EDISI 65 • TAHUN VI 28 SEPTEMBER 2012
SUARA PEMEGANG SAHAM fokus
FOKUS UTAMA Akhirnya Forum Hukum BUMN Lahir 1 Harapan Kepada Sebuah Forum Hukum BUMN 2 Kedudukan BUMN Dalam Sistem Keuangan Negara 2 PARODI KITA Hope - Hopeless 3 SARAN PENDAPAT Informasi: Kebutuhan yang Terabaikan 3 SOSOK TOKOH SUPRIYANTO, GM PELABUHAN MERAK Kalau Jadi Pegawai, Jadilah Pegawai yang Benar 4 SUDUT PANDANG Gak Zamannya Lagi 6 REKAM PERISTIWA Berpisah Dengan Seorang Protokol 6 MoU RENCANA PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT PEKERJA Rumah Sakit Buruh Jadi Kenyataan 7 SOSIALISASI Rujukan Agar KemenBUMN Lebih Baik 7 BINCANG PUBLIK PRIVATISASI BUMN Privatisasi Bukan Jual Negara 8
Akhirnya Forum Hukum BUMN Lahir
Sekitar lima tahun lalu, sudah ada keinginan untuk membentuk Forum Hukum BUMN. Karena berbagai hal, rencana itu tertunda. Akhirnya, 31 Agustus 2012, di Hotel Aryaduta, dalam acara Workshop “Kedudukan BUMN Dalam Sistem Keuangan Negara”, yang tertunda itu akhirnya terealisasi juga. Forum Hukum BUMN pun lahir! HERMAN HIDAYAT, Inspektur KemenBUMN, mantan Kepala Biro Hukum yang merintis pembentukan Forum Hukum menyatakan sangat bahagia dengan hadirnya Forum Hukum ini. “Ini penting, karena ini sudah tertunda 5 tahun,” tegasnya. Ia optimis, dengan adanya Forum Hukum, banyak yang bisa dikerjakan dalam membenahi pernak-pernik masalah hukum di BUMN. Wahyu Hidayat, Sekretaris Kementerian BUMN menyatakan, bahwa kehadiran Forum Hukum bukan sekedar menambah jumlah Forum di BUMN, namun juga memperkaya dan memperkuat BUMN secara bottom up. “Forum ini akan berkontribusi untuk memberi saran agar aturan main di bisnis kita semakin baik dari sudut hukum, karena anda yang tahu di lapangan,” katanya. Ia menunjuk adanya UU Keuangan Negara dan UU lainnya yang membuat direksi gamang membuat keputusan, sebagai sebuah persoalan besar di BUMN. “Forum ini dapat kita andalkan untuk membahas masalah-masalah hukum tersebut,” katanya. Selanjutnya Sekretaris Kementerian BUMN diberi mandat untuk menetapkan pembentukan Forum Hukum BUMN ini. “Sekaligus Pak Sesmen akan menetapkan kepengurusan Forum Hukum BUMN untuk pertama kalinya,” ujar Hambra, Kabiro Hukum. Selamat! [Tbk]
foto: seno
UJI PUBLIK RANCANGAN PERMEN Aturan Payung Tentang Akuntabilitas 8
Kontak Kementerian BUMN Telp. Sentral: 021-29935678 SMS Center: 08111 188 188
utama
fokus
utama
2
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
seno
Harapan Kepada Sebuah Forum Hukum BUMN
BARANGKALI ITU cara Herman menuntaskan impiannya untuk terbentuknya Forum Hukum BUMN. Namun, ketika Forum Hukum BUMN tersebut terbentuk di ujung Agustus lalu, tentu banyak hal yang muncul sebagai harapan. Hambra, Kepala Biro Hukum KemenBUMN menyatakan banyak sekali masalah hukum di BUMN. “Salah satu fokus kita di Forum ini adalah membahas rencana perubahan UU BUMN,” katanya. Wahyu Hidayat, Sekretaris Kementerian BUMN menyatakan risau dengan aturan hukum terkait BUMN. “Apakah kita harus tunduk pada UU Keuangan Negara? Ada yang bilang tidak. Untuk itu, hal ini perlu kita bahas mendalam, supaya tidak salah kaprah,” katanya. Untuk itu, sebuah Forum Hukum BUMN menurutnya akan hadir untuk memberikan input. “Sehingga aturan yang ada applicable,” ujar Wahyu. Apalagi, direncanakan akan ada revisi UU BUMN dan UU Keuangan Negara. Menurut Wahyu, aturan yang ada sekarang bisa digunakan tergantung kepentingan. “Sehingga ada
Ketika Forum Hukum yang dicita-citakannya belum terwujud, diam-diam, Herman Hidayat, yang saat ini jadi Inspektur KemenBUMN telah membuat dua website, sebagai referensi dan komunikasi hukum.
peraturan yang dapat mengurangi kekuatan BUMN dan tidak adanya treatment yang selaras dengan badan usaha lain,” katanya. Forum ini menurutnya sebuah komitmen besar untuk perubahan. “Ini akan membantu BUMN menjadi salah satu pelaku utama pembangunan di Indonesia saat ini,” katanya. Ia melihat Forum Hukum ini akan menjadi wahana menyalurkan energi yang bermakna untuk membangun BUMN. FORUM HUKUM SEBAGAI ALAT PERJUANGAN Wahyu mencatat, terdapat 3 forum yang ada di BUMN. Pertama, Forum Human Capital yang ditujukan untuk membangun apapun tentang sumber daya manusia di BUMN. Kedua, Forum Humas BUMN yang membangun peningkatan kompetisi para pejabat Humas BUMN dalam meningkatkan citra BUMN di masyarakat, termasuk media. Ketiga, Forum TI (FORTI) yang memiliki tugas mendorong peningkatan teknologi informasi di BUMN. Dan sekarang hadir forum keempat: Forum Hukum BUMN. Tentu saja, kehadiran masing-masing forum tersebut memiliki
tujuan dan peran masing-masing. Forum Hukum BUMN menjadi penting dan aktual karena dihadapkan dengan masalah pelik yang seakan-akan membelenggu BUMN: aturan hukum yang masih belum menguntungkan BUMN dan tidak membuat level of playing field yang sama antara BUMN dengan pelaku usaha lainnya. Kepala Biro Hukum mengajak agar pembicaraan tentang masalah keuangan negara akan menjadi pijakan awal untuk perjuangan mendudukkan keuangan negara dalam posisi hukum BUMN. “Forum ini tidak akan menjadi forum kongkow-kongkow. Kita akan bahas semua masalah untuk kemajuan bersama,” ujar Hambra dengan semangat. Selanjutnya Hambra minta agar manajemen BUMN memberi masukan secara konkrit tentang bisnis apa saja di BUMN yang tidak lancar akibat aturan yang ada di Indonesia ini. “Forum ini akan menjadi alat perjuangan kita secara bersama untuk mencari jalan keluar,” katanya. [Tbk]
seno
Kedudukan BUMN dalam Sistem Keuangan Negara
HAMBRA MENYATAKAN, walau doktrin yang digunakan oleh ahli hukum sama, namun terhadap UU BUMN dan UU yang terkait dengan kekayaan negara masih tetap ada multitafsir dalam penerapan undang-undangnya. Menurutnya, ini sudah bak benang kusut yang membingungkan. Prof. Nindyo dari UGM juga berpendapat sama. “Ini masalah yang sudah berkepanjangan,” katanya. Ketika diundang di DPR, ia sudah mengungkapkan bahwa BUMN sebagai korporasi yang berbadan hukum, ciri khasnya adalah kekayaan terpisah. Prof. Erman Rajagukguk menyatakan bahwa UU Korupsi harus berubah. “Karena Korupsi itu bukan hanya terbatas pada kekayaan negara, tapi keuangan siapa saja,” katanya. Menurutnya terkait dengan RUU BUMN yang sudah satu tahun di DPR, semestinya dimintakan saja pendapat Mahkamah Konstitusi. Untuk menghindarkan tuduhan merugikan kekayaan negara, Prof Erman menganjurkan agar hal itu diserahkan pada arbitrase adhoc atau nasional. “Itu sama dengan keputusan hukum,” katanya.
Sepertinya, tema tersebut sudah sering dibahas. Bahkan menurut Hambra, Kabiro Hukum, ini tema yang membosankan. Namun, bagaimana pun, pembahasan ini tetap aktual karena selalu jadi masalah di BUMN.
Menurut Herman Hidayat, Inspektur KemenBUMN, kita harus dudukkan BUMN pada posisi yang sebenarnya. “Ini urusan penguasa dan pengusaha,” katanya. Menurutnya, ketika dana APBN masuk ke korporasi, itu jadi uang korporasi. “Kalau kita memberlakukan BUMN sebagai kekayaan negara, maka utang BUMN adalah utang Negara, sehingga kreditor pailit bisa ditagihkan ke APBN,” kata Herman. Tentu ini akan membawa ketidakpastian fiskal yang luar biasa. Menurutnya, keberadaan UU BUMN mestinya bersifat komplementer terhadap UUPT dan lex specialist terhadap UU yang mengatur berbeda. “Juga harus dipertegas kedudukan dan kewenangan instansi yang membina BUMN,” tambahnya. Dengan kondisi aturan yang ada, Prof Hikmahanto menyatakan, BUMN berpotensi jadi “ATM” bagi aparat penegak hukum. “Ini bukan perdebatan normatif dan akademis, tapi masalahnya kita berhadapan dengan aparat penegak hukum,” tandasnya. Terkait kerugian negara, Hikmahanto berpendapat perlu ada bukti kejahatan dan niat jahatnya dalam menentukan kerugian itu, kerugian bisnis atau untuk kepentingan pribadi. Namun aparat penegak hukum seringkali tidak mau melihat hal tersebut. “Mereka selalu melihat pasti ada apa-apanya,” katanya. Saran Hikmahanto, harus ada judicial review dan legislative review. “Kalau perlu ada Holding BUMN karena subholding tidak ada kaitan dengan keuangan negara,” katanya. Menurut Nindyo, masalah keuangan negara ini lebih kuat aspek politiknya. Herman Hidayat pernah memberi penjelasan lugas tentang kekayaan negara itu ke pihak kepolisian. Ia menyatakan, polisi menerima gaji dari APBN, berarti itu bisa diklasifikasikan sebagai kekayaan negara. “Apakah kalau polisi tadi mau beli sayur, harus tender? Ini yang terjadi di BUMN,” kata Herman. [Tbk]
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
3
parodi
kita
Hope - Hopeless Oleh: Teddy Poernama
seno
Surti menangis tersedu-sedan di pangkuan ibunda. Dadanya sesak dan kakinya lemas. Harapan sepertinya pupus sudah. Mas Tejo yang dulu mencintainya kini pergi meninggalkan luka bathin yang begitu mendalam. Perih! Dan tersisa buah kasih yang tak diinginkan: Bayi dalam kandungan.
SURTI TERUS meronta, meminta maaf pada ibunya. Suaranya lambat laun terdiam, lemas. Tanpa berkatakata Ibunda hanya merangkul, membelai dan membujuknya. Kala Surti kecil, bujukan kecil ini selalu bikin Surti geli dan tertawa. Setelah jantung Surti mulai berdetak konstan, dengan lirih Ibunda berkata: Kamu bisa lewati ini, Sayang. Kamu kuat, kamu bisa atasi ini dengan energimu yang tak pernah habis. Seteguk air yang diberikan Ibunda bikin Surti tenang dan mulai melepaskan dekapan. Ia menatap Ibunda dengan hangat dan penuh keyakinan.
minuman yang disajikan pagi itu mulai menumbuhkan keyakinan bahwa harapan itu masih ada.
Malam itu Surti tidur gelisah. Suara-suara kodok dan jangkrik yang bak sebuah harmonisasi lagu tak membuat ia tenang. Namun dekapan Ibunda dan doa yang terus dipanjatkan membuat surti merasa ditemani dan merasakan kehangatan. Walau matanya sulit terpejam.
Setibanya di kantor sebuah BUMN di jalan Thamrin, Santoso langsung menuju ruang kerjanya. Belum satupun staf di ruangan, suasana masih sepi dan hening. Mas Ma’ruf office boy kantor itu langsung menyediakan kopi kental di mejanya. Satu per satu surat di atas meja ia baca. Berbagai permasalahan perusahaan muncul di permukaan. Dari hak karyawan yang belum dibayarkan sampai keinginan membubarkan kantor cabang di Maluku. Tak satupun ada disposisi di surat itu. Matanya menerawang jauh melihat kemacetan di Jalan Thamrin yang tak pernah terurai pagi itu. Gambaran performance perusahaan 10 tahun lalu mulai menggoda. Kala itu, kinerja perusahaan masih kinclong dengan kondisi keuangan yang terus tumbuh dan soliditas karyawan
Tanpa terasa pagi sudah menjelang. Surti melangkah ke kamar mandi, ke teras belakang, ke sudut ruang tamu dan memandang foto ayah yang berwibawa di dinding. Walau tidak mendekat, Ibunda terus memantau semua gerak langkah Surti. Dengan kondisi yang belum pulih benar, sang Bunda tahu apa yang harus disuguhkan pagi itu: bubur kacang ijo dan susu coklat panas kesukaan Surti. Aroma makanan dan
Berbeda dengan Santoso, kakak Surti. Tanpa tahu kondisi adiknya, Santoso berangkat kerja naik ojek ke stasiun kereta seperti biasa jam 5.45. Kereta jurusan Tenabang kini sudah mulai berubah: mulai tertib, tambah bersih dan sudah on time. Yang belum berubah hanyalah pemandangan sekitar stasiun. Masih ada “bongkaran”, dan tempat prostitusi yang abadi, tak lekang oleh waktu dan peradaban maju.
yang masih tinggi. Visi dan misi perusahaan dipahami dengan bahasa yang sama. Implementasi di lapangan, walau penuh dinamika dan silang pendapat, namun langkah kaki seluruh unsur pimpinan dan karyawan menuju satu titik yang sama. Mas Ma’ruf kembali ke meja Santoso membawa pisang dan bakwan goreng. Santoso merasakan sensasi pisang goreng yang disuguhkan. Tapi lidahnya kelu, rasa manis tak ia dapatkan. Jam sudah menunjukkan angka 9. Tak satupun stafnya muncul. Terdengar suara pintu diketuk. Ternyata pengantar surat dari mitra perusahaan yang menagih utang. Santoso diam dan nafasnya mulai tak beraturan. Yang tersisa di atas meja hanya sebatang pensil. Dan Santoso menuliskan di sudut surat tersebut. Bukan perintah atau saran tindak lanjut. Hanya tanda tanya tiga kali! Sejak awal tahun ini, surat-surat seperti itu terus berdatangan silih berganti. Harapan besar yang dulu tertanam saat bekerja di perusahaan ini mulai sirna. Dan kekecewaan-kekecewaan sudah bertubi-tubi memainkan logika dan perasaannya. Semua kini mematikan antusiasme dan harapan. Hopeless.... Penulis, Kasubbag Hubungan Antar Lembaga dan Masyarakat
saran
Informasi: Kebutuhan yang Terabaikan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan Badan Publik untuk menyediakan informasi setiap saat, serta merta, maupun berkala. Namun seyogianya ini tidak hanya dilihat sebagai kewajiban melainkan kebutuhan.
seno
Oleh: Erwin Fajrin Hadat
pendapat
MASIH TERINGAT dengan jelas ketika beberapa hari lalu saya didatangi Komisi Informasi Pusat yang mengecek penerapan UU tersebut. Yang pertama ditanyakan adalah amanah UU berupa pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Serta merta saya menjawab, “Sudah” karena memang PPID ini sudah dibentuk sejak tahun lalu. Pancingan berikutnya membuat sedikit tertegun, “Kok saya tanya di lobi, tidak ada yang tahu ya PPID”. Waduh.....! Betul juga, publikasi mengenai hal itu memang belum optimal di kantor ini. Hanya orang-orang yang terlibat yang mengetahui. Baiklah, itu pekerjaan rumah (PR) pertama. Lalu mereka menanyakan, ada tidak SOP hubungan kedinasan antar unit kerja di kantor ini? Kalau surat tentang A, maka dia disampaikan ke unit kerja X, dapat disposisi dari Y, dilaksanakan oleh Z. Ada tidak SOP per pekerjaan yang menjadi lingkup unit kerja? Ada tidak SOP membuat nota dinas/memo? Ada tidak SOP pemberian informasi? Di unit kerja saya (dan mungkin juga kebanyakan unit kerja lain), SOP itu lebih banyak yang berjalan sebagai ‘kebiasaan’. Mereka minta bukti SOPnya. “Boleh hardcopy atau softcopy yang bisa diakses semua pegawai,”
tambahnya. Saya pun mencoba bertanya berbagai pihak dan nyatanya memang banyak SOP yang belum ada di kantor ini. Itu PR kedua. Lucunya, ketika beberapa hari kemudian saya berkunjung ke sebuah BUMN dalam rangka pengawasan Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU), ditanyakan oleh tim evaluator, pegawai BUMN itu tinggal membuka intraweb mereka dan tersusun dengan rapi SOP-SOP dengan penomorannya. Mereka lebih terukur dari kita. Lalu tim dari Komisi Informasi Pusat juga menanyakan data lain seperti kinerja BUMN terkini, anggaran Kementerian, MoU Kementerian, hingga data SDM dan Barang Milik Negara. Meski saya langsung berkoordinasi dengan unit kerja terkait, mereka menilai data tersebut harusnya sudah tidak lagi perlu berkoordinasi. “Seharusnya data-data ini, yang boleh dibuka menurut UU, dapat diakses dengan hanya membuka satu link”. Saya jadi teringat sewaktu saya berkunjung ke divisi Corporate Communication SingTel, Singapore beberapa bulan lalu. Mereka menunjukkan web
internal mereka, seperti blog tapi komprehensif. Ada profil dan data SDM, forum diskusi yang melibatkan semua level, informasi event yang sedang dilaksanakan oleh perusahaan, sampai link ke account social media per orang. Ingatan saya kemudian menjalar juga ke BUMN lainnya. Proses yang berlangsung di BUMN itu sudah advanced, memanfaatkan sistem digital. Mau menggunakan ruang rapat, harus mendaftar di sistem internal dan akan mendapat balasan, bisa atau tidak dan berapa lama kita pakai ruangan. Mau ikut diklat, buka web internal, tercantum informasi diklat yang bisa diikuti. Tinggal mendaftar dan menunggu jawaban. Tidak lagi menggunakan memo/ nota dinas. Betapa efisiennya proses mereka. Itu semua adalah informasi. Betapa mudah dan efisiennya proses kerja bila dilaksanakan di kantor ini. Mungkin bertahap, yang penting “DIAWALI”. Banyak dari kita yang belum sadar betapa butuhnya kita terhadap efisiensi kerja. Butuh tapi terabaikan... Penulis, Pelaksana pada Bagian Humas
sosok
tokoh
SUPRIYANTO, GM PELABUHAN MERAK
4
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
Kalau Jadi Pegawai, Jadilah Pegawai yang Benar Namanya mencuat, ketika Dahlan Iskan, Menteri BUMN dalam tulisan serial Manufacturing Hope #40 yang mencatat kisahnya “membereskan” kemacetan di Pelabuhan Merak pada momentum lebaran 2012 ini. Buletin BUMN menemui sosok yang terkesan kalem ini, di ruang kerjanya, pertengahan bulan September lalu. Tak berlebihan, ia salah satu contoh karyawan BUMN yang berdedikasi.
Ia meneruskan ke SMEA Pembina, jurusan tata buku. “Prestasi saya biasa-biasa saja karena sering absen untuk membantu orang tua,” ujarnya. Sedari kecil, ia selalu ingin membantu orang tua.
seno
JADI ‘REBUTAN’ PARA ATASAN
LAHIR DI Tegal, 22 Desember 1958, orangtuanya memberi nama cukup panjang: Supriyanto Lelono Hari Budi. “Itu karena saya lahir pas hari Ibu,” katanya. Namun, supaya bisa masuk SD, tanggal lahirnya “dimajukan” jadi tanggal 10 Desember 1958. Namanya yang panjang itu jadinya ditulis “Supriyanto” saja. “Tanggal dan nama itu yang tercatat di semua dokumen resmi saya,” katanya. Lelono Hari Budi dihilangkan karena sempat jadi olok-olokan temannya. “Nama saya sempat disingkat teman-teman jadi Supriyanto LBH,” ujarnya. TRAUMA POLITIK Ingat masa kecil, baginya sama dengan mengenang masa-masa hidupnya yang susah. Keluarganya tinggal di Tegal, walau ayahnya, Edi Suardi, berasal dari Sukabumi, dan ibunya, Mursiyati asli Malang. Selain bekerja di sebuah perusahaan asing, ayahnya juga aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI). Karena aktif di partai itulah, ayahnya masuk dalam ‘daftar target’ PKI. “Makanya waktu sekolah, saya dan adik-adik dititipkan ke Saudara-saudara ayah, supaya aman,” katanya. Bahkan, anak pertama dari tujuh bersaudara ini sempat dititipkan di rumah Saudara ayahnya di Solo dan Wonosobo. Itulah sebabnya, ia tidak mau ikut berpolitik. “Saya trauma dengan apa yang terjadi kepada orang tua,” akunya. Setelah lulus SD Pancasila Surakarta tahun 1971, sekolahnya sempat berhenti. “Keluarga kewalahan membiayai sekolah,” alasannya. Supriyanto sempat jualan rokok di jalan, terminal, dan stasiun. “Saya juga jualan es mambo,” katanya. Akhirnya ia melanjutkan ke SMEP Kartini Tegal. Ia biayai sendiri sekolahnya dengan menjual nasi, jadi buruh bangunan bahkan jadi kernet. “Pagi bantu-bantu orang tua, sekolah sorenya,” terangnya. Kala itu, ia sudah kembali tinggal bersama orang tuanya. “Saya susah berpisah dengan orang tua,” katanya.
Lulus SMEA, 1980, Supriyanto memberanikan diri ke Jakarta. Waktu itu, kesannya, banyak perusahaan mencari karyawan. “Tidak seperti sekarang, karyawan yang nyari perusahaan,” katanya. Dua minggu di Jakarta, ia pun diterima jadi karyawan darat sub proyek ASDP. “Saya cuma dites mengetik,” tambahnya. Sebulan kemudian ia ditempatkan di Selayar, Sulawesi Selatan. Nama ASDP itu dulu adalah ASDF (Angkutan Sungai, Danau dan Ferry). “Kemudian ada kebijakan pemerintah menggunakan bahasa Indonesia, sehingga kata ‘Ferry’ diganti Penyeberangan,” terangnya. Ia masih ingat, pertama kali ke Selayar naik kapal Tampomas II,—kapal yang kemudian tenggelam di perairan Masalembo. Hampir dua tahun bertugas, ia dipercaya jadi Kaur Tata Usaha/Keuangan. Tahun 1982, ia menikahi gadis Selayar, Ummi Salmah Nazar. “Ia anak Ibu kost, dan sebelumnya pernah ketemu di pesawat,” kenangnya. Waktu itu, istrinya masih mahasiswi Unhas. “Karena nikah itu, kuliah istri saya nggak selesai. Waktu itu orang tuanya sesudah lihat cocok, ya pengen cepat-cepat,” ceritanya. Dari pernikahannya, ia dikaruniai enam anak, empat perempuan, dua laki-laki. Tahun 1987, karena ingin dekat dengan orangtua, ia ditempatkan sebagai staf di Pelabuhan Merak. Sejak jadi staf, Supriyanto mengaku selalu jadi ‘rebutan’ para atasan. “Mungkin dibanding teman-teman, saya dianggap punya kelebihan,” katanya. Dari dulu, ia terkenal giat bekerja. “Saya bisa pulang malam kalau pekerjaan belum selesai,” katanya. Setahun kemudian, ia pindah ke kantor pusat, sebagai Staf Personalia. Tahun 1996–1997, ia jadi Kabag TU di sebuah Kerjasama Operasi berkantor pusat di Batam. KSO itu bergerak di bidang angkutan kontainer Batam-Singapura. Ia tak membawa keluarga ke Batam. “Saya tahu persis biaya hidup di sana mahal,” katanya. Bahkan ia merasakan keprihatinan hidup. “Kalau pagi nggak sarapan, siang makan nasi, kalau malam seringkali makan mie instan,” katanya. Akhirnya, ia ditarik kembali ke Jakarta, karena manajemen menganggap bisnis itu di luar core business. Ia lalu ditempatkan sebagai Staf Senior yang diperbantukan ke Dana Pensiun ASDP. “Di situ, saya melihat ada anak perusahaan nggak
jalan, padahal peluangnya sangat banyak,” ceritanya. Ia lalu dipindah jadi staf di Logistik. Ia berkontribusi memangkas mark up di sana. “Harga barang yang tadinya 10 perak, bisa jadi 5 atau 4,” katanya. Supriyanto pun membuat standar harga untuk cabang-cabang. “Kalau cabang bisa mendapatkan harga sekian, silakan lakukan pengadaan di cabang, kalau tidak sanggup, serahkan ke pusat,” katanya. SEMPAT TURUN TIGA TINGKAT Tahun 2006 ia dipercaya jadi Manajer Senior Personalia. Maret 2007, ia dipercaya sebagai Sekretaris Perusahaan. Sebagai Sekper, ia jadi ‘tempat curhat’ Dirut dan Direksi. “Hubungan antar direksi kurang kondusif waktu itu,” akunya. Setahun kemudian, ia ditempatkan ke Manajer Senior Umum. Waktu itu, ia dipercaya jadi Ketua Umum Serikat Pekerja ASDP. Namun, beberapa bulan setelah menjadi Ketum SP tersebut, lahir Serikat Pekerja bentukan dirut. “Saya minta agar mereka membesarkan SP yang sudah ada,” katanya. Karena beda pendapat dengan direksi, tahun 2009 Supriyanto ‘dilempar’ ke Pontianak. Itu artinya, ia yang telah mencapai top carrier sebagai Sekper harus turun tiga tingkat. “Saya merasa dirugikan, tapi saya harus konsisten, sebagai karyawan bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia,” katanya. Namun, Supriyanto tetap bersyukur. “Saya masih dikasih wilayah,” katanya. Cabang Pontianak waktu itu adalah cabang yang selalu rugi. Pertama kali memimpin di sana, ia lakukan observasi, dan mengumpulkan para supervisor setiap lintasan. “Heran juga saya, RKA-nya juga rugi,” katanya. Berbekal observasinya, ia minta pendapatan dinaikkan 30%. Namun stafnya tidak sanggup. “Sampai saya turunkan hingga 5%, mereka juga tidak sanggup,” katanya. Ia dilaporkan bahwa kapal beroperasi mulai jam 8 pagi dan selesai jam 4 sore. Malamnya, diamdiam Supriyanto ke lintasan penyeberangan dengan memakai celana jeans yang robek, berbaju kaos. “Waktu itu rambut saya panjang, dan dikuncir,” katanya. Sebelum Subuh, ia sudah di pelabuhan. “Benar dugaan saya, operasi kapal sudah dimulai sebelum jam 7 pagi,” katanya. ‘Manipulasi’ itu hampir terjadi di semua lintasan. Ia lalu mengumpulkan semua bawahannya. Ia menyatakan tidak akan mengungkit masa lalu. “Yang penting, kita perbaiki ke depan,” katanya. Ia sadar, kalau semua di-punish, tidak ada personal yang akan bergerak di operasi. “Itu sudah berjamaah soalnya,” ujarnya. Ketika
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
5
Maret 2011, ia dimutasi ke pelabuhan KetapangGilimanuk. Pelabuhan itu grade A. Artinya, ia ‘naik kelas’. Ternyata, kondisi Ketapang lebih parah dari Merak dan Pontianak. Di Ketapang, sama dengan Merak, banyak kapal orang lain. ASDP hanya punya 2 kapal. “Di sana banyak kapal milik polisi, tentara, angkatan laut, ada juga milik marinir,” ungkapnya. Untungnya, Danlanal-nya satu kampung dengannya, sama-sama Tegal. “Saya dibantu beliau, dan banyak pemilik kapal berterima kasih karena produksinya meningkat sampai 70%,” ujarnya. Pak Dahlan sempat berkunjung ke Ketapang dan memberi dua jempol untuk Supriyanto. “Mau seperti Singapura, ya?” tanya Pak Dahlan. Ia menjawab dengan percaya diri: “Saya ingin lebih dari Singapura. Singapura yang harus belajar ke Indonesia”. Supriyanto pun tak segan-segan memberi sanksi ke stafnya. Di Ketapang, ia jatuhkan sanksi terhadap 33 karyawan. MENGURAI KEMACETAN MERAK Sedang asyik membenahi Ketapang, terjadi ‘kemacetan hebat’ di pelabuhan Merak. Ia pun ditugaskan menyelesaikan masalah di Merak. “Belakangan saya tahu, itu juga didorong Dirjen Hubla yang akrab dengan saya,” katanya.
dok. keluarga
Untuk mengatasi kemacetan Merak, hal pertama yang dilakukannya adalah menertibkan petruk (pengatur truk). Waktu itu, para petruk yang bersepeda motor bisa seenaknya keluar-masuk pelabuhan. “Polisi diam saja, padahal itu zona terbatas, hanya pemakai jasa penyeberangan dan petugas yang bisa masuk,” katanya. Petruk itu ikut mengatur truk yang akan naik kapal tertentu. “Pengaturan yang seharusnya 10 menit, bisa jadi 1 jam,” ujarnya. Supriyanto pun minta penggantian personil polisi yang
seno
melakukan pembenahan itu, ia menerima banyak ancaman, termasuk akan disantet. Waktu itu, 6 orang ia beri sanksi, termasuk 1 supervisor. Terbukti, cabang yang sebelumnya rugi Rp 4,7 miliar jadi laba Rp 1,1 miliar. “Kalau tidak ada kenaikan gaji, mungkin bisa laba Rp 5 miliar,” jelasnya. Pontianak itu semula punya 4 lintasan perintis dan hanya satu lintasan komersil, yakni Rasojaya-Ketapang. “Dalam waktu 6 bulan, satu lintasan yang tadinya perintis, saya jadikan komersil, karena kebocoron sudah saya tutup,” katanya. Menurutnya, kantor pusat punya andil atas kebocoran di cabang. “Padahal, SPI selalu rutin turun,” katanya. Waktu itu, ia memaksa SPI melaporkan temuannya. “Kalau tidak ada temuan, saya tidak mau mencap lembar SPJ mereka,” katanya.
di-BKO-kan Polda. “Mereka terbukti nggak bisa menertibkan Merak,” katanya. Ia minta personil baru menertibkan petruk itu. “Tapi ternyata masih ada beberapa orang yang keluar-masuk. Saya panggil para polisi itu, saya ingin daerah ini benar-benar steril,” katanya. Ia giatkan apel selama seminggu berturut-turut, memberi arahan, dan mengajak semua pihak berkomunikasi. “Akhirnya semua bisa tertib,” katanya. Dalam mengurai kemacetan di Merak, ia dipantau langsung Dahlan Iskan, Menteri BUMN. Ia masih ingat, tanggal 10 Juni 2012, Dahlan menelponnya dari malam, pagi, hingga siang. Akhirnya kemacetan itu pun terurai. “Itu karena semua sudah tertib,” katanya. Waktu itu, ia berada di Merak selama 24 jam dan setiap saat ditelepon Pak Dahlan, Dirjen, anggota DPR, LSM, dan Pers. “Saya pantau perkembangan melalui CCTV dan pakai HT,” katanya. Ia pun memilih orang-orang kepercayaannya. “Saya butuh orang polos, nggak neko-neko, mau kerja keras, dan kebetulan orang sini juga,” katanya. Supriyanto pun memangkas atap loket gate, supaya truk bisa lancar masuk. “Yang penting itu kepedulian kita mengatasi masalah yang ada,” katanya. Areal pelabuhan yang jalannya bolongbolong ia benahi sendiri. “Saya kasih hotmix, supaya tidak ada kecelakaan,” katanya. 3K PLUS 1K Rupanya kiat untuk berhasil diperolehnya dari mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng, yang juga orang Selayar, sekampung dengan istrinya. Suatu ketika, di acara arisan masyarakat Selayar, ia bertanya ke Tanri. “Deng, apa sih rahasia berhasil?”. Tanri menjawab, manajemen praktis itu dapat disimpulkan menjadi 3K: Komunikasi, Koordinasi, Kerjasama. Ia pun menambahkan 1K lagi, yakni Komitmen kebersamaan, yakni dengan adanya perjanjian kontrak yang jelas. Itu diterapkannya untuk para pemilik kapal waktu lebaran kemarin. “Kalau kapal tidak tepat waktu, saya akan keluarkan dari jadwal operasi,
yang rugi bukan saya saja tapi mereka juga,” tegasnya. Alhamdulillah, event lebaran berjalan lancar, dan apresiasi pun datang dari berbagai pihak. Sebenarnya untuk lebaran kemarin itu, ada 28 kapal yang efektif beroperasi. “Yang siap beroperasi 38 kapal. Kalau semuanya dioperasikan nanti akan banyak kapal yang mengapung di laut menunggu antrian untuk bersandar,” katanya. Tapi ia selalu mengekspos ada 38 kapal yang dioperasikan. “Yang penting kuncinya tepat jadwal, dan kalau ada yang tidak tepat waktu, kita keluarkan dari jadwal, karena masih banyak kapal lain yang siap,” ujar lulusan STISIPOL 17 AGUSTUS 1945 Ujung Pandang itu. YANG PENTING HAPPY Untuk menjaga kesehatan, Supriyanto tidak punya kiat khusus. “Yang penting kita happy. Olahraga saya hanya keliling pelabuhan sambil mengontrol,” katanya. Ya, pelabuhan Merak seluas 15 ha itu cukup sebagai tempat olahraganya, yang ia kelilingi setiap hari. Keluarganya sudah sangat maklum dengan pekerjaannya. “Kalau lagi ngumpul sambil makan, biasanya saya sempatkan untuk berdiskusi dengan anak-anak,” katanya. Menurutnya, dalam bekerja itu jangan malas. “Kalau jadi pegawai, jadilah pegawai yang benar. Namanya kantor pasti banyak kerjaan,” katanya. Ia paling kesal bila ada teman yang bilang nggak ada pekerjaan. “Kalau perlu, pekerjaan itu harus di-create,” katanya. Impiannya saat ini adalah agar pelabuhan yang dikelola ASDP menjadi pelabuhan modern. “Saya ingin fasilitas pelabuhan kita dapat ditingkatkan, tak biasa-biasa saja,” katanya. Semoga, Pak Pri! (Rudi Rusli/Sandra Firmania/Hendra Gunawan]
sudut
6
pandang
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
Gak Zamannya Lagi seno
Oleh: Ferry Andrianto
SEMUA ORANG berhak mendapatkan pelayanan yang proporsional dan wajar, karena mendapatkan pelayanan adalah hak semua orang. Konsep pelayanan yang kita harapkan adalah sebuah aktivitas yang terstruktur (sistem) dan terukur (proporsional), sehingga menciptakan kondisi yang teratur, bukan aktivitas yang asal jadi (anti sistem) dan diskriminatif (emosional) terhadap strata sosial tertentu. Perilaku minor ini yang merupakan peninggalan zaman feodal yang primitif dan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian, yang bersifat egaliter dan solider. Pesan pertama, yang dapat diambil dari “iklan” itu adalah gak zamannya lagi bila kita memaksakan kehendak apapun pada pihak tertentu. Meski kita seorang penguasa yang mengandalkan kekuasaan, atau pengusaha yang mengandalkan kekayaan. Namun zamannya kita untuk mengedepankan aspek kemanusiaan yang mengedepankan penghormatan dan kepedulian. Pemaksaan ini bisa terjadi dalam hal apapun, baik bidang sosial, ekonomi, maupun budaya. Adanya pemaksaan ini berarti sedang
rekam
Begitulah sebuah ucapan yang cukup inspiratif dari seorang model pada adegan iklan Jamkesmas di layar kaca. Sebuah pesan moral yang menggambarkan bahwa saat ini bukan lagi waktunya bagi kita mendapat hak privileged dalam hal pelayanan. meruntuhkan sistem yang ada, sehingga terjadi kekacauan. Sedangkan penghormatan atas aspek kemanusiaan, berarti membangun dan memelihara sistem yang ada, sehingga tercapai tujuan, yaitu harmoni kehidupan yang melindungi satu kepentingan atas kepentingan yang lain. Pesan kedua adalah, gak zamannya lagi kita melebihkan pelayanan pada teman dekat atau kerabat, sementara mengurangi pelayanan pada orang tak dikenal. Bila hal ini terjadi, maka sama saja kita sedang menciptakan mata rantai permusuhan dalam lingkaran setan, menciptakan kondisi “jaya wijaya”, yaitu saling berbalas untuk saling menjatuhkan bila saatnya memperoleh kekuasaan. Tentu hal ini akan menyebabkan kondisi kontraproduktif. Pesan ketiga adalah, bahwa tidak ada pelayanan yang “gratis”, maksudnya untuk membangun/membenahi sebuah konsep pelayanan yang baik, perlu “dibayar” dengan kerja keras, kebersamaan, komunikasi dan koordinasi yang baik, serta perhatian dan komitmen yang tinggi dari semua pihak yang terlibat, khususnya pucuk pimpinan. Tanpa itu semua, maka bentuk pelayanan itu tetap ala kadarnya dan hanya akan menjadi ajang adu kekuatan dan permainan dari pihak yang mungkin menikmatinya. Bangunan “rumah pelayanan” itu, mungkin bisa terwujud bila semua pihak sadar bahwa pelayanan yang baik sebagai kebutuhan, lalu membangun grand design yang jelas dan terpadu, jalur komando dan komandan yang jelas dengan segala pengawalannya atas program itu, serta adanya pengorbanan waktu, tenaga, perhatian dan biaya dari semua pihak. Ibarat main sepak bola, keberhasilan tim sangat ditentukan oleh pelatih yang brilian dengan taktik yang jitu dan penuh komitmen, didukung pemain yang smart dan stamina yang prima....maka, ketika menyerang dilakukan secara bersama-sama, saling mendukung sesuai kadar porsinya, secara simultan dan bergelombang, sehingga menjadi kekuatan yang dahsyat, begitu pula saat bertahan tatkala diancam musuh, juga bergerak bertahan serentak dan berlapis, sehingga menjadikan tim yang solid, yang sulit ditaklukkan lawan. Semoga! Penulis, Kasubbag Administrasi SDM KemenBUMN
peristiwa
Berpisah Dengan Seorang Protokol
seno
Bisa jadi ini perpisahan yang biasa saja. Mungkin ini sesuatu yang alami: seorang PNS Kementerian BUMN memasuki masa pensiun. Tapi ia seorang Protokol. Dan bagi Biro Umum dan Humas, berpisah dengan Untung Sudarsono yang akrab disapa “Pak Untung” adalah peristiwa yang perlu dikenang.
DI HOTEL Griya Astuti, Puncak, 7 September 2012 lalu perpisahan tersebut dilakukan. Untung sudah menjadi PNS sejak 1981. Berarti hingga saat ini, sudah 31 tahun masa pengabdiannya. Sejak 1 September lalu, Untung yang berulang tahun setiap 17 Agustus ini memasuki masa pensiun. Purwanto, Kabiro Umum dan Humas menyatakan banyak kenangan bersama protokol Untung. “Dulu Pak Untung selalu mendampingi Pak Marzuki Usman yang pernah jadi Sekretaris Kementerian BUMN,” ungkap Purwanto. Menurutnya, ini adalah bagian dari perjalanan hidup. Ia, mewakili semua pegawai, khususnya di Biro Umum dan Humas menyampaikan terima kasih atas dedikasi yang telah diberikan selama ini. “Pekerjaan di bidang protokol tidaklah mudah,” katanya. Kabag Administrasi, Mahmud Husen memberikan kesaksian bahwa bekerja sama dengan Untung
Selamat Ulang Tahun
Racukup Doni Raiyanto Hera Zera Farid Syafi’i Danang Sotyo Baskoro N. Enung Dapisah Rainoc Fajar Karyanto Sri Mulyanto
sangat menyenangkan. “Itulah beruntungnya saya ketemu Pak Untung,” ujar mantan Kabag Humas dan Protokol ini. Untung selalu yang pertama tiba di Bandara, dalam tugas penjemputan atau mengantar Menteri. “Saya berterima kasih atas kerjasama yang baik selama ini,” katanya. Faisal Halimi, Kabag Humas dan Protokol menyatakan telah mengenal Untung sejak ia bertugas di Bulog. “Pak Untung itu selalu tersenyum,” kesannya. Padahal, pekerjaan di Protokol selalu berada dalam tekanan yang tinggi. “Tapi Pak Untung selalu tersenyum, walau tiket untuk Pak Menteri bisa 3 atau 4 kali berubah setiap hari,” katanya. Selain tersenyum, Untung punya jaringan yang kuat. “Di bandara, kalau ia nggak bawa kartu pass, mukanya aja udah jadi pass,” tambahnya. Faisal juga mengungkap, Untung pernah jadi sopir truk di Jogya. Yang juga berkesan bagi Faisal adalah ketika Untung menikahkan anaknya. ”Ternyata banyak direksi BUMN yang hadir,” katanya. Itu menunjukkan piawainya Untung membina hubungan. Faisal juga mengungkapkan, dalam mengemudi, Untung sering ngebut di bahu jalan dan sering ketangkap. “Walau selalu dilepas,” katanya ketawa. Malam itu, Kabiro Umum dan Humas memberi cinderamata kenang-kenangan kepada Untung. “Dedikasi dan keikhlasan Pak Untung patut kita contoh, khususnya kita yang berada di unit pelayanan,” ujar Purwanto. Hal yang perlu dicatat juga, Untung adalah protokol yang melayani 5 Menteri. Untung terlihat terharu malam itu. Ia hanya mengucapkan permohonan maaf kepada semua pegawai yang hadir. Acara itu pun berakhir dengan doorprize, nyanyi dan ada pembacaan puisi. Di kesempatan itu, diselipkan juga penyambutan untuk Sandra Firmania yang baru ditempatkan di Bagian Humas dan perpisahan dengan Rudi Rusli yang dimutasi ke Biro Hukum. Selamat jalan Pak Untung, semoga selalu untung![Tbk] 03 Okt 1960 03 Okt 1976 04 Okt 1974 05 Okt 1959 05 Okt 1961 05 Okt 1961 07 Okt 1969 07 Okt 1982 08 Okt 1958
Bagya Mulyanto Asdi Abubakar Hambra Rudi Kristanto Mahruddin Harahap Muhammad Rizal Kamal Mirawati Gazali Umar Lambonar O. Silitonga
09 Okt 1968 10 Okt 1961 10 Okt 1968 11 Okt 1969 14 Okt 1981 16 Okt 1981 19 Okt 1958 20 Okt 1957 21 Okt 1969
Basa Parhusip Nainggolan Ngena Ate Hendra Gunawan Nuriana Budi Rismaryanto Firman Adi Nugroho Wiwiek Ekaningsih Muh. Imam Burhanudin Wahyu Kuncoro
23 Okt 1957 26 Okt 1963 27 Okt 1985 28 Okt 1972 28 Okt 1981 28 Okt 1981 29 Okt 1959 29 Okt 1979 31 Okt 1969
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
7
rekam
peristiwa
MoU RENCANA PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT PEKERJA
Senin, 24 September 2012 tepat pukul 09.00 WIB bertempat di Gedung Kementerian BUMN lantai 21 dilaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman antara PT Jamsostek, PT KBN, PT Askes dan PT Rumah Sakit PELNI. ACARA INI disaksikan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, pejabat Kementerian BUMN, Direksi dan Komisaris dari kedua perusahaan tersebut. Tujuan dari MoU ini adalah dalam rangka mewujudkan sinergi antar BUMN yang diperuntukkan sebagai pelayanan kesehatan bagi para pekerja di wilayah industri KBN dan masyarakat umum sekitar yang berpenghasilan menengah ke bawah. Keberadaan Rumah Sakit Umum (RSU) sangat diperlukan guna meningkatkan taraf kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rencananya, RSU ini akan dibangun 4 lantai di atas lahan 2,1 Ha milik PT KBN Cakung, Jakarta Timur. Studi kelayakan pembangunan RSU ini akan selesai sebelum akhir tahun 2012 dan siap beroperasi di akhir tahun 2013. Studi kelayakan juga meliputi penentuan tarif pengobatan bagi para pekerja dan masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. “Yang pasti, tarifnya jauh lebih murah dibanding rumah sakit yang ada,” ujar Elvyn G. Massasya. Ia menjelaskan, pendanaan investasi akan diperoleh dari Jamsostek, KBN dan Askes. Sementara PT Pelni akan menjalankan tugas sebagai pengelola rumah sakit. “Porsi pendanaan akan disesuaikan dengan hasil akhir studi kelayakan,” ujarnya. OPTIMIS AKAN JADI KENYATAAN Dalam kesempatan tersebut, Dahlan Iskan mengatakan bahwa ia telah menyampaikan pada Presiden bahwa Rumah Sakit Buruh sudah siap. “Jadi, persiapan ini diteruskan saja. MoU ini sangat baik, berarti langkah selanjutnya dapat dilakukan,” kata Dahlan. Dengan MoU ini, Dahlan optimis Rumah Sakit Buruh itu akan jadi kenyataan. “Begitu pula dengan Jamsostek yang akan menyediakan poliklinik plus di wilayah industri,” tambahnya. Rencananya, peletakan tiang pancang pertama pembangunan tersebut akan dilakukan Presiden RI. “Kita tinggal menunggu waktu Presiden untuk meresmikan pembangunan Rumah Sakit Pekerja tersebut,” tambah Dahlan.
hendra
Rumah Sakit Buruh Jadi kenyataan
“Pembangunan Rumah Sakit ini merupakan rencana PT Jamsostek untuk bersinergi dengan BUMN lainnya, untuk sama-sama memberi manfaat bagi pekerja Indonesia. Diharapkan rumah sakit ini dapat menjadi cikal bakal atau contoh rumah sakit pekerja yang akan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia,” ungkap Direktur Utama Jamsostek, Elvyn G. Masassya. Senada dengan itu, Direktur Utama PT KBN, Raharjo Arjosiswoyo, menyatakan bahwa rumah sakit ini sudah direncanakan sejak tahun 2010 dan kini sudah akan dimulai. “Ini juga sudah ditunggutunggu oleh pekerja kami yang jumlahnya 80.000 orang dan menginginkan punya rumah sakit perusahaan sendiri yang dikelola secara profesional,” katanya. Rumah sakit pekerja juga merupakan sebuah prasyarat sebuah kawasan industri secara internasional. Selain itu juga perlu dibangun asrama (dormitory) bagi pekerja. [Tbk]
SOSIALISASI
seno
Rujukan Agar KemenBUMN Lebih Baik
WAHYU HIDAYAT menyatakan, untuk institusi pemerintah ‘sekelas’ KemenBUMN, organisasi ini termasuk terlambat untuk punya Rencana Strategis (Renstra). “Kita belum punya Renstra dari tahun 2009,” katanya. Padahal, Renstra merupakan dokumen acuan untuk aktivitas organisasi. Namun yang penting Renstra itu sudah ada. Wahyu menyatakan, salah satu upaya yang sedang giatgiatnya dilakukan adalah penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. “Teknologi Informasi sudah diupayakan untuk ditularkan secara kultural ke seluruh pegawai,” katanya. Namun kenyataannya, masih terdapat hal-hal kecil yang mengganggu. Misalnya, ruang rapat bentrok. “Padahal kita punya ruangan yang cukup,” ujar Wahyu. Itu menunjukkan pentingnya komunikasi. Ia menggarisbawahi besarnya harapan restrukturisasi BUMN tersebut dapat dijalankan. “Saya minta ini dikaji dengan baik. Kita butuh percepatan,” gagasnya. Sebagai organisasi yang bertindak sebagai pemegang saham, sudah sepatutnya KemenBUMN punya ukuran atas indeks pelayanan BUMN kepada ‘konsumennya’. “Itu gambaran kita dalam mengukur peningkatan nilai BUMN,” katanya.
Pagi itu, 7 September 2012, di ruang rapat lantai 21 Kementerian BUMN (KemenBUMN) diadakan sosialisasi tentang Renstra KemenBUMN dan Masterplan BUMN. Wahyu Hidayat, Sekretaris KemenBUMN dan Pandu Djajanto, Deputi Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis BUMN, tampil sebagai pembicara. Sonata Halim menjadi moderatornya. Penilaian BUMN, menurutnya, agar menggunakan Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) yang disadur dari Malcolm Baldrige. ”Risalah RUPS audit akan lebih bermakna kalau skor KPKU itu ada,” katanya. Secara khusus ia minta Risinfo melakukan pembahasan mendalam atas rencana restrukturisasi BUMN. “Semisal kita ingin integrasi PT Pelindo I–IV, itu sudah diriset oleh Risinfo,” ujarnya. Selain itu, pelaksanaan RUPS RKAP dan Audit agar dilakukan tepat waktu. “Kementerian juga seharusnya punya pooling orang-orang yang berbakat untuk bakal calon direksi,” katanya. Terkait aturan, Wahyu minta agar harmonisasi perundang-undangan dapat terlaksana. Menurutnya, KemenBUMN perlu menyajikan berbagai aturan dalam suatu manual system, yang di dalamnya ada Peraturan Menteri tentang segala sesuatu pengelolaan BUMN mulai dari proses talent pool, mengangkat direksi, hingga mekanisme pertanggungjawaban. KemenBUMN juga perlu menata sistem sedemikian rupa. “Misalnya rotasi dan mutasi, itu adalah hal yang biasa dan harus dilakukan,” tambahnya. Ia mengingatkan, Indeks Reformasi Birokrasi KemenBUMN masih di bawah 50%. Adanya Renstra ini penting sebagai rujukan utama, apalagi masing-masing Menteri BUMN punya cita-cita dan gaya sendiri. “Misalnya Pak Sofyan,
ingin Kementerian ini jadi superholding, sedang Pak Mustafa dan Pak DI lain lagi,” katanya. Memang kinerja KemenBUMN dalam audit BPK cukup baik yang dibuktikan dengan 5 kali berturutturut meraih predikat wajar tanpa pengecualian. Namun yang paling substantif adalah terwujudnya mekanisme Kementerian BUMN yang efektif, peningkatan transparansi dan independen. Wahyu mempertanyakan tentang pengembangan dan kaderisasi SDM KemenBUMN. “Kita perlu anggaran untuk pegawai kita sekolah di luar negeri. Mestinya itu bisa,” katanya. Setelah Renstra KemenBUMN itu selesai, tugas selanjutnya adalah menetapkan Renstra unit Eselon I dan II, RKA Eselon II yang harus mengacu Renstra tersebut dan monitoring pelaksanaan Renstra. Terdapat 15 unit Eselon II yang belum menyampaikan Renstra. “Saya ingin dalam satu minggu, itu diselesaikan,” katanya. Dalam kesempatan itu, Pandu Djajanto menyampaikan materi Masterplan BUMN. “Terdapat deviasi realisasi dan program, salah satunya karena faktor interdependensi,” katanya. Acara tersebut juga memberi kesempatan pegawai untuk memberikan pendapat dan berdiskusi. Semoga KemenBUMN ke depan lebih baik. [Tbk]
rekam
peristiwa
8
BULETIN BUMN • EDISI 65 • TAHUN VI • 28 SEPTEMBER 2012
BINCANG PUBLIK PRIVATISASI BUMN
dilza vierson
Privatisasi Bukan Jual Negara
KEGIATAN INI menghadirkan empat narasumber yaitu Pandu Djajanto (Deputi Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis BUMN) yang membahas apa dan bagaimana program Privatisasi BUMN. Kemudian Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana memaparkan privatisasi BUMN dari perspektif Hukum Bisnis di Indonesia. Marzuki Usman, mantan Ketua Bapepam dan juga mantan Sekretaris Kementerian Pendayagunaan BUMN pun turut berbagi pengalaman. Untuk semakin mempertajam diskusi, Lin Che Wei, analis pasar uang yang pernah jadi Staf Khusus di zaman Menteri BUMN Pak Sugiharto pun dihadirkan. Pandu Djajanto menjelaskan mengenai maksud, tujuan dan manfaat program privatisasi BUMN. Privatisasi bukan semata-mata untuk pemenuhan APBN. “Itu lebih diutamakan untuk mendukung pengembangan perusahaan dengan metode utama melalui penawaran umum di pasar modal, dan untuk mendorong GCG,” katanya.
Tak kurang 22 BUMN yang masing-masing terdiri dari Komisaris, Direksi dan Serikat Pekerja BUMN menghadiri kegiatan “Bincang Publik Privatisasi BUMN” pada tanggal 5 September 2012 di Hotel Aston, Palembang. Beberapa pejabat instansi pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Kordinator Perekonomian dan Sekretariat Kabinet, dan kalangan akademisi dari perguruan tinggi di Palembang juga hadir di acara yang diselenggarakan Keasdepan Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha. Hikmahanto Juwana menekankan perlunya de-birokratisasi pengelolaan BUMN dengan landasan hukum yang tepat dan butuh pemahaman yang sama. Hukum memiliki peran sentral karena menjadi acuan apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan, serta apa yang menjadi kesempatan untuk mencapai tujuan rightsizing. “Untuk meningkatkan ekuitas BUMN, kita punya banyak opsi. Privatisasi BUMN membutuhkan effort yang sangat kuat dari pemerintah untuk berada di depan dalam menentukan arah, memandang dari berbagai sisi serta berani berubah,” ungkap Marzuki Usman. Percaya pada keberhasilan privatisasi BUMN laiknya percaya pada mimpi, dan masa depan adalah milik mereka yang memiliki mimpi. “Ada empat kasta BUMN dalam hal privatisasi. Kasta pertama, ada kasta BUMN yang competitive dengan swasta. Kasta kedua adalah kasta BUMN yang cooperative dengan swasta. Kemudian, kasta BUMN yang convince (yakin) dan kasta terakhir adalah kasta BUMN yang confused, yang hanya membuat bingung masyarakat,” ujar Lin Che Wei. “Persepsi tentang privatisasi selalu dikaitkan dengan penjualan saham murah sehingga merugikan negara. Ini persepsi yang bahaya. Justru ide dasar IPO adalah menyenangkan customer sehingga apabila demand lebih besar daripada supply itu akan membuat harga IPO membaik, dan setiap BUMN itu ada opportunity,“ tambahnya. Secara umum, diskusi yang dimoderatori Sitta Izza Rosdaniah (Kabid Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha) tersebut berlangsung menarik. Semoga privatisasi BUMN tidak hanya jadi perdebatan belaka. Privatisasi bukan menjual negara, namun demi kepentingan masyarakat. [Tbk]
UJI PUBLIK RANCANGAN PERMEN
Sebuah Peraturan Menteri (Permen) BUMN tentang Akuntabilitas Keuangan BUMN sedang dipersiapkan. Aturan itu merupakan amanat Inpres Nomor: 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Uji Publik Rancangan Permen tersebut diadakan di Hotel Sari Pan Pasific, 24 September 2012 lalu. Sekitar 20 BUMN diundang dalam acara tersebut. KEPALA BIRO Hukum KemenBUMN, Hambra, menyatakan bahwa pada awalnya ia mempertanyakan tentang apa lagi yang diatur tentang akuntabilitas keuangan tersebut, karena semua sudah diatur. “Memang pengaturannya ada di Permen yang berbeda-beda, semisal tentang RJP, RKAP, dan penerapan GCG,” katanya. Ia pun mempertimbangkan Permen ini akan jadi “peraturan payung”. “Yang penting, jangan sampai kalau kita ubah satu Permen, kita juga harus merubah Permen terkait lainnya,” tambahnya. Anggota Tim Perumus Rancangan Permen Akuntabilitas Keuangan BUMN, Riyanto Prabowo menyampaikan hal yang sama dengan Hambra. Riyanto menyatakan, tim perumus memulai rancangan ini dari definisi akuntabilitas dari berbagai literatur. Dari sudut GCG, akuntabilitas bermakna kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Dalam Permen ini, akuntabilitas didefinisikan sebagai perwujudan kewajiban organ BUMN guna mempertanggungjawabkan setiap kegiatan dalam pengelolaan perusahaan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. “Dari definisi itu, dirumuskan ruang lingkup Permen akuntabilitas, yakni rangkaian proses perusahaan dimulai dari perencanaan, pelaporan, evaluasi dan monitoring,” jelas Riyanto.
Akuntabilitas dalam kegiatan perencanaan terdapat pada penyusunan dan pengesahan RJP, RKAP dan penetapan Indikator Pencapaian Kinerja (KPI). Sedangkan akuntabilitas dalam kegiatan monitoring terdiri atas pengawasan intern, manajemen risiko, dan pelaporan berkala. Sedang akuntabilitas dalam kegiatan evaluasi termasuk penyampaian laporan tahunan dan pengadaan barang dan jasa. Dengan adanya Permen ini, maka 3 Keputusan Menteri dicabut, yakni: Keputusan Meneg Pendayagunaan BUMN Nomor KEP-211/M/PBUMN/1999 tentang Laporan Manajemen Perusahaan BUMN, Keputusan Meneg BUMN Nomor: 101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN dan Keputusan Meneg BUMN Nomor:102/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Jangka Panjang BUMN. Diskusi yang dimoderatori Noor Ida Khomsiyati tentang rancangan Permen tersebut berlangsung dinamis. Hampir seluruh perwakilan 30 BUMN menyampaikan pendapatnya. Rahmat Slamet, Direksi PTPN VIII menyatakan kekhawatirannya tentang sejauh mana akuntabilitas keuangan itu diterapkan. “Soalnya, kami diminta BPK menerapkan pelaporan e-audit, dan semua kejadian terkait penerimaan dan pengeluaran harus dilaporkan secara harian. Kita seolah tak bisa bergerak,” katanya. Pengalaman berbeda terkait BPK disampaikan oleh BUMN lainnya.
anas puji istanto
Aturan Payung Tentang Akuntabilitas
Setelah dilakukan curah pendapat, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perbaikan rancangan Permen ini adalah terkait aturan Whistle Blower System, aturan LHPKN dan penggunaan istilah yang disesuaikan dengan aturan terbaru. [Tbk] SUSUNAN PENGURUS BULETIN BUMN Pelindung: Menteri Negara BUMN Pembina: Sekretaris Kementerian BUMN, Kepala Biro Umum dan Humas Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Faisal Halimi Pemimpin Redaksi/Ketua Tim: Rudi Rusli Tim Editor: Mahmud Husen, Teddy Poernama, Ferry Andrianto Dewan Redaksi Dan Desain Grafis: Riyanto Prabowo, Sandra Firmania, Erwin Fajrin, Sentot Moelyono Sekretariat: Sahala Silalahi (Koordinator), Umi Gita Nugraheni, Hendra Gunawan, Nur Wahid, Sutarman. Alamat Redaksi: Lantai M Gedung Kementerian BUMN (Biro Umum dan Humas), Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat 10110. Telp: 021-2312373, Fax: 021-2311224 E-mail:
[email protected], Website: www.bumn.go.id Redaksi menerima kontribusi tulisan dari pegawai Kementerian BUMN, karyawan BUMN atau pihak lain yang relevan dengan semangat Buletin Kementerian BUMN, dengan syarat diketik rapi dengan spasi ganda, maksimal 2.000 karakter (setengah halaman), dengan disertai identitas diri penulis. Setiap tulisan yang dimuat merupakan pendapat pribadi penulis.