3
setiap minggu hingga minggu ke-6 setelah penanaman, baik pada tanah steril maupun non-steril. Pengambilan kembali isolat mutan dari rizosfer dilakukan dengan pencawanan tanah rizosfer. Caranya adalah akar beserta tanah rizosfer yang menempel dipotong dan diencerkan dalam 100 ml larutan garam fisiologis 0,85%, kemudian diletakkan pada inkubator bergoyang selama 2 jam untuk melepaskan tanah rizosfer yang mengandung sel-sel bakteri. Setelah itu, dilakukan pengenceran serial sampai faktor pengenceran 10-4 dan tiga pengenceran terakhir disebar dalam agar cawan (King’s B atau NA) + rifampisin 100 μg/ml + ampisilin 50 μg/ml dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Koloni yang tumbuh dihitung dan dinyatakan dalam satuan sel/g berat kering tanah rizosfer (sel/g). Berat kering tanah rizosfer ditentukan dengan cara menguapkan (dikeringudarakan) suspensi tanah rizosfer kemudian dikeringkan dalam oven 105ºC selama 4 jam.
HASIL Isolat Mutan Resisten Rifampisin Isolat-isolat mutan resisten rifampisin 100 μg/ml berhasil didapatkan dari isolat tipe liar Pseudomonas sp. Crb 17, Crb 64, dan Bacillus sp. Cr 76 yang mampu tumbuh pada media dengan penambahan rifampisin 100 μg/ml setelah dilakukannya mutasi secara spontan. Resistensi Antibiotik Isolat Mutan Hasil pengujian resistensi antibiotik menunjukkan bahwa ketiga isolat mutan resisten terhadap antibiotik ampisilin dengan konsentrasi 50 μg/ml (Tabel 1). Uji resistensi
antibiotik ini dilakukan untuk seleksi lebih lanjut terhadap bakteri uji, sehingga pada saat proses pencawanan tanah rizosfer, kemungkinan tumbuhnya bakteri indigenous yang jumlahnya mencapai 2,2 x 109 sel/g (9,3 log sel/g) (Gambar 2A) semakin kecil. Dengan demikian, media yang digunakan untuk menyeleksi mutan juga sekaligus untuk perhitungan populasi mutan (Gambar 2 C-E) mengandung dua jenis antibiotik, yaitu rifampisin 100 μg/ml dan ampisilin 50 μg/ml. Media tersebut juga digunakan untuk perlakuan kontrol, yaitu pencawanan tanah rizosfer yang tidak diinokulasi dengan bakteri uji. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada mikroorganisme indigenous yang mampu tumbuh pada media dengan penambahan dua jenis antibiotik tersebut, baik pada media NA (Gambar 2B) maupun King’s B (gambar tidak ditampilkan). Inokulasi Mutan ke Benih Kedelai Berdasarkan hasil inokulasi isolat mutan ke benih kedelai didapatkan bahwa jumlah populasi awal mutan yang menempel pada satu butir benih kedelai adalah sebesar 5,7 log sel/benih untuk mutan Crb 17 dan 5,5 log sel/benih untuk mutan Crb 64 dan Cr 76. Masing-masing jumlah populasi awal mutan pada benih kedelai ini selanjutnya berfluktuasi di dalam tanah rizosfer setelah benih ditanam ke dalam tanah steril dan non steril. Dinamika populasinya pada tanah rizosfer dipantau dari minggu ke-1 hingga minggu ke-6 setelah tanam.
Tabel 1 Uji resistensi antibiotik isolat-isolat mutan Jenis Antibiotik (Konsentrasi 50 μg/ml) Ampisilin Streptomisin Kloramfenikol Tetrasiklin Kanamisin Keterangan :
+ = resisten - = sensitif
Pseudomonas sp. Crb 17 + + + + -
Isolat Mutan Pseudomonas sp. Crb 64 + + -
Bacillus sp. Cr 76 + -
4
10,0 9,0
log sel/ g berat kering tanah
8,0 7,0 6,0 5,0
Crb 17
4,0 3,0
Tanah Steril Tanah Non-Steril
2,0 1,0
A
0,0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu (minggu)
10,0 9,0 log sel/ g berat kering tanah
8,0 7,0 6,0 5,0
Crb 64
4,0 3,0 2,0 1,0
Tanah Steril Tanah Non-Steril
B
0,0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu (minggu) 10,0 9,0 log sel/ g berat kering tanah
Daya Hidup dan Kolonisasi Isolat Mutan pada Rizosfer Tanaman Kedelai Dinamika populasi masing-masing isolat mutan pada tanah steril dan non-steril disajikan pada Gambar 1. Secara umum, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jumlah populasi isolat tidak berbeda nyata (α=0,05) antara di tanah steril dan non-steril, baik untuk isolat Crb 17, Crb 64, maupun Cr 76 (Lampiran 2). Meskipun demikian, terdapat kecenderungan jumlah populasi yang lebih tinggi dan pola pertumbuhan yang lebih stabil pada tanah steril untuk isolat Crb 17 dan Cr 76 dibandingkan pada tanah non-steril (Gambar 1A dan 1C). Populasi awal dari ketiga isolat yang menempel pada benih kedelai berada pada kisaran 105 sel/benih (5 log sel/benih). Satu minggu setelah tanam, populasi isolat Crb 17 menjadi 9,2 log sel/g tanah steril dan 8,5 log sel/g tanah non-steril. Pada minggu ke-2, jumlah populasi menurun pada tanah steril, namun relatif stabil hingga minggu ke-6, berturut-turut 8,2 ; 7,9 ; 8,1 ; 7,7 ; dan 7,9 log sel/g. Pada tanah non-steril, jumlah populasi Crb 17 berfluktuasi dari minggu ke-2 hingga minggu ke-6, berturut-turut 7,5 ; 8,3 ; 6,7 ; 7,9 ; dan 6,8 log sel/g (Gambar 1A). Isolat Crb 64 mengalami peningkatan populasi pada tanah steril di minggu pertama menjadi 8,1 log sel/g, kemudian menurun pada minggu ke-2, dan meningkat kembali pada minggu ke-3 menjadi 9,0 log sel/g. Minggu ke-4 sampai ke-6, populasinya menurun secara perlahan, berturut-turut 8,7 ; 8,2 ; dan 7,8 log sel/g. Pola pertumbuhan yang sama terjadi pada tanah non-steril, dengan jumlah populasi pada masing-masing minggu yaitu 8,4 ; 7,9 ; 8,9 ; 8,8 ; 8,3 ; dan 7,2 log sel/g (Gambar 1B). Isolat Cr 76 juga mengalami peningkatan jumlah populasi pada minggu pertama, baik pada tanah steril maupun non-steril, masingmasing 8,3 log sel/g dan 8,8 log sel/g. Peningkatan populasi masih terjadi di minggu ke-2 pada tanah steril, yaitu 8,8 log sel/g, kemudian menurun pada minggu ke-3 dan ke4, kemudian konstan pada minggu ke-5 dan ke-6 sebesar 7,8 log sel/g. Sedangkan pada tanah non-steril, minggu ke-2 populasinya menurun menjadi 7,6 log sel/g, namun meningkat kembali pada minggu ke-3 menjadi 8,2 log sel/g. Minggu ke-4 sampai ke-6, populasinya berkisar antara 6,8-7,2 log sel/g (Gambar 1C).
8,0 7,0 6,0 5,0 4,0
Cr 76
3,0
Tanah Steril
2,0 1,0
Tanah Non-Steril
C
0,0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu (minggu)
Gambar 1 Dinamika populasi masing-masing isolat pada tanah steril dan nonsteril di rizosfer tanaman kedelai. (A) Pseudomonas sp. Crb 17; (B) Pseudomonas sp. Crb 64; dan (C) Bacillus sp. Cr 76.
5
0,28 cm
A
0,26 cm D
C
0,22 cm
B
0,21 cm E
0,21 cm
Gambar 2 (A) Keragaman koloni bakteri indigenous di rizosfer kedelai pada media Plate Count Agar (PCA) pengenceran 10-5 ; (B) hasil pencawanan tanah rizosfer kedelai tanpa inokulasi bakteri uji pada media NA + rifampisin 100 μg/ml + ampisilin 50 μg/ml ; dan (C-E) hasil pencawanan tanah rizosfer kedelai yang diinokulasi dengan mutan (C) Pseudomonas sp. Crb 17 pengenceran 10-4, (D) Crb 64 pengenceran 10-3, dan (E) Bacillus sp. Cr 76 pengenceran 10-4 pada media agar King’s B untuk Crb dan NA untuk Cr + rifampisin 100 μg/ml + ampisilin 50 μg/ml.
10,0
9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0
Crb 17
3,0
Crb 64
2,0 1,0
Cr 76
B
0,0 0
9,0 log sel/ g berat kering tanah
10,0
log sel/ g berat kering tanah
Perbandingan jumlah populasi antar ketiga isolat, baik di tanah steril maupun nonsteril disajikan masing-masing pada Gambar 3A dan 3B. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah populasi ketiga isolat tidak berbeda nyata (α=0,05) satu sama lain (Lampiran 3), baik pada tanah steril maupun tanah nonsteril. Namun, pada tanah non-steril, jumlah populasi isolat Crb 64 cenderung lebih tinggi dan pola pertumbuhannya cenderung lebih stabil dibandingkan kedua isolat lainnya.
1
2
3
4
5
6
Waktu (minggu)
8,0 7,0 6,0 5,0
Gambar 3 Dinamika populasi isolat Pseudomonas sp. Crb 17, Crb 64, dan Bacillus sp. Cr 76 pada (A) tanah steril dan (B) tanah non-steril di rizosfer tanaman kedelai.
4,0 Crb 17 3,0
Crb 64
2,0 1,0
Cr 76
A
0,0 0
1
2
3
4
Waktu (minggu)
5
6
6
PEMBAHASAN Memantau jejak bakteri yang diinokulasikan ke dalam lingkungan kompleks, seperti tanah, membutuhkan kemampuan untuk membedakannya dari bakteri indigenous yang sebagian besar memiliki perilaku yang hampir sama. Untuk tujuan tersebut, perlu digunakan penanda pada bakteri yang akan diuji. Penanda yang digunakan dalam penelitian ini adalah resistensi antibiotik rifampisin. Antibiotik rifampisin memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan bakterisidal (membunuh bakteri) dengan spektrum anti bakteri yang luas. Mekanisme kerja rifampisin yaitu menghalangi sintesis asam nukleat mRNA, sehingga sebagian besar bakteri sensitif terhadap rifampisin (Santoso 1990). Hanya bakteri tertentu saja yang resisten, umumnya setelah diberi perlakuan mutasi secara spontan. Resistensi antibiotik rifampisin telah digunakan secara luas sebagai penanda untuk memantau daya hidup dan dinamika populasi bakteri di lingkungan tanah. Penanda yang digunakan harus bersifat stabil di dalam tanah dan stabil terhadap waktu, setidaknya hingga akhir pengamatan. Penanda yang relatif stabil dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penanda tersebut dari mikroorganisme yang ditandai dan untuk mencegah berpindahnya penanda ke mikroorganisme lain yang tidak ditandai (Gamalero et al. 2003). Glandorf et al. (1992) telah menguji kestabilan resistensi antibiotik rifampisin sebagai penanda pada Pseudomonas putida WCS358 selama 4 bulan pada kondisi lapang. Dengan demikian, resistensi rifampisin dapat digunakan sebagai penanda yang terpercaya dalam studi ekologi bakteri di rizosfer tanaman. Jumlah populasi dan pola pertumbuhan suatu mikroorganisme di rizosfer tanaman mencerminkan kemampuannya untuk bertahan hidup dan mengkolonisasi rizosfer. Kemampuan kolonisasi isolat Pseudomonas sp. Crb 17, Crb 64, dan Bacillus sp. Cr 76 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (α=0,05) antara di tanah steril dengan tanah non-steril. Hasil tersebut menandakan bahwa keadaan tanah yang digunakan, baik steril ataupun non-steril tidak mempengaruhi kemampuan ketiga isolat untuk tetap bertahan hidup dan mengkolonisasi rizosfer dengan baik. Meskipun pada tanah non-steril isolat berkompetisi dengan mikroorganisme lain yang jumlahnya mencapai 109 sel/g di daerah
perakaran, namun ketiga isolat masih mampu bersaing dan mempertahankan jumlah populasinya yang tidak berbeda nyata dengan tanah steril. Hal ini membuktikan bahwa ketiga isolat merupakan PGPR yang mampu mengkolonisasi rizosfer. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Kloepper dan Schroth (1981), bahwa rizobakteria merupakan mikroorganisme kompetitor yang paling efisien yang mampu menggeser kedudukan mikroorganisme indigenous di lingkungan rizosfer sampai pada masa pertengahan umur tanaman. Hasil yang diperoleh ini juga sejalan dengan hasil penelitian Werra et al. (2009) yang menunjukkan bahwa kemampuan kolonisasi Pseudomonas fluorescens CHA0 tidak berbeda pada tanaman gandum yang terinfeksi ataupun tidak terinfeksi oleh patogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat kecenderungan kolonisasi yang lebih baik pada tanah steril untuk isolat Crb 17 dan Cr 76, yang ditunjukkan dengan jumlah populasi yang lebih tinggi dan pola pertumbuhan yang lebih stabil pada tanah steril dibandingkan tanah non-steril. Pola pertumbuhan isolat Crb 17 yang relatif stabil pada tanah steril serupa dengan pola pertumbuhan bakteri gram negatif TCaR 61 di rizosfer tanaman lada (Husen 2005). Pola pertumbuhan yang berfluktuatif pada isolat Crb 17 di tanah non steril menunjukkan bahwa kemampuan kolonisasi isolat kurang konsisten, pada satu waktu pertumbuhannya tertekan, dan pada waktu lainnya pertumbuhannya meningkat kembali. Namun, kemampuan untuk meningkatkan jumlah populasi setelah mengalami tekanan pertumbuhan dapat dianggap sebagai suatu kemampuan bertahan hidup yang cukup baik di rizosfer kedelai. Adanya kecenderungan jumlah populasi yang lebih tinggi pada tanah steril dibandingkan tanah non-steril terutama disebabkan oleh faktor persaingan mikroorganisme untuk mendapatkan nutrisi. Lingkungan rizosfer yang dinamis dan kaya akan nutrisi yang dikeluarkan oleh akar tanaman dalam bentuk eksudat akar merupakan habitat bagi berbagai jenis mikroorganisme untuk berkembang dan sekaligus sebagai tempat pertemuan dan persaingan mikroorganisme. Namun pada tanah steril, faktor persaingan dapat diabaikan. Isolat dapat memanfaatkan eksudat akar sepenuhnya untuk pertumbuhannya tanpa harus bersaing dengan mikroorganisme lain. Sedangkan pada tanah non-steril, terdapat
7
mikroorganisme indigenous yang berkembang dan berkompetisi dengan isolat mutan di lingkungan rizosfer untuk mendapatkan eksudat akar. Hal tersebut menyebabkan jumlah populasi isolat pada tanah non-steril cenderung lebih rendah (namun tidak berbeda nyata) dibandingkan dengan tanah steril. Namun, untuk isolat Crb 64, keberadaan mikroorganisme lain pada tanah non-steril hampir tidak mempengaruhi jumlah populasi dan kemampuan kolonisasi isolat tersebut. Kemampuan kolonisasi isolat sama baiknya pada tanah steril dan non-steril. Hal ini menunjukkan bahwa isolat Crb 64 sangat kompetitif dan sangat dominan dalam mengkolonisasi rizosfer. Substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terkandung dalam rizosfer dapat berasal dari eksudat akar, sel akar mati, dan senyawa yang umumnya berupa polisakarida yang disebut mucilage. Mucilage diproduksi di tudung akar dan menyebabkan dinding sel epidermis menjadi seperti gelatin. Mucilage merupakan sisi dimana terjadi pelekatan mikroorganisme dan terbentuk agregat tanah (Lynch & Whipps 1990). Senyawa eksudat akar berasal dari produk fotosintesis, namun beberapa diantaranya, seperti senyawa flavonoid, disintesis di permukaan sitoplasma retikulum endoplasma (RE) (Winkel-Shirley 2001). Mekanisme pengeluaran eksudat akar terjadi melalui tiga cara utama, yaitu difusi, saluran ion, dan transport vesikula melalui vesikula RE yang mengalir ke vesikula Golgi untuk kemudian berfusi ke membran sel dan mengeluarkannya ke lingkungan (Bertin et al. 2003; Walker et al. 2003). Transport melalui vesikula terjadi terutama untuk senyawa dengan berat molekul yang lebih besar. Komposisi dan jumlah eksudat akar yang dikeluarkan oleh tanaman berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman, kondisi fisiologis tanaman (umur, status nutrisi), dan kondisi abiotik (tipe dan struktur tanah, kelembaban tanah, pH dan temperatur) (Jones et al. 2004). Komposisi eksudat akar yang berbeda antar jenis tanaman berperan sebagai penyeleksi mikroorganisme, pengaruhnya bisa meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Micallef et al. 2009). Beberapa komponen eksudat akar yang secara umum diproduksi oleh tanaman antara lain berupa karbohidrat, asam amino, asam organik, asam lemak, sterol, flavonoid, enzim, dan beberapa vitamin (Uren 2000). Timotiwu dan Sakurai (2002) melaporkan bahwa
perakaran kedelai mensekresi pinitol dalam jumlah yang cukup besar, yang diduga berperan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme tanah. Berbagai komponen eksudat akar tersebut dapat bertindak sebagai kemoatraktan, yang menimbulkan respon kemotaksis terhadap mikroorganisme yang berada di sekitarnya. Hasil penelitian Barbour et al. (1991) menunjukkan bahwa glutamat, aspartat, dan asam dikarboksilat yang terkandung dalam konsentrasi yang tinggi pada benih dan eksudat akar kedelai merupakan kemoatraktan bagi Bradyrhizobium japonicum. Setiap jenis bakteri memiliki respon kemotaksis yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis kemoatraktan. Ketiga isolat yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari rizosfer tanaman kedelai dan diuji kembali kemampuan kolonisasinya, juga pada rizosfer kedelai. Kemampuan kolonisasi yang baik yang ditunjukkan oleh masing-masing isolat menandakan bahwa eksudat akar kedelai merupakan kemoatraktan yang sesuai bagi pertumbuhan masing-masing isolat. Kemampuan kolonisasi dan daya hidup yang juga dibandingkan antar ketiga isolat menunjukkan bahwa jumlah populasi antar ketiga isolat tidak berbeda nyata (α=0,05) satu sama lain, baik di tanah steril maupun nonsteril. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga isolat memiliki kemampuan yang sama baiknya dalam mengkolonisasi rizosfer kedelai. Namun, pada tanah non-steril, isolat Crb 64 cenderung memiliki kemampuan kolonisasi yang lebih baik dibandingkan kedua isolat lainnya yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam mempertahankan jumlah populasi yang lebih tinggi dan pola pertumbuhan yang lebih stabil dibandingkan isolat Crb 17 dan Cr 76. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat Crb 64 lebih kompetitif pada tanah non-steril dibandingkan kedua isolat lainnya. Hasil tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Tahar (2009), bahwa isolat Crb 64 potensial sebagai pengendali S. rolfsii, yang mungkin menjadi salah satu mikroorganisme antagonis pada tanah non-steril. Sifat kompetitif dalam mengkolonisasi rizosfer ini diduga disebabkan oleh aktivitas biokontrol yang tinggi yang dimiliki oleh isolat Crb 64, sehingga mampu menyingkirkan keberadaan mikroorganisme lain pada tanah non-steril dan mengkolonisasi rizosfer secara dominan. Aktivitas biokontrol ini dapat terjadi antara lain dengan produksi
8
senyawa antibiotik, siderofor, kitinase, protease, dan sianida (Harni et al. 2007). Perbedaan kemampuan kolonisasi dapat disebabkan perbedaan sifat bakteri yang meliputi motilitas kemotaksis terhadap eksudat benih dan akar, produksi komponen permukaan sel spesifik untuk melekat pada akar, kemampuan untuk menggunakan eksudat akar, dan persaingan dengan mikroorganisme antagonis seperti yang dijelaskan oleh Lugtenberg (2001). Secara umum, ketiga isolat yang diuji memiliki kemampuan kolonisasi yang baik di rizosfer kedelai, terbukti hingga akhir waktu pengamatan, populasi ketiga isolat masih terdeteksi dengan jumlah yang cukup tinggi.
SIMPULAN Kemampuan kolonisasi dan daya hidup isolat Pseudomonas sp. Crb 17, Crb 64, dan Bacillus sp. Cr 76 di rizosfer kedelai menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (α=0,05) antara di tanah steril dengan nonsteril, namun terdapat kecenderungan kolonisasi yang lebih baik pada tanah steril untuk isolat Crb 17 dan Cr 76. Kemampuan kolonisasi antar ketiga isolat juga tidak berbeda nyata (α=0,05) satu sama lain, baik pada tanah steril maupun non-steril. Namun, pada tanah non-steril, isolat Crb 64 cenderung memiliki kemampuan kolonisasi yang lebih baik dibandingkan kedua isolat lainnya. Isolat Crb 64 merupakan isolat yang paling kompetitif dalam mengkolonisasi rizosfer kedelai. Secara umum, ketiga isolat memiliki kemampuan kolonisasi dan daya hidup yang tinggi di rizosfer kedelai yang ditunjukkan oleh jumlah populasi isolat yang cukup tinggi hingga akhir masa pengamatan, yaitu antara 67 log sel/g tanah steril maupun non-steril.
DAFTAR PUSTAKA Andreote et al. 2009. Endophytic colonization of potato (Solanum tuberosum L.) by a novel competent bacterial endophyte, Pseudomonas putida strain P9, and its effect on associated bacterial communities. Appl Environ Microbiol 75 : 3396-3406. Barbour WM, Hattermann DR, Stacey G. 1991. Chemotaxis of Bradyrhizobium japonicum to soybean exudates. Appl Environ Microbiol 57 : 2635-2639.
Bertin C, Yang X, Weston LA. 2003. The role of root exudates and allelochemicals in the rhizosphere. Plant Soil 256 : 67-83. Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use of plant growthpromoting bacteria for biocontrol of plant diseases : principles, mechanisms of action, and future prospects. Appl Environ Microbiol 71 : 4951-4959. Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant growth-promoting rhizobacteria. Microbiol Res 159 : 371-394. Gamalero E, Lingua G, Berta G, Lemanceau P. 2003. Methods for studying root colonization by introduced beneficial bacteria. Agronomie 23 : 407-418. Glandorf DCM, Brand I, Bakker PAHM, Schippers B. 1992. Stability of rifampicin resistance as a marker for root colonization studies of Pseudomonas putida in the field. Plant Soil 147 : 135142. Harni R, Munif A, Supramana, Mustika I. 2007. Potensi bakteri endofit pengendali nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) pada nilam. Hayati J Biosci 14 : 7-12. Husen E. 2005. The use of gusA reporter gene to monitor the survival of introduced bacteria in the soil. Indones J Agric Sci 6 : 32-38. Jones DL, Hodge A, Kuzyakov Y. 2004. Plant and mycorrhizal regulation of rhizodeposition. New Phytol 163 : 459480. Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Relationship in vitro antibiosis of plant growth promoting rhizobacteria on potato plant development and yield : 1078-1082. Di dalam Husen E, Saraswati R, Hastuti RD. Rizobakteria Pemacu Tumbuh Tanaman. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Leclere et al. 2005. Mycosubtilin overproduction by Bacillus subtilis BBG 100 enhances the organism’s antagonistic and biocontrol activities. Appl Environ Microbiol 71 : 4577-4584.