PELAKSANAAN PENGAWASAN TERPIDANA YANG DIJATUHI HUKUMAN PERCOBAAN (Studi Kasus: Putusan Nomor 247/Pid.B/2009/PN.PWT Mengenai Pencurian Tiga Buah Kakao Oleh Terpidana Nenek Minah)
Latar belakang Ilmu pengetahuan merupakan hal yang signifikan untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dan ilmu hukum adalah salah satu bidang keilmuan yang sebaiknya dipelajari oleh manusia dalam bermasyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum tidak lepas dari kehidupan manusia maka begitu pun dengan hukum tidak lepas dari membicarakan kehidupan manusia1. Pernyataan tersebut pun juga didukung oleh Cicero bahwa hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum; Ubi Societas Ibi Ius yaitu ada masyarakat dan ada norma hukum2. Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tata hukum harus mengacu pada penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat manusia. Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau hasrat individu yang egoistis dengan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik3. Kehadiran hukum justru ingin menegakkan keseimbangan perlakuan antara hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Berdasar dari kutipan ini maka untuk menegakan hukum pun dibutuhkan peraturan tertulis. Secara spesifik pula, penulis hanya akan membahas hukum pidana, tepatnya pidana bersyarat atau dikenal dengan hukuman percobaan yang terdapat dalam pasal 14a – 14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mana di dalam pidana bersyarat terdapat hukuman percobaan. Alasan ini juga diperkuat oleh KUHP dengan penjelasan dari R. Soesilo bahwa ketentuan pasal 14a 1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, ed. Ke-4, cet. Ke-2, (Jogjakarta: Liberty, 1999), hal. 1. 2
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, (Jakarta: PT. Refika Aditama, 2006), hal. 127. 3
Ibid., hal. 128.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
– 14f biasa disebut peraturan tentang hukuman dengan perjanjian atau hukuman dengan bersyarat atau hukuman janggelan. Maksudnya dalam pokoknya ialah orang dijatuhi hukuman tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan kecuali jika kemudian ternyata terhukum sebelum habis tempo percobaan berbuat peristiwa pidana atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya. Jadi keputusan penjatuhan hukuman tetap ada hanya pelaksanaan hukuman itu tidak dilakukan. Pidana seperti penjelasan di atas serupa dengan pidana yang dijatuhi kepada Nenek Minah dengan Putusan Nomor: 247/Pid.B/2009/PN.PWT.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari dengan ketentuan pidana tidak usah dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa karena ia telah melakukan tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.” Berdasarkan kasus yang dialami oleh Nenek Minah diketahui bahwa perbuatan-perbuatan yang tergolong dapat dijatuhkan hukuman percobaan, yakni: 1.
Tindak pidana ringan.
2.
Hanya suatu perbuatan yang ancaman pemidanaanya kurang dari 1 (satu) tahun sesuai yurisprudensi berupa Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 52K/Kr/1970 dan hukuman kurungan yang bukan kurungan pengganti denda4.
Selanjutnya pengertian mengenai hukuman percobaan secara harafiah adalah hukuman penjara yang tidak dijalani di lembaga pemasyarakatan, tetapi selama dalam masa percobaan itu terpidana tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, apabila dalam masa percobaan itu terpidana melawan hukum, hukuman yang diterimanya harus dijalani di lembaga pemasyarakatan5. Pada umumnya beberapa pihak berpendapat bahwa suatu penjatuhan hukuman secara bersyarat itu lebih menguntungkan bagi terhukum daripada suatu penjatuhan hukuman secara tidak bersyarat, oleh karena dengan penjatuhan hukum 4
Indonesia, Mahkamah Agung, Putusan Nomor 52K/Kr/1970.
5
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline, versi 1.3.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
bersyarat terhukum tidak perlu melaksanakan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim, sedang dengan penjatuhan hukuman tidak bersyarat terhukum secara fisik harus melaksanakan hukumannya dalam lembaga pemasyarakatan6. Namun bila dilihat dari aspek tujuan pemidanaan sebenarnya pasal 14a – 14f KUHP lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap perbuatannya. Maka dari itu tujuan dari penjatuhan sanksi bukan karena orang telah melakukan kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Berdasarkan hal tersebut pada umumnya lembaga pidana bersyarat ini lebih dikenal dengan hukuman percobaan yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap terdakwa7. Disebabkan hukuman percobaan dijalankan di luar lembaga pemasyarakatan atau penjara maka menurut penulis akan lebih sulit dalam hal pengawasan terhadap terpidananya karena terpidana tidak berada di satu tempat sehingga membutuhkan pengawasan yang ekstra dari biasanya. kemudian sesuai penjabaran yang terdapat di pasal 14d KUHP, pejabat berwenang lah yang memiliki hak untuk menjalankan putusan berupa hukuman percobaan. Juga disebutkan di ayat selanjutnya bahwa pengawasan dapat dilakukan oleh suatu lembaga hukum atas perintah hakim. Kemudian di pasal yang sama pula, tertulis aturan mengenai peraturan lebih lanjut mengenai pengawasan tersebut diatur di dalam undang-undang.
Pokok Pemasalahan Maka dari itu demi menindaklanjuti perihal pengawasan, maka lahirlah beberapa pertanyaan, di antaranya sebagai berikut. 1.
Bagaimana
ketentuan
hukuman
percobaan
menurut
peraturan
perundang-undangan di Indonesia? 2.
Bagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan di Indonesia?
6
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. Ke-3, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal 175. 7
“Pidana Bersyarat”, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4841/pidana-bersyarat Kamis 5 April 2012, 9:26:00 WIB.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
3.
Bagaimana penerapan hukuman percobaan dalam Putusan Nomor: 247/Pid.B/2009/PN.PWT Tentang Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Terpidana Nenek Minah?
Pembahasan Pembaharuan hukum pidana mau tidak mau akan mencakup persoalan utama yang berkaitan dengan tiga permasalahan pokok di dalam hukum pidana yakni tentang perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan perbuatan yang dilarang dan pidana. Dalam hal yang terakhir ini yakni masalah pidana, terdapat suatu masalah yang dewasa ini secara universal terus dicarikan pemecahannya. Masalah tersebut adalah adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan, yang dalam berbagai penelitian terbukti sangat merugikan baik terhadap individu yang dikenai pidana maupun terhadap masyarakat. Di berbagai Negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan untuk mecari alternatif-alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat noninstitusional dalam bentuk voorwaardelijke veroordelingen atau pidana bersyarat dan vermogenstraf atau pidana harta, misalnya denda8. Kembali pada kasus yang dialami oleh Nenek Minah, maka penulis merasa perlu mengingatkan mengenai dasar perlindungan hukum bagi kepentingan hak azasi manusia yang dapat diketemukan dalam ketentuan KUHP yang mempunyai makna tentang kepastian hukum dalam bab tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana9. Cermin perlindungan hukum bagi setiap orang yang terlibat dalam perkara menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memuat beberapa ketentuan yang menjadi landasan bekerjanya hukum dan petugas hukum untuk menegakkan hukum dan keadailan10. Maka kesimpulannya ialah dasar perlindungan hukum dapat ditemukan dalam KUHP dan KUHAP. 8
Ibid., hal. 5.
9
Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, ed. Ke-2, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Liberty, 1993), hal. 82. 10
Ibid., hal. 81.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Hukuman pidana memiliki makna hukuman yang dijatuhkan itu merupakan siksaan atau penderitaan, maka dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum pidana persoalan tentang dasarnya siksaan sudah diterapkan dalam pasal 10 KUHP yang sebenarnya terdapat dua kategori asal-muasal pidana atau hukuman yaitu pidana pokok dan pidana tambahan11. Pidana pokok terdiri dari (1) pidana mati, (2) pidana penjara, (3) kurungan dan (4) denda. Sedangkan pidana tambahan berupa (1) pencabutan hak-hak tertentu, (2) perampasan barang-barang tertentu dan (3) pengumuman putusan hakim. Seseorang dapat dijatuhi hukuman berupa pidana bersyarat menurut pasal 14a – 14f KUHP apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti yang mana hukuman bersyarat tersebut dapat hangus atau dengan kata lain pidana penjara harus dijalani jika di kemudian hari orang tersebut melakuan tindak pidana atau tidak memenuhi syarat khusus dan hakim karena hal tersebut mengeluarkan putusan berkekuatan hukum tetap sebelum masa percobaan habis. Hakim mempunyai kewenangan menjatuhkan hukuman percobaan, kecuali dalam perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi ternyata hukuman percobaan akan dikenakan kepada orang tersebut (terpidana) jika denda atau perampasan yang diperintahkan akan sangat memberatkan terpidana. Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. Hakim hanya akan menjatuhkan hukaman percobaan berdasar oleh penyelidikan yang teliti karena muncul kayakinan atas akan terpenuhinya suatu pengawasan. Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang. Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana dihilangkan kemerdekaannya karena tahanan yang sah. Hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidana
11
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 10, Moeljatno.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
tadi. Syarat-syarat khusus penjatuhan hukuman percobaan tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau berpolitik terpidana. Pihak yang diserahi mengawasi supaya syarat dipenuhi ialah pejabat yang berwenang menyuruh putusan dijalankan, jika kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan. Jika ada alasan, Hakim dalam perintahnya boleh mewajibkan kepada lembaga yang berbentuk badan hukum, atau kepada pemimpin suatu rumah penampung, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus. Aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan serta mengenai penunjukkan lembaga dan pemimpin rumah penampung yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang. Atas usul pejabat atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syaratsyarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus di dalam masa percobaan dan memerintahkan orang lain agar memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separo dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk masa percobaan. Hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana selama masa percobaan melakukan perbuatan pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan perbuatan pidana sebelum masa percobaan mulai berlaku. Dalam memerintahkan pemberian peringatan, Hakim harus menentukan juga cara memberikan peringatan itu. Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan perbuatan pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi tetap. Dalam hal itu di dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, Hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan perbuatan pidana tadi. Muladi berpendapat bahwa pidana bersyarat adalah suatu pidana, dalam hal mana terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bila selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat umum atau khusus yang telah ditentukan
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang untuk mengadakan perubahan syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani jika terpidana melanggar syarat tersebut. Pidana bersyarat merupakan penundaan terhadap pelaksanaan pidana12. Perihal pemidanaan juga terdapat di pasal 65, pasal 66, pasal 67 dan pasal 68 (Rancangan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
(RKUHP).
Ketentuan
pemidanaan di RKUHP sama seperti di KUHP yang terdiri dari dua hal yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Perbedaan mengenai pidana pokok terdapat pada jenis pidana berupa (1) pidana penjara, (2) pidana tutupan, (3) pidana pengawasan, (4) pidana denda dan (4) pidana kerja sosial, yang mana urutan pidana tersebut menentukan barat atau ringannya pengawasan. Hukuman mati semula merupakan pidana pokok di dalam KUHP menjadi sebuah pidana yang bersifat khusus karena diancamkan secara alternatif atau pilihan saja. Kemudian jenis dari pidana tambahan tidak mengalami perubahan melainkan hanya menambahkan dua jenis hukuman baru yakni (1) pembayaran ganti rugi dan (2) pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum Percobaan di Negara Indonesia maka akan selalu berkaitan dengan hukum Belanda yang mana disebabkan oleh penjajahan Indonesia oleh Belanda selama 350 tahun. Berawal pada tahun 1915, Lembaga Pidana Bersyarat atau Voorwaardelijke Veroordelingen baru dimasukan ke dalam W.v.S Belanda. Kemudian bagi Indonesia yang dahulu Hindia Belanda, Hukuman Percobaan masuk pada tahun 1926 (S. 1926 – 251 jo. S. 1926 – 487). Sistem yang dipergunakan dalam hal ini pada hakekatnya merupakan semacam kombinasi antara sistem InggrisAmerika dan sistem Perancis-Belgia13. Pengaruh sistem Perancis-Belgia dalam hukuman percobaan tampak dari bentuknya sebagai pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana, sedang pengaruh Amerika-Inggris terlihat dalam satu masa percobaan terpidana dapat dibantu oleh pejabat pemerintah dalam usahanya menjadi orang baik14.
12
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 195-196.
13
Seperti Muladi mengutip dari W.P.J Pompe, Handboek van het Nederlandse Strafrecht, (NV. Uitgeversmaatschapij, W.E.J. Tjeenk Willink: Zwolle, 1959), hal. 393. 14
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Op. Cit., hal. 66.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Untuk mengenakan Probation biasanya diadakan pembatasan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan. Tindak-tindak pidana yang pelakunya dikecualikan dari pengenaan Probation adalah tindak-tindak pidana yang secara tradisional tidak disukai (menjijikan) oleh masyarakat, yakni (1) kejahatan-kejahatan kekerasan, (2) kejahatan-kejahatan terhadap moral, (3) kejahatan-kejahatan yang melibatkan penggunaan senjata-senjata yang mematikan, (4) kejahatan-kejahatan yang dilakukan seseorang karena diupah oleh orang lain (5) kejahatan-kejahatan terhadap pemerintah dan (6) kejahatan-kejahatan yang diancam pidana tertentu15. Pemikiran dasar yang melandasi sanksi pidana bersyarat sebenarnya sangat sederhana. Pidana ini secara keseluruhan bertujuan untuk menghindari terjadinya tindak pidana lebih lanjut dengan cara menolong terpidana agar belajar hidup produktif di dalam masyarakat yang telah dirugikan olehnya. Cara yang baik untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengarahkan pelaksanaan sanksi pidana ke dalam masyarakat, daripada mengirimkan ke lingkungan yang bersifat buatan dan tidak normal dalam bentuk perampasan kemerdekaan16. Berikut adalah ketentuan pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan mengenai Hukuman Percobaan yang termasuk dalam Pidana Bersyarat17. 1.
Hakim pengawas dan pengamat ditunjuk oleh ketua pengadilan paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 277 KUHAP mengatur,
“(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaaan. (2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama 2 (dua) tahun.”
15
Ibid. hal. 157.
16
Ibid. hal. 175-176.
17
Ibid., hal. 239.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Ketentuan ini tidak secara jelas menyebutkan berapa orang, apakah satu orang atau lebih hakim yang diangkat sebagai hakim pengawas dan pengamat. Mardjono Reksodiputro berpendapat,
“Kedua-duanya tugas tersebut harus dapat terwujud dalam diri seorang hakim. Meskipun dalam kalimat berikutnya beliau mengatakan, Hakim (-hakim) yang ditunjuk ketua pengadilan untuk membantunya ini dinamakan hakim pengawas dan pengamat (selanjutnya Hakim Wasmat)”. – (Mardjono Reksodiputro, 1994: 94) 2.
Pengawasan dan pengamatan dibuat dalam register Jaksa mengirimkan tembusan Berita Acara Pelaksanaan (BAP) putusan pengadilan
yang
ditandatangani
olehnya,
kepala
lembaga
pemasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan. Terdapat di Pasal 278 KUHAP. Sedangkan register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut pada pasal 278 KUHAP wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 KUHAP. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 279 KUHAP. Sudah disebutkan bahwa pengwasan dan pengamatan atas penjatuhan Hukuman Percobaan dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat yang ditunjuk oleh ketua pengadilan sesuai dengan pasal 280 ayat (4) KUHAP, yaitu: “Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat.” Hanya saja dalam hal ini perlu dicatat bahwa pengertian pidana bersyarat yang dipergunakan di dalam KUHAP tampaknya masih sama dengan pidana bersyarat yang dikemukakan di dalam pasal 14a – 14f KUHP18. 1.
Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan berupa pidana penjara ataupun pidana 18
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Op. Cit., hal. 71.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
bersyarat
dilaksanakan
sebagaimana
peraturan
perundang-undangan
mengaturnya. 2.
Pengamatan oleh Hawasmat berguna sebagai bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya. Ketentuan mengenai pengamatan tetap setelah terpidana selesai menjalani pidananya. Membahas mengenai hakim pengawas dan pengamat, kemudian berkaitan
dengan hal tersebut maka sebenarnya kedudukan hakim pengawas merupakan pelaksanaan ketentuan pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan:
“(1) Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Mengenai pihak berwenang yang melaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana, masih dilaksanakan oleh jaksa. Tetapi pengawasan pelaksanaan tersebut wajib dilakukan Hawasmat setelah dipilih oleh ketua pengadilan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku19. Dalam hal pengawasan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yakni20: 1.
Pengawasan Umum Pengawasan ini dilakukan oleh jaksa dan bersifat fakultatif.
2.
Pengawasan Khusus pengawasan khusus dalam bentuk pemberian bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus dilakukan oleh lembaga yang berbentuk badan hukum atau pemimpin suatu rumah penampung atau pejabat tertentu sesuai pasal 14 d ayat (2) KUHP.
19
Ibid.
20
Seperti Muladi mengutip W.P.J. Pompe, Op. Cit., hal. 402.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Kemudian istilah pengawasan khusus ini tidak secara eksplisit disebutkan di dalam KUHP, melainkan di dalam bentuk istilah “memberi pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus”. Manfaat pengawasan dan pengamatan yaitu21: 1.
Memperoleh kepastian putusan dilaksanakan sebagaimana mestinya Hakim pengawas dan pengamat (Hawasmat) mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 280 KUHAP.
2.
Bahan penelitian bagi pemidanaan a.
Hawasmat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan
serta
pengaruh
timbal
balik
terhadap
narapidana selama menjalani pidananya. b.
Pengamatan tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya.
c.
Pengawasan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 KUHAP berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat. Peraturan ini terdapat di Pasal 280 KUHAP.
Atas
permintaan
Hawasmat,
kepala
lembaga
pemasyarakatan
menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan. Jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, Hawasamat dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidna. Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh Hawasmat kepada ketua pengadilan secara berkala. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 281 – 283 KUHAP dan secara lebih detil terdapat di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 tahun 1985 ditegaskan perincian tugas pengawasan. 21
Mohammad Taufik Makarao, et. Al., Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Op. Cit., hal. 239.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
3.
Melindungi hak-hak narapidana
Banyak ketentuannya tercantum di KUHP. Sedangkan menurut Oemar Seno Adji, adanya hakim pengawas akan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut22. 1.
Akan mendekatkan hakim kepada aparat penegak hukum yang lain yakni, kejaksaan, kepolisian dan lembaga pemasyarakatan.
2.
Mendekatkan
hakim
pada
pemikiran
tentang
integrasi
atau
integratiegedachte yang menempatkan Lembaga Pemasyarakatan sebagai suatu bagian dari rechtspleging. 3.
Akan meningkatkan pengertian hakim terhadap pidana dan penerapan pidana sehingga hakim dijauhkan dari kesewenang-wenangan subjektif.
Ketentuan mengenai masuknya hukuman percobaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia diperkuat dengan hukum positif berupa adanya Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Bersyarat atau dalam bahasa Belanda Uitvoeringordonantie Voorwaardelijke Veroordeling S. 1926-487, s.d.u.t. dg S. 1928-445 dan S. 1939-77. Kemudian hal tersebut juga telah ditambahkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan dengan Staatsblad tahun 1926 Nomor 251 jo. Nomor 486 dan mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 Januari 192723. Inti sari dari Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Bersyarat di antaranya adalah: 1.
Pihak yang menjalani tugas dari putusan hakim mengenai hukuman percobaan adalah pejabat yang dapat memohon bantuan dari Kepala Pemerintahan Daerah setempat atau asisten residen di mana terdakwa memiliki tempat kedudukan yang sesungguhnya.
2.
Mengenai putusan hukuman percobaan maka pejabat yang bertugas sebagai pengawas segera memberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Menkumham RI) yang pada zaman awalnya dikenal dengan Directeur van Justitie. Pemberitahuan disertakan formulir berisi lama waktu hukuman agar dapat diregistrasi.
22
Oemar Seno Adji, Hukum-Hakim Pidana, (Erlangga: Jakarta, 1980), hal. 10-11.
23
Indonesia, Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Percobaan S. 1926-487, s.d.u.t. dg S. 1928445 dan S. 1939-77.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
3.
Apabila putusan hakim pengadilan sipil ataupun militer sudah menjadi mutlak maka hukuman harus segera dijalani. Lain hal jika ternyata ada putusan baru dikarenakan terpidana kembali melakukan tindak pidana maka pejabat pengawas tersebut harus memberi update berita kepada Menteri Kehakiman. Ketentuan ini tidak berlaku bilamana sudah lewat waktu atau tidak memiliki waktu perintah pelaksanaan.
4.
Pihak yang dapat dibebani tugas untuk pemberian bantuan ialah lembaga atau organisasi yang berkedudukan di Indonesia, berbentuk badan hukum yang memiliki anggaran dasar, akta pendirian dan peraturan-peraturan yang mengusahakan reklasering dari para terdakwa dengan hukuman bersyarat. Tetapi badan hukum ini terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kepada Menkumham RI agar diberikan pengesahan yang kemudian diserahkan ke Pengadilan Negeri.
5.
Pemerintah akan memeberikan bantuan berupa subsidi guna untuk membiayai hal-hal umum mengenai pengawasan. Diharapkan bagi pengawas penerima subsidi dapat menerima tugas jauh sebelum keputusan hakim yang mutlak harus dijalankan.
6.
Tugas lain yang harus dilakukan pengawas ialah menjaga hubungan pribadi yang baik dengan terdakwa dan meyakinkan bahwa putusan hakim dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan juga berkewajiban untuk memberitakan ke masyarakat dan juga keluarga mengenai keadaan terpidana dengan cara kunjungan secara pribadi.
Mengenai tata cara pengawasan, selanjutnya MA pada tanggal 11 Februari 1985 mengeluarkan SEMA yang memuat ketentuan tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat yang pada intinya berisi, sebagai berikut24. 1. Pengawasan menurut SEMA ditujukan kepada jaksa dan petugas lembaga pemasyarakatan yang mana kedua pihak tersebut memiliki tugas untuk memeriksa dan menandatangani register pengawasan dan pengamatan yang berada di kepaniteraan Pengadilan Negeri.
24
Indonesia, Mahkamah Agung, Surat Edaran Nomor 7 Tahun 1985.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
2. Mengadakan checking on the spot minimum 3 (tiga) bulan sekali ke lembaga pemasyarakatan untuk memeriksa kebenaran BAP putusan pengadilan. 3. Melakukan pengamatan atau observasi terhadap keadaan, suasana dan kegiatan
yang
berlangsung
di
dalam
lingkungan
lembaga
pemasyarakatan dengan cara wawancara yang akan dijadikan bahan penelitian pembinaan. Penilaian berupa pelaksanaan pemidanaan dilakukan dengan manusiawi serta mengenai perilaku narapidana. 4. Menitikberatkan pengawasan pada perihal ketepatan waktu jaksa dalam menyerahkan terpidana kepada lembaga pemasyarakatan dan mengenai masa pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan dilaksanakan secara nyata dalam praktek oleh kepala lembaga pemasyarakatan. 5. Mengadakan evaluasi mengenai hubungan antara perilaku narapidana dengan pidana yang dijatuhkan dan hendaknya dilaporkan secara tertulis oleh Hawasmat kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan tembusan
kepada
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan,
Kepala
Kejaksaan Negeri, Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Ketua Pengadilan Negeri serta diteruskan kepada Majelis Hakim pemutus perkara narapidana. 6. Metode yang digunakan dalam melakukan pengawasan dan pengamatan adalah edukatif persuasif kekeluargaan dengan tata cara pendekatan yang dijiwai oleh itikad untuk mencapai tujuan yang mulia melalui pengarahan, saran atau himbauan. Tidak dibenarkan mencampuri secara formal wewenang instansi lain. 7. Mekanisme kerja Hawasmat dilakukan secara praktis dan pragmatis dalam arti harus mampu mengumpulkan akta nyata dan jauh dari pencampuran opini subyektif. 8. Pelaksanaan ditujukan pada narapidana (tidak termasuk yang berasal dari putusan Pengadilan Militer) yang menjalani pidananya di lembaga pemasyarakatan yang terdapat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri di mana Hawasmat yang bersangkutan bertugas.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
9. Pelaksanaan tugas Hawasmat terhadap narapidana yang telah selesai menjalani pidana atau terpidana yang dijatuhi pidana bersyarat sedapat mungkin dilakukan dengan kerja sama dengan aparat pemerintah desa (kepala desa/lurah), sekolah, pejabat agama, yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang sudah biasa membantu pembinaan bekas narapidana, seperti perhimpunan reklasering yang terdapat di beberapa kota besar, balai BISPA (saat ini bernama BAPAS yaitu Balai Pemasyarakatan), Direktorat Rehabilitas Tuna Sosial Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial. Namun berhubung situasi dan kondisi di berbagai daerah masih belum memungkinkan maka untuk sementara Mahkamah Agung menyerahkan pelaksanaan pengawasan dan pengamatan tersebut kepada kebijaksanaan para hakim pengawas dan pengamat di daerah. 10. Hawasmat dapat berjumlah lebih dari satu orang di satu Pengadilan Negeri, tergantung besar atau kecilnya jumlah terpidana yang berada dalam ruang lingkup tugasnya. Di dalam putusan hakim yang telah menjatuhkan suatu pidana bersyarat bagi seseorang terpidana harus dicantumkan alasan-alasan yang dipakai oleh hakim untuk mempertimbangkan bahwa bagi seorang terpidana itu oleh hakim telah dipandang cukup untuk dijatuhkan suatu pidana bersyarat karena tindak pidana yang telah ia lakukan25. Analisis Kasus Pencurian Tiga Buah Kakao dilakukan tanggal 2 Agustus 2009 dan sekitar pukul 13:00 WIB terjadi di areal perkebunan kakao blok A 9 milik PT. Rumpun Sari Antan IV Darmakradenan yang berdomisili di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dipergoki oleh mandor perkebunan PT. Rumpun Sari Antan IV Darmakradenan bernama Tarno Bin Sumanto dan Rajiwan atau Diwan Bin Asmareja. Hakim Pengadilan Negeri 25
“Pidana Bersyarat”, http://www.scribd.com/doc/91924768/ketikan-pidana-bersyarat, Selasa 19 Desember 2012, 12:33 WIB.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Purwokerto 19 November 2009 memutus dan mengadili bahwa Nenek Minah bersalah dan terbukti secara sah telah melanggar pasal 362 KUHP dan dijatuhi hukuman percobaan 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari dengan ketentuan ia tidak perlu menjalani hukuman di penjara namun apabila di kemudian hari ia terbukti di muka persidangan melakukan tindak pidana maka hukuman penjara akan berlaku untuknya. Ketentuan hukuman percobaan
menurut peraturan perundang-
undangan di Indonesia diatur pertama kali di Indonesia pasca dimasukannya Lembaga Pidana Bersyarat ke dalam Nederlandse Strafrecht atau KUHP Belanda pada tahun 1915 yang kemudian untuk menghindari kekosongan hukum dilakukan kodifikasi hukum bagi Indonesia menjadi Wetboek van Strafrecht voor Nederlandse Indie atau KUHP Indonesia (S. 1926 – 251 jo. S. 1926 – 487) pada tahun 1926. Hukuman percobaan tersirat di dalam pasal 14a – 14f KUHP mengenai pidana bersyarat. Ketentuannya menjelaskan bahwa tidak perlu untuk melaksanakan suatu hukuman penjara yang diputuskan oleh majelis hakim apabila selama dalam masa percobaan, terpidana tidak kembali melakukan tindak pidana serta memenuhi persayatan khusus yang telah ditetapkan oleh hakim. Pejabat berwenang yaitu Hawasmat atau lembaga berbentuk badan hukum apabila hakim memiliki alasan tertentu terhadap penunjukannya merupakan pihak yang bertindak sebagai pengawas atas hukuman percobaan. Peraturan hukuman bersyarat atau yang sangat familiar dikenal dengan Hukuman Percobaan, di Indonesia, bermula ketika Negara Belanda mengadaptasi ketentuan dari Negara Amerika-Inggris dan Perancis-Belgia. Sistem Common Law yang diwakilkan oleh Amerika-Inggris menggunakan penerapan berusaha untuk mengadakan rehabilitasi terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana dengan cara mengembalikannya kepada masyarakat selama suatu periode pengawasan yang dilakukan oleh Probation Officer. Sedangkan penerapan dari Perancis-Belgia ialah Hukuman Percobaan lebih dikenal dengan sebutan Penundaan Pelaksanaan Pidana dengan ketentuan tidak mensyaratkan adanya pengawasan atau bantuan kepada terpidana, sebagaimana sistem Probation. Pada saat diaplikasikan ke Negara Indonesia maka yang digunakan adalah kombinasi sistem dari keempat Negara yang mana penjatuhan pidana ditangguhkan sementara waktu dengan
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
persyaratan bahwa terpidana tidak boleh melakukan tindak pidana selama masa percobaan dan apabila terbukti di depan persidangan telah melakukan tindak pidana maka hukuman penjara akan berlaku baginya. Kemudian selama hukuman percobaan tersebut berlangsung, terpidana akan diawasi oleh pejabat berwenang (Hawasmat atau jaksa) atau lembaga hukum yang sudah disahkan oleh Kemenkumham RI. Sedangkan RKUHP sebagai suatu bentuk rancangan undang-undang tidak memuat ketentuan mengenai Hukuman Percobaan. Namun sebagai perbandingan pidana maka sekiranya ada ketentuan yang mendekati pidana bersyarat atau hukuman percobaan yaitu (1) Pembebasan Bersyarat; dilakukan apabila terpidana telah menjalankan 2/3 (dua per tiga) pidana penjara yang mana pidana tersebut tidak kurang dari 9 (Sembilan) bulan, (2) Pidana Pengawasan; penjatuhan pidana dengan maksimum ancaman 7 (tujuh) tahun penjara. Fakta yang terjadi di dalam kasus Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Terpidana Nenek Minah ialah bahwa majelis hakim dalam amar putusannya tidak menyebutkan dasar hukum atas putusan percobaan di dalam putusannya. Walaupun sebenarnya sudah patut diketahui bahwa dengan putusan pemidanaan yang persis dijatuhkan oleh hakim maka secara otomatis pasal 14a – 14f KUHP berlaku sebagaimana adanya prinsip hukum adagium fiktif yaitu semua orang dianggap mengetahui hukum. Tapi di lain hal majelis hakim menjatuhkan putusan hukuman penjara 1 (satu) bulan 5 (lima) hari dengan masa percobaan 3 (tiga) bulan tidak lah lantas dapat disalahkan karena hakim pidana dalam mengambil putusan memiliki kebebasan dalam mencari hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat. Suatu kebebasan yang tidak berarti kebebasan mutlak secara tidak terbatas. Juga tidak mengandung arti dan maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan kesewenang-wenangan subjektif, sehingga menetapkan berat ringannya hukuman menurut (eigen inzicht of eigen goeddunken26) atau kebijakan/kebijaksanaan secara konkrit27.
26
Susi Moeiman , et. Al., Kamus Indonesia – Belanda, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2005) 27
Oemar Seno Adji, Hukum-Hakim Pidana, Op. Cit., hal. 8.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan di Indonesia diatur pada awalnya di dalam Ordonansi
Pelaksanaan
Hukuman
Bersyarat
atau
Uitvoeringordonnantie
Voorwaardelijke Veroordeling dalam S. 1926 No. 487, s.d.u.t. dg S. 1928-445 dan S. 1939-77. Ketentuan ordonansi menyebutkan bahwa pelaksanaan pengawasan diserahkan kepada pejabat pelaksana hukuman bersayarat; seperti kepala pemerintah daerah atau lembaga berbentuk badan hukum yang dapat dibebani tugas pengawasan. Ketentuan kedua subjek hukum tersebut menjadi pengawas mulai berlaku apabila sudah mendapat persetujuan atau sudah disahkan oleh Directuer van Justitie yang mana saat ini disamakan dengan Kementerian Hukum dan HAM RI. Sebagai pengawas, maka subjek hukum tadi tidak hanya bertugas mengawasi hukuman percobaan tetapi juga pengamatan yang bermaksud untuk menjalin hubungan baik kepada setiap pihak hingga pengawas bersangkutan memberitahukan kepada keluarga dan juga publik mengenai keadaan dan kondisi terpidana. Kemudian pelaksanaan pengawasan juga tertuang di pasal 276 jo 280 ayat (4) jo. 277 KUHAP. Penjelasannya ialah pihak eksekutor dalam penjatuhan Pidana Bersyarat berupa Hukuman Percobaan dilakukan oleh jaksa sebagai penuntut umum setelah panitera mengirim salinan putusan kepadanya. Selanjutnya jaksa mengirim BAP Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri agar diregister atau didaftarkan untuk diketahui oleh hakim. Lalu dalam hal ini, hakim yang berwenang dan telah ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri setempat membantu ketua pengadilan untuk melakukan pengawasan dan pengamatan sebagai Hawasmat atas penjatuhan pidana tersebut untuk masa tugas maksimal 2 (dua) tahun. Kemudian Hawasmat bersangkutan membuat laporan berkala untuk kepala pengadilan negeri bukan mahkamah agung. Peraturan lain mengenai pengawasan hukuman percobaan juga ditentukan oleh SEMA Nomor 7 Tahun 1985 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dimana dalam hal ini pihak yang bertugas sebagai pengawas adalah Hawasmat yang dibantu oleh jaksa (memiliki kesamaan dengan pernyataan Pompe) dan petugas lembaga pemasyarakatan. Ketentuan pengawasan berlaku umum dalam pengertian bahwa SEMA lebih ditujukan bagi terpidana yang berada di lembaga pemasyarakatan bukan terpidana di luar lembaga pemasyarakatan.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Sedangkan ketentuan pengawasan bagi terpidana yang dijatuhi hukuman percobaan hanya tertuang di dalam Bab V mengenai Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat Terhadap Narapidana Yang Telah Selesai Pidananya Atau Terpidana Bersyarat. Pengawasan sedapat mungkin dilakukan dengan kerja sama dari aparat pemerintah desa (kepala desa/lurah), sekolah, pejabat agama, yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang sudah biasa membantu pembinaan bekas narapidana, seperti perhimpunan reklasering yang terdapat di beberapa kota besar, balai BISPA (saat ini bernama BAPAS yaitu Badan Pemasyarakatan), Direktorat Rehabilitas Tuna Sosial Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial. Penulis mengambil kesimpulan dalam hal petunjuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat, SEMA tidak terlalu menentukan peraturan mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap Hukuman Percobaan karena secara detil SEMA tersebut berisi mengenai mekanisme dan metode pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan yang mana ditujukan bagi terpidana tidak bersyarat. Bila dibenturkan pada kasus, sebenarnya hakim tidak menyebutkan pihak mana yang diberikan tanggung jawab dalam hal pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan terhadap terpidana Nenek Minah. Walaupun berdasarkan penjelasan pengawasan dari tiga perundang-undangan sebelumnya telah diketahui bahwa pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan terhadap hukuman percobaan ialah (1) subjek hukum orang dan badan hukum yang telah disahkan oleh Kemenkumham RI, (2) Hawasmat dan (3) aparat pemerintah atau lembaga hukum melalui kerja sama. Penulis berpendapat sebaiknya, hakim di dalam amar putusannya mengemukakan dengan jelas pihak yang bertugas sebagai pengawas dalam Hukuman Percobaan agar tidak terjadi bentrokan antar-pihak yang memiliki kewenangan atau agar tidak terjadi sikap acuh bahkan terkesan lepas tangan dalam hal pengawasan tersbut. Penerapan
hukuman
percobaan
dalam
Putusan
Nomor:
247/Pid.B/2009/PN.PWT Tentang Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Terpidana Nenek Minah setelah melakukan wawancara dengan hakim dan dikaitkan dengan teori yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa terdapat kesimpang-siuran siapakah pihak yang berwenang untuk melaksanakan tanggung jawab berupa pengawas atas terpidana yang dijatuhi hukuman percobaan dalam kasus ini. Hal ini juga disebabkan karena majelis hakim dalam amar putusannya tidak menyebutkan
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
pihak mana yang akan menjalankan tugas sebagai pengawas. Tetapi menurut hasil wawancara dengan ketua majelis hakim ternyata yang bertugas adalah Kepala Pengadilan Negeri Purwokerto karena kasus ini merupakan perkara yang melibatkan media masa. Dalam hal ini karena pidana yang dijatuhkan berupa hukuman percobaan maka yang bertugas menjalankan putusan dalam artian pengawas adalah jaksa. Sebenarnya dalam hal jaksa menjadi pengawas dapat dibenarkan menurut ketentuan SEMA Nomor 7 Tahun 1985. Tapi peraturan itu pun tidak menyebutkan jaksa sebagai pengawas berlaku untuk penjatuhan pidana bersyarat juga atau bukan karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa SEMA lebih condong untuk pengaturan pelaksanaan pengawasan bagi terpidana hukuman tidak bersyarat sebagaimana diketahui yaitu berupa hukuman penjara. Kalau pun dibenarkan jaksa menjadi pengawas di dalam ketentuan SEMA maka hakim sebagai pengawas utama dalam pemidanaan tidak lantas dapat menyerahkan begitu saja kewenangannya kepada pihak kejaksaan. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian berupa wawancara ditemukan beberapa informasi yang dapat dijadikan pengetahuan bahwa fungsi pengawasan oleh Hawasmat belum berjalan sebagaimana harusnya atau kurang efektif. Narasumber pun juga sempat secara jelas mengutarakan hal yang sama bahwa penerpan pengawasan oleh hakim berjalan kurang maksimal28. Khusus untuk kasus Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Terpidana Nenek Minah, pihak yang bertindak sebagai Hawasmat ialah Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto sendiri. Hal ini dikarenakan kasus ini merupakan perkara yang menarik perhatian masyarakat umum hingga diliput oleh berbagai media masa. Peraturan mengenai pemilihan Hawasmat terdapat di Penetapan Surat Keputusan Pengadilan Negeri setempat. Biasanya pemilihan dilakukan secara bergilir dengan penunjukan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Perihal yang menarik adalah ternyata satu Hawasmat bertanggung jawab terhadap satu institusi Lembaga Pemasyarakatan dan juga seluruh narapidana yang ada. Bukan hanya untuk satu orang dalam satu kasus.
28
Wawancara melalui telefon dengan Muchlisch Bambang Luqmono, S.H, M.H., Hakim Pengadilan Negeri Tingkat Pertama Republik Indonesia, Sabtu 5 Januari 2013, sekitar pukul 15:43 WIB.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Menurut Bapak Bambang mengenai kendala yang dialami Hawasmat saat menjalani kewajibannya ialah akibat hakim memiliki tugas prioritas lain yaitu membuat putusan dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang berkaitan dengan nasib seseorang di masa mendatang. Maka untuk segala bentuk pengawasan dikembalikan kepda pihak kejaksaan sebagai eksekutor. Hal tersebut memang seharusnya tidak boleh terjadi karena hakim sebaiknya bersifat aktif dengan memberikan atensi kepada narapidana sehingga diharapkan hakim mengetahui bagaimana keadaan narapidana selama menjalani hukuman. Sebenarnya sisi paling lemah pengadilan terdapat pada ketiadaan fasilitas, ketiadaan waktu dan yang mencolok adalah saat pihak pengadilan yaitu lembaga pemasyarakatan tidak senang bila hakim melakukan kunjungan yang berhubungan dengan kedinasan. Sebenarnya pelaksanaan pengawasan terhadap perkara yang sudah sampai di tingkat pengadilan tertinggi, akan kembali lagi ke pengadilan tingkat pertama. Hal ini berarti di dalam kasus Prita Mulyasari, pengawasan dilakukan oleh hawasmat dari lingkungan Pengadilan Negeri Tangerang29. Bapak Zaharuddin mengemukakan bahwa semakin kemari, pelaksanaan pengawasan terhadap terpidana yang dijatuhi hukuman percobaan tidak lah berjalan efektif dalam artian tidak berjalan sebagaimana mestinya atau dengan kata lain hanya sekedar peraturan perundang-undangan saja. Selanjutnya, beliau beranggapan bahwa dalam menghadapi kendala mengenai merosotnya pengawasan hukuman percobaan sebenarnya harus dikembalikan lagi kepada para hakim agar peraturan perundang-undangan-nya dapat berjalan sempurna. Beliau menambahkan bawa perlu diketahui kendala yang terjadi bukan saja akibat ketidakmauan dari diri personal hakim tapi juga ditimbulkan oleh banyaknya perkara yang masuk ke pengadilan dimana dalam hal ini berkaitan dengan tangguang jawab hakim untuk membuat putusan sebagaimana tugas utama dari seorang hakim dan juga belum adanya peraturan pelaksanaan yang terbaru. Sedangkan disebabkan oleh Bapak Salman merupakan hakim non-karir maka beliau belum pernah berperan sebagai Hawasmat dalam pelaksanaan penjatuhan Hukuman Percobaan. 29
Wawancara tatap muka dengan H.M Zaharuddin Utama, S.H., M.M. dan DR. Salman Lutman, S.H., M.H, Hakim Agung Republik Indonesia, Jakarta, Selasa 8 Januari 2013, sekitar pukul 15:00 WIB.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
Kesimpulan Berdasarkan uraian terdahulu maka sampailah penulis untuk menyampaikan kesimpulan bahwa: 1.
Ketentuan hukuman percobaan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur pertama kali di Indonesia pasca dimasukannya Lembaga Pidana Bersyarat ke dalam Nederlandse Strafrecht atau KUHP Belanda pada tahun 1915. Kemudian untuk menghindari kekosongan hukum dilakukan kodifikasi hukum bagi Indonesia menjadi Wetboek van Strafrecht voor Nederlandse Hindi atau KUHP Indonesia (S. 1926 – 251 jo. S. 1926 – 487) pada tahun 1926. Ketentuannya adalah pidana akan dijatuhkan dan dilaksanakan di luar lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya selama dalam masa percobaan tersebut maka terpidana tidak boleh melakukan tindak pidana lain atau melanggar persyaratan yang telah ditentukan oleh majelis hakim di muka persidangan. Apabila terpidana tersebut melanggar ketentuan dan/atau persyaratan maka hakim berhak mengeluarkan putusan berkekuatan hukum tetap agar terhadap terpidana berlakulah pidana penjara yang sebelumnya ditangguhkan.
2.
Ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
dalam
pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan di Indonesia oleh Ordonansi
Pelaksanaan
Hukuman
Bersyarat
atau
Uitvoeringordonnantie Voorwaardelijke Veroordeling dalam S. 1926 No. 487, kemudian untuk selanjutnya tertera di pasal 276 jo 280 ayat (4) jo. 277 KUHAP dan SEMA Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Berdasarkan ketiga peraturan perundang-undangan tersebut maka yang memiliki tugas sebagai pengawas atas pidana bersyarat berupa hukuman percobaan adalah (1) pejabat pelaksana hukuman bersayarat; seperti kepala pemerintah daerah atau lembaga berbentuk badan hukum yang dapat dibebani tugas pengawasan. Ketentuan kedua subjek hukum tersebut menjadi pengawas mulai berlaku apabila sudah mendapat persetujuan atau sudah disahkan oleh Directuer van Justitie yang mana
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
saat ini disamakan dengan Menteri Hukum dan HAM RI, (2) Hawasmat yaitu hakim yang berwenang dan telah ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri setempat dan memiliki tugas untuk membantu ketua pengadilan negeri melakukan pengawasan dan pengamatan selama masa tugas maksimal 2 (dua) tahun, dan (3) Hawasmat yang dibantu oleh jaksa dan petugas lembaga pemasyarakatan. Ketentuan pengawasan tersebut berlaku umum dalam pengertian bahwa SEMA lebih ditujukan bagi terpidana yang berada di lembaga pemasyarakatan bukan terpidana di luar lembaga pemasyarakatan. 3.
Penerapan
hukuman
percobaan
dalam
Putusan
Nomor:
247/Pid.B/2009/PN.PWT Tentang Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Terpidana Nenek Minah tepat diberikan kepadanya dikarenakan hakim telah memutuskan Nenek Minah pidana penjara 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari dengan hukuman percobaan selama 3 (tiga) bulan yang mana berdasarkan pemidanaan tersebut sudah sesuai dengan pasal 14a ayat (1) KUHP. Dikatakan bahwa pidana penjara kurang dari 1 (satu) tahun atau kurungan dan bukan kurungan pengganti denda dijatuhkan hukuman percobaan. Tetapi pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui bahwa Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto langsung bertanggung jawab terhadap pengawasan maka dapat disimpulkan bahwa ketua pengadilan tersebut yang bertugas menjadi Hawasmat. Didapatkan informasi bahwa pengawasan terhadap Nenek Minah diserahkan kepada kejaksaan karena putusan hakim berupa hukuman percobaan.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang didapat maka penulis memberikan saran: 1.
Bila berdasarkan ketentuan hukum Indonesia, penjatuhan pidana bersyarat berupa hukuman percobaan diberikan kepada terpidana yang telah terbukti melakukan tindak pidana ringan, maka ada baiknya apabila hukuman percobaan diterapkan bagi seluruh orang yang telah melakukan kejahatan ringan sebelum pada akhirnya orang tersebut
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
dipidana penjara. Tetapi dengan ketentuan saat terdahulu orang tersebut belum pernah melakukan tindak kejahatan atau juga bukan merupakan seorang resedivis, Peraturan seperti ini sudah sangat laris digunakan di Amerika Serikat berdasarkan potongan tulisan dari situs US Legal, “Many people who are convicted of crimes are placed on probation, instead of being sent to prison.”
2.
Telah diketahui berdasarkan ketiga peraturan perundang-undangan bahwa sebenarnya peraturan mengenai pengawasan terhadap hukuman percobaan masih belum berjalan maksimal dalam pengertian masih harus disempurnakan dan disesuaikan dengan keadaan saat ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya peraturan mengenai hukuman percobaan itu sendiri. Selanjutnya menurut penulis, walaupun peraturan perundangundangan di Indonesia belum secara keseluruhan telah diperbaharui tetapi apabila seluruh pihak berwenang (perangkat hukum) dalam hal menjaga ketertiban umum suatu Negara termasuk masyarakat di dalamnya
memiliki
keinginan
untuk
melaksankan
ketentuan
sebagaimana mestinya maka sebenarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia secara global tidak hanya hukum akan menjadi jauh lebih baik. Hal ini persis dengan pernyataan seorang ahli pidana dari Belanda bernama Taverne. “Geef me geode rechter, geode rechter commissarissen, geode officeren van justitie en geode politie ambtenaren, en ik zal met en slecht wetboek van strafprosesrecht het geode beruken.”
3.
Sebaiknya hakim dalam menerapkan hukuman percobaan di lain kesempatan harus lebih berkomitmen untuk menjalankan wewenangnya sebagai Hawasmat agar peradilan Indonesia menjadi lebih baik.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
1. Buku: Adji, Oemar Seno. Hukum-Hakim Pidana. Jakarta: Erlangga, 1979. Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Cet. Ke-3. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997. Makarao, Mohammad Taufik. Et. Al. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Cet. Ke-1. Jakarta: Ghalia Indonesia, Januari 2004. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. ed. Ke-4. cet. Ke-2. Jogjakarta: Liberty, 1999. Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 2004. Poernomo, Bambang. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Ed. Ke-2. Cet. Ke-1. Yogyakarta: Liberty, 1993. Shidarta. Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir. Jakarta: PT. Refika Aditama, 2006. Muladi mengutip W.P.J Pompe. Handboek van het Nederlandse Strafrecht. NV. Uitgeversmaatschapij. W.E.J. Tjeenk Willink: Zwolle, 1959. 2. Perundang-undangan dan Yurisprudensi: Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Moeljatno. Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penjelasan R. Soesilo. Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Surabaya: Karya Anda. Indonesia. Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Percobaan S. 1926-487, s.d.u.t. dg S. 1928-445 dan S. 1939-77. Indonesia. Mahkamah Agung. Surat Edaran Nomor 7 Tahun 1985. Indonesia. Mahkamah Agung. Putusan Nomor 52K/Kr/1970. 3. Kamus: Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline. Moeiman, Susi. et. Al. Kamus Indonesia – Belanda. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2005.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013
4. Internet: “Pidana Bersyarat”. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4841/pidana-bersyarat. Kamis 5 April 2012, 9:26:00 WIB. “Pidana Bersyarat”. http://www.scribd.com/doc/91924768/ketikan-pidanabersyarat. Selasa 19 Desember 2012. 12:33 WIB. 5. Wawancara: Wawancara melalui telefon dengan Muchlisch Bambang Luqmono, S.H, M.H., Hakim Pengadilan Negeri Tingkat Pertama Republik Indonesia. Sabtu 5 Januari 2013. sekitar pukul 15:43 WIB. Wawancara tatap muka dengan H.M Zaharuddin Utama, S.H., M.M. dan DR. Salman Lutman, S.H., M.H, Hakim Agung Republik Indonesia. Jakarta, Selasa 8 Januari 2013, sekitar pukul 15:00 WIB. 6. Lain-lain: Indonesia, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pelaksanaan pengawasan ..., Adinda Rubie Pratiwi, FH UI, 2013