Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
PENENTUAN JARAK GENETIK PADA AYAM LOKAL MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH TncF, SARTIKA', RH. MuLYON02 , S .S . MANSYoER 2 , T . PURWADARiA', B . GuNAwAN', A .G. NATAAivII7AYA' dan K. DrwyANTo
Balai Penenuan Ternak, P.O. Box 221, Bogor
2 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor RINGKASAN
Penentuan jarak genetik antara ayam Pelung, ayam Sentul dan ayam Kampung telah dilakukan dengan mempelajari polimorfisme protein darah . Metode elektroforesis secara vertikal dengan gel akrilamid digunakan dalam menganalisis pola pita protein dari setiap lokus yang diamati . Lokus lokus tersebut antara lain : Transferrin (Tf), Post transferrin-1 (PTf-1), Post-transferrin-2 (PTf--2), Albumin (Alb), Post-albumin (Pa) dan Haemoglobin (Hb). Hasil analisis dari ke 6 lokus tersebut adalah polimorfik. Pada setiap jenis ayam tiap lokus dikontrol oleh jumlah alel yang sama. Lokus Tf dikontrol oleh 3 outosomal kodominan alel Tf", Tf dan Tf. Sedangkan lokus PTf-1 dan PTf-2 masing-masing dikontrol oleh 2 dan 3 autosomal kodominan ale] PTf-1 A PTf-I B dan PTf-2A PTf2B dan PTf-2c. Lokus Alb dan Pa masing-masing dikontrol oleli 3 dan 2 autosomal kodominan alel AIb A, AlbB, Albc dan PaA, Pa B sedangkan lokus Hb dikontrol oleh 4 autosomal kodominan alel HbA , Hb B, Hbc dan HbD. Frekwensi gen tertinggi pads setiap lokus dan setiap jenis ayam terletak pada alel B kecuali untuk Hb frekwensi gen tertinggi terletak pada alel A. Nilai frekwensi gen tertinggi pada setiap lokus Tf$, PTf-1 B, PTf-2B, Alb B PaB dan HbA masing -masing sebesar 0,50, 0,61, 0,83, 0,43, 0,72 dan 0,52 untuk ayam Pelung, masing-masing sebesar 0,49, 0,61, 0,70, 0,44, 0,64 dan 0,52 untuk ayam Sentul dan masing-masing sebesar 0,48, 0,55, 0,83, 0,51, 0,73 dan 0,51 untuk ayam Kampung . Tingkat heterosigositas (H) pada ke 3 jenis ayam ditemukan oleh lokus Alb, Tf dan Hb yang mempunyai nilai H yang tinggi. Hasil perhitungan jarak genetik antara ke 3 jenis ayam menunjukkan ballwa ayam Kampung dekat dengan ayam Pelung (D=0,00549) dan ayam Pelung dekat dengan ayam Sentul (D=0,00672) . Kata kunci : Ayam lokal, polimorfisme protein darah PENDAHULUAN Sudah kita ketahui bahwa di beberapa daerah di Indonesia banyak sekali kelompok-kelompok ayam lokal yang berdasarkan morfologi dan tujuan pemeliharaannya mernpunyai karakteristik tersendiri yang membedakan ayam-ayam tersebut dengan ayam kampung biasa . Hal ini merupakan suatu keunggulan dari kekayaan alam Indonesia yang patut kita lestarikan dan kita kembangkan . NATAAMIJAYA dan DIWYANTO (1994) telah melaporkan hasil eksplorasi dan identifikasi ayamayam lokal di Indonesia, mendapatkan 27 kelompok ayam lokal yang berbeda (distinct getup) diantaranya: ayam Pelung, Kedu Hitam, Kedu Putih, Nunukan, Sentul, Gaok, Jepun, Burgo, Olagan, Walik, Wareng dan sebagainya. Begitu pula YANI (1995) mengidentifrkasi pula beberapa ayam lokal lainnya seperti : ayam Cemara, Kapas, Katai Mas, Arab dan sebagainya. Dari sekian banyak kelompok-kelompok ayam lokal tersebut, dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana 479
Seminar Nasional Pefernakan dan Veteriner 1997 hubungan kekerabatan dari kelompok kelompok ayani tersebut dilihat dari segi genetiknya . WARWICK el al . (1990) menyatakan bahwa penentuan asal-usul ternak dapat dilakukan dengan penyusunan filogenetis beberapa spesies/kelompok dalam spesies berdasarkan karakter polimorfisme proteinnya . Sifat polimorfisme protein dapat diartikan sebagai karakteristik kimiawi protein yang terjadi dan diatur secara genetis . KIMURA et al. (1980) mengemukakan bahwa enzim dan protein merupakan produk langsung dari gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan . Selain itu protein clan enzim terdiri dari satu atau lebih rangkaian Pada penelitian ini, studi genetik dilakukan terhadap ayam Pelting, Sentul clan Kampung . Ayam Pelting merupakan ayam lokal khan Cianjur, saat ini banyak dikembangkan di daerah Nagrak, Sukabumi clan Bayongbong, Ganlt . Ayam Pelting menlpakan tipe ayam pedaging dengan pertumbuhannya yang relatif paling cepat dibandingkwi dengan jenis ayam lokal lainnya. NATAAMIJAYA dan DIwyANTO (1994) mengemukakan bahwa berat bagan ayani Pelting pada umur 8 niinggu dapat mencapai
1450g . Difliat dari penampilan luarnya, MANSYOER et al. (1989) mengemukakan bahwa ayam Pelting memiliki frekwensi gen warns bulu dasar hitam sebesar 0,69, warns bulu tipe liar 0,3 1, warns kulit cakar hitahn atau liijau/abu-abu 0,86 clan bentuk jengger tunggal sebesar 1,0 . Dikemukakan pula bahwa ayani Pelting banyak dipelihara dengan tujuan ayam hias karena mempunyai karakteristik suara yang inerdu pada ayam jantannya, sedangkan pada betinanya mempunyai rataan berat telur yang tinggi (48,4 g) dengaii produksi telur sebesar 92,6 butir/tahun (MANSYOER et al., 1989) . Banyaknya persilangan untuk memenuhi perniintaan konsumen, pelestarian ayam Pelting perlu dilakukan . Ayam Sentul nienipakan ayam lokal khas daerah Ciamis . Ayann ini mempunyai karakteristik warns btilu yang didominasi abu-abu baik pads jantan rnauptm betnanya . Pads ayam betnanya warns bulu lebihi bervariasi nnllai dari abu-abu kehitannan, abu-abu tua, abu-abu muda, abu-abu merahi clan abu-abu kecoklatan (NATAAMIJAYA Clan DIWYANTo, 1994) . Ayan Sentul banyk dipelihhara sebagai pengliasil daging dan telur (dwiguna), produksi telurnya 65,2 butir/tahun . Ayani kanipung didefinisikan sebagai ayani yang tidak mempunyai ciri-ciri khas tertentu, saat ini banyak terliliat berkeliaran di desa-desa di Indonesia . MANSYOER et al. (1989) mengemukakan bahwa ayani kanipting merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah, fenotip clan genotip ayam kampting hnasih sangat beragani . Warna balu sangat bervariasi, ads yang berwama hitam, tipe liar, pola bulu colunibian, buln putili serta warns lurik masih bercampur baur. Demikian pula warns kulit ads yang putih/kuning, hltanl, abu-abu atau kehijauan . Bentuk jengger ads yang tunggal, ros, walnut atau bentuk kapri . Banyaknya variasi morfologi dari ayam-ayani lokal di Indonesia, perlu diketaluu }hubungan kekerabatan yang dilihat dari jarak genetik ayani-ayam lokal tersebut . MATERI DAN METODE Pada penelitian ini penentuan jarak genetik untuk tahap awal diprioritaskan terhadap ayam Pelting, Sentul clan Kanipung. Dari setiap jenis ayam dianibil sampel darah pada ayam Kampung sebanyak 110 sanipel, ayani Pelung 155 sampel dan ayam Sentul 100 sampel . Pengambilan sampel darah dilakukan terhadap ayani dewasa jantan dan betina masing-masing sebanyak 1 ml dari bagian vena sayap . Lokasi penganibilan sanipel darah dilakukan di daerah Ciamis untuk ayani Sentul dan Kanipting, Sukabunii clan Ganit untuk ayani Pelting clan Kampung, dan Cianjur untuk ayam Pelung saja . Sampel darah yang telah diambil langsung dipisahkan plasma dan sel darah meralinya, kenhudian disinipan pada temperatur -20 °C . Analisis protein polimorfisme dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fapet-IPB .
48 0
Seminar Nasional Peternakan dan Vereriner 1997
Teknik elektroforesis poliakrilmnid secara vertikal digunaakan untuk penentuan protein plasma darali dan set darah merah dengan mempersiapkan larutan-larutan bahan gel pemisah (separating gel) dan gel penggertak (stacking gel) dengan konsentrasi gel masing-masing sebanyak 5% dan 3% pada penentuan lokus Transferrin (Tf), Post-transferrin-1 (PTf--1), Post-transferrin-2 (PTf--2), Albumin (Alb) dan Post-albumin (Pa). Metode yang digunakan mengacu pada GAHNE et al. (1977) dengan modifikasi. Sedangkan pada penentuan lokus Haemoglobin (Hb), konsentrasi gel pemisah dan penggertak yang digunakan masing-masing sebanyak 8% dan 4% berdasarkan metode OGITA dan MARKERT (1979) dengan modifikasi . Lanitan Buffer Tris-HCl dengan pH 6,8 digunakan untuk buffer gel dan Tris-Glisin dengan pH 8,3 untuk buffer elektroda . Pewarna amido black digunakan untuk memperjelas polapola pita protein pada lokus Tf, PTf-l, PTf--2, Alb dan Pa, sedangkan untuk lokus Hb digunakan pewarna Ponceou . Elektroforesis dijalankan dengan kekuatan anus (constant current) sebesar 15 mA dan voltase 115 volt selama 4-5 jam untuk lokus Tf, PTf-1, PTf-2, Alb dan Pa, sedangkan untuk l4b elektroforesis di_jalankan dengan kekuatan anus sebesar 60 mA dan voltase (constant voltage) sebesar 250 volt. Dari hasil elektroforesis yang ditunjukkan dengan terdapatnya pola pita protein yang polimorfik, frekwensi gen setiap lokus kemudian dapat dihitung. Nilai pendugaan heterosigositas (H) berdasarkan NEI (1987) dihitung dengan rumus H= 1 - Eqi ` , dimana qi = frekwensi gen ke-i . Sedangkan pendugaan jarak genetik antara 2 populasi dihitung berdawkan metode taksonomi numerik NEI (1987) sebagai berikut : Djk =
-loge
dimana : Djk qi1
qa
lgij
X
qik/(q, 2
x
qa
-)1/2]
Jarak genetik antara populasi key dan populasi ke-k frekwensi alel i pada populasi key frekwensi alel i pada populasi ke-k. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil elektroforesis diperoleh baliwa semua lokus yang dianalisis adalah polimorfik . Perhitungan frekwensi gen dari ke-6 lokus tersebut tersera pada tabel-tabel sebagai berikut di bawah Tabel 1 . Distribusi fenotip dan frekwensi gen Transferrin (Tf) plasma darah ayam Kampung, Pelung'dan Sentul Jenis Ayam Kampung Pelung Sentul
Jumlah (ekor) 70 138 89
AA 2 3
Fenotip BB CC AB 3 7 4 P 3 33 12 2 1
AC 4 2 9
BC 54 96 62
Frekwensi gen A B C 0,1071 0,4786 0,4143 0,1268 0,4964 0,3768 0,0899 0,4888 0,4213
Tabel 1 . Memperlihatkan frekwensi gen transferrin plasma darah ayam Kampung, Pelung dan Sentul . Lokus Tf ini pada ke 3 jenis ayam dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel TfA, Tf$ 48 1
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
dan Tf. Frekwensi gen Tfmenunjukkan frekwensi gen tertinggi pada ke-3 jenis ayam yaitu 0,48, 0,50 dan 0,49 masing-masing untuk jenis ayam Kampung, Pel'ung clan Sentul . HASHIGUCHI et al. (1982) mengemukakan bahwa lokus Tf ayam Kampung dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel Tf'A TfB dan Tf dan frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel Tf$ (0,995) . Dikemukakan pula bahwa untuk ayam hutan merah hanya dikontrol oleli satu autosomal kodominan alel TfB. Tingginya frekwensi gen pads alel TfB ayam lokal ini sesuai dengan pendapat MANSYOER et al. (1989) bahwa asal usul ayam kampung berasal dari ayam hutan merah. Berbeda dengan ayam hutan hijau, lokus Tf dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel TfB clan Tf, frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel Tf (HASHIGUCHI et al., 1982). ARDININGSASI et al. (1995) mendapatkan bahwa pada ayam Kedu dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel dan frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel Tf. DARwAT1 (1995) hanya mendapatkan 2 alel Tf" dap TfB clan frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel B, sedangkan TANABE et al. (1983) mendapatkan lokus Tf monomorfik pada itik-itik lokal Indonesia. Tabel 2. Distribusi fenofp clan frekwensi gen Post-transferrin-1 (PTf-1) plasma darah ayam kamptmg, Pelung dan Sentul Jenis Ayam
Jumlah (ekor)
Kampung Pelung Sentul
AA 28 50 37
64 133 97
Fenotip BB 34 78 59
CC 2 5 1
Frekwensi A 0,4531 0,3947 0,3866
gen B 0,5469 0,6053 0,6134
Lokus PTf-1 pada ke 3 jenis ayam dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel PTf- A dari PTf- B . Frekwensi gen tertinggi pada ke 3 jenis ayam sama yaitu pada alel PTF-1B (Tabel 2). Pada domba ekor gemuk (DEG) dan domba ekor fipis (DET) jantan, IRENE et al. (1995) mengemukakan bahwa lokus PTf-1 dikontrol oleh 2 aulosomal kodominan alel PTF-IA dan PTF-113 . DARwATI (1995) pada ayam lokal dan TANABE et al. (1983) pada itik lokal mendapatkan lokus PTf-1 inempunyai 3 alel PTf-A, PTf-B dan PTf-IC, frekwensi gen tertinggi terletak pada alel PTf-113 . Tabel 3. Distribusi fenotili dwi frekwensi gen Post-transferrin-2 (PTf-2) plasma darah ayam Kampung, Pelung dan Sentul Jenis Ayam Kampung Pelting Sentul
Jtuntalt (ekor) 65 133 98
Fenotip AA 2 7 16
BB 45 97 67
CC 3 11
AB 17 13 4
Frekwensi gen AC -
BC 1 13 -
A 0,1615 0,1015 0,1837
B 0,8308 0,8271 0,7041
C 0,0077 0,0714 0,1122
Lokus post-transferrin-2 (PTf-2) pada ke-3 jenis ayam dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel, alel PTf-2 A PTf -2B dan PTf-2 7 (label 3). Pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis, IRENE et al. (1995) mendapatkan lokus PTf-2 dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel PTf-2" , PTf-2 B dan PTf-2`' . GAHNE et al. (1977) mendapatkan pada sapi lokus PTf-2 dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel PTf-2 A clan PTf-2B sedangkan TANABE et al. (1983) mengemukakan bahwa lokus PTf-2 pada itik ditemukan monomorfik. 482
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
Lokus albumin dikontrol oleh 3 autosomal kodominan alel AlbA, AlbB, Albc dan frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel AlbB (label 4). ARDININGSASI et al. (1995) mendapatkan pada ayam kedu dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel AlbA dan AlbB sedangkan HASHIGUCHI (1982) mendapatkan 4 alel Alb A, AlbB, Alb c dan AlbD pada ayam. Dikemukakan pula bahwa AIbD hanya ditemukan pada ayam hutan hijau dengan frekwensi yang cukup tinggi (0,893), sedangkan pada ayam hutan merah dan ayam kampung frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel AlbB. DARWATI (1995) mendapatkan pada ayam Kampung, Pelting dan Kedu lokus Alb dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel AlbB dan Alb c dan frekwensi gen tertinggi terdapat pada alel AlbB. Tabel 4 . Distribusi fenotip dan frekwensi gen Albumin (Alb) plasma darah ayam Kampung, Pelting dan Sentul Jenis Ayam Kampung Pelung Sentul
Jumlah (ekor) 69 143 99
AA 3 8 5
BB 15 24 24
Fenotip CC AB 4 8 11 22 5 12
AC 6 25 26
BC 33 53 27
A 0,1449 0,2203 0,2424
Frekwensi gen B C 0,5145 0,3406 0,4301 0,3497 0,4394 0,3182
Lokus post-albumin pada penelitian ini dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel PaA dan PaB (label 5) . Frekwensi gen tertinggi terdapat pada lokus AlbB. TSUNODA et al. (1993) mendapatkan pada domba lokal Nepal dan Bangladesh lokus Pa dikontrol oleh 2 autosomal kodominan alel PaA dan PaB dan frekwensi tertinggi terletak pads alel PaB. Begitu pula pada sapi GAHNE et al. (1977) mendapatkan 2 alel pada lokus Pa dan YAMAMOTO et al. (1996) juga mendapatkan 2 alel pada lokus Pa ayam Kampung, Bangkok, Pelting dan Kedu dan frekwensi tertinggi terdapat pada alel PaB. Tabel 5. Distribusi fenotip dan frekwensi gen Post-albumin (Pa) plasma dash ayam Kampung, Pelting dan Sentul Jenis Ayam Kampung Pelting Sentul
Jumlah (ekor) 61 113 98
AA 11 27 16
Fenotip BB 39 77 44
AB 11 9 38
Frekwensi gen B A 0,2705 0,7295 0,2788 0,7212 0,3571 0,6429
MAEDA et al. (1975) mengemukakan bahwa hasil elektroforesis dalam penentuan lokus Hb diperoleh dengan migrasi sel darah merah daerah mayor dengan mobilitas yang lambat dan daerah minor dengan mobilitas yang cepat . Keragaman genetik pada lokus Hb ini diperoleh dari keragaman migrasi daerah minor hasil elektriforesis .
Pada penelitian ini lokus Hb dikontrol oleh 4 autosomal kodominan alel HbA, Hb", Hbc dan HbD (label 6). Frekwensi gen tertinggi ter4pat pada alel A masing-masing 0,51 untuk ayam Kampung, 0,52 untuk ayam Pelting dan 0,52 untuk ayam Sentul. HASHIGLICHI et al. (1982) mendapatkan lokus Hb pada ayam hutan hijau, ayam hutan merah dan ayam kampung monomorfik. Perbedaan ini disebabkan metodologinya yang berbeda, pada penelitian ini digunakan elektroforesis gel akrilamid, sedangkan pada penelitian HASHIGUCHI et al. (1982) menggunakan elektroforesis cellulose acetat.
SeminarNastonal Peternakon don 6 etertner 1997
Tabel 6 . Distribusi fenotip dan frekensi gen Haemoglobin B (Hb) plasma darah ayam Kampung, Pelung clan Sentul Jenis ayam Kvnpung Pelting Sentul
Jumlah (ekor) 110 154 85
AA BB 3 6 3
-
CC
DD
-
-
Fenotip AB AC AD
- 87 - 132 - 77
4 9 2
r 16
6 3
BC
BD
CD
-
-
-
A
Frekwensi gen B C D
0,51 0,40 0,52 0,43 0,52 0,45
0,02 0,03 0,01
0,07 0,02 0,02
Tabel 7. Perhitungan Heterosigositas dari Lokus-Lokus polimorfik Tf, PTf--.1, PTf--2, Alb, Pa, Hb dari ayam Kampung, Pelting dan Sentul Jenis Lokus Tf PTf-1 PTf-2 Alb Pa Hb H total
Ayam Kampung 0,5878 0,4956 0,2936 0,5983 0,3947 0,5743 0,4891 t 0 .0027
Ayam Pelung 0,5955 0,4778 0,3005 0,6442 0,4021 0,5483 0,4947 t 0,0027
Ayam Sentul 0,5755 0,4743 0,4579 0,6469 0,4592 0,5265 0,5234 f 0,0009
Hasil perlutungan heterosigositas (H) pada ke 6 Lokus tertera pada Tabel 7. Nilai heterosigositas yang paling rendah (0,28) terdapat pada lokus PTf-2 ayam Kamptmg, sedangkan nilai heterosigositas tertinggi terdapat pads lokus Alb ayam Sentul (0,65). Keragaman genetik dari ke-3 jenis ayam ini ditemukan oleh Lokus-Lokus yang mempunyai nilai heterosigositas yang tinggi . Dalam hal ini keragaman genetik dari populasi ke-3 jenis ayam tersebut ditentukan oleh Lokus Tf, Alb dan Hb. DARwATi (1995) tnendapatkan tingkat heterosigositas pads ayam Kampung, Pelting dan Kedu lebih rendah dari penelitian itu. Begitu pula YAMAMOTO et al. (1994) mendapatkan nilai heterosigositas pada ayam Kampung, Pelting, Bangkok dan Kedu masing-masing sebesar 0,45, 0,38, 0,35 clan 0.43 lebih rendah dari penelitian ini . Perbedaan ini diduga karena sampel yang digunakan pada penelitian ini lebih banyak . Tabel 8. Matriks jarak genetik antara ayam Kampung, Pelung dan Sentul berdasarkan pada 6 lokus protein darah Jenis Ayam Kampung Pelting Sentul
Ayam Kampung
0 0,00549 0,01193
Ayam Sentul
Ayam Pelting 0 0,00672
0
Hasil perhitttngan jarak genetik antara ke-3 jenis ayam, maka jarak genetik antara Kampung dengan ayam Pelung dekat (D=0,00549) dan ayam Pelung dengan ayam Sentul (D=0,00672) . Hal yang sama didapat YAMAMOTO et al . (1996) yang menghitung dari 12 yang polimorfik mendapatkan bahwa jarak genetik ayam Kampung yang berasal dari Jawa 484
ayam dekat lokus dekat
Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 199 7
dengan ayam Pelung . Berbeda dengan DARwATi (1995) mendapatkan bahwa jarak genetik antara Ayam Kampung dengan Ayam Pelting agak jauh . Perbedaan ini disebabkan lokus yang diamati DARwATt (1995) hanya sedikit (3 lokus) . Semakin banyak lokus yang diamati, perhitungan jarak genetik akan semakin akurat .
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari ke-6 lokus yang polimorfik diperoleh keragaman genetik ditentukan oleh lokus Transferrin, Albumin dan Haemoglobin yang mempunyai nilai heterosigositas yang tinggi . Jarak genetik yang dihitung dari ke-6 lokus diperoleh bahwa ayam Kampung mempunyai jarak genetik yang dekat dengan ayam Pelung (D=0,00549) dan ayam Pelung mempunyai jarak genetik yang dekat dengan ayam Sentul (D=0,00672) .
DAFTAR PUSTAKA ARDININGSASI, S .M ., A .M . UMIYATI dan S .K . IRENE . 1995 . Tinjaua n genetik pada ayam Kedu melalui pengamatan karakteristik polimorfisme albumin (Alb) dan Transferrin (Tf) darah . Pros . Sent . Nas. Sain s dan Teknologi Petemakan, Balitnak . Bogor . DARWATI, S . 1995 . Studi fenotipik ayam Kampung, Pelting dan Kedu serta respon terhadap vaksinasi tetelo . Thesis S2 . Program Pascasarjana, IPB . Bogor . GAHNE, B .O ., R .K . JUNEJA and J . GROLMUS . 1977 . Horizontal poliacrylamide gradient gel electrophoresis for the simultaneous plienotyping of transfetrin, post-transferrin, albumin and post albumin in the blood plasma of cattle . HASHIGUCHI, T ., T . NISHIDA, Y . HAYASHI and S .S . MANSYOER . 1982 . Blood protein variations of the native and the jungle fowls in Indonesia. The origin ang phylogeny of Indonesian native livestock, Part HI . Research report by the research group of overseas scientific survey . IRENE, S .K., S . WuwUH, SuTopo dan B . SUTIYONO . 1995 . Blood protein polimorphism on javanese fat tailed sheep and javanese thin tailed sheep . Bulletin of Animal Science, Special Edition, Fac. of Anim .Husb . Gajah Mada Univ . Yogyakarta. KimuRA, M ., IsHIpuRo, S . ITo and 1 . ISOGAI . 1980 . Protein polimorphism and genetic variation in a population of the javanese quail . Japan Poultry Sci . 17 :312-322 . MAEDA Y ., T . HASHIGucHi and M . TAKETOtvu . 1975 . Genetic variation of Haemoglobin in Javanese quail . Japan . J. Genetics vol 5 (3)265-268 . MANSYOER, L, S . S . MANSYOER,daii D. SAYUTHL 1989 . Studi banding sifat-sifat biologis ayam Kampung, ayam Pelting dan ayam Bangkok . Laporan penelitian . Lembaga Penelitian, IPB . Bogor . NATAAmuAYA, A.G dann K . DIwyANTo . 1994 . Konservasi ayam bums langka . Pros. Koleksi dart karakterisas plasma nutfah pertanian, Bogor . Review hasil dan program penelitian plasma nutfah pertanian . Badan Litbang Pertanian . Jakarta . NEI, M . 1987 . MOICCUler evolutionary genetics . Columbia University Press, New York . OGITA, Z and C .L . MARKEERT . 1979 . A miiiiaturized,system for electrophoresis on polyacrylamide gels . Analytical Biochemistry . 99 : 233-241 .
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 199 7 TANABE, Y ., D .J .S . HETZEL, T. KIzAKI and B . GUNAWAN. 1983 . Biochemical studies on phylogenetic relationships of Indonesian and other Asian duck breeds . Presented in XVH World's Poultry congress and Exhibition Travel Experts . Helsinki, Finland . TSUNODA, K ., K . DOGS, Y. YAMAMOTO, T . NANIIKAWA, T. AMANO, Y . KUROSAWA, T . SHOTAKE, T. NISHIDA and H .B . RmBHANDARS' . 1993 . Biochemical polymorphism of Nepalese native sheeps breeds. Anim . ,, Sci . Technol . Jpn 64 (11) :1051-1059 . WARWICK, E .J ., J .M . ASTUTI dan W . HARDJOSUBROTO . 1990 . Pemuliaan Temak . Gadjah Mada Univ. Press . Yogyakarta. YAMAMOTO, Y ., T . NAMIKAWA,1. OKADA, M. NISHIBORI, S . S . MANsyoFR dan H. MARToro. 1994 . Genetical Studies on native chickens in Indonesia . Proc . Of the 7h AAAP Animal Science Congress, Bali, Indonesia . YAMAMOTO, Y ., T . NAMIKAWA, 1 . OKADA, M. NISHIBORI, S . S . MANsyoER and H . MARTOJO . 1996 . Genetical studies on native chickens in Indonesia . Asian-Australian Journal Animal Science (AJAS) vol 9 (4) : 405410 . YANI, A. 1995 . Merintis Potensi Unggas Lokal . Infovet . Edisi 20, Maret . 1995 .
TANYA JAWAB Anneke Anggraeni : Apakah dasar pemikiran Saudara melaktlkan penelitian keragaman genetik terhadap 3 jenis ayam tersebut dan pengambilan lokasi ? Apa kegunaan penelitian yang dapat diaplikasikan ? Tike Sartika : Dasar pemilihan ke-3 jenis ayam : Penelitian ini berkaitan dengan kegiatan penelitian Plasma Nutfah yang sedang mengamati ayam Pelting dan berlangsung di Garut . Jarak
genetik ditentukan untuk melengkapi informasi mengenai sifat genetik . Perbandingan/penentuan jarak genetik dilakukan terhadap ayam Sentul dari Ciamis karena kedua lokasi berdekatan, sedangkan morfologis berbeda . Pernifltan ayam kampung dilakukan sebagai kontrol lokasi pengambilan : Ayam Sentul di Ciamis, ayam Pelung di Cianjur, Sukabumi dan Garut, sedangkan ayam kampung di daerah yang sama dengan pengambilan contoh ayam Pelung dan ayam Sentul . Kegunaan penelitian : Mendukung penelitian plasma nutfah dalam mengidentifikasi ayam lokal Indonesia sekaligus mengetahui keragaman genetik dan jarak genetiknya . Penentuan jarak genetik dapat dipakai untuk membantu program pemuliaan ternak dimana yang berjarak genetik tinggi bila disilangkan dapat meninibulkan heterosis . Sebagai informasi unttik penentuan area/jenis ayam lokal yang perlu dipertaliankan keragamannya .