BUKU PENGAYAAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERMUATAN NILAI BUDAYA UNTUK SISWA PENDIDIKAN DASAR BERDASARKAN KURIKULUM 2013
Subyantoro1
[email protected] Abstrak: Salah satu cara membelajarkan muatan budaya dan ilmu pengetahuan yakni dengan kegiatan apresiasi dongeng. Dongeng sebagai salah satu karya sastra memiliki potensi untuk menghela muatan Content Language Integrated Learning (CLIL) dan ungkapan Jawa. Setelah mempelajari buku-buku apresiasi dongeng yang sudah ada, ditemukan fakta bahwa buku-buku tersebut masih belum sesuai harapan, baik dari aspek isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, maupun grafika. Relevan dengan situasi tersebut, diperlukan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yang sesuai bagi peserta didik SD kelas 3, baik dari aspek isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, maupun grafika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (penelitian dan pengembangan) dari Borg dan Gall (2003:570). Kata Kunci : buku pengayaan, apresiasi dongeng, dan CLIL.
Abstract: One way to learn culture and science that is the fabled appreciation activities. Fairy tale as one of the literary works have the potential to haul cargo Content Language Integrated Learning (CLIL) and Java expression. After studying the books of fairy tales existing appreciation, it was found that these books is not as expected, both from the aspect of content, presentation, language and readability, and graphics. Relevant to the situation, necessary book-laden fairytale appreciation enrichment CLIL suitable for grade 3 students, both from the aspect of content, presentation, language and readability, and graphics. The method used in this study is the research and development (research and development) of the Borg and Gall (2003: 570).
Key words: enrichment book, folktale appreciation, and CLIL. Pendahuluan
1
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes
1
Buku merupakan sarana yang penting dalam pembelajaran. Buku pelajaran dapat memperlancar proses pembelajaran. Tanpa adanya buku maka pembelajaran akan sulit berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Pranoto (2013:170) bahwa pada era globalisasi ini manusia tidak akan terlepas dari buku. Senada dengan fungsi buku pengayaan, sastra pun berpotensi membentuk karakter, terutama bagi peserta didik. Menurut Hervanda (dalam Suryaman 2010:2), sastra berpeluang membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Hal itu juga diperkuat oleh Nurhayati (dalam Wibowo 2013: 19) bahwa pengajaran sastra memiliki pertautan erat dengan pendidikan karakter karena pengajaran sastra pada umumnya berisi nilai hidup dan kehidupan yang berkaitan langsung dengan karakter manusia. Selaras dengan hal tersebut, menurut Phelan (2010:218), dongeng dapat memotivasi peserta didik melalui kegiatan apresiasi. Peserta didik dapat menghubungkan dongeng yang dibaca dengan pengalaman kognitif, nilai etika, dan emosinya. McClelland (dalam Hana 2011:12) juga menyatakan bahwa kegiatan mengapresiasi dongeng sangat bermanfaat bagi pengembangan daya pikir dan pembentukan karakter anak. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan dengan pelestarian kearifan lokal. Menurut Endraswara (2013:148) kearifan lokal terbukti menjadi penjaga dan penguat identitas kebudayaan bangsa. Terkait dengan pendidikan kearifan lokal, budaya Jawa memiliki nilai-nilai yang luhur yang sepantasnya dipahami oleh anak-anak terutama usia SD. Ungkapan Jawa merupakan unsur sistem budaya masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai, pandangan hidup, norma, petunjuk dan aturan yang menjadi acuan bagi anggota masyarakat. Selaras dengan hal itu, Widyastuti (2010) mengungkapkan bahwa ungkapan Jawa yang merupakan bentuk ekspresi gaya bahasa yang sudah menjadi budaya tutur. Ungkapan Jawa berfungsi untuk memberi nasihat, teguran dan sindiran. Ungkapan Jawa sebagai budaya lokal ini
2
berpotensi dalam upaya pendidikan karakter sebagai filterisasi globalisasi untuk membendung nilai-nilai baru yang muncul karena arus modernisasi dan globalisasi. Istilah tematik-integratif dalam pembelajaran bahasa Indonesia merupakan perwujudan penerapan Content Language Integrated Leraning (CLIL). Coyle (2006) mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition, culture (community/citizenship). Relevan dengan situasi tersebut, diperlukan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan pengetahuan dan nilai karakter untuk peserta didik SD kelas III. Nilai-nilai karakter dan pengetahuan tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Buku pengayaan apresiasi dongeng yang akan dibuat ditujukan bagi peserta didik kelas SD kelas III. Oleh karena buku pengayaan tersebut perlu mengalami proses penyesuaian, bahasa yang digunakan pun disesuaikan dengan tingkat perkembangan bahasa peserta didik. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai buku pengayaan dongeng bagi peserta didik SD kelas 3
Apresiasi Dongeng Apresiasi menurut Gove (dalam Haryati 2013:1) mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman
dan
pengakuan
terhadap
nilai-nilai
keindahan
yang
diungkapkan pengarang. Pada sisi lain, Squire dan Taba (dalam Aminudin 2002:35)
berkesimpulan
bahwa
sebagai
suatu
proses
apresiasi
melibatkan tiga unsur inti yakni aspek kognitif, aspek emotif dan evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam usaha memahami unsur-unsur sastra yang bersifat objektif. Unsur dalam karya sastra yang bersifat objektif disebut dengan unsur intrinsik. Unsur karya sastra yang berada di luar teks disebut ekstrinsik. Kegiatan yang dilakukan untuk memahami atau mengintreprestasikan unsur-unsur yang terkandung dalam teks. Aspek emotif adalah aspek yang berkaitan
3
dengan emosi pembaca dalam upayanya menghayati unsur-unsur keindahan teks sastra. Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik, buruk, indah, tidak indah, sesuai atau tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal dimiliki oleh pembaca. Kegiatan mengapresiasi karya sastra, salah satunya adalah mengapresiasi dongeng. Menurut Rosidi (1983) dongeng-dongeng yang sudah klasik dan yang baru harus mengisi kekosongan yang ada. Indonesia mempunyai khazanah dongeng yang tak tertandingi, tapi belum banyak digarap oleh para putranya. Bahan-bahan yang ada, masih harus menunggu tangan cekatan yang akan mempergunakannya untuk bacaan anak-anak. Dunia bacaan anak-anak bukanlah dunianya sehari-hari saja, melainkan juga meliputi segala yang sudah lampau sampai yang belum datang. Menurut
Zulfadhli
(2005),
pembelajaran
apresiasi
dongeng
diarahkan pada proses pemerolehan pengalaman apresiasi dongeng agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Agar dongeng dapat memenuhi tuntutan kurikulum tersebut, diharapkan peserta didik mampu mengapresiasi dongeng tersebut melalui unsur-unsur intrinsiknya. Jadi, Apresiasi dongeng merupakan salah satu media yang efektif untuk meningkatkan apresiasi sastra peserta didik. Pembelajaran dongeng sebagai salah satu bentuk pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di tingkat Sekolah Dasar merupakan formula pembelajaran yang
cocok diaplikasikan untuk meningkatkan kemampuan kognitif,
psikomotor, dan afektif peserta didik.
Ungkapan Jawa
4
Menurut Widyastuti (2010), manusia memerlukan bahasa untuk bisa saling mengungkapkan gagasan, perasaan, maupun keinginannya. Manusia banyak menggunakan bentuk-bentuk gaya bahasa untuk mengekspresikan berbagai keperluan. Ekspresi yang berupa ungkapanungkapan sering lebih tepat disampaikan dengan bentuk gaya bahasa daripada
secara
mengungkapkan
literal. pikiran
Gaya
bahasa
melalui
bahasa
dibatasi secara
sebagai
cara
khas
yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang atau pemakai bahasa (Keraf, 2006: 113). Ungkapan merupakan salah satu bentuk gaya bahasa yang berupa kalimat atau kelompok kata yang bersifat padat, ringkas, sederhana dan berisi tentang norma, nilai, nasihat, perbandingan, perumpamaan, prinsip dan aturan tingkah laku. Menurut Danandjaja (2002), ungkapan termasuk dalam jenis sastra lisan. Sastra lisan merupakan bentuk kesusastraaan yang diekspresikan secara lisan. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Huda (2013), masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, lebih suka menyampaikan maksud atau isi hati secara tidak langsung dan menggunakan cara-cara terselubung. Cara seperti itu diyakini dapat menciptakan suasana yang lebih akrab dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Menurut Magnis dan Suseno (2001), ungkapan Jawa juga digunakan untuk menunjukkan sikap hormat yang tercermin pada karakter wedi, isin, dan sungkan yang dimiliki orang Jawa. Menurut Pigeaud (Koentjoroningrat 1994: 17-18) bahasa orang Jawa akan melahirkan sastra. Sastra merupakan produk budaya. Berarti tingkat kesastraan
dan
kebahasaan
orang
Jawa
mencerminkan
wajah
budayanya. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Endraswara (2005), bahwa orang Jawa gigih mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa, termasuk bahasa adalah budi manusia Jawa. Ungkapan Jawa sebagai salah satu wujud gaya bahasa memiliki nilai luhur dan kearifan. Menurut Suratno (2009), ungkapan Jawa memiliki kekuatan
5
untuk
menyampaikan
nilai-nilai
budaya
bangsa
sebagai
upaya
pembangunan bangsa Jadi, ungkapan Jawa sebagai alat pewaris nilai-nilai budaya lokal jawa yang luhur dan turun temurun berfungsi untuk memberi nasihat, teguran dan sindiran. Nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasaperibahasa tersebut antara lain adalah kekeluargaan, kesabaran, kerja keras, keteladanan, ketulusan, kesantunan, dan perdamaian.
CLIL CLIL (Content Language Integrated Learning) merupakan cara belajar bahasa bagi peserta didik agar dapat berbahasa dengan alami. Permasalahan pembelajaran bahasa bagi peserta didik yakni terlalu fokus pada tata bahasa sehingga melupakan konten yang ada dalam bahasa atau teks. Pada pembelajaran CLIL, terdapat dua tujuan pembelajaran yakni: (1) pembelajaran yang mengarahkan pada subjek, topik, dan tema, serta (2) pembelajaran yang memperhatikan ketepatan tata bahasa. Oleh sebab itu, CLIL disebut sebagai dual-focussed education (pendidikan fokus ganda). Analogi belajar bahasa seperti halnya belajar bermain piano dan sepak bola. Para musisi tak akan lihai bermain piano manakala yang dipelajarinya hanya sekadar teori bagaimana menyentuh tuts tanpa pernah menyentuh tuts secara langsung. Begitu juga bagi atlet, dia tak akan mahir bermain sepak bola ketika ia tak pernah menendang secara langsung. Dengan kata lain, pembelajaran akan lebih efektif dengan pengalaman langsung. Trianto (2013) mengungkapkan bahwa bahasa merupakan cermin pikiran, apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide. Akan tetapi jika kita mau lebih jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu hanyalah “wujud” dari ide atau pikiran saja. Sehingga analisis bahasa dengan melepaskannya dari
6
analisis ide adalah kesesatan. Artinya, tidak mungkin ada bahasa tanpa ada ide, begitu pula sebaliknya. Ide atau isi dari wujud bahasa yang akansedang-telah dikomunikasikan dalam berbagai tujuan dan fungsi menjadi tidak terpisahkan. Berkaitan dengan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia, istilah tematik-integratif dalam merupakan perwujudan penerapan CLIL. Coyle (2006, 2007) mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition, culture (community/citizenship). Konsep 4C itulah yang dugunakan sebagai rumusan pembelajaran bahasa dengan muatan CLIL. Adapun penjelasan konsep 4C sebagai berikut. (1) Content atau
isi
merupakan
penguasaan
pembelajaran
pengetahuan,
Communication
atau
yang
keterampilan,
komunikasi
sukses dan
merupakan
mengintegrasikan pemahaman.
pembelajaran
(2) yang
menggunakan bahasa dan menggunakan bahasa untuk belajar. (3) Cognition atau kognisi merupakan pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi atau berpikir kritis. Cognition ini membangun pengetahuan dan pemahaman siswa sendiri agar lebih mandiri. (4) Culture atau budaya merupakan muatan nilai-nilai yang terkandung dalam teks. Dengan demikian, belajar bahasa berlandarkan latar belakang budaya pengguna bahasa.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian Research and Development (penelitian dan pengembangan) dari Borg dan Gall (2003:570). Untuk kebutuhan penelitian ini disesuaikan dengan tujuan dan kondisi penelitian yang sebenarnya. Penelitian ini dihentikan pada langkah ketujuh berdasarkan pertimbangan bahwa langkah ke-8 sampai 10 dari R & D Cycle Borg dan Gall, merupakan penelitian lanjutan yang berujung pada penerapan dan diseminasi nasional. Adapun ketujuh tahapan penelitian ini adalah pertama mencari sumber pustaka dan hasil penelitian yang relevan; menganalisis kebutuhan buku pengayaan apresiasi
7
dongeng yang bermuatan CLIL. Tahap kedua, penyusunan prinsip-prinsip pengembangan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL. Tahap ketiga, yaitu penyusunan rancangan rancangan tema-tema dan isi buku pengayaan sesuai kebutuhan; persiapan penyusunan buku. Tahap keempat merancang dan menyusun buku pengayaan. Tahap kelima adalah pengujicobaan oleh guru; penilaian draf buku oleh ahli bidang buku ajar, materi pembelajaran, dan penerbit. Tahap keenam adalah
proses
perbaikan
kesalahan-kesalahan
dan
kekurangan-
kekurangan uji validari draf buku. Tahap ketujuh yaitu menguji coba buku pengayaan. Data dalam penelitian ini meliputi tiga jenis data, yaitu (1) skor kecenderungan kebutuhan pengembangan buku pengayaan, sumber datanya yakni berasal dari peserta didik kelas 3 dan guru pengampu di SD dari tiga daerah yang memiliki karakteristik berbeda di Jawa Tengah, yakni Solo yang mewakili daerah Keratonan, Demak yang mewakili daerah Pesisiran, dan Banyumas yang mewakili daerah Banyumasan; (2) skor penilaian draf buku pengayaan mengapresiasi dongeng bermuatan ungkapan Jawa, sumber datanya yakni ahli dalam bidang buku ajar, materi pembelajaran, dan media massa bagi anak-anak; dan (3) skor penilaian siswa dalam mengapresiasi dongeng bermuatan ungkapan Jawa. Sumber datanya yaitu siswa kelas 3 SD di SD Kadilangu I Demak yang mana memiliki pemahaman kebudayaan Pesisiran yang masih tinggi.
Hasil Penelitian dan Pembahasannya Prototipe dan Hasil Penilaian Ahli terhadap Buku Pengayaan Apresiasi Dongeng yang Bermuatan CLIL Prototipe buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang diperoleh. Pada subbab ini akan diuraikan prototipe buku pengayaan yang meliputi bagian: (1) sampul buku, (2) fisik buku, dan (3) isi buku. Bagian sampul terdiri atas
8
sampul depan dan belakang. Bagian fisik, buku dicetak dengan ukuran A4 pada kertas 80 gram. Adapun pada bagian isi buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL terdiri atas 3 bagian, yakni: (a) bagian awal, (b) bagian isi, dan (c) bagian akhir. Bagian awalan buku yang berisi halaman prancis, hak cipta, serta bagian-bagian pengantar. Bagian isi berisi teori dongeng dan enam bab paket dongeng
yang terdiri atas
dongeng, panduan mengapresiasi dongeng, panduan memahami muatan ungkapan Jawa, panduan memahami muatan IPA/IPS, evaluasi, dan refleksi. Bagian akhir terdiri atas refleksi akhir dan identitas penulis. Setelah prototipe buku pengayaan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL disusun, prototipe tersebut kemudian dinilai oleh ahli. Dari penilaian dan koreksi dari tiga ahli, diperoleh hasil sebagai berikut. Pada aspek isi, nilai rata-rata yang diperoleh dari ahli, yaitu 94,9. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian pada aspek materi dan isi buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL tergolong sangat baik. Tidak semua aspek mendapatkan saran perbaikan dari ahli. Aspek yang mendapatkan saran perbaikan adalah aspek yang masih dirasa kurang memadai. Saran perbaikan yang direkomendasikan ahli yaitu: (1) pada aspek komposisi muatan IPA/IPS sebaiknya seimbang, (2) sebaiknya tidak usah ada sisipan kosakata bahasa Jawa. Alsannya, muatan ungkapan Jawa bukan berati harus berbahasa Jawa. Sisipan kosakata
berbahasa
Jawa
malah
dapat
membuat
peserta
didik
kebingungan karena tidak ada patokan yang jelas kosakata mana yang akan menggunakan bahasa Jawa, (3) nasihat dalam dongeng sebaiknya disampaikan dengan cara yang lebih komunikatif, (4) dongeng yang disajikan akan lebih kontekstual bila tokoh-tokohnya dikenali pada zaman sekarang, (5) latar dongeng seharusnya lebih beragam, dan (6) ungkapan Jawa yang dimunculkan seyogyanya yang memiliki makna memberikan motivasi.
9
Pada aspek penyajian, nilai rata-rata yang diperoleh dari ahli, yaitu 91,7. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aspek penyajian buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL tergolong sangat baik. Saran perbaikan yang diberikan guru dan ahli meliputi
satu
subaspek. Pada aspek peningkatan keaktifan siswa, ahli menyarankan bahwa perlu ditambah latihan berupa pemeragaan sederhana (sosiodrama) dari adegan dongeng. Hal tersebut akan membuat peserta didik tidak sekadar menjawab pertanyaan atau berdiskusi tetapi juga terlibat aktif. Pada aspek bahasa dan keterbacaan, nilai rata-rata yang diperoleh dari ahli adalah 93,75. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aspek bahasa dan keterbacaan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL tergolong sangat baik tergolong sangat baik. Saran yang diberikan ahli meliputi dua aspek. Pada aspek bahasa, hendaknya tidak perlu menyisipkan kosakata berbahasa Jawa karena justru akan membingungkan. Sedangkan, pad aspek komunikatif, kata sapaan yang digunakan
sebaiknya
“kamu”
bukan
“kalian”.
Alasannya,
“kalian”
merupakan sapaan untuk lebih dari satu orang. Pada aspek grafika nilai rata-rata yang diperoleh dari ahli adalah 82,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aspek grafika pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL tergolong baik. Ada empat saran perbaikan yang direkomendasikan ahli. Saran-saran tersebut yaitu: (1) pada aspek komposisi, sebaiknya bentuk geometris perlu lebih beragam, tidak hanya bujur sangkar, (2) pada aspek pewarnaan, sebaiknya dibuat lebih cerah seperti warna pastel, dan (3) pada aspek jenis huruf sebaiknya diubah dengan jenis huruf yang tidak berkesan kaku. Selain itu, perlu ada variasi jenis huruf sehingga peserta didik tidak bosan.
Keefektifan Buku Pengayaan Apresiasi Dongeng yang Bermuatan CLIL bagi Peserta Didik SD Kelas 3
10
Keefektifan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL diketahui dengan cara uji coba secara terbatas. Adapun sekolah yang dipilih yakni SD Negeri Kadilangu I di Demak. Sekolah tersebut dipilih atas pertimbangan nilai-nilai budaya Jawa yang masih dipegang teguh oleh peserta didik. SD N Kadilangu I Demak berada di wilayah pedesaan yang masih sangat kental dengan budaya pesisiran. Berkaitan dengan muatan ungkapan Jawa yang diintegrasikan dalam materi ajar keterampilan mengapresiasi dongeng maka tidak cukup jika hanya menggunakan penilaian berdasarkan hasil skor pemerolehan apresiasi dongeng peserta didik saja. Oleh
karena
itu, peneliti
menggunakan instrumen pedoman observasi peserta didik dalam pembelajaran keterampilan mengapresiasi dongeng. Pedoman observasi tersebut meliputi 1) antusias peserta didik pada saat pelaksanaan pembelajaran mengapresiasi dongeng, 2) ketertarikan peserta didik terhadap materi pelajaran yang digunakan dalam pembelajaran, dan 3) hasil belajar keterampilan mengapresiasi dongeng peserta didik Setelah pembelajaran apresiasi dongeng menggunakan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL dilakukan posttes, diperoleh perbedaan pemerolehan skor bahkan mencapai tingkat ketuntasan 100%. Hal tersebut dibuktikan dengan pemerolehan skor yang dicapai peserta didik di atas kriteria ketuntasan minimal. Adapun pemerolehan skor untuk kemampuan apresiasi dongeng yaitu sebanyak 6 atau 23% peserta didik memperoleh skor 85-100 dan sebanyak 20 atau 77% peserta didik memperoleh skor 75-84. Jadi, terdapat peningkatan pemerolehan skor peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran dengan
menggunakan
buku
pengayaan
apresiasi
dongeng
yang
bermuatan CLIL. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
skor
setelah
pembelajaran
dilakukan
dengan
buku
pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL. Selain dilakukan pretest dan postes, peneliti juga mendata tanggapan peserta didik. Tanggapan peserta didik terhadap buku
11
pengayaan diperoleh menggunakan angket tanggapan peserta didik. Angket tanggapan digunakan untuk mengetahui kesan dan pesan peserta didik terhadap penggunaan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL. Angket tanggapan tersebut diisi oleh peserta didik pada akhir pembelajaran. Berdasarkan hasil pengisian angket tanggapan peserta didik terhadap uji coba buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL dapat disimpulkan: (1) peserta didik merasa senang terhadap buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL, (2) peserta tidak merasa bosan karena desain buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yang meliputi gambar ilustrasi, pewarnaan, dan tata letak dibuat menarik dan sesuai selera peserta didik, (3) peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disajikan dalam buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL, dan (4) peserta didik termotivasi untuk berbuat baik dan terus bersemangat sesuai dengan muatan nilai ungkapan Jawa pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL Keempat simpulan tanggapan peserta didik tersebut menunjukkan bahwa buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL mampu menarik dan memotivasi peserta didik. Pemahasan Hasil Penelitian Pembahasan kesesuaian buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL dengan teori yang digunakan bertujuan agar produk yang dibuat tidak sekadar bisa memenuhi kebutuhan di lapangan, tapi juga bisa dipertanggungjawabkan dari segi keilmuan. Konsep yang menjadi landasan utama dalam pengembangan buku tersebut adalah perpaduan konsep pengembangan buku pengayaan dan buku teks, konsep dongeng, konsep tentang CLIL, serta konsep tentang ungkapan Jawa.
12
Buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL disusun dengan memadukan prinsip pengembangan buku pengayaan dan buku teks. Kedua prinsip tersebut dipadukan atas dasar pertimbangan kebermanfaatan. Buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL bukanlah termasuk dalam jenis buku teks karena penyusunannya tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran dalam kurun waktu satu semester atau satu tahun ajaran. Buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL termasuk dalam jenis buku pengayaan karena disusun sebagai suplemen yang mendukung pembelajaran apresiasi dongeng. Prinsip pengembangan buku pengayaan digunakan karena buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL termasuk buku pengayaan kepribadian. Prinsip buku pengayaan yang digunakan di dalam buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL adalah (1) buku tersebut bukan merupakan acuan wajib dalam pembelajaran dan (2) buku tersebut dapat mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional (Puskurbuk 2008:2). Adapun prinsip pengembangan buku teks diterapkan dalam pengembangan buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL digunakan atas pertimbangan bahwa buku tersebut memiliki keterkaitan dengan salah satu kompetensi dasar di dalam standar isi dan buku tersebut disusun untuk peserta didik SD kelas 3. Penerapan prinsip tersebut tampak jelas pada konsep pengembangan buku teks yakni aspek
13
isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, serta grafika (Puskurbuk 2008:55) yang terdapat pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL. Berkaitan dengan aspek dongeng yang terdapat pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yakni dongeng modern. Hal tersebut berdasar pada Nurgiyantoro (2005:18) yang mengklasifikasikan dongeng berdasarkan waktu kemunculannya, yakni dongeng klasik dan dongeng modern. Dongeng klasik merupakan dongeng yang sudah ada sejak zaman dahulu dan tersebar secara turuntemurun serta tidak jelas siapa pengarangnya dan kapan dongeng itu dibuat. Berbeda dengan dongeng klasik, dongeng modern merupakan dongeng yang sengaja dikarang oleh seseorang dengan maksud agar dibaca orang lain. Dengan begitu, sudah jelas bahwa dongeng-dongeng yang terdapat pada buku pengayaan merupakan jenis dongeng modern yang sengaja dikarang. Dalam menyusun dongeng perlu diperhatikan beberapa unsur, yakni ide, susunan ide, serta bahasa dan gaya bahasa. Ide berkaitan dengan tema yang diusung, susunan ide berkaitan dengan unsur-unsur cerita terutama rangkaian cerita, sedangkan bahasa terkait dengan keterbacaan pembaca. Unsur-unsur tersebut menjadi hal-hal yang mendasari penulisan dongeng pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL.
14
Dari segi tema dongeng, tema yang diaplikasikan yakni tema bebas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Majid (2008:76) bahwa tema imajinasi bebas yang cocok untuk anak usia 5 sampai 8 atau 9 tahun. Tema imajinasi bebas berisi hal-hal yang terjadi di luar lingkungan seharihari. Terbukti pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yang terdiri atas enam dongeng. keenam dongeng tersebut memiliki tema bebas tapi sesuai dengan perkembangan peserta didik SD kelas 3. Dari segi susunan ide, hal tersebut berkaitan dengan peristiwa atau kejadian yang terangkai dalam cerita. Unsur-unsur ini terdiri atas tokohtokoh, perbincangan yang terjadi di antara tokoh dan tema sentral yang dijiwai para tokoh yang mengikat hubungan di antara mereka.hal-hal tersebut sudah diaplikasikan pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL. Sedangkan bahasa terkait dengan keterbacaan pembaca. Aspek komunikatif, dialogis dan interaktif, lugas, keruntutan alur pikir, koherensi, kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar, serta kesesuaian istilah, simbol, dan lambang dengan perkembangan peserta didik menjadi hal-hal yang harus diperhatikan. Konsep
selanjutnya
yang
mendasari
pengembangan
buku
pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yakni Content Language Integrated Learning (CLIL). Coyle (2006:24) menyatakan bahwa
4C
yang
merupakan
penerapan
CLIL,
yaitu
content,
communication, cognition, culture (community/citizenship). Penerapan
15
konsep 4C pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL yakni : (1) content diintegrasikan dengan memberikan muatan IPA/IPS pada dongeng, (2) communication diintegrasikan dengan menjadikan dongeng yang merupakan genre teks sastra sebagai sarana mengomunikasikan muatan CLIL, (3) cognition diintegrasikan pada panduan mengapresiasi dongeng dan memahami muatan ungkapan Jawa dan CLIL yang terdapat pada dongeng, dan (4) culture diintegrasikan dengan muatan ungkapan Jawa pada dongeng. Konsep terakhir yakni ungkapan Jawa. Ungkapan Jawa terinci dalam banyak jenis, di antaranya berupa wangsalan, parikan, sanepa, tembung entar, peribasan, bebasan, dan saloka. Ungkapan-ungkapan tersebut berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku (Adicondro 2013:5). Pada buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL, ungkapan Jawa yang digunakan yakni ungkapan yang berisi nasihat. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis kebutuhan peserta didik SD kelas 3 dan juga atas dasar pertimbangan perkembangan psikologi peserta didik.
Simpulan dan Saran Setelah melakukan penelitian, diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) peserta didik guru membutuhkan buku pengayaan apresiasi dongeng yang terintegrasi muatan CLIL dan ungkapan Jawa; (2) buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL bagi peserta didik SD kelas 3 dikembangkan dengan prinsip-prinsip pengembangan terkait empat aspek yakni aspek isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, dan grafika; (3) buku
16
pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL bagi peserta didik SD kelas 3 yang dikembangkan terdiri atas tiga bagian yakni, bagian sampul, bagian fisik, dan bagian isi; (4) penilaian ahli pada subdimensi isi diperoleh nilai 94,9 dengan kategori sangat baik, pada subdimensi penyajian diperoleh nilai 91,7 dengan kaegori sangat baik, pada subdimensi bahasa dan keterbacaan diperoleh nilai 93,75 dengan kategori sangat baik, dan pada aspek grafika diperoleh nilai 82,1 dengan kategori baik; dan (5) buku pengayaan apresiasi dongeng yang bermuatan CLIL efektif bagi peserta didik SD kelas 3. Saran yang dapat direkomendasikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) para guru dan orang tua hendaknya memilih bukubuku yang memiliki muatan budaya dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bacaan peserta didik/anak sebagai upaya pembentukan karakter dan ilmu pengetahuan bagi peserta didik/anak; (2) para pemerhati pendidikan hendaknya dapat mengembangkan buku pengayaan yang sesuai dengan pembaca sasaran sehingga pemanfaatan buku menjadi lebih optimal; dan (3) perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang perkembangan dongeng dari masa ke masa.
Daftar Pustaka Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar baru Algesindo Offset. Coyle, D. 2006. “Developing CLIL: Towards a Theory of Practice” dalam Monograph 6 (pp. 5–29) Barcelona: APAC. Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Endraswara, Suwardi. 2005. Buku Pinter Budaya Jawa Mutiara Adiluhung Orang Jawa. Yogyakarta: Gelombang Pasang. Endraswara, Suwardi. 2013. Pendidikan Yogyakarta: Pustaka Rumah Suluh.
17
Karakter
dalam
Folklor.
Gall, Meredith D, Joyce P. Gall, and Walter R. Borg. 2003. Educational Research: An Introduction. New York: Pearson Education. Hana, Jasmin. 2011. Terapi Kecerdasan Anak dengan Dongeng. Yogyakarta: Berlian Media. Haryati, Nas. 2013. Paparan Kuliah Apresiasi Prosa. Semarang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes. Huda, Miftakhul. 2013. “Produksi Cerita Pendek Melalui Pengembangan Nilai-Nilai Peribahasa Indonesia: Sebuah Kajian Awal”, dalam Seminar Nasional: Teks sebagai Media Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Menyongsong Kurikulum 2013. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koentjoroningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Magnis, Franz dan Suseno. 2001. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Phelan, James. 2010. “Teaching Narrative as Rhetoric: The Example of Time’s Arrow.” In Pedagogy, Volume 10, Issue 1, Winter 2010, pp. 217228 (Article). Published by Duke University Press. Pranoto, Iwan. 2013. “Kasmaran Berilmu Pengetahuan”. Dalam A. Ferry T. Indratno (eds.). Menyambut Kurikulum 2013. Jakarta: Gramedia. Rosidi, Ajip. 1983. Pembinaan Minat Baca, Bahasa dan Sastra. Surabaya: Bina Ilmu. Subyantoro. 2014. ”Basis Pembelajaran Bahasa yang Komunikatif pada Kurikulum 2013”. Makalah, disampaikan pada Seminar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan tema Apa Kabar Kurikulum 2013. Semarang, 11 Januari. Suratno, Pardi dan Heniy Astiyanto. 2009. Gusti Ora Sare. Yogyakarta: Adiwacana. Suryaman, Maman. 2010. “Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra”, dalam Cakrawala Pendidikan, Mei, Th.XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY. Yogyakarta: UNY
18
Trianto, Agus. 2013. “Kurikulum 2013: Konsep dan Implementasi Bahasa Indonesia sebagai Wahana Pengetahuan Berbasis Content Language Integrated Learning (CLIL)”. Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia sebagai Penghela Peradaban Bangsa dalam Percaturan Global. Semarang, 2 November. Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Widyastuti, Susana. 2010. “Peribahasa: Cerminan Kepribadian Budaya Lokal dan Penerapannya di Masa Kini”. Proceeding of National Seminar of Yogyakarta University of Technology. Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/531. (diunduh 10 Januari 2014). Zulfadhli. 2005. Pengajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar: Sebuah Pengantar. Jurnal Bahasa Sastra dan Seni Vol 6 Nomor 2. Padang: Depdikbud.
19