STUDI PRAKTIK EARNINGS MANAGEMENT PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK JAKARTA Akhmad Riduwan*)
ABSTRAK Saat melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering atau disingkat IPO) adalah saat yang penting bagi perusahaan. Harga perdana saham mempunyai dampak yang signifikan terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas (issuers). Kas yang diperoleh dari pasar perdana ini, oleh issuers dapat dinikmati secara langsung. Hasil penjualan saham masuk ke perusahaan sebagai dana segar yang bisa tak terbatas jumlahnya dibandingkan surat hutang, tergantung pada prospek perusahaan di masa mendatang di mata investor. Seringkali harga perdana ditetapkan berdasarkan informasi non harga (non-price information). Metode yang paling lazim digunakan underwriters dan investor untuk menilai saham perdana adalah dengan menggunakan pendekatan perusahaan-perusahaan yang dapat diperbandingkan (comparable-firms approach). Pendekat-an ini menggunakan price-earning ratio perusahaan-perusahaan yang dapat diperbandingkan sebagai penentu awal (yang dianggap mewakili open market price) untuk kemudian dikalikan dengan earnings perusahaan yang akan menawarkan saham perdananya. Oleh karenanya, informasi earnings yang disampaikan sebelum perusahaan menawarkan saham perdananya memegang peranan yang sangat penting untuk mendongkrak harga saham perdana.Alasan di atas cukup kuat untuk sampai pada dugaan bahwa issuers mungkin saja mela-kukan earnings management dengan meninggikan laba dan melaporkannya pada infor-masi yang dipublikasikan sebelum penawaran saham perdananya untuk mendapatkan insentif dari pasar modal. Kajian tentang hal tersebut memberikan bukti bahwa manajer mengatur earnings pada saat mendekati penawaran perdana (penelitian oleh Friedlan 1994, Shivakumar 2000). Kebanyakan investor yang menggunakan informasi pada prospektus sebagai satu-satunya sumber informasi yang mudah dan murah, akan sangat mudah terpengaruh oleh pilihanpilihan kebijakan akuntansi issuers dalam rangka earnings management.
*)
Drs. Akhmad Riduwan, Ak adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 313
Penelitian ini mengkaji kemungkinan perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdananya di Bursa Efek Jakarta mengatur earnings sedemikian rupa dan meng-informasikannya melalui prospektus dengan tujuan mencapai harga perdana yang setinggi-tingginya. Setelah itu, perusahaan mengembalikan earnings ke tingkat semula. Kata-kata kunci : Earnings, Earnings Management, IPO, Discretionary Accruals, Total Accruals.
1. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN PENELITIAN 1.1. Ruang Lingkup Penelitian Studi praktik earnings management hanya dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdananya di Bursa Efek Jakarta. Praktik earnings management yang akan dibuktikan tidak dimaksudkan untuk mem-bedakan apakah pemilihan praktik akuntansi melanggar Prinsip Akuntansi yang Ber-laku Umum atau tidak. Pengujian earnings management dilakukan dengan menggunakan model discretionary accruals yang dikembangkan oleh DeAngelo (1986) dan Friedlan (1994) melalui informasi yang telah terpublikasi, dalam hal ini adalah prospektus dan laporan keu-angan. Pengujian dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang menawarkan saham perda-nanya dalam kurun waktu 1994 sampai dengan 1998 yang memiliki datadata leng-kap. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Menguji apakah perusahaan yang menawarkan saham perdana ke publik melakukan earnings management dengan meninggikan laba pada laporan keuangan yang disajikan di dalam prospektus. 2. Menguji pada periode mana perusahaan melakukan earnings management sebelum menawarkan saham perdananya dengan menggunakan discretionary accruals; 3. Menguji apakah pada periode setelah penawaran saham perdana (post IPO) perusahaan membalik discretionary accruals hingga laba kembali ke tingkat yang normal seperti sebelum penawaran, dan pada periode yang mana hal tersebut dilakukan;
314 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja suatu perusahaan serta posisi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan ekonomi. Dua karakteristik primer yang disyaratkan oleh Kerangka Dasar Penyusunan dan Pelaporan Keuangan, adalah relevansi dan keandalan. Informasi akuntansi yang relevan berarti mampu membuat perbedaan dalam suatu keputusan dengan membantu pengguna membentuk prediksi tentang hasil/akibat kejadian masa lampau, masa sekarang dan masa mendatang atau untuk menegaskan/membenarkan ekspektasi. Informasi yang relevan memiliki nilai prediktif, nilai umpan balik dan tepat waktu. Sementara itu, kehandalan suatu informasi terletak pada kejujuran (faithfullness), menyajikan dari yang memang seharusnya disajikan. Informasi dapat dikatakan handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, dan salah saji yang material. Kehandalan melengkapi relevansi informasi agar tidak secara potensial menyesatkan pembacanya. Kehandalan terbentuk dari penyajian yang jujur, netralitas, dan dapat diperiksa kebenaran suatu informasi. Kualitas informasi dalam laporan keuangan berkaitan erat dengan investor. Mereka menggunakan informasi untuk menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi. Bahkan Dechow dan Skinner (2000) menyatakan bahwa tujuan utama akuntansi akrual adalah untuk membantu investor menilai kinerja ekonomi entitas selama satu periode melalui penggunaan dasar-dasar akuntansi seperti pengakuan pendapatan dan penandingan. Terdapat bukti bahwa sebagai hasil proses akrual, earnings yang dilaporkan memberikan informasi yang dapat memprediksi arus kas di masa mendatang sebagaimana penelitian Barth, Cram, dan Nelson, (1999). 2.2. Earnings Management Schroeder dan Clark (1992) mendefinisikan earnings management sebagai usaha-usaha oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba bersih yang dilaporkan. Metodemetodenya termasuk penggunaan keputusan produksi dan investasi dan pilihan teknik akuntansi strategis lainnya. Schipper (1989) mendefinisikan earnings management sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi. Sedangkan Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa earnings management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 315
SEC mengajukan konsep yang lebih luas tentang earnings management daripada sekedar fraud keuangan. Dalam diskusi-diskusi yang diprakarsai SEC akhir-akhir ini, sampai pada suatu pendapat bahwa pilihan pelaporan keuangan yang secara eksplisit melanggar Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum dapat dengan jelas dikatakan membentuk fraud dan earnings management, juga pilihan sistematis yang sejalan dengan Prinsipprinsip Akuntansi yang Berlaku Umum dapat saja membentuk earnings management (meskipun bukan merupakan fraud). 2.3. Insentif Pasar Modal Para peneliti akuntansi yang melakukan penelitian tentang pasar modal pada umumnya berkonsentrasi pada insentif-insentif yang diberikan oleh pasar modal untuk manajer yang melakukan earnings management. Riset-riset tersebut dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut : a. Analisis-analisis insentif yang disediakan oleh partisipan pasar modal (termasuk analis dan manajer keuangan) bagi manajer yang memenuhi benchmark sederhana mengenai laba; b.Analisis-analisis earnings management sekitar waktu penawaran saham; c.Tes mengenai apakah investor tertipu oleh earnings management; d. Bukti pada konsekuensi earnings management pada pasar modal. Bagi manajer, teramat penting menghindarkan pelaporan kerugian. Akan tetapi sekali laba dapat dilaporkan, yang kemudian menjadi hal yang penting adalah melaporkan kenaikan laba pada setiap periode. Sekali kenaikan laba dapat dilaporkan, hal terpenting kemudian adalah memenuhi prediksi laba para analis. Hal terakhir ini begitu penting ka-rena seringkali meskipun perusahaan melaporkan kenaikan laba, masih saja mengece-wakan para analis. Itu terjadi walaupun sebenarnya manajer dapat saja mempengaruhi benchmark yang digunakan analis daripada mengatur laba untuk memenuhi benchmark prediksi analis. Walther dan Willis (1999) dalam penelitiannya melaporkan bahwa perusahaan yang melaporkan kejutan-kejutan laba memiliki Price-Earning Ratio yang lbih rendah daripada perusahaan yang tidak melaporkan hal tersebut. Kejutan-kejutan laba menimbulkan biaya potensial yang mungkin dihadapi perusahaan hingga menjadi alasan manajer menghin-dari hal ini. Mengenai earnings management memberikan insentif langsung bagi manajer dan perusahaan ketika dilakukan menjelang penawaran saham, Shivakumar (2000), mengemukakan strategi yang dijalankan perusahaan dan bagaimana pasar bereaksi (dan berstrategi) dalam suatu teori permainan (game theory). Perusahaan yang melakukan penawaran memiliki dua strategi. Mereka dapat melebihsajikan laba sebelum penawaran saham atau tidak melakukannya. Demikian pula dengan investor, mereka dapat mempercayai bahwa laporan laba lebih saji atau tidak mempercayainya. 316 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Analisis mengenai apakah partisipan pasar modal tertipu oleh earnings management dilakukan oleh Sloan (1996). Sloan mendefinisikan earnings kualitas tinggi (high quality earnings) sebagai earnings yang terutama terdiri dari arus kas dari operasi, dan sebaliknya earnings kualitas rendah (low quality earnings) sebagai earnings yang bagian akrualnya besar dan positif. Selanjutnya, ia sampai pada simpulan bahwa pada earnings yang mengandung banyak porsi akrual: Earnings cenderung menurun dalam tiga tahun ke depan karena pembalikkan akrual; Pembalikkan dengan porsi paling besar dapat di atribusikan pada akrual saat ini; Harga pasar saham perusahaan-perusahaan semacam ini menurun dalam periode tiga tahun dan penurunan tersebut berhubungan dengan penurunan earnings yang dapat diprediksikan. 2.4. Metode Discretionary Accruals Pendeteksian earnings management dapat dilakukan dengan suatu metode yang dikenal sebagai metode discretionary accruals. Penggunaan metode ini termasuk juga dapat diterapkan untuk meneliti masalah pilihan metode akuntansi oleh perusahaan yang akan melakukan IPO. Para peneliti akuntansi mengemukakan banyak model discretionary accruals dan masih berusaha mengembangkan hingga saat ini. Model-model discretionary accrual yang berkembang hingga saat ini di antaranya adalah: a. Model DeAngelo Model DeAngelo (1986) menggunakan total accruals periode terakhir(TAt - 1) yang diskala dengan lagged total assets (At-2) sebagai pengukuran nondiscretionary accruals. Model nondiscretionary accruals (NDAt) adalah : NDAt = TAt - 1 / At - 2 Porsi discretionary accruals adalah perbedaan antara total accruals pada tahun t yang diskala dengan At-1 dan NDAt. b. Model Healy Model Healy (1985) menggunakan rata-rata total accruals (TA) yang diskala dengan lagged total assets (A-1) dari periode estimasi sebagai pengukuran nondiscretionary accruals. Dengan demikian, model nondiscretionary accruals pada tahun t (NDAt) adalah NDAt = 1/n (TA/ A-1 ) di mana : NDAt adalah nondiscretionary accruals pada tahun t yang diskala dengan lagged total assets; n adalah jumlah tahun pada periode estimasi adalah suatu tahun mewakili tahun-tahun (t-n, t-n+1,…,t-1) termasuk dalam periode estimasi. Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 317
Porsi discretionary accruals adalah perbedaan antara total accruals dalam tahun t yang diskala dengan At-1 dan NDAt. Model DeAngelo menggunakan asumsi bahwa NDA mengikuti pola acak, sedangkan model Healy mengasumsikan NDA mengikuti proses pembalikkan yang mendekati rata-rata. c. Model Jones Jones (1991) mengajukan suatu model yang berusaha mengontrol efek perubahan dalam suatu nondiscretionary accruals yang disebabkan keadaan ekonomi perusahaan. Model Jones untuk nondiscretionary accruals dalam tahun t adalah : NDAt = 1(1/At 1)+2(REVt/At-1)+3(PPEt/At-1) di mana : NDAt adalah nondiscretionary accruals pada tahun t yang diskala dengan lagged total assets; REVt adalah revenues dalam tahun t dikurangi revenues pada tahun t - 1; PPEt adalah gross property plant and equipment pada akhir tahun t; At-1 adalah total assets pada akhir tahun t - 1; dan 1, 2, 3 adalah parameter-parameter spesifik perusahaan. Pengestimasian parameter-parameter spesifik perusahaan, 1, 2, and 3, didapatkan dengan menggunakan model : TAt/At-1 = a1(1/At-1)+a2(REVt/At-1)+a3(PPEt/At-1)+ t(4) di mana: a1, a2, dan a3 menunjuk pengestimasian dengan OLS atas 1, 2, dan 3, dan TAt adalah total accruals pada tahun t; t adalah nilai residual, yang mewakili porsi firmspecific discretionary dari total accruals. 2.5. Peranan Informasi Akuntansi dalam Menentukan Harga IPO Penawaran Umum Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) berarti menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat. Ini berarti perubahan status perusahaan pribadi menjadi perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Ketika suatu perusahaan akan menawarkan saham perdananya, belum ada harga pasar tertentu yang tersedia sampai dengan saham tersebut dijual kepada investor. Emiten dan penjamin emisi (underwriters) harus menggunakan informasi selain harga untuk menentukan harga penawaran, demikian pula investor harus menggunakan informasi yang sama untuk menentukan permintaan mereka. Salah satu (bahkan sering disebut sebagai satu-satunya) informasi yang dianggap dapat diandalkan untuk digunakan menilai harga saham adalah informasi akuntansi. Informasi akuntansi disusun dengan konsep yang matang dan akrab dengan para penggunanya. Alternatif utama penilaian harga saham yang paling sering digunakan adalah pendekatan yang mengembangkan hubungan antara harga pasar dengan variabel-variabel akuntansi 318 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
yang dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Penjamin emisi seringkali menggunakan price-earnings ratio perusahaan sejenis yang ada pada pasar sebagai patokan awal dalam menentukan harga perdana emiten. Price-earning ratio perusahaan sejenis (industri) dianggap sebagai faktor pengali yang kemudian dikalikan dengan earnings emiten untuk mendapatkan harga saham yang layak. Bagi banyak investor, prospektus merupakan sumber informasi yang paling efisien dalam hal biaya dalam rangka memperoleh informasi tentang IPO. Prospektus seringkali menjadi satu-satunya dokumen yang disebarluaskan oleh issuers sebelum tanggal efektif pernyataan pendaftaran. Untuk mendapatkan insentif dalam mengatur informasi akuntansi, issuers harus yakin bahwa penjamin emisi dan investor tidak dapat benar-benar mendeteksi luas dan implikasi seluruh pilihan akuntansi dan berpengaruh kepada mereka. Investor sangat mungkin dipengaruhi oleh pilihan akuntansi emiten. Jika investor menggunakan informasi akuntansi dalam memutuskan untuk membeli saham perdana tetapi tidak mampu menguraikan secara keseluruhan informasi akuntansi yang terdapat di dalam prospektus atau tidak ingin untuk mengeluarkan biaya atas hal tersebut, maka permintaaan investor kemungkinan besar dipengaruhi oleh pilihan akuntansi emiten. 3. HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN 3.1. Hipotesis Hipotesis utama yang diuji pada penelitian ini adalah apakah emiten melakukan earnings management dengan melaporkan peningkatan pendapatan bersih akrual. Hipotesis ini akan diuji melalui kemungkinan naiknya discretionary accruals. Jadi hipotesis awalnya adalah apakah perbedaan discretionary accruals pada tahun t-1 dengan tahun t tidak berbeda dengan nol dengan hipotesis alternatif lebih besar daripada nol. Discretionary accruals yang tidak berbeda dengan nol berarti bahwa tidak ada indikasi earnings management pada perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana. Sebaliknya, jika discretionary accruals bernilai lebih besar dari nol berarti ada kenaikan akrual selain dari pertumbuhan perusahaan. Dengan kata lain, earnings management dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana. Hipotesis sampingan adalah mengenai perilaku setelah IPO. Hipotesis awal disusun dengan tujuan untuk membuktikan adanya pembalikkan akrual pada periode setelah IPO. Hipotesis kedua adalah apakah discretionary accruals pada tahun t+1 dan tahun t+2 dengan tahun t-1 tidak berbeda dengan nol dengan hipotesis alternatif tidak sama dengan nol. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan, maka hal tersebut berarti bahwa memang ada pembalikkan akrual pada tahun-tahun setelah IPO. Sebaliknya, jika hasil pengujian menunjukkan perbedaan yang signifikan berarti bahwa pembalikkan akrual belum dilakukan. Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 319
Masih dengan tujuan membuktikan adanya pembalikkan akrual pada periode setelah IPO, hipotesis yang diharapkan memperkuat simpulan disusun. Hipotesis ini sama dengan hipotesis kedua tetapi dengan benchmark tahun t dan tahun t+1. Pemakaian benchmark satu tahun sebelum pengujian dimaksudkan sebagai pelengkap pengujian sebelumnya. Diharapkan hasil pengujian mendukung hasil pengujian sebelumnya. Hipotesis lain yang diuji adalah hipotesis yang sifatnya menguatkan pengujian kedua hipotesis di atas agar dapat diambil simpulan yang valid. Hipotesis tersebut berkaitan dengan variabel-variabel lainnya antara lain perubahan earnings, perubahan total accruals, dan perubahan arus kas dari operasi. Variabel-variabel tersebut adalah variabel yang membangun persamaan discretionary accruals. Dengan mengetahui perilaku variabel-variabel ini, diharapkan dapat memperjelas simpulan. 3.2. Estimasi Discretionary Accruals Estimasi discretionary accruals yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada suatu metode yang dikembangkan oleh DeAngelo (1986) dan Friedlan (1994). Metode tersebut membandingkan akrual pada periode pengujian dengan akrual pada periode benchmark dan mengatribusikan selisihnya sebagai accounting discretion. Metode ini mengasumsikan bahwa perubahan jumlah akrual antara dua periode terdiri dari dua komponen, yaitu; (a) Perubahan karena pertumbuhan perusahaan; dan (2) Perubahan lainnya yang bukan karena pertumbuhan melainkan berkaitan dengan pilihan-pilihan kebijakan akuntansi (incremental discretion) oleh perusahaan. Asumsi tersebut berdasarkan pemikiran bahwa ketika perusahaan bertumbuh, seharusnya terjadi perkembangan akrual yang sebanding dengan pertumbuhan perusahaan. Perkembangan yang sebanding ini disebut nondiscretionary accruals. Sebagai contoh, anggaplah satu perusahaan mengalami pertumbuhan dua kali lipat dari penjualan pada tahun t-1, dari Rp 1.000.000,- menjadi Rp 2.000.000,- penjualan di tahun t. Jika perusahaan tidak melakukan earnings management (membuat pilihan-pilihan kebijakan akuntansi untuk mengatur labanya), maka jumlah akrualnya akan meningkat dua kali lipat pula dari tahun t-1 ke tahun t, katakanlah dari Rp 100.000 menjadi Rp 200.000. Total akrual yang dimaksud di sini adalah net income before extraordinary item dikurangi cashflow from operation. Jika jumlah akrualnya lebih besar daripada Rp.200.000,- metode ini mengisyaratkan adanya accounting discretion oleh perusahaan karena kelebihan jumlah akrual bukan didapat dari pertumbuhan. Untuk mendapatkan angka akrual yang didapat bukan dari pertumbuhan perusahaan dibentuk persamaan seperti di bawah ini :
Discretionary periode benchmark
accruals
=
Total accruals pengujian
periode
Penjualan periode pengujian
-
Total accruals periode benchmark Penjualan periode benchmark
320 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Jumlah akrual yang diatribusikan sebagai discretionary accruals adalah perbedaan antara jumlah akrual pada periode pengujian yang distandarkan dengan penjualan pada periode pengujian dengan jumlah akrual pada periode benchmark yang distandarkan dengan penjualan pada periode benchmark. Dengan rumus di atas discretionary accruals dapat terdeteksi bila hasil penghitungan lebih besar daripada nol. Tidak ada discretionary accruals bila hasil yang didapat adalah nol atau lebih kecil. Dapat dijelaskan pada contoh di bawah, jika untuk tahun t-1 (periode benchmark) terhadap tahun t (periode pengujian) perusahaan berkembang dua kali lipat dan total accruals juga dua kali lipat, tidak ada discretionary accruals yang diobservasi pada tahun t. Dengan angka, hal tersebut dapat dilihat : Total accruals
t
Penjualan t
Total accrualst-1 - Penjualan t-1
=
200.000 2.000.000
-
100.000 1.000.000
=
0
Sebaliknya, jika pada tahun t total accruals meningkat menjadi Rp 210.000, maka terlihat discretionary accruals yang mengindikasikan adanya penaikkan laba yang dilaporkan melalui pilihan-pilihan kebijakan akuntansi, sesuai dengan perhitungan berikut : 210.000 2.000.000
-
100.000 1.000.000
= 0,005
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan seluruh perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Jakarta sebagai populasi. Populasi yang dipakai sebagai parameter adalah 341 perusahaan yang melakukan penawaran perdana. Data yang diperlukan adalah data mulai dari tahun 1990 hingga 1999. Terdapat 123 perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 1994 hingga 1998. Dari jumlah tersebut, perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki paling sedikit 2 tahun fiskal operasi sebelum go public dikeluarkan dari sampel. Ini dilakukan karena pengujian earnings management mengestimasi discretionary accruals dengan menggunakan total accruals untuk dua tahun sebelum go public. Jika tahun terakhir berikutnya tidak melakukan operasi penuh, pengujian accruals tidak sah karena total accruals yang diestimasi untuk tahun terakhir berikutnya bukan benchmark yang baik. Setelah mengalami saringan kelengkapan data, total sam-pel yang berhasil didapat adalah 116 perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 9 bidang usaha, seperti tampak pada tabel 1. Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 321
Tabel 1 Representasi Industri dalam Sampel
Kode Industri Industri
Jumlah Sampel Jumlah Persentase
Kode I n d u str i 1 1 -1 6 2 1 -2 4 3 1 -3 9 4 1 -4 9 5 1 -5 9 6 1 -6 9 7 1 -7 9 8 1 -8 9 9 1 -9 9
I n d u str i A g ric u lt u re / p e rt a n ia n & p e t e rn a k a n P e rt a m b a n g a n In d u s t r i d a s a r d a n k i m i a In d u s t r i l a i n - l a i n In d u s t r i b a r a n g k o n s u m s i P ro p e rt i d a n re a l e s t a t In fr a s t r u k t u r , s a r a n a , d a n t r a n s p o r t a s i K euangan P e r d a g a n g a n , j a s a , d a n i n ve s t a s i
J u m la h S a m p e l J u m la h P e r se n ta se 4 3 .4 5 % 5 4 .3 1 % 20 1 7 .2 4 % 12 1 0 .3 4 % 14 1 2 .0 7 % 15 1 2 .9 3 % 8 6 .9 0 % 25 2 1 .5 5 % 13 1 1 .2 1 % 116 100%
Selanjutnya, Tabel 2 memperlihatkan depenelitian statistik sampel perusahaan-perusahaan IPO yang melakukan penawaran umum antara 1994 – 1998 untuk empat variabel: penjualan satu tahun sebelum penawaran saham perdana, gross proceeds dari perdagangan, harga penawaran, dan jumlah saham yang dijual. Tabel 2 Depenelitian Statistik Sampel Perusahaan-perusahaan yang Melakukan IPO Variabel
Sales
Gross Proceeds
Offering Price
Number
of
Shares Sold Sampel perusahaan yang melakukan IPO antara tahun 1994 – 1998 (n=116) Mean
374,544
14,492
Median
127,597
32,725
14,736,167
164
Standar Deviation
841,199
1,740,496
35,000,000
2,138
(46,367,263)
50,000,000
3,000
3,053,908
158,713,374
1,762
Minimum
525
Maximum
11,795,407
80,345,905
2,413
322 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
3.4. Data yang Diperlukan dan Sumber Data Data yang diperlukan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah terpublikasi luas yang berasal dari Bursa Efek Jakarta dan sumber lainnya. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari Indonesian Capital Market Directory yang merupakan rangkuman data laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan publik. Data lainnya adalah laporan keuangan yang dipublikasikan pada prospektus penawaran saham perdana oleh perusahaan. Data tersebut diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Jakarta dan Pojok BEJ, dari publikasi Bapepam dan Bursa Efek Jakarta pada situs web resminya, dan dari situs-situs web penyedia data keuangan. 3.5. Periode Waktu Tahun ke t dalam penelitian ini berarti saat laporan keuangan terakhir diterbitkan sebelum penawaran saham perdana. Perusahaan melakukan penawaran umum perdana pada tahun t+1. Tanggal efektif di sini adalah tanggal di mana Bapepam memberikan pernyataan pendaftaran menjadi efektif dan perusahaan sekuritas dapat menjual kepada masyarakat umum, sedangkan tanggal listing adalah tanggal perusahaan mencatatkan sahamnya pada Bursa Efek Jakarta. Tanggal yang digunakan sebagai patokan dalam hal ini adalah tanggal efektif. Jadi misalkan, perusahaan efektif melakukan pena-waran saham pada tahun 1994, maka data yang disebut seba-gai tahun t adalah data (laporan keuangan) yang berakhir pada 31 Desember 1993. Prospektus memuat laporan keuangan mulai dari yang berakhir pada Desember 1991 sampai Desember 1993 (dari tahun t-2 hingga tahun t). Karena belum konsistennya perusahaan mengeluarkan laporan interim, maka yang digunakan pada penelitian ini semuanya adalah laporan tahunan. 3.6. Pengolahan dan Analisis Data Untuk memudahkan penelitian dan karena tidak semua perusahaan mengeluarkan laporan interim, pengujian discretionary accruals hanya dilakukan pada laporan tahunan saja. Sedangkan perusahaan yang menyajikan laporan keuangan interim sebagai dasar informasi laporan keuangan didalam prospektus, juga dilakukan pengujian pada laporan tahunan tahun yang bersangkutan. Ini dilakukan untuk menyeragamkan perlakuan secara keseluruhan. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat Data Analysis, Statistical Function – pada Microsoft Office Excel 2000 (Windows 2000) dan perangkat Statistical Package for the Social Science Version 10.0 (SPSS Ver. 10.0) Pengujian pertama adalah uji kenormalan data untuk melihat apakah data tersebut mengikuti pola distribusi normal atau tidak. Uji kenormalan data ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah data tersebut bersifat parametrik atau non parametrik sehingga peng Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 323
ujian berikutnya dapat dilakukan dengan meminimkan kesalahan pengambilan simpulan. Setelah uji kenormalan data dilakukan dan distribusi data diketahui, maka pengujian selanjutnya akan dilakukan dengan jenis pengujian peringkat bertanda Wilcoxon , sign test dan t-test. Apabila dari uji kenormalan data pada pengujian pertama menunjukkan bahwa data tersebut terdistribusi normal, maka pengujian bersifat parametrik dan hasil t-test dapat diandalkan dalam hal ini. T-test boleh dilakukan jika data yang memenuhi asumsi normal, meskipun pengujian ini cukup kuat juga untuk pengujian selain data normal. Di sini, t-test digunakan untuk membandingkan rata-rata sekelompok data dengan suatu nilai. Sedangkan apabila data tersebut bersifat non parametrik, maka yang paling tepat untuk uji pada penelitian ini adalah pengujian peringkat bertanda Wilcoxon. 3.7. Perhitungan-perhitungan Dalam rangka memudahkan pengujian hipotesis, digunakan rumus-rumus perhitungan. Rumus-rumus tersebut antara lain adalah sebagai berikut.. Pertumbuhan dihitung dengan rumus: Penjualan periode pengujian penjualan periode benchmark Perubahan pendapatan dihitung dengan rumus: Pendapatan periode pengujian – pendapatan periode benchmark Penjualan periode pengujian Discretionary Accruals dihitung dengan rumus: Discretionary accruals = periode benchmark (t)
Total accruals periode pengujian (t) Penjualan pengujian (t)
periode
Total accruals periode benchmark (t-1) -
Penjualan periode benchmark (t-1)
Perubahan total accruals dihitung dengan rumus: Total accruals periode pengujian – total accruals periode benchmark Penjualan periode pengujian Perubahan arus kas dihitung dengan rumus:
324 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Arus kas dari operasi periode pengujian – arus kas dari operasi periode benchmark Penjualan periode pengujian
Total Accruals dihitung dengan rumus: Net income before extraordinary items – cash flow from operations Penjualan periode pengujian
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengujian Discretionary Accruals sebelum IPO Tabel 3 menunjukkan depenelitian statistik pertumbuhan, discretionary accruals, perubahan earnings , perubahan total accruals, dan perubahan arus kas dari operasi untuk dua tahun sebelum IPO (tahun t-1). Tabel tersebut adalah output SPSS mengenai depenelitian statistik dan frekuensi. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pertumbuhan yang diukur dengan membagi penjualan dua tahun sebelum IPO (Sales t-1) dengan penjualan tiga tahun sebelum IPO (Salest-2) mempunyai nilai mean 1,7118, atau bisa dikatakan perusahaan bertumbuh. Simpulan tersebut diketahui dari pengujian nilai t (dengan tingkat keyakinan 0,05) dengan nilai t=1 yang menghasilkan nilai t-test di bawah 0,05. Artinya bahwa perusahaan memiliki angka pertumbuhan yang berbeda signifikan dengan 1(lebih besar daripada 1). Perusahaan-perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana pada umumnya mengalami pertumbuhan. Output SPSS mengenai t-test dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel 3 Depenelitian Statistik untuk t-1 dengan t value =0 kecuali Pertumbuhan.
Mean Statistic
Median Statistic
Skewnessn Kurtosis t-test Statistic Statistic (0.05)
Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 325
Mean
Growth t-1 DA t-1 Perubahan Earning t-1 Perubahan Tot. Acc. t-1 Perubahan Op. Cashflow t-1 Total Accrual t-2 * t value =1
Statistic 1.7118 -2.0083 0.0564 -1.0735 1.1299 16376.1326
Median Statistic 1.4060 0.0000 0.0290 -0.0102 0.0376 -2.0000
Skewness Statistic 2.6636 -5.7904 4.4298 -8.5513 8.5545 5.3119
Kurtosis
t-test
Statistic (sign. Level 0.05) 8.1897 0.0000 37.5369 0.0833 30.9760 0.0000 77.5148 0.2103 77.5755 0.1871 61.3683 0.4638
326 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Hasil pengujian tersebut sejalan dengan asumsi model yang dikembangkan dalam penelitian untuk mengestimasi discretionary accruals, bahwa perusahaan yang akan go public pasti menga-lami pertumbuhan. Bukti yang mendukung asumsi tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Pertumbuhan Perusahaan dalam Sampel menurut Periode Variable t-2 to t-1 t-1 to t t to t+1 t+1 to t+2 Growth = Sales T ; di mana T=t-1, t, t+1 atau t+2 dan T-1=t-2, t-1, t atau t+1 Sales T-1 (Growth lebih besar dari 1 mengindikasikan bahwa perusahaan meningkat ukurannya). Mean Median Standar Deviasi Jumlah >1 Persentase >1 Minimum Maximum
1.712 1.406 1.007 101 87.07% 0.521 6.362
2.149 1.273 3.835 104 89.66% 0.582 36.510
2.107 1.418 3.497 105 90.52% 0.315 36.346
1.373 1.245 0.614 92 79.31% 0.300 4.648
Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel perusahaan memiliki rata-rata pertumbuhan penjualan antara tahun t-2 dan t-1 sebesar 1,712 kali (median 1,406) dengan 101 dari 116 (87.07 persen) perusahaan mengalami pertumbuhan. Demikian pula antara tahun t-1 dan t, sampel perusahaan memiliki mean pertumbuhan penjualan sebesar 2,149 kali (median 1,273) dengan 104 dari 116 (89.66 persen) perusahaan mengalami pertumbuhan. Pengujian dengan prosedur t-test terhadap hipotesis bahwa median pertumbuhan penjualan lebih besar dari satu diterima pada tingkat keyakinan 95 %. Discretionary accruals belum dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang akan go public pada dua tahun sebelumnya yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Nilai t-test adalah 0,0833 (di atas 0,05) menunjukkan bahwa discretionary accruals pada dua tahun sebelum IPO (t1) tidak berbeda secara signifikan dengan nol yang berarti perusahaan tidak mela-kukan discretionary accruals. Demikian juga dengan variabel-variabel lain kecuali peru-bahan earnings, tidak ada perubahan secara signifikan. Pengujian hipotesis ada tidaknya earnings management pada periode sebelum go public dengan alat bantu discretionary accruals dapat dilihat pada tabel 5. Pengujian tersebut pada dasarnya adalah pengujian non parametrik dengan menggunakan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Pe-ngujian peringkat bertanda Wilcoxon ini dilakukan karena data tidak Studi Praktik Earning Management (Akhmad Riduwan) 129
terdistribusi secara normal (non parametrik) dan keperluan pengujian hanya untuk melihat apakah ada perbedaan signifikan discretionary accruals dan total accruals pada periode-periode sekitar IPO dan bagaimana perilakunya, bukan pada besarannya. Pengujian data untuk melihat kenormalan distribusinya dapat dilihat pada lampiran 5. Selanjutnya, pengujian terhadap perilaku discretionary accruals dilakukan selama beberapa periode waktu, setahun sebelum penawaran saham perdana (periode t), pada periode penawaran saham perdana (periode t+1) dan setahun setelah penawaran saham perdana (periode t+2). 4.2. Bukti Earnings Management oleh Issuers Hasil pengujian dengan uji non parametrik dengan menggunakan uji peringkat Wilcoxon dapat dilihat pada Panel A Tabel 5 yang melaporkan hasil pengujian untuk periode t, yaitu setahun sebelum penawaran saham perdana. Dengan rata-rata discretionary accruals 0,8449 dan median 0,0069, 61 dari 116 (atau 52,59%) perusahaan memiliki catatan discretionary accruals yang positif pada satu periode sebelum IPO. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang rata-rata discretionary accruals-nya tidak secara signifikan berbeda dengan nol. Uji peringkat bertanda Wilcoxon menunjukkan hasil yang sejalan, yaitu 67 dari 116 perusahaan terbukti mening-kat discretionary accruals-nya dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05. Dapat dikatakan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan discretionary accruals setahun sebelum IPO (t-1) dari tahun sebelumnya. Tabel 5 Hasil Pengujian Discretionary Accrual, Perubahan Earnings, Total Accrual, dan Arus Kas pada Periode Sekitar IPO dengan Periode Benchmark t-1, t, t+1. Discretionary Perubahan Earning Accrual
Perubahan Accrual
Total Perubahan Kas
Arus
Panel A : Test untuk periode t dengan periode benchmark t-1 Mean
0.0492
0.8449
0.1129
-0.0637
Median
0.0284
0.0069
0.0005
0.0273
Jumlah >0
99
61
59
68
Persentase >0
85.34%
52.59%
50.86%
58.62%
Jumlah <= 0
17
55
57
48
Persentase <= 0
14.66%
47.41%
49.14%
41.38%
Negative Ranks
52
49
45
72
Positive Ranks
64
67
71
44
Wilcoxon test
130 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
significant value
0.3041
0.0482
0.0929
0.0661
sign
+
+
+
-
Panel B : Test untuk periode t+1 dengan periode benchmark t Mean
0.0306
0.1373
0.1249
-0.0943
Median
0.0542
0.0838
0.0964
-0.0595
Jumlah >0
94
71
77
42
Persentase >0
81.03%
61.21%
66.38%
36.21%
Jumlah <= 0
22
45
39
74
Persentase <= 0
18.97%
38.79%
33.62%
63.79%
Negative Ranks
53
50
45
73
Positive Ranks
63
66
71
43
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
significant value
0.2802
0.0614
0.0186
0.0107
sign
+
+
+
-
Wilcoxon test
Panel C : Test untuk periode t+2 dengan periode benchmark t+1 Mean
-0.2121
-0.4097
-0.4298
0.2177
Median
0.0002
-0.0751
-0.0717
0.0420
Jumlah >0
58
40
40
64
Persentase >0
50.00%
34.48%
34.48%
55.17%
Jumlah <= 0
58
76
76
52
Persentase <= 0
50.00%
65.52%
65.52%
44.83%
Negative Ranks
93
84
85
42
Positive Ranks
23
32
31
74
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
Wilcoxon test
significant value sign
0.0000 -
0.0000 -
0.0000 -
131
0.0149 +
Tabel 6 Hasil Pengujian Discretionary Accrual, Perubahan Earnings, Total Accrual, dan Arus Kas pada Periode Sekitar IPO dengan Periode Benchmark t-1. Perubahan Earning
Discretionary Accrual
Perubahan Perubahan Total Accrual Arus Kas
Panel A : Test untuk periode t dengan periode benchmark t-1 Mean
0.0492
0.8449
0.1129
-0.0637
Median
0.0284
0.0069
0.0005
0.0273
Jumlah >0
99
61
59
68
Persentase >0
85.34%
52.59%
50.86%
58.62%
Jumlah <= 0
17
55
57
48
Persentase <= 0
14.66%
47.41%
49.14%
41.38%
Negative Ranks
52
49
45
72
Positive Ranks
64
67
71
44
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
significant value
0.3041
0.0482
0.0929
0.0661
sign
+
+
+
-
Wilcoxon test
Panel B : Test untuk periode t+1 dengan periode benchmark t-1 Mean
0.0577
0.9823
0.2161
-0.1584
Median
0.0746
0.0952
0.0789
-0.0263
Jumlah >0
96
82
78
52
Persentase >0
82.76%
70.69%
67.24%
44.83%
Jumlah <= 0
20
34
38
64
Persentase <= 0
17.24%
29.31%
32.76%
55.17%
Negative Ranks
35
42
42
71
Positive Ranks
81
74
74
45
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
significant value
0.0006
0.0017
0.0034
0.0090
sign
+
+
+
-
Wilcoxon test
132 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Panel C : Test untuk periode t+2 dengan periode benchmark t-1 Mean
-0.1537
0.5555
-0.2285
0.0748
Median
0.0651
-0.0169
-0.0037
0.0605
Jumlah >0
80
56
56
70
Persentase >0
68.97%
48.28%
48.28%
60.34%
Jumlah <= 0
36
60
60
46
Persentase <= 0
31.03%
51.72%
51.72%
39.66%
Negative Ranks
45
57
60
56
Positive Ranks
71
59
56
60
Ties
0
0
0
0
Total
116
116
116
116
significant value
0.868712604
0.806312382
0.695652604
0.787175536
sign
-
+
-
+
Wilcoxon test
Sementara itu, untuk variabel-variabel lainnya yaitu perubahan earnings, perubahan total accruals, dan perubahan arus kas dari operasi tidak ada perubahan yang signifikan dari tahun sebelumnya (berdasarkan nilai signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon yang semuanya lebih besar dari 0,05). 64 dari 116 perusahaan mencatat perubahan earnings yang positif, 71 perusahaan mencatat perubahan total accruals yang positif, justru terjadi penurunan perubahan arus kas dari operasi oleh 72 perusahaan. Tidak adanya peru-bahan yang signifikan dari variabel-variabel ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan earnings management dengan mela-kukan pilihan-pilihan kebijakan akuntansi yang tidak sistematis. 4.3. Pembalikan Discretionary Accruals pada Tahun Setelah IPO. Income-decreasing discretionary accruals diharapkan akan dapat diobservasi pada periode setelah IPO (tahun t+1 dan t+2) seperti halnya pembuatan accruals sebelum IPO dibalikkan. Untuk itu, pengujian selanjutnya adalah menguji perilaku discretionary accruals pada tahun setelah IPO. Penggunaan tahun t-1 sebagai benchmark adalah sengaja dengan alasan bahwa apabila discretionary accruals dilakukan sebelum IPO secara penuh dibalikkan, discretionary accruals pada tahun post-IPO nilainya tidak berbeda dengan 0 (nol) sebagaimana mereka balikkan, berdasarkan pertumbuhan yang disesuaikan, menjadi tingkat yang sebanding pada tahun t-1. Oleh karena itu, pada tahun-tahun setelah IPO, hipotesa yang diuji adalah apakah discretionary accruals pada tahun setelah IPO akan sama seperti hal yang mereka lakukan pada tahun t-1. Pengujian hanya dengan menggunakan benchmark tahun t-1 ini bagaimanapun kurang
133
kuat. Harus ada bukti lain dengan prosedur pengujian tambahan yang menggunakan tahun t atau t+1 sebagai benchmark. Jika benar terjadi pembalikkan discretionary accruals, maka discretionary accruals di tahun t+1 atau t+2 akan negatif di bawah pengujian peringkat bertanda Wilcoxon. Tidak ada hipotesis langsung yang dinyatakan untuk perubahan pendapatan dan arus kas dari aktivitas operasi karena tidak ada pengharapan bekas kontribusi tentang bagaimana perilaku variabel tersebut setelah IPO. Sebagai catatan bahwa ukuran sampel untuk t+1 dan t+2 adalah sama yaitu sebanyak 116 perusahaan. Hasil pengujian dapat dilihat pada Panel B Tabel 6. Pengujian discretionary accruals pada periode tahun yang di dalamnya perusahaan melakukan IPO (t+1), menunjukkan bahwa dengan rata-rata 0,9823 dan median 0,0952, perusahaan masih melakukan discretionary accruals. Mean dan nilai signifikan yang lebih besar daripada pengujian saat IPO (tahun t, dengan menggunakan benchmark yang sama) menengarai hal ini. Pada saat IPO, perusahaan yang melakukan earnings management dengan melakukan discretionary accruals adalah 67 perusahaan dari 116 perusahaan yang akan go public (meningkat dari tahun sebelumnya). Diukur dari tahun yang sama (t-1), perusahaan yang discretionary accruals-nya meningkat adalah 74 dari 116 perusahaan. Ini berarti pada tahun tersebut tidak terjadi pembalikan discretionary accruals ataupun berkurangnya perusahaan yang melakukan discretionary accruals. Simpulan tersebut di atas diperkuat dengan pengujian post-IPO dengan menggunakan benchmark satu tahun sebelum IPO (tahun t) yang ditunjukkan panel B tabel 5. Pada tahun saat perusahaan melakukan IPO (t+1) tidak ada perubahan secara signifikan pada discretionary accruals. Panel B Tabel IV-3 menunjukkan persentase jumlah perusahaan yang discretionary accruals-nya positif, meningkat dari 52,59 persen menjadi 61,21 %. Pengujian peringkat bertanda Wilcoxon menunjukkan perubahan kearah positif yang tidak signifikan (dengan nilai signifikansi 0,0614). Perusahaan yang mencatat peningkatan discretionary accruals sebanyak 66 perusahaan, sedangkan yang mengalami penurunan sebanyak 50 perusahaan. Pengujian pada tahun ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kenaikan discretionary accruals secara signifikan (dengan nilai signifikansi sebesar 0,0614) dibandingkan dengan tahun t. Artinya, perusahaan masih melakukan discretionary accruals, tidak terdapat kenaikan atau penurunan yang berarti dan tidak ada pembalikkan discretionary accruals di tahun t+1 sebagaimana diduga. Perubahan earnings pada tahun setelah IPO (tahun t+1) menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan benchmark tahun t-1 tetapi tidak signifikan dengan menggunakan benchmark t. Dengan menggunakan benchmark t-1, perubahan earnings menunjukkan peningkatan pada mean dari yang sebelumnya 0,0492 menjadi 0,0577. Peningkatan ini bagaimanapun tidak diikuti oleh peningkatan perusahaan yang membukukan laba yang positif. Perusahaan yang membukukan laba yang positif menurun dari 99 perusahaan menjadi 96 perusahaan dari 116 sampel. Kenaikan perubahan earnings diukur dari tahun t-1 berubah secara signifikan dengan 81 perusahaan dari 116 perusahaan (de 134 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
ngan nilai signifikansi uji peringkat bertanda Wilcoxon 0.0006, tanda positif). Pengujian dengan menggunakan benchmark tahun t menunjukkan perubahan earnings pada tahun t+1 tidak berbeda secara signifikan dengan tahun benchmark. Jumlah perusahaan yang membukukan laba positif malahan turun dari 99 di tahun t menjadi 94 di tahun t+1. Dari pengujian-pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa pada periode t+1 meskipun mengalami peningkatan, perubahan earnings masih mengindikasikan adanya discretionary accruals. Perubahan total accruals dan perubahan cashflow dari operasi dapat diinterpretasikan sama dengan perubahan earnings. Perubahan total accruals masih terus naik dengan signifikan dari tahun sebelumnya dan begitu pun perubahan arus kas dari operasi masih terus turun. Ini terjadi baik dengan menggunakan tahun t-1 maupun t sebagai benchmark. Hal ini memang diduga akan terjadi mengingat bahwa perubahan earnings tidak signifikan. Oleh karenanya, untuk melakukan discretionary accruals, total accruals harus meningkat atau arus kas dari operasi harus menurun atau keduanya. Hasil ini turut mendukung simpulan bahwa tidak terjadi pembalikkan akrual pada tahun t+1. Pengujian setelah IPO berikutnya dilakukan pada tahun t+2. Sebagaimana diduga sebelumnya, pengujian dengan menggunakan benchmark t-1, discretionary accruals tidak berbeda secara signifikan dengan nol di bawah pengujian peringkat bertanda Wilcoxon. Pengujian tersebut memberikan nilai signifikansi sebesar 0,8063 yang membuat hipotesis bahwa discretionary accruals sama dengan nol dapat diterima. Hasil ini mengindikasikan bahwa pada tahun t+2 discretionary accruals kembali ke tingkat tahun t-1 dan penaikan laba melalui earnings management di balik, dikembalikan ke tingkat yang normal. Pengujian tersebut di atas bagaimanapun harus disertai dengan pengujian yang menggunakan benchmark tahun t+1. Sebagaimana tampak dalam panel C Tabel IV-3, dengan menggunakan benchmark tersebut, discretionary accruals adalah negatif. Mean dan median menunjukkan angka yang negatif yaitu masing-masing –0,407 dan –0,0751. Demikian pula dengan hasil pengujian dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon, sebanyak 84 dari 116 perusahaan mencatat penurunan discretionary accruals (dengan nilai signifikansi 0,0000, tanda negatif). Variabel-variabel lain memberikan hasil yang mendukung hipotesis di atas. Dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05, variabel perubahan earnings, perubahan total accruals, dan perubahan cashflow menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dengan tahun benchmark t-1. Artinya bahwa variabel-variabel dikembalikan ke tingkat sebelum IPO. Pengujian dengan menggunakan benchmark t+1 memberikan bukti lain. Panel C Tabel IV-3 memberikan gambaran bahwa pengujian peringkat bertanda Wilcoxon telah membalikkan tanda dengan nilai yang signifikan. Perubahan earnings dan perubahan total accruals bertanda negatif, sedangkan perubahan arus kas dari operasi bertanda positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tahun t+2 terjadi pembalikan akrual ke tingkat sebelum IPO.
135
4.4. Pengujian Tiap Bidang Usaha Pengujian tiap bidang usaha dilakukan menggunakan sampel yang sama dengan pengujian sebelumnya dengan menge-lompokkan sampel sesuai dengan bidang usaha. Data dikelompokkan dalam sembilan bidang usaha sesuai dengan kode industri yang terdaftar di Bapepam. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Untuk pengujian tiap bidang usaha, tidak didapatkan simpulan yang memuaskan. Secara umum, lima bidang dari sembilan industri mencatat rata-rata discretionary accrual yang positif, sisanya negatif. Rata-rata discretionary accruals tertinggi adalah pada bidang industri dasar dan kimia, sedangkan terendah terdapat pada bidang usaha keuangan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat spesifik industri dasar dan kimia yang cenderung membutuhkan kas lebih banyak untuk pertambahan modalnya, sedangkan hasilnya tidak dapat dinikmati dalam jangka waktu yang pendek. Kondisi tersebut tidak menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya pada industri ini, sehingga untuk mendapatkan kas yang lebih banyak melalui momen penawaran saham perdana, industri ini harus meyakinkan investor (dan investor potensial) dengan laba yang tinggi. Oleh karenanya, earnings management memberikan insentif yang cukup besar bagi issuers yang bergerak dibidang industri dasar dan kimia ini. Hal sebaliknya berlaku pada industri keuangan. Di Indonesia, industri ini menarik banyak investor dan investor potensial untuk menanamkan modalnya karena menjanjikan keuntungan yang lumayan besar dan dapat dicapai dalam waktu yang cukup singkat. Simpulan yang kuat belum dapat diambil dari pengujian ini. Serangkaian pengujian lainnya diperlukan un tuk memastikan kontribusi yang diberikan oleh tiap bidang usaha dan alasan yang melatarbelakangi dilakukannya earnings management. Kekhususan yang dimiliki setiap bidang usaha membuat simpulan yang kuat dan absah memerlukan seperangkat pengujian yang lebih dari pengujian di atas. Tabel 7 Hasil Pengujian untuk Pertumbuhan, Discretionary Accrual, Perubahan Laba, Perubahan Total Accruals, dan Perubahan Arus Kas dari Operasi Tiap Bidang Usaha Code Industri
11-16 Agriculture /pertanian & peternakan
Standard Deviation
Mean
Median
Jumlah >0 Count %
Pertumbuhan
1.48402
1.508112 0.282465757
4
4
100.00%
Discretionary Acc.
0.274705 0.038497 0.550499942
3
4
75.00%
Perubahan Earning
0.106173 0.131979 0.07904052
3
4
75.00%
Perubahan Total Acc.
0.135156 0.015947 0.286139594
3
4
75.00%
Perubahan Arus Kas Op. -0.028983 0.038165 0.277653031
2
4
50.00%
136 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
21-24 Pertumbuhan Pertamban Discretionary Acc. gan Perubahan Earning Perubahan Total Acc.
1.147846 1.131824 0.145264969
4
5
80.00%
-0.067477 -0.106904 0.114233701
2
5
40.00%
0.051309 0.021684 0.097594214
4
5
80.00%
-0.058281 -0.108152 0.09738201
2
5
40.00%
3
5
60.00%
2.361864 1.252014 3.376251875
17
20
85.00%
4.541334 0.04819
Perubahan Arus Kas Op. 0.10959 31-39 Pertumbuhan Industri Discretionary Acc. dasar dan Perubahan Earning kimia Perubahan Total Acc.
41-49 Industri lain-lain
51-59 Industri barang konsumsi
0.139765 0.1638088
20.17566658
13
20
65.00%
0.045133 0.048158 0.038749741
17
20
85.00%
0.407675 0.06021
14
20
70.00%
Perubahan Arus Kas Op. -0.362542 -0.001864 1.502703067
9
20
45.00%
Pertumbuhan
1.331571 1.300915 0.236674851
12
12
100.00%
Discretionary Acc.
-0.151042 -0.012955 0.485171447
5
12
41.67%
Perubahan Earning
0.033149 0.021698 0.033626845
11
12
91.67%
Perubahan Total Acc.
-0.122648 -0.008547 0.418519296
6
12
50.00%
Perubahan Arus Kas Op. 0.155796 0.049197 0.414776799
9
12
75.00%
Pertumbuhan
1.353028 1.229966 0.483118955
13
14
92.86%
Discretionary Acc.
0.208802 0.04798
9
14
64.29%
Perubahan Earning
0.041598 0.030175 0.054643417
13
14
92.86%
Perubahan Total Acc.
0.205424 0.026908 0.849922149
8
14
57.14%
Perubahan Arus Kas Op. -0.163826 -0.020657 0.842091714
6
14
42.86%
4.266494 1.615889 9.006224208
12
15
80.00%
0.756938 0.162801 4.817352876
10
15
66.67%
0.063364 0.045325 0.090616815
12
15
80.00%
0.312937 0.153513 1.395882139
9
15
60.00%
7
15
46.67%
2.933904 1.309061 4.35486515
8
8
100.00%
-0.087392 -0.076626 0.215645028
2
8
25.00%
0.005468 0.023117 0.068939693
6
8
75.00%
-0.065974 -0.063262 0.076288824
2
8
25.00%
Perubahan Arus Kas Op. 0.071442 0.048451 0.055379074
8
8
100.00%
1.745874 1.330446 1.170041742
23
25
92.00%
-0.294445 -0.002317 1.589749561
11
25
44.00%
61-69 Pertumbuhan Properti Discretionary Acc. dan real Perubahan Earning estat Perubahan Total Acc.
1.516652416
0.863343324
Perubahan Arus Kas Op. -0.249573 -0.001895 1.43300689 71-79 Pertumbuhan Infrastrukt Discretionary Acc. ur, sarana, Perubahan Earning dan transportasi Perubahan Total Acc.
81-89 Pertumbuhan Keuangan Discretionary Acc.
137
Perubahan Earning
0.075473 0.02765
0.153761645
22
25
88.00%
Perubahan Total Acc.
-0.108668 -0.022058 1.219243911
10
25
40.00%
Perubahan Arus Kas Op. 0.184141 0.051099 1.249663411
15
25
60.00%
1.868915 1.188355 2.376302285
11
13
84.62%
0.155345 -0.00162 0.546907296
6
13
46.15%
0.020123 0.018712 0.020138443
11
13
84.62%
0.141544 -0.005633 0.527234047
5
13
38.46%
Perubahan Arus Kas Op. -0.121421 0.033485 0.539870427
8
13
61.54%
91-99 Pertumbuhan Perdaganga n, jasa, dan Discretionary Acc. investasi Perubahan Earning Perubahan Total Acc.
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian Earnings management dilakukan perusahaan ketika perusahaan akan menawarkan saham perdananya. Discretionary accruals baru terdeteksi pada satu tahun sebelum IPO, bukan sebelumnya. Pendeteksian discretionary accruals berdasarkan hasil pengujian peringkat bertanda Wilcoxon, yaitu adanya penolakan terhadap hipotesis bahwa discretionary accruals tidak berubah. Selain itu, rata-rata discretionary accruals menunjukkan nilai yang positif. Perubahan secara signifikan discretionary accruals tersebut di atas bagaimanapun harus didukung oleh variabel lainnya untuk mendapatkan simpulan yang valid. Variabel-variabel tersebut adalah variabel perubahan earnings, perubahan total accruals, dan perubahan arus kas dari operasi. Lain halnya dengan pembuktian pembalikkan discretionary accruals pada periode setelah IPO. Pembalikkan discretionary accruals tidak terbukti pada laporan keuangan tahun IPO dilakukan (tahun t+1). Pengujian peringkat bertanda Wilcoxon masih menunjukkan adanya discretionary accruals yang naik dari tahun benchmark (baik tahun t maupun tahun t-1). Itu berarti pembalikan akrual belum dilakukan. Bukti ini diperkuat oleh hasil pengujian variabel-variabel lainnya. Perubahan earnings mengalami kenaikan yang signifikan dibanding periode t-1 tetapi tidak jika dibandingkan periode t. Perubahan total accruals naik secara signifikan baik dibandingkan dengan periode t-1 maupun periode t. Perubahan arus kas dari operasi menurun secara signifikan dibandingkan dengan periode t-1 maupun periode t. Itu berarti discretionary accruals masih dilakukan. Pembalikkan discretionary accruals baru terbukti pada periode t+2. Dengan menggunakan benchmark tahun t-1, discretionary accruals tidak mengalami perubahan secara signifikan, juga variabel-variabel lainnya. Artinya, discretionary accruals yang dilakukan pada tahun t-1 ke t sama dengan pembalikkannya yang dilakukan pada tahun t+2. Pembuktian ini diperkuat oleh hasil pengujian dengan menggunakan benchmark tahun t+1. Hasil pengujian peringkat bertanda Wilcoxon menunjukkan bahwa terjadi penurunan discre-
138 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
tionary accruals oleh perusahaan-perusahaan yang menawarkan saham perdana. Penurunan tersebut juga berlaku untuk perubahan earnings dan perubahan total accruals. Sedangkan perubahan arus kas, konsisten dengan hasil pengujian variabel lainnya mengalami kenaikan. Pembuktian tersebut di atas sekaligus konsisten dengan dengan earnings management, terdapat bukti-bukti bahwa akrual secara abnormal naik mejelang penawaran saham perdana, dan terjadi penurunan laba bersih pada periode-periode setelahnya. Timbul pertanyaan penting mengapa perusahaan melakukan earnings management dengan meninggikan laba yang dilaporkan mengingat terdapat biaya yang sangat potensial diderita oleh perusahaan yang dapat mengurangi insentif yang didapat? Apakah memang ada kesengajaan perusahaan ‘menipu’ investor untuk kepentingan perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sulit terjawab dan secara empiris masih harus dibuktikan dengan riset lebih lanjut. Perusahaan tidak memiliki niat menipu investor karena manajemen menyadari bahwa earnings management yang dilakukan akan mengalami penyesuaian oleh investor dengan mengeliminasi efek earnings management. Jadi, earnings management lebih didasari alasan untuk mengantisipasi perilaku pasar modal pada saat pengumuman penawaran. Karena perusahaan yang menawarkan saham tidak dapat meyakinkan investor akan ketiadaan earnings management, maka investor memperlakukan semua perusahaan sebagai perusahaan yang memiliki laba yang lebih saji dan menurunkan harga sahamnya. Terdapat risiko bagi pilihan-pilihan strategi yang akan diambil oleh investor dan perusahaan yang menawarkan saham. Investor yang memilih strategi tidak percaya bahwa laporan keuangan lebih saji, akan mendapatkan keuntungan hanya jika perusahaan yang menawarkan saham tidak melebih-sajikan earnings-nya, dengan menghadapi risiko bahwa jika perusahaan melebihsajikan earnings -nya, maka investor akan mengalami kerugian. Sebaliknya, jika investor percaya bahwa perusahaan melebihsajikan earnings -nya, maka ia akan mendapatkan keuntungan bila ternyata perusahaan yang menawarkan saham tidak melebihsajikan earnings-nya. Akan tetapi, andaipun perusahaan yang menawarkan saham melebih-sajikan earnings-nya, kerugiannya tidak sebesar strategi yang pertama. Jadi, tampaknya strategi yang lebih aman bagi investor adalah dengan percaya bahwa perusahaan yang menawarkan saham melebihsajikan earnings-nya. Hal tersebut berlaku juga bagi perusahaan yang menawarkan sahamnya. Entah strateginya adalah aksi ataupun reaksi atas strategi partisipan pasar modal, yang jelas strategi yang lebih aman adalah melakukan earnings management dengan melebihsajikan earnings yang dilaporkan. Dalam penelitian ini terbukti bahwa earnings management dilakukan oleh perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana ditunjukkan dengan discretionary accrual yang positif. Jika benar pilihan strategi oleh investor dan perusahaan yang menawarkan saham sesuai dengan penjelasan di atas - maksudnya investor percaya bahwa perusahaan yang menawarkan saham melebihsajikan earnings, dan perusahaan benar-benar melebihsajikan
139
earnings – maka akan tercapai keseimbangan yang tidak efisien. Ketidakefisienan tersebut terjadi karena bagaimanapun earnings management menimbulkan biaya yang membebani perusahaan yang menawarkan saham. Bagi investor, penyesuaian harga ke bawah sebagai respon terhadap strategi perusahaan yang menawarkan saham belum tentu sebesar kenaikan harga saham dari nilai fundamentalnya (yang didapat dari keseimbangan pertama) dan membebani investor dengan biaya untuk melakukan penyesuaian. Uraian di atas menunjukkan bahwa efek earnings management ini berkebalikan dengan upaya penciptaan pasar yang efisien. Efek seperti ini akan membawa pasar semakin jauh dari efisien karena akan berkelanjutan. Perusahaan publik atau yang akan go public akan cenderung melakukan earnings management terus menerus sebagai reaksi dari perilaku investor dan partisipan pasar modal lainnya yang tidak percaya akan kredibilitas laporan keuangan. Demikian juga investor dan partisipan pasar modal lainnya akan semakin tidak percaya akan kredibilitas laporan keuangan perusahaan publik. Siapa yang melakukan aksi terlebih dulu dan yang sekedar merespon sudah tidak penting lagi. Hal demikian memerlukan penanganan secepatnya dari semua pihak.
5. KETERBATASAN HASIL PENELITIAN Model discretionary accruals yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang pertama kali dikemukakan oleh DeAngelo pada tahun 1986. Model ini membandingkan akrual pada periode pengujian dengan akrual pada periode benchmark dan mengatribusikan perbedaannya sebagai discretionary accruals. Model ini mengasumsikan bahwa komponen nondiscretionary-accrual mengikuti langkah acak, jadi, perubahan total accruals antara periode benchmark dan periode pengujian diasumsikan sebagai accounting discretion. Namun, asumsi langkah acak ini tidak valid untuk perusahaan yang akan menawarkan saham perdananya karena perusahaan-perusahaan ini cenderung untuk tumbuh. Model ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi secara spesifik pada item-item yang mana saja earnings management dilakukan. Model ini hanya menentukan adanya discretionary accruals yang merupakan indikasi yang kuat adanya earnings management. Pengujian dengan model ini tidak dapat untuk mengambil simpulan bagaimana respon investor atau partisipan pasar modal lainnya akibat adanya discretionary accruals.
140 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
6. SIMPULAN Hasil pengujian konsisten dengan hipotesis bahwa terda-pat kenaikan discretionary accruals pada perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana pada satu perio-de sebelum penawaran dilakukan (pada tahun t). Ini membuktikan bahwa earnings management dilakukan oleh perusahaan yang menawarkan saham perdana sesaat sebelum penawaran dilakukan dengan maksud untuk mempengaruhi harga pasar saham perdananya. Usaha untuk mempengaruhi harga pasar ini adalah dengan mengungkap laba yang lebih tinggi dari sebenarnya pada prospektus yang berisi laporan kinerja perusahaan tiga tahun kebelakang. Hasil pengujian discretionary accruals untuk tahun-tahun setelah penawaran saham perdana dilakukan menunjukkan konsistensi hasil dengan hipotesis bahwa discretionary accruals kembali pada tingkat sebelum penawaran saham perdana. Discretionary accruals tersebut kembali pada tingkat sebelum penawaran saham perdana pada periode setahun setelah periode penawaran (t+2). Ini membuktikan bahwa terjadi pembalikkan akrual pada periode setahun setelah periode penawaran dilakukan kembali pada tingkat earnings sebelum penawaran. Pembalikan earnings ini harus dilakukan karena pada dasar-nya peningkatan earnings pada periode sebelum penawaran (yang dilakukan dengan earnings management) sebenarnya adalah earnings di masa mendatang yang dipinjam untuk dilaporkan pada sebelum masanya. Earnings management yang dilakukan oleh perusahaan yang menawarkan saham perdananya membuat keseimbangan pasar bergeser dari nilai fundamentalnya. Pergeseran keseim-bangan ini terjadi karena earnings management membuat pelaporan laba lebih tinggi dari seharusnya yang segera mempengaruhi harga pasar saham perdana dari yang seha-rusnya, sedangkan respon dari pasar (investor) adalah dengan menyesuaikan ke bawah harga permintan atas saham perdana. Bagaimanapun, penyesuaian ke bawah harga saham perdana tersebut belum tentu mengembalikan harga saham pada tingkat seharusnya (pada nilai fundamental) dan untuk melakukannya dibutuhkan biaya, sehingga tetap saja menimbulkan biaya bagi investor. Bagi perusahaan yang menawarkan saham, earnings management itu sendiri telah membebani mereka dengan biaya, belum lagi potensi kerugian yang mungkin diderita di masa mendatang. 7. DAFTAR PUSTAKA Abarbanell, Jeffery dan Reuven Lehavy, Can Stock Recommendations Predict Earnings Management and Analysts' Earnings Forecast Errors? Social Science Research Network Electronic Paper Collection, Mei 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Badan Pengawas Pasar Modal, http://www.bapepam.go.id
141
Bartov, Eli, Ferdinand A. Gul, dan Judy S.L. Tsui, Discretionary-Accruals Models and Audit Qualifications, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, Januari 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Bradshaw, Mark T., Scott A. Richardson, dan Richard G. Sloan., Earnings Quality and Financial Reporting Credibility:An Empirical Investigation, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, Juli 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Bursa Efek Jakarta, http://www.jsx.co.id DeAngelo, L. E., (1986). "Accounting number as valuation substitues: A study of management buyouts of public shareholders". The Accounting Review, 59: 400420. Dechow, Patricia M. dan Douglas J. Skinner, “Earnings Management : Reconciling the Views of Accounting, Academics, Practitioners, and Regulators”, Accounting Horizons Vol.14 No.2, June 2000, Hal. 236-250. Financial Accounting Standard Board. Statements of Financial Accounting Concepts No.2 (Homewood, III, Richard D. Irwin, 1987), par. 136. Fuady, Munir, Pasar Modal Modern(Tinjauan Hukum), PT. Citra Aditya Karya, Jakarta, 1996. Healy, P. M. 1985. “The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions.” Journal of Accounting and Economics 7, 85-107. Healy, P.M., dan J.M. Wahlen, “A Review of the Earnings Management literature and its Implication for Standard Setting”, Accounting Horizons 13, 1999. 365-383 Hendriksen, Eldon S. dan Michael F. Van Breda. Accounting Theory. Edisi ke-5. Chicago: Irwin, 1992. Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, 1999 Indoexchange, http://www.indoexchange.com Indonesia Interactive, http://www.i2.co.id John M. Friedlan, Accounting Choices by issuers of Initial Public Offerings, Contemporary Accounting Research ,11 (1), 1994., 1-33.
142 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Jones, J. 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigations.” Journal of Accounting Research 29, 193-228. Kang, Sok Hyon, A Conceptual and Empirical Evaluation of Accrual Prediction Models, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, Februari 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Katoppo, Aristides dkk., Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, Jakarta: BEJ dan Pustaka Sinar Harapan, 1997. Myers, Linda A. dan Douglas J. Skinner, Earnings Momentum and Earnings Management, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, April 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Penman Stephen H., dan Xiao-Jun Zhang, Accounting Conservatism, the Quality of Earnings, and Stock Returns, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, Desember 1999, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Schroeder, Richard G. dan Myrtle W. Clark. Accounting Theory Text and Reading. Edisi ke-6 New York: John Wiley & Sons, Inc.,1998. Shivakumar, Lakshmanan, Do Firms Mislead Investors by Overstating Earnings Before Seasoned Equity Offerings? (Social Science Research Network Electronic Paper Collection, October 5, 2000), hal. 4-6, dapat dilihat di http://www.ssrn.com/ Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dapat dilihat di http://www.bapepam.go.id United States Securities and Exchange Commission (SEC), http://www.sec.gov/rules/ Walther, Beverly R. dan Richard H. Willis, Are Earnings Surprises Costly?, Social Science Research Network Electronic Paper Collection, August 1999 dapat dilihat di http://www.ssrn.com/
143