SUDUT PANDANG “AKU” SEBAGAI TOKOH UTAMA DALAM CERITA “GOHAN” KARYA MUKOUDA KUNIKO (Pendekatan Struktural)
JURNAL ILMIAH
OLEH: KALLISTA FEBISRA KARGI 180610070019
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU BUDAYA JATINANGOR JULI, 2012
SUDUT PANDANG “AKU” SEBAGAI TOKOH UTAMA DALAM CERITA “GOHAN” KARYA MUKOUDA KUNIKO
(Pendekatan Struktural) Oleh Kallista Febisra Kargi∗
ABSTRAK Sastra merupakan sebuah karya yang dihasilkan dari pemikiran dan ide pengarang. Sastra dibedakan atas fiksi dan nonfiksi. Bentuk dari cerita yang akan dibahas dalam skripsi ini akan mengangkat tentang nonfiksi karya Mukouda Kuniko. Di dalam cerita nonfiksi unsur-unsur yang terdapat didalamnya pun harus tetap memiliki kelengkapan unsur-unsur intrinsiknya. Dalam pembahasan cerita “Gohan” ini, penulis mengunakan pendekatan struktural, dimana dengan ini memungkinkan penulis untuk menganalisis mengenai sudut pandang tokoh utama terhadap unsur pembentuk cerita dan teknik pelukisan tokoh utama dalam cerita ini. Penggunaan sudut pandang akan sangat berpengaruh terhadap cara memandang serta pemahaman pada suatu karya sastra, begitu pula yang penulis temukan dalam kisah ini. Berdasarkan analisa yang diperoleh, penulis menemukan banyak hal menarik bila dilihat dari sudut pandang tokoh “Aku” salah satunya saat menganalisis tokoh tambahan, sebagai contoh ialah tokoh “Ayah” melalui sudut pandang “Aku. Ia mengganggap ayahnya menjadi aneh ketika terjadi kebakaran.
ABSTRACT Story is a literary work which yielded from the author’s idea. It’s divided to fiction and nonfiction. The shape of nonfiction is either short or long and elements on the story must be have complete intrinsic elements. In the study of “Gohan” the story by Mukouda Kuniko, the author uses the structural approach, through with this approach, the author possible to research about main character’s point of view toward from of the story‘s elements and main ∗
Mahasiswa Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Univ. Padjadjaran,Lulus Pada 13 Juli Tahun 2012 Kajian Sastra.
1
character’s depictory technique on this story. Using point of view method would be have effect to understanding via point of view on the literary work, and what the author found on this story was same. Based on analysis, writer found many interesting things if we look by first person point of view and can’t by other. If we look at minor role character for example as “Father”, it very different when you look by “I” rather than other character. “I” thought that “Father” has been strange since fire catched them.
Kata kunci: Sudut pandang, Struktural, Mukouda Kuniko, Non fiksi
Pendahuluan 1. Bagaimana sudut pandang “Aku” terhadap dirinya sendiri dan tokohtokoh dalam cerita “Gohan”. 2. Bagaimana pandngan “Aku” dan pengaruhnya terhadap unsur-unsur intrinsik tema, latar, alur dalam cerita ini. Cerita Gohan (ごはん) adalah cerita nonfiksi karya Mukouda Kuniko yang bercerita tentang kehidupan masa lalu tokoh utama yang disebut “Aku” dalam masa perang. “Aku” adalah anak dari tiga bersaudara, “Aku” tinggal bersama keluarganya dalam latar peperangan dan meninjau hal-hal yang ada disekelilingnya dari sudut pandangnya. Secara etimologis pendekatan berasal dari kata appropio (Latin), approach (Inggris) yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan untuk menggunakan sejumlah teori dan metode. Suatu karya sastra dapat dikaji melalui beberapa pendekatan dengan tujuan dan unsur yang akan dikajinya. Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masingmasing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
2
Masalah unsur dan hubungan antar unsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini, biasa dilakukan oleh linguistik dalam unsur bahasa. Cara kerja demikian juga dibawa ke studi kesastraan. Sebuah sastra juga memiliki sifat keotonomian, sehingga pembicaraan terhadapnya tak perlu dikaitkan dengan halhal lain di luar karya itu. Tiap bagian menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya pada keseluruhan wacana. Sedangkan menurut Yusuf dalam Leksikon Sastra (1995: 278): Struktur ialah hubungan satu bagian dengan bagian yang lainnya dalam sebuah karangan sehingga membentuk sebuah keutuhan karya sastra, yakni keterpaduan antara penokohan, pengaluran cerita dan penyusunan peristiwa serta penyajiannya. Dengan kata lain, analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan kemenyeluruhan. Menurut Yusuf (1995: 279) sudut psndang ialah cara seorang pengarang memandang suatu persoalan sehingga membentuk sikap, pandangan dan perilaku kepengarangannya. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (1995:248) menyebutkan bahwa : Sudut pandang, pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang “Aku” sebagai tokoh utama yaitu, pengisah (narator) menceritakan perbuatan yang melibatkan dirinya sebagai pertisipan utama dari seluruh narasi itu. “Aku” sebenarnya mengisahkan kisahnya sendiri. Dalam teknik ini “Aku” sebagai tokoh utama mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya, si “Aku” menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang berada di luar diri “Aku” baik itu tindakan, peristiwa, maupun tokoh diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya atau dipandang penting.
Dipergunakan
untuk
melukiskan
3
serta
membeberkan
berbagai
pengalaman hidup manusia yang paling dalam atau rahasia sekalipun yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang bersangkutan.
Pembahasan Sebuah cerita tidak akan lepas dari siapa orang yang membawakan cerita, karena melalui pembawa cerita inilah sebuah cerita disampaikan kepada pembaca dari pemilihan sudut pandang yang digunakan oleh pengarang. Pembawa cerita ialah tokoh yang dimunculkan dan diperintahkan oleh pengarang untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat dan pandangan hidup pengarang melalui cerita yang disampaikan disebut dengan “narator”. Tokoh lain tidak diberi wewenang menceritakan cerita, tetapi hanya “Aku” yang menceritakan semua unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita tersebut. Cuplikan di bawah ini yang menunjukkan “Aku” adalah seorang narator1. 寝入りばなを警報で起こされたとき、私は暗闇の中で、昼間採 ってきた蛤や浅利を持って逃げ出そうとして、父にしたたか突 きとばされた。 「馬鹿!そんなもの捨ててしまえ」台所いっぱいに、蛤と浅蜊 が散らばた。それが、その夜の修羅場の皮切りで、おもてへ出 たら、もう下町の空が真っ赤になっていた。 Neiribana o keihou de okosareta toki, watashi wa kurayami no naka de, hiruma tottekita hamaguri ya asari o motte nigedasou toshite, chichi ni shitataka tsukitobasareta. “Baka! Sonna mono suteteshimae” daidokoro ippai ni, hamaguri to asari ga chirabata. Sorega, sono yoru no shuraba no kawakiri de, omote e detara, mou shimomae no sora ga makka ni natteita. Waktu baru tertidur saya terbangun oleh alarm tanda bahaya, di tengah kegelapan, menyelamatkan diri sambil membawa kerang asari dan hamaguri yang ditangkap pada siang hari, tiba-tiba saya dipukul keras hingga jatuh oleh ayah. “Bodoh! Kerang seperti itu buang saja” Kerang Asari dan hamaguri berserakan, memenuhi di dapur. Begitulah, malam itu diawali pemandangan pertumpahan darah, keluar ke depan rumah, langit di atas terlihat menjadi merah pekat. Cuplikan tadi merupakan bentuk pemaparan penokohan, alur dan seting ala narator yang diceritakan oleh salah satu tokoh yang terdapat dalam cerita. Karena
1
“Gohan”halaman 20
4
ia sebagai tokoh “Aku” wajar bila cara penyampaian tokoh narator diutarakan dalam pandangan “Aku” dalam masalah cerita ini meski mungkin tidak selalu demikian bila dalam cerita lain. Tokoh utama yang sekaligus narator dalam cerita lama Jepang biasanya tidak terlalu mengekspos kata “Aku” dalam karangannya, namun berdasarkan konteks kalimat secara keseluruhan akan terlihat makna bahwa yang dilihat ataupun diceritakannya ialah dari sudut pandang “Aku” atau menceritakan tentang “Aku” (dirinya sendiri) dan atau tokoh lainnya. Pelesapan kata “Aku”, “Saya” dan yang semisalnya sudah menjadi hal yang biasa dalam cerita ini, demikian juga pada struktur tata bahasa Jepang. “Aku” menganggap dirinya sendiri mirip dengan perempuan militer2. 私はいっぱしの軍国少女で、「鬼畜米英」と叫んでいたのに、 聖林だけは敵性国家ではないような気がしていた。シモーヌ・ シモンという猫みたいな女優が黒い光る服を着て、爪先をプッ ツリ切った不思議な形の靴をはいた写真は、組んだ足の形まで 覚えている。 Watashi wa ippashi no gunkokushoujo de, “kichikubeiei” to sakendeita noni, hariuddo dake wa tekiseikokka dewanai youna ki ga shiteita. Shimonu shimon to iu neko mitaina joyuu ga kuroi hikaru fuku o kite, tsumasaki o puttsuri kitta fushigina katachi no kutsu o haita shashin wa, kundaashi no katachi made oboeteiru. Saya dengan perempuan militer nasional, meski berteriak “Amerika Inggris brutal” tetapi pada hollywood saja tidak merasa negara yang bermusuhan. Saya teringat artis seperti kucing bernama Simonu Simon yang mengenakan pakaian hitam mengkilat, mengenakan sepatu yang ujung jari kakinya terlihat, sampai teringat kaki yang semampai. Setelah memahami cuplikan di atas dapat dipahami bahwa “Aku” memahami dirinya mirip dengan2 perempuan militer dalam hal-hal tertentu. Pada cuplikan tersebut kemiripannya ialah pendapatnya yang beranggapan bahwa meskipun “Aku” membenci bangsa barat, namun tidak demikian halnya bila barat yang di maksud ialah tentang holywood dan tidak rasis. Sehingga memperkuat “Aku” mirip prajurit wanita namun ia sendiri bukanlah tentara karena “Aku” turut bersembunyi.
2
“Gohan” halaman 19
5
Selanjutnya pengaruh sudut pandang “Aku” pada tokoh pembantu, salah satunya ialah Ayah. “Aku” memandang dari sudut pandangnya bahwa “Aku” mempunyai “Ayah” yang dapat berubah menjadi aneh pada saat kebakaran berlangsung dengan berjalan kesana-kemari3. こういう時、女は男より思い切りがいいのだろうか。父が、自 分でいっておきながら爪先立ちのような半端な感じで歩いてい るのに引きかえ、母は、あれはどういうつもりだったのか、一 番気に入っていた松葉の模様の大島の上にモンペをはき、いつ もの運動靴ではなく父のコードバンの靴をはいて、縦横に走り 廻り、盛大に畳を汚していた。母も私と同じ気持ちだったのか も知れない。 Kou iu toki, onna wa otoko yori omoikiri ga ii no darouka. Chichi ga, jibun de itte okinagara tsumasakidachi no youna hanpana kanji de aruiteiru noni hikikae, haha wa, are wa dou iu tsumori datta no ka, ichiban ki ni itteita matsuba no moyou no ooshima no ue ni monpe o haki, itsumo no undoukutsu dewanaku chichi no koodoban no kutsu o haite, juuou ni hashiri mawari, seidai ni tatami o yogoshiteita. Haha mo watashi to onaji kimochi datta no kamoshirenai. Waktu seperti itu, apa cara berpikir wanita lebih hebat daripada lelaki? Ayah, seperti ujung kaki yang tak menapak berjalan dengan segan. Menurut saya ibu berpikir apa maksudnya dengan itu. Ayah mengenakan calana kerja wanita yang atasnya bercorak daun cemara Ooshima dan mengenakan sepatu olahraga korduan yang tidak biasa, berlari berkeliling bolak-balik kesana-kemari, mengotori tatami seluruhnya. Mungkin Ibu pun memiliki perasaan yang sama dengan saya. Secara konteks penulis menemukan sebuah pandangan dari tokoh “Aku” terhadap tokoh “Ayah”, yaitu menjadi sesosok yang aneh seperti orang tidak waras. “Ayah” berlari sambil mengenakan celana wanita yang tak pantas dipakai oleh lelaki ditambah lagi dengan motif cemara Ooshima yang disandingkan dengan mengenakan sepatu olahraga korduan yang tak biasa dikenakannya. Ia berlarian hingga tatami dipenuhi lumpur karena ulah kocaknya saat mengenakan setelan tersebut. Penulis menduga hal ini mungkin terjadi karena rasa panik yang melanda “Ayah” jika tiba-tib3a terjadi musibah besar yang menimpa. Karena siapapun bisa berubah secara tak sadar bila terjadi hal yang tidak biasa terjadi dalam hidupnya. 3
“Gohan” halaman 23
6
Demikian juga halnya dengan tokoh “Ayah”, namun tampaknya hal ini tidak berlaku bagi “Aku” , ia tidak panik. Seperti yang dipaparkan pada cuplikan sebelumnya, di tengah kobaran api bahu membahu memadamkan api, “Aku” berpikir bahwa saat situasi seperti itu, cara berpikir wanita berfungsi lebih baik dibandingkan dengan pikiran laki-laki. “Aku” berpikir “Ibu” lebih rasional dalam mengambil sikap menghadapi kebakaran. Pada seting yang sama, “Aku” memandang “Ayah” menjadi aneh dengan bertingkah demikian, yang membuktikan bahwa di lain pihak berarti ada hal yang tidak aneh, karena kemunculan kata aneh ialah jika ada yang dibandingkan yang dianggap tidak aneh, dalam hal ini ialah tokoh “Ibu” yang dipandangnya bertingkah normal meski tidak dijelaskan secara jelas. Namun, dapat diraba sikap kenormalan yang di maksud yaitu “ibu” secara konteks tetap menggunakan pakaian biasa seperti keseharian dan bertindak tidak seperti orang panik layaknya tokoh “Ayah”. Selanjutnya pengaruh pandangan “Aku” terhadap tokoh “Adik perempuan” dalam memahami tokoh tersebut4: 両方とも危うい命を拾ったのだから、感激の親子対面劇があっ たわけだが、不思議に記憶がない。覚えているのは、弟と妹が 救急袋の乾パンを全部食べてしまったことである。うちの方面 は全滅したと聞き、お父さんに叱られる心配はないと思って食 べたのだという。 Ryouhou to mo ayaui inochi o hirotta no dakara, kangeki no oyako taimengeki ga attawake da ga, fushigi ni kioku ga nai. Oboeteiru no wa, otouto to imouto ga kyuukyuubukuro no kanpan o zenbu tabeteshimatta koto de aru. Uchi no houmen wa zenmetsushita to kiki, otousan ni shikarareru shinpai wa nai to omotte tabeta no da to iu. Karena keduanya menghadapi jiwa dalam bahaya, seperti dalam drama antara orang tua dan anak yang penuh keharuan. Anehnys kisah tersebut tak teringat lagi. Yang teringat saat adik-adik memakan habis roti kering makanan darurat. Dari rumah saya terkabarkan hancur total, mereka bilang tidak merasa khawatir dimarahi Ayah karena memakan habis roti kering. Bila melihat 4cuplikan di atas, dapat dipahami bahwa situasi yang dihadapi saat itu ialah setelah kebakaran besar telah berakhir dan “Aku” dan keluarganya 4
“Gohan” halaman 23-24
7
beserta tetangga-tetangga selamat dari bencana maut itu. Dalam situasi demikian, secara tersirat ia berpandangan bahwa “Aku” merasa cemas bila adik perempuan akan dimarahi “Ayah” bila ia menghabiskan roti kering yang menjadi makanan darurat mereka. “Aku” melihatnya dari sudut pandangnya bahwa sosok “Adik perempuan” ialah orang yang lugu, ia tidak berpikir akan merasa menjadi seperti yatim atau miskin dan tetap dengan sikap optimisnya itu melahap habis roti kering tersebut. Pengambilan sudut pandang dapat mempengaruhi pemahaman dalam memahami
sebuah
cerita
rekaan.
Pada
pembahasan
selanjutnya
akan
dideskripsikan bagaimana tokoh “Aku” memberikan pandangannya sehingga bisa mempengaruhi unsur-unsur pembentuk cerita dan membantu memahami cerita. Berikut ini adalah pandangan “Aku” dalam membangun tema: Karena “Aku” tidak sampai hati atas pengorbanan ibu”ku” bekerja untuk membeli nasi belut itulah, “Aku” merasa tidak sepenuhnya menyenangkan jika makan nasi belut. “Aku” teringat akan kenangan kejadian di Rumah Sakit tersebut, karenanya, maka memakan nasi belut dan masakan lainnya yang terdapat dalam kenangannya yang tertuang dalam cerita ini akan mengacu pada kata bijak “di dalam sesuatu yang manis ada pahit” yang memiliki makna bahwa pada sesuatu yang menyenangkan juga terselip rasa penderitaan, tidak selamanya yang nikmat itu benar-benar nikmat5. 釣り針の「カエリ」のように、楽しいだけではなく、甘い中に 苦みがあり、しょっぱい涙の味がして、もうひとつ生き死にに かかわりのあったこのふたつの「ごはん」が、どうしても思い 出にひっかかってくるのである。 Tsuribari no “kaeri” noyouni, tanoshii dake dewanaku, amai naka ni nigami ga ari, shoppai namida no aji ga shite, mou hitotsu ikishini ni kakawari no atta kono futatsu no “gohan” ga, doushitemo omoide nihikkakattekuru no de aru. Bagai mata pancing “kaeri”, tidak hanya senang, di dalam sesuatu yang manis ada pahitnya, serasa merasakan asinnya air mata, “Gohan” yang ada keterkaitannya dengan hidup dan mati, bagaimanapun selalu 5 terkenang akan hal itu.
5
“Gohan” halaman 30
8
Sudut pandang “Aku” memegang andil yang besar dalam menentukan tema cerita, ia menuturkan dalam kenangannya agar selalu optimis dalam hidup karena dalam hidup terdapat hal yang pahit dan manis. Sudut Pandang “Aku” juga berpengaruh dalam menciptakan suansa pada latar tempat ini agar hidup dan memberikan pengaruhnya juga dalam memberikan imajinasi kepada pembaca. Tanpa adanya pengaruh atas pandangannya dilihat dari sudut pandang seorang tokoh, maka akan nampak bagai olah tempat kejadian perkara bagi polisi yang disuguhkan kepada khalayak umum, bukan sesuatu yang memiliki citra dan rasa layaknya yang terdapat dalam karya sastra6. 空襲も昼間の場合は艦載機が一機か二機で、偵察だけと判って いたから、のんびりしたものだった。空襲警報のサイレンが鳴 ると、飼い猫のクロが仔猫をくわえてどこかへ姿を消す。それ を見てから、ゆっくりと本を抱えて庭に掘った防空壕へもぐる のである。 Kuushuu mo hiruma no baai wa kansaiki ga ikki ga niki de, teisatsu dake to wakatteita kara, nonbirishita mono datta. Kuushuu keihou no siren ga naru to, kaineko no kuro ga koneko o kuwaete dooka e sugata ga kesu. Sore o mite kara, yukkuri to hon o kakaete niwa ni hotta boukuugou e moguru no de aru. Serangan udara juga terjadi pada siang hari dengan satu atau dua pesawat induk, sejak memahami hanya pengintaian, saya santai-santai saja. Begitu sirine tanda bahaya serangan udara berbunyi, kuro si kucing menggigit anaknya pergi entah kemana. Setelah melihat si kuro, sambil mengepit buku erat-erat masuk ke tempat perlindungan yang ada di taman. “Aku” tidak merasa cemas akan terjadi perang dan masih bisa merasa santai. “Aku” tidak berusaha mempersiapkan hal-hal darurat penyelamatan diri atau bertindak waspada seandainya terjadi penembakan, padahal telah berlalulalang pesawat-pesawat induk perang di langit kota tempat tinggalnya. Bahkan “Aku” masih sempat membawa-bawa buku masakan bersamanya memasuki lubang persembunyian. Bila “Aku” melihat dari sudut pandang tentara wanita yang dianggapnya mirip dengannya, “Aku” akan bertindak waspada dan memperingati banyak orang bahwa situasi memasuki bahaya pada kondisi tertentu yang telah ditetapkan sebagai acuan. 6
“Gohan” halaman 18
9
saat kebakaran terjadi dan “Ayah” memerintahkan agar semua anggota keluarga agar menyelamatkan diri, namun “Aku” dan “Ibu” berpandangan lain. Kemungkinan sudut pandang mereka sama, namun tidak dijelaskan secara tersurat. “Aku” berpikir untuk meyelamatkan barang-barang yang sekiranya masih bisa diselamatkan bersama dengan “ibu”. Maka di cuplikan berikut jelas tergambar perbedaan pengambilan sudut pandang bila kisah ini tidak dikisahkan melalui kaca mata “Aku”. Bila sudut pandangnya diambil dari tokoh tambahan yaitu “Ayah” atau adik-adiknya, tentu saja akan berbeda, karena adik-adiknya langsung berpikir untuk menyelamatkan diri sampai melupakan perlindungan darurat utama saat kebakaran yaitu membasahi tubuh dengan air sebanyak mungkin. Berikut adalah cuplikan perbedaan pendapat tersebut7. 父は隣組の役員をしていたのでにげるわかにわいなかったのだ ろう、母と私には残って家を守れといい、中学一年の弟と八歳 の妹には競馬場あとの空き地に逃げるよう指示した。 Chichi wa tonarigumi no yakuin o shiteita node nigeruwakaniwainakatta no darou, haha wa watashi ni wa nokotte ie o mamore to ii, chuugaku ichinen no otouto to hassai no imouto ni wa keibajou ato no akichi ni nigeruyou shijishita. Ayah sebagai pengurus RW juga mau tidak mau harus bantu menyelamatkan orang lain juga, tapi ibu dan saya berpikir untuk menyelamatkan barang-barang yang ditinggalkan, adik lelaki yang kelas satu SMP dan adik perempuan umur delapan tahun memilih menyelamatkan diri di belakang lapangan pacuan kuda. Dalam cuplikan tersebut terdapat tiga buah sudut pandang yang berbeda yang masing-masing bisa mempengaruhi jalannya cerita “gohan” berbeda meski tokoh, latar, penokohan yang sama jika sudut pandang yang diambil bukan dari tokoh “Aku”. “Ayah” yang menyelamatkan orang-orang, adik-adik”ku” yang langsung menyelamatkan diri sendiri dan “Aku” yang menyelamatkan barangbarang. “Aku” adalah tokoh yang menghargai kenangan sehingga memilih menyelamtkan barang-barang. Karena menghargai kenangan itu pulalah yang membuatnya meski telah berlalu berpuluh tahun tetap teringat kejadian-kejadian saat cerita ini mulai disorot balik hingga akhir cerita.
7
“Gohan” halaman 21
10
Simpulan Sudut pandang memiliki peranan yang penting bagi berlangsungnya cerita ini, kerena bila ia dilihat dari sudut pandang tokoh lain misalnya “Adik perempuan” maka cerita akan terasa berbeda. Dengan menggunakan sudut pandang seorang tokoh dalam memahami teks dan makna tersirat yang terkandung dalam cerita akan menghasilkan pemahaman cerita yang bisa berbeda meski alur, penokohan, seting dari cerita itu tidak diganti sedikitpun. Dengan menggunakan cuplikan dapat menjadikan penelitian ini menjadi lebih mudah dipahami baik secara tersurat maupun tersirat dalam teks cerita “Gohan”.
Daftar Sumber: Kuniko, Mukouda. 1988. Nonfikushon meisakusen, Gohan. Tokyo: Kodansha. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka. Yusuf, Suhendra, Drs. M.A. 1995. Leksikon Sastra, Bandung: CV Mandar Maju.