKA AKSES MASYARAKAT MARJINAL TERHADAP KEADILAN – PELATIHAN DASAR PARALEGAL 2009
Pelatihan Dasar Paralegal merupakan suatu kegiatan di dalam Program Membuka Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan yang diselenggarakan oleh LBH Jakarta dengan didukung oleh Yayasan TIFA. Pelatihan ini bertujuan untuk membentuk paralegal sebagai pendamping masyarakat dalam menghadapi masalah hukum. Di dalam pelatihan tersebut diberikan materi-materi, antara lain: Keparalegalan, Sistem Hukum Di Indonesia, Pengantar HAM, Pendokumentasian Kasus, Strategi Advokasi, Mekanisme Kerja. Terakhir dilakukan Rencana Tindak Lanjut. Dan Metode yang digunakan dalam pelatihan pertama: presentasi oleh para pemateri berupa pengetahuan – pengetahuan dasar tentang hukum dan Hak Asasi manusia. Kedua: adalah metode partisipatoris dimana para perserta akan terlibat aktif dalam diskusi dan simulasi dengan dipandu oleh seorang fasilitator. Dengan Metode ini diharapkan Pelatihan lebih partisipatif sehingga Peserta dapat langsung berlatih dan berpraktek seandainya ada masalah yang dihadapi. Pelatihan Dasar Paralegal 2009 diadakan di 5 wilayah di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). WILAYAH Jakarta Depok Bogor Bekasi Tangerang
TEMPAT PELATIHAN WAKTU Gedung Pusdiklat Kopertais Jl. Asrama Putra Koplek UIN Syarif Hidayatullah. 30 Oktober – 1 November 2009 Graha Insan Cita Jl. Prof Lafran Pane, Depok. Resort-Hotel Sitamiang, Jl. Raya Puncak Km.82 Cibeureum Cisarua- Bogor 16750. Hotel Grand Pangestu, Jl. Raya Kosambi, Karawang Timur. Gedung Pusdiklat Kopertais Jl. Asrama Putra Koplek UIN Syarif Hidayatullah.
6 – 8 November 2009 13 – 15 November 2009 20 – 22 November 2009 4 – 6 Desember 2009
Pelatihan ditiap wilayah, diikuti oleh 25 orang peserta yang terdiri dari klien LBH Jakarta dan dari beberapa jaringan, yang terdiri dari Serikat Buruh, Korban Unfair Trial, Komunitas Miskin Kota, Komunitas – Komunitas yang sedang dalam sengketa tanah, Siswa / Mahasiswa, Komunitas LGBT, Petani, Komunitas Pedagang, dll.
115
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
II. Program Countering and Preventing Radicalization Pada Lembaga Pemasyarakatan 2009-2010 Program ini dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama dengan Search For Common Ground Indonesia (SFCGI). Program ini bertujuan untuk mengembangkan pesan-pesan positif dan model perubahan perilaku yang memperkuat institusi (terutama lembaga pemasyarakatan (lapas), masyarakat sipil, organisasi, dan media), untuk menumbuhkan toleransi, kesalingpahaman, moderas, penghapusan tindak kekerasan, dan de-radikalisasi di lapas-lapas di Indonesia. Sasaran pelaksanaan program adalah terhadap para petugas lapas serta warga binaan. Program dilaksanakan di 8 lapas yakni lapas Cipinang di Jakarta, Lapas Tangerang di Tangerang, Lapas Palembang di Palembang, Lapas Batu dan Permisan di Nusakambangan, Lapas Kedung Pane di Semarang, Lapas Porong di Surabaya, serta Lapas Palu. Program ini di bagi menjadi beberapa tahap, yakni melakukan baseline assessment terhadap petugas lapas dan warga binaan, adanya pertemuan para pihak pemangku kebijakan yakni pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta para Kepala Lembaga Pemasyarakatan, melakukan pengembangan kurikulum manajemen konflik, kemudian dilakukan pelatihan manajemen konflik terhadap sasaran di 8 lapas. Dokumentasi
Baseline Assesment pada Petugas Lapas
Stakeholder meeting
Training of Trainer
116
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
III. PROGRAM REFORMASI HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) LBH Jakarta bersama dengan jaringan mengerjakan program reformasi hukum acara pidana (KUHAP). Jaringan yang tergabung dalam Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana terdiri dari 14 organisasi yaitu LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Mawar Saron, LBH Pers,LBH Apik Jakarta, LBH Semarang, HRWG, ILRC, Arus Pelangi, HuMA, MAPPI, LeiP, Imparsial dan PSHK. Membangun dukungan dari masyarakat (komunitas hukum adat, korban, akademisi, media, organisasi profesi, CSO dan OR) dalam proses advokasi RUU KUHAP agar KUHAP ke depan memberikan keadilan dan perlindungan terhadap kelompok rentan dan termarjinalkan dalam proses pidana. Program yang didanai oleh Yayasan TIFA dan The HIVOS (The Dutch Embassy in Jakarta) telah berjalan sejak Agustus 2008. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain melakukan sejumlah diskusi publik, penyusunan position paper, penyusunan renstra periode 2009-2011 dan melakukan pertemuan dengan lembaga-lembaga negara. Capaian terakhir program ini adalah masuknya RUU Amandemen KUHAP dalam program legislasi nasional untuk prioritas 2010. IV. PROGRAM PENYUSUNAN LEGAL REVIEW (KAJIAN HUKUM) TENTANG HUMAN RIGHTS DEFENDER LBH Jakarta, Kontras, Yayasan Pulih, HRWG, dan Yayasan Tifa yang tergabung di dalam Human Rights Support Facilities (HRSF) bekerjasama dengan Komnas HAM melakukan Legal Review (Kajian Hukum) terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang memiliki dampak baik melindungi maupun menghambat kerja-kerja pembela HAM (human rights defender). Dalam melakukan review kami menggunakan hak-hak Pembela HAM yang mengacu pada Deklarasi Pembela Ham dan Panduan Uni Eropa untuk Perlindungan Hak-hak Pembela HAM. Hak-hak Pembela HAM tersebut antara lain: Hak atas Informasi, Hak atas Berpendapat, Hak atas Publikasi, Hak atas Gagasan Baru HAM, Hak untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan, Hak atas Pemulihan, Hak atas Berkumpul, Hak Berserikat dan Berorganisasi, Hak atas Pengakuan sebagai Pembela HAM, dan Hak Menggalang Sumberdaya. Sebanyak kurang lebih 42 peraturan perundang-undangan yang lingkupnya nasional direview untuk melihat peluang perlindungan juga hambatannya terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pembela HAM. Legal Review ini berlangsung sejak Oktober – Desember 2009. Pada 23 Desember 2009 telah dilakukan FGD untuk pengayaan draft Legal Review ini, dengan melibatkan stake holders yang terdiri dari perwakilan lembaga-lembaga Negara (Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Komisi Yudisial) serta perwakilan LSM dari berbagai sector, baik Perburuhan, Lingkungan, Hukum dan HAM. Hasil sementara Legal Review ini, banyak menunjukan adanya peluang perlindungan atas hak-hak yang dimiliki oleh pembela HAM, meskipun tidak secara spesifik ditujukan bagi pembela HAM, begitu pula hambatan terhadap hak-hak pembela HAM dimaksud.
V. KADERISASI V.1. KALABAHU 2009 LBH Jakarta untuk ke 20 kalinya sejak Tahun 1980 menyelenggarakan Karya latihan Bantuan Hukum (Kalabahu 2009) dengan Peserta berasal dari kalangan sarjana hukum, mahasiswa hukum dan para pembela hak asasi manusia dengan total 50 (limapuluh) Peserta, termasuk 5 (Lima) orang yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non-Ilmu Hukum;. Acara pelatihan diadakan pada tanggal 30 Maret sampai Dengan 7 Mei 2009.
117
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
KALABAHU merupakan pembekalan dasar kepada sarjana maupun mahasiswa hukum yang ingin menjadi praktisi hukum progresif. Penting bagi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk menyelenggarakan KALABAHU setiap tahunnya. Terdapat dua alasan strategis, pertama KALABAHU diperuntukan bagi penyebaran ide-ide bantuan hukum structural kemasyarakat. Peserta yang begitu beragam dan menyebar di berbagai tempat, memudahkan penerapan visi dan misi bantuan hukum. Setidaknya visi dan misi tersebut dapat dipergunakan sebagai pendekatan atau cara untuk menyelesaikan sebuah masalah yang muncul.
Kedua, strategis bagi proses regenasi di LBH-LBH, khususnya di LBH Jakarta sendiri. Adanya ribuan orang pencari keadilan datang ke LBH Jakarta setiap tahunnya, menjadikan KALABAHU sebagai salah satu tempat mencari bibit tangguh, kreatif, inovatif dan progresif. Kebutuhan sumber daya manusia di LBH Jakarta sangat penting, karena sangat jarang para praktisi memilih untuk menjadi pembela atau sering disebut sebagai pembela HAM.
V.2. Rekrutmen VOLUNTEER 2009 Dari 50 orang peserta kalabahu 2009 dan Juga Dari Peserta Kalabahu 2008 LBH Jakarta merekrut 10 orang volunteer sebagai assisten Pengacara publik LBH Jakarta untuk masa bakti satu tahun. NAMA 1. Diah Kurniati 2. Hendrikus Markus Dhema 3. Intan Kumalasari 4. M. Ali Fernandes 5. M. Haris Barkah 6. Maruli Tua Rajagukguk 7. Pratiwi Febry 8. Reza Dimas D 9. Sidik 10. Vicky Sylvanie
ASAL PERGURUAN TINGGI Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Universitas Nasional Universitas Nasional Universitas Islam Negeri Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Universitas Lampung Universitas Indonesia Universitas Jayabaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Universitas Udayana
118
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
V.2. Rekrutmen Staf Pengacara Publik Muda LBH Jakarta merekrut dua orang staff pengacara public muda yakni Sdr. Tommy Albert Tobing, SH alumnus Universitas Kristen Indonesia tahun 1999, dan Sdr. Alghiffari Aqsa, SH alumni Universitas Indonesia tahun 2003. Keduanya resmi bertugas sebagai penagacara public LBH sejak 15 Juni 2009.
VI. PROGRAM CAPACITY BUILDING STAF Edy Halomoan Gurning 1. Kursus HAM tingkat Lanjutan Untuk Pengacara Kursus diadakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat pada tanggal 18 Januari–8 Februari 2009 yang mengambil tempat di GG House, Bogor. Pelatihan ini diisi dengan materi konsep, sejarah dan Hak Asasi Manusia; Administrasi Keadilan dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional; Administrasi Keadilan dalam Hukum Hak Asasi Manusia Nasional; Konsep, tanggung jawab dan pemenuhan hak asasi manusia pada kelompok perempuan dan anak; Konsep, tanggung jawab dan pemenuhan hak asasi manusia dalam isu tertentu (agraria; diskriminasi rasial; konflik bersenjata; lingkungan; ILO; buruh migran); Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia ; Mekanisme pelaporan di PBB (UPR); Kejahatan Serius Hak Asasi Manusia; Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional; Analisa Hukum (Legal Opinion; Legal Audit); Legal Drafting; Citizen Lawsuit; Class Action; Judicial Review; Strategi dan Tehnik Beracara (Perdata; Pidana; HAM; Mahkamah Konstitusi). Peserta pelatihan berasal dari lembaga-lembaga advokasi seperri Lembaga Bantuan Hukum (LBH), serikat buruh, pengacara, serta beberapa lembaga advokasi lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
119
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
2. Advocacy Skill Training for Legal Aid Lawyers (ASTFLAL) 2009 Pelatihan ini diadakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bekerja sama dengan Kemitraan dan Legal Developmen Facility pada tangga 8-13 Juni 2009 yang mengambil tempat di Bali. Pelatiahn ini diisi dengan materi Pemeriksaan Saksi-Saksi, Penggunaan dan Pengajuan Bukti, Menyusun Argumentasi dan Dokumen Hukum, Tinjauan Proses Beracara dalam Sistem Hukum Common Law, dan Nilai, Prinsip & Kode Etik serta Peran Organisasi Profesi. Peserta merupakan para pengacara publik yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kantor di seluruh Indonesia.
3. Training of Trainers (ToT) dalam Manajemen Konflik Training dilakukan oleh Search For Common Ground (SFCG) pada tanggal 21-26 Juli 2009 di Hotel Borobudur di Jakarta. Training ini diajarkan oleh rekan-rekan yang berasal dari Consensus, New York, USA. Mereka membantu peserta untuk mendesain kurikulum dan juga memberi pelatihan kepada peserta bagaimana melakukan Pelatihan Manajemen Konflik. Peserta pelatihan ini terdiri dari 2 orang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, 2 orang dari SFCG, 2 orang dari Yayaysan Prasasti Perdamaian, serta 8 orang petugas lapas yang berasal dari Lapas Cipinang, Tangerang, Porong, Kedungpane, Nusakambangan, Palembang dan Palu. Training sendiri bertujuan untuk meberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pengelolaan konflik, mengetahui peran dan tanggung jawab dari seorang pelatih, mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memfasilitasi program pelatihan.
120
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Febi Yonesta 4. BASICS OF INTERNATIONAL HUMANITARIAN RESPONSE WORKSHOP Workshop yang diselenggarakan oleh UNHCR eCentre pada 5 – 12 Oktober 2009 di Hua Hin, Thailand ini diikuti oleh sekitar 32 peserta yang berasal dari berbagai lembaga baik Pemerintah, non pemerintah, dan lembaga internasional. Para peserta rata-rata datang dari Negara-negara kawasan Benua Asia dan Australia. Pokok bhasan workshop ini meliputi: Legal Basis for Humanitarian Work, Assessment Basics and Bias, Safety in the Field, Basics of Humanitarian Negotiation, dan lain sebagainya.
5. PELATIHAN
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN UNTUK ADVOKAT DAN PENYUSUNAN RENCANA
STRATEGIS ADVOKASI
Pelatihan yang diselenggarakan oleh YLBHI dengan dukungan dari TIFA Foundation dan Oslo Coalition ini diikuti oleh perwakilan kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia, ditambah beberapa perwakilan lembaga yang melakukan advokasi isu pluralisme. Pelatihan ini diselenggarakan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, pada 9 – 15 Agustus 2009. Pokok bahasan dalam pelatihan tersebut meliputi: Sejarah dan Falsafah KBB, Hubungan Negara dengan Agama/Kepercayaan dan para Penganut/Pengikutnya, KBB sebagai hak asasi, Agama dan Kebebasan Berpendapat/Berekspresi, Strategi dan Pendekatan Advokasi KBB.
M. Isnur 6. Pelatihan Hak Asasi Manusia Tahunan/Internasional Human Right Training Program Pelatihan ini diselenggarakan oleh Equitas - International Centre for Human Rights Education dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Peserta sebanyak 30 orang. merupakan hasil seleksi dari utusan Lembaga-Lembaga HAM, LSM, dan lembaga Lainnya Se-Indonesia. Pelatihan ini diselenggarakan di Cimanggis-Bogor Pada Bulan Februari 2009. Pelatihan ini Selain bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Hak Asasi Manusia dan Strategi Advokasi, juga memberikan penguatan dan pembelajaran agar semua peserta bias menjadi Pendidik Ham dan Fasilitator Pendidikan HAM
121
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Kiagus Ahmad B.S. 7. Workshop for Community Trainers Workshop for Community Trainers, merupakan workshop yang diselenggarakan oleh Centre on Housing Rights and Evoctions (COHRE) dan Bridges Across Borders Southeast Asia (BABSEA) di Phnom Penh, Kamboja, 26 – 30 Oktober 2009. Peserta dari Workshop ini berasal dari Indonesia, India, Vietnam, Kamboja, Timor Timur, Laos, dan Burma, dimana masing – masing negara mengirimkan 3 peserta. Dari Indonesia yaitu Kiagus Ahmad BS (Kepala Divisi Advokasi dan Penangan Kasus LBH Jakarta), Siti Rahmawati (Direktur LBH Semarang) dan Martha Sumampaouw (Staf Program YLBHI). Workshop ini memberikan pembekalan bagi para partisipan dalam mengadakan pelatihan – pelatihan yang berkaitan dengan hak atas perumahan di dikomunitas, dan panduan atas informasi dan aktifitas apa yang harus dilakukkan komunitas dalam menghadapi penggusuran. Selain itu tujuan dari advokasi ini adalah peserta diharapkan dapat melakukan advokasi yang strategis dalam menghadapi penggusuran.
122
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Data kasus dan kebijakan yang dikerjakan LBH Jakarta sepanjang 2009 secara keseluruhan meningkat. Hal ini mencerminkan bahwa pelanggaran HAM masih terjadi sepanjang tahun 2009 dengan pola yang berulang, yaitu kriminsalisi, diskriminasi, undue delay, privatisasi, deregulasi, disharmonisasi. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh negara dengan cara berbuat (by comission) ataupun dengan cara tidak berbuat (by omission). Negara secara aktif mengeluarkan kebijakan hukum yang justru mengkriminalisasi rakyat miskin, termasuk mereka yang mempertahankan hak dan kritis terhadap pemerintah. Hal ini terlihat dari tidak diterimanya uji material terhadap Perda Ketertiban Umum yang mengkriminalisasi pekerja sektor informal, disahkannya UU Pornografi dan meningkatnya penggunaan pasal-pasal penghinaan aktivis buruh, pengungkap korupsi, korban buruknya pelayanan publik dan aktivis HAM. Kebijakan yang diskriminatif juga meningkat sepanjang tahun 2009, baik dalam hal substansi maupun dalam hal prosedur, perda-perda diskriminatif yang tidak singkron dengan tata urutan perundangundangan, dibiarkan berlaku oleh pemerintah. Sementara sistem hukum yang dibuat sangat rapuh dan fleksibel sehingga dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak yang berkuasa untuk merepresi rakyat miskin, seperti yang terjadi dalam perkara pidana dan perkara perdata yang tumpul ketika digunakan oleh rakyat marjinal namun sangat tajam ketika digunakan untuk mengkriminalkan rakyat marjinal. Berdasarkan studi kebijakan yang menawarkan perspektif dalam memposisikan negara, hukum dan masyarakat (John Howe, 2005:148) maka kebijakan hukum pada dasarnya dilihat sebagai alat perubahan masyarakat tetapi juga alat politik kekuasaan. Berdasarkan studi in maka kebijakan yang berdampak pada kriminalisasi, privatisasi, dan diskriminasi memang sengaja diciptakan untuk mencapai tujuan politik tertentu. Deregulasi sebagai strategi menghadapi globalisasi yang digunakan beberapa negara, terjadi juga di Indonesia. Deregulasi tidak berarti menghapuskan seluruh kebijakan yang ada dan menyerahkan sepenuhnye kepada pasar (liberalisasi), namun berarti pengaturan ulang wewenang negara di dalam sistem ekonomi, sosial dan politik untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian campur tangan negara diarahkan sesuai dengan tujuan tersebut. Deregulasi terjadi di seluruh pola pelanggaran hak asasi manusia. Dalam hak ekosob misanya, kebijakan negara justru mengurangi intervensi negara untuk penegakan hukum terhadap pelanggaran hak atas pekerjaan. Namun dalam pelanggaran kebebasan berserikat negara justru bersama dengan modal merepresi aktivis buruh. Dalam hak sipol, intervensi negara justru diarahkan terhadap aktor yang mengkritik pemerintah atau pihak yang berkuasa secara ekonomi dan politik. Negara melalui aparatnya mengkriminalisasi mereka yang menggunakan hanya dalam berpendapat dan beragama/berkeyakinan. Mereka yang menjadi korban diskriminsasi, krimisalisasi, deregulasi menghadapi jalan buntu ketika menempuh mekanisme pemulihan. Mekanisme pemulihan yang dibangun oleh negara tidak mampu memberikan jalan keluar. Program yang diarahkan pada pengembangan institusi justu berujung pada berlarut-larutnya proses hukum yang membuat masyarakat korban menjadi korban berkali-kali seperti yang terjadi dalam kasus di kepolisian yang menahun. Proses yang berlarut-larut diperparah dengan 123
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
ketidaktransparanan proses, di mana semakin tinggi tingkat penyelesaian, semakin rendah tingkat transparansinya. Akibatnya masyarakat korban dan pencarian keadilan dikeluarkan dari proses pemulihan. Proses terhadap beberapa kasus publik justru terhenti di dalam institusi negara itu sendiri karena aparat penegak hukum tidak mau melakukan terobosan hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Di tengah buruknya penegakan hukum dan HAM oleh negara, terdapat kecenderungan meningkatnya sikap kritis masyarakat. Tingginya angka kriminalisasi juga mencerminkan semakin beraninya masyarakat berkonfrontasi dengan penguasa yang menjadi pelaku pelanggar hukum dan HAM. Selain itu, semakin banyak masyarakat yang menggunakan mekanisme hukum untuk mengeluhkan buruknya pelayanan publik. Walaupun tingkat kesadaran masyarakat belum merata, namun sepanjang tahun 2009 media massa berhasil mengekspos reaksi masyarakat terhadap kebijakan negara yang dirasa tidak adil. Sayangnya kesadaran tersebut belum mampu menghasilkan perubahan yang mendasar terhadap penegakan hukum dan HAM yang adil. B. Rekomendasi Setelah menganalisa pola pelanggaran hukum dan HAM melalui seluruh kasus dan kebijakan sepanjang tahun 2009, maka LBH Jakarta merumuskan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada negara dan masyarakat. Beberapa rekomendasi sebagian masih sama dengan tahun sebelumnya, namun tetap diusulkan karena hingga tahun ini belum dikerjakan oleh negara. 1. Perlunya mengarusutamakan keadilan substansial baik dalam implementasi tugas dan wewenang aparat penegak hukum maupun dalam upaya pembaharuan hukum acara pidana; 2. Perlunya memperkuat pengawasan eksternal terhadap insitusi negara yang befungsi sebagai remedy dan berperan dalam penegakan hukum dan HAM. Masyarakat perlu diberikan ruang seluas-luasnya untuk turut berpartisipasi dalam mengawasi kinerja aparat secara langsung tanpa terhalangi oleh ancaman kriminalisasi dan viktimisasi. Secepatnya mengurangi undue delay dalam mekanisme pemulihan dan kriminalisasi terhadap pencari keadilan 3. Negara harus mencabut berbagai paraturan diskriminatif dan inkonstitusional yang hadir dan menjadi penghambat terwujudnya konsolidasi demokrasi. Lebih Jauh untuk segera melakukan harmonisasi dengan UUD 1945 dan Instrumen Internasional HAM. 4. Negara perlu memperkuat kontrolnya terhadap modal yang kerap menyebabkan pelanggaran HAM. Implementasi atas sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar hak buruh dan masyarakat. Khususnya terkait hak kebebasan berserikat dan berorgabnisasi bagi buruh. 5. Negara harus mencegah semakin luasnya pergeseran sifat publik dari kewajiban negara untuk melindungi hak-hak asasi manusia khususnya hak eksosob ke ruang-ruang privat. 6. Perlunya untuk memainstreamkan penegakkan hak-hak ekosob termasuk memberikan prosedur yang memadai sehingga hak-hak eksosob dapat diklaim secara effektif oleh korban (justiciabilitas)
124
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
LAMPIRAN LAPORAN KEUANGAN
PENGELUARAN PER NOVEMBER 2009 LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA
No 1 2 3
Keterangan BIAYA PROGRAM BIAYA OVERHEAD BIAYA LAINNYA TOTAL
Jumlah 492,997,850 406,253,850 1,395,890 900,647,590
125
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
PENERIMAAN PER NOVEMBER 2009 LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan ADMINISTRASI KLIEN DONASI KLIEN LEMBAGA DONOR DRSP LEMBAGA DONOR TIFA LEMBAGA DONOR HIVOS LEMBAGA DONOR COMMON GROUND LEMBAGA DONOR LAINNYA SUMBANGAN STAF 30 % HONOR LAINNYA TOTAL
Jumlah 17,330,000 66,969,200 89,713,450 226,225,000 144,820,000 112,500,000 5,151,000 8,281,600 38,056,670 709,046,920
126
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]
Team Penyusun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Editor : Nurkholis Hidayat Restaria Hutabarat Kontributor/ penulis: Alghifari Aqsa Dwi Septiyani Edy Halomoan Gurning Febi Yonesta Kiagus Ahmad Belasati Muhamad Isnur Nurkholis Hidayat Restaria F. Hutabarat T. Sri Haryanti Tommy Albert Tobing
Asisten Pengacara Publik: Diah Kurniati Hendrikus Markus Dhema Intan Kumalasari M. Ali Fernandes M. Haris Barkah Maruli Tua Rajagukguk Pratiwi Febry Reza Dimas D Sidik Vicky Sylvanie Staf Umum: Uni Illian Marchianty Eva Verawati Ratman Sagino Abdul Rosyid (c) semua dokumentasi foto-foto diambil dari Pubdok LBH Jakarta
127