STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA
Oleh : Perdana Karim Prihartato C64104037
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Perdana Karim Prihartato C64104037
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2009
Perdana Karim Prihartato. C64104037
RINGKASAN PERDANA KARIM PRIHARTATO. Studi Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a Dengan Menggunakan Data Satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS Serta Data In situ Di Teluk Jakarta. Dibimbing oleh BISMAN NABABAN dan SAM WOUTHUYZEN Teluk Jakarta memiliki lokasi yang strategis karena memiliki nilai ekonomi (perdagangan, perhubungan, perikanan, dan pariwisata bahari) dan juga dekat dengan ibukota Jakarta. Hal ini membuat Teluk Jakarta mendapat tekanan lingkungan yang besar dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, aktifitas pembangunan di wilayah pesisir dan limbah pencemar dari daerah Jakarta dan sekitarnya yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan di Teluk Jakarta. Salah satu upaya untuk mengkaji kualitas perairan di Teluk Jakarta adalah dengan mengukur konsentrasi klorofil-a. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari distribusi dan variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta dan faktor yang mempengaruhi variabilitas tersebut. Lokasi penelitian adalah Teluk Jakarta yang dibagi menjadi dua bagian yaitu wilayah pesisir yang diduga mempunyai pengaruh langsung dengan aliran sungai dan wilayah offshore. Bahan yang digunakan adalah citra satelit komposit level 3 bulanan dari AquaMODIS periode Juli 2002-Desember 2007 dan SeaWiFS periode September 1997-Desember 2007 dari situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Sebagai data penunjang digunakan data Suhu Permukaan Laut (SPL) dari satelit NOAA AVHRR yang didapat dari situs http://poet.jpl.nasa.gov. Data arah dan kecepatan angin harian serta curah hujan juga digunakan dari stasiun BMG Tanjung Priok. Pendugaan konsentrasi klorofil-a dari AquaMODIS menggunakan algoritma OC3M dan dari SeaWiFS menggunakan algoritma OC4v4. Sedangkan untuk pengolahan SPL digunakan algoritma pathfinder v5. Variabilitas konsentrasi klorofil-a diperjelas dengan melihat periodisitas data yang dominan dengan menghitung spektrum densitas energi. Secara umum berdasarkan analisis temporal ditemukan konsentrasi klorofil-a cenderung tinggi yang terdapat pada Musim Barat (Des-Feb) dan cenderung rendah pada Musim Peralihan I dan II (Apr-Mei; Sep-Okt). Hal ini terkait dengan tingginya curah hujan dan kecepatan angin pada Musim Barat. Pada Musim Timur juga ditemukan nilai konsentrasi klorofil-a relatif tinggi yang diduga disebabkan faktor upwelling yang diindikasikan oleh rendahnya SPL pada musim ini. Pendugaan konsentrasi klorofil-a dari SeaWiFS cenderung overestimate terhadap Aqua-MODIS dengan nilai rata-rata perbulan 0,035 mg/m3 (lokasi A) dan 0.516 mg/m3 (lokasi B). Hal ini diduga disebabkan perbedaan algoritma dan sensitivitas kedua sensor. Berdasarkan analisis spasial terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a lokasi B cenderung lebih tinggi terhadap lokasi A baik dari SeaWiFS maupun Aqua-MODIS yang diduga akibat pola konsentrasi klorofil-a didaerah dekat pesisir cenderung meningkat mengikuti pola curah hujan. Berdasarkan spektrum densitas energi, variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh faktor musiman, tahunan dan interannual. Terjadi perbedaan sinyal dominan pada lokasi B antara Aqua-MODIS dan SeaWiFS yang diduga akibat dari tingginya anomali konsentrasi klorofil-a di lokasi tersebut.
Judul
Nama NIM
: STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA : Perdana Karim Prihartato : C64104037
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc NIP. 131 953 477
Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc NIP. 320 003 368
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal lulus : 30 Maret 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dengan judul “STUDI VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT AQUA-MODIS DAN SeaWiFS SERTA DATA IN SITU DI TELUK JAKARTA” dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut: 1. Keluarga H. Abdul Karim: Etty. S. Karim dan Eny Karim, serta Ayah (M. Irawan D.P), Ibu (Evi Nuryanti) dan adik (Adnan S. Gumelar) yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil. 2. Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. dan Dr.Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc. sebagai pembimbing penelitian dan skripsi. 3. Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc. selaku pembimbing akademik dan Dr.rer.nat.Totok Hestrianoto yang telah memberikan semangat dan nasihat yang berharga. 4. Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Sc. selaku penguji ujian sarjana dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T selaku koordinator komisi pendidikan sarjana ITK. 5. Sugarin S.Si. dari Stasiun BMG Maritim Tanjung Priok yang telah memberikan data klimatologi kepada penulis. 6. Distribute Active Archive Center (DAAC) NASA Goddard Space Flight Center (GSFC) yang telah memberikan data citra satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS. Physical Oceanography DAAC NASA yang telah memberikan data AVHRR. 7. Kawan-kawan dan sahabat seperjuangan ITK angkatan 41, khususnya Acta Withamana, Ajeng F. Sagita, dan Edy Setiawan.
Bogor, April 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar belakang .................................................................................... 1.2 Tujuan penelitian.................................................................................
1 1 3
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Keadaan umum Teluk Jakarta ............................................................ 2.2 Kondisi lingkungan Teluk Jakarta ..................................................... 2.2.1 Cuaca dan iklim ......................................................................... 2.2.2 Suhu Permukaan Laut (SPL) .................................................... 2.2.3 Salinitas .................................................................................... 2.2.4 Arus dan pasang surut .............................................................. 2.2.5 Kandungan nutrien .................................................................... 2.2.6 Transparansi perairan ................................................................ 2.2.7 Padatan tersuspensi ................................................................... 2.2.8 Klorofil-a ................................................................................... 2.3 Fenomena harmful algae bloom dan kematian massal ikan di Teluk Jakarta ................................................................................... 2.4 Estimasi klorofil-a dari satelit ............................................................ 2.4.1 Karakteristik sensor Aqua-MODIS .......................................... 2.4.2 Karakteristik sensor SeaWiFS .................................................. 2.2.3 Perbandingan sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS ..................
4 4 6 6 6 7 8 9 9 10 10
3. METODE PENELITIAN ....................................................................... 3.1 Lokasi dan waktu penelitian ............................................................... 3.2 Alat dan bahan ................................................................................... 3.3 Metode pengolahan data .................................................................... 3.4 Pengolahan suhu permukaan laut dari satelit ...................................... 3.5 Analisis deret waktu ............................................................................
20 20 22 22 26 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 Distribusi dan variabilitas konsentrasi klorofil-a ............................... 4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas konsentrasi klorofil-a 4.3 Spektrum densitas energi konsentrasi klorofil-a .................................
29 20 36 40
12 14 15 16 19
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 5.2 Saran....................................................................................................
43 43 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
45
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
48
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Populasi penduduk daerah JABOTABEK ..................................................
5
2. Data parameter oseanografi Teluk Jakarta ..................................................
7
3. Spesifikasi teknis dari satelit Aqua-MODIS ...............................................
16
4. Spesifikasi dari kanal satelit Aqua-MODIS ................................................
17
5. Karakteristik sensor SeaWiFS ....................................................................
18
6. Perbandingan produk klorofil-a dari sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS ...............................................................................................
19
7. Konsentrasi klorofil-a dari citra SeaWiFS di Teluk Jakarta lokasi A ........
32
8. Konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi A.
32
9. Konsentrasi klorofil-a dari citra SeaWiFS di Teluk Jakarta lokasi B .........
33
10. Konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi B
33
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kematian massal ikan akibat harmful algae bloom pada bulan April dan Juni 2005 .....................................................................................................
13
2. Faktor yang mempengaruhi pantulan sinar yang diterima oleh satelit ......
15
3. Lokasi Penelitian Teluk Jakarta ..................................................................
21
4. Diagram alir proses pengolahan data .........................................................
23
5. Variasi temporal klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi A.................................
31
6. Variasi temporal klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi B .................................
31
7. Rata-rata dan simpangan baku dari konsentrasi klorofil-a berdasarkan data insitu P2O-LIPI ....................................................................................
35
8. Rata-rata dan simpangan baku dari suhu permukaan laut berdasarkan Data in situ P2O-LIPI ..................................................................................
35
9. Rata-rata dan simpangan baku dari salinitas berdasarkan data in situ P2O-LIPI ....................................................................................................
36
10. Curah hujan dan kecepatan angin di Teluk Jakarta berdasarkan data stasiun BMG Tanjung Priok ......................................................................
38
11. Variasi temporal suhu permukaan laut dari sensor AVHRR di Teluk Jakarta lokasi A dan B ...............................................................................
38
12. Mawar angin di Teluk Jakarta periode 1997-2007 ....................................
39
13. Spektrum densitas energi klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi A ..................
41
14. Spektrum densitas energi klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi B ..................
42
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Teluk Jakarta terletak di utara ibukota Jakarta dengan garis pantai memanjang sejauh 72 km dari Tanjung Pasir di Barat sampai Tanjung Karawang di Timur. Lokasi Teluk Jakarta yang strategis membuat wilayah ini memiliki potensi ekonomi penting, seperti potensi perikanan tangkap dan budidaya, potensi pariwisata bahari, taman nasional dan cagar budaya khususnya di wilayah kepulauan seribu, potensi pendidikan dan penelitian di Ancol dan Pulau Pari, serta potensi perhubungan dan perdagangan (Tanjung Priok dan Sunda Kelapa) (UNESCO, 2000) Teluk Jakarta mendapat tekanan lingkungan dari berbagai faktor, diantaranya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi, aktifitas pembangunan pesisir dan limbah. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di daerah Jakarta dan sekitarnya (Bogor, Tanggerang, Bekasi) telah meningkat dua kali lipat sejak 1980 sebanyak 11,9 juta jiwa menjadi 20,3 juta jiwa pada tahun 2000 (BPS, 2003 in Arifin, 2004). Hal ini memicu meningkatnya kebutuhan ruang di daerah pesisir dan berakibat pada terjadinya pencemaran di Teluk Jakarta, khususnya berasal dari berbagai aktifitas manusia di pesisir daerah Jakarta (penggalian pasir, reklamasi pantai dan pembangunan perumahan) yang dapat mengakibatkan terdegradasinya habitat mangrove dan terumbu karang di sekitar Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Arifin, 2004; Helfinalis, 2004). Keberadaan lebih dari 2050 industri dan padatnya populasi penduduk di Jakarta yang membuang limbah padat sebanyak 1.100 m3 secara
langsung ke Teluk Jakarta membuat kualitas perairan di Teluk Jakarta semakin menurun (BPLHD-DKI, 2003 in Arifin, 2004). Penelitian kualitas perairan yang dilakukan oleh Arifin et al (2003) in Wouthuyzen (2006) menunjukan konsentrasi zat hara cenderung meningkat di Teluk Jakarta 3-4 kali antara tahun 1970 hingga 2003. Kenaikan konsentrasi nutrien telah diidentifikasi sebagai penyebab kenaikan produktifitas primer dan biomassa fitoplankton. Biomassa fitoplankton yang diukur pada tahun 1986-1990 telah menunjukan terjadinya perubahan yang signifikan dan ditandai dengan ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang sebarannya telah mengarah ke laut (offshore). Pada tahun 1986 Harmful Algae Bloom/ HAB teridentifikasi terjadi sejauh 2 km dari pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1988 kejadian tersebut telah menyebar sejauh 5 km, dan pada tahun 1990 penyebaran HAB tercatat telah mencapai 12 km dari pelabuhan (UNESCO, 2000). Hal ini dipertegas oleh Wouthuyzen (2007) yang mencatat telah terjadi beberapa kali HAB hingga menyebabkan kematian massal ikan pada tahun 2004, 2005 dan 2007. Salah satu upaya untuk mengkaji kualitas perairan di Teluk Jakarta adalah dengan melakukan pengukuran konsentrasi klorofil-a (Wouthuyzen, 2006). Klorofil-a telah lama dikenal sebagai indikator untuk menduga biomassa fitoplankton dan mempelajari proses fotosintesis (Tan et al, 2005). Hal ini disebabkan klorofil-a merupakan pigmen paling dominan dan terdapat di semua tumbuhan laut (Parsons et al., 1977). Sejak diluncurkannya satelit pendeteksi warna perairan (ocean color) seperti CZCS (Coastal Zone Color Scanner) pada tahun 1978, SeaWiFS (Sea-viewing Wide
Field-of-view Sensor) pada September 1997 dan MODIS (MODerate-resolution Imaging Spectra Radiometer) pada tahun 2002 telah banyak data konsentrasi klorofila yang dihasilkan dan tersedia dalam cakupan global maupun lokal secara real time (McClain et al., 1998; Hu et al., 2000). Penggunaan metode penginderaan jauh ocean color dalam mendeteksi kualitas perairan terbukti dapat memantau kondisi perairan pesisir secara real time dengan efektif dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya (Shutler, 2006). Penelitian tentang variabilitas klorofil-a telah banyak dilakukan di Teluk Jakarta dan menunjukan konsentrasi klorofil-a yang relatif lebih tinggi pada Musim Barat dan relatif lebih rendah pada Musim Timur (Meliani, 2006; Wouthuyzen, 2006, 2007). Namun penelitian-penelitian terdahulu masih bersifat sporadis dan dalam jangka waktu yang pendek. Oleh karena itu, penelitian tentang variabilitas konsentrasi klorofil-a secara sinoptik dan dalam rentang waktu yang lebih panjang di Teluk Jakarta perlu dilakukan.
1.2. Tujuan Tujuan utama dari penelitian ini adalah mempelajari variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta menggunakan data citra satelit SeaWiFS periode September 1997-Desember 2007 dan Aqua-MODIS periode Juli 2002-Desember 2007 serta data in situ. Faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas tersebut juga dipelajari menggunakan data pendukung seperti Suhu Permukaan Laut (SPL) dari NOAA-AVHRR, curah hujan dan arah serta kecepatan angin.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan umum Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jawa dengan panjang pantai sejauh 72 km yang diapit oleh Tanjung Pasir di barat dan Tanjung Karawang di Timur (UNESCO, 2000). Teluk Jakarta secara keseluruhan merupakan daerah dangkal dengan variasi kedalaman sebesar 1-24 meter (Koropitan, 2000 in Damar, 2001). Terdapat 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta diantaranya 3 sungai besar yaitu Sungai Cisadane, S. Ciliwung, dan S. Citarum sedangkan 10 sungai kecil diantaranya adalah S.Kamal, S. Cengkareng , S. Angke, S. Karang, S. Ancol, S. Sunter, S. Cakung, S. Blencong, S. Grogol, dan S. Pasanggrahan. Teluk Jakarta memiliki berbagai potensi ekonomi penting seperti perikanan (perikanan tangkap dan budidaya laut) yang terdapat di sekitar teluk; pariwisata bahari seperti tempat berenang, jet ski, dan SCUBA Diving yang banyak terdapat di sekitar Kepulauan Seribu; taman nasional dan cagar alam yang terdapat di P. Rambut, P. Burung dan P. Bokor serta cagar budaya yang terletak di P. Onrust; aktivitas penelitian, pendidikan dan pelatihan kelautan terpusat di P. Pari dan P. Pramuka; dan pelabuhan di Tanjung Priok (Wouthuyzen, 2006). Jumlah penduduk di sekitar daerah Teluk Jakarta (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) yang besar dan mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi semakin menambah tekanan lingkungan di Teluk Jakarta. Jumlah penduduk di sekitar daerah Teluk Jakarta telah meningkat dua kali lipat sejak 1980 sampai tahun 2000 yaitu sebanyak 11,9 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 20,3 juta jiwa pada tahun 2000
(Tabel 1). Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini mendorong pembukaan lahan yang cepat dan tidak ramah lingkungan (Arifin, 2004; Helfinalis, 2004). Menurut Wouthuyzen (2007) lahan tanpa tutupan vegetasi di Jakarta dan sekitarnya bertambah dari 29.018 ha pada tahun 1976 menjadi 48.461 ha pada tahun 2004 sedangkan wilayah yang masih tertutup vegetasi lebat berkurang dari 146.243 ha pada tahun 1976 menjadi 109.076 ha pada tahun 2004. Pembukaan lahan yang terjadi di wilayah hulu (upland) dan wilayah penunjang (hinterland) ini membawa material tanah dan sedimen ke sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta sehingga perairan menjadi keruh (Arifin, 2004). Tabel 1. Populasi penduduk Jakarta dan sekitarnya (BPS, 2003 in Arifin, 2004). Populasi
1980
1990
1995
2000
DKI Jakarta
6.480.654
8.254.035
9.112.652
8.384.853
Tangerang
1.553.791
2.764.988
3.589.318
4.058.963
Bekasi
1.143.463
2.104.392
2.757.376
3.259.690
Bogor
2.728.671
4.007.941
4.700.309
4.606.349
Total
11.886.579
17.131.356
20.159.655
20.309.855
Tekanan lingkungan lain berupa pencemaran dari limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah pertanian telah merubah kandungan nutrien di Teluk Jakarta. Volume limbah cair yang masuk ke perairan Teluk Jakarta diantaranya adalah limbah agroindustri sebesar 216.670 m3/tahun, limbah industri pengolahan sebesar 3.226.427.890 m3/tahun, dan limbah domestik rumah tangga sebesar 67.327.610 m3/tahun. Secara keseluruhan industri pengolahan merupakan penyumbang limbah terbesar ke Teluk Jakarta (BPLHD, 2002 in Helfinalis, 2004).
Kenaikan konsentrasi nutrien telah diidentifikasi sebagai penyebab kenaikan populasi fitoplankton di permukaan air. Biomassa fitoplankton yang diukur tahun 1986-1990 menunjukan telah terjadi perubahan yang signifikan dimana blooming fitoplankton telah menyebar menjauh ke arah offshore. Pada tahun 1986 Harmful Algae Bloom (HAB) teridentifikasi terjadi sejauh 2 km dari pelabuhan Tanjung Priok. Pada tahun 1988 HAB telah menyebar sejauh 5 km, dan pada tahun 1990 penyebaran HAB tercatat sejauh 12 km dari pelabuhan (UNESCO, 2000).
2.2. Kondisi lingkungan Teluk Jakarta 2.2.1. Cuaca dan iklim Musim di Teluk Jakarta dapat dibagi menjadi empat bagian berdasarkan pengaruh angin Monsun, yaitu angin Musim Barat (Desember, Januari, Februari), angin transisi Barat-Timur/Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), angin Musim Timur (Juni, Juli, Agustus), dan angin transisi Timur-Barat/Musim Peralihan II (September, Oktober, November) (Ilahude,1995). Menurut Pardjimana (1977) in Nontji (1984) pada Musim Barat bertiup angin dari arah Barat Laut dengan kecepatan rata-rata bervariasi antara 3,5 – 10 m/s. Pada Musim Barat terutama pada bulan Desember sampai Maret sering terjadi gelombang besar di teluk yang tingginya dapat mencapai 0,5-1 meter dan kadangkala disertai angin yang terjadi secara tiba-tiba sehingga dapat mengakibatkan terciptanya gelombang tinggi hingga mencapai 1,50-1,75 m.
2.2.2. Suhu Permukaan Laut (SPL) Distribusi SPL di Teluk Jakarta menurut Arief (1980) in Syah (2003) terbagi berdasarkan musim. Pada Musim Barat nilai rata-rata SPL sebesar 29,25oC.
Sedangkan pada Musim Peralihan I rata-rata SPL sebesar 30,10oC. Pada Musim Timur dan Musim Peralihan II SPL rata-rata sebesar 29,75oC (Tabel 2). Rata-rata SPL terendah terjadi pada musim barat disebabkan oleh tingginya curah hujan dan kecepatan angin (Ilahude, 1995). Tabel 2. Data parameter oseanografi Teluk Jakarta (Ilahude, 1995) Musim
SPL (oC)
Salinitas permukaan
Barat
28,5-30,0
25,0-32,5
Peralihan I
29,5-30,7
28,0-32,5
Timur Peralihan II
28,5-31,0 28,5-31,0
29,0-32,0 28,0-32,0
Pengukuran lain terhadap SPL yang dilakukan oleh Razak dan Muchtar (2003) di Teluk Jakarta tidak menunjukan data yang berbeda nyata yaitu sekitar 28,59 –32,50oC (rata-rata 29,42oC) pada bulan Juni 2003 dan sekitar 29,11 – 31,28oC (rata-rata 29,69oC) pada bulan September 2003. Daerah permukaan perairan yang menunjukan suhu tertinggi terdapat di dekat PLTU Muara Karang dengan nilai sebaran lebih dari 32,0oC. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh Thermal pollution dari pengaruh PLTU Muara Karang (Razak dan Muchtar, 2003).
2.2.3. Salinitas Salinitas tahunan di Teluk Jakarta memiliki nilai maksimal (32,5) yang dijumpai pada bulan November dan Mei sedangkan nilai minimal (25,0) dijumpai pada akhir Musim Barat yaitu pada bulan Januari (Tabel 2). Nilai salinitas ini tidak berbeda jauh dari penelitian yang dilakukan oleh Damar (2001) pada bulan April dan Juli tahun
2000 dengan kisaran salinitas 26,9-33,4 dimana nilai terendah ditemukan di muara sungai dan nilai yang tinggi terdapat di lepas pantai. Hasil berbeda ditunjukan oleh Razak dan Muchtar (2003) yang melakukan penelitian pada bulan Juni 2003 dimana nilai salinitas permukaan perairan berkisar 20,3–32,0 dengan rerata 31,1. Pada bagian tengah teluk pengaruh sungai berkurang sedangkan di bagian barat teluk pengaruh saluran Cengkareng meningkat .Salinitas terendah di dapatkan di Tanjung Priok dan Cilincing sesuai dengan arah arus yang bergerak menuju ke barat.
2.2.4. Arus dan pasang surut Pengukuran arus laut dengan menggunakan Current meter CM2X dari tanggal 17-22 Juni 2003 menunjukan arus laut di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh angin Timur dengan kecepatan arus sebesar 0,3-53 cm/s (Razak dan Muchtar, 2003). Pada bagian barat teluk arah arus menuju ke Barat dan kemudian dibelokkan ke Utara. Pengukuran pada tanggal 4-8 September 2003 menunjukan bahwa arus di Teluk Jakarta dipengaruhi angin Timur Laut dengan kecepatan 4-43 cm/s dengan arah arus bergerak dari dekat muara S.Kamal, S.Cengkareng ke Timur Laut menuju S.Angke dan S.Ciliwung. Menurut Helfinalis (2004) pada pengukuran arus yang dilakukan tanggal 24-27 Mei 2004, arus bergerak menuju Barat-Barat Daya pada bulan Mei dengan kecepatan rata-rata 25 cm/s. Secara umum untuk Musim Barat arah arus bergerak dari Barat ke Timur Teluk Jakarta sedangkan untuk Musim Timur arah arus bergerak dari Timur ke Barat
Pasang surut di Teluk Jakarta termasuk tipe diurnal (harian tunggal) dimana dalam 24 jam terdapat satu kali pasang dan satu kali surut. Kedudukan air tertinggi sekitar 60 cm diatas mean sea level dan kedudukan air terendah sekitar 50 cm dibawah mean sea level (Dinas Hidro-Oseanografi, 1985 in Meliani, 2006).
2.2.5. Kandungan nutrien Konsentrasi nutrien cenderung meningkat (eutrofikasi) hingga empat kali lipat di Teluk Jakarta antara tahun 1970 hingga 2003. Khususnya pada daerah muara sungai hingga 5 km dari garis pantai (Arifin et al., 2003 in Wouthuyzen, 2006). Konsentrasi nutrien di Teluk Jakarta mengalami perubahan berdasarkan musim dan asupan air dari sungai. Sebaran konsentrasi fosfat paling tinggi terjadi pada Musim Barat dimana daerah dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada bagian barat teluk (0,60 ug/l) dan menurun hingga kurang dari 0,20 ug/l di dekat pelabuhan Tanjung Priok, tetapi kemudian meningkat kembali di bagian timur Teluk Jakarta (Ilahude, 1995). Sebaran konsentrasi nitrat dan silikat ditemukan tertinggi selama Musim Barat dengan nilai masing masing sebesar 2,5 ug/l dan 27 ug/l yang mendapatkan pengaruh dari aliran sungai (Ilahude,1995).
2.2.6. Transparansi perairan Pengukuran transparansi Razak pada bulan Juni 2003 menunjukan nilai transparansi permukaan perairan berkisar antara 0-51% dengan rata-rata 21%. Pada bulan September 2003 nilai transparansi di permukaan perairan berkisar antara 2-43% dengan rata-rata 20% (Razak dan Muchtar, 2003).
2.2.7. Padatan Tersuspensi Pengukuran padatan tersuspensi perairan di Teluk Jakarta pada tanggal 24-27 Mei 2004 menunjukan bahwa nilai sebaran padatan tersuspensi permukaan mencapai nilai tertinggi disebelah Utara Muara Cengkareng dan Muara Baru (0,08-0,09 gr/l) (Helfinalis, 2004). Nilai tersebut berada diatas ambang batas Kementrian Lingkungan Hidup/KLH (0,07 gr/l). Hal ini diduga disebabkan suplai air dari sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta mengandung sedimen hasil dari aktivitas pengerukan yang terjadi di hulu sehingga meningkatkan konsentrasi padatan tersuspensi.
2.2.8. Klorofil-a Pengukuran in situ klorofil-a di Teluk Jakarta oleh Damar (2001) menunjukan bahwa perubahan spasial klorofil-a secara spasial lebih besar dari pada perubahan secara temporal. Konsentrasi rata-rata pertahun untuk klorofil-a di Teluk Jakarta adalah 8,43 mg/m3 (berkisar antara 0,21-31,60 mg/m3). Pengukuran produktivitas primer yang juga dilakukan oleh Damar (2001) di Teluk Jakarta dengan metode Steeman Nielsen menunjukan bahwa di dekat pesisir nilai produktifitas primer lebih besar daripada kearah offshore dengan nilai rata-rata produktifitas primer yang didapat adalah (252 g C m-2 tahun-1). Penelitian yang dilakukan Wouthuyzen (2007) dengan melakukan ekstraksi konsentrasi klorofil-a melalui satelit Aqua-MODIS didapatkan konsentrasi klorofil-a rata-rata 10 harian untuk keseluruhan Teluk Jakarta 0,323-2,965 mg/m3, sedangkan untuk wilayah yang lebih difokuskan pada pantai Muara-Baru-Ancol-Karnaval, konsentrasi klorofil-a memiliki rentang 0,828 – 5,946 mg/m3. Kisaran rata-rata
bulanan terendah dan tertinggi untuk perairan Teluk Jakarta masing-masing adalah 0,416 dan 1,605 mg/m3, sedangkan untuk pantai Muara-Baru-Ancol-Karnaval memiliki konsentrasi terendah dan tertinggi sebesar 0,940 mg/m3 dan 3,432 mg/m3. Nilai kisaran rata-rata 10 harian dan bulanan di kedua lokasi terebut menunjukkan pola yang sama, yaitu konsentrasi klorofil-a di pantai Muara-Baru-Ancol-Karnaval 2 kali lebih tinggi dari pada keseluruhan Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan daerah Muara-Baru-Ancol-Karnaval dekat dengan daratan Pulau Jawa, sehingga mendapat lebih banyak pasokan nutrien (fosfat dan nitrat) yang berasal dari darat dibandingkan dengan Teluk Jakarta secara keseluruhan dimana hal ini sejalan dengan penemuan Damar (2001). Menurut Hendiarti et al (2004) klorofil-a di Teluk Jakarta bernilai tinggi antara 2,5 dan 3 mg/m3 pada daerah muara sungai dan lebih dari 10 mg/m3 untuk daerah dekat pantai untuk bulan Maret dan April. Hal ini terjadi karena pengaruh musim transisi antara musim kemarau dan musim penghujan. Sementara itu jika konsenstrasi klorofil-a mencapai lebih dari 3 mg/m3 di Teluk Jakarta, maka perairan akan menjadi keruh sehingga dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu. Menurut Meliani (2006) konsentrasi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS pada Musim Barat memiliki kisaran sebesar 1,00-7,13 mg/m3, sedangkan pada Musim Timur sekitar 0,50-6,36 mg/m3. Hal tersebut mengindikasikan konsentrasi klorofil-a cenderung lebih tinggi pada Musim Barat daripada Musim Timur.
2.3. Fenomena harmful algae bloom dan kematian massal ikan di Teluk Jakarta Kejadian harmful algae bloom (HAB) diperkirakan telah terjadi sejak lama di Teluk Jakarta. Pada tahun 1978 telah terjadi ledakan populasi alga jenis Dynophysis caudata. Pada tahun 1986 dan 1993 telah terjadi ledakan populasi alga jenis Noctiluca sp yang mengakibatkan kematian massal ikan (Arifin et al., 2003 in Wouthuyzen, 2006). Kematian massal ikan yang disebabkan oleh HAB telah terjadi dua kali pada tahun 2004 (Wouthuyzen, 2006). Kejadian pertama dilaporkan pada bulan Mei 2004 yang terjadi akibat blooming jenis diatom Skeletonema costatum, Thalassiora mala, dan Chaetoceros pseudocurvicetus, serta jenis dinoflagellata Prorocentrum micans. Kematian massal ikan yang kedua tercatat terjadi pada bulan Desember 2004 yang diakibatkan blooming algae jenis Noctiluca (Wouthuyzen , 2006). Kejadian HAB telah tercatat sebanyak empat kali pada tahun 2005. Kejadian pertama terjadi pada tanggal 13 April 2005 dan menyebabkan kematian massal ikan yang disebabkan oleh alga jenis Stenophysis (Gambar 1). Kejadian kedua terjadi pada tanggal 15 Juni 2005 yang juga menyebabkan kematian massal ikan dan biota dasar perairan khususnya di Pantai Marina, Pantai Festival, dan Pantai Hotel Mercure. Kejadian yang ketiga terjadi pada tanggal 5 Agustus 2005. Kejadian ini disebabkan oleh alga jenis Tricodesnium sp tetapi tidak sampai menyebabkan kematian massal ikan. Kejadian yang keempat terjadi pada tanggal 16 Oktober 2005 menyebabkan ikan dalam keadaan mabuk. Hal ini berdampak pada perairan sehingga menyebabkan Hypoxia (kondisi oksigen minim) dan berpengaruh terhadap terumbu karang dan ikan di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (Wouthuyzen, 2006).
Pada tahun 2007 kejadian HAB berlanjut dan terjadi dua kali yaitu pada tanggal 5 April 2007 yang terjadi disekitar pantai Muara Baru, Ancol, dan pantai Karnival. Sedangkan kejadian kedua pada tanggal 16 November 2007 yang terjadi disekitar pantai Ancol-Karnival dengan jenis fitoplankton yang mendominasi adalah Skeletonema costatum dan Chaetoceros sp. Kedua kejadian ini telah menimbulkan kematian massal ikan di Teluk Jakarta. Model peringatan dini dari kejadian blooming algae telah dikembangkan oleh Wouthuyzen (2006) dengan mengelompokan konsenstrasi klorofil-a dari citra satelit Aqua-MODIS menjadi 3 kondisi, yaitu: 1. Kondisi aman, jika nilai konsentrasi klorofil-a < 5 mg/m3 2. Kondisi siaga, jika nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 5 mg/m3 dan kurang dari 10 mg/m3 3. Kondisi bahaya, jika nilai konsentrasi klorofil-a ≥ 10 mg/m3 dan sebarannya menutupi lebih dari setengah Teluk Jakarta.
Gambar 1. Kematian massal ikan akibat harmful alge bloom pada bulan April dan Juni 2005 (Wouthuyzen, 2006)
2.4. Estimasi klorofil-a dari satelit Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air serta mampu berfotosintesis (Nybakken, 1992). Kemampuan fitoplankton untuk mengubah zat anorganik menjadi zat organik bergantung kepada cahaya matahari dan pigmen fotosintesis. Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Spektrum cahaya terpenting untuk fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton adalah cahaya biru. Absorbsi cahaya biru oleh fitoplankton lebih efektif dibandingkan cahaya hijau, oleh karena itu rata-rata kecepatan proses fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton lebih tinggi pada spektrum cahaya tersebut (Wallen and Geenn, 1971 in Yentsch, 1974). Klorofil-a merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada fitoplankton (Parsons et al., 1977). Oleh karena itu, konsentrasi klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton dan potensi organik di suatu perairan. Klorofil-a memiliki karakteristik spektral yang spesifik karena dapat mengabsorbsi sinar biru (400-515 nm) secara kuat dan merefleksikan sinar hijau (515-600 nm) sehingga mempengaruhi warna air laut (Kirk, 1994). Pengamatan klorofil-a melalui satelit sangat bergantung pada bagaimana klorofil-a mempengaruhi warna perairan. Satelit menggunakan sifat pantulan optis air untuk mengidentifikasi klorofil-a. Namun seringkali pantulan yang didapat tidak hanya murni berasal dari klorofil-a tetapi juga dipengaruhi oleh komponen lain (Gambar 2). Berdasarkan sifat optiknya Gordon dan Morel (1983) in IOCCG (2000) membagi kasus air menjadi dua yaitu, kasus air satu merupakan kondisi dimana fitoplankton mendominasi sifat optik
perairan. Sedangkan pada kasus air dua sifat optik perairan selain dipengaruhi oleh fitoplankton juga dipengaruhi material terlarut dan yellow substance.
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi pantulan sinar yang diterima oleh satelit (IOCCG, 2000). a. Hamburan keatas akibat inorganic suspended material, b. Hamburan keatas akibat pantulan molekul air, c. Penyerapan dari yellow substance, d. Pantulan dasar perairan, e. Pantulan keatas akibat fitoplankton
2.4.1. Karakteristik sensor Aqua-MODIS Sensor MODIS memiliki 36 kanal dengan kisaran spektral panjang gelombang (0,4 - 14,4 µm). Sebagian besar kanal MODIS memiliki resolusi spasial sebesar 1 km (29 kanal), tetapi terdapat juga kanal yang memiliki resolusi spasial sebesar 250 m (2 kanal) dan 500 m (5 kanal), dimana 2 kanal pada 500 m dan 1 kanal pada 250 m memiliki rentang spektral pada daerah tengah sinar tampak (Tabel 3 dan Tabel 4). Sensor MODIS pertama kali diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 yang
dibawa oleh satelit Terra dengan spesifikasi teknis untuk mengamati daratan. Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan satelit MODIS yang dibawa oleh satelit Aqua dengan spesifikasi untuk daerah perairan (Maccherone, 2005).
Tabel 3. Spesifikasi teknis dari satelit Aqua-MODIS (Maccherone, 2005) Orbit Luas Liputan Ukuran Berat Tenaga Kuantisasi data Resolusi Spasial Umur desain
705 km, 1:30 p.m, ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, sirkular 2330 km (cross track) dengan lintang 10 derajat lintasan pada nadir 1,0 x 1,6 x 1,0 m 228,7 kg 162,5 W (single orbit average) 12 bit = 4096 250 m (band 1-2) 500 m (band 3-7) 1000 m (band 8-36) 6 tahun
Satelit Aqua-MODIS mempunyai orbit polar sun-synchronus, yang artinya satelit akan melewati tempat-tempat pada lintang dan waktu lokal yang sama. Satelit ini melintasi equator pada siang hari mendekati pukul 13.30 waktu lokal dan mengelilingi bumi setiap satu sampai dua hari dengan arah lintasan dari kutub selatan menuju kutub utara (ascending node) pada ketinggian 705 km (Maccherone, 2005).
2.4.2. Karakteristik sensor SeaWiFS Satelit SeaWiFS pertama kali dioperasikan pada tanggal 18 September 1997 dan sejak itu telah memproduksi perkiraan karakteristik bio-optikal dan klorofil-a perairan global. Satelit SeaWiFS adalah program kerjasama antara NASA-GSFC (National Aeronautics and Space Administration – Goddard Space Flight Center) dengan OCS (Orbital Sciences Corporation). Satelit tersebut mengambil data di permukaan bumi
dengan resolusi temporal harian. Sensor SeaWiFS memiliki 8 kanal dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak dengan resolusi spasial 1 km (Tabel 5).
Tabel 4. Spesifikasi dari kanal satelit Aqua-MODIS (Maccherone, 2005) Kegunaan Utama
Kanal
Darat/Awan/Aerosols Boundaries Darat /Awan/Aerosols Properties
Ocean Color/ Firoplankton/ Biogeokimia
Atmospheric Water Vapor Surface/Cloud Temperature
Atmospheric Temperature Cirrus Clouds Water Vapor Cloud Properties Ozone Surface/Cloud Temperature Cloud Top Altitude
SNR : Signal-to-Noise-Ratio
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Panjang gelombang (nm) 620 - 670 841 - 876 459 - 479 545 - 565 1230 - 1250 1628 - 1652 2105 - 2155 405 - 420 438 - 448 483 - 493 526 - 536 546 - 556 662 - 672 673 - 683 743 - 753 862 - 877 890 - 920 931 - 941 915 - 965 3.660 - 3.840 3.929 - 3.989 3.929 - 3.989 4.020 - 4.080 4.433 - 4.498 4.482 - 4.549 1.360 - 1.390 6.535 - 6.895 7.175 - 7.475 8.400 - 8.700 9.580 - 9.880 10.780 - 11.280 11.770 - 12.270 13.185 - 13.485 13.485 - 13.785 13.785 - 14.085 14.085 - 14.385
Radiansi Spektral (W/m2-µmSr) 21,8 24,7 35,3 29,0 5,4 7,3 1,0 44,9 41,9 32,1 27,9 21,0 9,5 8,7 10,2 6,2 10,0 3,6 15,0 0,45(300K) 2,38(335K) 0,67(300K) 0,79(300K) 0,17(250K) 0,59(275K) 6,00 1,16(240K) 2,18(250K) 9,58(300K) 3,69(250K) 9,55(300K) 8,94(300K) 4,52(260K) 3,76(250K) 3,11(240K) 2,08(220K)
Required SNR 128 201 243 228 74 275 110 880 838 802 754 750 910 1087 586 516 167 57 250 0.05 2.00 0.07 0.07 0.25 0.25 150 0,25 0,25 0,05 0,25 0,05 0,05 0,25 0,25 0,25 0,35
Resolusi Spasial
250 m 250 m 500 m 500 m 500 m 500 m 500 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m 1000 m
Menurut McClain et al. (1998) harapan tingkat akurasi SeaWiFS dalam pendugaan konsentrasi klorofil-a adalah 65 % untuk kasus perairan satu (reflektansi didominasi penyerapan pigmen). Supaya data hasil observasi satelit lebih akurat maka sekarang telah dikembangkan koreksi (reprocessing) terhadap matahari dan bulan dengan kalibrasi dataset pada 765 nm dan 865 nm. Kalibrasi terhadap matahari dilakukan secara harian dengan tujuan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi di instrumen secara tiba-tiba (bukan kalibrasi jangka panjang). Sedangkan kalibrasi terhadap bulan dilakukan secara bulanan dengan cara merotasi satelit dan melakukan Scanning terhadap bulan yang mempunyai reflektansi konstan. Tabel 5. Karaktersitik sensor SeaWiFS (NASA, 1998) Spesifikasi SeaWiFS Panjang gelombang (λ) 402-422 nm 433-453 nm 480-500 nm 500-520 nm 545-565 nm 660-680 nm 745-785 nm 845-885 nm
Kanal 1 2 3 4 5 6 7 8 Sensor Tipe orbit Periode orbital Resolusi temporal Lebar sapuan Lebar sapuan Resolusi spasial Transfer data real time
Sun synchronous di 705 km 99 menit 1 hari 2,801 km LAC/HRPT (58.3o) 1.502 km GAC (45o) 1,1 km LAC, 4.5 km GAC 665 kbps
2.4.3. Perbandingan sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS Perbedaan jenis sensor dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran. Werdell (2004) telah membandingkan produk konsentrasi klorofil-a dari sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS berdasarkan nilai radiansi, ketersediaan band, koreksi out of band, dan algoritma pendugaan klorofil-a (Tabel 6) Tabel 6. Perbandingan produk klorofil-a dari sensor Aqua-MODIS dan SeaWiFS (Werdell, 2004). Perbedaan Normalisasi Lw (Nilai Radiansi)
Keterangan Terdapat beberapa metode untuk koreksi sensor berdasarkan kedudukan matahari dan kondisi atmosfer, seperti koreksi Wang Fresnel, koreksi Morel-GothicR, Koreksi Morel f/Q
Ketersediaan Kanal/Band
Band yang digunakan bersamaan dalam menghasilkan produk klorofil-a di kedua sensor adalah panjang gelombang 412 nm dan 443 nm (SeaWiFS band 1 dan 2, AquaMODIS band 8 dan 9) Normalisasi dilakukan untuk menghilangkan efek spektral di nLw (λ). Dengan asumsi pendugaan terjadi di kasus air satu. Sedangkan untuk kasus air dua nilai nLw sangat beragam Algoritma OC4v4 menduga maksimum dengan menggunakan kanal 443, 490 dan 510 nm. Sedangkan algoritma OC3M menggunakan kanal 443 dan 488 nm.
Koreksi out-of-band
Algoritma pendugaan klorofil-a
Solusi operasi Sensor SeaWiFS mengadopsi koreksi dengan metode Wang Fresnel, sedangkan AquaMODIS menggunakan metode Morel-Gothic-R dan f/Q Semua proses operasi SeaWiFS dan AquaMODIS menggunakan koreksi out-of-band.
Setelah proses normalisasi kanal 412 dan 443 nm akan sangat identik dengan kasus air satu Algoritma OC4v4 digunakan untuk sensor SeaWiFS sedangkan OC3M untuk sensor AquaMODIS (O’Reilly et al., 2000)
3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan waktu penelitian Lokasi penelitian adalah Teluk Jakarta dengan koordinat 5o55’30” LS-6o07’00” LS dan 106o42’30” BT -106o59’30” BT (Gambar 3). Variabilitas konsentrasi klorofil-a berdasarkan data satelit ditentukan melalui ekstraksi konsentrasi klorofil-a dari lokasi A dan B yang dipilih berdasarkan pertimbangan dapat mewakili daerah Teluk Jakarta. Ukuran piksel lokasi A dan B adalah 2 x 2 piksel dengan resolusi 9 x 9 km2 sehingga luasan tiap area masing-masing adalah 324 km2. Pemilihan kedua lokasi ekstraksi klorofil-a ini juga berdasarkan pertimbangan untuk membedakan pengaruh tak langsung dari aliran sungai (lokasi A) dan pengaruh langsung dari aliran sungai (lokasi B). Letak geografis lokasi A adalah 5o33’21”LS - 5o37’44” LS dan 106o47’24” BT-106o52’12” BT, sedangkan untuk letak geografis lokasi B adalah 5o57’7” LS – 5o59’38 LS dan 106o47’24” BT-106o52’12” BT (Gambar 3). Periode pengamatan variabilitas klorofil-a berdasarkan data satelit adalah September 1997- September 2007. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 3. Lokasi Penelitian Teluk Jakarta. Kotak A dan B merupakan daerah ekstraksi citra satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS level 3 dengan area 18 x 18 km (2 x 2 piksel). Simbol segitiga berwarna merupakan stasiun pengukuran parameter kualitas perairan yang dilakukan P2O-LIPI.
3.2. Alat dan bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data citra satelit komposit level 3 bulanan beresolusi 9 x 9 km dari Aqua-MODIS periode Juli 2002-Desember 2007 dan SeaWiFS periode bulan September 1997 – Desember 2007 yang diambil dari situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Selain itu digunakan pula data kualitas perairan hasil pengukuran lapangan P2O-LIPI (4 Maret 2004-28 November 2004). Sebagai data penunjang digunakan data Suhu Permukaan Laut (SPL) dari sensor AVHRR melalui situs http://poet.jpl.nasa.gov, data arah dan kecepatan angin harian serta data curah hujan harian dari stasiun maritim BMG Tanjung Priok. Ekstraksi dan penghitungan konsentrasi klorofil-a dari satelit dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pendukung pengolah citra satelit SeaDAS 5.2 (SeaWiFS DAta Set) yang berjalan dibawah sistem operasi linux versi Ubuntu 7.0. Hal ini dengan alasan perangkat lunak ini menggunakan algoritma khusus untuk menghitung konsentrasi klorofil-a dari citra satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS. Penghitungan data arah dan kecepatan angin menggunakan program WRPLOT dari situs http://www.weblakes.com, sedangkan analisis statistika menggunakan program STATISTIA 6.0.
3.3. Metode pengolahan data Proses pengolahan terdiri dari beberapa bagian seperti pengambilan data insitu kualitas perairan, pengumpulan data klimatologi (curah hujan, arah dan kecepatan angin) dari stasiun BMG Tanjung Priok, dan pengolahan data satelit (SeaWiFS, Aqua-MODIS dan AVHRR) seperti tersaji pada Gambar 4.
Mulai
Aqua-MODIS Level 3
SeaWiFS Level 3
AVHRR (SPL) Level 3
Algoritma OC3M (MODIS) dan OC4v4
Algoritma pathfinder v.5
Stasiun BMG (Curah hujan dan Angin)
Data insitu P2OLIPI
Ekstraksi central pixel klorofil-a dan SPL di lokasi A dan B
Distribusi temporal Analisis Time series (PSD) Pembahasan
Selesai
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data Pengukuran parameter fisika kualitas perairan in situ yang dilakukan oleh P2OLIPI meliputi suhu permukaan laut (SPL) dan salinitas yang diukur dengan digital termometer dan CTD (Conductivity Temperature Depth). Pengukuran parameter biologi kualitas perairan dilakukan di laboratorium P2O-LIPI. Sampel dari air laut sebanyak 1000 ml ditempatkan dalam botol plastik kemudian disimpan dalam kotak
tertutup rapat yang diberi es. Setelah itu sebanyak 200 ml dari air sampel diambil dan diukur konsentrasi klorofil-a dan faeofitin-a yang dinyatakan dalam μg/l dengan cara menyaring sampel tersebut melalui filter fiber glass (GF/C). Klorofil-a yang tesaring dalam filter tersebut kemudian diekstraksi menggunakan 8-10 ml aseton 90 % selama 20-24 jam. Setelah itu sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2000-2500 RPM, dan dibaca menggunakan Turner Flourometer Model 450. Prosedur pengukuran klorofil-a mengikuti metode baku Strickland dan Parson (1972) in Wouthuyzen (2006) Proses pengolahan data konsentrasi klorofil-a dari satelit menggunakan perangkat lunak SeaDAS 5.2 yang menyediakan fasilitas untuk memproses data citra AquaMODIS dan SeaWiFS level 3 dengan sekaligus melakukan koreksi geografis, koreksi atmosferik dan langsung menerapkan algoritma bio-optikal untuk menghitung konsentrasi klorofil-a. Algoritma yang digunakan untuk menduga konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS adalah OC3M (Ocean Chlorophyll 3-band algorithm MODIS) dan untuk citra SeaWiFS menggunakan OC4v4 (Ocean Chlorophyll 4-band algorithm version 4). Algoritma pendeteksi klorofil-a ini dibuat berdasarkan pengambilan data insitu SeaBAM dengan karakteristik dataset sebagai berikut (O'Reilly et al., 2000) : 1. Sebagian besar data berasal dari case one water dan perairan non polar. 2. Nilai konsentrasi klorofil-a yang didapat dari perairan oligotropik sebagian besar bernilai kurang dari 0,05 mg/m3 dan dari daerah perairan eutropik memiliki nilai lebih dari 3 mg/m3.
3. Nilai klorofil-a insitu didapat dari pengukuran florometrik dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). 4. Terjadi pergesaran dan penyesuaian nilai Rrs (λ) (radiansi) dari sensor SeaWiFS dan Aqua-MODIS. Algoritma OC4v4 untuk SeaWiFS dikembangkan melalui pengambilan data SeaBAM berjumlah 2853 dataset menggunakan pendugaan ordo Single polynomial 443 Function dengan nilai reflektansi Rrs 555 , Rrs
490 555
, Rrs
510 555
. Algoritma OC4v4 ini
menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm, 490 nm dan 510 nm terhadap kanal 555 nm untuk menentukan nilai konsentrasi klorofil-a. Persamaan algoritma OC4v4 (O'Reilly et al., 2000) dapat ditulis sebagai berikut : Ca = 10
0 , 366 − 3, 067 R +1, 930 R 2 + 0 , 649 R 3 −1, 532 R 4
…..……………(1)
⎛ Rrs (443) ⎞ ⎛ Rrs (490) ⎞ ⎛ Rrs (510) ⎞ ⎟⎟ > ⎜⎜ ⎟⎟ > ⎜⎜ ⎟⎟ ………………….(2) R = log10 ⎜⎜ ⎝ Rrs (555) ⎠ ⎝ Rrs (555) ⎠ ⎝ Rrs (555) ⎠
Keterangan : Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) R = Rasio reflektansi Rrs = Remote sensing reflectance Algoritma OC3M untuk Aqua-MODIS menggunakan pengukuran in situ yang sama tetapi menggunakan rasio perbandingan kanal yang berbeda. Algoritma ini menggunakan nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm dengan persamaan sebagai berikut (O'Reilly et al., 2000) : Ca = 10
0 , 283 − 2 , 753 R +1, 457 R 2 + 0 , 659 R 3 −1, 403 R 4
…..……….(3)
⎛ Rrs(443) ⎞ ⎛ Rrs (488) ⎞ ⎟>⎜ ⎟ …….………………………(4) ⎝ Rrs(551) ⎠ ⎝ Rrs(551) ⎠
R = log 10 ⎜
Keterangan : Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) R = Rasio reflektansi Rrs = Remote sensing reflectance
3.4. Pengolahan suhu permukaan laut dari satelit Suhu Permukaan Laut (SPL) dihasilkan dari satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High Resolution Radiometer) dengan menggunakan algoritma pathfinder v5. Algoritma ini dibuat dengan tujuan menyediakan data SPL time series GAC (Global Area Coverage) dengan resolusi spasial 4 x 4 km2 (Kilpatrick et al., 1998). Satelit yang digunakan untuk memproduksi SPL dengan algoritma pathfinder v5 adalah NOAA 9, NOAA 11, NOAA 14, NOAA 16, NOAA 17 dan NOAA 18. Algoritma SPL pathfinder v5 merupakan modifikasi dari algoritma SPL Non Linier (NLSST) yang dibuat berdasarkan perbedaan nilai suhu kecerahan pada kanal 4 dan 5 (T4-T5). Koefisien algoritma (T4-T5) dihitung berdasarkan 2 kelompok uap air yaitu, T4-T5 ≤ 0,7oC dan T4-T5 > 0,7oC (Kilpatrick et al., 2001; Evans dan Podestà, 1998). SPL = a + bT 4 + c(T 4 − T 5) SPL guess + d (sec(q ) − 1)(T 4 − T 5) ….….(5)
Keterangan : a, b, c, dan d = koefisien determinasi regresi linier pada data base SPL in situ hasil mooring dan buoy dengan resolusi spasial antar pengukuran
0,1o dan resolusi temporal tidak lebih dari 30 menit. SPLguess merupakan nilai perkiraan pertama SPL dari Reynolds OISST dan q merupakan sudut zenith dari satelit. Pengolahan SPL Teluk Jakarta dari AVHRR menggunakan menu siang hari (day time) pada situs http://poet.jpl.nasa.gov. Hal ini dilakukan agar mendapatkan SPL yang sama waktunya dengan nilai konsentrasi klorofil-a dari sensor SeaWiFS dan Aqua-MODIS. Nilai overall quality level yang digunakan saat memproses SPL Teluk Jakarta adalah 4 (0-7) sehingga didapatkan banyak piksel kategori baik dengan skala global dilokasi tersebut.
3.5. Analisis deret waktu
Variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta secara temporal dapat diperjelas dengan melihat periodisitas data yang dominan. Hal tersebut didapat dengan menghitung Power Spectral Density (PSD). Sebelumnya data konsentrasi klorofil-a diubah domainnya dari berbasis waktu menjadi berbasis frekuensi dengan metode Fast Fourier Transform (FFT) (Bendat dan Pierson, 1986 in Rauf, 2007) dengan persamaan : N −1
X(fk) = Δt ∑ X n exp((− i * 2π * k * n ) / N ) ………………………(6) n=0
Nilai FFT tersebut dapat diketahui nilai fungsi spektrumnya dengan menggunakan rumus : N
2
Sxx(fk) = (1 / ( N * Δt ))∑ [X ( fk )] ……………………………….(7) i =1
dimana :
N
= jumlah data
n
= jumlah data setiap I data (n= 1,2,3,4,5,………N-1)
i
= √-1 (bilangan imajiner)
fk
= menunjukkan frekuensi ke-k (1≤k≤N)
∆t
= beda waktu pengambilan data
Sxx(fk) = fungsi spektrum pada frekuensi ke-k (fk) X(fk) = fungsi Fast Fourier Transform pada frekuensi ke-k (fk)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi dan variabilitas konsentrasi klorofil-a
Berdasarkan hasil analisis data SeaWiFS, konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan untuk lokasi A periode September 1997-Desember 2007 memiliki nilai terendah 0,17 mg/m3 (Des 2001) dan tertinggi 1,22 mg/m3 (Feb 2006) dengan nilai rata-rata adalah 0,46 mg/m3 dan simpangan baku 0,18 (Gambar 5, Tabel 7). Hasil analisis konsentrasi klorofil-a dari Aqua-MODIS pada lokasi yang sama periode Juli 2002-Desember 2007 menunjukan fluktuasi konsentrasi klorofil-a terendah sebesar 0,18 mg/m3 (Nov 2004) dan tertinggi sebesar 0,93 mg/m3 (Jan 2004) dengan nilai rata-rata sebesar 0,42 mg/m3 dan simpangan baku 0,17 (Gambar 5, Tabel 8). Terdapat beberapa kekosongan data terutama pada Musim Barat yang disebabkan derajat penutupan awan yang tinggi di Teluk Jakarta pada musim tersebut. Menurut Suprapto dan Kustiyo (1999) in Gaol (2003) derajat tutupan awan rata-rata dalam satu tahun di sekitar pulau Jawa adalah 70%, sedangkan pada kondisi cerah 30%. Estimasi Konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta untuk lokasi B dari satelit SeaWiFS untuk periode yang sama dengan lokasi A memiliki nilai terendah 1,10 mg/m3 (Okt 2004) dan tertinggi 16,20 mg/m3 (Jul 2005) dengan rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 5,28 mg/m3 dan simpangan baku 3,25 (Gambar 6, Tabel 9). Estimasi konsentrasi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS pada daerah dengan kurun waktu yang sama dengan lokasi A menunjukan fluktuasi nilai konsentrasi klorofil-a terendah dengan nilai 0,58 mg/m3 (Des 2003) dan tertinggi 13,95 mg/m3 (Apr 2004)
dengan rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 4,77 mg/m3 dan simpangan baku 2,98 (Gambar 6, Tabel 10). Pada pengamatan variabilitas konsentrasi klorofil-a Teluk Jakarta lokasi B terdapat kecocokan kejadian dimana nilai konsentrasi klorofil-a dari satelit SeaWiFS pada bulan Mei 2004 (9,94 mg/m3) tinggi bercocokan dengan kejadian meledaknya populasi mikroalga berbahaya Harmful Algae Bloom (HAB) pada bulan Mei 2004 dan bulan Juli 2005 (16,20 mg/m3) dengan kejadian HAB pada bulan Agustus 2005. Data dari Aqua-MODIS bulan April 2004 (13,95 mg/m3) dan Desember 2004 (13,94 mg/m3) berkecocokan dengan kondisi HAB pada bulan yang sama dan menyebabkan terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta (Wouthuyzen, 2006). Kekosongan data lebih banyak terjadi pada lokasi B dibandingkan lokasi A yang kemungkinan terjadi akibat derajat penutupan awan yang tinggi pada Musim Barat dan Musim Peralihan II. Selain itu proses tumpang tindih darat (landmasking) pada pengolahan data SeaWiFS dan Aqua-MODIS level 3 (resolusi 9 km) diprogram SeaDAS 5.2 diduga turut menambah kekosongan data pada lokasi B yang lebih berdekatan dengan daratan dibandingkan lokasi A. Secara umum pada kedua lokasi (A dan B) di Teluk Jakarta ditemukan dua pola variabilitas konsentasi klorofil-a yaitu kecenderungan nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada Musim Barat dan Musim Timur, sedangkan nilai-nilai relatif rendah terjadi pada Musim Peralihan I dan II.
Gambar 5. Variasi temporal klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi A
Gambar 6. Variasi temporal klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi B
Tabel 7. Konsentrasi klorofil-a dari citra SeaWiFS di Teluk Jakarta lokasi A Bulan
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3)
Jan
1997 ND
1998 0.30
1999 0.52
2000 0.67
2001 0.48
2002 0.67
2003 0.60
2004 ND
2005 0.69
2006 0.55
2007 0.36
Rata-rata 0.54
Feb
ND
0.22
0.59
ND
0.55
0.48
0.84
0.58
0.50
1.22
0.53
0.61
Mar
ND
0.31
0.42
0.41
0.36
0.49
0.64
0.37
0.86
0.95
0.38
0.52
Apr
ND
0.24
0.34
0.29
0.27
0.27
0.25
0.22
0.37
0.25
0.36
0.28
Mei
ND
0.35
0.22
0.32
0.26
0.28
0.30
0.33
0.50
0.20
0.27
0.30
Jun
ND
0.34
0.68
0.62
0.56
0.67
0.74
0.39
0.66
0.74
0.83
0.62
Jul
ND
0.34
0.59
0.65
0.57
0.58
0.58
0.49
0.60
0.68
0.64
0.57
Ags
ND
0.43
0.51
0.55
0.39
0.45
0.34
0.53
0.52
0.57
0.58
0.49
Sep
0.36
0.45
0.59
0.51
0.36
0.46
0.41
0.38
0.40
0.50
0.50
0.45
Okt
0.25
0.43
0.42
0.35
0.18
0.26
0.51
0.27
0.29
0.43
0.44
0.35
Nov
0.25
0.48
0.39
0.55
0.20
0.27
0.31
ND
0.48
0.27
0.35
0.36
Des
0.25
0.36
0.72
0.52
0.17
0.37
0.71
0.67
0.69
0.31
0.46
0.48
Ket : ND = No Data (Tidak ada data)
Tabel 8. Konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi A Bulan
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3)
Jan
2002 ND
2003 0.55
2004 0.93
2005 0.62
2006 0.42
2007 0.31
Rata-rata 0.57
Feb
ND
ND
0.63
ND
0.87
0.61
0.71
Mar
ND
0.66
0.34
0.30
0.67
0.36
0.47
Apr
ND
0.26
0.23
0.28
0.26
0.26
0.26
Mei
ND
0.35
0.31
0.41
0.22
0.27
0.31
Jun
ND
0.68
0.27
0.57
0.53
0.71
0.55
Jul
0.52
0.52
0.42
0.47
0.54
0.54
0.50
Ags
0.33
0.33
0.42
0.42
0.56
0.51
0.43
Sep
0.40
0.34
0.29
0.34
0.41
0.42
0.37
Okt
0.21
ND
0.22
0.27
0.30
0.48
0.30
Nov
ND
0.25
0.18
0.26
0.22
0.29
0.24
Des
0.360
0.55
ND
0.67
0.32
0.38
0.46
Ket : ND = No Data (Tidak ada data)
Tabel 9. Konsentrasi klorofil-a dari citra SeaWiFS di Teluk Jakarta lokasi B Bulan
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) 1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
Jan
ND
1.45
10.38
ND
ND
10.29
7.43
10.48
11.26
ND
8.24
8.50
Feb
ND
4.29
ND
ND
1.97
15.68
ND
4.83
6.85
10.08
5.36
7.01
Mar
ND
3.94
2.49
1.83
7.08
10.09
9.49
3.01
3.32
4.76
4.55
5.06
Apr
ND
4.99
2.70
10.34
9.39
4.73
4.69
8.67
1.98
9.14
9.58
6.62
Mei
ND
6.03
5.93
5.66
4.46
5.46
3.70
9.99
5.55
10.47
8.29
6.55
Jun
ND
6.47
3.42
2.13
7.00
2.81
2.89
4.72
12.28
3.49
8.34
5.36
Jul
ND
4.45
6.05
4.71
4.00
6.15
3.35
3.07
16.20
4.80
3.35
5.61
Ags
ND
4.84
2.46
3.35
3.22
4.20
2.32
2.31
4.19
4.38
3.12
3.44
Sep
2.90
3.94
2.31
3.97
3.74
2.79
2.72
2.26
7.31
3.28
2.63
3.44
Okt
1.11
11.98
ND
ND
4.53
ND
1.86
1.10
6.70
1.71
1.60
3.82
Nov
1.11
4.47
4.46
5.28
13.84
ND
ND
ND
3.54
1.40
6.38
5.06
Des
2.45
3.11
1.36
2.77
10.04
4.39
5.45
3.04
ND
4.11
ND
4.08
Ket : ND = No Data (Tidak ada data) Tabel 10. Konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi B Bulan
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) 2003 6.87
2004 3.58
2005 ND
2006 ND
2007 5.02
Rata-rata
Jan
2002 ND
Feb
ND
ND
6.11
1.00
6.54
ND
4.55
Mar
ND
3.99
3.16
5.76
4.95
1.16
3.80
Apr
ND
3.56
13.95
3.29
1.14
6.01
5.59
Mei
ND
9.46
2.88
3.11
5.70
3.40
4.91
5.16
Jun
ND
2.34
7.44
9.11
3.04
7.04
5.79
Jul
1.60
5.07
3.88
5.08
6.18
5.95
4.62
Ags
5.14
1.81
7.13
4.47
3.77
3.44
4.29
Sep
1.15
7.85
2.29
2.17
2.24
3.82
3.25
Okt
ND
ND
3.94
7.13
1.70
ND
4.25
Nov
ND
4.67
ND
ND
2.67
11.57
6.30
Des
6.84
0.58
13.94
1.99
ND
ND
5.84
Ket : ND = No Data (Tidak ada data)
Pendugaan konsentrasi klorofil-a untuk lokasi A dan B dari satelit SeaWiFS dengan menggunakan algoritma OC4v4 secara umum cenderung menghasilkan nilai duga yang lebih tinggi (over estimate) daripada satelit Aqua-MODIS dengan algoritma OC3M dengan rata-rata perbedaan konsentrasi klorofil-a 0,035 mg/m3 (lokasi A) dan 0,516 mg/m3 (lokasi B) perbulannya. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan algoritma dan sensitivitas sensor kedua satelit tersebut dalam menduga konsentrasi klorofil-a. Berdasarkan analisis data spasial, secara umum konsentrasi klorofil-a di lokasi B jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi A baik yang diduga menggunakan satelit SeaWiFS maupun Aqua-MODIS. Pada lokasi B rentang konsentrasi klorofil-a dari SeaWiFS adalah 1,10-16,20 mg/m3 dan dari Aqua-MODIS adalah 0,58-13,95 mg/m3. Sedangkan kisaran konsentrasi klorofil-a daerah A dari SeaWiFS adalah 0,171,22 mg/m3 dan dari Aqua-MODIS adalah 0,18-0,93 mg/m3. Peningkatan konsentrasi klorofil-a khususnya di lokasi B (daerah dekat pantai) secara umum mengikuti pola peningkatan jumlah curah hujan atau jumlah debit sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim Barat dan Musim Timur pada wilayah Teluk Jakarta berdasarkan data satelit SeaWiFS dan Aqua MODIS serta nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah pada Musim Peralihan sesuai dengan pola hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a in situ yang dilakukan oleh Wouthuyzen (2006) (Gambar 7). Secara khusus tingginya konsentrasi klorofil-a pada Musim Timur diduga disebabkan oleh pengadukan nutrien dari perairan yang
lebih dalam ke permukaan (upwelling). Kejadian ini diindikasikan dengan rendahnya SPL dan tingginya salinitas pada tanggal 21 Juni 2004 (Gambar 8 dan 9).
Gambar 7. Rata-rata dan simpangan baku dari konsentrasi klorofil-a berdasarkan data insitu P2O-LIPI (Wouthuyzen, 2006)
Gambar 8. Rata-rata dan simpangan baku dari suhu permukaan laut berdasarkan data insitu P2O-LIPI (Wouthuyzen, 2006)
Gambar 9. Rata-rata dan simpangan baku dari salinitas berdasarkan data insitu P2OLIPI (Wouthuyzen, 2006)
4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas konsentrasi klorofil-a
Berdasarkan hasil analisis data curah hujan yang diperoleh dari stasiun BMG Tanjung Priok, secara umum curah hujan tertinggi terjadi pada Musim Barat dan terendah pada Musim Timur setiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2002 sebesar 813,50 mm sedangkan curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Juni-Agustus (0 mm). Rata-rata curah hujan perbulan adalah 138,44 mm dengan simpangan baku 154,4 (Gambar 10). Pola curah hujan yang tinggi pada Musim Barat secara umum diikuti dengan pola konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim ini di Teluk Jakarta sehingga diduga curah hujan berpengaruh secara langsung terhadap sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta. Curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kandungan nutrien dari deposisi atmosfer maupun aliran sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Kecepatan angin pada Musim Barat secara umum relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya (Gambar 10). Hal ini dapat membantu
terjadinya percampuran nutrien dari perairan bawah ke permukaan (vertical mixing) sehingga kandungan nutrient dipermukaan menjadi lebih tinggi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi klorofil-a pada Musim Barat . Sedangkan pada Musim Peralihan I dan II kecepatan angin relatif rendah. Pada Musim Peralihan I kecepatan angin memiliki rentang (0,38-3,68 m/s) dengan rata-rata sebesar 2,12 m/s. Pada Musim Peralihan II kecepatan angin memiliki kisaran (0,645,62 m/s) dengan rata-rata 2,13 m/s. Relatif rendahnya kecepatan angin pada Musim Peralihan ini diduga tidak cukup membantu untuk terjadinya proses vertical mixing sehingga kandungan nutrien di permukaan tidak meningkat. Pada Musim Timur kecepatan angin juga relatif rendah berkisar (0,78-2,86 m/s) dengan rata-rata sebesar 2,02 m/s tetapi arah dominan cenderung konstan yang berasal dari Timur (Gambar 11). Namun demikian, berdasarkan hasil analisis data SPL dari satelit NOAA AVHRR ditemukan bahwa secara umum suhu permukaan laut rata-rata pada bulan Juli relatif lebih rendah dari bulan-bulan sebelum dan sesudahnya (Gambar 12). Hal ini mengindikasikan terjadinya proses upwelling di Teluk Jakarta. Hasil satelit ocean color juga memperlihatkan meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada Musim Timur ini. Secara umum pola SPL juga cenderung rendah pada Musim Barat. Hal ini diduga terkait dengan relatif tingginya curah hujan dan kecepatan angin pada Musim Barat di Teluk Jakarta (Gambar 12). Hasil ini sesuai dengan temuan Ilahude (1995) yang menyatakan relatif rendahnya SPL di Teluk Jakarta pada Musim Barat disebabkan oleh tingginya curah hujan dan tingginya kecepatan angin pada musim ini.
Gambar 10. Curah hujan dan kecepatan angin di Teluk Jakarta berdasarkan data stasiun BMG Tanjung Priok
Gambar 11. Variasi temporal suhu permukaan laut dari sensor AVHRR di Teluk Jakarta wilayah A dan B
(a) Desember
(b) Januari
(c) Februari
(d) Maret
(e) April
(f) Mei
(g) Juni
(h) Juli
(i) Agustus
(j) September
(k) Oktober
(l) November
Gambar 12. Mawar angin di Teluk Jakarta periode 1997-2007, Musim Barat (a,b,c), Musim Peralihan 1 (d,e,f), Musim Timur (g,h,i), Musim Peralihan 2 (j,k,l)
4.3. Spektrum densitas energi konsentrasi klorofil-a Pola fluktuasi yang digambarkan oleh sebaran temporal konsentrasi klorofil-a kadang tidak jelas sehingga sulit untuk mengetahui periode fluktuasi dari data. Oleh karena itu perlu dihitung spektrum densitas energi guna mendapatkan periode fluktuasi dari data tersebut. Spektrum densitas energi klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi A periode September 1997-Desember 2007 dari satelit SeaWiFS menunjukan nilai spektrum yang paling berpengaruh adalah 5,91 bulan. Sinyal tersebut menunjukan pengaruh musiman sangat dominan (3-6 bulan). Disamping itu juga terdapat sinyal tahunan (15,50 bulan) dan sinyal interannual (41,34 bulan) yang mungkin disebabkan oleh faktor el nino atau la nina (Gambar 13.a). Spektrum densitas energi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS dilokasi yang sama periode Juli 2002-Desember 2007 menunjukan adanya sinyal spektrum yang dominan pada periode 6,0 bulan yang termasuk sinyal musiman. Selain itu juga terdapat sinyal tahunan yang ditunjukan oleh periode 13,20 bulan (Gambar 13.b). Perhitungan spektrum densitas energi klrofil-a dari satelit SeaWiFS di Teluk Jakarta lokasi B dengan rentang waktu yang sama dengan lokasi A ditemukan terdapat sinyal dominan pada periode 12,20 bulan yang merupakan sinyal tahunan. Selain itu juga terdapat beberapa sinyal musiman lain yang tidak terlalu dominan (4,51 bulan dan 7,18 bulan) dan juga terdapat sinyal interannual (20,33 bulan dan 40,67 bulan)yang mungkin disebabkan oleh faktor yang sama dengan lokasi A seperti el nino dan la nina (Gambar 14.a).
0.5
0.5
0.5
0.4
0.4
0.4
0.3
0.3
0.3
0.3
0.2
0.2
0.5
4,04
0.2
15,50
41,34 0.2
Spectral Density
Spectral Density
5,91 0.4
6,00
13,20 0.1
0.0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Period
(a)
100
110
120
0.1
0.1
0.0 130
0.0
0.1
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Period (bulan)
(b)
Gambar 13. Spektrum densitas energi konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi A : (a) SeaWiFS (b) Aqua-MODIS Spektrum densitas energi klorofil-a dari satelit Aqua-MODIS di Teluk Jakarta lokasi B dengan periode Juli 2002-Desember 2007 menunjukan sinyal dominan pada pada periode 2,13 bulan yang menunjukan sinyal musiman. Selain periode tersebut sinyal musiman juga ditunjukan oleh periode 3,56 bulan , 4,92 bulan dan 7,11 bulan. (Gambar 14.b). Perbedaan sinyal dominan pada perhitungan spektrum densitas energi di lokasi B antara data SeaWiFS dan Aqua-MODIS diperkirakan terjadi akibat perbedaan rentang waktu antara data SeaWiFS dengan Aqua-MODIS yang terpaut jauh. Selain itu tingginya anomali konsentrasi klorofil-a di lokasi B akibat letaknya yang berdekatan dengan sungai-sungai mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam penghitungan sinyal dominan antara kedua satelit tersebut.
60
65
70
12,20 40,67
70
7,18
Spectral Density
60
20,33
4,51
50
40
80
80
80
70
70
70
60
60
50
50
40
30
30
Spectral Density
80
60
2,13
50
3,56
40
40
4,92 30
30
7,11 20
20
20
20
10
10
10
10
0 0
10
20
30
40
50
60
70
Period (bulan)
(a)
80
90
100
110
120
0 130
0
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Period (bulan)
(b)
Gambar 14. Spektrum densitas energi konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta lokasi B: (a) SeaWiFS (b) Aqua-MODIS
50
55
60
65
70
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis temporal, secara umum konsentrasi klorofil-a maksimum terjadi pada Musim Barat (Des-Feb) dan minimum terjadi pada Musim Peralihan I dan II (Apr-Mei; Sep-Okt). Hal ini diduga terkait dengan curah hujan dan kecepatan angin yang maksimum terjadi pada Musim Barat. Pada Musim Timur juga ditemukan nilai konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi dan diduga disebabkan oleh faktor upwelling yang diindikasikan dengan rendahnya suhu permukaan laut pada musim ini. Estimasi pendugaan konsentrasi klorofil-a dari SeaWiFS cenderung over estimate terhadap pendugaan dari Aqua-MODIS dengan rata-rata perbedaan perbulan sebesar 0,035 mg/m3 (lokasi A) dan 0.516 mg/m3 (lokasi B). Hal ini diduga diakibatkan terdapat perbedaan algoritma dan sensitivitas kedua sensor tersebut dalam menduga konsentrasi klorofil-a. Berdasarkan analisis data spasial, secara umum konsentrasi klorofil-a di lokasi B jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi A baik yang diduga menggunakan satelit SeaWiFS maupun Aqua-MODIS. Peningkatan konsentrasi klorofil-a didaerah pesisir cenderung mengikuti pola curah hujan sehingga diduga curah hujan mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan konsentrasi klorofil-a di wilayah pesisir Teluk Jakarta. Berdasarkan spektrum densitas energi, variabilitas konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh faktor musiman, tahunan dan interannual. Terjadi perbedaan sinyal dominan pada lokasi B dari satelit Aqua-MODIS dan SeaWiFS yang diduga akibat tingginya anomali konsentrasi klorofil-a di lokasi tersebut.
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kecenderungan konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim Timur dengan faktor oseanografi fisika yang lebih lengkap seperti salinitas dan arus laut.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. 2004. Local Millennium Ecosystem Assessment: Condition and Trends of the Greater Jakarta Bay Ecosystem. Research Center of OceanographyLIPI. The Ministry of Environment, Republic of Indonesia. 30 pp Damar, A. 2001. Jakarta Bay: The Nutrients, Chlorophyll a and Primary Production. Forschungs-und Technologiezentrum-Westküste, Hafentörn, D-25761, Büsum, Germany. Evans, R and G. Podestà. 1998. Pathfinder sea surface temperature algorithm version 4.0. http://www.rsmas.miami.edu.groups/rrsl/pathfinder/Algorithm /23 December 2008:3.15 pm). Gaol, J.L. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur Dengan Menggunakan Multi Sensor Citra Satelit and Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Helfinalis. 2004. Laporan Akhir Penelitian Sumber Daya Laut Perairan Teluk Jakarta and Kepulauan Seribu. Biandg Dinamika Laut. Proyek Penelitian IPTEK Kelautan P2O-LIPI. Jakarta. Hendiarti, N., H. Siegel, and T. Ohde. 2004. Investigation of Different Coastal Processes in Indonesian Waters Using SeaWiFS Data. Deep Sea Research II, 51:85-97 Hu, C., K.L. Carder, and F.E. Muller-Karger. 2000. How Precise are SeaWiFS Ocean Color Estimates? Implications of Digitazion Noise Errors. Remote Sensing of Environment, 76: 239-249 Ilahude,A. G. 1995. Sebaran Suhu, Salinitas, Sigma-T and Zat Hara di Perairan Teluk Jakarta. Atlas Oseanografi Teluk Jakarta, editor: Suyarso. P2OLIPI. Jakarta, 29-100. IOCCG. 2000. Remote Sensing of Ocean Color in Coastal, and Other OpticallyComplex Waters. Sathyendranath, S.(ed), Reports of the International Ocean Colour Coordinating Group, No.3. IOCCG, Darthmouth, Canada. 140 pp Kilpatrick, K. A., G. P. Podestà, and R.E. Evans. 1998. Sea Surface Temperature Global Area Coverage (GAC) Processing Version 4.0. http://www.rsmas.miami.edu.groups/rrsl/pathfinder/Algorithm 23 Desember 2008: 3.10 pm)
Kilpatrick, K.A, G. P. Podestà, and R.E. Evans. 2001. Overview of the NOAA/NASA Advanced Very high resolution radiometer Pathfinder algorithm for sea surface temperature and associated matchup database. Journal of Geophysical Research, 106: 9179-9197. Kirk, J.T.O. 1994. Light and photosynthesis in aquatic ecosystem. 2nd ed. Cambridge University Press. Cambridge, 509 pp. Maccherone, B. 2005. About MODIS. http://modis.gsfc.nasa.gov/ (12 September 2008: 07.18 pm) McClain, C.R., M.L. Cleave, G.C. Feldman, W.W. Gregg, S.B. Hooker, and N. Kuring. 1998. Science Quality SeaWiFS Data for Global Biosphere Research. NASA/Goddard Space Flight Center. Sea Technology. Meliani, F. 2006. Kajian Konsentrasi and Sebaran Spasial Klorofil-a di Perairan Teluk Jakarta Menggunakan Citra AQUA-MODIS. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. NASA, 1998. An Overview of SeaWiFS. http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/SeaWiFS. (23 Januari 2009:11.10 am) Nontji, A. 1984. Biomassa and Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta Serta Kaitannya dengan Faktor-faktor Lingkungan. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan Oleh H. M. Eidman, Koesoebiano, D. G. Bengen, M. Hutomo and S.Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. O'Reilly, J. E., S. Maritonema, D.A. Siegel, M.C. O’Brien, D. Toole, B.G. Mitchell, M. Kahru, F.P. Chavez, P. Strutton, G.F. Cota, S.B. Hooker, C.R. McClain, K.L. Carder, F. Muller-Karger, L.H. Harding, A. Magnuson, D. Phinney, G.F. Moore, J. Aiken, K.R. Arrigo, R. Letelier, and M. Culver. 2000. Ocean Color Chlorophyll-a Algorithms for SeaWiFS, OC2, and OC4: Version 4. In Hooker, S.B & E. R. Firestone (eds.), SeaWiFS Postlaunch Tech. Report Series, Volume 11, SeaWiFS Postlaunch Calibration and Validation Analysis, Part 3. Goddard Space Flight Center, Greenbelt, Maryland. NASA/TM-2000-206892, Vol.11: 923. Parsons, T. R., M. Takahashi, and B. Hargrave.1977. Biological Oceanography Procesess. Third Edition. Pargamon Press. New York. 330 hal Rauf, M.I.A. 2007. Variabilitas Massa Air pada Lapisan Termoklin Perairan Selat Lombok and Ombai Periode Januari 2004-Juni 2005. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Razak, M. dan M. Muchtar. 2003. Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta and Sekitarnya. Laporan akhir penelitian. P2O-LIPI. Jakarta Shutler, J.D., P.E. Land, T.J. Smith, and S.B. Groom. 2006. Extending the Modis 1 km Ocean Color atmospheric correction to the 500 m bands and 500 m chlorophyll-a estimation towards coastal and estuarine monitoring. Remote Sensing of Environment, 107:521-532. Syah, A.F. 2003. Model Hubungan Antara Karakter Spektral (Reflektansi) Klorofil-a and Konsentrasinya di Perairan Teluk Jakarta and Kepulauan Seribu.Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Tan, K.C., J. Ishizaka, S. Matsumura, F.Mo. Yusoff, and M.I.H. Mohamed. 2005. Seasonal Variability of SeaWiFS Chlorophyll-a in the Malacca Straits in Relation to Asian Monsoon. Continental Shelf Research, 26:168-178 UNESCO. 2000. Reducing megacity impacts on the coastal environment – Alternative livelihoods and waste management in Jakarta and the Seribu Islands. Coastal Region and Small Island Papers 6, UNESCO, Paris, 59 pp. Werdell, P.J. 2004. Will SeaWiFS and MODIS/Aqua Products Be Different If Lw(λ) Is Perfectly Retrieved. Science Systems and Applications, Inc. Wouthuyzen, S. 2006. Pemetaan and Pemantauan Kualitas Perairan Teluk Jakarta Sebagai Muara Akhir DAS JABOPUNCUR dengan Menggunakan MultiSensor and Multi-Temporal Data Citra Satelit. Laporan Kumulatif 20042006 P2O-LIPI. Jakarta. 84 hal Wouthuyzen, S. 2007. Pendeteksian Dini Kejadian Marak Alga (Harmful Algal Blooms/HAB) Perairan Teluk Jakarta and Sekitarnya. Laporan Akhir Tahun. P20-LIPI. Jakarta Yentsch, C. S. 1974. Some Aspect of the Enviromental Physiology of Marine Phytoplankton: A Second Look. Harold Bares (ed), Oceanography and Marine Biology, An Animal Review. George Allen and Unwin Ltd. London. Volume 12. hal 41 – 75.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1986 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Muhammad Irawan Dani Priyatna dan Evi Nuryanti. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Bekasi (2002-2004) dan kemudian dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2004. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten Ekologi Laut Tropis (2007). Penulis juga aktif sebagai pengurus dan mentor selam ilmiah di FDC (Fisheries Diving Club) 2005-2008. Penulis pernah mengikuti Ekspedisi Terumbu Karang Zooxanthellae VIII FDC-IPB, INRR (Kepulauan Kangean, Jawa Timur,21 Juli-20 Agus 2006), Ekspedisi Terumbu Karang Zooxanthellae IX FDC-IPB, TNC-WWF, TN-Wakatobi (Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 21 Nov-17 Des 2007). Sebelum menyelesaikan studi, penulis pernah bekerja di WCS (Wildlife Conservation Society) sebagai Remote Sensing and GIS officer (1 Februari-4 April 2008), dan mengikuti berbagai pelatihan seperti, English for Academic Purposes Training di University of Warwick, United Kingdom (14 Juni-12 September 2008), dan KAUST (King Abdullah University of Science and Technology) Scholars Events di Singapura (25-27 Maret 2008) dan Jeddah, Saudi Arabia (4 – 11 Januari 2009). Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan skripsi berjudul “Studi Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a dengan Menggunakan Data Satelit AQUA-MODIS dan SeaWiFS serta Data in situ di Teluk Jakarta”.