Suatu Strategi Pembangunan Untuk Memberdayakan Para Petani Pedesaan dan Mencegah HIV
Oleh: Jacques du Guerny Mantan Ketua Layanan Populasi, FAO Lee-Nah Hsu Manager, UNDP South East Asia HIV and Development Sin Chhitna Instruktur Petani, Farmers Life School, Kamboja
Proyek HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP
Januari 2002
iii
Hak Paten Program United Nations Development. Semua Hak Cipta Dilindungi UndangUndang. Makalah ini dapat dikutip, direproduksi atau diterjemahkan, sebagian atau seluruhnya dengan menyebutkan sumbernya. Dilarang memperbanyak untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis terlebih dahulu dari UNDP. Kontak informasi: Lee-Nah Hsu, Manager UNDP South East Asia HIV and Development Project Alamat Email :
[email protected] Design Sampul:
Cambodian farmers from the Farmer Life Schools
Katalog National Library of Thailand ISBN: 974-680-200-3 Pandangan-pandangan yang dinyatakan dalam makalah ini bukan merupakan suatu perwakilan pandangan negara-negara anggota yang tergabung pada Dewan Eksekutif UNDP atau lembagalembaga sistem PBB yang disebutkan dalam makalah ini. Penentuan dan istilah-istilah yang digunakan di sini serta penyajian materi tidak mengimplikasikan ungkapan pendapat apa pun dari pihak PBB mengenai status hukum setiap negara, teritorial, kota, kawasan, pihak yang berwenangnya, benteng atau perbatasannya.
iv
KATA PENGANTAR Pertanian adalah dasar budaya dan mata pencaharian negara-negara di Asia Tenggara. Globalisasi ekonomi telah memicu semakin meningkatnya eksodus para petani pedesaan ke dalam kota. Para pemuda pedesaan secara khusus mengambil risiko meninggalkan tanah pertanian mereka untuk “mencari uang tunai dengan cepat”. Dalam upaya mengutamakan pembentukan ketahanan terhadap HIV dalam sektor pertanian, Proyek HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP, bekerja sama dengan Organisasi Pangan Sedunia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan program Manajemen Hama Terpadu (IPM), telah merintis eksperimen yang disebut Sekolah Kehidupan Petani (FLS). Melalui FLS, para petani IPM akan belajar mengenali ekologi dan interaksi tanaman, dan menggunakan hama yang bermanfaat melawan hama yang membahayakan. Pendekatan FLS yang inovatif akan menerjemahkan pemikiran analitik petani yang berbasis ekosistem tanaman menuju pemikiran analitik sebuah kehidupan manusia sebagai bagian dari ekosistem manusia – dengan faktorfaktor yang memperkuat atau memperlemah ketahanannya terhadap kesengsaraan, yang termasuk didalamya yaitu HIV. Dokumen laporan ini adalah proses yang dapat memberi input kepada para petani di pedesaan dan merekomendasikan perbaikan masa depan dengan cara mendokumentasikannya dan berbagi pendekatan yang inovatif ini pada pembentukan ketahanan terhadap HIV di sektor pertanian Asia Tenggara. Model ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkuat kolaborasi Selatan – Selatan di sektor pertanian dan lebih jauh lagi memperkuat ketahanan masyarakat petani terhadap HIV pada generasi mendatang.
Lee-Nah Hsu Manajer Proyek HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP
v
vi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................................................... v PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1 I. Suatu pembangunan berbasis strategi terhadap HIV di daerah pedesaan Kamboja: Menentukan tahap untuk Farmer Life Schools ................................................................................. 2 Masa lalu yang bergolak ..................................................................................................................... 2 Tantangan Masa Depan....................................................................................................................... 3 Adakah harapan?................................................................................................................................. 4 II. Farmer Life Schools: Alat pembangunan yang memberdayakan............................................... 4 Dunia para petani ................................................................................................................................ 5 Dari ekologi tanaman ke ekologi manusia .......................................................................................... 6 (1) Hambatan pembinaan pertama: analisis ekosistem padi .......................................................... 6 (2) Hambatan pembinaan kedua: Ekologi manusia dan FLS.......................................................... 7 FLS memberi kontribusi ke pemberdayaan petani.............................................................................. 9 III. Membangun masa depan: Pemberdayaan, manajemen risiko dan pencegahan HIV ........... 12 Untuk masa depan…......................................................................................................................... 12 …tanpa HIV/AIDS ........................................................................................................................... 12 KESIMPULAN ................................................................................................................................... 14 Tambahan............................................................................................................................................ 15
vii
PENDAHULUAN Dengan populasi pedesaan yang mewakili antara 70 dan 80 persen dari total jumlah penduduk di negara-negara Asia Tenggara, jelaslah bahwa masa depan wabah HIV nasional akan semakin ditentukan melalui hubungan pedesaan-perkotaan dan wilayah-wilayah di dalam pedesaan. Karena pertanian, khususnya padi, masih merupakan fondasi ekonomi di banyak wilayah, merupakan hal yang penting untuk membangun ketahanan terhadap HIV pada tingkat akar rumput pedesaan, yaitu masyarakat petani, untuk menghindari wabah HIV potensial dan eksplosif. Pembentukan ketahanan ini dapat dicapai melalui strategi-strategi pembangunan jika mereka dirancang untuk mengurangi kerentanan HIV dalam masyarakat yang mana strateginya dimaksudkan untuk melayani1. Dalam konteks yang menantang itu, saat ini sedang dilakukan pencarian strategi yang efektif yang menjamin bahwa pembangunan juga berakibat pada pencegahan HIV. Itulah sebabnya mengapa Proyek HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP (UNDP-SEAHIV) memprakarsai kolaborasi percontohan dengan Organisasi Pangan Sedunia PBB (FAO) - Kamboja2. Tujuannya adalah mengenalkan pembangunan sedemikian rupa sehingga ia juga secara aktif memberi kontribusi untuk pencegahan HIV dalam masyarakat petani padi Kamboja. Tujuan tersebut dicapai dengan memprakarsai suatu proses pemberdayaan petani melalui Sekolah Kehidupan Petani (FLS.) Maksudnya adalah para petani akan secara efektif melindungi diri mereka sendiri dan keluarganya serta masyarakat dari infeksi HIV3. Gagasan sentral terletak pada meningkatkan strategi pembangunan holistik, daripada hanya strategi berbasis sektor sempit misalnya yang berbasis pada pertanian. Dalam pendekatan pembangunan holistik, para petani akan memeriksa wacana hidup dan keadaan mereka daripada hanya menambah hasil dari sawah mereka. Tanpa pembangunan dan keterbatasan-keterbatasan mereka, para petani cenderung menggunakan strategi manajemen krisis harian dalam mencari makan untuk bertahan hidup, yang pada akhirnya hanya tersedia sedikit ruang untuk memperhatikan masalah pencegahan HIV. Akan tetapi begitu para petani mengerti bahwa mereka dapat memiliki masa depan, dan bahkan membentuk masa depan mereka sendiri hingga ke tingkat tertentu, investasi dalam masa depan menjadi sesuatu yang memiliki arti. Ketika pandangan petani dunia berkembang dan mereka membentuk strategi yang berorientasi pada masa depan, mencegah HIV, bersama risiko-risiko yang lain yang mengancam hidup dan kelangsungan hidup mereka, pada akhirnya akan terjadi. Pertama-tama kami akan menyelidiki mengapa strategi pembangunan holistik penting dilakukan di daerah pedesaan Kamboja di mana sumber daya adalah hal yang langka. Memiliki gagasan umum wacana di mana FLS dibentuk adalah hal yang bermanfaat. Bagian kedua makalah ini menyajikan alat untuk memberdayakan para petani. Bagian yang ketiga menyelidiki mengapa pemberdayaan para petani membuat mereka menjadi lebih memiliki perhatian tentang pencegahan HIV dari sudut pandang pembangunan holistik.
1
Untuk pembahasan khusus mengenai wacana Asia Tenggara, lihat: Jacques du Guerny, James Chamberlain, Lee- Nah Hsu, From AIDS Epidemics to an AIDS Pandemic: Is an HIV/AIDS Hub Building in South East Asia? South East Asia HIV and Development Project, Agustus 2000, ISBN: 974-380-172-4. http://www.hiv-dvelopment.org/publications/EPIDEMICS%20PANDEMIC.asp Untuk pembahasan yang lebih umum, lihat: Daphne Topouzis and Jacques du Guerny, Sustainable Agricultural/Rural Development and Vulnerability to the AIDS Epidemic, FAO and UNAIDS Joint Publication, UNAIDS Best Practice Collection, Desember 1999. 2 Mobilisation and Empowerment of Rural Communities along the Asian Highway (Route 5) in Cambodia to Reduce HIV Vulnerability - Fact sheet. UNDP-SEAHIV and FAO-IPM. 3 Proyek ini sudah ditinjau ulang dari prospektif administratif: Review Mission of Project: UNDP-FAO Mobilisation and Empowerment of Rural Communities Along the Asian Highway (Route 5) in Cambodia to Reduce HIV Vulnerability, http://www.hiv-development.org/publications/review-route5.asp. Kedua makalah sebelumnya saling melengkapi satu sama lain.
1
I. Suatu pembangunan berbasis strategi terhadap HIV di daerah pedesaan Kamboja: Menentukan tahap untuk Farmer Life Schools Kamboja sudah melewati masa-masa yang sangat sulit dan masih menhadapi tantangan yang luar biasa besar. Dalam kondisi seperti itu, para petani harus berusaha, sebagian besar dalam sumber daya mereka sendiri, mencari jalan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut dan mengatasi rintangan yang ada. Masa lalu yang bergolak Meskipun keadaan cepat sekali berkembang di Kamboja, masa lalunya terus memberi pengaruh yang kuat. Sebagai contoh, piramida populasi berdasarkan jenis kelamin dan usia mewakili 11,5 juta jiwa yang diperoleh pada sensus yang dilakukan pada tahun 1998 menunjukkan pengurangan penduduk usia dewasa akibat perang sipil yang terjadi pada tahun 1970an. Tampak sekali adanya kekurangan besar pada jumlah penduduk pria di antara populasi orang dewasa. Selain itu juga tercatat telah terjadi booming penduduk yang berusia di bawah 20 tahun hingga bayi dalam jumlah yang besar yaitu sejak tahun 19804. Heuveline pada tahun 1998 memperkirakan 2.52 juta tingkat kematian yang tinggi dari tahun 1970 hingga 1979 adalah hal yang masuk akal5. Selain tingkat kematian ini, kita tidak boleh lupa bahwa sejak tahun 1940an, terdapat periode sulit yang mengakibatkan sejumlah besar orang terlantar dan banyaknya keluarga yang mengalami kehancuran. Masa-masa dengan berbagai tingkat konflik di Kamboja telah meninggalkan rakyat Kamboja tanpa adanya sumber daya manusia, keuangan dan infrastruktur. Akibatnya, Kamboja tidak ikut mengalami booming pembangunan di Asia Tenggara. Selain indikator kemiskinan yang dikeluarkan Departemen Perencanaan6, perlu diperhatikan bahwa pada tahun 1998, 84 persen penduduk tinggal di daerah pedesaan. Oleh karena itu, setiap perubahan dalam penyebaran HIV di wilayah pedesaan memberikan dampak langsung pada tingkat penyebaran HIV nasional. Dengan kondisi seperti ini, mengejar pembangunan dalam bidang sosial ekonomi adalah suatu tantangan. Sebagai contoh, ada perpindahan penduduk missal dengan berbagai macam sifat misalnya transmigrasi, migrasi musiman dan migrasi internasional. Kalau dilihat dari stereotip, banyak orang cenderung melihat masalah penduduk pedesaan hanya sebagai penduduk tetap. Padahal sensus yang dilakukan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa 26 persen penduduk pedesaan adalah kaum migrant.
Foto oleh: Jacques du Guerny
Karena kaitan pedesaan-perkotaan, lebih dari 80 persen penduduk kota yang berusia 20 tahun ke atas adalah kaum migran dari luar kota. Dengan semakin meningkatnya jumlah pemuda yang memasuki pasar tenaga kerja, tak pelak lagi telah terjadi migrasi dari desa ke kota secara terus menerus dan jumlah penduduk kota mengalami pertumbuhan yang pesat mengingat adanya jurang desa-kota yang besar yang tercermin dalam semua indikator pembangunan. 4
Jerrold Huguet, Aphichat Chamratrithirong, Not Rama Rao and San Sy Than, Results of the 1998 Population Census in Cambodia, Asia-Pacific Population Journal, Vol. 15, No. 3, September 2000. 5 Ibid 6 Departemen Perencanaan, Phnom Penh, Cambodia Poverty Assessment, December 1999
2
Menurut laporan Cambodia Poverty Assessment, kemiskinan di daerah pedesaan memberi kontribusi pada hampir 90 persen kemiskinan total. Kondisi kemiskinan di wilayah pedesaan tiga kali lebih besar dibandingkan yang terjadi di Phnom Penh. Kemiskinan di daerah pedesaan ditandai oleh rendahnya penghasilan, tidak adanya aset modal fisik dan modal manusia serta tidak adanya jaminan makanan. Diperkirakan satu dalam lima penduduk desa tidak dapat menjamin makanan yang cukup untuk memenuhi tingkat gizi 2100 kalori sehari7. Perbedaan penghasilan yang signifikan dalam masyarakat pedesaan sama pentingnya dengan perbedaan antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Jurang penghasilan ini merupakan faktor-faktor penting bagi penyebaran HIV geografis dan antar masyarakat. Laporan Perkiraan Kemiskinan Kamboja menekankan bahwa “menaikkan penghasilan di pedesaan, menjamin keamanan makanan, dan meningkatkan akses ke pendidikan, serta layanan kesehatan, harus dijabarkan dengan jelas dalam upaya negara Kamboja untuk mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan.”
Foto oleh: Lee-Nah Hsu
Bayang-bayang masa lalu, tingkat perubahan yang pesat pada saat ini, dan tantangan-tantangan yang dihadapi untuk pembangunan di masa yang akan datang, merupakan gabungan yang menciptakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyebaran HIV di daerah pedesaan Kamboja.
Faktor-faktor risiko pembangunan, bersama dengan faktor-faktor risiko perilaku, yang diidentifikasi oleh Survei Pengawasan Perilaku ke 4 (BSS-4) 2000,8 membentuk sinergi dalam penyebaran wabah HIV. BSS-4 memberi data penting mengenai perilaku pria di pedesaan, yaitu para petani padi ratarata. Sebagai contoh, 19 persen lelaki pedesaan memiliki lebih dari satu pasangan seks pada tahun lalu dan 6 persen melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) pada bulan lalu. Kemungkinan sinergi kerentanan HIV yang terjadi ditambah dengan fakta bahwa 26 persen lelaki pedesaan telah melakukan hubungan seks komersial ketika sedang keluar rumah pada tahun lalu. Di lain pihak, BSS-4 juga menunjukkan bahwa 37 persen pria di pedesaan mengetahui seseorang yang menderita AIDS dan adanya persentase yang tinggi para pria sebagai penderita, khususnya para pemuda, yang selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan PSK. Tingkat penggunaan kondom dan pengetahuan tentang HIV, diharapkan, akan menjadi hal yang penting dalam menghadapi kerentanan terhadap HIV yang sedang disoroti ini. Alangkah bergunanya apabila seseorang dapat memperoleh data yang serupa mengenai perilaku wanita di pedesaan. Tantangan Masa Depan Mayoritas petani memiliki sumber daya yang terbatas. Sebagai contoh, para penyedia sarana kesehatan seringkali sulit menjangkau penduduk pedesaan. Foto oleh: Jacques du Guerny
7
Ibid National Center for HIV/AIDS, Dermatology and Sexually Transmitted Diseases; 4th Behavioural Surveillance Survey 2000; Phnom Penh, Cambodia, 2001
8
3
Jarak rata-rata ke klinik terdekat adalah 4,8 kilometer, ke klinik swasta 11,5 kilometer dan ke apotek atau penjual obat 9,4 kilometer. Jarak rata-rata ke dokter terdekat adalah 18,7 kilometer9. Keadaan jalan, khususnys selama musim hujan, serta model dan ketersediaan transportasi semakin menambah kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan yang diperlukan. Apabila rintangan ini dapat diatasi, masih ada rintangan lain yaitu keterjangkauan layanan, yang sering kali tidak dapat dijangkau oleh orang miskin. Menutup anggaran layanan dapat berakibat pada hancurnya keluarga, yang kemudian mengarah pada masalah-masalah keberlangsungan hidup di masa yang akan datang. Dalam keadaan seperti sekarang ini, seseorang tidak dapat mengharapkan akan terjadinya perubahan yang pesat dalam hal ketersediaan layanan. Sebagai contoh, diperlukan banyak waktu untuk menciptakan sekelompok besar siswa yang siap dilatih untuk menjadi penyedia perawatan kesehatan. Ukuran populasi pedesaan dan jarak banyak desa-desa ke tempat terdapatnya penyedia layanan, membuat tindakan untuk menjangkau para petani pedesaan dan keluarga mereka pada suatu titik tempat terdapatnya wabah HIV di mana tindakan pencegahan adalah hal yang sangat penting, dan merupakan suatu tantangan yang nyata yang harus dihadapi. Meskipun ada tantangan yang seperti itu, harga potensial yang harus dibayar oleh negara dan rakyatnya karena tidak memenuhi tantangan pencegahan HIV di wilayah pedesaan di Kamboja saat ini bisa menjadi malapetaka. Ada orang yang sudah melihat penghancuran tersebut di banyak negara-negara Afrika. Mengingat terbatasnya kapasitas publik, para petani di wilayah pedesaan harus mencari solusi sendiri di tengah-tengah sumber daya mereka yang juga terbatas. Adakah harapan? Tantangan lain adalah bahwa di samping rintangan-rintangan yang sudah dihadapi oleh para petani, ada lagi tantangan-tantangan lain yang tidak begitu terlihat. Pembangunan memerlukan harapan akan masa depan yang lebih baik. Kalau tidak, mobilisasi sumber daya akan menjadi sesuatu yang mustahil untuk dilakukan, baik itu sumber daya manusia atau sumber daya finansial. Setelah tahun-tahun penuh pergolakan di Kamboja, para petani di pedesaan tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat di masa yang akan datang. Kepercayaan diri itu harus dipulihkan. Jika kepercayaan diri merupakan bahan yang diperlukan di masa yang akan datang bagi keberhasilan pembangunan, kepercayaan diri juga merupakan pra syarat bagi keberhasilan pencegahan HIV. Ketika memperpertimbangkan masalahmasalah penting lainnnya tentang keberlangsungan hidup sehari-hari, sakit dan kematian akibat AIDS dapat merupakan risiko yang dapat diterima bagi para petani dan keluarga mereka. Sebagai contoh, menurut laporan Perkiraan Kemiskinan Kamboja, konsumsi per kapita tahun 1997 per hari di Phnom Penh adalah lebih dari dua kali lipat konsumsi dibandingkan wilayah pedesaan. Indikator kemiskinan sederhana adalah ketiadaan sampah semu di desa karena segalanya didaur ulang. Kreatifitas mendalam penduduk desa untuk memaksimalkan sumber daya yang terbatas menunjukkan kelompok talenta yang ada untuk pembangunan di pedesaan. Dapat dipahami bahwa ketika penduduk desa menjadi mengetahui tentang perbedaan yang mencolok itu, mereka mungkin tergoda untuk menerima risiko yang tinggi dalam upaya meraih kekayaan materi di perkotaan. Sebaliknya, situasi tidaklah tanpa harapan. Para petani memerlukan alat dan katalis untuk memulai proses pembangunan rumah tangga mereka dan desa, dengan demikian menciptakan masa depan bagi diri mereka sendiri dan keluarganya. Salah satu alat dan katalis itu, Farmer Life Schools, disajikan dalam seksi berikut ini.
II. Farmer Life Schools: Alat pembangunan yang memberdayakan Bagi para petani,10 yang akan dimotivasi agar melakukan investasi dalam pembangunan ketimbang memberikan fokus pada keberlangsungan hidup sehari-hari, mereka memerlukan akses ke alat intelektual untuk menganalisis keadaan mereka dan mencari solusi yang dapat mereka laksanakan sendiri. Agar hal ini terwujud, para petani memerlukan suatu lingkungan yang memungkinkan dan mendukung. 9
Departemen Perencanaan, Phnom Penh Cambodia Poverty Assessment, Desember 1999 Istilah « petani » digunakan baik untuk petani pria maupun wanita karena lebih banyak petani pria dibandingkan petani wanita yang menghadiri Farmer Field Schools and the Farmer Life Schools 10
4
Strategi pembangunan harus dirancang untuk memungkinkan seorang petani memadukan strategistrategi ini dalam pandangan dunianya. Begitu sikap sudah terbentuk, para petani dapat memulai suatu proses perubahan di bawah kendali mereka sendiri. Dunia para petani Rasanya sungguh terlalu berlebihan untuk berpura-pura bahwa seseorang dapat menyajikan subyek yang luas dan kompleks dalam beberapa baris, namun adalah hal yang penting untuk menggarisbawahi beberapa poin tertentu: x
Dunia petani dibangun di sekitar produksi pertanian. Untuk pertanian padi hal ini benar. Padi tidak hanya merupakan hasil panen atau kebutuhan pokok. Padi sudah memberikan kontribusi untuk membentuk peradaban yang mewakili separuh penduduk dunia. Para petani dan anggota rumah tangga mereka dibesarkan untuk mengamati dan mengendalikan semua faktor yang berkaitan dengan produksi di lahan pertanian: padi, sayur mayur, buah dan hewan. Sama seperti para investor, para petani menciptakan keberagaman dalam portofolio mereka. Sejalan dengan bertambahnya usia, para petani telah belajar mengenai bagaimana cara menggunakan, menghindari atau mengurangi kekuatan-kekuatan yang tidak mereka kendalikan, misalnya menggunakan teknik-teknik irigasi untuk mengontrol pasokan air yang tidak teratur.
x
Kekuatan para petani untuk mengamati ladang mereka berkembang dengan baik. Mereka dapat melihat tanda-tanda pertama serangan jamur, hama atau warna daun yang tidak normal. Mereka tahu bagaimana perubahan kecil dalam kelembaban atau bahwa temperatur dapat mengurangi kuantitas hasil yang akan didapat. Mereka memprakarsai intervensi dini berdasarkan isyarat peringatan awal. Ketika bercakap-cakap dengan petani lain mengenai masalah cuaca, itu berkaitan dengan waktu tanam yang mereka kembangkan sendiri, keharusan menyiangi atau ancaman hama menjadi berlipat ganda. Pengetahuan para petani diperoleh melalui pengalaman, praktek dan pedoman yang diberikan oleh petuah-petuah yang berkembang di desa, perkataan orang dan nasihat dari orang tua mereka.
x
Pada dasarnya petani itu adalah wiraswastawan yang menjalankan perusahaan yang kompleks dalam lingkungan alam yang sulit. Mereka harus memperhatikan banyak faktor yang berkisar dari cuaca ke pemilihan benih hingga masalah kesehatan kerbau mereka. Mereka harus mensikapi sebaik mungkin antara dua hal,yaitu utuk mengubah harga beras di pasar dan tingkat suku bunga uang pinjaman. Di masing-masing bidang ini, mereka harus memperhitungkan risiko dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada.
x
Para penduduk kota sering beranggapan para petani adalah suatu kelompok yang tidak berbentuk yang konservatif atau menolak perubahan. Pandangan ini didasarkan pada kesalahpahamankesalahpamahan. Pada kenyataannya, para petani padi kecil terus menerus mengambil risiko dengan melakukan adaptasi dan perubahan seraya meminimalkan efek kesalahan perhitungan atau nasib buruk. Di satu pihak, kesempatan mereka untuk menang sangat kecil. Hukuman atas kesalahan bisa merupakan rasa lapar, penjualan aset atau kehilangan lahan. Tidaklah mengherankan jika para petani harus bertindak hati-hati dengan tanaman dan lahan mereka.
x
Ketika orang luar bermaksud memperkenalkan perubahan dalam praktik pertanian atau aspek kehidupan di desa, mereka sering kali menentangnya. Alasannya adalah para petani tidak melakukan perubahan tanpa menimbang potensi manfaat dan untung/rugi terhadap lingkungan mereka secara keseluruhan. Di samping itu, pengetahuan para petani bersifat empiris dan sulit dimegerti oleh pihak luar. Para petani menganggap bidang ilmu akademis ini sebagai potongan dunia yang terpisah-pisah di sekitar mereka. Ini berlawanan dengan pendidikan formal, yang didasarkan pada pemikiran abstrak yang diaplikasikan pada klasifikasi yang sudah ditentukan sebelumnya oleh “para spesialis pembangunan” seperti ekonom atau sosiolog.
5
Yang penting untuk dilakukan adalah mengakui, menghormati dan menyesuaikan model operasi para petani. Ini memerlukan lebih dari sekedar komunikasi, proses pengepakan atau kegiatan pemasaran. Para petani harus diberikan kendali proses perubahan. Dengan demikian mereka akan dapat dan termotivasi untuk memadukan input eksternal, dalam istilah mereka sendiri, ke dalam pandangan dunia dan lingkungan mereka. Dalam konteks seperti itu, bagaimana pandangan terhadap masalah HIV/AIDS? Yang lebih mendasar lagi, apa persyaratan-persyaratan yang menjadikan HIV menjadi hal yang penting dalam pandangan dunia para petani? Bagaimana HIV/AIDS dapat diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan sehari-hari para petani di antara keadaan darurat lain yang saling berkompetisi? Dari ekologi tanaman ke ekologi manusia
(1) Hambatan pembinaan pertama: analisis ekosistem padi Bagi seorang petani padi, dunia yang berkembang di sekitar memastikan keberlangsungan sawah mereka. Padi merupakan hal yang begitu sentral bagi para petani sehingga ia membentuk keyakinan, budaya, kalender dan bahasa mereka. Di beberapa desa, sudah diadakan pelatihan sehingga para petani menggunakan strategi manajemen hama untuk melindungi sawah mereka dari serangan hama tanpa menggunakan pestisida. Pelatihan-pelatihan itu diselenggarakan di Kamboja melalui pelatihan lapangan. Tanpa mengkaji lebih rinci manajemen hama11, harus ditekankan di sini bahwa pelatihan itu memprakarsai proses pemberdayaan bagi para petani yang mengakibatkan meningkatnya pemahaman dan kontrol atas proses produksi. Ia menentukan fondasi untuk membangun kapasitas para petani untuk mengelola hidup mereka dan kehidupan keluarga mereka. Pelatihan selama enam belas minggu sesuai dengan musim produksi panen padi. Para petani (semuanya tenaga sukarelawan) belajar melihat sawah mereka, melalui Analisis Agro-Ekosistem (AESA) (lihat Gambar 1), sebagai suatu sistem ekologi tempat berbagai faktor yang menambah atau mengurangi hasil sawah mereka, berinteraksi. Para petani mengubah lahan padi mereka menjadi ruang kelas eksperimen. Mereka melihat bagaimana populasi serangga berubah, berinteraksi (di mana satu hama mengendalikan hama lain) dan kapan harus mengambil tindakan terhadap hama tertentu ketika mereka menjadi hal yang membahayakan bagi hasil panen mereka. Para petani juga belajar menyeimbangkan keuntungan dan kelemahan kontrol biologis melawan harga dan efek menggunakan pestisida. Jadi para petani mampu melakukan eksperimen yang melibatkan sistem yang kompleks. Proses belajar ini memungkinkan karena adanya pengetahuan empiris petani. Pelatihan membantu para petani mengumpulkan berbagai potongan dan bagian pengetahuan mereka, bekerja secara explisit melalui dinamika yang terlibat dan menganalisis dampak intervensi mereka. Dengan menggunakan AESA, para petani menyadari bahwa untuk mengerti dan ikut serta dalam ekologi hasil panen secara efektif, mereka harus menangani akar permasalahan bukannya hanya menangani gejala. Mereka belajar bagaimana keputusan manajemen mereka berdampak pada ekologi padi. Begitu petani mengerti ekologi padi, bukanlah suatu langkah yang besar untuk menggunakan proses berpikir kritis yang sama dan menerapkannya pada ekologi manusia, misalnya kepada diri mereka sendiri, keluarga dan desa mereka. Ketika para petani melakukan standarisasi pengetahuan yang sudah mereka miliki dalam ekologi padi, mereka mendapat hadiah berupa perubahan dalam hasil padi dan mengurangi biaya input, misalnya tidak membeli pestisida. Dampak positif pada hasil padinya adalah suatu langkah yang obyektif atas keberhasilan mereka. Umpan balik yang positif ini membangun kepercayaan diri mereka sendiri, yang semakin menguat. Selain itu, para petani belajar mengenai dinamika kelompok, kepemimpinan, diskusi dan teknik presentasi. Para petani yang berperan serta mengatur diri mereka sendiri masuk ke dalam kelompok belajar. Bersama-sama, mereka menguji praktik-praktik manajemen hasil panen 11
Untuk penyajian lengkap, silakan lihat ke web site: www.communityipm.org atau menulis surat ke FAO.
6
yang berbeda-beda dan membuat catatan termasuk mengenai gambar-gambar agro-ekosistem, yang merupakan hal yang penting karena banyak petani masih buta huruf.
Farmer Life Schools
(2) Hambatan pembinaan kedua: Ekologi manusia dan FLS UNDP-SEAHIV dan FAO, sedang melakukan upaya mengurangi dampak potensial HIV pada para petani pedesaan yang menjalani pelatihan lapangan petani di Kamboja. Sesi awal dengan petanipelatih (para petani sendiri) difokuskan pada bagaimana menjangkau petani padi yang secara sadar tidak tertarik pada HIV- berkaitan dengan ketidaksukaan/stigma terhadap pihak-pihak luar pada petani pedesaan. Proses belajar-menemukan mengenai analisis ekologis ini menghasilkan pemahaman mengenai konsep ekologis dan aplikasi praktis mereka. Dengan demikian para petani mengembangkan konsep “Farmer Life Schools;” yang merupakan terminologi mereka. FLS mengubah analisis ekosistem hasil panen ke perilaku manusia dalam suatu kerangka sistem ekologi manusia. Analisis ekosistem padi, berdasarkan pada AESA, menempatkan tanaman padi pada pusat sistem ekologi, sedangkan dalam analisis ekosistem manusia (HESA), para petani menempatkan diri mereka sendiri di pusat sistem ekologi manusia. Para petani kemudian mengidentifikasi dan menganalisis dinamikanya melalui penejelasan-penjelasan yang mereka dapatkan dari pertanyaanpertanyaan mereka yang terus menerus. Para petani terangsang untuk menggali lebih dalam dan membedakan antara gejala-gejala, akar permasalahn dan berbagai interaksi. Proses HESA mendorong mereka berpikir melalui urutan sebab musabab serta intervensi yang memungkinkan untuk memodifikasi hasil yang tidak diinginkan yang dapat diantisipasi. Sebagai contoh, dalam pendekatan pendidikan kesehatan tradisional, seorang pekerja kesehatan menjelaskan karakteristik virus HIV, bagaimana terjangkitnya dan penggunaan kondom untuk mencegah penularan penyakit akibat hubungan seksual. Masalahnya, dengan pendekatan tersebut adalah bahwa petani tidak dapat dengan mudah mengkaitkan dengan contoh dan penjelasan itu. Ketika seorang pekerja kesehatan mengemukakan bahwa HIV ditemukan dalam tulang sumsum, para petani tidak dapat mengkaitkan keberadaan virus dalam tulang sumsum ke masalah sehari-hari mereka: model tersebut tidak ada artinya bagi para petani.
7
Presentasi dan Analisis
Pengamatan dan penggambaran apa yang disebut dengan ekosistem-agro
Langkah-Langkah Kritis
Fasilisator membantu pencapaian sasaran dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menelaah, untuk membantu proses analisis.
Sasaran: Untuk memeperbaiki pembuatan keputusan dan skil analitis berdasarkan pengamatan ekosistem
Tujuan: Untuk mendiskusikan kondisi lapangan dan memecahkan skenario “jika apa”
Hasil dari analisis dipresentasikan didalam kelompok besar oleh salah seorang anggota kelompok kecil dimana masalah disikapi, pertanyaanpertanyaan dijawab.
Kegunaan penarikan kesimpulan dalam pengamatan dan fokus analisis..
Partisipan dilapangan mengamati, membuat catatan dan mengumpulkan spesimen.
Partisipan memerlukan untuk mengerti proses pengamatan dan kegunaannya/tujuan-nya.
Catatan-Catatan
1. Presentasi dibuat oleh salah seorang anggota kelompok kecil. 2. Partisipan menanyakan pertanyaan kepada presenter. 3. Fasilisisator menanyakan pertanyaan yang tepat guna mendorong diskusi. 4. Kelompok-kelompok mendiskusikan kondisi lahan dan hubungan ekosistem-agro. 5. Skenario “jika apa” diduskusikan. 6. Penggambaran tentang ekosistem agro minggu lalu digunakan sebagai pembanding. 7. Keputusan-keputusan managemen lahan diperiksa secara kritis oleh kelompok. 8. Analisis faktor-faktor tambahan lain diambang ekonomis, seperti periode tumbuh tanaman, musuh alami. Fasilisator mengajukan pertanyaan-[ertanyaan pendahuluan yang membantu partisipan menganalisa apa yang telah dipelajari di lapangan.
1. Sebelum aktivitas, partisipan diberi informasi tentang: a) Tujuan aktivitas. Dan b) Proses yang dilalu dalam aktivitas. 2. Semua partisipan berada di lapangan. 3. Proses pengamatan mengikutsertakan semua jenis tanaman. 4. Pengamatan ditulis. 5. Spesimen dikumpulkan. 6. Penarikan kesimpulan dari pengamatan
Indikator-Indikator
“matriks aktivitas ekosistem-agro” menjelaskan apa yang seharusnya pengamat dapat lihat ketika kegiatan analisis ekosistem agro dijalankan. Sumber: FAO, www.communityipm.org
AESA adalah kegiatan FFS primer yang mengembangkan kebiasaan IPM yang baik: - Observasi. - Analisis. - Pengambilan keputusan. Petani kemudian dapat menjadi pakar-pakar IPM
Aktivitas
Akan tetapi, melalui pendekatan ekologi manusia, para petani melihat bahwa manajemen pertanian yang buruk dapat berakibat pada utang, yang pada gilirannya dapat menimbulkan krisis bagi rumah tangga pertanian. Krisis finansial tersebut dapat menyebabkan anak perempuan meninggalkan rumah dan pergi ke kota mencari pekerjaan. Ketika seorang gadis desa yang hanya memiliki keahlian dalam bidang pertanian dan berpendidikan sekolah dasar datang ke kota untuk mencari kerja, kemungkinan besar ia akan mendapat pekerjaan dalam dunia hiburan dengan demikian akan memaparkan dirinya pada risiko terinfeksi HIV. FLS memberi kontribusi ke pemberdayaan petani FLS memberikan pada para petani suatu alat analitis dan suatu lingkungan yang memungkinkan melalui pelatihan. FLS diadakan di rumah-rumah petani. Para petani belajar bagaimana melakukan HESA yang terpusat pada petani itu sendiri dan rumah tangganya. Para petani mewawancarai anggota kelompok mereka dan anggota desa mereka yang dipilih untuk keadaan yang berlainan. Sebagai contoh, seorang petani yang kaya melawan petani miskin, rumah tangga yang sehat melawan rumah tangga dengan satu anggota menderita sakit; atau rumah tangga berkepala keluarga pria melawan rumah tangga berkepala keluarga wanita. Mereka mengumpulkan informasi mengenai kekayaan, lahan pertanian dan ekonomi rumah tangga, faktor-faktor sosial, lingkungan, pendidikan dan budaya. Dengan demikian para petani menjadi tahu bahwa elemen-elemen ini saling berkaitan dan bahwa pendekatan sistem yang dipelajari di sawah dapat diubah untuk mempelajari keadaan mereka sendiri.
Dengan menggunakan HESA, mereka mengidentifikasi tidak hanya interaksi antara faktor-faktor kunci yang mempengaruhi hidup mereka, melainkan juga memberi dampak pada waktu. Hal ini terutama penting, karena banyak petani tidak terbiasa menyusun rencana untuk beberapa tahun ke depan. Horison waktu mereka biasanya ditentukan oleh kalender pertanian dan siklus padi. Menggunakan horison waktu jangka panjang adalah kunci untuk membuat pencegahan HIV menjadi sesuatu hal yang berarti. Diagram dari Sin Chhitna Proses HESA mengeksplorasi penyebab akar permasalahan yang dihadapi oleh para petani dan mendorong mereka merencanakan implikasi dinamik yang terjadi di masa yang akan datang dan keputusan yang diambil yang dapat memiliki reaksi/respon dalam jangka waktu selama beberapa tahun. Penekanan diberikan pada hasil di masa yang akan datang atas keputusan, tindakan yang diambil dan keadaan akibat tidak diambilnya tindakan pada masa kini. Para petani dengan demikian menjadi tahu tentang mutu keputusan yang diambil dan kemungkinan menjalankan keputusan untuk meningkatkan situasi mreka sendiri bergantung pada mutu dan kedalaman analisis HESA. Observasi dan pembahasan yang dilakukan oleh petani kemudian didiskusikan di antara para peserta. Petani yang kasusnya sedang dikaji turut serta dalam pembahasan HESA mengenai kasusnya meskipun ia bukan peserta pelatihan FLS. Pembahasan tidak hanya difokuskan pada identifikasi masalah, melainkan juga pada keunggulan-keunggulan para petani, rumah tangga pertanian mereka dan pilihan yang terbuka bagi mereka dalam sumber daya mereka sendiri. Dengan demikian petani berada pada posisi untuk mempertimbangkan situasi mereka sendiri secara objektif dan mengambil keputusan yang sudah diketahui berdasarkan pada kelayakan dan risiko yang terlibat.
9
Proses HESA ini menjadi kekuatan yang memotivasi para petani untuk melaksanakan keputusan yang sudah dipilihnya. Proses HESA meningkatkan interaksi konstan dan terbuka antara para petani yang terlibat dan dengan demikian mengarah pada penciptaan jaringan petani secara informal. Para petani terus mengadakan pertemuan sesudah selesainya pelatihan FLS untuk menindaklanjuti keputusan yang diambil oleh seorang petani. Jaringan informal tersebut berhungan dengan sistem pemantauan informal melalui kelompok dukungan yang terbentuk atas dasar pergaulan. Selama pertemuan dan pembahasan, tindak ketika terjadi kesalahan dalam opsi yang dipilih atau dalam pelaksanaannya, kesalahan akan dianalisis dan dibetulkan, apabila memungkinkan. Sebagai contoh, beberapa petani memutuskan untuk memelihara anak ayam untuk menambah penghasilan mereka yang berbasis pada padi. Akan tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan akhirnya anak ayam itu mati.
Foto: Jacques du Guerny
Mereka kemudian mengerti bahwa pelatihan dibutuhkan dalam apa yang sekilas tampak sebagai kegiatan sederhana. Diperlengkapi dengan wawasan kausal dan bukannya menyerah setelah menemui kegagalan, mereka dapat memutuskan untuk dilatih dalam memelihara ayam dan memulai semuanya lagi jika mereka masih menganggap bahwa memelihara ayam itu merupakan opsi yang bagus. Kadang-kadang seorang petani tidak melaksanakan keputusan yang sudah diambil berdasarkan analisis HESA. Lalu jaringan petani menganalisis alasan-alasan untuk tidak melaksanakan keputusan dan bisa saja didapati bahwa sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan tersebut diremehkan atau bahwa situasinya telah berubah. Berdasarkan kajian ulang ini, dapat dicari suatu solusi alternatif. Para petani yang mendapatkan manfaat dari pelatihan FLS dapat mempertimbangkan masa depan mereka sendiri dan masa depan anak-anak mereka dengan lebih baik. Karena alat analitis ini sudah diserap oleh para petani, kepercayaan mereka dalam kapasitas mereka sendiri untuk meningkatkan kehidupan mereka dan berinvestasi di masa yang akan datang menjadi hal yang penting bagi mereka. Indikator dampak proses HESA adalah meningkatnya kapasitas para petani untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, panadai mengemukakan masalah-masalah dan menemukan solusi sendiri. Harus diperhatikan bahwa FLS memberikan fokus pada petani secara individual. Yang dianalisis adalah lahan, situasi dan keluarga. Yang menjadi pendorong petani adalah menemukan kemungkinan mereka sendiri untuk mengubah hasil dari lahan mereka. Ketika mereka melihat bahwa mereka mampu mencapai hasil yang lebih baik, langkah selanjutnya adalah meningkatkan standar hidup mereka sendiri. Semakin cermat setiap peserta pelatihan menganalisis situasinya, semakin banyak wawasan yang mereka peroleh, dengan demikian menstimulasi komitmen mereka untuk melakukan proses pengembangan diri. Lebih jauh lagi, ketika petani melakukan proses analitis, pengambilan keputusan dan pelaksanaan, mereka menjadi semakin tahu akan nilai jaringan dukungan. Solidaritas dianggap sebagai sesuatu yang bermanfaat karena semua peserta dalam jaringan mendapatkan
10
manfaat dari hal itu, seperti arus pasang yang mengangkat semua perahu. Dengan jalan ini, FLS membedakan dari banyak kelompok/komunitas masyarakat yang didasarkan pada pendekatan, karena ia memfokuskan diri pada keadaan-keadaan individual dan motivasi ketimbang menambah kontribusi yang melulu mementingkan orang lain (altruistic), kepada masyarakat untuk keuntungan bersama. FLS membawa manfaat bagi kepada desa sebagai akibat jumlah manfaat individual. Pengalaman menunjukkan bahwa peserta pelatihan FLS dengan cepat menyadari bahwa proses permberdayaan diri mereka akan difasilitasi jika kondisi desa lainnya juga meningkat. Itulah sebabnya mengapa peserta pelatihan sangat menganjurkan untuk menngkatkan pelatihan FLS kepada warga desa lainnya. Sebagai contoh, seorang peserta pelatihan muda menemukan melalui HESA bahwa ia benar-benar tertarik pada sepeda sehingga ia ingin mendirikan sebuah bengkel kecil untuk menambah penghasilannya selain dari bidang pertanian. Ia tahu bahwa agar bengkelnya berhasil dalam jangka panjang diperlukan sebanyak mungkin penduduk desa yang memiliki penghasilan yang cukup untuk membeli sepeda. Akibatnya ia secara aktif mendorong penduduk desa untuk meningkatkan pendapatan mereka. Di Kamboja, strategi pembangunan Peserta Pelatihan dan Pelatih (Lihat kotak tentang Peserta Pelatihan dan Pelatih) harus Peserta pelatihan adalah petani suka rela dengan berbagai usia berbasis individual karena banyak (Namun mayoritas adalah petani pria dan wanita muda). Jumlah desa yang dibentuk oleh orang- petani pria dan wanita sama: komposisi yang bagus dari desa itu. orang yang membentuk kelompok Tingkat kehadiran pada sesi pelatihan cukup tinggi dan ini menunjukkan bahwa para petani termotivasi untuk hadir. Pelatihan lagi bersama-sama. Dikamboja berlangsung di sebuah rumah peserta pelatihan dan suasananya terdapat kekurangan dalam hal informal namun serius. Studi kasus disajikan oleh para peserta persamaan nasib pada sejarah masa pelatihan setelah mereka mengumpulkan data dan menyusun lalu, yang diperlukan untuk HESA. Baik pria maupun wanita sama-sama berpartisipasi dalam membentuk komunitas. Sensus presentasi dan diskusi. Selama diskusi berlangsung, pertanyaan penduduk menunjukkan bahwa dan jawaban saling diajukan bergantian sampai peserta merasa persentase yang besar dari bahwa mereka sudah menguasai masalah. Ketika peserta pelatihan penduduk desa adalah para merasa pengetahuan mereka sudah sampai pada batasnya, mereka pengungsi yang sudah mendapat memanggil pelatih yang berfungsi sebagai fasilitator atau tempat hunian kembali, petani memanggil ahli dari luar apabila perlu. Peserta pelatihan bersifat pragmatis. Apabila masalah itu penting bagi mereka, hal tersebut yang berpindah-pindah tempat, dan menjadi terbuka untuk didiskusikan secara terus terang. Sebagai lain-lain. Dengan kondisi contoh ketika mereka mengetahui ancaman HIV/AIDS, mereka, demikian, tidak ada solidaritas baik pria maupun wanita, dapat membahasnya secara sangat alamiah. Bahkan seringkali terjadi terbuka, dan itu dilakukan dengan istilah-istilah yang konkrit. ketidakpercayaan antara para penduduk desa, yang diperkuat oleh trauma akibat perang. Sulit untuk mengembangkan suatu masyarakat secara keseluruhan, ketika tidak ada kohesi kelompok maupun pertalian kekeluargaan. FLS di lain pihak dapat memberi kontribusi pada penciptaan atau penguatan hubungan masyarakat melalui pembangunan jaringan. Para pelatih adalah lulusan dari Farmer Field Schools (FFS) yang secara suka rela menjadi pelatih. Mereka berfungsi sebagai pelatih, membuat catatan dan kemudian menindaklanjuti topik yang diangkat atau tindakan yang diperlukan, misalnya mengajak serta agen penyuluhan atau petugas kesehatan ke pertemuan tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus. Mereka tidak mendapat gaji, hanya kompensasi keuangan untuk menutup biaya perjalanan mereka ke FLS selanjutnya. Hadiah untuk mereka berasal dari pengakuan oleh para penduduk desa dan penyempurnaan keterampilan analitis dan ekspresi mereka secara pribadi. Jumlah pelatih wanita dan pria sama banyaknya.
11
III. Membangun masa depan: Pemberdayaan, manajemen risiko dan pencegahan HIV Untuk masa depan… Ketika pemberdayaan petani meluas dari sawah ke lahan rumah tangga pertanian, perhatian terhadap masa depan menjadi hal yang penting. Sebagai contoh, ketika petani FLS mengetahui secara sadar kemungkinan bahwa anak-anak mereka mendapat akses ke masa depan yang lebih baik melalui sekolah, dampak malaria pada anak-anak mereka menjadi suatu arti baru: jika seorang anak mengidap penyakit malaria, maka prestasinya di sekolah akan buruk. Para petani kemudian menjadi lebih perhatian terhadap pencegahan penyakit malaria dan mulai melindungi anak-anak mereka dari sarang nyamuk. Pemberdayaan petani juga secara tidak langsung menurunkan kerentanan mereka dan keluarga mereka terhadap infeksi HIV. Dengan meningkatkan tingkat pendapatan dan stabilitas keuangan sepanjang tahun, mereka dapat mengurangi keadaan krisis yang ditermasuk didalamnya pengambilan langkah-langkah yang putus asa, misalnya menjual anak gadisnya untuk membayar utang. Bukan hanya tingkat pendapatan melainkan juga kesinambungan sepanjang tahun yang merupakan hal penting untuk menurunkan dapat kerentanan (lihat Tambahan). Masa sebelum panen adalah masa yang rentan karena persediaan sedikit dan utang tinggi. Para pemberi pinjaman uang biasanya muncul pada saat-saat seperti itu untuk menekan pelunasan. Para pedagang manusia sering mengikuti para pemberi pinjaman untuk membantu menawarkan pembelian anak perempuan petani atau bahkan anak-anak yang lebih muda lagi, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan melakukan pemberdayaan, para petani mulai mempertimbangkan masa depan yang memungkinkan bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka mengerti bahwa pengendalian hama secara biologis adalah suatu strategi yang bagus untuk menjaga agar sawah mereka tetap dalam kondisi sehat ketika biji padi terbentuk dan menjadi matang, yang dengan demikian akan memaksimalkan hasilnya. Demikian pula, mereka menyadari bahwa untuk membangun masa depan mereka harus tetap dalam kondisi sehat. Kesehatan yang bagus adalah hal yang lebih daripada tujuan itu sendiri, ia juga merupakan persyaratan untuk menambah produksi dan meningkatkan penghasilan. Sudah diketahui bahwa para pekerja senang merawat alat-alat mereka. Alat yang paling penting bagi para petani adalah kekuatan dan kemampuan untuk bekerja. Pemeliharaan kesehatan para petani menjadi hal penting baru ketika timbul pandangan akan masa depan. …tanpa HIV/AIDS Sebagaimana yang telah dibahas, dalam kerangka ekosistem manusia, kesehatan adalah hasil dari manajemen risiko. Kesehatan bukanlah status yang diberikan atau karena ketiadaan penyakit. Para petani belajar tentang bagaimana pola-pola tertentu perilaku, misalnya alkohol, kecelakaan, obatobatan dan HIV, dan faktor-faktor lain seperti mutu air minum dapat memiliki implikasi kesehatan. Faktor-faktor ini berada di bawah kendali para petani. Misalnya para petani dapat meningkatkan kebersihan peralatan penyimpanan air hujan dengan memastikan bahwa alat itu bukan sebagai tempat berkembang biak nyamuk. Mereka dapat membeli kelambu untuk anak mereka. Penggunaan analisis HESA merangsang para petani untuk menggali kemungkinan sebab-sebab lain penyakit, melebihi kemungkinan-kemungkinan nyata lainnya. Sebagai contoh, tidak menggunakan kondom dengan para pekerja seksual ketika mereka melakukan perjalanan dapat membuat mereka sakit dan pada akhirnya akan menuju pada kematian serta hancurnya rumah tangga mereka (sebagai contoh seorang janda yang masuk ke sistem barter yang memperdagangkan seks demi mendapatkan makanan dan barang). Mereka kemudian mempertimbangkan perilaku mereka ketika pindah ke kota selama musim kemarau. Tekanan dari teman sebaya sering membuat mereka minum berlebihan dan mengunjungi para pekerja seksual. Mereka mulai mempertimbangkan alternatif-alternatif migrasi musiman. Diskusi kelompok HESA mengidentifikasi kemiskinan sebagai akar penyebab migrasi musiman dengan banyak konsekuensinya: pencarian pekerjaan yang dapat mereka raih, kesepian, risiko infeksi akibat
12
hubungan seksual (STIs), HIV dan bahkan risiko menghilang dan tidak pernah kembali ke desa. Sebagian penduduk desa mampu mengembangkan sumber penghasilan mereka melebihi pertanian padi. Contohnya gula aren membuat para pria tetap sibuk di desa selama musim kemarau. Peserta pelatihan FLS menjadi tahu bahwa kegiatan yang menghasilkan pendapatan selama musim kemarau akan memberi kontribusi pada perlindungan para penduduk desa dari STIs dan HIV. Tidak terdapatnya penyakit-penyakit yang diderita para penduduk desa mereka catat ketika membandingkan keadaan mereka dengan keadaan desa tetangga yang tidak ada perkembangan kegiatan mendapatkan penghasilan alternatif selama musim kemarau. Penduduk menganggap migrasi adalah faktor risiko besar terjadinya infeksi HIV. Menurut pendapat mereka menciptakan sumber penghasilan lain, disamping penghasilan dari padi, seperti hasil panen yang menghasilkan uang tunai atau kerajinan tangan dapat menjadi suatu strategi pencegahan HIV yang efektif.
Diagram dari Farmer Life Schools
Dewasa ini di Kamboja, penduduk di pedesaan biasanya sudah mengetahui sendiri atau sudah mendengar tentang kasus-kasus AIDS atau apa-apa yang dianggap bisa sebagai AIDS, karena tes darah untuk HIV belum dilaksanakan. Dampak HIV/AIDS sering ditekankan oleh peserta pelatihan sebagai penyebab akibat ekonomis yang membawa bencana bagi seluruh kelaurga, bukan hanya karena ia merupakan penyakit mematikan. Bagi peserta pelatihan FLS, HIV/AIDS adalah penyakit yang menakutkan karena ia menghancurkan masa depan yang baru saja mereka temukan untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Dalam konteks ini kerangka berpikir mereka sangat terbuka terhadap pendidikan pencegahan HIV/AIDS. HIV/AIDS bukanlah subyek khusus dalam pelatihan FLS. Akan tetapi peserta pelatihan, ketika membahas studi-studi kasus HESA sering mengemukakan persoalan HIV. Dalam sejumlah kasus, peserta pelatihan menjadi begitu penuh perhatian pada dampak HIV/AIDS sehingga mereka meminta informasi mengenai pencegahan HIV kepada para pelatih. Para pelatih tersebut yang juga merupakan petani dan hanya memiliki sedikit pengetahuan ilmiah mengenai HIV kemudian memanggil petugas kesehatan agar datang ke desa mereka untuk memberi informasi mengenai HIV. FLS mampu menyediakan dasar bagi rakyat untuk mengidentifikasi HIV/AIDS sebagai sebuah ancaman yang serius. FLS juga dapat menyebabkan diajukannya permintaan pendidikan pencegahan HIV, sehingga menciptakan suatu lingkungan yang mendukung untuk pencegahan HIV/AIDS.
13
Akibat ekonomis HIV/AIDS: kasus Buo Thou yang dikisahkan oleh salah seorang kakak perempuannya Penghasilan Thou hanya 2,700 baht (US$70) per bulan di Angkatan Udara, dan sedikit yang dapat ditabung setelah digunakan untuk membeli makanan dan biaya hidup yang ia habiskan dalam kehidupan sosialnya. Ia sering mengunjungi tempat pelacuran hingga akhirnya mengidap AIDS. Thou mulai menjalani pengobatan di bawah pengawasan seorang dokter asing dengan menggunakan obat asing. Salah seorang kakak kami tinggal di dekat klinik sehingga Thou tinggal bersamanya selama dua bulan pertama masa pengobatannya. Biaya untuk menebus resep yang diperlukan adalah 20,000 baht (US$500) per bulan. Keluarga kami berkumpul semua untuk membahas cara terbaik untuk menutup biaya tersebut. Kemudian diambil keputusan bahwa satu-satunya cara kami dapat memberi sumbangan uang adalah dengan menjual beberapa harta benda kami. Salah satu kakak kami menjual motornya terlebih dahulu, dan ini dapat menutupi biaya pengobatan untuk bulan pertama. Kami benar-bernar berharap ia hanya akan membutuhkan pengobatan selama satu bulan, tetapi seiring berlalunya waktu kondisi Thou menjadi semakin dan semakin memburuk. Ia harus terus mengkonsumsi obat asing tersebut selama sepanjang enam bulan, dan itu membuat apa saja yang keluarga kami miliki harus dilepaskan. Kakak saya pertama-tama menjual rumah mereka, kemudian tanah mereka. Mereka senang melakukan hal ini demi Thou, namun merasa marah pada dokter dan obat. Mereka melihat apa saja yang mereka miliki hilang demi pengobatan yang kelihatan jelas tidak membantu kondisi Thou. Diri saya sendiri tidak memiliki harta apa-apa untuk dijual. Saya dan suami saya telah mengambil risiko pada hasil panen pada masa sebelumnya dalam upaya untuk mendapatkan sedikit keuntungan namun itu tidak membuahkan hasil. Yang saya miliki adalah sedikit tanah sewaan, jadi saya merasa sedih melihat pengorbanan yang dilakukan oleh keluarga saya. Satu-satunya hal yang dapat saya lakukan adalah menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama Thou. -Salah seorang kakak Thou
KESIMPULAN Melalui analisis ekosistem manusia (HESA) yang dikembangkan oleh the Farmer Life Schools, para petani padi di Kamboja mampu menempatkan diri mereka sendiri dalam suatu wacana yang dibentuk oleh karakteristik mereka sendiri serta oleh faktor-faktor luar yang positif maupun negatif. HIV/AIDS dianggap bukan sebagai faktor kesehatan yang terisolasi namun sebagai bagian dari sistem. The FLS mendorong para petani agar mengetahui bahwa mereka dapat mempengaruhi dinamika sistem dan membentuk masa depan mereka sendiri. Para petani menggunakan HESA karena mereka mengontrol proses dan hasil yang memberinya kredibilitas di mata mereka. Para petani mengerti bahwa dengan mengemukakan sebab akar kerentanan mereka terhadap HIV/AIDS, seperti kemiskinan atau manajemen pertanian yang buruk, mereka dapat mengurangi kerentanan. Ketika petani mendapatkan kapasitas untuk membangun masa depan mereka, mencegah infeksi HIV dengan melindungi diri mereka sendiri dan keluarga mereka menjadi hal yang sangat berarti.
Dari: Farmer Life Schools
14
Tambahan Karena penindak lancutan FLS dan pembentukan Farmer Field Schools (FFS), baik FLS dan FFS saling mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh bersama saling mempengaruhi dalam menyedian produksi dan umah tangga pertanian, yang menjadi dasr ntuk pembangunan masyarakat. FLS pada umumnya menyebabkan petani menyadari bahwa untuk menghilangkan kemiskinan mereka harus mengetahui cara menguangkan hasil panen, yang ditangani dengan bentuk-bentuk lain dari IPM dan secara khusus FFS dan AESA dirancang untuk sayur mayur, katun dan lain-lain. Untuk membantu para petani berpartisipasi dalam ekonomi pasar berdasarkan jangka waktu terbaik yang memungkinkan sehingga sebanyak mungkin nilai tambah baru dari menguangkan hasil panen akan tetap berada di rumah tangga pertanian dan desa ketimbang diambil oleh para perantara, seseorang dapat mengembangkan Analisis Ekosistem Pemasaran (MESA) dengan pola yang sama seperti AESA dan HESA. Desa-desa kemudian dapat menentukan proses koheren yang dituju, diluar mata pencaharian bertani yang berada di bawah kendali mereka dan yang memberi kontribusi pada pembangunan masyarakat. Gambar 2. Jalan setapak menuju pembangunan masyarakat Jalan setapak baru
IPM
Note:
AESA (beras)
AESA (hasil panen lain yang dapat diaungkan
HESA
IPM – Manajemen Hama Terpadu AESA – Analisis Ekosistem Pertanian HESA – Analisis Ekosistem Manusia MESA – Analisis Ekosistem Pemasaran CD – Pembangunan Masyarakat
Foto oleh: Lee-Nah Hsu
15
MESA
CD
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara http://www.hiv-development.org
DAFTAR TERBITAN SAMPUL
JUDUL Pertanian Afrika-Asia Melawan AIDS African-Asian Agriculture against AIDS http://www.hiv-development.org/publications/5A_id.htm
Membangun Pengelolaan yang Demokratis-dinamis dan Ketahanan Masyarakat Terhadap HIV Building Dynamic Democratic Governance and HIV-Resilient Societies http://www.hiv-development.org/publications/Oslo_Paper_id.htm Pedoman Farmers’ Life School Farmers’ Life School Manual http://www.hiv-development.org/publications/FLS_id.htm
Perpindahan Penduduk dan HIV/AIDS: Kasus Ruili, Yunnan, Cina Population Movement and HIV/AIDS: The case of Ruili, Yunnan, China http://www.hiv-development.org/publications/Ruili_Model_id.htm
Dari Peringatan Dini Menuju Tanggapan Sektor Pembangunan Menghadapi Wabah HIV/AIDS From Early Warning to Development Sector Responses against HIV/AIDS Epidemics http://www.hiv-development.org/publications/EWDSR_id.htm Tanggapan Multisektoral terhadap Kerentanan HIV pada Penduduk yang Berpindahpindah Tempat: Contoh-contoh dari Republik Rakyat Cina, Thailand dan Viet Nam Multisectoral Responses to Mobile Populations’ HIV Vulnerability: Examples from People’s Republic of China, Thailand and Viet Nam http://www.hiv-development.org/publications/Multisectora_id.htm HIV/AIDS dan Ancaman terhadap Ketersediaan Pangan: peran teknologi tepat daya (labour saving technology/LST) dalam rumah tangga petani Meeting the HIV/AIDS Challenge to Food Security: The role of labour-saving technologies in farm-households http://www.hiv-development.org/publications/meeting-challenge_id.htm Konsultasi Negara Cluster Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura Tentang Pengurangan Kerentana HIV Para Pekerja Migran: Pra-Keberangkatan, PascaKedatangan dan Reintegrasi Pekerja Yang Kembali Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore Cluster Country Consultation on Migrant Workers’ HIV Vulnerability Reduction: Pre-departure, post-arrival and returnee reintegration http://www.hiv-development.org/publications/BIMPS-Report_id.htm
TANGGAL ISBN 974-91418-5-7 April 2004
974-91870-8-3 Feburari 2004
974-91708-1-4 Januari 2004
974-91669-7-3 Agustus 2003
974-91330-6-4 Mei 2003
974-91165-8-5 Februari 2003
974-680-220-8 Desember 2002
974-680-221-6 September 2002
Masyarakat Menghadapi Tantangan HIV/AIDS: Dari Krisis ke Kesempatan Dari Kerentanan Masyarakat ke Ketangguhan Masyarakat Communities Facing the HIV/AIDS Challenge: From crisis to opportunities, from community vulnerability to community resilience http://www.hiv-development.org/publications/Crisis_id.htm Suatu Strategi Pembangunan Untuk Memberdayakan Para Petani Pedessaan dan Mencegah HIV A Development Strategy to Empower Rural Farmers and Prevent HIV http://www.hiv-development.org/publications/HESA_id.htm
Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia Population Mobility and HIV/AIDS in Indonesia http://www.hiv-development.org/publications/Indonesia_id.htm
Pergerakan Penduduk dan Kerentanan Terhadap HIV: Kaitan Brunei-IndonesiaMalaysia-Filipina Di Wilayah Pertumbuhan Asean Timur Assessing Population Movement & HIV Vulnerability: Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines linkages in the East ASEAN Growth Area http://www.hiv-development.org/publications/BIMP_id.htm Pengetahuan tentang HIV Para Pekerja Kontrak Dari Indonesia Di Luar Negeri: Jeda dalam informasi Indonesian Overseas Contract Workers’ HIV Knowledge: A gap in information http://www.hiv-development.org/publications/Contract%20Workers_id.htm
974-680-271-8 Juli 2002
974-680-200-3 Januari 2002
92-2-112631-5 November 2001
974-680-175-9 November 2000
974-680-173-2 September 2000
Pengembangan Kapasitas
Kemitraan Multisektoral
Advokasi Kebijakan
Pembangunan Ketahanan
UNDP adalah jaringan pembangunan global PBB yang mengadvokasi perubahan dan menghubungkan negara-negara ke pengetahuan, pengalaman dan sumber daya untuk membantu masyarakat membangun kehidupan yang lebih baik. Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP, United Nations Building, Rajdamnern Nok Avenue, Bangkok 10200, Thailand Tlp: +66-2-288-2165; Fax: +66-2-280-1852; Website: www.hiv-development.org
Pembangunan adalah proses memperbesar pilihan rakyat untuk menjalin kehidupan yang lebih panjang dan sehat, memiliki akses ke pengetahuan, dan untuk memiliki akses ke penghasilan dan aset; untuk menikmati taraf kehidupan yang layak.
ISBN : 974-680-200-3