Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
KEANEKARAGAMAN JENIS DAN DOMINANSI GASTROPODA PADA DAERAH PASANG SURUT (ZONA INTERTIDAL) DI KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT BERDASARKAN HABITAT Subagio1 & Agus Muliadi2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram E-mail:-
1&2
ABSTRAK: Salah satu habitat utama dari kelas Gastropoda adalah daerah pasang surut (zona intertidal). Selanjutnya dijelaskan bahwa daerah pasang surut atau sering disebut pantai dapat dibedakan berdasarkan substrat penyusun dasar perairannya, antara lain tipe pantai berkarang, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Di kecamatan Sekotong ke tiga tipe pantai tersebut dapat dijumpai dan menempati areal yang cukup luas dan kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mencari hewan laut (khususnya mollusca) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. rumusan masalah yang dapat dikaji adalah “Bagaimana Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Gastropoda di daerah pasang surut (zona intertidal) Sekotong, Kabupaten Lombok Barat berdasarkan habitat?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Gastropoda Pada Zona Intertidal di daerah pasang surut (zona intertidal) Sekotong, Kabupaten Lombok Barat Berdasarkan Habitat, Serta sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam usaha pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati gastropoda. Metode transek kuadran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mencari keanekaragaman jenis suatu spesies dengan menarik sebuah garis secara tegak lurus dan memberikan plot-plot pengamatan. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif, yaitu pencarian fakta status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat, untuk mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Metode pengumpulan data menggunakan metode jelajah dan metode transek kuadrat, sedankgan metode analisis data yang digunakan, yaitu indeks keanekaragaman Shannon (H’), indeks distribusi, dan kemelimpahan (Di). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan nilai indeks keanekaragaman, indeks distribusi dan indeks kemelimpihan. Keanekaragaman tertingi terdapat pada lokasi penelitian dengan substrat berkarang sebesar 2,3411, dengan indeks distribusi sebesar 0,34 dan kemelimpahannya sebesar 0,98 (individu/m2) yang didominansi dari jenis Latirolagena smaragdula. Pada lokasi berpasir indeks keanekaragamannya sebesar 1,6339, dengan indeks distribusi 0,18, dan kemelimpahanya sebesar 2,30 (individu/m2) yang didominansi oleh Nassarius horridus. Sedangkan pada substrat lumpur nilai indeks keanekaragamannya sebesar 1,0905, indeks distribusi sebesar 0,16, dengan kemelimpahannya sebesar 1,34 (individu/m2) yang didominansi dari jenis Nassarius gaudiosus. Dari hasil penelitian ini akan dikembangkan melalui brosur dan akan diberikan kepada kantor dinas terkait untuk disampaikan kepada masyarakat. Kata Kunci: Keanekaragaman Jenis, Dominansi Gastropoda, Daerah Pasang Surut (Zona Intertidal), Habitat. PENDAHULUAN Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang secara geografisnya posisinya berada di 115,46° - 116,20° Bujur Timur, dan 8,25° - 8,55° Lintang Selatan. Dengan luas wilayah sebesar 1.053,92 Km². Sebelah Utaranya berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah Timur berbatsan dengan Lombok Tengah, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok dan Kota Mataram. Kabupaten
Lombok Barat mempunyai pulau-pulau kecil (gili) sebanyak 56 buah dengan luas perairan sekitar 1.352,39 km2, dengan panjang garis pantai mencapai 182,17 km yang tersebar mulai dari Lombok Barat bagian utara hingga bagian selatan. Kondisi inilah yang menyebabkan daerah ini memiliki daerah pasang surut (zona intertidal) yang luas, termasuk daerah Sekotong yang merupakan salah satu kecamatan yang memiliki perairan yang luas di Kabupaten Lombok Barat (Anonim a, 2012).
155
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Kecamatan Sekotong adalah salah satu kecamatan yang memiliki daerah pesisir dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di wilayah Kabupaten Lombok Barat, baik flora dan fauna yang dapat dikembangkan menjadi suatu yang bermanfaaat secara edukatif maupun ekonomi. Salah satu keanekaragaman tersebut adalah moluska. Fauna dari filum ini sangat mendominasi di ekosistem tersebut, mulai dari pesisir hingga lautan adalah dari kelas Gastropoda. Salah satu habitat utama dari kelas Gastropoda adalah daerah pasang surut (zona intertidal). Daerah pasang surut merupakan daerah pantai yang terletak antara pasang tertinggi dan surut terendah (Nybakken dalam Reyanaldi, 2012). Selanjutnya dijelaskan bahwa daerah pasang surut atau sering disebut pantai dapat dibedakan berdasarkan substrat penyusun dasar perairannya, antara lain tipe pantai berkarang, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Di kecamatan Sekotong ke tiga tipe pantai tersebut dapat dijumpai dan menempati areal yang cukup luas dan kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mencari hewan laut (khususnya mollusca) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari. Menurut Campbell dan Reece (2008), Gastropoda secara ekologis Gastropoda merupakan penyusun ekosistem perairan yang berperan penting dalam siklus rantai makanan dan merupakan sumber mineral yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis oleh berbagai jenis tumbuhan laut seperti alga, selain itu, beberapa Gastropoda juga memiliki nilai ekonomi penting karena selain dagingnya memiliki nilai gizi tinggi, cangkangnya pun dapat digunakan untuk berbagai hiasan yang mahal, seperti Cypraea sp, Murex sp, dan Trochus sp. Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal, 04 Nopember 2012 menunjukkan bahwa diantara beberapa jenis Gastopoda yang terdapat di daerah pasang surut (zona Intertidal) Sekotong beberapa species gastropoda sudah menjadi konsumsi sehari-hari oleh masyarakat, contohnya gastropoda dari species Strombus labiatus sudah menjadi makanan sehari-hari. Dengan memperhatikan tingginya keanekaragaman dan potensi nilai ekonomi gastropoda yang terdapat di daerah pesisir pantai Sekotong serta masih terasa kurangnya data maupun informasi keberadaan gastropoda inilah mendorong peneliti melakukan penelitian dengan judul “Keanekaragaman
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Jenis dan Dominansi Gastropoda Pada Zona Intertidal Berdasarkan Habitat dengan substrat dasar perairan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Gastropoda Pada Zona Intertidal di daerah pasang surut (zona intertidal) Sekotong, Kabupaten Lombok Barat Berdasarkan Habitat, Serta sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam usaha pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati gastropoda. KAJIAN PUSTAKA Zona intertidal adalah zona dangkal dari samudera yang bersisian dengan daratan yang terletak diantara garis pasang naik dan pasang surut (Campbell dan Reece, 2008). Sedangkan menurut Katili (2011) zona Intertidal merupakan daerah laut yang dipengaruhi oleh daratan. Zona ini memiliki faktor fisik atau factor kimia yang mendukung semua organisme didalamnya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Gastropoda merupakan kelas dari Philum Mollusca yang terbesar. Ada sekitar 50.000 spesies Gastopoda yang masih hidup dan 15.000 jenis yang telah menjadi fosil. Sebagian besar Gastropoda mempunyai cangkok (spiral). Namun ada pula Gastropoda yang tidak memilki cangkok, sehingga sering disebut siput telanjang atau Vaginula (Rusyana, 2011). Menurut Jasin (1992) Gatropoda adalah Philum Mollusca yang mengalami modifikasi dari bentuk bilateral simetris menjadi bentuk yang mengadakan rotasi. Di dalam pembelitan terjadi perubahan sudut 1800. Suhardi (2007) mengemukakan gastropoda memiliki ciri tubuh mikroskopis, panjang sampi 0,54 mm, tubuh langsing dan ealstis, dibagian perut datar dengan adanya 2 deretan silia untuk bergerak, mulut terletak dibagian depan dikelilingi rambut, hidupnya di dalam air laut dan air tawar. Gastropoda umumnya hidup di laut, seperti pada perairan yang dangkal, dan perairan yang dalam. Menurut Dharma dalam Reyanaldi (2012), kelas gastropoda dibagi dalam tiga sub kelas berdasarkan alat pernapasannya yaitu : Prosabranchia, Ophistobranchia dan Pulmonata METODE Metode transek kuadran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mencari keanekaragaman jenis suatu spesies dengan menarik sebuah garis secara tegak lurus dan memberikan plot-plot pengamatan (Yusron, 2009). Jenis penelitian bersifat
156
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram deskriptif eksploratif, yaitu pencarian fakta status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat, untuk mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Sedarmayanti dan Hidayat, 2002). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian pendahuluan merupakan tahap studi literature dan pengumpulan data yang berhubungan dengan pelitian, survey awal lapangan dan persiapan alat penelitian, penelitian utama terdiri dari tiga tapap, pengambilan data Gastropoda, pengukuran parameter lingkungan, dan identifikasi sampel. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yatiu Roll meter, Kuadrat (1x1meter), Thermometer, Refraktometer, pH meter, Kantung sampel, Ember, Bola plastik, Alcohol 70% dan Kamera digital. Teknik pengumpulan data menggunakan metode jelajah dan metode
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 transek. Metode jelajah dimaksudkan untuk mendata keanekaragaman jenis Gastropoda di sekitar stasiun penelitian terutama yang diluar kuadrat plot, sedangkan metode transek kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran jenis dan kelimpahan Gastropoda sebagai indikator Dominansi habitat. Pemasangan kuadrat dilakukan pada garis transek yang telah dibentangkan dari bibir pantai ke tengah zona intertidal sampai jarak 100 m, jarak antar kuadrat dalam satu transek yaitu 10 m, dengan besar kuadrat 1x1 m. Pengambilan fauna Gastropoda dengan mencuplik langsung di lapangan. Parameter lingkungan yang diukur antara lain adalah pH dengan menggunakan pH meter, salinitas dengan refraktometer, suhu dengan termometer batang, dan kuat atau kecepatan arus dengan bola plastik yang di modifikasi. Pengukuran parameter lingkungan langsung dilakukan di lapangan pada saat pengambilan sampel di setiap titik pengambilan sampel yaitu di setiap kuadrat pada garis transek.
U T
B S Gambar 1. Sketsa Pengambilan Sampel Analisis data meliputi beberapa perhitungan antara lain kemelimpahan dan indeks distribusi biota sebagai indikator Dominansi serta indeks ekologis pendukung lainya seperti indeks keanekaragaman. 1. Indeks Keanekaragaman Shannon (H’) (Krebs dalam Reyanaldi, 2012)
n
H’ = -
pi ln pi
i 1
pi
ni N
Indeks Keanekaragaman ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman Gastropoda. Nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas Gastropoda diperairan itu makin beragam dan kecenderungan hidup pada habitat tersebut makin tinggi. Secara matematis dirumuskan dengan :
Keterangan : H’ : Indeks diversitas Shannon-Wienner Pi : Proporsi jenis ke-i ln : Logaritma natur ni : Jumlah individu jenis ke-i N : Jumlah total individu
157
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Tabel 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-wienner (H’)
n ∑ x12 – N Id =
Keterangan : Id : Distribusi relatif
N ∑ (N – 1)
n
: Jumlah jenis individu
N
: Jumlah total individu
x
: Jumlah kuadrat
Tabel 2. Nilai indeks distribusi dalam menentukan persebaran biota laut (Odum dalam Reyanaldi 2012)
∑ni KR =
100% N
K=
ni A
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 2. Indeks Distribusi ( Michale dalam Reyanaldi 2012 ) Indeks Distribusi dalam hal ini digunakan untuk mengetahui pola distribusi Gastropoda pada masing – masing habitat. Secara matematis dapat dirumuskan dengan:
3. Kemelimpahan (Di) ( Heddy dan Kurniati dalam Reyanaldi 2012 ) Rumus kemelimpahan ini digunakan untuk mengetahui jumlah kemelimpahan tiap jenis Gastropoda dalam hubungannya terhadap komunitas pada suatu habitat. Secara matematis dirumuskan dengan :
Keterangan: K : Kemelimpahan jenis ke-i (individu/ m2) KR
: Kemelimpahan relatif
ni
: Jumlah individu tiap jenis
N
: Jumlah total individu
A
: Luas area kajian (m2)
secara keseluruhan adalah 798 individu. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah A. Hasil dilakukan diperoleh jumlah jenis 1. Keanekaragaman Gastropoda Gastropoda yang berbeda pada masingBerdasarkan hasil penelitian masing stasiun penelitian seperti data diperoleh 27 jenis Gastropoda yang yang terdapat pada tabel 3 berikut: tergolong dalam tiga ordo dan 15 famili dengan jumlah individu dalam kuadrat Tabel 3. Jenis Gastropoda didalam Kuadrat Pada Masing-masing Stasiun Stasiun/ Lokasi Penelitian No Berkarang Berpasir Berlumpur 1 Astraea semicostata Cypraea moneta Nassarius horridus 2 Conus emaciatus Nassarius albescens Nassarius gaudiosus 3 Cypraea lynx Nassarius horridus Rhinoclavis kochi 4 Cypraea moneta Natica gualteriana 5 Distorsio decipiens Pyrene persicolor 6 Euprotomus aurisdianae Strombus microreus 7 Latirolagena smaragdula 8 Nerita undata -
158
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 9 Thais tuberosa 10 Trochus maculatus 11 Turbo chrysostomus Dari tabel 3 menunjukkan bahwa yang berpasir sebesar 1,6339, dan nilai pada ke-tiga lokasi penelitian terendah pada lokasi penelitian yang didapatkan beberapa jenis Gastropoda, berlumpur yaitu sebesar 1,0905. pada lokasi substrat berkarang lebih dominan jumlahnya dengan lokasi substrat berpasir dan berlumpur, dengan jenis yang ditemukan berturut-turut sebagai berikut: berkarang 11 jenis, berpasir 6 jenis dan berlumpur 3 jenis. Berdasarkan hasil analisis nilai indeks keanekaragaman (H’) pada masing-masing lokasi penelitian (Gambar 2) terlihat nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada lokasi penelitian yang berkarang dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar Gambar 2. Grafik Indeks Keanekaragaman 2,3411, kemudian pada lokasi penelitian (H’). Tabel 4. Jenis Gastropoda diluar Kuadran Pada masing-masing Stasiun Pengamatan No Berkarang Berpasir Berlumpur 1 Conus ebraeus Columbella rusticoides 2 Cypraea annulus Cypraea ovum 3 Mitra paupercula Nassarius vibex 4 Vexillum cancellarioides Strombus canarium 5 Strombus labiatus Berdasarkan analisis data hasil 2. Indeks Distribusi dan Kemelimpahan penelitian yang dilakukan pada keGastropoda tiga lokasi didapatkan nilai indeks a. Indeks Distribusi Gastropoda distribusi yang seragam pada ketiga Indeks distribusi merupakan lokasi yaitu dibawah satu yang analisa untuk mengetahui pola berarti katagori persebarannya pesebaran biota pada suatu mengacak seperti pada data yang komunitas, dalam hal ini yang terdapat pada tabel tabel 5 berikut : dimaksud adalah fauna gastropda pada berbagai tipe substrat. Tabel 5. Nilai Indeks Distribusi Pada Ke-tiga Lokasi Penelitian. No Lokasi Penelitian Indeks Distribusi Katagori 1 Berkarang 0,34 Acak 2 Berpasir 0,18 Acak 3 Berlumpur 0,16 Acak b. Indeks Kemelimpahan Gastropoda berbagai tipe substrat. Indeks Indeks kemelimpahan kemelimpahan dari tiap jenis bertujuan untuk mengetahui jumlah gastropoda ditunjukkan pada gambar kemelimpahan tiap jenis gastropda 3 sebagai berikut: pada ke-tiga lokasi penelitian dengan
159
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
Gambar 3. Grafik Nilai Kemelimpahan Jenis gastropoda Pada ke-tiga lokasi penelitian. Dari gambar 3 menunjukkan dari jenis Latirolagena smaragdula bahwa nilai kemelimpahan tertinggi dengan jumlah kemelimpahannya pada lokasi penelitian dengan tipe sebesar 0,98 (individu/ m2). substrat berpasir yang di dominansi c. Hasil Pengukuran Parameter oleh gastropoda dari jenis Nassarius Lingkungan horridus sebesar 2,30 (individu/m2), Berdasarkan hasil selanjutnya urutan kedua pada pengukuran faktor fisik kimia substrat berlumpur adalah perairan pada masing-masing lokasi gastropoda dari jenis Nassarius penelitian di kawasan Pantai gaudiosus dengan jumlah Sekotong Kabupaten Lombok Barat kemelimpahannya sebesar 1,34 diperoleh data seperti data yang (individu/m2) dan terakhir pada terdapat pada tabel 6 dibawah ini : substrat berkarang adalah gastropoda Tabel 6. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di tiga lokasi penelitian. Lokasi Penelitian Paramter Berkarang Berpasir Berlumpur Suhu (oC) 26 26 26 pH 8,189 7,876 8,32 Salinitas (‰) 3,964 3,934 3,008 Kecepatan Arus (cm/s) 0,0565 0,0368 0,0844 B. Pembahasan Nilai indeks keanekaragaman yang didapatkan berbeda pada ketiga stasiun (Gambar 2). Pada stasiun berkarang menunjukkan nilai indeks yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Nilai keanekaragaman di stasiun berkarang termasuk dalam katagori tinggi (2,3411). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nybakken dalam Reynaldi (2012), bahwa semua pantai pasang surut, pantai berkarang dan berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat makroorganisme dan mempunyai keragaman terbesar untuk jenis hewan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tingginya keanekaragaman pada stasiun berkarang ini disebabkan oleh karakter habitat seperti ini yang memilki faktor fisik
dan faktor kimia yang mendukung semua organisme didalamnya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satu adaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan oleh gastropoda dapat dilihat dari morfologinya. Umumnya jenis Gastropoda yang ditemukan pada stasiun ini memiliki cangkang yang tidak rata dan kebanyakan berduri, kondisi cangkang seperti ini dapat membantu Gastropoda dalam melekatkan diri lebih kuat pada substrat dengan lingkungan berkarang, dan ini merupakan bentuk adaptasi terhadap habitat dengan arus yang kuat. Walaupun cara hidup kebanyakan Gastropoda adalah menempel pada substrat keras, akan tetapi banyak Gastropoda yang ditemukan pada substrat lunak seperti pasir dan lumpur.
160
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Berdasarkan hasil dan analisis data yang dilakukan keanekaragaman Gastropoda pada stasiun berpasir dalam kategori sedang dengan nilai indeks keanekaragamannya sebesar (1,6339), hal tersebut mengindikasikan bahwa Gastropoda dapat beradaptasi dengan cukup baik terhadap lingkungannya. Pada stasiun berlumpur jumlah jenis yang ditemukan sangatlah sedikit dibandingkan dengan kedua stasiun lain (Tabel 3). Pada stasiun tiga ini hanya ditemukan tiga jenis antara lain Rhinoclavis kochi, Nassarius horridus dan Nassarius gaudiosus dengan keanekaragaman dalam katagori rendah dengan nilai indeks keanekaragamannya sebesar (1,0905). Hal ini menunjukkan bahwa terbatasnya jumlah jenis Gastropoda yang dapat beradaptasi dengan lingkungan perairan bersubstrat lumpur. Adaptasi morfologi yang terlihat jelas pada jenis Gastropoda di stasiun berlumpur ini adalah warna gelap dengan ujung cangkang yang kerucut seperti jenis Nassarius gaudiosus, hal ini memudahkan Gastropoda dalam menggali pada substrat berlumpur. Kemelimpahan populasi Gastropoda di ketiga stasiun cukup bervariasi, pada stasiun pertama pantai dengan substrat berkarang nilai indeks kemelimpahan pada setiap jenis berkisar antara 0,40-0,98 (individu/m2), substrat berpasir berkisar antara 0,44-2,30 (individu/m2), sedangkan pada pantai substrat berlumpur berkisar antara 0,98-1,34 (individu/m2). Berdasarkan data yang didapatkan (Gambar 3) terdapat jenis Cypraea moneta yang selain ditemukan di stasiun berkarang juga ditemukan di stasiun berpasir, akan tetapi dapat terlihat nilai kemelimpahan jenis pada stasiun berkarang lebih tinggi yaitu (0,60 individu/m2) dibandingkan pada stasiun berpasir yaitu (0.44 individu/m2). Pada pengukuran dilapangan nilai suhu yang didapatkan adalah 26oC, kondisi suhu seperti ini sesuai dengan pernyataan Clark dalam Karwati (2002), bahwa suhu optimal yang diperlukan oleh beberapa jenis Gastropoda berkisar antara 25 – 30 °C dan apabila melampaui batas tersebut akan mengakibatkan berkurangnya aktivitas kehidupannya Tingginya nilai kemelimpahan jenis Cypraea moneta pada stasiun berkarang dibandingkan pada stasiun berpasir menandakan kecenderungan habitatnya adalah pada pantai berkarang. Dapat dikatakan peluang untuk menemukan
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Cypraea moneta akan lebih besar pada pantai berkarang dibandingkan dengan pantai dengan substrat dasar perairan yang lain. Selain itu, jenis lain pada stasiun berkarang seperti Conus emaciatus, Distorsio decipiens, Thais tuberosa, Euprotomus aurisdianae, Cypraea lynx, Turbo chysostomus, Latirolagena smaragdula, Astraea semicostata dan Nerita undata tidak ditemukan dikedua stasiun lain, yang artinya kecendrungan habitat jenis-jenis tersebut adalah pada pantai berkarang. Menurut Kramadibrata dalam Handayani (2006), dalam suatu habitat alami yang ditempati populasi suatu jenis, kemelimpahan dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu. Tinggi rendahnya kemelimpahan populasi diduga disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menyebabkan adanya peningkatan populasi adalah natalitas dan imigrasi, sedangkan faktor eksternalnya adalah kondisi lingkungan baik itu kimia maupun fisik dari lingkungan dalam hal ini lingkungan perairan. Seperti halnya pada Cypraea moneta yang ditemukan pada dua stasiun terdapat juga jenis Nassarius horridus. Jenis tersebut selain ditemukan di stasiun berpasir juga ditemukan di stasiun berlumpur tetapi dengan nilai kemelimpahan yang berbeda pada masingmasing stasiun. Jenis Nassarius horridus pada stasiun berpasir memiliki nilai kemelimpahan yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,30 individu/m2 dibandingkan pada stasiun berlumpur yang nilai kemelimpahanya sebesar 0.98 individu/m2. Ketersediaan makanan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kemelimpahan dari Nassarius horridus yang merupakan salah satu Gastropoda karnivora dari ordo Neogastropoda. Pada stasiun berpasir banyak ditumbuhi lamun (tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam didalam laut) yang merupakan habitat dari beberapa Gastropoda dan ikan-ikan kecil yang merupakan makanan dari Nassarius horridus. Berdasarkan nilai kemelimpahan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, jadi dapat dikatakan kecendrungan habitat Nassarius horridus adalah pada pantai berkarang, begitu pula dengan empat jenis lainnya yaitu Nassarius albescens, Natica gualteriana, Pyrene persicolor dan
161
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Strombus urceus yang tidak ditemukan pada stasiun lain. Penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa pada stasiun berlumpur jumlah jenis Gastropoda yang ditemukan hanya tiga jenis akan tetapi dengan jumlah masingmasing jenis cukup banyak, hal ini yang mempengaruhi nilai kemelimpahan. Nilai yang ditemukan pada stasiun ini rata-rata lebih tinggi berkisar antara 0.98-1.34 individu/m2, dibandingkan dengan stasiun berkarang yang jumlah jenisnya lebih banyak, nilai kemelimpahan berkisar antara 0.34-0.98 individu/m2. Dua diantara tiga jenis yang ditemukan pada stasiun ini yaitu Rhinoclavis kochi dan Nassarius gaudiosus tidak ditemukan di stasiun lain, ini berarti dapat dikatakan bahwa pantai dengan substrat berlumpur merupakan habitat dari jenis Rhinoclavis kochi dan Nassarius gaudiosus. Berdasarkan morfologinya, kedua jenis ini memang terspesifikasi hidup disubstrat lunak seperti lumpur, hal tersebut dapat terlihat dari bentuk cangkang yang meruncing, memudahkan dalam menggali substrat. Berdasarkan analisis data yang dilakukan didapatkan nilai indeks distribusi < 1 yang berarti pola persebaran gastropoda pada ketiga stasiun adalah acak. Hal tersebut berarti habitat pada ketiga stasiun bersifat homogen, sesuai dengan hasil penelitian yang terlihat pada masing-masing stasiun dan data parameter lingkungan yang diukur, seperti nilai salinitas tidak terlihat perbedaan yang besar pada setiap kuadrat. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dipantai Sekotong Kabupaten Lombok Barat dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks distribusi serta indeks kemelimpihan. Keanekaragaman tertingi terdapat pada lokasi penelitian dengan substrat berkarang sebesar 2,3411, dengan indeks distribusi sebesar 0,34 dan kemelimpahannya sebesar 0,98 (individu/m2) yang didominansi dari jenis Latirolagena smaragdula. Pada lokasi berpasir indeks keanekaragamannya sebesar 1,6339, dengan indeks distribusi 0,18, dan kemelimpahanya sebesar 2,30 (individu/m2) yang didominansi oleh Nassarius horridus. Sedangkan pada substrat lumpur nilai indeks keanekaragamannya sebesar 1,0905, indeks distribusi sebesar 0,16, dengan kemelimpahannya sebesar 1,34 (individu/m2)
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 yang didominansi dari jenis Nassarius gaudiosus. Dari hasil penelitian ini akan dikembangkan melalui brosur dan akan diberikan kepada kantor dinas terkait untuk disampaikan kepada masyarakat. SARAN Perlu kiranya melanjutkan penelitian pada waktu dan lokasi yang berbeda untuk memperoleh data yang lebih lengkap mengenai Keanekaragaman Jenis dan Dominansi Gastropoda Berdasarkan Habitat dengan menggunakan satu lokasi perairan yang memiliki beberapa tipe substrat yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN Anonim a, 2012. Luas Kabupaten Lombok Barat Menurut Kecamatan. Sumber: http://lombokbaratkab.bps.go.id/index.p hp?option=com_content&view=article& id=104:luas-kabupaten-lombok-baratmenurut-kecamatan&catid=43:subyek, Diakses tanggal 29 November 2012 at 08.48. Campbell dan Reece, 2008. Biologi. Jakarta: Erlangga. Handayani, E. A., 2006. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai Randusanga Kabupaten Brebes Jawa Tengah: 4. Jasin, M., 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: CV. Sinar Wijaya Katili, A. S., 2011. Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona Intertidal di Gorontalo: 53. Reyanaldi, A., 2012. Struktur Komunitas Gastropoda pada Zona Intertidal Di Pesisir Pantai Awang, Lombok Tengah: 1. Rusyana, A., 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta. Sedarmayanti dan Hidayat, S., 2002, Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Suhardi, 2007. Evolusi Avertebrata. Jakarta: Universitas Indonesia. Yusron, E., 2009. Keaneka Ragaman Jenis Ekhinodermata di Perairan Teluk Kuta Nusa Tenggara Barat: 45-49
162