KEJIWAAN TOKOH DALAM NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA
(Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)
Oleh Fertis Laima Nim 311 407 018 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK Laima, Fertis. 2013. Kejiwaan Tokoh dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. Skripsi Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Zulkifli Lubis, S.Pd., M.Sn, Pembimbing II Herson Kadir, S.Pd., M.Pd. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana aspek kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya. Teori yang digunakan adalah teori Sigmund Freud dalam hal ini kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan dan menggunakan metode deskriptif analitik. Adapun sumber data pada penelitian ini adalah naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. Sedangkan teknik pengumpulan data pada penelitian ini antara lain: membaca berulang-ulang, mencatat kutipan-kutipan naskah Drama dan menganalisis kutipan-kutipan naskah drama tersebut. Teknik analisis data yang digunakan adalah dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dan tokoh bawahan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya memiliki kejiwaan yang berbeda-beda. Kata Kunci: kejiwaan, tokoh, naskah drama, psikologi sastra PENDAHULUAN Karya sastra pada dasarnya merupakan hasil perpaduan antara daya imajinasi pengarang dengan realitas yang ada di dalam masyarakat. MenurutTuloli (2000:5) bahwa
sastra itu ada karena penggunaan bahasa secara kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Perwujudan karya sastra dilakukan melalui proses cipta, rasa, dan karsa. Menurut James (dalam Tuloli, 2000: 28) bahwa genre sastra itu berupa puisi, prosa, fiksi, dan drama. Puisi adalah karya sastra yang indah yang penulisannya terikat pada aturan tertentu. Prosa disebut juga fiksi. Fiksi merupakan suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan dan khayalan, sedangkan drama merupakan suatu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan (Hasanudin, 2008: 2). Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam yang selanjutnya disingkat BMBM di dalamnya terdapat gejala yang dialami oleh setiap tokoh yaitu masalah kejiwaan yang timbul pada diri tokoh yang perlu dikaji lebih jauh untuk mendapatkan kesimpulan dari permasalahan yang dihadapinya. Penelitian ini akan mengungkap keinginan, sifat, dan prinsip tokoh yang ada dalam naskah drama BMBM. Pendekatan yang digunakan dalam meneliti kejiwaan tokoh ini adalah pendekatan psikologi sastra. Naskah drama BMBM karya Putu Wijaya ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dengan memanfaatkan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Teori psikoanalisis Sigmund Freud menganalisis aspek kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan melalui struktur kepribadiaan yang terdiri dari id, ego, dan super ego. Namun, kenyataannya bahwa teori psikologi sastra belum terlalu diminati oleh pembaca. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang ilmu ini dan masih minimnya literatur yang berhubungan dengan teori tersebut serta luasnya penjabaran ilmu ini karena berhubungan dengan pengkajian terhadap gejala-gejala kejiwaan manusia. Oleh karena itu, dalam meneliti dan mengkaji karya sastra drama maka digunakan ilmu psikologi sastra sebagai landasan teorinya. Berdasarkan kenyataan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat menguraikan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya, tetapi hanya memfokuskan pada penelitian psikologi sastra terhadap kejiwaan tokoh dalam karya sastra drama. Adapun redaksi judul penelitian ini adalah “KejiwaanTokoh dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya: Suatu Kajian Psikologi Sastra”.
KAJIAN PUSTAKA Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia, (Atkinson dalam Minderop, 2010:3). Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dan menekankan pada sisi perilaku manusia yang nyata, sedangkan sastra merupakan produk manusia yang kreatif danimajinatif sebagai ungkapan jiwa dan rasa yang digambarkan pengarang melalui karyanya.Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Ratna, 2010:61) bahwa ada empat model pendekatan psikologi sastra yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Psikologi adalah ilmu jiwa yang menekankan perhatiannya pada manusia, terutama pada perilaku atau jiwa manusia. Perilaku ataupun kejiwaan dari setiap manusia atau tokoh dapat diamati dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Teori psikoanalisis kepribadian menurut Sigmund Freud ini akan berusaha mengungkap tiga unsur kejiwaan manusia yang meliputi id, ego, dan super ego.
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Ratna (2010:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang terjadi, dalam hal ini kejiwaan tokoh dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya. Fakta-fakta yang dimaksud berupa data id, ego, dan super ego.Secara etimologis deskripsi analisis berarti menguraikan atau memberikan pemahaman dan penjelasan. Data penelitian ini bersumber dari naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. 1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Membaca berulang-ulang naskah drama BMBM karya PutuWijaya. b. Mengkaji hal-hal yang terdapat dalam drama khususnya mengenai naskah drama
BMBM karya Putu Wijaya dengan mengacu pada teori Sigmund Freud yaitu id, ego dan super ego.
c. Mencatatkutipan-kutipan drama yang memuat kejiwaan tookh utama dan tokoh
bawahan yang ada dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya. 2. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Mengklasifikasikan kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan dalam naskah drama
BMBM karya Putu Wijaya sesuai dengan data id, ego,dan super ego. b. Menganalisis data id, ego, dan super ego yang tampak pada kejiwaan tokoh utama dan
tokoh bawahan dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya. c. Menyimpulkan hasil analisis mengenai kejiwaan tokoh utama dan tokoh bawahan
yang terdapat dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kejiwaan Tokoh Utama dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya 1) Kejiwaan Tokoh Gusti Biang
Kejiwaan Tokoh Gusti Biang dapat dilihat pada perilakunya yang masih teguh pada pendiriannya untuk tetap mempertahankan martabatnya sebanggai seorang wanita bangsawan. Gambaran kejiwaan tokoh Gusti Biang yang teguh pada pendiriannya dapat dilihat pada aspek id, ego dan super ego berikut ini. a. Id
Id yang terdapat dalam kejiwaan tokoh Gusti Biang adalah keinginannya untuk menikahkan anaknya dengan wanita pilihannya. Dia tidak memperkenankan anaknya menikah dengan bekas pelayannya.Hanya karena tokoh Gusti Biang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang menjerat manusia berdasarkan kasta. Tokoh Gusti Biang menginginkan anaknya yang bernama Ngurah menikah dengan orang yang patut-patut, sebab ia sudah menjodohkan anaknya dari sejak kecil dengan wanita yang berketurunan bangsawan juga. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. GustiBiang :“Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang yang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi dia harus menghargai martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini, tidak sembarang orang yang dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martaba tini. Oh, aku akan malu sekali, kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri
daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sagung Rai?Apa nanti kata keluarganya kepadaku? Tidak, tidak! (wanita itu menjerit dan mendekati Wayan dengan beringas). Kau, kau biang keladi semua ini. Kau yang menghasut supaya mereka bertunanga. Kau saki tgede!” (Wijaya, hal. 11) b. Ego
Perilaku yang digambarkan oleh tokoh Gusti Biang merupakan tingkah laku yang tidak berperasaan. Egonya yang tidak dapat ditahan dan malah meluap-luap membuat tokoh Gusti Biang terus menghina tokoh Nyoman dan Wayan.Terlebih lagi ketika tokoh Gusti Biang baru tahu bahwa anaknya yang bernama Ngurah mempunyai hubungan dengan tokoh Nyoman. Ia membantah dan tidak ingin kalau anaknya Ngurah akan menikah dengan tokoh Nyoman. Berikut kutipannya: Gusti Biang:“Tidak, semua itu hasutan. Anakku tidak akan keperkenankan kawin dengan bekas pelayannya. Dan, kami keterunan ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.” (Wijaya, hal.10) c. Super Ego
Super ego Gusti Biang tidak sesuai nilai-nilai moral. Bukan saja hal itu, ia memarahi anaknya yang bernama Ngurah. Ia tidak ingin tokoh Ngurah menikah dengan tokoh Nyoman. Ia menganggap bahwa tokoh Nyoman tidak pantas hidup bersama dengan anaknya Ngurah, karena tokoh Nyoman hanyalah seorang pelayan. Berikut kutipannya. Gusti Biang: “Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi! Leluhurmu akan mengutukmu, kau akan ketulahan.”(Wijaya, hal.15)
2) Kejiwaan Tokoh Nyoman
Nyoman adalah wanita yang sabar dalam menghadapi semua hinaan dan caci maki dari Gusti Biang. Hal tersebut menjukkan bahwa kejiwaan Nyoman dapat dilihat pada perilakunya yang setia dan sabar untuk menjaga Gusti Biang. Sebab Nyoman berhutang budi pada Gusti Biang. Gambaran kejiwaan tokoh Nyoman yang sabar dalam menjaga Gusti Biang dapat dilihat pada unsur id, ego dan super ego berikut ini. a. Id
Tokoh Nyoman merupakan seorang wanita yang sabar dan ikhlas serta mau menjaga tokoh Gusti Biang, meskipun tokoh Gusti Biang selalu memarahinya. Tokoh Nyoman merasa bahwa selama ia tinggal bersama tokoh Gusti Biang banyak hal-hal yang dilakukan oleh tokoh Gusti Biang yang tidak diinginkan oleh tokoh Nyoman. Tokoh Gusti Biang selalu
menyakiti tokoh Nyoman, sehingga tokoh Nyoman ingin sekali pergi dari rumah tokoh Gusti Biang. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Nyoman:“Gusti telah menyakiti tiyang lagi. Saya akan pergi. Saya akan pergi sekarang juga”.(Wijaya, hal.3) b. Ego
Ego yang dimiliki oleh tokoh Nyoman tampak melalui tingkah laku tokoh Nyoman, yakni kesedihan dan penderitaan yang dialami ketika keinginannya untuk menjaga dan merawat tokoh Gusti Biang, namun keinginan tokoh Nyoman itu menjadi sia-sia sebab tokoh Gusti Biang tidak menyukai tokoh Nyoman untuk tinggal di rumah tokoh Gusti Biang, dan juga ia sering memukul dan mengusir tokoh Nyoman. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. Nyoman: “Saya dipukul, saya diusir, buat apa tinggal di sini kalau tidak disukai”. (Wijaya, hal.5) c. Super Ego
Super ego yang ada dalam diri tokoh Nyoman yaitu dapat ditunjukkan dengan sikap tenaganya dan kesabaran yang ia miliki. Dia mengatakan kepada tokoh Gusti Biang bahwa terlalu sulit dan sakit untuk mengubah kebiasaan tokoh Gusti Biang, namun seandainya tokoh Gusti Biang mencoba merubah kebiasaan itu, maka tokoh Nyoman akan mengabdi selamanya. Akan tetapi, tokoh Nyoman tidak ingin tinggal dengan tokoh Gusti Biang, sebab selama ia bekerja di rumah tokoh Gusti Biang tidak pernah menerima gaji, bahkan jasa-jasanya melebihi harta benda yang dimiliki oleh tokoh Gusti Biang. Makanya tokoh Nyoman mengatakan bahwa semua itu sebagai tanda baktinya yang terakhir pada tokoh Gusti Biang. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. Nyoman: “Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama ini tiyang telah membiarkan diri untuk diinjak-injak, disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja Hutang Gusti biang kepada tiyang, sepuluh juta kali sepuluh tahun. Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebihi harta benda yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambillah semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir”.(Wijaya, hal.9)
Kejiwaan Tokoh Bawahan dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya 1) Kejiwaan Tokoh Wayan
Tokoh Wayan adalah seorang laki-laki tua yang bekerja sebagai pelayan di rumah Gusti Biang. Tokoh Wayan memiliki sifat yang baik, suka menolong dan membela orang lain. Ia selalu membela tokoh Nyoman dalam hal apapun. Hal tersebut menunjukan bahwa kejiwaan tokoh Wayan tampak pada perilakunya dalam membela orang yang lemah. Ia tidak menginginkan dan tidak rela jika Nyoman selalu dihina dan dicaci maki oleh Gusti Biang. Gambaran kejiwaan tokoh Wayan yang sabar dan selalu membela orang lain dapat dilihat pada unsur id, ego dan super ego berikut ini. a. Id
Id yang Nampak pada tokoh Wayan terlihat pada keinginannya agar tokoh Gusti Biang dapat menahan amarahnya.Berharap Gusti Biang tidak marah-marah lagi.Ia ingin agar Gusti Biang bisa bersabar dengan apa yang telah terjadi. Berikut kutipannya: Wayan: “Jangan gampang marah Gusti, itu Cuma angan-angan. Sabarlah.Kalau usia lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak baik marah-marah malam begini!”(Wijaya, hal.5) b. Ego
Tokoh Wayan begitu menghargai dan menyayangi orang-orang terdekatnya. Ia tidak ingin orang lain tersakiti ataupun menderita. Ia rela melakukan apapun untuk orang tersebut, yang menurutnya hal itu adalah baik. Berikut kutipannya. Wayan: “Baik, kutuklah tiyang. Usir sekarang, tapi jangan menyuruh orang dalam usia lanjut. Orang sedang bertapa dan bertobat disuruh memukul orang. Kalau ular belang atau ular hijau, cacing tanah atau ulat bulu, Wayan akan bunuh untuk keselamatan Gusti sperti tiga bulan lalu. Gusti duduk disini dan titiyang disana di bawah pohon sawo.Tiba-tiba Gusti Biang berteriak “ULAR”, sekejap mata ular itu telah menjadi delapan potong, ya tidak?”(Wijaya, hal.4) c. Super Ego
Tokoh Wayan memberikan nasehat kepada Nyoman agar tidak meninggalkan rumah Gusti Biang. Apapun yang akan terjadi Wayan akan tetap membela Nyoman. Wayan menginginkan agar Nyoman tetap tinggal bersama dengannya di rumah Gusti Biang. Ia tidak ingin Nyoman tinggal di jalanan, sebab ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan Nyoman Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini. Wayan: “Nyoman, Nyoman sudah biasa tinggal disini, kau tak akan betah tinggal di sana. Nanti kamu akan rusak di sana.”(Wijaya, hal.5)
2) Kejiwaan Tokoh Ngurah
Tokoh Ngurah memiliki perilaku yang baik dan sabar. Tokoh Ngurah memiliki keinginan yang kuat dalam menatap masa depannya. Ia ingin menikah dengan wanita yang dicintainya. Hal tersebut menunjukan bahwa kejiwaan tokoh Ngurah tampak pada kesungguhannya dan pendiriannya dalam mengambil sebuah keputusan yaitu ia ingin hidup bahagia bersama wanita pilihannya. Gambaran kejiwaan tokoh Ngurah yang teguh pada pendirian serta kesunguhannya untuk menikah dan hidup bahagia dengan wanita pilihannya dapat dilihat pada unsur id, ego dan super ego berikut ini. a. Id Id yang ada pada tokoh Ngurah yakni keinginannya untuk menikah dengan wanita yang dicintainya yaitu Tokoh Nyoman, walaupun tokoh Gusti Biang melarangnya.Akan tetapi, tokoh Ngurah tetap pada keinginannya itu.Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Ngurah: “Ya, titiyang akan mengawininya”.(Wijaya, hal.14) b. Ego
Ego yang dimiliki oleh tokoh Ngurah tampak pada kesungguhannya untuk menikah dengan Nyoman. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Ngurah: “Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan dibesar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu…”(Wijaya, hal.15) c. Super Ego
Super ego yang tampak pada tokoh Ngurah yakni ketika ibunya meinginkania menikah dengan Sagung Rai. Tokoh Ngurah dilahirkan di purian, makanya ia harus berkelakuan baik agar jadi teladan bagi orang lain.Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Ngurah: “Kenapa tidak ibu? Kenapa?Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri?Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua!”(Wijaya, hal.14-15) Kejiwaan tokoh Gusti Biang memiliki id yaitu keinginannya untuk menikahkan anaknya dengan wanita yang sederajat dengan keluarganya atau yang berketurunan bangsawan, karena status sosialnyalah yang membuat ia menjadi sombong dan angkuh. ego yang dimiliki oleh tokoh Gusti Biang sangat keras. Gusti Biang tetap teguh pada pendiriannya
untuk
tetap
menikahkan
anaknya
dengan
wanita
yang
menjadi
pilihannya.namun super ego yang muncul dalam diri tokoh Gusti Biang adalah.sosok wanita yang tidak memiliki rasa kemanusiaan dan seperti wanita yang tak bermoral.
Tokoh Nyoman adalah seorang gadis yang sabar dan baik. Id tokoh Nyoman ini tampak pada keinginannya dan keikhlasannya untuk menjaga dan merawat tokoh Gusti Biang. Ego tokoh Nyoman tampak pada perasaan tertekan dalam dirinya, sehingga menimbulkan konflik batin pada diri tokoh Nyoman. Super ego atau hati nurani tokoh Nyoman berkata bahwa tokoh Gusti Biang adalah wanita yang berketurunan bangsawan dan berbudi luhur tinggi, tapi tingkah laku tokoh Gusti Biang seperti orang yang tidak memilki rasa kemanusiaan saja. Tokoh Wayan memiliki id berupa keinginannya untuk menjaga Nyoman dan membela Nyoman. Tokoh Wayan selalu sabar dalam membela dan membantu Nyoman agar tidak dihina oleh Gusti Biang. Ego tokoh Wayan tampak pada kekecewaan, sakit hati, dan sedih dengan tingkah laku Gusti Biang terhadap Nyoman. Super ego tokoh Wayan melihat kebaikan Gusti Biang yang telah merawat Nyoman dari kecil hingga dewasa, tapi Wayan menilai bahwa Gusti Biang telah berubah. Tokoh Ngurah memiliki id berupa keinginannya untuk menikah dengan tokoh Nyoman. Ego tokoh Ngurah untuk tetap mempertahankan dan tetap pada pendiriannya menikah dengan Nyoman merupakan hasrat yang ada dalam dirinya. Super ego atau hati nurani tokoh Ngurah sangat kuat, sehingga membuat dia tetap mempertahankan keputusannya, karena bagi Ngurah bahwa Nyoman yang pantas untuk dijadikan sebagai istri tidak melihat dari derajatnya saja. Tokoh Ngurah hanya ingin hidup bahagia dengan wanita yang menjadi pilihannya itu.
PENUTUP Setelah menganalisis kejiwaan dari masing-masing tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya, maka peneliti menarik simpulan bahwa kejiwaan dari masing-masing tokoh berbeda.Tokoh Gusti Biang memiliki aspek kejiwaan yang keras.Ia sombong dan angkuh karena status sosialnya yang tinggi. Ia bersikeras dan tetap teguh pada pendiriannya untuk menikahkan anaknya yang bernama Ngurah bersama seorang wanita yang sederajat dengan status sosial mereka. Tokoh Nyoman baik dan ramah, iapun selalu sabar dengan perilaku tokoh Gusti Biang yang sering menghina dan membuatnya sakit hati. Ia terus bertahan untuk tinggal di rumah tersebut, karena mengingat kebaikan Gusti Biang yang telah merawat dan membiayai kehidupanya. Tokoh Wayan selalu sabar dengan sikap dan tingkah laku Gusti Biang. Walaupun terus dihina dan dibuat sesuka hati oleh tokoh Gusti Biang ia tetap bersabar dan menjalankan perintah Gusti Biang. Ia sosok orang yang penyayang, dan selalu membela sesuatu hal yang
menurutnya itu baik. Tokoh Ngurah tetap berpegang teguhpada pendiriannya untuk menikah dengan tokoh Nyoman. Karena tokoh Ngurah hanya ingin hidup bahagia dengan wanita yang menjadi pendamping hidupnya. Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1) Pendekatan psikologi sastra perlu dikembangkan dalam penelitian sebuah karya sastra agar dapat diketahui aspek kejiwaan yang ada dalam setiap karya sastra khususnya aspek kejiwaan yang ada dalam naskah drama BMBM karya Putu Wijaya; 2) Dengan adanya penelitian ini penulis menginginkan agar pembaca khususnya pembaca sastra dapat lebih memahami tentang masalah kejiwaan dari masing-masing tokoh tersebut, agar kita dapat melihat dan mampu menentukan mana yang dianggap baik dan yang buruk; 3) Penelitian naskah drama BMBM ini diharapkan agar kita dapat memaknai dari setiap tingkah laku para tokoh, yang dapat dijadikan pelajaran ataupun pedoman dalam menjalani kehidupan. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Bustanul, dkk.1986. Sastra Indonesia Lama, Baru, dan Modern. Bandung: Lubuk Agung Dewojati, Cahyaningrum.2010. Drama Sejarah, Teori dan Penerapannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi PenelitianSastra. Yogyakarta: Media Pressindo 2011. Metode Pembelajaran Drama Apresiasi, Ekspresi dan Pengkajian. Yogyakarta: CAPS Hasanudin, WS.2009. Drama Karya dalam Dua Dimensi Kajian Teori, Sejarah dan Analisis.Bandung:Angkasa Bandung Kosasih.2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Nurgiyantoro, Burhan.2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Ratna, Nyoman Kutha.2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rochmatin. 2011. Apresiasi drama. (http://www.wordpress.com) diakses 15 Januari Satoto, Soediro. 2012. Analisis Drama dan Teater. Yogyakarta: Ombak Semi, Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Soemanto. 2002. Teori Drama. (http://www.wordpress.com) diakses 15 Januari Suroso, Puji Santoso dan Suratno Pardi.2009.Kritik Sastra Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Elmatera Publishing Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: CAPS Syuropati, Mohammad dan Soebachman. 2012. 7 Teori Sastra Kontemporer dan 17 Tokohnya. Yogyakarta: In Azna Books Tuloli, Nani.2000.Kajian Sastra. Gorontalo: BMT Nurul Jannah ___________Teori Fiksi. Gorontalo: BMT Nurul Jannah