1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu langkah strategis dalam rangka mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM memiliki karakteristik antara lain: bersifat padat karya, teknologi sederhana, serta mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mewujudkan pemerataan kesempatan berusaha dan pemerataan pendapatan. Disamping itu, perusahaan mikro-kecil-menengah merupakan sub sektor kegiatan ekonomi yang memegang peranan penting dalam memperkuat struktur ekonomi secara makro. Sektor usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia sangat potensial dikembangkan, karena sektor ini terbukti memberikan kontribusi 57,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kementrian Koperasi dan UKM menyatakan, jumlah UMKM di Indonesia kini mencapai 55,2 juta unit atau 99,98 persen dari total unit usaha di Indonesia. Bahkan sektor ini telah menyerap 101,72 juta orang tenaga kerja atau 97,3 persen dari total tenaga kerja Indonesia. (www.sindotrijaya.com. Akses: 11.46 WIB. Kamis, 18 September 2014). Perkembangan jumlah UMKM periode 2010-2011 mengalami peningkatan sebesar 2,57 persen yaitu dari 53.823.732 unit pada tahun 2010 menjadi 55.206.444 unit pada tahun 2011. UMKM merupakan pelaku usaha terbesar dengan persentasenya sebesar 99,99 persen dari total pelaku usaha nasional pada tahun 2011. TABEL 1.1 PERKEMBANGAN JUMLAH PENYERAPAN TENAGA KERJA MENURUT SKALA USAHA NO
SKALA USAHA
1
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) a. Usaha Mikro (Umi) b. Usaha Kecil (UK) c. Usaha Menengah (UM) Usaha Besar (UB) Total
2
(Dalam Orang) TAHUN 2011 *) JUMLAH PANGSA (%) 101.722.458 97,24 94.957.797 90,77 3.919.992 3,75 2.844.669 2,72 2.891.224 2,76 104.613.681 -
Sumber: Data Biro Perencanaan Stratistik UMKM tahun 2011 (data diolah) Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Keseluruhan total unit usaha di Indonesia sebagian besar merupakan usaha mikro dan kecil dengan skala usaha yang tidak ekonomis. Dengan bentuk badan usaha perorangan, kebanyakan usaha ini dikelola secara tertutup, dengan legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang tidak memadai. Bahkan pada usaha mikro sebagian besar pelaku usaha di sektor ini termasuk dalam kelompok keluarga miskin, berpenghasilan rendah, bergerak di sektor informal (tidak memiliki izin usaha), dan umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubungan dengan rentenir. Hingga saat ini, sejumlah hambatan seperti tidak efisiennya birokrasi dan jaringan infrastruktur yang tidak memadai menduduki peringkat teratas pada persoalan utama dalam menjalankan bisnis di Indonesia sehingga UMKM akan semakin kehilangan daya saing untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 mendatang. TABEL 1.2 THE GLOBAL COMPETITIVE INDEX 2012-2013 RANKING AND 2011-2012 COMPARISON (ASEAN) Country
Rank/144
Score GCI 2011-2012 (1-7) rank 2 5,67 2 Singapore 25 5,06 21 Malaysia 28 4,87 28 Brunei Darussalam 38 4.52 39 Thailand 50 4.40 46 Indonesia 65 4,23 75 Philipina 68 4,19 52 Sri Lanka 75 4,11 65 Vietnam 85 4,01 97 Cambodia 136 3,27 131 Timor Leste Laos Myanmar Sumber: The Global Competitive Report -World Economic Forum Berdasarkan Tabel 1.2 Indonesia jauh tertinggal oleh Singapura yang menduduki peringkat ke-2 pada tahun 2012-2013. Bahkan Indonesia tidak mampu mengungguli Malaysia dan Thailand. Malaysia menduduki peringkat 25 dan Thailand 38, sementara Indonesia hanya berada di posisi 50 dan bahkan tidak mampu mempertahankan posisinya pada tahun 2011-2012 yang sempat berada di posisi 46. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi UMKM di Indonesia masih rendah akibat kurangnya dukungan pemerintah dalam memperhatikan potensi
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
daerah dan arah pembangunan ekonomi agar bisa memperkuat sektor penting dalam menghadapi MEA. Adapun
berkaitan
dengan
akses
teknologi,
umumnya
UMKM
menggunakan teknologi sederhana dan kurang memanfaatkan teknologi yang lebih memberikan nilai tambah. UMKM juga sulit untuk memanfaatkan informasi pengembangan produk dan usahanya. Dalam upaya pemberdayaan, UMKM menghadapi adanya ketimpangan dalam penguasaan sumber daya produktif baik antar pelaku usaha, antar daerah maupun antara pusat dan daerah. Berbagai kondisi tersebut, telah berakibat pada rendahnya produktivitas dan daya saing produk serta berpengaruh pada kinerja usaha UMKM. Terlebih lagi UMKM tidak memiliki jaringan pasar dan pemasaran yang luas. Kebanyakan dari mereka hanya memiliki akses pasar di tingkat lokal, atau yang paling maju mereka dapat melakukan sedikit ekspor melalui Usaha Menengah dan Besar yang berlaku sebagai perantara. Masalah klasik lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses kepada sumber daya produktif. Sedangkan dalam hal pendanaan, UMKM memiliki permasalahan karena modal sendiri yang terbatas, tingkat pendapatan rendah, aset jaminan dan administrasi tidak memenuhi persyaratan perbankan. Selain itu, UMKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kebanyakan sumber daya manusia UMKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis dan manajemen yang seadanya. Tersedianya buruh berkualitas dengan upah yang kompetitif membuka peluang akan industri skala kecil dan menengah di Kota Bandung. UKM di Kota Bandung dapat dijadikan kepanjangan tangan bagi produksi perusahaan berskala besar. Tumbuhnya sentra di Kota Bandung, bukan karena inisiasi atau bentukan dari pemerintahan melainkan dari pergerakan masyarakatnya itu sendiri, karena di daerah tersebut banyak pelaku usaha melakukan kegiatan industri sejenis dan seiring waktu berkembang dan menjadi penopang tumbuh kembangnya perekonomian daerah tersebut. Saat ini Kota Bandung dijadikan sebagai pilot project kota kreatif se-Asia Timur di Yokohama 2007 sehingga banyak muncul industri-industri kreatif dengan berbagai bidang. Berikut merupakan subsektor industri kreatif yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
TABEL 1.3 SUB SEKTOR INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA NO SUBSEKTOR 1. Arsitektur 2. Desain 3. Fashion 4. Film, Video dan Fotografi 5. Kerajinan 6. Layanan Komputer dan Piranti Lunak 7. Musik 8. Pasar Barang Seni 9. Penerbitan dan Percetakan 10. Periklanan 11. Permainan Interaktif 12. Riset dan Pengembangan 13. Seni Pertunjukan 14. Televisi dan Radio Sumber: Dinas Perdagangan RI Berdasarkan Tabel 1.3 Kota Bandung merupakan salah satu Kota Pusat Industri Kreatif yang membuka peluang usaha perdagangan barang-barang hasil industri tersebut. Kekuatan utama industri kreatif adalah desain, keragaman bahan baku, kekhususan merek, dan keunikan produk. Keberhasilan creative fashion di Bandung tidak terlepas dari keberadaan industri tekstil dan pendistribusinnya yaitu Factory Outlet dan Distribution Store. Namun dalam data Asosiasi Pengusaha Indonesia Jabar, jumlah industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) yang beroperasi di Bandung saat ini sebanyak 50 unit usaha. Jumlah itu menurun 80% dibandingkan dengan 3 tahun lalu sebanyak 250 unit usaha. Dalam perjalanannya guna meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan sentra tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan, ini terjadi karena setiap sentra memiliki karakteristik kebutuhan dan penyelesaian masalah yang spesifik, juga penanganan terhadap kegiatan revitalisasi ke 7 sentra yang ada di Kota Bandung membutuhkan kerja keras semua element (stakeholder) baik pemerintah, swasta, dan juga yang lebih penting masyarakat di kawasan sentra tersebut.
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
TABEL 1.4 SENTRA INDUSTRI YANG MENGALAMI REVITALISASI NO. SENTRA INDUSTRI ALAMAT 1 Sentra Industri dan Perdagangan Jl. Raya Cibaduyut, Kec. Cibaduyut Bojongloa Kidul 2 Sentra Perdagangan Jeans Cihampelas Jl. Cihampelas, Kec. Coblong 3 Sentra Industri Kaos Sablon Suci Jl. Surapati dan Jl. PHH. Mustofa, Kec. Cibeunying Kidul 4 Sentra Industri Rajut Binong Jati Jl. Binong Jati, Kec. Batununggal 5 Sentra Tekstil dan Produk Tekstil Kain Jl. Cigondewah, Kec. Bandung Cigondewah Kulon 6 Sentra Industri Tahu Tempe Cibuntu Jl. Babakan Ciparay, Kec. Bandung Kulon 7 Sentra Industri Boneka Sukamulya Jl. Sukamulya, Kec. Sukajadi Sumber: Disperindag (data diolah) Salah satu indutstri yang mengalami revitalisasi sentra industri adalah Sentra Industri Rajutan Binong Jati. Sentra Industri Rajutan Binong Jati merupakan salah satu sentra industri di Kota Bandung yang cukup potensial menggerakkan perekonomian rakyat. Usaha rajutan di Binong Jati sudah lama muncul, tepatnya pada tahun 60-an. Usaha ini di awali dengan ajakan kerjasama warga Tionghoa dengan warga sekitar untuk membangun industri rajutan. Saat itu, usaha rajutan masih dilancarkan dengan mesin tradisional. Lama kelamaan usaha ini makin berkembang. Tahun 70-an, delapan hingga sepuluh orang sudah membuka usaha sejenis. Puncaknya pada tahun 1998, ada 250-an orang yang mulai mencoba peruntungannya di usaha rajutan ini. Tentunya sudah menggunakan mesin modern. Namun dikemukakan dalam Laporan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Program Revitalisasi 7 Kawasan Sentra Industri dan Perdagangan di Kota Bandung tahun 2012, permasalahan-permasalahan umum
yang menjadi
penghambat berkembangnya sentra-sentra di Kota Bandung khususnya Sentra Industri Rajutan Binong Jati adalah dibutuhkan adanya showroom bersama, belum adanya akses jalan masuk ke area sentra, serta rendahnya kualitas jalan di daerah sentra. (Disperindag, 2012) Menurut Ketua Paguyuban Rajut Muda Bandung dari tahun 2010- 2013 sebanyak 30% pengrajin di Sentra Industri Rajut Binong Jati Kota Bandung menghentikan usahanya akibat terkena imbas kenaikan harga bahan baku benang. Harga komoditas benang mengalami kenaikan sebesar Rp 6.500 per kg menjadi Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Rp 56.500 per kg, dari harga sebelumnya Rp 50.000 per kg. Akibatnya jumlah produksi terus berkurang akibat kenaikan harga bahan baku tersebut. TABEL 1.5 KAPASITAS PRODUKSI SENTRA INDUSTRI RAJUTAN BINONG JATI BANDUNG TAHUN 2010-2014 Tahun Kapasitas Produksi 2010 1.123.200 lusin 2011 965.000 lusin 2012 984.426 lusin 2013 885.983 lusin 2014 841.683 lusin Sumber: Disperindag 2010-2013, Koperasi Rajutan Binong Jati 2014 Berdasarkan Tabel 1.3 Kapasitas produksi rajutan pada tahun 2010 mencapai 1.123.200 lusin per tahunnya, jumlah ini menurun sekitar 14% di tahun 2011 sebanyak 965.000 lusin per tahunnya dengan omzet penjualan mencapai 31,366 Miliar Rupiah. Pada tahun 2012 produksi meningkat sekitar 2% menjadi 984.426 lusin setahun, namun pada tahun 2013 kapasitas produksi menurun sekitar 10% dan hanya mampu memproduksi sebanyak 885.983 lusin setahun. Kemudian pada tahun 2014 kapasitas produksi menurun 5% dari tahun 2013 dan hanya mampu memproduksi 841.683 lusin setahun. Hal ini disebabkan oleh tingkat volume penjualan yang menurun sehingga berpengaruh pada tingkat keuntungan usaha dan berdampak pada rendahnya tingkat produksi dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk membayar upah. Akibatnya banyak pengusaha yang memberhentikan pekerjanya hingga akhirnya menutup usahanya. TABEL 1.6 JUMLAH PENGRAJIN DAN UNIT USAHA SENTRA INDUSTRI RAJUTAN BINONG JATI BANDUNG TAHUN 2010-2014 Tahun Jumlah Pengrajin Unit Usaha 2010 3.120 390 2011 2.115 350 2012 2.143 293 2013 2.036 264 2014 2.033 264 Sumber: Disperindag 2010-2013, Koperasi Rajutan Binong Jati 2014 Berdasarkan Tabel 1.6 Pengusaha di Sentra Binong Jati Kota Bandung banyak yang mengurangi jumlah karyawan akibat produknya tidak terserap oleh
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
pasar, khususnya buyers grosir. Di sebabkan para buyers grosir tidak mau membeli produk rajutan dengan alasan lebih memilih produk rajut asal China yang harganya lebih murah, akibatnya penjualan di tingkat grosir tidak berjalan baik, sehingga mempengaruhi tingkat volume penjualan. TABEL 1.7 TINGKAT VOLUME PENJUALAN SENTRA INDUSTRI RAJUTAN BINONG JATI BANDUNG TAHUN 2010-2014 Tahun Volume Penjualan 2010 Rp. 35.787.398.000 2011 Rp. 30.746.830.000 2012 Rp. 31.366.000.000 2013 Rp. 28.229.190.000 2014 Rp. 27.734.606.000 Sumber: Koperasi Industri Rajut Binong Jati Bandung, 2014 Dalam keadaan normal, setiap pelaku usaha dapat memproduksi sekitar 79 lusin per malam. Namun setelah jumlah pesanan menurun dan berdampak pada volume penjualan, produksinya menjadi sekitar 5-6 lusin per malam. Margin keuntungan pengrajin Binong Jati, Kota Bandung, rata-rata turun 5% setelah tarif dasar listrik (TDL) naik sejak Juli 2010. Penurunan keuntungan 5% cukup memengaruhi keuangan pengusaha. Apalagi pengusaha memilih untuk tidak menaikkan harga jual sebab harus bersaing dengan produk serupa dari China dan Korea Selatan. Akibat tidak menaikkan harga jual, marjin keuntungan pengusaha mengecil, di tengah naiknya biaya produksi naik khususnya dari biaya energi (elpiji dan listrik). Seandainya harga produk dinaikkan, produk rajut Binong Jati semakin tidak terserap pasar, karena masyarakat lebih mencari produk yang lebih murah. Kenaikan TDL juga ikut menurunkan produksi rajutan hingga 10%. Turunnya produksi rajutan memang bukan hanya dipicu oleh penaikan TDL, tetapi juga oleh berbagai faktor, di antaranya pasar bebas ACFTA (Asean China Free Trade Agreement). Rendahnya kapasitas produksi di Sentra Industri Rajut Binong Jati merupakan dampak dari naik dan tururunnya volume penjualan serta rendahnya pengetahuan pengusaha dalam membaca pasar. Selain rendahnya kapasitas produksi masalah yang terjadi adalah tidak stabilnya jumlah pengrajin di Sentra Industri Rajut Binong Jati, hal ini terjadi akibat rendahnya pengetahuan dan pendidikan para pengusaha dalam berinovasi sehingga menyebabkan tingginya Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
risiko usaha. Menurut Ketua Koperasi Rajut Binong Eka Wijaya, saat ini Sentra Industri Rajut Binong Jati lebih mengedapankan kualitas bahan dan pemasaran yang lebih modern serta penggunaan merek dalam produknya. Menurut hasil wawancara dengan Eka Wijaya pada tanggal 24 April 2013, dalam penilaian kinerja usaha khususnya pada sumber daya manusianya dilakukan dengan menerapkan standarisasi produksi sehingga tetap terjaga kualitas produk. Evaluasi kinerja usaha dilakukan setiap 6 bulan dengan tes dasar sehingga para pengusaha mendapatkan sertifikat profesi yaitu sertifikat pegawai rajut yang diperoleh atas kerjasama dengan STT Tekstil Bandung. Selain itu juga diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan bagi para pengusaha yang diberikan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM). Berdasarkan hasil wawancara dengan Eka Wijaya pada tanggal 24 april 2013 bahwa dalam hasil evaluasi kinerja, penyebab turunnya kinerja usaha adalah kurangnya kreativitas dalam pengembangan inovasi produk dan rendahnya sikap pengambilan risiko dalam menjalankan usahanya. Para pengusaha kebanyakan memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga masih menggunakan cara-cara konvensional baik dalam segi pembuatan dan pemasaran produk sehingga mempengaruhi kinerja usaha. Hal tersebut berdampak pada penurunan biaya dan waktu transaksi serta koordinasi. Seperti keterlambatan proses produksi karena berkurangnya jumlah pengusaha akibat minimnya biaya upah tenaga kerja, kemudian berkurangnya omzet penjualan karena kurangnya jumlah produksi dan ragam inovasi produk di ciptakan pengusaha dan tidak terserapnya produk di pasar karena tidak mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis. Dikemukakan oleh Parulian (2008) dalam Hanifah (2011: 2), bahwa perusahaan mikro dan kecil umumnya menghadapi berbagai masalah baik yang sifatnya eksternal maupun internal. Masalah eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan kecil, antara lain: (1) Iklim usaha yang belum mendukung tumbuh dan berkembangnya usaha kecil secara optimal sesuai dengan potensinya; (2) Sarana dan prasarana usaha yang berorientasi pada pengembangan usaha kecil relatif terbatas; (3) Kemampuan berwirausaha dari para pengusaha kecil masih belum didayagunakan secara optimal; dan (4) Sikap profesional sebagai seorang pengusaha belum membudaya; dan (5) Rendahnya aksesibilitas terhadap berbagai
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
sumber daya khususnya sumber daya keuangan. Hal ini berdampak besar terhadap strategi yang ditetapkan dan kinerja perusahaan itu sendiri. Ketidaksesuaian antara kinerja perusahaan dengan tujuan perusahaan akan mempengaruhi perkembangan perusahaan. Jika penurunan kinerja ini tidak diatasi maka akan berdampak pada profitabilitas perusahaan. Berkaitan dengan masalah ini maka muncul sebuah konsep yang dikenal dengan Orientasi Kewirausahaan. Miller dalam Renko, Carsrud & Brannback (2009) menjelaskan bahwa orientasi kewirausahaan adalah sesuatu yang dapat meningkatkan inovasi agresif, memperbanyak proyek-proyek berisiko, dan cenderung menjadikan perusahaan sebagai pelopor inovasi yang dapat mencegah terjadinya persaingan. Menurut
Rahayu
Puji
Suci
(2009:53)
“Orientasi
kewirausahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha”. Sedangkan menurut Wiklund (1999) dalam Hanifah (2011: 3), orientasi kewirausahaan yang tinggi berhubungan erat dengan penggerak utama keuntungan sehingga seorang wirausahawan mempunyai kesempatan untuk mengambil keuntungan dan munculnya peluang-peluang tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja usaha. Menurut Hasil wawancara dengan saudara Eka Wijaya pada tanggal 11 November 2013, dalam permodalannya beberapa pengusaha menggunakan modal dari perbankan, BUMN, dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), dimana hal tersebut dapat menumbuhkan sikap keberanian untuk mengambil risiko. Selain itu, dalam meningkatkan kinerja usaha di Sentra Industri Rajut Binong Jati Bandung selalu melakukan tes standarisasi produksi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas produksi sehingga tercipta sebuah kreatifitas dan inovasi dalam produksi. Seperti menciptakan inovasi baru yaitu mengkombinasikan rajutan dengan kain batik, membuat sepatu rajut, tas rajut, celana rajut dan aksesoris yang terbuat dari rajutan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan inisiatif pengusaha dalam mengejar peluang pasar. Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka dipandang perlu melakukan penelitian yang dituangkan dalam judul: “Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha pada Pengusaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung”.
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
1.2 Identifikasi Masalah Sebagian UKM di Indonesia masih mempunyai berbagai kelemahan yang bersifat eksternal maupun internal. Kelemahan tersebut sebagian besar disebabkan oleh SDM pengelola UKM yang kurang berkualitas dalam mengantisipasi berbagai masalah yang sedang dihadapi. Akibatnya berdampak pada kinerja usaha. Kinerja usaha merupakan prestasi atau keberhasilan perusahaan dalam mengoperasikan sumber dayanya yang ada di perusahaan. Banyak faktor yang dapat menumbuhkan kinerja usaha salah satu diantaranya sesuai dengan pendapat Keh, et, al., (2007) dalam Hanifah (2011: 3) menyatakan bahwa ‘orientasi kewirausahaan memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja usaha’.. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini di identifikasi masalah ke dalam tema sentral adalah rendahnya tingkat kapasitas produksi yang berdampak pada penurunan volume penjualan dan jumlah pengusaha. Hal ini diindikasikan sebagai dampak dari melambantnya pertumbuhan ekonomi di dunia khususnya di Indonesia, karena pasar dalam negeri dibanjiri produk-produk impor akibat diberlakukannya pasar bebas ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) dan konflik internal dalam perusahaan. Masalah-masalah tersebut tentunya harus segera diatasi karena akan mengancam dan menghambat aktivitas perusahaan. Solusi yang dipilih untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menerapkan konsep Orientasi Kewirausahaan di semua lini perusahaan. Dengan adanya konsep Orientasi Kewirausahaan maka akan membantu meningkatkan Kinerja Usaha. 1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran orientasi kewirausahaan pada pengusaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung 2. Bagaimana gambaran kinerja usaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung 3. Bagaimana pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk memperoleh gambaran mengenai orientasi kewirausahaan pada pengusaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung 2. Untuk memperoleh gambaran mengenai kinerja usaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung 3. Untuk memperoleh pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja
usaha di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung 1.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan Praktis: 1. Bagi Penulis, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan penulis, khususnya ilmu Manajemen Bisnis yang berkaitan dengan Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha 2. Sebagai Bahan Masukan Bagi Pengusaha Sentra Industri Rajutan Binong Jati Dalam Pengaruh Orientasi Kewirausahaan dalam Kaitannya dengan Kinerja usaha Pada Pengusaha Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung. Kegunaan Akademis: 1. Pengembangan ilmu manajemen,
diharapakan dapat memberi
pengetahuan tentang ilmu pengetahuan manajemen. Khususnya Manajemen Bisnis tentang Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha. 2. Peneliti lain, penelitian ini juga berguna untuk memberikan wawasan kepada para peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha.
Desy Agustiningsih, 2015 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu