i
STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA
RESTU LIBRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015 Restu Libriani NIM B351130021
ii
RINGKASAN RESTU LIBRIANI. Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan WIWIN WINARSIH. Kejadian infektious bursal disease (IBD) berdampak ekonomis bagi peternak karena dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius dan menyebabkan kegagalan program vaksinasi. Reseptor VIRUS IBD pada organ limfoid diduga berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis IBD pada ayam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksin IBD yang berbeda. Sebaran reseptor pada bursa Fabricius, limpa, dan timus diamati secara mikroskopis menggunakan metode imunohistokimia dan dievaluasi menggunakan perangkat lunak Image J®. Penelitian ini menggunakan antibodi monoklonal anti sel LSCC-BK3 (Gifu University, Japan) sebagai antibodi primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa reseptor virus IBD banyak ditemukan pada bursa Fabricius kemudian limpa dan timus. Sebaran reseptor virus IBD pada organ limpa dan timus ayam yang mendapat program vaksinasi 1 kali tidak berbeda nyata dengan ayam yang mendapat program vaksinasi IBD 2 kali. Sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius ayam yang mendapat program vaksinasi 2 kali lebih banyak dibanding ayam yang mendapat program vaksinasi IBD 1 kali.
Kata kunci: ayam, IBD, imunohistokimia, reseptor, vaksinasi
iii
SUMMARY RESTU LIBRIANI. Study on Infectious Bursal Disease Virus Receptors (IBD) in Lymphoid Organs of Chicken Post Vaccination using Immunohistochemistry Method. Supervised by AGUS SETIYONO and WIWIN WINARSIH. Infectious bursal disease (IBD) affects economical impact for breeders due to it can cause damage lymphoid organ, especially bursa of Fabricius and causing failure the vaccination program. Infectious bursal disease virus receptors on lymphoid organs suspected contribute to subclinical and clinical IBD incidence in the chickens. The aim of this study was to determine and compare the distribution of IBD virus receptors on lymphoid organ of the chicken which obtained different IBD vaccination program. The presence of virus receptors in bursa of Fabricius, spleen, and thymus were observed microscopically using immunohistochemical method and evaluated with Image J® software. Monoclonal anti LSCC-BK3 (Gifu University, Japan) antibodies as primary antibody was used in this study. The result showed that IBD virus receptors found abudantly in the bursa of Fabricius, afterwards in the spleen and thymus. No significant differences of IBD virus receptor distribution within spleen and thymus between chicken which obtained once and twice IBD vaccination. Keywords: chickens, IBD, immunohistochemistry, receptor, vaccination
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
STUDI RESEPTOR VIRUS INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA ORGAN LIMFOID AYAM PASCA VAKSINASI DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA
RESTU LIBRIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
Penguji luar komisi pada ujian tesis : drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet
iii Judul Tesis : Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia Nama : Restu Libriani NIM : B351130021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Ketua
Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi APVet Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 09 Oktober 2015
Tanggal Lulus: 11 November 2015
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah reseptor IBD, dengan judul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam pasca Vaksinasi dengan Metode Imunohistokimia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet dan Ibu Dr drh Wiwin Winarsih, MSi APVet selaku pembimbing, serta Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Saudara Drh Yamin Yaddi yang telah membantu selama pengambilan sampel di Sukabumi, Jawa Barat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, (almh.) Mama, Kakakkakak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2015 Restu Libriani
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Patogenesa Reseptor Seluler Antibodi Monoklonal Imunohistokimia
3 5 6 7 8
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian Parameter Penelitian Analisis Data
9 9 9 9 9 10 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11
5 SIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
51
vi
DAFTAR TABEL 1 2
Jumlah sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus (per 1000 µm2) Skor lesio histopatologi bursa Fabricius ayam yang mendapat 1 atau 2 kali vaksinasi IBD
11 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi antibodi setelah pemberian vaksin Antibodi monoklonal dari sel hibridoma (Kohler & Milstein’s technique) Representasi foto mikrografi sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam Foto mikrografi organ bursa Fabricius ayam dengan program vaksinasi IBD Foto mikrografi organ limpa ayam dengan program vaksinasi IBD Foto mikrografi organ timus ayam dengan program vaksinasi IBD
4 8 12 14 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1
2
3
4 5 6 7 8 9
Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari)
21
22
23 24 25 26 27 28 29
vii 10
11
12
13
14
15
16
17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28
Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 15 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) Hasil uji statistik pengaruh pemberian vaksin IBD 1 kali dan 2 kali pada kelompok umur ayam yang berbeda terhadap sebaran reseptor IBD Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 2 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 2 kali
30
31
32
33
34
35
36
37 38 39 40 41 42 43
44 45 46 47 48
viii 29 30
Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 1 kali Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 2 kali
49 50
1 PENDAHULUAN Infectious bursal disease (IBD) atau gumboro merupakan penyakit infeksius pada unggas yang bersifat akut. Agen penyebab penyakit ini adalah virus genus Avibirnavirus famili Birnaviridae yang mempunyai asam inti RNA rantai ganda (Kencana et al. 2011). Virus IBD tidak infeksius pada suhu diatas 42 o C, tidak stabil pada suhu diatas 72 oC, dan perubahan pH tidak berkontribusi nyata terhadap kestabilan virus IBD (Rani & Kumar 2015). Guan et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa inaktivasi virus IBD pada suhu dibawah 0 oC menggunakan desinfektan kimia membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Virus IBD yang dikenal saat ini terdiri dari dua serotipe, yaitu serotipe 1 bersifat patogen pada ayam dan serotipe 2 tidak patogen pada ayam. Serotipe 1 pertama kali ditemukan sebagai strain klasik kemudian mengalami mutasi sebagai strain varian yang sangat ganas yaitu virus very virulent IBD (vvIBD) (Van den Berg et al. 2000). Penyebaran IBD di Indonesia pada tahun 1991 memperlihatkan bahwa hampir semua isolat yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi di berbagai wilayah di Indonesia memiliki kerabat dekat dengan virus vvIBD (Parede et al. 2010). Infectious bursal disease berdampak ekonomi bagi peternak karena dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius (imunosupresif), sehingga ayam yang terinfeksi virus IBD menjadi rentan terhadap infeksi sekunder serta dapat mengakibatkan kegagalan vaksinasi (Van den Berg et al. 2000). Selain itu, virus IBD dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi mencapai 100% dan mortalitas antara 20 sampai 30%, sedangkan untuk virus vvIBD tingkat morbiditas dan mortalitasnya dapat mencapai 100% (Enterradossi & Saif 2008; Wahyuwardani et al. 2011). Pengendalian penyakit IBD dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi. Vaksinasi yang diberikan dapat berupa vaksin aktif dari virus IBD hidup yang telah diatenuasi maupun inaktif yang dibuat dari virus IBD yang telah dimatikan tetapi tetap bersifat imunogenik. Vaksin aktif masih memiliki kemampuan untuk bereplikasi sedangkan vaksin inaktif tidak memiliki kemampuan untuk bereplikasi (Davison et al. 2008). Vaksinasi aktif yang beredar dan dipergunakan di Indonesia kebanyakan menggunakan seed virus dari strain intermediate karena penggunaan vaksin aktif strain mild dinilai kurang memberi hasil yang memuaskan (Syahroni et al. 2005). Kencana et al. (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa vaksin IBD aktif dapat menyebabkan imunosupresif terhadap respon primer (humoral) vaksin Newcastle disease (ND). Namun demikian, Niepper dan Muller (1996) menyatakan bahwa replikasi virus IBD tidak hanya terjadi karena adanya reseptor spesifik pada sel limfosit B , terdapat reseptor lain yang dimiliki Chicken embryo fibroblast (CEF) yang mampu berikatan pada kedua serotipe virus IBD. Diduga keberadaan reseptor virus IBD pada organ limfoid berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis penyakit IBD pada ayam. Reseptor merupakan molekul pada permukaan sel yang memperantarai pengikatan antara virus dan sel melalui proses perlekatan, mengikat, memicu peleburan membran, atau proses lainnya (Zhu et al. 2008). Molekul tersebut dapat berupa glikoprotein atau glikolipid misalnya heparan sulfate proteoglikan yang ada pada permukaan sel (Grove & Marsh 2011). Infeksi virus pada sel akan terjadi jika pada membran
2 plasma sel terdapat reseptor terhadap virus tersebut. Interaksi pertama virus dengan membran plasma sel kurang spesifik dan sering bersifat elektrostatik. Interaksi ini kemudian dikenali oleh membran plasma dan mendatangkan reseptor spesifik (Grove & Marsh 2011). Banyaknya kejadian IBD dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi hingga saat ini menyebabkan penyakit ini menarik untuk dikaji lebih mendalam. Setiyono et al. (2000) dalam penelitiannya mengisolasi antibodi monoklonal (AbMo) yang dapat menghambat infeksi virus IBD pada sel LSCCBK3. Sel LSCC-BK3 adalah sel lestari limfoblastoid B pada ayam yang dapat diinfeksi virus IBD (Setiyono et al. 2001). Reseptor pada LSCC-BK3 dikenali sebagai protein N-Glycosylated (Ogawa et al. 1998). Antibodi monoklonal anti sel LSCC-BK3 tersebut dapat digunakan untuk mempelajari reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam dengan metode imunohistokimia (IHK). Metode IHK merupakan metode deteksi protein antigen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi. Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR karena dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al. 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian yang berjudul Studi Reseptor Virus Infectious Bursal Disease (IBD) pada Organ Limfoid Ayam dengan Metode Imunohistokimia ini dilakukan.
Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam yang mendapatkan vaksinasi satu kali dan dua kali? 2. Bagaimana gambaran lesio histopatologi organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam yang mendapatkan vaksinasi satu kali dan dua kali?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali dan 2 kali menggunakan metode IHK. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penyebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid guna membantu penyusunan program vaksinasi IBD yang efektif di lapangan.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit IBD atau gumboro merupakan penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh virus dan bersifat akut. Agen penyakit ini adalah virus dari genus Avibirnavirus dari famili Birnaviridae. Virus IBD tidak memiliki amplop, dikelilingi oleh protein kapsid yang berbentuk icosahedral, dan memiliki dua segmen untaian ganda RNA (Enterradossi & Saif 2008). Segmen A1 merupakan penyandi protein dari viral protein 2 (VP2, 40 kD), VP3 (32 kD), VP4 (28 kD). Protein VP2 membentuk bagian luar capsid, VP3 membentuk bagian dalam capsid sedangkan protein VP4 merupakan protease virus. Protein VP2 mempunyai epitop yang spesifik, yang mengandung sedikitnya tiga epitop yang bebas dan bertanggung jawab menginduksi antibodi penetralisasi (Becht et al. 1998). Glikoperotein VP2 bertanggungjawab pada pengenalan reseptor pada sel vero pada level molekular (Yip et al. 2007). Varian alam virus IBD mengikat reseptor sel B bursa Fabricius melalui protein VP2 (Boot et al. 2000). Segmen A2 merupakan penyandi protein nonstructural VP5 (17 kD) yang kemungkinan terlibat dalam pelepasan virus dari sel serta berperan dalam menghambat proses apoptosis pada tahap awal infeksi virus IBD (Meihong & Vakharia 2006). Segmen B merupakan penyandi bagi protein VP1 (Van Den Berg 2000). Virus IBD merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B dewasa dan berdiferensiasi. Infectious bursal disease berdampak ekonomis bagi peternak karena bersifat imunosupresif sehingga ayam yang terinfeksi IBD menjadi rentan terhadap infeksi sekunder seperti coccidiosis, newcastle disease, dan colibacillosis (Davison et al. 2008). Virus IBD juga dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi bahkan mencapai 100% serta mortalitas antara 20 sampai 30% sedangkan untuk virus IBD yang sangat ganas (virus vvIBD), morbiditas dan mortalitas dapat mencapai 100% (Eterradossi & Saif 2008; Wahyuwardani et al. 2011). Virus IBD tidak infeksius pada suhu diatas 42 oC, tidak stabil pada suhu diatas 72 oC, dan perubahan pH tidak berkontribusi nyata terhadap kestabilan virus IBD (Rani & Kumar 2015). Guan et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa inaktivasi virus IBD pada suhu dibawah 0 oC menggunakan desinfektan kimia membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Kandang yang pernah terinfeksi dapat menginfeksi unggas lainnya pada 54 sampai 122 hari. Penularan dari unggas terinfeksi melalui air minum, pakan, atau kotoran (Eterradossi & Saif 2008). Infeksi virus pada ayam umur kurang dari 3 minggu biasanya subklinis dan imunosupresif sehingga menyebabkan kegagalan vaksinasi (Davison et al. 2008). Mekanisme kejadian subklinis pada ayam umur kurang dari 3 minggu diduga karena adanya peran maternal antibodi dan kejadian imunosupresif terkait dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat pada bursa Fabricius. Infeksi subklinis dapat diamati secara histopatologi (Eterradossi & Saif 2008). Virus IBD banyak menyerang ayam umur 3 sampai 6 minggu, yaitu saat perkembangan bursa Fabricius mencapai optimum dan maternal antibodi mulai menurun (Van den Berg et al. 2000). Gejala klinis yang terlihat bervariasi, tergantung dari strain virus yang menginfeksi ayam, jumlah virus, umur, galur
4 ayam, rute inokulasi dan keberadaan antibodi penetralisasi (Murphy et al. 1999). Pada ayam muda tanpa antibodi maternal, gejala klinis terlihat pada 48 jam pasca infeksi (pi) sedangkan pada ayam yang telah divaksinasi, gejala klinis terlihat 3 hari pi, dan ayam akan mati setelah memperlihatkan gejala klinis (William & Davison 2005). Gejala klinis yang terlihat akibat dari infeksi virus IBD adalah ayam lesu, nafsu makan menurun, diare, dan sayap menggantung (Eterradossi & Saif 2008). Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan perubahan patologi yang diperkuat dengan deteksi antigen virus dengan teknik IHK. Virus IBD dari strain virus vvIBD menyebabkan lesi yang parah, yang dapat teramati pada timus, limpa, bursa Fabricius, hati, ginjal, jantung, proventrikulus, gizard dan seka tonsil. Pada fase akut ditemukan adanya hipertropi, hiperemi dan udema pada bursa (Van den Berg et al. 2000). Pada 7 dan 14 hari pi bursa Fabricius ayam yang diinfeksi virus vvIBD terlihat mengecil dibandingkan dengan bursa Fabricius ayam normal. Jika terjadi penyembuhan, ukuran bursa kembali normal pada 21 hari pi (Wahyuwardani et al. 2011). Pengendalian IBD yang efektif adalah dengan melakukan program vaksinasi yang teratur, memperketat biosekuriti, dan melakukan deteksi titer antibodi untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi (OIE 2008). Program vaksinasi diperlukan agar tubuh mampu membentuk kekebalan atau daya tahan secara spesifik melalui reaksi antigen-antibodi dan pematangan sel T dan sel B memori terhadap antigen pemaparnya. Antibodi dapat berfungsi sebagai kompetitor bagi antigen virus IBD dengan reaksi inibisi, aglutinasi, presipitasi atau opsonin. Besseboua et al. (2015) yang menyebutkan bahwa vaksinasi 2 kali perlu dilakukan agar mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap IBD (Gambar 1).
Pemberian antigen A yang pertama
Pemberian antigen A yang kedua dan antigen B yang pertama Respon sekunder pada antigen A
4
Konsentrasi Antibodi
10 10³ Respon primer pada antigen A
10²
Respon sekunder pada antigen B
10¹
10° 0
7
14
21
28 35 Waktu (hari)
42
49
56
Gambar 1 Konsentrasi antibodi setelah pemberian vaksin (Campbell & Reece 2008).
5 Tipe vaksin IBD yang umum digunakan di lapangan adalah vaksin intermediate karena dapat menstimulasi ayam dalam memproduksi antibodi lebih awal dari tipe vaksin mild, tanpa menyebabkan kerusakan bursa Fabricius seperti pada tipe vaksin virulen (OIE 2008). Waktu vaksinasi tergantung pada titer antibodi maternal pada anak ayam. Titer antibodi maternal yang tinggi akan menetralisasi virus yang berasal dari vaksin sehingga respon kekebalan aktif yang dihasilkan sedikit.
Patogenesa Virus IBD dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B tumbuh kembang dan berdiferensiasi (Davison et al. 2008). Infeksi virus IBD pada umumnya melalui oral bersama pakan yang tercerna virus masuk ke dalam usus. Virus kemudian ditangkap oleh sel makrofag atau limfosit di usus sebagai Antigen Presenting Cell (APC) (Eterradossi & Saif 2008). Selanjutnya masuk ke hati lalu ke sistem sirkulasi dan terjadi viremia primer. Antigen virus ditemukan pada sel limfoid bursa ± 11 jam pi tetapi belum ditemukan pada jaringan limfoid lain. Di bursa virus bereplikasi paling banyak. Target dari virus IBD adalah sel IgM+ dan sel IgM ini terdapat pada darah, limfonodus, dan pada permukaan sel-sel B (Murphy et al. 1999). Setelah 16 jam pi terjadi viremia kedua dan replikasi sekunder pada organ lainnya yang dapat menimbulkan kematian (Van den Berg 2000). Penyebab kematian belum diketahui secara pasti. Namun demikian pada fase akut teramati sindroma septic shock, dimana terjadi respon imun yang berlebihan, yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi TNF-α yang berlebihan di dalam serum darah ayam, yang kemudian diikuti terjadinya kematian (Sharma et al. 2000) Infeksi klinis dan subklinis dengan virus IBD dapat menyebabkan imunosupresi. Rusaknya sel-sel imunoglobulin oleh virus dapat menghambat kekebalan humoral. Infeksi virus vvIBD menyebabkan kerusakan yang parah hingga terjadi deplesi sel limfoid pada folikel bursa Fabricius, sehingga ukuran bursa terlihat mengecil, hingga mencapai 1/4 – 1/5 dari ukuran bursa Fabricius pada ayam kontrol (Lam 1998). Bila tidak terjadi penyembuhan pada bursa Fabricius ayam, akan menyebabkan hambatan produksi antibodi yang dibentuk oleh sel B. Mekanisme lain seperti mengubah fungsi sel antigen-presenting dan melibatkan T helper mungkin terjadi. Infeksi virus IBD menyebabkan penghambatan sementara terhadap respon proliferatif sel T untuk mitogen secara in vitro. Penghambatan ini dimediasi oleh makrofag yang telah diaktifkan pada ayam yang terinfeksi virus dan memperlihatkan peningkatan ekspresi dari sejumlah gen sitokin (Sharma et al. 2000). Banyaknya sel yang mengalami apoptosis berkorelasi dengan kemampuan virus IBD bereplikasi. Proses apoptosis mulai terjadi setelah makrofag yang teraktivasi virus IBD melepaskan sitokin yaitu faktor tumor nekrosis α (TNFα) dan interleukin 12 (IL12) yang memicu Th (T helper) untuk berdiferensiasi menjadi Th1. Sel Th1 memproduksi IL2 dan IFN-γ. Interleukin12 bersama TNFα meningkatkan aktivitas sel natural killer (NK). Sementara itu, IL2 bersama interferon IFN-γ memicu aktivasi cytotoxic T lymphocyt (CTL) yang kemudian mengekspresikan Fibrosis associated substrate (Fas) ligan yang dapat
6 menimbulkan apoptosis pada sel target yang mengekspresikan Fas (Plumeriastuti 2006). Fase akut berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Pada fase ini, sel B pada folikel bursa mengalami deplesi dan bursa mengalami atropi (Sharma et al. 2000).. Selain itu, nekrosis sel juga berperan pada cepatnya kejadian deplesi sel pada bursa Fabricius yang diinfeksi virus IBD (Muller et al. 2003). Pada ayam yang bertahan dan melewati fase akut, efek patologi dapat sembuh dan virus dapat dihilangkan. Folikel bursa akan kembali dipenuhi dengan IgM (+) sel B (Sharma et al. 2000). Pada sel timus nekrosis terjadi secara ekstensif. Agregat sel dengan inti yang piknotik ditemukan pada area nekrosis, sel debris dan reaksi fagositosis pada sel epitel retikuler. Kapsula timus menebal dan daerah antar lobus melebar karena terjadi udema. Pada limpa, sel limfosit banyak yang menghilang diganti dengan sel makrofag dan sel heterofil, ini menunjukkan ada reaksi inflamasi (Van den Berg et al. 2000).
Reseptor Seluler Reseptor merupakan molekul pada permukaan sel yang memperantarai pengikatan antara virus dan sel melalui proses perlekatan, mengikat, memicu peleburan membran, atau proses lainnya (Zhu et al. 2008). Molekul tersebut dapat berupa glikoprotein atau glikolipid misalnya heparan sulfate proteoglikan yang ada pada permukaan sel (Grove & Marsh 2011). Infeksi virus pada sel akan terjadi jika pada membran plasma sel terdapat reseptor terhadap virus tersebut. Interaksi pertama virus dengan membran plasma sel kurang spesifik dan sering bersifat elektrostatik. Interaksi ini kemudian dikenali oleh membran plasma dan mendatangkan reseptor spesifik (Grove & Marsh 2011). Reseptor merupakan molekul penting dan dapat bertahan lama pada fungsi normal sel. Virus dapat berkembang dan memiliki ligan dengan afinitas tinggi agar dapat berikatan dengan reseptor spesifik pada sel. Secara teori beberapa membran sel memiliki reseptor untuk satu atau lebih virus, sedangkan kenyataannya molekul yang berbeda digunakan sebagai reseptor untuk virus yang berbeda (Murphy et al. 1999). Reseptor virus IBD tersusun dari protein N-glikosilated yang diekspresikan dari IgM permukaan (immature surface IgM) pada sel limfosit B (Ogawa et al. 1998). Translokasi dari partikel ikatan reseptor - virus IBD melewati membran plasma yang diperantarai oleh pep46, yaitu salah satu turunan dari peptida VP2 yang ada pada partikel virus (Eterradossi & Saif 2008) dan protein-protein yang berikatan dengan virus IBD pada membran plasma LSCCBK3 adalah yang memiliki berat molekul 70, 82, 110 kDa (Setiyono et al. 2000). Diduga keberadaan reseptor virus IBD pada organ limfoid berkontribusi terhadap kejadian subklinis dan klinis penyakit IBD pada ayam.
7 Antibodi Monoklonal Antibodi monoklonal (AbMo) dengan spesifisitas yang ditetapkan berasal dari sel kloning atau organisme. Antibodi ini dapat diperoleh dari sel plasma yang diklon dari sel-sel limfosit B sejenis atau dari rDNA-rekayasa baris sel mamalia atau bakteri (rekayasa AbMo). Antibodi monoklonal dibuat dari sel hibrid yang mempunyai sifat lebih baik dari antibodi poliklonal karena hanya mengikat 1 epitop serta dapat dibuat dalam jumlah tak terbatas. Penemuan AbMo ini memudahkan dalam mengidentifikasi dan memurnikan suatu molekul pada berbagai disiplin ilmu termasuk prosedur diagnostik, pengobatan dan pencegahan alternatif pada keganasan berbagai penyakit (Sevier et al. 1981). Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik mempunyai sifat yang identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel aslinya, yaitu sel limfosit B. Proses pemilihan sel klon yang identik dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Pada prinsipnya antibodi yang homogen dapat didapatkan pada beberapa tahap, yaitu imunisasi mencit, fusi sel limfosit B dan sel mieloma, eliminasi sel induk yang tidak berfusi, isolasi dan pemilihan klon hibridoma (Sevier et al. 1981). Setiyono et al. (2000) dalam penelitiannya mengisolasi antibodi monoklonal (AbMo) yang dapat menghambat infeksi virus IBD pada sel LSCC-BK3. Sel LSCC-BK3 adalah sel lestari limfoblastoid B pada ayam yang dapat diinfeksi virus IBD (Setiyono et al. 2001). Reseptor pada LSCC-BK3 dikenali sebagai protein N-Glycosylated (Ogawa et al. 1998). Antibodi monoklonal anti sel LSCCBK3 tersebut dapat digunakan untuk mempelajari reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam dengan metode imunohistokimia (IHK). Antibodi monoklonal terhadap sel LSCC-BK3 dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi dua sel berbeda, penghasil sel B limpa dan sel mieloma) yang dikultur (Gambar 2). Pembuatan antibodi ini menggunakan 3 sel line limphoblstoid ayam, yaitu LSCC-BK3, LSCC-1104-B1 yang berasal dari bursa ayam yang terinfeksi avian leukosis virus, dan MDCC-MSB dari limpa ayam yang terinfeksi penyakit Marek’s. Imunisasi pada tikus BALB/c umur 3 minggu secara intraperitonial dengan emulsi sel LSCC-BK3 1x107 dan Freund’s complete adjuvant (Difco, Laboratories, Detroit, MI, U.S.A). Booster dilakukan secara intraperitoneal dengan emulsi sel LSCC-BK3 1x107 Freund’s incomplete adjuvant. Sel-sel limpa dari tikus dipanen dan difusi dengan P3X63 Ag8.653 sel mioloma dengan prosedur standar. Eliminasi sel induk yang tidak berdifusi dan selanjutnya dilakukan pemilihan klon hibridoma (Setiyono et al. 2000).
8
Gambar 2
Antibodi monoklonal dari sel hibridoma (Kohler & Milstein’s technique) [http://www.bio.davidson.edu//Courses/Molbio/MolStudents/01kewe stbrook/mono.html].
Imunohistokimia Metode IHK merupakan metode deteksi protein antigen dalam jaringan dengan prinsip reaksi imunologi melalui deteksi ikatan antigen dan antibodi (Santos et al. 2009). Imunohistokimia mempunyai nilai lebih dibandingkan metode lainnya, seperti Western Blot, ELISA dan PCR karena dapat menentukan lokasi protein yang diidentifikasi (Santos et al. 2009). Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi, logam berat, label radioaktif, atau enzim. Molekul spesifik akan mewarnai sel-sel tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dengan sel normal. Pemeriksaan ini dilakukan pada jaringan yang memiliki ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Umumnya jaringan berasal dari tubuh akan dipotong menjadi sangat tipis menggunakan mikrotom. Interaksi yang terjadi antara antigen dan antibodi dalam proses imunohistokima tidak tampak secara kasat mata. Oleh karena itu diperlukan visualisasi untuk memastikan adanya ikatan antigen antibodi dalam proses imunohistokimia. Antibodi primer terhadap virus IBD akan mengikat antigen secara spesifik pada jaringan sehingga antibodi sekunder akan dikonjugasikan dengan enzim. Enzim yang terkonjugasi dengan antibodi sekunder mampu mengikat warna (kromogen) sehingga menghasilkan visualisasi berupa warna.
9
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2015. Pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan pengolahan sampel dilakukan di laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Penelitian ini menggunakan sampel organ limfoid (bursa Fabricius, limpa, dan timus) ayam broiler, AbMo anti sel LSCC-BK3 sebagai antibodi primer (Gifu University, Japan), dan Kit EnvisionTM Detection Systems Peroxidase/DAB, Rabbit/Mouse - DACO. Pewarnaan Hematoksilin Eosin. Vaksin inaktif (kill) dengan isolat lokal, Tasik strain (951) dan vaksin aktif (live) intermediate plus.
Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain automatic tissue processor, parafin block, dan mikrotom.
Prosedur Penelitian Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bursa Fabricius, limpa, dan timus dari ayam broiler di peternakan ayam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pembagian kelompok didasarkan pada perbedaan umur saat dilakukan diterminasi dan program vaksinasi yang diterapkan di peternakan. Program vaksinasi yang diterapkan yaitu program vaksinasi 1 kali yang diberikan pada ayam umur 11 hari (vaksin aktif, air minum) dan program vaksinasi 2 kali yang diberikan pada ayam umur 4 hari (vaksin inaktif, subkutan) dan umur 11 hari (vaksin aktif, air minum). Waktu yang tepat untuk pemberian vaksin IBD live (intermediate) adalah 18 sampai 21 hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan peternakan. Pemberian vaksin pada ayam yang berasal dari induk yang telah diberi vaksin IBD tergantung pada pada kadar titer maternal antibodi dan umur ayam (Fantay et al. 2015). Waktu pemberian vaksin diharapkan dapat mencapai standar protektif sebelum penyakit menyerang. Virus IBD banyak menyerang ayam umur 3 sampai 6 minggu (Van den Berg et al. 2000). Ayam diterminasi pada umur 8, 15, dan 23 hari pada masing-masing program vaksinasi IBD yang diterapkan. Sebanyak 18 ekor ayam broiler yang digunakan dikelompokkan menjadi 6 (n=3). Kelompok I sampai III untuk ayam berumur 8, 15, dan 23 hari dengan program vaksinasi 1 kali, kelompok IV sampai VI untuk ayam berumur 8, 15, 23 hari dengan program vaksinasi IBD 2 kali.
10 Sebelum dinekropsi ayam diditerminasi dengan disembelih. Selanjutnya diambil organ timus, limpa, dan bursa Fabricius. Organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisi larutan bufferd neutral formalin (BNF) 10% dan diberi label. Setelah organ terfiksasi dengan baik di dalam larutan BNF 10%, organ siap diproses secara histopatologi dan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan imunuhistokimia (IHK). Pewarnaan HE untuk mendeskripsikan lesio yang ditemukan pada organ dan IHK untuk mendeteksi antigen reseptor virus IBD pada organ limfoid. Tahapan IHK dimulai dengan melakukan deparafinasi lalu dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, selanjutnya dilakukan unmasking antigen dengan sitrat buffer menggunakan microwave selama 5 menit lalu didinginkan dan dicuci dengan PBS (3 kali), setelah itu dilakukan blocking normal serum menggunakan Fetal Bovine Serum (FBS) 1% selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya diberi antibodi primer anti reseptor IBD (anti sel LSCC-BK3) dengan pengenceran 250 kali lalu disimpan pada suhu 4 oC (semalam) dan dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya dilakukan blocking endogenous enzyme (KIT IHK) selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), kemudian diberi antibodi sekunder yang telah dilabel polimer HRP selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS (3 kali), selanjutnya diberi substrat (chromogen) selama ± 5 detik (1 tetes DAB dalam 1 ml pengencer) lalu dicuci dengan air mengalir, setelah itu dilakukan counter staining menggunakan hematoksilin (± 3 celup) lalu dicuci dengan air mengalir, terakhir dilakukan dehidrasi dan mounting.
Parameter Penelitian Pengamatan mikroskopis berupa sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang terlihat positif berwarna coklat dengan pewarnaan IHK dan lesio pada organ yang diamati menggunakan pewarnaan HE berbasis skoring.
Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan perangkat lunak Image J® analisis gambar untuk program Microsoft® Windows®. Reseptor dihitung per 1000 µm2 pada 10 lapang pandang. Selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan perangkat lunak SAS untuk Microsoft® Windows®, yaitu dengan metode analisis ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menganalisa perbedaan antar kelompok. Data non-parametrik pada skor lesio histopatologi dilakukan analisa menggunakan uji Kruskall wallis yang dilanjutkan dengan Mann whitney U test dan Dunn’s test untuk menguji perbedaan antar kelompok.
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan sebaran reseptor virus IBD ayam pada kelompok yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali dan 2 kali pada umur 8, 15, dan 23 hari disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah sebaran reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus (per 1000 µm2) Kelompok Perlakuan Vaksinasi IBD 1 kali
Vaksinasi IBD 2 kali
Organ/ Umur (hari)
8
15
23
8*
15*
23*
Bursa
5.45±0.32Aa1 4.42±1.00Aa1
5.21±0.16Aa1
5.78±1.09Ad1 4.22±0.48Ae1 6.15±0.44Bd1
Limpa Timus
3.80±1.10Aa2 2.82±0.80Aa1
3.86±1.01Aa2
3.28±0.87Ad2 2.53±0.19Ad2 4.04±1.23Ad2
2.62±0.08Aa2 2.46±1.14Aa1
2.65±0.37Aa2
2.55±1.34Ad2 2.60±0.63Ad2 2.94±0.40Ad2
AB
Huruf berbeda pada baris yang sama untuk kelompok umur yang sama berbeda nyata (P<0.05). Huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) (vaksinasi IBD 1 kali). d e* Huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) (vaksinasi IBD 2 kali). 12 Angka berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05). ab
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran reseptor virus IBD pada program vaksinasi IBD 1 kali ayam umur 8 hari banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius dan limpa sedangkan pada ayam umur 23 hari banyak ditemukan pada bursa Fabricius (P<0.05). Program vaksinasi IBD 2 kali reseptor banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius untuk ketiga kelompok umur (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Ogawa et al. (1998) yang menyebutkan bahwa strain vvIBDV (strain OKYM) berikatan dengan sel limfosit hingga 94% pada bursa Fabricius, 37% pada limpa, dan 3% pada timus. Selain itu, Tippenhauer et al. (2013) menyebutkan bahwa target utama virus IBD adalah organ bursa Fabricius yang menjadi tempat sel limfosit B matang dan berdiferensiasi. Namun demikian, Niepper dan Muller (1996) menjelaskan bahwa replikasi virus IBD tidak hanya terjadi karena adanya reseptor spesifik pada sel limfosit B tetapi terdapat reseptor lain yang dimiliki CEF untuk kedua serotipe virus IBD. Kedua serotipe virus IBD berikatan secara spesifik pada protein yang memiliki berat molekul 40 kDa dan 46 kDa yang ada pada permukaan CEF dan sel limfoid. Sehingga jumlah reseptor tidak berkorelasi langsung dengan tingginya kejadian infeksi virus IBD, namun adanya reseptor spesifik memungkinkan terjadinya infeksi virus IBD pada unggas. Sebaran reseptor IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus secara IHK pada kedua program vaksinasi dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Gambar 3 Representasi foto mikrografi sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam. Positif IHK reseptor virus IBD ( ). (A) bursa Fabrisius, Sebaran(B) reseptor dan timus masing-masing limpa,IBD danpada (C) organ timuslimpa dari ayam yangpada mendapatkan vaksinasi 1 kali. (D) bursa Fabricius, (E) limpa, dan (F) timus dari ayam yang mendapatkan vaksinasi 2 kali. Pewarnaan IHK. Sebaran reseptor IBD pada organ limpa dan timus pada masing-masing kelompok umur antara kedua program vaksinasi IBD tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Namun, sebaran reseptor IBD pada organ bursa fabricius antar kedua program vaksinasi terlihat berbeda pada ayam umur 23 hari
13 (Tabel 1). Hal ini dimungkinkan karena perkembangan sel B limfosit pada ayam umur 8 dan 15 hari belum optimum. Bursa Fabricius bekerja optimal pada umur 3 sampai 4 minggu (Glick 2000). Reseptor IBD yang telah aktif dapat berikatan dengan antigen virus IBD dari vaksin sehingga jumlah reseptor IBD yang dikenali IHK semakin sedikit. Pada program vaksinasi IBD 1 dan 2 kali umur 23 hari terlihat adanya peningkatan ekspresi jumlah reseptor IBD. Hal ini dianggap dapat menjelaskan kejadian klinis IBD di lapangan. Semakin banyak virus IBD mampu menempel dan masuk ke sel limfosit maka semakin besar peluang ayam terinfeksi dan mengekspresikan secara klinis IBD. Begitu pula sebaliknya semakin sedikit reseptor dikenali (positif IHK) maka semakin rendah peluang virus dapat menginfeksi ayam (ekspresi subklinis). Khan et al. (2009) menyatakan bahwa kejadian subklinis banyak terjadi pada umur kurang dari 21 hari. Ayam umur 23 hari dengan program vaksinasi 2 kali jumlah reseptor IBD pada organ bursa Fabricius terlihat lebih banyak dari ayam umur 23 hari dengan progam vaksinasi 1 kali. Namun, diduga sel B memori berperan pada meningkatnya jumlah reseptor IBD yang dikenali IHK pada ayam yang mendapat vaksin IBD 2 kali umur 23 hari sehingga memungkinkan kecilnya peluang ayam terinfeksi virus IBD. Ketika sel naive atau sel B memori terpapar antigen (dan sel T-helper tidak terlihat), kedua sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor. Sel efektor ini akan memproduksi dan mensekresikan antibodi dengan ikatan yang unik dengan antigen, seperti ikatan antara membran yang memiliki reseptor dengan antibodi (Aberts et al. 2002). Sebaran reseptor IBD pada organ bursa Fabricius, limpa, maupun timus pada program vaksinasi IBD 1 kali tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur yang berbeda (P<0.05). Namun, terlihat adanya penurunan jumlah ekspresi reseptor IBD pada ayam umur 15 hari (4 hari pasca pemberian vaksin IBD aktif). Pada organ bursa Fabricius, jumlah sebaran reseptor virus IBD pada ayam yang mendapat vaksinasi IBD 2 kali terlihat berbeda nyata antara ayam umur 8 dan 15 hari. Jumlah reseptor IBD pada ayam umur 15 hari terlihat lebih sedikit. Hal ini memungkinkan adanya ikatan antara antigen virus vaksin IBD aktif yang diberikan pada ayam umur 11 hari dengan reseptor pada sel limfosit B. Vaksin aktif dari strain intermediate dilaporkan menyebabkan sifat imunosupresif pada respon primer vaksin ND (Kencana et al. 2011). Hasil pengujian keamanan vaksinasi IBD yang dilakukan BBPMSOH (Hidayanto et al. 2005) menyatakan bahwa terdapat 37 vaksin yang memenuhi syarat dari 53 sampel pada tahun 20002005 sehingga perlu penelitian lanjut terutama untuk vaksin IBD strain intermediate. Waktu yang tepat untuk pemberian vaksin IBD live (intermediate) adalah 18 sampai 21 hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan peternakan (Fantay et al. 2015). Selain itu, bursa Fabricius bekerja optimal pada umur 3 sampai 4 minggu (Glick 2000). Virus IBD dapat merusak organ limfoid terutama bursa Fabricius yang merupakan tempat limfosit B tumbuh kembang dan berdiferensiasi (Davison et al. 2008). Antigen virus yang telah dilemahkan pada vaksin aktif berpotensi menyebabkan adanya kerusakan tersebut. Banyaknya sel yang mengalami apoptosis berkorelasi dengan kemampuan virus IBD bereplikasi. Selain itu, nekrosis sel juga berperan pada cepatnya kejadian deplesi sel pada bursa Fabricius yang diinfeksi virus IBD (Muller et al. 2003). Pada penelitian ini, pewarnaan HE
14 digunakan untuk mendeskripsikan adanya lesio dari organ limfoid post vaksinasi IBD. Gambaran histopatologi organ limfoid ayam yang mendapatkan vaksinasi IBD 1 dan 2 kali ditunjukkan pada Gambar 4,5, dan 6. Sedangkan skoring lesio histopatologi dicantumkan pada Tabel 2.
Gambar 4
Foto mikrografi organ bursa Fabricius ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Deplesi sel ( ), udema ( ), nekrosa sel ( ). Pewarnaan HE.
15
Gambar 5 Foto mikrografi organ limpa ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Hemoraghi ( ), udema ( ), deplesi sel ( ). Pewarnaan HE.
16
Gambar 6 Foto mikrografi organ timus ayam dengan program vaksinasi IBD 1 kali umur 8 hari (A), umur 15 hari (B), 23 hari (C); dengan program vaksinasi IBD 2 kali umur 8 hari (D), umur 15 hari (E), dan umur 23 hari (F). Hemoraghi ( ), udema ( ), reruntuhan sel ( ). Pewarnaan HE.
Hasil penilaian secara deskriptif terhadap lesio organ bursa Fabricius dengan pewarnaan HE disajikan pada Tabel 2.
17 Tabel 2 Skor lesio histopatologi bursa Fabricius ayam yang mendapat 1 atau 2 kali vaksinasi IBD
Organ
Umur (hari)
Jumlah ayam (n=6)
Skor lesio histopatologi pada program vaksinasi IBD 1 kali 2 kali *Asymp. Sig. *Asymp Sig. (jumlah (jumlah (P<0.005) (P<0.005) skor) skor)
8 6Aa 6Aa 18 0.001 15 23Ab 12Bb Ab 23 23 20Ab 8 7Aa 6 Aa Limpa 18 0.003 15 21Ab 11Bab Ab 23 17 18 Ab 8 8Aa 6 Aa Timus 18 0.004 15 18 Ab 12 Ab Ab 23 15 13 Ab AB * Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) ab Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05) Bursa Fabricius
0.000
0.001
0.003
Keterangan: Organ
Bursa Fabricius
Limpa
Timus
Lesio histopatologi
Skor 1
2
3
4
Deplesi sel
+
++
+++
++++
Udema
+
++
+++
++++
Nekrosa sel
-
+
++
++
Hemoraghi
+
++
++
+++
Udema
+
++
++
+++
Deplesi sel
-
+
++
+++
Hemoraghi
+
++
++
++
Udema
+
++
++
+++
Reruntuhan sel timus
-
+
++
+++
Perbedaan lesio histopatologi antara kedua vaksinasi pada ketiga organ limfoid terlihat berbeda nyata (P<0.05) pada ayam umur 15 hari (4 hari post vaksinasi) dimana tingkat kerusakan yang terlihat pada vaksinasi IBD 1 kali lebih banyak dibandingkan vaksinasi IBD 2 kali (Tabel 2). Hal ini memungkinkan adanya ikatan antigen virus IBD dari vaksin aktif dengan reseptor pada permukaan sel limfosit B. Sebaran reseptor virus IBD pada kedua program vaksinasi IBD terlihat memiliki pola yang sama yaitu terjadi penurunan ekspresi reseptor yang dikenali IHK pada ayam umur 15 hari (Tabel 1). Diduga sel B memori berperan pada ikatan antigen-reseptor pada program vaksinasi IBD 2 kali sehingga dengan jumlah reseptor IBD yang tidak berbeda nyata program vaksinasi
18 IBD 2 kali pada ayam memberikan gambaran histopatologi organ limfoid lebih baik dibandingkan dengan program vaksinasi 1 kali (Gambar 2). Hal ini sejalan dengan penelitian Besseboua et al. (2015) yang menyebutkan bahwa vaksinasi 2 kali perlu dilakukan agar mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap IBD.
5 SIMPULAN 1.
2. 3.
Ekspresi positif imunohistokimia reseptor virus IBD pada organ bursa Fabricius ayam yang mendapat vaksinasi IBD 2 kali lebih banyak dan berbeda nyata dengan ayam yang mendapat vaksinasi IBD 1 kali pada umur 23 hari. Sebaran reseptor virus IBD pada organ limfoid ayam yang mendapat vaksin IBD 2 kali lebih banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius. Lesio histopatologi organ bursa Fabricius, limpa, dan timus ayam umur 15 hari dengan program vaksinasi IBD 2 kali lebih ringan dibandingkan dengan program vaksinasi IBD 1 kali.
DAFTAR PUSTAKA Aberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Ed.4th. Garland Science : New York. Becht H, Muller H, Muller HK. 1998. Comparative studies on the structural and antigenic properties of two serotypes of infectious bursal disease virus. J Gen Virol. 69:631-640. Besseboua O, Ayad A, Benbarek H. 2015. Determination of the optimal time of vaccination againts infectious bursal disease virus (gumboro) in Algeria. J Vet Research. 82(1):1-6.doi:10.4102/ojvr.v82i1.887. Boot HJ, Ter Huurne AAHM, Hoekman AJW, Peeters BPH dan Gielkens ALJ. 2000. Rescue of very virulent mosaic infectious bursal disease virus from cloned cdna: vp2 is not the sole determinant of the very virulent phenotype. J Virol. Vol. 74(15):6701-6711. Campbell N, Reece J. 2008. Biology. 8th ed. US: Pearson Education, Inc. Davison F, Kaspers B, Schat KA. 2008. Avian Immunology. Elsavier Ltd. USA. Enterradossi N, Saif YM. 2008. Disease of Poultry : Infectious Bursal Disease. Ed. 12. US: Backwell. Fantay H, Balcha E, tesfay A, Afera B. 2015. Determining optimum time for administration of live intermediate vaccine of infectious bursal disease at Mekelle farm. J vet sci & technol. 6:223.doi:10.4172/2157-7579.1000223. Guan J, Chan M, Brooks BW, Rohonczy L. 2014. Inactivation of infectious bursal disease and newcastle disease viruses at temperatures below 0 oC using
19 chemical desinfectans. BioOne. 58(2):249-254.doi:10.1637/10697-101713Reg.1. Glick B. 2000. Avian physiology & Immunophysiology. Ed.5. US: Academic Press. Grove J, Marsh M. 2011. The cell biology of receptor-mediated virus entry. J Cell Biol. 195(7):1071-1082. Kencana GAY, Adi AAAM, Ardana IBK, Mahardika IGNK. 2011. Vaksin gumboro menyebabkan imunosupresif pada respon primer vaksin penyakit tetelo ayam pedaging. J Vet. 12(4):275-280. Khan RW, Khan FA, Farid K, Khan I, Tariq M. 2009. Prevalence of infectious bursal disease in broiler in district Peshawar. Asian Research Publishing Network (ARPN). J Agri and bio Sci. 4(1):1-5. Lam KM. 1998. Alteration of chicken heterophil and macrophage functions by the infectious bursal disease virus. Microbiol. Pathogen. 25:147-155. Meihong L, Vakharia VN. 2006. Nonstructural protein of infectious bursal disease virus inhibits apoptosis at the early stage of virus infection. J Virol. 80(7):3369-3377. Muller H, Islam MR, Raue R. 2003. Research on infectious bursal disease-the past, the present, and the future.Vet microbiol 97:153-165. Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinek MC, Studdert MJ. 1999. Veterinary Virology. Ed.3. US: Academic Press. Niepper H, Muller H. 1996. Susceptibility of chicken lymphoid cells to infectious bursal disease virus does not correlate with the presence of specific binding sites. J. General virol. 77:1229-1237. Ogawa M, Yamaguchi T, Setiyono A, Ho T, Matsuda H, Furusawa S, Fukushi H, Hirai K. 1998. Some characteristics of cellular receptor for virulent infectious bursal disease virus by using flow cytometry. Arc Virol. 143:2327-2341. OIE (Office International des Epizooties). 2008. Infectious bursal disease (Gumboro disease). In: Terrestrial Manual. Parede LH, Sapats S, Gould G, Rudd M, Lowther S, Ignjatovic J. 2010. Characterization of infectious bursal disease virus isolates from Indonesia indicates the existence of very virulent strains with unique genetic changes. Avian Pathol. 32(5):511-518. Plumeriastuti H. 2006. Ekspresi fas, Granzyme dan Caspase 3 pada Apoptosis Sel Bursa Fabricius Ayam pada Infeksi Virus Gumboro [disertasi]. Surabaya (ID) : Universitas Airlangga. Rani S, Kumar S. 2015. Evaluation of infectious bursal disease virus stability at different conditions of temperature and pH. J Biologicals. doi:10.1016/j.biologicals.2015.07.005. Santos VLSL, Williams S, Zavala G, Zhang J, Cheng S, Santos RL, Brown CC. 2009. Detection of reticuloendotheliosis virus by immunohistochemistry and in situ hybridization in experimentally infected chicken embryo fibroblast. Braz J Vet Pathol. 2(1):29-34. Syahroni B, Handharyani E, Soejoedono RD, Jusa ER. 2005. Kajian morfologi dan imunologi pada ayam specific patohogen free (SPF) setelah divaksinasi dengan vaksin gumboro aktif strain intermediate. Buletin Pengujian Mutu Obat hewan. No.11.
20 Setiyono A, Hayashi T, Yamaguchi T, Fukushi H, Hirai K. 2000. Detection of cell membrane proteins interact with virulent infectious bursal disease virus. J. Vet. Med. Sci. 63(2):219-221. Setiyono A, Yamaguchi T, Ogawa M, Fukushi H, Hirai K. 2001. Isolation of monoclonal antibodies that inhibit the binding of infectious bursal disease virus to LSCC-BK3 cells. J Vet Med Sci. 63(2):219-221. Sevier ED, David GS, Martinis J, Desmond WJ, Bartholomew RM, Wang R. 1981. monoclonal antibodies in clinical immunology. Clin Chem. 27 (II):17971806. Sharma JM, Kim IJ, Rauthensclein S, Yeh HY. 2000. Infectious bursal disease : pathogenesis and immunosupression. Dev Comp Immunol. 24(2-3):223-235. Tippehauer M, Heller DE, Weigend S, Rautenschlein S. 2013. The host genotype influences infectious bursal disease virus pathogenesis in chickens by modulation of T cell responses and cytokine gene expression. DCI. 40:1-10. Van den Berg TP, Eterradossi N, Toquin D, Meulemans G. 2000. Infectious bursal disease (Gumboro Disease). Rev Sci Tech Int Epiz. 19(2):527-543. Wahyuwardani S, Agungpryono DR, Parede L, Manalu W. 2011. Penyakit gumboro : etiologi, epidemiologi, patologi, diagnosis dan pengendaliannya. Wartazoa. 21(3). William AE, Davison TF. 2005. Enhanced immunopathology induced by very virulent infectious bursal disease virus. Avi Pathol. 34:4-14. Yip CW, Yeung YS, Ma CM, Lam PY, Hon CC, Zeng F, Leung FC. 2007. Demonstration of receptor binding properties of VP2 of very virulent strain infectious bursal disease virus on vero cells. Virus res. 123(1):50-56. Zhu LQ, Wu SL, Zhang GP, Zhu GQ. 2008. The cellular receptors for infectious bursal disease virus. Afr J Biotech. 7(25):4832-483.
21
Lampiran 1 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
6 6
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor
Source Model
DF 1
Squares 0.16335000
Error Corrected Total R-Square 0.059390 Source Vaksin Source Vaksin
DF 1 DF 1
Sum of Mean Square 0.16335000
4 5
2.58713333 2.75048333
Coeff Var 14.31436
Root MSE 0.804228
Type I SS 0.16335000 Type III SS 0.16335000
48
F Value 0.25
49
Pr > F 0.6417
0.64678333 reseptor Mean 5.618333
Mean Square 0.16335000 Mean Square 0.16335000
F Value 0.25 F Value 0.25
Pr > F 0.6417 Pr > F 0.6417
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 50 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.646783 2 1.823
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N vaksin A 5.7833 3 2 A A 5.4533 3 1
22 2 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
6 6
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor
Source Model
DF 1
Squares 0.16666667
Error Corrected Total R-Square 0.046623 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 21.02634 DF 1 DF 1
Type I SS 0.16666667 Type III SS 0.16666667
Sum of Mean Square 0.16666667 3.40813333 3.57480000 Root MSE 0.923057 Mean Square 0.16666667 Mean Square 0.16666667
51
F Value 0.20
52
Pr > F 0.6811
0.85203333
Reseptor Mean 4.390000 F Value 0.20 F Value 0.20
Pr > F 0.6811 Pr > F 0.6811
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 53 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.852033 2 2.093
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N vaksin A 4.4167 3 1 A A 4.2233 3 2
23 3 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
54
6 6
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 55 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of DF Squares Mean Square F Value Pr > F 1 1.34426667 1.34426667 12.12 0.0253
Source Model
Error Corrected Total R-Square 0.751911 Source Vaksin Source Vaksin
Coeff Var 5.862526 DF 1 DF 1
Type I SS 1.34426667 Type III SS 1.34426667
4 5
0.44353333 1.78780000
Root MSE 0.332991 Mean Square 1.34426667 Mean Square 1.34426667
0.11088333
Reseptor Mean 5.680000 F Value 12.12 F Value 12.12
Pr > F 0.0253 Pr > F 0.0253
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 56 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.110883 2 0.7549
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 6.1533 3 2 B 5.2067 3 1
24 4 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
57
6 6
The SAS System
Source Model
DF 1
18:57 Thursday, September 20, 2015 58 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.41081667 0.41081667 0.42 0.5538
Error Corrected Total R-Square 0.094313 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 28.06716 DF 1 DF 1
Type I SS 0.41081667 Type III SS 0.41081667
3.94506667 4.35588333
Root MSE 0.993110 Mean Square 0.41081667 Mean Square 0.41081667
0.98626667
Reseptor Mean 3.538333 F Value 0.42 F Value 0.42
Pr > F 0.5538 Pr > F 0.5538
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 59 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.986267 2 2.251
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 3.8000 3 1 A A 3.2767 3 2
25 5 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
60
6 6
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 61 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.12906667 0.12906667 0.37 0.5744
DF 1
Error Corrected Total R-Square 0.085264 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 21.98104 DF 1 DF 1
Type I SS 0.12906667 Type III SS 0.12906667
1.38466667 1.51373333 Root MSE 0.588359 Mean Square 0.12906667 Mean Square 0.12906667
0.34616667
Reseptor Mean 2.676667 F Value 0.37 F Value 0.37
Pr > F 0.5744 Pr > F 0.5744
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 62 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.346167 2 1.334
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N Vaksin A 2.8233 3 1 A A 2.5300 3 2
26 6 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
63
6 6
The SAS System
Source Model
DF 1
18:57 Thursday, September 20, 2015 64 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.05226667 0.05226667 0.04 0.8487
Error Corrected Total R-Square 0.010245 Source Vaksin Source Vaksin
Coeff Var 28.44395 DF 1 DF 1
Type I SS 0.05226667 Type III SS 0.05226667
4 5
5.04933333 5.10160000
Root MSE 1.123536 Mean Square 0.05226667 Mean Square 0.05226667
1.26233333
Reseptor Mean 3.950000 F Value 0.04 F Value 0.04
Pr > F 0.848 Pr > F 0.8487
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 65 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 1.262333 2 2.547
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 4.0433 3 2 A A 3.8567 3 1
27 7 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 8 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
6 6
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.00806667 0.00806667 0.01 0.9391
DF 1
Error Corrected Total R-Square 0.001648 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 42.72767 DF 1 DF 1
Type I SS 0.00806667 Type III SS 0.00806667
4.88606667 4.89413333
66
67
1.22151667
Root MSE 1.105222
Reseptor Mean 2.586667
Mean Square 0.00806667 Mean Square 0.00806667
F Value 0.01 F Value 0.01
Pr > F 0.9391 Pr > F 0.9391
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 68 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 1.221517 2 2.505
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 2.6233 3 1 A A 2.5500 3 2
28 8 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 15 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1
Number of Observations Read Number of Observations Used
69
6 6
The SAS System
Source M odel
18:57 Thursday, September 20, 2015 70 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.03081667 0.03081667 0.04 0.8582
DF 1
Error Corrected Total R-Square 0.008993 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 36.39475 DF 1 DF 1
Type I SS 0.03081667 Type III SS 0.03081667
3.39586667 3.42668333 Root MSE 0.921394 Mean Square 0.03081667 Mean Square 0.03081667
0.84896667 Reseptor Mean 2.531667 F Value 0.04 F Value 0.04
Pr > F 0.8582 Pr > F 0.8582
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 71 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.848967 2 2.089
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 2.6033 3 2 A A 2.4600 3 1
29 9 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 1 dan 2 kali (kelompok umur 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Vaksin 2 1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
72
6 6
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 73 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.12906667 0.12906667 0.88 0.4025
DF 1
Error Corrected Total R-Square 0.179525 Source Vaksin Source Vaksin
4 5
Coeff Var 13.73113 DF 1 DF 1
Type I SS 0.12906667 Type III SS 0.12906667
0.58986667 0.71893333 Root MSE 0.384014
0.14746667
Reseptor Mean 2.796667
Mean Square 0.12906667 Mean Square 0.12906667
F Value 0.88 F Value 0.88
Pr > F 0.4025 Pr > F 0.4025
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 74 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 4 0.147467 2 0.8705
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Vaksin A 2.9433 3 2 A A 2.6500 3 1
30 10 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
77
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 78 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 1.28735556 0.64367778 1.21 0.3629
Error Corrected Total R-Square 0.286693 SUource Umur Source Umur
6 8 Coeff Var 14.40471
DF 2 DF 2
Type I SS 1.28735556 Type III SS 1.28735556
3.20300000 4.49035556 Root MSE 0.730639 Mean Square 0.64367778 Mean Square 0.64367778
0.53383333 Reseptor Mean 5.072222
F Value 1.21 F Value 1.21
Pr > F 0.362 Pr > F 0.3629
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 79 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.533833
Number of Means Critical Range
2 1.460
3 1.513
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 5.4533 3 1 A A 5.2067 3 3 A A 4.4167 3 2
31 11 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
1
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 2 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 6.29540000 3.14770000 5.84 0.0391
Error Corrected Total R-Square 0.660504 Source Umur Source Umur
6 8
Coeff Var 13.63312 DF 2 DF 2
Type I SS 6.29540000 Type III SS 6.29540000
3.23580000 9.53120000 Root MSE 0.734370
0.53930000 Reseptor Mean 5.386667
Mean Square 3.14770000 Mean Square 3.14770000
F Value 5.84 F Value 5.84
Pr > F 0.0391 Pr > F 0.0391
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 3 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.5393
Number of Means Critical Range
2 1.467
3 1.521
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 6.1533 3 3 A A 5.7833 3 1 B 4.2233 3 2
32 12 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
36
9 9
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 37 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 12.12695556 6.06347778 9.25 0.0147
DF 2
Error Corrected Total R-Squre 0.755014 Source Organ Source Organ
Coeff Var 20.45595 DF 2 DF 2
Type I SS 12.12695556 Type III SS 12.12695556
6 8
3.93493333 16.06188889 Root MSE 0.809829
0.65582222
Reseptor Mean 3.958889
Mean Square 6.06347778 Mean Square 6.06347778
F Value 9.25 F Value 9.25
Pr > F 0.014 Pr > F 0.0147
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 38 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.655822
Number of Means Critical Range
2 1.618
3 1.67
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 5.4533 3 1 B 3.8000 3 2 B B 2.6233 3 3
33 13 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 15 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
7
9 9
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 8 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 7.53246667 3.76623333 3.30 0.1082
DF 2
Error Corrected Total R-Square 0.523553 Source Organ Source Organ
6 8
Coeff Var 32.58711 DF 2 DF 2
Type I SS 7.53246667 Type III SS 7.53246667
6.85473333 14.38720000 Root MSE 1.068857
1.14245556 Reseptor Mean 3.280000
Mean Square 3.76623333 Mean Square 3.76623333
F Value 3.30 F Value 3.30
Pr > F 0.108 Pr > F 0.1082
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 9 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 1.142456
Number of Means Critical Range
2 2.135
3 2.213
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 4.4167 3 1 A A 2.8233 3 2 A A 2.4600 3 3
34 14 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
10
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 11 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 9.81508889 4.90754444 12.48 0.0073
Error Corrected Total R-Square 0.806206 Source Organ Source Organ
6 8
Coeff Var 16.06053 DF 2 DF 2
Type I SS 9.81508889 Type III SS 9.81508889
2.35933333 12.17442222
0.39322222
Root MSE 0.627074
Reseptor Mean 3.904444
Mean Square 4.90754444 Mean Square 4.90754444
F Value 12.48 F Value 12.48
Pr > F 0.0073 Pr > F 0.0073
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 12 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.393222
Number of Means Critical Range
2 1.253
3 1.298
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 5.2067 3 1 B 3.8567 3 2 B B 2.6500 3 3
35 15 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
39
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 40 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 17.77608889 8.88804444 6.68 0.0298
Error Corrected Total R-Square 0.689974 Source Organ Source Organ
DF 2 DF 2
6 8
7.98733333 25.76342222
Coeff Var 30.15996
Root MSE 1.153786
Type I SS 17.77608889 Type III SS 17.77608889
Mean Square 8.88804444 Mean Square 8.88804444
1.33122222 Reseptor Mean 3.825556 F Value 6.68 F Value 6.68
Pr > F 0.0298 Pr > F 0.0298
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 41 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 1.331222
Number of Means Critical Range
2 2.305
3 2.389
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 5.7833 3 1 B 3.2833 3 2 B B 2.5500 3 3
36 16 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 15 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
42
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 43 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 5.49715556 2.74857778 12.36 0.0074
Error Corrected Total R-Square 0.804726 Source Organ Source Organ
Coeff Var 15.11790 DF 2 DF 2
Type I SS 5.49715556 Type III SS 5.49715556
6 8
1.33393333 6.83108889 Root MSE 0.471511
0.22232226 Reseptor Mean 3.118889
Mean Square 2.74857778 Mean Square 2.74857778
F Value 12.36 F Value 12.36
Pr > F 0.0074 Pr > F 0.0074
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 44 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.222322
Number of Means Critical Range
2 0.9420
3 0.9763
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 4.2233 3 1 B 2.6033 3 3 B B 2.5300 3 2
37 17 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa Fabricius, limpa, dan timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Organ 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
9 9
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor
Source Model
DF 2
Squares 15.96620000
Error Corrected Total R-Square 0.810895 Source Organ Source Organ
6 8 Coeff Var 17.98540
DF 2 DF 2
Type I SS 15.96620000 Type III SS 15.96620000
45
Sum of Mean Square 7.98310000
F Value 12.86
3.72340000 19.68960000 Root MSE 0.787761 Mean Square 7.98310000 Mean Square 7.98310000
46
Pr > F 0.0068
0.62056667 Reseptor Mean 4.380000 F Value 12.86 F Value 12.86
Pr > F 0.0068 Pr > F 0.0068
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 47 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.620567
Number of Means Critical Range
2 1.574
3 1.631
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Organ A 6.1533 3 1 B 4.0433 3 2 B B 2.9433 3 3
38 18 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
25
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 26 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 1.98602222 0.99301111 2.84 0.1353
Error Corrected Total R-Square 0.486648 Source Umur Source Umur
6 8 Coeff Var 11.80495
DF 2 DF 2
Type I SS 1.98602222 Type III SS 1.98602222
2.09500000 4.08102222
0.34916667
Root MSE 0.590903
Reseptor Mean 5.005556
Mean Square 0.99301111 Mean Square 0.99301111
F Value 2.84 F Value 2.84
Pr > F 0.1353 Pr > F 0.1353
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 27 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.349167
Number of Means Critical Range
2 1.181
3 1.224
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 5.4533 3 1 A A A
5.2067
3
3
4.4167
3
2
39 19 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ bursa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
31
9 9
The SAS System
Source Model
18:57 Thursday, September 20, 2015 32 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 6.29540000 3.14770000 5.84 0.0391
DF 2
Error Corrected Total R-Square 0.660504 Source Umur Source Umur
Coeff Var 13.63312 DF 2 DF 2
Type I SS 6.29540000 Type III SS 6.29540000
6 8
3.23580000 9.53120000
0.53930000
Root MSE 0.734370
Reseptor Mean 5.386667
Mean Square 3.14770000 Mean Square 3.14770000
F Value 5.84 F Value 5.84
Pr > F 0.0391 Pr > F 0.0391
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 33 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.5393
Number of Means Critical Range
2 1.467
3 1.521
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 6.1533 3 3 A A 5.7833 3 1 B 4.2233 3 2
40 20 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
9 9
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor
Source Model
DF 2
Squares 2.02486667
Error Corrected Total R-Square 0.259292 Source Umur Source Umur
DF 2 DF 2
6 8
Sum of Mean Square 1.01243333 5.78433333 7.80920000
13
F Value 1.05
14
Pr > F 0.4064
0.96405556
Coeff Var 28.10677
Root MSE 0.981863
Reseptor Mean 3.493333
Type I SS 2.02486667 Type III SS 2.02486667
Mean Square 1.01243333 Mean Square 1.01243333
F Value 1.05 F Value 1.05
Pr > F 0.4064 Pr > F 0.4064
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 15 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.964056
Number of Means Critical Range
2 1.962
3 2.033
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 3.8567 3 3 A A 3.8000 3 1 A A 2.8233 3 2
41 21 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ limpa dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
16
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 17 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 3.43546667 1.71773333 2.24 0.1873
Error Corrected Total R-Square 0.427818 Source Umur Source Umur
6 8
Coeff Var 26.65260 DF 2 DF 2
Type I SS 3.43546667 Type III SS 3.43546667
4.59473333 8.03020000 Root MSE 0.875094
0.76578889 Reseptor Mean 3.283333
Mean Square 1.71773333 Mean Square 1.71773333
F Value 2.24 F Value 2.24
Pr > F 0.1873 Pr > F 0.1873
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 18 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.765789
Number of Means Critical Range
2 1.748
3 1.812
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 4.0433 3 3 A A 3.2767 3 1 A A 2.5300 3 2
42 22 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organtimus dengan program vaksinasi 1 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
22
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 23 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.06348889 0.03174444 0.05 0.9556
Error Corrected Total R-Square 0.015026 Source Umur Source Umur
6 8 Coeff Var 32.30818
DF 2 DF 2
Type I SS 0.06348889 Type III SS 0.06348889
4.16166667 4.22515556
0.69361111
Root MSE 0.832833
Reseptor Mean 2.577778
Mean Square 0.03174444 Mean Square 0.03174444
F Value 0.05 F Value 0.05
Pr > F 0.9556 Pr >F 0.9556
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 24 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 6 0.693611
Number of Means Critical Range
2 1.664
3 1.724
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 2.6500 3 3 A A 2.6233 3 1 A A 2.4600 3 2
43 23 Hasil uji statistik terhadap sebaran reseptor pada organ timus dengan program vaksinasi 2 kali (kelompok umur 8, 15, dan 23 hari) The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Umur 3 1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
19
9 9
The SAS System
Source Model
DF 2
18:57 Thursday, September 20, 2015 20 The GLM Procedure Dependent Variable: reseptor Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 0.27315556 0.13657778 0.17 0.8444
Error Corrected Total R-Square 0.054814 Source Umur Source Umur
6 8 Coeff Var 32.82887
DF 2 DF 2
Type I SS 0.27315556 Type III SS 0.27315556
4.71013333 4.98328889 Root MSE 0.886015 Mean Square 0.13657778 Mean Square 0.13657778
0.78502222 Reseptor Mean 2.698889 F Value 0.17 F Value 0.17
Pr > F 0.8444 Pr > F 0.8444
The SAS System
18:57 Thursday, September 20, 2015 21 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for reseptor NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 6 0.785022 2 1.770
3 1.835
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Umur A 2.9433 3 3 A A 2.6033 3 2 A A 2.5500 3
44 24 Hasil uji statistik pengaruh pemberian vaksin IBD 1 kali dan 2 kali pada kelompok umur ayam yang berbeda terhadap sebaran reseptor IBD Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:resptor IBDV Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
16.276a
5
3.255
1.970
.156
Intercept
554.556
1
554.556
335.532
.000
vaksin * umur
16.276
5
3.255
1.970
.156
Error
19.833
12
1.653
Total
590.666
18
36.110
17
Corrected Total
a. R Squared = ,451 (Adjusted R Squared = ,222)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:resptor IBDV Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
16.276a
5
3.255
1.970
.156
Intercept
554.556
1
554.556
335.532
.000
.483
1
.483
.293
.599
13.114
2
6.557
3.967
.048
2.679
2
1.340
.811
.468
Error
19.833
12
1.653
Total
590.666
18
36.110
17
vaksin umur vaksin * umur
Corrected Total
a. R Squared = ,451 (Adjusted R Squared = ,222)
45 25 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 1 kali NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
2.83
1.383
1
4
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
3.50
umur 15 hari
6
13.00
umur 23 hari
6
12.00
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
13.726
df Asymp. Sig.
2 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
46 26 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ bursa Fabricius pada program vaksinasi IBD 2 kali NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
2.11
1.079
1
4
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
3.50
umur 15 hari
6
10.00
umur 23 hari
6
15.00
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
15.540
df Asymp. Sig.
2 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
47 27 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 1 kali NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
2.50
1.200
1
4
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
3.75
umur 15 hari
6
13.75
umur 23 hari
6
11.00
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
11.979
df Asymp. Sig.
2 .003
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
48 28 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ limpa pada program vaksinasi IBD 2 kali NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
1.94
.938
1
4
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
4.00
umur 15 hari
6
9.42
umur 23 hari
6
15.08
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
14.438
df Asymp. Sig.
2 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
49 29 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 1 kali
NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
2.28
.895
1
4
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
4.17
umur 15 hari
6
13.58
umur 23 hari
6
10.75
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
10.971
df Asymp. Sig.
2 .004
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
50
30 Hasil uji statistik terhadap skor lesio histopatologi organ timus pada program vaksinasi IBD 2 kali NPAR TESTS /K-W=lesio BY umur(1 3) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests [DataSet0]
Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
lesio
18
1.72
.669
1
3
umur
18
2.00
.840
1
3
Kruskal-Wallis Test Ranks umur lesio
N
Mean Rank
umur 8 hari
6
4.00
umur 15 hari
6
11.58
umur 23 hari
6
12.92
Total
18
Test Statisticsa,b lesio Chi-Square
11.916
df Asymp. Sig.
2 .003
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 3 Oktober 1984 dari bapak Drs La Eta dan ibu (almh.) Dra Waode Suryana Rere. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan di SMU Negeri 02 Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada tahun 2003. Pendidikan tinggi diselesaikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Program Profesi Dokter Hewan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Biomedis Hewan pada tahun 2013.