'"'I' )
f
/
rr Ie +!. {/ 'I.n !
I0
12
IKEGAGALAN VAKSINASI MAREK PADA AYAM
SKRIPSI
ole h ATE
RAHMAT
B. 170443
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
t 9
a
5
RINGK.~SAN
ATE RAHI4AT.
Kegagalan Vaksinasi Iolarek pada Ayam
(di bawah bimbingan Drh. lViasduki Partadiredj a, NSc., PhD.). Vaksinasi Harek adalah suatu tindakan pencegahan paling efektif yang mutlak dilaksanakan terutama di peternakan ayam pembibi t yai tu pada anak ayam umur 1 (satu) hari baik petelur maupun pedaging. Naman usaha vaksinasi ini tidak selamanya berhasil dengan memaasltan, kegagalan kadangkadang masih di temakan. J enis vaksin Marek yang digunakan adalah vaksin
Hv'r
(herpes virus of turkey), vaksin atenuasi, valcsin avirulen serta val<::sin polivalen (trivalen dan bivalen). Vaksin HVT, atenuasi dan avirulen masing-masing mempunyai kelemahan yai i:;u tidalt efektif terhadap beberapa galur virus HD virulen di alam di samping adanya pengaruh dari maternal antibodi HVT maupun yang homolog. Sedanglcan vaksin polivalen vtalaupun mempunyai "speld;rum "lebih luas terhadap virus-virus MD tetapi masih dipengaruhi oleh maternal antibodi HVT. Immunitas val,sin tldal{ mencegah superinfeksi virus MD virulen tapi hanya menurunkan tingkat viraemia
£ill-
associated. Anak ayam yang di infeksi penyalti t Gumboro terutama pada masa embryo atau umur anak ayam i
(satu) hari antara
lain bertanggung j awab atas kegagalan valcsinas1.
KEGAG-ALAH VAKSINASI J'lJI..IillK PADA AYA/
- SKRIPSI
Oleh A'l'E RAHMAT
Sarj ana Kedokteran Hevlan (1984)
B17.0443
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN
INSTITUT PER TAN IAN BOGOR
1 9 8 5
KEGAGALAN VAKSINASI MAREK PADA AYAM
SKRIPSI
pebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakul tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Di bawah bimbingan
Drh. Masduki Partadiredja, f1Sc •• PhD. Staf Bagian Virotogi dan Immunologi Tanggal:
to - '3 -
L
'1 g .0
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya. Jawa Barat pada tanggal 5 Juli 1960, dari ayah Haji Muchtar (almarhum) dan ibu Raji Muflihah. Penulis sebagai putra bungsu dari delapan bersaudara. Tahun 1967 penulis lulus Taman Kanak-Kanak Pasundan Istri
Clanjur, tahun 1973 1ulus Selwlah Dasar Ibu Zenab
III Cianjur. tahun 1976 lulus Seko1ah 14enengah Tingkat Pertama l{egeri II Cianjur dan tahun 1980 lulus Sekolah f.lenengah Tingkat Atas Negeri I Clanjur. Penulis terdaftar di Insti tut Pertanian Bogor pada tahun 1980 sebagai mahasisvra IPB melalui Proyek Perintis II. Pada tahun 1981 memasuki Fakultas Kedokteran Hewan dan pada tahun 1984 lulus sebagui Sarjana Kedokteran Hewan.
KATA l'ENGANTAR
Ucapan puji dan syukux yang tak terhingga panulis panjatkan kehadirat Tahan Yang t4aha Esa yang telah melimpahkal1 hilemah serta hidayahNya akhirl1ya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan telaah pus taka yang disusun sebagat salah sata syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakul tas Kedokteran Hewan, lnsti tut Pertanian Bogor. Pada kesempatan :Lni penulis sampaikan rasa terima !casih yang setinggi-tingginya !cepada : 1.
Eapale Drh. l<1asduki Partadiredj a,
~lSc.,
PhD. selaku do-
sen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, serta saran dan pengarahan sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan pada Drh. Barnbang Joeniraan
atas sagala ban-
tuan baik moril maupun materiel.
2.
Falcultas Kedokteran Hewen, lnsti tut Pertanian Bogor, yang telah memberikan lcesempatan kepada penulis untllk menuntut ilmu di perguruan tinggL
3.
Semua lcaryewan perpustakaan Bu;lai Peneli tian Penyaki t Hewan (B"PPH), perpustakaan Ealai Peneli tian Ternak (BPT) Ciav/i Bogor dan perpustakaan Falcul tas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB), yang membantu penulis dalampengadaan pus taka.
4.
Kepada almarhum ayah, ibu dan semua lcakak tercinta yang telah memberikan doa restu.
5.
Semua sobat/teman dan pihalc lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Disadari oleh penulis bahwa masih banya1c kekurangan
dalam skripsi ini, untuk i tu kri tik dan saran yang membangun a1can penulis terima dengan tangan terbuka. Akhirnya semoga tulisan ini berguna bagi yang me merlukan. Bogar, 8 Juni 1985 Penulis
DAPTAH. lSI Halaman RIl\IGKASAN .............................................................................
i
KATA PENGANTAR ••••••••••••••••.••••••••••.••••••
ii
DAFTAR lSI .................... "......................
~
.. .. .. .. .. .. . . . .. . .. . .. .
iii
I. PENDAHU]JUAN .....••.•......•..•.••.••••••••
1
II. TINJAUAN PUS TAKA •.••••••••.••..•••••••••.•
3
A. Vaksin JVlarek ......................................................
3
A.1. Vaksin HVT (Herpes Virus of '£urkey) ••
5
......................................... .
10
A.2. Vaksin Atenuasi A.3. Va1<sin Avirulen
~
....
It
....................................
16
..
A.4. Vaksin Polivalen (Trivalen dan Bivalen)
17
B. Ayam yang Divaksin
29
................
It
......................
..
B. 1. Immuni tas Penyaki t l'i\arek (HD) ••••••••
29
B.2. Vaksinasi Ulang I'ID ......................................
31
B.3. Akibat Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) Terhadap Sistim Kekebalan III. PEliJBAHASAN
IV. lOJSHIPULAN
. . . . . . . . to . . . . . . . . . . . . . . . . . . "
..........
to
..............................
..............................................
"
~
.. ..
......
..
DA]'TAR PUS TAKA ••••...•••••...••..•....•.•..•...••
40 43 '~9
51
1.
PENDAHULUAH
Tujuan pembangunan peternakan yang dirullIuGkan dalam PANCA DHlJUilA PENBANGUNAN PE'I'ERN.AKAN adalah meningkatkan llendallatan dan llemerataan kesemllatan kerj a./berusaha melalui lleningkatan llroduksi ternale dan ha8il ternak, meningkatkan llopulasi dan llroduksi tern ale untuk mencukupi llermintaan dalam negeri, eksllor dan mengurangi impor menuju s,laserabsda protein heViani, mencukupi kebutuhan tenaga kerja. ternale untuk eltstensifikasi dan lntensifiltasi pertanian termasuk pengembangan daerah transm.igrasl, menlngkatkan jumlah darl produktivitas ternalt asli tanpa mengabaikan usaha untuk memllertahankan kelestarian dan lcemurnian bangsa ternalt asli secara selektif, rnengembangkan daya dukung wilayah secara terlladu dengan subsektor lain, khususnya dalam meningkatk811 jumlah dan mutu hij auan malmnan ternale serta memperbaiki sumber daya alam dan lingkungan hidup (dikutip dari Laporan Hasil Kajian Untuk Bahan Penyusunan Repelita IV, 1983). Pengembangan produksi ternal, merupalcan salah satu faktor penunj ang dalam usaha mencapai tujuan di atas. Pemerintah berpegang pada standar kecukupan gizi 2100 kalori per leapi ta per hari dan 46 gram protein per leapi ta per hari yang terdiri dari 33,3 gram protein uabati, 5 gram protein hewani asal ternak dan 7,5 gram protein heV/ani asal ik811. (dikutip dari Laporan Rasil Kajian Untuk Bahan Penyusunan Repelita IV, 1983).
2
Untuk memenuhi lwbutuhan protein heHani aBal ternak pemerintah saat ini sedang menggalalckan usaha di bidang peternakan unggas. Ternak ayam, sebagai ternalc yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat ki ta pada umumnya dan masyarakat desa pada khususnya, sehingga ayam merupakan salah satu pilihan yang mungkin dikembangkan di masyarakat. Dalam ranglca pengembangan ternak ini, tentunya tidak terlepas dari masalah penyakit yang ada pada unggas tersebut
sehingga
merupalcan suatu hal yang harus mendapat perhatian baik dari segi pemberantasan, pencegahan maupun pengendaliannya. Penyaki t l'larek adalah salah satu penyald t yang rnenyerang ayam dan menyebabkan kerugian ekonorni yang cukup besar bagi peternalc. Penyaki t ini sudah beredar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara lainnya. Adapun salah satu usaha yang dianggap paling efektif untuk mencegah penyald t ini adalah v:alminasi. Tujuannya untuk memperoleh kekebalan alctif buatan secara sempurna, sehingga mampu melindungi serangan penyald t menular (Harek) bila terj adi ledakan penyaki t. Obat untuk penyald t ini tidak ada Biasanya vaksinasi dilakukan pada ayam berumur 1 (satu) hari. Vaksinasi dianggap paling baik dalam rangka pencegahan terhadap penyaki t J'larek, namun sampai saat ini rnasih sering terjadi kegagalan. Penyebab lcegagalan vaksinasi alean dibahas dalam tulisan berikut.
II. A.
TINJAUAN PUST.AlCA
Vaksin JVJarek Vaksinasi Marek merupakan salah satu cara pencegahan
yang cukup efelctif terhadap penyaki t l,jarek. UmullJnya vaksinasi Marek dilakukan pada peternakan ayam pembibi t yai t-u pada anruc ayam umur 1 (aatu) hari (Gordon, 1977). Induk-induk ayam yang mempunyai imnruni tas yang tinggi terhadap penyruci t Harek at,:an menghasilkan anak-anruc ayam yang juga llJempunyai kekebalan terhadap penyruci t !'oIarelc. Nenurut Ianconescu dan Samberg (1971) konsentrasi maternal antibodi rucan terus rnenurun hingga pada urnur 4 - 6 minggu antibodi itu sudah lenyap. Pencegahan terhadap penyaki t JVJarek selain valcsinasi dapat juga dilakukan dengan memilih ayam yang resisten seca-a genetik terhadap penyrud t Harek, kebersihan dan manajemen kesehatan (Gordon, 1977). Menurut Hofstad £t a1. (1972) tidruc ada pengobatan yang efektif untuk penyruci t Marelt baik secara kelompok atau individual. Tetapi adanya efek yang baik dari obatobat imrnunosupresant terhadap penyaki t Marek adanya tendensi mengecilnya lesio-lesio yang terutama terlihat dalam bentuk kuli t dalam keadaan alamiah memberikan harapan di masa depan ten tang kemungkinan pengobatannya. Colmano dan Cross (1971) melaporkan bahwa penambahan 500 mg dichloro-diphenyl-dichloroethan dalam tiap kilogram makan dapat rnengurangi kejadian penyakit Marek.
4d~ll1
Berdasarb:m virulensi
diGtribu!;i keluirlcln pUlb
jarinr;an, di ulam bunyak ditenrukun galur-c;alur virus No.rele diantaranya ialah [,:aIur I1d 2, r-Jd 11, A1,[l-£3, IIPH;3-16,
HPRS-17, HPRS-18, HPRS-19, HPHS-20, IN, GA dun sebagainy!). Berdasarkan virulensinya virus 11arek dilclasifilcasikun Ulen judi 3 galnr yuitu galur aleut (visceral) yang
dit~)rldai
de
ngan adanya tumor-tumor lirnfoicl poda satu atan leuih alat tubuh dan joringan yang r!lenyebabko.n mortalitas tin2;e;i, ga luI' klasik (syaraf) yane; Hlenimbulk:m kelain3n-lcelainan me nonjol pada syaraf, galur apatogen yo.ng tidak menimbulko.n e;ejo.la klinik (Gordon,
19'1'1).
Jenis vaksin yang digunakan yo.itu vaksin HVT berasal dari virus yo.ng diisolasi do.ri kalkun normal, vaksin yang berasal dar:L virus virulen yang tc;lah diatenuas:Lkan (vaksin atenuasi), vaksin yang berasal dari virus avirillen Cvaksin avirulen)(Sharma,
19'75) serto. vaksin polivo.leu
yang terdiri dari C
1982) (19'12) pemberiun voksin seco.-
I'a eyedrop, oral, aerosol tidok1ah efektif tap:L harus cliberikan secara parentc;ral. Pemberian secara parenteral
d~_
pat dil
se
meskipun perbedaarmya sangat sediki t.
5 Vaksin HVT (Herpes Virus of Tur~
A.1.
Herpes Virus of Tur\{ey (liV't) pertama kali diisolasi leh Kawamura et
~.,
0-
1969 dan oleh Witter et al., 1970, ser-
ta digunakan oleh Olcazald et a1., 1970 uutu\c memperlihatkan lcesanggupannya dalam melindungi ayam terhadap penyalcit jVfarek. Eidson dan Kleven (1975) menyatakan ba1}wa vaksin HVT ada 2 rnacam y81 tu bentul, cell-associated (C-A) dan cellfree (C-F), kedua bentuk ini dalam penggunaannya sarna dari segi keamanan dan efektifi tasnya, namun ternyata vaksin HVT Imrang efektif terhadap beberapa galur virus penyaki t Marek (I~D)
seperti galur 280-2,
[Ijd
2, JVid 11,287 L dan ALA-B.
Para ahli sependapat bahwa pengaruh maternal anti bodi homolog merugikan terhadap kemanjuran vaksin HVT cell-associated dan llVT cell-free (Calnek dan Smith, 1972; Patrascu et al., 1972; Eidson et a1., 1973,1978; Witter dan Burmester, 1979). Disarankan oleh King et a1. (1981) agar ayamayam pembibit diva}{sinasi dengan vaksin tilltenuasi atau vaksin virus MD yang avirulen yang berserotipe 1 atau 2, sehingga keturunannya akan lebih b81k dilindungi oleh HVT, y81 tu virus serotipe 3. Daya guna cara vaksinasi yang dikeroukakan oleh King et al. (1981) akan berkurang jika seand81nya vaksin serotipe 1 at au 2 tidak mampu melllbentuk kekebalan yang b81k pada ayam pe robi bi "t.
6 Eidson et al.
(1978, 1981), Witter dan l!'adly (1980)
dan Witter et a1. (1980), mengatakan bahwa virus-virus l'lD yang sangat virulen tidak dapat dicegah dengansempurna
0-
leh V'aksin HVT. Hal ini mung kin yang mengakibatkan timbulnya beberapa kerugian oleh ND pada peternakan-peternalcan yang sebelumuya telah divaksinasi. vaksin HVT £ill-assOciated dan cell free kurang memberilcan perlindungan dalam melawan tantangan ·virus ND p«da ayam yang mengandung kedua antibodi virus JVlD dan HVT daripada ayam yang hanya mengandung antibodi virus l'lD (tabel 1). Dalam tabel ini menuru t Wi tter et a1. (1980) bahwa l~d 5 lebih tahan daripada JM/1021'1 jika dicegah dengan HVT (p lebih kecil dari 0,05) dan HVT tidak memberikan perlindungan yang memuaskan dalam melawan tantangan Nd 5, terutama pada ayamayam denganL'. antibodi HVT. Menurut Eidson dan Anderson (1971) vaksin HV'.r dapat diberikan secara subkutan atau intraabdomina1. Juga Eidson dan Kleven (1975) membulctikan bahwa vaksin HVT efektif bila diberikan intraabdominal maupun intramuskuler. Demikian pula hasil percobaannya membuktikan bahwa penggunaan alat
~
numatic vaccinator untuk vaksin HVT ternyata lebih baik daripada penggunaan alat suntik biasa (tabel 2). Pneumatic vaccinator merupakan alat suntik untuk v2.ksinasi yang terdiri dari kompresor, kotak dan jet applicator.
Tabel' 1.
Challenge MD virus (day 6)
MD5
JIIi/I 02W
, Efficac), ojl'occincs againsT Marek's disease (/liD) in chIckens with and withoUT olllibody 10 lurkey herpeSl'iru5 (HFTJ.
Chickens with antihodies to hiD virus:'
Vaccine (day 1)
Type
Virus
HVT HVT
I
(day 64)
SB-I
CA CF CA
None
-
1000 923 0
HVT HVT SB-I
CA CF CA
1555 1000 588
None
-
Protective
jndex
9/37 9''-'-
1525
,0 ,
31/39 18/18 4/36 0/35 17/32 16/16
a -
Abbreviations: PFU '" plaque forming unit: CA
MD
lesions b
PFU
-
= ceJI-2ssociatcd: CF =
76
76 21 89 100
-, r
Chickens with antibodies to MD \'irus and HVTll
I
MD
Protective index
Jesions b (day 64)
22/34 22/39 27/35 20/20 6/29 7/35 1'2(25 16/16
-
35"
44 c 7' _0
79 SO'
5:
,
cell-free
Chickens were intra-abdominally inoculated at I-day-old with 1. 5 ml of mi;.. tures of HVT lind SB-l plasm;!, or of normal and S8-I plasma. Neutralisation titres of chicks 24 hours post inoculation agaiml HVT and 1.10 yirus. respectively. were SO and ~o in chickens inoculated with both HVT and MD virus pbsma. and were 10 and 40 in chicht:ns inoculated only \dIll MD viru~ ph.sma.
<
b
tolD mOrlalit)' plus birds \\;t11
e
Si~nificant (P
f'TOSS
lesions at terrnin:lIion/tor;l1 at risk.
(Sumber dari Witter, 1982 Avian Pathology. 11
49-62).
-l
8
Tabel 2.
Efele vaksinasi pada doc dengan vaksin HVT menggunalean pneumatic vaccinator atau jarum rum suntilc biasa (percobaan di lapangan) 1 Leukosis
Alat valcsinasi
Jumlah ayam
Berat rata-rata Jurnlah
Total 2 kej adian
%
%
Jumla11
Pneumatic vaccinator
76.480
4,04
56
0,07
1,480
1,93
Jarum suntile biasa
84.000
4,02
136
0,16
1,420
1 ,82
1 Dosis 1000 PFU tiap ekor dari vaksin C-A HVT. 2Kejadian leukosis dan oleh sebab lainnya. (Sumber dari Eidson dan Kleven, 1975 Poultry Science. 55: 960-969). Pada tabel di atas terlihat ballwa ayam yang divaksin dengan pneumatic vaccinator kejadian penyaki t Marele adalall sebesar 0,07 persen dengan total kejadian 1,93 persen. Perbedaan yang rnenyololc terlihat pada ayam yang, divalcsin dengan rnenggunalcan jarum suntik biasa yaitu sebesar 0,16 persen dengan total lcejadian 1,82 persen. Selearang ki ta lihat hubungan penggunaan pneumatic vaccinator ini dengan rute suntikan (tabel 3). Hasil peneli tian Eidson dan Kleven (1975), menyimpulkan ballwa penggunaan pneumatic vaccinator untuk vaksin HVT efektif bila dilakukan secc,ra intraabdominal maupun intramuslculer
9· demlkian juga sarna el'ektifnya bila dilakukan secsra 8ubkuto.n dengan menggunakan jarum suntik biasa. Tabel 3.
Efek dari va ksin HVre pada doc bila diberikan secara intraabdominal atau intramuskuler dengan pneumatic vaccinator atau subkutan dengan jarum suntik biasa
Rute vaksinasi Intraabdomlna1 2 In traabdominal In tramuskuler 2 Intramuskuler Subkutan3 Subkutan Tidal, divaksin Tidalc divaksin
Jumlah ayam'1
jUmlah posi tif ND
17 ·19 20 20
1
2 2 0
18
1
20 18 20
0
9 8
1Samua ayam di tan tang pada utlmr 2 minggu dengan 0,2 milil i ter dari plasma I1I1-infektif. 2nosis 1000 PFU tiap ekor dengan pneumatic vaccinator. 'Dosis 1000 PFU tiap ekor dengan jarum suntik biasa. (Sumber dari Eidson dan Kleven, 1975 Poultry Science. 55: 960-969). Vaksin HVT biasanya diberikan secara parenteral, bila ditrerikan peroral-, intranasal atau intraokuler dinyatakan kurang efektif (Sharma, 1975). Penggunaan vaksin HVT sec:ara aerosol telah dicoba oleh Eidson et 0.1.
--
(1978). Hasil percobaan tersebut menyatal
bahVla ayam yang divaksin secara aerosol hasilnya tidak seefektif bila diberikan secara subkutan. Juga adanya lesio-
10
le8io akibat Marek lebih
banyal~
di telllukan pada keloillpol, a-
yam yang divaksin seeara aerosol daripada yang di vaiwin seeara subkutan. l"lerupakan suatu kelernahan pada vaksinasi seeara aerosol bila misalnya diberikan dosis 2000 atau 50.000 PFU (Plaque ForllJin,s Uni t) tiap ekor tidak setiap ayam akan menerima dosis yang sarna seperti yang diharapkaYl, sedangkan lcetepatan dosis vaksin diperlulcan untuk keberhasilan suatu program vaksinasi. Halea vaksinasi seeara aerosol dengan vaksin HVT pada penyaki t Harek dinyatalwn kurang efektif. A.2.
Vaksin Atenuasi Vaksin atenuasi adalah suatu valesin yang mengandung
virus yang asalnya virulen yang telah diatenuasikan. Sejak vaksin HVT maupun SB-1 tidale memberikan perlindungan yang cuImp dalam melawan tantangan galur Md 5, telah dilakulean pemerilcsaan calon tambahan virus-virus vaksin. Kemudian
~ld
3 dan !lId 11, yang kurang dapat dicegah oleh HVT baru-baru ini berhasil diisolasi (Witter et al., 1980) dan diatenuasi dengan pasase seri dalam jaringan CEF (Chicken Embryo Fibroblast). Lesio-lesio )\lID yang menyolok rnasih diperoleh pada ayarn yang disebabkan oleh galur Md 3 setelah pasase ke 37 dan ke 58 dan oleh galur Md 11 setelah pasase lee 36 (tetapi tidak setelah pasase ke 37). Untule pasase selanjutnya yai tu pasase lee 75 dan 76 Witter, 1982 rnemperlihatkan dalam bentuk tabel (tabel 4).
11 Dalam sebuah uji permulaan perlindungan (tabel 5) I1d3/76C dan Hd11/75C rnemberikan perlindungan yang mantap (p lebih kecil dari 0,05) dalam melawan tantangan virusvirus Md 5 dan JM/102\'1. Perlindungan oleh virus-virus atenuasi dalarn rnelawan JM/102W (89-95%) tidak berbeda jauh dari SB-1 atau HVT
(p lebih besar dari 0,05), walaupun kedua virus atenuasi IllUncul untuk rnernberikan perlindungan yang lebih baik dari salah sai-u BVT atau SB-1 dalarn rnelawan tantangan
~ld
5.
Perbedaan ini nyata (p lebih kecil dari 0,05) untuk Md3/76C dan Md11/75C dibanding dengan vaksin SB-1 dan untuk Md11/75C dibandingkan dengan IH'V'J!.'
Pengamatan netralisasi silang (tabel 6) memperlihatkan bahwa virus Md 11 /75C sangat dekat hubungannya dengan virus JI1/102W dibandingkan dengan SB-1 atau BVT karena i-
tu kedua galur virus i tu digolongkan ke dalam serotipe 1. Data ini juga menetapkan bah\Ja galur 313-1 dan HVT berbeda secara serologis dari virus-virus lain dan digolongkan sebagai serotipe 2 dan :3 (Schat dan Calnek, 1978); BuloVI dan Biggs, 1975). Dua percobaan diadakan untuk membandingkan kernanjuran perlindungan vaksin atenuasi Md11/75C dengan vaksin HVT dan 3B-1 dalam melawan beberapa tantangan virus I'ID. Basil dari percobaan 1 (tabel 7) memperlihatkan bahwa vaksin Md 11 /75c memberikan perlindungan yang cukup dalam
12
,·1 n£'I//I!lf/u/I u"d pllfh()gelllt'!f.l' uf ('llI/dUlil/'
'I'abel 4.
I'i/J'ellll' I'/II/S('.\"
-------_.
LC~IOtlS tu 62 daysa
Passage
Virus
Oust! (I'FU)
nllml.x:f
--"J3/76C
76
hid) 1/75C IIVT Nun!.!
'-------,\hbr . . vi.llh"'s:
O/S O/g
1300 1325 1525 1375 0
75 20 10
Sil-)
hID IYlIlphullI;.Js
0/8 0/8 0/8
_._-----
Norlll;lh~cu
I>licrosr.:upi.:: I)ud y weigh IS AliUbudy lymphOid ;It 62 Jays III cuntact
Crt)!>s
infillr;I[It)ILS
l!!falllS
beur..:)
1. SEl'Il)
----_. 5/0 5/8 7 /8 3/0 3/8
(0.5) (0.5) (O.~)
(0..1)
(o.!) ~--- - ---
dllr.:\.;CIl~b
90g ± 1B
16 17
0/4 0/4 -1/·1 0/4 0/·1
tuTley
h..:rpo:~yirus;
931 ± ~oo ± H{)2 ± 903 ±
,'I'U,:: pbqut... funning unil: hID - MMCk':. dbe,I!>':; IIVT SI',,,,I . :; ~t,HHlarJ error Ilf llie mean
8 11
a
{;ros:. anu micruscopic ksiulls '" number ]111SlIivc/llumbcr al ris\;; scores arc ~UJll Ilf SCOT":::; fut nerves and gonad divilitai by 2N OIl.J ~call! (,[ 1·4. Chickclls \\crc free of IIl'11I!fll>l! ilillibodh:s.
h
SerJ were reacled in Ihe ag:lr gel precipitioll le:.l i.lgi.lill$1
viru:. and IIVT anlibclls.
-.--------.---
Vacdnc (day I)
Ch,dl~lIgc
1.1 J) virlls (day 7)
~ld3j76C
1525
1375 0
NOIll:
Md3j76C Md 11/75C SIl-1 IIVT
~
NOlie _ _ _ _ • __ ·_
~
Protectivc
day 62;)
1300 1325
Md II /75C SIl-1 IIVT ~ld5
GJ(,)S$ f\-1D lcsions through
PFU
Virus
n1l1021'1
L •. _ _ _ _
1\11)
index
89 h
4/37 2/39 0/40
I Dab
3/n
~J2b
951>
20/20
1300 13'25 1525 1375 0
H9
'1/35 1/36 17/39
5h b
72 b
~/29
__.._----
---_._---- .
UC
97 11cd
20/20
Ahhrcvi.llJilll): PI·t)· pl.Hllle fUfl1liuC unil. NllJllber plIsilivo:/nUlIlber HI rhk;
J
chickell~
were frel: of lIIuterllid lllilibotlies.
h Signifh;,lnt (P <0.05) difference compared 10 nOllv'II:c'illllted control, Significant (P <0.05) difference compared to SU-J.
J
Significant (P <0.05) difference compared 10 HVT.
Tabel 6. Sl!fUIil
Serologic re/ulioJlJhips ulllong cUlldidute )'tJccine virusl!s.
against
hldll/75C JM/l02W SIl·1 IIVT ~.-----
~
-.~------------
tl~\lII,III~aIJoll
Rclative nClItralisationl! Ilomologous SII-I Wre ,hlll/75C nI/102W 320 160 20·18 '2S(Jll
~
2.00 0.16 0.06 --_._..
J
-- - -
titre dJ\Jdo.:d hy 11111.' 01
_-
!oCI
11m
1.00
O.HO
..LQQ.
O.~O
0.08 0.25
.LQQ..
-~.----
JlVT
0.15 0.25 0.1&
0.0 I .LQ(L -_. -----._--- ------_ ...
acaJII~1 jt~ hOIUO[{/bIlU~'
l'illn.
(sumber dari 1:Ji tter, 1982 !\vi"n P"'thology. 11: 4·9-62) •
. Tabe.L
7
Proreu:rc
t'ffiC;}Cl'
.\/ .'
of WI/tif-.':;:" r ..·-.'c:"~'s .:~;;:.:r::s, ch.:.;.'~'cg:· lI'uh selec!ed l':ru!cnr lid,J isof,:,:r~ II.'. afl·,. . \
disease fMDJ drus:!.
i
:'>lLJ :;:(':55 it!SJ---'
HVT
I T,,,I Ic ' - -
Ch;.llkngc virus
I
J:\1IlO2\\'
m3tl!rnJ.J
ti\ 1
SB·!
;:Jntir.od~
v 3 ...''':: 11-.'
\'.!":":!::~
I ,. .~
!
J,'-j3
+"
6'~
"
1.""
+
26 '3.:t
~Id)
~"I
I
"2
i""
235
1,;20
I I
280-2 Md2 237B 234-8 270 \lJII
0. I Sl 5'20 5'20 0 20 15'16
I
!
l i ~_~
_____
Total:. '.;
~__
_~
16/16 19/19
"'I"" .J I ." C1
20/20
]3 '13"
9/38 '26!141
"'C' ..'"' _"
,{., ,<.; 4
191'20 I
___
~
11.5 _ __
"
,,0
J Sfl8 J
19/20 :;0/20 lO,nO
~
I 5f I .5 119i128 93.0 _ _
~_L
00'
85
I
i
Mi 100
1(Jt:!O I J jl5
15/130 ~
74/7S 98.7
---,-----
4nO 0/,20 3/20 6i19 0 1 20 1/16 I!IS
~3:1::! 19.0_ _ __
9/34
)/33
18;32 1S'3-
3D.::;
!,I ,-_.-.------------
I'\onc
v:Jccin.:
,-
10'40
TOlals
,\10 I J II)L
91 93 sr;I,. ___
I
~
. ...J
Ahhr<,.,i:!lillns: HVT::: Turkcy hl!rJ'csvirus Chlc;"'<,ns v:lccinalCu.'lt I-dav-old \dth ~h(jll( 2000 pl.hlllr. fUf!llln:o; U!'H$ uf\".;:cine. ch:lIh:nged at 7 UJYs \\i,h about ~O(lI'Llqut! fornHn~ \Inil~ of ,"'If) virus, and observed fur gross l<'sions thro(1sh 56·6: dJ}s.
b
ChicJ..s h.llched with maternal antibodies to H\·T.
< 0.05) grcOIlcr proh!cticln Cump3reJ to HYT. (Sumber dari \'litter, 1982 Avian Pathology. 11 c
Si,t:nifkanlly (P
4:9-62) •
->.
\>I
melawan kedua galur virus Jl'I/102W dan I1d 5, sedangkan vrucsin HVT dan SB-1 hanya baik un tule rnencegah virus JI1/102\>1. J'old11/75C memberi perlindungan lebih baik (p lebih kec1.1 dari 0,05) dari salah satu valcsin lain. Data lain menggambarkan satu galur yang spesifik yang mungkin dari galur vaksin. Kalau data dari HVT dan SB-1 dari ayam-ayam dengan dan tanpa antibodi HVT dikelompokan dan dinyatruean data vaksinasi ayam dengan Nd11/75C. Vaksin Md11/75C rnernberikan perlindungan yang lebih besar (p lebih kecil dari 0,01) dalam melawan I1d 5 (85% lawan 46%) tetapi perlindungan lebih rendah (p lebih kecil dari 0,01) dalam melawun JM/102W (79% lawan 93%). Percobaan 2 (tabel 7) juga mernperlihatkun bahwa vak. sin Hd11/75C memberikan perHndungan yang cukup nyata
Cp
lebih kecil dari 0,05) dan lebih tinggi secara keseluruhan dibandingkan dengan HVT dalam melawan beberapa tantangan virus, Ernpat isolat dari virus-virus ini Udak dapat dicegah oleh HVT dan hanya satu isolat virus kurang sempurna dilindungi oleh Md11/75C (Witter, 1982). Ternyata vaksin Md11/75C ini efektif terhadap galur Md 5 yang mernpunyai virulensi tinggi padahal tidalc efektif dengan vaksin HVT maupun vaksin avirulen SB-1. Kelernahan vaksin fIId11/75C ini adalah lmrang efektif terhadap galur JM/102W dan kernanjurannya berkurang pada anrue ayam yang mengandung maternal antibodi HVT (tabel 8) (Wi Her, 1982)
Tabe 1 8
I Ch,lkn~' II ,
\ HilS
~
,
Com [,ura! /I'C efficacy of [lO!YI :1l,'llt and iso/ants oj.Htll"!'k's dirnlJc (,'f0/: inH:J.
:Jmibudy
l
.-\LAS
~";Jccinc
J 9/19 1 J /13
I
100 74
11/39 3'2/35
18/3"7
2/26 3/37
2/38 0/35
18/18 20/20
I
46
8/19 4/20
I/~O
+
10/13 10120
1/17 2/19
18/1 S 20 ':2U
45 50
-
4Jl9
3/20
20, 20
+
7/19
4/1 ()
79 63
-
71"0 13/20
7/20 3/20
c· ,C
IS!3l
110/257 42.8
--
,
v:Jccinc
7/20
I I
1/20 7/20
:::(20
1/20 0/17 7/19
70;:::49 28.1
62/:!42 25.6 -
I
I
20,'20
31eO
19/19
e/20
20/"20
23/256 9.0
,
Pro\ec!hc indc,\ flVT
1/39 4/1S
Totals
-
None
I I
9/37 201'26
+
I
I
Polyv
2/39 6/'24
-
295
response
0;'.10 6/:7
I
+
:S7L
k~ion
!Mdlll75C
;'::1cdnt:
-
I
I
.\ID f:ro$S
S8-1
HVT \Jl:dnc-
+'
I
I
candida Ie I'ace/nt's agJlnSf cila l;l'ngc wi {II sekel ~'J I'iru lent fie ld
~
HVT f1ntcrnai
I J\t/l 02W i
1-~!J5d
()fh ('f
I
I I
9
65 35
I
I
I
57
185/187 93_9
SII-I v:H:cine
51 521;'
92\:
58 80
95'
85 79
90 45
65 85'
100 63
70
65
c
74
i
v.H','in,.:h '
V:H:cmc
76 9 921:
9S
72
PolyvJI:.:nt
Mdll175C
97
I
03
I
100';
II
Soc
,I
9;;0.:
9'1 ~.
9565
,,
85 90': e
91'
I ,I
I
Abbr1.'viJli,Jll;': H\'T = Turkey hcrpcs\irus Chick~ns
\';JCcinalCd at 1 day with :lb(lU[ 2000 pb'-ltl~ ft>rminjl: units ofv:lccine. challcnf!t:d;I[ 7 dars with about 500 !t:slOn~ thnHlgh ~6·62 d:J)'s.
pl:l(.ltl~
forming unils
of i.ID virus. and observed for gross
~lclll(7SC
b
Equ:iI portions of HVT. $B·1. and
c
Chicks h:!lched with ma[ernal antibodies 10 HVT.
d
viruscs; :Jg!,reg:J(c virus dost!::: 2000 PI·t.: ref chick.
Challenge virus !!iven on 13th (by.
< o. 05) grea lt!r protection compared to HVT. (Sumber dari Witter, 1982 Avian Pathology. 11 Significa ntly (P
49-62), --'\ ..J1
dan kemudian oleh Witter pada tahun 1982 vaksin ini digunakan sebagai campuran untuk vaksin polivalen.
A.3.
Vaksin AVirulen Di alam virus penyaki t llijarek ada yang virulen dan ada
yang avirulen. Diduga virus
1"m yang virulen beraGal dari
serotipe 1, sedangkan yang avirulen berasal dari serotipe 2 (Witter, 1982), Gordon (1977) rnenyatakan bahwa infeksi dengan virus avirulen dapat rnenghasilkan kekebalan yang dapat menimbulkan daya tahan terhadap virus Jvlarele galur virulen. Wi tter (1982) membuat vaksin dc.ri galur SB-1 melalui
20 kali lintasan pada CEF (Chicken Embryo l!'ibroblast), lcemudian digunakan sebagai salah satu carnpuran untuk membuat vaksin polivalen. Dalam percobaan ternyata vaksin ini kurang efektif terhadap beberapa galur MD yang mempunyai virulensi tinggi misalnya galur 14d 5. sarna halnya dengan vaksin HVT. Juga adanya antibodi yang homolog dapat mengurangi efektifi tas vaksin ini, walaupun vaksin in! tidak dipengaruhi olel! antibodi HVT (Witter, 1982). Nampalmya jelas perbedaan kemanjuran vaksin dalam dua kelas ayam yang di temukan di bawah kondisi lapangan, yai tu pertama dengan maternal antibodi
l~D
dan kedua dengan maternal antibodi MD
dan HVT (tabel 1) (Witter, 1982).
17 Dari percobaannya \Vi ttcr (1982) lIlewbuktlk<1n brulwa v81csin SB-1 rendah kemawpuannya dalarn melawan kedua virus l'ld 5 dan Jlol/102W (tabel 1). Jadi vaksin SB-1 rnenimbulkan proteksi kurang dari optimal bagi virus -tantangan di bawah kondisi ini dan menimbulkan tingkat perlindungan yang sangat rendah bahkan tidak ada sarna sekali terhadap virus lIld 5. Akan tetapi dosis vaksin SB-1 dalarn percobaan ini sedikit lebih rendah daripada vaksin HVT (\'Ii tter, 1982). Secara alamiah virus avirulen dapat menyebar cepat di antara ayarn sekandang (horizontal), namun dalarn penggunaannya uni;uk mendapatkan daya proteksi yang maksimal vaksin ini diberikan secara parenteral pada masing-roasing indi vidu (Sharma, 1975). Dosis 1000 PEU (Plaque Forming Unit) tiap ekor diberil(an secara subkutan pada ayam urnur 1 (satu) hari (King
f1
A.4.
Vaksin Polivalen
al., 1981).
Sebagaimana telah diketahui bahwa penggunaan vaksin HVT terhadap penyaki t Marek adalah yang terbaik di antara jenis vaksin lainnya, sehingga lebih banyak dipru(ai oleh para peternak dan paling banyak dijual di pasaran. Tetapi resiko kegagalan vaksinasi terhadap penyaki t Marek baik dengan menggunakan valcsin HVT, vaksin atenuasi maupun vaksin aVirulen masih merupakan roasalah bagi peternak, sebagai contoh ki ta ambil kasus yang terjadi dl yogya-
18 karta pada tahun 1979, terjadi pada seorang peternal( yang memelihara ayam petelur dari jenis Hy-Line coklat yang berumur seki tar 1,5 sampai 3,5 bulan didapatl(an angka kematian sebesar 36% dad 1100 ekor aki bat penyaki t Earek. Dilaporkan bahwa ayam-ayam terse but sudah mendapatkan vaksinasi terhadap penyaki t Narek (Ronohardj 0 e t a1., 1980). Wi tter ~.!:
al. (1980) menyatakan bahwa adanya beberapa galur virus
MD yang mempunyai virulensi tinggi mungkin bertanggung jawab at as kegagalan vaksinasi terhadap filarek. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa vaksin HVT tidak eiektii terhadap galur 280-2, l'1d 2, Md 5, Nd 11, 287 L dan .Il;OA-8; sedangkan valwin atenuasi Md11/75C kurang efektif terhadap galur JH/102W (Witter, 1982). Selain i tu berdasarkan percobaan yang dilalmkan oleh Spencer et a1., 1973 dijumpui adanya resistensi genetik dan adanya maternal anti bodi terhadap 1"ID turu t menen tukan keberhasilan vaksinasi. Malea dapat disimpulkan bahwa tidal, ada satupun vaksin tunggal yang dapat melindungi semua ayam terhadap galur virus MD secara optimal (Vii "tter , 1982). Untuk mengatasi semua ini Witter pada tahun 1982 telah mencoba menyampur beberapa valcsin Marek untuk digunakan sebagai vaksin
l~arek
yang kemudian disebut vaksin po-
livalen. Vaksin polivalen terdiri dari campuran virus HVT, t1d11/75c (vaksin atenuasi) dan SB-1 (vaksin avirulen). Ternyata val(sin-valcsin ini tidak menimbulkan antap:onisrne atau interierensi. Unsur-unsur pada val(sin polivalen ini selain virus HVT juga terdiri dari virus MD yang berasal
19 berasal dari serotipe 1 (virulen) dan serotipe 2 (avirulen). Dan rnenurut Witter C1982) campuran serotipe 1 dan 2 ini mungkin lebih efektif dari vaksin yang kornposisinya terdiri dari virus
~m
yang berasal dari serotipe yang sarna v/alaupun
keruungleinan akan hal ini belum dicoba. Jenis vaksin lain yang timbul leemudian adalah valmin bivalen yang terdiri dari campuran virus HVT dan SB-1 (vaksin avirulen) sebagai waleil serotipe 2. \fQJ!lsin bivalen ini bagaimanapun juga tidal, rnungkin menolong lcalau seandainya teknik vaksinasi lmrang baile, lebih dulu terinfelesi, immunodepresif d.an sebagainya (Witter, 1984). Valmin polivalen untuk penyaki t jVJarek (lID) pada pe·· ngertian perlindungan yang sinergis di antara virus-virus vaksin baru sekarang ini dibicarakan (Witter, 1982). Ketiga isolate virus val<sin dibutuhkan dalam percobaan selearang, yaitu: (a) Md11/75C adalah virus ND yang diatenuasi yang sebelumnya sangat virulen, dari serotipe 1, (b) SB-1 adalah isolate virus rID nonpatogen dari serotipe 2 (Schat d.an Calnele, 1978) dan (c) FC 126 galur HVT dari serotipe 3. Sua'm carnpuran vaksin polivalen dari virus-virus ini rnemberikan perlindungan lebih baile pada ayarn dalarn rnelawan beberapa tantangan dari isolate
~
baik yang virulen rnaupun yang
sangat virulen. Schat et a1.
(1982) melaporkan bahwa suatu valesin bi-
valen berkomposisi HVT dan
SB~,1 .•
memberikan perlindungan
'~'~-?~~}:, ", , ':(
20
yang lebih baik dalam melawan tantangan isolate jVID yang sangat virulen. Data dari beberapa ahli nampak dengan jelas melalui hubungan serotipe viral dan patogeni tasnya. Virus I'ID setoripe 2 dan serotipe 3 turkey herpes virus (IlVT) adalah virus-virus yang nonpatogen, sedangkan Derotipe 1 virus ND adalah patogen, kecuali kalau virus atenuasi dalam biru{an jaringan deraj at patogeni tasnya b-ervariasi (Wi tter et al., 1983). Vaksin polivalen dan bivalen sama-sarna mempunyai HVT dan SB-1, keduanya sangat efektif dalam melawan tantangan dari isolate virus
IV]])
yang sangat virulen; ini sama halnya
dengan ayam yang mempunyai maternal antibodi melawan ketiga serotipe virus tadi (Witter et aI., 1983). Data ini kuat sebagai petunjuk bahwa vaksin tri val en (polivalen) atau vaksin bivalen mungkin lebih efektif daripada HVT dalam mengurangi kerugian di beberapa peternakan at au daerah geografis yang terlalu banyak lee mati an akibat l® atau seringkali dijumpai kej adian pengaflciran MD. Kemung-
kinan ini lebih lanjut diuji dalam sebuat seri percobaan lapangan dengan vaksin trivalen dan bivalen terhadap layer, broiler dan flo]{ lceturunan broiler (\'litter et a1., 1983). Vaksin trivalen terdiri dari 1000 PFU HVT, -1000 PFU Md11/75C dan 1000 PJ!'U SB-1 per dosis ayam. Vaksin bivalen terdiri dari 1500 PFU llVT dan 1500 PJ;'U SB-1 per sosis ayam. Vaksin HVT terdiri dari 3000 PFU per dosis ayarn (Vii tter et
aI., 1983).
21 Dalam percobaan vaksin hivalen dosis rendall berisi 2800 PFU HVT dan 200 PFU SB-1 per dosis ayam sebagai pengganti vaksin polivalen. Selanjutnya seluruh ayam dicegah dengan dosis 3000 PFU HVT (tabel
9).
Sampai berapa besar keuntungan yang diperoleh bila memakai vaksin trivalen at au bivalen jika dibandingkan dengan memakai vaksin HVT. Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Witter et al.
(1983) dapat dilihat tabel 10, bah-
wa pada percobaan 1, ayam-ayam yang divaksin dengan vaksin HVT (kelompok A, C dan D) rnernpunyai angka pengafkiran leukosis yang tinggi (lebih besar dari 1,0%), akan tetapi di kelompok B dan E yang mempunyai sani tasi baik sebelum percobaan, ayam-ayam yang divaksin dengan vaksin HVT rnempunyai anglea pengafkiran leukosis yang rendall (0,40 dan 0,17%) Udale berbeda jauh jika dibandingkan dengan memaleai vaksin tri valen atau bi valen dengan angka pengafldran leukosis berkisar antara 0,00 (kelompok E) sampai 0,29% (kelompole B). Kemudian pada leelompok E sendiri ayarfl-ayarn yang di vaksin dengan vaksin tri valeri mernpunyai anglea pengafkiran lebih rendah (p lebih kecil dari 0,05) dibandingkan dengan ayam-ayam yang di vaksin dengan valwin bi valen, walaupun total percobaan memperlihatkan bahwa vaksin trivalen memberikan hanya sediki t keuntungan di bandingkan dengan vaksin bivalen, tetapi perbedaan ini secara statistik tidale nyata.
Tabel 9,.
RI'!'lllLs of r.r0ilcr fh'ld trial I. (HII!"yl;lOd).
Vi rw;i'!; ;\f,C at
V.1ccinc
rrocC>:>f'in), r:ln'
(rJ;]\'~)
0,
Lot
typc A
Bi lIi-l (J ....
I:
)b
101:11 "
l'\llmhC'r started
J2.IOO 1::,100
HVT
12,JOO
oi
1fl,900
J:i-lo .... !l\'T
It. .900
leukosis
o. naB
b O.5Z c J. 19
,
11
h~Hly
Nl'.11l
!"'I"()t\'Pl'
1 ""
['('r(.Jt\'PC
1 "r "rl
$,>rotypp
.~~~!-:~~~~.~~----- -.~----_~ ___._____)_____ -1 J.H'd l
!./(,(
2/3
.1.94,,1
tit,
11/11
J.i f /1i: 1
(,!(,
(JIll
:'/1
7./3
2!J! 3/1
3.925~'
0/1,
1/)
'.I. 71/>\ 3. f' I 1-\'''\ '
('f(,
10/12
)/]
]t.,<)OO
1.00 1)
I Jr,
Ill?
2j)
Hi
27,O00
3. tlH',"
"j)
~lJ/l
4/6
27,OnQ 27,200
O."R~
Dj-lo\-,'
J,
ill ;/1
;>.l/lt, 1/71,
6/f,
m'T
A~l "i';\'.1!cPl \',\,tln.,' (1500 1'I'111!VT + t, -h'Y hc:",,;<:.-il\1"' .,.~("r~r.c.
J~)OU
<.~""i!_:I;lIt.'d ·~·Jt!l \1;[[..:r(>111 Jt>ttcrs :IH' Ct'''_\'~'l (.f "",,\"T,l, ;'t'!'Ht\'I'/nlinhel" lot:!l.
Up.!,,]
;; Condemned [or
0.12 0.12
0-.30 ' 1. 51,"
tll:1;'
,fiOO)
T'FU SIS-I). fh-l(JI,l" lo\.! .. d"st.' biv,ll\'nt \',IP'jq('
.'Hl1tit;tic;!Jlv rlifferl'nt (!"
(Sumter clari Vii tter et 2.1.
i:'H',] 1')-"1' 11\'T
" Jf,
+ 200 fT' S[l-l} , IlI.'T
t
,).(h).
1983 Avian Diseases. 28: 44-59).
r0 N
Tabel 10
I{(·:;ult:< of broi!l'f fidd tri;ll I I iJc 1:J1..,ln:) ,
\'irll"cs isc-l.,(('dr.
!·!<'.1!1 h'dy
A!;c .at
: COmk"lrJl'd
Vaccine
pnl("\1s~ing
I'nrm ,\
(d,ws)
lypc A
Lot
",..,
...
"..:
Tri
0500
gi
1.;:00
H\'T
t.<,l
Tr i
;:")f'U
'"
51
I '.:,F'
t.,O'lu:J
•. ,,'tr,a
'1/1
1. (,', ,,1
'I '-1
1 .76
I.:,"""
1/
ll,2,),1
.'•. 0,,:·1
1. >I
1).1),1
n.:.(/
:..1"11" I. 'J'1' 11
\.-"i,
(, ;11'1
Trl
f!9c l ') ;- 10,1 16C'Of)
O.JO
{,,(J",I/"
1.60"
O.3:/bL 1.29
!'. 1(.1 b 0, .-H,'};'
~: (;{.~:~
"j. 1(.0,1
i1
j.g~}<
J. ~ J, -,R', .'.t>:"') '. S'-' I t./,·,li'
..,O~)~
Tri
;f.00
Iii IIi
}1 ',U
O.30 0.7(,""
r,SYI
(). 33;1
S
llVT
.' \:.(\(1
Tri
';0')'''\
[\1 !lVT
4:-0~
!.,n,',)
{1.
lri
1;71JJ
I), JO
IIj
:;,I:::-.r;
fl.
tr.'T
; ~ "IC']
\.91" "
" l'ri
trjv<\lcnt vaccine.
~i
j
":.,[10
Tri
'J PI;1 1~.
S,'r0t YI'"
"~'r'"
':rJ<'
),·m.ol,"
t,. :(, 1 I :'-11,1
o.u<
, ,
SO
I:
~1.dc
O,l,.'/·:
O. )2']
)
y;'c
;;"1'<>1
l<'UKO:;lS
!lVT
Bi II\'T
)
'0'
(1r.-;)
------;:--------------'---
" ',1
"
:;lI:"~cr
I.'ph.llt,<;
:" (:,0' :..onflh :1. FI(,r' J. 71 'In
l.,'
'I
). "JOt.;J
~, ) 1-\,1
1 ;b
"J. ",',F,"
'1.1
'j'l
"
17,1 I • ;>5"
1. '1:0,1 ! •.
1 I! 1 ,
4 ObO!>
~. ~:I ~;:
;. ~ i",,1.
"1
'"
Il"
Ii I
!,j
nil ii'
',/') nil.'
"~I'
!,I I
I.j.',
<./t,
1/3
3/J
Oi L~
~,,'
'I'
ill
1/ \
In
3/3
::IJ
J,'J
,'/)
:~ /)
!/.\
<')'1:'
1; j
(In
nJ
Oi1
0/12
J/J J 11 }/'
1/1 ,~
~fl
I, ,"j
'fiR '1/ I H ~;
'J {>
'i
,;-1
Jf1
,,'
I f,/ n
:ql:,~
1 <,I
:'1/. 1 _ l ,'~ I
IJ
0/ .,
v.l>;( :,',
.
Cpal " I.'ithln f . ~n~s ,!,'"f",,;l.lecl "'ith dHfl'r"llt 1,,\ \ ('t'li ;lrc' "t;11 hll,.lIly ,li(t"'O',l1
(Sumber dari Witter et al.
7f ,"
O.OfJ;' O.lfi
" t'iv.llcnt vac<.ine. f]\'T " tnrkc\' hct'I'('<;\'iTlI'.
!\:lIr,lH.'r of S:ll'\I'JI!S pc.r t..,t:l!.
,..","
f, /t, :,1"
:, I,', 0 / 11
j
(I."'.,,
1983 Avian Diseases. 28: 44-59).
N
'"
24 Pada percobaan kedua (tabel 11), terliha"t bahwa valcsinasi dengan valcsin poli valell pada umur ayam 84 hari tidak banyak mengun"tungkan dibanding vaksinasi dengan val(sin HVT, kecu<J.li untuk kelompok 5\'1. Lain halnya bila val(sinasi dengan vaksin poli valen dilakukan pada ayam umur 57 hari rnenghasilkan angka pengrukiran leulwsis rendah (p lebih kecil dari 0,05) dalam 3 sampai 4 kelompok dibandingkan dengan val(sinasi dengan valcsin HVT. Kemudi an dalarn 3 sampai 4 kelompok ayam yang menerima vaksin -cri valen mempunyai angka pengafhran yang lebih rendah (p lebih kecil dari 0,05) di bandingl(an dengan ayam yang menerima valwin bi vulen. Pada kelompok 6 dan 7 ayam yang di val(sinasi umur 57 hari mempunyai angka pengrukiran leukosis yang tinggi disebabkan karena adanya kenaikan ternpera"tur selama vaksinasi (\'Ii tter et a1., 1983). Pada percobaan ketiga ("tabel 12), ayam-ayam yang menerirna vaksin poli valen (kelompok G dan I) mempunyai angka pengrukiran leukosis lebih rendah (p lebih kecil dari 0,05) di bandingkan. dengan ayam-ayam yang menerima vaksin HVT, sedangkan pada kelompok H, baik yang menerima vaksin polivalen maupun vah:sin HVT rnernpunyai angka pengrukiran leukosis yang rendah, tetapi secara keseluruhan vaksinasi dengan vaksin polivalen dalam kelompok H rnernpunyai angka pengafkiran yang tinggi di bandingkan dengan vaksinasi dengan vaksin HVT, ini disebabkan karena kelompok lI, pada vaksi-
Tabel 11 _R... ~ull:l
of brQiler field trial 2 (~!llinc).
-------._- ------_ ... _-_._--j ,;,"> I'llt'.!
\'i ru~t""
1\):('
aL
proc_l:s::;ln,:
Vaccine
(d<1ys)
r:lrnJ
-,-----..,-----,-..
?; Condt"J':ned
Lot
57
~l 7
""
Tot;'! 1:;
st .. rtcd
7500 7500
O.70~
1. i 16;\ J.61,,:1 3, 6<)!, U
5,59
',"i
IlVT
5 " 6
Tri.
7 8
11\'1 1I\'T
,
Tri
7':'00
3
11\'1
"'UVT
7:'00 7':'(10 7500
Tri
7500
D'
7501')
IlVi
leuKosis
nB 0,20 O.O",b
3 4
1\1
O.IO;:'J
7500 75(10 7500
H'
I. :'0r~ (,.17 1 J .Bl ' il J.14
7500
II\'T
7500 7500
Tel /lJ
30000 :WOOO
HVT
F
h,dy \,'cirhtr; (Ibs) ~!"'-ln
7500 7500
Tri
5 W 6 7 8
84
typC{1
I E 2
1 E
foc
NUlnbel:
HVT(3-t])
30000
IiVT(II+8)
3IJO()O
1.52 b
O. &l~ !. 76
.,
0.54 } .52 1)
1.O8~ J .43 c 1
0.1.9: 1. 1(,' 2. J4~ 2.64 (
~
_
'I'ro(
\'11('
1
~_1
J.h·j~·lh 1.5',l\h J.6JfJ·1 1.>
yp"
~.-
--- _.._.. - : ~"l
<>Lyl'"
------------
C 1/6
Jil
lj)
Olf,
3/3
)/3
f)16
12/12 0/12
1/3 1/1
11(,
'I ,
-' if, ,!t>
1/'
", ,,
j/U Jil2
.' 1 \ Z/3
'1/(,
1.;1;·1
,
~{'r'll
(, /I)
J • .'..1>1.1
:-;]1
~; i)
:;D
7 . :'_~7"
'W
~;
:;()
nil
'j)
"I'
-
<;
[)
';:;
.
7 . .'..OO:l
'm
::0
-; • 5) I" -; . 625:1 7.6?7'1
Sll
:,1)
1~'f!~E :;n
tm
:m
::n
~~ j)
~;
5. ',71"
:iU ~ /1 ~
(,Ir,
1,/(,
61(, 17/24 )124
6/(, 51(,
J : ~('7h
J/:Ll
5.'i"':""
5.605 3
1/12
:;. ',;'f>;j
11/1;
2'; l:.E
!J
~; II ~:p
':.oN,
ATri '" trivillenl vacciac, Ili '" bivalent vaccine, I!\'T "' turkey herl'CS\'irus \·accllw. B[):lt.-'l .... itliln
rill"llm
deslr,nHt('d Idlh cHit'renl
letter~
ar(l
stnti~th"
11- •
O.(}',),
Cl'\ll,b ... r of ';:11':11']('5 po',itiv<>/nunlber t(-st.-d.
D~l;l\'
b(' ('j(-vilted sURhtly bec:JUso;,> of (:h:msc in SCIl}tl ler::perilture,
E],):, 1.:rlt,od
fr""~ t!lu\l~;,
hh·",d ."Il'saYl'd :'8 hr
11!!('r
n,l}f.'ct iOIl.
f]."L:. l:iv"11 In 1'.1I'(·ntlwsv,; "'I -t 7 .... <.!r.' in :'1'W h,)u!;(" :11' J'"lY\'dll'lIt ·,·.,,-,·il't·, .•.j 4
(Sumber dari Witter et al.
g
~,-r,·
;" _\ ,Ii!f"r"!\l
:'''01''''
1983 Avian Diseases. 28: 44-59). .f\)
IJ1
Tabel 12
!ksult!; of hroiicf field trial 3 Obryl
Vjrll$f'!< j~l'liH.'(!
"1'('
\'iH.:cinc [vpe A
1,r"'n.'~Gin~:
I -,:r
(d;l';~ )
10<
foo
t\u~,bl!r
,
"
I "tikI's h;
o.aa b
3,907"
m'T
l'!.&O() J9,600 19.600
O.l<)c
f •• 021/
O.O8~
Tri Bi
Tri
to ,500
2
5i
10.500
3
11\'7
\0,500
Tri
16,500
IIi !il,'T
17,900
Tri Bf
12 2
1 Tot
~1L'.\U nl>dy '-"'i dl1~' ,11>,,)
st'lrlcd
._-,-----_._------------------ - .,.
:,2
Iln
" 1r1
Ccndl~mnl'd
;:
ilt
ll.OI"U
!)"tif ...·llhJn
C:,~..-!)C r
oj
r:Hn.<·
d~Firn;llrJ
s;rr\pl '!r. POI'
j [ j
vith
f,
';,'rt>l
~'rl'
<;('fot "r'
.,
~"r('\t ~ P('
_.
.OJ),I 1
t)/I, (
2/3
"213
flj6
J/3 0/9
3/1 2/1
3/3 3/)
0/7
l/l 2/3 1/1
:./2 3/3
:!./'}, J/1
fJif,
O.O(,
3.915'" 1,.036,1 a ).910
1/6 0/6 0/)
o .O4~:
'I.e.£' Jil
oj
3.:>51/ 1. :'68'1
;)/6
17,B00
0.15 1.59('
, /6
J /12
3/3
46,60C
0.0)<1
1!J 7
48,O()O t.7.9(10
0.09 0.79
). fl70;\ 1 1.8)1./
OilS
1.83<1 :\
/, /l 'J
7/8 9/9 1/28
11/9 6/7
0.0]
b
,
'" triv_dcnt v.1rcilH', /;1 .. bivalent \'ilCcinc, !I'.'T " turk('", 11"rl'l";':lrll'>
H
. -_.. _. -
dif("t"'~nt
1<'tlC'1'5
:In;
1 '":0
!
if!
\·.l~c:'jrw.
!;liitjroljC<'l.·.· JUre-Hnt r."
<J.O).
\,('/nur:l,pr t
(Sumber dari Witter et al.
1983 Avian Diseases. 28; 44-59)
'"
'"
27 nasi dengan vaksin IlVT lebih
[~ungkin
ruendapatlean \cegagulan
yang rendah dari kontaminasi virus serotipe 1 dibandingkan dengan kontaminasi virus serotipe 2. Angka pengafkiran leukosis untuk ayam-ayam yang rnenerima vaksin trivalen sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ayam-ayam yang menerima vaksin bi valen. Di sini tidak ada perbedaan yang nyata hubungan antara leelompok vaksin dengan berat badan ayam (Witter, 1983). Jadi dari keUga percobaan ini dapat disimpul\can bahwa ayarn-ayam yang divaksinasi dengan vaksin polivalen rnernpunyai angka pengafkiran leukosis lebih rendah jika dibandingkan dengan ayarn yang divaksinasi mernakai vaksin HVT, mean tetapi jika sani tasi baik dalam suatu peternakan vaksinasi dengan vaksin HVT memberikan angka pengafkiran leukosis yang rendah (0,17% sampai 0,40%) tidak berbeda jauh jilea dibandingkan dengan memakai vaksin polivalen dengan anglea pengaflciran lenlwsis berkisar antara 0, OO?~ sampai 0,29%. Sedanglean vaksin tri valen memberikan hanya sediki t keuntungan j ilea di bandingkan dengan valcsin bi valen, te tapi perbedaan ini secara statistik tidak nyata. Dibandingkan dengan jenis vaksin lai=ya ternyata vaksin polivalen ini paling efektif dan mempunyai spektrum 1ebih luas (Witter, 1982) seperti diperlihatkan d'alam tabe1 8 bahwa vaksin polivalen pada pokoknya lebihiliaik dalam rnemberikan perlindungan secara menyeluruh melawan 5 tantangan virus daripada vaksin tunggal lainnya. Kalan seluruh data
28 dilcelompokkan, perlindungan oleh vaksin polivalen (91%) lebih besar daripada (p lebih kecil dari 0,05) perlindungan yang diberikan oleh HVT (57%), juga Md11/75C (7 L)-%) dan SB-1 (72J~).
Dari hasU percobaannya kemudian Witter (1982), me-
ngemukakan bahwa vaksin poli valen memberi perlindungan lebih besar dibandingkan dengan vaksin HVT (5 dari 10 kelompok). Lebih lanjut, perlindungan yang kurang dari 80% hanya di temui pada satu dari 10 kelompok yang di vaksin dengan vaksin polivalen, sedangkan pada kelompok yang diva!<sin dengan vaksin HVT. SB-1 dan Md11/75C frekuensinya berturutturut 9, 7 dan 5 dari 10 lcelompok. Hanya di te rnuk an sediki t dampak negatif dari antibodi maternal HVT terhadap kemanjuran vaksin polivalen. Data ini menunjukan bahwa tidak terj adi interferensi antara virus yang menyusun vaksin poli valen dan diramalkan ballwa daya proteksi masing-masing bersifat saling memperkuat. Basil percobaan ini juga menunjukan bahwa vaksin HVT kurang efektif terhadap l'Id5, 287L dan ALA-8 dan seperti diharapkan antibodi maternal HVT memberi dampak negatif terhadap perlindingan. Di samping i tu SB-1 juga memiliki perlindungan yang rendall terhadap Md5 dan tidak dipengaruhi oleh antibodi HVT. Seperti sebelumnya Md11/75C memberi perlindungan yang paling balk terhadap JM/102W dan secara tidak disangka tampaknya dipengaruhi secara negatif oleh antibodi HVT dalam 4 dari 5 perbandingan. SB-1 dan
l~d11
/75C keduanya memberi perlindungan
yang jauh lebih besar daripada HVT dari total dari seluruh data yang terkumpul.
29 B. B.1.
Ayam yang
Di vaksin
Immuni tas Penyaki t Marek (~ID) Penyakit Marek (MD) adalah penyakit limfoproliferatif
yang malignan pada unggas piara yang disebabkan oleh herpesvirus (MDV). See:ara umum immuni tas terhadap
~lD
tergan-
tung pada respon-respon immun dari dua kelas antigen yang berbeda yai tu antigen virus spesifik dan antigen tumor spesifile (MATSA
= I'fD-tumor-associated surface antigen) (Payne
et al., 1976). Penyaki t Marek ini ditanda1 oleh infil trasi sel llmfoid dalam syaraf perifer, organ visceral dan kulit. Anak ayam yang peka terhadap virus l'lD tidak hanya terbentuk neoplasma akan tetapi juga diserta1 dengan adanya penurunan fungsi immun hUllloral dan seluler (Sharma, 1979). Antigen virus dan antigen tumor dibentuk oleh
I~ATSA
yang dihasilkan dalam tubuh ayam dalam perjalanan infeksi dengan l'lDV (Powell et aI., 1974; Witter et aI., 1975). Vaksinasi terhadap MD dengan vaksin HVT atau vaksin MDV atenuasi kemungldnan merangsang pembentukan antibodi anti viral dan irnmuni tas anti tumor; pendapat ini rnernbantu dalam melakukan reaksi silang serologik antara MDV dan vaksin dari virus galur ini (Ross ~ al., 1975). Ayam yang terinfeksi HVT tidak rnenunjukan gejala patologik tetapi terbentuk antibodi yang bereaksi silang dengan
30 MDHV (Sharma, 1975). Suatu hipotesa menyatakan bahwa ada langkah mekanisme yang menyebabkan kekebalan dari hasil valesinasi dengan vaksin HVT. Langkah pertama meli batkan reaksi langsung dari antibodi humoral dan kekebalan yang diperantarai sel melawan antigen virus. Langkah kedua yai tu adanya perlawanan kekebalan berperantarai sel (eMI) terhadap antigen tumor MD (MATSA) yang terbuktl antibodi ini dihasilkan oleh HVT dalam limfosi t sehingga mungkin dapat menginduksi lcelcebalan berperantara sel anti tumor MD pada ayam di vaksin. Mason dan Jensen (1971) dan diperkuat peneli ti lain menyatakan bahwa ayam-ayam yang di vaksin tahan terhadap JMV, iui mendukung suatu hipotesa yang mengatakan bahwa virus-v.irus valesin merangsang kekebalan anti tumor dan anti Virus, alean tetapi hal i tu lIlunglein bahwa efek perlindungan ini tidak tergantung !cepada !celcebalan anti turnor karena hal i tu telah dibuktiJean oleh Powell (1978) bahwa perlindungan terhadap JMV dapat juga'diperoleh dengan immunisasi dengan sel ginjal ayarn yang d11nfeksi virus Hare!c yang diinaktifkan dengan \ .;glutaraldehid yai tu dengan sediaan antigen virus ND spesifik yang telah diinaktifkan. Kini kanJi melaporkan bahwa immunisasi dengan sediaan antigen virus vak·sin yang diinaktifkan tidal, berhasil mernberi perlindungan terharap transplantasi JMV. walaupun immunisasi cara i tu efektif mernberi perlindungan terhadap MD sendiri. Hasil ini rnenunjukan adanya leetidakcoco!can antigen antara MDV virulen
31 dan virus vaksin yang mungl(in berksi tan dongan perbedsan kemampuan transpormasi antara kelompok oncogenik dan nononcogenik dari wirus MD. Daya tahan terhadap penyaki t Harek (MD) di tandai dengan meningkatnya suatu respon immun yang efektif dihubungkan dengan T-limfosi t yang dapat langsung melawan virus dan/atau antigen tumor (Payne ~ al., 1976). Anak-anak ayam dapat dilindungi terhadap penyakit
l~a
rek (MD) dengan melakukan vaksinasi neonatal memakai herpesvirus t-urkey (HVT) at au herpesvirus 11m yang diatenuasi (Payne et a1.. 1976). Immunitas vaksin tidal{ mencegah auperinfeksi virus rID virulen tapi menurunkan tingkat viraemia dari cell-associated dan melindungi unggas-unggas terhadap perobentukan limforna pm dan melawan virus I'ID yang rnenyebabkan immunosuppresiv (Payne et al .• 1976), Witter et
§l., 1976).
B.2.
Vaksinasi Ulang MD Vaksinasi Marek biasanya dilakukan pada ayaro berumur
1 hari (doc) pada peternakan ayaro pembibi t. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan oleh Eidson dan Anderson (1971), diketahui bahVla ayam yang divalcsin pada umur 1 hari, 1 dan 2 minggu dengan vaksin HVT dapat terlindung dari serangan Marek yang di tularkan secara kontak ketika urnur 1 hari, sedangkan ayam yang divaksin pada umur 3 dan 4· minggu ha-
32 silnya tidale memuaskan (tabel 13). Ayam yang di vaksin pada umur 1, 2 dan 3 minggu dan diinokulasi dengan plasma infektif II[!) ketika umur 4 minggu dapat terlindung dari serangan Marek (tabel 14). Juga ayam yang divaksin pada umur 1 hari, 1 dan 2 minggu dan diinokulasi dengan plasma infektif j'ID lcetika urnur 3 minggu, ternyata dapat terlindung dari serangan Marek (tabel 15). Jadi dari keseluruhannya dapat dilihat bahwa vaksin HVT efektif bila diberikan pada ayam umur 1 ha:d, 1 atau 2 minggu bila di tantang dengan plasma infektif pada umur 3 rninggu (tabel 15), kernudian pada ayam yang divaksin pada umur 1, 2 dan 3 minggu efektif bila ditantang pada umur 4 minggu (tabel 14) dan pada ayam yang divaksin pada umur 1 hari, 1 dan 2 minggu efektif bila ditantang pada umur 1 hari dengan cara kontale (tabel 13). Dapat disimpulkan bahwa pemberian vaksin Harek pada umur 1 hari adalah paling efektif, karena dapat menimbulkan kekebalan pada ayam bila ditantang secara kontak umur 1 hari dan juga bila di tan tang pada umur 3 minggu dengan inolmlasi plasma infektif. Timbul pertanyaan apakah perlu dilakukan vuksinasi ulang pada penyaki t Marek. Dari hasil percobaan yang dilakuIcan oleh Ball dan Lyman (1977) dapat dilihat tabel 16, bahwa pada percobaan 1, didapatkan pada kelornpok A {tidalc divaksin pada umur 1 dan 21 hari) anglea kematian akibat ND sebesar 73, 3~6 pada umur 4·50 hari. Kelompok ayam yang di vak-
33 sin hanya pada umur 21 hari dongan dosiB 2. noo PI!'U (Ice lompok B) didapatkan angka kematian sebesar 71,6%. Kelompolc . ayam yang hanya divaksin pada umur 1 hari dengan dosis 2.800 Plm (kelompok C) angka kematian berkurang menjadi 36,6%. Sedangkan pada ayam yang di vaksin pada umur 1 hari dan 21 hari dengan dosis 2.800 PFU (kelompok D) didapatkan angka kematian sebesar 34,3% atau hanya kurang 2,3% dari . kelompok ayam yang hanya di vaksin pada umur 1 hari. Pada kelompok ayam yang divaksin pada umur 1 hari dengan dosis 5.600 PFU (1celompolc E) didapatlcan angka kematian sebesar Tabel 13.
Unit
Respon dari ayam yane; di valcsin dengan HVT dan di tulari l'1D secara kontak Di tulari l'1D (hari)
1
1
2
I
3 4 5 6 7
I
1 1 1 !control
Umur ketika divaksin
l'1D
.Posi tif/pemula
tidak di vaksin 1 hari 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
5/12 0/11 0/11 1/12 3/12 5/12 0/11
(Sumber dari Eidson dan Anderson, 1971 Poultry Science. 60: 317-322). 33,7% ini hanya sediki t lebih balk dari kelompok C dan D. Angka lcematian terendah di te muk an pada lce1ompok ayam yang divaksin pada umur 1 hari dan 21 hari dengan dosis (5600 PEU dan 2800 FEU) (kelompok E) sebesar 27.2%.
34 Pada percobaan leedua (taLol 16), seoara
IJ
tatl.lJ tlk t1-
dale dl. teillukan perbedaan yang nyata dl. antara keenam kelompole ayam dengan masing-rnasing perlakuan (keloillpok B, C, D, E, F dan G) dengan anglca keillatian berkisar antara 2,0% (kelompok D) sampai 6, 9~6 (ke1ompok }<'). Dar1 percobaan 1ni tidak di temukan keuntungan dari vaksinasi ulang pada umur 21 hari at au penggunaan vaksin dengan titer tinggi. Tabel 14-.
Unit
Respon dari ayam yang divaksin dengan HVT dan diinolmlasi dengan plasma infektif IW 1
Inokulasi
HD
Umur ketika divaksin
Posi tif/pemula 1 2
:3
45 6 7 8
1 hari 1 hari 1 hari 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu kontrol
1 hari 1 rninggu
9/12 5/12 6/12
5/12 1 minggu 2 minggu 3 minggu
0/12 0/12 0/12 0/12
1Disun-~il, subkutan dengan 0,2 rn11i1i ter plasma, 2pumor makroskop1le. (Sumber dari Eidson dan Anderson, 1971 Poultry Science. 60: 317-322).
2
35 Sebagai contoh, pada kelompok ayam yanG divaksin dengan dosis 2.240 PEU pada umur 1 hari didapatkan angka kematian sebesar 4; 0% (kelompok :8) sedangkan pada l<elompol< ayam yang di vaksin dengan dosis 8,960 PFU pada umur 1 hari dan dosis 2.240 PFU pada umur 21 hari didapatkan angka kernatian sebesar 3.9%. Jadi dapat disimpulkan bahwa ayam yang dival<sin Narek pada umur 1 dan 21 hari hasilnya tidak berbeda dengan ayam yang hanya divaksin pada umur 1 hari, dengan perkataan Tabel 15.
Unit
1 2
3 4 5
Respon dari ayam yang di vaksin dengan HVT dan diinolmlasi dengan plasma 1 infektif l®
Inokulasi (minggu) 3 3 3 3 3
Umur ket1ka divaksin
ND Posi tH/pemula2
1 hari 1 minggu 2 minggu 3 minggu
0/50 1/50 1/50 14/50 34/50
1 Disuntik subku tan dengan 0,2 milili ter plasma. 2Tumor makroskopik. (Sumber dari Eidson dan Anderson, 1971 Poultry Science. 60: 3n-322). lain bahwa vaksinasi ulang pada penyaki t
l~arelc
tidal< membe-
ril,an l<euntungan. Juga penggunaan 'vaksin' HVT dengan' ti ter yang sangat tinggi pada ayarn umur 1 hari tidal< memberikan
36 keuntungan daripa<4a mengguno.kan valwin HVT dengan dosis baku. Dari sinipun dapat dilihat bahwa penggunaan valcsin C-A
HVT (percobaan 1) dan vaksin HVT bentuk liopil (percobaan 2) sarna efeldifnya dalam hal mengurangi ke mati an. Hubungan antara umur ayam ketika divaksin dan Uillur ketika di tulari l® telah dipelaj ari oleh Eidson dan Kleven, 1975 (tabel 13). menyatakan bahwa valcsinasi pada umur 1 hari, 1 dan 2 minggu dapat mengendalikan kematian terhadap l'lD jika ayam di tulari secara kontal, pada ulllur 1 hari dan jika vaksinasi dilalmkan pada umur 3 atau 4 minggu didapatkan angka kematian yang tinggi. Eidson dan Kleven (1975), dari percobaannya mendapatkan bahwa valwin HVT dapat dilwrnbinasikan dengan vaksin cacar dan juga dapat dilengkapi dengan antibiotik. KOlllbinasi tersebut terdiri dari vaksin cacar (ampul 500 dosis untuk 1000 ekor ayam) dan vaksin HVT (dosis 1000 PEU tiap ekor) dapat rnelawan virus filD virulen dan cacar. Antibiotik yang dapat di tambahkan adalah spectinornycin pentahydrate (5 miligram tiap ekor), lincomycin hydTochloride monohydrate (2,5 miligram tiap ekor) atau spectinornyxin sulfat tetrahydrate (5 miligram tiap ekor). Anti biotik-anti biotik ini tidal, ada pengaruhnya terhadap kemanjuran/daya kerj a kedua vaksin tersebut. Di pasaran umurnnya vaksin HVT dijumpai daiam bentuk wet vaccine yaitu dari sel CEF yang diinfeksi dengan virus
37 HVT atau dalam bentuk dry vaccine (liof'ilisasi). Wet
V<JC-
cine tersedia dalam ampul dalam keadaan beku dan sebelum dipakai vaksin harus dicairkan dahulu dan dilarutkan sesual dengan dosis sebenarnya (Sharma, 1975). Di Inggris umurnnya dipakai bentuk liofilisasi (Gordon, 1977). Demikian juga umur ayam lcetika di vaksin mempengaruhi efektif'itas va}{Sin atenuasi. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa vaksin atenuasi lebih efel,tif' bila diberikan pada ayam umur 22 hari daripada umur 1 hari, sedangkan vaksin C-A atau C-F HVT lebih efektif bila diberikan pada ayam umur 1 hari. Pada percobaan ini ayam di tantang pada umur 29 hari. Namun demilcian vaksin im umurnnya diberikan pada ayam umur 1 hari dengan dosis 1000 PFU hap eleor (Gordon, 1977). Sama halnya dengan vaksin HVT, vaksin atenuasi tidak dapat menyebar dari ayam lee ayam lainnya secara horizontal sehingga vaksin harus diberikan secara parenteral pada masing-rnasing individu dan biasanya vaksin atenmJsi dijual dalam bentuk belm dari virus cell-associated (Sharma, 1975) •
:- :;
~-
"~ ..::::.o~
'-<
;:!~
=
-:::::;
CO."
--
~
~:::
'"
Ie> ''--
j]
., "' ::;
= :: '
,:>" , .. '..»)
::':. ~
1-'" ,=
!:::I ,\ II ,I i; ,I :
'':':;)::':~:;;
J /'
=",;;'':;::'';:-'"
~
:;:-.:;; ,~..,.,ri~i~·o,~
~C·':>,~t-~l
';:)
:-;"':'~~:-i'-
'=' VI := -:<..,. ..............
'.~::r:l
..... c= --
~;;;t-::';t- ~t
t-t-nnn~1
~-::>
~j:j'ri:!j
::>
38
39
o
60
Tidak ·divaksinaai
~ ATT. I~DHV
!IT]
50
o
C-A HVT
C-F HVT
OJ
NH
(1 hari) Gambar 1.
SPF4 4(22 hari) (1 hari) (22 hari) 'Hasi1 percobaan 2 menunju\rkan respOll 3 galur ayam yang divaksinasi dengan vaksin atenuasi dan C-A atau C-F HVT (1000 PFU) • Pada ga1ur SPF dan 4 kemanjuran dari vaksinasi umur 1 dan 22 hari dapat dibedakan. Semua ayam di tantang dengan Cara kontak terhadap HD ketika umur 29 hari. Data ini berdasarkan lesi-lesi pada ayam yang mati selama percobaan atau dibunuh pada umur 152 hari. (Sumber dari Spencer eta1., 1973 Avian Disease. 18: 33-34):
40
B.3.
Akibat Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) Terhadap Slstim Kekebalan Jolly (1913, 1914) menerangkan bahwa Bursa Fabricii
tumbuh dengan cepat empat bulan setelah menetas dan kemudian akan mengecil dan hilang setelah ayam dewasa. Schauder (1923), melaporkan bahwa Bursa Fabricii mencapai ukuran terbesar pada umur 4--5 bulan, dengan panj ang 2-3 cm dan lebar 15 mm. Hirai, Kunihiro, Shimalmra (1979). menyatakan bahwa . target IBDV adalah sel B. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa proporsi sel B selalu lebih rendah, terutama pada ayam yang diinJel\:si pada masa embryo atau umur 1 har1. Proporsi sel T meningkat pada permulaan inJeksi, tetapi sedikit menurun pada limpa dan darah ayarn yang diinfeksi pada umur 1 rainggu, empat minggu dan enam minggu. Naqi (1978), melaporkan bahwa akibat dari type subklinik penyaki t IBD (Gumboro) lebih berat da:r'i type klinik, ialah j,ekebalan tubuh dapat hilang semuanya karena tubuh Udale mampu membentuk antibodi, terjadi leerusal(an hebat pada Bursa Fabricii dan destruksi sel B. Peterson (1978), menyatakan bahwa bila infeksi terj adi. pada anal, ayam umur leurang dari satu mirlggu, menyebablean destruksi sel B. Akibatnya perpindahan sel B berlmrang seleali dan produksi antibodi pada ayam akan lemah selamanya.
41 Infectious bursal disease (IBD) adalah suatu penyakit viral tertentu yang terj adi pada ayam di daerah endemik. Ayam-ayam ini mungkin mendapat infeksi IBDV pada aVial Itehidupannya, Lesio terpenting dari IBD patogen adalah meluasnya kehancuran sel limfoid pada bursa fabricius ayam (Cheville, 1967). Sungguhpun penyaki t ini hanya menirnbulkan kernatian yang rendah, yaitu sekitar 5-20%. tetapi kerugian sampingan akibat rusaknya bursa fabricius sangatlan besar artinya, karena kekebalan pada ayam yang di tent-ukan oleh bursa fabricius atau sel Bini. Sehingga dengan kerusakan bursa tadi pembentukan antibodi terhadap beberapa penyaki t lain terharnbat seperti kegagal<:.n vaksinasi ND, t1arek, IB dan lain-lain (dikutip dari pedoman Pengendalian Penyaki t Hewan Menular, Jilid III. 1979 dan 1980). Meskipun IBDV dapat menyebabkan kernatian pada ayamayam, prinsip ekonomi yang hilang adalah sifat untuk irnmunodepresi yang disertai infeksi virus, Hal i tu secara umum sudah dikenal berdasarkan bermacam-macam laporan (Anderson ~
al., 1977; Giambrone et al., 1976; 1977), bahwa infeksi
IBDV melalui immunodepresi mengurangi kernampuan sifat melindungi sebagian besar atau seluruh vaksin virus yang secara rutin digunakan di lapangan untuk melindungi ayarn terhadap keadaan yang biasa patogen pada unggas. Vaksinvaksin dipakai psda ayarn beru rnenetas yang rnungkin lebih
42 bersifat mudah ken a serangan, sebab IBDV kelihatan lebih immunosupresif bila anak ayam baru menetas memperoleh infeksi dengan InDV darip(,da bila inJ.'elwi terj adi pada VI<,ktu aywllayam berurnur di atas 2-3 lfiinc;gu (Lucio dan Hi tclmer, 1980; Thornton dan Pattison, 1975).
III.
PElvlBAHASAN
Dalam bidang peternakan unggas untuk mencapai produksi yang optimal dituntut syarat mutlak tersedianya bibit unggul, ransum yang bermutu tinggi dan serasi, pengelolaan yang efisien dan pengendalian penyakit. Jadi jelas, bahwa dari keernpat persyaratan tersebut di atas, faktor penyakl t adalah salah satu yang menentukan. Untuk menangani penyaldt lVIarek tindakan pencegahan dengan melal{ukan v.aksinasi adalah satu-satunya cara yang ampuh dan murah. Usaha pengendalian terhadap penyaki t t1arek selain vaksinasi dapat juga dilal{ukan dengan rnemilih ayam yang resisten secara genetik, sani tasi dan rnanajemen. Namun sampai saat ini usaha vaksinasi ada kalanya dijurnpai kegagalan. Vaksinasi biasanya atau bah.l{an harus dilakukan oleh peternak ayam pembibi t, ini bisa berupa ayam petelur maupun pedaging mengingat penyaki t ini rnenyerang pada ayam berurnur di bawah 4 bulan. Vaksinasi ini dilakukan pada ayam berumur 1 (satu) hari karena biasanya di lapangan penularan penyald t mungkin dan sering terj adi pada ayam ber-:umur 1 (satu) hari atau pada minggu pertama dan menurut peneli tian vaksinasi umur ayarn 1 (satu) hari adalah paling efektif (Gordon, 1977). Waksinasi ulang pada ayam urnur 21 hari hasilnya tidak berbeda dari ayam yang hanya di val(sin pada umur 1 hari,
44 dengan perkataan lain bahwa vaksinasi ulang pada penyaki t Marek tidak memberikan keuntungan. Sedangkan dalam 2 percobaan lapangan terhadap anak-anak ayam yang tidak divaksinasi diperoleh lcerugian berturut-turut sebesar 7'3,3% dan 35,6%, selain i tu vaksinasi dilakukan pada rnasing-rnasing individu secara parenteral karena vaksin HVT dan vaksin atenuasi tidak dapat rnenyebar secara horizontal. Untuk vaksin avirulen walaupun vaksin ini dapat rnenyebar secara horizontal namun untuk rnendapatkan hasil yang maksimal vaksinasi tetap dilakukan secara individual. Pernberian vaksin dengan titer yang sangat tinggi pada anak ayarn umur 1 (satu) hari tidak akan memperoleh perlindungan yang lebih baik dibandingkan rnemakai vaksin dengan titer standar (24002800 PFU) (Ball dan Lyman, 1977). Jenis vaksin yang digunakan yai t-u vaksin
Hv~e
berasal
dari virus serotipe 3 yang di_isolasi dari kallmn normal, vaksin yang berasal dari virus virulen yang telah diatenuasikan (vaksin atenuasi), vaksin yang berasal dari virus avirulen (vaksin avirulen) (Sharma, 1975), vaksin polivalen yaitu campuran dari ketiga vaksin di atas (Witter, 1982) dan vaksin bi valen yang terdiri dari vaksin HVT dan vaksin avirulen (Schat et al., 1982). Vaksin HVT ada 2 macam yai tu bentuk cell-associated (C-A) dan cell-free (C-F), kedua bentuk ini dalam penggunaannya sama dari segi kearnanan dan efektivi tasnya, XllClilllun
45 ternyata vaksin HVT tidak efel:tif terl1adap b",berapa galur virus,penyaJcit
l~arek
(1m) seperti galur 280-2, r~d 2, Md 5,
Nd 11,287 L dan ALA-8 (Witter, 1982). Begii;u juga dengan adanya maternal antibodi homolog, kedua maternal antibodi virus MD dan HVT at au pengaruh maternal antibodi virus
~ID
sendirian. Ini akan merugikan kemanjuran vaksin HVT C-A dan HVT C-F. Witter et a1., 1980 rnengatakan ba.l\\'a adanya beberapa galur virus iVJD yang rnempunyai virulensi tinggi mungkin bertanggung jawab atas lcegagalan vaksinasi terhadap Narek seperti yang sudah disebutkan sebelurnnya bahwa vaksin HVT tidak efektif terhadap galur di atas. Diduga virus MD yang avirulen berasal dari serotipe 2 dari galur SB-1. Dalam percobaan ternyata vaksin da.d viru:3 ini daya protei\:binya lernah terhadap galur l'Id 5, 287 L dan ALA-8, sarna halnya dengan HVT, juga adanya maternal antibodi yang homolog dapat rnengurangi efektivi tas vaksin ini tetapi tidak dipengaruhi oleh maternal antibodi' dari HVT. Sej ak vaksin HVT rnaupun SB-1
tidal~
mernberikan perlin-
dungan yang cukup dalam rnelawan tantangan galur l'Id 5, maka muncullah vaksin baru yai tu valcsin yang berasal dari virus virulen I-Id 11/750 sebag.ai virus sero tipe 1 yang telah diatenuasikan. Vaksin ini efektif terhadap galur I1d 5 yang rnernpunyai virulensi tinggi sedangkan vaksin HVT maupun vaksin avirulen tidak efektif terhadap galur Md 5. Kelemahan dari vaksin 11d11/750 adalah Imrang efektif terhadap galur
46 JM/102W dan kemanjurannya berkurang pada anak ayam yang mengandung maternal antibodi dari HVT (tabel 8). Veksin HVT, avirulen dan atenuasi masing-masing mempunyai kelemahan yaitu tidak efektif terhadap beberapa galur virus MD virulen di alam di samping adanya pengaruh dari maternal antibodi HVT atau yang homolog. Menurut King et ~.
(1981) bahwa antibodi yang heterolog hanya sedikit mem-
pengaruhi reaksi vaksin, sedangkan antibodi homolog dapat mengharnbat terbentuknya kekebalan oleh vaksin. Untuk mengatasi semua ini Witter pada tahun 1922 telah mencoba menyampur beberapa vaksin lllarek yang kemudian disebut vaksin polivalen. Vaksin polivalen ini terdiri dari campuran vaksin I-IVT,
~jd11
/75C (vaksin atenuasi), dan SB-1 (vaksin avi-
rulen) . Sebenarnya vaksin polivalen dibagi menjadi trivalen dan biv.alen. Vaksin trivalen yang dimaksud adalah vaksin po~ivalen
itu sendiri, sedangkan vaksin bivalen terdiri
~
dari campuran virus I-IVT (vaksin HVT) dan SB-1 (vaksin aVirulen). Vaksin polivalen dan bivalen sarna-sarna mempunyai HVT dan SB-1, keduanya sanget efektif dalam melawan tantangan dari isolate virus l-1D yang sangat virulen; ini sarna halnya dengan ayam yang mempunyai maternal antibodi melaw",n ketiga serotipe tadL Dari data yang diperoleh pada percobaan yang dilakulean oleh Witter pada tahun 1982 terlihat bahwa vaksin pol;h
47
valetf mempunyai daya proteksi lebih baik terh",dap kelima galur virus daripada vaksin tunggal lainnya. l"leskipun dernikian pada vaksin poli valen masih didapatkan adanya kekurangan yang diakibatkan oleh maternal antibodi HVT. Total indeks proteksi dari vaksin polivalen adalah 91 persen berbeda jauh (p lebih keeil dari 0,05) dengan vaksin HVT (57 persen) juga dari vaksin atenuasi 11d11/75C (74 persen) dan vaksin avirulen SB-1 (72 persen). Kemudian bagaimana halnya dengan vaksin bivalen. Perbandingan kemanjuran vaksin trivalen dan bivalen dalam setiap percobaan. Vaksin trivalen menghasilkan angka pengafkiran leukosis lebih rerldah dari vaksin bi valen, akan tetapi total percobaan memperlihatkan vaksin trivalen memberikan hanya sediki t keuntungan di bandingkan dengan vaksin bivalen, perbedaan ini secara statistik tidak begi tu nyata. Dalam suatu hipotesa dikatakan bahwa ada 2 langkah mekanisme yang menyebabkan immuni tas akibat vaksin HVT. Langkah pertama melibatkan reaksi langsung dari antibodi humoral dan kekebalan yang diperantarai sel melawan antigen virus, kemudian langkah kedua yai tu adanya perlawanan kekebalan berperantara sel (C14I) terhadap antigen tumor (MATSA) yang terbuldi antibodi ini dihasilkan oleh limfosit sehingga mungkin dapat menginduksi kekebalan berperantara sel anti tumor MD pada ayam yang divaksin. Akan tetapi secara umum immuni tas yang dihasilkan oleh vaksin tidalc
48 mencegah superinfeksi virus ND virulen tapi hanya menurunkan tingkat viraemia dari cell-associated, melindungi ayamayam terhadap pembentukan limfoma MD dan melawan virus ND yang menyebabkan immunosupresif. Anak ayam yang peka terhadap virus liJD tidale hanya berakibat menimbulkan neoplasma akan tetapi juga disertai dengan adanya penurunan fungsi irnrnuni tas humoral dan seluler. Dengan adanya penurunan fungsi immun ini, malea ayam Udak mampu membentuk zat kebal seCara sempurna baik untuk melawan penyaki t i tu sendiri maupun penyaki t lain. Lebih parah lagi jika ayam terkena penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD) karena target IBDV adalah sel B. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa proporsi sel B selalu lebih rendah terutama pada ayam yang diinfeksi pada masa embryo at au umur 1 (satu) hari. Lesio terpenting akibat IUDV patogen adalah meluasnya kehancuran sel limfoid pada bursa fabricius ayam. Sungguhpun penyakit ini hanya menimbulkan leematian yang rendah yai tu selei tar 5-20%, tetapi kerugian sampingan akibat rusaknya bursa fabricius sangatlah besar artinya, oleh karena i tu bila penyalci t tersebut ada paeti gagal jugalah timbulnya lcekebalan terhadap penyakit Marek.
I V•
lU';S If41J UJ,AN
Vaksinasi !>Iarek adalah suatu tindakan pencegahan paling efektif yang mutlak dilaksanakan pada peternakan-peterna~an terutama di peternakan ayam pembibi t
jai tu pada
anak ayam umur 1 (sat"lJ.) hari baik untuk petelur maupun pedaging. Jenis vaksin Marek yang digunal,an adalah vaksin HVT (herpes virus of turkey), vaksin atenuasi, vaksin 8virulen serta vaksin poli valen (tri valen dan bi valen). Tetapi yang biasa dipal,ai adalah vaksin RVT namun valwin ini masih mempunyai kelemahan yai tu tidak efekti.f terhadap beberapa galur virus lID virulen di alam dan dipengaruhi oleh adanya maternal anti bodi dad· lIVre (holflolog). Valwin atenuasi dan valwin aVirulen masing-IIIauing mempunycikelemahan juga yai tu tidak efektif terhadap beberapa galur lID virulen di alam di .:;amping adanya pengaruh maternal antibodi HVT atau yang homolog. Kemudian vaksin polivalen walaupun mempunyai spektrum lebih luas terhadap virus-virus
~ID
Icenmngkinan untuk
adanya kegagalan vaksinasi bisa terj adi karena masih adanya pengaruh maternal antibodi HVT. Kegagalan vaksinasi selain adanya kelemahan vaksin terhadap beberapa galur virus lID virulen dan pengaruh maternal antibodi HVT atau yang homolog atau kedua-duanya
50 juga dikarenakan bahVla imIIluni tas vaksin tidak mencegah superinfeksi virus
~m
virulen tetapi hanya menurunkan tingkat
viraemia dari cell-associated. Penyebab 'kegagalan lainnya adalah jika anrue ayam terinfeksi penyrud t Gumboro (IBD) terutama pada masa embryo atau umur an rue ayam 1 (satu) hari, maka proporsi sel B secara drastis menurun sehingga mengakibatkan zat kebal yang dihasilkan sediki t atau bahkan tidak ada dan selanjutnya seekor ayam tidale rucan mengadakan reaksi untuk menetralkan virus penyaki t Narek yang masuk lee dalam tubuh. Kegagalan vaksinasi selain bisa oleh faktor-faktor yang sudah disebutkan di atas, malca faktor lain yang harus diingat dan dijaga adalah faktor sani tasi, manajernen dan memilih ayam yang mernilild ketahanan genetik perlu sekali.
DAF~~AR
PUS TAKA
Anderson, W.I., W.M. Reid, P.D. Lukert dan O.J. Fletcher, Jr. 1977. Influence of infec:tious bursal disease on the development of immunity to Eimeria tenella. Avian Disease.-21: 637-641. Ball, R.F. dan J.F. Lyman. 1977. Revaccination of Chicks for ~jarek I s Disease at Twenty-One Days Old. Avian Disease. 21: 4-40-444. Bulow, V. von dan P.M. Biggs, 1975. Differentiation between Strains of ~larek' s disease virus and turkey herpesvirus by immunofluorescence assayas. Avian Pathology. 4: 133-146. Calnek, B.W. dan M.W. Smith. 1972. Vaccination Against Marek's disease with cell-free turkey herpesvirus: interference by maternal antibody. Avian Disease. 16: 954-957. Cheville, Norman F. 1967. Studies on the patogenesis of Gumboro disease in the Bursa of Fabricius, Spleen & Thymus of Chicken. Am. J. Pathology. 51: 527 -551. Colmano, G. dan Iv.B. Cross. 1971. Effect of Metyrapone and DDD Infectious Disease. Poultry Science. 50: 850. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. 1979 dan 1980. Pedoman Pengendalian Penyaki t Hev/an Menular, Jilid III. Eidson, C. S. dan D. D. Anderson. 1971. Optimum Age for Vaccinating Chicken Against Maret's Disease. Poul try Science. 60: 317-322. Eidson, C.S., D.D. King, H.E. Cornell, D.P. Anderson dan S.H. Kleven. 1973. Efficacy of turkey herpes-virus vaccine against Marek I s disease in broiler. Poultry Science. 52: 1482-1491. Eidson, C.S. dan S.H. Kleven. 1975. Caccination of Chicken Against Maret's Disease With The Turkey Herpes Virus Vaccine USing A Pneumatic Vaccinator. Poultry Science. 55: 960-969.
Eidson, C.S., R.K. Page dan SoH. Kleven. 1978. Effectiveness of cell-free or cell-associated turl{ey herpesvirus vaccine against Naret's disease in chickens as influenced by maternal antibody, vaccine dose and time of exposure to ]v]arek' s disease virus, Avian Disease. 22: 583-597. Eidson, C.S •• M.N. Ellis dan SoH. Kleven. 198-1. Reduced Vaccinal protection of turkey herpesvirus against field strains of Marek's disease herpesvirus. Poultry Science. 60: 317-322. Giambrone, J.J., C.S. Eidson, R.K. Page, O.J. Fletcher, B.I. Barger dan S.H. Kleven. 1976. Effect of infectious bursal agent on the response of chickens to Newcastle disease and JVJarek 1 s disease Vaccination. Avian D:l.sease. 20: 534·-544. Giambrone, J.J., C.S. Eidson dan S.H. Kleven. 1977. Effect of infectious bursal disease on the response of chickens to 14ycoplasma synoviae, Newcastle virus and lnfec·t:l.ous bronchi tis virus. Am. J. Vet. Res. 38; 251-253. Gordon, R.F. 1977. Bailleire Tindall, a Division of Cassel and Collier Macmillan Publisher Ltd. London. Poultry Disease. Hal: 64-74. Hirai, K., K. Kunihiro, S. dan S. Shimalmra. 1979. Characterization of immunosuppresive in Chickens by Infectious Bursal Disease Virus. Avian Disease. 24: 950-965. Hofstad, M.S., B.'!I. Calnel{, C.F. Helmboet, W.M. Rled dan H.fIl. Joder. Jr. 1972. Poultry Disease 6th. Edn. Ames Iowa states College ~ress. Hal: 470-502. Ianconescu, M. dan Y. Samber. 1971. Aetiological and Immunological Studies in Marek's Disease II. Incidence of Marek's Disease PreCipitating Antibodies in Comercial Flock and in eggs. Avian Disease. XV, 4: 177-186. Jolly. 1913-1914. In: Normal Growth of the Bursa of Fabricius. Bruce Blick. 1956. Poultry Science. 35; 843-851. Kawamura, A.H., D.J. King dan D.P. Anderson. 1969. A herpesvirus isolated from kidney cell culture of normal turkey. Avian Disease. 13: 853-863.
Kine, D., D. Page, ILA. Schat danB.I'!. Calnek. 1981. Diffe:eence of Influence betvleen homoloGous and heterologous maternal antibodies of response to serotype2 and serotype-3 J.larek's Disease Vaccines. Avian Disease. 25: 74-8'\, Lucio, B. dan S.B. Hitchner. 1980. Immunosuppression and active response induced by infectious bursal disease virus in chickens vii th passive antibodies. Avian Disease. 24: 189-196. 14ason, R.J. dan K.E. Jensen. 1971. !·larek's Disease resistance of turkey herpesvirus-infected ch.icl(s agains lethal JI1-V agent. Ame:rican Journal of Veterinary Research. 32: 1625-1627. Naqi, S.A. 1978. The Immune System how Gumboro Affects it. Poultry Digest. Oct: 502-506. Okazaki, \'I., H.G. Purchase dan B.R. Burmester. 1970. Protection agains l'larek' s disease by Vaccination wi th a herpesvirus of turl(ey. Avian Disease. 14,: 413-429. patrascu, LV., B.W; Calnek da.'1 l'/I.VI. Smith. '1972, Vaccination with lyophilised t-urkey herpesvirus minimum infective and protective dises. Avian Disease. 16: 86-93. Payne, L.N., J.A. J!'razier dan p.e. Powell. 1976. Pathogenesis of [l]arek I s dise2.se. International Review of Experimental Pathology. 16: 59-154. Peterson, E.H. 1978. Infectious Bursal Disease In: Service mans Poultry Health Handbook Better poultry Health Co, Arkansas, U.S.A. 151-156. Powell, P.C., L.N. Payne, J.A. Frazier dan 1"1. Rennie. 1974,. T lymphob.lastoid cell lines i'rom JIIarek's disease lymphomas, Na-L-ure. 251: 79-80. Powell, p.e, 1978. Protection against the Jlvj\{ 1,1arek's J)isease derived transplantable tumour by Harek' s Disease Virus Specific antigens. Avian Pathology. 7: 305-309. Rispens, B.H., H. van Vloten, 11- Hastenbroek H.J .L. 14ass. '1972. Control of Harek' s Disease in the Netherland Isolation of an Avirulen l\larek's Disease Virus (Strain CVI) and it's Use in Laboratory Vaccination Trials. Avian Disease. 16: 108
Ronohardjo, P., Partoutowo, Eastiono dan IIJukhlitl. 1980. Risalah (Proceeding) sewinar Penyakit Reproduksi dan Unggas. LPPH. Badan peneli tian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Ross, L. J. N., O. Bas arab, D. J. Walker dan B. \'Ihi tby. 1975. Serological relationschip between a pathogenic Strain of JIlarelc's disease virus, it's attenuated derivative and a herpesvirus of turkeys. Journal of C-eneral Virology. 28: 37 -47 . Schat, Ie.A. dan B. \'I. Calnek. 1978. Cilaracterization of an apparently nononcogenic Hro:'ek t s disease virus. Journal of the National Cancer In8ti tute. 60:
1075-1082. Schat, K.A., B. W. Calnel, dan J. Fabricant. 1982. Characterization of two highly oncogenic Strains of Harek' s disease virus. Avian Pathology. 11: 593-606. Schauder. 1923. In: -Normal Growth of the Bursa of FabriCius in Chicl;ens. Bruce Glicl" 1956. Poultry Science. 35:
843-851.
Sharma, J.M. 1975. ]I[c..rek's Disease. In: Isolation and Identification of Avian Pathogens. American Association of Avian Pathologist. Arnold printing Corporation. Ithaca, Ne\'! York. 14.850. Hal: 235-24·7. Sharma, J. N. 1979. Immunosuppressive effect of lymphoproliferative neoplasma of chickens. Avian Disease.
23: 315-326. Spencer, J.L., J .S. Gavora, A. Robertson dan G. VI. Speckmann. 1973. Immunization Agains Na-rel,'s Disease: Influence of S train of ch.ickens, 1'1aternal Anti body and Type of Vaccine. Avi8Jl DtseClse. 18: 33-34. Sub Sektor Peternakal1, Sej,tor Pertan.ian, Insti 1.11 t Pertanian Bogor. 1983. Laporan Hasil Kajian Untuk Bahan penyusunan Repeli ta IV. Thornton, D. H. dan )\1. Pattison. i 975. Comparison of Vaccines against .infectious bursal disease. J. Cornp. Pathol. 85: 597-610. \'litter, R.L., K. Nazerian, H.G .. Purchase dan G.H. Burgoyne. 1970. Isolati.on from turkeys of a cell-associated Nerpesvirus antigenically related to filarek 1 s disease virus. Amer. J. Vet. HeB. 31: 525-538.
\'Iitter, R.L., E.A. Stephens, J.H. Sharma dan K. Nazerion. 1975. Demonstration of t~mor associated Surface antigen in ]\1arek's disease. Journal Immunology. 115: 177-183. Vii tter, R. IJ., J .l'l. Sharma dan L. Offenbecker. 1976. Turkey herpesvirus infection in chickens: Induction of lymphoproliferative lesions and characterization of vaccinal immunity against ]\larek's disease. Avi~~ Disease. 20: 676-692. ilttter, R.L. dan B.R. Burmester. 1979. Differential effect of maternal antibodies oJ efJicacy oJ cellular and cell-free 1181:ek's diasease Vaccines. Avian Pathology. 8: '\45-156. Witter, R.L. dan A.~l. Fadly. 1980, Characteristics oJ Some Selected JiIarek I s Disease Virus Field isolates. Resis tance and Imrnuni ty to Marek's Disease, edi ted by P.~l. Biggs: 181-191, C.E.C. Luxemburg, Elll 6470 EN. Witter, R. L., J .1>1. Sharma dan A.I-]' Fadly. 1980. Pathogenicity of Variant Marek's disease Virus isolants in vaccinated and Unvaccinated Chickens. Avian Disease. 24: 210-232. Witter, R.L. 1982. Protection by Attenuated and Polivalen Vaccines Agains Highly Virulent Strains of ~larek' s Disease Virus. Avian Pathology. 11: 4·9-62. Vlitter, R.L., J.M. Sharma, L.:E'. J~ee, H.H. Opitz dan C.VI. Henry. 1983, Field T-.cials to Test Efficacy of polivalent Marek's Disease Vaccines in Broiler. Avian Disease. 28: 44-59. . Witter, R.L. 1984 • .A Strategy for Marek's Disease Immunisation Bivalen Vaccine. Avian Pathology. 13: 133-n5.