SUMBER TRAFIK VIDEO UNTUK JARINGAN ATM ( PENDEKATAN SECARA SIMULASI) MAKSUM PINEM, ST., MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Dengan distandarkannya Asynchronous Transfer Mode (ATM) sebagai aplikasi jaringan untuk pita lebar (broad band) dengan kapasitas multiplexing yang tinggi dan dengan laju error yang rendah maka jaringan tersebut sangat sesuai untuk transportasi vidio MPEG. Dalam mengamati berbagai unjuk kerja sistem jaringan ATM dalam kaitannya sebagai sarana transportasi trafik vidio MPEG akan memakan waktu yang lama ditambah dengan dana yang relatif besar serta kompleksitas rangkaian sistem yang lebih tinggi. Alternatif lain yang dilakukan dalam rangka mengurangi ketidak untungan dari pengamatan sistem jika dilakukan dalam bentuk nyata adalah melakukannya dengan pemodelan simulasi berdasarkan program komputer digital. Oleh karena komponenkomponen sistem transportasi vidio MPEG pada jaringan ATM ini cukup banyak, maka dalam tulisan ini, hanya membahas simulasi dari salah satu komponen utama sistem jaringan vidio, yaitu simulasi Sumber Trafik Video dalam format Asynchronous Trasfer Mode. Pada simulasi ini akan dibangkitkan dua buah trafik vidio MPEG dengan pola GOP yang berbeda, yaitu pola GOP M3N9 dan M3N12 kemudian, laju bit kedua trafik tersebut akan dibandingkan. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan distandarkannya Asynchronous Transfer Mode (ATM) sebagai aplikasi jaringan untuk pita lebar (broad band) yang mampu mentransportasikan berbagai integrasi layanan maka jaringan tersebut sangat sesuai untuk transportasi vidio, karena jaringan ATM dirancang memiliki beberapa kemampuan, diantaranya; Laju error bit yang rendah, Tipe layanan yang fleksibel dan Kapasitas multiplexing yang tinggi. Untuk mengakomodasi vidio MPEG ke jaringan ATM sebagai trafik vidio dalam format sel ATM membutuhkan rancangan tertentu, antara lain; Rancangan Pembangkitan Trafik vidio pada sumber, Pemilihan lapisan adaptasi (AAL) dan Proses kapsulasi paket transport Hingga saat ini, aplikasi vidio MPEG pada jaringan ATM seperti; Video Conferencing, Video on Demand, Telemarketing dan Distance Education terus berkembang. Karenanya, riset terhadap berbagai performansi jaringan-jaringan tersebut juga terus meningkat yang tentunya juga membutuhkan biaya cukup besar, seperti pembangkitan trafik sumber dalam bentuk nyata. 1.2. Perumusan Masalah Untuk penelitian yang intensip dalam mengamati berbagai kinerja aplikasi video pada jaringan ATM membutuhkan biaya tinggi, khususnya biaya untuk implementasi jaringan dalam bentuk nyata. Oleh karenanya, dengan pendekatan pemodelan dan simulasi, penelitian untuk sistem jaringan dalam bentuk nyata dapat digantikan 2002 digitized by USU digital library
1
dengan model dalam bentuk perangkat lunak yang lebih murah dan relatif mudah serta representatif. Dalam tulisan ini, dibuat simulasi Sumber Trafik Video dalam format Asynchronous Trasfer Mode. 1.3. Pembatasan Masalah Dalam pembuatan simulasi sumber trafik vidio ini, diasumsikan bahwa : Hanya membuat model sumber yang telah dikaikan dengan format ATM Trafik vidio yang akan dibangkitkan telah tersimpan dalam server vidio. Perubahan adegan yang dapat terjadi kapan saja, ditentukan setiap akhir GOP 1.4. Langkah Pengerjaan Menurunkan formula simulasi sebagai sumber trafik video Menjalankan formula simulasi yang diperoleh dengan membuat program TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi MPEG Secara garis besar, implementasi proses kompresi MPEG terhadap gambar (vidio) dilakukan dengan dua hal: 1. Eksploitasi redundansi spatial ; yaitu memanfaatkan sifat kemiripan antara pixelpixel yang berdekatan 2. Eksploitasi redundansi temporal; yaitu memanfaatkan sifat kemiripan antara frame-frame gambar yang berurutan. Hasil kompresi dari sinyal gambar tersebut terdiri dari tiga tipe frame yang berbeda yakni; frame- I, B dan P dengan laju bit yang bervariasi. Frame-frame ini dijadikan grup untuk membentuk grup gambar GoP (Group of Picture). GoP dimulai dengan frame-I yang diikuti dengan frame-B dan P. Jika GoP mememuat n frame dengan sejumlah (m-1) frame-B, dimana frame-B tersebut terletak diantara frame-P yang berurutan maka GoP dinyatakan dengan MmNn. Selanjutnya pola GoP MmNn inilah yang bertindak sebagai sumber trafik vidio MPEG. Dalam pustaka [1] dijelaskan bahwa, dasar kerja Sistem Kompresi Vidio MPEG adalah dengan melakukan prediksi pergerakan dari satu format frame gambar ke frame gambar berikutnya. Kemudian digunakan Discrete Cosine Transform (DCT) untuk mengkodekan redudansi spatial suatu frame. DCT bekerja pada setiap blok yang berukuran 8 pixel x 8 pixel, sedangkan prediksi pergerakan bekerja dengan blok makro yang berukuran 16 pixel x 16 pixel yang merupakan komponen luminan. Selanjutnya dengan menggunakan algoritma pencarian dilakukan pencarian blok makro yang akan dikodekan pada posisi yang sesuai dari frame sebelum dan sesudahnya, yang masing-masing disebut dengan prediksi ke belakang dan prediksi ke depan. Koefisien DCT yang menggambarkan data sebenarnya (selisih antara isi blok saat ini dengan blok sebelum atau sesudahnya ) dikuantisai, yaitu; membagi blok-blok tersebut dengan suatu faktor kuantisasi untuk memperoleh nilai rendah atau harga nol pada komponen AC. Selanjutnya hasil kuantisasi ini dikodekan dengan kode Huffman. Secara lengkap proses kompresi vidio MPEG hingga membentuk trafik vidio dalam bentuk kode biner variabel dapat dilihat pada gambar 1.
2002 digitized by USU digital library
2
FRAME REFERENSI INPUT VIDIO
PROSES AWAL
INVERSE DCT
+
INVERSE KUANTISASI
ESTIMASI GERAKAN
PREDIKTOR -
+
DCT
KUANTISASI
KODE VARIABEL
..1011..
Gambar 2.1. Proses kompresi vidio MPEG
Dalam struktur hirarki kompresi vidio MPEG, GoP merupakan tingkat yang paling tinggi kemudian diikuti masing-masing dengan Frame, Slice, Blok makro dan Blok yang secara bertahap lebih rendah satu tahap. GoP tersusun atas tiga, yaitu; frame-I, B dan P. Ketiga frame tersebut dijelaskan sebagai berikut: Frame-I atau intra frame : Merupakan frame yang dikodekan secara penuh dari suatu gambar tanpa menggunakan prediksi. Data frame gambar ini ditransmisikan dengan menggunakan panjang kode variabel yang berasal dari blok berukuran 8 pixel x 8 pixel. Blok tersebut terlebih dahulu dikodekan dengan DCT dan hasilnya dikuantisasi. Frame-P atau prediction frame : Merupakan frame yang diprediksi dari frame I atau frame P sebelumnya. Frame-B atau Bidirectional frame : Merupakan hasil prediksi dari dua frame-I atau frame-P terdekat, satu frame didepan dan satu frame di belakang. Slice merupakan sekumpulan blok makro yang membentuk frame. Slice dapat dimulai dan dapat diakhiri pada sembarang blok makro dalam frame, tetapi ada beberapa persyaratan. Slice pertama harus dimulai dari ujung kiri atas frame (blok makro pertama) dan slice terakhir harus diakhiri pada ujung bawah kanan (blok makro terakhir) dari frame. Blok makro merupakan bagian dari slice yang berukuran 16 pixel x 16 pixel. Pengalamatan blok makro biasanya dimulai dari kiri atas kemudian ke kanan bawah dan alamat terakhir adalah pada kanan bawah dari suatu frame. Blok merupakan komponen pembentuk blok makro dengan ukuran 8 pixel x 8 pixel yang terdiri dari komponen luminance dan chrominance. Pengkodean DCT dilakukan pada tingkat blok ini. Untuk membentuk suatu bit stream (deretan bit) maka frame-frame harus terlebih dahulu diberi header, demikian juga untuk membentuk frame dari beberapa slice perlu diberi header. Setiap blok makro diberi header yang memuat informasi lokasi blok makro dan vektor pergerakan yang digunakan dalam motion compensated prediction. Pada blok makro pertama dalam setiap slice, alamat blok makro dan vektor pergerakan dikodekan secara mutlak sedangkan blok makro lainnya dikodekan dengan hanya melihat selisih antar blok makro yang berdekatan. 2.2. Laju Rata-rata Trafik Vidio MPEG Dari pustaka [2] diperoleh bahwa, untuk sumber trafik vidio MPEG yang berpola MmNn dengan laju rata-rata frame-I, B dan P masing-masing adalah βI, βB dan βP, maka laju rata-rata trafik vidio MPEG β dapat ditentukan dengan persaman 2.1 di bawah.
β=
β I + (m − 1)β P +
2002 digitized by USU digital library
n
n (m − 1)β B m .
(2.1)
3
2.3.
Asynchronous Transfer Mode ( ATM) Asynchronous Transfer Mode (ATM) merupakan teknologi switching dan multiplexing berdasarkan pada sel dengan panjang tetap 53 oktet. ATM banyak dipakai untuk berbagai tujuan yang sangat luas, seperti dalam LAN (Local Area Network) dan jaringan lain yang telah dispesifikasikan oleh ATM Forum. ATM dapat bekerja pada trafik Connection-oriented maupun pada trafik connectionless. Sel ATM dengan panjang tetap 53 oktet terdiri dari 5 oktet header dan 48 oktet payload, Cell header menunjukkan tujuan, tipe sel dan prioritas sel. VPI dan VCI menunjukkan tujuan sel, GFC digunakan untuk pengontrolan laju sel, PT menunjukkan tipe isi sel, apakah data user, data signalling atau informasi maintenance. CLP menunjukkan prioritas sel, dimana sel dengan prioritas rendah yang didahulukan untuk dibuang. HEC digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi error pada header. Untuk membentuk suatu sel ATM dari aplikasi pada lapisan (layer) yang lebih tinggi digunakan ATM Adaptation Layer (AAL). AAL diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) kelas, yaitu; AAL1 samapai AAL5. AAL1 digunakan untuk trafik CBR, AAL3/4 untuk trafik VBR dan AAL5 untuk trafik VBR. Dalam tulisan ini proses adaptasinya digunakan AAL5. 2.4.
Proses Kapsulasi dan Interface Vidio MPEG ke Jaringan ATM Proses untuk mendapatkan ukuran sel ATM untuk tiap-tiap frame MPEG, maka setiap strim frame video MPEG dibentuk oleh n buah variabel paket PES. Maksud pendekatan ini adalah agar dekoder lebih mudah menentukan awal dan akhir informasi. Pendekatan ini menggunakan ukuran paket PES variabel. Paket PES (packetized elementary stream) disegmen menjadi sejumlah paket TS (transport stream) dengan ukuran tetap 188 byte. Setiap paket TS hanya berkaitan dengan satu paket PES. Paket transport terakhir yang kemungkinan tidak lengkap ditambahkan dengan byte stuffing dalam field adaptasi untuk melengkapi payloadnya. Paket TS MPEG dipetakan ke lapisan adaptasi ATM tipe 5 (AAL 5) dengan SSCS (service spesific convergence sublayer) nol. Dalam pemetaan, satu hingga n paket TS MPEG dipetakan ke AAL5-SDU. Ukuran maksimum CPCS- SDU AAL5 ditentukan dengan n*188 byte, n adalah jumlah paket TS. Untuk menentukan jumlah variabel sel ATM untuk setiap bit frame variabel vidio MPEG, jumlah paket TS ditentukan dua (n =2). 2.5.
Fungsi Kepadatan Probabilitas (pdf) Dalam pustaka [5] dapat dipahami bahwa, untuk memodelkan sifat kemunculan trafik sumber yang acak dapat didekati dengan salah satu fungsi kepadatan probabilitas. Salah satu dari fungsi kepadatan probabilitas yang cukup sederhana adalah distribusi unifom pdf-fX(x) yang ditunjukkan pada persamaan 2.2.
1 ; a ≤x≤b f X (x ) = b − a 0 ; selain
(2.2)
Sementara fungsi distribusi probabilitas-nya PDF-FX(x) dapat ditentukan dengan relasi yang ditunjukkan pada persamaan (2.3) .
pdf - f x (x ) =
d [PDF - Fx ( x )] dx
PDF - Fx ( x ) =
+∞
(2.3)
∫ pdf - f (x ) ⋅ dx x
−∞
2002 digitized by USU digital library
4
Untuk menentukan rataan (mean) µx / ekspektasi E[x] dan variansi (variance) σ2(x) dari sembarang variabel acak (Random Variable) dari fungsi kepadatan probabilitas, masing-masing dapat digunakan persamaan 2.4 dan 2.5. ∞
Rataan = E[x] = µ x =
∫ f (x ).x.dx
(2.4)
X
−∞
[
] ∫ (x - µ
Variansi [x ] = σ = E (x - µ x ) = 2
2
[ ] = E[x ] − [E[x ]] = E x −µ x 2
2
∞
x
)2 ⋅ f X (x ).dx
−∞
2
2
(2.5)
2.6.
Teknik Pembangkitan Bilangan Acak Hampir setiap sistem simulasi selalu membutuhkan parameter input dari model berupa variabel-variabel acak (random). Hal ini tentunya teknik diperlukan teknik pembangkitan bilangan acak yang akan dijalankan oleh komputer. Dua sifat penting yang harus dimiliki bilangan acak untuk dapat digunakan dalam proses simulasi waktu diskrit, yakni; Keseragaman (uniformity) dan Ketidak saling ketergantungan (independence). Untuk memperoleh keseragaman, bilangan acak diambil secara bebas dari cuplikan fungsi distribusi unifom dengan interval [0,1]. Fungsi kepadatan probabilitas pdf bilangan acak ini adalah berharga 1 untuk 0 ≤ x ≤ 1, dan berharga 0 untuk nilai x lainnya. Sedangkan nilai rata-rata dan variansinya adalah 1/2 dan 1/12 . PEMBAHASAN 3.1. Model Sumber Vidio Model trafik sumber merupakan vidio VBR yang telah terkode (precoded) MPEG yang dikonversi ke dalam format sel ATM. Karakteristi trafik vidio MPEG dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rataan dan variansi dari masing-masing frame. Untuk membangkitkannya, digunakan generator pembangkit variat acak berdasarkan karakteristik dari masing-masing frame dan dipolakan sesuai dengan urutan GoP MmNn. Karakteristik masing-masing frame ditunjukkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Karakteristik frame
Karakteristik
Frame I
Frame P
Frame B
Rataan
8,25 Mbps
2,25 Mbps
0,60 Mbps
Variansi
2,0625.1012
0,5625.1012
0,1000.1012
2002 digitized by USU digital library
5
Pembangkitan trafik sumber dapat dijelaskan seperti yang tertera pada gambar 3.1.
Menghitung parameter
Pembangkitan variat acak tiap-tiap farame
Hitung parameter batas bawah dan batas atas dari rataan dan variansi masingmasing frame untuk distribusi unifom
Bangkitkan variat acak frame MPEG dengan transformasi inverse untuk distribusi unifom U(1,0) dengan konstanta ditentukan berdasarkan parameter masing-masing tiap farme
Menyusun variat acak frame menjadi Gop
Konversi ke sel ATM
Urutkan variat acak tiap frame berdasarkan pola urutan Gop MPEG MmNn
Konversi tiaptiap Gop frame MPEG ke sel ATM
Trafik MPEG
Gambar 3.1. Blok diagram pembangkitan trafik MPEG
Dengan mengikuti proses yang dilakukan pada tiap-tiap blok diagram gambar 3.1 di atas, maka formulasi variat acak trafik MPEG dapat diperoleh. Proses penurunannya dapat ditentukan sebagai berikut: Terhadap persamaan pdf fX(x) unifom pada persamaan 2.2, dapat ditentukan rataan dengan menggunakan persamaan 2.4, hasilnya ditunjukkan pada persamaan 3.1, dan dengan mengkaitkannya dengan persamaan 3.2 diperoleh persamaan variansi (persamaan 3.3 ):
E[x ] = µ x =
1 (b + a ) 2
[ ]
(3.1)
Var = E x 2 − [E[x ]] Var =
2
(3.2)
1 (b − a )2 12
(3.3)
Dengan mensubtitusi nilai rataan dan variansi dari tabel 3.1 di atas ke persamaan 3.1 dan 3.3, kemudian menyelesaikannya, maka parameter a dan b dapat diperoleh seperti pada tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2. Parameter karakteristik frame MPEG
Parameter
Frame-I
Frame-P
Frame-B
a=batas
5,76 Mbps
0,951 Mbps
0,0525 Mbps
bawah
=
=
=
192Kb/frame
31,7Kb/frame
1,75Kb/frame
b=batas
10,74 Mbps
3,549 Mbps
1,1475 Mbps
atas
=
=
=
358 Kb/frame 118,3Kb/frame 2002 digitized by USU digital library
38,25Kb/frame 6
Dengan menggunakan persaman 2.3, maka PDF dari persamaan 2.2 dapat diperoleh seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.4 di bawah,
F
x
0 ( x ) = ( x − a (b − a 1
) )
;x ≤ a ; a ≤ x 〈 b (3.4) ; b ≥ x
Persamaan PDF FX(x) yang diperoleh pada persamaan 3.4 dibuat sama dengan bilangan acak U, selanjutnya dilakukan transformasi invers, seperti tahapan berikut ini:
x -a b-a
•
FX ( x ) =
•
F X (x ) = U ; U bilangan
•
x -a =U b -a
•
x = a + (b − a ) ⋅ U
acak uniform
antara 0 dan 1
Dengan mensubtitusi parameter a dengan batas bawah dan parameter b dengan batas atas, maka formulasi variat acak untuk tiap-tiap frame adalah:
X Frame = ( Batas _bawah + (Batas_atas - Batas_bawa h ) × U ) Kb
(3.5)
Kemudian dengan memperhitungkan proses interface ke jaringan ATM sebagaimana yang dijelaskan pada bagian 2.4, diperoleh formulasi pembangkitan trafik acak seperti persamaan 3.6.
(
(
XFrame = Batas_bawah + Batas_atas - Batas_bawah
) × U ) × 1,447
sel
(3.6)
Dengan menggunakan persamaan 3.6 dan mengkaitkannya dengan laju frame, maka waktu antar tiap-tiap sel dapat dihitung dengan persamaan 3.7.
Delay_anta r_sel =
2002 digitized by USU digital library
1 1 × laju frame X Frame
(3.7)
7
Persamaan 3.7 diatas memastikan bahwa, keseluruhan sel dari tiap-tiap frame ditransmisikan dalam waktu 1/(laju frame), dimana jarak antar tiap-tiap sel untuk setiap satu frame disepasi sama. Contoh strim sel MPEG diilustrasikan pada gambar 3.2.
1/(laju frame)
1/(laju frame)
1/(laju frame)
Jarak antar sel frame P1
Jarak antar sel frame B2
Jarak antar sel frame B1
1/(laju frame)
Jarak antar sel frame I
Gambar 3.2. Ilustrasi trafik strim sel frame MPEG
3.2. Kapasitas ATM Kapasitas ATM ditentukan 24,93 Mbps, ekivalen dengan 24,93.106/(53x8) ≈ 5,87.104 sel tiap detik (satu sel payload ATM sebesar 48 oktet dan 5 oktet header). Ukuran waktu dinyatakan dengan time slot dengan lebar satu time slot sama dengan (53x8)/(24,93.106) ≈ 2,73.10-6 detik. 3.3. Simulasi Simulasi dilakukan dengan membuat program untuk menjalankan formulasi yang telah diperoleh sebagai sumber trafik video. Prosedurnya dapat diikuti berdasarkan flow chart pada gambar 3.3a dan gambar 3.3b.
2002 digitized by USU digital library
8
Mulai
Baca: Parameter Batas Atas dan Bawah Tiap Frame I, P dan B Pola GOP MmNn Laju Frame
Bangkitkan Variat Acak frame-I
Konversikan Dalam Format Sel ATM
Alokasikan Dalam Memori Yang Berbeda
Bangkitkan Variat Acak Frame-B
Jumlah Urutan Frame-B Telah Memenuhi (m-1) ??
A
B
C
Gambar 3.3a. Flow Chart Simulasi
2002 digitized by USU digital library
9
A
B
Ya
A
Belum
Jumlah Total Frame-B Dalam 1 GOP telah mencapai n/m(m-1) ??
Bangkitkan Variat Acak Frame-P
Belum Jumlah Total GOP
Ya
Vidio Tercapai ??
Selesai
Gambar 3.3b. Lanjutan Flow Chart Simulasi 3.4. Data Hasil Simulasi Data hasil keluaran program simulasi untuk kedua trafik M3N9 dan M3N12 dapat dilihat pada tabel 3.3 dan tabel 3.4. Tabel 3.3. DATA JUMLAH SEL VIDIO MPEG POLA GOP M3N9
URUTAN GOP KE-
F R A M E
I B1 B2 P1 B3 B4 P2 B5 B6
1 569 20 47 138 65 51 123 34 35
2 961 40 19 138 43 98 213 43 77
3 716 31 28 146 84 82 309 12 64
4 918 33 33 105 93 36 201 51 58
2002 digitized by USU digital library
5 879 96 85 259 66 85 260 58 23
6 547 14 30 319 13 93 112 27 31
7 893 23 23 301 28 48 230 102 100
8 703 34 84 228 63 40 105 47 22
9 561 59 98 202 45 50 223 18 64
10 Rata-rata 664 741 17 37 103 55 224 206 8 51 19 60 152 193 36 43 77 55
10
Tabel 3.4 DATA JUMLAH SEL VIDIO MPEG POLA GOP M3N12 URUTAN GOP KE-
F R A M E
I B1 B2 P1 B3 B4 P2 B5 B6 P3 B7 B8
1 844 29 80 255 102 17 261 21 54 213 61 94
2 849 24 13 303 53 91 87 86 61 110 96 36
3 969 76 22 126 64 64 176 55 69 277 85 37
4 705 33 58 118 41 95 110 68 95 189 42 42
5 966 44 20 283 42 87 223 48 17 255 61 92
6 947 67 48 322 99 76 205 7 77 286 92 45
7 632 44 31 268 59 89 216 29 16 97 91 88
8 771 22 15 214 54 101 145 85 20 298 90 32
9 890 74 24 274 66 10 233 55 93 228 79 33
10 594 11 82 105 45 62 322 63 28 309 88 19
11 836 62 69 301 97 49 120 21 19 104 97 26
12 626 14 91 107 49 35 310 14 45 136 42 97
13 746 31 36 251 60 8 161 83 19 303 66 99
14 Rata-rata 708 792 95 45 89 48 322 232 34 62 58 60 220 199 90 52 83 50 301 222 88 77 74 58
3.5. Analisa Hasil Simulasi Berdasarkan data hasil keluaran simulasi di atas, karakteristik trafik untuk kedua pola GOP dapat diplot seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3.4 dan 3.5.
KARAKTERISTIK TRAFIK VIDIO POLA GOP M3N9 1200
JUMLAH SEL
1000 800 600 400 200 0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 URUTAN FRAME TIAP GOP Trafik Vidio MPEG Gambar 3.4. Karakteristik Trafik Pola GOP M3N9
2002 digitized by USU digital library
11
KARAKTERISTIK TRAFIK VIDIO POLA GOP M3N12 1200
JUMLAH SEL
1000 800 600 400 200 0 1
6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101 106 URUTAN FRAME TIAP GOP Trafik Vidio MPEG M3N12
Gambar 3.5. Karakteristik Trafik Pola GOP M3N12 Dari hasil pengamatan kedua trafik dari karakteristik di atas, dapat dijelaskan bahwa: • Pola GOP M3N9 Pembangkitan frame pertama selalu dimulai dengan frame-I dan setelah selesai pembangkitan sembilan frame akan dibangkitkan kembali frame-I. Dalam hal ini, jarak antar frame-I relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan trafik M3N12. Sehingga jika diandaikan banyak sumber yang bekerja dengan pola M3N9 maka untuk kapasitas antrian jaringan yang sama dengan pola M3N12, dimungkinkan jumlah antrian sel pada sistem antrian trafik M3N9 akan lebih banyak. • Pola GOP M3N12 Pembangkitan trafik dengan pola GOP M3N12 ini juga dimulai dengan frame-I dan setelah selesai pembangkitan 12 frame akan dibangkitkan kembali frame-I. Jarak antar frame-I relatif jauh jika dibandingkan dengan trafik M3N9. Sehingga jika diandaikan banyak sumber yang bekerja dengan pola M3N12 tersebut maka untuk kapasitas antrian jaringan yang sama dengan pola M3N9, dimungkinkan jumlah antrian sel pada sistem antrian trafik M3N12 akan lebih sedikit. Artinya, jika dimisalkan yang menjadi ukuran maksimum jumlah sel yang antri di jaringan adalah ukuran maksimum sel dari trafik M3N9 yang antri, maka jika digunakan trafik M3N12, jumlah sumber yang dapat diakomodir akan lebih banyak lagi, yang tentunya meningkatkan daya guna jaringan (high utility ). • Perbandingan Laju Bit Pola M3N9 dan M3N12 Untuk melihat perbandingan laju bit kedua trafik vidio MPEG tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.1 dan data hasil simulasi ( tabel 3.3 untuk trafik M3N9 dan tabel 3.4 untuk trafik M3N12) Untuk Trafik M3N9 Dari data tabel 3.3 untuk rata-rata ke sepuluh GOP, setiap frame sel yang dibangkitkan pada data tersebut masing-masing dalam waktu 1/30 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk membangkitkan 1 GOP M3N9 sebesar 9/30 detik. Jadi dengan menggunakan persamaan 2.1, laju bit trafik M3N9 adalah:
2002 digitized by USU digital library
12
741 + 37 + 55 + 206 + 51 + 60 + 193 + 43 + 55 30 sel/detik x 9 9 = 3004,44 sel/detik
Laju Bit M3N9 =
Oleh karena 1 sel ATM terdiri dari 424 bit, maka ; Laju Bit M3N9 = 3004,44 x 424 bit/detik = 1,27 Mbps Untuk Trafik M3N12 Dari data tabel 3.4 untuk rata-rata ke-empat belas GOP, setiap frame sel yang dibangkitkan pada data tersebut masing-masing dalam waktu 1/30 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk membangkitkan 1 GOP M3N12 sebesar 12/30 detik. Jadi dengan menggunakan persamaan 2.1, laju bit trafik M3N12 adalah:
768 + 45 + 51 + 233 + 59 + 61 + 205 + 51 + 47 + 227 + 76 + 59 12 30 sel/detik x 12 = 392, 083 sel/detik
Laju Bit M3N12 =
Oleh karena 1 sel ATM terdiri dari 424 bit, maka; Laju Bit M3N12 = 392,083 x 424 bit/detik = 0,166 Mbps Sehingga, diperoleh bahwa perbandingan laju bit rata-rata trafik M3N9 terhadap trafik M3N12 adalah:
1,270 kali 0,166 ≈ 8 kali =
Dengan melihat perbandingan yang relatif besar ini, terkesan bahwa; kualitas trafik M3N12 lebih buruk dari trafik M3N9 (karena salah satu ukuran kualitas sinyal dapat ditentukan dari besar laju bitnya). Pada sebaliknya, dimana kualitas trafik M3N12 lebih baik dari trafik M3N9 jika waktu tunda selama pembangkitan frameframe trafik M3N12 dapat diterima. Hal ini dapat dimengerti karena mata kita tidak dapat membedakan adanya perubahan yang sangat kecil antar 24 atau 30 foto scan gambar diam (frame gambar) yang disusun secara cepat ( selama 1 detik). Pada trafik M3N9, setiap setelah 9 frame berlangsung dianggap bahwa frame berikutnya punya perubahan adegan yang sangat besar (frame-I) dimana penentu ketelitian perubahan gambar ditentukan dengan jumlah banyaknya prediksi biderectional (frame-B). Dalam hal ini jumlah frame-B pada trafik M3N9 lebih sedikit dari pada frame-B pada trafik M3N12. Artinya bahwa, makin banyak jumlah frame-B makin teliti/makin halus gambarnya dan lebih merepresentasikan.
2002 digitized by USU digital library
13
KESIMPULAN 1. Dengan dapat dibangkitkannya trafik vidio secara simulasi dapat menggantikan trafik vidio MPEG yang sesungguhnya dalam berbagai kinerga aplikasi jaringan video . 2. Dengan simulasi, kerja peneliti jauh lebih mudah dan lebih efisien karena pekerjaan peneliti dapat dilakukan walaupun hanya dengan satu computer. 3. Diperoleh bahwa laju bit untuk trafik M3N9 diperoleh sekitar 1,27 Mbps sedangkan untuk trafik M3N12 sekitar 0,166 Mbps. 4. Dengan asumsi bahwa kapasitas jaringan ATM yang sama untuk kedua trafik Vidio M3N9 dan M3N12, diprediksi, jumlah antrian sel vidio pada trafik M3N9 akan lebih tinggi dari pada pada trafik M3N12. 5. Jumlah sumber yang membangkitkan trafik M3N12 dapat dilayani lebih banyak oleh jaringan ATM dari pada sumber yang membangkitkan trafik M3N9, berpegang pada asumsi poin ke-empat.
2002 digitized by USU digital library
14
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3. 4. 5.
Mohammed Ghanbari, “ Video Coding and Introduction to Standard Codecs”, The Institution of Electrical Engineers, 1999 Bing Zheng, “Multimedia Over High Speed Network: Reducting Network Requirements with Fast Buffer Fillup”, Department of Electrical and Computer Engineering, 1999, The University of Dayton, Dayton, Ohio 45469-0226, E-mail :
[email protected]. Stephen J. Solari, “Digital Video and Audio Compression “, McGraw-Hill, 1997 ATM Forum, “Video on Demand Specification, af-atm 00565.000 april 1997 Peyton Z. Peebles, Jr, “Probability Random Variable and Random Signal Principle”, McGraw-Hill, Thirth Edition, 1993
2002 digitized by USU digital library
15