KAJIAN PATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA KASUS LAPANG NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM
ETRIWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015 Etriwati NIM B351120011
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN ETRIWATI. Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan SURACHMI SETIYANINGSIH. Newcastle disease (ND) merupakan penyakit yang sangat penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar. Merebaknya kembali wabah ND pada ayam sejak tahun 2009 sampai saat ini mengindikasikan bahwa usaha dalam melakukan protektif selama ini belum menghentikan penyebaran virus Newcastle disease (VND) secara maksimal di lapangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan melalui pewarnaan imunohistokimia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh kasus lapang yang dikumpulkan dari ayam broiler, layer dan buras berasal dari daerah Jawa Barat yang dikirim ke Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Sampel dipilih berdasarkan pemeriksaan klinis dan temuan perubahan patologi anatomi hasil diagnosis Patologist bagian Patologi, FKH IPB sebagai suspect ND dan selanjutnya dikonfirmasi positif ND dengan uji real time reverse-trancription polymerase chain reaction (rRT-PCR) di Bagian Mikrobiologi FKH IPB. Sampel berupa organorgan: trakhea, paru-paru, jantung, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, pankreas, ginjal, limpa, bursa Fabricious dan otak. Semua sampel organ-organ tersebut dipotong 1 x 1 x 0,5 cm dan difiksasi dalam larutan neutral buffered formalin (NBF) 10 % selama minimal 24 jam dan dibuat sediaan histopatologi dalam paraffin blok. Pemeriksaan dengan pewarnaan Mayer’s Hematoksilin dan Eosin (HE) untuk melihat adanya degenerasi dan nekrosis, hemoragi, kongesti, edema, infiltrasi sel-sel inflamasi dan untuk melihat derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat. Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 100 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang. Pemeriksaan immunohistokimia (IHK) dilakukan dengan kit komersial untuk IHK dengan menggunakan prosedur yang dianjurkan dalam katalog Dako, North America. Inc. Pemeriksaan IHK dinyatakan positif apabila dalam pembacaan preparat ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan dan derajat imunopositif ND pada masing-masing organ dilakukan skoring dengan derajat ringan (1-10 sel imunopositif terhadap VND), sedang (11-20 sel imunopositif terhadap VND) dan berat (lebih dari 20 sel imunopositif terhadap VND). Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 400 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang. Hasil pemeriksaan gejala klinis berupa susah bernafas, ngorok, anemia disertai depresi, nafsu makan menurun, lemah, penurunan berat badan, diare hijau keputihan, sayap terkulai, susah berdiri dan tortikolis. Pada ayam muda disertai dengan gangguan pertumbuhan dan ayam betina dewasa diikuti dengan penurunan produksi telur dan
albumin telur encer. Berdasarkan data anamnesis diketahui bahwa ayam broiler dan ayam layer telah divaksinasi, morbiditas dan mortalitas tinggi. Sedangkan pada ayam buras tidak divaksinasi, angka morbiditas dan mortalitas 100 %. Pemeriksaan patologi anatomi (PA) dan Pemeriksaan histopatologi (HP) menunjukkan terjadinya trakheitis kataral, pneumonia, degenerasi otot jantung, epikarditis bersamaan dengan miokarditis, proventikulitis kataralis, enteritis kataralis, thyplitis, degenerasi hati, hepatitis, pankreatitis, nefritis, splenitis, atrofi bursa Fabricious dan ensefalitis. Derajat lesi PA dan HP secara umum tersebar sedang sampai berat. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan reaksi imunopositif pada sel-sel inflamasi mononuklear dari semua organ yang diamati, sitoplasma sel-sel epitel mukosa trakhea, sel-sel epitel parabronkhus, pneumosit, sitoplasma otot jantung dan sel-sel endotel pembuluh darah di jantung, sel-sel epitel lapisan mukosa pada proventrikulus, duodenum dan sekatonsil, sitoplasma sel-sel hepatosit dan sel-sel asinar pankreas, sel-sel epitel tubulus, sel-sel endotel pembuluh darah dan sel-sel makrofag di dalam glomerulus ginjal, sel-sel limfoid di zona mantel bursa Fabricious, sitoplasma sel-sel neuron, sel-sel glia dan sel-sel endotel pembuluh darah di otak. Derajat imunopositif berat pada semua organ kecuali pada organ jantung, hati dan pankreas ayam layer dengan derajat sedang. Pola distribusi dari sepuluh sampel lapang yang digunakan dalam penelitian ini masih sama dengan pola distribusi VND lama yang tersebar secara sistemik pada organ interna ayam. Tingkat keganasan VND bersifat velogenik viserotropik yang disertai dengan velogenik neurotropik. Distribusi VND tinggi ditemukan pada organ trakhea, paru-paru, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, ginjal, limpa, otak dan pada ayam muda ditambah dengan bursa Fabricious. Distribusi VND sedang ditemukan pada organ jantung, hati dan pankreas. Kata kunci: imunohistokimia, kajian patologi, kasus lapang, Newcastle disease
SUMMARY ETRIWATI. Pathology and Immunohistochemical Studies of Field Case Newcastle Disease in Chickens. Supervised by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and SURACHMI SETIYANINGSIH. Newcastle disease (ND) is a disease that is very important in Indonesia, because it has spread throughout Indonesia and incurring huge losses. Newcastle disease outbreaks in 2009 to date indicate that the protective efforts in doing so far not stop the spread of Newcastle disease virus (VND) to the maximum in the field. The aim of this study was to detect the distribution patterns of NVD in internal organs of chickens from a field case by imunohistochemical staining (IHC). Ten chickens groups of broiler, layer and domestic chickens were collected from necropsy room of Division Pathology, Bogor Agricultural University. These chickens were originated from West Java and collected base on Pathologist diagnosis as suspect ND, and subsequently confirmed positive ND with real time-reverse trancriptase (rRT)-PCR assay. Samples of the organs trachea, lungs, heart, proventriculus, duodenum, caeca tonsil, liver, pancreas, kidney, spleen, bursa of Fabricious and brain have been collected. All samples of these organs are sectioning 1 x 1 x 0.5 cm and were fixed in neutral buffered formalin solution (NBF) 10 % for at least 24 hours and made preparations histopathology in paraffin blocks. Examination with Mayer's hematoxylin and eosin (HE) staining for the presence of degeneration and necrosis, hemorrhage, congestion, edema, infiltration of inflammatory cells and to see the degree of lesion in each organ. The degree of lesion in each organ grouped by focal lesions with mild, multifocal lesions with moderate and diffuse lesions with severe degree. Observations were made with a magnification of 100 times with 3 repetitions visual field. Immunohistochemical staining was performed with a commercial kit for IHC using the procedure recommended in the catalog Dako, North America. Inc. Immunohistochemical examination antigen positive when stained brownish and degrees immunopositive ND in each organ done scoring with mild (1-10 cells immunopositive to VND), moderate (11-20 immunopositive cells to VND) and severe (more than 20 cells immunopositive to VND). Observations were made with a magnification of 400 times with 3 repetitions visual field. The results of examination of clinical symptoms such as difficulty breathing, snoring, anemia accompanied by depression, loss of appetite, weak, weight loss, diarrhea whitish green, drooping wings, hard standing and torticollis. At a young chickens accompanied with growth disorders and adult hens followed by a decrease in egg production and egg albumin dilute. According to the data anamnesis is known that the broiler and layer chickens were vaccinated, high morbidity and mortality. Whereas unvaccinated domestic poultry, morbidity and mortality of 100 %.
The gross pathology and histopathology changes were tracheitis and pneumonia, pericarditis and myocarditis, proventriculitis catharral, enteritis catharral, thyplitis, perihepatitis, pancreatitis, nephritis interstitial, splenitis, atrophy in the bursa of Fabricious and encephalitis. The degree of lesion gross pathology and histopathology in general is moderate to severe. Immunohistochemical examination results showed immunopositive reaction in mononuclear inflammatory cells of all organs were observed, the cytoplasm of epithelial cells trachea mucosa, epithelial cells parabronchi, pneumocytes, the cytoplasm of cardiac muscle and endothelial cells of blood vessels in the heart, epithelial cells in the mucosa lining of the proventriculus, duodenum and caecal tonsil, the cytoplasm of cells hepatocytes and pancreatic acinar cells, cells of the tubule epithelial, endothelial cells of blood vessels and makrofag cells of the glomerulus in the renal, lymphoid cells in the mantle zone bursa of Fabricious, the cytoplasm of neurons, glial cells and endothelial cells of blood vessels in the brain. Immunopositive degree is severe on all organs except in the heart, liver and pancreas organ of chicken layers with a moderate degree. The distribution patterns of NVD in internal organs of chickens from field case in this study similar with previously distribution patterns that systemic distribution in the internal chicken organs. Newcastle disease virus virulence levels categorized as viscerotropic velogenic accompanied by neurotropic velogenic. The high intensity of immunohistochemistry were detected in organs trachea, lung, proventriculus, duodenum, caecal tonsil, kidney, spleen, bursa of Fabricious and brain. The moderate intensity of immunohistochemistry were detected in organs heart, liver and pancreas.
Keywords: immunohistochemistry, natural field case, Newcastle disease, pathology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA KASUS LAPANG NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM
ETRIWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet
Judul Tesis : Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam Nama : Etriwati NIM : B351120011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet Ketua
Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
Dekan Pascasarjana IPB
Drh Agus Setiyono, MS PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 20 Januari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah penyakit Newcastle Disease, dengan judul Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam. Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet dan Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu memberi arahan, bimbingan, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian sampai penyusunan tesis. Terimakasih kepada Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet selaku penguji luar komisi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang magister ini melalui program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Disamping itu terimakasih kepada Drh. Mawar Subangkit, Bapak Sholeh, Bapak Kasnadi, Bapak Endang, Mba Kiki, Mba Yanti dan seluruh staf Bagian Patologi serta Pegawai Bagian Mikrobiologi FKH IPB. Terimakasih juga kepada Drh. Soedirun, Drh. Tri, Drh. Rinto, Drh. Aprijal Panus, Mas Dani dan Mas Eka di Laboratorium Patologi Balai Veteriner Subang dan teman-teman mayor IBH 2012. Teristimewa karya ini penulis persembahkan untuk seluruh keluarga tercinta, tanpa kasih sayang, do’a, keikhlasan dan motivasi yang tulus tidak mungkin perjalan panjang dengan penuh suka dan duka ini bisa penulis selesaikan. Akhirnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala pemilik segala kesempurnaan, segala kekurangan dalam penulisan ini hanyalah kekhilafan penulis, kritik dan saran ke arah yang lebih baik sangat penulis harapkan dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Etriwati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
iv v vi
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA Newcasle Disease Gejala Klinis Patogenesis Penularan Diagnosis Perubahan Patologi Anatomi dan Histopatologi Imunohistokimia Sebagai Alat Diagnosis Penyakit ND Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
3 3 5 6 7 7 8 9 10
3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Materi Data Anamnesis dan Patologi Anatomi Pembuatan Blok Parafin Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin Pewarnaan Imunohistokimia Analisis Data
11 11 11 12 12 12 13 13 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ Respirasi Organ Sirkulasi Organ Digesti Organ Urinari Organ Limforetikuler Organ Syaraf
14 15 20 23 35 37 41
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
45 45 45
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
53
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit unggas yang sangat penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar. Secara signifikan ND menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi industri perunggasan karena memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta waktu penyebarannya yang sangat cepat, baik pada ayam broiler, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Mortalitas maupun morbiditas infeksi virus Newcastle Disease (VND) dapat mencapai 100 %, VND telah menginfeksi lebih dari 200 spesies unggas, virulensinya tergantung pada induk semang dan strain virus yang menyerang (OIE 2012). Newcastle Disease disebabkan Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1), genus Avulavirus, merupakan virus Ribo Nucleic Acid (RNA) yang memiliki genom serat tunggal (single stranded/ss) dan berpolaritas negatif. Famili Paramyxoviridae berbentuk pleomorfik, biasanya memiliki morfologi bulat dengan diameter 100-500 nm, namun ada pula yang memiliki morfologi filamen dan beramplop (Alexander dan Senne 2008). Gejala klinis dan tingkat keganasan yang disebabkan oleh VND berbeda-beda pada unggas (Alexander 2001). Berdasarkan tingkat keganasannya, virus ini terbagi menjadi empat golongan yaitu velogenik viserotropik (tipe Asia) ditandai dengan infeksi letal akut dengan lesi hemoragi pada intestinal, velogenik neurotropik (tipe Amerika) ditandai dengan lesi saluran respirasi dan syaraf tetapi tidak ada lesi pada intestinal dengan mortalitas tinggi, mesogenik (misalnya kumarov, mukteswar, roikin) ditandai dengan lesi saluran respirasi dan syaraf dengan mortalitas rendah dan lentogenik (misalnya La Sota, B1, F) ditandai dengan lesi bersifat asimptomatis pada usus (Alexander dan Senne 2008; Miller et al. 2010). Sejak tahun 1950, penggunaan vaksin aktif pada unggas peliharaan telah dilakukan untuk menurunkan kejadian penyakit dan kerugian ekonomi akibat ND, namun ND tetap menjadi masalah yang serius pada industri perunggasan (Czegledi et al. 2006; Liu et al. 2007). Selama periode 2000 sampai 2009 di Eropa, VND virulen dari ayam telah dideteksi dari unggas liar dan merpati peliharaan (Alexander 2011). Selama 40 tahun terakhir perjalanan ND di Asia dan Afrika tetap endemik pada unggas komersial, meskipun telah dilakukan vaksinasi intensif (Alexander et al. 2012). Pada tahun 1927 penyebaran ND terjadi di Newcastle-Upon-Tyne, Inggris menyebabkan angka mortalitas unggas yang terkena lebih dari 90 %. Penyebaran selanjutnya terjadi di Timur Tengah tahun 1960 sampai tahun 1970 terutama menyerang merpati (Alexander dan Senne 2008; Quinn et al. 2011). Sejak ditemukannya VND tahun 1926 sembilan genotipe virus dari kelas satu dan sepuluh dari kelas dua telah diidentifikasi, munculnya genotipe varian baru dari epizootik global dan perubahan sekuens genomik virulensi VND rendah dan tinggi secara tidak langsung menimbulkan opini telah terjadi perubahan virulensi VND serentak pada daerah yang berbeda di dunia (Miller et al. 2010). Wabah VND di Indonesia pertama terjadi di Jawa, pada tahun 1926 (Alexander dan Senne 2008). Sejak terjadi wabah sampai saat ini telah dilakukan
2 pengendalian penyakit dengan program vaksinasi, akan tetapi sampai saat ini Indonesia masih menjadi daerah endemik VND, bahkan sirkulasi virusnya dapat dideteksi sepanjang tahun. Berdasarkan data lapangan tahun 2008-2011 menunjukkan bahwa serangan penyakit ND selalu menempati rangking 10 besar yang menyerang semua umur ayam, dimana peningkatan kasus terbesar terjadi tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya, kejadian penyakit merata di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan maupun Sulawesi (Anonimus 2012). Pada tahun 2007 sekitar 1.500-8.000 ekor ayam terinfeksi ND tiap bulannya di Bali-Indonesia (OIE 2009). Wabah ND pada tahun 2009 dan tahun 2010 pada ayam komersial menyebabkan mortalitalitas 70-80 % (Xiao et al. 2012). Beberapa laporan menyebutkan bahwa strain virus yang beredar di Indonesia saat ini telah mengalami perubahan dari segi genetik. Hasil analisis filogenetik virus ND isolat lapang di Indonesia termasuk genotipe VII kelas 2 serta secara genetik berbeda dengan virus vaksin (Dharmayanti et al. 2014). Sedangkan diagnosis yang ditetapkan selama ini oleh Patologist di lapangan dalam menentukan arah penyakit masih mengacu pada perubahan patognomonis penyakit ND dan lesi-lesi yang selama ini dilaporkan. Lesi patognomonis pada penyakit ND ditandai dengan petechiae pada proventikulus, ventrikulus, usus, seka tonsil, trakhea dan paru-paru (Kencana dan Kardena 2011); Airsacculitis, trakheitis, nekrotik dan petechiae pada proventrikulus dan submukosa gizzard, nekrotik dan hemoragi usus, enteritis parah di duodenum, sekum dan hemoragi di proventrikulus, lesi pada usus terutama terjadi pada bentuk ND tipe viserotropik (Jordan 1990); Velogenik viserotropik Newcastle Disease menimbulkan hiperemi dan bengkak pada konjungtiva, nekrosis multifokal pada limpa, hemoragi pada mukosa proventrikulus, duodenum, seka tonsil, atrofi bursa Fabricious dan timus (Nakamura et al. 2010); Lesi pada otak selalu teramati pada ayam-ayam yang terinfeksi dengan tipe velogenik neurotropik walaupun kadang juga ditemukan pada tipe viserotropik dan mesogenik (Bhaiyat et al. 1994). Oleh karena itu studi khusus tentang distribusi antigen sangat perlu dilakukan untuk melihat keberadaan VND di dalam jaringan guna menjelaskan patogenesa penyakit ND yang tepat pada kasus lapangan.
Perumusan Masalah Merebaknya kembali wabah ND pada ayam sejak tahun 2009 sampai saat ini mengindikasikan bahwa usaha dalam melakukan protektif selama ini belum menghentikan penyebaran VND secara maksimal di lapangan. Meskipun demikian, pola distribusi VND pada organ dari kasus-kasus lapangan saat ini belum diketahui. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang distribusi VND pada kasus lapang dengan pewarnaan imunohistokimia. Salah satu alternatif cara peneguhan diagnosis ND pada berbagai jenis inang yang rentan adalah uji imunohistokimia. Imunohistokimia (IHK) merupakan metode identifikasi protein/antigen dalam jaringan yang dipotong dengan menggunakan antibodi spesifik (Vara 2005). Uji imunohistokimia dapat melacak distribusi virus pada berbagai organ sehingga dapat dipakai untuk mengetahui patogenesis infeksi VND dan uji IHK relatif aman karena dilakukan pada organ yang telah difiksasi dengan formalin. Menurut Rao et al. (2010) imunohistokimia sebagai alat diagnosis telah digunakan untuk studi patogenesis dan patologi dari ND pada berbagai spesies unggas dan jaringan.
3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan yang meliputi organ trakhea, paru-paru, jantung, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, pankreas, ginjal, limpa, bursa Fabricious dan otak melalui pewarnaan imunohistokimia.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi tentang pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan. 2. Menentukan tingkat keganasan VND pada ayam dari kasus-kasus lapangan. 3. Menambah informasi tentang efektivitas vaksinasi ND di lapangan.
1 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease Newcastle disease (ND) biasa disebut juga sebagai Pseudo-Fowl Pest, Pseudovogel-Pest, Atypische Gefugelpest, Pseudo-Poultry Plague, Avian Pest, Avian Distemper, Ranilchet Disease, Tetelo Disease, Korean Fowl Plague, dan Avian Pneumoencephalitis (Alexander dan Senne 2008). Newcastle disease disebabkan oleh strain virulent dari avian paramyxovirus type 1(APMV-1) genus avulavirus, famili paramyxoviridae (OIE 2012). Virus Newcastle disease memiliki satu serotipe dan terdiri dari dua kelas. Genom virus kelas satu terdiri dari 15.198 nukleotida dan genom virus kelas dua terdiri dari 15.156 atau 15.192 nukleotida (Czegledi et al. 2006). Genom VND membawa sandi untuk enam protein virus yaitu: protein L, protein HN (Hemaglutinin Neuraminidase), protein F (protein Fusi), protein NP (Protein Nukleokapsid), protein P (Fosfoprotein), dan protein M (Matrik) (Miller et al. 2010). Virus Newcastle disease memiliki dua membran glikoprotein yaitu hemaglutinin neuramidase (HN) dan fusion (F), Glikoprotein HN terdapat pada permukaan sel yang mengandung sialic acid yang merespon aktivitas hemaglutinasi dan neuramidase yang memungkinkan pencegahan agregasi virus progeni dan glikoprotein F menyebabkan fusi diantara sel-sel terinfeksi (Zee 1999). Sifat-sifat fisik VND yaitu: mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan melisiskan eritrosit ayam, diinaktifkan pada temperatur 56 0C/3 jam atau 60 0C/30 menit pada pH ≤2 dan pada suhu diatas 1-2 oC virus dilaporkan masih bertahan dikulit ayam selama 60 hari dan dalam sumsum tulang bertahan hingga 200 hari (OIE 2012).
Gambar 1 Penampang VND (ViralZona 2010)
2 Berdasarkan virulensinya, VND dikelompokkan menjadi tiga patotipe yaitu: lentogenik adalah strain virus yang kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang dan velogenik adalah strain virus dengan virulensi ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk neurotrofik dengan gejala gangguan syaraf disertai kelainan pada sistem pernafasan, dan bentuk viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan (Aldous dan Alexander 2001). Australia, Selandia Baru, Kanada, Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara Eropa, penyakit ND disebabkan oleh virus lentogenik bukan velogenik (Spradbrow 1992). Newcastle disease pertama kali dilaporkan tahun 1926 di Newcastle, Upon Tyne, Inggris dan di pulau Jawa, Indonesia kemudian menyebar dengan cepat di Asia. Panzootik pertama terjadi tahun 1970 di Asia Tenggara dan panzootik kedua terjadi diakhir tahun 1960 menyebar ke seluruh dunia, pengaruh panzootik yang hebat tidak dapat diperkirakan seperti di Great Britain, 43 wabah terjadi tahun 1.969, 3.328 wabah tahun 1970 dan 4.217 wabah tahun 1971 sebelum dilakukan vaksin hidup untuk mencegah penyakit (Alexander 2001). Wabah ND pada unggas selama periode 1986 sampai 1993 terjadi di negaranegara Eropa, total lima kasus terjadi tahun 1986 dan berfluktuasi mencapai 134 kasus tahun 1993 (Alexander 2011). Wabah ND di Inggris menyebabkan angka kematian unggas yang terkena lebih dari 90 %. Wabah ND terbaru di California, Nevada dan Texas, Amerika Serikat menyerang lebih dari 3,4 juta ekor unggas dan memerlukan biaya lebih dari US $ 5 Milyar untuk pengendalian penyakit (Brown et al. 1999). Wabah di Ireland tahun 1990 secara genetik dan antigenik sangat berbeda dari semua virus virulen yang ada, tetapi genetiknya dekat dengan virus virulensi rendah yang diisolasi dari unggas air yang tergolong virus kelas I (Alexander et al. 2012). Sampel dari unggas liar dan peliharaan yang dikoleksi antara 2006-2010 di Luxembourg telah dianalisis terhadap VND, ditemukan strain genotipe I avirulen pada unggas air mirip dengan strain yang bersirkulasi pada ayam liar di Finlandia menunjukkan bahwa virus tersebut merupakan strain avirulen yang khas pada unggas liar di Eropa dan tiga sampel strain PPMV-1 virulen ditemukan pada merpati (Snoeck et al. 2013). Wabah ND di Afrika Selatan menyebabkan mortalitas yang tinggi pada ayam ditandai dengan gejala-gejala pernafasan, syaraf dan pencernaan. Wabah ND di Amerika Serikat ditandai dengan gejala-gejala pernafasan ringan dan syaraf yang dikenal dengan pneumoencephalitis (Bwala 2009). Australia dinyatakan bebas dari VND lebih dari enampuluh tahun sampai muncul wabah oleh strain virulen tahun 1998 yang merupakan hasil dari mutasi virus virulensi rendah (Alexander et al. 2012). Wabah tahun 1998 sampai 2002 lebih lanjut terjadi mutasi virus dari lentogenik menjadi virus virulen yang berasal dari luar Australia (AUSVETPLAN 2010). Kejadian lain di Australia, pada beberapa tahun terakhir ini juga membuat panik kalangan industri perunggasan, karena dampak secara ekonomi sangat tinggi. Kerugian berupa kematian, pengendalian penyakit serta penghentian impor dari negara-negara yang terserang wabah ND (Brown et al. 1999). Selama periode 2008 sampai 2011 sebanyak 51 isolat ND diisolasi dari ayamayam di Asia secara genetik menunjukkan genetik VII tetap yang utama (Ebrahimi et al. 2012). Newcastle disease bentuk velogenik viserotropik atau dikenal juga dengan bentuk pencernaan, karena gejala-gejala utama terlihat pada saluran pencernaan terjadi di Asia (Tabbu 2000). Analisis phylogenetic sebelumnya
3 menunjukkan bahwa genotipe VII dari VND tetap utama pada unggas di Asia dan Eropa, terutama di daerah Timur Jauh, Eropa dan Afrika Selatan. Genotipe tersebut telah dikelompokkan kedalam subgenotipe VIIa-VIIh, dimana VIIa-VIIe terutama bersirkulasi di Cina, Malaysia, Kazakhstan dan Kyrgyzstan, sedangkan VIIf-VIIh bersirkulasi di Afrika (Ebrahimi et al. 2012; Miller et al. 2010). Virus ND di Indonesia sudah menyebar ke semua provinsi, kerugian ekonomi yang diakibatnya pada ayam buras secara nasional rata-rata Rp. 340 milyar per tahun. Pada umumnya serangan VND mulai meningkat awal musim hujan dan mencapai puncaknya pada pertengahan musim tersebut, serta wabah biasanya terjadi pada peralihan musim hujan ke musim kemarau (Sudardjat 1996). Virus ND yang terdapat di Indonesia termasuk dalam patotipe velogenik viserotropik ND yang merupakan virus ND paling virulen (Sardjono 1993). Wibowo et al. (2012) melaporkan bahwa berdasarkan kecepatan elusi di antara 13 isolat virus ND menunjukkan karakter virus virulen sebanyak 11 isolat sedangkan virus kurang virulen dua isolat. Virus ND lapangan Indonesia 2009-2010 berbeda dengan virus strain La Sota dalam 13 situs asam amino (Anonimus 2012).
Gejala Klinis Gejala klinis ND bervariasi tergantung pada sifat dari virus yang menginfeksi, dosis infeksi dan imunitas dari paparan sebelum atau vaksinasi (Alexander dan Senne 2008). Tipe velogenik viserotropik menunjukkan gejala perakut seperti penurunan produksi telur yang tajam, depresi, respirasi meningkat, diare profus berwarna hijau, edema, sianosis, konjungtivitis dan mortalitas lebih dari 90 %. Velogenik neurotropik, menunjukkan gejala syaraf seperti depresi, tremor, tortikolis, batuk, paralisis sayap dan kaki, mortalitas pada ayam 20 %. Tipe mesogenik, gejala yang tampak adalah depresi, penurunan berat badan, penurunan produksi telur, gangguan respirasi akut, mortalitas 10 %. Tipe lentogenik, umumnya bersifat subklinis dengan gejala gangguan penafasan ringan, produksi telur menurun, tidak tampak gejala syaraf dan kematian kecuali disertai dengan masuknya agen penyakit lain, misalnya E coli dan tipe avirulent yaitu bersifat subklinis tanpa gejala infeksi (CFSPH 2008; Ghiamirad et al. 2010; OIE 2012). Empat manifestasi klinis ND menurut Jordan (1990) diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Velogenic Viscerotropic ND (VVND): diawali dengan lesu, pernafasan meningkat, lemah, jatuh dan akhirnya mati, kadang-kadang menyebabkan oedema disekitar mata dan kepala, diare hijau, tremor otot, tortikolis, paralisis sayap dan kaki, opistonus mungkin juga terlihat dan menyebabkan mortalitas mencapai 100 %. 2. Neurotropic Velogenic ND (NVND): diawali dengan gangguan pernafasan, satu atau dua hari kemudian diikuti gejala syaraf, produksi telur turun drastis, biasanya diare tidak terlihat, morbiditas 100 % dengan mortalitas diatas 50 % pada ayam tua dan pada ayam muda 90 %. 3. Mesogenic ND: menyebabkan gangguan pernafasan pada ayam tua, produksi telur turun, gejala syaraf mungkin muncul tetapi jarang, mortalitas rendah kecuali pada ayam sangat rentan dan ayam muda.
4 4.
Lentogenic ND: jarang menyebabkan penyakit pada ayam tua, namun pada ayam yang rentan dan ayam muda mungkin menunjukkan gangguan pernafasan serius.
Patogenesis Patogenisitas VND dipengaruhi oleh galur virus, rute infeksi, umur, lingkungan, dan status kebal saat terinfeksi virus (Alexander 2007). Berdasarkan spesies, ayam lebih rentan daripada bebek dan angsa, pada ayam muda infeksi lebih akut daripada ayam tua, tidak ada pengaruh breed atau genetik terhadap kerentanan ayam dan rute infeksi alami melalui nasal, oral dan okular dapat menimbulkan penyakit pernafasan, sedangkan infeksi melalui intramuskular, intravena dan intracerebral meningkatkan gejala syaraf (Alexander dan Sanne 2008; Jordan 1990). Secara umum patogenesis dari infeksi virus famili paramyxoviridae diawali dengan penyebaran virus dari ayam sakit ke ayam yang lain melalui aerosol. Virus ditangkap di mukosa rongga hidung, difagosit makrofag lokal dan dieliminasi keluar tubuh. Namun, apabila sistem kekebalan tubuh lemah atau virus bersifat virulen maka selajutnya akan disebarkan oleh makrofag (leukocytic trafficking) ke kelenjar pertahanan regional. Virus bereplikasi pada kelenjar pertahanan regional, diikuti viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi viremia sekunder dimana virus disebarkan sistem limfoid mencapai sel-sel epitel dari mukosa pernafasan, mukosa ginjal, saluran pencernaan dan sistem syaraf. Pada syaraf penyebaran makrofag diawali dengan perivascular cuffing selanjutnya terjadi penyebaran lokal pada astrosit dan sel migrolial. Mediator inflamasi dilepaskan dari limfosit, sel-sel mikroglial dan trafficking makrofag yang akhirnya menginisiasi lesi pada organ (Zachary 2007). Patogenisitas VND terjadi ketika sakit, ayam mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses (Alexander 2001). Replikasi virus diawali pada lapisan epitel saluran pernafasan, pencernaan dan sistem syaraf pusat. Masa inkubasi dan gejala klinis penyakit ND pada ayam bervariasi, tergantung pada strain virus dan status kebal ayam saat terinfeksi. Pada infeksi virus strain lentogenik, penyakit bersifat subklinis atau ditandai dengan gangguan respirasi yang bersifat ringan seperti bersin dan keluar leleran dari hidung. Infeksi virus strain mesogenik bersifat akut ditandai dengan gangguan respirasi dan kelainan syaraf (Zee 1999). Replikasi virus berlangsung di dalam sitoplasma sel inang, penyebarannya melalui inhalasi dan ingesti, masa inkubasi penyakit ini antara 2-15 hari, rata-rata 2-6 hari (OIE 2009). Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia sekunder. Viremia sekunder menyebabkan infeksi pada organ-organ lain seperti paru, usus dan sistem syaraf pusat. Kesulitan bernafas dan sesak nafas timbul akibat penyumbatan bronchiolus pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak (Fenner et al. 1993; Zee 1999). Pertumbuhan virus ND virulen dapat merusak sel-sel epitel, makrofag, fibroblast, endotel dan akhirnya menyebar ke seluruh embrio dan menyebabkan kematian embrio (Wibowo et al. 2012). Bouzari dan Spardbrow (2006) melaporkan
5 bahwa replikasi VND setelah diinfeksi virus V4 secara oral pada ayam berumur 3 minggu menunjukkan hasil bahwa virus dapat diisolasi 24 jam pasca inokulasi dari esofagus, tembolok dan trakhea. Penularan Penularan VND dapat terjadi secara langsung antar ayam dalam satu kelompok ternak tertular biasanya berasal dari ekskreta ayam terinfeksi baik melalui pakan, air minum, lendir, feses, maupun udara yang tercemar virus, peralatan dan pekerja kandang (Tabbu 2000). Penularan virus dari ayam terinfeksi tergantung pada tempat bereplikasi virus. Ayam yang menunjukkan gejala pernafasan akan mengeluarkan virus yang berasal cairan mukus dan menginfeksi ayam lain melalui inhalasi. Virus ND yang bereplikasi dalam saluran pencernaan akan mengeluarkan virus melalui feses. Anak ayam yang baru menetas dapat tertular dari cangkang telur yang terkontaminasi feses yang mengandung VND (OIE 2009) Diagnosis Diagnosis ND mungkin saja dilakukan berdasarkan gejala klinis atau perubahan makroskopis post-mortem, akan tetapi diagnosis definitif tidak akurat karena kemiripan dengan penyakit unggas lainnya. Diagnosa banding ND adalah fowl kolera, highly pathogenic avian influenza (HPAI), laringotrakheitis akut, fowl pox bentuk dipteritik, mikoplasmosis, infeksius bronkhitis, aspergillosis dan manajemen kandang yang tidak baik (Capua dan Terregino 2009). Isolasi dan identifikasi patotipe virus dapat dilakukan dengan uji mean death time (MDT), intravenous pathogenicity index (IVPI) dan intracerebral pathogenecity index (ICPI), reverse-trancription polymerase chain reaction (RTPCR) dan sekuensing pada tempat pembelahan, peningkatan titer pada pengujian serologi haemagglution inhibition test (HI) atau enzyme linked immunoasorbent assay (ELISA) (Alders dan Spradbrow 2001; Alexander dan Senne 2008). Teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) juga dapat digunakan untuk melihat profil antigenik isolat VND (Rao et al. 2010). Perubahan Patologi Anatomi dan Histopatologi Perubahan makroskopis pada saluran pencernaan meliputi hemoragi pada proventrikulus, duodenum dan seka tonsil (Gambar 2) (Capua dan Terregino 2009). Bagian yang mendapat perhatian adalah seka tonsil, dimana terdapat nekrosis apabila dibuka dan perubahan hiperemi di sebagian besar organ terutama otak. Lesi mikroskopik utama ND adalah nonpurulen ensefalomyelitis, vaskulitis, nekrosis limfoid (bursa, limpa, timus dan jaringan limfoid mukosa usus), trakheitis, pneumonia, salfingitis, nekrosis hati, pankreatitis dan konjungtivitis. Beberapa kajian melaporkan tentang pembentukan ensefalomalasia dan pankreatitis nekrotik pada ND (Zee 1999; Tabbu 2000). Pada usus halus lesi nekrotik hemoragi bersifat multifokal, secara histopatologi terlihat nekrosis fokal maupun difus serta infiltrasi sel-sel mononuklear pada jaringan limpa, hati, ginjal, paru-paru, usus, sekum, proventrikulus dan otak (Oladele et al. 2008). Meskipun tidak ada lesi
6 patognomonik, hemoragi pada intestinal bisa digunakan untuk membedakan velogenik viserotropik ND dengan velogenik neurotropik ND (Alexander 2001). Akoso (1998) menyatakan pada kasus Newcastle disease hasil bedah bangkai memperlihatkan gejala khas, seperti adanya petechiae pada proventrikulus, perubahan pada lapisan usus berupa hemoragi dan nekrosa, pada organ pernafasan akan terjadi eksudasi dan kantung udara menebal. Menurut Tabbu (2000) perubahan makroskopik yang ditemukan biasanya erat hubungan dengan galur tipe patologik dari virus ND, pada VVND tersifat oleh adanya nekrosis dan hemoragik pada saluran pencernaan, meliputi proventrikulus, ventrikulus dan berbagai bagian usus, dimana lesi tersebut dapat dipakai untuk membedakan VVND dengan NVND. Velogenik viserotropik ND menimbulkan merah dan bengkak pada konjungtiva, nekrosis multifokal pada limpa, hemoragi pada mukosa proventrikulus, duodenum, seka tonsil, atrofi bursa Fabricious dan timus (Nakamura et al. 2010).
Gambar 2 Pendarahan pada mukosa proventrikulus, usus dan seka tonsil (Capua dan Terregino 2009) Perubahan patologi anatomi pada ayam yang tidak divaksin tapi ditantang dengan virus lapang (virus ND velogenik isolat lokal (VND/Tasik/M13/2009 secara intramuskular) pada hari ke-5 hingga hari ke-6 paska uji tantang terlihat bahwa semua sampel ayam ditemukan perdarahan yang meluas di proventrikulus dan di organ usus halus ditemukan fokus nekrotik-hemoragika. Pada pemeriksaan histopatologi, lumen kelenjar proventrikulus terlihat membesar dan berisi sel-sel runtuhan, adanya hiperemi hingga hemoragi, nekrosis parah, edema serta endotel yang rusak (Nuryanto 2012). Adi et al. (2010) melaporkan bahwa ayam terserang ND ketika wabah di Bali menunjukkan atrofi pada organ-organ limfoid seperti bursa Fabricious, timus dan limpa; hemoragi intestinal dan edema pada otak. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan meningoensefalomyelitis nonsuppuratif ditandai dengan nekrosis neuron, gliosis multifokal sampai difus dan perivascular cuffing dari sel-sel mononuklear, nekrosis hemoragik pada trakhea dan usus serta deplesi dan nekrosis pada jaringan limfoid termasuk bursa Fabricious.
7 Perubahan pada proventrikulus tiga hari paska infeksi menunjukkan infiltrasi limfositik pada jaringan limfoid, pemendekan papila proventrikulus dan infiltrasi difus dari limfosit di mukosa. Pada hari ke-7 paska infeksi terlihat infiltrasi limfositik pada folikel limfoid dan pemendekan papilla proventrikulus. Sedangkan perubahan pada usus pada hari ke-3 dan ke-7 paska infeksi pada duodenum teramati deskuamasi vili usus (Mohammadamin dan Qubih 2011). Ayam broiler sebanyak 39 ekor berumur 4-5 minggu yang dikoleksi pada wabah strain mesogenik ND di Jepang memperlihatkan perubahan patologi anatomi seperti hemoragi pada paru-paru, kongesti pada trakhea, splenomegali, atrofi timus dan bursa Fabricious, otak bewarna keputih-putihan. Secara mikroskopis terlihat pneumonia hemoragi ringan, trakheitis kataral, nekrosis folikel limfoid pada limpa, timus, bursa Fabricious dan sekum serta ensefalitis nonsuppuratif. Lesi ensefalitis ditandai dengan perivascular cuffing multifokal, malasia, demyelinasi dan vaskulitis proliferatif (Bhaiyat et al. 1994). Imunohistokimia Sebagai Alat Diagnosis Penyakit ND Prinsip dari metode histokimia adalah perpaduan antara reaksi imunologi dan kimiawi, dimana reaksi imunologi ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi ditandai dengan adanya reaksi antara enzim dengan substrat. Pada reaksi imunohistokimia ini sifatnya adalah spesifik karena bahan yang dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifik yang dilabel dengan suatu enzim. Enzim yang digunakan untuk melabel antibodi tersebut dapat berupa enzim: peroksidase, alkali fosfatase dan β-galaktosidase (Vara 2005). Kata imunohistokimia diambil dari istilah immune yang merujuk kepada antibodi dan histo merujuk kepada jaringan (Wikipedia 2013). Imunohistokimia menjadi alat yang penting untuk mengetahui diagnosis histopatologi dan penelitian penyakit infeksius (Kammerer et al. 2001; Vara 2005; Wikipedia 2013). Sistem imunodeteksi termasuk direct horseradish peroksidase (HRP), Peroxidase-antiperoxidase (PAP), avidin-biotin complex (ABC) dan alkaline phosphatase-antialkaline phosphatase (APAAP) (Bwala 2009). Penggunaan antibodi monoklonal lebih akurat dalam IHK dibandingkan antibodi poliklonal karena spesifisitasnya tinggi, karena tidak ada hasil reaksi silang dan positif palsu (Haines dan Chelack 1991). Antibodi monoklonal memiliki spesifik yang tinggi karena antibodi hanya melekat pada epitop tunggal antigen, sedangkan antibodi poliklonal terdiri dari antibodi-antibodi yang mengikat antigen tidak spesifik (Vara 2005). Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) Secara imunohistokimia antigen virus ND terdeteksi pada lesi di berbagai organ terutama di sitoplasma dan jarang dalam inti sel, dilaporkan pada beberapa kajian terdahulu yang dihimpun pada (Tabel 1).
8
Tabel 1 Rangkuman kajian distribusi antigen VND No Organ tempat antigen virus ND terdeteksi 1 Sel limforetikuler dan seka tonsil 2 Limpa dan paru-paru 3 Otak, trakhea, kantung udara, paru-paru, pankreas, duodenum, proventrikulus, bursa Fabricious, ginjal dan jantung 4 Folikel limfoid bursa Fabricious 5 Paru-paru, limpa, jantung dan membran khorioalantoik 6 Otak 7 Otak, trakhea, paru-paru, duodenum, proventrikulus, hati, limpa dan bursa Fabricious 8 Trakhea dan paru-paru 9 Usus halus, ginjal, paru-paru dan otak 10 Limpa, bursa Fabricious dan timus
Pustaka Hamid et al. 2007 Wakamatsu et al. 2007 Nakamura et al. 2008
Adi et al. 2010 Al-garib et al. 2010 Ecco et al. 2011 Adi et al. 2012 Kim et al. 2012 Nuryanto 2012 Anis et al. 2013
Antigen virus ND dapat diobservasi pada serebrum, serebelum dan medulla oblongata yang mengalami degenerasi, nekrosis dan gliosis; pada sel-sel asinar pankreas yang mengalami degenerasi, nekrotik dan deplesi; didalam makrofag pada lapisan dan dinding arteri paru-paru yang mengalami kongesti; pada lapisan sel-sel mesotelial epikardium; pada lapisan muskulus duodenum; pada otot esofagus yang mengalami nekrosis, deskuamasi dan erosi; pada folikel limfoid nekrotik pada bursa Fabricious; pada sel-sel epitel kantung udara; pada sel-sel epitel ginjal nekrosis; jaringan limfoid nekrotik di lamina propria usus; serta syaraf perifer pada lapisan otot usus dan proventrikulus, atau dalam jaringan ikat di sekitar trakhea tanpa disertai lesi histologis yang signifikan. Antigen virus ND terlihat juga pada sel-sel epitel skuamosa esofagus berdekatan dengan proventrikulus (Nakamura et al. 2008). Virulensi, sifat dan distribusi lesi dievaluasi dari sistem syaraf pusat ayamayam yang diinokulasi dengan 10 isolat virus ND berbeda seperti; CA 1083, Korea 97-147, Australia (velogenik viscerotropik), Texas GB dan Turkey North Dakota (velogenik neurotropik), Nevada cormorant, Anhinga dan Roakin (mesogenik) dan B1 dan QV4 (lentogenik) menunjukkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan strain Australia, Roakin, B1 dan QV4, menunjukkan tidak ada ensefalitis atau secara IHK tidak terdeteksi nukleoprotein pada otak. Dua stain yang menyebabkan kematian 5 hari setelah infeksi (CA 1083 dan Korea 97-147), strain velogenik neurotropik dan beberapa strain mesogenik menunjukkan adanya inflamasi multifokal dan secara IHK virus terdeteksi di dalam sitoplasma syaraf, beberapa sel-sel glial dan jarang pada sel-sel endothelial otak (Ecco et al. 2011). Nakamura et al. (2008) melaporkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan virus VVND (APMV1/chiken/Japan/fukuoka11/2004) terdeteksi VND secara IHK di syaraf tepi. Pemeriksaan imunohistokimia pada ayam yang tidak divaksin tapi ditantang dengan virus lapang (virus ND velogenik isolat lokal (VND/Tasik/M13/2009 secara intramuskular) hari ke-3 paska infeksi, antigen VND dapat terdeteksi di beberapa organ yaitu: usus halus, ginjal, paru-paru dan otak. Pada usus halus antigen terwarnai dan terlihat jelas terutama di kripta, Peyer patches dan tunika muskularis
9 (Nuryanto 2012). Virus ND positif ditemukan 96 jam paska diinokulasi dengan VND virulen pada organ paru-paru, limpa, jantung dan membran khorioallantoik telur ayam berembrio umur 14 hari (Al-garib et al. 2010). Lokasi antigen VND yang diinfeksi melalui oro-nasal dengan strain lentogenik (V4) dengan tekhnik immunoperoksidase dengan menggunakan agent virus homolog, antigen ditemukan di sitoplasma sel limphoretikuler, menetap selama 28 hari di seka tonsil, sel-sel positif tidak terlihat pada bursa dan otak (Hamid et al. 1990).
1 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi dan Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB, serta di Laboratorium Patologi Balai Veteriner Subang yang berlangsung dari bulan November 2013 sampai Juni 2014. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat nekropsi, botol spesimen, gelas ukur, tissue cassette, automatic tissue processor, paraffin embedding console, mikrotom, gelas sediaan, gelas penutup, staining system, inkubator, mikroskop cahaya, alat digital photomicrograph, glove, microtube, microwave, humidity chamber, mikropipet, tips dan vortek. Bahan penelitian terdiri dari larutan etanol bertingkat 70 %, 80 %, 90 %, 96 % dan absolut etanol, paraffin, silol, hidrogen peroksida 0,3 % dalam methanol (Merck), rabbit anti-NDV HN protein Polyclonal Antibody, Cy7 conjugated (Bioss#bs-4529R, North America), kit imunohistokimia (Dako REAL™, North America), Mayer’s hematoxylin (Sigma#2 CS 401-1D), eosin (Fisher Scientific), entelan (Merck, Art. 1691), Poly-L-lysine coating slide (Sigma P4707), entellan (Merck, Art. 1691), larutan phosphat buffer saline (PBS) (Fisher Scientific), aquades dan brain heart infusion (BHI). Materi Materi penelitian adalah organ interna untuk pemeriksaan histopatologi dan hasil usap orofaring dan kloaka yang disimpan dalam media transport BHI untuk uji rRT-PCR. Sebanyak 10 kasus lapang dikumpulkan dari ayam broiler, layer dan buras. Seluruh sampel berasal dari daerah Jawa Barat yang dikirim ke Bagian Patologi FKH IPB. Sampel dipilih berdasarkan pemeriksaan klinis dan temuan perubahan patologi anatomi hasil diagnosis Patologist bagian Patologi, FKH IPB sebagai suspect ND dan selanjutnya dikonfirmasi positif ND dengan uji rRT-PCR di bagian Mikrobiologi FKH IPB. Sampel berupa organ-organ: trakhea, paru-paru, jantung, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, pankreas, ginjal, limpa, bursa Fabricious dan otak. Semua sampel organ-organ tersebut dipotong 1 x 1 x 0,5 cm dan difiksasi dalam larutan neutral buffered formalin (NBF) 10 % selama minimal 24 jam dan dibuat sediaan histopatologi dalam paraffin blok (Mohammadamin dan Qubih 2011). Alur penelitian disajikan pada gambar 3 di bawah ini.
2
Kadaver Ayam Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan PA
Usap Orofaring dan Kloaka
Analisis Data (HE, IHK)
Diduga ND
Uji rRT-PCR
Histopatologi (HE, IHK)
Koleksi Organ (BNF 10%)
Positif
Gambar 1 Alur Penelitian
Data Anamnesis dan Patologi Anatomi Data anamnesis meliputi pengamatan klinis, pencatatan sejarah penyakit, jumlah ayam yang sakit, jumlah ayam yang mati, jenis, ras dan umur ayam. Gambaran patologi anatomi diamati dan dicatat terhadap semua kelainan yang tampak pada masing-masing organ tersebut meliputi perubahan warna, bentuk, konsistensi, degenerasi dan nekrosis, gangguan sirkulasi, peradangan dan eksudasi. Untuk melihat derajat lesi patologi anatomi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat. Pembuatan Blok Parafin Potongan (trimming) masing-masing organ setebal 5 mm dimasukkan ke dalam tissue cassette, kemudian dimasukkan ke dalam automatic tissue processor untuk dilakukan; Dehidrasi menggunakan etanol bertingkat 70 %, 80 %, 90 %, 96 % dan etanol absolut tiga kali ulangan. Clearing dengan silol dua kali ulangan. Infiltrasi oleh paraffin dua kali ulangan. Seluruh proses tersebut membutuhkan waktu 24 jam. Selanjutnya dilakukan embedding pada alat paraffin embedding console dengan memindahkan jaringan dalam cassette ke dalam cetakan yang berisi paraffin. Blok paraffin disayat setebal 5 µm dengan rotary microtome. Sayatan jaringan diapungkan pada akuades dalam waterbath 45 0C dan dilekatkan pada gelas sediaan berperekat poly-L-Lysine 1 %. Sayatan jaringan yang telah dilekatkan pada gelas sediaan, dimasukkan ke dalam inkubator selama 1 malam dengan suhu 50-60 0C untuk kemudian dilakukan pewarnaan HE dan IHK. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin Potongan jaringan yang telah dilekatkan pada gelas sediaan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (HE) sesuai prosedur standar (Mohammadamin dan Qubih
3 2011). Prosedur pewarnaan HE adalah sebagai berikut; gelas sediaan yang berisi sayatan organ dideparafinasi dan rehidrasi dengan merendamnya di dalam silol dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit dilanjutkan dengan etanol absolut dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit, etanol 96 % dan 80 % masing-masing selama 1 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. Pewarnaan dilakukan dengan merendam sediaan dalam pewarna Mayer's haematoxyllin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir selama 30 detik, dicuci dalam lithium carbonat selama 30 detik dan air mengalir selama 2 menit. Pewarnaan dilanjutkan dengan merendaman jaringan didalam eosin selama 3 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 60 detik. Selanjutnya dilakukan dehidrasi jaringan dengan etanol 96 % dan etanol absolut dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan clearing dengan merendam dalam silol dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah mounting yaitu menutup jaringan yang telah diwarnai dengan entelan dan gelas penutup. Penilaian histopatologi dilakukan secara deskriptif dengan bantuan mikroskop untuk melihat adanya degenerasi dan nekrosis, hemoragi, kongesti, edema, infiltrasi sel-sel inflamasi dan untuk melihat derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat. Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 100 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang. Pewarnaan Imunohistokimia Pewarnaan imunohistokimia merujuk pada prosedur yang dianjurkan dalam katalog Dako, North America. Inc. (Dako 2013). Potongan jaringan yang telah melekat pada gelas sediaan poly-L-Lysine 1 %, dideparafinasi menggunakan silol tiga kali ulangan masing-masing selama 5 menit pada suhu ruang. Selanjutnya rehidrasi dengan etanol 100 %, 95 % dan 80 % masing-masing selama 5 menit pada suhu ruang, lalu dengan akuades dan air mengalir selama 5 menit, dilanjutkan perendaman pada PBS tween pada suhu ruang. Proses Retrieval antigen dilakukan menggunakan Dako REAL™ target retrieval solution (10 x) (Dako, S203130) pH 6.0 di dalam microwave pada suhu 100 0C selama 15 menit. Sediaan jaringan kemudian diangkat dan dibiarkan 20 menit pada suhu ruangan, lalu dicuci dengan PBS tween selama 5 menit. Blocking aktifitas endogenous dilakukan dengan perendaman dalam H2O2 3 % selama 15 menit pada suhu ruang dan dicuci dengan PBS tween. Blocking ikatan protein non spesifik dilakukan dengan Goat serum normal 10 % (Dako, X0907) selama 30 menit pada suhu ruang, dicuci kembali dengan PBS tween. Sediaan jaringan ditetesi antibodi primer rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody (1:500 dalam antibody diluent, Dako, S3022) diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, lalu dibilas dengan PBS tween selama 5 menit pada suhu ruang dan ditetesi antibodi sekunder Dako REAL™ envision™/HRP, Rabbit/Mouse (ENV) (K5007) selama 30 menit pada suhu ruang, dicuci dengan PBS tween 5 menit pada suhu ruang. Selanjutnya sediaan ditetesi Dako REAL™ DAB+chromogen dalam Dako REAL™ substrate buffer (K5007) selama 40 detik pada suhu ruang dan dicuci dengan air mengalir selama 10 menit dan direndam dengan akuades tiga kali ulangan masing-masing selama 5 menit. Sebagai counterstain digunakan Mayer's haematoxyllin agar mendapatkan warna
4 kebiruan sebagai latar belakang serta antigen yang berikatan dengan antibodi terwarnai dengan kromogen dan berwarna kecoklatan. Hasil preparat yang telah terwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop. Pemeriksaan dinyatakan positif apabila dalam pembacaan preparat ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan dan dinyatakan negatif apabila preparat semua penampang tampak kebiruan dan tidak ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan. Derajat imunopositif ND pada masing-masing organ dilakukan skoring dengan derajat ringan (1-10 sel imunopositif terhadap VND), sedang (11-20 sel sel imunopositif terhadap VND) dan berat (lebih dari 20 sel imunopositif terhadap VND). Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 400 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang. Kontrol positif prosedur pewarnaan dipakai sediaan jaringan yang mengandung jaringan ayam yang diinfeksikan VND. Analisa Data Data hasil pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin dianalisa secara deskriptif dan diskoring berdasarkan luasan lesi. Hasil pemeriksaan imunohistokimia dideskripsikan lokasi imunopositif dan diskoring berdasarkan derajat jumlah sel imunopositif per lapang pandang.
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sepuluh kasus dari ayam broiler jantan dan betina berumur 3 dan 4 minggu, ayam layer berumur 14, 26 dan 33 minggu dan ayam buras betina berumur 8 dan 24 minggu yang digunakan dalam penelitian ini didiagnosis ND oleh Patologist dan berdasarkan konfirmasi lanjutan dengan uji rRT-PCR, sepuluh kasus tersebut dinyatakan positif terhadap VND. Berdasarkan data anamnesis diketahui bahwa ayam broiler dan ayam layer telah divaksinasi, morbiditas dan mortalitas tinggi. Sedangkan pada ayam buras tidak divaksinasi, angka morbiditas dan mortalitas 100 %. Organ Respirasi Gangguan pernafasan pada ayam mempunyai tanda-tanda klinik yang hampir sama antara penyakit yang satu dengan yang lainnya, sehingga pada kasus lapang sulit untuk membedakannya. Oleh karena itu, untuk membantu mengarahkan diagnosanya harus mengenali karakteristik berbagai agen penyebab penyakit. Menurut Tarmudji (2005) bila tingkat morbiditas tinggi dan tingkat mortalitas juga tinggi maka diduga ND atau HPAI, apabila tingkat morbiditas tinggi tetapi tingkat mortalitas rendah diduga IB, Snot atau CRD. Tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas pada semua ayam sampel dan didukung dengan uji rRT-PCR positif terhadap VND maka ayam yang digunakan pada penelitian positif terinfeksi VND. Semua ayam sampel yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan gejala klinis susah bernafas dan ngorok dimana gejala gangguan pernafasan lebih jelas terlihat pada ayam berumur muda daripada ayam berumur tua. Pemeriksaan patologi anatomi pada trakhea semua sampel ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan trakheitis kataral yang ditandai dengan kongesti dengan eksudat mukus (Gambar 4). Pemeriksaan histopatologi trakhea memperlihatkan kongesti kapiler, hemoragi, edema dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear (Gambar 5) terlihat pada semua sampel trakhea ayam broiler, layer dan buras. Hasil pemeriksaan imunohistokimia pada trakhea semua ayam broiler, layer dan buras imunopositif pada sitoplasma sel-sel epitel mukosa dan sitoplasma makrofag di lapisan submukosa (Gambar 6). Ditinjau dari jenis ayam pada saat dilakukan nekropsi terlihat trakhea ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan derajat lesi yang sama beratnya pada semua jenis ayam (Lampiran 1). Sejalan dengan perubahan PA, lesi HP juga menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK derajat imunopositif berat pada semua jenis ayam (Lampiran 3). Berdasarkan perbedaan umur ayam, lesi PA dan HP trakhea menunjukkan derajat lesi berat yang sama antara ayam berumur muda dengan ayam berumur tua (Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK pada trakhea menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua umur ayam (Lampiran 4).
2
Gambar 1 Patologi anatomi trakheitis ditandai dengan kongesti (a) dan eksudat mukus (b). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 2
Histopatologi trakheitis ditandai dengan kongesti kapiler (a), hemoragi (b), sel-sel inflamasi (c), edema (d). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
3
Gambar 3 Reaksi imunopositif VND trakhea pada sitoplasma sel-sel epitel mukosa (a) dan sitoplasma makrofag lapisan submukosa (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Paru-paru pada semua sampel ayam secara PA mengalami pneumonia baik pada ayam broiler, ayam layer maupun ayam buras yang ditandai dengan kongesti (Gambar 7). Pemeriksaan HP pada semua sampel paru-paru terlihat kongesti, edema, dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear di dalam dan di dinding alveol (Gambar 8). Pada paru-paru VND imunopositif pada sel-sel epitel parabronkhus, pneumosit dan sitoplasma sel-sel inflamasi di dalam alveol (Gambar 9). Berdasarkan jenis ayam pada saat dilakukan nekropsi terlihat paru-paru ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan derajat lesi sedang yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 1). Perubahan HP menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Hasil pemerikasaan IHK reaksi imunopositif berat pada semua jenis ayam (Lampiran 3). Berdasarkan perbedaan umur ayam, hasil pemeriksaan PA dengan derajat lesi sedang dan HP menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada ayam berumur muda dengan ayam berumur tua (Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK pada paru-paru menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua umur ayam (Lampiran 4).
4
Gambar 4 Patologi anatomi paru-paru pneumonia (a). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 5 Histopatologi paru-paru kongesti (a), edema (b), sel-sel inflamasi di dalam alveol (c) dan sel-sel inflamasi di dinding alveol (d). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan HE
5
Gambar 6 Reaksi imunopositif VND paru-paru pada epitel parabronkhus (a), pneumosit (b) dan sitoplasma sel-sel inflamasi di dalam alveol (c) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 8 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Gangguan pernafasan terlihat pada semua sampel ayam karena saluran pernafasan merupakan salah satu jalur utama masuknya VND. Pada mulanya virus menempel pada sel-sel epitel dengan menggunakan sialic acid pada sel sebagai reseptor (Zee 1999). Keberadaan virus pada epitel pernafasan merangsang sistem kekebalan regional untuk menghasilkan antibodi IgA spesifik yang akan memfagosit virus. Respon yang terlihat pada saluran pernafasan yaitu terjadinya kongesti dan meningkatnya sekresi eksudat mukus pada trakhea sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan antigen virus dari saluran pernafasan dan melindungi permukaan epitel dari penempelan dan invasi virus (Kothlow dan Kaspers 2008). Peningkatan sekresi eksudat mukus ini berkaitan dengan peningkatan jumlah sel goblet. Sel-sel goblet berfungsi untuk memproduksi mukus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel (Glick 2000). Mast et al. (2005) melaporkan bahwa perubahan yang sama pada trakhea ayam yang diinfeksi VND menyebabkan sel-sel goblet hipertopi karena meningkatnya cairan mukus di dalam trakhea dan faring 4 hari paska diinfeksi VND. Apabila tubuh gagal mengeluarkan virus dari tubuh atau karena virus bersifat patogen maka virus dapat merusak sel-sel epitel, makrofag, fibroblast, endotel dan akhirnya terjadi viremia sekunder yang menyebabkan virus menyebar ke seluruh tubuh. Kommers et al. (2002) menyatakan bahwa pada penyakit ND gejala klinis pertama biasanya terdiri dari gangguan pernafasan dan ngorok diikuti 1 atau 2 hari berikutnya dengan kelumpuhan kaki, sayap dan tortikolis leher. Pada unggas dewasa, penurunan produksi yang bersamaan dengan gangguan pernapasan serta kelumpuhan terjadi 4 sampai 6 hari setelah infeksi (Charlton 2006). Perbedaan berat ringannya gangguan pernafasan kasus ini terjadi karena umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi patogenisitas VND. Menurut laporan Alexander dan
6 Senna (2008) unggas muda yang terinfeksi VND menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dan akut dibandingkan pada unggas tua. Lesi pneumonia dengan lesi multifokus yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan laporan Mathias (2010) pada karkas ayam ND terjadi lesi paru-paru mencapai 86,27 % ditandai dengan hemoragi, kongesti, emfisema dan edema. Lopez (2007) menyatakan bahwa kongesti paru-paru ditandai dengan akumulasi darah di dalam lumen pembuluh darah yang biasanya disebabkan oleh gagal jantung dan peradangan yang mengakibatkan pengumpulan darah di dalam pembuluh darah paru-paru, serta menyebabkan terjadinya edema. Edema dapat terjadi akibat pengeluaran cairan dari vaskuler ke interstitisial melebihi kemampuan sistem limfatik dan alveol untuk menyerap kembali cairan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lesi pada paru-paru adalah hasil dari gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh viremia dan infeksi sekunder oleh bakteri. Terjadinya reaksi imunopositif pada trakhea dan paru-paru karena VND memiliki kecenderungan berkembangbiak pada sel epitel bersilia di saluran pernafasan sehingga keberadaan VND pada kedua organ tersebut dapat terdeteksi. Reaksi imunopositif pada kedua organ ini sesuai dengan laporan Nakamura et al. (2008) dan Mathias (2010) bahwa pada sampel lapang antigen VND imunopositif pada trakhea, kantung udara dan paru-paru. Organ Sirkulasi Secara klinis, gangguan organ sistem sirkulasi ditunjukkan oleh anemia dari selaput lendir mata dan paruh pucat serta depresi pada semua jenis dan umur ayam broiler, ayam buras maupun ayam layer. Pengamatan PA organ jantung terlihat otot jantung bewarna belang pucat mengindikasikan adanya degenerasi otot jantung (Gambar 10). Pada ayam layer menunjukkan adanya jaringan fibrin yang membungkus (perikarditis). Pemeriksaan HP pada semua sampel jantung terlihat epikarditis bersamaan dengan miokarditis yang ditandai dengan degenerasi berbutir, nekrosis, edema dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear diantara miokardium (Gambar 11). Pemeriksaan IHK reaksi imunoposif pada semua sampel jantung pada sitoplasma otot jantung dan sel-sel endotel pembuluh darah di jantung (Gambar 12). Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA (Lampiran 1) dan HP ayam layer lebih berat daripada ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang (Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif terhadap VND lebih berat pada ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 3). Berdasarkan perbedaan umur derajat lesi PA dan HP lebih berat pada ayam berumur tua daripada ayam berumur muda dengan derajat lesi sedang (Lampiran 4). Hasil pewarnaan IHK menunjukkan derajat imunopositif lebih berat pada ayam muda daripada ayam berumur tua dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 4).
7
Gambar 7 Patologi anatomi otot jantung berwarna belang pucat (a). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 8 Histopatologi otot jantung degenerasi berbutir (a), nekrosis (piknosis) (b), edema (c) dengan fokus peradangan, dan sel-sel inflamasi mononuklear interstisium (d). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan HE
8
Gambar 9 Reaksi imunopositif VND jantung pada sitoplasma otot jantung (a), selsel endotel pembuluh darah (b) dan sitoplasma sel-sel inflamasi (c) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Gejala anemia yang terjadi pada semua sampel berhubungan dengan terjadinya hemoragi pada dinding organ interna ayam, seperti pada trakhea, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, ginjal, bursa Fabricious dan otak. Oladele et al. (2008) menyatakan bahwa anemia mulai terlihat pada hari ke dua paska infeksi. Anemia terjadi karena lisisnya sel darah merah (eritrosit) dan hemoragi pada dinding usus dan mukosa proventrikulus akibat replikasi VND. Derajat lesi patologi anatomi dan histopatologi pada ayam layer lebih berat daripada ayam broiler dan ayam layer, tetapi pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif sedang karena pada ayam layer disertai dengan perikarditis, sehingga beratnya lesi dapat saja disebabkan oleh infeksi penyakit lain yang dapat menyebabkan lesi lebih berat pada jantung. Lesi perikarditis yang disertai dengan lesi perihepatitis yang hanya terlihat pada ayam layer kemungkinaan infeksi penyakit ND diikuti oleh infeksi sekunder oleh bakteri. Menurut Tabbu (2000) apabila penyakit ND disertai infeksi E. coli, maka dapat terjadi perihepatitis dan perikarditis fibrinous sampai dengan fibrinous purulen. Selanjutnya Gross (1990) melakukan percobaan terhadap ayam yang diinfeksi Mycoplasma gallisepticum dan divaksin dengan vaksin ND strain B1, kemudian ditantang dengan E. coli O1:K1 secara aerosal dapat menyebabkan kematian dengan kelainan perikarditis dalam waktu delapan hari. Distribusi VND pada organ jantung disebabkan oleh VND terbawa aliran darah ke jantung melalui sirkulasi darah akibat viremia yang ditandai dengan terjadinya reaksi imunopositif pada sel-sel endotel pembuluh darah di jantung. Lesi epikarditis dan miokarditis serta distribusi VND yang imunopositif pada organ jantung ini sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya oleh Brown et al. (1999) bahwa ayam yang diinfeksikan dengan isolat velogenik viserotropik menunjukkan
9 gangguan pada otot jantung dan akumulasi sel-sel makrofag pada miokardium, reaksi imunopositif terhadap VND ditemukan pada otot jantung dan sel-sel mononuklear. Organ Digesti Gejala klinis berupa nafsu makan menurun, lemah, penurunan berat badan dan diare hijau keputihan terlihat pada semua sampel ayam. Pada ayam muda disertai dengan gangguan pertumbuhan dan ayam betina dewasa diikuti dengan penurunan produksi telur dan albumin telur encer. Pemeriksaan patologi anatomi pada proventrikulus semua sampel menunjukkan adanya proventrikulitis kataralis dan hanya sampel ayam buras menunjukkan proventrikulitis hemoragi (Gambar 13). Pemeriksaan histopatologi terlihat proventrikulitis pada semua sampel yang ditandai dengan deskuamasi epitel permukaan proventrikulus, hiperemi pada pembuluh darah pada lapisan muskularis, infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear pada lapisan submukosa (Gambar 14) dan hemoragi pada kelenjar provetrikulus (Gambar 15). Reaksi imunopositif VND terlihat pada sitoplasma sel-sel epitel kelenjar proventrikulus (Gambar 16). Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA pada proventrikulus ayam buras lebih berat daripada ayam broiler dan ayam layer dengan derajat lesi sedang (Lampiran 1), karena disertai dengan hemoragi pada proventrikulus sedangkan pada jenis ayam lainnya hanya terlihat pembengkakan pada kelenjar proventrikulus dengan eksudat kataral tanpa disertai lesi hemoragi. Pemeriksaan HP pada proventrikulus menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan imunohistokimia dengan derajat imunopositif berat pada semua proventrikulus ayam sampel (Lampiran 3). Berdasarkan perbedaan umur ayam derajat lesi PA sedang sama pada semua ayam berumur tua dengan ayam berumur muda (Lampiran 4). Derajat lesi HP bersifat berat dan reaksi imunopositif berat terlihat sama pada ayam berumur muda dengan ayam berumur tua (Lampiran 4).
10
Gambar 10 Patologi anatomi proventrikulitis hemoragi ditandai dengan hemoragi pada mukosa perbatasan esofagus dengan proventrikulus (a). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 8 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 11 Histopatologi proventrikulus hiperemi/kongesti (a), sel-sel inflamasi (b) dan deskuamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
11
Gambar 12 Histopatologi kelenjar proventrikulus hemoragi (a). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 13 Reaksi imunopositif VND kelenjar proventrikulus pada sitoplasma selsel epitel (a) dan sel-sel inflamasi (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Pemeriksaan PA duodenum mengalami enteritis kataralis yang ditandai dengan kongesti pada semua sampel (Gambar 17). Pemeriksaan HP terlihat deskuamasi, hemoragi, infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear pada lapisan submukosa (Gambar 18), nekrosis pada epitel lapisan mukosa dan proliferasi selsel goblet (Gambar 19). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel inflamasi pada
12 lapisan submukosa (Gambar 20). Ditinjau dari jenis dan umur ayam lesi PA dan HP duodenum menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 3 dan Lampiran 4).
Gambar 14 Patologi anatomi duodenum kongesti (a). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 15 Histopatologi enteritis ditandai dengan hemoragi (a), epitel permukaan deskuamasi (b) dan sel-sel inflamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan HE
13
Gambar 16 Histopatologi duodenum nekrosis (piknosis) (a), proliferasi sel-sel goblet (b) dan sel-sel inflamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 17 Reaksi imunopositif VND duodenum pada sitoplasma sel-sel inflamasi lapisan submukosa (a) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody
14 Pemeriksaan PA seka tonsil mengalami typhlitis yang ditandai dengan hemoragi yang terlihat pada semua sampel (Gambar 21). Pemeriksaan HP seka tonsil pada semua sampel terlihat nekrosis pada sel-sel epitel lapisan mukosa, hemoragi dan infiltrasi sel-sel inflamasi pada lapisan submukosa (Gambar 22). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel epitel lapisan mukosa dan sel-sel inflamasi di dalam folikel limfoid (Gambar 23). Hasil pemeriksaan lesi PA dan HP seka tonsil menujukkan derajat lesi yang sama beratnya pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Pemeriksaan IHK juga menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 3 dan Lampiran 4).
Gambar 18 Patologi anatomi seka tonsil hemoragi pada mukosa (a). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 33 minggu. Skala = 1 cm
15
Gambar 19 Histopatologi seka tonsil menunjukkan lapisan submukosa hemoragi (a), deplesi folikel limfoid (b), sel-sel inflamasi di lapisan submukosa (c), proliferasi sel-sel goblet (d). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 33 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 20 Reaksi imunopositif VND seka tonsil pada sitoplasma sel-sel epitel (a) dan sel-sel inflamasi di dalam folikel limfoid (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 33 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody
16 Pemeriksaan PA hati pada semua sampel mengalami degenerasi hati yang ditandai dengan warna hati belang pucat dan nekrosis multifokus (Gambar 24), pada ayam layer disertai perihepatitis yang ditandai dengan hati terbungkus fibrin. Pemeriksaan HP hati terlihat hemoragi, nekrosis dan infiltrasi sel-sel inflamasi (Gambar 25). Reaksi imunopositif ditemukan pada makrofag di sekitar vena sentralis dan sitoplasma sel-sel hepatosit (Gambar 26). Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA dan HP hati ayam layer lebih berat daripada hati ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada hati ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat lesi sedang (Lampiran 3). Derajat lesi PA dan HP lebih berat pada ayam berumur tua daripada ayam berumur muda (Lampiran 4). Hasil pewarnaan IHK menunjukkan derajat imunopositif lebih berat pada ayam muda daripada ayam berumur tua dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 4).
Gambar 21 Patologi anatomi degenerasi hati multifokus (a) dan nekrosis hati (b) Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Skala = 1 cm
17
Gambar 22 Histopatologi hati hemoragi (a), nekrosis (piknosis) (b) dan sel-sel inflamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 23 Reaksi imunopositif VND hati pada sitoplasma sel-sel hepatosit (a) dan sel-sel inflamasi di sekitar vena sentralis (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Pemeriksaan PA pankreas mengalami hiperemi/kongesti dan multifokus nekrosis (white spot) pada semua sampel (Gambar 27). Pemeriksaan HP pada pankreas terlihat hemoragi dan akumulasi sel-sel inflamasi multifokus di antara selsel asinar pankreas (Gambar 28). Reaksi imunopositif ditemukan di sitoplasma selsel asinar pankreas (Gambar 29). Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA dan HP pankreas ayam layer lebih berat daripada pankreas ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang
18 (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada pankreas ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat sedang (Lampiran 3). Berdasarkan perbedaan umur derajat lesi PA dan HP pankreas lebih berat pada ayam berumur tua daripada ayam berumur muda dengan derajat lesi sedang (Lampiran 4). Hasil pewarnaan IHK menunjukkan derajat imunopositif lebih berat pada ayam berumur muda daripada ayam berumur tua dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 4).
Gambar 24 Patologi anatomi pankreas hiperemi/kongesti (a) dan white spot (b). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Skala = 1 cm
19
Gambar 25 Histopatologi pankreas hiperemi/kongesti (a) dan sel-sel inflamasi (b). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 26 Reaksi imunopositif VND pankreas pada sitoplasma sel-sel asinar (a) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Selain dari saluran pernafasan rute infeksi VND adalah melalui saluran pencernaan. Mengamati perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan dan merujuk pada gangguan sistem pernafasan dan hasil positif terhadap VND secara uji rRT-PCR dapat diketahui bahwa semua sampel yang dijadikan bahan penelitian
20 ini terinfeksi VND. Berdasarkan beratnya gejala klinis yang ditemukan pada pencernaan dan organ-organ respirasi dapat diketahui bahwa penyakit ND mengarah ke tipe velogenik karena infeksi VND tipe velogenik dapat menimbulkan gangguan yang lebih berat, sedangkan infeksi VND tipe mesogenik atau lentogenik tidak terlihat gejala klinis yang berlebihan, meskipun isolat mesogenik dapat menyebabkan lesi makroskopis dan mikroskopis, tetapi lesi yang ditimbulkan kurang luas dibandingkan dengan infeksi virus velogenik (Kommers et al. 2003). Brown et al. (1999) melaporkan bahwa ayam SPF berumur 4 minggu dinfeksi dengan isolat VND dengan tingkat virulensi yang berbeda menunjukkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan isolat velogenik memperlihatkan gejala yang jelas dibandingkan dengan ayam yang diinfeksi dengan isolat mesogenik dan lentogenik. Selanjutnya Hamid et al. (1990) menyatakan bahwa lesi minimal terlihat pada unggas yang di infeksi tipe lentogenik, biasanya hanya terbatas pada saluran pernafasan. Replikasi VND lentogenik terdeteksi terutama pada tempat inokulasi (Kommers et al. 2003). Gejala klinis yang terlihat pada semua sampel yang dijadikan sampel penelitian ini sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya (Aldous dan Alexander 2001) yaitu unggas yang di infeksi dengan isolat velogenik VND akan muncul gejala klinis berupa inkoordinasi gerak, depresi, diare hijau keputihan, penurunan nafsu makan dan berakhir kematian. Gejala klinis yang hampir sama pada ayam broiler, ayam layer dan ayam buras dari segala umur sesuai dengan laporan penelitian Capua dan Terregino (2009) bahwa ND tipe velogenik dapat menyerang unggas pada semua tingkatan umur dan jenis, sedangkan ND tipe mesogenik tingkat keparahannya tergantung pada umur dan jenis unggas yang diinfeksi. Replikasi virus pada organ interna ayam akan menyebabkan lesi pada organ interna tersebut sehingga secara PA terlihat hemoragi yang luas pada usus dan organ interna lainnya. Hemoragi dan edema pada organ-organ interna terjadi karena infeksi VND menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Nakamura et al. (2008) menjelaskan bahwa infeksi VND menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga terjadi hemoragi disepanjang saluran pencernaan. Eze et al. (2014) menyatakan bahwa ayam yang diinfeksi dengan isolat velogenik terjadi hemoragi pada mukosa saluran pencernaan seperti usus, kelenjar proventrikulus dan seka tonsil disebabkan oleh replikasi VND di dalam folikel-folikel limfoid intestinal. Terjadinya proses inflamasi menyebabkan hiperplasia sel goblet pada epitel usus. Perubahan patologi anatomi dan histopatologi yang ditemukan dari sepuluh sampel penelitian ini juga mengarah terhadap tipe ND yang bersifat velogenik karena sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya (Alexander 2001; Bhaiyat et al. 1994; Nakamura et al. 2010; Ecco et al. 2011; Kencana dan Kardena 2011) bahwa VND tipe velogenik dapat menyebabkan trakheitis, pneumonia, proventrikulitis, enteritis kataral, nekrosis pada jaringan limfoid dan atrofi bursa Fabricious. Fokus nekrosis miokardium dan epikarditis (Nakamura et al. 2008). Nekrosis fokal maupun difus serta infiltrasi sel-sel mononuklear pada jaringan limpa, hati, ginjal dan sekum (Oladele et al. 2008). Kerusakan di daerah limfoid usus yang sifatnya masif termasuk pada seka tonsil terjadi selama masa inkubasi dimana jaringan limfoid digantikan oleh fibrin dan debri karyorheksis dan juga ulserasi pada epitel usus (Brown et al. 1999). Virus Newcastle disease terdistribusi pada beberapa organ interna ini sesuai dengan laporan Nakamura et al. (2008) bahwa pada sampel lapang antigen VND
21 imunopositif pada pankreas, duodenum, proventrikulus dan bursa Fabricious. Penelitian terdahulu oleh Nuryanto (2012) yang melakukan infeksi buatan isolat lapang VND pada ayam, antigen VND menunjukkan reaksi imunopositif pada proventrikulus, duodenum dan seka tonsil terutama terlihat pada folikel limfoid dan sel-sel epitel mukosa, ginjal, paru-paru dan otak. Distribusi VND pada organ pencernaan ayam broiler dan ayam buras pada proventrikulus, duodenum, hati dan pankreas sedangkan pada ayam layer pada proventrikulus, duodenum dan seka tonsil dengan derajat imunopositif berat dapat dijadikan sebagai acuan terbaik untuk isolasi virus. Ojok (1996) melaporkan bahwa virus velogenik viserotropik ND pada ayam menimbulkan kerusakan pada jaringan limfoid dengan konsentrasi virus tertinggi di proventrikulus, usus halus, limpa, timus dan eyelid. Organ Urinari Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada ginjal mengalami nefritis yang ditandai dengan bengkak, rapuh dan disertai dengan fosi nekrotik multifokus (Gambar 30). Pemeriksaan HP ginjal terlihat hemoragi, nekrosis pada sel-sel epitel tubulus dan infiltrasi sel-sel inflamasi di interstisium (Gambar 31). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel epitel tubulus, sel-sel endotel pembuluh darah dan sel-sel makrofag di dalam glomerulus (Gambar 32). Berdasarkan perbedaan jenis dan umur ayam derajat lesi PA dan HP tersebar secara difus pada ginjal dengan derajat lesi berat (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Demikian juga dengan derajat imunopositif berat terdistribusi sama pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 3 dan Lampiran 4).
Gambar 27 Patologi anatomi ginjal bengkak dan berwarna pucat multifokus (a). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Skala = 1 cm
22
Gambar 28 Histopatologi ginjal hemoragi (a), nekrosis (karyorheksis) (b) dan fokus sel-sel inflamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 26 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 29 Reaksi imunopositif VND ginjal pada sitoplasma sel-sel tubulus (a), sel-sel inflamasi di dalam glomerulus (b) dan sel-sel endotel pembuluh darah (c) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit antiNDV HN protein polyclonal antibody Kejadian nefritis pada ginjal terjadi karena VND yang masuk melalui saluran pernafasan kemudian lewat sirkulasi darah dibawa ke ginjal. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan
23 sumsum tulang yang menyebabkan viremia sekunder (Zee 1999). Infiltrasi sel mononuklear pada ginjal juga pernah dilaporkan oleh Oladele et al. (2008). Lebih lanjut Mathias (2007) menjelaskan bahwa lesi hemoragi dan degenerasi tubulus ginjal pada ayam dari kasus lapangan adalah lesi yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada hati dan limpa yang meningkatkan kondisi septikemia. Kondisi septikemia ini secara IHK dapat dibuktikan dengan adanya reaksi imunopositif pada sel-sel endotel pembuluh darah di ginjal. Distribusi VND pada ginjal dari hasil penelitian ini sama dengan laporan penelitian terdahulu oleh Nakamura et al. (2008); Nuryanto (2012) menemukan reaksi imunopositif terhadap VND pada selsel epitel tubulus ginjal. Organ Limforetikuler Limpa pada semua sampel mengalami splenitis baik pada ayam muda maupun pada ayam tua. Pemeriksaan PA terlihat limpa bengkak, rapuh dan disertai dengan fosi nekrotik multifokus (Gambar 33). Pemeriksaan HP menunjukkan adanya hiperemi/kongesti dan deplesi sel-sel limfoid (Gambar 34). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel limfoid pulpa merah dan sel-sel limfoid di dalam folikel limfoid (Gambar 35). Berdasarkan perbedaan jenis dan umur ayam derajat lesi PA dan HP pada limpa semua ayam menunjukkan derajat yang sama beratnya (Lampiran 1, 2 dan lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam broiler, layer dan ayam buras (Lampiran 3 dan Lampiran 4).
Gambar 30 Patologi anatomi limpa bengkak dan nekrotik multifokus (penunjuk). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 33 minggu. Skala = 1 cm
24
Gambar 31 Histopatologi limpa kongesti (a) dan deplesi sel-sel limfoid (b). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 32 Reaksi imunopositif VND limpa pada sel-sel limfoid pulpa merah (a) dan sel-sel limfoid di dalam folikel limfoid (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 26 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Pemeriksaan PA bursa Fabricious pada ayam broiler berumur 3 dan 4 minggu dan ayam buras berumur 8 minggu mengalami atrofi dan hiperemi/kongesti (Gambar 36). Pada sampel ayam layer berumur 14, 26 dan 33 minggu, serta ayam buras berumur 24 minggu bursa Fabricious mengalami atrofi fisiologi. Atrofi fisiologi pada bursa Fabricious pada ayam layer dan ayam buras berumur tua karena
25 bursa Fabricious sudah mengalami regresi secara alami sesuai dengan pertambahan umur ayam. Glick (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan bursa Fabricious terbagi dalam dua kategori yaitu periode cepat dari menetas sampai berumur 3 atau 4 minggu. Periode lambat sampai berumur 5 atau 6 minggu dan regresi terjadi sebelum kematangan seksual. Pemeriksaan HP bursa Fabricious pada semua sampel terlihat hemoragi, selsel limfoid pada folikel limfoid mengalami nekrosa, deplesi folikel limfoid dan epitel plika berkelok-kelok (Gambar 37). Reaksi imunopositif terhadap VND pada bursa Fabricious ditemukan pada sel-sel limfoid di zona mantel folikel limfoid (Gambar 38). Derajat lesi PA dan HP pada tersebar berat pada bursa Fabricious dari semua jenis ayam berumur muda (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Hasil pemeriksaan IHK pada bursa Fabricious juga menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis ayam berumur muda (Lampiran 3 dan Lampira 4).
Gambar 33 Patologi anatomi bursa Fabricious membengkak, hiperemi/kongesti (a). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 3 minggu. Skala = 1 cm
26
Gambar 34 Histopatologi bursa Fabricious atrofi ditandai dengan hemoragi (a) dan plika berkelok-kelok membentuk kista (b). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE
Gambar 35 Reaksi imunopositif VND bursa Fabricious pada sel-sel limfoid di zona mantel folikel limfoid (a) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 3 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody Limpa merupakan organ pertahanan sekunder yang berfungsi untuk memproduksi sel-sel limfosit dan berperan penting dalam menahan agen yang berhasil mencapai sirkulasi darah guna menahan invansi organisme atau toksin sebelum menyebar lebih luas. Apabila fungsi limpa bertambah maka akan terjadi perubahan pada konsistensi dan ukuran limpa yaitu limpa akan membengkak, dalam penelitian ini pembengkakan limpa disebabkan oleh responnya terhadap
27 VND yang akan merangsang sel-sel limfosit dalam organ limfoid untuk membentuk antibodi. Peradangan pada limpa dari penelitian ini ditandai dengan lesi histopatologi dimana pulpa merah yang berisi eritrosit bercampur dengan sel radang. Keberadaan VND pada jaringan limfoid dapat menyebabkan limfolisis pada tengah germinal center dan menghasilkan debris inti sel sehingga pada limpa terlihat nekrosis dan deplesi limfosit. Pada bursa Fabricious juga terjadi deplesi yang ditandai dengan pengurangan jumlah sel-sel limfosit pada folikel limfoid dan berkurangnya jumlah folikel limfoid pada bursa Fabricious. Deplesi limfosit pada jaringan-jaringan limfoid biasanya adalah suatu respon inflamasi akut karena migrasi heterofil dan limfosit dari organorgan limfoid ke tempat inflamasi akibat ransangan mediator inflamasi (Jain 1993). Berdasarkan pemeriksaan IHK diketahui bahwa tingginya derajat reaksi imunopositif VND pada limpa dan bursa Fabricious kemungkinan berhubungan dengan fungsinya sebagai organ pertahanan. Bursa Fabricious adalah organ pertahanan primer pada ayam yang berfungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentuk antibodi. Bursa Fabricious juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder yaitu dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi dan juga mengandung sebuah pusat kecil sel T tepat di belakang lubang salurannya (Glick 2000). Limpa berfungsi dalam menyaring material asing, mikroorganisme serta membuang eritrosist tua dan rusak. Proses ini berlangsung pada bagian pulpa merah, sedangkan pada pulpa putih terjadi tanggap kebal (Fry dan McGavin 2006). Atrofi dan deplesi folikel limfoid pada limpa dan bursa Fabricious yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan laporan Adi et al. (2010) yang melakukan evaluasi terhadap ayam terserang ND ketika wabah di Bali menunjukkan atrofi pada organ-organ limfoid seperti bursa Fabricious, timus dan limpa. Distribusi VND pada limpa dan bursa Fabricious pada penelitian ini sesuai dengan laporan Anis et al. (2013) yang menemukan reaksi imunopositif terhadap VND virulen pada bursa Fabricious, timus dan limpa. Organ Syaraf Gejala klinis berupa sayap terkulai, susah berdiri dan tortikolis lebih jelas terlihat pada ayam berumur muda daripada ayam berumur tua. Pengamatan PA pada otak mengalami ensefalitis ditandai dengan kongesti dan edema (Gambar 39). Secara histopatologi pada otak terlihat hiperemi, perivascular cuffing, edema, gliosis dan satelitosis (Gambar 40). Pemeriksaan IHK menunjukkan reaksi imunopositif pada sitoplasma sel-sel neuron, sel-sel glia dan sel-sel endotel pembuluh darah (Gambar 41). Ditinjau dari jenis ayam pada saat dilakukan nekropsi terlihat otak ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan derajat lesi berat (Lampiran 1). Sejalan dengan perubahan PA, lesi HP pada otak juga menunjukkan derajat yang berat (Lampiran 2) dengan reaksi imunopositif berat pada semua jenis ayam (Lampiran 3).
28 Berdasarkan perbedaan umur ayam, lesi PA dan HP pada otak menunjukkan derajat lesi berat yang sama antara ayam berumur muda dengan ayam berumur tua (Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK pada otak menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua umur ayam (Lampiran 4).
Gambar 36 Patologi anatomi otak mengalami kongesti (a) dan edema. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Skala = 1 cm
Gambar 37 Histopatologi ensefalitis ditandai dengan hiperemi dan perivascular cuffing (a), edema (b), gliosis (c), satelitosis (d). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan HE
29
Gambar 38 Reaksi imunopositif VND otak pada sitoplasma sel-sel neuron (a), selsel glia (b) dan sel-sel endotel pembuluh darah (c) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody
Pada penelitian ini terjadi perbedaan gejala klinis pada ayam berumur muda dengan ayam berumur tua, tetapi secara IHK ditemukan reaksi imunopositif yang sama berat pada otak. Perbedaan gejala klinis seperti ini juga pernah dilaporkan oleh Ghiamirad et al. (2010) melakukan evaluasi terhadap burung unta yang terinfeksi alami menunjukkan gejala klinis yang berbeda antara unggas berumur muda dengan tua. Selanjutnya Nakamura et al. (2008) melaporkan bahwa wabah ND pada ayam broiler umur 22 sampai 46 hari terlihat gejala syaraf dan gangguan respirasi. Ayam umur 6 minggu yang tidak divaksin diifeksi dengan isolat velogenik VND terlihat anoreksia dan lemah mulai hari ke-2 paska infeksi diikuti dengan depresi, diare hijau, opistotonus, berat badan turun dan mortalitas tinggi pada hari ke-3 paska infeksi (Ezema et al. 2009). Keberadaaan VND pada organ otak dapat menyebabkan kerusakan vaskular dan neuron yang menyebabkan terjadinya respon inflamasi. Pada penelitian ini terjadi hiperemi, perivascular cuffing, edema, gliosis dan satelitosis adalah respon dari inflamasi. Respon inflamasi ini di awali dengan penyebaran makrofag perivascular cuffing selanjutnya terjadi penyebaran lokal pada astrosit dan sel migrolial. Mediator inflamasi dilepaskan dari limfosit, sel-sel mikroglial dan trafficking makrofag yang akhirnya menginisiasi lesi pada organ (Zachary 2007). Kejadian penyakit ND virulen biasanya bersifat akut yang ditandai dengan keberadaan perivascular cuffing pada jaringan otak. Bhaiyat et al. (1994) menyatakan perivascular cuffing merupakan penanda infeksi akut, cuff terdiri dari limfosit yang mengelilingi kapiler dan vena disertai edema yang disebabkan proses infeksius oleh VND. Lebih lanjut dijelaskan bahwa respon inflamasi mononuklear adalah penanda terjadinya respon imun spesifik dan humoral untuk mengeliminasi virus dari jaringan. Infeksi VND dapat menyebabkan kerusakan langsung pada neuron yang ditandai dengan degenerasi dan nekrosis neuron. Kerusakan neuron
30 akibat infeksi VND ini juga ditemukan oleh Ecco et al. 2011. Infeksi VND tidak hanya merusak sel neuron tetapi juga merusak vaskuler yang ditandai dengan hipertrofi endotel, vaskulitis terutama pada lapisan serebelum (Kommer et al. 200; Nakamura et al. 2008). Satelitosis dan gliosis pada penelitian ini adalah suatu usaha dari sistem syaraf untuk menjaga keutuhan neuron dari infeksi VND. Zachary (2007) menjelaskan sel satelit merupakan regulator maturasi, pemeliharaan dan menghambat regenerasi dari neuron yang telah matang. Apabila lingkungan mikro perineural atau sel-sel neuron mengalami gangguan maka sel satelit akan berusaha untuk mengatur gangguan sekitar dengan hipertrofi dan proliferasi sel-sel glia. Distribusi VND pada organ syaraf ini sama dengan laporan terdahulu oleh Ecco et al. (2011) bahwa ensefalitis terlihat pada otak ayam yang diinfeksi dengan isolat velogenik viserotropik dan reaksi imunopositif terhadap VND terlihat pada sel-sel inflamasi dan astrogliosis. Tingginya tingkat kejadian penyakit ND pada ayam yang telah dilakukan vaksinasi dan ayam yang tidak divaksinasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa program vaksinasi yang dijalankan di lapangan masih belum cukup protektif dalam mencegah munculnya penyakit. Kurang protektifnya vaksin dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Xiao et al. (2012) faktor yang mempengaruhi kurang protektifnya vaksin saat ini disebabkan oleh strain virus yang digunakan untuk vaksinasi secara genetik berbeda dengan strain virus virulen yang tersebar di lapangan. Nuryanto (2012) menambahkan bahwa kegagalan program vaksinasi di peternakan ayam (pembibitan, petelur dan pedaging) disebabkan oleh peningkatan stress fisiologis dalam tubuh ayam (internal physiological stress), fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dan program vaksinasi yang pelaksanaannya kurang tepat. Disamping itu kemampuan VND untuk menerobos level antibodi yang marginal dan mempunyai kecepatan tinggi untuk bereplikasi pada tubuh ayam juga menjadi salah satu penyebab dalam gagalnya program vaksinasi. Secara umum terjadinya trakheitis dan pneumonia pada sistem respirasi, perikarditis dan miokarditis pada sistem sirkulasi, proventrikulitis kataral, enteritis kataral, typhlitis, perihepatitis dan pankreatitis pada sistem pencernaan, nefritis intertitisialis pada sistem urinari, splenitis dan atrofi bursa Fabricious pada sistem limforetikular dan ensefalitis pada sistem syaraf yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi VND pada kasus-kasus lapang menyebabkan lesi yang tersebar secara sistemik pada organ-organ intestinal, respirasi dan organ syaraf ayam mengindikasikan bahwa kasus ND di lapangan saat ini mengarah pada ND velogenik viserotropik disertai dengan velogenik neurotropik. Distribusi VND juga tersebar secara sistemik pada organ interna ayam dengan derajat sedang sampai berat. Derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam lebih utama pada trakhea, paru-paru, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, ginjal, limpa dan otak.
1 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pola distribusi dari sepuluh sampel lapang yang digunakan dalam penelitian ini masih sama dengan pola distribusi VND lama yang tersebar secara sistemik pada organ interna ayam. Tingkat keganasan VND bersifat velogenik viserotropik yang disertai dengan velogenik neurotropik. Distribusi VND tinggi ditemukan pada organ trakhea, paru-paru, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, ginjal, limpa, otak dan pada ayam muda ditambah dengan bursa Fabricious. Distribusi VND sedang ditemukan pada organ jantung, hati dan pankreas.
Saran Peternak ayam komersil atau ayam yang di pelihara secara tradisional diharapkan menerapkan sistem pengelolaan lingkungan dan pelaksanaan program vaksinasi yang lebih tepat agar kejadian dan penyebaran VND di lingkungan dapat diturunkan. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan teknik pengumpulan sampel pada organ-organ ayam dari kasus lapangan yang tidak menunjukkan lesi patognomonis ND tetapi positif pada uji rRT-PCR.
DAFTAR PUSTAKA Adi AAA, Astawa NM, Putra NM, Hayashi KSA, Matsumoto Y. 2010. Isolation and characterization of a pathogenic Newcastle disease virus from a natural case in Indonesia. J Vet Med Sci. 72(3):313-319. Adi AAA, Kardena IM, Astawa NM, Matsumoto Y. 2012. Pelacakan secara imunohistokimia antigen virus pada ayam yang diinfeksi dengan virus penyakit tetelo. J Vet. 13(3):278-283. Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas. Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Alders RG, Spradbrow PB. 2001. Controlling Newcastle disease in village chickens: A field manual. Canberra, Australian Center for International Agricultureal Research, Monograph 82.112. Aldous EW, Alexander DJ. 2001. Detection and differentiation of Newcastle disease virus (avian paramyxovirus type 1). Avian Pathol. 30(2):117-128. doi: 10.1080/03079450120044515. Aldous EW, Alexander DJ. 2008. Newcastle Disease in Pheasants (Phasianus colchicus): a review, Science Direct. The Vet J. 175(2):181-185. doi: 10.1016/j.tvjl.2006.12.012. Alexander DJ, Aldous EW, Fuller CM. 2012. The long view: a selective review of 40 years of Newcastle disease research. Avian Pathol. 41(4):329-335. doi: 10.1080/03079457.2012.697991. Alexander DJ, Senne DA. 2008. Newcastle Disease. other Avian paramyxovirus and pneumovirus infections: Newcaste disease. Di dalam: Saif Y, editor. Disease of Poultry. Ed ke- 12. Iowa (US): Iowa State University. hlm 75-115. Alexander DJ. 2001. Newcastle Disease: The Gordon Memorial Lecture. Br Poult Sci. 42:5-22. doi: 10.1080/713655022. Alexander DJ. 2007. Newcastle disease in countries of the European Union. Avian Pathol. 24(1):3-10. doi: 10.1080/03079459508419045. Alexander DJ. 2011. Newcastle disease in European union 2000-2009. Avian Pathol. 40(6):547-558. doi: 10.1080/03079457.2011.618823. Al-garib SO, Gielkens ALJ, Gruys E, Peeters BPH, Koch G. 2010. Tissue tropism in the chicken embryo of non-virulent and virulent Newcastle Diseases strains that express green fluorescence protein, Avian Pathol. 32(6):591-596. doi: 10.1080/03079450310001610695. Anis Z, Morita T, Azuma K, Ito H, Shimada A. 2013. Histopathological alteration in immune organs of chickens and ducks after experimental infection with virulent 9a5b Newcastle disease virus. J Comp Path. 149:82-93. http://dx.doi.org/10.1016/j.jcpa. AUSVETPLAN [Australian Veterinary Emergency Plan]. 2010. Disease strategy: Newcastle disease (Version 3.2). Ed ke-3. Primary Industries Ministerial Council, Canberra, ACT. Bhaiyat MI, Ochiai K, Itakura C, Islam MA, Kida H. 1994. Brain lesions in young broiler chickens naturally infected with a mesogenic strain of Newcastle
2 disease virus. Avian pathol. 23(4):693-708. doi: 10.1080/03079459408419038. Bouzari M, Spardbrow PB. 2006. Early events following oral administration of Newcastle disease virus strain V4. J Poult Sci. 43(4): 408 – 414. doi: 10.2141/jpsa.43.408. Brown C, King DJ, Seal BS. 1999. Pathogenesis of Newcastle disease in chickens experimentally infected with viruses of different virulence. Vet pathol. 36:125-132. doi: 10.1354/vp.36-2-125. Bwala DG. (2009). Challenge studies in chickens to elevate the efficacy of commercial Newcastle disease vaccines against the strains of Newcastle disease virus prevalent in South Africa since 2002. [tesis]. University of Pretoria. Capua I, Terregino C. 2009. Clinical traits and pathology of Newcastle disease infection and guidelines for farm visit and differential diagnosis. Di dalam: Capua I, Alexander DJ, editor. Avian influenza and Newcastle disease. Springer Milan. 113-122. doi: 10.1007/978-88-470-0826-7. CFSPH [the Center for Food Security&Public health]. 2008. Newcasle disease. IOWA State University, IOWA. USA. [internet]. [diunduh 2013 Juni 27]. Tersedia pada: www.cfsph.iastate.edu. Charlton BR. 2006. Avian Disease Manual. Ed ke-6. American Association of Avian Pathologists (AAAP), 953 College Station Road, Athens, Georgia 30602-4875Cheville NF, H Stone, J Riley dan AE Ritchie. 1972. Pathogenesis of Virulent ND in Chickens. J Vet Medic Ass. 161:169-179. Czegledi A, Ujvari D, Somogyi E, Wehmann E, Werner O. 2006. Third genome size category of avian paramyxovirus serotype 1 (Newcastle disease virus) and evolutionary implication. Virus Res. 120(1-2):36-48. doi: 10.1016/j.virusres.2005.11.009. Dako. 2013. Dako’s General Instructions for immunohistochemical stainning. Dako North America, Inc. California. USA. Dharmayanti NLPI, Hartawan R, Hewajuli DA, Indriani R. 2014. Phylogenetic analysis of genotype VII of new castle disease virus in Indonesia. African J Microbiol Res. 8(13):1368-1374. doi: 10.5897/AJMR2014.6601. Ebrahimi MM, Shasavandi S, Moazenijula G, Shamsara M. 2012. Phylogeny and evolution of Newcastle disease virus genotypes isolate in Asia during 20082011. Virus Genes. 45:63-68. doi: 10.1007/s11262-012-0738-5. Ecco R, Susta L, Afonso CL, Miller PJ, Brown C. 2011. Neurological Lesions in chickens experimentally infected with virulent Newcastle Disease virus isolates. Avian Pathol. 40(2):145-152. doi: 10.1080/03079457.2010.544289. Eze CP, Okoye JOA, Ogbonna IO, Ezema WS, Eze DC, Okwor EC, Ibu JO, Salihu EA. 2014. Comparative study of the pathology and pathogenesis of a local velogenic Newcastle disease virus infection in ducks and chickens. Int J Poult Sci. 13(1):52-61. Ezema WS, Okoye JOA, Nwanta JA. 2009. LaSota vaccination may not protect against the lesions of velogenic Newcastle disease in chickens. Trop Anim Health Produc. 41:477-484. www. roavs.com. Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studert MJ, White DO. 1993. Virologi Veteriner. Ed ke-2. Penerjemah D.K. Harya Putra. IKIP Semarang Press. Semarang:84-90.
3 Fry MM, McGavin MD. 2006. Bone Marrow, Blood Cells, and lymphatic System. Di dalam: Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4. McGavin MD. Zachary JF, editor. St Louis (US): Mosby Elsivier:743-831. Ghiamirad M, Pourbakhsh A, Keyvanfar H, Charkhkar MS, Ashtari A. 2010. Isolation and characterization of Newcastle disease virus from ostriches in Iran. Afr J Microbiol Res. 4(23):2492-2497. Glick B. 2000. Immunophysiology. Di dalam: Sturkie’s Avian Physiology. Ed ke5. Sturkie PD, editor. San Diego (USA): Academic Press:657-667. Gohm, Daniela S, Thür, Barbara, Hofmann MA. 2000. Detection of Newcastle disease virus in organs and faeces of experimentally infected chickens using RT-PCR. Avian Pathol. 29(2):143-152. doi: 10.1080/03079450094171. Gross WB. 1990. Factors affecting the development of respiratory disease complex in chickens. Avian Disease. 34(3):607–610. Haines DM, Chelack BJ. 1991. Technical consideration for developing enzyme immminohistochemical staining procedures on formalin-fixed paraffinembedded tissues for diagnostic pathology. Review article. J Vet Diag Inves. 3(1):101-112. doi: 10.1177/104063879100300128. Hamid H, Campbell RSF, Lamichhane C. 1990. The pathology of infection of chickens with the lentogenic V4 strain of Newcastle disease virus. Avian Pathol. 19(4):687-696. doi: 10.1080/03079459008418724. Anonimus. 2012. Heboh, Serangan ND G7B mewabah [internet]. [diunduh 2013 Juni 27]. Tersedia pada: http://info.medion.co.id. Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia, Lea and Febiger. hlm 365-372. Jordan FTW. 1990. Poultry Diseases. Ed ke-3. Baillere Tindall, London. Kammerer U, Kapp M, Gassel AM, Richter T, Tank C, Dietl J, Ruck P. 2001. A new rapit immunohistochemical staining technique using the envisior compleck. J Histochem Cytochem. 49(5):623-630. doi: 10.1177/002215540104900509. Kattenbelt JA, Stevens MP, Gould AR. 2006. Sequence variation in the Newcastle disease virus genome. Virus Res. 116(1-2):168-184. doi: 10.1016/j.virusres.2005.10.001. Kencana GAY, Kardena IM. 2011. Gross pathological observation of acute Newcastle disease in domestic chicken. Prosiding Seminar Internasional Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) dan International Union of Microbiological Societies (IUMS). Denpasar. 22-24 Juni 2011. Kim SH, Xiao S, Shive H, Collins PL, Samal SK. 2012. Replication, neurotropism, and pathogenicity of avian paramyxovirus serotipes 1-9 in chickens and ducks. Plos ONE. 7(4):e34927. doi: 10.1371/journal.pone.0034927. Kommer GD, King DJ, Seal BS, Carmichael KP, Brown CC. 2001. Virulence of pigeon-origin Newcastle disease virus isolate for domestic chickens. Avian dis. 45(4):906 – 921. Kommers GD, King DJ, Seal BC, Brown CC. 2003. Virulence of six heterogeneous-origin Newcastle disease virus isolates before and after sequential passages in domestic chickens. Avian Pathol. 32(1):81-93. doi: 10.1080/0307945021000070750.
4 Kommers GD, King DJ, Seal BC, Carmichael KP, Brown CC. 2002. Pathogenesis of six pigeon-origin isolates of Newcastle disease virus for domestic chickens. Vet Pathol. 39(3):353-362. doi:10.1354/vp.39-3-353. Kothlow S, Kaspers B. 2008. The Avian Respiratory Immune System. Di dalam: Avian Immunology. Ed ke-1. Davison F. Kaspers B. Schat KA, editor. San Diego (USA): Academic Press Elsevier. hlm 273-288. Liu H, Wang Z, Wu Y, Zheng D, Sun C, Bi D, Zuo Y, Xu T. 2007. Molecular epidemiological analysis of Newcastle disease virus isolate in China in 2005. J Virol methods. 140 (1-2):206-211. doi: 10.1016/j.jviromet.2006.10.012. Lopez A. 2007. Respiratory System. Di dalam: Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4. McGavin MD. Zachary JF, editor. St Louis (US): Mosby Elsivier. hlm 462-557. Mast J, Nanbru C, Van Den Berg T dan Meulemans G. 2005. Ultrastructural changes of the tracheal epithelium after vaccination of day-old chickens with the LaSota strain of Newcastle disease virus. Vet Pathol. 42:559-565. Mathias a. 2010. Lesions and prevalence of Newcastle disease in chicken presented for necropsy at faculty of veterinary medicine, Makerere University (disertasi). Kampala (ID): Makerere University, Kampala. Miller PJ, Decanini EL, Afonso CL. 2010. Newcasle Disease: Evolutin of genotypes and related diagnostic challenges. Infect Genet Evol. 10(1):26-35. doi: 10.1016/j.meegid.2009.09.012. Mohammadamin M, Qubih. 2011. Histopathology of Virulent NDV in immune broiler chickens treated with IMBO®. Iraqi J Vet Sci. 25(1):9-13. Nakamura K, Ohta Y, Abe Y, Imai K, Yamada. 2010. Pathogenesis of conjunctivitis caused by Newcastle disease viruses in specific-pathogen-free chickens, Avian Pathol. 33(3):371-376. doi: 10.1080/0307945021. Nakamura K, Ohtsu N, Nakamura T, Yamamoto Y, Yamada M, Mase M, Imai K. 2008. Pathologic and immunohistochemical studies of ND in broiler chickens vaccinated with ND: Severe nonpurulent encephalitis and necrotizing pancreatitis. Vet Pathol. 45:928-933. doi: 10.1354/pp.45-6-928. Nuryanto. 2012. Kajian histopatologi dan imunologi ayam pedaging yang divaksin Newcastle Disease strain la sota dan ditantang dengan virus Newcastle disease strain velogenik Indonesia (vnd/tasik/m13/2009) (tesis). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. OIE [Office International des Epizootie]. 2009. NDV in Indonesia. Detailed country disease incidence [internet]. [diunduh 2013 Juni 15]. Tersedia pada: http//www.oie.Int/wahis/public.php. OIE [Office International des Epizootie]. 2012. Newcastle Disease (chapter 2. 3.14). OIE Terrestrial Manual 2012. 1-12. Ojok L. 1996. Diseases as important factors affecting increased poultry production in Uganda. Der Tropenlandwirt. 94:37- 44. Okoye JOA, Agu AO, Chineme CN, Echeonwu GON. 2000. Pathological characterization of a velogenic Newcastle disease virus isolated from guinea fowl. Revue de Elevage et de Medicine Veterinaires des pays Tropicaux. 53: 325-330. Oladele SB, Abdu P, Nok AJ, Ibrahim, Esievo. 2008. Pathogenesis of Newcastle disease virus Kudu 113 strains in relation to neuraminidase production in chickens. J Vet Res. 2(1):3-8.
5 Quinn, PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ and Leonard FC. 2011. Paramyxoviridae. Di dalam: Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Ed ke-2. Blackwell Publishing, IOWA. USA. hlm 385-387 Rao MS, Raj GD, Manohar BM. 2010. An in vitro and in vivo evaluation of the virulence of Newcastle disease virus and vaccines for the chicken reproduction tract. Avian Pathol. 31(2):507-513. doi: 10.1080/0307945021000005888. Rwuaan JS, Rekwot PI, Omontese BO. 2012. Effect of velogenic Newcastle disease virus on body and organ weights of vaccinated Shika brown cocks. Sokoto J Vet Scien. 10(2):7-12. doi: 10.4314/sokjvs.v10i2.2. Sardjono B. 1993. Vaksin Iscom glikoprotein virus Newcastle disease virulen isolat Indonesia. Laporan penelitian. PAU-Bioteknologi-UGM:1-5 Snoeck CJ, Marinelli M, Charpentier E, Sausy A, Conzemius T, Losch S, Muller CP. 2013. Characterization of Newcastle disease viruses in wild and domestic birds in Luxemborg from 2006 to 2008. J ASM org. 79(2):639-645. doi: 10.1128/AEM.02437-12. Spradbrow PB. 1992. Newcastle disease in village chickens. Proceeding No. 39, Australian centre for international agricultural research. Canberra. Australia. 189. Sudardjat S. 1996. Peranan vaksin Newcasle Disease (ND) terhadap peningkatan populasi dan produksi ayam buras serta dampaknya ditinjau dari sudut ekonomi veteriner (tesis). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Volume 1. Kanisius, Yogyakarta. Vara RJA. 2005. Technical aspects of immunohistochemistry. Review article. Vet. Pathol. 42:405-426. doi: 10.1354/vp.42-4-405. ViralZona. 2010 [internet]. [diunduh 2013 Juni 27]. Tersedia pada: https://www.google.co.id/search?q=virusnewcasle%20disease Wakamatsu N, King DJ, Seal BS, Brown CC. 2007. Detectin of Newcasle Disease virus RNA by reverse transcription-polymerase chain reaction using formalin-fixed, paraffin-embedded tissue and comparison with immunohistochemistry and in situ hybridization. J Vet Diagn Invest. 19:396400. doi: 10.1177/104063870701900410. Wibowo MH, Utari T, Wahyuni AETH. 2012. Isolasi, identifikasi, sifat fisik, dan biologi virus tetelo yang diisolasi dari kasus di lapangan. J Vet. 13(4):425433. Wikipedia. 2013. Immunohistochemistry. Wikipedia, the free encyclopedia [internet]. [diunduh 2013 Juni 27]. Tersedia pada: http://en.wikipedia.org/wiki/ Immunohistochemistry. Xiao S, Paldurai A, Nayak B, Samuel A, Bharoto, AE, Prajitno TY, Collins PL, Samal SK. 2012. Complete genome sequences of Newcasle disease virus strains circulating in chiken populations of Indonesia. J Virol. 86(10):59695970. doi:10.1128/jvi.00546-12. Zachary JF. 2007. Nervous System. Di dalam: Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4. McGavin MD. Zachary JF, editor. St Louis (US): Mosby Elsivier. hlm 833-955. Zee YC. 1999. Paramyxoviridae. Di dalam: Veterinary Microbiology. Hiersh DC, Zee YC, editor. Blackwell Science Inc, IOWA. USA. hlm 407-409.
6
LAMPIRAN Lampiran 1 Derajat lesi patologi anatomi pada organ interna ayam dari kasus lapang Derajat lesi ND organ Layer (minggu) 14 26 26 33 B B B B S S S S B B B B S S S S B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B AF AF AF AF
Pemeriksaan Broiler (minggu) Buras (minggu) organ 3 4 4 4 8 24 Trakhea B B B B B B Paru-paru S S S S S S Jantung S S S S S S Proventrikulus S S S S B B Duodenum B B B B B B Seka Tonsil B B B B B B Hati S S S S S S Pankreas S S S S S S Ginjal B B B B B B Limpa B B B B B B Bursa B B B B B AF Fabricious Otak B B B B B B B B B B Keterangan: Derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan (R), multifokal dengan derajat sedang (S), difus dengan derajat berat (B) dan atrofi fisiologis (AF). Lampiran 2 Derajat lesi histopatologi pada organ interna ayam dari kasus lapang Pemeriksaan organ Trakhea Paru-paru Jantung Proventrikulus Duodenum Seka Tonsil Hati Pankreas Ginjal Limpa Bursa Fabricious Otak
Broiler (minggu) 3 4 4 4 B B B B B B B B S S S S B B B B B B B B B B B B S S S S S S S S B B B B B B B B B B B B B
B
B
B
Derajat lesi ND organ Layer (minggu) 14 26 26 33 B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B AF AF AF AF B
B
B
B
Buras (minggu) 8 24 B B B B S S B B B B B B S S S S B B B B B AF B
B
7 Keterangan: Derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan (R), multifokal dengan derajat sedang (S), difus dengan derajat berat (B) dan atrofi fisiologis (AF). Lampiran 3 Distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus lapang Derajat lesi ND organ Pemeriksaan Broiler (minggu) Layer (minggu) Buras (minggu) organ 3 4 4 4 14 26 26 33 8 24 Trakhea B B B B B B B B B B Paru-paru B B B B B B B B B B Jantung B B B B S S S S B B Proventrikulus B B B B B B B B B B Duodenum B B B B B B B B B B Seka Tonsil B B B B B B B B B B Hati B B B B S S S S B B Pankreas B B B B S S S S B B Ginjal B B B B B B B B B B Limpa B B B B B B B B B B Bursa B B B B AF AF AF AF B AF Fabricious Otak B B B B B B B B B B Keterangan: Derajat ringan (R) 1-10 sel imunopositif terhadap VND, sedang (S) 11-20 sel sel imunopositif terhadap VND, berat (B) lebih dari 20 sel imunopositif terhadap VND dan atrofi fisiologis (AF). Lampiran 4 Derajat lesi PA, HP dan distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus lapang berdasarkan perbedaan umur Derajat lesi ND organ Pemeriksaan organ Ayam berumur Ayam berumur tua muda PA HP IHK PA HP IHK Trakhea B B B B B B Paru-paru S B B S B B Jantung S S B B B S Proventrikulus S B B S B B Duodenum B B B B B B Seka Tonsil B B B B B B Hati S S B B B S Pankreas S S B B B S Ginjal B B B B B B Limpa B B B B B B Bursa Fabricious B B B AF AF AF Otak B B B B B B Keterangan: Derajat lesi PA, HP dan IHK pada masing-masing organ dilakukan dengan derajat ringan (R), sedang (S), berat (B) dan atrofi fisiologis (AF).
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Tarok, Sumatra Barat, pada tanggal 28 April 1983 dari pasangan Muhammad Nur dan Nurhaida. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Tahun 2002 penulis menyelesaikan Sekolah Perawat Kesehatan YARSI Bukittinggi. Pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (FKH Unsyiah) Banda Aceh melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan dinyatakan lulus Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2006. Selanjutnya penulis meraih gelar Dokter Hewan setelah mengikuti program koassistensi di Fakultas yang sama dari tahun 2006 sampai 2008. Pada akhir tahun 2008 penulis diterima sebagai staf pengajar di FKH Unsyiah dan ditempatkan di Laboratorium Patologi sampai sekarang. Pada tahun 2010 penulis menikah dengan drh. Erwin, MSc dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu Sulthan Hadziq (4 tahun) dan Altamis Akbar Tsaniy (1 tahun). Pada tahun 2012 penulis diterima di Program Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Biomedis Hewan dengan Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS).