STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA
SKRIPSI GINA CITRA DEWI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Gina Citra Dewi. D14070192. Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal dan kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Produktivitas suatu ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. Penelitian ini dilaksanakan di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas untuk pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah, sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan adalah ayam Arab betina dewasa sebanyak 30 ekor yang terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam Arab Silver. Seluruh ayam Arab ini dikelompokan pada kandang dengan suhu yang berbeda, yaitu suhu lingkungan sekitar 25 oC (21-29 oC) dan suhu panas sekitar 30 oC (24-32 oC), serta jarak tulang pubis yang berbeda, yaitu lebar, sedang dan sempit. Metode elektroforesis secara vertikal dengan gel akrilamid digunakan dalam menganalisis pola pita protein hemoglobin. Peubah yang diamati adalah produksi telur dan kualitas eksternal telur selama 20 hari, serta pengaruh dari tipe hemoglobin darah terhadap karakteristik produksi telur. Hasil analisis protein darah menunjukkan bahwa lokus hemoglobin bersifat polimorfik. Lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu HbA dan HbB sehingga kombinasinya diperoleh tiga macam genotipe (HbAA, HbAB, dan HbBB), namun pada penelitian ini genotipe HbBB tidak muncul. Alel A (α 1) meningkatkan produksi telur (1,44), sedangkan Alel B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (3,36). Jenis Ayam Arab (Silver dan Golden) tidak mempengaruhi rataan produksi telur ayam Arab, namun mempengaruhi rataan bobot telur. Rataan bobot telur ayam Arab Silver lebih tinggi dibandingkan ayam Arab Golden. Suhu kandang (± 25 oC dan ± 30 oC) tidak mempengaruhi rataan produksi dan bobot telur ayam Arab. Jarak antar tulang pubis mempengaruhi produksi telur. Semakin lebar jarak antar tulang pubis, semakin tinggi produksi telur. Kualitas eksternal telur ayam Arab (keutuhan kerabang) pada suhu lingkungan (± 25 oC) lebih baik dibandingkan pada suhu panas (± 30 oC). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi secara biomolekuler dalam pemilihan ayam Arab yang berproduksi tinggi. Kata-kata kunci: Ayam Arab, polimorfisme, protein hemoglobin
ABSTRACT Study of Blood Protein Hemoglobin Polymorphism of Arab Laying Hens in Different Environmental Temperatures Dewi, G. C. 1), S. Darwati 2), dan H. S. Iman Rahayu 3) The aim of this research was to study the effect of hemoglobin loci towards the characteristics of egg productivity of Arab laying hens through blood protein polymorphism analysis by electrophoresis method. Thirty Arab laying hens (consist of 22 Arab hens Silver and 8 Arab hens Golden) kept in a batteray-pen were used in this research. Whole chickens are grouped in cages with a different temperature, i.e. about 25 oC ambient temperature (21-29 oC) and hot temperatures around 30 oC (2432 oC), as well as different distances pubic bone, which is wide, medium and narrow. Individual egg production was recorded until period of 20 days. Blood samples taken from the wing vein and vertical electrophoresis method with acrylamide gel used to analyze the pattern of protein bands of hemoglobin. The result of blood protein analysis identified that the hemoglobin locus was polymorphic and consist of 2 alleles forming 3 genotipes (HbAA, HbAB and HbBB), but in this study did not find HbBB gene. Gene A (α 1) influenced genetically to increase egg production (1.44), whereas gene B (α 2) effected on decrease of egg production (3.36). Type of Arab chicken (Silver and Golden) did not affect the average egg production, but affect the average weight of egg. There was no effect of environmental temperature on the average egg production and weight of egg. The distance between the pubic bone affect the potential for egg production. Widening the distance between the pubic bone will increase egg production. External quality chicken eggs (eggshell integrity) at environment temperature (± 25 oC) is better than at hot temperatures (± 30 oC). Hemoglobin protein polymorphism can be used for biomolecular selection approach in the selection of high producing Arab hens. Keywords: Arab hens, polymorphism, hemoglobin
STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA
GINA CITRA DEWI D14070192
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda
Nama
: Gina Citra Dewi
NIM
: D14070192
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001
Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., M.S. NIP. 19590421 198403 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 5 Juli 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 Januari 1990. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Ir. Agus Dwitiyandi Gozali, M.Sc dan Nia Selvinia Gozali. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 dan diselesaikan pada tahun 2001 Di SD Negeri No 107429 Pondok Kotangan, Medan, Sumatera Utara. Pendidikan lanjutan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 2 Lubukpakam, Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor, Jawa Barat dan melanjutkan pendidikan pada Program Studi Sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2008 dan selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai sekretaris umum 2 Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode 2009-2010.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan Rahman dan RahimNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam menjalani hidup ini. Skripsi yang berjudul Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ditujukan sebagai informasi awal untuk penelitian mengenai polimorfisme protein plasma darah ayam Arab dan kaitannya terhadap produksi telur selanjutnya, guna mendapatkan ternak ayam Arab dengan produktivitas yang lebih baik. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi sehingga kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 Ayam Arab .......................................................................................... Asal Usul ................................................................................. Karakteristik ............................................................................ Kualitas Eksternal Telur ................................................................ Protein Darah Hemoglobin ............................................................................ Elektroforesis ...................................................................................... Polimorfisme Protein Darah ................................................................ Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin ............................... METODE ................................................................................................ Lokasi dan Waktu ............................................................................... Materi ................................................................................................ Prosedur .............................................................................................. Persiapan Kandang dan Pemeliharaan ................................ Produksi Telur Pengamatan Kualitas Eksternal Telur ................................ Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah ............................ Teknik Elektroforesis .............................................................. Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis .............................................................. Pembuatan Gel Elektroforesis ................................ Penetesan Sampel dan Running ................................ Teknik Pewarnaan dan Pencucian .............................. Analisis Hasil Elektroforesis ..................................................
3 3 3 4 5 6 6 7 8 9 9 9 10 10 11 12 12 13 13 14 14 15 16
Analisis Data Analisis Deskriptif ................................................................ Analisis dengan Uji t ............................................................... Frekuensi Alel ......................................................................... Frekuensi Genotipe ................................................................ Heterozigositas ................................................................ Efek Gen ................................................................................. Nilai Pemuliaan ................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin .......................................... Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur ......................... Produksi Telur ..................................................................................... Kualitas Eksternal Telur ................................................................ KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
16 16 17 17 18 18 18 19 20 20 22 24 27 31
Kesimpulan ......................................................................................... 31 Saran ................................................................................................ 31 UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33 LAMPIRAN ................................................................................................
36
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Performa Produksi Telur Ayam Arab ................................................... 5 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab ................................................ 10 3. Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin ................................................................
21
4. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur ...................................................... 22 5. Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab ............................................................................................ 23 6. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab Silver dan Golden ................................................................................................
24
7. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda .................................................................................. 25 8. Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Tulang Pubis Berbeda ................................................................................................ 26 9. Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda ................................................................................................ 27 10. Rataan Indeks dan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda ........................................................................................ 30
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Ayam Arab Silver Jantan (Kiri) dan Ayam Arab Golden Betina (Kanan) ................................................................................................
4
2. Skema Pengambilan Data Penelitian .................................................... 11 3. Proses Pencucian Sel Darah Merah ...................................................... 13 4. Skema Proses Elektroforesis (PAGE) .................................................. 16 5. Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung ................................................................ 17 6. Contoh Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE ............. 20 7. Rekonstruksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE ................................................................................................
20
8. Pembentukan Kerabang Telur dalam Uterus ................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Perhitungan Frekuensi Alel pada Lokus Hemoglobin .......................... 37 2. Perhitungan Frekuensi Genotipe pada Lokus Hemoglobin .................. 37 3. Perhitungan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin ................ 37 4. Perhitungan Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin .......................................................................................... 38 5. Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value ........................ 38 6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) ........................................................................................................ 39 7. Perhitungan Nilai Efek Gen terhadap Produksi Telur .......................... 39 8. Perhitungan Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab ........................................................................................... 40 9. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden ......................................................................................... 41 10. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden ................................................................................................ 41 11. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda ................................................................................................ 41 12. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda ................................................................................................ 42 13. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Pubis Berbeda ................................................................................................ 42 14. Perhitungan Persentase Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda ........................................................................ 43 15. Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda ................................................................................................ 44 16. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda ................................................................................................ 45
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal. Selain itu, ayam Arab memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis.
Produktivitas suatu ternak
tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Pendekatan genetik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam memperbaiki mutu bibit ayam Arab yang ada di lapangan, karena perbaikan secara genetik cenderung memberikan dampak yang lebih permanen.
Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk
mengeksplorasi faktor genetik adalah melalui analisis pola protein darah hemoglobin dengan metode Polyacrylamid Gel Electrophoresis (PAGE) secara vertikal, yaitu suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul. Tingkat produktivitas ternak baik bobot badan maupun jumlah telur yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengidentifikasi tipe hemoglobin. Hal ini dapat dilakukan karena protein yang terdapat dalam darah merupakan protein fungsional produk ekspresi gen-gen yang tersusun dari DNA (Kimbal, 1994). Pirchner (1981) menyatakan bahwa gen-gen yang mengontrol golongan darah pada ternak unggas berpengaruh terhadap performans sifat tertentu. Pada puyuh telah ditemukan adanya hubungan tipe hemoglobin dengan bobot badan melalui penelitian Maeda et al. (1973). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi produksi telur pada unggas air yaitu itik Tegal (Ismoyowati, 2008). Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai keragaman tipe hemoglobin pada ayam Arab dan mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan antara tipe hemoglobin dengan produksi telur. Tatalaksana pemeliharaan merupakan faktor lingkungan yang menentukan tinggi rendahnya produktivitas ayam. Sistem perkandangan yang baik serta memenuhi syarat teknis akan menjamin pertumbuhan ayam secara wajar dan optimal dan dapat memberikan produksi sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu syarat
penting dalam pengelolaan kandang adalah penentuan suhu lingkungan kandang yang tepat bagi setiap ekor ayam. Suhu lingkungan yang sesuai akan meningkatkan produksi telur ayam karena sifat genetik akan muncul secara optimal bila diberikan lingkungan yang optimal pula. Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi telur. Bukan hanya penurunan produktivitas ayam, stres juga mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh ayam bahkan dapat menyebabkan kematian. Interaksi yang baik antara faktor genetik dan faktor lingkungan akan mendukung penampilan fenotipe yang baik pula pada suatu ternak. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik pola hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia. Ayam berjengger tunggal ini ditemukan dan diternakkan pertama kali oleh Ulysses Aldrovandi (1522-1605) di Bologna, Italia. Ayam bernama latin Gallus turcicus ini sejak tahun 1599 diberi nama Braekels (Sulandari et al., 2007).
Ayam Arab
merupakan keturunan ayam Braekel kriel silver. Ayam Arab yang banyak diternakkan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijaya et al., 2003). Ayam Arab pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bapak Suwarno yang pulang dari ibadah haji di Arab Saudi dengan cara membawa delapan butir telur tetas yang kemudian ditetaskan dan dikembangkan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Ayam tersebut dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumahnya, sehingga ada yang kawin dengan ayam lokal. Produksi telur dari hasil perkawinan silang dengan ayam Arab lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal lainnya (Sulandari et al., 2007).
Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul
penamaan ayam Arab, selain karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab, juga karena pejantan memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh (Natalia et al., 2005). Karakteristik Ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab Silver (braekel kriel silver) dan ayam Arab Golden (braekel kriel gold). Ayam Arab Silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan ayam Arab Golden. Kedua jenis ayam Arab ini dibedakan pada warna bulunya. Ayam Arab Silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu badan totol hitam putih/ lurik hitam putih. Adapun ayam Arab Golden memiliki ciri khas warna bulu kepala sampai leher keemasan dan warna bulu badan totol keemasan (Natalia et al., 2005).
Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa kedua jenis ayam Arab ini memiliki lingkar mata, kulit, shank, dan paruh berwarna hitam. Bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,3 kg dan betina sekitar 0,9-1,8 kg pada ayam Arab Silver sedangkan pada ayam Arab Golden bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,1 kg dan betina sekitar 1,1-1,6 kg. Selain itu, menurut Nataamijaya et al. (2003) ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi dengan warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap serta berwarna putih pada paruh, kulit dan sisik kaki. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab adalah ayam tipe ringan karena rataan bobot badan dewasa adalah 2.035,60±115,74 g pada jantan dan 1.324,70±106,47 g pada betina. Karakteristik ayam Arab Silver betina dan ayam Arab Golden betina dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ayam Arab Silver Betina (Kiri) dan Ayam Arab Golden Betina (Kanan) Kualitas Eksternal Telur Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Iskandar (2007) menyatakan bahwa kualitas bagian luar telur terdiri atas ukuran dan bentuk, warna kerabang, permukaan dan ketebalan kerabang, serta porositas dan rengat. Tabel 1 menyajikan performa produksi telur ayam Arab. 4
Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab Variabel
Performa
Produksi telur per 6 bulan periode (%)
51,41±4,61
Bobot telur (g)
34,24±1,38
Fertilitas (%)
69,17±4,25
Daya tetas (%)
74,14±5,16
Warna kerabang telur
Putih
Umur pertama bertelur (hari)
168,52±3,20
Bobot telur periode awal (g)
27,10±1,61
Indeks telur
0,76±0,04
Sumber: Nataamijaya et al. (2003)
Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki produksi telur yang tinggi yaitu mencapai 190-250 butir per tahun dengan berat telur 42,3 g/butir. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan cokelat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam Kampung menyebabkan ayam Arab jarang dimanfaatkan sebagai pedaging. Protein Darah Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit (platelet) (Isnaeni, 2006). Unsur sel darah meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit tersuspensi didalam plasma (Ganong, 1995). Frandson (1992) menyatakan bahwa plasma darah terdiri dari air sebanyak 92% dan zat-zat lain sebanyak 8%. Zat-zat lain itu 90% berupa protein, 0,9% berupa bahan anorganik, dan sisanya berupa bahan organik bukan protein. Stansfield dan Elrod (2002) menyatakan bahwa protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptide. Protein pada plasma terdiri dari dua jenis utama, yaitu albumin dan globulin, sedangkan protein pada sel darah merah adalah hemoglobin. Card dan Nesheim (1973) menyatakan bahwa darah ayam terdiri dari kira-kira 2,5-3,5 juta/mm3 eritrosit, tergantung umur dan jenis kelamin. Darah ayam jantan dewasa terdiri atas 500 ribu lebih banyak sel darah merah per mm3 dibandingkan ayam betina. 5
Hemoglobin Sel darah merah atau eritrosit (bahasa Yunani: eritro=merah, sit= sel) adalah sel-sel yang diameter rata-ratanya sebesar 7,5 μ
dengan spesialisasi untuk
pengangkutan oksigen sel-sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5 µ dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membram sel (Frandson, 1992). Eritrosit mengandung hemoglobin, pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah yang merupakan senyawa protein, yaitu sekitar 30% volume darah ayam jantan muda atau betina yang sedang bertelur dan sampai 40% pada ayam jantan dewasa (Card dan Nesheim, 1973).
Adanya
hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah. Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino (Frandson, 1992). Guyton (1976) menyatakan bahwa hemoglobin merupakan 90% dari bobot kering eritrosit. Hemoglobin berfungsi sebagai pigmen respirasi darah dan sebagai sistem buffer intrinsik dalam darah.
Oksigen dari kapiler paru-paru diikat dan
dilepas ke jaringan oleh atom besi. Satu gram hemoglobin dapat membawa 1,34 ml oksigen pada suhu 0 oC dan tekanan 760 nm.
Hemoglobin sebelum mengikat
oksigen berwarna merah keunguan dan setelah berikatan dengan oksigen menjadi oksihemoglobin berwarna merah cerah. Elektroforesis Harper et al. (1984) menyatakan elektroforesis adalah suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul. Teknik elektroforesis menurut Stenesh (1983) dapat dibagi menjadi dua, yaitu elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zona electrophoresis).
Elektroforesis larutan dengan larutan penyangga (buffer) yang
mengandung makro molekul ditempatkan di dalam suatu sel tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari makromolekulnya diukur dengan cara melihat adanya 6
pemisahan dari molekul yang terlihat sebagai pita di dalam pelarut. Elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat sebagai media penunjang dan berisi larutan penyangga. Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada media penunjang tersebut dalam bentuk titik atau pita tipis. Teknik elektroforesis gel poliakrilamida telah dikembangkan sejak tahun 1959, menurut Ogita dan Markert (1979) terbukti merupakan metode yang berguna dan berkekuatan untuk memisahkan protein-protein dan asam-asam nukleat. Metode ini relatif sederhana dan murah serta kini masih umum digunakan.
Penelitian
Tjahjaningsih (1991) dengan menggunakan teknik gel poliakrilamida pada plasma darah, yaitu albumin dan transferin menghasilkan jumlah pita yang lebih banyak dan pola yang lebih bervariasi jika dibandingkan teknik gel pati. Polimorfisme Protein Darah Nicholas (1987) menerangkan bahwa studi polimorfisme protein merupakan studi yang mempelajari karakteristik kimiawi berbagai protein. Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya dalam elektroforesis gel. Molekul yang bermuatan lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Studi polimorfisme menggunakan teknik-teknik elektroforesis dalam penganalisaannya. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen suatu individu, tetapi dapat pula digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa kebanyakan dari polimorfisme protein darah diatur secara genetik oleh pasangan atau rangkaian alel kodominan. Sejumlah besar perbedaan yang diatur secara genetik ditemukan dalam globulin (transferin), albumin, enzim-enzim darah, dan hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut menurutnya ditentukan dengan prosedur biokimia antara lain elektroforesis. Secara genetik polimorfisme berguna dalam membantu penentuan asal-usul, menyusun hubungan filogenetis antara spesies-spesies dan bangsa-bangsa atau kelompok-kelompok dalam spesies. Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan antara perbedaan biologis atau polimorfisme dengan sifat-sifat produksi dari hewan-hewan pertanian. Apabila keeratan hubungan itu dapat ditemukan dan merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk indikator seleksi produktivitas. 7
Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin Polimorfisme protein hemoglobin berkaitan dengan perbedaan asam amino penyusun protein globin yang terletak pada jumlah asam amino residu (Stevens, 1991).
Protein
darah
dihasilkan
melalui
proses
transkripsi
DNA
(asam
dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya (Frandson, 1992).
Mekanisme sintesa protein hemoglobin diturunkan dari tetua
kepada keturunannya yang diatur secara genetis dan berhubungan dengan penggolongan jenis hemoglobin seperti pada manusia (Harper et al., 1984). Hemoglobin berhubungan dengan golongan darah karena penggolongan darah dilakukan berdasarkan perbedaan antigen pada sel darah merah atau eritrosit dan eritrosit berhubungan dengan hemoglobin (Stevens, 1991). Hasil elektroforesis pada penelitian Johari et al. (2008) menunjukkan bahwa hemoglobin terletak pada kisaran berat molekul 66.000 dalton. Hasil pengamatan pita protein menunjukkan bahwa lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu HbA dan HbB. Frekuensi gen pada alel HbA ayam Kedu bulu hitam daging hitam (HH) adalah 0,9; sedangkan bulu hitam daging putih (HP) dan bulu putih daging putih (PP) masing-masing 1,0.
Frekuensi gen pada alel HbB ayam Kedu HH sebesar 0,1;
sementara itu HP dan PP sebesar 0 atau tidak memiliki alel HbB. Hasil perhitungan total frekuensi gen alel HbA adalah 0,967, sedangkan alel HbB sebesar 0,033. Lokus protein hemoglobin pada itik Tegal diperoleh tiga alel yang kombinasinya membentuk enam macam genotipe, yaitu HbAA, HbAB, HbAC, HbBB, HbBC dan HbCC dengan frekuensi alel masing-masing yaitu 0,40; 0,45; dan 0,15. Genotipe HbAA memiliki potensi produksi telur tertinggi dibandingkan genotipe lainnya (Ismoyowati, 2008). Produksi telur merupakan hasil dari aksi gen dalam jumlah yang besar melalui proses biokimia yang dikontrol oleh beberapa anatomi dan fisiologi dalam tubuh dengan tidak mengesampingkan kondisi lingkungan sekitar (nutrisi, pencahayaan, suhu, air, dan bebas dari penyakit). Beberapa gen yang mengontrol semua proses yang berhubungan dengan produksi telur mengikuti ekspresi ayam secara penuh pada potensi genetiknya (Fairfull dan Gowe, 1990).
8
METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah dilaksanakan di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Januari 2011. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Arab betina dewasa sebanyak 30 ekor terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam Arab Silver. Seluruh ayam Arab ini merupakan hasil seleksi dari 134 ekor dan telah memasuki masa produksi. Ayam Arab diseleksi dan dikelompokkan berdasarkan ukuran jarak tulang pubis, yaitu ukuran jarak tulang pubis lebar antara 3-4 jari orang dewasa (3,46-4,33 cm), sedang antara 2-2,5 jari orang dewasa (2,30-2,86 cm) dan sempit antara 1-2 jari orang dewasa (1,07-2,30 cm). Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vitamin, vaksin dan air minum. Pakan yang digunakan yaitu pakan komplit ayam petelur dewasa umur 19 minggu produksi 65% dengan merk dagang Gold Coin 105-M. Kandungan nutrien pakan disajikan pada Tabel 2.
Bahan yang digunakan untuk persiapan sampel darah adalah EDTA,
alkohol 70% dan larutan garam natrium fisiologis 0,9%. Bahan yang digunakan untuk analisis protein hemoglobin darah adalah akrilamid, N,N’-Metilen-diakrilamid (C7H10N),
gliserin,
Tris
(Hidroksimetil)-aminometan,
HCl
1N,
amonium
peroksodisulfat, temed (N,N,N’N’-Tetrameliletilen-diamin), glisin, brompenol blue, asam trikloroacetic, metanol, asam asetat, Ponceau S., dan aquadestilata. Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan selama pencatatan produksi telur yaitu kandang individu berukuran 30x20x25 cm, tempat pakan, tempat minum, dan termometer. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan kualitas eksternal telur adalah lembar data, alat tulis, jangka sorong, timbangan analitik, dan alat hitung. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan dan persiapan sampel darah adalah alat suntik 2,5 ml, tabung eppendorf 2,5 ml, termos es, kapas, alat pemusing
(centrifuge 5415 R), dan lemari pendingin. Adapun peralatan yang digunakan dalam analisis hemoglobin adalah timbangan analitik Sartorius Universal model U4800P, gelas ukur, cawan petri, spatula, magnetic strirrer, gelas erlenmeyer, pipet Hamilton 2,5 μ l, tip, oven, inkubator, sarung tangan karet dan seperangkat alat elektroforesis yang terdiri dari cetakan gel, bak, voltage/current regulator Kayagaki model PS-300 dan voltage regulator model EC-458. Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab Nutrien
Persentase (%)
Kadar Air
13
Protein Kasar
16-18
Serat Kasar
6
Lemak
3
Abu
14
Phosfor
0,6-1,0
Kalsium
3,0-4,2
Sumber :PT Gold Coin Indonesia (2010)
Prosedur Persiapan Kandang dan Pemeliharaan Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan meliputi pembersihan, pengapuran dan penyemprotan desinfektan ke seluruh bagian kandang. Kandang individu dipersiapkan untuk masing-masing ayam Arab. Penentuan letak kandang masing-masing ayam Arab dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang individu diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Perlakuan suhu kandang yang diberikan selama pemeliharaan dibedakan berdasarkan suhu kandang, yaitu kandang dengan suhu lingkungan sekitar 25 oC (21-29 oC) dan kandang dengan suhu panas sekitar 30 oC (24-32 oC). Kandang dengan suhu lingkungan (± 25 oC) terdiri dari 15 ekor ayam Arab Golden (3 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 6 ekor dengan jarak tulang pubis sedang, dan 6 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan 5 ekor ayam Arab Silver dengan jarak tulang pubis lebar. Kandang dengan suhu panas (± 30 oC) terdiri dari 7 ekor ayam Arab Golden (3 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 2 ekor 10
dengan jarak tulang pubis sedang, dan 2 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan 3 ekor ayam arab Silver ( 1 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 1 ekor dengan jarak tulang pubis sedang dan 1 ekor dengan jarak tulang pubis sempit). Pakan dan minum diberikan ad libitum. Pengumpulan telur dilakukan setiap pagi dan sore hari dan dicatat secara individual selama 20 hari. Skema pengambilan data penelitian dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2. Jarak Tulang Pubis
Stok 134 ekor
Seleksi 30 ekor
Lebar S= 6 ekor G= 6 ekor
Sedang S= 1 G= 8 ekor
Sempit S= 2 ekor G= 7 ekor
Suhu Kandang
Elektroforesis (Hb)
Lingkungan S= 5 ekor G= 3 ekor
8 ekor
Panas S= 1 ekor G= 3 ekor
4 ekor
Lingkungan S= 0 ekor G= 6 ekor
6 ekor
Panas S= 1 ekor G= 2 ekor
3 ekor
Lingkungan S= 0 ekor G= 6 ekor
6 ekor
Panas S= 2 ekor G= 1 ekor
3 ekor
Produksi Telur Keterangan: S= Silver, G= Golden
Gambar 2. Skema Pengambilan Data Penelitian Produksi Telur Telur yang dihasilkan oleh ayam Arab dianalisis menggunakan uji t berdasarkan jenis ayam Arab (Silver dan Golden), perbedaan jarak antar tulang pubis (lebar, sedang, dan sempit), dan perbedaan suhu kandang (suhu lingkungan ± 25 oC dan suhu panas ± 30 oC). Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis ayam 11
Arab terhadap produksi telur, pengaruh jarak antar tulang pubis yang berbeda terhadap produksi telur, dan pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap produksi telur. Elektroforesis protein hemoglobin dilakukan pada 30 sampel darah ayam Arab. Hasil elektroforesis ini dianalisis dan kemudian dikaitkan dengan produksi telur yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan pola protein hemoglobin yang muncul. Pengamatan Kualitas Eksternal Telur Pengamatan kualitas eksternal dilakukan pada setiap telur yang dikumpulkan selama 20 hari. Pengamatan ini mencakup ukuran telur, indeks telur, dan tampilan telur. Ukuran telur yang meliputi panjang dan lebar telur dengan menggunakan jangka sorong. Indeks telur dihitung dari perbandingan antara lebar dan panjang telur. Tampilan telur meliputi bentuk telur, warna kerabang, permukaan dan kebersihan kerabang, serta keutuhan telur yang dilihat dari eksterior.
Hasil
pengamatan kemudian dicatat dalam tabel pengamatan dan kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah Sampel darah diambil dari pembuluh vena bagian dalam sayap masingmasing individu ayam sebanyak 2 ml dengan menggunakan alat suntik (spuit) kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel yang telah berisi EDTA sebagai anti koagulan. Setelah itu tabung sampel dimasukkan ke dalam termos es yang berisi es. Darah ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan plasma dengan butir-butir eritrosit. Plasma darah yang telah terpisah dari sel darah merah diambil dengan menggunakan pipet. Pencucian sel darah merah dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan oleh Sutopo et al. (2001) dengan modifikasi, yaitu dengan menambahkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 1 ml ke dalam sel darah merah yang telah dipisahkan dari plasma dan dihomogenkan. Selanjutnya disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Proses pencucian dilakukan tiga kali berturut-turut. Setelah proses pencucian, sel darah merah disimpan pada suhu 4 oC sampai dilakukan pemisahan protein. Proses pencucian sel darah merah dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3. 12
2 ml darah ayam dalam tabung centrifuge 8000 rpm, 5 min Plasma dipindahkan ke tabung lain Bagian endapan (sel darah merah) + NaCl fisiologis ± 1 ml Dihomogenkan centrifuge 8000 rpm, 5 min Buang bagian supernatan
Simpan pada suhu 4 oC Gambar 3. Proses Persiapan Sampel Darah (Modifikasi: Sutopo et al., 2001)
Teknik Elektroforesis Sel darah merah kemudian dianalisis menggunakan metode PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang dipasang secara vertikal menurut metode Ogita dan Markert (1979).
Pita-pita hasil elektoforesis yang diamati adalah
hemoglobin (Hb). Bahan yang digunakan terdiri atas bahan larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak. Komposisi bahan untuk larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak berdasarkan petunjuk Gahne et al. (1977). Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis Bahan gel pemisah (I): Bahan IA: akrilamid 39 g, bis 1 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IB: tris 9,15 g, HCl 1N 3 ml ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IC: amonium peroksodisulfat 0,2 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan ID: temed 0,4 ml ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan gel penggertak (II): Bahan IIA: akrilamid 38 g, bis 2 g, gliserin 20 ml, ditambah H2O sampai 100 ml. 13
Bahan IIB: tris 1,5 g, HCl 1N 1 ml ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IIC: amonium peroksodisulfat 0,4 g, ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan IID: temed 0,2 ml ditambah H2O sampai 100 ml. Bahan penyangga elektrode (IIIA): Tris 1,5 g, glisin 7,2 g, ditambah H2O sampai 1000 ml. Bahan indikator contoh (IVA): Tris HCl 0,5 M penyangga pH 6,8 25 ml dilarutkan dalam 40 ml gliserin, bromphenol blue 0,01% 20 ml dan H2O 15 ml. Bahan Pewarna: Untuk penentuan protein hemoglobin digunakan Trichloroacetic acid 5% dan Ponceau S 0,5% dalam H2O Bahan pencuci: H2O 800 ml, metanol 150 ml dan asam asetat 50 ml. Pembuatan Gel Elektroforesis Gel elektroforesis terdiri dari dua larutan yaitu larutan gel pemisah dan penggertak. Larutan gel pemisah untuk analisis sel darah merah dibuat 8% akrilamid dengan mencampurkan larutan IA, IB, IC, ID dan H2O masing-masing sebanyak 4; 5; 5; 2,5; dan 3,5 ml. Larutan gel pemisah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan gel yang terdiri dari dua lempengan kaca yang telah diberi pembatas untai silinder plastik dan dijepit. Larutan dimasukkan dengan pipet sampai ketinggian tertentu untuk menyisakan ruang gel penggertak. Larutan gel penggertak untuk analisis sel darah merah merupakan larutan dengan persentase gel 5% yang dibuat dengan cara mencampurkan larutan IIA, IIB, IIC, IID, dan H2O masing-masing sebanyak 1,25; 2,5; 2,5; 12,5; dan 2,5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan gel setelah gel pemisah terbentuk sampai ujung bagian atas kaca yang membentuk lengkungan dan dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat sampel sebelum gel membeku. Penetesan Sampel dan Running Alat elektroforesis disiapkan, slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan penyangga elektrode, kemudian cetakan sisir dibuka setelah larutan penyangga 14
elektrode diisi pada bak bagian atas hingga masuk ke dalam celah-celah wadah tersebut. Sampel darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator (larutan IVA) pada lubanglubang cooke microtiter. Sampel sel darah merah sebanyak 2,5 μ l dicampur dengan larutan indikator sebanyak 2,5 μ l. Alat elektroforesis tersebut dihubungkan dengan Voltage/Current regulator dengan arus 15-35 mA (constant current), tegangan 100 volt dengan waktu running selama satu jam. Teknik Pewarnaan dan Pencucian Setelah running selesai, slab dipindahkan dari alat elektroforesis, gel dilepaskan dari kaca dan dimasukkan ke dalam larutan pewarna selama 15 menit, untuk mencegah penguapan selama pewarnaan, wadah berisi gel ditutup dengan kertas aluminium. Larutan pewarna diganti dengan larutan pencuci. Apabila bagian gel yang tidak mengandung darah masih belum kembali bening, larutan pencuci harus diganti lagi hingga pola hemoglobin terlihat jelas. Proses elektroforesis secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4. Persiapan Elektroforesis
Pembuatan Buffer
Persiapan Sampel Darah
Pembuatan Gel Akrilamid -Running Gel -Stacking Gel
“Dropping” Sampel Proses Elektroforesis Pewarnaan Pencucian Identifikasi Pita Protein Gambar 4. Skema Proses Elektroforesis (PAGE) (Modifikasi: Ogita dan Markert, 1979)
15
Analisis Hasil Elektroforesis Analisis pola pita lokus hemoglobin pada ayam Arab, diilustrasikan seperti pada Gambar 5 yang mengacu pada penelitian mengenai studi banding karakteristik tipe hemoglobin darah ayam Kampung, ayam Bangkok dan ayam Pelung, dan hubungannya dengan bobot badan oleh Prihantina (1992).
Keterangan: M= mayor, m= minor
Gambar 5. Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung (Sumber: Prihantina, 1992)
Hasil elektroforesis dalam penentuan pita protein pada lokus Hb diperoleh dengan migrasi sel darah merah daerah mayor dengan mobilitas yang lambat dan daerah minor dengan mobilitas yang cepat. Tipe HbAA memiliki pita mayor dan hanya memiliki satu pita minor (m1). Tipe HbAB memiliki pita mayor dan dua pita minor (m1 dan m2). Tipe HbBB memiliki pita mayor dan satu pita minor (m2). Tipe HbABX memiliki pita mayor dan tiga pita minor (m1, m2, dan m3). Pola hemoglobin yang telah didapat dikaitkan dengan produksi telur. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ditujukan untuk menghitung rataan produksi telur pada masing-masing kandang yang diberi perlakuan suhu. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X), simpangan baku (Sb) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik sebagai berikut (Gaspersz, 1992) : X=
Sb =
(
)
KK(%) =
× 100% 16
Keterangan : X
= rataan
Sb = simpangan baku X
= ukuran ke-i peubah ke-X
n
= jumlah individu
KK = koefisien keragaman Analisis dengan Uji t Data hasil penelitian dianalisis dengan Uji t untuk melihat perbedaan rataan produksi telur ayam Arab antar suhu dan jarak pubis. Uji t menurut Walpole (1995) sebagai berikut :
t=
(X S
Keterangan : t
X )
d
1 1 +n n
= nilai t hitung
X = rataan sampel kelompok 1 X = rataan sampel kelompok 2 Sp = simpangan baku n1 = jumlah sampel kelompok 1 n2 = jumlah sampel kelompok 2 Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000):
X
2n + 2N
n
Keterangan : Xi = frekuensi alel ke-i nii = jumlah individu yang bergenotipe ii nij = jumlah individu yang bergenotipe ij N = jumlah individu yang diamati
17
Frekuensi Genotipe Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap jumlah populasi. Frekuensi genotipe dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut: X =
n N
Keterangan : Xii = frekuensi genotipe ke-ii nii = jumlah individu yang bergenotipe ii N = jumlah individu yang diamati Heterozigositas Tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi diukur dengan rata-rata keanekaragaman gen yang disebut dengan heterozigositas dengan rumus sebagai berikut (Weir, 1996): h=
Keterangan : h
N N
= nilai heterozigositas
N1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-i N
= jumlah individu yang diamati
Efek Gen Pengaruh masing-masing gen terhadap sifat produksi telur dihitung menurut petunjuk Pirchner (1981) sebagai berikut: = q[a + d(q = Keterangan : α
1
= efek gen A
α
2
= efek gen B
p[a + d(q
a
= nilai genotipe AA
d
= nilai genotipe AB
p
= frekuensi alel A
q
= frekuensi alel B
p)] p)]
18
Nilai Pemuliaan Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa individu dan diwariskan kepada keturunannya. Nilai ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Pirchner, 1981): AA = 2 AB =
=2 +
BB = 2 Keterangan : α
1
= efek gen A
α
2
= efek gen B
p
= frekuensi alel A
q
= frekuensi alel B
(1
= (1 =
q) 2q)
2q
19
H HASIL DAN PEMBAHASAN Polimor imorfisme Protein Darah Hemoglobin Keragaman genetik tik pada lokus hemoglobin (Hb) diperoleh dari keragaman migrasi protein sel darah m merah pada daerah minor hasil elektroforesis. s. Maeda et al. (1975) mengemukakan bahw ahwa hasil elektroforesis dalam penentuan pita ta protein pada lokus Hb diperoleh dengan gan migrasi sel darah merah daerah mayor denga ngan mobilitas yang lambat dan daerahh m minor dengan mobilitas yang cepat. Berda dasarkan hasil analisis, pita protein darah rah yang diamati yaitu hemoglobin (Hb) disajikan disa pada Gambar 6 dan 7.
(-)
(+) Keterangan: M=mayor, m=minor
Gambar 6. Contoh oh T Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik knik PAGE P
(-)
(+) K Keterangan: M=mayor, m=minor
Gambar 7. Rekonstruksi uksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Tekni knik PAGE Gambar 6 dan 7 m memperlihatkan lokus Hb dikontrol oleh 2 alel, ale yaitu HbA dan HbB sehingga kombina binasinya diperoleh tiga macam genotipe, yaitu H AA, HbAB, u Hb
dan HbBB.
Komponen pita mayor dimiliki oleh setiap tipe.
Komponen yang
membedakan ketiga tipe tersebut adalah komponen pita minor yang dikandungnya. Genotipe yang ditemukan pada penelitian ini adalah HbAA dan HbAB, sedangkan HbBB tidak ditemukan pada lokus hemoglobin ayam Arab. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit, sehingga genotipe HbBB tidak terwakili dalam penelitian ini.
Hasil analisis frekuensi alel, frekuensi genotipe, dan nilai
heterozigositas pada lokus hemoglobin ayam Arab disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin
Silver
8
Frekuensi Genotipe AA AB BB 0,50 0,50 0
Golden
22
0,36
0,64
0
0,68
0,32
0,64
Total Ayam Arab*
30
0,4
0,6
0
0,70
0,30
0,6
Jenis Ayam Arab
n
Frekuensi Alel A B 0,75 0,25
Nilai Heterozigositas 0,5
Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Frekuensi alel tertinggi pada lokus hemoglobin terdapat pada alel A baik pada ayam Arab Silver, ayam Arab Golden, maupun total populasi keduanya pada penelitian ini. Johari et al. (2008) menemukan bahwa alel A mempunyai frekuensi tertinggi pada lokus Hb darah ayam Kedu bulu hitam daging hitam, bulu hitam daging putih, dan bulu putih daging putih, yaitu masing-masing 0,9; 1; dan 1. Frekuensi alel ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seleksi, mutasi, pencampuran populasi, silang dalam (inbreeding) dan silang luar (outbreeding), serta genetic drift atau perubahan frekuensi alel yang mendadak (Noor, 2008). Frekuensi genotipe tertinggi terdapat pada genotipe AB, jika dibandingkan dengan genotipe AA, sehingga diperoleh nilai heterozigositas lokus hemoglobin sebesar 0,6 (Tabel 3). Hal ini mencerminkan adanya polimorfik yang tinggi untuk lokus hemoglobin pada ayam Arab yang disebabkan oleh perkawinan yang tidak terkontrol, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya seleksi pada populasi tersebut.
Menurut Baker dan Manwell (1986), bahwa tingginya heterozigositas
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain overdominan (heterosis positif), perbedaan frekuensi gen antara jantan dan betina, perkawinan yang tidak terpilih (assortatif mating). Nilai heterozigositas yang tinggi dapat menguntungkan karena 21
makin jauh hubungan kekerabatannya maka kemungkinan terjadinya inbreeding makin kecil dan kemungkinan alel resesif yang dapat membawa cacat juga rendah. Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur Produksi telur berdasarkan genotipe lokus hemoglobin serta efek gen terhadap produksi telur disajikan pada Tabel 4. Rataan produksi telur pada ayam Arab Golden dan juga pada total populasi keduanya menunjukkan bahwa genotipe AA mengekspresikan potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AB yaitu 12 butir/ekor/20 hari, kecuali pada ayam Arab Silver yang menunjukkan genotipe AB mengekspresikan potensi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan genotipe AA (Tabel 4). Tingginya nilai produksi telur ayam Arab Silver dengan genotipe heterozigot HbAB dibandingkan dengan produksi telur ayam yang memiliki genotipe homozigot HbAA diduga karena adanya interaksi gen yang bersifat over dominan, sehingga dalam keadaan heterozigot produksi telur ayam Arab lebih tinggi daripada ayam dengan genotipe homozigot. Pirchner (1981) menyatakan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi gen satu dengan yang lainnya ada yang bersifat over dominan sehingga pemunculannya menekan pengaruh gen yang lain. Tabel 4. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur Selama 20 Hari Ayam Arab Silver
Hemoglobin Ayam Arab Golden
Total Ayam Arab*
AA
11 (n=4)
12 (n=8)
12 (n=12)
AB
12 (n=4)
9 (n=14)
9 (n=18)
BB
-
-
-
O (Point of Origin)
5,5
6
6
m (Nilai Tengah Genotipe)
5,19
3,47
3,66
M (Nilai Tengah Nyata)
10,69
9,47
9,66
α 1 (A)
0,56
1,57
1,44
α 2 (B)
-1,69
-3,35
-3,36
Fenotipe Produksi Telur (Butir)
Efek Gen
Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
22
Berdasarkan hasil perhitungan efek atau pengaruh rata-rata gen diperoleh gen A (α 1) yang berpengaruh secara genetik meningkatkan produksi telur, sedangkan gen B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (Tabel 4). HbAA mengandung dua gen A yang berpengaruh meningkatkan produksi telur, sedangkan HbAB mengandung gen A dan gen B yang berpengaruh menurunkan produksi telur, sehingga dalam keadaan homozigot HbAA memiliki potensi produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan HbAB.
Apabila dalam populasi terjadi peningkatan atau
bertambahnya gen A maka nilai tengah genotipe populasi (m) akan berubah sebesar α 1 (0,56, 1,57, dan 1,44), sedangkan bila terjadi penambahan gen B maka nilai tengah genotipe (m) populasi akan berkurang sebesar α 2 (1,69, 3,35, dan 3,36). Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa individu dan diwariskan kepada keturunannya. Pengaruh masing-masing gen tidak dapat diukur, sehingga nilai pemuliaan selalu dinyatakan sebagai jumlah pengaruh rata-rata semua gen yang dimiliki yang mempengaruhi sifat yang diperhatikan (Pirchner, 1981), dalam hal ini sifat produksi telur. Nilai pemuliaan pada lokus hemoglobin disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab Fenotipe
Ayam Arab Silver
Hemoglobin Ayam Arab Golden
Total Ayam Arab*
Nilai Pemuliaan AA
1,12
3,14
2,88
AB
-1,13
-1,78
-1,92
BB
-3,38
-6,7
-6,72
Total ragam aditif
1,90
10,53
9,68
Total ragam dominan
5,94
1,70
1,59
Total ragam genetik
7,84
12,24
11,26
Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Hasil perhitungan nilai pemuliaan diperoleh bahwa ayam Arab dengan genotipe homozigot AA memiliki nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain. Nilai pemuliaan yang diperoleh menunjukkan bahwa genotipe AA memiliki potensi genetik yang lebih tinggi untuk diwariskan kepada keturunannya. 23
Pirchner (1981) menyatakan bahwa ragam genetik terdiri dari ragam aditif dan ragam dominan (Var G = Var A + Var D). Nilai ragam genetik yang diperoleh pada penelitian ini mengindikasikan bahwa pada sifat produksi telur dipengaruhi oleh faktor genetik. Produksi Telur Lesson dan Summer (2001) menyatakan bahwa produksi telur dipengaruhi oleh faktor genetik, pencahayaan, berat badan, imbangan energi dan protein dalam ransum serta imbangan kalsium dan fosfor dalam ransum. Kandungan protein dalam ransum yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi pula, karena kandungan asam amino yang terdapat pada ransum tersebut lebih lengkap. Kira-kira 80%-85% konsumsi asam amino langsung digunakan untuk produksi telur. Hasil pengamatan rataan produksi telur ayam Arab Silver dan Golden selama 20 hari penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab Silver dan Golden Jenis Ayam Arab
N
Produksi Telur (butir/ ekor/ 20 hari)
Bobot Telur (g/ butir)
Silver
8
11,63 ± 6,30
47,14 ± 2,60a
Golden
22
10,45 ± 6,09
44,09 ± 3,48b
Total Ayam Arab*
30
10,77 ± 6,06
44,94 ± 3,53
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya
Rataan produksi telur ayam Arab Silver tidak berbeda dengan ayam Arab Golden. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis statistik yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil ini mendukung pendapat Sulandari et al. (2007) bahwa kualitas ayam Arab yang berwarna kuning kemerahan (Golden) sama dengan ayam Arab putih (Silver). Rataan produksi telur seluruh ayam Arab pada penelitian ini adalah 10,77±6,06 butir/ekor/20 hari.
Jumlah ini tergolong rendah jika dibandingkan
dengan pernyataan Natalia et al. (2005) bahwa produksi telur ayam Arab tinggi dan dapat mencapai 190-250 butir/tahun.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya ayam Arab yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari campuran ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar, sedang dan sempit. Semakin lebar jarak antar tulang pubis, diasumsikan semakin tinggi produksi telurnya. Selain itu, adanya 24
perlakuan suhu diatas suhu ideal ayam dan beberapa ayam yang mengeram menyebabkan rataan produksi telur ayam Arab pada penelitian ini menjadi rendah. Hasil uji t terhadap rataan bobot telur ayam Arab yang dikelompokkan berdasarkan jenis ayam Arab (Silver dan Golden) menunjukkan bahwa rataan bobot telur ayam Arab Silver berbeda nyata dengan ayam Arab Golden (P<0,05). Faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain adalah umur masak kelamin, bangsa, umur unggas, tingkat protein dalam ransum, cara pemeliharaan dan suhu lingkungan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Telur yang dihasilkan pada penelitian ini relatif kecil (Tabel 6), namun lebih besar dari hasil penelitian Nataamijaya et al. (2003) yang mendapatkan bobot telur ayam Arab sebesar 34,24±1,38 g/butir. Ayam Arab merupakan ayam tipe ringan (Nataamijaya et al., 2003), sehingga menghasilkan telur yang sedikit lebih ringan dibandingkan ayam tipe berat dan sedang, tetapi semakin tua umur induk maka bobot telur semakin meningkat (Lesson dan Summer, 2001). Ayam adalah vertebrata berdarah panas dengan tingkat metabolisme dan temperatur tubuh yang tinggi, oleh sebab itu diperlukan suhu lingkungan yang nyaman agar produktivitas yang optimum dapat dicapai. Temperatur lingkungan optimum bagi ayam petelur menurut beberapa ahli adalah 12,8-23,9 oC (Nesheim et al., 1979); 13-21 oC (Yousef, 1985); dan 18-24 oC (Bell dan Weaver, 2002). Gunawan dan Sihombing (2004) menyatakan bahwa ayam buras pada suhu tinggi menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan berat telur yang rendah, serta pertumbuhan yang lambat. Penurunan produksi telur pada suhu lingkungan tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu nyaman. Adapun rataan produksi telur ayam Arab pada suhu kandang berbeda selama 20 hari dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Perlakuan
N
Suhu Lingkungan (± 25 oC)
20
Produksi Telur (butir/ ekor/ 20 hari) 11,00 ± 6,29
Suhu Panas (± 30 oC)
10
10,30 ± 5,89
Bobot Telur (g/ butir) 44,80 ± 3,43 45,22 ± 3,74
Rataan produksi dan bobot telur ayam Arab pada suhu lingkungan tidak berbeda nyata dengan produksi dan bobot telur ayam Arab pada suhu panas (P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini diduga disebabkan oleh kisaran suhu 25
lingkungan (± 25 oC) maupun suhu panas (± 30 oC) pada penelitian ini masih berada diatas suhu ideal ayam. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa temperatur lingkungan ideal pada ayam sekitar 21 oC.
Di atas temperatur tersebut, ternak
menjadi kepanasan dan nafsu makan turun sehingga konsumsi pakan pun akan menurun. Dampak selanjutnya, pertumbuhan dan produksi telur juga akan menurun. Penyebab lain adalah kandungan protein pada pakan yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi kebutuhan ayam. Sugandi et al. (1975) menyatakan bahwa petelur berkerabang putih yang dipelihara pada temperatur yang lebih tinggi yaitu 25,6-26,9 oC masih memiliki produksi telur yang cukup baik bila kandungan protein dalam ransum mencapai 18%. Selain itu, tingginya persentase ayam mengeram pada kandang dengan suhu lingkungan (13,33%) dibandingkan pada kandang dengan suhu panas (3,33%) menyebabkan rataan produksi telur ayam Arab pada kandang dengan suhu lingkungan menjadi rendah. Blakely dan Bade (1991) mengemukakan bahwa sifat mengeram merupakan sifat yang menurun dan tinggi rendahnya sifat mengeram tergantung pada faktor genetik seperti bangsa atau strain ayam dan faktor lingkungan seperti lama cahaya dan tata laksana pemeliharaan. Sebelum penelitian ini dilasanakan, ayam Arab dipelihara secara kelompok.
Perubahan tata laksana
pemeliharaan dari berkelompok menjadi individual ini diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya sifat mengeram. Rataan produksi telur ayam Arab pada jarak tulang pubis berbeda selama 20 hari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Tulang Pubis Berbeda Perlakuan
N (ekor)
Produksi Telur (butir/ ekor/ 20 hari)
Jarak Pubis Lebar (3,46-4,33 cm)
12
13,67 ± 3,58a
Jarak Pubis Sedang (2,30-2,86 cm)
9
10,44 ± 6,67ab
Jarak Pubis Sempit (1,07-2,30 cm)
9
7,22 ± 6,65b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil uji t terhadap rataan produksi telur ayam Arab yang dikelompokkan berdasarkan jarak tulang pubis yang berbeda menunjukkan rataan produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis sedang tidak berbeda nyata dengan rataan produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar dan sempit (P>0,05). Namun, rataan produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar berbeda 26
nyata dengan rataan produksi telur ayam Arab dengan jarak tulang pubis sempit (P<0,05).
Hasil ini mendukung hasil penelitian Ismoyowati et al. (2006) yang
menemukan bahwa lebar pubis berkorelasi sangat nyata dengan produksi telur, hanya saja diaplikasikan pada itik Tegal. Kualitas Eksternal Telur Kualitas eksternal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam menentukan pilihan.
Bell dan Weaver (2002)
menyatakan bahwa komposisi fisik dan kualitas telur ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bangsa ayam, umur, musim, penyakit, lingkungan (suhu dan kelembaban), pakan, dan sistem pengelolaan ayam tersebut. Kualitas eksternal telur ayam Arab pada suhu kandang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda
Peubah
Warna kerabang
Permukaan kerabang
Keutuhan
Bentuk telur
Indeks telur
Putih
Perlakuan Suhu Lingkungan Suhu Panas o (± 25 C) (± 30 oC) --------------------- % --------------------22,96 12,50
Krem
53,33
87,50
Cokelat
23,70
0
Halus
97,78
98,44
Kasar
2,22
1,56
Kerabang tebal
100
95,52
Kerabang tipis
0
4,48
Oval
89,63
76,56
Lonjong
9,63
20,31
Bulat
0,74
3,13
77±4
77±5
Warna kerabang telur yang didapatkan pada penelitian ini bervariasi dari putih hingga cokelat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Natalia et al. (2005) bahwa warna kerabang telur ayam Arab sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan cokelat. Perbedaan warna kulit telur disebabkan oleh deposisi pigmen dalam saluran telur (oviduct) yang dipengaruhi oleh genetik (jenis atau bangsa) dari induknya 27
masing-masing (Nataamijaya, 2008).
Telur ayam Arab berwarna putih karena
memiliki gen dominan yang berasal dari ayam ras impor, namun di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan ayam lokal (Nataamijaya et al,. 2003), oleh karena itu, terkadang muncul telur berwarna cokelat. Hal ini diduga hasil mutasi atau penyimpangan gen, sehingga muncul pigmen cokelat pada kerabang telur yaitu porhpyrin yang terdapat di saluran reproduksi ayam. Pada penelitian ini didapatkan hanya sedikit telur yang memiliki permukaan yang kasar baik pada kandang dengan suhu lingkungan (2,22%), maupun pada kandang dengan suhu panas (1,56%).
Umumnya telur ayam lokal mempunyai
kerabang yang mulus dan jarang sekali diperoleh telur dengan permukaan yang kasar (Iskandar, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari kerabang yaitu suhu, penanganan telur, penyakit, umur dan kandungan kalsium dalam pakan (Roland et al., 1985). Faktor utama yang terpenting mempengaruhi pembentukan kerabang telur adalah kalsium karena kerabang telur hampir seluruhnya terdiri dari kalsit (CaCO3), sedikit deposit natrium, kalium dan magnesium (Amrullah, 2004). Ada dua sumber kalsium untuk produksi kerabang telur, yaitu pakan dan tulang tertentu. Sebagian kalsium untuk pembentukan telur secara normal berasal langsung dari pakan, tetapi beberapa berasal dari timbunan kalsium, tulang medulair, terutama pada malam hari bila ayam tidak makan (Suprijatna et al., 2005). Ayam yang sedang bertelur membutuhkan kalsium yang banyak sekali. Ayam yang bobot badannya 1,8 kg dengan telur seberat 56,7 g per tahun membutuhkan kalsium sebanyak 0,56 kg (Amrullah, 2004). Pengurangan pasokan dan campuran darah dengan maksimal penimbunan CaCO3 dari kerabang telur menyebabkan kualitas kerabang buruk. Demikian pula temperatur lingkungan yang tinggi selama musim panas menyebabkan kerabang telur berkualitas rendah (Suprijatna et al., 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu lingkungan sangat mempengaruhi keutuhan kerabang.
Suhu yang tinggi
mempengaruhi proses fisiologis pembentukan telur melalui pengaruh panas tersebut terhadap mekanisme transportasi zat-zat makanan ke oviduk. Darah merupakan zat penghantar untuk ketersediaan Ca pada saat pembentukan kerabang telur. Temperatur yang tinggi akan menyebabkan aliran darah menuju ovarium tidak
28
normal dan lebih banyak ke jaringan peripheral untuk mengatasi cekaman panas yang dari lingkungan, sehingga deposisi kalsium lebih sedikit (Antoni, 2003). Selama
cuaca
panas,
ayam
akan
terengah-engah
meningkatkan penguapan air melalui saluran pernafasan.
(panting)
untuk
Hal ini menyebabkan
berkurangnya karbondioksida (CO2) dan ion karbonat dalam darah (Blakely dan Bade, 1991). Keadaan inilah yang diduga menjadi alasan munculnya telur-telur yang berkerabang tipis pada suhu lingkungan tinggi. Beberapa hubungan antara kalsium dalam darah, CO2 dan ion bikarbonat di dalam uterus dalam peristiwa pembentukan kerabang telur dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa terbentuknya kerabang telur terjadi karena adanya ketersediaan ion kalsium dan ion karbonat di dalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat. Sumber utama ion karbonat terbentuk karena adanya CO2 dalam darah hasil metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus, dan dengan adanya H2O, keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase (dihasilkan pada sel mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat setelah ion hidrogen terlepas.
Gambar 8. Pembentukan Kerabang Telur dalam Uterus (Sumber: Nesheim et al., 1979)
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh genetik, bangsa dan prosesproses yang terjadi selama pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui 29
magnum dan isthmus. Pengamatan bentuk telur dilakukan dengan mengukur indeks bentuk telur, yaitu perbandingan antara lebar dengan panjang telur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya indeks bentuk telur ayam Arab berkisar antara 0,72-0,82. Hal ini menunjukkan bahwa telur ayam Arab berbentuk elliptical, sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963). Rataan indeks dan bobot telur ayam Arab dengan jarak pubis yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Indeks dan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda Perlakuan
Indeks Telur
Bobot Telur (g/ butir)
Jarak Pubis Lebar (3,46-4,33 cm)
0,7729 ± 0,0394
46,34 ± 3,51a
Jarak Pubis Sedang (2,30-2,86 cm)
0,7677 ± 0,0463
43,26 ± 2,28b
Jarak Pubis Sempit (1,07-2,30 cm)
0,7698 ± 0,0543
44,14 ± 3,80b
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Schrider (2007) menyatakan bahwa tulang pubis adalah dua tulang yang membentuk lengkung yang berada pada daerah panggul yang terletak pada kloaka ayam. Jarak antara dua tulang ini pada ayam petelur adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan ukuran telur. Indeks telur untuk ketiga jarak tulang pubis pada penelitian ini menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hal ini diduga
disebabkan karena genetikanya sama. Bobot telur yang dihasilkan oleh ayam Arab dengan jarak tulang pubis lebar nyata lebih besar dibandingkan dengan bobot telur pada perlakuan jarak tulang pubis lainnya (Tabel 10). Semakin lebar jarak tulang pubis, maka semakin besar bobot telur yang dihasilkan.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lokus Hemoglobin memiliki karakter polimorfik dengan nilai heterozigositas yang tinggi. Lokus hemoglobin memiliki 2 alel, yaitu A dan B. Alel A (α 1) meningkatkan produksi telur, sedangkan Alel B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur. Jenis Ayam Arab (Silver dan Golden) tidak mempengaruhi rataan produksi telur ayam Arab, namun mempengaruhi rataan bobot telur. Rataan bobot telur ayam Arab Silver lebih tinggi dibandingkan ayam Arab Golden. Suhu kandang (± 25 oC dan ± 30 oC) tidak mempengaruhi rataan produksi dan bobot telur ayam Arab. Jarak antar tulang pubis berpengaruh terhadap produksi telur. Kualitas eksternal telur ayam Arab (keutuhan kerabang) pada suhu lingkungan (± 25 oC) lebih baik dibandingkan pada suhu panas (± 30 oC). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi secara biomolekuler dalam pemilihan ayam Arab yang berproduksi tinggi. Saran Pada penelitian yang dilakukan tidak teridentifikasi genotipe BB pada lokus hemoglobin. Sehubungan dengan itu diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel dan lokus protein yang lebih banyak dengan harapan produksi telur genotipe BB pada lokus hemoglobin dapat diidentifikasi. Selain itu, pengamatan terhadap biokimia dan molekuler (DNA) juga diperlukan untuk mendapatkan ternak ayam Arab dengan produktivitas yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beserta salam disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang diridhoi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak Ir. Agus D. Gozali, M.Sc dan Ibu Nia Selvinia Gozali yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, perhatian, bimbingan, motivasi serta doa yang senantiasa dipanjatkan untuk keberhasilan Penulis serta kakak-kakak tercinta, Gumilang Agus Gozali, S.TP, beserta istrinya Siti Nurjannah, S.Pt dan juga Sekargita Agus Gozali, S.E. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Sri Darwati, M.Si sebagai pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. sebagai pembimbing anggota sekaligus pembimbing akademik atas segala bimbingan, arahan, perhatian, motivasi dan curahan waktu yang telah diberikan, Ibu Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. dan Bapak Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si sebagai dosen penguji atas segala masukan yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini serta Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr dan Ibu Pipih Suningsih, Amd atas segala bimbingan dan bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Eryk Andreas, S.Pt., M.Si dan Priskila Lisnawati, S.Pt atas segala bimbingan dan bantuannya selama penelitian, kepada Desi Aryanti, S.Pt atas kerjasama, kebersamaan, keceriaan dan bantuan selama menyelesaikan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Pak Andi, Pak Ihsan, Kak Ires, Kak Surya dan seluruh laboran di laboratorium genetika molekuler atas bimbingan, kekeluargaan, dan semangat selama penelitian, kepada Umar Wijayanto, S.Pt atas dukungan dan semangatnya, kepada sahabat-sabahat tercinta Omi D. N., Bening I., Wulan W. I., Mayagita Y., Herlina, Nicky P. D., Melati L. Z., Nailla R., Ka Helen dan Dinda M. U. yang telah memberikan suatu arti persahabatan yang indah dan tak kan terlupakan, serta sahabat-sahabat IPTP 44 atas semua kebersamaan yang penuh makna. Semoga Allah SWT membalas dengan penuh kebaikan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan Indonesia. Bogor, Juli 2011 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Antoni, R. 2003. Tampilan kualitas telur ayam tipe medium dengan waktu pemberian dan level protein pakan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Baker & Manwell. 1986. Population Genetics, Molecular Marker and Gene Conservation of Bovine Breeds. In : Neimann and Hickman (Eds) .World Animal Science. Elsevier Health Sciences. London. Bell, D. D. & W. D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th ed. Springer, New York. Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan: Bambang Srigandono. Gajah Mada University Press, Jogyakarta. Card, L. E. & M. C. Nesheim, 1973. Poultry production. 11th ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Fairfull, R. W. & R. S. Gowe. 1990. Genetic of egg production in chicken. In : Crawford, R.D. (Ed). Elsevier. Poultry Breeding, Canada. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada Uneversity Press, Yogyakarta. Gahne, B., R. K. Juneja, & J. Grolmus. 1977. Horizontal polyacrylamide gradient gel electrophoresis for the simultaneus phenotyping of transferrin, post albumin blood plasma of cattle. Anim. Blood Grps. Biochem. Genet. 8 : 127-137. Ganong, W. F. 1995. Review of Medical Physiology. 17th ed. Lange Medical Publiscations, California. Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito, Bandung. Gunawan & D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa 14: 31-38 Guyton, A.C. 1976. Text Book of Medical Physiology. W. B. Saunders, Philadelphia Harper, H. A., V. W. Rodwell, & P. A. Mays. 1984. Biochemistry. Large Medical Publication Drawer L., Los Altas. Iskandar, S. 2007. Penanganan pasca panen produk ayam lokal. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Ismoyowati. 2008. Kajian deteksi produksi telur Itik Tegal melalui polimorfisme protein darah. Anim. Prod. 10: 122-128.
Ismoyowati, T. Yuwanta, J. P. Sidadolog, & S. Keman. 2006. Hubungan antara karakteristik morfologi dan performans reproduksi itik Tegal sebagai dasar seleksi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31: 152-156. Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Johari S., Sutopo, E. Kurnianto, & E. Hasviara. 2008. Polimorfisme protein darah ayam Kedu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 (4): 313-318 Kimbal, J. W. 1994. Biology. 3rd ed. Wesly Publishing Company, New York. Lesson, S. & J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th ed. University Books, Guelph, Ontario. Maeda, Y., T. Hashiguchi, & M. Taketomi. 1973. Some association of hemoglobin phenothypes with some economic traits in Japanese quail. Jap. J. Zootech. Sci. Suppl. Maeda, Y., T. Hashiguchi, & M. Taketomi. 1975. Genetic variation of haemoglobin in Japanese Quail. Japan. J. Genet. 5 (3): 265-268. Nataamijaya, A. G. 2008. Karakteristik dan Produktivitas Ayam Kedu Hitam. Buletin Plasma Nutfah 14 (2): 85-89 Nataamijaya, A. G., A. R. Setioko, B. Brahmantiyo, & K. Diwyanto. 2003. Performans dan karakteristik tiga galur ayam lokal (Pelung, Arab, dan Sentul). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Natalia, H., D. Nista, Sunarto, & D.S Yuni. 2005. Pengembangan Ayam Arab. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sembawa. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, Palembang. Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular Evaluation and Phylogenetics. Oxford University Press, New York. Nesheim, M. C., M. L. Scott, & R. J. Young. 1979. Nutrition of The Chicken. 3rd ed. M. L. Scott and Associates, Publisher, Itheca, New York. Nicholas, F.W. 1987. Veterinary Genetics. Clarendon Press, Oxford. Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta Ogita, Z. I. & Markert. 1979. A miniaturized system for electrophoresis on polyacrilamide gels. Anal. Biochem. 99: 233-241. Pirchner, F. 1981. Population Genetics in Animal Breeding. W. H. Freeman and Co., San Fransisco. Prihantina, M. T. 1992. Studi banding karakteristik tipe hemoglobin darah ayam Kampung, ayam Bangkok dan ayam Pelung dan hubungannya dengan bobot badan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 34
Roland, D. A., M. Farmer, & D. Marple. 1985 Calcium and its relationship to excess feed consumption, body weight, egg size, fat deposition shell quality and fatty lier hemorrhagie syndrome. Poult. Sci. 64: 2341-2350. Romanoff, A. L. & A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc., New York. Schrider, D. 2007. Selecting for egg production. http://albcusa.org/ documents/ ALBCchicken_assessment-2.pdf. [3 Mei 2011] Stansfield, W. D. & S. L. Elrod. 2002. Genetika. Edisi ke-4. Terjemahan: Damaring Tyas W. Erlangga, Jakarta. Stenesh, J. 1983. Immunochemistry, precipitin curve and immunodiffusin. Experimental Biochem. 39 : 491-501 Stevens, L. 1991. Genetics and Evolution of The Domestic Fowl. Cambridge University Press, Cambridge. Sugandi, D., H. R. Bird, & D. Atmadilaga. 1975. The effect of different energy and protein levels on the performance of laying hens in the floor pens and cages in the tropics. Poult. Sci. 54: 1107-1114. Sulandari, S., M. S. A. Zein., S. Paryanti, T. Sartika, M. Astuti, T.Widjastuti, E. Sudjana, S. Darana, I. Setiawan, & D. Garnida. 2007. Sumberdaya genetik ayam lokal Indonesia. Keanekaragaman Sumberaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Hal: 45-67 Suprijatna, E., U. Atmomarsono, & R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutopo, K. Nomura, Y. Sugimoto, & T. Amano. 2001. Genetic relationships among Indonesian native cattle. J. Anim. Genet. 28 (2): 3-11. Tjahjaningsih, D. P. 1991. Studi karakteristik fenotipe ayam kampung, ayam Pelung, dan ayam Bangkok dan keturunan pertamanya (F1) melalui polimorfisme protein darah. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Terjemahan : B. Sumantri. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Warwick, E.J., J.M. Astuti, & W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Cetakan 4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Weir, B. S. 1996. Genetic Data Analysis: Method for Discrete Population Genetic Data. 2nd ed. Sinauer Associates Sunderland, USA. Yousef, M. K. 1985. Stress Phisiology in Livestock. Vol. III Poultry. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Frekuensi Alel pada Lokus Hemoglobin •
Ayam Arab Silver =
Frekuensi alel A = Frekuensi alel B = •
=
( )
=
( )
=
= 0,75
= 0,25
Ayam Arab Golden =
Frekuensi alel A = Frekuensi alel B = •
( )
=
(
)
( ) (
=
)
=
= 0,68
= 0,32
Seluruh Ayam Arab Penelitian =
Frekuensi alel A = Frekuensi alel B =
=
(
)
(
=
) (
)
=
= 0,70
= 0,30
Lampiran 2. Perhitungan Frekuensi Genotipe pada Lokus Hemoglobin •
Ayam Arab Silver Frekuensi genotipe AA = = 0,50 Frekuensi genotipe AB = = 0,50 Frekuensi genotipe BB = = 0
•
•
Ayam Arab Golden Frekuensi genotipe AA =
= 0,36
Frekuensi genotipe AB =
= 0,64
Frekuensi genotipe BB =
=0
Seluruh Ayam Arab Penelitian Frekuensi genotipe AA =
= 0,40
Frekuensi genotipe AB =
= 0,60
Frekuensi genotipe BB =
=0
Lampiran 3. Perhitungan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin •
Ayam Arab Silver Nilai heterozigositas =
= = 0,5 37
•
Ayam Arab Golden Nilai heterozigositas =
•
=
= 0,64
=
= 0,6
Seluruh Ayam Arab Penelitian Nilai heterozigositas =
Lampiran 4. Perhitungan Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin •
•
•
Ayam Arab Silver AA =
= 11,24 = 11 butir
AB =
= 12 butir
Ayam Arab Golden AA =
= 12,625 = 12 butir
AB =
= 9,2143 = 9 butir
Seluruh Ayam Arab Penelitian AA =
= 12,167 = 12 butir
AB =
= 9,83 = 9 butir
Lampiran 5. Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value •
Ayam Arab Silver O=
/
/
= 5,5
Genotypic Value = produksi telur – point of origin AA (a) = 11 – 5,5 = 5,5 AB (d) = 12 – 5,5 = 6,5 BB (-a) = 0 – 5,5 = -5,5 •
Ayam Arab Golden O=
/
/
=6
Genotypic Value = produksi telur – point of origin AA (a) = 12 – 6 = 6 AB (d) = 9 – 6 = 3 BB (-a) = 0 – 6 = -6 38
•
Seluruh Ayam Arab Penelitian /
O=
/
=6
Genotypic Value = produksi telur – point of origin AA (a) = 12 – 6 = 6 AB (d) = 9 – 6 = 3 BB (-a) = 0 – 6 = -6
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) •
Ayam Arab Silver m = a (p-q) + 2pq = 5,5 (0,75-0,25) + 2 (0,75) (0,25) (6,5) = 2,75 + 2,4375 = 5,1875 M = m + O = 5,1875 + 5,5 = 10,69
•
Ayam Arab Golden m = a (p-q) + 2pq = 6 (0,68-0,32) + 2 (0,68) (0,32) (3) = 2,16 + 1,3056 = 3,4656 M = m + O = 3,4656 + 6 = 9,47
•
Seluruh Ayam Arab Penelitian m = a (p-q) + 2pq = 6 (0,70-0,30) + 2 (0,70) (0,30) (3) = 2,40 + 1,26 = 3,66 M = m + O = 3,66 + 6 = 9,66
Lampiran 7. Perhitungan Nilai Efek Gen terhadap Produksi Telur •
•
Ayam Arab Silver α
1=
q [a + d (q-p)] = 0,25 [5,5 + 6,5 (0,25-0,75)] = 0,25 (2,25) = 0,5625
α
2=
-p [a + d (q-p)] = -0,75 [5,5 + 6,5 (0,25-0,75)] = -0,75 (2,25) = -1,6875
Ayam Arab Golden α
1=
q [a + d (q-p)] = 0,32 [6 + 3 (0,32-0,68)] = 0,32 (4,92) = 1,5744
α
2=
-p [a + d (q-p)] = -0,68 [6 + 3 (0,32-0,68)] = -0,68 (4,92) = -3,3456
Seluruh Ayam Arab Penelitian
• α
α
1=
q [a + d (q-p)] = 0,3 [6 + 3 (0,3-0,7)] = 0,3 (4,8) = 1,44
2=
-p [a + d (q-p)] = -0,7 [6 + 3 (0,3-0,7)] = -0,7 (4,8) = -3,36 39
Lampiran 8. Perhitungan Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab •
Ayam Arab Silver Nilai pemuliaan AA = 2 α AB = α
1=
1+
BB = 2 α
2
α
2 (0,56) = 1,12
2
=0,56 + (-1,69) = -1,13
= 2 (-1,69) = -3,38
Ragam aditif (VA) = 2p (qα )2 + 2q (-pα )2 = 2 (0,75) (0,56)2 + 2 (0,25) (1,69)2 = 1,89845 Ragam dominan (VO) = 4p2q2d2 = 4 (0,25)2 (0,75)2 (6,5)2 = 5,94140625 Ragam genetik (VG) = VA + VO = 1,89845 + 5,94140625 = 7,83985625 •
Ayam Arab Golden Nilai pemuliaan AA = 2 α AB = α
1=
1+
BB = 2 α
2
α
2 (1,57) = 3,14
2
=1,57 + (-3,35) = -1,78
= 2 (-3,35) = -6,7
Ragam aditif (VA) = 2p (qα )2 + 2q (-pα )2 = 2 (0,68) (1,57)2 + 2 (0,32) (3,35)2 = 10,534664 2 2 2
Ragam dominan (VO) = 4p q d = 4 (0,32)2 (0,68)2 (3)2 = 1,70459136 Ragam genetik (VG) = VA + VO = 10,534664 + 1,70459136 = 12,23925536 •
Seluruh Ayam Arab Penelitian Nilai pemuliaan AA = 2 α AB = α
1=
1+
BB = 2 α
2
α
2 (1,44) = 2,88
2
= 1,44 + (-3,36) = -1,92
= 2 (-3,36) = -6,72
Ragam aditif (VA) = 2p (qα )2 + 2q (-pα )2 = 2 (0,7) (1,44)2 + 2 (0,3) (3,36)2 = 9,6768 2 2 2
2
Ragam dominan (VO) = 4p q d = 4 (0,3) (0,7)2 (3)2 = 1,5876 Ragam genetik (VG) = VA + VO = 9,6768 + 1,5876 = 11,2644
40
Lampiran 9. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Ayam Arab Silver
8
11,63
6,30
2,2
Ayam Arab Golden
22
10,45
6,09
1,3
Rata-rata
Perbedaan = mu (Ayam Arab Silver) - mu (Ayam Arab Golden) Perkiraan perbedaan: -1,17045 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-6,78874; 4,44784) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = -0,45 Nilai P = 0,658 DF = 12 Lampiran 10. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Ayam Arab Silver
55
47,14
2,60
0,35
Ayam Arab Golden
144
44,09
3,48
0,29
Rata-rata
Perbedaan = mu (Silver) - mu (Golden) Perkiraan perbedaan: 3,05261 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (2,15223; 3,95300) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 6,71 Nilai P = 0,000 DF = 129 Lampiran 11. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Suhu Lingkungan
20
11,00
6,29
1,4
Suhu Panas
10
10,30
5,89
1,9
Rata-rata
Perbedaan = mu (Suhu Lingkungan) - mu (Suhu Panas) Perkiraan perbedaan: 0,700000 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-4,184746; 5,584746) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = -0,30 Nilai P = 0,767 DF = 19
41
Lampiran 12. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Suhu Lingkungan
135
44,80
3,43
0,30
Suhu Panas
64
45,22
3,74
0,47
Rata-rata
Perbedaan = mu (Lingkungan) - mu (Panas) Perkiraan perbedaan: -0,425988 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-1,521391; 0,669415) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = -0,77 Nilai P = 0,443 DF = 114 Lampiran 13. Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Pubis Berbeda Uji T Produksi Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Jarak Pubis Sedang Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
12
13,67
3,58
1,0
Jarak Pubis Sedang
9
10,44
6,67
2,2
Rata-rata
Perbedaan = mu (Jarak Pubis Lebar) - mu (Jarak Pubis Sedang) Perkiraan perbedaan: 3,22222 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-2,17499; 8,61943) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 1,31 Nilai P = 0,216 DF = 11 Uji t Produksi Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Jarak Pubis Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
12
13,67
3,58
1,0
Jarak Pubis Sempit
9
7,22
6,65
2,2
Rata-rata
Perbedaan = mu (Jarak Pubis Lebar) - mu (Jarak Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: 6,44444 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (1,06388; 11,82501) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 2,64 Nilai P = 0,023 DF = 11
42
Uji t Produksi Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Sedang dan Jarak Pubis Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Sedang
9
10,44
6,67
2,2
Jarak Pubis Sempit
9
7,22
6,65
2,2
Rata-rata
Perbedaan = mu (Jarak Pubis Sedang) - mu (Jarak Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: 3,22222 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-3,46999; 9,91444) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 1,03 Nilai P = 0,321 DF = 15 Lampiran 14. Perhitungan Persentase Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Pada Suhu Lingkungan •
Warna kerabang Putih
= (31/135) x 100% = 22,96%
Krem
= (72/135) x 100% = 53,33%
Cokelat = (32/135) x 100% = 23,70% •
•
Permukaan kerabang Halus
= (132/135) x 100% = 97,78%
Kasar
= (3/135) x 100% = 2,22%
Keutuhan Utuh
= (135/135) x 100% = 100,00%
Kerabang tipis = (0/135) x 100% = 0% •
Bentuk telur Oval
= (121/135) x 100% = 89,63%
Lonjong = (13/135) x 100% = 9,63% Bulat
= (1/135) x 100% = 0,74%
Pada Suhu Panas •
Warna kerabang Putih
= (8/64) x 100% = 12,50%
Krem
= (56/64) x 100% = 87,50%
Cokelat = (0/64) x 100% = 0% 43
•
•
Permukaan kerabang Halus
= (63/64) x 100% = 98,44%
Kasar
= (1/64) x 100% = 1,56%
Keutuhan Utuh
= (64/67) x 100% = 95,52%
Kerabang tipis = (3/67) x 100% = 4,48% •
Bentuk telur Oval
= (49/64) x 100% = 76,56%
Lonjong = (13/64) x 100% = 20,31% Bulat
= (2/64) x 100% = 3,13%
Lampiran 15. Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Sedang N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
96
0,7729
0,0394
Standar Kesalahan dari Rata-rata 0,0040
Jarak Pubis Sedang
60
0,7677
0,0463
0,0060
Perbedaan = mu (Pubis Lebar) - mu (Pubis Sedang) Perkiraan perbedaan: 0,005250 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-0,009030; 0,019530) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 0,73 Nilai P = 0,468 DF = 110 Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
96
0,7729
0,0394
0,0040
Jarak Pubis Sempit
43
0,7698
0,0543
0,0083
Rata-rata
Perbedaan = mu (Pubis Lebar) - mu (Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: 0,003149 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-0,015240; 0,021539) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 0,34 Nilai P = 0,733 DF = 62 44
Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Sedang dan Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Sedang
60
0,7677
0,0463
0,0060
Jarak Pubis Sempit
43
0,7698
0,0543
0,0083
Rata-rata
Perbedaan = mu (Pubis Sedang) - mu (Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: -0,002101 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-0,022419; 0,018217) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = -0,21 Nilai P = 0,838 DF = 81 Lampiran 16. Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Sedang Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
96
46,34
3,51
0,36
Jarak Pubis Sedang
60
43,26
2,28
0,29
Rata-rata
Perbedaan = mu (Pubis Lebar) - mu (Pubis Sedang) Perkiraan perbedaan: 3,07517 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (2,16007; 3,99026) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 6,64 Nilai P = 0,000 DF = 153 Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Lebar dan Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Lebar
96
46,34
3,51
0,36
Jarak Pubis Sempit
43
44,14
3,80
0,58
Rata-rata
Perbedaan = mu (Pubis Lebar) - mu (Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: 2,20322 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (0,84669; 3,55974) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = 3,24 Nilai P = 0,002 DF = 75
45
Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis Sedang dan Sempit Standar Kesalahan dari
N
Rata-rata
Standar Deviasi
Jarak Pubis Sedang
60
43,26
2,28
0,29
Jarak Pubis Sempit
43
44,14
3,80
0,58
Rata-rata
Perbedaan = mu (Pubis Sedang) - mu (Pubis Sempit) Perkiraan perbedaan: -0,871950 Perbedaan pada interval kepercayaan 95%: (-2,170498; 0,426598) Uji t dari perbedaan = 0 (vs tidak =): Nilai t = -1,34 Nilai P = 0,184 DF = 63
46