PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) ANGKATAN LAUT DALAM PELAYANAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN (Studi di Rumah Sakit dr. Ramelan Surabaya) Suharmanto Mabes TNI AL DISBEKAL Subdis Kodifikasi
Abstract: One aspect of achieving the soldiers’ prosperity is to maintain and care their health and their families, which the health services are currently organized through the Social Security Management Agency (BPJS) for Health. Therefore, the issues to research are, first, the legal protection to members of the Indonesian Navy in obtaining the health services at dr. Ramelan Hospital, Surabaya based on the Acts about national social security systems and Social Security Management Agency and second, the obstacles for members of Indonesian Navy to obtain health services from the BPJS and the efforts to overcome these obstacles. This research is a prescriptive research that uses statute approach and socio-legal approach. The analysis uses descriptive-normative method. The results show that legal protection to members of Indonesian Navy in obtaining health services from the BPJS can generally be differentiated between them as a member and as a patient. This protection inherently constitutes their right as the member and the patient. They as the member are reserved and protected by the law and as the patient are protected in civil and criminal issues. The obstacles are weak accessibility of the Indonesian Navy owned healthcare facilities, weak transparency of medicine services, and change of the service procedures. Keywords: legal protection, national health insurance Abstrak: Satu aspek pencapaian kesejahteraan prajurit adalah pemeliharaan dan pelayanan kesehatan bagi prajurit dan keluarganya yang saat ini pelayanan kesehatan diselenggarakan melalui pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dalam kaitan itu, masalah yang penting untuk diteliti adalah bagaimana perlindungan hukum bagi anggota TNI AL dalam pelayanan BPJS kesehatan berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Rumah Sakit dr. Ramelan Surabaya dan apa saja kendala dalam pelayanan BPJS kesehatan bagi anggota TNI AL serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut? Tipe penelitian ini adalah penelitian preskriptif dengan pendekatan undangundang dan sosiologi hukum yang didukung dengan bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan serta bahan hukum sekunder, seperti buku, jurnal, dan lain-lain. Metode analisis yang digunakan adalah metode normatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum anggota TNI AL dalam pelayanan BPJS kesehatan secara umum dapat dibedakan dalam konteks perlindungan hukum sebagai peserta dan sebagai pasien. Pelindungan ini melekat hak sebagai peserta dan pasien. Sebagai peserta dilindungi undang-undang, sedangkan sebagai pasien dilindungi secara perdata dan pidana. Kendala yang dihadapi berhubungan dengan lemahnya aksesibilitas fasilitas kesehatan milik TNI AL, lemahnya transparansi pelayanan obat dan perubahan prosedur pelayanan. Kata kunci: perlindungan hukum, jaminan kesehatan nasional
83
Suharmanto, Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tentara Nasional Indonesia ……….
Pendahuluan Keseriusan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan dalam sistem kesehatan ini menguat dengan menempatkan jaminan kesehatan perlindungan sosial pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sistem Jaminan Sosial sebagaimana dalam perubahan UUD 1945 ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut UU SJSN, sebagai bukti bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Penguatan regulasi bagi sistem jaminan sosial nasional serta untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia maka dipandang perlu membentuk suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.1 Seiring beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 1 Januari 2014, pemberitaan media massa menyebutkan2, seluruh program ja1
Lihat konsideran UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2 Liputan6.com, “3 Juta Anggota TNI/Polri dan PNS Kemenhan Jadi Peserta BPJS”, http://bisnis.liputan6.com/read/636327/3-jutaanggota-tni-polri-dan-pns-kemenhan-jadipeserta-bpjs, diakses pada bulan Februari 2014. Media ini memberitakan tanggapan Direktur Utama PT Askes (Persero) yang menyatakan anggota TNI dan Polri yang masuk dalam kepesertaan BPJS Kesehatan 1 Januari 2014.
minan pemeliharaan kesehatan dan pemanfaatan bersama fasilitas kesehatan yang dikelola Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mulai dialihkan ke lembaga baru tersebut.3. Sejak saat itu pula, Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat. Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; dan PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.4 Penyelenggaraan pelayanan oleh BPJS kesehatan memiliki kekuatan hukum apabila fasilitas kesehatan yang bersangkutan memiliki kerjasama dengan BPJS kesehatan. Hasil kajian yang dilakukan oleh PT Askes berdasarkan data dari pusat data dan informasi PT. Jamsostek, Ditkes TNI AD/AL/AU dan pusat dokumentasi kesehatan POLRI hingga bulan Juli 2013 menunjukkan bahwa, dari 104 Rumah Sakit milik TNI sudah 78 (75%) Rumah Sakit yang telah 3
Lihat: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada penjelasan Pasal 58 Huruf a point e menyebutkan Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup antara lain: berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia beserta anggota keluarganya ke BPJS Kesehatan. Lihat juga Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pada Bab II tentang Peserta dan Kepesertaan dalam Pasal 4 ayat 2. 4 Lihat: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat 2. 84
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 83-93
bekerjasama dan 26 (25%) Rumah Sakit belum bekerjasama dengan PT. Askes yang nantinya bertransformasi yang menangani BPJS kesehatan5. Rumah Sakit milik POLRI yang berjumlah 45 sudah ada 38 (80%) Rumah Sakit yang telah bekerjasama dan 9 (20%) Rumah Sakit belum bekerjasama dengan PT. Askes. Pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AL beserta keluarganya selama ini sebagian dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Laut (Rumkital) dr. Ramelan Surabaya. Hal ini mengingat keberadaan Rumkital dr. Ramelan Surabaya sendiri merupakan rumah sakit pemerintah di bawah pem-binaan TNI Angkatan Laut yang salah satu tugas pokoknya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna bagi anggota TNI beserta keluarganya di wilayah Indonesia Timur. Salah satu fungsi keberadaan Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dalam menjalankan fungsinya adalah menyelenggarakan upaya pelayan-an kesehatan spesialistik bagi prajurit TNI, PNS beserta keluarganya maupun masyarakat umum. Masa transisi, penyesuaian dan pentahapan pelaksanaan penyelenggaraan BPJS kesehatan secara administratif menimbulkan keluhan bagi pengguna layanan khususnya anggota TNI. Berdasarkan penjelasan tersebut, masalah yang penting untuk diteliti adalah pertama, bagaimana perlindungan hukum bagi anggota TNI AL dalam pelayanan BPJS kesehatan berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara 5
Anonymous, “Peran Dan Fungsi BPJS Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasonal 2014”, http://nurjannahhulwani.com/docs/@BPJS/Sekila s%20tentang%20BPJS%20Kesehatan.pdf, diakses pada bulan Februari 2014.
Jaminan Sosial di Rumah Sakit dr. Ramelan Surabaya. Kedua, apa saja kendala dalam pelayanan BPJS kesehatan bagi anggota TNI AL dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut di Rumah Sakit dr. Ramelan Surabaya. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian preskriptif. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan ditunjang dengan pendekatan sosio-logi hukum (yuridis sosiologis). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.6 Bagi penelitian dengan untuk kegiatan akademis pada pendekatan undang-undang (statute approach), peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Adapun bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier, yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka/dokumenter dan wawancara. Analisis bahan hukum penelitian ini adalah metode normatif deskriptif. Pembahasan Pengertian Perlindungan Hukum Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. 6
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, hal. 93 85
Suharmanto, Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tentara Nasional Indonesia ……….
Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Perlindungan hukum yang dimaksud adalah suatu bentuk kepastian, kejelasan, jaminan yang diberikan oleh hukum yang berlaku kepada para masyarakat untuk dilindungi/diperhatikan kepentingan-kepentingannya dan hak-haknya sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Asuransi Sosial Asuransi sosial timbul karena kebutuhan akan terselenggaranya suatu jaminan sosial (social security) bagi masyarakat sehingga jaminan sosial merupakan suatu hal yang mendesak dan tidak dapat ditunda. Setiap jaminan sosial selalu mempunyai tujuan dan fungsi ganda yaitu sosial dan ekonomis. Tujuan dan fungsi sosial diwujudkan dalam bentuk perlindungan terhadap risiko yang mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang yang mendapat kecelakaan seperti jaminan hari tua, sakit dan kematian. Dengan demikian korban akan memperoleh bantuan pada saat yang benar-benar dibutuhkannya yang mana akan membantu tercapainya ketenangan kerja dan produktivitas meningkat. Di dalam mengatasi hal yang demikian, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan masyarakatnya untuk membayar iuran wajib. Hal ini didasarkan pada kewajiban pemerintah yang tugasnya adalah untuk melindungi kesejahteraan umum bagi warga negaranya. Sebab asuransi sosial bertitik tolak pada upaya perlindungan bagi golongan lemah, baik kondisi sosialnya maupun posisi keuangan perseorangannya. Unsur-
unsur asuransi sosial bertujuan untuk kepentingan umum, bersifat wajib, harus ada hukum yang bersifat publik, dan dikelola oleh Perusa-haan Negara dan di Indonesia biasanya berbentuk Perum dan kemudian ada yang beralih menjadi Persero. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial antara lain: Tabel 1. Perbandingan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial Asuransi Sosial Asuransi Komersial Kepesertaan Kepesertaan bersifat wajib bersifat sukarela (untuk semua penduduk) Non Profit Profit Manfaat Manfaat sesuai komprehensif dengan premi yang dibayarkan Berpotensi mencakup 100% penduduk (universal coverage) dan relatif dapat menekan peningkatan biaya pelayanan kesehatan
86
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 83-93
Perlindungan Hukum bagi Anggota TNI AL dalam Pelayanan BPJS Kesehatan Pembahasan Mengenai perlindungan hukum yang berlaku bagi peserta BPJS kesehatan menurut UndangUndang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka perlu pemahaman tentang hak dan kewajiban peserta dalam undang-undang tersebut. Hal mengenai perlindungan hukum pada kedua UU tersebut dibahas dalam beberapa pasal yang mengatur tentang hak peserta jaminan sosial. Hak peserta jaminan sosial dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 20 UndangUndang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada ayat 2 dan ayat 3 menyebutkan bahwa: (2) Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. (3) Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Anggota keluarga adalah istri/ suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Anggota keluarga yang lain yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua. Untuk mengikut sertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberikan surat kuasa kepada pemberi kerja untuk menambah iurannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana ditetapkan dalam UndangUndang ini.
Pasal 22 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional pada ayat 2 menyebutkan tentang jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Pasal 23 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional pada ayat 2 membahas kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Hak dan kewajiban sebagai bentuk perlindungan hukum peserta BPJS Kesehatan diatur dalam beberapa peraturan pendukung. Peraturan pendukung tersebut adalah Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Keluhan adalah ungkapan ketidakpuasan peserta terhadap pelayanan yang telah diberikan dalam hal ini penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Penanganan keluhan adalah upaya atau proses untuk mengetahui suatu permasalahan dengan jelas, menilai, dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Penanganan keluhan merupakan salah satu komponen untuk menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan, baik yang bersifat administratif maupun bersifat medis. Permasalahan bisa terjadi antara Peserta dengan BPJS Kesehatan. Mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan ketidakpuasan Peserta terhadap BPJS diatur dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 87
Suharmanto, Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tentara Nasional Indonesia ……….
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Unit Pengendali Mutu dan Penanganan Pengaduan Peserta. Pasal 3 Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014. Perlindungan Hukum yang Berlaku bagi Anggota TNI Al sebagai Pasien Terhadap Rumah Sakit Tingkat Lanjutan (RSAL dr. Ramelan) Perlindungan hukum bagi pasien terhadap Rumah Sakit diwujudkan dalam bentuk pertanggungjawaban rumah sakit kepada pasien. Pertanggungjawaban ini berhubungan dengan beberapa doktrin yang menelaah tanggung jawab rumah sakit sebagai subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Berdasarkan civil law, doktrin yang berkaitan dengan tanggung jawab rumah sakit tersebut adalah tanggung jawab tanpa kesalahan (liability without fault) atau yang biasa disebut dengan risicoaansprakelijkheid. Risico-aansprakelijkheid merupakan istilah bahasa Belanda yang digunakan untuk menerjemahkan istilah tanggung jawab tanpa kesalahan (liability without fault). Oleh karena memiliki arti tanggung jawab tanpa kesalahan, risico-aansprakelijkheid sama artinya dengan strict liability yang tergolong pada asas tanggung jawab tanpa kesalahan. Tanggung jawab rumah sakit digolongkan tanggung jawab tanpa kesalahan karena rumah sakit bertanggung jawab atas kesalahan dari pekerjanya, dalam hal ini dokter yang bekerja pada rumah sakit tersebut, artinya rumah sakit tidak melakukan suatu kesalahan, tetapi tetap bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Sistem civil law memberikan dasar pemikiran terhadap pembenaran strict liability/asas pertanggungjawaban tanpa kesalahan agar seseorang dapat diminta-
kan tanggung jawabnya atas kesalahan orang lain.7 Berdasarkan common law, doktrin yang berkaitan dengan tanggung jawab rumah sakit tersebut adalah doktrin vicarious liability/respondent superior/let the master answer.8 Vicarious liability merupakan pola/model perkembangan pada common law untuk menghadapi perubahan kebutuhan dan kecenderungan dalam masyarakat sehingga atasan dapat dikenakan tanggung jawab. Kemudian, doktrin vicarious liability berkembang sehingga menghasilkan doktrin corporate liability serta central responsibility yang merupakan doktrin yang berlaku secara universal, baik pada negara-negara dengan common law system maupun pada negara-negara dengan civil law system.9 Perlindungan hukum pasien terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit secara perdata diatur dalam Pasal 1367 (3) KUH Perdata. Selain itu rumah sakit juga bertanggung jawab atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sebagaimana dalam Pasal 1365, Pasal 1370, dan Pasal 1371 KUH Perdata Peran dan fungsi rumah sakit sebagai tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan yang professional erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu yang terdiri atas: (a) unsur mutu yang dijamin kualitasnya; (b) unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pe7
Paula Giliker, 2010, Vicarious Liability in Tort: A Comparative Perspective, Cambridge University Press, New York. 8 Paul T Rose QC,”The Evolution of Vicarious Liability In Tort In Respect of Deliberate The Wrongdoing.” https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:E qWRxefaUk0J:www.oldsquare.co.uk/pdf_articles/ 3100178.pdf+principles+of+vicarious+liability 9 J. Guwandi, 2011, Hukum Rumah Sakit dan Corporate Liability, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 88
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 83-93
layanan; (c) hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum dan kedokteran dan/atau medik khususnya. Unsur-unsur tersebut akan bermanfaat bagi pasien sebagai peserta BPJS kesehatan dan dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit, disebabkan karena adanya hubungan yang saling melengkapi unsur tersebut. Pelayanan kesehatan memang sangat membutuhkan kualitas mutu pelayanan yang baik dan maksimal, dengan manfaat yang dapat dirasakan oleh pasien sebagai peserta asuransi kesehatan dan penerima jasa pelayanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan. Secara pidana, penyimpangan yang terjadi dalam ketentuan pelayanan kesehatan maka peserta BPJS kesehatan sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dapat menuntut haknya yang dilanggar oleh pihak pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah rumah sakit. Dinamika kehidupan masyarakat juga berlangsung pada aspek kesehatan, sehingga terkadang muncul kelalaian dan terbengkalainya hak dan kewajiban antara penerima pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan. Kesalahan dan/atau kelalaian yang dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan dapat dituntut secara pidana apabila memenuhi unsur-unsur pidana, dalam hukum pidana dikenal istilah schuld yang dalam arti lebih sempit adalah culpa, merupakan unsur esensial dalam suatu tindakan pidana agar dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Sebagai kesalahan culpa mengandung 2 (dua) unsur, yaitu: kurang hatihati, kurang waspada dan kurang menduga timbulnya akibat. Apabila terjadi penyimpangan dalam ketentuan pelayanan kesehatan, pasien sebagai peserta
BPJS kesehatan atau pene-rima pelayanan kesehatan dapat menuntut haknya yang dilanggar oleh pemberi pelayanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit dan dokter/tenaga kesehatan. Pemberi pelayanan kesehatan dapat dimintakan tanggung jawab hukum, apabila melakukan kelalaian/kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi penerima pelayanan kesehatan. Hak pasien atau penerima pelayanan kesehatan, dalam hal ini peserta BPJS, adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan kesehatan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Peserta BPJS kesehatan sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan interen rumah sakit dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan. Sebagai dasar hukum dari gugatan konsumen atau penerima pelayanan kesehatan terhadap pemberi pelayanan kesehatan terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata Peserta BPJS kesehatan dapat melayangkan gugatan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran, pengadilan dan terhadap pihak yang terkait, karena merasa dirugikan, sehingga dibutuhkan perlindungan hukum bagi penerima pelayanan kesehatan yang diabaikan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Penyelesaian sengketa dalam Pelayanan BPJS Kesehatan dapat terjadi antara pasien dengan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, peserta dengan BPJS kesehatan, dan antara fasilitas kesehatan dengan BPJS kesehatan. Peraturan yang mengatur penyelesaian sengketa terdapat dalam Pasal 49 dan Pasal 50 UU BPJS dan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 tentang 89
Suharmanto, Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tentara Nasional Indonesia ……….
Unit Pengendali Mutu dan Penanganan Pengaduan Peserta. Sengketa yang terjadi karena peserta tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Peserta dapat mengajukan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS dan atau BPJS Kesehatan. Jika Peserta dan/atau fasilitas kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan maka dapat menyampaikan pengaduan kepada Menteri Kesehatan. Sedangkan sengketa yang terjadi sengketa antara Peserta dengan fasilitas kesehatan, Peserta dengan BPJS kesehatan, BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan atau BPJS Kesehatan dengan asosiasi Fasilitas Kesehatan maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kendala dan upaya dalam pelayanan BPJS Kesehatan bagi anggota TNI AL meliputi: 1) Keterbatasan Fasilitas Kesehatan TNI AL sehubungan dengan Persyaratan, Seleksi dan Kredensialing Mitra BPJS Kesehatan Sebagaimana diketahui menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan kesehatan adalah semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan serta fasilitas kesehatan milik pemerintah dan pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini juga
berlaku bagi fasilitas kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) AL. Hanya saja tidak semua fasilitas kesehatan milik TNI AL dapat bekerjasama dengan BPJS mengingat persyaratan, seleksi dan kredensialing fasilitas kesehatan tersebut seharusnya memenuhi standar. 2) Informasi Peresepan Obat bagi Pasien Anggota TNI AL dalam Pelayanan BPJS Kesehatan Pelayanan obat di era BPJS kesehatan berbeda dengan era PT. Askes. Pelayanan dan penyediaan obat dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 328/MENKES/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional. Keputusan Menteri Kesehatan tersebut menyebutkan pada diktum kedua, ketiga dan keempat tentang Formularium sebagai bagian Jaminan Kesehatan Nasional. Sehubungan dengan penjelasan pengadaan obat, pemahaman akan informasi hal ini pada peserta BPJS kesehatan khususnya para anggota TNI AL masih masih sangat minim. Peserta BPJS kesehatan masih berada pada posisi tawar yang lemah dalam menerima resep yang dituliskan dari dokter yakni menerima apapun resep yang dituliskan oleh dokter. Demikian pula kendalanya apabila obat yang dibutuhkan pasien tidak terdapat dalam paket pengobatan atau Formularium nasional. 3) Perubahan Prosedur dalam Pelayanan BPJS Kesehatan Selama ini masih banyak pasien anggota TNI AL yang kurang memahami prosedur pelayanan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan 90
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 83-93
tingkat lanjutan di RSAL dr. Ramelan. Mengingat kedudukan RSAL dr. Ramelan sebagai Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan, maka untuk pelayanan rawat jalan pasien anggota TNI AL harus membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal ini yang berbeda dari pelayanan kesehatan sebelumnya, yang mana anggota TNI AL dalam kebutuhan pelayanan kesehatan dapat langsung ditangani di RSAL dr. Ramelan dngan menunjukkan Kartu Tanda Anggota. Pelayanan Rawat Jalan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan menurut ketentuan peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Peserta juga melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat rujukan. Upaya Mengatasi Kendala Pelayanan BPJS Kesehatan bagi Anggota TNI AL Upaya mengatasi kendala-kendala tersebut, baik Pihak BPJS maupun RSAL dr. Ramelan mengupayakan beberapa hal, yaitu: a. Sehubungan fasilitas kesehatan, TNI AL melalui Diskesal mengupayakan peningkatan standar kualitas fasilitas kesehatan baik dari aspek ijin operasional juga paningkatan status akreditasi Rumah Sakit yang di bawah naungan TNI AL. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung perluasan akses pelayanan dari berbagai fasilitas kesehatan TNI AL dalam rangka pemenuhan persyaratan, seleksi dan kredensialing sebagai mitra BPJS Kesehatan.
b. Transparansi pelayanan obat kepada peserta dilakukan baik oleh BPJS Kesehatan maupun RSAL dr. Ramelan. Transparansi yang dilakukan melalui penjelasan, dan media sosialisasi tentang pelayanan dan pengadaan obat sehingga diharapkan peserta mengetahui haknya untuk memperoleh obat sebagaimana yang ditetapkan. c. BPJS Kesehatan menerbitkan buku saku bagi peserta BPJS Kesehatan yang berisi hak dan kewajiban peserta, dan prosedur pelayanan, buku saku berfungsi sebagai pedoman atau petunjuk bagi peserta. d. Rumah Sakit memiliki unit yang berfungsi pelayanan administasi, fungsi pelayanan informasi dan penanganan keluhan, fungsi pengendalian, dan fungsi kemitraan. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tentang Perlindungan Hukum Bagi Anggota TNI Angkatan Laut Dalam Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ini dapat dihasilkan simpulan bahwa perlindungan hukum anggota TNI AL dalam pelayanan BPJS kesehatan secara umum dapat dibedakan dalam konteks perlindungan hukum sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sebagai pasien Rumah Sakit. Perlindungan hukum sebagai peserta berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial lebih menekankan perlindungan tentang hak sebagai peserta jaminan sosial. Perlindungan tentang hak sebagai peserta ini sebagaimana pula dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan 91
Suharmanto, Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tentara Nasional Indonesia ……….
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Unit Pengendali Mutu dan Penanganan Pengaduan Peserta. Perlindungan hukum anggota TNI AL sebagai pasien juga melingkupi secara perdata dan pidana. Secara perdata berhubungan dengan kedudukannya sebagai pasien yang menerima semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan Pasal 1367 (3) KUH Perdata. Perlindungan hukum secara perdata beruhungan dengan tanggung jawab rumah sakit atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365, Pasal 1370, dan Pasal 1371 KUH Perdata, sedangkan dari segi pidana jika kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit memenuhi tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah adanya kesalahan dan perbuatan melawan hukum serta unsur lainya yang tercantum dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem hukum pidana kita, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya dapat dikenakan pidana penjara dan denda, untuk korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan pemberatan. Perlindungan hukum anggota TNI AL sebagai pasien juga diatur dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 190 dan Pasal 201. Kendala yang dihadapi berhubungan dengan lemahnya aksesibilitas fasilitas kesehatan milik TNI Al khususnya pelayanan kesehatan tingkat lanjutan selain RSAL dr. Ramelan. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan lainnya masih terbatas dan oleh karennaya peningkatan standar kualitas fasilitas kesehatan baik dari aspek ijin operasional juga paningkatan
status akreditasi Rumah Sakit yang di bawah naungan TNI AL. Kendala peserta BPJS Kesehatan adalah lemahnya transparansi pelayanan obat sehingga perlu penjelasan, dan media sosialisasi tentang pelayanan dan pengadaan obat sehingga diharapkan peserta mengetahui haknya untuk memperoleh obat sebagaimana yang ditetapkan. Kendala lain berhubungan dengan perubahan prosedur pelayanan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan di RSAL dr. Ramelan. Oleh karenanya, perlu menerbitkan buku saku bagi peserta BPJS Kesehatan yang berisi hak dan kewajiban peserta, dan prosedur pelayanan. Buku saku berfungsi sebagai pedoman atau petunjuk bagi peserta. Daftar Bacaan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29) Giliker, Paula, 2010, Vicarious Liability in Tort: A Comparative Perspective, Cambridge University Press, New York. Guwandi, J., 2011, Hukum Rumah Sakit dan Corporate Liability, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Anonymous, “Peran Dan Fungsi BPJS Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasonal 92
Perspektif Hukum, Vol. 14 No. 2 November 2014 : 83-93
2014”.http://nurjannahhulwani.com /docs/@BPJS/Sekilas%20tentang% 20BPJS%20Kesehatan.pdf, diakses pada bulan Februari 2014. Liputan6.com, “3 Juta Anggota TNI/Polri dan PNS Kemenhan Jadi Peserta BPJS”, http://bisnis.liputan6.com/read/636 327/3-juta-anggota-tni-polri-danpns-kemenhan-jadi-peserta-bpjs, diakses pada bulan Februari 2014. Paul T Rose QC,”The Evolution of Vicarious Liability In Tort In Respect of Deliberate TheWrongdoing,”https://docs.goog le.com/viewer?a=v&q=cache:EqW RxefaUk0J:www.oldsquare.co.uk/p df_articles/3100178.pdf+principles +of+vicarious+liability
93