STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA (N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum
TESIS Oleh
SYAMSAFITRI 067001006/AGR
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA (N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agronomi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYAMSAFITRI 067001006/AGR
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA ( N, K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum Syamsafitri 067001006 Agronomi
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Dr. Ir. Rosmayati, MS ) Ketua
( Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS ) Anggota
Ketua Program Studi
( Dr. Ir. Karyudi, MS ) Anggota
Direktur
( Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, MSc ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal lulus : 9 September 2008
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Telah di uji pada Tanggal
: 9 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr.Ir. Rosmayati, MS
Anggota : 1. Dr. Ir. Hasanuddin, MS 2. Dr. Ir. Karyudi, MS 3. Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS 4. Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum” dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister pada Program Studi Agronomi, sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis karena dukungan dari berbagai pihak di bawah ini, untuk itu penulis mengucapka terima kasih kepada; 1.
Dr. Ir. Rosmayati, MS., Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS, dan Dr. Karyudi Berturutturut adalah pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis secara sabar, tulus dan ikhlas dalam penelitian dan penulisan tesis.
2.
Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan Prof. Ir. Jenimar sebagai penguji.
3.
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana USU.
4.
Prof. Dr. Ir. B. S .J. Damanik, MSc, selaku Ketua Prodi. Agronomi beserta staf.
5.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara yang memberikan izin kepada penulis untuk menempuh Program S2.
6.
Dr. Karyudi, sebagai Kepala Balit. Karet Sungei Putih beserta staf yang telah memberikan ijin pemakaian laboratorium dan lahan juga telah memberikan sumbangan berharga berupa ide dan pemikiran yang sangat membantu penelitian dan penulisan tesis.
7.
Ayahanda H. Syahrial Ams, SH. Mhum dan ibunda Hj. Siti Aminah Lubis yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dorongan semangat pada penulis.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
8.
Amangboru
H.Abdul Hamid Siregar dan Bou Hj.Cholina Harahap atas
pengertian dan doa buat penulis. 9.
Kepada suami tercinta Ir. H. Joni Raja Siregar dan anakku, Sultan wafii Raja Siregar, Utman Farisi Raja Siregar yang telah memotivasi, mencurahkan kasih sayang , perhatian, dan memberikan waktu selama proses pendidikan ini.
10. Rekan -rekan angkatan 2006/2007 Program Pascasarjana S-2 Jurusan Agronomi ( Kak Dona, kak Julia, Pak Nasir, Pak Iwan, Ira dan Erly) yang menjadi mitra diskusi selama kuliah dan penelitian. 11. Rekan kerja di Fak.Pertanian UISU, Medan yang membantu selama penulisan tesis ini. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga atas budi baik yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT, Amin. ”Tidak ada gading yang tak retak”untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tesis ini. Sungguhpun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya di bidang pertanian.
Medan, September 2008 Penulis
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP SYAMSAFITRI dilahirkan di Medan, 16 Maret 1973, anak ketiga dari tujuh bersaudara dari Bapak H. Syahrial Ams, SH.Mhum dan Ibu Hj. Siti Aminah Lubis. Tahun 1997 menikah dengan Ir. H. Joni Raja Siregar dan telah beri karunia oleh Allah SWT dua orang putra yaitu Sulthan Wafii Raja Siregar dan Uthman Farisi Raja Siregar. Pendidikan yang telah dijalani adalah Sekolah Dasar Negeri 101778 Medan lulus pada tahun 1986, SMPN 1 Stabat lulus tahun 1989, SMAN 1 Medan lulus tahun 1992, Program S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan jurusan Hama Penyakit Tumbuhan lulus tahun 1997 dan mengikuti Program S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Program Studi Agronomi mulai tahun 2006 – 2008. Penulis merupakan dosen tetap Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan sejak tahun 1998 – sekarang. Organisasi yang diikuti saat ini adalah anggota IIKK PTPN IV unit Kebun Laras, bendahara BKMT ( Badan Kontak Majelis Ta’lim) Kab. Simalungun, dan DPD HKTI Sumatera Utara periode 2008-2012.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
ABSTRAK Syamsafitri, 2008. “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum” ( Ketua pembimbing Dr. Ir. Rosmayati, MS Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Dr. Karyudi sebagai anggota pembimbing). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat C.gloeosporiodes yang virulen dari dua daerah yang berbeda ( Langkat dan Deli Serdang) dan mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N, K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporiodes. Penelitian I. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporiodes bahan yang digunakan adalah tanaman karet asal klon K1 ( BPM 1), K2 (GT1), K3 (BPM 24), K4 (PB260), dan isolat C.gloeosporioides asal Langkat dan D.Serdang menggunakan rancangan RAL Faktorial dengan 2 faktor perlakuan di Laboratorim Penyakit Balit. Karet Sungei Putih dari bulan November 2007 – Desember 2008. Hasil penelitian tahap I. menunjukkan bahwa dari klon BPM24 rentan terhadap isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang dengan periode laten yang paling cepat yaitu 2 hsi,laju perkembangan bercak 0,31 dan intensitas penyakit 92,50%. Disusul oleh klon K3I11 (BPM 24 dan isolat Langkat) dengan periode laten 2,60 hsi, laju perkembangan bercak 0,19 dan intensitas penyakit 64,38% . Perlakuan K4I11 ( PB 260 dan isolat Langkat) menunjukkan periode laten yang paling lama yaitu 3,2 hsi, laju perkembangan bercak 0,15, dan intensitas penyakit 45,35%. Perlakuan K4I2 ( PB 260 isolat Deli Serdang) periode laten 2,8 hsi, laju perkembangan bercak 0,17, dengan intensitas penyakit 50,63% . Berdasarkan peubah periode laten, laju perkembangan penyakit, dan intensitas penyakit maka dapat dikatakan bahwa klon K1 (BPM1) agak resisten dan K4 ( PB260) moderat terhadap I1( isolat Langkat ) sedangkan klon K1 agak rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang) dan Klon K4 moderat terhadap I2. Klon K2 (GT1) agak rentan terhadap isolat I2 (Isolat D.Serdang ), tetapi klon K3 ( BPM 24) rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa isolat C.gloeosporioides Deli Serdang lebih virulen dalam menyebabkan penyakit gugur daun pada tanaman karet Penelitian II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K) dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih ddengan bahan penelitian Klon karet PB260, GT1,BPM 1 dan BPM 24 ,Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang pupuk TSP,KCl dan Urea. Metode penelitian yang digunakan adalah Rak Faktorial, dimana: Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N, K) P0= 0 % (Kontrol) P1= 25% dari rekomendasi P2 = 50% dari rekomendasi P3= 75% dari rekomendasi. Faktor II adalah Klon Karet K1 = BPM1, K2 = GT1, K3 = BPM 24 K4 = PB 260 . Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun,
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
panjang akar,bobot kering akar, bobot kering tajuk,nisbah akar tajuk,laju pertumbuhan nisbi akar, laju assimilasi bersih, panjang ruas, diameter batang, total luas daun, intensitas penyakit, dan laju infeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk ekstra (N,K) dan klon secara statistik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, intensitas penyakit dan laju infeksi. Tanaman yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K4 ( 75% pupuk ekstra dan klon PB 260) yaitu 62,54 cm. Panjang akar dan bobot kering tajuk yang paling tinggi pada perlakuan P2K1 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 44,92 cm dan 29,17 g. Bobot kering akar yang paling tinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM24). Intensitas penyakit yang tertinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM 24 ) yaitu 36,63 % dan intensitas penyakit yang terkecil pada pelakuan P0K1 ( 0% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 16,44 %, sedangkan laju infeksi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K2 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24) yaitu 0,186 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang dan laju infeksi yang paling rendah pada perlakuan P3K3 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24 ) yaitu 0,002 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang. Kata Kunci : Virulen, tahan, pupuk , C.gloeosporioides.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
ABSTRACT Syamsafitri, 2008. “A Study of the Virulence of Isolated Collectotrichum gloeosporioides Penz and Application of Extra Fertilizer (N, K) on Rubber Clones and the Resistance against Leaf-Falling Disease Colletotrichum. (The Co-Counselor Dr. Ir.Rosmayati, MS, Dr. Ir. Hasanuddin, MS and Dr. Karyudi as counselor). The research intends to find the isolated virulent C. gloeosporiodes of two different regions (Langkat and Deli Serdang) and the effect of application of extrafertilizer (N,K) on the growth of rubber clone and the resistance against leaffalling disease C. gloeosporiodes. The First Research. The Virulence Test of the isolated C. gloeosporiodes, the materials included close K1of rubber (BPM 1), K2(GT1), K3(BPM 24), K4(PB260) and the isolated C. gloeosporiodes of both Langkat and Deli Serdang.The research was arranged by using Factorial experiment in Completely Randomized Design of 4x2 factorial treatment with 4 replication at the Laboratory of Research Agency of Rubber, Sungei Putih since November 2007 to December 2008. The result of experiment in first stage showed that the clone BPM 24 was vulnerable against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang with the quickest latent period of 2hsi, the development rate of spot of 0.31 and intensity rate of disease of 92.50%, followed by the clone K3I1 (BPM 24) and the isolated of Langkat) with the latent period of 2.60 his, the development rate of spot of 0.19 and intensity rate of disease of 64.38%. The treatment K4I1(PB 260) isolated Deli Serdang), the latent period of 2.80 his, the development rate of spot of 0.17 and intensity rate of disease of 50.63%. Based on the variables of latent period, the development rate of spot of and intensity rate of disease, it can be said that the clone K1(BPM1) was more resistant and K4(PB260) was moderate against I1(the isolated Langkat) whereas the clone K1 was slightly vulnerable against2( the isolated Deli Serdang) and clone K4 was moat against I2. The clone K2 (GT1) was slightly vulnerable against the isolated (Deli Serdang) but the clone K3 (BPM 24) was vulnerable against I2 (D. Serdang). Thus, it can be said that the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang was more virulent to lead leaf falling disease on rubber. The second research. Test of Resistance of Clone Against C. gloeosporiodes by application of Extra Fertilizer (N,K) was done since December 2007 until May 2008 at the Research Agency of Rubber Sungei Putih with the materials included the clones PB 260, GT1, BPM1 andBPM 24, the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and TSP, KCL and Urea fertilizers. The research method was used factorial experiment 4x4 in Randomized Complete Block Design in which the factor I included Interval of Dosage of Extra Fertilizer (N, K),Po = 0% (control), P1 = 25% of the recommendation, P2 = 50% and P3 =75% of the recommendation. The factor II included the clones of K1 = BPM1, K2= GT1,K3 = BPM 24, and K4 = PB 260. The
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
variables of observation included the height of plant, number of leaves,length of root, dry weight of root, dry weight of crown, ratio of crown root, relatively growth of root, net assimilation rate, length of node, diameter of stem, total number of leaves, intensity rate of disease, and infection rate. The result of the research showed that the treatment of application of extra fertilizer (N, K) of the clones statistically showed the significant effect on the variables of height of plant, length of root, dry weight of root, dry weight of crown, and intensity rate of disease, and infection rate the heights plant was at P3K4(75% of the extra fertilizer and the clone PB 260) of 62.54cms. The length of root and the largest dry weight of crown was at P2K2 (50% of the extra and clone BPM1) of 44.92 cm and 29.17 g. The largest dry weight of root was at P2K( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24). The largest intensity rate of disease was at P2K3( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24) of 3663% and the lowest intensity of disease was at PoK1 (0% of the extra fertilizer and BPM1 of 16.44%, whereas the largest infection rat was at P3K2 (754% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of 0.186 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and the lower infection rate at P3K3 (75% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of0.002 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang Keywords : Virulence, Resistance, extra fertilizer C. gloeosporiodes.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK.................................................................................................
i
ABSTRACT...............................................................................................
iii
KATA PENGANTAR...............................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
vi
DAFTAR ISI..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xiii
PENDAHULUAN.......................................................................................
1
Latar Belakang.............................................................................................
1
Perumusan masalah.....................................................................................
4
Tujuan Penelitian……………………………...…………………………..
5
Hipotesa penelitian……………………………………...………………...
6
Kegunaan Penelitian…………………………………………….......…….
6
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….….. 8 8
Tanaman Karet……………………………………………………………. Sejarah dan perkembangan tanaman karet di Indonesia………..…….
8
Botani karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)……………………..…. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ………………………………..……. Peranan daun, Akar,dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……………………….…..……. Biologi Patogen. C.gloeosporioides………………………………...……. Gejala Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides………………….…….… Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit .............. Respon Tanaman terhadap Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides
9 10 13 14 15 16 19 20
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Virulensi Patogen........................................................................................
20
METODA PENELITIAN..........................................................................
22
I.
Uji Virulensi isolat C.gloeosporioides.................................................
22
Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................
22
Bahan Penelitian...................................................................................
22
Alat penelitian......................................................................................
22
Metode Penelitian................................................................................
22
Jalannya Penelitian... ..........................................................................
23
Peubah Amatan Tahap I.......................................................................
24
II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra ( N, K )........................................................
26
Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................
26
Bahan Penelitian..................................................................................
26
Alat Penelitian......................................................................................
26
Metode Penelitian................................................................................
26
Jalannya Penelitian..............................................................................
27
Peubah Amatan Tahap II.....................................................................
28
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
33
1. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides.............................................
33
2. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C. gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)........... Pembahasan.........................................................................................
36 54
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
73
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
DAFTAR TABEL No.
Judul
Halaman
1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan Penyakit....................................
25
2. Nilai Bercak atau cacat daun C.gloeosporioides.....................................
31
3. Rataan Periode Laten (Hari)....................................................................
33
4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)....................................................
34
5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun klon dan Isolat...........
35
6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubahTinggi Tanaman (cm) pada umur 6 bulan ..........................................................................................
36
7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Jumlah daun (helai) pada umur 6 bulan.......................................................................................................
38
8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Akar (cm) pada umur 6 bulan.........................................................................................................
39
9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Akar (gr) pada umur 6 bulan...........................................................................................
41
10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Tajuk (gr) pada umur 6 bulan...........................................................................................
.42
11. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Nisbah Akar Tajuk (gr) pada umur 6 bulan...........................................................................................
43
12. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju pertumbuhan Nisbi Akar ( g.g-1.minggu) pada umur bulan.............................................................
44
13. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk (g.g-1.minggu) pada umur 6 Bulan............................................
45
14. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Assimilasi Bersih (g/dm2/minggu) pada umur 6 bulan........................................................
46
15. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Ruas (cm) pada umur 6 bulan......................................................................................................
47
16. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Diameter Batang ( mm) pada umur 6 bulan............................................................................................
49
17. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas daun (cm2) pada umur 5 bulan.........................................................................................
50
18. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit pada umur 97 hsi.......................................................................................................
52
19. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah laju Infeksi pada umur 97 hsi
53
20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode laten (hari), laju perkembangan bercak (r), intensitas penyakit (IS), skala ketahanan dan tingkat ketahanan klon karet...............................
55
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR No.
Judul
Halaman
1.
Kerangka Penelitian.......................................................................................
7
2.
Konidia C. gloeosporioides A.Isolat Deli Serdang dan B. Isolat Langkat
16
3.
Gejala serangan C.gloeosporioides................................................................
18
4.
Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun...............................................
25
5.
Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi ...............
35
6.
Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan..................................................
37
7.
Hubungan tinggi tanaman karet (cm) dengan interval dosis pupuk ekstra (N,K)........................................................................................................
37
8.
Hubungan dosis pupuk dengan klon terhadap panjang akar umur 6 bulan...
40
9.
Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra dengan klon karet terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan.............................
41
10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (gr) pada umur 6 bulan..............................
42
11. Perakaran klon karet yang diberi perlakuan pupuk ekstra (N, K) 0%, 25%, 50%, dan 75% ( searah jarum jam)......................................................
45
13. Hubungan panjang ruas dengan interval % dosis pupuk ekstra (N, K)........
48
14. Hubungan interaksi antara interval % dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap luas daun (cm2) pada umur 4 bulan................................
50
15. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi.......................................
52
16. Hubungan interaksi interval dosis pupuk ekstra (N, K) dan klon terhadap laju infeksi......................................................................................................
54
17. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 3 - 6 bulan.......................................
59
18. Intensitas serangan C . gloeosporioides umur 91 – 97 hsi pada Klon terhadap Pemberian Pupuk Ekstra ( N, K )......................................................
67
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN No.
Judul
Halaman
1.
Lampiran Sidik Ragam Periode Laten.........................................................
77
2.
Lampiran Sidik Ragam Laju Perkembangan Bercak umur 2 hsi -10 hsi.....
77
3.
Lampiran sidik ragam intensitas serangan umur 2 hsi – 10 hsi...................
79
4.
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Tinggi Tanaman umur 3 bulan – 6 bulan...................................................
81
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Jumlah Daun umur 6 bulan.........................................................................
83
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Panjang Akar umur 4 bulan -6 bulan.........................................................
83
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Akar umur 4 bulan – 6 bulan..............................................
85
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Tajuk umur 4 bulan – 6 bulan............................................
86
Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Nisbah Akar tajuk umur 4 bulan – 6 bulan...............................................
88
10. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Akar umur 4 -6 bulan.......................................
89
11. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk umur 4 -6 bulan......................................
90
12. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju Asimilasi Bersih umur 4-6 bulan………………………..................
91
5.
6.
7.
8.
9.
13. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Panjang Ruas umur 6 bulan.......................................................................
92
14. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Diameter Batang umur 3- 6 bulan..............................................................
92
15. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun umur 4-6 bulan...............................................................
94
16. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit umur 91-97 hsi................................................. ........
95
17. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju infeksi umur 93-97 ......................................................... ...............
97
18. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K).................................................................................
99
19. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)...................................................................................
100
20. Matrik Korelasi Parameter Pengujian Ketahanan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K).......................................................................
101
21. Deskripsi Klon.........................................................................................
102
22. Tata letak Penelitian I. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides.......... .....
105
23. Tata Letak Penelitian II. Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)...................... ..
106
24. Analisa Laboratorium ........................................................................... ..
107
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Konsumsi karet alam sampai dengan tahun 2020 diperkirakan terus meningkat sampai mencapai 2,829 juta ton, sedangkan proyek produksi karet alam sebesar 7,8 juta ton. Dipastikan terjadi kekurangan pasokan karet alam ± hampir 5,654 juta ton. Harga karet alam yang membaik saat ini dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan tehnologi budaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada karet ( rakyat ) yang saat ini kurang produktif berhasil
diremajakan
dengan
menggunakan
klon
karet
unggul
secara
berkesinambungan (Anwar, 2006). Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat sekitar 50% dimana sekitar 85%diusahakan oleh rakyat dan selebihnya oleh perkebunan besar. Dari luasan tersebut, produkasi yang dihasilkan mencapai 2,2 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/th (Ditjen Perkebunan, 2006). Meskipun Indonesia memiliki wilayah cukup luas untuk tanaman karet, tetapi produktivitasnya
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
masih berada di bawah Thailand. Luas areal karet di Indonesia mencapai sekitar 3,3 juta hektare, dan 2,6 juta hektare di antaranya lahan milik petani atau sekitar 80 persen dari total perkebunan karet. Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor karet dengan merebut pasar di negara Tirai Bambu karena diperkirakan sampai tahun 2020 Cina akan terus mengalami pertumbuhan. Produk karet menyumbang devisa sebesar US$ 1,4 miliar pada 2003 itu berarti 20 persen dari ekspor produk pertanian. Volume produksi karet pada 2003 sebesar 1,8 juta ton dengan volume sebesar itu Indonesia menjadi
produsen
karet
kedua
terbesar
di
dunia
setelah
Thailand
(Http://www.Sinarharapan.file ). Rendahnya produktivitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti pemupukan dan pemeliharaan yang kurang, yang lebih pokok adalah masalah penggunaan bahan tanamnya. Telah terbukti bahwa penggunaan bahan tanam klon unggul dalam pengusahaan perkebunan karet merupakan komponen teknologi utama yang memberikan peningkatan produktivitas yang cukup nyata ( Http://www.IRR39&42.htm ). Soepadmo, (1975) dalam Pawirosoemardjo, ( 2006 ) , mengatakan bahwa terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum pada tanaman karet di Jawa tahun 1974 dikarenakan adanya a). penyimpangan iklim dari pola iklim normal, b). tersedianya tanaman karet dengan stadia kritis, c). Pembagian hujan yang merata selama musim hujan. Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa bahan tanam yang akan dikembangkan dalam
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
pertanaman harus berupa benih bina yang dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia. Oleh karena itu klon-klon karet anjuran yang terakhir sebelum digunakan secara luas harus dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian. Selain itu upaya pengendalian penyakit saat ini juga diarahkan pada pengendalian secara terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian, dimana salah satu diantaranya adalah menggunakan bahan tanam yang resisten. Anwar (2006), mengatakan bahwa pengembangan klon-klon karet unggul pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produksi karet yang dihasilkan, sedangkan klon-klon lama yang sudah dilepas seperti GT1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Budidaya karet sering mendapat gangguan, diantaranya adalah hama, penyakit,kebakaran dan cuaca atau iklim. Dewasa ini, salah satu gangguan yang dirasakan sebagai ancaman bagi budidaya perkaretan adalah penyakit gugur daun. Adanya perbedaan tingkat kerusakan oleh penyakit pada suatu klon disentra perkebunan karet disebabkan oleh perbedaan tingkat virulensi atau ras patogen, disamping pengaruh faktor lingkungan abiotik. Penyakit tanaman karet merupakan kendala yang dominan dibanding gangguan lainnya. Di samping dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi, sering pula penyakit dapat mengakibatkan gagalnya suatu program pengembangan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
tanaman karet. Pada tanaman karet dikenal berbagai jenis penyakit baik yang menyerang akar, batang, cabang dan daun.Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum gloeosporioides pada daerah beriklim basah terutama dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/th umumnya sangat tinggi, dan serangan penyakit ini menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman rendah, biaya produksi tinggi , umur ekonomis tanaman menjadi singkat dan menimbulkan kerugian bagi petani karet dan pengusaha. Sehingga pathogen C . gloeosporioides
menjadi semakin
penting untuk mendapat perhatian. Unsur Nitrogen dalam tanah jumlahnya sedikit dan mudah hilang dalam air drainase, sedangkan nitrogen diperlukan tanaman terutama untuk merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Disamping nitrogen unsur Kalium adalah satu-satunya kation monovalen yang esensial pada tanaman
dalam
pembentukan
klorofil
dan
menjamin
ketegaran
tanaman
(Wuryaningsih dan Sutaler,1992).
Perumusan Masalah Produktivitas klon karet sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu genetik, lingkungan, dan manajemen. Salah satu respon faktor genetik terhadap lingkungan adalah sifat resistensinya terhadap penyakit. Dalam tiga dasa warsa terakhir, hampir di semua negara penghasil karet, penyakit gugur daun dikenal sebagai faktor yang dapat menimbulkan kerugian besar dan bahkan berkelanjutan. Oleh karena itu penggunan klon resisten menjadi perhatian utama dalam mengatasi penyakit gugur
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
daun. Sebagian besar diantara klon yang ada resisten terhadap satu jenis penyakit tertentu saja atau bersifat ketahana vertical sehingga ketahanannya dapat dipatahkan oleh pathogen yang muncul.
Pada sentra perkebunan yang mengalami kerusakan
berat diduga telah terbentuk atau terdapat isolat atau ras baru yang virulen, hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan jumlah klon karet yang terserang C.gloeosporioides dinegara produsen karet termasuk Indonesia.
Kerugian
ekonomi akibat kerusakan oleh penyakit karet bernilai triliunan rupiah setiap tahunnya, dimana penyakit gugur daun dapat mengakibatkan kehilangan financial lebih dari 220 miliar rupiah per tahun dengan asumsi penurunan produksi sebesar 30 % akibat kerusakan berat oleh penyakit gugur daun Colletotrichum yang menyerang 2-5 % luas perkebunan Indonesia ( Situmorang dkk , 2005). Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan isolat C.gloeosporioides yang virulen dan usaha untuk menpertahankan ketahanan klon unggul tanaman karet terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporioides tersebut dengan pemberian pupuk ekstra (N,K).
Tujuan Penelitian 1. Untuk mendapatkan isolat C. gloesporioides yang virulen dari dua daerah berbeda 2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N,K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan penyakit gugur daun C. gloesporioides .
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Hipotesa Penelitian 1. Isolat C. gloeosporioides dari dua daerah yang diuji mempunyai
tingkat
virulensi yang berbeda 2. Pemberian pupuk ekstra (N,K) mempengaruhi pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C. gloesporioides
Kegunaan Penelitian Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan bahwa ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum dapat dipengaruhi oleh tingkat virulensi patogen dan juga pemberian pupuk Ekstra (N, K).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Masalah 1. Penyakit gugur daun C.gloeosporioides 2. Virulensi Patogen yang berbeda 3. Ketahanan klon unggul terhadap Penyakit gugur daun C.gloeosporioides berbeda 4. Produksi Karet menurun
Pengumpulan sampel daun terinfeksi C.gloeosporioides dari 2 daerah berbeda
Pengujian virulensi isolat
Penanaman klon unggul rentan dan tahan terhadap C.gloeosporioides
inokulasi
Interval pemberian dosis pupuk ekstra (N,K)
Isolat virulen
Tingkat ketahanan klon karet terhadap penyakit gugur daun meningkat dan pertumbuhan klon karet yang optimal Gambar 1. Kerangka Penelitian
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Karet Sejarah dan Perkembangan Tanaman Karet di Indonesia Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam dikebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukn dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera Timur, jenis ini ditanam di pulau Jawa pada tahun 1906. Perusahaan asing pertama yang menanam karet dan mengelolanya di Indonesia adalah Harrison and Crossfield Company yang sebelumnya juga telah membuka perkebunan serupa di Malaysia. Setelah Harrison and Crossfield, perusahaan lain yang menyusul pembukaan perkebunan karet di Indonesia adalah
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sociente Financieredes Caoutchouses dari Belgia pada tahun 1909 dan perusahaan patungan Belanda-Amerika Serikat bernama Holland amerikaanse Plantage Maatschappij pada tahun 1910-1911 (Setiawan dan Andoko, 2006). Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia, meskipun tanaman tersebut diintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kali, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar tersebar merata di 22 provinsi perkebunan karet Indonesia.dengan areal terluas di dunia, sejak dekade 1920-an merupakan pemasok utama karet dunia.Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi antara tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Tetapi setelah kemerdekaan produksi karet Indonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia yang sejak awal membayangi Indonesia pada urutan kedua. Pada awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah dilakukan peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet Indonesia segera melampaui malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II menjadi produsen utama karet dunia.
Botani Karet ( Hevea brasilliensis Muell. Arg ) Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas dengan percabangan dibagian atas. Dibagian batang terkandung getah yang lebih dikenal dengan nama lateks.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis.
Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempi. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbaggi menjadi dua ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya. Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang. Setiap ruang
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang tepat (Setiawan dan Andoko, 2006). Syarat tumbuh tanaman Karet Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Iklim Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1500 mm/tahun dengan distribusi merata (Djikman, 1951 dan William et al,1980). Secara umum tanaman karet dapt tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun dengan distribusi merata.Curah hujan 100-150 mm akan dapat mencukupi kebutuhan air tanaman karet selama 1 bulan (Rao dan Vijayakumar, 1992). Secara umum iklim yang dibutuhkan oleh tanaman karet adalah sebagai berikut: a) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 derajat C. b) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet. c) Curah hujan optimal antara 1.500 - 2.000 mm/tahun d) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7 jam/hari. Tanah Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0. (http://www..Karet-profilsingkat.pdf).
Ketinggian Tempat Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0 – 400 meter dari permukaan laut (dpl) ( Setiawan dan Andoko, 2006). Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl (http://www..Karet-profilsingkat.pdf).
Pemupukan Pupuk sebagai salah satu faktor produksi diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan
dan
produksi
tanaman
karet.
Bagi
pengusaha
perkebunan
karet.Pemupukan yang tepat nyata mempersingkat masa TBM. Penggunaan pupuk sebagai sumber unsur hara bagi tanaman karet sudah menjadi kebutuhan rutin tahunan. Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun (Puslit Karet, 2004). Kekurangan unsur K (kalium) kelihatannya tidak memberikan pengaruh langsung terhadap sistem perakaran, dibanding unsur N dan P namun demikian unsur K tersedia dalam jumlah yang kurang mencukupi kebutuhan tanaman, maka akan berakibat lemahnya sistem translokasi. Pengaruh unsur K dan juga unsur-unsur lainya adalah tidak secara langsung. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadinya peningkatan pertumbuhan pucuk.
Peranan Daun, Akar dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, tergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 199). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman, menurut Dalimoenthe (1990) merupakan resultan proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Misalnya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat digunakan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selama pertumbuhan vegetatif, akar, daun dan batang merupakan daerah-daerah pemanfaatan asimilat yang kompetitif. Proporsi hasil asimilasi yang didistribusikan ke ketiga organ ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Dalam hal ini asimilat diharapkan terdistribusi merata
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang maksimal. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa suatu aspek penting dalam proses pertumbuhan tanaman adalah penyediaan substrat, dalam hal ini adalah karbohidrat, yang digunakan tanaman untuk membentuk bahan baru. Karbohidrat diperoleh melalui proses fotosintesis di dalam daun. Daun dan jaringan hijau lainnya merupakan sumber asal hasil asimilasi. Sebagian hasil asimilasi tetap tertinggal dalam jaringan untuk pemeliharaan sel. Sisa hasil asimilasi ditranslokasikan ke daerah pertumbuhan vegetatif, yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan, pemeliharaan dan cadangan makanan. Dalam proses fotosintesis, peranan daun erat kaitannya dengan akar. Akar yang pertumbuhannya baik akan memberikan pertumbuhan tajuk yang cepat, karena akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner, et al., 1991). Dalam proses pertumbuhan tanaman, akar memegang peranan yang sangat penting. Disamping berfungsi sebagai organ tanaman yang menopang agar tanaman dapat berdiri tegak sehingga dapat melaksanakan aktivitas fisiologi dengan baik, akar juga berfungsi untuk transport, penyimpanan, perbanyakan, sumber energi dan sebagai sumber hormon pertumbuhan. Selain itu akar juga merupakan organ utama tanaman yang mengerjakan absorbsi hara dan air. Bersama-sama dengan proses sintesa senyawa organik pada bagian hijau dari tanaman, kecepatan absorbsi hara dan air akan sangat menentukan pertumbuhan tanaman, baik bagian tanaman yang berada di atas tanah (shoot) maupun yang berada di dalam tanah (Islami dan Utomo, 1995).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
H.brasiliensis dalam pengembangannya digunakan klon yang merupakan hasil pemuliaan. Dengan klon diharapkan adanya keseragaman dalam produktivitas, pertumbuhan, ketahanan penyakit dan kualitas produk. Wulan, dkk (2006), mengatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktifitas yang optimum di daerah sentra – sentra produksi karet perlu dipilih klon yang tepat dan beradaptasi pada lingkungan tumbuhnya.Keunggulan klon akan terekspresi apabila ditanam sesuai dengan lingkungan tumbuhnya.
Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides Jamur patogen C.gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. (teleomorph dari Glomerella cingulata) adalah pathogen daun yang menyerang
sejumlah besar
tanaman buah trofik sampai sub trofik (Prusky dkk,1992). Di Indonesia, penyakit gugur daun C. gloeosporioides merupakan penyakit pada tanaman karet. Penyakit gugur daun menyebabkan pengguguran daun yang terus-menerus, terutama jika pathogen menyerang pada periode pembentukan daun muda setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa setelah sadap, pembentukan daun muda yang jelek disebabkan oleh penyakit gugur daun seringkali menyebabkan stress fisiologis, sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% (Achuo et al., 2001). Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat terjadi pada wilayah dengan curah hujan diatas 3000
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
mm/tahun (Basuki,1990). Patogen penyebab gugur daun Colletotrichum, diduga tidak memiliki keragaman isolat dari wilayah ataupun dari inang/klon berasal (Prawirosoemardjo, 1976 & 1984 dalam Prawirosoemardjo, 2006).
Biologi Patogen C. gloeosporioides C. gloeosporioides merupakan jamur yang mempunyai hypa yang bersepta, mula-mula hialin dan kelak akan menjadi gelap. Konidium hialin, berbentuk jorong atau bulat telur dengan ujung ujung yang membulat. Konidium tidak bersepta, dengan ukuran rata-rata 12-16 x 4-5 µm.
A B Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 2. Konidia C. gloeosporioides. A.Isolat Deli Serdang. dan B. Isolat Langkat Spora umumnya berkecambah pada permukaan kulit daun, kemudian membentuk appresoria dan hifa untuk menginfeksi dan tetap tinggal dalam lapisan sel pada kulit dalam kondisi laten. Spora C. gloeosporioides berkecambah dipermukaan daun yang sedang berkembang dan setelah beberapa saat ujung hifa menggelembung dan membentuk alat perekat, antara 24-72 jam, ujung hifa yang membengkak
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
membentuk alat yang dapat menembus kutikula secara mekanik dan jamur masuk ke dalam daun serta akan dorman dibawah kutikula ( http://www.deptan.go.id/ditlintan/buku_ perkebunan ).
Gejala Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides Antraknose gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur C. gloeosporioides dapat menyebabkan kerugian hingga mencapai 90 % pada daerah perkebunan tanaman buah. Patogen menyerang daun, cabang, bunga dan buah dan menyebabkan terjadinya busuk buah berwarna hitam pada permukaan buah, terutama pada saat musim hujan.Gejala dari penyakit yang disebabkan oleh pathogen ini diawali dengan adanya bintik hitam/gelap pada jaringan tanaman dan diikuti dengan terbentuknya bercak yang sedikit terang disekeliling nya dengan adanya halo (lingkaran cahaya gelap) (Alvarez et al, 2007). C. gloeosporioides merupakan penyebab penyakit daun yang semakin serius dan mempengaruhi pertumbuhan
daun-daun baru yang diproduksi pada musim
berikutnya , pohon karet akan kehilangan daun-daun nya sepanjang musim.Jaringan tisu tanaman inang menghasilkan
daun-daun baru yang peka terhadap infeksi dan
kondisi basah menyebabkan epidemi penyakit semakin berkembang (Wastie, 1972 dalam Waller , 1992). Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa/ telah sadap, pembentukan daun muda yang jelek yang disebabkan oleh penyakit gugur daun seringkali menyebabkan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
stress fisiologis sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% ( Achuo dkk, 2001). Patogen kadang-kadang juga menghasilkan gejala busuk berair lembut dengan lingkaran halo. Penyebaran konidia oleh gerakan angin dan tetesan air hujan, merupakan factor utama dalam penyebaran penyakit. Kepekaan berkurang dengan meningkatnya umur daun-daun tersebut. Berkurangnya kepekaan ini adalah sebagai hasil perkembangan formasi dari kutikila daun ( Wastie, 1970).
Sumber: Koleksi Pribadi Gambar 3. Gejala serangan C.gloeosporioides Menurut Varghese (1990), bercak pada daun biasanya bundar dengan diameter 2 mm dan mula-mula berwarna coklat, selanjutnya bagian pusat menjadi abu-abu sampai putih, nekrotis dan sering membelah. Daun-daun muda menjadi kehitaman dan gugur, infekksi pada daun yang lebih tua akan mengakibatkan defoliasi. Bercak dapat berkembang pada tangkai daun dan menginfeksi pada daun muda menyebabkan daun berwarna hijau tua dan berakhir dengan dieback. Sporulasi
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
terjadi pada keadaan yang lembab yang ditandai dengan koloni spora yang berwarna merah jambu atau pink. Pada daun-daun yang lebih dewasa infeksi Colletotrichum mengakibatkan tepi serta ujung daun berkeriput dan pada permukaannya terbentuk bercak-bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning bergaris tengah 1-2 mm. Bila daun-daun bertambah umurnya maka bercak akan berlubang ditengahnya dan bercakbercak ini menonjol dari permukaan daun. Infeksi Colletotrichum yang hebat dapat mengakibatkan matinya pucuk tanaman.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit Soepena (1990), mengatakan bahwa daun yang terinfeksi kadang-kadang menyebar pada semua tingkatan umur tanaman dan pohon dewasa disebabkan pengaruh udara kering dan juga faktor ketahanan klon itu sendiri.Cendawan pada bercak bagian atas daun menghasilkan perithecia dari pelepasan ascospora. Ascospores memainkan suatu peran penting dalam kelangsungan hidup pathogen dari satu musim ke musim yang berikutnya. Dalam cuaca yang lembab masa spora menjadi lunak dan mudah tersebar dengan perantara angin hingga ke jarak yang jauh. Kebun-kebun karet terletak di dataran tinggi atau mempunyai curah hujan yang tinggi menderita serangan berat penyakit gugur daun C. gloeosporioides. Demikian pula kebun-kebun yang lembab karena jarak tanam yang terlalu rapat, terletak di lembah, di dekat rawa-rawa atau
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
gulmanya tidak dapat dikendalikan akan mendapat gangguan penyakit ini (Semangun, 1992). Anonim (2004), dilapangan yaitu pada tanamanyang belum menghasilkan atau pada tanaman telah menghasilkan, serangan C. gloeosporioides terjadi pada musim hujan pada tunas-tunas atau daun-daun muda yang baru tumbuh. Epidemi penyakit timbul antara lain karena (a) terjadi penyimpangan pola iklim dari yang normal, yaitu kemarau panjang yang diikuti musim hujan sepanjang tahun, (b) tanaman karet yang lemah karena kurang perawatan, (c) ditanamnya klon-klon yang rentan.Selain itu Baily dkk (1992), juga mengatakan bahwa perkembangan penyakit gugur daun C. gloeosporioides berkorelasi dengan curah hujan dan klon yang peka.
Respon tanaman terhadap penyakit gugur daun C. gloeosporioides Dalam suatu spesies tanaman ternyata terdapat perbedaan tingkat ketahanan dari varietas tanaman terhadap suatu spesies patogen tertentu. Demikian juga, tingkat virulensi dari ras satu spesies patogen tertentu sangat bervariasi sehingga mempengaruhi kemampuan ras patogen tersebut dalam menyerang varietas tanaman.Variasi kerentanan terhadap patogen diantara varietas tanaman disebabkan adanya gen ketahanan yang berbeda, dan mungkin pula karena adanya jumlah gen ketahanan yang berbeda dalam setiap varietas tanaman (Abadi, 2003). Secara umum ada dua jenis resistensi tanaman terhadap penyakit yaitu resistensi hoeizontal dan resistensi vertical. Resistensi horizontal mempunyai
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
sejumlah gen (poligenik) resistensi, reaksinya terhadap patogen tidak diffrensial, resisten terhadap semua ras dari satu atau beberapa species patogen dan reistensinya relatif mantap. Varietas dengan ketahanan vertikal (monogenik atau oligogenik) umumnya menunjukkan ketahanan lengkap terhadap patogen spesifik dibawah berbagai kondisi lingkungan, tetapi mutasi tunggal atau sedikit mutasi dalam patogen dapat memproduksi suatu ras baru yang dapat menginfeksi varietas yang sebelumnya tahan. Dengan adanya ketahanan vertikal, inang dan patogen nampak tidak kompatibel. Inang dapat merespon dengan reaksi hipersensitif, mungkin nampak imun, atau mungkin menyebabkan reproduksi patogen menjadi lambat.
Virulensi Patogen Virulensi adalah kemampuan suatu pathogen, seperti suatu cendawan, untuk menyerang suatu tumbuhan tuan rumah dengan sukses. Ini tergantung pada kemampuan cendawan untuk menghindarkan sistem pertahanan
kimiawi dari
tumbuhan]tersebut yang merupakan suatu kemampuan yang diatur oleh gen. Jamur mempunyai gen virulen, dan tumbuhan mempunyai gen tahan yang dapat mengenali bahan kimia yang diproduksi oleh gen virulen. Jika tumbuhan tidak mengenali gen virulen itu, maka tanaman akan terinfeksi (Thrall, 2003).Virulensi sutau patogen pada umumnya ditentukan oleh faktor patogenitas seperti tife infeksi, jumlah koloni dan keagresifan dan faktor adanya toksin (Welz, 1988).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
METODA PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahap. I. Uji virulensi Isolat C. Gloeosporioides Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tahap I dilaksanakan dari bulan Nopember s/d Desember 2007, di Laboratorium Proteksi Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ± 80 m di atas permukaan laut. Bahan Penelitian Empat (4) klon daun karet dan masing-masing klon terdiri dari 10 daun, isolat C.gloesporioides asal Kab. Langkat (Besitang), dan Kab. Deli Serdang (S. Putih), PDA (Potato Dextro Agar), alkohol, bahan kimia, dll. Alat Penelitian Piring Petri , pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,bor gabus (dish)ø 1,2 cm, label dan alat tulis, laminar air flow, incubator , mikroskop , talam plastik dll.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pengujian resistensi klon karet secara inokulasi buatan dengan menggunakan metode cakram daun menurut Chee 1978. Menggunakan Metode Penelitian dalam RAL Faktorial, dimana: Faktor I adalah Daun Klon Karet (Klon Tahan dan Klon Rentan) K1 = BPM 1 (tahan)
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
K2 = GT1 (rentan) K3 = BPM 24 (rentan) K4 = PB 260 (tahan) Faktor II adalah Isolat C. gloeosporioides I1 = Isolat C gloeosporioides asal Besitang Langkat I2 = Isolat C. Gloeosporioides asal Sungei Putih Deli serdang Dengan kombinasi perlakuan 4x2 = 8, diulang sebanyak 4 kali dan tiap ulangan terdiri dari 5 daun , sehingga jumlah daun klon karet yang dibutuhkan adalah 8x4x5 = 160 lembar
Jalannya Penelitian 1. Persiapan Kegiatan persiapan dimulai dengan mengumpulkan data dan pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian agar diperoleh informasi yang memadai mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna tercapainya tujuan penelitian yang diharapkan. Setelah itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian yang diikuti oleh penyedian isolat C gloeosporioides yang akan diuji .
2. Pelaksanaan Penelitian Isolasi Patogen Inokulum patogen C gloeosporioides diisolasi dari daun tanaman karet yang terinfeksi oleh C gloeosporioides dari masing-masing daerah yang diuji. Permukaan daun yang terinfeksi patogen disteril dengan larutan clorox 10% selama 15-30 detik kemudian
diambil secara aseptik. Selanjutnya potongan daun tersebut dikering
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
anginkan dikertas tisu steril atau dicuci dengan aquadest steril dan kemudian ditempatkan pada medium biakan yang telah disiapkan dalam cawan petri (Agrios, 1993). Biakan murni C gloeosporioides selanjutnya di inkubasi selama ± 7 hari kemudian dilakukan pembuatan suspensi konidia C gloeosporioides . Daun karet muda dari tiap –tiap klon dipotong dengan menggunakan bor gabus diameter 1,2 cm kemudian direndam kedalam suspensi konidia C gloeosporioides dari masing – masing isolat selama ± 1 menit, selanjutnya di inkubasikan dalam inkubator temperature 25 0C selama 6 hari. Peubah Amatan Tahap I 1. Periode laten ( Masa inkubasi ) Pengamatan masa inkubasi sampai terjadinya sporulasi (perkecambahan spora) setelah hari inokulasi konidia. 2. Laju perkembangan bercak Perkembangan bercak diukur sejak terdapatnya bercak, dan diukur setiap 2 hari sekali.
r = X2-X1/ t2– t1
3. Intensitas penyakit ( Disease severity ) Pengukuran intensitas penyakit patogen dilakukan laboratorium Pathology Puslit. Karet Sungei Putih dengan mneggunakan daun muda dari masing – masing klon yang di uji. Pengukuran tingkat keparahan penyakit dilakukan 12 hari setelah inokulasi konidia. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan dengan menggunakan skala serangan pada daun.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Pengukuran intensitas penyakit ( skala serangan) dimasukkan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut: ∑(ni x vi) I = ---------------x 100% NxV I = Intensitas serangan ni = jumlah daun ke-i vi = skala serangan ke-j N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6) Penelitian tingkat serangan di laboratorium dilakukan dengan menghitung nilai bercak daun yang ditetapkan menurut Chee ( 1978) dengan skala 0 – yakni sbb: Skala 0 = tidak terdapat bercak (bebas) Skala 1 = terdapat bercak ≤1/4 bagian Skala 2 = terdapat bercak <1/2 bagian Skala 3 = terdapat bercak <3/4 bagian Skala 4 = terdapat bercak >3/4 bagian Dari Skala diatas diklasifikasikan menjadi 5 kategori seperti Tabel 3 berikut: Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan penyakit Klasifikasi
Nilai
Resisten
0 – 20 %
Agak resisten
21 - 40%
Moderat
41 - 60 %
Agak Rentan
61 - 80%
Rentan
81 - 100%
Sumber : Pawirosoemardjo ( 1999).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sumber : Koleksi Penelitian Gambar 4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun
II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K) Tempat dan Waktu penelitian Penelitian tahap II dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ± 80 m diatas permukaan laut. Bahan Penelitian Klon karet PB260, GT1, BPM1 dan BPM 24,isolat virulen C.gloeosporioides, pupuk rekomendasi TSP, KCl dan Urea , tanah dari jenis PMK, air, dll. Alat Penelitian Polibeg ukuran 15 x 20 cm, pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter, label dan alat tulis, oven, plastik. gembor plastik, hands sprayer dll.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Metode Penelitian Menggunakan Metode Penelitian dalam Rak Faktorial, dimana: Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N,K) P0= 0 % (Kontrol)
yaitu N=5 gr,
P= 5 gr K= 2 gr
P1= 25% dari rekomendasi yaitu N=5 + 1,25 gr, P= 5 gr K= 2 + 1,25 gr P2= 50% dari rekomendasi yaitu N=5 + 2,5 gr , P= 5 gr K= 2 + 2,5
gr
P3= 75% dari rekomendasi yaitu N=5 + 3,75 gr, P= 5 gr K= 2 + 3,75 gr
Faktor II adalah Klon Karet K1 = BPM 1
( tahan)
K2 = GT1
( rentan)
K3 = BPM 24 (rentan) K4 = PB 260
(tahan)
Dengan demikian diperoleh 4x 4 = 16 kombinasi perlakuan (plot) dan tiap plot ada 10 tanaman diulang sebanyak 3 kali.sehingga jumlah klon karet yang diperlukan adalah 16 x10x 3= 480 tanaman. Jalannya Penelitian 1. Persiapan Bibit Tanaman/ Klon OMT karet Persiapan bibit dilakukan dengan memilih secara selektif klon yang akan ditanam untuk penelitian dari puslit karet Sungei Putih. 2. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Tumbuh Media tumbuh yang digunakan berupa tanah PMK dari arel Puslit Karet Sungei Putih. Tanah dikering anginkan, kemudian dilakukan pengambilan sample
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
tanah secara komposit untuk analisa hara tanah N, P dan K. Setelah itu tanah dimasukkan kedalam polibek ukuran 10 kg. Masing-masing polibek diisi tanah seberat 7 kg. Polibek , kemudian disusun petak-petak percobaan disesuaikan dengan tata letak percobaan yang telah dibuat.
Penanaman Bibit/Klon Karet Penanaman dilakukan dengan memilih klon karet yang sehat dilakukan secara selektif untuk mendapatkan pertumbuhan klon yang seragam. Pemupukan Pemupukan tanaman dipolibek diberikan dengan cara manual circle,yaitu dengan membuat saluran melingkar disekeliling batang dengan jarak disesuaikan setelah tanaman berumur ± 2 bulan. Selanjutnya dilakukan pemupukan setiap bulan sampai tanaman berumur 5 bulan. Penyiangan Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Pelaksanaan Inokulasi Patogen Pelaksanaan penelitian dimulai setelah didapat isolat yang virulen dari penelitian tahap I. Bahan stek berasal dari masing-masing klon sesuai perlakuan yang tunasnya dibiarkan tumbuh dalam waktu ±2 bulan atau telah berpayung dua. Suspensi
konidia
C
gloeosporioides
dengan
kepekatan
7x104 konidia/ml
disemprotkan langsung ke permukaan daun yang baru terbentuk ( daun bewarna merah kecoklatan).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Peubah Amatan Tahap II .Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, meliputi :
1. Tinggi tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan saat bibit berumur 3 bulan dan berakhir saat bibit berumur 6 bulan. Pengukuran dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan cara mengukur pertumbuhan batang dari pangkal batang sampai ujung batang. 2. Jumlah daun (helai) Jumlah daun dihitung pada saat bibit berumur 6 bulan. Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna dan juga daun yang diamati untuk pengukuran intensitas penyakit. 3. Panjang akar (m) Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 3, bulan dan 6 bulan. Pengukuran panjang akar total dilakukan dengan memasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 15 x 20 cm. Kantong diisi air secukupnya kemudian akar disebarkan dengan cara menggojok. Panjang akar terpanjang dibaca dengan menggunakan penggaris. 4. Bobot kering akar dan tajuk (g) Pengamatan bobot kering akar dan tajuk dilakukan pada saat bibit berumur 4 dan 6 bulan. Bobot kering diperoleh dengan menimbang bagian tanaman yang telah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 C sampai bobot tetap (± 48 jam).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
5. Nisbah akar tajuk (NAT) Pengamatan nisbah akar tajuk (NAT) dilakukan pada saat bibit berumur 4-6 bulan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Bobot kering akar NAT = ——————— Bobot kering tajuk 6. Laju pertumbuhan nisbi akar (LPNA) dan laju pertumbuhan nisbi tajuk(LPNT) Pengamatan dilakukan pada saat akhir penelitian, dengan menggunakan rumus dalam Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut : ln WA2 – ln WA1 LPNA = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1 ln WT2 – ln WT1 LPNT = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1 WA1 = bobot kering akar pada pengamatan 1 WA2 = bobot kering akar pada pengamatan 2 WT1 = bobot kering tajuk pada pengamatan 1 WT2 = bobot kering tajuk pada pengamatan 2 T1 = waktu pengamatan 1 T2 =waktu pengamatan 2 7. Laju assimilasi bersih (LAB) Pengamatan dilakukan pada umur 3, 4, 5 dan 6 bulan, dengan menggunakan rumus dalam Gardner et al (1991) sebagai berikut :
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
W2 – W1 ln La2 – ln La1 LAB = ———— x ——————— (g/dm2/minggu) T2 – T1 La2 – La1 W1 = bobot kering tanaman pada pengamatan 1 W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan 2 La1 =luas daun total pada pengamatan 1 La2 = luas daun total pada pengamatan 2 T1 = Waktu pengamatan 1 T2 = Waktu pengamatan 2
8. Panjang ruas (cm) Panjang ruas diukur pada akhir penelitian yaitu pada saat tanaman berumur 6 bulan 9. Diameter batang (mm) Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan 2 kali yaitu pada umur 4 dan 6 bulan. 10. Intensitas Penyakit (diseases severity) (%) Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan 10 hari setelah inokulasi dengan mengamati 15 helai daun yang diambil dari 5 tangkai terbawah dari payung teratas (Rahayu dkk, 2005), dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada saat tanaman telah berpayung dua ( umur 4 bulan ) dengan pengukuran 1x 2 hari sebanyak 5 kali pengamatan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut: ∑(ni x vi) I = ---------------x 100% NxV
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
I = Intensitas serangan n = jumlah daun ke-i v = skala serangan ke-j N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6) Tabel 2. Nilai bercak atau cacat daun C. glooesporiodes Nilai/ Score 0 1 2 3 4 5 6 (Soekirman,2004).
Keterangan Tidak terdapat bercak atau cacat pada daun Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/16 bagian Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/8 bagian Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/4 bagian Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/2 bagian Terdapat bercak atau cacat pada daun >1/2 bagian Daun gugur akibat C.gloeosporiodes
11. Laju Infeksi (r) Pengukuran dilakukan setelah inokulasi pada umur tanaman ± 3 bulan dan selanjutnya pada saau tanaman telah berpayung 2 sampai tanaman berumur 6 bulan. 2,3 x2 r = ---------[log 10 1 – x2 t2 –t1 r
= laju infeksi
t1
= waktu pengamatan pertama
x1 - log 10 -------- ] 1 – x1
t2 = waktu pengamatan kedua x
1
= proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi pada pengamatan pertama
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
x2 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi pada pengamatan kedua (Oka,1993).
Analisis Data Untuk mengetahui pertumbuhan antar 4 klon yang diuji dengan perlakuan dosis pupuk ekstra (N, K) , dilakukan analisis statistik dengan menggunakan pola Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan dilanjutkan dengan uji F. Apabila uji F menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan, dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf beda nyata 5% (Gomez et al., 1995).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides Uji virulensi isolat C.gloeosporioides dilakukan berdasarkan periode laten ( masa inkubasi ), laju perkembangan bercak dan intensitas penyakit /disease severity Ketiga parameter menunjukkan adanya korelasi dan hubungan dan dijelaskan satu persatu sebagai berikut: 1. Periode Laten Hasil analisis menunjukkan bahwa klon
yang diuji dan isolat memiliki
perbedaan sangat nyata terhadap periode laten. Tetapi interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap periode laten. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan rataan periode laten terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Periode laten ( Hari) Rataan I (Isolat) I1 (Isolat Langkat) I2( Isolat Deli Serdang) BPM1 3.00 ab 2.40 de 2.70 b GT1 2.80 cd 2.25 ef 2.53 bc BPM 24 2.60 cde 2.00 f 2.30 c PB 260 3.20 a 2.80 bc 3.00 a Rataan 2.90 a 2.36 b 2.61 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT. Perlakuan
Periode laten yang paling lama pada perlakuan K4I1 (PB 260 dan Isolat asal Langkat) yaitu 3,20 hsi yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1I1( 3,00 hsi ), K1I2 ( 2,40 hsi), K2I1 (2,8 hsi), K2I2 ( 2,25 hsi), K3I1 ( 2,60 hsi), K3I2 ( 2 hsi) dan K4I2
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
(2,80 hsi). Periode laten yang paling cepat adalah perlakuan K3I2 (klon BPM 24 isolat Deli Serdang) yaitu 2 hsi dibandingkan dengan K3I1 ( BPM 24 isolat Langkat ) yaitu 2,60 hsi, demikian juga dengan K1I2 (BPM 1 dan isolat Deliserdang) periode latennya lebih cepat yaitu 2,40 hsi dibanding dengan K1I1 (BPM 1 dan isolate Langkat) yaitu 3,00 hsi. K2I2 (GT1 dan isolate Deliserdang) periode latennya adalah 2,25 hsi lebih lama disbanding dengan K2I1 (GT1 dan isolat Langkat) yaitu 2,80 hsi.
2. Laju Perkembangan Bercak Rataan laju perkembangan bercak dari umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 2. Hasil analisis laju perkembangan bercak ( % ) menunjukkan bahwa perlakuan daun klon dan isolat berpengaruh tidak nyata tetapi pada umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap laju perkembangan bercak. Tabel 4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r) Umur Perlakuan
2 - 4 hari
4 - 6 hari
I1
I2
I1
I2
Daun Klon BPM 1 GT 1 BPM 24 PB 260
0,03 0,04 0,06 0,04
0,03 0,06 0,07 0,07
0,14 bc 0,11 cd 0,19 b 0,15 bc
0,14 bc 0,10 c 0,31a 0,17 bc
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% dan berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Laju perkembangan bercak tertinggi pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan Isolat asal Deli Serdang) yaitu 0,31 pada 4 -6 hsi, yang berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan , sedangkan laju perkembangan bercak yang paling rendah adalah pada perlakuan K2I2 (GT1 dan isolat Deli Serdang). 3. Intensitas Penyakit ( disease severity ) Rataan intensitas serangan dari Umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 5, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 3. Tabel 5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun Klon dan Isolat Perlakuan Umur BPM 1 GT 1 BPM 24 PB 260
I1 ( Isolat Langkat) 4 6 13,75 30,63 bc 40 b 30,21 b
40,75 c 41,94 c 64,38 b 45,53 c
I2 ( Isolat Deli Serdang) 4 6 16,25 23,75 b 30,00 a 16,94 cd
44,38 c 42,05 c 92,50 a 50,63 c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Taraf 5% berdasarkan uji DMRT. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian isolat asal Deli Serdang (I2) pada daun klon umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas penyakit dan ada peningkatan persentase intensitas penyakit. Intensitas penyakit tertinggi pada umur 6 hsi diperoleh pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan isolat Deli Serdang) yaitu 92,50 %, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Intensitas serangan terendah diperoleh pada perlakuan K1I1 (BPM1 dan Isolat asal Langkat) yaitu 40,75 %.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sumber : Koleksi Penelitian Gambar 5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)
1. Tinggi Tanaman (cm) Rataan tinggi tanaman umur 6 bulan terdapat pada Tabel 6, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 4. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon karet berpengaruh nyata, serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata secara signifikan terhadap tinggi tanaman. Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan P3K4 (75 % dan PB 260) yaitu 62,54 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan dan tinggi tanaman paling rendah adalah P2K1 (50 % dan BPM 1).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Tabel 6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubahTinggi Tanaman pada umur 6 Bulan Perlakuan K1 (BPM1) K2(GT1) K3(BPM 24) K4( PB 260)
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K)
Rataan
P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
38.967cdef 36.927def
42.517c 39.227cdef
40.65cde 35.74 ef
39.344 36.903
36.993 def
38.427cdef
40.94cd
39.088
36.943def
47.360 b
35.243f 35.720 ef 39.997 cdef 47.303 b
62.54 a
48.538
Rataan 37.458 41.883 39.566 44.967 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.
Sumber : Koleksi Penelitian Gambar 6. Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan Hubungan interaksi dosis pupuk dengan klon terhadap tinggi tanaman umur 6 bulan dapat dilihat pada Gambar 7. Hubungan tinggi tanaman karet dengan dosis
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
pupuk adalah linier dengan persamaan Ŷ = 0.0536x + 37.078. (R2 = 0. 99 pada K3) dan Ŷ = 0.307x + 37.026 (R2 = 0.88 pada K4) (gambar 7 ). . y = 0.307x + 37.026 R2 = 0.883 K4
Tinggi Tanaman (cm)
70.000 60.000 50.000 40.000
y = 0.0536x + 37.078 R2 = 0.99 K3
30.000 20.000 10.000 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Persentase Interval Dosis Pupuk Ekstra (N,K)
Gambar 7. Hubungan Tinggi Tanaman Karet (cm) dengan Interval Dosis Pupuk Ekstra (N,K)
2. Jumlah Daun (helai) Rataan peubah jumlah daun umur 6 bulan terdapat pada Tabel 7, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Jumlah daun ( Helai ) pada umur 6 Bulan Perlakuan
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K)
Rataan
P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
K1 (BPM1)
126.00
136.00
139.67
134.00
133.92 ab
K2(GT1)
122.67
125.33
123.67
128.33
125.00 bc
K3(BPM24)
114.00
117.00
116.33
120.00
116.83 c
K4( PB260)
131.33
138.67
145.00
163.33
144.58 a
Rataan
123.50
129.25
131.17
136.42
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil analisis peubah jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan klon karet berpengaruh sangat nyata, tetapi dosis pupuk dan interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur 6 bulan. Daun terbanyak diperoleh pada perlakuan K4 (PB 260) yaitu 144,58 helai dan terendah pada perlakuan K3 (BPM 24) yaitu 116,83 helai.
3. Panjang Akar (cm) Rataan panjang akar umur 4 - 6 bulan disajikan pada Tabel 8, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi ke dua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar, dimana panjang akar yang lebih tinggi terdapat pada perlakuan P3K1 ( 75% dan BPM 1) yaitu 37,17 cm,sedangkan nilai yang rendah terdapat pada perlakuan P1K1 ( 25% dan BPM1) yaitu 26,10 cm. Tabel 8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Panjang Akar pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%) 31.65 cdef 26.10 f 44.92 a 37.17 bc 34.96 K1 (BPM1) 32.57 bcdef 32.83 bcdef 29.03 def 32.75 bcdef 31.80 K2(GT1) 35.20 bcd 26.70 ef 31.33 cdef 30.53 K3(BPM 24) 28.90 def 39.47 ab 32.35 bcdef 33.78 bcde 33.02 K4( PB 260) 26.48 ef 33.40 33.25 33.76 Rataan 29.90 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar. Akar terpanjang diperoleh pada perlakuan P2K1 (50 % dan BPM 1) yaitu 44,92 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan yang ada kecuali dengan perlakuan P1K4 (25% dan PB 260) yaitu 39,47 cm dan perlakuan P3K1 (75 % dan BPM 1) yaitu 37,17 cm tidak berbeda nyata. Hubungan dosis pupuk
Panjang Akar (cm)
ekstra (N,K) terhadap panjang akar pada umur 6 bulan dapat dilihat pada gambar 8.
50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 -
y = -0.0046x2 + 0.4056x + 27.916 R2 = 0.519 K4
Rataan K1 Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4 0
20
40
60
80
Poly. (Rataan K4)
Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)
Gambar 8. Hubungan dosis pupuk ekstra (N, K) terhadap panjang akar umur 6 bulan 4. Bobot Kering Akar (g) Rataan peubah bobot kering akar umur 6 bulan disajikan pada Tabel 9, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa umur 6 bulan dosis pupuk berpengaruh tidak nyata, tetapi klon karet dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Akar terberat diperoleh pada perlakuan P2K3 (50% dan BPM 24) yaitu 12,87 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1K3 (25% dan BPM 24) yaitu 11,96 g,
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
perlakuan P2K4 (50% dan PB 260) yaitu 9,75 g dan perlakuan P3K1 (75 % dan BPM1) yaitu 9,17 g, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Berat akar yang paling rendah terdapat pada perlakuan P2K2 (50% dan GT1). Tabel 9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Akar (g) pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan K1 (BPM1)
P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
6.91 c
6.54 c
8.38 bc
9.17 abc
7.75
K2(GT1) 6.16 c 6.92 c 5.54 c 7.68 c 6.58 K3(BPM 6.06 c 11.96 ab 12.87 a 6.70 c 9.40 24) K4( PB 8.09 bc 8.44 bc 9.75 abc 5.69 c 7.99 260) Rataan 6.80 8.46 9.13 7.31 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata Hubungan interaksi dosis pupuk dengan klon terhadap bobot kering akar umur 6 bulan dapat dilihat pada gambar 9.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
y = -0.0048x 2 + 0.3735x + 5.9503 R2 = 0.9941K3
Bobot Kering Akar (g)
14,00 12,00
y = -0.0018x 2 + 0.1088x + 7.7716 R2 = 0.7668 K4
10,00
Rataan K1
8,00
Rataan K2 Rataan K3
y = 0.0005x 2 - 0.0005x + 6.7492 R2 = 0.8843 K1
6,00 4,00
Rataan K4
2,00 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Dosis Pupuk Ekstra (N,K)
Gambar 9. Hubungan Interaksi antara Interval Dosis Pupuk Ekstra dengan klon karet terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan
5. Bobot Kering Tajuk (g) Rataan bobot kering tajuk dari umur
6 bulan disajikan pada Tabel 10
sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 8. Tabel 10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Tajuk ( gr ) pada umur 6 bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan K1 (BPM1) K2(GT1) K3(BPM 24) K4( PB 260)
P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
20.94 bc 16.06 e 17.74 cde 17.80 cde
21.61 bc 21.31 bc 21.55 bc 19.90 bcde
29.17 a 23.86 b 20.41 bcd 20.50 bc
22.81 b 22.42 b 20.73 bc 22.43 b
23.63 20.91 20.11 20.16
Rataan 18.14 21.10 23.48 22.10 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata Pada umur 6 bulan interaksi pada semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk. Tajuk terberat diperoleh pada
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
perlakuan P2K1 (50 % dan BPM 1) yaitu 29,17 g, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. dan tajuk terendah terdapat pada perlakuan P3K4 (75% dan PB 260) yaitu 22,43 g.
Bobot Kering Tajuk (g)
35,00 y = -0.0027x 2 + 0.2871x + 16 R2 = 0.9976 K2
30,00 25,00
Rataan K1
20,00 y = -0.0014x 2 + 0.1358x + 18.061 R2 = 0.7474 K3
15,00
y = 0.0579x + 17.986 R2 = 0.9623 K4
Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4
10,00 5,00 0
20
40
60
80
Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)
Gambar 10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (g) pada umur 6 bulan Hasil analisis regresi antara dosis pupuk ekstra terhadap bobot kering tajuk pada klon yang diuji menunjukkan hubungan yang kuadratik dimana nilai koefisien determinan pada klon GT1 ( K2) adalah (R2 = 0,99) dan pada klon BPM 24( K3) ( R2 = 0,74) sedangkan pada klon PB260( K4) adalah ( R2 = 0,96).
6. Nisbi Akar Tajuk Rataan nisbi akar tajuk dari umur 4 - 5 bulan disajikan pada Tabel 11, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa dosis pupuk dan klon serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap nisbi akar tajuk umur 4 - 6 bulan.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Walaupun demikian dari tabel 9, terlihat bahwa pada umur 6 bulan nisbi akar tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 ( pupuk ekstra 50%) yaitu 0,165 dan terendah pada perlakuan P0 (tanpa pupuk ekstra ) yaitu 0,123. Nisbi akar tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan K2 (GT1) yaitu 0,166 dan terendah pada perlakuan K3 (BPM 24) yaitu 0,104. Tabel 11. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Nisbah Akar Tajuk ( gr ) pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
K1 (BPM1)
0.137
0.159
0.180
0.19
0.166
K2(GT1)
0.123
0.157
0.103
0.27
0.164
K3(BPM 24)
0.067
0.077
0.167
0.11
0.104
K4( PB 260)
0.163
0.167
0.150
0.09
0.143
Rataan 0.123 0.140 0.150 0.165 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata
7. Laju Pertumbuhan Nisbi Akar Rataan laju pertumbuhan nisbi akar dari umur 4 - 5 bulan disajikan pada Tabel 12, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada umur 6 bulan dosis pupuk dan interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata, tetapi klon berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan nisbi akar. Perlakuan K1 ,(BPM 1) menunjukkan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
nilai LPNA = 0,520 g.g-1.minggu yang tidak berbeda nyata dengan K4,(PB260) yaitu 0,489 g.g-1.minggu dan K3(BPM 24) yaitu ) 0,389 g.g-1.minggu.
Tabel 12. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Akar (g.g-1.minggu) pada umur 6 Bulan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Perlakuan Rataan P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%) K1 (BPM1) 0.583 0.450 0.487 0.56 0.520 a K2(GT1) 0.355 0.224 0.362 0.23 0.292 b K3(BPM 24) 0.303 0.581 0.340 0.33 0.389 ab K4( PB 260) 0.365 0.764 0.427 0.40 0.489 a Rataan 0.402 0.505 0.404 0.380 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil analisis interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap peubah LPNA, akan tetapi nilai LPNA tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 K4 ( 25 % dosis pupuk ekstra dan Klon PB260) yaitu 0,764 g.g-1.minggu, sedangkan LPNA yang terkecil diperoleh dari perlakuan P1 K2 ( 25 % dosis pupuk ekstra dan Klon GT1) yaitu 0,223 g.g-1.minggu.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sumber : Koleksi Penelitian Gambar 11. Perakaran Klon Karet yang diberi perlakuan pupuk ekstra (N, K) 0%, 25%, 50% dan 75% (searah jarum jam) .8. Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk Rataan laju pertumbuhan nisbi tajuk dari umur 6 bulan disajikan pada Tabel 13, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada umur 6 bulan dosis pupuk dan klon serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan nisbi tajuk. LPNT tertinggi pada umur 6 bulan adalah perlakuan P3K4 (75% pupuk ekstra dan klon PB260) yaitu 0,32 g.g-1.minggu sedangkan yang terendah pada perlakuan P0K2 ( 0% pupuk ekstra dengan klon GT1) dan perlakuan P3K3 ( 75% pupuk ekstra dengan klon BPM 24) yaitu 0,13 g.g-1.minggu. Tabel 13. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk (g.g-1.minggu) pada umur 6 Bulan Perlakuan K1 (BPM1) K2(GT1) K3(BPM 24) K4( PB 260) Rataan
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%) 0.28 0.22 0.20 0.26 0.13 0.25 0.24 0.27
Rataan 0.239 0.222
0.22
0.16
0.15
0.13
0.163
0.19
0.17
0.20
0.32
0.218
0.203
0.201
0.196
0.242
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
9. Laju Assimilasi Bersih Komponen yang terlibat dalam LAB adalah luas daun dan bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Rataan laju assimilasi bersih pada umur 6 bulan disajikan pada Tabel 14, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada umur 6 bulan dosis pupuk dan klon serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap laju assimilasi bersih. Dari hasil analisi menunjukkan bahwa pada umur 6 bulan nilai LAB tertinggi diperoleh pada perlakuan P1K2 (25 % klon GT1) yaitu 0,0053, sedangkan LAB yang terendah terdapat pada P0K2 (pemberian pupuk ekstra 0% pada klon GT1) yaitu 0.0014.
Tabel 14. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Asssimilasi Bersih (g/dm2/minggu) pada umur 6 Bulan Perlakuan
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P1(25%) P2(50%) P3(75%) P0 (0%) K1 (BPM1) 0.0035 0.0029 0.0037 0.0043 0.0036 K2(GT1) 0.0014 0.0053 0.0044 0.0039 0.0037 K3(BPM 24) 0.0020 0.0052 0.0034 0.0030 0.0034 K4( PB 260) 0.0034 0.0031 0.0037 0.0050 0.0038 Rataan 0.0025 0.0041 0.0038 0.0040 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
10. Panjang Ruas (cm) Rataan panjang ruas umur 6 bulan disajikan pada Tabel 15, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 13 Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan klon karet berpengaruh nyata, tetapi dosis pupuk dan interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang ruas umur 6 bulan. Perlakuan klon karet menunjukkan pengaruh nyata terhadap panjang ruas. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa panjang ruas terpanjang terdapat pada klon K4 (PB 260) yaitu 13,08 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan K3 (BPM 24) yaitu 12,36 cm, perlakuan K2 (GT 1) yaitu 11,84 cm, dan perlakuan K1 (BPM 1) yaitu 8,18 cm. Pemberian pupuk ekstra 25% (P1) memberikan hasil yang lebih tinggi terhadap panjang ruas klon K4 PB260 yaitu 17,33 cm. Tabel 15. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Panjang Ruas (cm) pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
K1 (BPM1)
8.38
7.67
6.33
10.33
8.18 b
K2(GT1)
13.67
10.67
11.67
11.33
11.83 c
K3(BPM 24)
12.27
13.00
14.50
9.67
12.36 d
K4( PB 260)
13.00
17.33
12.33
9.67
13.08 a
Rataan 11.83 12.17 11.21 10.25 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Panjang Ruas (cm)
20,00
y = -0.0028x 2 + 0.15x + 13.583 R2 = 0.7754 K4
y = -0.0022x 2 + 0.1418x + 11.912 R2 = 0.7943 K3
15,00 Rataan K1
y = 0.0011x 2 - 0.104x + 13.4
10,00
Rataan K2
R2 = 0.7156 K2
Rataan K3
2
y = 0.0019x - 0.1233x + 8.6777 R2 = 0.7878 K1
5,00
Rataan K4
0
20
40
60
80
Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)
Gambar 13. Hubungan panjang ruas dengan interval % dosis pupuk ekstra (N, K) Hubungan laju assimisali bersih dengan dosis pupuk dapat dilihat pada gambar 13.dimana hubungannya menunjukkan pola kuadratikpada setiap klon. Hasil analisis menunjukkan klon BPM1 (K1) adalah (R2 = 0,78), pada klon GT1(K2) nilai koefisien determinannya adalah (R2 = 0,71), pada klon BPM 24 (K3) nilai koefisien determinannya adalah (R2 = 0,79), sedangakan pada klon PB 260 (K4) nilai koefisien determinannya adalah (R2 = 0,77). 11. Diameter Batang (mm) Rataan diameter batang 6 bulan disajikan pada Tabel 16, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon karet serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang . Pada umur 6 bulan dosis pupuk menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap diameter batang. Diameter batang terbesar diperoleh pada perlakuan P1 (25%) yaitu 7,32 mm, dan diameter batang terendah pada perlakuan P3 (75%) yaitu 6,96 mm.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Perlakuan klon karet menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap diameter batang. Batang terbesar diperoleh pada perlakuan K3 (BPM 24) yaitu 7,49 mm, diameter batang terendah pada perlakuan K2 (GT 1) yaitu 6,91 mm. Tabel 16. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Diameter Batang ( mm) pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
K1 (BPM1) 7.08 7.20 7.55 K2(GT1) 7.00 7.08 6.56 K3(BPM 8.04 7.50 7.45 24) K4( PB 6.93 7.51 6.87 260) Rataan 7.26 7.32 7.11 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan menunjukkan tidak berbeda nyata. 12. Total Luas Daun (cm2) Rataan total luas daun umur
7.00 7.00
7.21 6.91
6.96
7.48
6.87
7.05
6.96 berbeda nyata pada taraf yang tidak bernotasi
6 bulan terdapat pada Tabel 17,
sedangkan hasil sidik ragam pada lampiran 15. Hasil analisis terhadap total luas daun pada klon karet; pada umur 6 bulan dosis pupuk dan klon karet serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Daun terluas diperoleh pada perlakuan P1 (25%) yaitu 2696,04 cm2, yang iikuti dengan perlakuan P2 (50%) yaitu 1653,44 cm2, perlakuan P0 (0%) yaitu 1642,79 cm2 dan perlakuan P3 (75%) yaitu 1505,69 cm2.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan P1K1
menunjukkan total luas daun yang paling tinggi yaitu 6.335 cm2, dan nilai total luas daun yang paling rendah terdapat pada perlakuan P3K4 yaitu 1.259 cm2.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Tabel 17. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Total Luas daun ( cm2 ) pada umur 5 Bulan Perlakuan
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K)
Rataan
P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
K1 (BPM1)
1.779
6.335
1.994
1.483
2.898
K2(GT1)
1.550
1.734
1.513
1.815
1.653
K3(BPM 24)
1.594
1.272
1.507
1.466
1.460
K4( PB 260)
1.649
1.444
1.600
1.259
1.488
1.643
2.696
1.653
1.506
Rataan
2
Total Luas Daun (cm )
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
y = 188.2x2 - 1066x + 1863.7 R2 = 0.6734 K2
1400 2
2
y = -162.63x + 838.11x + 33.565 R = 0.5701 K4
1080
K1 K2
760
K3 K4
440 2
2
y = -69.32x + 226.98x + 422.05 R = 0.7373 K3
120 0
25
50
75
Dosis Pupuk (%)
Gambar 14. Hubungan interaksi antara interval % dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap luas daun (cm2) pada umur 4 bulan Hasil analisis korelasi antara jumlah daun dengan luas daun total menunjukkan korelasi yang tidak nyata ( r = 0.37 ). Hubungan interaksi dosis pupuk
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
dengan klon terhadap total luas daun umur bulan dapat dilihat pada gambar 14, dimana klon pada klon GT1(K2) nilai koefisien determinannya adalah (R2 = 0,67), pada klon BPM 24 (K3) nilai koefisien determinannya adalah (R2 =
0,73),
sedangakan pada klon PB 260 (K4) nilai koefisien determinannya adalah (R2 = 0,57).
13. Intensitas Penyakit ( Diseases severity ) (%) Data rataan intensitas penyakit dari umur 91 - 97 hsi disajikan pada Tabel 18, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 16. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh sangat nyata pada umur 91, 95 dan 97 hsi. Pada umur 97 hsi perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Intensitas penyakit tertinggi diperoleh pada perlakuan P2K3 (50% dan BPM 24) yaitu 36,63%, yang berbeda nyata dengan perlakuan P0K1 (0% dan BPM1) yaitu 16,43, perlakuan P0K4 (0% dan PB 260) yaitu 19,21%, perlakuan P1K1 (25 % dan BPM 1)yaitu 19,14%, perlakuan P1K2 (25% dan GT 1) yaitu 28,81%, perlakuan P1K3 (25% dan BPM 24) yaitu 29,72%, perlakuan P1K4 (25% dan PB 260) yaitu 19,12%, perlakuan P2K1 (50% dan BPM 1) yaitu 23,86%, perlakuan P2K2 (50% dan GT 1), yaitu 29,08%, perlakuan P2K4 (50% dan PB 260) yaitu 26,54%, P3K1 (75% dan BPM 1) yaitu 18,90%, perlakuan P3K2 (75% dan GT 1) yaitu 29,62%, perlakuan P3K3 (0% dan BPM 24) yaitu 26,63% dan perlakuan P3K4 (75% dan PB 260) yaitu 25,74%, perlakuan P0K2 (0% dan GT 1) yaitu 31,47% , tetapi tidak berbeda nyata pada perlakuan P0K3 (0% dan BPM 24) yaitu 32,97%.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Tabel 18. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Intensitas Penyakit pada umur 97 hsi Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%) K1 (BPM1) 16.443 g 19.147fg 23.863 ef 18.900 fg 19.588 c K2(GT1) 31.470 bc 28.813 bcde 29.080bcde 29.623bcde 29.747 a K3(BPM 32.970 ab 29.720 bcd 36.637 a 26.637cde 31.491 a 24) K4( PB 19.217 fg 19.127fg 26.543 cde 25.740 de 22.657 b 260) Rataan 25.025 b 24.202 b 29.031 a 25.225 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata Hubungan interaksi dosis pupuk dengan klon terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi menunjukkan hubungan pola hubungan kuadratik dapat dilihat pada gambar 15, dengan nilai koefisien determinannya masing – masing adalah adalah (R2 = 0,76 ) pada K1 dan (R2 = 0,91) pada K2 dan klon PB 260 (K4) dengan nilai koefisien determinan adalah (R2 = 0,74).
Intensitas penyakit (% )
40,000
y = 0,0013x 2 - 0,1171x + 31,338
35,000
R2 = 0,9186 K2
30,000
Rataan K1
y = -0,0003x 2 + 0,1293x + 18,43 R2 = 0,7471 K4
25,000
Rataan K2
20,000
Rataan K3
15,000
y = -0,0031x 2 + 0,2783x + 15,859 R2 = 0,7629 K1
10,000
Rataan K4
5,000 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)
Gambar 15.
Hubungan Interaksi antara Interval Dosis Pupuk Ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
15. Laju Infeksi Rataan laju infeksi dari umur 93-97 hsi disajikan pada lampiran Tabel 19, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 17. Hasil analisis laju infeksi pada umur 97 hsi interaksi perlakuan berpengaruh nyata ,dapat dilihat bahwa laju infeksi tertinggi terdapat pada kobinasi perlakuan P2K3 (pupuk ekstra 50% pada klon BPM24) yang rentan terhadap C.gloeosporioides yaitu 0,187 dan laju infeksi terendah pada perlakuan P2K2 (pupuk ekstra 50% pada klon GT1) dan P1K4 ( pupuk ekstra 25% pada klon PB260) yaitu 0,020, demikian juga perlakuan dengan pupuk ekstara (N,K) berpengaruh nyata dan laju infeksi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (0%) yaitu 0,111 dan terendah pada perlakuan P1 (25%) yaitu 0,077. Perlakuan klon juga menunjukan pengaruh nyata terhadap laju infeksi dimana laju infeksi tertinggi terdapat pada perlakuan K3 ( klon BPM 24) sedangkan laju infeksi terkecil pada perlakuan K1 ( BPM1) Tabel 19. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Infeksi pada umur 97 hsi Perlakuan K1 (BPM1) K2(GT1) K3(BPM 24) K4( PB 260)
Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) P0 (0%)
P1(25%)
P2(50%)
P3(75%)
0.063 cdef 0.122 abcd 0.180 ab 0.079bcdef
0.035 cdef 0.139 abcd 0.114abcde 0.021 ef
0.088abcdef 0.025 ef 0.186 a 0.133 abcd
0.034 def 0.143 abc 0.002 f 0.140abcd
Rataan 0.055 b 0.107 a 0.120 a 0.093 ab
Rataan 0.111 0.077 0.108 0.080 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Hubungan antara interval dosis pupuk ekstra terhadap laju infeksi dapat dilihat pada gambar 16. Hasil analisis menunjukkan pola hubungan kuadratik dimana pada klon BPM 24 (K3) nilai koefisien detreminannya adalah (R2 = 0,64), sedangakan
Laju Infeksi (r)
pada klon PB 260 (K4) nilai koefisien detreminannya adalah (R2 = 0,58). 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 -
y = 3E-05x 2 - 0,0008x + 0,0657 R2 = 0,5862 k4
Rataan K1 Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4 y = -5E-05x 2 + 0,0017x + 0,1602 R2 = 0,6431K3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)
Gambar 16. Hubungan Interaksi Interval Dosis Pupuk Ekstra (N, K) dan Klon terhadap Laju Infeksi Pembahasan
I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides Hasil analisis uji virulensi isolat C.gloeosporioides asal langkat ( I1 ) Besitang dan asal Deli Serdang ( I2 ) Kebun Sungei Putih terhadap klon karet dapat dilihat pada Tabel 20. Dari analisis menunjukkan bahwa intensitas serangan yang tertinggi diperoleh dari klon BPM 24 dan isolat asal Deli Serdang (perlakuan K3I2) dengan periode laten 2 hsi, laju perkembangan bercak (r ) = 0,31 dan intensitas penyakit sebesar
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
92,50% yang berbeda nyata dengan perlakuan yang lain menunjukkan tingkat ketahanan rentan. Bila dibandingkan dengan menggunakan isolat Langkat ( I1 ) menunjukkan peningkatan periode laten yaitu 2,60 hsi, penurunan laju perkembangan bercak menjadi 0,15
dan intensitas penyakit 64,38% dengan tingkat ketahanan
menjadi agak rentan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa klon BPM24 memberikan respon yang berbeda terhadap isolat Langkat ( I1 ) dan isolat Deli Serdang ( I2 ) dan juga dapat dikatakan bahwa klon BPM 24 lebih rentan terhadap isolat asal Deli Serdang karena waktu yang dibutuhkan mulai dari infeksi sampai terjadinya gejala penyakit lebih cepat dibanding perlakuan yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Woelan dkk, 1999) bahwa ketahanan klon BPM 24 terhadap C.gloeosporioides kurang baik dan ini dapat terjadi karena pemberian perlakuan isolat D.Serdang setelah diuji ternyata lebih virulen menunjukkan intensitas serangan yang lebih tinggi, sesuai dengan pendapat Abadi (2003), bahwa tingkat virulensi dari ras suatu species bervariasi sehingga kemampuannya juga berbeda dalam menyerang tanaman.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Tabel 20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode laten (hari), laju perkembangan bercak (r), intensitas penyakit (IS), skala ketahanan dan tingkat ketahanan klon karet Perlakuan I1 (Isolat langkat) IS
I2 ( Isolat Deli Serdang
PL
R
Skala TK
PL
R
IS
Skala TK
BPM1
3.0
0,14
40,75
2.25
Agak resisten
2.40
0,14
44,38
2.25
Moderat
GT1
2.8
0,11
41,94
2.00
2.25
0,10
44,55
2.50
Moderat
3.25
Moderat Agak rentan
BPM24
2.60
0,19
64,38
2
0,31
92,50
4.00
Rentan
PB260
3.20
0.15 45,53
2.25
Moderat
2.80
0,17
50,63
2.25
Moderat
Keterangan : PL = Periode Laten, r = Laju Perkembangan penyakit, IS = Intensitas penyakit , TK= Tingkat Ketahanan Hal yang sama juga diperoleh pada klon BPM1 bila menggunakan isolat Langkat (I1) memberikan reaksi agak resisten dengan nilai periode laten 3 hsi, laju perkembangan bercak (r ) = 0,14, dan intensitas penyakit 40,75% sedangkan klon BPM 1 dengan isolat Deli Serdang ( I2 ) menunjukkan reaksi yang moderat dengan dengan periode laten 2,40 hsi , laju perkembangan penyakit 44,38%. Pada
bercak 0,14 dan intensitas
klon GT 1 (K2) dan PB 260 (K4) bila menggunakan isolat
Langkat ( I1 ) dan isolat Deli Serdang (I2) menunjukkan nilai periode laten berkisar antara 2,25 hsi – 3,2 hsi, laju perkembangan bercak berkisar antara 0,10 – 0,19 dan intensitas penyakit berkisar antara 41,94% - 50,63 dengan tingkat ketahanan moderat. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa telah terjadi pergeseran tingkat ketahanan menurut hasil penelitian (Woelan dkk, 1999) klon PB 260 dan BPM 1tahan terhadap C.gloeodporioides ternyata setelah diuji tingkat ketahanan BPM 1 berubah menjadi
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
agak resisten sedangkan PB 260 tingkat ketahanannya menjadi moderat pada isolat Langkat, sedangkan terhadap isolat Deliserdang tingkat ketahanan klon BPM 1 dan PB 260 berubah menjadi moderat. Klon GT 1 tingkat ketahanannya juga berubah menjadi moderat baik itu dengan isolat C.gloeosporioides asal Langkat maupun D.Serdang sedangkan klon BPM 24 berubah tingkat ketahanannya dari rentan menjadi agak rentan pada isolat C.gloeodporioides asal Langkat dan pada isolate C.gloesporioides Deli Serdang tingkat ketahanannya tetap rentan. Dari hasil penelitian isolat Deli Serdang ( I2 ) menunjukkan kemampuan menginfeksi dan berkecambah lebih cepat dibanding isolat Langkat ( I1 ) pada semua klon yang diuji. Hal ini bisa disebabkan karena semua daun dari klon yang diuji berasal dari areal kebun setempat sehingga isolat lebih mudah untuk menginfeksi dan isolat sudah beradaptasi dengan klon setempat dibanding isolat Langkat. Dugaan ini sesuai menurut Van der Plank (1968) bahwa penanaman hanya satu klon atau varietas dalam skala luas akan mendorong timbulnya ras yang virulen Virulensi isolat asal Deli Serdang (I2) yang lebih tinggi dibanding isolat Langkat (I1), karena kemampuan isolat Langkat ( I1 ) dalam menyebabkan gejala penyakit lebih rendah dibanding isolat D.Serdang (I2) pada klon K1( BPM 1) dan Klon K4 (PB 260) dan masa inkubasi isolat Deli Serdang lebih cepat dan laju perkembangan bercaknya juga lebih tinggi. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan/ daya infeksi isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang juga dipengaruhi oleh klon karet dalam merespon infeksi dari isolat dan kemungkinan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
adanya suatu mekanisme pertahanan dari klon karet, tumbuhan sebagai inang akan melakukan reaksi terhadap kehadiran dan aktivitas patogen. Wolfe dan Caten (1987), mengatakan bahwa adanya perbedaan virulensi atau ras patogen dalam populasi disebabkan perbedaan genetika patogen. Selain itu beberapa isolat patogen yang berasal dari klon karet dan sentra pekebunan menunjukkan keberagaman virulensi tetapi belum dapat dikelompokkan dalam suatu ras( Pawirosoemardjo dkk., 1982; dan Situmorang, 2004). Tingkat ketahanan klon yang moderat dicerminkan dengan lambatnya periode laten dan laju perkembangn bercak dan kecilnya intensitas serangan atau keparahan penyakit sedangkan klon yang agak rentan dan rentan dicerminkan dengan cepatnya periode laten dan tingginya laju perkembangan bercak dan intensitas serangan atau keparahan penyakit. Tingkat virulensi dari isolat atau patogen menunjukkan tingkat kemampuan patogen tersebut dalam menimbulkan penyakit. Perubahan – perubahan yang terjadi pada
patogen
dapat
menyebabkan
meningkatkan
atau
menurunkan
sifat
patogenitasnya. Perbedaan dalam tingkat virulensi patogen menyebabkan adanya perbedaan ras fisiologi dalam tingkat kemampuan patogen untuk menyerang suatu varietas inang. Teori ”Gene for gene” dari H.H. Flor menerangkan bahwa tiap gen dari inang yang mengatur resistensi selalu berkoresponden dengan gen dari patogen yang mengatur virulensi, demikian juga sebaliknya.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) Rangkuman hasil analisis pertumbuhan klon dengan pemberian pupuk ekstra (N,K) dapat dilihat pada lampiran 18 dan 19, sedangkan hasil korelasi analisis pertumbuhan klon dengan pemberian pupuk ekstra (N,K) pada lampiran 20. Tanaman sering menderita karena berbagai gangguan lingkungan fisik seperti kekurangan air,kekurangan zat hara,iklim, gangguan biologi yaitu serangan oleh patogen tanaman sehingga tanaman menjadi sakit. Klon tanaman karet ternyata memiliki perbedaan tingkat ketahanan terhadap jamur patogen penyebab penyakit gugur daun C.gloeosporioides, dan perkembangan jamur patogen juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana dalam penelitian ini diberikan pupuk ekstra (N,K) dalam berbagai taraf. Hasil analisis pengujian ketahanan klon dengan pemberian pupuk ekstra (N,K) pada data pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh klon juga pemberian pupuk ekstra (N,K). 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil analisis korelasi antara tinggi tanaman dengan jumlah daun, panjang akar, dan bobot kering tajuk adalah (r = 0,78** , 0,08,dan -0,101) dapat dilihat pada lampiran 20, dimana semakin meningkat tinggi tanaman akan selalu diikuti dengan peningkatan jumlah daun, tetapi tidak pada panjang akar dan bobot kering tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh patogen (intensitas serangan penyakit) berpengaruh terhadap hasil fotosintesis. Pengurangan hasil fotosintesis terjadi karena terjadinya klorosis yang disebabkan oleh patogen sehinggga
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
mengurangi pertumbuhan klon. Untuk melihat pertambahan tinggi klon karet umur 36 bulan disajikan grafik pertambahan tinggi tanaman pada gambar 17.
Tinggi Tanam an (cm )
60 50 k1( BPM 1)
40
k2( GT1)
30
k3( BPM 24)
20
k4( PB 260)
10 0 3
4
5
6
Umur Tanaman (bulan)
Gambar 17. Pertambahan Tinggi Tanaman dari umur 3-6 bulan Dari gambar 17 terlihat bahwa tinggi tanaman semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Terlihat bahwa klon K4 (PB 260) memperlihatkan laju pertambahan tinggi yang paling baik. Hal ini disebabkan jumlah daun, laju assimilasi, panjang ruas, yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dalam menghasilkan fotosintat lebih baik yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan klon karet. Tingginya klon K4 (PB 260) dan K1( BPM 1) klon tahan dibanding klon K2 (GT1) dan klon K3 (BPM 1) klon rentan, disebabkan klon tersebut termasuk kategori tahan yaitu mempunyai jumlah daun, panjang akar, laju pertumbuhan nisbi akar,LAB, yang lebih tinggi . Dalam hal ini nitrogen berperan untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu nitrogen
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali untuk fotosintesis.
2. Jumlah Daun ( helai) Jumlah daun pada tanaman merupakan sifat morfologi tanaman yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, sehingga perbedaan jumlah daun tidak selamanya dapat memberikan informasi mengenai pertumbuhan tanaman, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor serangan Penyakit Dijelaskan oleh Alessi dan Power (1982) ; Gardner et al (1991), bahwa semakin banyak aparat fotosintesis sampai batas tertentu, maka semakin banyak mengintersepsi cahaya, sehingga fotosintat yang dihasilkan semakin besar. Selanjutnya Wolf dan Blaser (1971), mengatakan bahwa tanaman yang daunnya lebih banyak dan luas mampu memanfaatkan cahaya secara optimal sehingga laju fotosintesis diduga lebih cepat, tetapi ini akan terjadi apabila belum terjadi saling naung antar daun (matual shading). 3. Panjang Akar ( cm) Dari hasil penelitian perlakuan K4 ( klon PB 260) mempunyai akar lebih panjang dibanding klon K1( BPM1), K2 (GT1) dan K3(BPM 24) pada umur 4 bulan tetapi tidak berbeda nyata pada umur 5 dan 6 bulan. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan akar klon BPM24 lebih baik pada perlakuan dosis pupuk 50 %, sedangkan klon GT 1 dengan perlakuan dosis pupuk 50 % tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap bobot kering akar. Hal ini bisa disebabkan karena
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
tingginya intensitas serangan pada perlakuan P2K2 (50% dan GT1) yaitu 36,67 % mempengaruhi pertumbuhan klon menjadi tidak baik. Pola sebaran akar menurut panjang akar secara tidak langsung dapat menggambarkan kemampuan akar dalam menyerap air dan hara dari dalam tanah. Tanaman dengan kondisi perakaran lebih panjang cenderung untuk dapat menyerap air dan hara lebih baik karena akar lebih mampu menembus bagian tanah lebih dalam dibandingkan dengan tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal. Hasil korelasi menunjukkan bahwa panjang akar berkorelasi positif nyata pada bobot kering tajuk ( r = 0.58) , dimana bahwa pertumbuhan panjang akar akan selalu diikuti oleh pertambahan bobot kering tajuk. 4. Bobot Kering Akar , LPNA ( Laju Pertumbuhan Nisbi Akar) dan NAT Hasil analisis berat kering akar menunjukkan bahwa ekstra pupuk (N,K) 50% dari rekomendasi meningkatkan bobot kering akar pada perlakuan klon tahan sedangkan ekstra pupuk (N,K) 75 % menunjukkan bobot kering akar yang lebih rendah pada klon tahan. Gardner, et al., (1991) mengemukakan bahwa, bahwa bobot kering akar merupakan akumulasi bahan kering hasil fotosintesis dan sebagai indikator pertumbuhan organ tanaman. LPNA merupakan peningkatan berat kering akar dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan berat asal akar (Gardner,et al.,1991). Dengan demikian LPNA berhubungan dengan bobot kering akar. Interaksi dosis pupuk ekstra (N,K) dengan klon tidak selalu diikuti oleh kenaikan bobot kering akar maupun bobot kering tajuk. Hal ini berkaitan dengan fungsi K yaitu bukan sebagai penyususn tubuh tanaman tetapi berperan sebagai
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi – reaksi fotosintesa dan respirasi serta enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Unsur K tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan sehingga tetap sebagi ion di dalam tanaman. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa pertambahan atau penurunan LPNA akan selalu diikuti dengan pertambahan atau penurunan bobot kering akar ( r = 0.28). Nisbah akar tajuk merupakan perbandingan berat kering akar terhadap berat kering tajuk. Nisbah akar tajuk menggambarkan proporsi bagian bahan kering ke akar dan tajuk (Bohm, 1979). Hasil analisis korelasi LPNA dengan NAT, LPNT , LAB, menunjukkan (r = 0.28, r = -0.01, r = -0.19 ) dan dengan diameter batang ( r = 0.21). Terdapat hubungan keterkaitan yang kurang erat antara LPNA dan LPNT juga LAB , yaitu dalam faktor keseimbangan antara suplai air dan hara dari dalam tanah yang diserap oleh akar dengan suplai fotosintat dari daun yang merupakan faktor utama yamg mempengaruhinya. 5. Bobot kering tajuk , LPNT , diameter batang dan LAB Tingginya bobot kering tajuk pada klon K1 (BPM 1) disebabkan Klon K1 mempunyai total luas daun yang lebih tinggi dibanding klon lainnya ( tabel. 9). Hal ini karena lebih luasnya permukaan daun tanaman menerima cahaya matahari sebagai sumber energi utama dalam proses fotosintesis, dengan demikian hasil fotosintesis yang tertimbun berupa bobot kering tanaman juga lebih besar yang ditunjukkan dengan bobot kering tajuk yang lebih besar. Hal ini juga
menunjukkan bahwa
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
konsentrasi nitrat dalam tanah yang tinggi menyebabkan pertumbuhan akar yang lebih besar pada umur 6 Bulan. Pemberian pupuk ekstra menunjukkan nisbah akar tajuk yang baik pada dosis 75% pada klon K1 ( BPM 1). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan klon tahan K1 dan K4 (BPM 1 dan PB 260) pertumbuhannya lebih baik setelah umur 6 bulan tetapi agak lambat pada awal pertumbuhan, sedangkan klon rentan (GT1 dan BPM 24) baik pada awal pertumbuhan tetapi setelah umur 6 bulan cenderung rendah. Hal ini disebabkan persentase intensitas serangan lebih tinggi dibanding klon tahan sehingga jumlah daun maupun luas daun untuk melakukan fotosintesis lebih rendah sehingga asimilat yang dihasilkan juga rendah. Laju pertumbuhan nisbi tajuk (LPNT) merupakan peningkatan berat kering tajuk dalm interval waktu dalam hubungannya dengan berat asal tajuk (Gardner et al., 1991). Rendahnya LPNT P0K2 dan P3K3 dipengaruhi oleh tingginya intensitas penyakit setelah umur 4 bulan sehingga daun sebagai tempat fotosintesis tidak dapat memproduksi nutrisi dengan maksimal, selain itu terjadi akumulasi hasil fotosintesis dan nutrisi di daerah infeksi dan pada daerah yang terinfeksi selain fotosintesis berkurang respirasi juga meningkat. Akibatnya translokasi nutrisi dari jaringan daun terinfeksi ke tempat lain menjadi terganggu begitu juga translokasi nutrisi dari jaringan daun sehat di sekitar daerah infeksi ke daerah infeksi. Korelasi antara LPNT dengan bobot kering tajuk menunjukkan korelasi nyata (r = 0,57), hal ini berarti bahwa peningkatan ataupun penurunan LPNT diikuti oleh peningkatan ataupun penurunan bobot kering tajuk.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Bobot kering tajuk mengindikasikan banyaknya bahan kering yang terakumulasi dalam tajuk yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama bagian atas tanaman. Goldsworthy dan Fisher (1992), mengemukakan bahwa sifat morfologi tanaman seperti struktur tajuk sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis seperti fotosintesis. Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Evolusi daun telah mengembangkan suatu struktur yang akan menahan kekerasan lingkungan namun juga efektif dalam penyerapan cahaya dan cepat dalam pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkannya menangkap cahaya semaksimal mungkin per satuan volume dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh oleh CO2 dari permukaan daun ke kloroplas (Gardner et al., 1991). Hasil analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan korelasi antara LAB dengan bobot kering tajuk (r = 0.44), ini menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan LAB akan mengakibatkan peningkatan ataupun penurunan nilai bobot kering tajuk sebesar 43%. Hasil analisis korelasi antara diameter batang dengan laju infeksi dan intensitas serangan menunjukkan hubungan korelasi yang rendah yaitu (r = 0.18 dan r = 0.20 ) Ini menunjukkan bahwa diamater batang berpengaruh kecil terhadap peningkatan persentase intensitas serangan juga laju infeksi. 6. Total luas daun Selain variabel komponen akar, luas daun juga merupakan variabel yang sangat penting kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
keseluruhan, karena daun merupakan organ utama tempat terjadinya fotosintesis yang selanjutnya akan menghasilkan fotosintat untuk kebutuhan organ-organ tanaman lainnya ( Gardner et al.,1991). Hasil analisis terhadap total luas daun pada klon karet; pada umur 6 bulan dosis pupuk dan klon karet serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Hal ini disebabkan pada umur 6 bulan intensitas serangan C.gloeosporioides sudah tinggi dan sebagian daun telah gugur pada hampir semua perlakuan. Kadar N yang diserap oleh akar tinggi akan naik meningkatkan perrtumbuhan atau jumlah daun. Nitrogen diperlukan dalam pembentukan sel-sel baru, protein asam amini , enzim, hijau daun dan vitamin. (Foyh, 1995), akan tetapi jika kandungan N tinggi di dalam tanah maka akan merangsang pertumbuhan vegetatif, laju fotosintesis tinggi, akibatnya menghambat pematangan tanaman, jaringan menjadi sekulen sehingga mudah diserang penyakit. 7. Intensitas Penyakit dan Laju Infeksi Adanya infeksi mengakibatkan tanaman menggugurkan daunnya terus menerus dan menyebabkan tanaman mempunyai tajuk yang tipis pada daun dengan akibat produksi rendah serta terhambatnya perkembangan lilit batang dan pemulihannya (Basuki, 1992). Pada umur 97 hsi perlakuan pemberian pupuk ekstra (N,K) dan klon menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata terhadap peubah intensitas penyakit.
Intensitas penyakit tertinggi diperoleh pada perlakuan P2K3 (50% dan BPM 24) yaitu 36,67%, dan bila dosis pupuk ditingkatkan maka intensitas penyakit menjadi turun.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Hal yang sama juga terlihat pada klon BPM 1 (K1) pada perlakuan 0% pupuk ekstra (P0K1) yaitu 16,43% , walaupun dosis pemberian pupuk ditingkatkan tetapi tingkat ketahanan tidak melebihi dari agak resisten. Hal ini bisa disebabkan karena hasil analisis tanah pada awal penelitian menunjukkan kadar K yang sudah tinggi yaitu 0,436 me/100g, selain itu juga aplikasi pupuk dilakukan pada saat tanaman telah berumur 2 bulan dan pertumbuhan pada payung 1 belum menunjukkan pertumbuhan yang seragam sehingga berpengaruh terhadap data yang diperoleh, selain itu penyerapan hara dari dalam tanah juga kemungkinan belum terjadi secara optimal karena perakaran yang belum sempurna. Hasil analisis intensitas penyakit pada klon K3 ( BPM 24 ) lebih tinggi dibanding klon yang lain yaitu 31,50 %, juga ditunjukkan dengan nilai laju infeksi yang lebih tinggi yaitu 0,120. Hal ini terjadi karena klon BPM 24 memang klon yang resisten terhadap C.gloeosporioides . Gambar 15, menunjukkan bahwa hubungan interval dosis pupuk ekstra terhadap klon karet pada peubah intensitas penyakit adalah (R2 = 0.77 K1; R2 = 0.92 K2; R2 = 0.74 K4. Hal ini menunjukkan
intensitas penyakit pada klon karet
dipengaruhi oleh dosis pupuk ekstra (N,K) masing-masing 77 % pada K1, 92% pada K2, 99 % pada 74% pada K4 dan 1- 23 % oleh faktor lain. Bagian tanaman atau tanaman yang mula-mula terkena infeksi tidak segera menularkan penyakit tersebut, sebab penyakit membutuhkan waktu untuk berkembang hingga ia menghasilkan inokulum baru untuk menginfeksi tanaman lainnya (Ok, 1993). Kondisi- kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
pathogen adalah temperatur tinggi, 280C menjadi optimal, dan kelembaban tinggi. Untuk berkecambah spora harus mempunyai air bebas; perkecambahan lebih baik dan cepat di bawah 97% kelembaban relatif (Dickman, 1982). Gambar 16 hubungan antara interval dosis pupuk ekstra (N,K) terhadap klon karet dengan peubah laju infeksi menunjukkan hubungan yang kuadratik negatif pada klon BPM 24 (K3), dengan nilai koefisien determinan (R2 ) = 0,64 , dimana artinya pemberian pupuk ekstra yang tinggi dapat menurunkan laju infeksi. Hal ini berbeda dengann hasil analisis pada klon PB 260 (K4 ) yang menunjukkan hubungan kuadratik positif dengan nilai koefisien determinan (R2 ) = 0,58 . Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk ekstra semakin tinggi laju infeksi sebesar 58%
40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
91 h.si 93 h.si 95 h.si
K4
K3
P3
K2
P3
K1
P3
K4
P3
K3
P2
K2
P2
K1
P2
K4
P2
K3
P1
K2
P1
K1
P1
K4
P1
K3
P0
P0
P0
P0
K2
97 h.si
K1
Intensitas serangan (% )
pada klon K4 dan 42% oleh faktor lain.
Perlakuan
Gambar 18. Intensitas serangan C . gloeosporioides umur 91 – 97 hsi pada Klon terhadap Pemberian Pupuk Ekstra ( N, K ) Rataan intensitas penyakit yang tinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM 24 ) dan terkecil pada perlakuan P0K1 (0% pupuk ekstra dan klon
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
BPM1 ). Jika intensitas penyakit dikorelasikan dengan laju infeksi, menunjukkan korelasi nyata yaitu (r = 0.68 ) untuk waktu 97 hsi. Ini dapat disebabkan karena nilai intensitas serangan yang berkisar antara 16% - 36,67% , selain itu juga seluruh perlakuan setelah dianalisa menunjukkan tingkat ketahanan yang berkisar antara resisten dan agak resisten Hasil analisis juga menunjukkan klon K1( BPM1) resisten, klon K2( GT1) agak resisten, Klon K3 (BPM24) agak resisten , dan klon K4 (PB260) agak resisten. Perubahan tingkat ketahanan BPM 24 dan GT1 menjadi agak resisten bisa disebabkan klon tersebut telah lama dan luas ditanam sehingga patogen diduga telah beradaptasi untuk membentuk isolat atau ras virulen yang mampu mematahkan resistensi klon tersebut. Keberhasilan suatu infeksi tidak cukup hanya dengan terjadinya kontak antara patogen dengan tumbuhan inang, tetapi beberapa kondisi lain juga memehuhi syarat dimana pada akhirnya keadaan lingkungan tumbuhan harus dalam keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perbanyakan patogen. Intensitas serangan penyakit dihubungkan dengan cuaca dan jamur secara relatif
tidak akan aktif jika cuaca kering. Cahaya matahari, temperatur dan
kelembaban rendah ekstrim ( di bawah 180C atau lebih besar dari 250C ) dengan cepat akan menginaktifkan spora. ( Dickman, 1982 ). Hasil analisis hara daun dari semua perlakuan ternyata kandungan hara K tergolong tinggi >0,25% sedangkan kandungan hara N pada daun tergolong rendah karena < 3,0% ( Dierolf, 2001) kecuali perlakuan P0K1 (N = 3,07%), P2K2 ( N = 3,07%) dan P2K4 ( N = 3,07%). Pemberian pupuk ekstra K berlebihan pada tanaman
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
tidak secara langsung meracuni tanaman. K dapat mengatasi gangguan karena kelebihan N yang dapat menyebabkan tanaman menjadi sekulen , sedangkan K memiliki pengaruh sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismunadji (1989) bahwa K berperan dalam mempertahankan turgor dan membentuk batang lebih kuat sedangkan tanaman yang kekurangan K mudah roboh. Kemungkinan fungsi K secara tidak langsung dapat mengurangi daya infeksi patogen. Bila dibandingkan dengan penelitian tahap I, semua klon yang diuji dengan menggunakan metode cakram daun mempunyai tingkat ketahanan yang berkisar diantara moderat dan rentan. Ini menunjukkan bahwa klon yang diuji dilapangan pada penelitian tahap 2 mempunyai suatu mekanisme ketahanan terhadap infeksi patogen C.gloeosporioides kemungkinan dengan adanya fitoalexin ( reaksi hypersensitif dengan terbentuknya bercak nekrotik) yang dihasilkan oleh klon karet dan juga dengan adanya fungsi fisiologis dari pemberian pupuk K. Sejalan dengan hal ini bila dibandingkan dengan penelitian (Wulan dkk, 1999) yang mengatakan bahwa klon BPM 24 dan GT 1 memberikan reaksi ketahanan yang rentan. Ini membuktikan pemberian pupuk ekstra K secara tidak langsung dapat meningkatkan ketahanan klon BPM 24 dan GT 1 terhadap C.gloeosporioides. Secara fisiologis K mempunyai fungsi mengatur pergerakan stomata dan hal – hal yang berhubungan dengan cairan sel. Unsur K berperan mengatur membuka dan menutupnya sel –sel stomata tanaman, sehingga mempengaruhi transfirasi. Bila kandungan unsur K tinggi maka sel – sel stomata menutup . Salisbury ( 1991), juga mengatakan bahwa K mempengaruhi pembukaan stomata dimana K yang tinggi
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
dalam sel tanaman akan menyebabkan potensial osmotik semakin negatif, dengan demikian K juga secara tidak langsung mempengaruhi masa periode laten dari C.gloeosporioides dan juga intensitas penyakit. Sesuai dengan hasil penelitian Mardinus ( 2006), bahwa beberapa varietas gandum yang stomatanya lambat membuka pada siang hari, menjadi tahan karena tabung kecambah dari spora yang berkecambah pada malam hari. Ok (1993), juga mengatakan bahwa apabila ada dua varietas tanaman inang yang satu tahan dan yang lainnya sangat rentan terhadap satu jenis patogen, maka masa inkubasi dan masa laten penyakit itu pada tanaman yang sangat rentan mungkin sangat pendek dan nilai r (laju infeksi) akan tinggi, sebab tanaman yang sakit tersebut akan berstatus menularkan penyakit. Hal ini bisa disebabkan sistem pertahanan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi melalui satu atau kombinasi cara struktural dan reaksi biokimia. Berhasilnya suatu patogen melakukan penetrasi ke dalam tanaman, dipengaruhi oleh tingkat ketahanan tanaman tersebut. Dari tabel rataan hasil analisis pengujian pertumbuhan klon dengan pemberian pupuk ekstra, diperoleh bahwa klon yang memliki intensitas serangan yang tinggi adalah klon K3 ( BPM 24) yaitu 31.49 % dimana klon tersebut adalah agak resisten terhadap serangan penyakit gugur daun C.gloeosporioides, dan intensitas serangan yang terendah terdapat pada klon K1 ( BPM 1) yaitu 16.43% termasuk klon resisten terhadap serangan penyakit gugur daun C.gloeosporioides. Hal ini sesuai dengan penelitian Abadi ( 2003), yang menyatakan bahwa dalam kombinasi inang-patogen, pathogen biasanya dapat
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
memperoduksi toksin spesifik inang yaitu toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya gejala dan diduga bereaksi terhadap reseptor spesifik atau sisi sensitive dalam sel inang. Laju infeksi yang lebih rendah pada klon K1 (BPM 1) dan K4 (PB 260 ) dapat disebabkan adanya reaksi hypersensitif ( nekrotik) dari klon tersebut karena disamping induksi kerentanan terhadap penyakit, patogen juga dapat pula berinteraksi untuk induksi ketahanan pada tanaman yang menyebabkan terjadinya reaksi hypersensitf dan pembentukan fitoaleksin pada tanaman yang menyebabkan klon menjadi tahan disebabkan adanya mekanisme ketahanan pada tanaman akibat infeksi yang ditimbulkan patogen. Mekanisme ketahanan dapat berupa peningkatan /pembentukan senyawa fenolik yang beracun bagi patogen dihasilkan dan terakumulasi lebih cepat setelah terjadinya infeksi pada varietas tahan dibanding dengan varietas rentan( Agrios, 1988). Senyawa tersebut dapat berupa fitoaleksin yang dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan sel rusak, dan fitoaleksin terakumulasi mengelilingi jaringan nekrotik yang rentan dan tahan, dimana kematian jaringan atau sel terserang mungkin melindungi bagian tanaman yang lain dari serangan selanjutnya. Mardinus (2006), juga mengatakan bahwa tumbuhan dapat bertahan dari serangan patogen dengan suatu kombinasi dari senjata yang mereka miliki yaitu sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen dalam mendapatkan peluang masuk dan menyebar di dalam tumbuhan, dan juga reaksi biokimia yang terjadi didalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat racun bagi patogen.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Adanya
perbedaan
tingkat
intensitas
penyakit,
dan
laju
infeksi
C.gloeosporioides pada klon karet yang diuji bisa disebabkan karena pengaruh aspek pertahanan kimia dari tanaman itu sendiri dan juga sifat ketahanan vertikal yang dikuasai oleh gen utama yang resesif ataupun dominan, sehingga ketahananya tidak mantap dalam menghadapi patogen yang bersifat mutabilitas vertikal tinggi (Ok,1993).
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Isolat yang virulen dengan metode cakram daun di laboratorium adalah isolat Deli Serdang (I2) terutama pada klon BPM 24, dengan intensitas serangan tertinggi yaitu 92.50 % dengan masa periode laten yang cepat yaitu 2 hsi dan laju infeksi (r) = 0,31 sedangkan intensitas serangan terendah pada klon BPM 1 (K1 ) yaitu 40.75 % dengan masa periode laten 3 hari den laju infeksi (r ) = 0,14 pada perlakuan I1 (isolat Langkat). 2. Secara umum pemberian pupuk ekstra (N, K) dan klon dapat meningkatkan tinggi tanaman terutama pada klon PB 260 (K4 ), juga panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar pada semua klon pada dosis ekstra pupuk (N, K) 25%. 3. Pemberian pupuk ekstra ( N, K) dapat meningkatkan intensitas penyakit pada klon BPM 1 dan PB 260 pada dosis 50 % dan 75 % pupuk ekstra (N, K) dan pemberian pupuk ekstra dapat menurunkan intensitas penyakit pada klon GT1 dan BPM 24 pada dosis 25 % dan 75% tetapi tidak merubah tingkat ketahanan klon yang tetap berada pada kondisi resisten dan agak resisten.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat virulensi dengan mengukur toksisitas toksin isolat.C.gloeosporioides dan mekanisme pertahanan klon terhadap infeksi patogen C.gloeosporioides.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Abadi, L.A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan II.Bayumedia, Malang.hal.75-85. Achuo, E.A., M. Ebai, and S.M. Gobina. 2001. In-vitro Evolution of Exotic Hevea Genotypes for Resistene ti Corynespora cassiicola. J. Rubb. Res. 4(4):255256. Agrios, G.A. 1993. Ilmu Penyakit Tumbuhan.Terjemahan Munzir Busnia. Gadjah Mada University Press.hal.483. Alessi, J., and J. F. Power. 1982. Effects of plant and row spacing on dryland soybean yield and water-use efficiency. Agron. J. 74 : 851-854. Alvarez E.,F.M.Juan.,A.L.German. 2007.Caracterizacion, Morfoligica Patogenica Y Genetica Del Agente Causal De La Antracnosis Colletotrichum gloesporioides Guanabana (Annona muricata) En El Valle Del Cauca.Fitopatologia Colombiana Vol.28.No.1.Centro Internacional De Agricultura Tropical (CIAT) ,Cali,Colombia. Http://www.Caract_Colletotrichum Ealvarez 12.pdf Diakses tanggal10-102007. Anonimus. 2004. Petunjuk Praktis Pengambilan Sampel Daun Karet untuk Rekomendasi Pemupukan, Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Anonimus. 2004. Proseding Pertemuan Teknis.Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman untuk Mempertahankan Potensi Produksi Mendukung Industri perkaretan Indonesia Tahun 2020,Palembang 6-7 Okt 2004. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet --------- 2007. Http://www.IRR39&42.htm.Diakses tanggal 24-8-2007. --------- 2007. Http://www..Karet-profilsingkat.pdf.Diakses tanggal 24-8-2007 ---------2007. Http://www.deptan.go.id.ditlintan/buku_perkebunan. Diakses tanggal 24-8-2007. ---------2007. Http://www.opt karet Diakses tanggal10-19-2007.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet 2006. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Basuki, 1990. Penyakit gugur daun Colletotrichum pada Tanaman Karet. Buletin Pusat Penelitin perkebunan tanjung Morawa. 1(2):3-17. Baily, J.A dan Jeger, M.J. 1992. Colletotrichum;Biology pathology and Control, redwood Press Ltd,Melksham C.A.B.International Wallingford. Brown, J. K. M. 1996. The choice of molecular marker methods for population genetic studies of plant pathogens. New Phytologist 133:183-195. Campos A., J. 1987. Viruela o clavo del aguacatero Colletotrichum gloeosporioides Penz. In: Memoria Primer Curso Fitosanitario y de Nutrición en Aguacate. Uruapan, Mich., México. pp: 141-148 Ditjen, BP Perkebunan. 2006. Program Revitalisasi Perkebunan Karet.Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet 2006. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet Dickman M.B. 1986 In:Wayne Nishijima's papaya compendium Department of Plant Pathology CTAHR University of Hawaii at Hilo. Foth, H.D. 1991. dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. 403 p. Gardner, P. F., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.UI Press. Jakarta, hlm 428. Goldsworthy, P.R. and N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan Tohari. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta hlm 871. Gomez, K.A. dan Arturo A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan : Sjamsuddin, E. Dan J.S. Baharsyah. UI-Press.694 p. Islami, T. dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, hlm 297 . Ismunadji, M. 1989. Kalium : Kebutuhan dan Penggunaan dalam Pertanian Modern (Alih Bahasa dari Saskatchewan: Potash, its need and used in modern agricultural Ppi Canada). Puslitbangtan. Bogor.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Mardinus, 2006. Jamur Patogenik Tumbuhan. Andalas University Press, hlm 124. Oka I. N., 1993. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman.Gadjah Mada University Press, Jogyakarta. Pawirosoemardjo, S., S. Hadi, D. M. Tantera dan S. Wadoyo. 1982. Kepekaan Klon Karet terhadap Colletotrichum gloeosporioides Penz. Dalam kondisi Rumah Kaca dan Kebun Percobaan Ciomas. Menara Perkebunan 50 (2):31-37. Pawirosoemardjo, S. 2006. Managemen Pengendalian Penyakit pada Tanaman Karet. Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet 2006. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Pawirosoemardjo, S. Dan Budi, S., 2005. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Tanaman Karet, Buku Saku No. 01. Balai Penelitian Getas, Pusat Penelitian Karet, hlm 25. Prusky, D., dan Plumbley, R. A. 1992. Quiescent infection of Colletotrichum in tropical and subtropical fruits. Pages 289-307 in: Colletotrichum: Biology and Control. J. A. Baily and M. Jeger, eds. CAB International, Wallingford, U.K. Rahayu S., Sujatno, dan S.Pawirosoemardjo, 2005. Resistensi Klon Karet Harapan terhadap Penyakit Gugur Daun Corynespora dan Colletotrichum. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Rao, P.S. and Vijayakumar, K.R. 1992. Climatic requirements. In natural Rubber : Biology, Cultivation, and Technoligy. Eds: Sethuraj, M.R. and mathews, M. Elsiver, Amsterdam. Salisbury, F. B. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Satu. Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung, hlm 86. Situmorang, A. 2002. Disertasi. Sebaran Penyakit Gugur Daun, Virulensi dan Genetika Corynespora cassiicola Asal Sentra Perkebunan Karet Indonesia, Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor, hlm 36. Situmorang, A. 2004. Status dan Management Pengendalian Penyakit Akar Putih di perkebunan Karet. Pertemuan Teknis Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet untuk Mempertahankan Potensi Produkasi Mendukung Industri Perkaretan Indonesia tahun 2020 di Palembang, 6-7 Oktober 2004. Balit Sembawa, hlm 20.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Situmorang A., Lasminingsih M., dan Wijaya, T. 2005. Resistensi Klon karet Anjuran dan Strategi Penggunaannya dalam Pengendalian Penyakit Penting di Perkebunan Karet Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet Semangun, H. 1990. Penyakit – penyakit Tanaman perkebunan Di Indonesia. Gajah Mada university Pres. Yogyakarta. Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2006. Petunjuk Lengkap Budi daya Karet.PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Soekirman, P. 2004. Studi Resistensi Pohon Induk dan FI Hasil Persilangan Karet Hevea terhadap Penyakit Daun.Hasil Penelitian. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet Soepena, H. 1990. Interactions Between Strains of Colletotrichum gloesporioides and Clones of Hevea spp. Thesis of Doctor Phylosophy in The Faculty of Agriculture and Food Scence of.The Queens University of Belfast 16-17p. Thrall, P. 2003. Http://www.New_Science Gene trade-off makes virulence less attractive.pdf. Diakses tanggal 29-10-2007 Unterstenhover, G.1963. The Basic principles of Crop Protection Filed Trial. Pflanzenschulz - Nachrichten Bayer AG. Laver kusen.169-170 p. Van der Plank PF, 1968. Disease Plant Resistance. Academiv Press. New York. 206P. Varghese, 1990. Disease Management Of Estate Crops: A Final Assignment Report. National Estate Crop Protection Project. Directorate Of Estate CropProtection. Waller, J.M. 1992. Colletotrichum Diseases of Perennial and other Cash Crop in Colletotrichum : Biology, Pathology and Control. British Society for Plant Pathology.UK by Redwood Press Ltd. Melksham. 170 p. Wastie, R.L. & Sanker, G. 1970.Variability and Pathogenicity of Isolates of Colletotrichum gloeosporiodes from Hevea brasiliensis. Trans. Br. Mycol. Soc.54. 117-121. Woelan, S., A. Daslin, dan I. Suhendry. 2006. Potensi Keunggulan Klon Karet Generasi IV Seri IRR. Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet 2006. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Wolfe M.S, Caten C.E. 1987. population of Plant Pathogens:Their Dynamics and Genetics. Blackwell Scientific Publications, Oxford. Wolf, D. D. and R. E. Blaser. 1971. In the measurement of grassland productivity. Crop Sci. 11 : 55-58. Wuryaningsih, S. dan Sutaler, T. 1992. Pengaruh Dosis N dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bunga Krisan Putih Lokal Cipanas.. Badan Penelitian dan Pengembangan Puslitbang Hortikultura, Jakarta. Jurnal Hortikultura 2(3) 23-27.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Lampiran 1. Sidik ragam Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides terhadap Klon Karet peubah Periode Laten Sidik ragam periode laten db JK KT
SK Perlakuan
7
4.400
K
3
2.140
I
1
2.205
KxI
3
0.055
Galat
24
1.420
Total
31 KK =
0.629 0.713 2.205
FK = 220.50 Fhitung
F5%
F1%
10.62 **
2.43
3.50
12.06 **
3.01
4.72
37.27 **
4.26
7.82
0.31 tn
3.01
4.72
0.018 0.059
5.82
9.27 %
Lampiran 2. Sidik ragam Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides terhadap Klon Karet peubah Laju perkembangan bercak 2-10 his Sidik ragam laju perkembangan bercak umur 2-4 hsi FK = 0.07 SK
db
Perlakuan
7
K
3
I
1
KxI
3
Galat
24
Total
31
KK =
JK
KT
0.007
0.001
0.006
0.002
0.001
0.001
0.001
0.000
0.033 0.04
0.001
Fhitung
F5%
F1%
0.72 tn
2.43
3.50
1.40 tn
3.01
4.72
0.37 tn
4.26
7.82
0.15 tn
3.01
4.72
79.80 %
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sidik ragam laju perkembangan bercak umur 4-6 hsi FK = 0.86 db JK KT Fhitung F5% 7 0.125 0.018 8.64 ** 2.43 Perlakuan SK
F1% 3.50
K
3
0.096
0.032
15.47
**
3.01
4.72
I
1
0.009
0.009
4.55
*
4.26
7.82
KxI
3
0.020
0.007
3.18
*
3.01
4.72
Galat
24
0.049
0.002
Total
31
0.17
KK =
27.75
%
Sidik ragam Laju perkembangan bercak umur 6-8 his FK = 0.44 SK
db
Perlakuan
7
K
3
I
1
KxI
3
Galat
24
Total
31
JK
KT
0.098
0.014
0.076
0.025
0.001
0.001
0.021
0.007
0.047 0.15
0.002
Fhitung
F5%
F1%
7.24 **
2.43
3.50
13.09 **
3.01
4.72
0.37 tn
4.26
7.82
3.69 *
3.01
4.72
KK = 37.66 %
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Lampiran 3. Sidik ragam Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides terhadap Klon Karet peubah Intensitas penyakit 2-10 hsi Sidik ragam Intensitas penyakit umur 2 hsi SK
db
Perlakuan
7
K
3
I
1
KxI
3
Galat
24
Total
31
KK =
JK
KT
193.555
27.651
170.898
56.966
15.820
15.820
6.836
2.279
167.188 360.74
6.966
FK =3883.01
Fhitung
F5%
F1%
3.97 **
2.43
3.50
8.18 **
3.01
4.72
2.27 tn
4.26
7.82
0.33 tn
3.01
4.72
23.96 %
Sidik ragam Intensitas penyakit umur 4 hsi FK =13199.74 SK
db
Perlakuan
7
K
3
I
1
KxI
3
Galat
24
Total
31
KK =
JK
KT
892.491
127.499
813.824
271.275
64.933
64.933
13.735
4.578
361.109 1253.60
15.046
Fhitung
F5%
F1%
8.47 **
2.43
3.50
18.03 **
3.01
4.72
4.32 *
4.26
7.82
0.30 tn
3.01
4.72
19.10 %
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sidik ragam Intensitas penyakit umur 6 hsi FK = 90156.38 SK
db
JK
KT
Fhitung
Perlakuan
7
8,677.704
1,239.672
K
3
7,003.773
I
1
KxI
F5%
F1%
20.25 **
2.43
3.50
2,334.591
38.14 **
3.01
4.72
778.447
778.447
12.72 **
4.26
7.82
3
895.483
298.494
4.88 **
3.01
4.72
Galat
24
1,469.076
61.212
Total
31
10146.78
Sidik ragam Intensitas penyakit umur 8 hsi FK =183769.53 db JK KT Fhitung F5%
F1%
KK =
SK
14.74 %
Perlakuan
7
K
3
I
1
KxI
3
Galat
24
Total KK =
5,346.094
763.728
4,963.281
1,654.427
344.531
344.531
38.281
12.760
1,221.875 31 6567.97 9.42 %
50.911
15.00 **
2.43
3.50
32.50 **
3.01
4.72
6.77 *
4.26
7.82
0.25 tn
3.01
4.72
Sidik ragam Intensitas penyakit umur 10 hsi
FK = 238002.09
SK Perlakuan
db 7
JK 3,084.392
KT 440.627
Fhitung 11.15 **
F5% 2.43
F1% 3.50
K
3
2,984.209
994.736
25.17 **
3.01
4.72
I
1
77.259
77.259
1.96 tn
4.26
7.82
KxI Galat
3 24
22.924 948.322
7.641 39.513
0.19 tn
3.01
4.72
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Total
31
KK =
4032.71
7.29 %
Lampiran 4. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubahTinggi Tanaman Sidik ragam tinggi tanaman pada umur 3 bulan SK
db
JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
42013.07 9.70385 143.9384 123.9269 1.038408 18.97313 548.965 43.7776 347.8957 1094.281 11.51045
KT
4.851925 47.97947 123.9269 1.038408 18.97313 182.9883 4.864178 11.59652
F-hitung
0.418395 4.137402 10.68656 0.089545 1.636105 15.77959 0.419451
F-tabel 0.05 tn * * tn tn * tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam tinggi tanaman pada umur 4 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat
db
2 3 1 1 1 3 9 30
JK 48922.50850 0.21193 207.92546 55.82526 45.76660 106.33359 53.99136 233.05852 224.14954
KT
F-hitung
0.10596 69.30849 55.82526 45.76660 106.33359 17.99712 25.89539 7.47165
0.01418 9.27619 7.47161 6.12537 14.23161 2.40872 3.46582
F-tabel 0.05 tn * * * * tn *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Total KK(%)
47
719.33680 8.56
Sidik ragam tinggi tanaman pada umur 5 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db
2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK 60346.53755 17.45453 479.41779 77.71402 91.82567 309.87810 175.25824 340.96545 318.87694 1331.97295 9.19
KT
F-hitung
8.72726 159.80593 77.71402 91.82567 309.87810 58.41941 37.88505 10.62923
0.82106 15.03457 7.31135 8.63898 29.15339 5.49611 3.56423
F-tabel 0.05 tn * * * * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam tinggi tanaman pada umur 6 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi
db
JK
2 3 1 1 1 3 9
80562.58877 22.06464 373.38392 245.08667 2.85675 125.44050 959.94722 764.98132
KT
F-hitung
11.03232 124.46131 245.08667 2.85675 125.44050 319.98241 84.99792
1.60977 18.16068 35.76163 0.41684 18.30355 46.68999 12.40241
F-tabel 0.05 tn * * tn * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Galat Total KK(%)
30 47
205.60023 2325.97733 6.39
6.85334
Lampiran 5. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Jumlah Daun Sidik ragam jumlah daun pada umur 6 bulan SK
db
JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
812240.3 554.6667 1023.833 992.2667 0.75 30.81667 5116.167 1073.667 6679.333 14447.67 11.47055
KT
277.3333 341.2778 992.2667 0.75 30.81667 1705.389 119.2963 222.6444
F-hitung
1.245633 1.532838 4.456732 0.003369 0.138412 7.659697 0.535815
tn tn * tn tn * tn
F-tabel 0.05
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 6. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Akar SK FK Ulangan
Sidik ragam panjang akar umur 4 Bulan db JK KT F-hitung
2
13828.175 5.0925875
2.5462937
0.2273417 tn
F-tabel 0.05 3.22
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
3 1 1 1 3 9 30 47
343.01217 313.43347 28.969669 0.6090338 660.48351 1064.6044 336.00881 2409.2014 19.717548
114.33739 313.43347 28.969669 0.6090338 220.16117 118.28937 11.200294
10.208428 27.984397 2.5865097 0.0543766 19.656732 10.561274
* * tn tn * *
2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam panjang akar pada umur 5 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db
JK
2 3 1 1 1 3 9 30 47
25690.029 6.1235042 1230.5815 712.28822 5.3067 512.98656 1259.2606 1312.1671 181.26556 3989.3982 10.625157
KT
3.0617521 410.19383 712.28822 5.3067 512.98656 419.75352 145.79634 6.0421854
F-hitung
0.5067292 67.888321 117.88586 0.8782749 84.900831 69.47048 24.129737
F-tabel 0.05 tn * * tn * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam panjang akar pada umur 6 bulan SK FK Ulangan Efek P
db
2 3
JK
KT
50940.785 6.4594792 116.30563
3.2297396 38.768542
F-hitung
0.2160431 2.5932972
F-tabel 0.05 tn tn
3.22 2.92
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
1 1 1 3 9 30 47
78.318375 26.850208 11.137042 127.85438 870.00979 448.48552 1569.1148 11.868652
78.318375 26.850208 11.137042 42.618125 96.667755 14.949517
5.2388564 1.7960585 0.7449767 2.8508027 6.4662793
* tn tn tn *
4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 7. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Akar Sidik ragam bobot kering akar umur 4 bulan SK
db JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
KT 0.737552 0.031454 0.013323 0.01276 5.21E-05 0.00051 0.030223 0.022002 0.161746 0.258748 59.23525
0.015727 0.004441 0.01276 5.21E-05 0.00051 0.010074 0.002445 0.005392
F-hitung
2.916999 0.823695 2.366753 0.00966 0.09467 1.868544 0.453429
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam bobot kering akar pada umur 5 bulan SK
db JK
KT
F-hitung
F-tabel
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
0.05 FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
115.6613 7.841379 1.57399 0.42926 0.949219 0.19551 1.30534 9.522252 53.71929 73.96225 86.20474
3.92069 0.524663 0.42926 0.949219 0.19551 0.435113 1.058028 1.790643
2.189543 0.293003 0.239724 0.530099 0.109184 0.242993 0.590865
tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam bobot kering akar pada umur 6 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db JK
2 3 1 1 1 3 9 30 47
KT 3017.207 4.692817 40.62438 2.864535 36.40083 1.359015 48.25185 117.7445 139.4423 350.7559 27.19285
2.346408 13.54146 2.864535 36.40083 1.359015 16.08395 13.08272 4.648077
F-hitung
0.504813 2.913347 0.616284 7.831374 0.292382 3.460345 2.814653
F-tabel 0.05 tn tn tn * tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 8. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Tajuk Sidik ragam bobot kering tajuk pada umur 4 bulan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
SK
db JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
KT 468.625 0.070429 13.30683 9.688202 0.002408 3.616215 8.485575 47.57706 81.5697 151.0096 52.77299
0.035215 4.435608 9.688202 0.002408 3.616215 2.828525 5.28634 2.71899
F-hitung
0.012951 1.631344 3.563162 0.000886 1.329985 1.040285 1.944229
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn tn
Sidik ragam bobot kering tajuk pada umur 5 bulan db JK KT F-hitung 2 3 1 1 1 3 9 30 47
5510.51 24.9863 39.14154 29.8215 2.851875 6.468167 197.5827 172.1993 699.6527 1133.563 45.07185
12.49315 13.04718 29.8215 2.851875 6.468167 65.86091 19.13326 23.32176
0.535687 0.559442 1.278699 0.122284 0.277345 2.824012 0.820404
tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
Sidik ragam bobot kering tajuk pada umur 6 bulan db JK KT F-hitung 21578.63 4.079379 185.1198 122.2511 56.70227 6.16642 99.40921 104.0306 155.82 548.4589 10.74879
2 3 1 1 1 3 9 30 47
2.03969 61.7066 122.2511 56.70227 6.16642 33.1364 11.55896 5.193998
0.392701 11.88036 23.53699 10.91688 1.18722 6.379748 2.225445
F-tabel 0.05
tn * * * tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 9. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Nisbah Akar Tajuk Sidik ragam nisbah akar tajuk umur 4 Bulan SK
db JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
0.155269 0.000612 0.003506 0.00092 0.002552 3.38E-05 0.009023 0.017302 0.054988 0.085431 75.27486
KT 0.000306 0.001169 0.00092 0.002552 3.38E-05 0.003008 0.001922 0.001833
F-hitung 0.167083 0.637645 0.50216 1.392362 0.018413 1.640903 1.048849
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sidik ragam nisbah akar tajuk pada umur 5 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db JK 2 3 1 1 1 3 9 30 47
Lampiran10.
SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total
0.999408 0.065355 0.011491 0.011397 1.43E-05 7.99E-05 0.029936 0.075306 0.404449 0.586537 80.4675
KT 0.032678 0.00383 0.011397 1.43E-05 7.99E-05 0.009979 0.008367 0.013482
F-hitung 2.423867 0.28411 0.845349 0.001057 0.005925 0.74016 0.620645
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Akar
Sidik ragam laju pertumbuhan nisbi akar pada umur 4 bulan db JK KT F-hitung F-tabel 0.05 2 3 1 1 1 3 9 30 47
15.50413 0.290179 0.157783 0.00864 0.008008 0.141135 0.099017 0.346533 1.648554 2.542067
0.14509 0.052594 0.00864 0.008008 0.141135 0.033006 0.038504 0.054952
2.640306 0.957101 0.157229 0.145734 2.568341 0.600627 0.700681
tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
KK(%)
SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
41.24657
Sidik ragam laju pertumbuhan nisbi akar pada umur 5 bulan db JK KT F-hitung F-tabel 0.05 8.576752 0.093879 0.11054 0.016834 0.047502 0.046204 0.38354 0.433135 1.002854 2.023948 43.25312
2 3 1 1 1 3 9 30 47
0.04694 0.036847 0.016834 0.047502 0.046204 0.127847 0.048126 0.033428
1.40418 1.10225 0.503575 1.421007 1.382168 3.82448 1.439676
tn tn tn tn tn * tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 11. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk Sidik ragam laju pertumbuhan nisbi tajuk pada umur 4 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K
db
2 3 1 1 1 3
JK
KT 5.1483 0.019512 0.114967 0.008167 0.026133 0.080667 0.275267
0.009756 0.038322 0.008167 0.026133 0.080667 0.091756
F-hitung
0.524823 2.061489 0.439314 1.405805 4.339348 4.935859
F-tabel 0.05 tn tn tn tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Interaksi Galat Total KK(%)
SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
9 30 47
0.254067 0.557688 1.2215 41.63164
0.02823 0.01859
1.518572 tn
Sidik ragam laju pertumbuhan nisbi tajuk pada umur 5 bulan db JK KT F-hitung
2 3 1 1 1 3 9 30 47
2.125208 0.013929 0.015975 0.00726 0.007008 0.001707 0.038642 0.087242 0.229004 0.384792 41.52225
0.006965 0.005325 0.00726 0.007008 0.001707 0.012881 0.009694 0.007633
0.912374 0.697586 0.951074 0.918106 0.223577 1.687378 1.26987
tn tn tn tn tn tn tn
2.21
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 12. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Assimilasi Bersih Sidik ragam laju assimilasi bersih pada umur 4 bulan SK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad
db
2 3 1 1
JK
0.000352 0.000005 0.000061 0.000007 0.000005
KT
F-hitung
0.000003 0.000020 0.000007 0.000005
0.527235 3.893457 1.437904 0.890985
F-tabel 0.05
tn * tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
1 3 9 30 47
0.000049 0.000039 0.000086 0.000156 0.000346 84.07
0.000049 0.000013 0.000010 0.000005
9.351482 * 2.509815 tn 1.831598 tn
4.17 2.92 2.21
Sidik ragam laju assimilasi bersih pada umur 6 bulan SK
db
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK 0.000632 0.000006 0.000019 0.000011 0.000005 0.000003 0.000001 0.000032 0.000101 0.000159 3.16
KT
0.000003 0.000006 0.000011 0.000005 0.000003 0.000000 0.000004 0.000003
F-hitung
0.867950 1.914376 3.129784 1.597616 1.015729 0.110761 1.047138
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 13. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Ruas Sidik ragam panjang ruas pada umur 6 bulan SK FK Ulangan Efek P
db
2 3
JK 6198.01653 82.67782 25.50127
KT
41.33891 8.50042
F-hitung
2.62198 tn 0.53915 tn
F-tabel 0.05 3.22 2.92
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
1 1 1 3 9 30 47
19.44843 5.04403 1.00881 171.76260 142.22280 472.98858 895.15307 34.94
19.44843 5.04403 1.00881 57.25420 15.80253 15.76629
1.23355 0.31993 0.06399 3.63143 1.00230
tn tn tn * tn
4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 14. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Diameter Batang SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
Sidik ragam diameter batang pada umur 4 bulan db JK KT F-hitung
2 3 1 1 1 3 9 30 47
509.017 150.6376 0.328706 0.000844 0.159852 0.16801 0.875456 2.028135 3.154021 157.0239 9.956945
75.31879 0.109569 0.000844 0.159852 0.16801 0.291819 0.225348 0.105134
716.4073 1.042182 0.008025 1.52046 1.598059 2.775683 2.143439
* tn tn tn tn tn tn
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam diameter batang pada umur 5 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad
db
JK
2 3 1 1
1945.653 0.061204 1.138717 0.873627 0.249408
KT 0.030602 0.379572 0.873627 0.249408
F-hitung 0.092592 1.148464 2.643314 0.75463
tn tn tn tn
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
1 3 9 30 47
0.015682 2.55795 2.477867 9.915129 16.15087 9.029765
0.015682 0.85265 0.275319 0.330504
0.047448 2.579845 0.833026
tn tn tn
4.17 2.92 2.21
Sidik ragam diameter batang pada umur 6 bulan SK
db
JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
2261.468 3.091329 3.54434 0.77407 2.310019 0.46025 11.29481 6.569202 48.07107 72.57075 18.44194
KT 1.545665 1.181447 0.77407 2.310019 0.46025 3.764935 0.729911 1.602369
F-hitung 0.964612 0.737312 0.483079 1.441627 0.287231 2.349606 0.45552
tn tn tn tn tn tn tn
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 15. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun Sidik ragam total luas daun pada umur 4 bulan SK
db
JK
KT
F-hitung
F-tabel
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
0.05 FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
24600171 14383.18 353814 153428.9 0.014352 200385.1 1612570 1823998 1330097 5134862 29.41255
2 3 1 1 1 3 9 30 47
7191.588 117938 153428.9 0.014352 200385.1 537523.4 202666.4 44336.57
0.162204 2.660061 3.460549 3.24E-07 4.519634 12.1237 4.57109
tn tn tn tn * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam total luas daun pada umur 5 bulan SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
SK
db
2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK
KT 47734588 62576.62 90024.28 2007.569 78786.28 9230.437 338182.3 1619917 2313902 4424602 27.84941
31288.31 30008.09 2007.569 78786.28 9230.437 112727.4 179990.8 77130.08
F-hitung
0.405656 0.389058 0.026028 1.021473 0.119674 1.461524 2.3336
Sidik ragam total luas daun pada umur 6 bulan db JK KT F-hitung
F-tabel 0.05 tn tn tn tn tn tn *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
F-tabel 0.05
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
1.69E+08 10168521 10962137 1268272 4327287 5366578 17010078 37319604 1.53E+08 2.28E+08 120.4757
2 3 1 1 1 3 9 30 47
5084260 3654046 1268272 4327287 5366578 5670026 4146623 5099943
0.996925 0.716488 0.248684 0.848497 1.052282 1.111782 0.813072
tn tn tn tn tn tn tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 16. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit Sidik ragam intensitas penyakit umur 91 hsi SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db 2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK
KT 8202.209 14.41533 132.1231 87.846 36.68003 7.597042 169.5528 153.9387 145.2775 615.3074 16.83425
7.207665 44.04102 87.846 36.68003 7.597042 56.5176 17.1043 4.842582
F-hitung 1.488393 9.094533 18.14032 7.574478 1.5688 11.67096 3.532062
F-tabel 0.05 tn * * * tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sidik ragam intensitas umur 93 hsi SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db
JK
2 3 1 1 1 3 9 30 47
KT 14363.15 5.832267 231.8854 159.4792 18.9003 53.50593 456.5098 56.36125 121.1603 871.7491 11.61757
F-hitung
2.916133 77.29514 159.4792 18.9003 53.50593 152.17 6.262361 4.038676
0.722052 19.13874 39.488 4.679826 13.24838 37.67818 1.550598
F-tabel 0.05 tn * * * * * tn
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam intensitas penyakit pada umur 95 hsi SK
db
JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
21368.39203 0.74362 141.11342 38.41600 37.84301 64.85441 889.76688 84.06900 108.02605 1223.71897 8.99
KT
0.37181 47.03781 38.41600 37.84301 64.85441 296.58896 9.34100 3.60087
Fhitung
0.10326 13.06291 10.66854 10.50941 18.01077 82.36596 2.59410
F-tabel 0.05 tn * * * * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
SK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
Sidik ragam intensitas penyakit pada umur 97 hsi db JK KT F-hitung
2 3 1 1 1 3 9 30 47
32152.27688 24.45125 166.97896 17.87604 26.55188 122.55104 1158.44563 245.78854 244.30875 1839.97313 11.03
12.22563 55.65965 17.87604 26.55188 122.55104 386.14854 27.30984 8.14362
1.50125 6.83475 2.19510 3.26045 15.04871 47.41728 3.35352
tn * tn tn * * *
F-tabel 0.05 3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Lampiran 17. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Infeksi Sidik ragam laju infeksi pada umur 93 hsi SK FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db
2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK 0.22863 0.00047 0.01226 0.00455 0.00034 0.00737 0.02544 0.04030 0.03130 0.10976 46.80
KT
0.00024 0.00409 0.00455 0.00034 0.00737 0.00848 0.00448 0.00104
F-hitung
0.22717 3.91571 4.35774 0.32137 7.06803 8.12724 4.29173
F-tabel 0.05 tn * * tn * * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009
Sidik ragam laju infeksi pada umur 95 hsi SK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
db
2 3 1 1 1 3 9 30 47
JK
0.24037 0.00224 0.01197 0.00994 0.00146 0.00057 0.04862 0.02928 0.02577 0.11788 41.42
KT
F-hitung
0.00112 0.00399 0.00994 0.00146 0.00057 0.01621 0.00325 0.00086
1.30128 4.64666 11.57324 1.69802 0.66871 18.86846 3.78713
F-tabel 0.05
tn * * tn tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Sidik ragam laju infeksi pada umur 97 hsi SK
db
JK
FK Ulangan Efek P P-lin P-kuad P-kubik Efek K Interaksi Galat Total KK(%)
2 3 1 1 1 3 9 30 47
0.42393 0.00249 0.01176 0.00244 0.00009 0.00923 0.02848 0.11526 0.09573 0.25373 60.11
KT
0.00125 0.00392 0.00244 0.00009 0.00923 0.00949 0.01281 0.00319
F-hitung
0.39027 1.22875 0.76588 0.02783 2.89253 2.97457 4.01328
F-tabel 0.05
tn tn tn tn tn * *
3.22 2.92 4.17 4.17 4.17 2.92 2.21
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)…, 2008 USU e-Repository © 2009